elektro degradasi

43
ELEKTROKIMIA DEGRADASI METILEN BLUE MENGGUNAKAN ELEKTRODA CARBON COMPOSITE (C-KITOSAN-PVC) DALAM SODIUM CHLORIDE (NaCl) Proposal Skripsi Diajukan oleh : AGUNK DWI PRAWIDHA No. Mahasiswa : 12612051

Upload: agunkprawidha

Post on 28-Jan-2016

137 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

degradasi

TRANSCRIPT

ELEKTROKIMIA DEGRADASI METILEN BLUE MENGGUNAKAN ELEKTRODA CARBON COMPOSITE (C-

KITOSAN-PVC) DALAM SODIUM CHLORIDE (NaCl)

Proposal Skripsi

Diajukan oleh :

AGUNK DWI PRAWIDHANo. Mahasiswa : 12612051

PROGRAM STUDI KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSTAS SLAM INDONESIA2015

ELEKTROKIMIA DEGRADASI METILEN BLUE MENGGUNAKAN ELEKTRODA CARBON COMPOSITE (C-

KITOSAN-PVC) DALAM SODIUM CHLORIDE

PROPOSAL SKRIPSI

yang Ddiaukan oleh :

AGUNK DWI PRAWIDHANo. Mahsiswa : 1212051

telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing I

(……………………) tanggal…………………

Dosen Pembimbing II

(……………………) tanggal…………………

Mengetahui,Ketua Program Studi Kimia

FMIPA-UII

(……………………….)

BAB I

PENDAHULAN

1. Latar Belakang

Pada saat ini, pencemaran lingkungan merupakan salah satu topik yang

sangat banyak diperbincangkan di dunia dan juga termasuk di Indonesia.

Pencemaran lingkungan merupakan permasalahan yang komplek. Pertambahan

penduduk selalu berbanding lurus dengan pertambahan masalah pecemaran

lingkungan. Dampak yang terlihat adalah penurunan kualitas dari lingkungan dan

timbul banyak penyakit baru sejalan dengan kualitas kehidupan manusia yang

menurun.

Sejalan dengan perkembangan industri tekstil pada saat ini, maka limbah

yang dihasilkan semakin banyak dan semakin kompleks, diantaraya limbah zat

cair warna pada proses pewarnan tekstil, yang menujukkan tingkat pencemaran

area tetentu. Pembuangan air limbah kelingkungan perairan dapat mengakibatkan

masalah pencemaran lingkungan. Limbah cair merupakan masalah utama dalam

lingkngan industri tekstil yang memberikan pengaruh yang paling luas, karena

karakteristik fisik maupun karakteristik kimia perairan sehingga memberikan

dampak negatif terhadap perairan.

Beberapa penelitian penghilangan warna dan senyawa oganik yang ada

dalam limbah cair industri tekstil telah banyak dilakukan misalnya dengan cara

kimia antara lain degradasi warna dengan reaksi oksidasi. Reaksi anaerob dan

reaksi anaerob dan reaksi fotokatalisis. Pada penelitian terdahulu metode

elektrolisis dipilih sebagai salah satu alternatif penanganan limbah zat warna.

Keuntungan metode ini dibandingkan dengan metode lain adalah efektif dan

sederhana. Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan proses elektrolisis

adalah elektroda yang digunakan.

Senyawa karbon telah digunakan secara luas dalam elektrokimia maupun

industri. Kelebihan elektroda karbon adalah harganya yang murah, potensinya

luas, inert, dan aktivitas elektrokatalisis untuk berbagai macam reaksi redoks.

Elektroda karbon merupakan senyawa yang paling baik dari logam mulia untuk

oksdasi dan reduksi molekul organic maupun molekul biologis dalam media cair

dan non cair.

Crini (2006), telah mengulas berbagai adsorben murah yang konvensional

yang telah digunakan untuk menyingkirkan zat warna. Salah satu hasil buangan

yang berpotensi digunakan sebagai adsorben zat warna adalah kitosan karena

memiliki beberapa karakeristik intristik yang berguna sebagai biosorbent yang

efektif untuk menghilangkan zat warna (crini & Badot, 2008 dalam Tanasale,

2011).

Pemanfaatan kitosan sebagai adsorben zat warna masih sangat kurang.

Khususnya untuk zat warna basa. Zat warna Methylene Blue atau Basic Blue 9

merupakan suatu zat warna basa yang umumnya digunakan untuk mewarnai

kertas, pewarna rambut, zat warna kain katun, wol dan lain-lain. Walaupun

methylene blue bukan termasuk zat warna berahaya tetapi setelah terhirup akan

menimbulkan gejala sesak nafas, muntah- muntah, diare dan mual Selama ini

Methylene Blue telah digunakan sebagai model untuk mempelajari proses adsorpsi

bahan pencemar organic dari larutan berair.

Pada penlitian ini dilakukan dengan cara elektrokimia degradasi methylene

blue dalam larutan sodium chloride menggunakan elektroda karbon komposit (C-

Kitosan-PVC). (C-kitosan-PVC disiapkan dengan menggunakan serbuk karbon,

yang dimodifikasi dengan penambahan kitosan dan PVC sebagai pengikat

material dalam 4 ml larutan tetrahydrofuran (THF) dan diaduk hingga homogen

diikuti dengan pengeringan dalam oven pada suhu 100oC selama 3 jam.

Campuran di tempatkan dalam cetakan stainless steel dan diberi tekanan 10

ton/Cm2. Pellet khusus menandung sekitar 7,5 gram karbon, 2,5gram kitosan dan

0,5 gram PVC. Efek arus dan waktu elektrolisis dievaluasi menggunakan

Spektrofotometer UV-VIS, High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

dan Gas Chromatography Spectrometry Massa (GCMS).

2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas

dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh sodium chloride terhadap degradasi zat warna

methylene blue dengan menggunakan elektroda karbon komposit (C-

Kitosan-PVC) ?

2. Bagaimana pengaruh tegangan tehadap degradasi zat warna methylene

blue dengan menggunakan elektroda karbon komposit (C-Kitosan-PVC) ?

