ecthyma contagiosa (orf)

Upload: bennie-andista

Post on 31-Oct-2015

192 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Ecthyma Contagiosa (Orf )

PENGERTIANKambing dan domba merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara petani ternak di pedesaan dengan berbagai tujuan, antara lain sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk keperluan hidupnya. Namun demikian, dalam pemeliharaan ternak kambing memerlukan perhatian terhadap kesehatannya. Salah satu penyakit yang biasanya timbul dan perlu diwaspadai adalah penyakit Orf.

Gambar. Orf pada kambing dan dombaOrf adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Virus ini juga dikenal dengan nama contagious pustular dermatitis, infectious labial dermatitis , ecthyma contagiosum, thistle disease dan scabby mouth atau sore mouth (Winter dkk., 1999). Penyakit Orf tersebar luas hampir di seluruh dunia (kosmopolitan) dimana ternak kambing atau domba diternakkan, termasuk di Indonesia. Hewan yang sensitif terhadap penyakit ini pun cukup beragam, mulai dari kambing, domba, unta, llama, sampai kijang (Gitao, 1994; Mattson, 1994; Gameel dkk., 1995). Manusia dan anjing juga sangat peka terhadap Orf (Sewell dan Brocklesby, 1990). Namun demikian, tidak diperoleh bukti bahwa jenis hewan lain selain yang disebutkan di atas dapat terserang penyakit Orf (Buttner dkk., 1995).Ecthyma Contagiosa atau yang biasa disebut Orf adalah penyakit kambing menular yang umum dan merupakan penyakit viral yang sangat infeksius. Penyakit ini ditandai dengan terbentuknya lesi-lesi pada kulit berupa keropeng,bernanah,basah, terutama pada daerah moncong dan bibir. Anak domba dengan umur 3-6 bulang paling banyak menderita , meskipun yang berumur beberapa minggu dan hewan dewasa juga dapat menderita sangat parah. Diketahui juga bahwa penyakit orf pada kambing dapat menular ke manusia (zoonosis) lewat luka abrasi, atau saat memerah susu, atau karena kelalaian pada saat melakukan vaksinasi.ETIOLOGIPenyakit kambing yang dikenal dengan nama Orf ini disebabkan oleh virus cacar pada ungulata berkuku genap, bersifat dermatotropik. Virus tersebut sedikitnya terdiri dari 6 galur yang semuanya potensial menyebabkan penyakit Orf.Virus orf berukuran antara 220-250 nm panjang dengan lebar antara 120-140 nm (Hessami dkk., 1979). Precausta dan Stellrhann (1973) melaporkan bahwa virus orf tahan terhadap pemanasan pada suhu 50C selama 30 menit. Virus ini tahan terhadap proses pembekuan dan pencairan dan juga tahan terhadap getaran ultrasonik, tetapi tidak tahan terhadap sinar ultra violet (Sawhney, 1972). Precausta dan Stellmann (1973) juga melaporkan bahwa virus orf tidak tahan terhadap chloroform, tetapi sedikit tahan terhadap ether . Virus orf memiliki antigen presipitasi, fiksasi komplement, serta netralisasi, tetapi tidak memiliki antigen aglutinasi sel darah merah (Abdussalam, 1958). Menurut Subronto (2003), penyakit Orf disebabkan oleh virus cacar pada ungulata berkuku genap, bersifat dermatropik Virus tersebut sedikitnya tersiri dari 6 galur yang semuanya potensial menyebabkan penyakit orf. Virus juga sangat mirip dengan penyebab penyakit pseudocowpox, yang lesinya mirip dengan lesi cacar pada puting susu sapi. Penderita yang sembuh dari penyakit memiliki kekebalan yang disebabkan oleh terbentuknya antibodi yang bersifat protektif. Antibodi dapat dikenali dengan uji agar sel immuno diffusion (AGID-T), CFT, dan uji serologik lainnya. Pengenalan virus dapat juga dilakukan dengan biakan jaringan testis anak domba, yang bila diinfeksi virus, segera terjadi efek sitopatogenik (CPE). Secara elektron mikroskopik virus juga dapat dikenali karena bentuknya yang khas.

