efektivitas art therapy dalam mengurangi …eprints.ukh.ac.id/id/eprint/306/1/kian anak kel. 1 rsdm...
TRANSCRIPT
i
EFEKTIVITAS ART THERAPY DALAM MENGURANGI
KECEMASAN PADA REMAJA PASIEN LEUKEMIA
DI RUANG MELATI II RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR NERS (KIAN)
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Program Profesi Ners
Disusun Oleh :
KELOMPOK 1 RSDM
1. Aprilia Ade Herviana SN191012
2. Ayu Setiyawati SN191021
3. Dinda Ayu Wulandari SN191033
4. Febriani Martanti SN191052
5. Haryanto SN191061
6. Ike Wulandari SN191067
7. Intan Indah Bagastri SN191072
8. Neni Budi Purwaningsih SN191104
9. Nita Adenansi SN191110
10. Wirani Intan Saputri SN191177
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN 2019/2020
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa
Karya Ilmiah Akhir Ners yang berjudul :
“Efektivitas Art Therapy Dalam Mengurangi Kecemasan Pada Remaja Pasien
Leukemia Di Ruang Melati II RSUD dr. Moewardi Surakarta” telah melakukan
proses bimbingan dan dinyatakan layak untuk diseminarkan di depan penguji
Dibuat Oleh :
1. Aprilia Ade Herviana 6. Ayu Setiyawati
2. Dinda Ayu Wulandari 7. Febriani Martanti
3. Haryanto 8. Ike Wulandari
4. Intan Indah Bagastri 9. Neni Budi Purwaningsih
5. Nita Adenansi 10. Wirani Intan Saputri
Surakarta, 6 Agustus 2020
Mengetahui,
Pembimbing KIAN
Ns. Meri Oktariani, M. Kep
NIK. 200981037
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena kasih dan penyertaan-Nya, penulis
dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah akhir ners (KIAN) ini tepat pada
waktunya. KIAN berjudul “Efektivitas Art Therapy Dalam Mengurangi
Kecemasan Pada Remaja Pasien Leukemia Di Ruang Melati II RSUD dr.
Moewardi Surakarta” disusun untuk memenuhi syarat akademis dalam rangka
menyelesaikan pendidikan profesi ners pada Universitas Kusuma Husada
Surakarta.
Dalam menjalani proses menyusun KIAN ini, tidak sedikit halangan dan
rintangan yang penulis hadapi. Menyadari bahwa dalam penulisan KIAN ini ada
begitu banyak tangan yang membantu untuk mengoreksi, memberikan bahan dan
informasi yang di butuhkan.serta banyak pikiran dan kata-kata penyemangat yang
diterima oleh penulis. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Ns. Setiyawan., M.Kep selaku Rektor Universitas Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Atiek Murharyati, M. Kep. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Yunita Wulandari, M. Kep selaku Ketua Prodi Sarjana Keperawatan dan
Profesi Ners Universitas Kusuma Husada Surakarta.
4. Ns. Meri Oktariani, M.Kep selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan, bimbingan dan arahan selama penyusunan KIAN.
5. Direktur RSUD Dr. Moewardi yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan praktik keperawatan.
6. Teman-teman seperjuangan atas semangat dan kekompakannya selama ini,
baik suka maupun duka
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini.
v
Penulis menyadari bahwa dalam keterbatasan pengetahuan, kemampuan
dan waktu yang dimiliki, masih banyak kekurangan dalam penulisan penelitian
ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat penulis
harapkan. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
terkait, kalangan akademis dan masyarakat yang berminat terhadap ilmu
keperawatan.
Surakarta, 6 Agustus 2020
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................. ii
KATA PENGANTAR......................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ vi
ABSTRAK........................................................................................................... vii
ABSTRACT........................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 3
1.3 Tujuan ............................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Leukemia........................................................................................... 4
2.2 Art Therapy....................................................................................... 16
2.3 Kecemasan........................................................................................ 20
BAB III SKENARIO KASUS............................................................................. 28
BAB IV STRATEGI PENELUSURAN BUKTI................................................. 29
BAB V PEMBAHASAN..................................................................................... 32
BAB VI KESIMPULAN..................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1 Kuisioner Kecemasan HARS
2 Kuisioner Kecemasan RCMAS
3 Infografis
viii
Program Studi Profesi Ners
Universitas Kusuma Husada Surakarta
EFEKTIVITAS ART THERAPY DALAM MENGURANGI KECEMASAN
PADA REMAJA PASIEN LEUKEMIA DI RUANG MELATI II
RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Aprilia Ade Herviana, Ayu Setiyawati, Dinda Ayu Wulandari, Febriani Martanti,
Haryanto, Ike Wulandari, Intan Indah Bagastri, Neni Budi Purwaningsih,
Nita Adenansi, Wirani Intan Saputri, Ns. Meri Oktariani, M.Kep
ABSTRAK
Latar belakang : Leukemia atau kanker darah adalah penyakit neoplastik yang
beragam, ditandai oleh produksi secara tak normal (transformasi maligna) dari sel-
sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Leukemia dapat
menimbulkan masalah fisik dan psikologis, salah satu masalah psikologis pada
remaja dengan leukemia adalah kecemasan. Penatalaksanaan kecemasan dapat
dilakukan dengan teknik nonfarmakologis, yaitu art theraphy.
Skenario kasus : Pasien An.T usia 17 tahun datang ke RSUD dr. Moewardi
Surakarta atas rujukan dari RS dr. Oen Solo Baru dengan keluhan panas dan nyeri
seluruh anggota tubuh. Pasien mengatakan saat ini akan menjalani kemoterapi
yang ke 3. Pasien mengeluh kepala terasa pusing, badan lemas, serta cemas
dengan kondisi yang dialaminya saat ini karena tidak bisa masuk sekolah
dikarenakan tidak kuat dan menjalani program pengobatan. Saat dilakukan
pengkajian kecemasan didapatkan hasil pre test HARS = 38 (cemas berat), dan
menggunakan RCMAS hasil pre test social alienation 16.66%, worry
oversensitivity 69.23%, physiological concerns 44.44%
Strategi penelusuran bukti : Penelusuran jurnal penelitian menggunakan alamat
Pub Med, Google Scholar, dan Science Direct pada tanggal 3 Mei 2020 dengan
menggunakan kata kunci dan telah ditemukan beberapa hasil jurnal penelitian,
kemudian dilakukan pemilihan sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Pembahasan : Kekuatan art therapy bagi seseorang yang mengalami kecemasan
terletak pada proses kreatif dalam art therapy dapat memfasilitasi untuk
mengungkapkan ekspresi diri dan mengeksplorasi diri.
Kesimpulan : art theraphy efektif dalam mengurangi kecemasan pada pasien
leukemia.
Kata kunci : Art theraphy, Kecemasan, Leukemia
ix
Nursing Profession Study Program
Kusuma Husada University, Surakarta
EFFECTIVENESS OF ART THERAPY IN REDUCING ANXIETY IN
ADOLESCENTS OF LEUKEMIA PATIENTS IN MELATI II
ROOM RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Aprilia Ade Herviana, Ayu Setiyawati, Dinda Ayu Wulandari, Febriani Martanti,
Haryanto, Ike Wulandari, Intan Indah Bagastri, Neni Budi Purwaningsih,
Nita Adenansi, Wirani Intan Saputri, Ns. Meri Oktariani, M.Kep
ABSTRACT
Background: Leukemia or blood cancer is a diverse neoplastic disease,
characterized by abnormal production (malignant transformation) of blood-
forming cells in the bone marrow and lymphoid tissue. Leukemia can cause
physical and psychological problems, one of the psychological problems in
adolescents with leukemia is anxiety. Anxiety management can be done with
nonpharmacological techniques, namely art therapy.
Case scenario: An.T patient aged 17 years came to RSUD dr. Moewardi Surakarta
with reference from Dr. Oen Solo Baru with complaints of heat and pain
throughout the body. The patient said that when he was going to undergo the 3rd
chemotherapy. The patient complains that the head feels dizzy, the body is weak,
and is anxious about his current condition because he cannot go to school because
he is not strong and is undergoing a treatment program. When the anxiety
assessment was carried out, the results of the pre test HARS = 38 (severe anxiety),
and using the RCMAS the results of the pre-test social alienation were 16.66%,
69.23% worry oversensitivity, 44.44% physiological concerns.
Evidence tracking strategy: Search research journals using the addresses of Pub
Med, Google Scholar, and Science Direct on May 3, 2020 with using keywords
and found several results of research journals, then made the selection according
to the desired criteria.
Discussion: The power of art therapy for someone who experiences anxiety lies in
the creative process in art therapy can facilitate to express self-expression and
explore themselves.
Conclusion: art therapy is effective in reducing anxiety in leukemia patients.
Keywords: Art theraphy, Anxiety, Leukemia
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leukemia atau kanker darah adalah penyakit neoplastik yang
beragam, ditandai oleh produksi secara tak normal (transformasi
maligna) dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan
limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang belakang digantikan
oleh sel abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat
dijumpai di dalam darah perifer atau sel darah tepi. Sel leukemia sangat
mempengaruhi pembentukan sel darah normal (hematopoiesis) dan
imunitas tubuh penderita (Yayan, 2010).
Leukemia adalah jenis kanker anak yang paling umum terjadi.
Leukemia menyumbang angka 30% dari semua jenis kanker yang
terdiagnosis pada anak-anak pada umur kurang dari 15 tahun. Insiden
leukemia meningkat per tahun, namun jumlah pasti kasus baru tidak
diketahui karena di banyak negara tidak semua penderita kanker anak
terdaftar dan banyak yang tidak terdiagnosis dengan benar.(World
Health Organization, 2011).
Data International Agency for Research on Cancer (2014)
menyebutkan penyakit leukemia di dunia sebesar 351.965 kasus.
