dss

14
BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. DBD disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia dengan vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. 1 Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya, dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. 1,2 Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah sindrom syok/renjatan yang terjadi pada penderita DBD. Sekitar 30-50% penderita demam berdarah dengue akan mengalami syok dan berakhir dengan suatu kematian, terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat. 2,3 Jumlah kasus DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD sebesar 1.358 orang. Tingkat kematian akibat DBD tertinggi terdapat di provinsi Maluku, Bangka Belitung, dan Maluku Utara. 4 Patofisiologi terjadinya DSS adalah terjadinya peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak dengan akibat terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk ke dalam ruang interstisial sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi cairan ke rongga serosa. Mekanisme terjadinya peningkatan permeabilitas vaskular dan perdarahan pada DBD belum diketahui dengan jelas. 2,5 Hingga kini diagnosis DBD dan DSS masih berdasarkan patokan yang telah dirumuskan oleh WHO 1975/1986/1997 yang terdiri dari 4 kriteria klinis dan 2 kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria klinik (satu diantaranya panas). Ketepatan diagnosis menggunakan kriteria WHO ini sebesar 70-90%. 2,6 Kriteria klinik: 2,6 o Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, dengan sebab yang tidak jelas, hampir tidak dapat dipengaruhi oleh obat penurun panas maupun pengompresan. o Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan dengan manipulasi maupun spontan: uji bendung positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan/atau melena. o Pembesaran hepar.

Upload: fcads

Post on 19-Dec-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

Page 1: Dss

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan

oleh infeksi virus dengue. DBD disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili

Flaviviridae. Virus ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia dengan vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus.1 Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya, dapat menimbulkan

kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila,

Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara.1,2

Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah sindrom syok/renjatan yang terjadi pada penderita DBD. Sekitar 30-50%

penderita demam berdarah dengue akan mengalami syok dan berakhir dengan suatu kematian, terutama bila

tidak ditangani secara dini dan adekuat.2,3

Jumlah kasus DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD sebesar

1.358 orang. Tingkat kematian akibat DBD tertinggi terdapat di provinsi Maluku, Bangka Belitung, dan Maluku

Utara.4

Patofisiologi terjadinya DSS adalah terjadinya peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak

dengan akibat terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk

ke dalam ruang interstisial sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi cairan

ke rongga serosa. Mekanisme terjadinya peningkatan permeabilitas vaskular dan perdarahan pada DBD belum

diketahui dengan jelas.2,5

Hingga kini diagnosis DBD dan DSS masih berdasarkan patokan yang telah dirumuskan oleh WHO

1975/1986/1997 yang terdiri dari 4 kriteria klinis dan 2 kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik

terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria klinik (satu diantaranya panas). Ketepatan diagnosis menggunakan kriteria

WHO ini sebesar 70-90%.2,6

Kriteria klinik:2,6

o Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, dengan sebab yang tidak jelas, hampir

tidak dapat dipengaruhi oleh obat penurun panas maupun pengompresan.

o Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan dengan manipulasi maupun spontan: uji

bendung positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis

dan/atau melena.

o Pembesaran hepar.

o Syok/renjatan.

Kriteria laboratorik:2,6

o Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ mm3).

Page 2: Dss

o Hemokonsentrasi: peningkatan hematokrit atau hemoglobin >20% dibandingkan dengan

nilai pada masa konvalesen, atau dibandingkan standar rata-rata sesuai umur dan jenis

kelamin di daerah tersebut.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:2,6

Derajat I:         Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

Derajat II:        Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau

perdarahan lain.

Derajat III:      Derajat II ditambah kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20

mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

Derajat IV:      Derajat III ditambah syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tak terukur, dapat

disertai dengan penurunan kesadaran, sianosis, dan asidosis.

Menurut klasifikasi WHO DSS merupakan DBD derajat III dan IV atau demam berdarah dengue dengan tanda-

tanda kegagalan sirkulasi sampai tingkat renjatan.2

Manifestasi klinik renjatan pada anak terdiri dari:2,7

o Kulit pucat, dingin dan lembab, terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung.

o Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi

apatis, sopor, koma.

o Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya.

o Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.

o Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.

o Oligouria sampai anuria.