Gambar. Ecthymacontagiosaovis pada jaringan epitel kulit kambing dan gambaran 2D virus orf.Orf disebabkan oleh virus parapox dari family poxviridae dan termasuk dalam genus parapox virus (Fauquet dan Mayo, 1991; Fenner dkk., 1998). Virus Orf berukuran relatif besar sekitar 300-450 nm x 170-260 nm dan struktur luarnya seperti rajutan benang wol (Kluge dkk., 1972). Merupakan virus tipe DNA yang berbentuk ovoid (Mercer dkk., 1997). Mempunyai ciri khas bergaris-garis seperti permukaan buah nenas apabila dilakukan pengamatan dibawah mikroskop elektron dengan pewarnaan negatif menggunakan reagen phospotungtic acid. Virus ini amat tahan terhadap pengaruh suhu lingkungan sehingga tetap infektif dalam waktu relatif lama di luar tubuh hewan dan juga virus ini juga sangat tahan terhadap kekeringan serta dapat tinggal dalam suatu kandang pada suhu ruangan selama 15 tahun (Subronto, 2003).

Gambar. Dematitis AkutVirus penyebab penyakit kambing ini juga sangat mirip dengan penyebab penyakit pseudocowpox, yang lesinya mirip dengan lesi cacar pada sapi. Penderita yang sembuh dari penyakit memiliki kekebalan yang disebabkan oleh terbentuknya antibodi yang bersifat protektif.SEJARAH KEJADIANPenyakit Orf pertama kali dideteksi di Inggris dan Perancis antara tahun 1888-1923. Penyakit ini ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 1910 hasil pelacakan oleh Mohler. Investigasi dalam skala besar mengenai penyakit Orf dilaporkan oleh Glover di Inggris pada tahun 1928. Nama penyakit Orf yang digunakan pada waktu itu adalah contagious pustular dermatitis. Menurut Adjid (1993), di Indonesia penyakit Orf pertama kali dilaporkan kejadiannya di Langsa, Aceh pada tahun 1914.EPIDEMIOLOGIVirus bersifat kosmopolitan, menyerang domba dan kambing dengan angka sakit kadang-kadang mencapi 100%. Kematian pada anak domba mencapai 15%, karena lesi ikutan pada saluran pernafasan, atau karena infeksi sekunder dan berkembangnya biadi lalat (myiasis). Virus sangat tahan terhadap kekeringan, dapat tinggal didalam suatu kandang pada suhu ruangan selama 15 tahun. Selain domba dan kambing, ternka sapi dan manusia juga dapat tertular (subronto, 2003).Kambing dan domba yang terserang penyakit orf dan kemudian sembuh menjadi kebal terhadap serangan penyakit orf. Kekebalan ini berlangsung paling sedikit selama setahun setelah ternak sembuh dari penyakit ini. Kekebalan yang diperoleh ini hanya sedikit saja diturunkan oleh seekor induk kepada anaknya. Akibatnya anak-anak kambing atau domba yang masih sangat muda dan mendapat serangan orf yang berat kebanyakkan akan mati (Thedford, 1984). Menurut Subronto (2003) penularan pada manusia terjadi lewat luka abrasi, atau saat memerah susu, atau karena kelalaian saat melakukan vaksinasi.