Jumlah Leukemia di Asia mencapai 167.448 kasus. Union for
International Cancer Control (2014) Menyebutkan setiap tahunnya ada
sekitar 176.000 anak yang didiangnosis kanker, yang rata-rata berasal
dari negara berkembang. Kanker yang paling umum pada anak-anak
usia 0-14 tahun adalah leukemia limfoblastik akut (26%), Kanker otak
dan system saraf pusat (21%), Neuroblastoma (7%), dan Iymphoma
non-Hodgkin (6%) (American Cancer Society, 2014).
Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan bentuk leukemia
yang paling umum dijumpai pada anak yaitu sekitar 75-80%
(Hoffbrand, 2012). Di dunia, anak-anak yang didiagnosis leukemia
2
limfoblastik akut sebesar 30-34% dari semua jenis keganasan. Rata-rata
leukemia limfoblastik akut adalah 4-4,5 kasus per tahun, (Permono &
Ugrasena, 2010).
Data dari World Health Organization WHO (2011) menunjukkan
bahwa angka kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh leukemia
meningkat dua kali lipat sejak tahun 1971. Panduan yang diluncurkan
Kementrian Kesehatan RI (2013), prevalensi kanker di Indonesia
mencapai 4,3 per 1.000 penduduk dan kanker menduduki peringkat
ketujuh penyebab kematian.
Hasil Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa jumlah kanker di
Indonesia mencapai 1,4%, sedangkan Registrasi Kanker di Indonesia
tahun 2005-2007 dalam Kemenkes (2013) mencatat angka kejadian
kanker pada anak (0-17 tahun) adalah 9 per 100.000 anak-anak dengan
prevalensi leukemia (kanker tertinggi pada anak) adalah 2,8 per
100.000 anak-anak. Data yang tercatat pada Riskesdas (2013)
menunjukkan bahwa prevalensi leukemia tertinggi terdapat di provinsi
Derah Istimewa Yogyakarta sebanyak 4,15% sedangkan di Jawa
Tengah terdapat 2,1%.
Masalah fisik biasanya berasal dari rasa sakit dan ketidaknyamanan
akibat kanker yang bisa diatasi secara medis untuk mengurangi rasa
sakit dan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh remaja penderita
leukemia. Sedangkan masalah psikologis dapat muncul selama proses
pengobatan, yaitu remaja harus berada di rumah sakit untuk jangka
waktu yang cukup lama sehingga remaja harus berjauhan dengan
anggota keluarga, teman-teman, dan harus absen dari sekolah. Remaja
yang tugas perkembangannya adalah mencari identitas diri merasa
terancam dengan lingkungan rumah sakit dan kebutuhan untuk selalu
tergantung selama menjalani pengobatan. Kondisi ini dapat
menimbulkan kecemasan pada remaja (Adriani, 2011). Salah satu
intervensi untuk mengatasi kecemasan dapat dilakukan dengan art
3
therapy dan salah satu jenis kegiatannya berupa kegiatan menggambar
atau sering disebut art drawing therapy.
Art drawing therapy merupakan kegiatan terapi menggunakan
kombinasi alat gambar, warna, dan media dengan maksud untuk
mengekspresikan emosinya (Malchiodi, 2018). Art drawing therapy
merupakan media menuangkan emosi, kecemasan, dan apa yang
dirasakan (British Association of Art Therapy (2007) dalam Adriani dan
Satiadarma (2011)). Proses pembuatan gambar dapat mengaktifkan
bagian visual cortex pada otak. Pada tema tertentu yang diberikan dapat
merangsang emosi dan pikiran sehingga dapat memberikan efek yang
menenangkan (American Art Theraphy Association, 2013).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan kasus dan latar belakang diatas maka penulis mengambil
rumusan masalah tentang adakah “Efektivitas Art Therapy Dalam
Mengurangi Kecemasan Pada Remaja Pasien Leukemia Di Ruang
Melati II RSUD dr. Moewardi Surakarta?”
1.3 Tujuan
Tujuan karya imliah ini adalah untuk mengetahui efektivitas art therapy
dalam mengurangi kecemasan pada remaja pasien leukemia di ruang
melati II RSUD dr. Moewardi Surakarta
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LEUKIMIA
2.1.1 Definisi Leukimia
Istilah leukemia berasal dari bahasa Yunani yang berarti darah
putih. Leukemia termasuk ke dalam jenis tumor cair (liquid tumor)
(Morrison, Candis dan Hesdorffer, Charles S., 2012). Leukemia
ditandai oleh penimbunan sel darah putih yang abnormal dalam
sumsum tulang, yang dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang
dan meningkatnya sirkulasi sel darah putih (Arita Murwani, 2008).
Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang
menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sum-sum tulang
(bone marrow) (Padila, 2013). Leukemia adalah poliferasi sel lekosit
yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain dari
pada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia,
trombositopeni dan diakhiri dengan kematian (Nurarif & Kusuma,
2015).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
leukemia merupakan tumor ganas yang menyerang leukosit yang
ditandai oleh penimbunan sel darah putih yang abnormal dalam
sumsum tulang, yang dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang,
meningkatnya sirkulasi sel darah putih bahkan anemia dan
trombositopeni dan diakhiri dengan kematian.
Leukemia dibagi menjadi dua yaitu leukemia akut dan leukemia
kronik, dan bagi dua menurut jenisnya yaitu kedalam limfoid dan
mieloid. Masing-masing ada yang akut dan kronik. Jenis dari leukemia
mieloid yaitu leukemia mieloid kronik dan leukemia mieloblastik akut.
Sedangkan jenis dari leukemia limfoid yaitu leukemia limfositik kronik
dan leukemia limfoblastik akut (Desmawati, 2013).
5
2.1.2 Etiologi
Menurut Lanzkowsky P (2011) etiologi dari leukemia masih tidak
diketahui. namun diketahui ada beberapa faktor yang diduga
mempengaruhi, yaitu:
a. Radiasi dan zat ionisasi
b. Bahan-bahan kimia (contohnya, benzene penyebab LMA)
c. Obat-obatan (contohnya, penggunaan bahan-bahan bergugus alkil
pada terapi kombinasi radiasi dapat menyebabkan LMA)
Sedangkan berdasarkan genetika seseorang, ada beberapa faktor yang
diduga mempengaruhi:
a. Kembar identik- apabila anak kembar yang pertama didiagnosa
leukemia pada 5 tahun pertama, maka risiko untuk anak kembar
kedua meningkat menjadi 20% didiagnosa leukemia.
b. Kejadian leukemia pada saudara yang didiagnosa leukemia akan
meningkat sebanyak 4 kali lipat dibandingkan pada populasi umum.
c. Gangguan pada kromosom.
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi
Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan
oksigen dari traktus digestivus dan dari paru-paru ke sel-sel tubuh.
Selain itu system sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa
metabolisme dari sel-sel ke ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan
tempat ekskresi sisa-sisa metabolisme.
Organ-organ system sirkulasi mencakup jantung, pembuluh darah
dan darah :
a. Jantung
Adalah organ berongga, terletak di mediastinum diantara
kedua paru- paru didalam rongga dada diatas diafragma. Fungsinya
adalah memompa darah kaya oksigen kedalam system arteri (yang
membawanya ke sel-sel) dan menampung darah dari system vena
dan meneruskannya ke paru untuk reoksigenasi. Fungsi arteri,
6
kapiler, vena, dan pembuluh limfe adalah membawa darah kedalam
sel di seluruh tubuh.
b. Pembuluh darah
1) Arteri (pembuluh nadi)
Arteri meninggalkan jantung pada ventrikel kiri dan kanan.
2) Kapiler (pembuluh rambut)
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang
berasal dari cabang terhalus dari arteri sehingga tidak nampak,
kecuali dibawah mikroskop. Kapiler membentuk anyaman
diseluruh jaringan tubuh, kapiler selanjutnya bertemu satu
dengan yang lain menjadi pembuluh darah yang lebih besar
yang disebut vena.
3) Vena (pembuluh darah balik)
Vena membawa darah kotor kembali ke jantung.
4) Darah
Darah merupakan bentuk jaringan ikat khusus, terdiri atas
elemen berbentuk yaitu sel-sel darah dan trombosit dan suatu
substansi interselular cair yaitu plasma darah. Ada dua jenis
utama sel-sel darah yang digambarkan menurut penampilannya
dalam keadaan segar tanpa pulasan yaitu sdarah merah
(eritrosit) dan sel darah putih (leukosit) (Leeson, 2001).
Proses pembentukan sel darah (hemopoesis) terdapat tiga
tempat, yaitu :
a) Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah
(1) Tulang vertebrae
(2) Sternum ( tulang dada)
(3) Costa (tulang iga)
b) Hepar
Merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar
pada tubuh manusia.
7
c) Limpa
Limpa terletak dibagian kiri atas abdomen. Limpa
berbentuk setengah bulan berwarna kemerahan. Limpa
adalah organ berkapsula dengan berat normal 100-150 gr.
Limpa mempunyai dua fungsi yaitu sebagai organ limfoid
dan memfagosit material tertentu dalam sirkulasi darah
merah yang rusak.
Fungsi darah secara umum terdiri atas :
(1) Sebagai alat pengangkut
Yaitu mengambil O2 atau zat pembakaran dari paru-
paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh,
mengangkut CO2 dari jarinagan untuk dikeluarkan
melalui paru-paru, mengambil zat- zat makanan dari
usus halus untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh
jaringan tubuh atau alat tubuh, mengangkat atau
mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
(2) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit
penyakit dan racun yang akan membinasakan tubuh
dengan perantaraan leukosit, anti bodi, atau zat-zat anti
racun
(3) Menyebarkan panas keseluruh tubuh
Darah terdiri dari dua bagian yaitu :
(1) Eritrosit
Eritrosit atau sel darah merah merupakan sel yang telah
berdiferensiasi jauh dan mempunyai fungsi khusus
untuk transpor oksigen. Eritrosit berbentuk seperti
cakram-bikonkaf dan bila dilihat pada bidang datar
bentuknya bundar. Sel-sel darah merah bersifat elastis
dan mempunyai kemampuan berubah bentuk. Sel darah
merah berdiameter 7,6 mikrometer dan tebalnya 1,9
8
mikro meter. Jumlah eritrosit pada laki-laki terdapat 5-
5,5 juta per milimeterkubik, pada wanita 4,5-5 juta per
millimeter kubik. Eritrosit berwarna kuning kemerah-
merahan karena didalamnya mengandung suatu zat
yang disebut hemoglobin. Warna ini akan bertambah
merah jika didalamnya banyak mengandung O2. fungsi
dari eritrosit adalah mengikat O2 dari paru-paru untuk
diedarkan keseluruh tubuh dan mengkat CO2 dsri
jaringsn tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
(2) Trombosit (sel pembeku)
Merupakan benda-benda kecil yang bentuk dan
ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan ada
yang lonjong.warnanya putih dengan jumlah normal
150.000 – 450.000/ mm3. trombosit memegang
peranan penting dalam pembekuan darah jika kurang
dari normal. Apabila timbul luka darah tidak lekas
membeku sehingga timbul perdarahan terus menerus.
