dss
DESCRIPTION
bTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus dengue. DBD disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. Virus ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia dengan vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.1 Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya, dapat menimbulkan
kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila,
Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara.1,2
Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah sindrom syok/renjatan yang terjadi pada penderita DBD. Sekitar 30-50%
penderita demam berdarah dengue akan mengalami syok dan berakhir dengan suatu kematian, terutama bila
tidak ditangani secara dini dan adekuat.2,3
Jumlah kasus DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD sebesar
1.358 orang. Tingkat kematian akibat DBD tertinggi terdapat di provinsi Maluku, Bangka Belitung, dan Maluku
Utara.4
Patofisiologi terjadinya DSS adalah terjadinya peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak
dengan akibat terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk
ke dalam ruang interstisial sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi cairan
ke rongga serosa. Mekanisme terjadinya peningkatan permeabilitas vaskular dan perdarahan pada DBD belum
diketahui dengan jelas.2,5
Hingga kini diagnosis DBD dan DSS masih berdasarkan patokan yang telah dirumuskan oleh WHO
1975/1986/1997 yang terdiri dari 4 kriteria klinis dan 2 kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik
terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria klinik (satu diantaranya panas). Ketepatan diagnosis menggunakan kriteria
WHO ini sebesar 70-90%.2,6
Kriteria klinik:2,6
o Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, dengan sebab yang tidak jelas, hampir
tidak dapat dipengaruhi oleh obat penurun panas maupun pengompresan.
o Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan dengan manipulasi maupun spontan: uji
bendung positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis
dan/atau melena.
o Pembesaran hepar.
o Syok/renjatan.
Kriteria laboratorik:2,6
o Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ mm3).
o Hemokonsentrasi: peningkatan hematokrit atau hemoglobin >20% dibandingkan dengan
nilai pada masa konvalesen, atau dibandingkan standar rata-rata sesuai umur dan jenis
kelamin di daerah tersebut.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:2,6
Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
Derajat II: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau
perdarahan lain.
Derajat III: Derajat II ditambah kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20
mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
Derajat IV: Derajat III ditambah syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tak terukur, dapat
disertai dengan penurunan kesadaran, sianosis, dan asidosis.
Menurut klasifikasi WHO DSS merupakan DBD derajat III dan IV atau demam berdarah dengue dengan tanda-
tanda kegagalan sirkulasi sampai tingkat renjatan.2
Manifestasi klinik renjatan pada anak terdiri dari:2,7
o Kulit pucat, dingin dan lembab, terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung.
o Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi
apatis, sopor, koma.
o Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya.
o Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
o Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
o Oligouria sampai anuria.
Pemeriksaan laboratorium untuk DBD meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke
3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai
dijumpai mulai hari ke 3 demam. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya
gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP).
Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/kreatinin.6-8 Pada pemeriksaan
elektrolit dapat diperoleh hasil: hiponatremi, hiperkalemia, dan hiperkloremia ringan.2
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostic melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan
serologi atau biologi molekular. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu
dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat
sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke
14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.6
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada
tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi
dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.6
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti
kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana
diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara
klinis maupun laboratoris.6 Restorasi sirkulasi volume plasma secepat mungkin adalah inti dari terapi DSS karena
patofisiologi dan mekanisme yang mendasari kebocoran plasma belum dipahami dengan baik, sehingga belum
diketahui terapi spesifiknya. Panduan penatalaksanaan WHO, yang pertama kali dikeluarkan tahun 1975,
menyarankan penggunaan larutan kristaloid sebagai pengganti awal dari kehilangan plasma, diikuti dengan
pemberian bolus koloid untuk pasien dengan syok rekuren atau refrakter.9
Komplikasi yang sering dijumpai pada DBD dan DSS adalah gangguan keseimbangan elektrolit (misalnya:
hiponatremia, hipokalsemia) dan overhidrasi yang dapat menimbulkan edema paru akut dan/atau gagal jantung
kongestif yang berakhir dengan gagal napas dan kematian.2 Ensefalopati dan perdarahan saluran cerna juga
cukup sering terjadi pada penderita dengan DSS.10
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS (disamarkan)
Seorang anak masuk Bagian Anak RSU Prof Kandou Manado dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit.
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Demam dialami penderita sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam tinggi pada perabaan, demam turun
sebentar dengan pemberian obat penurun panas kemudian naik lagi. Demam dialami tiap hari tanpa ada periode
bebas demam. Demam tidak disertai dengan kejang, perdarahan pada gusi, menggigil, maupun munculnya
bercak-bercak merah pada tubuh.
