e-book hsp side stories

Upload: arwa-elzahro

Post on 16-Jul-2015

664 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

High School Paradise Side Stories

--Orizuka 2010

Dedicated for High School Paradise readers, and all participants of High School Paradise Fanfiction Contest. You guys rock!

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

High School Paradise: Side Stories

Landos Side Story Past, Present, Future ...................... Ramas Side Story Youre not Alone................................ Sids Side Story Confessions of the Drama Queens..................................... Cokies Side Story Goodbye..................

2 27 47 71

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

1

Landos Side Story Past, Present, Future

Lan! Lando menoleh. Seorang gadis manis berambut panjang sedang berkacak pinggang dengan wajah cemberut. Kamu ngapain, ayo ikutan kerja! perintahnya. Lando tersenyum, geli melihat Aida yang selalu berubah galak kalau sedang beres-beres. Tapi Lando tidak pernah menganggapnya serius. Aida yang sedang marah justru menurutnya sangat imut. Memang si Lando ini, nggak pernah banget deh beres-beres, timpal Ayah Lando tiba-tiba, membuat Lando mendelik. Bedakan antara nggak pernah dan nggak punya waktu, gerutu Lando membuat Aida menepuk-nepuk punggungnya, menyuruhnya sabar. Lando menatap Aida yang sekarang sudah menghampiri ayahnya untuk membongkar isi lemari. Sampai saat ini, Lando masih belum mempercayai kenyataan bahwa ia sudah dikirim seorang malaikat untuk menyelamatkan hidupnya dan juga ayahnya. Malaikat bernama Aida. Dan sekarang, malaikat itu muncul untuk membantunya membersihkan kamar. Sungguh sebuah tugas yang sangat menyakitkan untuk dilihat menurut Lando. Lando...? tanya Aida menyadarkan lamunan Lando. Kok ngelamun terus sih? Ini isi lemarimu mau disortir nggak? Lando mengangguk pelan, lalu mendekati Aida sementara ayahnya keluar untuk membuatkan minum. Ia membuka lemari, lalu terpaku melihat isi lemarinya yang amburadul. Udah berapa lama nggak dibuka, Lan? tanya Aida, diakui Lando sebagai pertanyaan yang tepat. Ia memang sudah tidak pernah membuka lemari, karena semua baju yang sering ia pakai diletakkannya di luar. Ia bahkan tidak ingat apa saja isi lemari itu. Ayok, kita bongkar, kata Aida mantap sambil menggulung lengan kausnya. Ia lalu berjongkok dan mulai mengeluarkan satu persatu barang di dalam lemari. Lando segera menahannya, lalu menggantikannya. Aida cukup melihat saja. Harusnya ia malah tidak berada di sini.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

2

Lando mengeluarkan sebuah kotak, lalu membukanya. Ada beberapa kaus butut, beberapa buku-buku pelajaran, dan banyak rongsokan lainnya. Aida menatapnya penuh minat, lalu menarik sebuah bola sepak yang sudah kempis. Apaan ini? tanya Aida membuat Lando mendongak. Lando mengambil bola itu, lalu tersenyum. Bola yang penuh kenangan ini ternyata masih ada. Aida menatap Lando penasaran. Ini bola yang sering gue pake maen pas SMP, kata Lando membuat Aida mengangguk-angguk. Bareng Rama? tanya Aida lagi. Lando menatap bola itu lalu mengangguk. Bareng mereka bertiga, jawab Lando, lalu meletakkan bola itu di tempat tidur. Aida menatap Lando yang kembali mengaduk isi kardus. Tak lama kemudian, Lando menemukan sebuah rapor. Aida segera menariknya sebelum Lando sempat mencegah. Eh, tunggu... kata Lando, tapi Aida sudah membukanya dengan bersemangat. Tak lama kemudian, Aida melongo. Kok... nilai kamu merah semua, Lan? tanya Aida sambil membolak-balik rapor SMP Lando. Lando menggaruk kepala. Yah... itu kan masa-masa rebel gue, kata Lando sambil mengulurkan tangan. Udah, nggak usah diliat-liat. Aida menatap Lando, lalu menyerahkannya dengan berat hati. Lando melemparkannya sembarangan ke atas tempat tidur, bersumpah akan membakarnya setelah ini. Lando selesai menyortir kardus yang ini, lalu mengambil kardus yang lain. Ia membukanya, lalu matanya melebar. Ada apaan di sana? tanya Aida sementara Lando mengangkat sebuah double stick tanpa sengaja. Mata Aida membesar menatap benda menyeramkan itu. Apaan tuh Lan? tanyanya membuat Lando segera melemparkannya ke kardus sampah. Bukan apa-apa, kata Lando gugup lalu segera mencari benda lain di dalam kardus untuk mengalihkan perhatian Aida. Lando mengangkat suatu benda emas. Sebuah piala. Aida dengan segera mengambil dan membaca tulisan di piala itu. Ternyata piala itu adalah piala penghargaan bagi ranking pertama. Gue dulu pencuri, lo tau nggak? tanya Lando sambil mengaduk kardus, membuat Aida menatapnya bingung. Pencuri? Kamu nyuri piala ini? tanya Aida tak percaya.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

3

Ya. Gue nyuri itu dari Rama, kata Lando, lalu menghela napas. Seharusnya dia yang ranking satu, tapi gue nyuri secara tiba-tiba. Aida langsung mengerti maksud Lando. Ia pernah bercerita, dulu ia bukan siapa-siapa sampai Rama mengajaknya belajar bersama. Lando mendadak jadi ranking pertama di akhir tahun pelajaran, tetapi Rama tidak pernah menyesal. Bahkan hewan buas nggak pernah menggigit tangan tuannya, kata Lando lagi sambil menyingkirkan beberapa kaus kaki butut dari dalam kardus. Aida mengelus punggung Lando. Ia tahu Lando pasti menyesal karena sudah berani merebut gelar yang selama ini Rama pertahankan. Kamu tau Rama pasti nggak pernah menyesal, kata Aida. Gue tau. Justru itu gue tambah merasa bersalah, kata Lando lagi, berusaha menyembunyikan wajahnya dengan terus pura-pura sibuk menyortir isi kardus. Harusnya gue tau diri. Bisa lulus aja gue udah syukur. Aida memperhatikan Lando yang berkutat melepaskan tali sepatu yang menyangkut kesanakemari. Menurutku sih, kalo kamu dulu nggak berusaha sekuat tenaga, justru itu kurang ajar buat Rama, kata Aida, berhasil membuat Lando mendongak. Rama pasti bangga juga kok sama kamu. Lando menatap Aida, lalu mengangguk pelan dan kembali mencoba melepas ikatan tali sepatu. Aida tersenyum, lalu ikut mengaduk isi kardus dan menemukan sebuah foto. Ia membaca tulisan di belakangnya terlebih dahulu. perpisahan SMP. Aida membaliknya, lalu ia tersenyum melihat Lando, Rama, Sid dan Cokie versi kecil di sana, berangkulan sambil nyengir di sebuah lapangan sepak bola. Aida menganggap mereka imut sekali, dan Aida juga tidak tahu Lando bisa tersenyum selebar itu. Aku jadi pengen tau kamu yang dulu deh, katanya membuat Lando mendongak dan menatapnya bingung. Buat apa? tanya Lando, tak merasa Aida harus tahu apapun soal masa lalunya yang kelam. Aku pengen tau aja, kata Aida sambil tersenyum, membayangkan Lando kecil yang bertampang preman. Aku kan harus bisa suka dengan masa lalu kamu juga. Nggak ada yang perlu disukai soal masa lalu gue, kata Lando dingin. Aida menggigit bibirnya, lalu menyerahkan foto itu pada Lando. Lando menerimanya, lalu menatap foto itu lama. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

4

Aku pengen tahu gimana perjalanan kamu sampe kamu bisa senyum selebar itu, kata Aida. Lando menatap Aida yang tampak benar-benar penasaran, lalu menghela napas. Lo pengen gue cerita dari mana? tanyanya. Hm... dari sebelum kamu ketemu sama mereka bertiga! sahut Aida, senang Lando menyanggupi permintaannya. Sampe kalian lulus SMP! Eh tunggu... Sampe kita ketemu aja! Lando menatap Aida lagi. Menurut lo, kapan kita ketemu? tanya Lando lagi, membuat Aida bingung. Ya... pas aku telat itu kan? Aida balik bertanya, membuat Lando tersenyum simpul. Oke, gue cerita. Tapi gue nggak mau lo nyela, ngerti? kata Lando. Aida segera menganggukkan kepala dan membenarkan duduknya. Lando menghela napas, mempersiapkan diri. Ia tak pernah menceritakan ini kepada siapapun sebelumnya. Tapi untuk Aida, ia rela kembali membuka masa lalunya.

Orlando! Kamu lupa bekal! Lando membuka matanya, napasnya memburu. Ia segera bangkit lalu menyeka keringat yang mengalir deras di dahinya. Ia baru saja bermimpi tentang ibunya. Ibu yang dua tahun lalu pergi dari rumah setelah seorang bule menjemputnya dengan mobil mewah. Lando pikir bagian itu juga mimpi, tetapi ia salah. Bagian itu nyata. Bagian ibunya membuatkan bekal yang hanya tinggal mimpi. Lando berdiri, lalu melirik jam dinding. Sudah jam tujuh. Ia sudah terlambat untuk sekolah. Ini salah ibunya yang tak membangunkannya. Ah, ia lupa. Ibunya sudah tidak di sini. Lando tersaruk ke arah pintu, lalu membukanya. Di ruang tengah, ayahnya tergeletak tak berdaya di antara pecahan kaca meja, botol, dan mungkin tv, entahlah. Lando terlalu malas untuk berpikir. Lando berjalan dengan hati-hati supaya tidak menginjak beling menuju dapur untuk membuat susu. Ia kelaparan. Lando membuka rak, tapi kaleng susu tidak ada di sana. Ia lalu membuka satu persatu laci yang ada, tapi ia tak kunjung menemukannya. Bu!! Susu di mana sih?? tanya Lando refleks, tapi ia hanya dijawab oleh keheningan pagi. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

5

Lando menoleh ke belakang untuk melihat dapur yang kosong. Biasanya jam segini, ibunya sedang mengaduk kuah sup di depan kompor sambil sesekali menatapnya lembut. Orlando, jangan lupa bekalnya, ya! Lando meneguk ludah, berusaha menahan tangis. Tapi ia hanya anak kecil. Ia menangis saat ingin menangis. Ia tidak bisa menahannya. Lando terisak di balik lemari sambil memegangi perutnya yang lapar. Selalu begini selama dua tahun. Tidak ada lagi orang yang akan membuatkannya bekal. Tidak ada lagi orang yang akan memanggilnya Orlando. Tidak ada lagi orang yang akan dipanggilnya ibu.

Mau kemana kamu? Langkah Lando terhenti. Ia lalu menoleh, menatap ayahnya yang sudah berkacak pinggang di belakangnya. Sekeliling matanya hitam, entah terlalu banyak tidur atau justru tidak pernah tidur. Mau sekolah? kata Lando seakan ayahnya bodoh. Sialnya, ayahnya mengerti nada bicara Lando. Ia mendekati Lando lalu menamparnya keras di pipi. Kamu pikir Ayah bodoh?? sahutnya sementara Lando sangat ingin menjawab ya. Kenapa kamu masih berangkat ke sekolah itu, hah! Kamu tau sendiri kita tidak punya uang untuk bayar! Itu karena Ayah dipecat, kan! sahut Lando membuat mata ayahnya menyala-nyala. Itu karena Ayah nggak becus bekerja! Ayah Lando menamparnya sekali lagi, kali ini terkena pelipisnya hingga lecet. Lando mengepalkan tangan geram, berusaha menahan segenap emosi. Berhenti saja kamu sekolah! Sana cari kerja! Lihat apa cari kerja itu mudah! sahut ayahnya, lalu mendorong Lando dan berderap keluar rumah. Lando menggigit gerahamnya keras-keras, menahan rasa nyeri yang menjalar-jalar di pipinya.

