ekstraksi dihidrokalkon
TRANSCRIPT
A. Ekstraksi Dihidrokalkon
1.1. Sifat Dihidrokalkon
Dhidrokalkon merupakan senyawa polifenol dan karena itu mempunyai sifat
kimia senyawa fenol, yaitu bersifat polar. Karena memiliki sifat polar tersebut, pada
umumnya ekstraksi dan isolasinya menggunakan pelarut polar seperti eranol,
metanol, butanol, air, dan lain-lain.
1.2. Memilih. Menyiapkan dan Mengekstraksi Bahan Tumbuhan
Tumbuhan segar merupakan bahan awal yang ideal untuk menganalisis
dihidrokalkon, tumbuhan tersebut kemudian dikeringkan dengan cepat (untuk
mencegah kerja enzim) dalam tanur bersuhu 100oC. Selanjutnya bahan tumbuhan
yang telah dikeringkan digiling menjadi serbuk halus untuk diekstraksi dengan
pelarut. Berikut merupakan merode ekstraksi yang digunakan :
+ air panas
+ eter, dikocok
+etil asetat, dikocok
+ dikocok dgn n-butanol
Bagan 1. Bagan Ekstraksi flavanoid dengan cara Charaux-Paris
Ekstrak Kering
Lapisan eter (aglikon)
Lapisan air
Lapisan air Lapisan etil asetat (glikosida dgn 1 atau
2 gula)
Lapisan air (senyawa sangat polar)
Lapisan n- butanol (glikosida polar, dgn >2
gula)
B. Metode Pemisahan, Pemurnian dan Penetapan Kadar Senyawa
Dihidrokalkon
2.1. Metode Pemisahan dan Pemurnian
2.1.1. Kromatografi Kertas
Kromatografi kertas mungkin merupakan cara kromatografi yang
paling umum dan berguna yang tersedia pada saat ini. Untuk mengisolasi
flavonoid biasanya digunakan kromatografi kertas dua arah sampai
kapasitas maksimumnya dan melakukan kromatografi dalam jumlah besar
merupakan satu cara untuk memisahkan dihidrokalkon. Bercak yang
sesuai digunting dari setiap kromatogram, diggabungkan, dan setelah
digunting menjadi potongan kecil-kecil dimaserasi dengan metanol-air
(1:1). Setelah dibiarkan beberapa jam, sambil kadang-kadang dikocok,
cairan di enap-tuangkan. Agar ekstraksi efisien, cara ini harus diulangi
dua-tiga kali. Selanjutnya ekstrak digabung, disaring dan diuapkan sampai
kering. Fase diam yang biasanya digunakan adalah kertas Whatman atau
Sephadex LH-20 sedangkan eluen yang biasa digunakan adalah kombinasi
dari etil asetat-air-butanol atau etanol dengan perbandingan tertentu.
2.1.2. Kromatografi Kolom
Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoid
(berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti
selulosa, silika, atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap
komponen memakai pelarut yang cocok.
Untuk proses pemisahan senyawa dihidrokalkon, biasanya
menggunakan fase diam dan pengembang berupa :
a. Selulosa
Pemakaian selulosa serupa dengan kertas, yaitu ideal untuk
memisahkan glikosida yang satu dengan glikosida yang lain,
atau memisahkan glikosida dari aglikon, serta untuk
memisahkan aglikon yang kurang polar. Kapasitasnya rendah,
contoh : selulosa mikrokristal dan Whatman CF-11 (berserabut
dan kurang memuaskan). Pengembang yang sering digunakan
untuk pemisahan dihidrokalkon adalah metanol 5% sampai air.
b. Silika
Bahan ini paling berguna untuk memisahkan aglikon yang
kurang polar, misalnya isoflavon, flavanon, metil flavon dan
flavonol. Sering kali lebih baik dicuci dulu dengan HCl kuat
untuk menghilangkan sesepora besi yang menyebabkan
flavonoid terikat kuat pada kemasan kolom. Kapasitas
pertengahan, contoh Kiselgel 60. Fase gerak yang biasa
digunakan diantaranya Benzena:CHCl3 (1:!) dilanjutkan
dengan CHCl3 kemudian etil asetat.
c. Gel Sephadex (LH-20)
Dirancang khusus untuk digunakan memakai pelarut organik.
Karena bahan ini menhasilkan eluat tanpa sisa, LH-20 sangat
cocok untuk pemurnian akhir aglikon flavonoid dan glikosida
yang telah diisolasi dari kertas, selulosa, silika atau poliamida.
