ekonomi islam.docx
DESCRIPTION
ekonomi islam.docxTRANSCRIPT
TUGAS AGAMA ISLAM
EKONOMI ISLAM
oleh :
1. ACHMAD RIZAL ISMAT PUTRA (01)
2. ARSI YOTA IHSANINGRUM (02)
3. NIKEN ENDRAS CAMARITA (22)
D III TEKNIK LISTIK – 3A
PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2013
A. PENDAHULUAN
Sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, pasar dan sistem perdagangan di kota itu
dikuasai dan dimonopoli sepenuhnya oleh orang-orang Yahudi. Maju dan mundurnya
masyarakat Madinah pada masa itu secara tidak langsung diatur oleh kapitalis Yahudi. Di
dalam masyarakat terjadinya penindasan, penzaliman dan riba dimana-mana. Setelah
Rasulullah hijrah ke Madinah, sebagai pemimpin, Rasulullah tidak berdiam diri melihat
kekacauan masyarakat Madinah yang bersumber pada eksploitasi oleh sistem ekonomi
kapitalis. Langkah yang diambil Rasulullah adalah mengerahkan Sayidina Abdurrahman bin
Auf, seorang hartawan, untuk membangun sistem ekonomi bertaraf Allah dan Rasul.
Sayidina Abdurrahman bin Auf memulakan dengan membangun pasar yang dikelola
seratus peratus oleh umat Islam sendiri berlokasi tidak jauh dari pasar Yahudi, yang
kemudian diberi nama “Suqul Anshar“ atau pasar Anshar. Semua orang Islam dihimbau
untuk berjual beli dan melakukan semua aktivitas perdagangan di pasar itu tanpa
bekerjasama sedikit pun dengan Yahudi dan tanpa terlibat dengan produk atau barang
mereka. Dengan semangat perpaduan serta ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya umat Islam
saat itu menumpukan perhatian semata-mata di Suqul Anshar. Bahkan bukan itu saja, karena
dalam sistem ekonomi Islam tidak ada penindasan atau riba serta amat memberi kemudahan
dan di dalamnya juga terdapat semangat perpaduan dan rasa ber-Tuhan yang tajam, maka
banyak orang bukan Islam dan orang luar kota pun tertarik untuk berdagang ke Suqul
Anshar.
Hasil dari perjuangan itu maka dalam waktu singkat ekonomi Madinah beralih ke
tangan umat Islam, sehingga ekonomi Yahudi yang sudah ratusan tahun, gulung tikar dan
bangkrut bahkan mereka menjadi miskin dan akhirnya menutup pasar mereka. Oleh sebab itu
jugalah sampai saat ini mereka sangat membenci dan dendam pada umat Islam dan sangat
menginginkan secara ekonomi, umat Islam berada dalam kekuasaan mereka tanpa umat
Islam menyadarinya.
Perpaduan umat Islam pada masa itu dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya,
berhasil membangun ekonomi Islam dan sekaligus merobohkan musuh tanpa berperang.
Seharusnya kita sebagai umat Islam mengambil teladan dan mengikuti sunnah Nabi kita
sebagai satu strategi untuk membangun sistem ekonomi Islam.
Dalam sejarah, lahirnya ekonomi Islam pada masa-masa sekarang ini lebih
disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor ajaran agama yang melarang riba dan
menganjurkan sodaqoh. Kedua, timbulnya surplus dolar dari negara-negara penghasil dan
pengekspor minyak dari Timur Tengah dan negara Islam dimana mereka pada akhirnya
membutuhkan institusi keuangan Islam untuk menyimpan dana mereka.
Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an
membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih.
Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena
banyak negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit
semakin kaya.
Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama
di negara-negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi
Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh
dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi
mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan
masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut
lebih menonjol ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah
yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan
negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam
yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba
untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu
sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah
meningkatkan perekonomian di Jazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-
Quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem
Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia.
Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari
paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk
menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan
untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi
kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi
ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan
kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak
semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup
tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi
juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada
keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.
