efek posisi beban kompresif dan kadar air...
TRANSCRIPT
EFEK POSISI BEBAN KOMPRESIF DAN KADAR AIR TERHADAP
KETAHANAN PATAH BIJI KAKAO (Theobroma cocoa L.)
Andasuryani 1)
, Renny Eka Putri 1)
, Firdaus 2)
, Khandra Fahmy 1)
1)
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas, Padang
Kampus Limau Manis – Padang 2)
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Padang, Padang
Kampus Limau Manis – Padang
email : [email protected]
Abstrak
Sifat kompresif bahan pertanian dapat memberikan informasi yang bermanfaat dalam desain mesin-mesin
prosesing biji kakao. Gaya rupture, deformasi, energi rupture dan firmness dari biji kakao telah diinvestigasi
sebagai fungsi dari kadar air dan posisi pembebanan. Pengujian kompresif dilakukan pada biji kakao
dengan 5 level kadar air yaitu 7% , 10 %, 14%, 18% dan 22 % (wb) pada posisi pembebanan lateral dan
aksial terhadap diameter mayor. Hasil studi memperlihatkan bahwa adanya efek posisi pembebanan
terhadap gaya rupture, deformasi, energi rupture, namun tidak memberikan efek terhadap firmness. Nilai
gaya rupture, deformasi, energi rupture dan firmness untuk posisi lateral lebih besar dibandingkan pada
posisi aksial. Hasil ini menunjukkan bahwa kerusakan biji kakao akan banyak terjadi jika diberikan posisi
pembebanan secara lateral. Gaya rupture, energi rupture dan firmness dari biji kakao akan menurun dengan
meningkatnya kadar air.
Kata kunci : biji kakao, deformasi, energi rupture, firmness, gaya rupture
1. Pendahuluan
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang berpotensi sebagai
bahan baku pada industri makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik. Komoditas ini telah membawa
Indonesia sebagai negara produsen kakao terbesar ke tiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Dengan
demikian, komoditas ini mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia yaitu sebagai
penyumbang devisa negara. Pada tahun 2013 ekspor biji kakao dan produk olahan biji kakao telah
menyumbang devisa negara sebesar USD 1. 151.494 [1].
Produk olahan biji kakao Indonesia diantaranya adalah cocoa butter, cocoa cake, cocoa liquer dan cocoa
powder. Untuk menunjang proses produksi olahan biji kakao tersebut, maka pengetahuan tentang sifat
mekanik biji kakao sangatlah diperlukan sehingga dapat mencegah kegagalan dalam aplikasi engineering.
Walaupun sudah banyak digunakan alat dan mesin prosesing untuk pengolahan biji kakao, namun sejauh ini
belum ada informasi sifat mekanik biji kakao Indonesia. Pada tahapan proses pengecilan ukuran biji kakao
dengan memberikan beban tekan, maka alat dan mesin yang digunakan harus dapat memberikan gaya dan
energi yang bisa menghancurkan biji kakao tersebut sehingga alat dan mesin dapat bekerja secara efisien dan
efektif. Sementara itu, biji kakao yang dihasilkan memiliki beragam kualitas termasuk kadar air dan tekstur
biji kakao.
Riset-riset yang terkait dengan kajian sifat mekanik produk pertanian telah banyak dilakukan, diantaranya
adalah biji pala Afrika [2], buah apricot, pit dan kernelnya [3], barley [4] dan biji bunga matahari [5]. Hasil-
hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa setiap produk pertanian memiliki karakteristik yang berbeda
ketika diberikan beban tekan. Sehubungan dengan sifat kompresif biji kakao, [6] telah mengkaji sifat
kompresif biji kakao dari Ghana dengan mempertimbangkan efek kadar air dalam rentang 7-22% namun
pada posisi pembebanan secara lateral. [7] menyatakan bahwa berdasarkan pandangan engineering, informasi
dan data pada sifat mekanik biji kakao diperlukan dalam mekanisasi berbagai unit operasi yang terjadi pada
proses pascapanen. Hal itu juga akan membantu dalam pengembangan parameter optimasi untuk keefisienan
dan keefektifan peralatan. Sementara itu, informasi pada posisi pembebanan secara aksial belum dilaporkan.