Proses pembekuan darah dibantu oleh suatu zat yaitu
Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila
tubuh mendapat luka. Jika tubuh terluka darah akan
keluar, trombosit pecah dan akan mengeluarkan zat
yang disebut trombokinase. Trombokinase akan
bertemu dengan protombin dengan bantuan Ca2+ akan
menjadi trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrin
yang merupakan beneng-benang halus, bentuk jaringan
yang tidak teratur letaknya yang akan menahan sel
darah, dengan demikian akan terjadi pembekuan.
(3) Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan
dapat bergerak dengan perantara kaki palsu
(pseudopodia) mempunyai macam-macam inti sel
9
sehingga dapat dibedakan berdasarkan inti sel. Leukosit
berwarna bening (tidak berwarna). Banyaknya kira-kira
4000- 11000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh yaitu
membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri
yang masuk kedalam jaringan tubuh yaitu jaringan
Retikulo Endotel System, fungsi yang yang lain yaitu
sebagai pengangkut, dimana leukosit mengangkut dan
membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa
dan pembuluh darah. Ada golongan utama leukosit
yaitu agranular dan granular :
(a) Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang
tampak homogen dan intinya berbentuk bulat. Ada
dua jenis leukosit agranular :
- Limfosit
Adalah leukosit mononuclear lain dalam darah
yang memiliki inti bulat dan oval yang
dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma sempit
berwarna biru yang mengandung sedikit
granula. Bentuk kromatin inti saraf dengan jala-
jala yang berhubungan didalam. Limfosit
bervariasi dalam ukuran dari kecil (7-10
mikrometer) sampai besar seukuran granulosit
dan tampaknya berasal dari sel induk
pluripotensial didalam sumsum tulang dan
bermigrasi ke jaringan limfoid lain termasuk
kelenjar getah bening, lien, timus dan
permukaan mukosa traktus gastrointestinal dan
traktus respiratorius.
Terdapat 2 jenis limfosit yaitu limfosit T
bergantung pada timus,berumur panjang,
10
dibentuk dalam timus, limfosit T bermigrasi dari
kelenjar timus ke jaringan limfoid lain. Sel ini
secara khas ditemukan pada pada parakorteks
kelenjar getah bening dan lembaran limfoid
periarteriola dari pulpa putih lien. Limfosit T
bertanggung jawab atas respon kekebalan
selular melalui pembentukan sel yang reaktif
antigen. Sedangkan limfosit B tidak bergantung
pada timus, limfosit B tersebar dengan folikel-
folikel kelenjar getah bening, lien, dan pita-pita
medulla kelenjar getah bening. Limfosit B jika
dirangsang dengan semestinya akan
berdiferensiasa menjadi sel-sel plasma yang
menghasilkan immunoglobulin, sel ini
bertanggung jawab atas respons kekebalan
humoral.
- Monosit
Monosit lebih besar dari pada neutrofil dan
memiliki inti monomorfik yang relative
sederhana. Intinya terlipat atau berlekuk dan
kelihatan berlobus dengan lipatan seperti otak.
Sitoplasma kelihatan lebih banyak di
bandingkan dengan intinya dan menyerap warna
biru keauan yang tidak terlalu nyata, granulanya
tersebar merata. Diferensiasi pematangan dan
pelepasan monosid terjadi lebih dari 24 hari,
suatu periode yang lebih lama dari granulosid.
Monosit meninggalkan sirkulasi dan menjadi
makrofag jaringan serta merupakan bagian dari
system monosid-makrofag. Monosid
mempunyai fungsi fagosit, membuang sel-sel
11
cedera dan mati, fragmen- fragmen sel dan
mikroorganisme.
(b) Leukosit granular : leukosit ini mengandug granula
spesifik (dalam keadaan hidup berupa tetesan
setengah cair) dalam sitoplasmanya dan
mempunyai inti yang memperlihatkan banyak
variasi dalam bentuknya. Ada 3 jenis leukosit
granular:
- Neutrofil
Neutrofil merupakan system pertahanan tubuh
primer melawan infeksi bakteri, metode
pertahanannya adalah proses fagositosis.
- Eosinofil
Eosinofil mempunyai fungsi fagosit lemah yang
tidak dipahami secara jelas. Eosinofil
kelihatannya berfungsi pada reaksi antigen,
antibody dan meningkat pada serangan asma,
reaksi obat-obatan, dan infestasi parasit tertentu.
- Basofil
Basofil membawa heparin, faktor-faktor
pengaktifan histamine dan trombosit dalam
granula-granulanya untuk menimbulkan
peradangan pada jaringan. Fungsi yang
sebenarnya tidak diketahui dengan pasti. Kadar
basofil yang meningkat (basofilia) ditemukan
pada gangguan proliferasi dari sel-sel
pembentuk darah.
c. Plasma Darah
Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah warna bening
kekuningan hampir 90% plasma darah terdiri dari :
12
1) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
2) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan
lain-lain yang berguna dalam metabolisme dan juga
mengadakan osmotik).
3) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas
darah dan juga menimbulkan tekanan osmotick untuk
memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.
4) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
5) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
6) Antibody atau anti toksin.
2.1.4 Patofisiologi dan Pathway
1. Patofisiologi
Leukemia terjadi dari proses mutasi tunggal dari sel progenitor
pada sistem hematopoiesis yang meneyebabkan sel mampu untuk
berproliferasi secara tidak terkontrol yang dapat menjadi suatu
keganasan dan sel prekursor yang tidak mampu berdiferensiasi pada
sistem hematopoiesis (American Cancer Society,2012).
Pada leukemia, terjadi keganasan sel darah pada fase limphoid,
mieloid, ataupun pluripoten. Penyebab dari hal ini belum
sepenuhnya diketahui. Namun diduga berhubungan dengan
perubahan susunan dari rantai DNA. Faktor eksternal juga dinilai
mempengaruhi seperti bahan-bahan obat bergugus alkil, radiasi, dan
bahan-bahan kimia. Sedangkan faktor internal, yaitu kromosom yang
abnormal dan perubahan dari susunan DNA. Perubahan susunan dari
kromosom mungkin dapat mempengaruhi struktur atau pengaturan
dari sel-sel onkogen. Leukemia pada sel limfosit B terjadi translokasi
dari kromosom pada gen yang normal berproliferasi menjadi gen
yang aktif untuk berproliferasi. Hal ini menyebabkan limfoblas
memenuhi tubuh dan menyebabkan sumsum tulang gagal untuk
berproduksi dan akhirnya menjadi pansitopenia. Seiring sumsum
13
tulang gagal, sel-sel yang abnormal bersirkulasi dalam tubuh dan
masuk ke organ-organ lain, seperti hati, limpa, dan mata. Gangguan
pada sistemik ini menyebabkan perubahan pada kadar hematologi
tubuh, terjadi infeksi oportunistik, iatrogenik karena komplikasi dari
kemoterapi (Wu, 2010).
14
2. Pathway
Virus
(Enzyme Retrovirus Transcriptase)
Genetik Sinar Radioaktif
Invasi ke Sumsum
Tulang
Kelainan Kromosom 21
(Syndroma Down)
Perubahan Ionisasi Sumsum
Tulang Belakang
Leukemia Limfositik Akut
Proliferasi Sel Darah Putih
Immatur
Imunosupresi Sumsung Tulang
Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
Hematopiosis Eritrosit, Neutrofil &
Trombosit
Kemotrapi
Ketidaktahuan Tentang
Efek Samping Obat Asam Lambung
(Hcl)
Mual dan Muntah Kecemasan
Anoreksia
Resiko Gangguan Nutrisi
Eritroprnia Neutropeni
a Trombositopenia
Pertahanan Imunitas Pendarahan
Risiko Infeksi Risiko
Hipovolemia
Hemoglobin
Sirkulasi O2 Dalam Darah
Kelelahan Intoleransi Aktivitas
15
2.1.5 Manifestasi Klinis
Deteksi dini leukemia sulit dilakukan karena gejala-gejalanya
yang umumnya samar-samar, dan dapat dikaitkan dengan penyebab lain
sampai tes darah yang tepat dilakukan. Gelajanya biasanya hanya
seperti masuk angin biasa, sehingga pasien biasanya tidak menyadari
gejala tersebut. Adapun gejala leukemia menurut Morrison, Candis dan
Hesdorffer, Charles S., (2012), antara lain:
1. Mudah lelah dan badan terasa lemas. Ini mungkin berkembang
secara perlahan, atau sangat cepat, tergantung jenis leukemia yang
diderita.
2. Penderita terlihat pucat dan mengalami penurunan berat badan yang
drastis tanpa disadari.
3. Demam, keringat dingin di malam hari, hilangnya nafsu makan, dan
atau infeksi berat yang sering terjadi pada pasien.
4. Memar dan mudah berdarah, seperti mimisan atau pendarahan di
gusi ketika menyikat gigi.
5. Kelenjar getah bening membengkak dan mungkin menyakitkan.
6. Nyeri tulang atau sendi dan nyeri di perut bagian atas, yang
disebabkan oleh pembengkakan hati atau limpa.