Umumnya pelarut yang cocok adalah metanol, meski pada
mulanya diperlukan sedikit air untuk melarutkan flavonoid.
Untuk mengisolasi dihidrokalkon biasanya menggunakan
MeOH (kepolarnnya meningkat dengan air dan kepolarannya
menurun dengan BuOH
Jika diperlukan pemisahan yang baik, mengelusi dari kolomnya
harus dilakukan perlahan-lahan. Pita yang memisah dalam kolom mungkin
tampak kuning dan dapat dideteksi dengan sinar UV 366 nm. Dalam hal
ini, cara yang sederhana ialah dengan mengumpulkan setiap pita dalam
wadah yang terpisah. Tetapi, jika pita tak kelihatan, kita harus menampung
semua fraksi dalam selang waktu yang teratur kemudian setiap fraksi
dianalisis dengan KKt atau KLT untuk menentukkan fraksi mana yanng
akan digabung.
2.1.3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
KCKT pada dasarnya adalahsuatu kromatografi kolom yang
menggunakan kolom yang terbuat dari bahan kemasan dengan partikel
berukuran kecil dan berbentuk teratur. Berbagai kombinasi telah
dilaporkan untuk memisahkan senyawa dihidrokalkon menggunakan cara
ini. Sudah jelas bahwa untuk sebagian besar, analisis yang cocok ialah
kolom fase balik jenis oktadesil seperti C-18, RP-18 atau ODS dengan
panjang kolom sekitar 100-300 mm dan diameter dalam 2-5 mm.
Pengembang yang biasanya digunakan adalah H2O-MeOH,
H2O-MeOH/HOAc, EtoAC-heksan dalam berbagai perbandingan. Untuk
pengukuran flavanoid biasanya menggunakan detektor spektrofotometri
UV-Vis (untuk pengukuran kuantitatif komponen) dan untuk
dihidrokalkon biasanya dilihat pada panjang gelombang 280 nm.
Gambar 3. Hasil isolasi senyawa flavonoid menggunakan detektor spektroskopi UV-Vis
Kekurangan cara ini adalah tingginya biaya yang dikeluarkan
untuk pompa detektor/perekam/kolom dan persyaratan yang harus
dipenuhi dalam penyuntikkan larutan, yaitu harus bebas partikel untuk
mencegah penyumbatan dan kerusakkan kolom. Jika campuran flavonoid
tersedia cukup, analisis komponen dapat dilakukan dengan baik dan murah
dengan menggabungkan KKt (untuk memisahkan komponen) dan
spektrofotoskopi UV-Vis (untuk pengukuran kuantitatif komponen).
2.2. Penetapan Kadar senyawa dihidrokalkon
Untuk penetapan kadar dihidrokalkon biasanya menggunakan spektroskopi UV-Vis,
hal ini dikarenakan rumus bangun dihidrokalkon banyak memiliki gugus kromofor
sehingga dapat dideteksi oleh spektroskopi UV-Vis. Sebelum dilihat serapan yang
dihasilkan biasanya dilakukan penambahan pereaksi geser (FeCl3 dan AlCl3) untuk
menggeser puncak serapan yang dihasilkan. Setelah itu ditambahkan pelarut asam
asetat glasial 5% kemudian biarkan selama 5 menit, kemudian serapan dihhitung pada
panjang gelombang 280 nm.
2.3. Hidrolisis Senyawa Dihidrokalkon
Bila senyawa dihidrokalkon telah diisolasi dengan cara kromatografi dan keberartian
warna bercak, Rf dan spektrum UV-Vis untuk menentukan struktur telah dinilai
sebagaimana mestinya, penentuan struktur glikosida lebih lanjut dilakukan dengan
memutuskan gula dari aglikon dengan cara hidrolisis. Dengan cara ini berbagai jenis
glikosida dapat saling dibedakan dan bila terjadi pemutusan gula, aglikon, asil dapat
dipisahkan dan diidentifikasi. Untuk dihidrokalkon biasanya menggunakan hidrolisis
asam dan hidrolisis enzim.
a. Hidrolisis asam
Isolat murni ditambahkan HCl 5% dalam metanol kemudian dipanaskan selama 5
jam kemudian didinginkan. Setelah dingin,tambahkan air lalu ekstraksi dengan
etil asetat (dengan mengocok kuat-kuat dalam tabung reaksi). Aglikon akan
berada dalam fraksi etil asetat dan gula dalam fraksi air
b. Hidrolisis enzim
Hidrolisis enzim merupakan cara yang berguna untuk menentukan sifat ikatan
antara gula dan flavonoid (yaitu α dan β). Yang paling banyak digunakan
diataranya adalah enzim β-glukosidase, β-galaktosidase, dan β-glukouronidase.