B. PENGERTIAN EKONOMI ISLAM
Ekonomi Islam adalah sebuah madzhab (Pengertian Madzhab bisa dibagi 2. Ada arti
menurut bahasa, ada arti menurut istilah. Berdasarkan bahasa atau dilihat dari kosakata,
madzhab merupakan bentuk isim makan dari kata “dzahaba”, artinya jalan atau tempat yang
dilalui, sedangkan menurut istilah ulama ahli fiqih, madzhab adalah mengikuti sesuatu yang
dipercayai) ekonomi yang terjelma di dalamnya bagaimana Islam mengatur kehidupan
perekonomian, dengan suatu paradigma yang terdiri dari nilai-nilai moral Islam dan nilai-
nilai ilmu ekonomi, atau nilai-nilai sejarah yang ada hubungannya dengan masalah-masalah
siasat perekonomian maupun yang ada hubungannya dengan uraian sejarah masyarakat
manusia (Al-Shadr, 1968).
Ekonomi Islam juga bisa didefinisikan dengan “sekumpulan dasar-dasar umum
ekonomi yang disimpulkan dari Al Qur’an dan Sunnah, yang ada hubungannya dengan
urusan-urusan ekonomi”, seperti firman Allah :
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
(menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (Al-Baqarah : 29)
Firman-Nya lagi :
�م� �ك م�او�ات� ف�ي م�ا ل ر�ض� ف�ي و�م�ا الس�� أل�
ة� �ة� ظ�اه�ر� �اط�ن �م� و�ب �ل و�ا أ �ر� ن� ت� �ه� أ خ�ر� الل س�
�غ� ب س�� �ك� او�أ �ي �ع�م�ه� م� ع�ل ن
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu
apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir
dan batin.” (Luqman : 20)
Kedua ayat di atas, dan banyak lagi semisalnya dalam Al-Qur’an, meletakkan prinsip
ekonomi yang penting, memutuskan bahwa segala cara usaha pokok asalanya adalah boleh.
Dan firman Allah :
�ح�ل� �ه� و�أ �ع� الل �ي �ب م� ال �ا و�ح�ر� ب الر2“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah : 275)
Ayat ini meletakkan prinsip umum yaitu dihalalkannya berjual beli dan diharamkannya riba.
Dan firman-Nya juga :
�ص�يب3 �وا م�م�ا ن ب �س� �ت اء� اك 2س� �لن �ص�يب3 و�ل ن
ج�ال� �لر2 ل“Bagi laki-laki ada bagian dari hasil usaha mereka, dan bagi wanita pun ada bagian dari
hasil usaha mereka.” (Al-Nisa’ : 32)
Firman ini meletakkan prinsip umum, dengan keputusan bahwa hasil pekerjaan kembali
kepada yang mengerjakannya, tidak ada perbedaan dalam soal ini antara laki-laki dan wanita.
Dan firman-Nya :
�ي� �ك� ال� ك �وي �ة� ن �ن� د�ول �ي �اء� ب �ي �غ�ن �م� األ� �ك م�ن
“…Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu
sekalian.“ (Al-Hasyr : 7)
Firman ini meletakkan kendali umum, dengan memutuskan bahwa kepemimpinan harus
dapat mengembalikan distribusi kekayaan dalam masyarakat manakala tidak ada
keseimbangan di antara mereka yang dipimpinnya.
Sabda Rasulullah SAW :
“Semua muslim atas muslim lainnya, haram darahnya, kehormatannya dan hartanya.”
Hadits ini meletakkan prinsip umum, yakni haram menganiaya dengan menerjang hak atas
harta orang Islam lainnya. Begitu seterusnya ayat-ayat dan hadits-hadits yang meletakkan
prinsip-prinsip umum ekonomi yang penting. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip umum
adalah bahwa bahwa prinsip-prinsip ini tidak berubah ataupun berganti serta cocok untuk
setiap saat dan tempat, tanpa peduli dengan tingkat kemajuan ekonomi dalam masyarakat.
C. PRINSIP DASAR EKONOMI ISLAM
Prinsip-prinsip yang mendasari ekonomi Islam :
1. Tauhid
Tauhid merupakan dasar pijakan ekonomi syariah. Karena setiap muslim, dalam
menjalankan kegiatan apapun, pijakan dan dasarnya adalah wujud dari penghambaan
kepada Sang Khalik.