Pemeriksaan laboratorium untuk DBD meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan

hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke

3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai

dijumpai mulai hari ke 3 demam. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya

gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP).

Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/kreatinin.6-8 Pada pemeriksaan

elektrolit dapat diperoleh hasil: hiponatremi, hiperkalemia, dan hiperkloremia ringan.2

Page 3: Dss

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostic melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan

serologi atau biologi molekular. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu

dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat

sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke

14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.6

Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada

tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi

dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.6

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti

kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana

diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara

klinis maupun laboratoris.6 Restorasi sirkulasi volume plasma secepat mungkin adalah inti dari terapi DSS karena

patofisiologi dan mekanisme yang mendasari kebocoran plasma belum dipahami dengan baik, sehingga belum

diketahui terapi spesifiknya. Panduan penatalaksanaan WHO, yang pertama kali dikeluarkan tahun 1975,

menyarankan penggunaan larutan kristaloid sebagai pengganti awal dari kehilangan plasma, diikuti dengan

pemberian bolus koloid untuk pasien dengan syok rekuren atau refrakter.9

Komplikasi yang sering dijumpai pada DBD dan DSS adalah gangguan keseimbangan elektrolit (misalnya:

hiponatremia, hipokalsemia) dan overhidrasi yang dapat menimbulkan edema paru akut dan/atau gagal jantung

kongestif yang berakhir dengan gagal napas dan kematian.2 Ensefalopati dan perdarahan saluran cerna juga

cukup sering terjadi pada penderita dengan DSS.10

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS (disamarkan)

Seorang anak masuk Bagian Anak RSU Prof Kandou Manado dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum

masuk rumah sakit.

ANAMNESIS

Riwayat Penyakit Sekarang

Demam dialami penderita sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam tinggi pada perabaan, demam turun

sebentar dengan pemberian obat penurun panas kemudian naik lagi. Demam dialami tiap hari tanpa ada periode

bebas demam. Demam tidak disertai dengan kejang, perdarahan pada gusi, menggigil, maupun munculnya

bercak-bercak merah pada tubuh.

Demam disertai dengan muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah sebanyak 4 kali dengan

volume sekitar setengah gelas air mineral setiap kali muntah. Sebelum muntah pasien merasa sakit perut dan

kembung.

Page 4: Dss

Sebelum masuk rumah sakit penderita sudah berobat ke dokter umum sebanyak 3 kali tetapi belum ada

perubahan, bahkan 2 jam sebelum masuk rumah sakit kaki dan tangan pasien mulai teraba dingin sehingga

keluarga membawa penderita ke rumah sakit.

Keadaan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

Rumah beratap seng, dinding bambu, lantai semen, jumlah kamar 2 ruangan, dihuni oleh 4 orang dewasa dan 2

orang anak. WC/ kamar mandi di dalam rumah, sumber air minum dari sumur, sumber penerangan listrik PLN,

penanganan sampah dengan dibakar.

Anamnesis Antenatal

Selama kehamilan, ibu penderita dalam keadaan sehat dan tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan serta

merokok dan minum alkohol, pemeriksaan antenatal care teratur di puskesmas sebanyak 9 kali dengan

penyuntikan imunisasi TT sebanyak 2 kali.

Anamnesis Makanan

ASI : Lahir – 2 tahun 3 bulan

PASI : –

Bubur susu : 5 bulan – 12 bulan

Bubur saring : 4 bulan – 8 bulan

Bubur halus : 12 bulan – 14 bulan

Nasi lembek : 14 bulan – 2 tahun

Penyakit yang sudah pernah dialami

Morbili : +

Varicella : +

Batuk/pilek : +

Imunisasi

BCG : 1x

Polio : 3x

Page 5: Dss

DPT : 3x

Campak : 1x

Hepatitis B : 3x

Kepandaian/Kemajuan bayi

Pertama kali membalik : 6 bulan

Pertama kali tengkurap : 8 bulan

Pertama kali duduk : 12 bulan

Pertama kali merangkak : 15 bulan

Pertama kali berdiri : 17 bulan

Pertama kali berjalan : 18 bulan

Pertama kali tertawa : 6 bulan

Pertama kali berceloteh : 9 bulan

Pertama kali memanggil mama : 12 bulan

Pertama kali memanggil papa : 12 bulan

Riwayat Keluarga

Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.