7. Sesak napas dan jantung berdebar-debar mungkin juga dialami oleh
pasien
2.1.6 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Transfusi darah
Diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 gr%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan yang massif dapat diberikan transfuse
trombosit.
2. Kortikostiroid seperti prednisone, kortison, deksametason dan
sebagainya.
16
Setelah dicapai remisi (sel kanker sudah tidak ada lagi dalam tubuh
dan gejala klinik membaik ), dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan
akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan kombinasi
: vinkristine, asparaginase, prednisone, untuk terapi awal dan
dilanjutkan dengan kombinasi mercaptopurine, metotrexate,
vincristine, dan prednisone untuk pemeliharaan. Radiasi untuk
daerah kraniospinal dan injeksi intratekal obat kemoterapi dapat
membantu mencegah kekambuhan pada system saraf pusat. Infeksi
sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar
yang bebas hama).
4. Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang baru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia yang cukup rendah (105-106), imuno
terapi diberikan. Pengobatan yang spesifik dilakukan dengan
pemberian imunisasi BCG atau dengan Crynae bacterium dan
dimaksutkan agar terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya
tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel
leukemia yang telah diradiasi.
5. Transplantasi sumsum tulang.
(Ngastiyah, 2005)
2.2 ART THERAPY
2.2.1 Definisi
Malchiodi (2018) mengungkapkan bahwa art therapy adalah
bentuk psikoterapi yang menggunakan media seni, material seni,
dengan pembuatan karya seni untuk berkomunikasi. Media seni dapat
berupa pensil, kapur berwarna, cat warna, potongan-potongan kertas,
dan tanah liat. Art therapy dapat digunakan dalam setting klinis dengan
beragam populasi termasuk anak-anak, orang dewasa, dan keluarga.
Art therapy adalah pelayanan kesehatan mental dan manusia yang
terpadu secara langsung dapat dilakukan secara individu, keluarga dan
17
kelompok dengan mencoba membuat karya seni, proses kreatif,
mengaplikasikan teori psikologi dan pengalaman hidup seseorang
dengan pendekatan psikoterapeutik (Sarah, 2017). Kegiatan art therapy
mencakup berbagai kegiatan seni seperti menggambar, melukis,
memahat, gerakangerakan kreatif, drama, puisi, fotografi, melihat dan
menilai karya seni orang lain.
Art drawing therapy adalah terapi seni yang menggabungkan
coretan-coretan untuk menggambar objek atau keadan di atas
permukaan rata dengan menggunakan pensil warna, cat, atau krayon
(Malchiodi, 2018). Peneliti/terapis berperan sebagai fasilitator yang
memandu subjek selama proses terapi. Peneliti/terapis memberi
kesempatan kepada subjek untuk mengekspresikan kondisi psikisnya
melalui gambar dan memberi kesempatan kepada subjek untuk
menceritakan isi dari gambar yang telah dibuat (Cindy, 2014).
2.2.2 Manfaat
Art drawing therapy memiliki banyak manfaat dan juga kelebihan,
beberapa manfaat dari art drawing therapy dalam konteks masalah
psikologis menurut Pambudi (2016), adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan Awareness atau Kesadaran Akan Masa Kini
Kesadaran akan masa kini (present moment) adalah salah satu hal
penting yang harus dimiliki untuk bisa menghadapi situasi sosial
ataupun masalah psikologis yang mengganggu. Namun, banyak
orang yang sulit memfokuskan dirinya pada present moment ini.
Karena itu, art drawing therapy dapat digunakan untuk membantu
lebih fokus pada present moment.
2. Membantu Mengidentifikasi Respon Emosional, Merasakan
Koneksi Antara Tubuh, Pikiran dan Jiwa (Body, Mind and Soul)
Respon emosional terhadap situasi tertentu kadang sulit sekali
untuk dirasakan dan juga diungkapkan. Dengan menggunakan art
drawing therapy, maka bisa lebih mudah dalam melakukan
18
identifikasi terhadap respon emosional. Selain itu, body, mind and
soul yang saling terkoreksi satu sama lain yang akan meningkatkan
kesadaran akan diri sendiri.
3. Dapat Memperkuat Self Image
Self image bisa dikatakan mirip seperti self concept, yaitu
merupakan suatu gambaran tentang diri sendiri. Dengan
menggunakan teknik art drawing therapy, seseorang akan lebih
mudah untuk mengidentifikasikan dan juga memperkuat self image
positif dalam dirinya.
4. Mampu Merasakan Emosi yang Ada di Dalam Diri
Malchiodi (2016) mengungkapkan hasil penelitiannya mengenai
penatalaksanaan art drawing therapy dapat menurunkan tingkat
hormon kortisol. Kortisol atau “hormon stress” yang berkorelasi
dengan tingkat stress ditubuh dan apa yang umum dikenal sebagai
respon fight-or-flight terhadap kejadian yang mengancam atau
berbahaya.
2.2.3 Mekanisme
Malchiodi (2016) mengatakan bahwa responden yang diberikan art
drawing therapy mampu mengungkapkan perasaan lebih baik. Menurut
Dewa (2011) art drawing therapy merupakan suatu sarana untuk
mengekspresikan diri sehingga diharapkan responden dapat
mengekspresikan dirinya dengan lebih baik. Art drawing therapy dapat
menurunkan depresi dan memungkinkan individu mengembangkan
koping (Setyoadi & Hariadi, 2011). Malchiodi (2016) mengungkapkan
hasil penelitiannya mengenai penatalaksanaan art drawing therapy
dapat menurunkan tingkat hormon kortisol. Kortisol atau “hormon
stress” yang berkorelasi dengan tingkat stress ditubuh. Sehingga dapat
mengeluarkan homon endorphin yang berefek meningkatkan perasaan
nyaman dan tenang sehingga otot-otot tubuh yang awalnya tegang akan
19
mengalami rileksasi apabila seseorang melakukan sesuatu hal dengan
senang hati (Mumpuni & Wulandari, 2010).
2.2.4 Pelaksanaan Art Therapy
Joseph (2018) mengatakan terapi seni menggambar akan dilakukan
selama kurang lebih 1 bulan dengan satu minggu 4 kali pertemuan. Setiap
pertemuan akan berlangsung selama 90 – 120 menit. Art Therapy
dilakukan dengan 7 sesi yaitu :
1. Sesi pertama adalah proses screening apakah partisipan memiliki
kriteria yang sesuai dengan kategori penelitian.
2. Sesi kedua, peneliti memberikan informed consent kepada
partisipan yang mengalami kecemasan dan dilanjutkan dengan
memberikan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) untuk melihat
tingkat kecemasan (pre-test) partisipan sebelum dilaksanakannya
program intervensi. Peneliti kemudian memperkenalkan art
material yang akan digunakan dalam proses terapi dan di awali
dengan menggambar bebas.
3. Sesi ketiga, merupakan tahap pertama dari program intervensi,
yaitu expressing your emotion. Tahap pertama bertujuan untuk
membantu partisipan menjelaskan masalah yang dialami dan
menunjukan bagaimana cara melewati masalah tersebut.
4. Sesi keempat, merupakan tahap kedua dari program intervensi
yaitu healing the mind. Tahap ini membantu partisipan untuk dapat
keluar dari masalah yang dialaminya. Hal ini sejalan dengan terapi
seni yang telah dijelaskan oleh Levick (1981) bahwa terpai seni
bermanfaat sebagai media katarsis.
5. Sesi kelima, merupakan tahap ketiga dari program intervensi yaitu
healing the body. Tahap ini bertujuan untuk memperkuat insight
partisipan akan hal-hal positif dalam dirinya.
6. Sesi keenam, merupakan tahap keempat dari program intervensi
yaitu transformation of the spirit. Tahap ini bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada partisipan untuk mengekspresikan
20
perubahan positif dan membantu partisipan agar lebih sadar akan
perubahan positif dalam dirinya.
7. Sesi ketujuh, peneliti memasuki tahap terminasi dan melakukan
evaluasi pelaksanaan program intervensi. Selanjutnya, peneliti
memberikan alat ukur kecemasan (HARS) kepada partisipan.
Partisipan diminta untuk mengisi HARS dengan menggunakan
pensil atau pulpen. Dalam tahap ini, peneliti juga meminta
partisipan menggambar mengenai pengalaman positif dan harapan
yang telah ia temukan selama menjalani proses penyembuhan
dengan terapi seni.
2.3 KECEMASAN
2.3.1 Definisi
Menurut KBBI (2016), kecemasan berasal dari kata cemas yang
artinya tidak tentram hati, merasa gelisah dan takut. Kecemasan atau
anxiety berasal dari bahasa Jerman dari kata angst yang artinya
ketakutan. Secara konseptual, Kecemasan berarti suatu perasaan
emosional seprti rasa takut Kata kecemasan bersasal dari Bahsa Yunani
“ango” berarti sempit, berkaitan dengan rasa sesak, tercekik yang
dialami penderita pada saat mendapat serangan berat.
Kecemsan atau ansietas merupakan penilaian dan respon emosional
terhadap sesuatu yang berbahaya. Kecemasan sangat berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, kondisi dialami secara subjektif
dan dikimunikasikan dalam hubungan interpesonal. Kecemasan
merupakan suatu perasaan yang berlebihan terhadap kondisi ketakutan,
kegelisahan, bencana yang akan datang kekhawatiran atau ketakutan
terhadap ancaman nyata atau yang dirasakan (Saputro & Fazrin 2017).
Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjekstif tanpa ada
objek yang spesifik sehingga orang merasakan suatu yang buruk akan
terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang
berlangsung beberapa waktu. Kecemasan merupakan keadaan perasaan
21
afektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik
yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang menunjuk dengan
tepat, tetapi kecemasan itu sendiri selalu dirasakan (Lestari, 2015).
2.3.2 Bentuk-Bentuk Kecemasan
Para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat,
(Dalami, 2009) dalam (Wardani, 2016) yaitu :
a. Tingkat psikologis
Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti
tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak
menentu dan sebagainya.
b. Tingkat fisiologis
Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-
gejala fisik, terutama pada fungsi system syaraf, misalnya tidak
dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual dan
sebagainya.