3. Bagaimana pengaruh waktu kontak degradasi zat warna dalam desorpsi zat

warna methylene blue dengan menggunakan elektroda karbon komposit

(C-Kitosan-PVC) ?

3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh chloride terhadap degradasi zat warna

methylene blue.

2. Untuk mengetahui pengaruh arus tegangan terhadap degradasi zat warna

methylene blue.

3. Untuk mengetahui pengaruh waktu kontak degradasi zat warna warna

methylene blue.

4. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat mengetahui pengaruh konsentrasi larutan Nacl, tegangan

dan waktu pada proses elektrodekolorisasi methylene blue.

2. Bagi masyarakat, sebagai kajian ilmu yang berupa informasi penanganan

limbah perairan dengan menggunakan elektroda karbon komposit (C-

kitosan-PVC).

3. Bagi industri, memberi alternatif dalam mengatasi pencemaran lingkungan

yang aman, ekonomis, mudah dan efektif.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Metode elektrolisis sering digunakan dalam mengolah limbah tekstil

adalah metode elektrooksidasi. Metode ini merupakan metode yang efektif,

selektif, ekonomis, bebas polutan dan sangat sesuai untuk senyawa-senyawa

organik. Hasil akhir adalah air dan gas karbon dioksida (Polcaro et al., 1999).

Teknik elektrolisis tidak memerlukan bahan pengoksida dan juga katalis, karena

elektroda (kutub positif) dapat berfungsi sebagai tempat oksidasi dan pada waktu

yang sama dapat berfungsi sebagai katalis.

Beberapa penelitian telah menerapkan metode elektrokimia untuk

mengolah limbah batik atau limbah zat warna seperti degradasi metilen biru

(Panizza et al. 2007) dan degradasi limbah tekstil (Malpass et al. 2007 dan 2008).

Keberhasilan metode elektrokimia sangat ditentukan oleh jenis elektroda.

Vlyssides et al. (1999) telah melakukan elektrodegradasi limbah tekstil dengan

elektroda Pt/Ti. Penggunaan elektroda karbon untuk elektrodegradasi limbah

tekstil telah dilakukan oleh Shen et al. (2001); Duan et al. (2003); Golub et al.

(1987); Charette et al. (1991) dan Lin and Teng (2003). Cho et al. (2010). Untuk

meningkatkan kemampuan elektrokatalitik dan kekuatan mekanik (mechanical

strength) perlu dilakukan modifikasi elektroda karbon seperti dilakukan oleh Shen

et al. (2008) dan Sanchez et al. (2013) memodifikasi elektroda karbon dengan

epoksi. Selain itu jenis elektrolit dan konsentrasi sangat berpengaruh dalam

degradasi limbah zat warna. Elektrolit yang sering digunakan adalah NaCl dan

KCl (Cho et al. 2010).

Crini (2006), telah mengulas berbagai adsorben murah yang konvensional

yang telah digunakan untuk menyingkirkan zat warna. Salah satu hasil buangan

yang berpotensi digunakan sebagai adsorben zat warna adalah kitosan karena

memiliki beberapa karakeristik intristik yang berguna sebagai biosorbent yang

efektif untuk menghilangkan zat warna (crini & Badot, 2008 dalam Tanasale,

2011).

Penelitian kitosan sebagai adsorban telah banyak dilakukan dan semuanya

menunjukkan karakteristik sifat pada: (1)Kemampuannya yang cukup tinggi

dalam mengikat ion logam, (2) kemungkinan pengambilan kembali yang relative

mudah terhadap ion logam yang terikat kitosan dengan menggunakan pelarut

tertentu. Keuntungan adsorben kitosan adalah dapat digunakan untuk penanganan

limbah secara berulang-ulang (Muzzarelli,1997). Kitosan dengan sifat penukar

ionnya tergantung pada temperature, pH larutan, ukuran partikel, kristalisasi dan

derajat deasetilasi dari kitosan (Stephen, 1995).

Pada penelitian ini disampaikan modifikasi elektroda karbon dengan

menggunakan Kitosan sebagai adsorben dan PVC sebagai pengikat. Elektroda

karbon-PVC atau dinamakan C -PVC mempunyai porositas yang baik dan

ketahanan yang baik. Karbon berpori (porous carbons) banyak digunakan sebagai

adsorben, katalis pendukung, bahan elektronik karena mempunyai luas area yang

tinggi dan volume pori yang besar (Shen et al. 2008). Struktur pada karbon

berpori sangat penting untuk menghasilkan densitas energi atau tenaga yang besar.

Elektroda karbon dengan luas area permukaan tinggi akan menghasilkan kapasitan

besar (large capacitance) karena terbentuk formasi double layer di permukaan

elektroda. Karakteristik elektroda yang baik yaitu mempunyai sifat konduktifitas

listrik yang baik, konduktifitas termal yang baik, kekuatan mekanik yang baik dan

kemurnian bahan tinggi.

Dengan memodifikasi elektroda karbon komposit (C-PVC) dengan

penambahan kitosan diharapkan mendapatkan hasil yang lebih baik, mengingat

bahan kitosan merupakan adsorben limbah dan zat warna yang cukup baik dalam

penangan pencemaran lingkungan. Penelitian ini juga bertujuan untuk

mempelajari pengaruh variasi kontak waktu dan tegangan serta

pengkarakterisasian elektoda karbon komposit (C-Kitosan-PVC).

BAB III

DASAR TEORI

1. Elektrokimia

Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan

antara energi Iistrik dengan reaksi kimia. Proses elektrokimia adalah proses yang

mengubah reaksi kimia menjadi energi listrk atau energi listrik menjadi reaksi

kima Semua proses elektrokimia adalah reaksi redoks. Dalam reaksi redoks.

Elektron-elektron dipindahkan dari zat yang dioksidasi ke zat yang direduksi.

Proses elektrokimia terjadi didalarn sel elektrokimaa (Petnicci. 1999).

Sel elektrokimia adalah tempat terjadinya reaksi reduksi-oksidasi. Sel

elektrokimia terdiri dari (Aclunad. 2001):

1. Elektroda

Elektroda adalah sebuah konduktor yang digunakan untuk bersentuhan

dengan sebuah bagian non logam contohnya elektrolit dalam suatu sirkuit.