Allah SWT berfirman :
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku." (QS. Ad-Dzariyat/ 51 : 56)
Atas dasar prinsip itulah, seorang muslim dalam menjalankan aktivitas
ekonominya pun mengacu pada aspek Tauhid ini, yaitu sebagai salah satu bentuk ibadah
dan penghambaan kepada Allah SWT.
2. Maslahah dan Falah
Dalam Islam, tujuan Syariah Islam atau yang biasa disebut dengan maqashid
syariah adalah mewujudkan kemaslahatan untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi,
yaitu FALAH. Falah dalam dimensi dunia berarti sebagai kelangsungan hidup,
kebebasan dari kemiskinan, pengetahuan yang bebas dari segala kebodohan, serta
kekuatan dan kehormatan. Sedangkan untuk dimensi akhirat falah mencakup
kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi dan kemuliaan abadi.
Maslahah adalah segala sesuatu yang mengandung dan mendatangkan manfaat.
Dalam ushul fiqh didefinisikan sebagai jalbul manfaah wal darul mafsdah (menarik
manfaat dan menolak kemadharatan. Sehingga dengan prinsip ini Islam menolak segala
kativitas ekonomi yang mendatangkan mafsadah (kerusakan), karena bertentangan
dengan maslahah.
3. Khalifah (Wakil Allah di Bumi)
Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah (wakil Allah) di muka bumi,
yang diantara tugasnya adalah mengelola alam dan memakmurkan bumi sesuai dengan
titah dan syariah Allah.
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat
cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam mengemban tugasnya sebagai khalifah, manusia bebas dan dapat berfikir
serta menalar untuk memilih antara yang benar dengan yang salah, fair dan tidak fair dan
mengubah hidupnya kearah yang lebih baik. Dan untuk mengemban tugas tersebut,
manusia diberkahi dengan semua kelengkapan akal, spiritual dan material.
Firman Allah SWT :
"Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada
pula yang kafir." (QS. Al-Insan/ 76:3)
Firman Allah SWT :
"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia." (QS. Arra'd/ 13 : 11)
4. Al-Amwal (Harta)
Berdasarkan konsep ekonomi Islam, Allah sebagai pemilik harta yang hakiki,
sedangkan kepemilikan manusia bersifat relatif, artinya manusia hanyalah sebagai
penerima titipan (pemegang amanah) yang kelak harus mempertanggung jawabkannya
di hadapan Allah SWT. Konsep ini bertolak belakang dengan konsep pemilikan harta
dalam ekonomi konvensional, dimana dalam sistem ini kepemilikan harta bersifat
absolut dan mutlak milik individu.
5. Adil (Keadilan)
Allah yang menurunkan Islam sebagai system kehidupan bagi seluruh umat
manusia menekankan pentingnya penegakan keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi
maupun sosial. Komitmen syariah Islam terhadap keadilan sangat jelas, terlihat
diantaranya dari banyaknya ayat-ayat dan hadits-hadits yang berbicara tentang keadilan,
baik dalam Al-Qur'an maupun dalam Sunnah. Bahkan keadilan merupakan suatu
persyaratan bagi seorang muslim, untuk menggapai derajat taqwa kepada Allah SWT.
6. Ukhuwah (Persaudaraan)
Al-Qur'an dan Sunnah mengajarkan ukhuwah (persaudaraan) antara sesama
manusia, khususnya sesama muslim. Karena pada dasarnya setiap mukmin adalah
saudara bagi mu'min lainnya.
Firman Allah SWT :
"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (QS
Al-Hujurat/ 49 : 10)
Implikasi dari prinsip ini dalam perekonomian Islam terutama tercermin dalam
tanggung jawab dan usaha bersama dalam pengentasan kemiskinan. Seperti konsep
jaminan sosial yang merupakan fardhu kifayah yaitu menjadi tanggung jawab
sekelompok masyarat atau negara.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang
melapangkan kesulitan dunia seorang mu'min, maka Allah akan melapangkan baginya
kesulitan hari akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang mu'min maka Allah
akanmenutupi aibnya pada hari kiamat. Dan Allah senantiasa menolong seorang hamba,
selama hamba tersebut menolong saudaranya. (HR. Muslim & Turmudzi).