2.3.3 Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan dibedakan menjadi 3 menurut Saputra & Fazrin
(2017) :
a. Kecemasan ringan
Pada tingkat kecemasan ringan seseorangmengalami ketegangan
yang dirasakan setiap hari sehingga menyebabkan seseoang menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Seseorang akan lebih
tanggap dan bersikap positif terhadap peningkatan minat dan
motivasi. Tanda-tanda kecemasan ringan berupa gelisah, mudah
marah, dan perilaku mecari perhatian.
b. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang menungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada hal yang penting dan mengesamapingkan yang lain, sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat
22
melakukan sesuatu yang lebih terarah. Pada kecemasan sedang,
seseorang akan kelihatan serius dalam memperhatikan seseuatu.
Tanda-tanda kecemasan sedang berupa suara bergetar, perubahan
dalam nada suara takikardi, gemetaran, peningkatan ketegangan otot.
c. Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi, cenderung
untuk memusatkan pada sesuatu yang rici dan spesifik serta tidak
dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk
mengurangi menurunkan kecemasan dan fokus pada kegiatan lain
berkurang. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk
dapat memusatkan pada suatu daerah lain. Tanda-tanda kecemasan
berat berupa perasaan terancam, ketegangan otot berlebihan,
perubahan pernapasan, perubahan pernapasan, perubahan
gastrointestinal (mual, muntah, rasa terbakar pada ulu hati, sendawa,
anoreksia dan diare), perubahan kardiovaskuler dan
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Adapun gangguan
kecemasan pada anak yang sering dijumpai di rumah sakit adalah
panik, fobia, obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan umum dan
lainnya.
2.3.3 Tanda dan Gejala Kecemasan
Hawari (2011) menyebutkan keluhan-keluhan yang sering
dikemukakan oleh orang yang gangguan kecemasan antara lain:
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendriri,
mudah tersinggung.
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah mudah terkejut.
c. Takut sendirian, takut pada kematian dan banyak orang.
d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan
tulang, pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas,
23
gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan
sebaginya.
2.3.4 Faktor Penyebab Kecemasan Anak
Faktor yang mempengaruhi kecemasan anak menurut Saputro &
Fazrin (2017) antara lain :
a. Usia
Usia dikaitkan dengan pencapaian perkembangan kognitif
anak. Anak usai prasekolah belum mampu menerima dan
mempersepsikan penyakit dan pengalaman baru dengan
lingkungan asing. Dalam penelitian Tsai (2007) Semakin muda
usia anak, kecemasan hospitalisasi akan semakin tinggi. Anak
usia infant, toodler, dan prasekolah lebih mungkin mengalami
stress akibat perpisahan karena kemampuan kognitif anak yang
terbatas untuk memahami hospitalisasi, Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dayani dkk (2015).
b. Karakteristik saudara
Karakteristik saudara dapat mempengaruhi kecemasan pada
anak yang dirawat di rumah sakit. Anak yang dilahirkan sbagai
anak pertama dapat menunjukkan rasa cemas yang berlebihan
dibandingkan anak kedua.
c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat stress
hospitalisasi, dimana anak perempuan yang menjalani
hospitalisasi memeliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi
dibandingkan anak laki-laki, walaupun ada beberapa yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signitifikan antara
jenis kelamin dengan tingkat kecemasan anak.
d. Pengalaman terhadap sakit dan perawatan di rumah sakit
Menurut Tsai, 2007, anak yang mempunyai pengalaman
hospitalisasi sebelumnya akan memiliki kecemasan yang lebih
24
rendah dibandingkan dengan anak yang belum memiliki
pengalaman sama sekali. Respon anak menunjukkan
peningkatan sensitivitas terhadap lingkungan dan mengingat
dengan detail kejadian yang dialaminya dan lingkungan
disekitarnya. Pengalaman pernah dilakukan perawatan juga
membuat anak menghubungkan kejadian sebelumnya dengan
perawatan saat ini, Anak yang memiliki pengalaman yang tidak
menyenangkan selama dirawat di rumah sakit sebelumnya akan
membuat anak takut dan trauma. Sebaliknya apabila
pengalaman anak dirawat di rumah sakit mendapatkan
perawatan yang baik dan menyenangkan maka akan lebih
kooperatif.
e. Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah.
Jumlah anggota keluarga dalam satu rumah dikaitkan
dengan dukungan keluarga. Semakin tinggi dukungan keluarga
pada anak yang menjalani hospitalisasi, maka semakin rendah
tingkat kecemasan anak. Jumlah saudara kandung sangat erat
hubungannya dengan dukungan keluarga. Semakin banyak
jumlah saudra kandung. Maka anak cenderung cemas, merasa
sedih serta kesepian saat anak harus dirawat di rumah sakit.
Keterlibatan orang tua selama anak dirawat memberikan
perasaan tenang, nyaman, merasa disayang dan diperhatikan.
Koping emosi yang baik pada anak dalam menghadapi
permasalahannya. Keterlibatan orang tua dapat memfasilitasi
penugasan anak terhadap lingkungan yang asing.
f. Persepsi anak terhadap sakit.
Keluarga dengan jumlah cukup besar mempengaruhi
persepsi dan perilaku anak dalam mengatasi masalah
menghadapi hospitalisasi. Jumlah anggota keluarga dalam suatu
rumah semakin besar memungkinkan dukungan keluarga yang
baik dalam perawatan anak.
25
2.3.5 Berikut Faktor Penyebab Kecemasan Anak Hospitalisasi
Menurut Herliana (2010) faktor penyebab kecemasan hospitalisasi
yaitu :
a. Cemas disebabkan perpisahan
Sebagian besar kecemasan yang terjadi pada anak
pertengahan sampai anak periode prasekolah khususnya untuk 6-
30 bulan adalah cemas karena perpisahan. Hubungan anak dengan
ibu sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan
menimbulkan rasa kehilangan terhadap orang yang terdekat bagi
diri anak. Selain itu, lingkungan yang belum dikenal akan
mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.
b. Kehilangan kontrol
Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya kehilangan
kontrol. Hal ini terlihat jelas dalam perilaku anak dalam hal
kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan
interpersonal, melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan
komunikasi. Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan
kehilangan kebebasan pandangan ego dalam mengembangkan
otonominya. Ketergantungan merupakan karakteristik anak dari
peran terhadap sakit. Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan
dengan cara negatif, anak akan menjadi cepat marah dan agresif.
c. Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)
Konsep tentang citra tubuh, pada anak-anak sedikit sekali
berkembang. Berdasarkan hasil pengamatan, bila dilakukan
pemeriksaan telinga, mulut atau suhu pada rektal akan membuat
anak sangat cemas. Reaksi anak terhadap tindakan yang tidak
menyakitkan sama seperti tindakan yang sangat menyakitkan,
anak akan bereaksi terhadap rasa nyeri dengan menangis,
mengigit bibir,menendang, memukul atau berlari keluar.
26
2.3.6 Kuesioner dan Alat Ukur Tingkat Kecemasan
a. Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS)
Instrumen penilaian tingkat kecemasan pada anak menurut
Saputro & Fazris (2017) menggunakan Hamilton Rating Scale
For Anxiety (HARS) adalah tes kuesioner yang digunakan untuk
mengukur semua tanda kecemasan baik psikis maupun somatik.
HARS terdiri dari 14 item pertanyaan yaitu perasaan anxietas,
ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan,
perasaan depresi, gejala somatik, gejala sensorik, gejala
kardiovaskuler, gejala pernafasan, gejala gastrointestinal, gejala
urogenital, gejala otonom, perilaku sewaktu wawancara, yang
masing-masing diberi penilaian angka (skore) antara 0-4. Cara
penilaian dengan memberikan nilai dengan kategori : nilai 0 yaitu
tidak ada gejala sama sekali, nilai 1 yaitu satu gejala yang ada,
nilai 2 yaitu sedang/separuh gejala yang ada, nilai 3 yaitu
berat/lebih dari separuh gejala yang ada, nilai 4 yaitu sangat berat
semua gejala ada.
Penentuan derajat kecemasn dengan cara menjumlahkan
skore 1-14 item dengan hasil skore ≤ 14 tidak ada kecemasan,
skore 14-20 kecemasan ringan, skore 21-27 kecemasan sedang,
skore 28-41 kecemasan berat, 42-52 kecemasan berat sekali.
b. Revised Children’s Manifest Anxiety Scale (RCMAS)
Alat yang digunakan untuk mengukur kecemasan pada anak
adalah Revised Children’s Manifest Anxiety Scale (RCMAS).
RCMAS merupakan alat yang digunakan untuk menilai derajat
dan kualitas kecemasan yang dialami oleh anak-anak dan remaja.
RCMAS ini cocok digunakan untuk menilai derajat dan kualitas
kecemasan pada anak usia 6-19 tahun. Pemeriksaan RCMAS
memerlukan waktu selama 10-15 menit. Kuisioner ini terdiri dari
tiga faktor kecemasan yang dinilai yaitu kecemasan fisiologis (10
item), khawatir/over sensitivity (11 item), konsentrasi dan
27
kepedulian sosial (7 item) dengan jawaban ya (skor 1) dan tidak
(skor 0). Kuesioner ini mengandung 37 pertanyaan ya atau tidak,
yang terdiri dari 28 pertanyaan yang menggambarkan kecemasan
dan 9 pertanyaan untuk mendeteksi kebohongan. Total skor
maksimal kuesiner ini adalah 28 dan minimalnya ada 0. Total
skor 0-19 merupakan range normal, total skor 20-28
menunjukkan adanya kecemasan klinis. Jumlah skor butir
pernyataan pada kuisioner RCMAS yang diperoleh adalah 0-28
(Asian nursing research, 2009).