C. Karakterisasi Senyawa Dihidrokalkon
Suatu isolat yang diperoleh perlu dikarakterisasi untuk mengetahui rumus strukturnya.
Untuk karakterisasi awal dapat menggunakan organoleptis untuk menduga apakah
senyawa kita flavonoid atau tidak kemudian dapat dilakukan dengan penentuan titik
lebur. Untuk karakterisasi yang lebih spesifik senyawa dihidrokalkon dapat digunakan
spektroskopi UV-Vis, IR, NMR dan MS
a. Spektroskopi UV-Vis
Spektroskopi serapan ultraviolet dan tampak merupakan cara yang paling berguna
dalam menganalisis struktur flavonoid. Cara ini digunakan untuk membantu
mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukkan pola oksigenasi. Disamping itu,
gugus hidroksi fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan penambahan
pereaksi geser kedalam cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang
terjadi. Dengan demikian, secara tidak langsung cara ini berguna untuk menentukan
kedudukan gula atau metil yang terikat pada salah satu gugs hidroksi fenol.
Keuntungan utama cara ini ialah jumlah flavonoid yang digunakan sedikit.
Spektrum dihidrokalkon biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut
metanol atau etanol, meski perlu diingat bahwa spektrum yang dihasilkan dalam
etanol kurang memuaskan. Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang 240-
280 nm (pita II) dan 300-450 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi
maksima tersebut memberikan pola informasi yang berharga mengenai sifat flavonoid
dan pola oksigenasenya.
Nama Senyawa
dihidrokalkon
EtOH (panjang
gelombang maks. nm)
NaOEt (panjang
gelombang maks. nm)
2’,4’-Dihidroksikhalkon 267, 317, 345bh 279, 300, 394
4,4’-Dihidroksi khalkon 240,348 250,427
2’,4’-Dihidroksi-4-metoksi-
khalkon
327, 307 bh, 362 234 bh, 282, 400
Butein 4’-O-glukosida
(2’,4’,3,4 :koreopsin)
245,265, 305 bh, 385 450
Tabel1. Tabel Perbandingan panjang gelombang yang dihasilkan beberapa senyawa dihidrokalkon
dengan menggunakan pelarut yang berbeda
Untuk pereaksi geser yang biasa digunakan diantaranya adalah :
a. Natrium metoksida
Spektrum NaOMe merupakan spektrum flavonoid yang gugus hidroksi
fenolnya sampai batas tertentu terionisasi. Karena itu spektrum ini biasanya
merupakan petunjuk “sidik jari” pola hidroksilasi dan juga bermanfaat untuk
mendeteksi gugus hidroksil yang lebih asam dan tidak tersubtitusi. Pada
dihidrokalkon pergeseran yang tampak terjadi pada pita I dengan kenaikkan
60-100 nm tanpa kenaikkan kekuatan (hanya kenaikkan panjang gelombang
saja)
b. Natrium asetat/asam borat
Spektrum NaOAc/H3BO3 menjembatani kedua gugus hidroksil pada gugus o-
dihidroksi dan mendeteksinnya. Pada dihidrokalkon terjadi pergeseran pada
pita II sekitar 10-15 nm(nisbi terhadap spektrum MeOH).
c. AlCl3 dan AlCl3/HCl
Spektrum ini membentuk kompleks tahan asam antara gugus hidroksil dan
keton yang bertetangga dan membentuk kompleks tak tahan asam dengan
gugus orto-dihidroksil, pereaksi ini dapat digunakan untuk mendeteksi kedua
gugus tersebut. Jadi spektrum AlCl3 merupakan penjumlahan pengaruh semua
kompleks terhadap spektrum sedangkan spektrum AlCl3/HCl hanya
merupakan pengaruh kompleks hidroksi keto. Pergeseran yang terjadi pada
dihidrokalkon dapat dilihat pada pita I dengan kenaikkan 40-70 nm.