Disamping itu, [8], [9] menyatakan bahwa sifat tekan dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti kultivar atau
varietas, suhu, dan kadar air dari biji kakao. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efek kadar air
dan posisi pembebanan kompresif baik secara lateral maupun aksial terhadap ketahanan patah biji kakao
Indonesia.
26
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
2. Tinjauan Pustaka
Ilmu yang mempelajari tentang sifat mekanik dan struktur dari buah-buahan dan sayur-sayuran yang berbeda
kondisi fisiknya adalah Rheology [10]. Pengetahuan tentang fisik dan sifat mekanik dari produk pertanian
adalah penting untuk prosedur penyimpanan yang benar, desain, dimensi, manufaktur, analisis tingkah laku
produk prosesing dan peralatan proses yang digunakan dalam pascapanen produk seperti pengeringan,
pembersihan, sortasi, penghancuran, dan penggilingan [11], [12]. Sifat mekanik produk pertanian tersebut
dapat diukur dengan menggunakan kurva antara gaya dan deformasi. Metode yang dapat digunakan untuk
mendapatkan kurva antara gaya dan deformasi, menurut [13] adalah kompresi produk oleh silinder datar
yang kecil (uji plunger), kompresi antara dua plat datar sejajar (uji plat) dan kompresi pada sampel yang
berbentuk kubus antara dua plat datar sejajar. Selanjutnya, sifat-sifat mekanik yang dapat diukur adalah gaya
maksimum dan energi untuk titik pecah (rupture), kekakuan dan deformasi [14].
[15] menyatakan bahwa tekstur adalah faktor variabel yang mempengaruhi semua sifat mekanik buah dan
sayuran. Penentuannya membutuhkan lima parameter utama, yaitu (a) firmness atau hardness yang
didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk mencapai titik deformasi tertentu, (b) elasticity
didefenisikan sebagai laju dimana deformasi bahan kembali ke kondisi awal setelah gaya deformasi
dilepaskan, (c) kohesi didefinisikan sebagai kekuatan ikatan antara partikel internal produk, (d) viscocity
sebagai laju dimana cairan mengalir ke dalam tubuh produk dengan satuan gaya dan e) adhesivitas,
didefinisikan sebagai gaya tarik-menarik yang ada antara permukaan buah atau sayuran, dan bahan lain yang
dengannya bersentuhan. [16] mendefinisikan firmness sebagai ketahanan material terhadap deformasi atau
penetrasi, dan masing-masing bahan ditandai dengan kurva deformasi setelah penerapan berbagai tingkat
kekuatan atau tekanan. Selanjutnya, dilaporkan bahwa beberapa peneliti menyatakan bahwa Model
Elastisitas Young bekerja dengan baik untuk bahan seperti baja, tapi tidak untuk buah-buahan karena mereka
memiliki sifat viskoelastik, dan dengan demikian koefisien elastisitas tertentu dianjurkan untuk jenis produk
ini. [17] juga menganggap bahwa firmness dapat diukur sebagai gaya yang dibutuhkan untuk merusak atau
menembus suatu produk, dan ia menambahkan bahwa metode deformasi memungkinkan mencatat kurva
waktu- firmness, yang dikenal sebagai profil firmness. Menurut [18], daya tahan terhadap pemotongan
dianggap gaya maksimum yang diperlukan untuk mematahkan bahan, sementara plastisitas adalah deformasi
permanen pada material yang mengalami penerapan kekuatan tertentu. [10] mendefinisikan batas elastisitas
sebagai kekuatan terbesar pada material yang dapat bertahan tanpa mengalami deformasi permanen, setelah
gaya dilepaskan kembali.