Page 6: Dss

PEMERIKSAAN FISIK

Umur                           : 4 tahun 11 bulan

Berat badan                 : 18 kg (berat badan normal)

Panjang badan             : 108 cm (tinggi badan normal)

Keadaan umum           : Tampak sakit

Kesadaran                   : Compos mentis

Gizi                             : Baik

Tanda vital : T : 90/80 mmHg N : 120 kali/menit R : 48 kali/menit Sb : 36,8 ºC

Kulit                : Warna sawo matang

Kepala             : Bentuk mesocephal, ubun-ubun besar sudah menutup, rambut berwarna hitam, tidak mudah

dicabut

Mata               : Exopthalmus / enopthalmus tidak ada, tekanan bola mata normal

pada perabaan.

Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada,

Telinga            : Sekret tidak ada

Page 7: Dss

Hidung            : Sekret tidak ada

Mulut              : Bibir tidak sianosis, lidah kotor tidak ada, karies pada gigi tidak ada, perdarahan dan hiperemis

pada gusi tidak ada, bau pernapasan normal

Tenggorokan   : Tonsil T1 / T1, tidak hiperemis

Leher               : Trakea letak di tengah, pembesaran kelenjar getah bening tidak

ada, kaku kuduk tidak ada

Thoraks           : Bentuk simetris normal, rachitis rosary tidak ada, ruang intercostal normal, retraksi intercostal

tidak ada, precordial bulging tidak ada, pernapasan paradoksal tidak ada

Paru                 : Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri = kanan, retraksi                               tidak ada.

Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor kiri = kanan

Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung            : Denyut jantung : 120 kali/menit, iktus cordis tidak tampak

Batas kiri jantung : linea midclavicula sinistra

Batas kanan jantung : linea parasternalis dekstra

Bunyi jantung : Bising (-)

Abdomen        : datar, lemas, bunyi usus (+) normal

Hepar              : 4-4 cm bac

Lien                 : tidak teraba

Genitalia          : laki-laki normal

Page 8: Dss

Ekstremitas     : akral dingin, CRT < 2”.

Tulang             : normal

Otot                : eutrofi

Reflek-refleks  : Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

RESUME

Anak 4 tahun 11 bulan, BB: 18 kg, TB: 108 cm, MRS dengan keluhan demam 4 hari SMRS, muntah 4x 1 hari

SMRS.

KU: tampak sakit, kesadaran: CM. T: 90/80 mmHg, N: 120 x/m, R: 48 x/m, Sb: 36,8 ºC. Kepala: conj an (-), scl ict

(-), PCH (-). Thoraks: simetris, retraksi (-), cor: bising (-), pulmo: s.p. bronkovesikuler, rh -/-, wh -/-. Abdomen:

datar, lemas, hepar: 4-4 cm bac, lien: ttb. Ekstremitas: akral dingin, CRT < 2”.

DIAGNOSIS KERJA

DSS derajat IIIB

PENATALAKSANAAN

– Oksigen 2-4 liter / menit

– IVFD Ringer asetat 20 cc/kgBB secepatnya (360 cc secepatnya).