Lando berjalan pelan menjauhi sekolahnya. Ia baru saja ke sana, tapi gurunya menyuruhnya pulang sebelum ia mendapat uang untuk membayar iuran bulanan. Lando tak punya pilihan lain selain menurut. Lando mengompres pipinya yang berdenyut dengan es teh. Hidupnya jadi berantakan semenjak ibunya kabur dari rumah. Ayahnya jadi pemabuk dan pengangguran, teman-temannya menjauhinya,

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

6

dan sekarang ia tidak bisa belajar matematika yang disukainya. Lando sampai merasa ia tidak punya kehidupan lagi. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan di jam-jam segini, di saat ia seharusnya belajar di kelas. Jika ia pulang, ia cuma akan jadi bulan-bulanan ayahnya. Lando menghela napas, lalu melirik sebuah halte bus. Ia lalu memutuskan untuk duduk di sana dan menghabiskan waktu. Tak lama setelah ia duduk, beberapa anak laki-laki berseragam SMA muncul sambil tertawa-tawa. Mereka lalu duduk di sebelah Lando. Tadi gue dapet dari si Boim sepuluh rebu, kata seorang laki-laki berperawakan kurus tinggi. Nampaknya ia bos kalau dilihat dari bagaimana teman-temannya berusaha mengambil hatinya. Terus dari si Dadang dua puluh. Tapi tadi udah gue pake beli es teh dua rebu, ama gorengan seceng. Jadi berape tuh sisanya? Teman-temannya sibuk menghitung soal cerita yang diberikan bosnya sementara bosnya sibuk menghitung uang. Lando menatap mereka sesaat. Dua puluh tujuh ribu, kata Lando membuat semua orang mengangguk-angguk. Pinter lo, kata laki-laki tadi, lalu menatap semua anak buahnya. Siape tadi yang jawab? Mereka semua saling pandang, dan karena tak ada yang merasa menjawab, mereka lalu melirik Lando yang menatap mereka polos. Saya, bang, jawab Lando membuat si laki-laki kurus memicing untuk menatapnya. Siape suruh lo jawab? tanyanya garang membuat Lando berdecak, menyesal sudah ikut campur. Sekarang anak-anak SMA itu sudah mengelilinginya. Maap bang, gak sengaja, kata Lando. Si bos menatap Lando dari ujung mata sampai ujung kaki, heran dengan ketenangannya. Bos, anak SMP Indonesia Raya, bisik seorang anak buahnya. Mendadak seringai muncul di wajah anak itu. Ngapain anak Indonesia Raya jam segini dimari? Telat masuk lo? tanyanya sambil menarik bet seragam Lando. Lando malas repot-repot menjelaskan kalau ayahnya tidak ada uang untuk membayar iuran sehingga gurunya tidak mengizinkannya untuk masuk sekolah. Anak laki-laki itu menatap Lando yang tak menjawab, lalu menarik kerahnya. Belagak bisu lo sekarang? tanyanya, tapi Lando bergeming. Ia sudah terlalu terbiasa diintimidasi ayahnya. Yang seperti ini sih tidak masalah. Anak-anak itu saling pandang, lalu menatap Lando garang. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

7

Periksa tasnya, kata si bos membuat anak buahnya langsung bergerak dan membongkar isi tas Lando. Yang lainnya memeriksa saku-saku seragam Lando. Nggak ada sepeser pun, kata salah seorang anak buahnya membuat si bos menatap Lando curiga. Lo nyolong seragam orang, ya? katanya. Mana ada anak Indonesia Raya kere kayak lo! Saya emang kere bang, makanya saya nggak bisa masuk sekolah, jawab Lando tenang membuat anak itu melongo. Ia menatap Lando sebentar, lalu menepuk-nepuk kepalanya seperti sedang menepuk kepala anjing. Gue suka gaya lo, katanya lalu mengulurkan tangan. Lando menatap tangan itu sesaat, lalu menyambutnya. Gue Joki, ketua geng ZTC. Lando, jawab Lando, walaupun penasaran dengan kepanjangan ZTC. Nah, Lando. Kalo lo nggak ada kerjaan, lo boleh ikutan kita, katanya sambil menyilangkan tangan di depan dada. Kita ini geng yang paling ditakutin di daerah ini. Lo aman kalo sama kita. Lando menatap orang-orang di sekitarnya, menyangsikan kemampuan mereka. Mereka seperti anak SMA biasa yang sedang bolos sekolah. Tidak lebih. Oke, jawab Lando akhirnya, menganggap bermain bersama mereka lebih baik daripada luntang-lantung sendirian. Lagipula, ia bisa menghabiskan waktu di luar dan pulang ke rumah saat sudah larut untuk menghindari ayahnya. Bagus, kata Joki sambil mengangguk-angguk. Mulai sekarang, lo bagian dari keluarga ZTC. Terserahlah, pikir Lando. Ia terlalu malas menanggapi Joki yang sekarang sudah tertawa membahana, tak jelas apa yang ditertawakannya.

Lando melesat ke arah pintu sebelum ayahnya terbangun. Hari ini seperti hari-hari lain, Lando akan kumpul-kumpul dengan Joki dan teman-temannya yang lain. Sudah sebulan sejak Lando memutuskan untuk bergaul bersama mereka. Memang tidak banyak hal baik yang mereka lakukan, malah cenderung melanggar aturan, tapi Lando senang karena mereka menerimanya.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

8

Kemarin Lando mengikuti mereka memalak beberapa anak SMA Athens. Lando memang tidak langsung terlibat dengan usaha itu, ia malah lebih memberi perhatian pada sekolah mewah itu. Mau bermimpi seperti apa pun, Lando tidak akan bisa masuk ke sana. Hari ini, sepertinya mereka akan memalak anak-anak SMP Indonesia Raya. Lando sendiri malas mencegahnya, dan ia malah sedikit senang karena di hatinya masih tersisa dendam. Lando berbelok ke sebuah gang, lalu masuk ke dalam sebuah gudang yang kasat mata orang awam. Lan! Telat amat lo! sahut Joki saat melihat Lando. Lando hanya membalasnya dengan lambaian singkat. Joki lalu merangkulnya dan membawanya ke pojokan. Eh, lo tau kan gang-gang sepi di deket sekolah lo? Lando mengangguk pelan. Sip. Ntar lo tunjukin ya, gue mau malakin temen-temen lo, katanya sambil nyengir nakal. Lo juga ikut kan? Palakin aja semua temen-temen kaya lo. Toh mereka juga ga bakal kehilangan. Lando mengangguk lagi, lebih karena formalitas. Dalam hatinya, Lando sama sekali tak punya keinginan untuk ikut memalak. Yang ia inginkan hanya diizinkan bersekolah lagi. Tapi nampaknya mustahil. Joki dan teman-temannya nampak sudah siap berangkat. Lando menghela napas, lalu mengikuti mereka.

Bos, yang itu gimana? Kayaknya anak orang kaya tuh, kata anak buah Joki sambil menunjuk seorang anak yang tampak sedang menunggu di depan gerbang SMP Indonesia Raya. Mereka sekarang sedang menunggu di gang kecil di sebelah sekolah itu. Hmm. Oke. Bawa dia kemari, kata Joki, dan anak-anak buahnya segera melesat. Joki tertawa lalu menatap Lando yang bersandar di dinding dengan mata menerawang. Kenapa lo? Lando tersadar, lalu menggeleng. Nggak kenapa-napa. Udah dapet orang yang mau dipalak? tanya Lando. Udah, lagi dijemput, kata Joki, lalu memperhatikan Lando. Ia lalu menyodorkan rokok yang tadi dihisapnya. Nih. Lando menatap rokok itu, lalu menerimanya dengan ragu. Ia selalu melihat ayahnya menghisap rokok dan selalu penasaran, tapi ia tidak pernah benar-benar mencoba.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

9

Lando menghisap rokok itu, dan spontan terbatuk. Joki terbahak lalu menepuk punggung Lando kuat-kuat. Lama-lama juga biasa, kata Joki, geli melihat mata Lando yang berair. Oh iya. Habis ini lo ikut gue ya. Kemana? tanya Lando, masih merasa tersiksa. Bikin tato, kata Joki membuat mata Lando melebar. Temen gue ada yang baru buka usaha tato, jadi dia mau bikinin kita tato gratis. Lando meneguk ludahnya. Tato? Tak pernah sekalipun terbersit keinginan untuk memilikinya. Selain menyakitkan, agamanya pun tak memperbolehkan. Bukannya Lando orang yang taat beragama, hanya saja ia butuh alasan untuk dirinya sendiri. Kenapa lo? Takut? ejek Joki saat melihat raut wajah Lando. Lando balas menatapnya berani, lebih karena harga dirinya tertantang. Nggak. Boleh aja, katanya, walau hatinya merasa tak nyaman. Joki mengangguk-angguk senang, lalu kembali mengintip kemajuan anak buahnya. Mereka udah mau dateng, kata Joki. Tangkapan bagus nih. Lando tak menanggapi. Ia masih berpikir tentang tato, hingga anak-anak buah Joki muncul dan membawa seorang anak laki-laki seumurannya. Mata Lando melebar saat melihat anak itu. Rama...? gumam Lando sementara Rama sibuk melepaskan diri. Lando tidak percaya kebetulan ini. Ia menyangka akan melihat anak laki-laki mana saja dari sekolahnya, bukan ketua kelasnya dan pemegang ranking satu seumur hidup di sekolahnya. Lo kenal, Lan? tanya Joki sambil mendekati Rama. Rama sendiri baru menyadari kehadiran Lando. Lando? serunya. Lo juga lagi dipalakin sama mereka? Tawa Joki membahana mendengar pertanyaan Rama, sementara Lando memilih diam dan mengalihkan pandangan. Dipalakin? Dia yang justru malakin lo! sahut Joki membuat Rama melongo. Ia lantas menatap Lando yang masih menolak untuk melihatnya. Apa maksudnya? tanya Rama bingung. Dia anak sekolah gue! Justru itu! Dia juga yang nunjukin gang ini sama kita, kata Joki dengan senyum mengejek. Lo ngerti kan? Dia udah nggak ada hubungannya lagi sama sekolah ini! Rama menatap Lando tak percaya. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

10

Lan, udah sebulan lebih lo nggak masuk sekolah, lo bergaul sama orang-orang ini? tanya Rama sementara Lando berdecak. Nggak ada urusannya sama lo, katanya dingin sementara Joki terkekeh puas. Rama menatap Lando tak percaya. Anak laki-laki itu memang terkenal bandel dan sering bolos sekolah, tapi ia tidak menyangka ia bagian dari kumpulan preman. Bos, ada dompet, duitnya banyak! sahut salah seorang anak buah Joki sambil melemparkan sebuah dompet padanya. Joki menangkapnya dengan sigap, membukanya, lalu nyengir dan mendekati Rama. Bagus, emang anak orang kaya lo, katanya sambil mengambil beberapa lembar uang dua puluh ribuan dan menepuk pipi Rama dengan dompet kosong. Nggak percuma lo anak Indonesia Raya. Rama menatap Joki sengit, tapi laki-laki bertato itu malah tertawa terbahak-bahak. Beda 180 derajat sama lo, Lan, katanya lagi pada Lando. Gue jadi heran kenapa lo bisa masuk sekolah elit itu. Cih, kata Lando sambil menatap Joki, berusaha menghindari tatapan Rama. Udah kan? Ayo pergi. Okeee! kata Joki sambil memberi isyarat pada anak buahnya untuk melepaskan Rama. Mereka lalu meninggalkan Rama sambil tertawa-tawa, senang punya uang untuk berfoya-foya nanti malam. Joki sendiri sudah merangkul Lando. Besok-besok kita mangkal sini lagi aja, untung besar! Terserah lo, lah, kata Lando, sudut matanya masih menangkap tatapan Rama yang hanya bisa terdiam di tengah jalan. Lando mendesah. Harusnya ia tidak merasa bersalah sudah memalak Rama. Toh, anak kaya itu tidak akan merasa kehilangan. Besok-besok ia pasti akan kembali diberi uang yang sama, atau mungkin lebih. Tapi entah kenapa Lando merasa ada yang mengganjal hatinya. Mungkin itu karena Rama tidak mengatakan atau melakukan apa-apa.

Lando menggigit bibirnya keras-keras, lalu menatap bayangan punggungnya sendiri dari cermin. Sebuah tato berbentuk kepala elang yang masih baru tampak di belikat kanannya. Lando masih bisa merasakan pedih di kulitnya, tapi entah kenapa ia senang dengan sensasi itu. Merasakan sakit itu bisa membuat perhatiannya terhadap rasa sakit yang lain sedikit teralihkan. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

11

Lando menghela napas, lalu membanting tubuhnya ke atas tempat tidur. Tanpa sengaja, ia berbaring dengan terlentang, membuat bekas luka tatonya tergesek dengan kasur yang keras. Anj*ng!!! sahut Lando, serta merta bangkit dan memijat bahunya yang berdenyut menyakitkan. Ia lalu terduduk di lantai. Tanpa ia sadari, air matanya mengalir tanpa bisa dihentikan. Kali ini Lando memijat dada kirinya.

Lan, bikinin Ayah kopi. Lando menoleh, menatap datar ayahnya yang tergeletak miring di sebelahnya, mabuk. Kalau tidak ada pertandingan bola di televisi, Lando tidak akan mau duduk di sofa bersamanya. Saya bikinin pake tanah, mau? kata Lando membuat ayahnya memukul kepalanya. Lando merengut sambil mengusap kepalanya yang berdenyut. Kita udah nggak punya kopi.... Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Dalam hitungan detik, ayah Lando sudah melesat ke dapur dan bersembunyi di balik lemari, sementara Lando menghela napas. Saat-saat seperti ini, ayahnya malah sadar. Ketukan di pintu semakin keras dan terdengar tak sabar. Lando melangkah malas ke arah pintu, lalu membukanya tanpa repot-repot mengintip. Dua orang berbadan besar dan bertampang galak berdiri di depannya, seperti sudah terbiasa. Mana dia? tanya laki-laki yang memiliki bekas luka di pipi kiri. Lando menamainya Kenshin. Belum pulang, jawab Lando singkat. Jangan bohong kamu, kata laki-laki satunya yang berkulit gelap. Lando menamainya Lutung. Lando hanya mengangkat bahu. Si Lutung kemudian menarik kerah kemejanya. Lando merasakan panas di belikat kirinya. Dia ada di mana?? sahut si Lutung lagi gusar, sementara Lando mati-matian menahan diri untuk tidak meludahinya. Lando tidak menjawab, sehingga membuat kedua laki-laki itu semakin tak sabar. Si Lutung akhirnya melepaskan Lando, lalu mendorongnya sehingga tersuruk di antara pot bunga. Si Kenshin sendiri sudah menendang pintu dan berderap masuk sambil berteriak-teriak. Si Lutung mengikutinya, dan beberapa detik kemudian terdengar suara gelas-gelas pecah. Lando melihat sekelebat bayangan muncul dari sebelah rumah, diikuti oleh si Lutung dan si Kenshin yang mengejarnya dengan sekuat tenaga.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

12

Lando bangkit, menepuk-nepuk celananya yang kotor, lalu menatap tiga bayangan yang sudah menghilang di kegelapan malam. Lari sana. Kalau perlu jangan kembali.

