emboli paru

21
Emboli Paru 21 Mei Definisi Emboli paru adalah keadaan tersumbatnya arteri atau salah satu cabang arteri diparu oleh thrombus, udara atau cairan amnion. Prinsip Dasar Sumbatan arteri diparu akan menyebabkan penurunan aliran darah pada bagian distal sumbatan. Sumbatan ini akan menyebabkan beberapa kelainan antara lain : penurunan sirkulasi melalui paru-paru sehingga aliran darah kesisi kiri jantung. Sumbatan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan pulmonal Timbulnya ischaemia yang dapat berlanjut menjadi nekrosis Fungsi paru-paru menurun. Gejala klinik yang timbul sangat tergantung pada luasnya daerah yang mengalami ischaemia, bila sumbatan luas ( 60% dari pembuluh darah paru ) akan menyebabkan dilatasi ventrikel kanan disertai dengan pelebaran vena dan peningkatan central venous pressure yang akan menyebabkan penurunan venous return sehingga menyebabkan penurunan cardiac out put secara mendadak yang akan menimbulkan shok dan arrest jantung. Diagnosis Gejala: Penderita umumnya mengeluh sesak napas, nyeri dada, sedangkan gejala lainnya sangat tergantung pada luasnya jaringan yang terkena pengaruh obstruksi tersebut. Gejala lain diantaranya gelisah, pingsan, kolaps kardiovaskular. Gejala klinik: Tachypnea, takikardia, hipotensi, sinkop, sianosis. Pada keadaan lanjut terjadi arrest jantung. Pada pemeriksaan paru-paru tidak terdengar suara pernapasan. Diferensial Diagnosis Aspirasi paru-paru, pneumonia, atelektasis, asthma, effusi pleura, infark miokard, gagal jantung, edema pulmonum, pneumo thoraks. Manajemen Terapi suportif Pencegahan emboli berulang Terapi suportif

Upload: cecep-muhammad-nm

Post on 13-Aug-2015

70 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Emboli Paru21 Mei Definisi Emboli paru adalah keadaan tersumbatnya arteri atau salah satu cabang arteri diparu oleh thrombus, udara atau cairan amnion. Prinsip Dasar Sumbatan arteri diparu akan menyebabkan penurunan aliran darah pada bagian distal sumbatan. Sumbatan ini akan menyebabkan beberapa kelainan antara lain : penurunan sirkulasi melalui paru-paru sehingga aliran darah kesisi kiri jantung. Sumbatan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan pulmonal Timbulnya ischaemia yang dapat berlanjut menjadi nekrosis Fungsi paru-paru menurun. Gejala klinik yang timbul sangat tergantung pada luasnya daerah yang mengalami ischaemia, bila sumbatan luas ( 60% dari pembuluh darah paru ) akan menyebabkan dilatasi ventrikel kanan disertai dengan pelebaran vena dan peningkatan central venous pressure yang akan menyebabkan penurunan venous return sehingga menyebabkan penurunan cardiac out put secara mendadak yang akan menimbulkan shok dan arrest jantung. Diagnosis Gejala: Penderita umumnya mengeluh sesak napas, nyeri dada, sedangkan gejala lainnya sangat tergantung pada luasnya jaringan yang terkena pengaruh obstruksi tersebut. Gejala lain diantaranya gelisah, pingsan, kolaps kardiovaskular. Gejala klinik: Tachypnea, takikardia, hipotensi, sinkop, sianosis. Pada keadaan lanjut terjadi arrest jantung. Pada pemeriksaan paru-paru tidak terdengar suara pernapasan. Diferensial Diagnosis Aspirasi paru-paru, pneumonia, atelektasis, asthma, effusi pleura, infark miokard, gagal jantung, edema pulmonum, pneumo thoraks. Manajemen Terapi suportif Pencegahan emboli berulang Terapi suportif Pernapasan ; Pemberian oksigen yang adekwat, kateter diberikan melalui nasal, atau melalui mask bila perlu oksigen diberikan dengan tekanan Sirkulasi ; Pemberian cairn parenteral ( dextrose 5% ) dengan perlahanlahan. Bila terjadi shok maka dapat diberikan dopamine, isoproterenol diberikan untuk meningkatkan cardiac out put. Sedasi yang mempunyai efek analgesi dapat diberikan misalnya morphine. Pencegahan emboli berulang Untuk mencegah berulangnya emboli, dapat diberikan heparin secara intravena, bila perlu heparin diberikan secara infus. Antikoagulan oral dapat diberikan bila emboli telah dapat diatasi. Emboli Udara Emboli udara jarang terjadi, keadaan emboli udara dapat terjadi misalnya pada persalinan, proses persalinan ini disertai dengan masuknya udara kedalam sinus dari tempat implantasi plasenta. Emboli Cairan Amnion

Emboli air ketuban jarang terjadi, umumnya bersifat fatal, sering merupakan komplikasi persalinan.ASKEP Emboli Paru

BAB I KONSEP DASAR

A. Pengertian Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus secara tiba-tiba terjadi. (Perisai Husada-klinik specialis penyakit dalam dan syaraf) Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh trombus yang berasal dari suatu tempat. (brunner dan suddarth, 1996, 620)

B. Etiologi Kebanyakan kasus emboli paru brunner dan suddarth (1996, 620) disebabkan oleh : 1. bekuan darah 2. gelembung udara 3. lemak 4. gumpalan parasit 5. sel tumor

C. Manifestasi Klinis Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area dari arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala-gejala mungkin saja tidak spesifik. Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan mendadak dan bersifat pleuritik. Kadang dapat subternal dan dapat menyerupai angina pectoris atau infark miokardium. Dyspnea

adalah gejala yang paling umum kedua yang di ikuti dengan takipnea, takikardi, gugup, batuk, diaforesis, hemoptisis, dan sinkop. (brunner dan suddarth, 1996, 621) Embolisme massif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan dyspnea nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop dan kematian mendadak. (brunner dan suddarth, 1996, 621)

