ebook usd

18

Upload: ebookundk

Post on 30-Jul-2016

217 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Jathilan : “The Documentation of Jathilan in Fostering Social Harmony in Tanen Village, Pakem

TRANSCRIPT

Page 1: Ebook usd
Page 2: Ebook usd

MODULE

The Documentation of Jathilan in Fostering Social Harmony in Tanen Village, Pakem.

SYNOPSIS

“Jathilan” is a form of traditional folk arts. It is often regarded as low art form. Nowadays, “Jathilan” has becoming more popular in some diverse communities. “Jathilan” is even accepted in middle and high class society due to the belief that it can foster and instill the value of peace.

OBJECTIVES

To investigate the internal and external aspects of “Jathilan”, especially those related to the static and dynamic elements in its sustainable practices.

CONTENT

What is all about?

The traditional folk art “Jathilan” in Central Java was once regarded as low folk art form since it is often associated with evil spirit. In other words, it was a marginal traditional art. It was popular among lower class society only. Nowadays, people of higher social class have begun to accept Jathilan. Many communities have paguyuban (an association) who is in charge of Jathilan performance. In this paguyuban, members of communities work together to make Jathilan performance successful. They are in charge of the logistics, dance, actors, and many performance properties. This type of interaction leads to the promotion of social harmony within the community.

Where is it collected from?

Tanen village, Pakem in Central Java.

Page 3: Ebook usd

Why is the knowledge important?Jathilan has becoming more popular nowadays. This project highlights information as to why and what makes Jathilan become more popular.

What is the available knowledge?This project shows how “Jathilan” serves as a means of peace building in the local communities. During the preparation and the implementation of “Jathilan”, the local communities, regardless of their social class and ages, work collaboratively (gotong royong) to make the event successful. This project also provide• A brief history of “Jathilan” • The support of the local communities and organization• Jathilan performance

How does the knowledge work?Jathilan serves a means to support the social harmony and peace among Tanen communities. During the events, many people, regardless of their ages, social class, occupation, and religion, are involved in the preparation and the performance of Jathilan.

POSTSCRIPTThis project manages to inform the readers how Tanen villagers accept Jathilan as a part of their traditional folk art and how they collaborate to create a successful Jathilan performance.

CONTENT MATERIAL

E-MODULE EDITORCecilia Titiek Murniati, Ph.D, University Network for Digital Knowledge (UNDK)Soegijapranata Catholic University (SCU), Jl. Pawiyatan Luhur IV/1, Semarang 50234 – INDONESIA, email: [email protected]

Page 4: Ebook usd

LAPORAN AKHIR

Dokumentasi Kerukunan Masyarakat Dusun Tanen Melalui Seni Jathilan

YOGYAKARTA2014

Page 5: Ebook usd

LAPORAN AKHIR

Dokumentasi Kerukunan Masyarakat Dusun Tanen Melalui Seni Jathilan

1. RINGKASAN EKSEKUTIF

Lembaga : Universitas Sanata Dharma Tahun Anggaran : 2013/2014Judul Proposal : Dokumentasi Kerukunan Masyarakat Dusun

Tanen Melalui Seni JathilanTujuan dan Manfaat : Mendokumentasikan aktifitas Seni Jathilan

yang dilakukan di Dusun Tanen, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem yang menciptakan kedamaian untuk kepentingan pendidikan nilai di Indonesia pada umumnya dan Universitas Sanata Dharma pada khususnya.

Sasaran : Komunitas Dusun Tanen dalam mendeskripsikan kepercayaan mereka, mulai dari mitos yang berkembang, pelaksanaan keseharian, dan hubungan antar umat beragama di dusun tersebut guna meningkatkan kesadaran akan kerukunan di antara mereka melalui Seni Jathilan.

Peserta : Dosen: Dra. Tjandrasih Adji, M. Hum., Drs. Silverio R., L. Aji Sampurno, M.Hum., Drs. Y.R. Subakti, M.Pd., dan Iwan Binanto, M.Cs.