Kenapa kamu ikut-ikutan geng preman itu, hah? Ngapain? Malakin orang? Mana pake ngerokok, lagi! Lando menunduk, tidak bermaksud tampak bersalah, tapi lebih karena bosan. Tadi pagi saat ia sedang memalak seorang siswa dengan Joki dan kawan-kawan di sebuah halte bus, seorang guru BK-nya lewat dan langsung menyeretnya ke sekolah. Kebetulan yang menarik. Lagipula sudah lama Lando ingin mengakhiri ini. Lando tak menjawab. Ia pura-pura tertarik pada sepatu usangnya. Rupanya ini menghabiskan kesabaran sang guru. Kalau mau ikut-ikutan geng seperti itu, jangan pakai seragam sekolah! serunya, berhasil membuat Lando mengangkat kepala dan menatapnya sengit. Aman, guru BK-nya, balas menatapnya sebal. Baik, saya berhenti dari sekolah ini sekarang juga, kata Lando membuat Aman tercengang. Bagaimana pun juga saya nggak bisa bayar. Lando kemudian berderap menuju pintu sebelum sempat ditahan. Pada saat itulah, Lando menyadari kehadiran Rama di balik pintu. Rama menatapnya simpati, sementara Lando membalasnya dingin. Mau kemana lo? tanya Rama saat Lando melewatinya tanpa bicara sepatah katapun. Ngumpul-ngumpul sama preman itu lagi? Bukan urusan lo, jawab Lando singkat. Tapi rupanya Rama belum mau menyerah. Ia malah mengikuti Lando. Setelah beberapa meter, Lando mulai merasa terganggu. Ia berbalik. Mau apa sih lo? Rama berhenti mendadak, hampir menabrak Lando. Ia lalu terlihat berpikir. Mau ke kelas, jawab Rama kalem sambil tersenyum simpul. Cih, decak Lando. Lo tadi ada di balik pintu BK, bukannya lo ada urusan sama dia? Hm... udah lupa, kata Rama sambil mengedikkan bahu. Lando berdecak lagi, lalu memutuskan untuk tak peduli dan melanjutkan perjalanannya. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

13

Lando sibuk dengan pikirannya sendiri saat ia sudah berada di sebelah pagar. Ia melemparkan tasnya ke seberang, lalu bermaksud untuk memanjat. Tapi sebelumnya, ia menoleh ke belakang. Ternyata Rama masih ada di belakangnya, masih tersenyum simpul. Lando mendesah. Jadi, lo udah pindah kelas sekarang? Di udara terbuka, gitu? tanya Lando, walaupun tadinya sudah tak mau tahu. Rama hanya mengangkat bahu, membuat Lando tambah kesal. Lando menarik napas, lalu menghelanya, mencoba meredam keinginan untuk memukul anak laki-laki kaya di depannya ini. Terserahlah, kata Lando, lalu segera menjejakkan sebelah kakinya ke pagar. Sebentar lagi pelajaran Matematika loh, kata Rama santai membuat Lando berbalik dan melongo. Emang gue peduli? Lo nggak denger tadi? Gue udah berhenti sekolah, kata Lando seolah Rama bodoh. Tapi Rama hanya menatapnya tenang. Lo mau berhenti hanya gara-gara lo nggak punya uang untuk bayar sekolah? tanya Rama membuat darah Lando mendidih. Ia menyerbu Rama lalu menghajarnya tepat di pelipis hingga ia terbanting. Lando sudah siap menerima balasan, tapi Rama tidak melakukan apapun. Ia hanya menyeka darah yang keluar dari pelipisnya, lalu menatap Lando tenang, membuat Lando kesal setengah mati. Tau apa lo! Lo cuma anak orang kaya! Lo pikir cari duit gampang! sahut Lando geram. Karena lo nggak punya duit, lantas lo mau langsung berhenti sekolah, gitu? Keinginan lo untuk sekolah cuma sebatas itu? tanya Rama membuat mata Lando melebar. Rama bangkit dengan terhuyung, lalu menatap Lando lagi. Gue emang nggak tau susahnya cari duit, tapi asal lo tau, gue sekolah di sini bukan karena duit. Jelas aja, lo kan anak yang punya yayasan! seru Lando sinis. Gue nggak bayar karena gue memang pantas untuk nggak bayar, kata Rama lagi membuat Lando terdiam. Gue dapet beasiswa penuh, nggak peduli ortu gue yang punya yayasan. Lando merasa sudah tahu arah pembicaraan ini, tapi ia tak ingin mendengar. Lando mendesah, lalu melirik pagar di sebelahnya. Kalo lo manjat pager itu, berarti lo setuju dengan ketidakadilan yang lo terima, kata Rama membuat Lando kembali menoleh. Mungkin tempat gue memang bukan di sini, katanya, lalu mulai memanjat dan berhasil mendarat di samping tasnya yang sudha terbuka. Isinya berhamburan. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

14

Lando memungut isinya, lalu terpaku saat melihat buku cetak matematika yang selalu dibawanya. Ia lalu melemparnya sembarangan ke dalam selokan. Sekolah hanya untuk orang-orang kaya dan pintar. Dan ia tidak seberuntung itu.

Lando menatap kosong lapangan hijau di depannya. Hari ini ia malas berkumpul dengan Joki. Selain memang tidak mood, ia masih memikirkan kata-kata Rama tadi siang. Lando menghela napas, lalu membaringkan diri di rumput dan memejamkan mata, bermaksud tidur. Tahu-tahu, sebuah bayangan menutupi sinar matahari, membuat Lando membuka sebelah matanya. Detik kemudian ia melongo. Rama ada di belakangnya, nyengir persis orang bodoh. Lando menyipitkan mata lalu duduk. Ngapain lo di sini? tanyanya kesal melihatnya dua kali sehari ini. Kita emang mau maen. Dan ternyata lo ada di sini, kata Rama santai. Kita? tanya Lando lagi, lalu melirik ke belakang Rama. Ternyata ada Sid dan Cokie, dua anak sekolahnya yang juga sama-sama kaya. Yang satu kepalanya pirang dan tampak seperti perempuan, yang satu lagi berwajah tegas dan digilai para cewek di sekolah. Lando berdecak tak suka. Halo, sapa Sid hati-hati sementara Cokie hanya menganggukkan kepala. Lando malas meresponnya, jadi ia hanya bangkit sambil membersihkan celana tanpa mempedulikan ekspresi masam kedua anak tadi. Mau kemana lo? tanya Rama melihat Lando malah seperti mau pergi. Bukan urusan lo, tukas Lando. Sid dan Cokie saling pandang sementara Rama hanya tersenyum maklum. Mau main bareng nggak? tanya Rama membuat Lando menatapnya tak percaya. Main apaan? Tak lari? kata Lando lalu mendengus sinis. Gue nggak ada waktu untuk maen sama anak-anak kaya kayak kalian. Lando berderap pergi dan tanpa sengaja menabrak Sid. Bola sepak dari ranselnya yang terbuka jatuh dan menggelinding ke kaki Lando. Lando menatap bola itu tak percaya. Ini... katanya sambil mengambil bola itu dan memperhatikannya dengan seksama. Ia lalu menatap Sid tajam. Ini bola resmi piala dunia, kan? Sid mengangguk takut-takut. Entah kenapa ia yakin Lando akan merampas bola kesayangannya itu. Ia sudah mendengar reputasi Lando di sekolah.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

15

Lando kembali menatap bola di tangannya seolah ia baru saja menemukan harta karun. Ia memperhatikannya baik-baik sementara tiga anak laki-laki di depannya sudah saling pandang. Lando menangkapnya dari sudut mata, lalu berdeham. Nih, katanya sambil melempar bola yang ditangkap oleh Sid, walaupun matanya masih terkunci padanya. Lo mau ikut main? tanya Sid membuat Lando terdiam sesaat, lalu mendengus. Anak-anak kayak kalian bisa apa sih? Nggak bakal seru main sama kalian! sahut Lando, matanya masih mencuri-curi pandang ke arah bola. Gue keberatan kalo lo meremehkan kita. Ayo kita coba main, kata Cokie tegas, membuat Lando merasa tertantang dengan seketika. Lando tersenyum sinis, lalu meletakkan ranselnya dan berjalan ke tengah lapangan. Ia masih bisa mendengar sayup-sayup ketiga anak laki-laki itu. Lo serius mau main sama dia, Ram? Kalo dia gak fair play gimana? cicit Sid. Kalo nggak dicoba, mana tau, kata Rama. Jadi lo mau babak belur dulu, gitu? seru Sid, panik. Lo kan cuma kiper, bakal babak belur segimananya sih, kata Cokie. Ayok buruan, ntar kita disangkain pengecut, lagi! Lando mendengus. Ia akan menghabisi ketiga anak manja itu karena sudah mengganggu tidur siangnya.

Gimana Lan? Lo terpukau kan sama aksi penyelamatan gue tadi? seru Sid sambil menepuk bahu Lando sembarangan. Lando meliriknya judes, tapi si kepala pirang itu tak sadar. Ia sekarang sedang minum banyak-banyak. Lando berdecak. Ternyata perkiraannya salah. Ketiga anak itu tidak selemah yang dibayangkannya. Justru Lando merasa mereka punya teknik-teknik yang sangat bagus, terutama si kepala pirang. Ia tadi berhasil menepis bola tendangan Lando, membuat Lando berhasil bertekuk lutut secara harfiah, melongo sementara Sid berjingkrak senang seperti orang bodoh. Tau nggak, bola itu bola pemberian Om gue! Dia jadi panitia waktu piala dunia kemaren, hebat kan! seru Sid lagi sambil berjongkok dan menatap Lando dengan kedua mata bulatnya. Lando merasa anak itu mirip sesuatu. Gue punya empat, yang dua udah dikasih Rama sama Cokie. Satu dipajang, satu buat main! HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

16

Lando sekarang tahu Sid mirip apa. Ia mirip anak kucing. Berbulu dan cerewet. Lando merinding sendiri saat membayangkan kata imut di benaknya. Lo bisa main bareng kalo mau, kata Rama mengalihkan perhatian Lando dari Sid. Setiap hari, pulang sekolah kita selalu main di sini. Kalian nggak les? dengus Lando, tak percaya Rama bisa jadi juara pertama kalau setiap harinya dihabiskan untuk main bola. Kita selalu belajar bareng setelah main, kata Cokie membuat Lando menganga. Lo bisa ikut belajar bareng juga! kata Sid ceria, lalu segera mengkerut saat melihat ekspresi Lando. Itu kalo lo mau... Lando menghela napas, lalu mengambil ranselnya dan bangkit. Cukup sudah iku dalam lelucon ini. Ia akan pergi dan menganggap hari ini tidak pernah terjadi. Rama, Cokie dan Sid saling pandang, lalu ikut bangkit juga dan mengikuti Lando. Lando berusaha untuk tidak mempedulikan mereka, tapi setelah beberapa lama diikuti, ia menyerah juga. Kalian emang bakat nguntit ya? seru Lando sambil berbalik dan menatap ketiga anak itu marah sementara mereka sok-sok bersiul dan memandang ke arah lain. Hanya Sid, sebenarnya. Cokie garuk-garuk leher, sementara Rama menatapnya ramah. Yang terakhir ini membuat Lando muak. Lo mau kemana sih Lan? tanya Sid membuat Lando berdecak lagi. Lama-lama kepala pirang itu menyebalkan juga. Belum lagi rambutnya terpantul-pantul sinar matahari, membuatnya silau dan kesal. Lo kenapa sih pirang begi... Ayok! Kita belajar bareng di rumah gue! sahut Sid, tak mendengarkan kata-kata Lando. Ia menarik lengan Lando lalu menggiringnya ke mobil jemputan Rama.

Lando menatap sekeliling. Apartemen si pirang itu tampak mewah. Lando juga tadi sukses terlonjak saat melihat Renata, seorang artis sinetron terkenal, yang membukakan pintu. Artis itu ternyata, secara mengejutkan, adalah ibu Sid. Lando sendiri tidak tahu bagaimana ia bisa sampai di apartemen ini. Seingatnya tadi ia menolak, tapi toh ia sudah berada di sini. Nampaknya ia sendiri ingin tahu, tapi menolak setengah mati bahkan hanya untuk mengaku pada dirinya sendiri. Ia lalu menoleh pada ketiga anak tadi. Mananya yang belajar bareng... gumamnya sementara Sid dan Cokie sibuk menekan tombol di stick PS yang mereka pegang. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

17

Lo jangan memperlambat gue, dooong! sahut Sid sambil menendang Cokie. Enak aja! Gue kan mau ambil nyawanya dulu! balas Cokie sambil mengayun-ayunkan stick-nya, seolah bisa membantu. Lando menatap kedua anak itu heran, lalu melirik Rama yang sedang duduk tenang di sofa sambil membaca buku. Yang belajar lo doang? tanya Lando, membuat Rama mendongak dan mengangguk. Terus kenapa lo tadi bilang belajar bareng? Emang gue bilang gitu? Rama balas bertanya, membuat Lando kembali berpikir. Sepertinya memang bukan Rama yang mengatakannya, tapi sudahlah. Lando tidak ingin tahu. Gue pulang, kata Lando sambil melangkah ke arah pintu, tak mempedulikan ketiga anak itu berusaha untuk mencegahnya. Lando berjalan gontai ke arah lift, berusaha menahan segala keinginannya untuk belajar dan bermain, seperti anak-anak itu.

