efusi pleura
DESCRIPTION
laporan kasusTRANSCRIPT
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Laporan Kasus
Fakultas Kedokteran Agustus 2015
Universitas Haluoleo
EFUSI PLEURA
Oleh :
Oleh:
Muh.Ali Badar, S.Ked
Vania Trysa Silondae, S.Ked
Pembimbing:
dr. Hj. Musyawarah, Sp.A.
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PEMANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2015
1
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : An. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 12 tahun 2 bulan
Alamat : Jl. Haeba Dalam, Kendari
MRS Bahteramas : Tanggal 13 Agustus 2015 pukul 12.45
ANAMNESA
Autoanamnesa dan Alloanamnesa (oleh ibu kandung pasien)
Keluhan Utama : Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk RS dengan keluhkan batuk sejak 2 bulan yang lalu. Batuk
berlendir berwarna jernih dan tidak disertai bercak darah. 1 hari sebelumnya
pasien pernah batuk berlendir yang disertai bercak-bercak darah. Bila batuk terus-
menerus dadanya sesak dan perutnya sampai sakit. Pasien juga lemas dan kurang
nafsu makan sehingga merasa badannya lebih kurus Nyeri kepala (-), pilek
(-),Demam (-). Mual (-), muntah (-), BAK (normal), BAB (biasa), nyeri pada
persendian (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat berobat di Puskesmas dengan keluhan batuk-batuk dan didiagnosis
dengan Bronkitis, namun keluhan batuk tidak berkurang.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami gejala batuk-batuk
Kontak dengan penderita TB paru dewasa (-)
Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :
Berat badan lahir : 3200 gr
Panjang badan lahir : 58cm
2
Berat badan sekarang : 23 kg (saat MRS, 13 Agustus 2015)
Tinggi badan sekarang : 126 cm
Riwayat Kelahiran :
Lahir di : Rumah, ditolong oleh : Bidan
Berapa bulan dalam kandungan : 8 bln
Jenis partus : Spontan, langsung menangis
IMUNISASI
Imunisasi Usia saat imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG - //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio - 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
Campak 9 bulan - //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan //////////// - -
Hepatitis B - 1 bulan 6 bulan ////////// - -
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2015
Kesan umum : sakit sedang
Kesadaran : E4M6V5
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 104x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi napas : 36x/menit, regular
Temperatur : 36,50C
Berat badan : 23 kg
Panjang Badan : 126 cm
Kepala
Rambut : Hitam
Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks Cahaya
(+/+), Pupil: Isokor (3mm/3mm).
Hidung : Sumbat (-), Sekret (-)
Telinga : Bersih, Sekret (-)
3
Mulut : Lidah bersih, faring Hiperemis(-), mukosa bibir basah,
pembesaran Tonsil (T1/T1) Hiperemis (+) .
Leher : Pembesaran KGB (-)
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi ICS (+)
Palpasi : vocal fremitus melemah pada basal kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada hemithoraks paru kanan. Redup pada basal
paru hemithoraks kiri. Batas paru dan hepar setinggi ICS 5 garis
midklavikularis kanan dengan suara pekak. Peranjakan hepar teraba 2 jari
pemeriksa. Batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3 – ICS 5 garis
sternalis kanan dengan suara redup. Batas bawah paru dan lambung setinggi
ICS 6 garis axillaris anterior kiri dengan suara timpani. Batas paru dan
jantung kiri setinggi ICS 5 1 cm medial garis midklavikularis kiri dengan
suara redup..
Auskultasi : Bronchovesikuler (-/-), Ronki (-/-), wheezing (-/-)
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba dibawah prossesus xipoideus,
Perkusi : Batas jantung
Kanan : ICS III, right parasternal line
Kiri : ICS VII left midaxillaris line
Auskultasi : S1:S2 reguler, gallop (-),
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, ikut gerak napas
Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran organ (-).
Perkusi : Timpani, redup di batas hepar dan spleen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Tampak pucat (-), sianosis (-), hangat, hiperemis (-),
hiperemis (-).