7. Akhlak (Etika)
Akhlak merupakan salah satu inti dari ajaran Islam. Islam telah menuntun
seorang muslim untuk bersikap ihsan, menjaga amanah, sabar, jujur, rendah hati, tolong
menolong, kasih sayang, malu, ridho, dsb.
Karena ekonomi Islam merupakan bagian dari ibadah muamalah, maka setiap
aktivitas harus dilandasi oleh norma dan etika Islam. Dan hal inilah yang membedakan
antara system ekonomi Islam dengan system ekonomi yang lain.
8. Ulil Amri (Pemerintah)
Dalam Islam, negara bertanggung jawab untuk memelihara aqidah Islam dan
melaksanakan hokum-hukum Allah secara sempurna di tengah-tengah kehidupan
termasuk melaksanakan pengaturan disegala bidang, termasuk ekonomi.
Negara bertanggung jawab atas pengadaan kebutuhan hidup masyarakat. Dan
masyarakat pun harus mematuhi ketentuan sang pemimpin sepanjang hal tersebut tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip yang digariskan dalam agama Islam.
Allah SWT berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa/ 4 : 59)
9. Berjamaah (Kerjasama Sinergy)
Prinsip kerjasama merupakan satu prinsip penting dalam ekonomi Islam.
Pentingnya kerjasama ini juga dapat kita lihat dari "pahala" yang Allah berikan terhadap
amal ibadah yang dilakukan dengan cara "berjamaah", seperti shalat yang pahalanya 27
derajat lebih baik dibandingkan dengan shalat sendiri-sendiri.
Dalam beraktivitas ekonomi, dengan berjamaah akan dapat menghasilkan output
yang lebih maksimal. Sehingga satu usaha syariah, sesungguhnya merupakan bagian
dari usaha syariah lainnya. Asuransi Syariah merupakan bagian dari Bank Syariah,
demikian juga sebaliknya. Kemudian ditunjang lagi dengan segala usaha yang
berasaskan syariah. Jika "keberjamaahan" ini dapat berjalan dengan baik, insya Allah
hasil yang akan di dapatkan oleh ekonomi syariah akan semakin baik dan semakin
maksimal.
D. SISTEM EKONOMI ISLAM
Sistem ekonomi Islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang
disimpulkan dari Al-Quran dan sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang
didirikan atas landasan dasar-dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan
keadaan saat ini.
Sistem ekonomi Islam sangat berbeda dari ekonomi kapitalis maupun sosialis.
Ekonomi Islam bukan pula berada di tengah-tengah antara keduanya, karena sangat bertolak-
belakang dengan sistem ekonomi kapitalis yang lebih bersifat individual, sistem ekonomi
sosialis yang memberikan tanggung jawab penuh kepada warganya serta komunis yang lebih
condong kepada kebijakan pemerintah. Sedangkan ekonomi Islam menetapkan bentuk
perdagangan serta penentuan yang boleh dan tidak boleh ditranskasikan seperti pengaturan
laba dan riba. Menekankan kebijakan untuk kesejahteraan bagi seluruh masyarakat,
memberikan rasa adil kepada semua pelaku ekonomi, serta kebersamaan dan kekeluargaan
yang harus dimiliki dan diterapkan, sehingga rasa individu untuk memenangkan kompetisi
dan persaingan dengan berbagai cara bisa diminimalisir.
Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang mandiri dan terlepas dari sistem-
sistem ekonomi lainnya. Adapun yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem
ekonomi lainnya, adalah :
1. Asumsi dasar dan norma pokok dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi yang
diberlakukan. Dalam sistem ekonomi Islam, yang menjadi asumsi dasarnya adalah
syariat Islam.
2. Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan alam.
3. Motif ekonomi Islam adalah mencari keseimbangan dunia dan akhirat dengan jalan
beribadah.