28
BAB III
SKENARIO KASUS
Pasien An.T usia 17 tahun datang pertama kali ke RSUD dr. Moewardi
Surakarta rujukan dari RS dr. Oen Solo Baru pada bulan Januari 2020 dengan
kondisi dan keluhan panas dan nyeri seluruh anggota tubuh. Pasien juga
mengatakan sampai saat ini menjalani rawat inap di RSUD dr. Moewardi
Surakarta sudah 5x, dan menjalani kemoterapi 2x. Pasien mengatakan saat ini
akan menjalani kemoterapi yang ke 3, badan terasa nyeri semua saat dipegang P :
Nyeri saat dipegang, Q : Njarem, R : Seluruh tubuh yang dipegang, S : Skala 3, T
: Hilang Timbul. Pasien mengeluh kepala terasa pusing, badan lemas, tenggorokan
gatal dan batuk, serta cemas dengan kondisi yang dialaminya saat ini karena tidak
bisa masuk sekolah dikarenakan tidak kuat dan menjalani program pengobatan.
Saat dilakukan pengkajian pasien tampak tenang, bingung, khawatir, pucat,
konjungtiva anemis, CRT <2 detik, mukoa bibir kering, akral teraba hangat, suhu
36,8oC, nadi 98x/menit, kekuatan ekstremitas atas 5/5 dan ekstremitas bawah 5/5.
Saat dilakukan pengkajian kecemasan didapatkan hasil dari kuesioner HARS
dengan pre test = 38 (cemas berat), dan menggunakan RCMAS hasil pre test
social alienation 16.66%, worry oversensitivity 69.23%, physiological concerns
44.44%.
Selama perawatan pasien terpasang infus D5 ¼ Ns, Prednison, Aspar K, dan
Vincristine. Hasil laboratorium hemoglobin 10.4 g/dl, trombosit 350 ribu/ul,
eritrosit 3.68 juta/ul, natrium darah 132, dan kalium darah 4.2. Pasien mengatakan
pada akhir bulan desember 2019 yang lalu dibawa ke Rumah Sakit PKU
Delanggu Boyolali karena badan panas, dan seluruh badan terasa nyeri, selama
perawatan di RS PKU Delanggu Boyolali menjalani transfusi darah sebanyak 3x
karena HB 7 g/dl, setelah dirawat ±1 minggu kemudian pulang dan melakukan
rawat inap di RS dr. Oen Solo baru karena tidak ada perubahan. Selama dirawat di
dr. Oen Solo baru dilakukan beberapa pemeriksaan dan mengetahui sakit kanker
leukimia, sebelumnya tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit yang
sama sepertinya.
29
BAB IV
STRATEGI PENELUSURAN BUKTI
Penelusuran jurnal penelitian menggunakan alamat Pub Med, Google
Scholar, dan Science Direct pada tanggal 3 Mei 2020 dengan menggunakan kata
kunci yang tercantum pada tabel 4.1 dan telah ditemukan beberapa hasil jurnal
penelitian, kemudian dilakukan pemilihan sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Tabel 4.1 Strategi Penelusuran Bukti
Database Strategi pencarian Jurnal yang
ditemukan
Jurnal yang dipilih
Pub Med, (3 Mei
2020)
P : Children with
Leukemia
I : -
C : -
O : Reducing
anxiety
Evaluation Of The
Effect Of
Psycotherapy On
Anxiety Among
Children With
Leukemia
Impaired Sleep
Affect Quality Of
Life In Children
During
Maintenance
Treatment For
Acute
Lympoblastic
Leukemia : An
Exploratory Study
Tidak ada
30
Pub Med, (3 Mei
2020)
P : Children with
Leukemia
I :
Nonpharmacologic
treatment
C : -
O : Reducing
anxiety
Music Therapy To
Reduce Pain And
Anxiety In
Children With
Cancer
Undergoing
Lumbal Puncture :
A Randomized
Clinical Trial
The Effect Of
Relaxation
Techniques On
Anxiety, Fatigue
And Sleep Quality
Of Children With
Leukemia Under
Chemotherapy In
South East Iran
The Effect Of
Drawing And
Writing
Techniques On
The Anxiety Level
Of Children
Undergoing
Cancer Treatment
Tidak ada
Pub Med, (3 Mei
2020)
P : Children with
Leukemia
I : Art therapy
Art Therapy As
Support For
Children With
Tidak ada
31
C : -
O : Reducing
anxiety
Leukemia During
Painful
Procedures
Impact Of
Painting Therapy
On Aggresion And
Anxiety Of
Children With
Cancer
Google Scholar,
(3 Mei 2020)
P : Pasien
Leukimia
I : Art Therapy
C : -
O : Mengurangi
Kecemasan
Efektivitas Art
Therapy Dalam
Mengurangi
Kecemasan Pada
Remaja Pasien
Leukemia
Efektivitas Art
Therapy Dalam
Mengurangi
Kecemasan Pada
Remaja Pasien
Leukemia
Science Direct, (3
Mei 2020)
P : Pediatic,
Children,
Oncology
I : Art Therapy
C : -
O ;
The Efficacy Of
Art Therapy In
Pediatric
Oncology Patient
: An Integrative
Literature Review
The Efficacy Of
Art Therapy In
Pediatric
Oncology Patient
: An Integrative
Literature Review
32
BAB V
PEMBAHASAN
Nama
penulis
& tahun
Judul
penelitian
Tujuan &
pertanya
an
penelitian
Desain
penelitian
Besar
sampel
Variabel
dependen
dan
pengukurann
ya
Uji
statistik
Hasil
peneliti
an
Kekuatan
penelitian
Kelema
han
penelitia
n
Kesimpula
n untuk
praktek
keperawat
an
Shinta
natalia
adriani &
Monty P.
Satiadar
ma
(2011)
Efektivita
s Art
Therapy
Dalam
Menguran
gi
Kecemasa
n Pada
Remaja
Pasien
Leukemia
Untuk
mengetah
ui
efektivitas
art
therapy
dalam
menguran
gi
kecemasa
n pada
remaja
Penelitian
ini
menggunak
an metode
kualitatif
sebagai
metode
utama dan
metode
kuantitatif
sebagai
metode
Subyek
dalam
penelitia
n ini
adalah 5
remaja
penderit
a
leukemi
a
dengan
2
Tingkat
kecemasan
dengan alat
ukur tingkat
kecemasan
menggunakan
Hamilton
Rating Scale
For Anxiety
(HARS) dan
Revised
Children’s
(tidak
tercantu
m dalam
jurnal)
Hasil
peneliti
an
menunj
ukan
bahwa
art
therapy
efektif
dalam
mengur
angi
Pembahas
an dapat
dipahami
oleh
pembaca
dan
memberik
an inovasi
intervensi
terbaru
kepada
perawat
Tidak
dijelaska
n kriteria
inklusi
dan
eksklusi
Art therapy
dapat
digunakan
sebagai
salah satu
alternatif
terapi
dalam
menangani
masalah
emosional
pada pasien
32
33
pasien
leukemia
pendukung subyek
diberika
n art
therapy
Manifest
Anxiety Scale
(RCMAS)
kecema
san
pada
pasien
leukemi
a
dalam
mengatasi
kecemasa
n anak
penderita
leukemia
dan kanker
lainnya di
rumah
sakit.
Bree A.
aguilar,
MSN,
RN
(2017)
The
Efficacy
Of Art
Therapy
In
Pediatric
Oncology
Patient :
An
Integrativ
e
Literature
Review
Untuk
menguji
efek art
therapy
pada
pasien
anak yang
menderita
kanker
Penelitian
ini
menggabun
gkan data
eksperiment
al, non-
eksperiment
al, teoritis,
dan empiris
Subyek
penelitia
n ini
sebanya
l 316
anak-
anak
dan
remaja
berusia
2-19
tahun
Ekspresi
emosi /
komunikasi,
mekanisne
koping /
distraksi, dan
penurunan
tanda gejala
kecemasan.
Alat ukur
tidak
dicantumkan.
(tidak
tercantu
m dalam
jurnal)
Hasil
dalam
peneliti
an ini
menunj
ukkan
anak-
anak
yang
berparti
sipasi
dalam
interven
Pembahas
an dapat
dimengert
i oleh
pembaca
Kekuran
gan
dalam
penelitia
n
menggu
nakan
responde
n yang
menjalan
i rawat
inap dan
rawat
Menerapka
n intervensi
menggamb
ar atau
bentuk seni
lainnya ke
dalam
perawatan
holistic
pasien
onkologi
anak dapat
membantuk
34
ing
mengga
mbar
(Art
Therapy
)
menunj
ukkan
komuni
kasi
yang
mening
kat
antara
keluarg
a dan
tenaga
kesehat
an.
jalan.
Terbatas
nya
interpret
asi
gambar
karena
sifatnya
sangat
subjektif
dalam
individu
menilai
gambar,
serta
gambarn
ya itu
sendiri.
dalam
memaksima
lkan
kualitas
hidup dan
memungkin
kan gaya
hidup yang
lebih dapat
ditoleransi.
35
Leukemia atau kanker darah adalah penyakit neoplastik yang
beragam, ditandai oleh produksi secara tak normal (transformasi
maligna) dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan
limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang belakang digantikan
oleh sel abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat
dijumpai di dalam darah perifer atau sel darah tepi. Sel leukemia sangat
mempengaruhi pembentukan sel darah normal (hematopoiesis) dan
imunitas tubuh penderita (Yayan, 2010).
Data International Agency for Research on Cancer (2014)
menyebutkan penyakit leukemia di dunia sebesar 351.965 kasus.
Jumlah Leukemia di Asia mencapai 167.448 kasus. Union for
International Cancer Control (2014) Menyebutkan setiap tahunnya ada
sekitar 176.000 anak yang didiangnosis kanker, yang rata-rata berasal
dari negara berkembang. Kanker yang paling umum pada anak-anak
usia 0-14 tahun adalah leukemia limfoblastik akut (26%), Kanker otak
dan system saraf pusat (21%), Neuroblastoma (7%), dan Iymphoma
non-Hodgkin (6%) (American Cancer Society, 2014).
Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan bentuk leukemia
yang paling umum dijumpai pada anak yaitu sekitar 75-80%
(Hoffbrand, 2012). Di dunia, anak-anak yang didiagnosis leukemia
limfoblastik akut sebesar 30-34% dari semua jenis keganasan. Rata-rata
leukemia limfoblastik akut adalah 4-4,5 kasus per tahun, (Permono &
Ugrasena, 2010).
Hasil Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa jumlah kanker di
Indonesia mencapai 1,4%, sedangkan Registrasi Kanker di Indonesia
tahun 2005-2007 dalam Kemenkes (2013) mencatat angka kejadian
kanker pada anak (0-17 tahun) adalah 9 per 100.000 anak-anak dengan
prevalensi leukemia (kanker tertinggi pada anak) adalah 2,8 per
100.000 anak-anak. Data yang tercatat pada Riskesdas (2013)
menunjukkan bahwa prevalensi leukemia tertinggi terdapat di provinsi
36
Derah Istimewa Yogyakarta sebanyak 4,15% sedangkan di Jawa
Tengah terdapat 2,1%.
Masalah fisik biasanya berasal dari rasa sakit dan ketidaknyamanan
akibat kanker yang bisa diatasi secara medis untuk mengurangi rasa
sakit dan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh remaja penderita
leukemia. Sedangkan masalah psikologis dapat muncul selama proses
pengobatan, yaitu remaja harus berada di rumah sakit untuk jangka
waktu yang cukup lama sehingga remaja harus berjauhan dengan
anggota keluarga, teman-teman, dan harus absen dari sekolah. Remaja
yang tugas perkembangannya adalah mencari identitas diri merasa
terancam dengan lingkungan rumah sakit dan kebutuhan untuk selalu
tergantung selama menjalani pengobatan. Kondisi ini dapat
menimbulkan kecemasan pada remaja (Adriani, 2011). Proses
pengobatan yang kurang menyenangkan, pemikiran tentang
kekambuhan dan berakhir dengan kematian juga dapat menimbulkan
rasa takut terhadap kematian. Bagi sebagian besar penderita kanker
kondisi yang menakutkan tersebut dapat menimbulkan kecemasan
(Miller, 2008).
Kecemasan merupakan salah satu reaksi psikologis terhadap
diagnosis penyakit dan pengobatan kanker. Kondisi yang penuh tekanan
merupakan ancaman bagi tubuh. Ketika tubuh terpapar ancaman,
hasilnya adalah sekumpulan perubahan fisiologis yang umumnya
disebut respon stres (Pinel, 2009). Respon yang muncul merupakan
respon yang kompleks, yaitu fisiologis, kognitif, emosional dan
perilaku. Respon fisiologis dapat termanifestasi dalam sistem syaraf
otonom, sistem kekebalan tubuh dan sistem neuroendokrin. Perubahan
yang ditunjukkan dari respon fisiologis, kognitif, emosional dan
perilaku merupakan gejala kecemasan (Sarah, 2010).
Untuk mengurangi terjadinya kecemasan karena pengobatan dan
meningkatkan angka kesehatan pada pasien kanker dewasa dengan
menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif (CAM) seperti
37
seni, musik, dan terapi dansa (Somani, Ali, Ali, & Lalani, 2014;
Tomlinson, Hesser, Ethier, & Sung, 2011). Selain itu penggunaan
pengobatan komplementer dan alternatif (CAM), terapi pikiran dan
tubuh memiliki efek positif pada kualitas hidup pada pasien kanker
anak (Ott, 2006).
Art therapy adalah bentuk psikoterapi yang menggunakan media
seni, material seni, dengan pembuatan karya seni untuk berkomunikasi.
Media seni dapat berupa pensil, kapur berwarna, warna, cat, potongan
potongan keratas, dan tanah liat (Hallowell, 2007). Kegiatan art therapy
mencakup berbagai kegiatan seni seperti menggambar, melukis,
memahat, menari, gerakan-gerakan kreatif, drama, puisi, fotografi,
melihat dan menilai karya seni orang lain. Art therapy dapat menjadi
cara yang aman untuk penderita kanker dan keluarga mereka untuk
mengungkapkan emosi-emosi seperti marah, takut, dan cemas tentang
kanker dan pengobatannya (Cancer, 2007).
Malchiodi (2016) mengungkapkan hasil penelitiannya mengenai
penatalaksanaan art drawing therapy dapat menurunkan tingkat hormon
kortisol. Kortisol atau “hormon stress” yang berkorelasi dengan tingkat
stress ditubuh. Sehingga dapat mengeluarkan homon endorphin yang
berefek meningkatkan perasaan nyaman dan tenang sehingga otot-otot
tubuh yang awalnya tegang akan mengalami rileksasi apabila seseorang
melakukan sesuatu hal dengan senang hati (Mumpuni & Wulandari,
2010).
Perkembangan neuroscience yang pesat juga berpengaruh terhadap
penelitian art therapy. Beberapa penelitian dilakukan dengan tujuan
untuk melihat hubungan proses membuat kreasi seni dengan bagian
otak yang terlibat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Dimisio pada
tahun 1994 (dalam Sarah, 2010) diketahui bahwa gambar yang dilihat,
dibayangkan ataupun digambar mengaktifkan bagian visual cortex pada
otak. Penelitian lain dilakukan oleh Firth dan Law (1995) dengan
menggunakan Position Emision Tomography (PET) yang memindai
38
aktivitas otak. Hasil penelitian Firth dan Law (1995) dalam Sarah
(2010) menemukan bahwah proses membuat gambar yang sangat
mudah dapat menimbulkan aktivitas kompleks pada beberapa bagian
otak.
Kekuatan art therapy bagi seseorang yang mengalami kecemasan
terletak pada proses kreatif dalam art therapy dapat memfasilitasi untuk
mengungkapkan ekspresi diri dan mengeksplorasi diri (Liebmann,
dalam Chambala, 2008). Pengalaman dalam menggambar, melukis
ataupun aktivitas artistik lainnya melibatkan proses di otak dan terlihat
melalui reaksi tubuh. Proses pembuatan gambar mengaktifkan visual
cortex pada otak. Oleh karena itu tubuh akan memberikan respon yang
sama ketika menghadapi situasi yang nyata.
39
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Leukemia atau kanker darah adalah penyakit
neoplastik yang beragam, ditandai oleh produksi secara tak
normal (transformasi maligna) dari sel-sel pembentuk darah
di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di
dalam sumsum tulang belakang digantikan oleh sel
abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat
dijumpai di dalam darah perifer atau sel darah tepi. Sel
leukemia sangat mempengaruhi pembentukan sel darah
normal (hematopoiesis) dan imunitas tubuh penderita
(Yayan, 2010). Sedangkan masalah yang akan muncul
kepada anak dengan leukimia yaitu psikologis dapat muncul
selama proses pengobatan, yaitu remaja harus berada di
rumah sakit untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga
remaja harus berjauhan dengan anggota keluarga, teman-
teman, dan harus absen dari sekolah. Kegiatan yang dapat
digunakan untuk mengurangi adanya kecemasan
menggunakan art therapy. Melalui art therapy kedua remaja
tersebut dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan
mereka. Sehingga art therapy merupakan cara yang aman
bagi penderita kanker dan juga keluarga mereka untuk
mengekspreskan emosi-emosi, seperti marah, takut, dan
kecemasan mengenai kanker dan pengobatannya. Art
therapy dengan menggambar juga dapat meningkatkan
hubungan komunikasi antara individu dan perawat.
40
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti dapat
memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi orang tua
Orang tua juga disarankan mengikuti kegiatan yang
diadakan di rumah sakit yang melibatkan para orang
tua untuk saling memberi dukungan dan semangat
sehingga orang tua tidak jenuh hanya di kamar saja.
Sikap orang tua yang relaks akan membuat anak
menjadi lebih nyaman. Kedekatan diantara orang tua
pasien juga membuat anak-anak mereka menjadi
saling dekat sehingga anak juga merasakan adanya
dukungan dari teman sebaya dan mereka yang
memiliki kondisi yang sama dengan dirinya.
2. Bagi rumah sakit
Bagi rumah sakit dapat menjadikan salah satu
alternatif terapi untuk mengatasi kecemasan pada
anak, dan menjadikan suatu kegiatan yang bisa
mengisi waktu luang pasien dengan leukimia
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, S. N. & Satiadarma, M. P. (2011). Efektifitas art therapy dalam
mengurangi kecemasan pada remaja pasien leukimia. Indonesian
Journal of Cancer. Volume 5. Nomor 1.
American Art Theraphy Association. (2013). The American Art Therapy
Association’s Mission.
American Cancer Society. (2012). Cancer Facts and Figures 2012. Atlanta:
American Cancer Society
American Cancer Society. (2014). Global Cancer Fact & Figures 2nd
Edition. Atlanta, American Cancer. Diakses pada 29 Oktober 2018
pada http://cebp.aacrjournals.org/content/19/8/1893.short.
British Association of Art Therapy. What is Art Therapy?. Diambil tanggal
2 juli 2020, dari http://www. baat.org?art_thrapy.html
Cancer Helps. What is art therapy. Diambil tanggal 2 juli 2020, dari
http://www.cancerhelp.org,uk/help. default.asp?page=25615
Chambala, A. (2008). Anxiety and art therapy: treatment in the public eye.
Journal of Art Therapy Assocation vol 25(4): 187‐189
Cindy, A. R. (2014). “Pengaruh Art Therapy Terhadap Peningkatan
Keterampilan Sosial Pada Anak Jalanan Di Jalan Tanjung
Putrayudha II Malang”. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Malang.
Dayani, EN, Budhiarti, LY & Lestari, LD. (2015). Terapi Bermain Clay
Terhadap Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6) yang
Menjalani Hospitalisasi di RSUD Bajar Baru: Jurnal Keperawatan
vol.3 no.2. Diakses pada 1 November 2018 pada
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/JDK/article/view/592
Desmawati. (2013). Sistem Hematologi dan Imunologi. Edited by D.
Juliastuti. Jakarta: Penerbit In Media.
Hallowell, L. (2007). Art Therapy Program-Children Cancer Centre.