4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Foto Thorax PA saat pasien masuk tanggal 13 Agustus 2015
- Perselubungan homogen yang masif pada hemitoraks (s)
- Cor : CTI sulit ditentukan
- Trakea dan Cor shift kontra lesi
- Paru (D), sinus dan diafragma dalam batas normal
- Tulang-tulang intak
- Kesan : Efusi Pleura (S) masif
Diagnosis:
Efusi Pleura (S) Masif
PENATALAKSANAAN :
IVFD RL 12 tetes makro/menit
O2 1 LPM
Cefotaxime 2x1 gr, intravena
Pasang WSD
Prognosa :
Dubia et malam
Follow up (Time Table)
Tanggal S, O, A P14 Agustus 2015 S: lemas (+),batuk (+),
sesak (+)O: E4M6V5
TD: 100/60 mmHgN: 104x/menitRR: 39x/menitT: 36,5 0C
A : Efusi Pleura (S)
- IVFD RL 12 tetes makro/menit
- O2 1 LPM- Cefotaxime 2x1 gr/ intravena- Konsul Bedah
15 Agustus 2015 S: lemas (+),batuk (+), sesak (+)O: E4M6V5
TD: 90/60 mmHgN: 104x/menitRR: 36x/menitT: 36,5 0C
A : Efusi Pleura Sinistra
- IVFD RL 12 tetes makro/menit
- O2 1 LPM- Cefotaxime 2x1 gr, intravena- Rencana Pasang WSD
16 Agustus PULPAK PULPAK
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI FISIOLOGI PLEURA
Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan.
Membran ini membungkus jaringan paru. Pleura terdiri dari 2 lapis:
1. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, yang melekat pada
permukaan paru.
2. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, yang berhubungan dengan
dinding dada.
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang
memproduksi cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen,
pembuluh darah dan limfe.
Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus
merembes keluar dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal. Cairan ini
diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe
dan kembali kedarah.
Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-
20 mm, berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung
protein < 1,5 gr/dl dan ± 1.500 sel/ml. Sel cairan pleura didominasi oleh
monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel mesotel. Sel
polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat
kecil didalam cairan pleura.
6
Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura harus berjalan seimbang
agar nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan
2.2. DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat
berupa cairan transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga
pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml.
2.3. ETIOLOGI
Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura.
Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi
pleura jenis transudat atau eksudat.
Efusi pleura transudatif terjadi jika faktor sistemik yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi
pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan
dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe
transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat
Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan pleura. Efusi pleura
eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini,
sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria
ini :
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang
normal di dalam serum.
Tabel 1. Perbedaan Cairan Transudat-Eksudat Pada Efusi Pleura
7
Efusi pleura berupa:
a) Eksudat,
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membrane adalah karena
adanya peradangan pada pleura. Protein yang terdapat dalam cairan pleura
kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah
bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Efusi pleura
eksudat dapat disebabkan oleh :
1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-
6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise,
mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan
dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun
anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-
lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan
metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari
rongga pleura.
8
3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus,
Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat
terhadap organisme fungi.
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi
melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat
juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya
cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis
perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga
pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang
disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks dan jarang yang
masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan
berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar. Keluhan yang paling banyak ditemukan
adalah sesak dan nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali
dengan cepat walaupun dilakukan torakosintesis berkali-kali. Patofisiologi
terjadinya efusi ini diduga karena :
Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi
kebocoran kapiler.
Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan
aliran balik sirkulasi.
Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif
intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang
ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura
tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup
tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura
dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).
6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri,
abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai
9
predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna
purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini
dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada
empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4
indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi
parapneumonik:
Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura
Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura
Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah
daripada nilai pH bakteri
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik
yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.
7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid,
Skleroderma
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
b). Transudat
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik
dan koloid osmotic menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu
sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi
pada: (1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik, (2). Meningkatnya tekanan
kapiler pulmoner, (3) Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura, (4)
Menurunnya tekanan intra pleura. Efusi plura transudat dapat terjadi pada :
1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab
lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada
pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah
bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga
10
pleura dan paru-paru meningkat. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada
seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi
yang agak sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering
terjadi pada sisi kanan. Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan
jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga
segera menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila
penderita amat sesak.
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan
bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan
diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah
dengan memberikan infus albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang
kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi
kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila
penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada
alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah
pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi)
dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa
dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul
karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya
terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma.
Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
11
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisa dari rongga peritoneal
ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan
samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisa.
Tabel 2. Penyebab Efusi Pleura Transudat-Eksudat
c). Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb
pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin
12
karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh
permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah
tersebut berasal dari trauma dinding dada.
2.4. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura
berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang
saling bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi
filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan
diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura parietalis dengan kecepatan yang
seimbang dengan kecepatan pembentukannya.
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan
proses pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara
patologik di dalam rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan
terjadinya efusi pleura yaitu;
1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi
kapiler
2). Penurunan tekanan kavum pleura
3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura.
Gambar 1. Patofisiologi efusi pleura
13
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemothoraks. Proses terjadinya pneumothoraks karena
pecahnya alveoli dekat parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga
pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah
tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan
primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis
peritoneum. Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan. Perikarditis konstriktiva,
keganasan, atelektasis paru dan pneumothoraks.
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam
rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa
tuberkulosa .Penting untuk menggolongkan efusi pleura sebagai transudatif atau
eksudatif.
2.5. MANIFESTASI KLINIS
a. Gejala dan Tanda.
Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika
paru terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, berupa rasa
penuh dalam dada atau dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang
banyak, berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Adanya gejala-
gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),
banyak keringat, batuk, banyak riak. Berat badan menurun pada
neoplasma, ascites pada sirosis hepatis. Deviasi trachea menjauhi tempat
yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang
signifikan
14
b. Pemeriksaan Fisik.
Inspeksi. Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih
cembung
Palpasi. Gerakan dada yang tertinggal dan penurunan fremitus vocal
atau taktil pada sisi yang sakit
Perkusi. Redup pada perkusi
Auskultasi. Penurunan bunyi napas
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi
atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas
bronkus. Nyeri dada pada pleuritis : Simptom yang dominan adalah sakit
yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh bernafas dalam atau batuk.
Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang
inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya
dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke
daerah lain :
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G.
Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan
abdomen.
2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus
menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak
dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati
daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan
akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
15
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat
dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan
permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak
sudut kostrofrenikus menumpul. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral
dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.
2. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan
jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Untuk diagnosis cairan
pleura dilakukan pemeriksaan:
a. Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-
santrokom).Bila agak kemerahan-merahan, dapat terjadi trauma, infark
paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kunig
16
kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan empiema. Bila merah coklat
menunjukkan abses karena amuba.
b. Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya
dapat dilihat pada tabel :
Tabel 3. Perbedaan Biokimia Efusi Pleura
3. Sitologi.
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
Sel neutrofil: pada infeksi akut
Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau
limfoma maligna).
Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel giant: pada arthritis rheumatoid
Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase.
4. Bakteriologi.
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung
mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering
Pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter.
5. Biopsi Pleura.
17
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
2.6. DIAGNOSA
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisik
yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan
analisa cairan pleura.
2.7. PENATALAKSANAAN
1. Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika).
2. Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic).
3. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat
dilakukan sebagai berikut:
18
a. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di
bawah batas suara sonor dan redup.
c. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya
disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai
diafragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum
tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura
parietalis tebal.
Gambar Metode torakosentesis
d. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada
setiap aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada
satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock
(hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-
paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui
betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi
dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler
yang abnormal. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara
19
mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi
yang berat, dan hipotensi.. Komplikasi torakosintesis adalah:
pneumotoraks, hemotoraks, emboli udara, dan laserasi pleura viseralis.
4. Pemasangan WSD.
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara
lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:
a. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9
linea aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea
medioklavikuralis.
b. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal
selebar kurang lebih 2 cm sampai subkutis.
c. dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
d. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai
mendapatkan pleura parietalis.
e. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian
trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi
selang toraks.
f. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat
dengan kasa dan plester.
g. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selang diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar
udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.
20
Gambar Pemasangan jarum WSD
h. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.
Untuk memastikan dilakukan foto toraks.
i. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan
paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.
5. Pleurodesis.
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan
penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan adalah
sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adramisin,
dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya,
obat sitostatika (misal; tiotepa 45 mg) diberikan selang waktu 7-10 hari;
pemberian obat tidak perlu pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan
terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah
penimbunan kembali cairan dalam rongga tersebut.
Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus dipasang
dan paru dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan dalam 3050
ml larutan garam faal, kemudian dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui
21
selang toraks, ditambah dengan larutan garam faal 1030 ml larutan garam faal
untuk membilas selang, serta 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri
yang ditimbulkan obat ini. Analgetik narkotik diberikan 11,5 jam sebelum
pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks
diklem selama 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin
merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24 jam -48 jam
cairan tidak keluar, selang toraks dapat dicabut. Komplikasi tindakan pleurodesis
adalah sedikit sekali dan biasanya berupa nyeri pleuritik atau demam.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Ewingsa. 2009. Efusi Pleura. Diakses dari
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf pada tanggal
25 Januari 2014
2. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Harrison's Principles of Internal
Medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc : New York.
2008
1. Guyton & Hall. 1999. buku Ajar Fisiologi Kedokteran disi 9. EGC.
Jakarta.
3. Halim, Hadi. Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. 2007. Balai Penerbit FK UI Jakarta.
4. Jeremy, et al. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi kedua. EMS.
Jakarta : 2008.
5. Jeremy, et al. Penyakit Pleura. At a Glance Sistem respirasi Edisi kedua.
EMS. Jakarta : 2008.
6. Maryani. 2008. Efusi Pleura. Diakses dari
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/pleura.pdf pada tanggal 25
Januari 2014
7. Prasenohadi. The Pleura. Universitas Indonesia. 2009.Rachmatullah, P.
1997. Seri Ilmu Penyalit Dalam, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru
(Pulmonologi), Semarang, Undip
23