Elektroda tempat terjadinya reaksi oksidasi disebut anoda dan elektroda tempat

terjadinva reduksi disebut katoda.

2. Elektrolit

Elektrolit adalah zat dalam sel yang dapat menghantarkan listrik. Dalam

elektrolit muatan listrik diangkut oleh ion yang bergerak.

Reaksi pada elektroda berlangsung pada pernukaan elektroda. Reaksi ini

terjadi pada daerah antar muka antara elektrolit dan elektrolit. Rangkaian listrik

dalam sel elektrokimia terdiri atas dua bagian yaitu rangkaian luar dan rangkaian

dalam. Pada rangkaian luar. elektron mengalir melaui penghantar logam dan pada

rangkaian dalarn muatan listrik diangkut oleh ion yang bergerak dalam larutan

elektrolit. Sel elektrokimia ada dua macam yaitu sel galvani dan seln elektrolisis.

2. Potensial Elekroda

Potensial elektroda adalah otesial listrik yang ada pada sebuah elektroda

yang berhubungan engan btuk oksidasi da redksi dari eberapa zat. Suatu elektroa

mengandng partikel (on atau molkul) yng dapt menari elktron, atau cederung

teeduksi. Kekuatan tarikan itu disebut potensial reduksi. Potential redksi dari suata

elktroda ilambangan dengan E. dalam suatu sel lektrokimia, potensila selnya

merpaan selisish poensial reduksi kedua elektdanya. Yang poensialnya lebih besar

akn tereduksi dan berfungsi sebagai katoda, sedangkan yang lan teredksi dan

berfungsi sebaga anoda.

Esel = Ekatoda - Eanoda

Kespontaan reduksi redoks

Secara termodinamika, suatu reaksi spontan dapat berlangsung apabila G <

0, ata dalam sel ektrokimiam suatu reaksi dapat berlangsung jika reaksi itu Ese >

0. Sebaliknya reksi tidak spontan, G>0 dan Esel <0. Contoh reaksi spontan

adlareaksi dalam sel volta dan reaksi yang tidak spontanadalah reaksi elektrolisis

3. Elektrolisis

Elektrolisis adalah suatu proses reaksi kimia yang terjadi pada eletroda

yang tercelup dalam elktrolit ketika dualiri arus listrik dari suatu sumber potensial

luar (Dogra, 1990). Komponen terpenting dari proses eektrlis adalah elktrodadan

elektrolot. Sedangan sel elektrolisis adlah sebuase selektrokimia yang

menggunkan sumber energy listrik dari luar untuk menjalankan suatu reaksi yang

tidak spontan. Energi listrik berfungsi sebagai pompa elektron yang menggerakan

elektron ke katoda,dan menarik elektron dari anoda (Chang, 2005). Elektrn

megaliur dari anoda ke katoda dala rankaan luar seperti pada gambr.

Adanya aliran elektron dalam sel elektrolisis menyebabkan di katoda

terjadi reaksi reduksi dan di anoda terjadi reaksi oksidasi. Pada sel elektrolis,

katoda merupakan kutub negative karena dihubungkan dengan kutub negatif

sumber arus dan merupakan target bermigasinya ion positif, sedangkan anoda

merupakan kutub positif karena dihubungkan dengan kutub positif sumber arus

dan merupakan target bermigrasinya ion negative.

Proses elektrolisis berhubungan dengan besarnya potensial yang digunakan.

Besarnya potensial yang digunakan dalam elektrolisis bergantung pada:

(1) Potensial penguraian

Potensial oenguraian adalah tegangan luar terkecil yang harus dikenaan

untuk menimbilkan elektrolisis kontinu. Pada sel elektrolisi, potensial

yang digunakan harus mampu mengatasi potensial sel galvani yang

dihasilkan dan harus pula menatas tahanan larutan terhadap aliran arus

(Basset,194)

(2) Potensial lebih atau polarisasi kinetika

Potensial lebih adalah potensial pada anoda atau katoda yang nilainyalebih

tinggi dari potensial penguraian akibat terbentunya gas di sekitar elektroda

(Petrucci, 1999). Potensial lebih menyebabkan harga potensial menjadi

lebih negarif pada katoda dan menjadi lebih posited pada anoda.potensial

lebih tibul akibat adanya tahanan dari larutan. Bsarnya potensial ebih pada

anoda atau katoda dipengaruhi oleh:

a. Sifat dan keadaan fisk dari logam yang dipakai sebagi elktroda

b. Keadaan fisik dari zat yang diendapkan

c. Rapat arus yang dipakai

d. Perubahn konsentrasi di sekitar elektroda

(3) Polarisasi konsentrasi

Reaksi pada permukaan elektroda berlangsung seketika, kecepatan

tercapainya kesetimbangan antar elektroda dengan larutan tergantung dari

besarnya arus yang mengalir. Kurang cepatnya migrasi ion ke permukaan

elektroda disebut polarisasi konsentrasi. Polarisasi konsentrasi timbul

apabila gaya difusi, gaya tarik menarik elektrostatik dan pengadukan

mekanik tidak cukup untuk mengangkut pereaksi menuju atau dari

permukaan elektroda (Buchari,1990). Polarisai konsentrasi dapat

diperkecil dengan cara pengadukan dan menggunakan rapat arus kecil.

(4) Potensial ohmik atau potensial jatuh

Potensial ohmik atau potensial jatuh adalah potensial listrik yang

dihasilkan pada saat arus listrik dilewatkan dalam sel elektrolisis. Potensial

ohmik terjadi karena adanya tahanan dalam larutan yang dialami oleh on-

ion yang bergerak menuju anoda atau katoda. Besarnya potensial ohmi

sebanding dengan arus yang lewat dan tahanan larutan. Pengaruh potensial

ohmik menyebabkan potensial yang dibutuhkan pada sel elektrolisis lebih

besar dibandingkan potensial teoritisnya.

Untuk menentukan jenis zat yang dihasilkan pada anoda dan

katoda, maka harus diketahui: jenis kation dan anion dalam larutan,

keadaan ionnya yaitu bentuk cairan (lelehan) atau larutan, jenis

elektrodanya tidak bereaksi (inert) atau ikut bereaksi (aktif) dalam larutan,

dan konsentrasi larutan elektrolitnya pekat atau sangat encer (Achmad,

2001).