Mahasiswa : Yohanes De Britto Wirajati (Ilmu Sejarah, 2011), Carolus Benny Setiawan (Teknik Informatika, 2010), Masyarakat (tokoh formal dan informal, Kelompok Pemuda), dan mahasiswa peserta matakuliah Analisa Sosial TA (96 orang)

Aktifitas : 1) Pertemuan dengan beberapa tokoh masyarakat untuk mendalami pemahaman mereka tentang

Page 6: Ebook usd

Seni Jathilan yang ada di Dusun Tanen dalam upaya meningkatkan kerukunan masyarakat.

2) Membuat dokumentasi digital tentang kerukunan masyarakat melalui Seni Jathilan di Dusun Tanen.

Total Budget : $ 3,427.44 ($ 1 = Rp 9,000.00) Universitas Sanata Dharma $1,427.44 University Network for Digital Knowledge $

2,000.00Assessment :

2. PERSONAL KONTAK

Silverio R.L. Aji Sampurno Universitas Sanata DharmaJl. Affandi, Mrican, Caturtunggal, Depok, Sleman Yogyakarta 55281, IndonesiaPhone (+62 274) 515352 ext. 1320, Mobile: 0811269298Fax (+62 274) 562383Email: [email protected], [email protected]

3. LATAR BELAKANG

Suatu tradisi yang berasal dari rakyat sering dipandang sebagai tradisi yang rendah, tidak indah, tidak bermanfaat, tidak bernilai, dan merupakan wujud dari keterbelakangan masyarakat pendukungnya. Pandangan ini muncul karena adanya sistem stratifikasi masyarakat. Dalam kehidupan sosial masyarakat manapun juga pasti ada pembedaan antara kelompok elit dan non-elit. Kelompok elit adalah mereka yang dari segi ekonomi kaya, berpendidikan tinggi, dari segi keturunan masuk kelompok bangsawan, dan memiliki kedududkan dalam sistem hirarki masyarakat. Sementara mereka yang di luar kriteria itu termasuk dalam kelompok nonelit atau rakyat jelata.

Jathilan merupakan suatu tradisi seni gabungan antara tari, musik,

Page 7: Ebook usd

dan unsur magis yang berasal dari dan hidup dalam kelompok non-elit atau rakyat jelata, dalam hal ini masyarakat Jawa. Oleh karena itu, Jathilan dipandang sebagai tradisi yang rendah, tidak indah, tidak bermanfaat, tidak bernilai, dan merupakan wujud dari keterbelakangan masyarakat. Apalagi, gerakan tarian, iringan musik yang monoton, kostum beserta asesoris yang dikenakan sangat sederhana, dan dalam pertunjukkannya sering ada penari yang mengalami kerasukan. Dalam kondisi kerasukan penari dapat melakukan sesuatu di luar nalar manusia, misalnya menelan pecahan kaca, mengupas kelapa menggunakan giginya sendiri, dan bersikap seperti makhluk yang merasukinya.

Seiring perkembangan zaman, Jathilan semakin populer dalam kehidupan masyarakat pendukungnya dan mulai diterima dalam kehidupan kelompok elit masyarakat. Ini berarti kedudukan seni Jathilan semakin menguat dalam kehidupan masyarakat. Di samping itu, Jathilan pun semakin tumbuh subur dan berkembang dengan banyak versi.

Hampir di setiap daerah dalam lingkup kabupaten, bahkan kadang lingkup dusun, di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah memiliki seni Jathilan dengan ciri yang berbeda. Namun demikian seni tersebut belum banyak dikenal baik secara nasional dan internasional. Hal ini pasti bukan tanpa sebab. Oleh karena itu, dalam kegiatan ini dipahami mengapa seni Jathilan semakin berkembang namun masih dalam lingkup terbatas. Di samping itu, untuk lebih memperkenalkan seni Jathilan dalam lingkup nasional dan internasional dilakukan dokumentasi digital seni Jathilan ini.