Kajian tentang sifat mekanik bahan pertanian telah banyak yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
[19] mengukur kekuatan dan energi yang dibutuhkan untuk memulai pecahnya kulit biji kedelai. Untuk
menekan biji kedelai dengan hilus pada posisi horizontal, kekuatan rata-rata untuk memulai pecahnya kulit
biji kedelai adalah turun dari 57,8 N menjadi 44,4 N pada saat kadar air biji meningkat dari 1% menjadi
16%. [20] melakukan kajian serupa untuk kenari dan menemukan bahwa perbedaan antara retaknya kernel
dan kenari tampaknya menjadi indikator diandalkan untuk memprediksi efek dari kadar air dan besarnya
kompresi pada kerusakan kernel. [21] telah menentukan ukuran dan kekuatan pecah dari 10 varietas kacang
almond serta hubungan antara kekuatan pecah dan ukuran kacang. [22] meneliti efek dari kadar air dan arah
pembebanan pada kekuatan pecah, deformasi dan energi dari kacang mete panggang di bawah pembebanan
quasi-statik. Mereka menemukan bahwa semua faktor yang diperiksa secara signifikan mempengaruhi
parameter yang diukur dan pola retaknya kulit kacang.
Pengaruh arah pembebanan dan ukuran biji juga telah diteliti oleh peneliti sebelumnya. [23] melaporkan
bahwa kekuatan retak dan regangan kenari pada kadar air 6 % (bb) berturut-turut berada di kisaran 110-800
N dan 0,01-0,045 mm / mm. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kenari berukuran besar memerlukan
gaya meretakkan yang lebih tinggi dan mengalami deformasi yang lebih dari kenari berukuran yang kecil.
Sementara itu, [6] telah mengkaji sifat kompresif biji kakao dengan mempertimbangkan efek dari kadar air
dalam rentang 7-22% pada posisi pembebanan secara lateral.
3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan tahapan penelitian terdiri
dari persiapan sampel, penentuan dimensi utama dan penentuan sifat mekanik biji kakao.
A. Persiapan sampel
Biji kakao segar varietas forastero diperoleh dari petani kakao di daerah Lubuk Minturun Padang, Sumatera
Barat. Biji kakao tersebut selanjutnya difermentasi selama 5 hari dan dikeringkan dengan pengeringan 27
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
matahari sampai kadar air 6,3 ± 0,3 % (bb) yang ditentukan dengan metode oven pada suhu 1050
C sampai
kadar airnya konstan. Selanjutnya, biji kakao dikondisikan dengan lima level kadar air yaitu 7%, 10%, 14%,
18% dan 22%. Biji kakao dengan level kadar air yang diinginkan diperoleh dengan merendam biji kakao
selama ± 3 jam sehingga mencapai kadar air 22 ± 0,4 % (bb). Selanjutnya, biji dimasukkan ke dalam plastik
polietilen dan disimpan di refrigerator pada suhu 50C selama 24 jam untuk keseragaman kadar air.
Berikutnya, biji kakao tersebut dikeringkan dengan menggunakan moisture analyzer.
B. Penentuan Dimensi Utama
Ukuran rata-rata biji kakao ditentukan dengan mengambil 100 biji kakao secara random dan ditentukan
panjang (L), lebar (W) dan tebal (T) menggunakan micrometer gauge dengan tingkat ketelitian 0.01 mm.
Gambar 1 memperlihatkan dimensi utama pada biji kakao. Lebar dan tebal biji kakao diukur tegak lurus
terhadap sumbu utama. Diameter rata-rata geometri (Dg) dihitung dengan menggunakan persamaan 1 [24]
sedangkan indeks sphericity (Ɵ) ditentukan dengan persamaan (2) [25].
Gambar 1. Dimensi utama biji kakao
(1)
(2)
C. Penentuan Sifat Mekanik
Pengujian kompresif dilakukan dengan menggunakan universal testing machine yang dikontrol dengan
mikro-komputer. Selama pengujian, masing-masing biji kakao diletakkan antara dua plat sejajar dan ditekan
sampai pecah. Ketika titik pecah diketahui, pemberian gaya dihentikan. Pengaruh posisi pembebanan
ditentukan dengan penempatkan biji kakao secara lateral dan axial (Gambar 2) lalu ditekan dengan gerakan
plat pada kecepatan 1.2 mm/menit sampai spesimen pecah. Deformasi diperoleh dari kurva gaya-deformasi
untuk masing-masing biji kakao. Energi yang diserap (Ea) oleh biji kakao pada saat rupture dihitung dengan
menggunakan persamaan 3 dan firmness dihitung dengan menggunakan persamaan 4 [26]. Fr adalah gaya
rupture (N) dan Dr adalah deformasi (mm).