4. Reaksi pada elektroda

Pada permukaan elektroda terjadi persaingan reaksi antara ion – ion dari

eletrolit dan ion dari air, yang akan bereaksi pada permukaan ektroda ditentukan

dari nilai potensial elekrodanya. Contohnya :

Ag+(aq) + e -> Ag(s) EO = +0,80 Volt

Cu2+(aq) +e -> Cu(s) EO = +0,34 Volt

Dalam larutan yang mengandung ion Cu2+ dan Ion Ag+ dengan konsentrasi

yang sama, maka ion Ag akan lebih dahulu mengalami reduksi karena memiliki

nilai potensial elektroda yang lebih posiif. Jadi reaksi dengan potensial elektroda

lebih positif akan lebih mudah mengalami reduksi. Sebaliknya, reaksi oksidasi

akan mudah terjadi jika potensial elektrodanya lebih negatif (Achmad, 2001).

5. Methylene Blue

Metilen biru adalah senyawa kimia heterosiklik aromatik dengan rumus

molekul C16H18N3SCl. Metilen biru memiliki banyak kegunaan dalam berbagai

bidang yang berbeda, seperti biologi dan kimia. Pada suhu kamar senyawa itu

tidak berbau, gelap bubuk hijau, yang menghasilkan biru ketika dilarutkan dalam

air. Bentuk terhidrasi memiliki 3 molekul air per molekul metilen biru. Metilen

biru merupakan pewarna organik biru terang milik keluarga fenotiazin. Hal ini

terutama digunakan pada kulit pohon (serat nabati lunak seperti goni, rami), juga

pewarna sutera dan wol. Struktur molekul metilen biru ditunjukkan pada Gambar

1.

Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh

dengan kromofor sebagai pembawa warna. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai

dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa

hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-

senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen (Renita Manurung, Rosdanelli

Hasibuan, dan Irvan, 2004). Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan

molekul menjadi berwarna. Pada Tabel 1 dapat dilihat beberapa nama gugus

kromofor dan struktur kimianya yang memberi daya ikat terhadap serat yang

diwarnainya.

Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan

antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil. Daya serap terhadap serat tidak

besar. Sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan.

Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat

warna terhadap asam atau basa. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian

dari zat warna yang mudah lepas. Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna

menjadi mudah bereaksi dengan serat kain. Pada umumnya agar reaksi dapat

berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam sehingga

mencapai pH tertentu (Renita Manurung, Rosdanelli Hasibuan, dan Irvan, 2004).

6. Kitosan

Adsorben adalah suatu zat yang melakukan penyerapan terhadap zat lain

baik cairan maupun gas pada proses adsorpsi. Jenis – jenis adsorben yang

digunakan untuk proses adsorpsi berbeda – beda, tergantung dari zat apa yang

ingin diserap (adsorbat). Kemampuan adsorpsi secara langsung dipengaruhi oleh

kualitas dari adsorbennya. Jenis – jenis adsorben yang sering digunakan untuk

proses adsorpsi antara lain: karbon aktif, bentonit, clay aktif, aluminium dioksida,

silika dioksida aktif, zeolit, aluminosilicate, ion exchange resin. (Levine, 2002).

Kitin merupakan bahan organik utama terdapat pada kelompok hewan

seperti, crustaceae, insekta, fungi, mollusca dan arthropoda. Struktur kitin

tersusun atas 2000-3000 satuan monomer N-asetil D-Glukosamin yang saling

berikatan melalui 1,4 glikosidik. Satu diantara enam monosakarida yang

menyusun rantai kitin adalah glukosamin (Suhardi,1993).

Kitin diperoleh dengan melakukan dua tahap utama yaitu deproteinasi dan

demineralisasi. Salah satu senyawa turunan kitin yaitu kitosan yang dibuat dengan

mendeasetilasi senyawa kitin. Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia

poli(2-amino-2-dioksi-β-D-Glukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses

hidrolisis kitin menggunakan basa kuat. Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi

dari kitin dan kitosan serta turunannya di industri makanan, pemrosesan makanan,

bioteknologi, pertanian, farmasi, kesehatan, dan lingkungan. (Balley, et al, 1977).

Kitosan merupakan polimer kationik yang bersifat nontoksik, dapat

mengalami biodegradasi dan biokompatibel. Kitosan juga memiliki kegunaan

yang sangat luas dalam kehidupan sehari-hari misalnya sebagai adsorben limbah

logam berat dan zat warna, pengawet, antijamur, kosmetik, farmasi, flokulan,

antikanker, dan antibakteri. Kitosan dapat aktif dan berinteraksi dengan sel, enzim

atau matrik polimer yang bermuatan negatif (Stephen, 1995).

7. Gass Chromatographi dan Mass Spektrometri (GCMS)

GC-MS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang

menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC) untuk

menganalisis jumlah senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa (MS)

untuk menganalisis struktur molekul senyawa analit. Gas kromatografi merupakan

salah satu teknik spektroskopi yang menggunakan prinsip pemisahan campuran

berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya.

Gas kromatografi biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang

terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa

dalam fase gas. Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan

berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion

yang muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam

medan magnetic seragam. Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan

spektroskopi massa. Paduan keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat

dalam pengidentifikasian senyawa yang dilengakapi dengan struktur molekulnya.

Kromatografi gas ini juga mirip dengan distilasi fraksional, karena kedua

proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan pada

perbedaan titik didih (atau tekanan uap). Namun, distilasi fraksional biasanya

digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari campuran pada skala

besar, sedangkan GC dapat digunakan padaskala yang lebih kecil (yaitu mikro)

(Pavia:2006).

Prinsip kerja Kromatografi gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang

digunakan dalam kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat

digunakan untuk menguji kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan

berbagai komponen dari campuran. Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu

dalam mengidentifikasi sebuah senyawa kompleks. Dalam kromatografi gas, fase

yang bergerak (atau "mobile phase") adalah sebuah operator gas, yang biasanya

gas murni seperti helium atau yang tidak reactive seperti gas nitrogen. Stationary

atau fase diam merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer yang

mendukung gas murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa kaca atau logam

yang disebut kolom. Instrumen yang digunakan untuk melakukan kromatografi

gas disebut gas chromatograph (atau "aerograph", "gas pemisah").