Lan, gue dapet laporan, kata Joki esoknya. Lando mendongak dan menatap Joki dan anak-anak buahnya sudah ada di sekelilingnya. Ada yang liat kemaren lo bergaul sama anak-anak kaya. Keluar dari apartemen mewah, lagi. Lando mendesah. Hebat. Sekarang ia diuntit dari berbagai arah. Malah ia cukup yakin si Kenshin dan si Lutung juga selalu menaruh mata padanya. Lando tak punya keinginan menjawab, tapi tahu-tahu Joki mengangkat tangan, membuat Lando sigap memasang kuda-kuda. Joki terdiam sesaat, lalu menepuk-nepuk bahunya. Bagus, Lan! serunya membuat Lando mengernyit. Lo udah nemu mangsa baru, kan? Sip! Kita palak mereka ntar! Joki tertawa dan pergi sementara Lando masih membatu di tempatnya. Lando menghela napas, membiarkan Joki berpikir seperti diinginkannya. Lando juga tidak peduli.

Lan! Lando menoleh. Begitu sadar siapa yang memanggil, ia kembali berbalik dan mempercepat langkahnya. Tapi tahu-tahu, Rama sudah muncul di sebelahnya, berusaha menyamai langkahnya. Mau ikut main bola lagi nggak? HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

18

Lando berhenti tiba-tiba, sementara Rama masih membutuhkan beberapa langkah lagi karena tadi sudah keburu ngebut. Lando menatap Rama tajam. Ngapain sih lo? sahut Lando membuat Rama bingung. Ngajak lo main bola, jawabnya polos membuat Lando berdecak. Ya ngapain lo ngajak gue main bola! Udah sana main bertiga aja! sahut Lando lagi. Nggak asyik Lan, enak berempat! sahut Sid membuat Lando terlonjak. Ia tidak melihat anak itu datang. Di sebelahnya, Cokie muncul dan nampak terengah-engah. Kalian pada ngapain sih? Lomba jalan cepat? seru Cokie. Rupanya mereka tadi masih di belokan saat Rama sudah menemukan Lando. Lando menghela napas, tak habis pikir. Kalian kenapa repot-repot nyariin gue sih? tanya Lando lagi. Soalnya maen bola sama lo seru, Lan, kata Sid sambil nyengir. Dulu gue pikir lo anak bandel, mengerikan gitu. Ternyata... ya emang rada nyeremin sih, tapi oke laaah! Lando menatap Sid bengis, membuat Sid menelan ludah. Ayok Lan, kata Rama sambil menepuk bahu Lando. Lando menatap Rama ragu. Sebenarnya ia sangat ingin, tapi entah kenapa ia tidak bisa begitu saja menerima ajakan Rama. Pake banyak mikir lo ah, kata Cokie sambil merangkul bahu Lando sok akrab. Kayak lo punya kegiatan laen buat dilakuin aja. Lando mendelik, tapi tak berkata apapun. Ia memang sedang tidak ingin bergaul dengan Joki. Kemarin, ia melihat Joki sedang nyimeng, dan ia masih takut untuk menerima saat Joki menawarkannya. Kali ini, ia sadar sedang digiring ke lapangan, dan ia bahkan tidak keberatan.

Gilaaa tendangan lo yang terakhir!! Bisa patah jari gue kalo gue nekat nepis! seru Sid setelah mereka selesai bermain. Sekarang mereka sedang berjalan pulang. Lando tak menjawab, tapi tak bisa menahan sudut bibirnya yang sedikit tertaik. Rama dan Cokie melihat itu, lalu saling tatap geli. Oh iya Lan, kata Sid sambil mengedikkan bola yang sedang dipegang Lando. Bola itu, buat lo aja. Langkah Lando seketika terhenti. Ia menatap Sid tak percaya. Tapi detik berikutnya, ia berdecak dan menyerahkan bola itu pada Sid.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

19

Emang gue pengemis! katanya sambil kembali berjalan. Sid, Rama dan Cokie saling pandang, lalu segera mengejar Lando. Lo kok sinis mulu sih Lan? kata Sid sambil menghadang Lando. Gue kan mau ngasih karena gue anggep lo temen gue, sama kayak Rama sama Cokie. Lando tertegun. Ia menatap Sid, Rama dan Cokie bergantian, seolah meminta izin dengan titel barunya itu. Ketiga anak di depannya malah senyum-senyum. Sid menyodorkan bola itu. Lando menatapnya ragu, tapi tangannya terangkat juga. LAN! Lando menoleh, belum sempat menerima bola itu. Mata Lando melebar menatap siapa yang tadi memanggilnya. Joki dan kawanannya sekarang sedang berjalan mendekatinya. Wah, waaah... gue pikir lo kabur kemana, ternyata lo lagi memuluskan rencana kita yak, kata Joki sambil menepuk bahu Lando sementara Sid, Rama dan Cokie mengernyit. Rencana? Rencana apa Lan? tanya Rama tapi Lando bergeming. Rencana ini! seru Joki, lalu tiba-tiba kawanannya menggerebek Rama, Sid dan Cokie. Mereka menatap Lando marah. Apa-apaan nih!! Lan!! seru Sid yang meronta-ronta dar cengkeraman seorang preman berbadan besar. Rama dan Cokie pun tampak berjibaku melepaskan diri. Tawa Joki membahana mendengar seruan Sid. Kenapa? Lo nganggep Lando main sama kalian karena dia mau? tanya Joki sambil menjambak rambut pirang Sid sementara anak buahnya merampas tasnya. Bola yang tadi dipegang Sid sudah menggelinding ke kaki Lando. LANDO! sahut Sid. Joki terkekeh sambil memberi sinyal pada anak-anak buahnya untuk merampas tas yang lain juga. Lo hebat juga Lan, bisa dapet tiga orang kaya begini, kata Joki setelah menerima tiga buah dompet dari anak-anak buahnya. Kita bisa beli obat lagi, lo nggak usah khawatir soal duit! Obat...? gumam Rama sambil menatap Lando tak percaya. Lo ngobat, Lan? Lando masih diam, menatap bola yang ada di depan kakinya. Gue nggak percaya lo ngelakuin ini, kata Cokie membuat Lando menoleh. Gue yakin lo nggak ada hubungannya sama ini! Lando menatap Cokie nanar sementara Joki dan anak-anak buahnya sudah terbahak lagi.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

20

Dasar bocah! Gue muak liat anak-anak orang kaya kayak lo pada! Habisin aja! perintah Joki, membuat seluruh anak buahnya menyerbu Sid, Rama dan Cokie dan memukuli mereka dengan membabi buta. Lando tadinya hanya menatap keributan itu, tapi tiba-tiba saja kakinya melangkah. Ia menarik anak-anak buah Joki dari ketiga temannya sekuat tenaga, lalu berdiri di depan mereka bertiga, menatap Joki. Lo udah dapet duitnya kan? kata Lando sementara semua orang menatapnya bingung. Pergi sana. Sekarang semua melongo, termasuk Joki. Ia menatap Lando dan ketiga anak di belakangnya bergantian. Lo... nggak berteman sama mereka, kan Lan? Lo bagian dari kita, kan? tanya Joki. Lando menghela napas. Gue memang pernah jadi bagian dari kalian, tapi ternyata... gue masih pengen sekolah, kata Lando, suaranya sempat tercekat. Ia tahu ketiga temannya menatapnya dari belakang. Bergaul dengan kalian nggak bisa bikin gue sekolah. Tapi dengan mereka... senggaknya gue ngerasa masih bagian dari sekolah. Ngomong apa lo? sahut Joki membuat Lando menatapnya. Lo nggak mau keluar dari geng kita, kan? Sori, kata Lando kemudian. Satu kata yang Lando tahu akan membuat harga diri Joki terluka. Tapi gue berterima kasih dulu lo udah nerima gue. CIH! ludah Joki, tampak luar biasa marah. Ia menginjak bola sepak Sid hingga kempis. Lo tau kan akibatnya kalo lo nentang gue? Lando tahu. Dan ia sudah siap. Jadi saat Joki dan anak-anak buahnya menyerbu dengan kekuatan penuh, Lando berusaha mati-matian agar ketiga temannya tidak tersentuh. Tapi ketiga temannya malah ikut membantunya. Sekarang Lando mengerti satu hal. Bahwa ia tidak lagi sendiri.

Lan. Lando membuka matanya perlahan, lalu mendadak merasakan nyeri yang amat sangat di ulu hati dan kepalanya. Ia berusaha beradaptasi dengan silaunya sinar matahari, lalu hal pertama yang dilihatnya adalah kepala pirang Sid yang terkena bercak merah. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

21

Kenapa lo...? tanya Lando sambil berusaha duduk. Ia menatap Sid dengan lebih jelas. Wajahnya penuh darah dan mata kirinya lebam. Tapi ia malah nyengir lebar. Lando mengernyit, lalu menoleh ke arah Rama yang sedang menenggakkan kepalanya dengan tisu di hidung. Masih bingung, Lando menoleh lagi ke arah Cokie yang sedang mengusap-usap kaki kirinya yang tampak janggal. Kaki gue kayaknya patah, Lan, kata Cokie sambil nyengir. HAAH??? seru Lando, tersadar sepenuhnya. Ia lalu bangkit mendadak dan melihat sekeliling. Tapi Joki dan kawanannya sudah tidak ada di sana. Ap.. keman... Joki udah ditangkep polisi, Lan, kata Sid membuat Lando melongo. Tadi ada warga yang liat, terus lapor. Sekarang kita lagi nunggu ambulans, bentar lagi dateng. Lando terduduk, lalu menatap ketiga temannya itu nanar. Rama masih sibuk menahan darah yang mengucur, sementara Cokie masih memijat kakinya sambil meringis. Sori... kata Lando membuat mereka bertiga menatapnya. Gara-gara gue... Bukan salah lo, Lan, kata Rama dengan suara sengau. Ini gunanya teman. Lando menatap Rama penuh berterima kasih sementara Sid dan Cokie mengangguk-angguk. Gue baru tau kalo lo ternyata mau sekolah, kata Cokie. Kalo gitu, kita pasti bantu lo biar bisa sekolah lagi. Gue nggak mau dikasihani, kata Lando cepat. Siapa bilang gue ngasihani lo? Gue cuma bilang, lo bisa kejar beasiswa kayak Rama, kata Cokie lagi. Kata Rama, nilai-nilai lo lumayan. Gue udah nggak pernah belajar lagi, kilah Lando lagi. Kita bisa mulai belajar bersama dari sekarang, kata Rama membuat Lando menatapnya. Sekarang serius. Kita semua, berempat. Ya, termasuk lo, Sid. HA?? Kenapa gue juga?? Gue nggak mau beasiswa! seru Sid tak terima. Lo nggak solider banget, Sid! sahut Cokie membuat Sid terdiam. Ia tampak berpikir sesaat, lalu melirik Lando. Ya... demi solidaritas sih... oke lah. Tapi gue nggak janji beneran dapet ya, kata Sid sambil merengut. Lando tersenyum sedikit melihatnya. Makasih ya, kata Lando, meneguk ludah. Ia tak mau menangis di depan teman-teman barunya. Makasih. Itulah gunanya teman!! sahut Sid tiba-tiba membuat semua orang terkejut. Sid lalu nyengir bersalah pada Rama. Sekali-sekali gue kan mau kebagian jatah ngomong keren begitu... HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

22

Lando, Rama dan Cokie terbahak mendengar kata-kata Sid. Rama bahkan lupa memegangi hidungnya dan malah tersedak darahnya sendiri. Lando segera membantunya sementara Sid panik sendiri. Lando merasa dirinya tidak lagi orang tersial di dunia. Ia sadar, ia sangat beruntung. Sangat, sangat beruntung. Dan ia bersumpah, ia tidak akan melepaskan apa yang berharga untuknya sekarang. Demi apapun.