– IVFD HES 20 cc/kgBB/jam à 360 cc/jam à 20 gtt/menit

– Injeksi Ceftriaxone 2 x 750 mg i.v. (ST dulu)

– Pasang kateter à hitung diuresis per jam

– Observasi vital sign per jam

ANJURAN

– Darah lengkap

Page 9: Dss

– DDR

– Ureum, kreatinin, SGOT, SGPT

– Na, K, Cl

– IgG – IgM anti-Dengue

– cross match PRC dan FFP

FOLLOW UP

S:         sesak (+), BAB warna kehitaman

O:        Keadaan umum :tampak sakit Kesadaran : compos mentis

T : 110/80 mmHg N : 100 x/m R : 40 x/m Sb : 36,8 ºC

PF: status quo

Laboratorium:

Hb: 16,4, Hct: 50,6, eritrosit: 6,76, leukosit: 5500, trombosit 40000, DDR: malaria (-), ureum: 68, kreatinin: 0,6,

SGOT: 1025, SGPT: 249, Na: 138, K: 4,8, Cl: 100.

A:        DSS IIIB dalam terapi + observasi perdarahan

P:         – Oksigen 1-2 liter/menit

– IVFD Ringer asetat 7 cc/kgBB/jam à 126 cc/jam à 42 gtt/menit

– Injeksi Ranitidin 2×18 mg i.v.

– Injeksi Asam traneksamat 2×180 mg i.v.

– Injeksi Vit K 3 mg i.m.

– Observasi ketat

Page 10: Dss

– Terapi lain lanjut

– Anjuran: periksa feses lengkap, PT, APTT

Hari ke-2

S:         sesak (+)

O:        Keadaan umum :tampak sakit Kesadaran : compos mentis

T : 110/80 mmHg N : 110 x/m R : 40 x/m Sb : 36,7 ºC

PF: status quo

Laboratorium:

Hb: 12,2, Hct: 36,1, leukosit: 8100, trombosit 23000, PT: 13,8, APTT: 44,2, IgG anti-Dengue: (+), IgM anti-

Dengue: (+).

Feses lengkap: leukosit 0-2/LPB, eritrosit 6-8/LPB, occult blood screen: (+).

A:        DSS IIIB dalam terapi + perdarahan GIT

P:         – Oksigen 1-2 liter/menit

– IVFD Ringer asetat 3 cc/kgBB/jam à 54 cc/jam à 18 gtt/menit

– Observasi

– Terapi lain lanjut

Laboratorium:

Hb: 11,1, Hct: 32,9, leukosit: 9400, trombosit 29000, SGOT: 1291, SGPT: 359.

Hari ke-3

S:         sesak (+), kelopak mata bengkak (+)

Page 11: Dss

O:        Keadaan umum :tampak sakit Kesadaran : compos mentis

T : 110/70 mmHg N : 108 x/m R : 40 x/m Sb : 36,8 ºC

PF: Kepala: palpebra: edema +/+. Thoraks: retraksi: (+) subcostal, pulmo: s.p. bronkovesikuler kanan < kiri.

Abdomen: asites: (+). Ekstremitas: akral hangat.

A:        DSS IIIB dalam terapi + suspek efusi pleura dekstra

P:         – Oksigen 1-2 liter/menit

– IVFD Ringer asetat 8 gtt/menit

– Injeksi Ceftriaxone 2 x 750 mg i.v.

– Injeksi Furosemide 2 x 9 mg i.v.

– Observasi

– Anjuran: periksa DL, SGOT, SGPT, Na, K, Cl, Cal, Ro thoraks.

Laboratorium:

Hb: 10,1, Hct: 26,9, leukosit: 13400, trombosit 83000, SGOT: 679, SGPT: 264, ureum: 26, kreatinin: 0,3, Na:

133, K: 3,5, Cl: 96,8, Cal: 6,9.

Advis:             – Bolus perlahan Ca glukonas 9 cc dalam D5% 1:1 dengan monitoring heart rate.

– Calnic syr 3×1 cth

– Curcuma syr 3×1 cth

– Aspar K 3×1½ tab

Hari ke-4

S:         sesak (-),kelopak mata bengkak (+)

Page 12: Dss

O:        Keadaan umum :tampak sakit Kesadaran : compos mentis

T : 110/70 mmHg N : 96 x/m R : 34 x/m Sb : 36,7 ºC

PF: status quo

A:        Post DSS IIIB + suspek efusi pleura dekstra

P:         – Oksigen 1-2 liter/menit

– Injeksi Ceftriaxone 2 x 750 mg i.v.