Gambar. Orf pada sapiEPIZOOTIOLOGIPenyakit ini dikenal di Indonesia pada tahun 1931 (Bubberman dan Kraneveld). Pada tahun 1979, penyakit ini dilaporkan di Yogyakarta, Kudus, Banyuwangi, Pasaman, Karangasem, Negara dan Medan.Orf hanya menyerang kambing dan domba. Penyakit ini menimbulkan kekebalan yang berjangka waktu lama, oleh karenanya pada daerah-daerah enzootic penyakit ini ditemukan pada hewan muda, sedangkan di daerahdaerah yang baru pertama kali diserang, penyakit ini ditemukan pada hewan dari segala umur.GEJALAGejala pertama dari penyakit Orf ditandai oleh adanya bintik-bintik merah pada kulit bibir, yang kemudian berubah menjadi lepuh-lepuh. Lepuh-lepuh membesar yang pada akhirnya terlihat bentukan-bentukan keropeng yang menonjol, bentukan keropeng ukurannya bervariasi sampai dengan 5 mm, dan menyembul dari permukaan kulit setinggi 2-4 mm. Lesi-lesi ini biasanya tersebar pada permukaan bibir/mulut, atau juga sekitar hidung, dagu, dan sekitar kelopak mata, atau tempat lainnya yang kurang berbulu. Lesi penyakit Orf bersifat lokal, artinya tidak sistemik atau menyebar ke seluruh tubuh. Bagian kulit yang menderita kalau tertekan terasa sakit, hal ini menyebabkan menurunnya nafsu makan. Kulit jadi menebal karena adanya granulasi jaringan. Lesi juga dapat ditemukan pada daerah pipi. Oedem yang terjadi juga menyebabkan regangan kulit, hingga kadang terbentuk luka iris (fisurae).Kesembuhan pada penyakit yang tidak berat terjadi dalam waktu lebih kurang 3 minggu, ditandai dengan hilangnya keropeng dari daerah sekitar mulut.Pada kambing dan domba, gejala klinis akan muncul 1-3 hari pasca infeksi. Penyakit orf dapat berlangsung antara 3-4 minggu tergantung pada kondisi ternak. Kondisi ini akan menjadi lebih parah dan lebih lama apabila diikuti oleh infeksi sekunder. Identifikasi beberapa bakteri yang berperan sebagai infeksi sekunder, yaitu Staphylococcus aureus,S.epidermisdanCorynebacterium pyogenes. Kekebalan pada induk yang terinfeksi relatif rendah sehingga anak yang dilahirkan masih memungkinkan untuk terjangkit penyakit ini. Ternak dengan gangguan kekebalan dilaporkan dapat menderita orf hingga berbulan-bulan. Ternak yang sembuh biasanya memiliki kekebalan selama setahun. Diagnosis penyakit orf dapat dilakukan secara klinis karena sangat menciri. Diagnosis secara laboratoris dengan Presipitasi Agar Gel (PAG) dan Tehnik Antibodi Flouresen (TAF). Jika terdapat lesi dibagian tubuh selain bibir, maka diagnosisnya perlu ditambah dengan pemeriksaan laboratorium karena penyakit lain seperti cacar kambing, radang mulut dan lidah biru juga menunjukkan gejala yang relatif sama. Pada pemeriksaan pasca mati, lesi mungkin dapat ditemukan pada mukosa mulut sepanjang gusi, lidah, langit-langit dan saluran pencernaan.PATOGENESISPatogenesa dari penyakit Orf adalah dermatitis yang ditandai oleh terbentuknya papula, vesikula pada ambing, puting susu, pustula dan keropeng daerah bibir, lubang hidung, kelopak mata, tungkai, perianal dan selaput lendir rongga mulut (Ressang, 1984). Penyakit Orf bersifat cepat menular. Masa inkubasi dari penyakit ini berlangsung selama 2-3 hari.Mekanisme patogenesis penyakit Orf secara lebih rinci dijelaskan oleh Merchant dan Barner (1973). Lesi mula-mula terbentuk sebagai papula ataupun macula akibat dari adanya proliferasi sel-sel epitel dari lapisan malpighi pada epidermis. Sel-sel dalam nodula tersebut kemudian mengalami degenerasi hidrofobik, lalu membengkak dan akhirnya pecah berbentuk vesikula. Akibat adanya peradangan ini leukosit menginvasi vesikula dan terbentuklah pustula yang kemudian mengalami ruptur sehingga terjadi ulcerasi yang akhirnya terbentuk keropeng tebal berwarna keabu-abuan kira-kira pada hari ke-10.Setelah virus memasuki mukosa kulit atau mulut, kemudian terjadilah proliferasi dan segera menimbulkan lesi primer papulae dan vesikulae. Vesikulae segera berubah jadi pustulae setelah terjadi reruntuhan jaringan dan sel-sel darah, sehingga rongga akan terisi dengan nanah. Vesikulae dan Pustulae yang pecah akan diikuti dengan pembentukan keropeng, lalu terjadilah lesi superfisial. Radang kulit tersebut dikenal sebagai dermatitis pustularis contagiosa.MEKANISME PENULARAN/TRANSMISIPenularan penyakit Orf adalah melalui kontak langsung antara hewan peka dengan hewan sakit