Demam disertai dengan muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah sebanyak 4 kali dengan
volume sekitar setengah gelas air mineral setiap kali muntah. Sebelum muntah pasien merasa sakit perut dan
kembung.
Sebelum masuk rumah sakit penderita sudah berobat ke dokter umum sebanyak 3 kali tetapi belum ada
perubahan, bahkan 2 jam sebelum masuk rumah sakit kaki dan tangan pasien mulai teraba dingin sehingga
keluarga membawa penderita ke rumah sakit.
Keadaan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Rumah beratap seng, dinding bambu, lantai semen, jumlah kamar 2 ruangan, dihuni oleh 4 orang dewasa dan 2
orang anak. WC/ kamar mandi di dalam rumah, sumber air minum dari sumur, sumber penerangan listrik PLN,
penanganan sampah dengan dibakar.
Anamnesis Antenatal
Selama kehamilan, ibu penderita dalam keadaan sehat dan tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan serta
merokok dan minum alkohol, pemeriksaan antenatal care teratur di puskesmas sebanyak 9 kali dengan
penyuntikan imunisasi TT sebanyak 2 kali.
Anamnesis Makanan
ASI : Lahir – 2 tahun 3 bulan
PASI : –
Bubur susu : 5 bulan – 12 bulan
Bubur saring : 4 bulan – 8 bulan
Bubur halus : 12 bulan – 14 bulan
Nasi lembek : 14 bulan – 2 tahun
Penyakit yang sudah pernah dialami
Morbili : +
Varicella : +
Batuk/pilek : +
Imunisasi
BCG : 1x
Polio : 3x
DPT : 3x
Campak : 1x
Hepatitis B : 3x
Kepandaian/Kemajuan bayi
Pertama kali membalik : 6 bulan
Pertama kali tengkurap : 8 bulan
Pertama kali duduk : 12 bulan
Pertama kali merangkak : 15 bulan
Pertama kali berdiri : 17 bulan
Pertama kali berjalan : 18 bulan
Pertama kali tertawa : 6 bulan
Pertama kali berceloteh : 9 bulan
Pertama kali memanggil mama : 12 bulan
Pertama kali memanggil papa : 12 bulan
Riwayat Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.
PEMERIKSAAN FISIK
Umur : 4 tahun 11 bulan
Berat badan : 18 kg (berat badan normal)
Panjang badan : 108 cm (tinggi badan normal)
Keadaan umum : Tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Baik
Tanda vital : T : 90/80 mmHg N : 120 kali/menit R : 48 kali/menit Sb : 36,8 ºC
Kulit : Warna sawo matang
Kepala : Bentuk mesocephal, ubun-ubun besar sudah menutup, rambut berwarna hitam, tidak mudah
dicabut
Mata : Exopthalmus / enopthalmus tidak ada, tekanan bola mata normal
pada perabaan.
Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada,
Telinga : Sekret tidak ada
Hidung : Sekret tidak ada
Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah kotor tidak ada, karies pada gigi tidak ada, perdarahan dan hiperemis
pada gusi tidak ada, bau pernapasan normal
Tenggorokan : Tonsil T1 / T1, tidak hiperemis
Leher : Trakea letak di tengah, pembesaran kelenjar getah bening tidak
ada, kaku kuduk tidak ada
Thoraks : Bentuk simetris normal, rachitis rosary tidak ada, ruang intercostal normal, retraksi intercostal
tidak ada, precordial bulging tidak ada, pernapasan paradoksal tidak ada
Paru : Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri = kanan, retraksi tidak ada.
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : Denyut jantung : 120 kali/menit, iktus cordis tidak tampak
Batas kiri jantung : linea midclavicula sinistra
Batas kanan jantung : linea parasternalis dekstra
Bunyi jantung : Bising (-)
Abdomen : datar, lemas, bunyi usus (+) normal
Hepar : 4-4 cm bac
Lien : tidak teraba
Genitalia : laki-laki normal
Ekstremitas : akral dingin, CRT < 2”.
Tulang : normal
Otot : eutrofi
Reflek-refleks : Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-
RESUME
Anak 4 tahun 11 bulan, BB: 18 kg, TB: 108 cm, MRS dengan keluhan demam 4 hari SMRS, muntah 4x 1 hari
SMRS.