Gimana, Lan? Peringkat pertama? Lando menoleh, menatap Rama, Sid dan Cokie yang nyengir lebar di sebelahnya, lalu mengangguk. Cieeee!! Makan makaaaannn!! seru Sid heboh sambil berjingkrak ke arah kantin. Tapi Sid yang bayaaar... tambah Cokie membuat Sid mendelik. Cokie terkekeh, lalu menyusul Sid. Sori ya, kata Lando pada Rama. Lagi-lagi gue ngalahin lo. Sial lo, canda Rama sambil mendorong kepala Lando. Kedua anak itu lalu nyengir. Ayok, kita ke kantin! Sid mau traktir katanya! Oke, gue nyusul, kata Lando. Rama mengangguk, lalu segera menyusul Sid ke kantin. Lando menghela napas, lalu kembali menatap papan di depannya. Hari ini adalah hari pengumuman peringkat paralel di SMA Elite Athens. Beberapa bulan lalu, Lando pikir ia hanya bisa bermimpi untuk masuk ke sekolah ini, tetapi dengan kekuatannya beserta ketiga sahabatnya, ia ada di sini, memakai seragam kotak abu-abu milik Athens. Tidak hanya itu, namanya juga terpampang di papan pengumuman sebagai juara paralel semester pertama di kelas sepuluh. Lagi-lagi mengalahkan ketiga temannya, seperti saat masih SMP. Lando mendesah. Ia tahu ia sudah kurang ajar. Tidak seharusnya ia mengalahkan ketiga sahabatnya. Tapi ia juga tahu, jika ia tidak berusaha sekuat tenaga, maka ketiga sahabatnya pasti akan kecewa. Permisi.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

23

Lando mundur beberapa langkah saat seorang gadis mungil berambut panjang lewat di depannya untuk melihat papan pengumuman. Gadis itu menempelkan jari di papan, menelusuri namanya, lalu jarinya terhenti di angka lima. Gadis itu menghela napas berat, kepalanya tertunduk lemas. Tapi beberapa detik berikutnya, ia menepuk wajahnya sendiri. Nggak boleh. Harus semangat! gumam gadis itu lalu berbalik dan berhadapan dengan Lando yang menatapnya datar. Gadis itu menatap Lando sesaat, merasa malu, lalu segera pergi. Lando memperhatikan sampai gadis itu menghilang di balik tembok, lalu kembali menatap papan pengumuman. 5. Annisa Nuraida.

Aku nggak ingat sama sekali!!! sahut Aida sambil menepuk kedua pipinya, membuat Lando mendengus geli. Persis kayak waktu itu, katanya sambil melempar kardus kosong ke seberang ruangan. Jadi begitulah. Nggak menarik, kan? Aida buru-buru menggeleng. Nggak, aku malah seneng banget kamu cerita, katanya membuat Lando menatapnya. Aida tersenyum lembut. Aku seneng bisa tau masa lalu kamu. Lando menatap Aida lama, lalu mengedikkan bahu. Cewek aneh, komentarnya lalu kembali menyortir kardus. Aida memperhatikannya. Lan, kata Aida sementara Lando hanya bergumam. Aku... boleh liat tato kamu? Lando mendongak dan melongo. Buat apa?? tanyanya tak habis pikir. Aku cuma... pengen liat, kata Aida. Lando berdecak, benar-benar bingung dengan rasa keingintahuan Aida yang luar biasa besar dan tak beralasan. Gue bermaksud mau ngapus tato itu, kalo udah punya cukup uang, kata Lando. Nggak usah pake diliat-liat. Tapi gue pengen liat, pinta Aida lagi. Please? Aida nampaknya tahu benar di mana titik kelemahan Lando. Lando tidak bisa melihat Aida memohon. Apalagi dengan mata bulat dan berbinar begitu. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

24

Lando memijat dahinya, lalu mengangguk. Lando berbalik, lalu mengangkat kausnya. Aida bisa melihat tato elang berwarna hijau tua di bahu sebelah kiri Lando. Aida menyentuhnya takut-takut, sementara Lando merasakan sensasi aneh yang menggelitik hatinya. Seperti tangisnya bisa tumpah kapan saja. Anak-anak tau soal ini? tanya Aida hati-hati. Lando memakai kembali kausnya lalu mengangguk tak jelas. Sebelum ia sempat berbalik, tahutahu ia merasakan beban di punggungnya. Ternyata Aida sedang bersandar padanya. Aku seneng kita ketemu, kata Aida, membuat Lando membatu. Sekarang kalo ada apa-apa, kamu boleh kok cerita sama aku. Air mata Lando sekarang benar-benar menitik, padahal ia tidak bermaksud menangis lagi. Ia sudah punya segalanya sekarang, tak ada lagi alasan untuk bersedih. Tapi entah kenapa tangisnya seakan tidak bisa ditahan. Ini terakhir, Ai, gue janji, kata Lando di tengah isaknya. Aida tersenyum seraya mengelus-elus punggungnya yang berguncang. Jangan nangisin masa lalu, Lan. Yang penting adalah sekarang, dan masa depan, kata Aida sambil mengusap lembut rambut ikal Lando. Suatu saat kalo kita nangis lagi, harus karena bahagia. Lando membalikkan badan lalu menatap Aida. Lando tidak tahu lagi bagaimana harus berterima kasih pada titisan malaikat di depannya ini. Lando dan Aida saling tatap untuk beberapa saat, dengan pikiran yang sama. Ini minum dulu! seru ayah Lando yang mendadak muncul dari pintu, membuat Lando dan Aida buru-buru memisahkan diri. Ayah Lando menatap kedua remaja salah tingkah itu. Hayo... mau ngapain tadi? Nggak ngapa-ngapain! sahut Lando kesal. Ayahnya melihat bekas-bekas air mata. Kamu nangis? tanyanya membuat Lando segera menyeka wajahnya sembarangan. Siapa yang nangis! Alergi debu tau! sahut Lando lagi membuat ayahnya dan Aida tertawa geli. Lando melirik sebal Aida yang menurutnya tidak kooperatif itu, tapi Aida malah sudah sibuk membantu ayahnya meletakkan nampan. Lando menghela napas. Selain ketiga sahabatnya, dua orang di depannya ini adalah hartanya. Hartanya yang paling berharga. Lando tahu, ia tidak seharusnya menyesali nasib. Ia harusnya bersyukur. Melihat sesuatu dari sisi positif itu lebih baik. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

25

Mungkin Lando bisa meminjamkan kata-kata ini pada Sid nanti.

THE END

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

26

Ramas Side Story Youre not Alone

Baik anak-anak, sampai jumpa besok. Dan ingat untuk mengerjakan PR kalian. Anak-anak kelas sembilan SMP Indonesia Raya menjawab perintah gurunya dengan dengungan tak jelas. Rini, sang guru, sejenak menggeleng-gelengkan kepala, tapi kemudian maklum dan melangkah keluar kelas. Ram, ntar gue nebeng lo yak, gue lagi empet sama si Cokie, kata Sid sambil menyurukkan buku-bukunya sembarangan ke dalam laci. Rama melirik anak laki-laki bertampang ganteng di sebelahnya, yang mengedikkan bahu cuek. Namanya juga Sid, kata Cokie, sementara Rama hanya tersenyum simpul. Apaan! Lo yang tadi seenaknya ngembat batagor gue! sahut Sid tak terima. Lando yang jadi saksi matanya. Ya kan Lan? Sid lantas menoleh penuh harap pada anak laki-laki bertampang jutek di sebelahnya, tapi Lando malah pura-pura tak mendengar percakapan itu. Sid berdecak sebal. Sampe kapan sih lo mau jaim gitu Lan? Nggak laku-laku tau rasa, lo! kata Sid disambut tawa Cokie dan tatapan sengit Lando. Sid pura-pura idiot, lalu kembali menatap Rama. Oke, Ram? Lagian supir lo lebih asyik daripada supirnya Cokie. Gue cs-an ama supir lo! Rama terkekeh mengingat betapa Sid cepat akrab dengan supirnya yang sudah tua. Ia lalu tanpa sengaja menatap sebuah bangku kosong tak jauh di depannya. Sid, kayaknya lo terpaksa harus nebeng Cokie dulu, kata Rama sambil memasukkan tempat pensilnya ke dalam tas. Gue mau nengok Wisnu. Wisnu? tanya Sid, lalu ia pun menatap bangku kosong di deretan depan. Ohh.. sampe sekarang emang dia nggak pernah masuk ya? Iya, gue denger dari Bu Rini dia sakit keras, makanya nggak bisa masuk, kata Rama sambil bangkit. Gue mau ngasih catatan sama PR-PR buat dia. Cokie, Sid dan Lando menatap sahabatnya itu kagum. Nggak heran lo selalu jadi ketua kelas dari lo mulai sekolah, kata Cokie disambut anggukan setuju Sid. Tapi detik berikutnya anak itu melirik judes Cokie. Bukan berarti gue udah maafin lo, sungutnya dibalas dengan tawa Cokie. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

27

Tapi lo ntar nyusul kan? tanya Lando pada Rama yang sudah memakai ranselnya, siap pergi. Iya, ntar gue nyusul. Kalian berangkat duluan aja, kata Rama sambil melangkah. Jangan ada yang berantem selama gue belum dateng ya. Oh, itu sih tergantung, kata Lando sambil melirik Sid yang balas menatapnya takut. Rama terkekeh, lalu menghilang di balik pintu. Sayup-sayup Rama bisa mendengar teriakan Sid yang menyuruhnya untuk tidak pergi lama-lama.

Dahlia 12 A. Kayaknya sih bener ini, Pak, kata Rama pada Pak Bardi, supirnya. Bapak tunggu di pengkolan situ aja ya, jalan di sini sempit. Siapa tau ada yang mau lewat. Iya, den, kata Pak Bardi patuh. Rama keluar dari mobilnya, lalu menatap sebuah rumah mungil di depannya. Rama memperhatikan pagar rumah itu, mencari-cari sesuatu yang berbentuk bel, tapi ia tidak menemukannya. Rama lalu menyadari kalau pekarangan rumah itu tidak terawat. Rumputnya sudah mengering, begitu pula tanaman-tanamannya. Rumah itu nyaris tidak seperti berpenghuni kalau tidak terdengar suara-suara dari dalamnya. Rama menggigit bibirnya ragu. Apa ia harus membuka pagar dan mengetuk pintu rumah Wisnu? Tapi ia merasa tidak sopan masuk ke pekarangan rumah orang begitu saja. Lalu, apa ia harus memanggil Wisnu dari sini? Seperti anak SD saja. Baru ketika Rama memutuskan untuk membuka pagar, pintu rumah mendadak menjeblak terbuka, membuat Rama terlonjak kaget. Seorang anak perempuan dengan seragam SMA keluar dengan terburu-buru. Rama memperhatikan penampilan anak perempuan itu yang menurutnya ajaib. Rambutnya panjang dengan highlight warna biru, telinganya terpasang beberapa anting, hidung dan bibirnya bertindik, dan seragamnya tampak kekecilan. Minggir lo! sahut anak perempuan itu membuat Rama terkejut. Rama ternyata sudah menghalangi jalannya untuk membuka pagar. Rama mundur sedikit, lalu anak perempuan itu berderap pergi. Rama bisa melihat eyeliner anak itu luntur oleh air mata. LARA!!! sahut suara wanita dari arah rumah, membuat Rama menoleh. Seorang wanita paruh baya yang tampak letih muncul di pintu sambil memegangi dadanya. Ia kemudian menatap Rama yang salah tingkah di depan pagar. Rama mengangguk, lalu mencoba untuk tersenyum sopan walaupun ia yakin tak berhasil.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

28

Temannya Wisnu ya, kata ibu Wisnu sambil menyilahkan Rama duduk. Rama menurut, lalu duduk di atas sofa yang keras. Maaf ya yang tadi itu. Kakaknya Wisnu memang tidak seperti Wisnu. Oh, yang tadi itu kakaknya Wisnu? tanya Rama takjub. Anak perempuan tadi memang tidak seperti Wisnu. Setahu Rama, Wisnu adalah anak yang kalem saat ia masih sering sekolah. Iya, namanya Lara. Sudah kelas 3 SMA, tapi kelakuannya masih saja seperti anak SD, kata ibu Wisnu sambil menggeleng-geleng sedih. Ia lalu meletakkan segelas sirop berwarna merah muda di meja depan Rama sementara Rama mengangguk-angguk. Ibu Wisnu kemudian duduk di depan Rama sambil menatapnya yang sedang minum. Adik ada apa datang kesini? tanyanya membuat Rama hampir tersedak. Oh iya Bu, ini, katanya sambil buru-buru mengambil buku-buku dari tasnya. Saya mau minjemin catatan dan PR selama Wisnu nggak masuk sekolah. Ibu Wisnu menerima buku-buku itu, lalu tersenyum pada Rama. Rama bisa melihat matanya berkaca-kaca. Terima kasih banyak ya Dik, Wisnu pasti senang sekali ada yang memperhatikan dia, katanya membuat Rama mengangguk. Kamu mau menjenguk dia? Dia pasti senang. Oh, iya Bu, kata Rama lalu bangkit mengikuti ibu Wisnu menuju sebuah pintu. Ibu Wisnu membukanya, lalu menyilahkan Rama masuk. Rama melangkahkan kakinya ke dalam kamar itu, lalu matanya melebar saat melihat Wisnu yang tergeletak di tempat tidur dengan kepala yang dibebat perban. Wisnu yang tadinya sedang membaca buku, melirik ke arah Rama. Seketika wajahnya menjadi cerah. Rama! katanya senang, tapi seketika ia memegang kepalanya yang berdenyut. Jangan mendadak semangat begitu, kata ibunya lalu masuk dan merebut buku yang dipegang Wisnu. Sudah ibu bilang jangan baca dulu... Abis nggak ada kerjaan bu, aku kan bosen, kata Wisnu dengan tampang cemberut, lalu menatap Rama. Matanya kembali berbinar. Ada apa Ram? Mm... Gue mau ngasih pinjem catatan sama PR selama lo nggak masuk, kata Rama sambil melirik buku-buku yang dibereskan ibu Wisnu. Ohh! Makasih ya! sahut Wisnu sambil tersenyum lebar. Ibunya menatapnya sesaat, lalu melangkah keluar kamar. Rama memperhatikannya menutup pintu, lalu duduk di sebelah Wisnu sambil menatap perban di kepalanya.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