Diambil dari http:///www.rch.org.au/ept/art/index.cfm?doc_id= 7693.
Han, Hae Ra. (2009). Measuring Anxiety in Children : A Methodological
Review of the Literature. Asian Nursing Research. Vol. 3 no. 2
Hawari, D (2011). Psikometri Alat Ukur (Skala) Kesehatan Jiwa. Jakarta:
FKUI.
Hoffbrand, AV, & Moss PAH. (2012) Kapita Selekta hematologi (6th ed).
Jakarta: EGC.
Joseph, M. C., Satiadarma, M. P., Koesma, R. E. (2018). Penerapan Terapi
Seni Dalam Mengurangi Kecemasan Pada Perempuan Korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Jakarta. Jurnal Muara Ilmu
Sosial, Humaniora, Dan Seni Vol. 2, No. 1, April 2018: Hlm 77-87
ISSN 2579-6348 (Versi Cetak) ISSN-L 2579-6356 (Versi Elektronik)
KBBI. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses 30 Oktober 2018
pada http://kkbi.web.id.cemas
Kementrian Kesehatan RI . (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:
Riskesdas
Lanzkowsky P, (2011). Manual of Pediatric hematology and Oncology. 5th
ed.USA: ELSEVIER.
Lestari, T. (2015). Kumpulan teori untuk kajian pustaka penelitian
kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Malchiodi, Cathy. (2018). Art Therapy Changes Lives.
Miller, G. 2008. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Kanker. Jakarta:
Pustaka Karya
Morrison, Candis & Hesdorffer, Charles S. (2012). Patients’ Guide to
Leukemia (Panduan untuk Penderita Leukemia). Penerjemah: Cisya
Dewantara. Jakarta: PT Indeks.
Mumpuni & Wulandari. (2010). Cara Jitu Mengatasi Stres. Yogyakarta:
ANDI Yogyakarta.
Murwani, Arita. (2008). Perawatan Penyakit Dalam. Kediri: Mitra
Cendikia.
Ngastiyah. (2005). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta:
EGC.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.
Ott, M. J. (2006). Mind-body therapies for the pediatric oncology patient:
Matching the right therapy with the right patient. Journal of Pediatric
Oncology Nursing, 23(5),254–267.
http://dx.doi.org/10.1177/1043454206291359
Padila. (2013) Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha
Medika
Permono, H. (2013). Tumbuh Kembang Anak Untuk Membangun Karakter
Anak Usia Dini. Universitas Persada Indonesia, Jakarta Diakses 28
Maret 2019, dari
<https;//publikasiilmiahums.sc.id/bitstream/handle/1167/3994/02.pdf?
sequence=1>
Pinel, J. P. J. (2009). Biopsikologi. Edisi ke 7. Terjemahan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Pui C. H., Evans W. E. (2006). Treatment of acute lymphoblastic leukemia.
England Journal of medicine. 354: 166-178.
Riskedas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. (2013). Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Diakses
pada 19 Oktobe r 2018 pada
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskes
das%202013.pdf
Saputro, H & Fazrin, I. (2017). Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah Sakit :
Penerapan Terapi Bermain Anak Sakit : Proses, Manfaat dan
Pelaksanaanya. FORIKES :Ponorogo. Diakses pada 24 Oktober 2018
pada
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=eLBFDwAAQBAJ&
oi=fnd&pg=PR1&dq=Anak+Sakit+Wajib+Bermain+di+Rumah+Sakit
+:%09Penerapan+Terapi+Bermain+Anak+Sakit+&ots=gmcKKckzxU
&sig=x3Cba4HfQf-
L6NtAf3eWwmm5O3E&redir_esc=y#v=onepage&q=Anak%20Sakit
%20Wajib%20Bermain%20di%20Rumah%20Sakit%20%3A%09Pen
erapan%20Terapi%20Bermain%20Anak%20Sakit&f=false
Sarah. (2010). Kajian Teoritis Pengaruh Art Therapy Dalam Mengurangi
Kecemasan Pada Penderita Kanker. Buletin Psikologi Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada Volume 18, No. 1, 2010: 29 – 35
ISSN: 0854‐7108
Setyoadi & Kushariyadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada
Pasien Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika.
Somani, S., Ali, F., Ali, T., & Lalani, N. S. (2014). Complementary and
alternative medicinein oncology nursing. British Journal of Nursing,
23(1), 40–46
Tomlinson, D., Hesser, T., Ethier, M., & Sung, L. (2011). Complementary
and alternative medicine use in pediatric cancer reported during
palliative phase of disease. Support Care Cancer, 19, 1857–1863.
http://dx.doi.org/10.1007/s00520-010-1029-0
Tsai, C. (2007). The effect of animal assisted therapy on children’s stress
during hospitalization. Disertasi. Univercity of marylan, school of
nursing.
WHO.(2011).Top 10 Causes of Death.
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en
World Health Organization. (2011). World Cancer Report 2011. WHO
Library Cataloguing in Publication Data: WHO Press.
Wu, EQ., et al. (2010). Healthcare resource utilization and costs associated
with non-adherence to imatinib treatment in chronic myeloid leukemia
patients. Journal Current Medical Research and Opinion. Volume 26,
2010
Yayan A. I., (2010). Leukemia. Riau: FK Universitas Riau.
Lampiran 1
KUESIONER KECEMASAN
Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS)
No Item 0 1 2 3 4
1 Perasaan Anxietas
Cemas
Firasat buruk
Takut
Mudah tersinggung
2 Ketegangan
Merasa tegang
Lesu
Tidak bisa istirahat tenang
Mudah terkejut
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah
3 Ketakutan
Pada gelap
Pada orang asing
Ditinggal sendiri
Pada binatang besar
Pada keramaian lalu lintas
Pada kerumunan orang banyak
4 Gangguan tidur
Sukar masuk tidur
Terbangun malam hari
Tidur tidak nyenyak
Bangun tidur terasa lesu
Banyak mimpi-mimpi
Mimpi menakutkan
5 Gangguan kecerdasan
Sukar konsentrasi
Daya ingat menurun
Daya ingat buruk
6 Perasaan depresi (murung)
Hilangnya minat
Berkurangnya kesengangan pada hobi
Sedih bangun dini hari
Perasaan berubah - ubah
7 Gejala somatik/fisik (otot)
Sakit dan nyeri di otot
Kaku
Kedutan otot
Gigi gemerutuk
Suara tidak stabil
8 Gangguan somatik/fisik
(sensorik)
Tinnitus (telinga berdering)
Pengelihatan kabur
Muka merah atau pucat
Merasa lemas
Perasaan di tusuk-tusuk
9 Gejala kardiovaskuler
Takikardi (denyut jantung
cepat)
Berdebar-debar
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Rasa lesu/lemas seperti mau
pingsan
Detak jantung menghilang (berhenti sekejap)
10 Gejala respiratori/pernafasan
Rasa tertekan atau sempit di dada
Rasa tercekik
Sering menarik nafas
Nafas pendek dan sesak
11 Gejala gastrointestinal
Sulit menelan
Perut melilit
Gangguan pencernaan
Nyeri sebelum dan sesudah makan
Perasaan terbakar di perut
Rasa penuh atau kembung
Mual
Muntah
Buang air besar lembek
Sukar BAB (konstipasi)
Kehilangan berat badan)
12 Gejala urogenital
Sering buang air kecil
Tidak dapat menahan air seni
Tidak datang bulan/haid
Darah haid berlebih
Darah haid amat sedikit
Masa haid berkepanjangan
Masa haid sangat pendek
Haid berapa kali dalam sebulan
Menjadi dingin (frigid)
Ejakulasi dini
Ejakulasi melemah
Ereksi hilang (impotensi)
13 Gejala autonom
Mulut kering
Muka merah
Mudah berkeringat
Kepala pusing
Kepala terasa berat
Kepala amat sakit
Bulu-bulu berdiri
14 Tingkah laku sikap pada
wawancara
Gelisah
Tidak tenang
Jari gemetar
Kerut kening
Muka tegang
Otot tegang/mengeras
Lampiran 2
Kuesioner Kecemasan
Revised Children’s Manifest Anxiety Scale RCMAS
Faktor Item Ya Tidak
Faktor I
Sosial
alienation
1. Saya merasa bahwa orang lain
tidak menyukai cara saya
melakukan sesuatu
2. Orang lain terlihat melakukan
sesuatu lebih mudah dari pada
yang bisa saya lakukan
3. Anak-anak lain lebih bahagia
dari pada saya
4. Saya merasa seseorang akan
mengatakan kepada saya bahwa
saya melakukan sesuatu dengan
cara yang salah
5. Banyak orang yang bertentangan
dengan saya
6. Saya merasa sendirian walaupun
saya bersama orang lain
Faktor II
Worry-
oversensitivity
7. Saya merasa khawatir apa yang
akan terjadi
8. Saya mudah selaki merasa
perasaan saya tersakiti
9. Saya sering merasa khawatir
bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi pada saya
10. Saya merasa mudah sakit hati
pada saat saya bertengkar
11. Saya sering merasa khawatir
12. Saya merasa gelisah
13. Saya takut terhadap banyak hal
14. Saya khawatir saat akan tidur
malam
15. Saya khawatir apa yang akan
dikatakan oleh orang tua saya
16. Saya kadang-kadang terbangun
ketakutan
17. Saya merasa takut pada saat
sesuatu berjalan tidak seperti
yang saya harapkan
18. Saya bermimpi buruk
19. Saya khawatir apa yang akan
dipikirkan orang tentang diri saya
Faktor III
Physiological
concerns
20. Saya sering merasa capek
21. Saya susah untuk tidur malam
22. Saya sering merasa sakit di
perut saya
23. Saya sering merasa sesak nafas
24. Saya merasa sulit untuk
konsentrasi dengn tugas sekolah
saya
25. Saya mempunyai masalah
terhadap keyakinan tekat
26. Saya sering bergoyang-goyang
waktu duduk
27. Saya mudah marah
28. Tangan saya terasa berkeringat
Lampiran 3