Umumnya spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa suatu

sample menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang dipisahkan berdasarkan

perbandingan massa terhadap muatan. Spektroskopi massa mampu menghasilkan

berkas ion dari suatu zat uji, memilah ion tersebut menjadi spektum yang sesuai

dengan perbandingan massa terhadap muatan dan merekam kelimpahan relatif

tiap jenis ion yang ada. Umumnya hanya ion positif yang dipelajari karena ion

negative yang dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya sedikit. Saat GC

dikombinasikan dengan MS, akan didapatkan sebuah metode analisis yang sangat

bagus. Peneliti dapat menganalisis larutan organik, memasukkannya kedalam

instrumen, memisahkannya menjadi komponen tinggal dan langsung

mengidentifikasi larutan tersebut. Selanjutnya, peneliti dapat menghitung analisa

kuantitatif dari masing-masing komponen. Pada Gambar 4, sumbu z menyatakan

kelimpahan senyawa, sumbu x menyatakan spektrum kromatografi, dan sumbu y

menyatakan spektrum spektroskopi massa. Untuk menghitung masing-masing

metode dapat divisualisasikan ke dalam grafik dua dimensi. Pada metode analisis

GC-MS (Gas Cromatografy Mass Spektroscopy) adalah dengan membaca spektra

yang terdapat pada kedua metode yang digabung tersebut. Pada spectra GC jika

terdapat bahwa dari sampel mengandung banyak senyawa, yaitu terlihat dari

banyaknya puncak (peak) dalam spektra GC tersebut. Berdasarkan data waktu

retensi yang sudah diketahui dari literatur, bisa diketahui senyawa apa saja yang

ada dalam sampel. Selanjutnya adalah dengan memasukkan senyawa yang diduga

tersebut kedalam instrumen spektroskopi massa. Hal ini dapat dilakukan karena

salah satu kegunaan dari kromatografi gas adalah untuk memisahkan senyawa-

senyawa dari suatu sampel. Setelah itu, didapat hasil dari spektra spektroskopi

massa pada grafik yang berbeda.

Informasi yang diperoleh dari kedua teknik ini yang digabung dalam

instrument GC-MS adalah tak lain hasil dari masing-masing spektra. Untuk

spektra GC, informasi terpenting yang didapat adalah waktu retensi untuk tiap-

tiap senyawa dalam sampel. Sedangkan untuk spektra MS, bisa diperoleh

informasi mengenai massa molekul relatif dari senyawa sampel tersbut.

Tahap-tahap suatu rancangan penelitian GC-MS :

a. Sample preparation

b. Derivatisation

c. Injeksi

Menginjeksikan campuran larutan ke kolom GC lewat heated injection

port. GCMS kurang cocok untuk analisa senyawa labil pada suhu tinggi

karena akan terdekomposisi pada awal pemisahan.

d. Separation

Campuran dibawa gas pembawa (biasanya Helium) dengan laju alir

tertentu melewati kolom GC yang dipanaskan dalam pemanas. Kolom GC

memiliki cairan pelapis (fasa diam) yang inert.

e. MS detector

1. Aspek kualitatif : lebih dari 275.000 spektra massa dari senyawa yang

tidakdiketahui dapat teridentifikasi dengan referensi komputerisasi.

2. Aspek kuantitatif : dengan membandingkan kurva standar dari

senyawayang diketahui dapat diketahui kuantitas dari senyawa yang

tidak diketahui.

f. Scanning

Spektra massa dicatat secara reguler dalam interval 0,5-1 detik selama

pemisahan GC dan disimpan dalam sistem instrumen data untuk

digunakan dalam analisis. Spektra massa berupa fingerprint ini dapat

dibandingkan dengan acuan.

8. High Peformance Liquid Chromatography (HPLC)

Ciri teknik ini adalah penggunaan tekanan tinggi untuk mengirim fase

gerak kedalam kolom. Dengan memberikan tekanan tinggi, laju dan efisiensi

pemisahan dapat ditingkatkan dengan besar. Kromatografi penukar ion telah

berhasil digunakan untuk analisis kation, anion da ion organic (veronica, R.M,

1999). Beberapa kelebihan yang dimuliki kromatografi HPLC yaitu :

(1) Kecepatan (Speed)

Kecepatan dalam analisis suatu sampel menjadi aspek yang sangat

oenting dalam hal analisi ion yaitu untuk mengurangi biaya, bisa

menghasilkan analisis yang akurat dan cepat dan bisa mengurangi limbah

yang dihasilkan dari penggunaan eluen.

(2) Sensitivitas (sensitivity)

Perkembangan teknologi mikro prosessor yang dikombinasikan

dengan efisiensi kolom pemisah, mulai ukaran diameter dalam millimeter

sampai skala mikro yang iasa juga disebut microcolumn, membuat

pendeteksian ion dalam sampel menjadi lebihbaik, meskipun jumlah

sampel yang diinjeksikan kedalam kolom pemisah sangat sedikit.

(3) Slektivitas (selectivity)

Dengan system ini bisa dilakukan pemisahan berdasarkan keinginan,

misalnya kation/anion organic saja atau kation/anion anorganik yang ingin

dipisahkan. Itu dapat dilakukan dengan memilih kolom pemisah yang

tepat.

(4) Pendeteksian yang serempak (simultaneous detection)

Teknik pendeteksian dengan sekali injeksi untuk sebuah sampel seperti

ini penting untuk dilakukan arena tentunya mempunyai sejumlah

kalebihan dibandingkan pemisah terpisah. Sebagaiman telah diulas diatas,

beberapa kelebihan diantaranya dapat menekan biaya operasionanl,

memperkecil jumlah limbah saat analisis (short time analysis) serta dapat

memaksimalkan hasil yang diinginkan.