Kegiatan ini mengambil obyek seni Jathilan yang dimiliki oleh masyarakat Dusun Tanen, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilihan obyek ini didasarkan pada penemuan dalam observasi awal. Penemuan itu menunjukkan bahwa seni Jathilan yang hidup dalam masyarakat Dusun Tanen memiliki bentuk yang cenderung masih mendekati aslinya dan memiliki pakem tertentu.

Page 8: Ebook usd

4. TUJUAN

Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk membuat sebuah studi kualitatif untuk melihat aspek internal dan eksternal dari sebuah tradisi, berkaitan dengan unsur-unsur yang statis dan dinamis dalam praktek berkelanjutan seni Jathilan ini.

Dalam konteks ini sudut pandang dan pengaruh kedua pemimpin formal dan informal masyarakat harus juga diperhitungkan. Selain itu, dalam kegiatan ini dijelaskan pula posisi, persepsi, dan harapan masyarakat terhadap kesenian jathilan yaitu:

a. menggambarkan ciri sosiokultural lingkungan masyarakat (termasuk aspek kesejarahan, pola adaptasi dan penyelesaian, budaya, agama dan praktek- praktek seni dan tingkat pendidikan) dalam kaitannya dengan praktik- praktik beragama mereka.

b. mengungkapkan strategi-strategi yang mewarisi narasi dalam bentuk mitos dan legenda, atau tradisi lisan lainnya yang bertindak untuk memberikan legitimasi untuk pertumbuhan dan perkembangan tradisi.

c. Untuk memeriksa bentuk yang diambil dalam praktek-praktek yang wajib pada setiap tahap ritual mereka.

d. membuat sebuah analisis dari posisi agama dalam kehidupan adat dan sosial, khususnya dalam kaitannya dengan praktik upacara agama. Analisis ini memiliki implikasi bagi pemahaman agama setempat.

e. menyebarkan hasil dokumentasi ini melalui pendidikan di Universitas Sanata Dharma melalui matakuliah Pancasila, Kebudayaan Indonesia, Analisis Sosial, dan Teknologi Multimedia.

5. LUARAN YANG DISAJIKAN

a. Hasil rekaman video, foto, dan naskah presentasi kesenian jathilan Dusun Tanen.

b. Bahan ajar dalam matakuliah yang terkait tentang kerukunan hidup dalam masyarakat melalui Jathilan.

Page 9: Ebook usd

6. HASIL PENELITIAN

a. Dokumentasi digital berupa video jathilanb. Dokumentasi berupa foto-foto dalam kegiatan kesenian jathilanc. Dokumentasi berupa foto-foto lokasi kesenian jathilan yang menjadi

objek kegiatan inid. Silabus (satu semester), sap dan bahan ajar, khusus dalam kaitannya

dengan jathilan.

7. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

7.1. Lokasi PenelitianDusun Tanen merupakan dusun yang masuk dalam wilayah Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dusun Tanen berada di sebelah selatan lereng Merapi, dengan luas wilayah 45,7 ha. Yang dibagi menjadi 2 RT, dan di huni sekelompok 615 penduduk. Dusun ini berbatasan langsung dengan Dusun Wonokerso, Dusun Boyong , Dusun Wonorejo, dan Kali Boyong. (peta terlampir)

Pada awalnya, Dusun Tanen adalah wilayah kosong yang ditinggalkan oleh penduduknya sebagai akibat letusan gunung merapi pada sekitar abad XIX. Kekosongan lahan ini membuat keturunan trah Pengging dari Klangon (Sakijo, 12 Januari 2014) datang ke tempat ini untuk melakukan aktivitas pertanian. Jarak yang cukup jauh antara lokasi pertanian dan tempat tinggal, mengakibatkan mereka harus tinggal atau bermalam di alas tempat mereka bertani.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Klangon waktu itu, sering muncul pertanyaan dari tetangga tentang keberadaan warga Klangon yang sedang tinggal atau bermalam di alas itu yang dijawab “Saweg tetanen!” yang artinya ‘Baru bertani’. Kata tetanen inilah yang kemudian menjadi nama Dusun Tanen. Warga Klangon (Klangon saat ini berada di wilayah administratif Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan. Jarak antara Klangon dan Tanen sekitar 3 km dan harus ditempuh melalui kali Gendhol,

Page 10: Ebook usd

Desa Kepuharjo, dan Desa Umbulharjo) yang bertani di Tanen inilah yang menjadi cikal bakal masyarakat Dusun Tanen sekarang.