E. HAKIKAT HARTA DAN KEKAYAAN DALAM ISLAM
Sudah menjadi naluri manusia bahwa dia suka kepada harta kekayaan. Karena dengan
harta kekayaan yang ada pada dirinya, dia mempunyai kekuasaan untuk dapat membeli
sejumlah barang atau jasa dalam rangka memenuhi berbagai hidupnya. Naluri ini dijelaskan
Allah, sebagaimana firman-Nya :
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa yang diinginkan,
yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kedua pilihan,
binatang-binatang ternak sawah dan lading. Itulah kesenangan hidup di dunia ; dan di sisi
Allahlah tempat kembali yang baik (surga).” (QS.3 : 14)
“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS.89 : 20)
Kesukaan harta yang berlebihan menyebabkan manusia berkecenderungan bersifat
kikir. Sisi lain ada manusia yang bersifat boros dalam menggunakan harta. Sikap boros
dalam membelanjakan harta akan menjurus pada kemewahan hidup. Hal ini menyebabkan
terjadinya ketimpangan dan tindak kejahatan dalam masyarakat, karena hilangnya rasa
keadilan dan kesejahteraan.
1. Kedudukan harta dalam Islam
a. Harta kekayaan pada hakekatnya adalah milik Allah. Firman Allah : “Ingatlah
segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi.” (QS.10 : 55).
b. Harta kekayaan sebagai amanah Tuhan (QS. 8 : 27 -28 ) Al Qur’an mengatakan :
“Carilah negeri akhirat dengan kekayaan yang dianugrahkan Tuhan kepadamu,
dan janganlah lupa bagaimana di dunia ini.” (QS.28 : 77).
Kata amanah dalam bahasa sehari-hari berarti mempercayakan sesuatu
kepada orang lain dengan kejujuran untuk dijaga dan akan dikembalikan kepada
pemilik dalam keadaan persis sama (sejauh mungkin) dengan ketika dititipkan.
Karena semua benda adalah milik Yang Maha Kuasa (31 : 26 ; 42 : 2), Allah
memiliki alam semesta (kekayaan) secara absolute, sebab Allah Maha Alamin, yang
diciptakan-Nya dengan tujuan keadilan (28 : 76, 84) yang diserahkan kepada
manusia (33 : 72).
Dengan amanah tersebut secara jelas Sang Pencipta (Allah sebagai pemberi
amanah) mengharapkan manusia (sebagai penerima amanah) menggunakan harta
kekayaan yang diperoleh sesuai dengan mkasud dan tujuan yang sebenarnya.
c. Harta sebagai ujian manusia (QS. 18 : 46 ; 8: 27-28. 63 :9-10 ; 34 : 37)
Pada hakekatnya kekayaan adalah hak semua orang (2 : 29), maka ia tidak boleh
terpusat di tengah segelintir orang. Dalam memegang harta kekayaan manusia akan
diuji dalam penggunaannya. Apakah dengan adanya kekayaan manusia semakin
dekat dengan Allah atau semakin jauh melupakan diri dari Tuhan. Jika diuji dengan
kekurangan harta kekayaan apakah manusia tetap sabar dengan semakin dekat
dengan Allah dan semakin kerja keras ataukah semakin putus asa dan buruk sangka
kepada Allah.
d. Alat beribadah (QS. 2 : 261-262)
Dengan harta kita bisa melaksanakan ibadah dengan baik dalam arti ibadah yang
luas, yang vertical dan horizontal. Dengan harta kita berusaha menciptakan
keharmonisan diri dengan Tuhan dan dengan sesama ciptaan-Nya.
2. Cara mempergunakan harta kekayaan
Cara penggunaan harta kekayaan tergantung dari pribadi masing-masing akan
tetapi Allah telah menetapkan aturan agar harta yang dimiliki seseorang bisa fungsional
untuk kebaikan diri dan masyarakat secara keseluruhan.
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah sebagian dari rizki yang telah kami
berikan kepadamu, sebelum datang hari, yang pada hari itu tidak ada lagi pershaba-tan
yang akrab dan tidak ada syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang
dzalim.” (QS. 2 : 254 )
Al-Quran tidak melarang manusia mengumpulkan harta benda, akan tetapi
penyalahgunaan kekayaan menyebabkan manusia buta terhadap nilai-nilai luhur
dikecam keras oleh Al Qur’an (QS.102 : 1-8 ; 104 : 1-4). Al-Quran menganjurkan
bahwa harta kekayaan harus didistribusikan kepada yang yang berhak. Kelompok
masyarakat yang tidak diperkenankan menjadi terlalu kaya, sememntara kelompok
lainnya menderita kemiskinan, hal ini akan menyebabkan ketimpangan sosial.