(5) Kestabilan pada kolom pemisah (stability of the separator column)

Walaupun sebenarnya, ketahanan kolom ini berdasarkan pada paking

(packing) material yang diisikan kedalam kolom pemisah. Namumn,

kebanyakn kolom pemisah bisa bertahan pada perubahan yang terjadi pada

sampel, misalnya konsentrasi suatu ion terlalu tinggi, tidak akan

mempengaruhi kestabilan penyususn material kolom. Namun diakui

bahwa ada juga kolom pemisah yang mempunyai waktu penggunaan yang

tidak terlalu lama, dikarenakan kemasan kolom yang kurang baik atau

karena faktor internal lainnya.

Serangkaian alat dan komponen dalam teknik kromatografi ion, yang terdiri atas :

1. Eluent, yang berfungsi sebagai fase gerak yang akan membawa sampel

tersebut masuk kedalam kolom pemisah.

2. Pompa, yang berfungsi untuk mendorong eluent dan sampel tersebut

masuk kedalam kolom. Kecepatan alir ini dapat dikontrol dan

perbedaan kecepatan bisa mengakibatkan perbedaan hasil.

3. Injector, tempat memasukkan sampel dankemudian sampel dapat

didistribusikan masuk kedalam kolom.

4. Kolom pemisah ion, berfungsi untuk memisahkan ion-ion yang ada

dalam sampel. Keterpaduan antara kolom dan eluent bisa memberikan

hasil/puncak yang maksimal, begitupun sebaliknya, jika tidak ada

“kecocokan”, maka tidak akan menimbulkan puncak.

5. Detector, yang berfungsi membaca ion yang lewatkedalam detector.

6. Rekorder data, berfungsi untuk merekam dan mengolah data yang

masuk. (Weiss. J, 1995)

Gambar 3.1 Rangkaian dasar komponen kromatografi

9. Spektrofotometri UV-VIS

Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik

yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380

nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen

spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang

cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis

lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.

Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang

digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan

kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan

yang digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang

dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi

dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron

valensi. 2

Sinar atau cahaya yang berasal dari sumber tertentu disebut juga sebagai

radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik yang dijumpai dalam kehidupan

sehari-hari adalah cahaya matahari. Dalam interaksi materi dengan cahaya atau

radiasi elektromagnetik, radiasi elektromagnetik kemungkinanan dihamburkan,

diabsorbsi atau dihamburkan sehingga dikenal adanya spektroskopi hamburan,

spektroskopi absorbsi ataupun spektroskopi emisi.

Pengertian spektroskopi dan spektrofotometri pada dasarnya sama yaitu di

dasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik. Namun

pengertian spektrofotometri lebih spesifik atau pengertiannya lebih sempit karena

ditunjukan pada interaksi antara materi dengan cahaya (baik yang dilihat maupun

tidak terlihat). Sedangkan pengertian spektroskopi lebih luas misalnya cahaya

maupun medan magnet termasuk gelombang elektromagnetik.

10. Voltametri

Voltametri adalah metode elektrokimia dimana arus diamati pada

pemberian potensial tertentu. Voltametri berasal dari kata volt – ampero – metry.

Kata volt merujuk pada potensial, amperro merujuk pada arus, dan metry merujuk

pada pengukuran, sehingga dapat diartikan bahwa voltametri adalah pemberian

potensial pada elektroda kerja dan arus yang timbul dari hasil reaksi diukur.

Timbulnya arus disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi dan reduksi pada

permukaan elektroda. Arus yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi analit

dalam larutan.

Voltametri merupakan metode analisis menggunakan teknik potensial

terkontrol yaitu pengukuran respon arus dari analit dengan pemberian potensial

pada elektroda. Respon arus yang dihasilkan berasal dari transfer elektron selama

proses oksidasi dan reduksi dari analit. Secara termodinamika potensial elektroda

dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif.

Ion-ion analit dalam larutan akan bergerak menuju permukaan elektroda

ketika potensial diterapkan. Mekanisme gerakan transport massa/migrasi ion dari

larutan menuju permukaan elektroda melalui 3 cara yaitu :

1. Difusi, adalah migrasi yang dikarenakan adanya suatu gradient

konsentrasi. Arus ini disebabkan migrasi spontan analit dari konsentrasi

tinggi ke konsentrasi rendah.

2. Elektromigrasi, adalah migrasi yang disebabkan kation berpindah menuju

katoda dan anion menuju anoda. Arus ini disebabkan oleh muatan yang

dibawa oleh ion-ion melalui larutan berdasarkan bilangan transfernya.

3. Konveksi, adalah migrasi yang disebabkan oleh pengadukan, perbedaan

densitas, atau perbedaan temperatur. Konveksi terjadi ketika alat mekanik

digunakan untuk membawa reaktan menuju elektroda dan memindahkan

produk dari permukaan elektroda. Alat yang paling umum digunakan

untuk pengadukan adalah pengaduk magnetik.

Sel voltametri terdiri dari elektroda kerja, elektroda pembantu, dan

elektroda pembanding. Ketiga elektroda tersebut tercelup dalam sel voltametri

yang berisi larutan sampel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3

Gambar 3.3 Skema sel voltametri (Wang, 1994)

Potensial luar diberikan antara elektroda kerja dan elektroda pembanding.

Bila ada reaksi oksidasi maupun reduksi pada elektroda kerja, arus yang

dihasilkan dilewatkan ke elektroda pembantu, sehingga reaksi yang terjadi pada

elektroda pembantu akan berlawanan dengan reaksi yang terjadi pada elektroda

kerja. Untuk mengukur arus yang timbul digunakan amperemeter (A). Antara

elektroda kerja dan elektroda pembanding diberikan tahanan (R) yang cukup

tinggi agar arus tidak melewati elektroda kerja dan elektroda pembanding, karena

bila terjadi reaksi pada elektroda pembanding, potensial elektroda pembanding

akan berubah atau elektroda rusak.

Elektroda kerja adalah tempat terjadinya reaksi oksidasi atau reduksi.

Kualitas elektroda kerja tergantung pada dua faktor yaitu reaksi redoks dari analit

dan arus latar pada rentang potensial yang dibutuhkan dalam pengukuran.