7.2. Video Jathilan Kaitan Dengan Kerukunan(terlampir dalam DVD)

7.3 Hasil PenelitianTelah dijelaskan dalam bagian pendahuluan bahwa tujuan umum studi kesenian jathilan di Dusun Tanen yaitu melihat peranan kesenian jathilan bagi kerukunan hidup masyarakat Dusun Tanen. Setelah dilakukan wawancara terhadap responden studi ini, berikut adalah uraian hasil wawancara tersebut.

7.3.1 Hidup Harmonis dalam KeberagamanSejak dahulu masyarakat Dusun Tanen senantiasa hidup harmonis. Kehidupan yang harmonis ini tidak hanya muncul dalam kesempatan-kesempatan tertentu ataupun berlaku bagi

Page 11: Ebook usd

kelompok-kelompok tertentu. Dalam berbagai kegiatan, masyarakat tampak terlibat bersama dengan penuh ketulusan. Dalam setiap kegiatan itu pun yang terlibat bukanlah kelompok-kelompok tertentu. Orang-orang tua, kaum muda, anak-anak, petani, pedagang, guru, dosen, ekonomi bawah, menengah, maupun atas, pemuka dusun, pemuka agama dan umatnya (Islam, Katolik, Kristen, dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa), anggota masyarakat semuanya tampak terlibat dalam kebersamaan tanpa memandang status.

Ada banyak hal yang dapat menjadi media kerukunan masyarakat Dusun Tanen. Media-media yang menunjukkan adanya kerukunan masyarakat itu antara lain gotong royong, pertemuan-pertemuan warga, kegiatan-kegiatan keagamaan, kegiatan-kegiatan sosial, kegiatan-kegiatan kesenian, dan sebagainya. Salah satu yang cukup kuat menjadi media kerukunan masyarakat dusun Tanen adalah kesenian jathilan.

Kesenian jathilan Dusun Tanen diberi nama “Kudho Prasojo” yang artinya “kuda bersahaja”. Kesenian jathilan ini dinyatakan keberadaannya pada tahun 1980an, meskipun sebenarnya kesenian jathilan di Dusun Tanen ini sudah muncul beberapa tahun sebelumnya. Namun demikian, kelompok jathilan yang ada sebelumnya belum memiliki nama, hanya disebut Jathilan Tanen.

Kehidupan kesenian jathilan di Dusun Tanen ini dapat dikatakan baik. Artinya masyarakat senantiasa “nguri-uri” keberlangsungan kesenian jathilan ini. Siapa yang terlibat di dalam kesenian jathilan ini juga tidak dibatasi oleh dan bagi pihak-pihak tertentu. Setiap warga masyarakat Dusun Tanen yang mau dan ingin boleh menjadi bagian dalam paguyuban kesenian jathilan ini. Tidak ada persyaratan-persyaratan khusus untuk terlibat di dalamnya. Hal seperti inilah yang menarik dari kesenian jathilan Dusun Tanen. Bagaimana sebenarnya aktivitas paguyuban kesenian jathilan Dusun Tanen ini sehingga dapat menjadi media kerukunan masyarakat Dusun Tanen? Jawaban atas pertanyaan itu tampak pada hasil

Page 12: Ebook usd

wawancara yang diuraikan berikut ini.

7.3.2 Peran Kesenian jathilan dalam Kerukunan MasyarakatKesenian jathilan di Dusun Tanen, diakui oleh beberapa warga sebagai salah satu sarana untuk mempererat hubungan antar warga. Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan setiap warga untuk menyokong setiap bagian kegiatan.