“Kekayaan tidak boleh berputar hanya dalam lingkaran orang-orang kaya.” (QS. 59 :
7)
Lebih lanjut cara penggunaannya adalah :
a. Pemilikan pribadi dibenarkan hanya jika penggunaan hak itu tidak bertentangan
dengan kepentingan masyarakat.
b. Seseorang dibenarkan mempergunakan harta kekayaan dalam batas-batas tertentu,
yaitu dalam batas tidak kurang dan tidak melebihi rata-rata penggunaan dalam
masyarakat.
Allah berfirman :
“Dan mereka yang apabila mempergunakan hartanya tidak berlebihan dan tidak
pula berkekurangan, melainkan berada dalam keseimbangan antara keduanya.”
(QS.25 : 67).
c. Penggunaan harta kekayaan yang berlebihan (tabdzir atau israf) bertentangan
dengan prikemanusiaan. “Berikanlah kepada keluarga orang miskin dan orang
yang terlantar, dan janganlah kamu berlebih-lebihan (mewah) sekali. Sebab yang
berlebih-lebihan itu adalah kawan-kawan seta, sedang setan itu ingkar kepada
Tuhannya.” (QS.17 : 26-27).
d. Kemewahan selalu menjadi provokasi terhadap pertentangan golongan dalam
masyarakat yang berakhir distruktif (menghancurkan) (QS.12:16). Sebaliknya
penggunaan kurang dari rata-rata masyarakat, akan merusakan diri sendiri dalam
masyarakat, disebabkan membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat
digunakan untuk menfaat bersama (QS.47:38).
e. Penggunaan harta kekyaan adalah untuk kepentingan umum.
Firman Allah :
“Dan berikanlah kepada mereka (orang-orang yang miskin) itu dari harta Tuhan
yang telah diberikan-Nya kepada kamu.” (QS.26:33).
“Dan orang-orang itu pada hara mereka terdapat hak yang pasti bagi orang
miskin yang meminta-minta maupun yang tidak meminta-minta.” (QS.70 : 24-25).
3. Fungsi harta kekayaan
a. Sebagai sarana pemenuhan amanah ketuhanan (melaksanakan anjuran agama,
terutama proses aktualisasi harta dalam mengurangi jurang kemiskinan yaitu Zakat.
b. Sebagai alat menjaga kehormatan dan kewibawaan seseorang, karena dengan
memiliki harta kekayaan dapat menghindaritindakan yang tidak sesuai dengan
agama. Misalnya : meminta-minta, pencurian, rentenir, atau riba.
c. Sarana untuk mensucikan diri di hadapan Allah, sebab harta kekayaan adalah
amanah maka harus dikembangkan sesuai dengan tujuannya, infak, sadaqah, zakat
dan lain sebagainya. Contoh yang konkrit, dengan harta kekayaan, seseorang bisa
melaksanakan ibadah qurban, panggilan Tuhan seperti ibadah haji.
d. Untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat, karena harta dan kekayaan
merupakan indikator kebahagiaan walaupun relatif (QS. 2:201 ; 28:77) Firman
Allah :
“Sesungguhnya Alllah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta
mereka, dengan memberikan syurga untuk mereka.” (QS.9 : 111).
F. PENGELOLAAN ZAKAT
1. Pengertian Pengelolaan
Pengeloaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
Sedangkan istilah zakat sendiri berasal dari kata zaka yang artinya tumbuh dengan
subur. Dan yang dimaksud dengan zakat adalah kadar harta tertentu yang wajib
diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Jadi, dalam pengelolaan zakat dapat dipikirkan cara-cara pelaksanaannya dengan
ilmu pengetahuan yang sesuai dengan tujuan zakat ialah meningkatkan taraf hidup
anggota masyarakat yang lemah ekonomi dan mempercepat kemajuan agama Islam
menuju tercapainya masyarakat yang adil, maju dan makmur diridhoi oleh Allah SWT.
Apabila tidak mencukupi dana yang dikumpulkan melalui zakat (2,5 kg) maka Islam
memberikan pemungutan tambahan terhadap harta kekayaan masyarakat. Seperti yang
ditegaskan oleh hadits Nabi Muhammad :
�اة� ك و�ىالز� �ح�قCاس� �الم�ال �فى .إن"Sesungguhnya di dalam harta kekayaan itu ada selain zakat."