Orf atau dengan kontaminan di lingkungan. Infeksi virus tersebut dapat masuk melalui perlukaan-perlukaan di permukaan kulit akhibat dari lapangan pengembalaan yang terdapat banyak duri yang dapat membuat luka. Penularan penyakit ke induk dapat juga terjadi ketika anak yang terserang Orf menyusu pada induknya, sehingga infeksi terjadi pada puting susu (Abu Elzein dan Housawi, 1997).DIAGNOSISDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan dari gejala klinis yang ditemukan di lapangan. Jumlah hewan penderita biasanya lebih dari satu kelompok memperkuat dugaan adanya orf. sebagai diagnosa differential perlu dipertimbangkan juga penyakit lain seperti dermatitis karena jamur, penyakit cacar virus, blue tongue. Pada radang ulseratif, penyakit biasanya diderita oleh seekor atau lebih domba atau kambing. Penyebab ulsera yang terjadi biasanya karena infeksi kuman. Pada dermatitis yang disebabkan jamur, lesi ayng terjadi kebanyakan pada daerah kulit yang rambutnya rapat, karena di tempat tersebut kelembapannya tinggi.DIFERENSIAL DIAGNOSADifferensial diagnosa atau diagnosa banding didasarkan atas kesamaan ciri penyakit lain yang ditemukan. Namun, agen penyebab penyakit adalah berbeda. Diagnosa banding terhadap penyakit Orf pada kambing dan domba meliputi dermatitis karena jamur dan eczema facialis (Akoso, 1991) selain itu penyakit oleh virus cacar (sheeppox) serta tumor pada kulit serta bluetongue.PENGOBATAN DAN PENCEGAHANKarena penyebabnya adalah virus, maka tidak ada obat yang efektif terhadap penyakit Orf. Pengobatan yang dilakukan secara simptomatis hanya untuk mencegah infeksi sekunder oleh bakteri dan myasis oleh larva serta mempercepat kesembuhan, misalnya dengan penggunaan antibiotika berspektrum luas seperti oksitetrasiklin dan pemberian multivitamin (Adjid, 1993). Cara lain yang lebih sederhana adalah pengerokan keropeng sampai terkelupas dan sedikit berdarah selanjutnya setelah itu dioleskan methylen blue pada lesinya. Selain itu, dapat juga dengan menggunakan yodium tincture 3% setelah sebelumnya lesi Orf digosok dengan tampon sampai terkelupas lalu di desinfeksi dengan menggunakan alcohol 70% serta dilanjutkan dengan langkah yang terakhir adalah dilakukan penyuntikan antibiotik untuk mencegah super infeksi. Obat anti lalat juga dianjurkan penggunaannya untuk mencegah myasis oleh larva lalat (Abu Elzein dan Housawi, 1997).Pencegahan yang paling tepat untuk kejadian penyakit Orf di daerah endemik dan daerah sporadik terhadap hewan-hewan yang rentan adalah vaksinasi serta menjaga sanitasi kandang dan lingkungan. Vaksinasi sebaiknya dilakukan pada umur sekitar 6-8 bulan. Yang perlu diingat, bahwa vaksin yang digunakan sekarang ini merupakan vaksin hidup (live vaksin) yang belum di atenuasi/dilemahkan sehingga mempunyai resiko penularan lebih lanjut dari penyakit ini, baik kepada hewan lain maupun kepada manusia. Secara tradisional, vaksin dapat dibuat dari keropeng kulit yang dibuat menjadi tepung yang halus, lalu dicampurkan/disuspensikan menjadi 1% dalam gliserin 50%.Aplikasi vaksinasi yaitu dengan mengoleskan vaksin pada kulit paha bagian dalam, daerah leher ataupun telinga. Tujuan vaksinasi itu sendiri adalah diharapkan berhasil menimbulkan imunitas pada anak kambing ataupun domba yang divaksin. Selain dengan vaksinasi, pengawasan lalu lintas ternak juga harus diperketat, hanya hewan yang tidak memperlihatkan gejala klinis penyakit Orf yang boleh dikirim ke wilayah bebas penyakit (Dirjen Peternakan, 2007) dan juga pemeliharaan ternak harus dilakukan secara intensif.PENGOBATANHewan yang sakit dapat diobati dengan antibiotic berspektrum luas untuk infeksi sekunder. Di samping itu dapat juga diberikan multivitamin agar kondisi tubuh dapat diperbaiki. Sedang pada kulit yang sakit dapat diberikan pengobatan lokal dengan salep atau jood tincture.Kambing yang sakit sebaiknya dipisahkan sendiri dan diberi pakan rumput segar dan lunak. Hewan muda yang telah sembuh,menjadi kebal seumur hidup.Mengingat bahwa penyakit ini dapatmenular ke manusia, sebaiknya daging yang berasal dari hewan sakit tidak untuk dikonsumsi. Karena itu pemotongan hewan sakit tidak diperbolehkan.Pemotongan hewan yang sakit atau tersangka sakit tidak dilarang dengan syarat harus di bawah pengawasan dokter hewan yang berwenang.