7.3.3 SejarahKesenian jathilan yang sekarang hidup di Dusun Tanen merupakan hasil rintisan ayah dari Pak Sakijo pada tahun 1980-an. Dibentuknya paguyuban kesenian jathilan ini dimaksudkan untuk nguri-uri kebudayaan setempat. Jauh sebelum dicetuskan, kesenian jathilan ini telah mengalami perkembangan. Kesenian jathilan yang ada sekarang sudah terpengaruh kesenian reog Ponorogo. Hal ini terjadi karena pelatihnya pernah belajar kesenian tradisional jathilan Ponorogo. Namun demikian, perkembangan atau pun perubahannya tidak total, artinya bentuk dasar atau bentuk pada masa lalu masih sangat kuat keberadaannya. (Madyo Suprapto, Sri Temon, dan Sutrisno, 10 Agustus 2013)

7.3.4 KepengurusanKepengurusan paguyuban kesenian jathilan melibatkan orang tua maupun orang muda tanpa melihat status sosialnya. Kepengurusan ini bersifat sukarela, artinya siapa yang bersedia dapat melibatkan diri menjadi pengurus. Mereka dapat bekerja sama dengan baik, saling mendukung sehingga tidak muncul yang namanya saling “iren”, ingin menjatuhkan orang lain, saling mencela dan sebagainya.

7.3.5 Kegiatan RutinKegiatan rutin paguyuban ini adalah latihan karawitan dan latihan menari jathilan. Kegiatan ini diselenggarakan setiap

Page 13: Ebook usd

malam Minggu dan Rabu, serta malam hari libur lainnya. Latihan ini diselenggarakan di salah satu rumah warga yang memang tempatnya memungkinkan. Dalam latihan ini, siapa saja boleh ikut serta. Dalam kehidupan masyarakat jika ada kegiatan yang rutin apalagi tanpa konsumsi maka ada kecenderungan yang datang dalam kegiatan itu semakin lama semakin sedikit. Dalam kegiatan rutin kesenian jathilan Dusun Tanen, hal itu tidak terjadi. Masyarakat tetap bersemangat berlatih, meskipun dalam setiap latihan tanpa konsumsi

1

. Dengan demikian, paguyuban ini tetap hidup dan berkembang dengan baik. Jika akan pentas, latihan rutin tetap berlagsung dan ditambah waktu lain supaya persiapan pentas lebih matang.

7.3.6 Kegiatan Pentas7.3.6.1 Persiapan

Ketika akan ada kegiatan pentas, diadakan pemilihan untuk penari dan “pengrawit”nya. Siapa saja dapat dipilih, yang penting siap dalam arti memang bisa menari atau “nabuh” gamelan dengan baik dan bersedia tampil. Dalam pemilihan inipun tidak terjadi yang disebut intrik-intrik. Yang terpilih tidak akan bersikap arogan, yang tidak terpilih juga tidak “meri”. Hal ini tampak bahwa mereka sangat menyadari diri sendiri dan memahami pentingnya kerukunan hidup dalam masyarakat.

Di samping pemilihan penari dan “pengrawit”, dilakukan pembagian tugas untuk pemeran-pemeran yang mendukung terlaksananya pentas kesenian jathilan atau yang dalam organisasi sering disebut panitia. Kepanitiaan ini tidak ada penunjukkan secara khusus. Masyarakat sudah merasa dan menyadari posisinya serta kemampuannya masing-masing. Oleh karena itu, dengan spontan mereka melibatkan dan menempatkan diri di bagian kepanitiaan secara sukarela. Sebagai contoh, untuk urusan konsumsi maka orang yang

1 Terkadang ada konsumsi yang dibawa oleh peserta latihan secara sukarela

Page 14: Ebook usd

merasa mampu terlibat dalam urusan konsumsi dengan spontan dan sukarela menyediakan diri untuk mengurus konsumsi. Bahkan, mereka tidak hanya bersedia mengurus konsumsi, mereka juga dengan senang hati menyumbang apa saja yang bisa mereka sumbangkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam pentas jathilan tanpa “jor-joran”. Setiap bagian dalam kepanitiaan itupun tanpa dikoordinasi sudah berjalan dengan baik, sama halnya jika ada orang meninggal atau “sripah” dan “manten”, oleh karena itu, jika ada yang berhalangan hadir maka yang lain tanpa diminta akan menyediakan diri mengerjakan apa yang biasanya dikerjakan oleh yang berhalangan hadir.