Gambar 2. Orientasi biji kakao dibawah pembebanan kompresif
Hasil yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis varian (Anova) untuk menguji efek
posisi pembebanan dan kadar air terhadap sifat mekanik biji kakao. Analisis dilakukan dengan menggunakan
28
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
IBM SPSS 20 pada level signifikan 0.01. Tiga biji kakao diuji pada setiap level kadar air pada masing-
masing posisi pembebanan.
(
) (3)
(
) (4)
4. Hasil dan Pembahasan
Dimensi biji kakao
Dimensi bji kakao yang digunakan untuk pengujian pembebanan kompresi diperlihatkan pada Tabel 1
dengan rata-rata 21,46 mm, 12,51 mm dan 7,79 mm berturut-turut untuk dimensi panjang, lebar dan tebal.
Nilai sphericity yang diperoleh berkisar dari 0,55 – 0,64.
Tabel 1. Diameter biji kakao
L
(mm)
W
(mm)
T
(mm)
Dg
(mm)
Rata-rata 21,46 12,51 7,79 12,73
Maksimum 27,40 19,21 11,00 16,08
Minimum 12,91 10,24 4,61 10,54 Keterangan: L = diameter minor
W = diameter mayor
T = diameter intermediate GM = diameter geometrik
Gaya rupture
Karakteristik gaya-deformasi akibat pembebanan kompresif pada biji kakao diperlihatkan pada Gambar 3.
Kurva gaya-deformasi dapat memberikan informasi tentang gaya rupture, yaitu gaya awal yang dapat
menyebabkan produk pecah. Gaya rupture mengindikasikan gaya minimum yang dibutuhkan untuk
pengupasan kacang dan menggiling biji [27], [28]. Kurva gaya-deformasi yang diperoleh ini mirip dengan
kurva gaya-deformasi untuk produk pertanian lainnya seperti yang dilaporkan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya [26], [14], [29]. Sementara itu, titik pada kurva gaya-deformasi yang menunjukkan terjadinya
penurunan gaya secara mendadak setelah terjadinya rupture disebut dengan titik rupture [26].
Gambar 3. Kurva gaya-deformasi biji kakao
Pembebanan kompresif termasuk kepada sifat mekanik yang dapat menyebabkan terjadinya rupture pada biji
kakao. Efek posisi pembebanan terhadap gaya rupture adalah signifikan (p<0.01). Gaya rupture pada posisi
lateral lebih besar dari gaya rupture pada posisi aksial (Gambar 4). Pada saat pembebanan lateral,
dibutuhkan gaya sebesar 120 N pada kadar air 7% dan 20 N pada kadar air 22%. Sementara itu, pada
29
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
pembebanan secara aksial dibutuhkan gaya yang lebih kecil yaitu sebesar 26.67 N pada kadar air 7% dan
23.33 N pada kadar air 22%. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh [2], [4].
Hasil studi memperlihatkan bahwa gaya rupture yang menyebabkan biji kakao menjadi pecah akan menurun
dengan meningkatnya kadar air baik pada posisi pembebanan secara lateral maupun aksial. Hal ini
disebabkan karena biji kakao dengan kadar air yang tinggi mempunyai tekstur yang lebih lunak sehingga
membutuhkan gaya yang kecil untuk dapat pecah. Efek kadar air terhadap gaya rupture dengan pembebanan
lateral adalah signifikan (p<0.01). Rata-rata gaya rupture dengan pembebanan lateral pada level kadar air
18% dan 22% adalah sama, namun berbeda pada level kadar air 7%, 10% dan 14%. Sementara itu, efek
kadar air terhadap gaya rupture dengan pembebanan aksial adalah tidak signifikan (p>0.01). [30] juga telah
mempelajari pengaruh kadar air pada sifat mekanik jagung pipil dengan tekanan aksial secara individu pada
rentang level kadar air dari 6.5 sampai 28%. Hasil studi menunjukkan bahwa setiap penurunan parameter
yang diamati menurun dengan meningkatnya kadar air. [31] juga menunjukkan hasil yang sama tentang efek
kandungan air dan orientasi pembebanan pada sifat mekanik kacang balanites yaitu sifat mekanik akan
menurun dengan meningkatnya kadar air. Hal ini disebabkan karena biji dengan kadar air tinggi menjadi
lunak dan membutuhkan gaya yang kecil. [32] juga menambahkan bahwa biji-bjian menjadi sangat sensitive
terhadap keretakan pada kadar air yang tinggi sehingga dibutuhkan gaya yang kecil untuk rupture.