Gambar. Vesikel dan pustula (pernanahan) pada hidung dan ambing kambing. Gambar. Vesikel pada manusia yang terkena orf (kiri) dan domba yang terkena penyakit orf.TERAPITerapi khusus untuk pengendalian penyakit kambing yang satu ini tidak dikenal. Seringkali yang dilakukan adalah menghilangkan keropeng dengan cara dikerok, akan tetapi terkadang hal ini justru malah memperlambat kesembuhan. Hal yang harus dilakukan adalah mengganti pakan dengan yang lebih halus, untuk kambing yang biasa diberi pakan hijauan bisa dipilih yang halus dan muda. Pemberian beberapa salep antimikrobial, misalnya sulfonamid dapat diberikan.

REFERENSIAnonymous.2009.http://www.pojok-vet.com/peternakan/penyakit-orf-pada-ternak-kambing.htmlAnonymous.2009.http://www.slashnburn.org/index.php?option=com_awiki&view=mediawiki&article=Sheeppox_and_goatpox?qsrc=3044Anonymous.2009.http://www.knowledgescotland.org/briefings.php?id=194Abu Elzein, E.M. and F.M. Housawi. 1997. Severe long-lasting contagious ecthyma infection in goats kid. Zentralbl veterinarmed [B] 44(9) : 561-564.Adjid, R.M.A. 1993. Penyakit Orf pada ternak kambing dan domba serta cara pengendaliannya di Indonesia. Wartazoa. 3(1) :7-10.Akoso, B.T. 1991. Manual untuk Paramedis Kesehatan Hewan. Cet. Ke-2. PT Tirta Wacana, Yogyakarta.Dirjen Peternakan. 2007. Petunjuk teknis kesehatan hewan dan biosekuriti pada unit pelaksana teknis perbibitan versi pdf.Erwin. 2008. Penyakit Orf.http://erwinklinik.multiply.com/journal/item/3.Lestari, Sri Mundi. 2010. Orf pada kambing dan domba. Medik Veteriner di Direktorat Kesehatan Hewan. Manajemen dan teknologi edisi 1. Publikasi budidaya ternak ruminansia.Ressang, A.A (1984). Patologi Khusus Veteriner. Edisi kedua. Team Leader IFAD Project: Bali Cattle Diasease Investigation Unit, Denpasar, Bali.Subronto (2003). Ilmu Penyakit Ternak (mamalia) 1. Edisi kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tugas Penyakit InfeksiusEcthyma Contagiosa (Orf )Oleh:YUSNI MULYANA1002101010122KELAS A

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWANUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM, BANDA ACEH2013