29

Lo sakit apaan sih Nu? tanya Rama kemudian membuat Wisnu refleks mengelus perban di kepalanya. Rama sekilas melihat tangan Wisnu yang tampak gemetar. Kanker otak, jawab Wisnu kemudian membuat mata Rama melebar. Kanker... otak? ulang Rama tak percaya. Wisnu mengangguk pelan. Terus kenapa lo masih di sini? Kenapa lo nggak dirawat di rumah sakit? Gue baru dioperasi Ram. Orang tua gue udah habis-habisan bayar uang operasi. Mereka nggak sanggup lagi bayar rawat inap di rumah sakit, kata Wisnu tapi tak terlihat sedih. Ia masih tersenyum, membuat hati Rama terasa sakit. Nggak apa-apa kok Ram, kata Wisnu yang melihat perubahan raut wajah Rama. Gue bersyukur masih bisa hidup setelah operasi. Rama mengangguk-angguk, lalu melihat ke sekeliling. Kamar Wisnu penuh dengan buku-buku. Gue jadi kurang saingan nih Nu, kata Rama membuat Wisnu nyengir. Wisnu dulu memang menjadi saingan utamanya dalam meraih peringkat paralel. Malah bagus kan? kata Wisnu lagi membuat Rama ikut tersenyum. Padahal gue tadinya udah seneng karena ternyata sekelas sama lo. Eh lo malah nggak masuk dari hari pertama tahun ajaran baru, kata Rama sambil melirik sebuah pigura di meja belajar Wisnu. Rama mengambilnya, lalu menatap seorang anak perempuan bertampang jutek yang dilihatnya tadi. Eh Nu, lo punya kakak cewek ya? Iya. Namanya Lara, kata Wisnu. Dia tiga tahun lebih tua dari gue. Rama mengangguk-angguk, lalu memperhatikan kakak Wisnu di dalam foto itu. Ia tampak tidak ingin berada di sana. Rama lantas teringat bagaimana Lara menangis sambil berderap keluar rumah tadi. Mm... tadi gue papasan sama dia di depan rumah, kata Rama ragu. Ia tidak ingin menyampuri urusan keluarga Wisnu, tapi ia juga penasaran. Oh ya? Sori ya, dia pasti ngejutekin lo, kata Wisnu sambil tersenyum lemah. Rama ikut nyengir kaku. Dia... benci sama gue. Rama menatap Wisnu yang tampak sedih. Kenapa? tanya Rama lagi. Gara-gara gue, orang tua gue jadi nggak peduli sama dia. Katanya, lebih baik dulu gue nggak dilahirkan, kata Wisnu sambil menatap lurus ke langit-langit. Matanya sudah berkaca-kaca. Rama terdiam, lalu kembali menatap pigura yang ada di tangannya. Entah kenapa ia ingin tahu lebih banyak tentang anak perempuan itu. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

30

Hah? Lo mau ke rumah Wisnu lagi? Sid menghentikan langkahnya sambil menatap Rama tak percaya. Rama mengangguk. Beberapa anak mendahului mereka menuju gerbang sekolah. Lo mau ikut? tanya Rama. Lando sama Cokie kan hari ini nggak bisa main juga. Daripada lo jagain gawang tanpa ada pemainnya? Sid mendesah. Sebenarnya ia malas ikut, tapi Rama ada benarnya. Memikirkan ia menjaga gawang tanpa ada yang bermain membuatnya merinding. Iya deh. Tapi ntar gue ngapain? Gue kan masih ada dendam sama dia, kata Sid, teringat pada ranking paralelnya kemarin yang dikalahkan Wisnu. Alaahh.. nggak usah pake dendam segala, kata Rama sambil merangkul Sid dan mendorongnya ke mobil. Ntar juga lo nyerocos sendiri. Sid cemberut, lalu masuk ke dalam mobil. Hai Pak! serunya ceria saat melihat Pak Bardi. Apa kabar si Cuplis Pak? Udah bertelor lagi belom? Udah den, 5 biji! sahut Pak Bardi tak kalah ceria. Setelah itu, Sid dan Pak Bardi mulai sibuk membahas kemungkinan Cuplis untuk kembali bertelur dan bagaimana Sid mau main ke rumahnya untuk mencicipi salah satu telur dadar buatan istrinya. Rama sendiri tersenyum-senyum simpul. Sid pasti akan baik-baik saja.

Jadi... lo sakit apa, Nu? tanya Sid berbasa-basi. Kanker otak, Sid. Tapi udah dioperasi kok, jawab Wisnu sementara Sid mengangguk-angguk. Ia lantas melirik ke arah Rama yang sedang mengorek-ngorek tasnya untuk mencari buku catatan. Lo masih sebel sama gue ya Sid? Hem? Nggak kok, kata Sid sambil tertawa kaku. Ia lantas memandang sekeliling, lalu matanya menatap sesuatu di rak buku Wisnu. Ia kemudian melesat kesana sementara Rama menyerahkan beberapa buku pada Wisnu. Nu, ini catatan buat lo. Simpen aja dulu. Ntar kalo lo udah sembuh baru lo salin, kata Rama. Wisnu mengangguk. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

31

Makasih ya Ra... WUOOOOHHH!!! seru Sid heboh membuat Rama dan Wisnu menatapnya heran. Lo punya koleksi komik Dragon Ball juga yaak?? Gue jugaa!! Rama dan Wisnu melongo sementara Sid kembali serius menatap koleksi komik Wisnu. Ada Conan juga!! Kapan-kapan gue boleh pinjem yak? serunya sambil menarik beberapa komik. Rama dan Wisnu saling pandang geli. Boleh aja Sid, kata Wisnu membuat Sid berjingkrak girang. Ia kemudian buru-buru kembali ke samping tempat tidur Wisnu. Eh, lo tau kan yang pas bolanya udah kekumpul semua? kata Sid bersemangat. Gue sebel banget tuh, komik gue yang itu ilang! Tauk deh siapa yang pinjem... Rama terkekeh melihat Sid yang sekarang sudah tampak sangat akrab dengan Wisnu, lalu tanpa sengaja melihat sekelebat bayangan dari pintu kamar yang tidak tertutup rapat. Detik berikutnya, terdengar pintu menjeblak terbuka dan tertutup dengan keras. LARA!!! sahut ibu Wisnu disertai isakan. Sudahlah bu, kata sebuah suara berat, yang diyakini Rama sebagai ayah Wisnu. Biarkan saja dia. Dasar anak tidak tahu diri. Rama menoleh dan menatap Wisnu yang tampak sedih. Rama melirik Sid yang sama salah tingkahnya. Hening sejenak sampai akhirnya Rama menyikut Sid. Emm... lo inget si Piccolo kan Nu? tanya Sid tiba-tiba membuat Wisnu kembali menatap Sid dengan wajah cerah. Gue sebel banget sama dia. Ntar dia mati ga ya? Seketika wajah Wisnu kembali suram, sementara Rama menatap Sid galak. Sid sendiri hanya tertawa kaku lalu tak berani lagi bicara setelah itu.

Lo goblok ya Sid? kata Rama setelah menutup pintu pagar rumah Wisnu. Gue keceplosan aja Ram, abis gue bingung mau ngomong apaan, kata Sid sambil menggarukgaruk kepalanya yang pirang. Di antara semua karakter Dragon Ball... lo pilih Piccolo? kata Rama lagi, tak bermaksud melepaskan Sid begitu saja. Abisnya kepala dia ngingetin gue sama Picollo, kata Sid membuat Rama refleks menjitaknya. Sid mengaduh kesakitan. Emang kenapa sih Ram? Dia kan udah dioperasi ini, berarti udah sembuh dong? HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

32

Rama menghela napas, lalu berjalan perlahan menuju mobilnya yang di parkir di ujung jalan. Sid mengikutinya. Setau gue sih, dia harusnya masih check up. Habis dioperasi nggak bisa langsung pulang begitu aja. Mana gue liat akhir-akhir ini dia tambah pucet, lagi, katanya sementara Sid mengangguk-angguk. Gue ada akal, Ram! seru Sid tiba-tiba, membuat Rama menghentikan langkah dan menatapnya sangsi. Akal Sid biasanya tak pernah bagus. Gimana kalo kita mintain anak-anak sekelas, kalo perlu sesekolah, sumbangan buat biaya rumah sakit Wisnu! Rama menatap Sid tanpa mengerjap sesaat, lalu mengacak kepala pirangnya. Tumben akal lo sehat, Sid, kata Rama nyaris tanpa nada bersalah, membuat Sid berdecak sebal. Tapi Rama tak melihatnya. Ia kembali berjalan sambil sibuk memikirkan cara untuk merealisasikan ide Sid. Rama tak sengaja melirik ke sebuah taman kompleks yang tak terawat, lalu langkahnya terhenti saat melihat seorang gadis berseragam SMA sedang duduk di pinggir kolam. Ada apaan Ram? tanya Sid, heran melihat Rama tiba-tiba berhenti. Mm... Sid, lo duluan ke mobil gih, ntar gue nyusul, kata Rama membuat Sid mengernyit. Ia lalu melihat arah yang sedang dilihat Rama. Itu siapa? tanya Sid. Kakaknya Wisnu, kata Rama singkat, lalu melangkah ke arah taman. Sid menatapnya sebentar, mengedikkan bahu, lalu segera berjalan ke mobil untuk mengobrol dengan Pak Bardi. Sementara itu, Rama berjalan pelan ke arah Lara, berusaha untuk tidak mengeluarkan bunyi. Tapi tanpa sengaja, ia menginjak sebuah ranting sehingga membuat Lara menoleh dan menatapnya tajam. Halo, kata Rama sambil nyengir bersalah. Lara sendiri masih menatapnya dengan mata memicing. Rama bisa melihat jelas eyeliner hitam yang menghiasi matanya. Mau ngapain lo? tanya Lara dingin membuat Rama mendadak salah tingkah. Ia sendiri tidak tahu mau apa ia di sini. Ng... saya liat mbak sendirian di sini, jadi... Jadi? potong Lara sebelum Rama selesai bicara. Ia memalingkan wajahnya lalu menatap kolam lagi. Gue udah biasa di sini, jadi lo pulang sana. Rama terdiam beberapa saat, menatap rambut panjang gadis itu yang sekarang bersemu merah dan biru. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

33

Saya Rama, Mbak, kata Rama akhirnya, membuat Lara kembali menatapnya. Rama ya, kata Lara sinis. Terus? Saya temen sekelasnya Wisnu. Saya baru aja nengok dia... kata Rama lagi, membuat Lara tertawa, lalu detik berikutnya ia menatap Rama lagi. Ada yang baru selain anak emas itu? tanyanya membuat Rama mengernyit. Mbak, mbak tahu Wisnu sedang sakit? tanya Rama, bingung dengan sikap Lara yang nampak acuh tak acuh. Ya, ya, kanker otak, gue tau, kata Lara sambil menatap kolam berwarna hijau tua di depannya dan melempar beberapa batu ke dalamnya. Gara-gara dia gue jadi begini. Memang salah Wisnu apa, Mbak? Dia kan sakit? tanya Rama membuat Lara menoleh sengit. Salah dia apa? Salah dia adalah dilahirkan di dunia ini! sahut Lara terganggu. Semenjak dia ada, gue hampir-hampir nggak dipeduliin lagi. Harusnya dia nggak pernah lahir! Rama terdiam menatap anak perempuan yang tampak kesal di depannya itu. Lara kembali menatap kolam di depannya, matanya sudah berkaca-kaca. Anak laki-laki yang diharapkan... pinter, penurut, kata Lara dengan suara gemetar. Sedangkan gue? Anak perempuan yang nggak diharapkan. Bego. Pembangkang. Rama tak berani menanggapi kata-kata Lara. Ia hanya berdiri kaku di sebelahnya. Sekarang dia sakit, semua orang kasian sama dia! Ngerasa sayang, kenapa harus anak kayak dia yang penyakitan, kenapa bukan gue aja, kata Lara lagi sambit menggigit bibirnya keras-keras. Emangnya gue minta dilahirin! Harusnya mbak bersyukur karena udah dikasih kesehatan, kata Rama membuat Lara mendelik. Wisnu nggak seberuntung mbak. Hah? Dapet kasih sayang dari semua orang lo bilang nggak beruntung? Gue mau banget gantiin Wisnu kalo begitu! sahut Lara pedih. Rama menatapnya tanpa berkedip. Air mata berwarna hitam sudah mengalir ke pipi gadis di depannya itu. Rama tidak yakin bagaimana harus menanggapinya. Bokap gue selalu pengen anak laki-laki, tapi ternyata yang lahir gue. Makanya dia nggak pernah nganggep gue, kata Lara sambil menyeka air matanya dengan punggung tangan. Setelah itu anak lahir, dia girangnya bukan maen. Gue jadi transparan. Kalo Mbak nggak dianggep, gimana bisa Mbak masih tinggal di rumah itu? Gimana bisa Mbak masih sekolah? Gimana bisa Mbak dikasih uang untuk beli barang-barang yang Mbak mau? seloroh Rama tanpa bisa ditahannya, membuat Lara mendelik dan menatapnya marah. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

34

Tau apa lo! seru Lara sambil bangkit dan mendekati Rama. Lo cuma bocah! Lo pikir anak itu cuma butuh materi? Gue juga butuh kasih sayang! Mungkin orang tua Mbak sayang sama Mbak tapi Mbak menutup mata, kata Rama, berusaha tetap tenang menghadapi gadis yang sedang dilanda amarah itu. Lara terdiam sesaat, lalu membuang muka. Jangan ngomong kayak lo tau siapa gue, kata Lara, lalu berderap pergi. Rama berbalik untuk menatap punggung kesepian Lara menghilang di balik rimbun pohon. Rama mendesah. Entah apa yang membuatnya selalu ingin mencampuri urusan orang lain. Nampaknya ini memang sudah bawaan dari lahir.