Gambar 3. Pergeseran Panjang Gelombang maksimum yang terjadi dengan penambahan
peraksi geser
b. Spektroskopi IR
Spektrum inframerah dari dihidrokalkon diukur dalam bentuk padat yang dicampur
dengan KBr yang sudah dikeringkan. Pengamatan dimulai dari bilangan gelombang
4000 cm-1 sampai 400 cm-1 dan dilihat intensitas berbagai pita secara subjektif yaitu
kuat (K), menengah (M), atau lemah (L). Pada dihidrokhalkon terdapat gugus –OH
yang berada pada bilangan gelombang 2800-3100 cm-1, gugus karbonil pada 1600-
1800 cm-1, aromatis pada 1200-1600 cm-1 dan subtitusi aromatis pada 600-900 cm-1.
Gambar 4. Hasil Spektrum Inframerah senyawa dihidrokalkon pada bilangan gelombang 4000 cm-1-
400 cm-1
c. Spektroskopi RMI
1. Spektroskopi resonansi magnet proton (RMI-1H)
Spektroskopi RMI-1H memiliki kegunaan yang penting dalam identifikasi struktur
suatu senyawa karena berguna untuk :
a. Penentuan pola oksigenasi (pada ketiga lingkar)
b. Penentuan jumlah gugus metoksil (dan kedudukannya)
c. Pembedaan isoflavon, flavanon dan dihidroflavonol
d. Penentuan jumlah gula yang ada (dan penentuan apakah ikatannya α atau β)
e. Pendeteksian rantai samping hidrokarbon
Spektrum RMI-1H terlihat terutama di daerah 0-10 ppm medan bawah dari
sinyal acuan tetrametilisilan. Hanya proton yang menghasilkan sinyal
(beresonansi) di daerah ini dan proton yang secara kimia sama memberikan sinyal
yang sama. Ukuran sinyal (integrasi) berbanding lurus dengan jumlah proton yang
menghasilkan sinyal.
Proton tunggal sering terlihat pada spektrum sebagai kelompok sinyal yang
keseluruhannya menunjukkan integrasi yang sesuai dengan satu proton. Hal ini
terjadi bila proton itu mempunyai satu atau lebih proton tetangga pada atom yang
berdekatan, gejala ini disebut penggadengan (coupling) atau pemecahan
(splitting). Tingkat serta ukuran penggadengan merupakan petunjuk mengenai
jumlah dan kedudukan nisbi proton tersebut dalam flavonoid.
Untuk mengidentifikasi dihidrokalkon biasanya menggunakan jumlah
cuplikan sekitar 5-25 mg dan menggunakan pelarut DMSO-d6 dan CDCl3 yang
sangat baik dalam pendeteksian aglikon dan glikosida flavonoid.
Gambar 5. Tabel hasil pengamatan spektrum RMI-1H dari senyawa dihidrokhalkon
2. Spektroskopi resonansi magnet inti karbon-13 (RMI-13C)
Spektroskopi RMI-13C ini memiliki beberapa kegunaan, diantaranya penentuan
jumlah atom karbon keseluruhan dari setiap molekul, jumlah atom yang
teroksigenasi dalam inti flavonoid, dan jumlah atom karbon dalam bagian gula.
Penggunaannya hampir sama dengan spektroskopi RMI-1H, tetapi perlu
diperhatikan jumlah cuplikan yang dipakai semakin banyak maka akan semakin
baik (sekitar 10-50 mg). Pelarut yang paling sering digunakan adalah d6-DMSO.
Gambar 6. Spektrum RMI-13C dari dihidrokalkon dalam DMSO-d6
Gambar 7. Tabel hasil pengamatn spektrum RMI-13C dari senyawa dihidrokalkon
d. Spektroskopi MS
Pada prinsipnya spektroskopi massa adalah penguraian sesepora senyawa organik
dan perekaman pola fragmentasi menurut massanya. Spektroskopi MS banyak
dimanfaatkan untuk menentukan bobot molekul, menetapkan penyebaran penyulih
pada lingkar A dan B, serta menentukan sifat dan titik ikatan gula pada C- dan O-
glikosida flavonoid. Kelebihannya dibanding dengan metode fisikokimia yang lain
adalah :
a. Jumlah cuplikan yang digunakan hanya sedikit
b. Mampu menentukan bobot molekul dengan tepat
c. Kemampuan menghasilkan fragmentasi yang rumit yang sering khas bagi
senyawa yang bersangkutan sehingga dapat diidentifikasi
Tujuan pertama pada penasfiran SM ialah mengidentifikasi molekul utuh atau ion
induk (M+) dan kemudian menghubungkan pecahan utama yang lain dengan ion
induk dengan menjelaskannya secara masuk akal.
Gambar 8. Spektrum massa dari isoorientin