Gambar 4. Gaya rupture sebagai fungsi kadar air
Deformasi
Deformasi terkait dengan perubahan bentuk atau kerusakan pada bahan akibat mendapat beban atau gaya.
Hasil studi memperlihatkan bahwa efek posisi baik lateral ataupun aksial terhadap deformasi biji kakao
adalah signifikan (p<0.01). Deformasi pada posisi lateral lebih besar dari deformasi pada posisi aksial
(Gambar 5). Pada saat pembebanan lateral, terjadi deformasi sebesar 3.49 mm pada kadar air 7% dan 1.72
mm pada kadar air 22%. Sementara itu, pada pembebanan secara aksial deformasi yang terjadi sebesar 0.92
mm pada kadar air 7% dan 2.77 mm pada kadar air 22%. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan biji kakao
akan banyak terjadi jika diberikan posisi pembebanan secara lateral. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh
[2].
Gambar 5. Deformasi sebagai fungsi kadar air
Efek kadar air terhadap deformasi dengan pembebanan lateral dan pembebanan aksial adalah tidak signifikan
(p>0.01). Faktanya, bahan dengan kadar air yang tinggi akan mempunyai tekstur yang lunak sehingga ketika
diberikan beban atau gaya maka bahan akan mudah mengalami deformasi atau deformasinya akan meningkat 30
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
juga. Kondisi ini ditemui pada biji kakao yang mendapat beban aksial dan hasil yang sama juga dilaporkan
oleh [2].[5]. Namun pada kasus pembebanan lateral, biji kakao dengan kadar air yang tinggi mempunyai
nilai deformasi yang lebih kecil dibandingkan dengan biji kakao yang berkadar air rendah. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena kulit biji kakao dengan kadar air tinggi bersifat agak liat sehingga ketika
diberikan beban maka bahan akan lebih cepat mampat.
Energi rupture
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa profil kurva energi rupture mirip dengan gaya rupture. Hal ini
disebabkan karena nilai energi rupture dihitung berdasarkan nilai gaya rupture dan deformasi. Nilai gaya
rupture yang lebih besar dari deformasi menyebabkan terbentuknya kurva yang mirip. Sama halnya dengan
efek posisi pembebanan terhadap gaya rupture dan deformasi, efek posisi terhadap energi rupture adalah
signifikan (p<0.01). Energi rupture pada posisi lateral lebih besar dari deformasi pada posisi aksial (Gambar
6). Pada saat pembebanan lateral, energi rupture yang diperoleh adalah sebesar 0.209 J pada kadar air 7%
dan 0.017 J pada kadar air 22%. Sementara itu, pada pembebanan secara aksial energi rupture yang
diperoleh adalah sebesar 0.012 J pada kadar air 7% dan 0.032 J pada kadar air 22%. Efek kadar air terhadap
energi rupture dengan pembebanan lateral adalah signifikan (p<0.01). Namun tidak demikian halnya dengan
efek kadar air terhadap energi rupture dengan pembebanan aksial menunjukkan efek yang tidak signifikan
(p>0.01).
Gambar 6. Energi rupture sebagai fungsi kadar air
Firmness
Firmness menunjukkan gaya yang dibutuhkan untuk mencapai titik deformasi. Nilai firmness ditentukan
oleh nilai gaya rupture dan deformasi. Efek posisi pembebanan terhadap firmness, adalah tidak signifikan
(p>0.01). Nilai firmness pada posisi lateral diperoleh sebesar 34.417 (N/mm) pada kadar air 7% dan 11.650
(N/mm) pada kadar air 22%. Pada posisi aksial, nilai firmness diperoleh sebesar 29.091 (N/mm) pada kadar
air 7% dan 8.434 (N/mm) pada kadar air 22%. Efek kadar air terhadap energi rupture dengan pembebanan
lateral adalah tidak signifikan (p>0.05). Gambar 7, memperlihatkan nilai firmnees pada beberapa level kadar
air. Bahan dengan kadar air yang tinggi, mempunyai tekstur yang lunak sehingga mempunyai nilai firmness
yang kecil dan sebaliknya.