Setiap kegiatan pentas pasti membutuhkan biaya. Untuk mendukung dana kegiatan pentas, masyarakat akan menanggung bersama biaya yang dikeluarkan untuk pentas secara sukarela. Mereka yang merasa lebih dari segi ekonomi dengan suka rela akan memberi lebih pula dari pada yang lain. Jadi, segala sesuatu dikerjakan dan didukung bersama tanpa saling curiga dan saling iri.

7.3.6.2 PelaksanaanPentas jathilan diselenggarakan sesuai tujuannya. Tujuan pentas yang utama adalah hiburan, memupuk kerukunan, dan ajang pertemanan. Di samping itu, pentas juga diadakan karena tujuan ekonomi yaitu ketika ada yang “nanggap”. Jika diadakan karena ada yang “nanggap” maka mereka juga menyesuaikan dengan permintaan pe-“nanggap” tanpa mengorbankan pakem- nya.

Sudah menjadi hal yang umum, jika ada suatu pentas kesenian maka akan banyak aktivitas lain yang muncul, terutama orang-orang yang ingin memperoleh rezeki dalam peristiwa itu, misalnya penjual makanan dan mainan anak-anak. Masyarakat Dusun Tanen adalah masyarakat yang terbuka yang mudah untuk bersaudara dengan siapa saja. Oleh karena itu, dalam setiap pentas jathilan belum pernah, dan tidak diharapkan terjadi kerusuhan. Siapapun

Page 15: Ebook usd

yang ingin mencari rezeki dalam keramaian pentas tidak dilarang. Mereka juga sudah saling memahami sehingga tidak ada yang berebut tempat, berebut pembeli, tidak egois, dan sebagainya. Dalam berjualan pun mereka tidak memanfaatkan kesempatan dengan meraup untung sebanyak-banyaknya. Mereka tetap berjualan dengan cara yang wajar, seolah-olah mereka menghayati etika profesi.

Demikian halnya jika mereka membutuhkan air atau penerangan untuk aktivitas jathilan atau jualan atau yang lain. Asalkan mereka sudah meminta izin, pasti akan diberi. Artinya jika seseorang sudah memasang lampu maka yang lain sudah berpikir positif bahwa seseorang tersebut sudah punya izin dari pemilik aliran listrik, dan itu juga sudah bisa dipastikan bahwa yang memasang lampu memang sudah meminta izin. Dengan demikian tidak akan muncul permasalahan.

Dalam kaitannya dengan konsumsi, siapapun yang merasa mampu akan terlibat bersama, bahkan membawa bahan-bahan masakan secara patungan.

7.3.6.3 Akhir pementasanSetelah pelaksanaan kegiatan pentas jathilan, dengan spontan dan sukarela pula mereka membersihkan tempat kegiatan, membuang sampah, membereskan peralatan yang digunakan dan sebagainya secara bersama-sama dan bertanggungjawab. Kostum yang kotor dan rusak setelah dipakai menari pun menjadi tanggung jawab bersama. Warga dengan sukarela akan membantu untuk membersihkan dan memperbaiki yang rusak.

8. PENUTUP

Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa kesenian jathilan telah menjadi media penting yang mendukung kerukunan warga Dusun Tanen. Dalam setiap kegiatan

Page 16: Ebook usd

paguyuban kesenian jathilan, warga dengan sukarela melibatkan diri di dalamnya. Dalam keterlibatan itu tidak ada batas usia, tingkat ekonomi, tingkat sosial, profesi, dan agama.

DAFTAR PUSTAKA

“Free Team Building Activities Ideas” h t t p : / / w w w .businessballs.com/ freeteambuildingactivities.htm. Diakses tanggal 14 Januari 2010.