Hari ini... kesana lagi, Ram? Rama tersadar dari lamunannya, lalu menoleh. Ketiga temannya sudah menatapnya ingin tahu. Rama membereskan bukunya, lalu mengangguk. Ngapain lagi sih? tanya Sid lagi. Ia bingung dengan kebiasaan baru Rama. Sekarang, hampir setiap hari Rama main ke rumah Wisnu. Ngasih catatan hari ini, kata Rama pendek. Kayaknya catatan yang dulu-dulu juga belom dia baca deh, kata Sid heran. Percuma aja kan lo kasih catatan mulu? Sid, hardik Lando membuat Sid segera menutup mulut. Cokie lalu menatap Rama. Ya udah, pergi aja lo Ram. Kita bertiga tunggu di lapangan kalo lo mau main, katanya membuat Rama mengangguk berterima kasih. Mm... sumbangannya juga masih jalan, kata Sid lagi, kali ini dengan nada berhati-hati. Tinggal kelas sebelah ama guru-guru yang belom setor. Oke Sid, kata Rama sambil tersenyum pada Sid yang ikutan nyengir. Thanks ya. Gue berangkat dulu. Sip. Semoga sukses! sahut Sid sambil melambai sementara Cokie dan Lando menatapnya bingung. Sukses apanya Sid? tanya Cokie membuat Sid segera merangkul kedua temannya itu.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

35

Dia tuh lagi dalam suatu misi penting, Cok, Lan, katanya dengan suara rendah membuat Cokie dan Lando menatapnya serius. Tadinya gue bingung, tapi kayaknya gue tau deh sekarang... Sid sengaja berhenti sebentar supaya kedua sahabatnya tambah penasaran, tapi ia malah dijitak Lando. Sid mengelus kepala pirangnya yang berdenyut. Kemaren-kemaren pas gue nemenin dia ke rumah Wisnu, gue ngeliat dia lagi ngedeketin kakaknya Wisnu. Namanya Lara. Anaknya cantik sih, cuma kayaknya bandel gitu... pemberontak sama orang tua... kata Sid membuat Cokie dan Lando saling pandang. Ngedeketin... maksud lo... PDKT? tanya Cokie. Sid nampak berpikir sebentar. Kalo dari sepenglihatan gue sih, ngedeketinnya karena alasan yang sama dengan Lando dulu, kata Sid sambil sigap menghindar serangan Lando, yang ternyata tak terjadi. Lando tampak melamun, lalu mengangguk-angguk. Kebiasaan anak itu belum berubah juga, katanya sambil menyandarkan tubuhnya ke bangku. Selalu pengen nyampurin urusan orang. Pahlawan kesiangan. Tapi berjasa kan? tanya Cokie sambil tersenyum-senyum simpul, membuat Lando sebal, tapi mau tidak mau mengakui juga. Rama yang membuatnya kembali menjadi diri yang disukainya. Kira-kira sama yang ini berhasil nggak ya... kata Sid sambil menerawang. Kayaknya si Lara ini susah banget orangnya. Tapi susahnya nggak lebih dari Lando kan? tanya Cokie membuat Lando mendelik. Kalo Lando sih, tiada duanyaaa! sahut Sid sambil secepat mungkin menghindari sepatu terbang Lando dengan cara merunduk, tapi sial hidungnya terantuk meja, membuat Lando tidak tahan untuk tidak terbahak.

Lara membuka pintunya perlahan, lalu masuk tanpa bersuara. Ia tidak ingin membuat orang rumah sadar akan kedatangannya. Tapi keinginannya tak terkabul saat ia menemukan kedua orangtuanya duduk di meja makan. Lara berdecak, lalu bermaksud untuk segera masuk kamarnya. Lara, tunggu sebentar, kata ayahnya membuat langkahnya terhenti. Apaan? sahut Lara. Kamu kemanakan uang bayaran sekolahmu? seru ayahnya membuat matanya melebar. Ia lalu menatap ke arah lain, sebisa mungkin menyembunyikan ekspresi wajahnya yang tegang. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

36

Ayahnya bangkit, lalu mendekatinya. Lara bisa merasakan jantungnya berdegup kencang sampai dadanya terasa sakit. Jawab ayah! sahut ayahnya membuat Lara terlonjak kaget. Tapi ia menolak untuk menjawab. Ia tidak merasa perlu. Lara, jawab ayahmu. Kamu pakai untuk apa uangnya? tanya ibunya dengan mata berkaca-kaca. Lara muak melihatnya. Ia muak melihat ibunya selalu sok-sokan membelanya jika ayahnya sedang marah. LARA! JAWAB AYAH! sahut ayahnya lagi sambil menarik tas Lara hingga jatuh sehingga isinya berhamburan ke mana-mana. Lara melotot melihat isi tasnya, lalu segera membereskannya, tapi terlambat. Kedua orang tuanya telah melihat semuanya. Lara... apa tadi itu... jarum suntik? tanya ayahnya lambat-lambat. Lara mendongak untuk menatap ayahnya yang tampak pucat pasi, sementara ibunya sudah menekap mulut. Kamu pakai uangnya... untuk beli narkoba? tanya ayahnya lagi, kali ini nadanya geram. Lara bisa melihat urat-urat nadi menyembul di dahinya. Seketika darah di kepala Lara bergolak. Kalo iya, terus kenapa? Salah sendiri kalian nggak pernah kasih kalo saya minta duit! sahut Lara dan detik berikutnya, ia merasakan sakit yang teramat sangat di pipi kanannya. Lara menoleh perlahan, bermaksud menatap benci ayahnya, tapi ternyata ia menatap ibunya. Ibunya memegang tangannya sendiri. Tangan yang telah digunakannya untuk menampar putrinya sendiri. Lara menatapnya tak percaya. Adik kamu berjuang mati-matian untuk tetap hidup, tapi kamu malah menyia-nyiakannya! cicit ibunya dengan tubuh gemetar. Kayak kalian peduli aja saya hidup atau nggak! Kayak ada bedanya aja! sahut Lara, lalu berderap keluar rumah meninggalkan kedua orang tuanya yang lemas. Mereka tidak tahu kalau dari tadi, Rama dan Wisnu mendengarkan dari dalam kamar. Rama bahkan mengintip dari celah pintu yang terbuka. Rama menghela napas, lalu berbalik dan terpaku saat melihat mata Wisnu sudah basah karena air mata. Memang seharusnya gue nggak pernah lahir... isak Wisnu membuat Rama mendekatinya. Kalo menurut gue, harusnya lo nggak ngomong begitu, kata Rama membuat Wisnu menatapnya. Lo lahir pasti ada alasannya. Pasti. Tapi apa? kata Wisnu lagi, matanya menerawang. Rama terdiam, lalu teringat pada Lara. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

37

Ram, lo... mau nggak gue mintain tolong? tanya Wisnu lagi. Rama mengernyitkan dahi, lalu mendengarkan baik-baik kata-kata Wisnu.

Lo lagi, kata Lara terdengar bosan saat ia mendengar langkah kaki Rama. Rama menghela napas, lalu berjalan mendekati Lara secara terang-terangan. Ia baru mau berbicara saat melihat apa yang dipegang Lara. Rama berhenti mendadak, matanya melotot. Mbak... mau ngapain? tanyanya ngeri. Mau main masak-masakan. Mau ikut? tanya Lara sinis. Rama tidak menjawabnya. Ia terlalu kaget melihat pisau yang dipegang Lara. Mbak... nggak mau... bun... Apa? Bunuh diri? Gue mau, sambar Lara membuat Rama terbelalak. Kenapa? tanya Rama cepat. Lara terkekeh sebentar, lalu menatap Rama tajam. Lo heran kenapa gue mau bunuh diri? Bukannya selama beberapa minggu ini lo udah cukup tau alasannya? tanya Lara balik. Tapi... saya nggak lihat alasan yang jelas, kata Rama membuat Lara melongo. Nggak ada yang peduli sama gue! Nggak ada yang sayang sama gue! Itu bukan alasan yang jelas? seru Lara. Nggak ada gunanya gue hidup, lo ngerti?! Mbak, tadi Wisnu juga tanya sama saya, buat apa dia dilahirkan. Kalian sama-sama nggak punya jawabannya, kata Rama membuat Lara menatapnya ingin tahu. Gimana kalo jawabannya, untuk menyayangi satu sama lain? Hah, dengus Lara geli. Menyayangi satu sama lain? Sia-sia banget hidup gue kalo begitu. Bener lah keputusan gue untuk bunuh diri. Mbak ngerasa nggak ada yang sayang sama Mbak? Gimana dengan orang tua Mbak? Gimana dengan Wisnu? Mereka peduli sama Mbak, kata Rama membuat Lara menatapnya seakan ia orang bodoh. Heh, lo tuh orang luar, dari mana lo tau kalo mereka sayang sama gue? sahutnya lagi. Ibu Mbak nangis setelah beliau mukul Mbak. Beliau kelihatan terpukul Mbak. Apa Mbak tau? Mbak nggak tau kan, karena Mbak nggak repot-repot untuk mengerti perasaan beliau. Yang Mbak lihat cuma apa yang mereka lakukan, Mbak nggak melihat apa alasan mereka melakukan itu, kata Rama lagi membuat Lara bingung. Maksud lo apaan sih? HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

38

Mbak, saya rasa orang tua Mbak bukannya nggak peduli sama Mbak. Mbak aja yang nggak pernah mau mendengar alasan mereka. Saat mereka menolak permintaan Mbak, Mbak marah tanpa ingin tahu alasannya, kata Rama membuat darah Lara mendidih. Lo sok dewasa ya? Lo tuh masih bocah, udah berani-berani nyeramahin gue! sahut Lara lagi. Kalo mbak memang lebih dewasa dari saya, harusnya Mbak bisa mengerti maksud saya kan? tanya Rama kalem, membuat Lara terdiam. Kalo memang Mbak lebih dewasa, harusnya Mbak bisa mencoba mengerti keadaan orang tua Mbak. Maksud lo tuh apa sih? tanya Lara lagi tak sabar. Apa selama ini Mbak mencoba memahami kenapa mereka nggak pernah ngasih uang sama Mbak? tanya Rama. Ya karena mereka nggak suka gue! Mereka cuma peduli sama anak cowoknya! sahut Lara membuat Rama menghela napas. Apa Mbak nggak pernah berpikir kalo mereka mungkin udah nggak punya uang? tanya Rama, membuat mata Lara melebar. Tapi detik berikutnya ia membuang muka. Nggak mungkin! Mereka emang nggak mau ngasih gue! Mbak tau kenapa Wisnu sekarang ada di rumah? tanya Rama lagi, tapi Lara masih terlihat skeptis. Ya dia kan udah sembuh, udah dioperasi! jawab Lara, tapi ia bingung juga melihat perubahan air muka Rama. Harusnya dia masih dirawat, Mbak, kata Rama membuat mata Lara melebar. Tapi uang orang tua Mbak udah habis karena operasi, jadi mereka tidak sanggup membiayai biaya rawat inap. Nggak mungkin, kata Lara lagi, tangannya mulai terasa dingin. Mereka punya tabungan cukup banyak, gue tau. Kalo gitu, kenapa mereka nggak mempergunakannya untuk biaya rawat inap anak cowok kesayangan mereka? tanya Rama membuat Lara menatapnya. Kenapa mereka justru membawa Wisnu pulang? Lara terdiam, lalu menatap kolam dengan pandangan kosong. Ia teringat saat ayahnya menjual mobil mereka secara tiba-tiba, dan saat ibunya menjual semua perhiasan kesayangannya. Wisnu pernah bilang, dia harusnya nggak pernah dilahirkan. Dia merasa bersalah karena ngeliat Mbak yang selalu bertengkar dengan orang tua Mbak, kata Rama lagi membuat Lara kembali menatapnya. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

39

Dia cuma omong kosong, kata Lara dengan suara bergetar. Apa pernah Wisnu berbuat salah sama Mbak? tanya Rama lagi. Lara terdiam, mencerna pertanyaan Rama. Lara membenci kehadiran Wisnu. Lara bahkan tidak mau repot-repot menganggapnya adik dari hari pertama ia muncul ke dunia ini. Wisnu telah merebut segala perhatian orang tuanya tanpa tersisa sedikitpun untuknya sendiri. Tapi jika dipikir-pikir, Wisnu tidak pernah berbuat kesalahan apapun padanya. Justru selama ini ia selalu berusaha menjadi adik yang baik, tapi Lara tak pernah mau menerimanya. Dia... nggak pernah... kata Lara dengan suara tercekat. Mbak sudah bisa melihat dengan jelas? tanya Rama membuat Lara menatapnya. Saya rasa selama ini Mbak dibutakan sama kebencian. Makanya Mbak selalu melihat semuanya menurut Mbak sendiri tanpa memikirkan orang lain. Lara menatap Rama tak percaya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Lo sebenernya... umur berapa sih? tanyanya tak habis pikir. Ia yang sudah 17 tahun telah diceramahi oleh bocah yang hanya berumur 14 tahun dan masih menggunakan celana pendek. Saya memang sering dibilang dewasa untuk anak seumuran saya, kata Rama sambil menggaruk tengkuknya. Lara mendengus, lalu kembali menatap pisau di tangannya. Pada akhirnya gue emang orang nggak berguna, katanya lagi. Gue bukan anak yang baik, bukan kakak yang baik. Gue nggak punya temen, dan gue seorang junkie. Orang bisa berubah, kata Rama, tapi Lara malah terkekeh. Gue nggak tau harus mulai darimana. Lebih mudah mengakhirinya, kata Lara membuat Rama melotot. Lara nampak serius meletakkan pisau itu di pergelangan tangannya. Bunuh diri itu bukan jalan pintas, bunuh diri itu cuma dilakukan orang pengecut, kata Rama lagi sambil menatap pisau itu ngeri. Tambahan titel pengecut juga nggak masalah, kata Lara lemah. Ia sudah terlalu lelah. Nggak akan ada yang kehilangan gue juga. Saya bakal kehilangan, Mbak, kata Rama buru-buru membuat Lara menoleh dan menatapnya. Rama senang perhatian Lara teralihkan, dan ia bermaksud meneruskan usaha ini. Karena saya sudah kenal Mbak, saya pasti kehilangan. Lo bakal ngelakuin apa aja biar gue nggak bunuh diri di depan lo? tanya Lara sinis.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