– Injeksi Furosemide 2 x 9 mg i.v.

– Calnic syr 3×1 cth

– Curcuma syr 3×1 cth

– Aspar K 3×1½ tab

BAB III

PEMBAHASAN

Pada penderita ini didapatkan adanya demam tinggi sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam turun

sebentar dengan pemberian obat penurun panas kemudian naik lagi. Demam disertai dengan muntah, sakit

perut dan kembung sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya

pembesaran hepar 4-4 cm bawah arkus costa, akral dingin dan tanda vitalnya : tekanan darah 90/80 mmHg, nadi

120 kali/menit, pernapasan 48 kali/menit, suhu badan 36,8 ºC. Dari pemeriksaan laboratorium diperoleh hasil

hematokrit meningkat dengan nilai 50,6 dan trombositopenia dengan jumlah trombosit 40000. Sesuai dengan

kepustakaan, untuk menegakkan diagnosis DHF/DSS harus memenuhi kriteria WHO yang terdiri dari 4 kriteria

klinis dan 2 kriteria laboratorik dengan syarat bila kriteria laboratorik terpenuhi ditambah minimal 2 kriteria klinik

(satu diantaranya panas). Pada penderita ini kedua kriteria laboratorik yaitu rombositopenia (jumlah trombosit

<100.000/ mm3) dan hemokonsentrasi ditemukan. Sedangkan kriteria klinis yang ditemukan adalah panas,

hepatomegali, dan syok (nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, disertai

kulit teraba dingin dan lembab, terutama pada ujung jari).

Setiap penderita harus ditentukan juga derajat spektrum klinisnya berdasarkan kriteria WHO 1997 yaitu:

Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

Page 13: Dss

perdarahan adalah uji torniquet.

Derajat II: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau

perdarahan lain.

Derajat III: Derajat II ditambah kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab,

tampak gelisah.

Derajat IIIA : tekanan darah ≥ 80/60 mmHg (tekanan nadi = 20)

Derajat IIIB : tekanan darah ≤ 80/60 mmHg (tekanan nadi < 20)

Derajat IV : Derajat III ditambah syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tak terukur, dapat

disertai dengan penurunan kesadaran, sianosis, dan asidosis.

Derajat IVA : tekanan darah tak terukur, nadi tak teraba

Derajat IVB : tekanan darah tak terukur, nadi tak teraba, sianosis, asidosis metabolik, kesadaran menurun.

DSS merupakan DBD derajat III dan IV, dan berdasarkan hasil pemeriksaan penderita ini termasuk dalam

derajat IIIB. Dengan demikian diagnosis penderita ini adalah DSS derajat IIIB.

Penderita diterapi dengan pemberian oksigen untuk mempertahankan suplai oksigen yang cukup ke organ-organ

vital seperti otak, jantung dan paru, serta bagian tubuh yang lain. Cairan intravena larutan Ringer asetat dan

HES untuk mengganti cairan dan elektrolit yang keluar dari pembuluh darah akibat terjadinya kebocoran plasma.

Penderita juga diberi antibiotik (Ceftriaxone) sebagai profilaksis terjadinya infeksi sekunder.

Pada perjalanan perawatannya penderita mengalami tanda-tanda efusi pleura seperti: sesak, nafas cepat,

retraksi subcostal, dan suara pernafasan kanan menurun. Selain itu kelopak mata bengkak dan ditemukan

tanda-tanda asites. Hal-hal ini merupakan tanda dan gejala dari komplikasi yang sering dijumpai pada DBD dan

DSS yaitu overhidrasi. Untuk itu penderita juga diinjeksi Furosemide untuk mengurangi edema yang timbul akibat

overhidrasi cairan,

Komplikasi lain yang sering dijumpai pada DBD dan DSS adalah gangguan keseimbangan elektrolit. Penderita

juga diberikan Aspar K dan Calnic untuk mengoreksi hipokalemia dan hipokalsemia yang terjadi.

Page 14: Dss

Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena diagnosis ditegakkan dengan cepat dan terapi yang

diberikan juga telah adekuat.