Asep Ruhimat, dkk., 2011, Ensiklopedia Kearifan Pulau Jawa, Solo: Tiga Serangkai

Binanto, I, 2010, Multimedia Digital: Dasar Teori + Pengembangannya, Andi Offsett

Brooks, Ann, 2011, Postfeminisme dan Cultural Studies, terj. Kunto Adi Wibowo, Yogyakarta: Jalasutra

Chandra, 2004, ActionScript Flash MX 2004 untuk Orang Awam, Maxikom

Edi Sedyawati, 2010, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Jakob Sumardjo, 2002, Arkeologi Budaya Indonesia, Yogyakarta: CV Qalam Jeprie, M., 2005, Aplikasi Praktis dengan ActionScript 2.0 Menggunakan Flash MX 2004, Elexmedia Komputindo

Kaelan, Drs. H. (2001). Edisi Reformasi, 2001, Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.

Kaelan. (1986). Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma

Kaelan. (1999). Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma

Keesing, M., 1989, Anthropologi Budaya, Jakarta: Erlangga Koentjaraningrat, 1980, Sejarah Teori Anthropologi I, Jakarta: UI-Press Koentjaraningrat, 1986: Pengantar Ilmu Anthropologi, Jakarta: Rineka Cipta

Koentjaraningrat, 1997, Pengantar Anthropologi: Pokok-pokok Etnografi

Page 17: Ebook usd

II, Jakarta: Rineka Cipta

Koentjaraningrat, 2002, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan

McRobbie, Angela, 2011, Postmodernisme dan Budaya Pop, terj. Nurhadi, Bantul: Kreasi Wacana

Muji Sutrisno dan Hendar Putranto (ed.), 2005, Teori-teori Kebudayaan,

Yogyakarta: Kanisius

Notosusanto, Nugroho. (1981). Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara.

Jakarta : PN Balai Pustaka

Pranarka, A.M.W. (1985). Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila. Jakarta : CSIS Sartono Kartodirdjo, 1990, Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah,

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Subakti, Y.R. (ed.) (2013). Pendidikan Pancasila. Membangun Masyarakat Bermartabat dalam Perspektif Pancasila. Yogyakarta : Penerbit Universitas Sanata Dharma.

Suhadi. 2002. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Klaten : Penerbit Yayasan Humaniora.

Sutiyono. “Mengenal dan Memahami Seni Tradisional Jathilan di Era Global”. Makalah disampaikan dalam kegiatan Workshop dan Festival Seni Tradisi dengan tema “Eksistensi Seni Tradisi Di Era Global”, di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, 5-6 Agustus 2009.

Sutiyono. Tantangan Seni Tradisional di Tengah Arus Globalisasi. FBS-UNY Sutopo, A.H., 2003, Multimedia Interaktif dengan Flash, Graha Ilmu

Suwarno, PJ. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi/Anti Korupsi. Jakarta: Kemendikbud. Cetakan 1. Desember 2011

Page 18: Ebook usd

Vaughan, T., 2004, Multimedia: Making It Work, Sixth Edition, McGraw-Hill Companies.

Narasumber :

No Nama Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Alamat

1 Sakijo Laki-laki 56 1. Petani2. Pawang Jathilan

Dus

un T

anen

2 Suroto Laki-laki 431. Pedagang2. Ketua Paguyuban

Kudho Prasojo3 Madyo Suprapto Laki-laki 80 Pensiunan PNS

4 Sri Temon Laki-laki 65 Pensiunan Perangkat Desa

5 Sutrisno Laki-laki 58 Petani6 Subekti Perempuan 48 Guru7 Kuwati Perempuan 40 Petani8 Muryanti Perempuan 48 Ibu rumahtangga9 Suyati Perempuan 39 Ibu rumahtangga10 Leonardus Dwi Kurnia Laki-laki 13 Pelajar

11 Patricia Paskalia Maharani Putranti Perempuan 18 Mahasiswa

12 M. Agastha Nareswari Perempuan 12 Pelajar13 Marsiyem Perempuan 60 Ibu Rumah Tangga14 Tri Widinugroho Laki-laki 20 Mahasiswa