Pada intinya Islam membukakan pintu kesejahteraan pemerataan ekonomi
menuju ke masyarakat yang adil dan makmur. Disini selain harta kekayaan disalurkan
untuk zakat, harta itu bisa disalurkan misalnya lewat shadaqah dan infaq.
2. Asas Pengelolaan
Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum
sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Tujuan Pengelolaan
Tujuan pengelolaan zakat adalah:
a. Meningkatkan pelayanan dalam menunaikan zakat, sesuai dengan tuntutan zaman.
b. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
c. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.
4. Organisasi Pengelola Zakat
Berdasarkan pasal 6-10 UU No. 38 Tahun 1999, pasal 1 s.d. pasal 12, pasal 21,
22, 23 dan 24 Keputusan Menteri Agama No. 581 tahun 1999, organisasi pengelolaan
zakat dapat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
BAZ dan LAZ mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan
mendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Dalam melaksanakan tugasnya
LAZ dan BAZ bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal
8 dan 9 undang-undang dan pasal 1 Keputusan Menteri Agama).
a. Badan Amil Zakat (BAZ)
BAZ adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah
terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan,
mendistribusikan, mendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Badan
Amil Zakat meliputi BAZ Nasional, BAZ Propinsi, BAZ Kabupaten/Kota, BAZ
Kecamatan.
Badan Amil Zakat terdiri atas ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat,
tenaga professional dan wakil pemerintah. Mereka harus memenuhi persyaratan-
persyaratan antara lain : memiliki sifat amanah, adil, berdedikasi, professional dan
berintergritas tinggi. Masa tugas pelaksanaannya selama tiga tahun.
Tanggung jawab, wewenang dan tata kerja BAZ meliputi :
Ketua badan pelaksana BAZ bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas
nama Badan Amil Zakat baik ke dalam maupun keluar.
Dalam melaksanakan tugasnya masing-masing BAZ menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di lingkungan masing-masing, serta
melakukan konsultasi dan memberikan informasi antar BAZ di semua
tingkatan.
Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BAZ bertanggung jawab
mengkoordinasikan bawahannya masing-masing dan memberikan bimbingan
serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan BAZ wajib mengikuti dan
mematuhi ketentuan serta bertanggung jawab kepada atasan masing-masing
dan menyampaikan berkala tepat pada waktunya.
Setiap kepala divisi/bidang/seksi/urusan BAZ menyampaikan laporan dengan
kepala BAZ melalui sekretaris, dan sekretaris menampung laporan-laporan
tersebut serta menyusun laporan-laporan berkala BAZ.
Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan BAZ wajib diolah dan digunakan
sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk memberikan
arahan kepada bawahannya.
Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan satuan organisasi BAZ dibantu
oleh kepala satuan organisasi di bawahnya dan dalam rangka pemberian
bimbingan kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat bekala.
Dalam melaksanakan tugasnya BAZ memberikan laporan tahunan kepada
pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
Pembentukan dan Tempat Kedudukan Badan Amil Zakat
Tingkat Nasional dibentuk oleh Presiden dan usul Menteri Agama. BAZ
Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara.
Tingkat Propinsi dibentuk oleh Gubernur dan usul Kantor Wilayah
Departemen Agama Propinsi. BAZ Propinsi berkedudukan di ibu kota
Propinsi,
Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/Walikota dan Departemen
Agama Kabupaten/Kota. Berkedudukan di ibu kota Kabupaten/Kota.
Tingkat Kecamatan dibentuk oleh camat atau usul Kantor Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan. Berkedudukan ibu kota Kecamatan.
Susunan BAZ disemua tingakatannya sama yaitu : Dewan Pertimbangan,
Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana. Sedangakan Tugas BAZ dari Nasional
sampai Kecamatan sebagai berikut :
Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan untuk penyusunan rencana
pengelolaan zakat.
Menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan, pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
Melaksanakan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat,
menyusun rencana dan program pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,
pendayagunaan dan pengembangan pengelolaan zakat. (tingkat
Kabupaten/Kota dan Kecamatan)
Menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan, komunikasi informasi,
dan edukasi pengelolaan zakat. (tingkat Nasional dan propinsi)
b. Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Lembaga Amil Zakat adalah intitusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya
dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang
dakwah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam. Lembaga Amil Zakat
dikukuhkan, dibina dan dilindung pemerintah.