Elektroda kerja harus memiliki syarat-syarat seperti memiliki respon arus dengan

keberulangan yang baik, rentang potensial yang lebar, konduktivitas listrik yang

baik, dan permukaan elektroda yang reprodusibel. Elektroda yang sering

digunakan adalah elektroda merkuri, karbon, dan logam mulia. Elektroda

pembanding merupakan elektroda dengan harga potensial setengah sel yang

diketahui, konstan dan tidak bereaksi terhadap komposisi larutan yang sedang

dianalisis. Elektroda pembanding memberikan potensial yang stabil terhadap

elektroda kerja yang dibandingkan. Elektroda pembanding (Counter Electrode)

yang biasa digunakan adalah elektroda kalomel jenuh dan elektroda perak/perak

klorida. Elektroda pembantu dikendalikan oleh potensiostat untuk kesetimbangan

arus difusi pada elektroda kerja dengan transfer elektron ke arah sebaliknya. Jika

terjadi reduksi pada elektroda kerja maka oksidasi terjadi pada elektroda

pembantu. Elektroda pembantu yang digunakan harus bersifat inert seperti kawat

platina atau batang karbon yang berfungsi sebagai pembawa arus.

Voltametri siklik merupakan teknik voltametri dimana arus diukur selama

penyapuan potensial dari potensial awal ke potensial akhir dan kembali lagi ke

potensial awal atau disebut juga penyapuan (scanning) dapat dibalik kembali

setelah reaksi berlangsung. Dengan demikian arus katodik maupun anodik dapat

terukur. Arus katodik adalah arus yang digunakan pada saat penyapuan dari

potensial yang paling besar menuju potensial yang paling kecil dan arus anodic

adalah sebaliknya yaitu penyapuan dari potensial yang paling kecil menuju

potensial yang paling besar. Voltametri siklik terdiri dari siklus potensial dari

suatu elektroda yang dicelupkan ke dalam larutan yang tidak diaduk yang

mengandung spesies elektroaktif dan mengukur arus yang dihasilkan. Potensial

pada elektroda kerja dikontrol oleh elektroda pembanding seperti elektroda

kalomel jenuh (EKJ) atau perak/perak klorida. Pengontrol potensial yang

diterapkan pada dua elektroda dapat dianggap sebagai sinyal eksitasi.

BAB IV

METODOLOGI PENELTIAN

1. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari alat analisis dan

penelitian yaitu seperangkat Stirer, Seperangkat Elektrokimia cell, CV ( Cyclic

Voltametry), Spektrofotometer UV-Visible, Gas Chromatography Mass

Spectrometry (GC-MS), High Performance Liquid Choromatography (HPLC),

Oven, Neraca analitk, Spatula, Batang pengaduk, Kaca arloji, Cawan Arloji, Gelas

Kimia, Gelas beker,

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu: Sodium Cloride (NaCl)

dari Merck, Methylene Blue dari Merck, PVC, Bubuk Karbon (99%),

Tetrahydrofuran (THF), Kitosan.

2. Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu sampel tekstil batik yang

mengandung pewarna Methylene Blue.

3. Cara Kerja Penelitian

Preparasi elektroda C-Kitosan-PVC

Elektroda C-Kitosan-PVC dibuat dengan mencampurkan 7,5 gram Karbon

(Aldrich) dengan kemurnian 99,9%, 2,5 gram kitosan dengan 0,5 gram polivinil

klorida (PVC) (Aldrich) dengan ditambah 4ml pelarut tetrahidrofuran (THF).

Campuran diaduk sampai homogen dan dikeringkan dengan cara di oven pada

suhu 100oC selama 3 jam, kemudian dipres dengan tekanan 10 ton/cm2, kemudian

dibuat elektroda yang dinamakan elektroda C-Kitosan-PVC. Pembuatan elektroda

dilakukan dengan menghubungkan material C-Kitosan-PVC dengan kawat perak

(Ag) dengan tabung kaca dan untuk mendapatkan hubungan yang bersifat

konduktor digunakan silver conductive paint dan kemudian ditutup dengan

epoksi. Elektroda C-PVC dianalisis dengan Scanning Electron Microscopy

(SEM).

Karakterisasi elektroda Karbon Komposit (C-Kitosan-PVC)

Permukaan elektroda dikarakterisasi menggunakan SEM dari JSM 5400

Microscope yang dilengkapi dengan Voyager Noran System.

Prosedur penelitian Elektrokimia

Proses elektrolisis dilakukan pada 20 ppm larutan metilen biru dalam 0,1

M NaCl pada suhu ruang. Uji elektrokimia dengan voltametri siklik (CV)

dilakukan dalam sel elektrokimia kaca 50 ml. PGSTAT 100 N 100 V/250 mA

digunakan untuk pengukuran sifat elektrokimia; perolehan data didapatkan

menggunakan software dari Metrohm. Percobaan voltametri siklik dilakukan

dalam 3 sistem elektroda menggunakan karbon komposit (C-Kitosan-PVC)

sebagai elektroda kerja, Ag/AgCl (KCl tersaturasi) sebagai elektroda pembanding

dan kawat platina sebagai penghubung elektroda. Semua potensial yang diberikan

berhubungan dengan elektroda pembanding Ag/AgCl.

Prosedur Elektrodegradasi Methylene Blue

Eksperimen dilakukan dalam sel elektrokimia pada kapasitas 1L. Karbon

komposit (C-Kitosa-PVC) digunakan sebagai katoda dan anoda. Masing – masing

elektroda dihubungkan dengan arus DC. Pada eksperimen dilakukan dengan

variasi tegangan yaitu 0,5; 1,5 dan 3,15 A dan dengan variasi waktu 30, 60, 90,

120, 150, 180, 210, dan 240. Stirer digunakan dalam sel elektrokimia sebagai

pengatur agar komposisi tidak berubah. Larutan yang dihasilkan dari pengolahan

elektrodegradasi dianalisis dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Visible,

Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) dan High Performance Liquid

Choromatography (HPLC).

DAFTAR PUSTAKA

A. Bousher, X. Shen, R. Edyvean, Removal of coloured organic matter by

adsorption ontolow-cost waste materials, Water. Res. 31 (1997) 2084–

2092.