40

Saya bakal ngelakuin apa aja biar Mbak nggak bunuh diri di manapun, kata Rama serius. Matanya masih tertancap pada pisau yang berkilat-kilat di tangan Lara. Termasuk ngegodain gue? tanya Lara membuat mata Rama beralih dari tangan Lara ke matanya. Rama tidak pernah memikirkan ini sebelumnya, tapi untuk saat ini Rama akan mencoba apapun untuk menyelamatkan Lara. Apa aja, kata Rama lagi membuat Lara terbahak. Rama menatapnya bingung. Lara tertawa untuk beberapa saat, lalu mendadak serius. Lo mau bertanggung jawab atas hidup gue kalo gue memutuskan untuk hidup? tanya Lara membuat mata Rama melebar. Lara bangkit, lalu mendekati Rama yang terlihat salah tingkah. Lara menunduk sedikit untuk melihat mata Rama dengan lebih jelas. Rama mencoba untuk membalas tatapan itu dengan berani. Saya akan bertanggung jawab, kata Rama membuat Lara terbahak seketika. LO? Bocah ingusan begini? Yang bener aja! sahut Lara geli. Kalo Mbak nanti 23 tahun, saya udah 20. Kita sama-sama dua puluhan. Di mana bedanya? potong Rama membuat Lara berhenti tertawa. Lagipula, kayak-kayaknya saya yang lebih dewasa dari Mbak deh. Lo jangan banyak bullshit deh, kata Lara. Gue cuma becanda kok. Saya nggak becanda Mbak, kata Rama membuat Lara menatapnya tajam, berusaha mencari kebenaran di balik matanya. Sekarang saya mungkin emang masih anak-anak, tapi walaupun saya nggak bisa nyusul umur Mbak, saya bisa jadi dewasa juga. Rama lalu mengambil pisau di tangan Lara dengan hati-hati. Entah mengapa Lara juga membiarkan Rama mengambilnya. Baru kali ini Lara merasa dipedulikan. Walaupun cuma anak kecil yang peduli padanya, itu sudah cukup membuat Lara tidak ingin bunuh diri lagi. Lara menatap Rama yang sibuk mencari tempat untuk menyimpan pisau itu, lalu tanpa sengaja ia melihat Pak Sabar tetangganya berlari dan tampak panik. Cepet pinjem mobilnya Pak Gino! serunya kepada tetangga lainnya. Ia lalu bertatapan mata dengan Lara. Eh, Mbak Lara!! Ada apa, Pak? tanya Lara. Rama juga sudah berbalik, bingung dengan keributan itu. Adik Mbak! Wisnu, Mbak! Mendadak kejang-kejang! sahut Pak Sabar membuat Lara merasa lututnya lemas. Lara terhuyung ke belakang, tapi Rama dengan sigap menangkapnya. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

41

Ayo Mbak, ajak Rama sambil merangkul Lara menuju rumahnya yang sudah ramai orang. Lara seketika mendapat kekuatan untuk berlari masuk menembus keramaian itu. Lara mendapati kedua orang tuanya sudah ada di samping Wisnu yang nampak sudah tenang tapi pucat. Ibunya menggenggam tangan Wisnu erat-erat sementara ayahnya merangkul ibunya. Mereka menyadari kehadiran Lara. Ra, Wisnu ingin bicara sama kamu, isak ibunya. Lara tidak serta merta menyanggupi. Ia merasa kakinya seperti terpaku ke lantai. Rama mendorongnya pelan dari belakang, membuatnya mau tidak mau maju dan duduk di sebelah ibunya. Wisnu tampak masih terpejam dengan napas memburu. Keringat dingin bercucuran dari dahinya. Lara sama sekali tidak tahu kalau Wisnu masih dalam keadaan seperti ini. Ia pikir Wisnu sudah sembuh dan tinggal mengembalikan daya tahan tubuhnya. Kak... kata Wisnu lirih, tangannya menggapai-gapai. Lara menyambutnya ragu. Ia tak akan pernah mau menyambutnya dulu, tapi sekarang ia merasakan sesuatu. Ia merasakan kehangatan dari tangan Wisnu. Kak... kata Wisnu lagi dengan susah payah. Maafin aku. Lara menatap Wisnu tak percaya. Ia bisa mendengar isakan ibunya semakin kuat. Kalo aku meninggal... Ayah sama Ibu... bisa lebih sayang... sama Kakak... kata Wisnu susah payah. Lara menggeleng cepat. Ia merasa matanya panas. Maaf ya Kak... aku... udah lahir... Kamu nggak salaah!! seru Lara, air matanya sudah berderai. Kamu nggak salah, Kakak yang salah... Harusnya Kakak yang gantiin kamu sakit! Wisnu menggeleng lemah. Aku udah bikin Kakak susah... sekarang Kakak bisa tenang... Darah tiba-tiba mengucur dari hidung Wisnu, membuat ibunya histeris. Lara sendiri mencari-cari tisu dengan panik, tapi tak menemukannya. Ia lalu mengusapnya dengan tangan. Dek, kata Lara sambil mengusap hidup Wisnu, membuatnya malah semakin belepotan. Wisnu tahu-tahu tersenyum. Aku senang, katanya dengan senyum mengembang. Kakak akhirnya... panggil aku adek. Kakak panggil berapa kali pun kakak mau!! sahut Lara. Adek jangan pergi yaa, maafin Kakak. Kakak janji nggak akan jahat lagi, Kakak janji!! Tapi Wisnu tak menjawab lagi. Dengan senyuman, ia menghembuskan nafas terakhirnya. Seketika jeritan ibunya memecah keheningan. Lara sendiri merasa kepalanya pusing. Ia merasa HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

42

segalanya berputar. Ia tak percaya kalau adiknya telah pergi. Lara mengusap hidung adiknya gugup, tapi ia tak merasakan hembusan napasnya lagi. Di saat itulah ia sadar kalau adiknya benar-benar sudah tiada. ADEEEEKK!!!!!!!!!!! sahut Lara histeris. Ayahnya menahannya, tapi ia terus meronta-ronta. Ibunya sendiri sudah pingsan. Rama hanya menatap keadaan di depannya, tak mampu melakukan apapun. Tanpa terasa air matanya sudah mengalir ke pipi saat melihat Wisnu terbujur di depannya dan betapa keluarganya sangat kehilangan. Rama kemudian menyadari bahwa hidup itu terlalu singkat untuk disia-siakan. Rama juga merasa beruntung bisa mengenal Wisnu walaupun hanya sebentar. Rama melirik Lara yang masih terisak hebat. Rama punya satu janji yang harus ia tepati.

Pemakaman Wisnu berakhir khidmat. Seluruh teman-teman satu sekolahnya dan guru-guru datang untuk memberikan salam terakhir. Kedua orangtua Wisnu tampak sudah bisa menerima kepergian Wisnu. Rama melirik Lara yang hanya menatap kosong makam Wisnu sepanjang acara pemakaman berlangsung. Sekarang setelah berakhir dan semua orang berangsur-angsur pergi, Lara masih bergeming di samping makam adiknya. Ram, kita cabut duluan ya, kata Cokie menyadarkan Rama. Rama mengangguk. Cokie menepuk bahu Rama, lalu pergi bersama Lando. Rama beralih pada Sid yang masih tampak terpukul. Ia lalu melirik komik yang dipegangnya. Padahal dana udah terkumpul, kata Sid dengan suara serak. Nanti gue kasih ke orang tuanya, kata Rama sambil menepuk bahu Sid. Sid mengangguk, lalu menyerahkan komik yang dibawanya. Tolong balikin ini juga ya, katanya. Rama mengangguk, lalu menerimanya. Sid menatap makam Wisnu sekali lagi. Selamat jalan, Bro. Sid lalu melangkah pergi. Rama menatap sekeliling. Ternyata sudah cukup sepi, hanya tinggal kedua orang tua Wisnu, beberapa guru yang sedang mengucapkan belasungkawa, dan Lara yang masih melamun. Rama menarik napas, menghelanya, lalu berjalan mendekati Lara. HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

43

Mbak, kata Rama, tapi Lara tidak bergerak sedikitpun. Saya... ikut berbelasungkawa. Lara tidak menjawab untuk beberapa saat. Rama menggigit bibirnya, berpikir untuk pergi saja. Tapi begitu ia akan melangkah, Lara membuka mulutnya. Makasih, kata Lara membuat Rama menoleh. Makasih karena udah mengingatkan gue. Oh, kata Rama sambil menggaruk tengkuknya. Sama-sama. Serius, kata Lara sambil menoleh dan menatap Rama. Lo udah bikin gue berdamai dengan adik gue, orang tua gue, dan diri gue sendiri. Gue nggak tau harus membalas lo dengan cara apa. Nggak usah, kata Rama tulus. Saya seneng kok bisa bantu. Lara menatap Rama lagi, lalu kembali menatap makam Wisnu. Selama beberapa saat, tak ada yang bicara. Gue bakal masuk rehabilitasi mulai minggu depan, kata Lara tiba-tiba. Gue janji sama orang tua gue, kalo nanti gue bakal balik sebagai orang yang sama sekali baru. Gitu, kata Rama sambil mengangguk-angguk. Jadi... soal omongan gue yang kemaren, nggak usah diambil pusing, kata Lara lagi. Karena gue akan bertanggung jawab atas hidup gue sendiri. Rama menatap Lara lama, lalu menunduk menatap bunga di atas makam Wisnu. Saya punya janji dengan almarhum, kata Rama membuat Lara menoleh. Janji yang sebisa mungkin akan saya tepati. Janji apa? tanya Lara penasaran. Rama menatap Lara sambil tersenyum, membuat hati Lara berdesir tanpa bisa dicegahnya. Kalo saya harus memastikan Mbak bisa bahagia setelah dia meninggal, kata Rama membuat mata Lara melebar. Ia segera menekap mulutnya, tangisnya kembali tumpah. Kedua orang tuanya yang sadar kalau Lara kembali menangis segera mendekatinya. Kenapa, Sayang? tanya ibunya sambil merangkul Lara. Lara memeluknya untuk beberapa saat, tak sanggup untuk bicara. Ayahnya mengelus-elus punggungnya, membuat tangisnya semakin menjadijadi. Rama menatap Lara, lalu melirik makam Wisnu sambil tersenyum. Rama yakin Lara pasti bisa bahagia. Tapi Rama harus benar-benar yakin.

HSP Side Stories http://orizuka.multiply.com

44

Lo nggak perlu nganter gue segala. Rama yang sedang mengangkat koper Lara tampak tak mendengar. Ia malah buru-buru membawanya ke taksi dan meletakkannya di bagasi. Udah semua Om, kata Rama pada ayah Lara. Ayah Lara menepuk pundaknya, lalu menoleh ke arah Lara. Ayo Sayang, katanya pada Lara yang masih berdiri di depan rumah. Di belakangnya, Ibunya mengunci pintu, lalu menepuk bahunya. Ia melirik Rama, lalu tersenyum simpul. Ibu tunggu di taksi ya, katanya, lalu menghampiri suaminya dan bersama-sama masuk lebih dahulu ke dalam taksi. Lara lalu mendekati Rama. Jadi, kata Lara. Lo nggak ikut nganter kan? Rama menggeleng. Saya nunggu di sini aja, katanya membuat Lara terkekeh pelan. Lo nggak bakal masih ada di sini waktu gue balik ntar kan? tanyanya setengah bercanda, setengahnya lagi berharap setengah mati. Emangnya boleh? tanya Rama benar-benar tampak tertarik, membuat wajah Lara mendadak terasa panas. Hmm... kalo pas gue balik lo udah lebih tinggi dari gue, gue pertimbangin, kata Lara, lalu buruburu melangkah ke mobil agar Rama tidak melihat wajahnya yang sudah merah. Rama menatap punggung Lara. Saya bakal banyak-banyak renang sama minum vitamin, kata Rama membuat Lara refleks menoleh. Rama bisa melihat wajah Lara yang bersemu-semu. Rama sendiri harus tahan dengan degup kencang di dadanya. Lara mengangguk, lalu masuk ke dalam taksi. Ia membuka sedikit jendelanya, lalu pada saat taksi berjalan, ia melambai pada Rama.