Dalam melaksanakan tugasnya LAZ memberikan laporan kepada
pemerintah sesuai dengan tingkatannya (pasal 31 Keputusan Menteri Agama).
Pengukuhan LAZ dilakukan oleh pemerintah atas usul LAZ yang telah
memenuhi persyaratan. Pengukuhan dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan
penelitian persyaratan. Pengukuhan dapat dibatalkan apabila LAZ tersebut tidak
lagi memenuhi persyaratan. Pemerintah yang dimaksud adalah :
Di pusat dilakukan oleh Menteri Agama.
Di daerah propinsi dilakukan oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah
Departemen Agama Propinsi.
Di daerah Kabupaten/Kota oleh Bupati/Wali Kota atas usul Kepala Kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota.
Di daerah Kecamatan oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan.
Lembaga Amil Zakat yang diusulkan kepada pemerintah untuk mendapat
pengukuhan, harus memenuhi syarat-syarat sebagi berikut (pasal 22 Keputusan
Menteri Agama) :
Berbadan hukum
Memiliki data muzaki dan mustahiq
Memiliki program kerja
Memiliki pembukuan
Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit
5. Potensi Zakat di Indonesia
Potensi zakat di Indonesia menurut Menteri Agama Said Aqiel Munawar per
tahunnya mencapai Rp. 7,5 triliun. Sementara hasil survei yang dilakukan PIRAC
(public interest Research and Advocacy Center) mengenai Pola dan Kecenderungan
Masyarakat Berzakat di 11 kota besar menyebutkan bahwa nilai zakat yang dibayarkan
para muzakki berkisar antara Rp. 124.200/tahun. Sedangkan nilai zakat yang dibayarkan
berkisar antara Rp. 44.000 sampai Rp. 339.000 per tahun. Dari data tersebut PIRAC
memperkirakan jumlah dana ZIS yang tergalang di Indonesia berjumlah sekitar Rp. 4
triliun.
Besarnya potensi dana ZIS ini dikarenakan ajaran agama menjadi motivasi
utama masyarakat untuk berderma. Hal ini tercermin dari salah satu hasil survei “Potensi
dan Perilaku Masyarakat dalam Menyumbang” yang dilakukan PIRAC di 11 kota besar
di Indonesia. Salah satu temuan menarik dari survei yang melibatkan 2.500 orang
responden tersebut adalah dominannya peran ajaran agama dalam mempengaruhi
seseorang untuk menyumbang. Hampir seluruh responden (99%) mengaku
menyumbang karena dorongan ajaran agama. Kegiatan keagamaan juga mendapatkan
porsi sumbangan yang cukup besar karena sebagian besar dari responden (84%)
mengaku pernah menyumbang untuk organisasi keagamaan atau kegiatan keagamaan.
Hanya sebagian kecil saja (16%) yang mengaku dalam setahun terakhir ini tidak
pernah menyumbang oraganisasi atau kegiatan keagamaan. Sedangkan rata-rata jumlah
sumbangan untuk organisasi atau kegiatan kegamaan pun relatif besar yaitu mencapai
Rp. 304.679 per tahun atau setara dengan US$ 34 (jika 1 US$ = Rp. 10.000,-). Potensi
ini akan bisa diaktualkan manakala langkah-langkah dan upaya sistematis dilakukan
dengan amanah, profesional dan penuh tanggungjawab. Langkah-langkah tersebut antara
lain mencakup: Sosialisasi, kelembagaan dan pendayagunaan.
G. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi Islam mengatur
dan memberikan pedoman bagi kehidupan perekonomian umat Islam yang didasarkan pada
Al-Qur’an dan sunnah. Dalam pelaksanaannya sistem ekonomi Islam lebih mengedepankan
prinsip keseimbangan dan keadilan dengan tujuan untuk menghindari adanya jurang pemisah
antara si kaya dan si miskin. Disamping itu, menciptakan suatu harmonisasi antar umat Islam
juga menjadi cita-cita dari sistem ekonomi Islam.