Gambar 6. Firmness sebagai fungsi kadar air
31
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
5. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sifat mekanik biji kakao merupakan fungsi posisi
pembebanan dan kadar air. Efek posisi pembebanan terhadap gaya rupture, deformasi, energi rupture secara
statistik adalah signifikan dan tidak signifikan terhadap firmness. Nilai gaya rupture, deformasi, energi
rupture dan firmness untuk posisi lateral lebih besar dibandingkan pada posisi aksial. Hal ini
mengindikasikan bahwa tingginya ketahanan biji kakao terhadap rupture pada posisi lateral. Semakin tinggi
kadar air maka gaya rupture, energi rupture dan firmness cenderung menurun.
Daftar Pustaka
.
[1] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia 2013-2015. Direktorat Jenderal Perkebunan.
Jakarta.
[2] Burubai W, Akor AJ, Igoni AH dan Puyate YT. 2008. Fracture resitance of African Nutmeg (Monodora myristica)
to compressive loading. American-Eurasian Journal of Scientific Research 3 (1): 15-18. ISSN 1818-6785
[3] Ahmadi H, Fathollahzadeh H, dan Mobli H. 2009. Post harvest physical and mechanical properties of apricot fruits,
pits and kernels (C.V. Sonnati Salmas) Cultivated in Iran. Pakistan Journal of Nutrition 8 (3): 264-268. ISSN 1680-
5194
[4] Jangi A. Nouri, S.A. Mortazavi, M. Tavakoli , A. Ghanbari ,H. Tavakolipour,G.H. Haghayegh. 2011. Comparison
of mechanical and thermal properties between two varieties of barley (Hordeum vulgare L.) grains. AJAE 2 (5):
132-139. ISSN: 1836-9448
[5] Jafari S, Khazaei Javad, Akbar Arabhosseini, Jafar Massah, Mohammad Hadi Khoshtaghaza. 2011. Study on
mechanical properties of sunflower seeds. Electronic Journal Of Polish Agricultural Universities. 14 (1).
[6] Bart-Plange, A., Addo, A., Abano E.E., Akowuah, J.O. 2012. Compressive Properties of Cocoa Beans Considering
the Effect of Moisture Content Variations. International Journal of Engineering and Technology. 2 (5): 850-858.
ISSN:2049-3444
[7] Burubai W, Akor AJ, Igoni, AH Puyate YT. 2007. Effect of loading rate and pre-heating time on the strength
properties of African nutmeg (Monodora mytostica. International Agrophysics. 21, 317-322
[8] Delwiche SR. 2000, Wheat endoeperm compressive strength as affected by moisture. Transaction of ASAE, 43 (2),
365-373.
[9] Shitanda D, Nishiyama Y, Koide S. 2002. Compresive strength properties of rough rice condidering variation of
contact area. Journal of Food Engineering. 53, 53-58
[10] Mohsenin, N. N. 1970. Physical properties of plant and animal materials. Vol.1. Structure, Physical Characteristics
and Mechanical Properties.Gordon and Breach Sci. New York, USA. 438 p.
[11] Akaaimo DI, Raji AO. 2006. Some physical and Engineering properties of prosopis Aficana seed. Jounal of
Bisystems Engineering. 95, 197-205
[12] Afonso Junior PC 2001. Coffe physical, physiological aspect and coffe quality in function of drying ang storage.
Doctorate Thesis in Agricultural Enginnering. Agricultural Engineering Department, Federal University of Vicosa,
Vicosa, MG. Brazil
[13] Fischer, R. R., J. H. von Elbe, R. Schler, H. Bruhn, and J. Moore. 1969. Some physical properties of sour cherries.
Trans. ASAE 12: 175-179.