KU: tampak sakit, kesadaran: CM. T: 90/80 mmHg, N: 120 x/m, R: 48 x/m, Sb: 36,8 ºC. Kepala: conj an (-), scl ict
(-), PCH (-). Thoraks: simetris, retraksi (-), cor: bising (-), pulmo: s.p. bronkovesikuler, rh -/-, wh -/-. Abdomen:
datar, lemas, hepar: 4-4 cm bac, lien: ttb. Ekstremitas: akral dingin, CRT < 2”.
DIAGNOSIS KERJA
DSS derajat IIIB
PENATALAKSANAAN
– Oksigen 2-4 liter / menit
– IVFD Ringer asetat 20 cc/kgBB secepatnya (360 cc secepatnya).
– IVFD HES 20 cc/kgBB/jam à 360 cc/jam à 20 gtt/menit
– Injeksi Ceftriaxone 2 x 750 mg i.v. (ST dulu)
– Pasang kateter à hitung diuresis per jam
– Observasi vital sign per jam
ANJURAN
– Darah lengkap
– DDR
– Ureum, kreatinin, SGOT, SGPT
– Na, K, Cl
– IgG – IgM anti-Dengue
– cross match PRC dan FFP
FOLLOW UP
S: sesak (+), BAB warna kehitaman
O: Keadaan umum :tampak sakit Kesadaran : compos mentis
T : 110/80 mmHg N : 100 x/m R : 40 x/m Sb : 36,8 ºC
PF: status quo
Laboratorium:
Hb: 16,4, Hct: 50,6, eritrosit: 6,76, leukosit: 5500, trombosit 40000, DDR: malaria (-), ureum: 68, kreatinin: 0,6,
SGOT: 1025, SGPT: 249, Na: 138, K: 4,8, Cl: 100.
A: DSS IIIB dalam terapi + observasi perdarahan
P: – Oksigen 1-2 liter/menit
– IVFD Ringer asetat 7 cc/kgBB/jam à 126 cc/jam à 42 gtt/menit
– Injeksi Ranitidin 2×18 mg i.v.
– Injeksi Asam traneksamat 2×180 mg i.v.
– Injeksi Vit K 3 mg i.m.
– Observasi ketat
– Terapi lain lanjut
– Anjuran: periksa feses lengkap, PT, APTT
Hari ke-2
S: sesak (+)
O: Keadaan umum :tampak sakit Kesadaran : compos mentis
T : 110/80 mmHg N : 110 x/m R : 40 x/m Sb : 36,7 ºC
PF: status quo
Laboratorium:
Hb: 12,2, Hct: 36,1, leukosit: 8100, trombosit 23000, PT: 13,8, APTT: 44,2, IgG anti-Dengue: (+), IgM anti-
Dengue: (+).
Feses lengkap: leukosit 0-2/LPB, eritrosit 6-8/LPB, occult blood screen: (+).
A: DSS IIIB dalam terapi + perdarahan GIT
P: – Oksigen 1-2 liter/menit
– IVFD Ringer asetat 3 cc/kgBB/jam à 54 cc/jam à 18 gtt/menit
– Observasi
– Terapi lain lanjut
Laboratorium:
Hb: 11,1, Hct: 32,9, leukosit: 9400, trombosit 29000, SGOT: 1291, SGPT: 359.
Hari ke-3
S: sesak (+), kelopak mata bengkak (+)
O: Keadaan umum :tampak sakit Kesadaran : compos mentis
T : 110/70 mmHg N : 108 x/m R : 40 x/m Sb : 36,8 ºC
PF: Kepala: palpebra: edema +/+. Thoraks: retraksi: (+) subcostal, pulmo: s.p. bronkovesikuler kanan < kiri.
Abdomen: asites: (+). Ekstremitas: akral hangat.
A: DSS IIIB dalam terapi + suspek efusi pleura dekstra
P: – Oksigen 1-2 liter/menit
– IVFD Ringer asetat 8 gtt/menit
– Injeksi Ceftriaxone 2 x 750 mg i.v.
– Injeksi Furosemide 2 x 9 mg i.v.
– Observasi
– Anjuran: periksa DL, SGOT, SGPT, Na, K, Cl, Cal, Ro thoraks.
Laboratorium:
Hb: 10,1, Hct: 26,9, leukosit: 13400, trombosit 83000, SGOT: 679, SGPT: 264, ureum: 26, kreatinin: 0,3, Na:
133, K: 3,5, Cl: 96,8, Cal: 6,9.
Advis: – Bolus perlahan Ca glukonas 9 cc dalam D5% 1:1 dengan monitoring heart rate.