D.H. Bache, M.D. Hossain, S.H. Al-Ani, P.J. Jackson, Optimum coagulation

conditions for acoloured water in terms of floc size, density and strength,

Water Supply 9, (1991), 93–102.

M. Muthukumar, D. Sargunamani, N. Selvakumar, J.V. Rao, Optimisation of

ozone treatment for colour and COD removal of acid dye effluent using

central composite design experiment, Dyes Pigments 63, (2004), 127–134.

J. Feng, L.L. Houk, D.C. Johnson, S.N. Lowery, J.J. Carey, Electrocatalysis of

anodic oxygen-transfer reactions: the electrochemical incenerition of

benzoquinone, J. Electrochem. Soc. 142, (1995), 3626–3631.

P. Canizares, M. Diaz, J.A. Dominguez, J. Garcia-Gomez, M.A. Rodrigo,

Electrochemical oxidation of aqueous phenol wastes on synthetic diamond

thin-film electrodes, Ind. Eng. Chem. Res. 41 (2002), 4187–4194.

L. Gherardini, P.A. Michaud, M. Panizza, C. Comninellis, N. Vatistas,

Electrochemical oxidation of 4-chlorophenol for wastewater treatment.

Definition of normalized current efficiency, J. Electrochem. Soc. 148

(2001), 78–82.

G.N. Bidhendi, A. Torabian, H. Ehsani, N. Razmkhah, Evaluation of industrial

dyeing wastewater treatment with coagulants and polyelectrolyte as a

coagulant aid. Iran. J. Environ. Health. Sci. Eng, (4), 2007, 29-36.

S.A. Umoren, U.J. Etim, and A.U. Israel, 2013, Adsorption of methylene blue

from industrial effluent using poly (vinyl alcohol), J. Mater. Environ. Sci.

4, 1, 75-86.

M.H. Ehrampoush, G.H.R. Moussavi, M. T. Ghaneian, S. Rahimi, M. Ahmadian,

Removal of methylene blue dye from textile simulated sample using

tubular reactor and TiO2/UV-C photocatalytic process, Iran. J. Environ.

Health. Sci. Eng., 8, (1), 2011,35-40.

Comninellis, C. Pulgarin, Electrochemical oxidation of phenol for wastewater

treatment using SnO2 anodes, J. Appl. Electrochem. 23, (1993), 108–112.

A.M. Polcaro, S. Palmas, F. Renoldi, M. Mascia, On the performance of SnO2

and PbO2 anodes on electrochemical degradation of chlorophenol for

wastewater treatment, J. Appl. Electrochem. 29, (1999), 147–151.

N.B. Tahar, A. Savall, Electrochemical degradation of phenol on bismuth doped

lead dioxide: a comparison of the activities of various electrode

formulations, J. Appl. Electrochem. 29, (1999), 277–283.

L. Szpyrkowicz, J. Naumczyk, F. Zilio-Grandi, Electrochemical treatment of

tannery wastewater using Ti/Pt and Ti/Pt/Ir electrodes, Water Res. 29

(1995) 517–524.

Y.X. Liu, Z.Y. Liao, X.Y. Wu, C.J. Zhao, Y.X Lei and D.B. Ji, Electrochemical

degradation of methylene blue using electrodes of stainless steel net coated

with single-walled carbon nanotubes, Desalination and Water Treatment,

54, 10, (2015), 23-34.

M. Panizza, A. Barbucci, R. Ricotti, G. Cerisola, 2006, Electrochemical

degradation of methylene blue, Separation and Purification Technology,

54, (3), 2007, 382–387.

K. Dutta, S. Mukhopadhyay, S. Bhattacharjee, B. Chaudhuri, Chemical oxidation

of methylene blue using a Fenton-like reaction, J. Hazard. Mater. 84

(2001) 57–71.

Fernandes, A. Mora, M. Magrinho, A. Lopes, I. Goncalves, Electrochemical

degradation of C. I. Acid Orange 7, Dyes Pigments 61, (2004), 287–296.

M.A. Sanroman, M. Pazos, C. Cameselle, Optimisation of electrochemical

decolourisation process of an azo dye, methyl orange, J. Chem. Technol.

Biotechnol. 74, (2004), 1349–1353.

S. Stucki, R. Kotz, B. Carcer, W. Suter, Electrochemical wastewater treatment

using high overvoltage anodes. Part II: anode performance and

applications, J. Appl. Electrochem. 21, (1991), 99–104.

A Asghari, M. Kamalabadi, and H. Farzinia, Electrochemical removal of

methylene blue from aqueous solutions using taguchi experimental design,

Chem. Biochem. Eng. Q. 26 (2), 2012, 145–154.

L.M. Ma, Z.G. Ding, T.Y. Gao, R.F. Zhou, W.Y. Xu, J. Liu, Discoloration of

methylene blue and wastewater from a plant by a Fe/Cu bimetallic system,

Chemosphere, 55, 2012, 1207–1212.

L.R. McCreery, Advanced carbon electrode materials for molecular

electrochemistry, Chem. Rev. 108 (7), (2008), 2646–2687.

A.A. Olajire, and A.J. Olajide, 2014, Kinetic Study of Decolorization of

Methylene Blue with Sodium Sulphite in Aqueous Media: Influence of

Transition Metal Ions, J. Phys. Chem. Biophys., 4, (2), 2014, 1-7.

Crini, G.2006. Non-conventional low cost adsorbent for dye removal: a review.

Bioressour. Technol 97: 1061-1085.

Balley, J.E., and Ollis, D.F., (1977), “Biochemical Engineering Fundamental”,

Mc. Graw Hill Kogakusha, ltd., Tokyo.

Stephen, A.M., 1995, Food Polysaccharides and Their Application,

University of

Cape Town, Marcel Dekker, Inc, Rondebosch, 442-450.

Muzzarelli R.A.A., R. Rochetti, V. Stanic dan M. Weckx. 1997. Methods for the

determination of the degree of acetylation of chitin and chitosan. Chitin

Handbook. European Chitin Soc.,Grottamare.

Suhardi.1993. Khitin dan Khitosan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi

UGM. Yogyakarta.