[14] Khazaei J. 2008. Characteristics of Mechanical Strength and Water Absorption in Almond and its Kernel. Cercetčri
Agronomice in Moldova. Vol. XLI. No. 1(133): 37-51.
[15] Szczesniak, A. S. 1973. Instrumental methods of textural measurements. In: Texture Measurements of Foods.
Kramer A., and A. S. Szczesniak (eds.). Reidel Pub. USA. pp:71-104.
[16] Fekete, A. 1994. Elasticity characteristics of fruits. Acta Hort. 368:199-205.
[17] Watada, A. E. 1995. Methods for determining quality of fruits and vegetables. Acta Hort. 379: 559-567.
[18] Finney, E. 1973. Elementary concepts of rheology relevant to food texture studies. In: Texture Measurements of
Foods. Kramer, A., and A. S. Szczesniak (eds.). Reidel Pub. USA. pp: 33-51.
[19] Bilanski W.K., 1966 - Damage resistance of seed grains. Trans. ASAE. 9, 360-363. Cercetari Agronomice în
Moldova .Vol. XLI No. 1 (133): 37-51.
[20] Liang T., Chin L., Mitchell J.B., 1984 - Modelling Moisture Influence on Macadamia nut Kernel Recovery. Trans.
ASAE. 28 :1538 – 1541.
[21] Kalyoncu I.H., 1990 - A selection study on determining important characteristics of almond trees in Turkey, Master
thesis, University of Ondokuz Mays, Samsun, Turkey
[22] Oloso A.O., Clarke B., 1993 - Some Aspect of Strength Properties of Cashew Nuts. J. Agric. Engng. Res. Vol 55: 27
– 43
[23] Borghei A.M., Khazaei J., Tavakoli T. 2000. Design, construction and testing of walnut cracker. AgEng
Conference. Paper No: 00-PH-029.
[24] Altuntas E, Şekeroğlu. 2008. Effect of egg shape index on mechanical properties of chicken eggs. Journal of Food
Engineering 85: 606–612.
[25] Mohsenin N.N. 1980. Physical Properties of Plant and Animal Materials. Gordon and Breach Science Publishers.
New York 32
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x
[26] Mohsenin, NN. 1987. Physical Properties of Plant and Animal Materials: Structure, Physical Characteristics and
Mechanical Properties. Updated and Revised Edition. Gordon and Breach Science Publishers, New York.
[27] Sirisomboon P, Kitchaiya P, Pholpho T, Mahuttanyavanitch W. 2007. Physical and mechanical properties of
jatropha curcas L. Friuts, nuts and kernel. Biosistem Engineering 97 (2), 201-207
[28] Galedar MN, Mohtasebi SS, Tabatabaeefar A Jafari A, Fadaei H. 2009. Mechanical properties of pistachio nut and
its kernel under compression loading. Journal Food Enginnering 95, 499-504
[29] Isaac C O dan Obiakor SI. 2011. Fracture resistance of palm kernel seed to compressive loading. Journal of Stored
Product and Postharvest Research. Vol 2 (13): 248-253.
[30] Shelef, L. and N. Mohsemin, 1969. Effects of moisture content on Mechanical properties of Shelled Corn. Cereal
Chem., 5 (1): 242-253
[31] Mamman, E. dan B. Umar. 2005. Effects of moisture content and loading orientation on the mechanical properties
of balanites aegyptiaca nuts. J.Sci.Res.,7 (2): 20-25
[32] Konak M, Carman K, Aydin C. 2002. Physical properties of chick pea seeds. Biosystem Eng 82: 73–78.
Biodata Penulis Andasuryani, memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian (S.TP), Program Studi Mekanisasi Pertanian Faperta
[Universitas Andalas], lulus tahun 1996. Tahun 2003 memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) dari Program Keteknikan
Pertanian [IPB]. Program Doktor pada Ilmu Keteknikan Pertanian [IPB], lulus tahun 2014. Saat ini sebagai Dosen pada
Jurusan/Prodi Teknik Pertanian [Unand].
.
33
National Conference of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik Negeri Padang, 15 – 16 Oktober 2016 ISSN:2541-111x