– Calnic syr 3×1 cth
– Curcuma syr 3×1 cth
– Aspar K 3×1½ tab
Hari ke-4
S: sesak (-),kelopak mata bengkak (+)
O: Keadaan umum :tampak sakit Kesadaran : compos mentis
T : 110/70 mmHg N : 96 x/m R : 34 x/m Sb : 36,7 ºC
PF: status quo
A: Post DSS IIIB + suspek efusi pleura dekstra
P: – Oksigen 1-2 liter/menit
– Injeksi Ceftriaxone 2 x 750 mg i.v.
– Injeksi Furosemide 2 x 9 mg i.v.
– Calnic syr 3×1 cth
– Curcuma syr 3×1 cth
– Aspar K 3×1½ tab
BAB III
PEMBAHASAN
Pada penderita ini didapatkan adanya demam tinggi sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam turun
sebentar dengan pemberian obat penurun panas kemudian naik lagi. Demam disertai dengan muntah, sakit
perut dan kembung sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya
pembesaran hepar 4-4 cm bawah arkus costa, akral dingin dan tanda vitalnya : tekanan darah 90/80 mmHg, nadi
120 kali/menit, pernapasan 48 kali/menit, suhu badan 36,8 ºC. Dari pemeriksaan laboratorium diperoleh hasil
hematokrit meningkat dengan nilai 50,6 dan trombositopenia dengan jumlah trombosit 40000. Sesuai dengan
kepustakaan, untuk menegakkan diagnosis DHF/DSS harus memenuhi kriteria WHO yang terdiri dari 4 kriteria
klinis dan 2 kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria klinik
(satu diantaranya panas). Pada penderita ini kedua kriteria laboratorik yaitu rombositopenia (jumlah trombosit
<100.000/ mm3) dan hemokonsentrasi ditemukan. Sedangkan kriteria klinis yang ditemukan adalah panas,
hepatomegali, dan syok (nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, disertai
kulit teraba dingin dan lembab, terutama pada ujung jari).
Setiap penderita harus ditentukan juga derajat spektrum klinisnya berdasarkan kriteria WHO 1997 yaitu:
Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
Derajat II: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau
perdarahan lain.
Derajat III: Derajat II ditambah kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab,
tampak gelisah.
Derajat IIIA : tekanan darah ≥ 80/60 mmHg (tekanan nadi = 20)
Derajat IIIB : tekanan darah ≤ 80/60 mmHg (tekanan nadi < 20)
Derajat IV : Derajat III ditambah syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tak terukur, dapat
disertai dengan penurunan kesadaran, sianosis, dan asidosis.
Derajat IVA : tekanan darah tak terukur, nadi tak teraba
Derajat IVB : tekanan darah tak terukur, nadi tak teraba, sianosis, asidosis metabolik, kesadaran menurun.
DSS merupakan DBD derajat III dan IV, dan berdasarkan hasil pemeriksaan penderita ini termasuk dalam
derajat IIIB. Dengan demikian diagnosis penderita ini adalah DSS derajat IIIB.
Penderita diterapi dengan pemberian oksigen untuk mempertahankan suplai oksigen yang cukup ke organ-organ
vital seperti otak, jantung dan paru, serta bagian tubuh yang lain. Cairan intravena larutan Ringer asetat dan
HES untuk mengganti cairan dan elektrolit yang keluar dari pembuluh darah akibat terjadinya kebocoran plasma.
Penderita juga diberi antibiotik (Ceftriaxone) sebagai profilaksis terjadinya infeksi sekunder.
Pada perjalanan perawatannya penderita mengalami tanda-tanda efusi pleura seperti: sesak, nafas cepat,
retraksi subcostal, dan suara pernafasan kanan menurun. Selain itu kelopak mata bengkak dan ditemukan
tanda-tanda asites. Hal-hal ini merupakan tanda dan gejala dari komplikasi yang sering dijumpai pada DBD dan
DSS yaitu overhidrasi. Untuk itu penderita juga diinjeksi Furosemide untuk mengurangi edema yang timbul akibat
overhidrasi cairan,
Komplikasi lain yang sering dijumpai pada DBD dan DSS adalah gangguan keseimbangan elektrolit. Penderita
juga diberikan Aspar K dan Calnic untuk mengoreksi hipokalemia dan hipokalsemia yang terjadi.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena diagnosis ditegakkan dengan cepat dan terapi yang
diberikan juga telah adekuat.