Emboli kecil multiple dapat tersangkut pada arteri pulmonal terminal, mengakibatkan infark kecil multiple pada paru-paru. Gambaran klinis dapat menyerupai bronkopneumoni atau gagal jantung. (brunner dan suddarth, 1996, 622)

D. Patofisiologi Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi alveolar membesar karena area, meski terus mendapat ventilai, menrima aliran darah sedikit maupun tidak sama sekali. Selain itu sejumlah subtansi yang dilepaskan dari bekuan dan menyebabkan pembuluh darah bronkhiolus berkonstriksi. Reaksi ini diseimbangi ketidak seimbangan ventilasi perfusi, menyebabkan darah terpirau dan mengakibatkan penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2. (brunner dan suddarth, 1996, 621) Konsekuwensi himidinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru akibat penurunan ukuran jarring-jaring vascular pulmonal., menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan akhirnya mningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila kebutuhan ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikl kanan yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok. (brunner dan suddarth, 1996, 621)

E. Phatway Terlampir

F. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostic emboli paru menurut brunner dan suddarth, (1996, 622) adalah : 1. rontgen dada rontgen dada pada emboli paru biasanya normal tetapi dapat meunjukkan pneumokontriksi, infiltrat, atelektasis, elevasi diagfragma pada posisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri pulonal dan efussi pleura.

2. EKG EKG biasanya menunjukkan sinus takikardia, atrial flutter atau fibrilasi dan kemungkinan penyimpangan aksis kanan, atau regangan vcentrikel kanan. 3. pletismografi impedans pletismografi impedans dilakukan untuk menentukan adanya troimbosis pada vena profunda. 4. gas darah arteri gas darah arteri pada emboli paru dapat mennjukkan hipoksemia dan hipokapnea.

G. Komplikasi Komplikasi akibat emboli paru adalah : 1. gagal napas, 2. gagal jantung kanan akut, dan 3. hipotensi

H. Penatalaksanaan Medis

Menurut brunner dan suddarth (1996, 623) Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan (lisis) emboli yang ada dan mencegah pmbentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat mencaklup beragam modalitas : 1. 2. 3. 4. terapi antikoagulan terapi trombolitik tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular intervensi bedah terapi koagulasi meliputi heparin, natrium warfarin telah menjadi metoda primer secara tradisional untuk mengatasi trombosis vena profunda akut dan embolisme paru. Terapi tromboilitik meliputi urokinase, streptokinase mungkin juga digunakan dalam mengatasi embolisme paru, terutama pada paien yang sangat terganggu. Terapi trombolitik menghancurkan trombus atau emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi himodinamik sirkulasi paru lbih besar, karena mengurang hipertensi paru dan memperbaiki perfusi, oksigenasi, dan curah jantung. Tindakan umum dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan dan vaskular pasien. Terapi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia dan untuk menghilangkan vasokontriksi vaskular paru dan dan mengurangi hipertensi paru. Intervensi bedah yang dilakukan adalah embolektomi paru tapi embolektomi dapat diindikasikandalam kondisi berikut : 1. jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat panas 2. jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi 3. jika anngiogram menunjukkan obtruksi bagian besar mbuluh darah paru. Embolektomi pulmonari membutuhkan torakotomi dengan teknik bypass jantung paru.

I.

Pencegahan Pencegahan emboli paru menurut dr. Rosfanty adalah :

Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena. Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk: 1. menggunakan stoking elastis 2. melakukan latihan kaki 3. bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan. Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru. Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi. Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan, sehingga hanya diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi mengalami pembentukan gumpalan, yaitu: 1. penderita gagal jantung atau syok 2. penyakit paru menahun 3. kegemukan 4. sebelumnya sudah mempunyai gumpalan. Heparin tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena bahaya perdarahan pada daerah ini lebih besar. Kepada pasien rawat inap yang mempunyai resiko tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak akan menjalani pembedahan.

Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga membantu mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa menyebabkan perdarahan. Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan, (misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk memperbaiki posisi sendi), bisa diberikan warfarin per-oral. Terapi ini bisa dilanjutkan untuk beberapa minggu atau bulan setelah pembedahan.

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA EMBOLI PARU

A. Pengkajian a. identitas b. riwayat kesehatan

1. KELUHAN UTAMA Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien emboli paru antara lain : batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain. a. Batuk (Cough) Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti, kering. b. Dyspnea Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea ?. kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri. c. Hemoptysis Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses paru. d. Chest Pain Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.

2. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat menanyakan tentang : a. Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal : 1. Usia mulainya merokok secara rutin. 2. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari 3. Usia melepas kebiasaan merokok. b. Pengobatan saat ini dan masa lalu c. Alergi d. Tempat tinggal

3. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurangkurangnya ada tiga, yaitu : 1) Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya. 2) Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat. 3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.

B. Diagnosa

1. pola nafas in efektif ; dyspnea berhubungan dengan penurunan kemampuan paru 2. nyeri dada berhubungan dengan infark paru-paru 3. gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi 4. Resiko gagal jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan 5. intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan

C. Intervensi dx. 1 pola nafas in efektif brhubungan dengan penurunan kemampuan paru Tujuan : pola nafas efektif Kriteria hasil : Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia Intervensi : 1. Identifikasi etiologi atau factor pencetus 2. Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital) 3. Auskultasi bunyi napas 4. Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus. 5. Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur 6. Berikan oksigen melalui kanul/masker Rasional : 1. mengetahui etiologi dan faktor pencetus. 2. dapat mengakaji fungsi pernafasan 3. dapat mendengarkan bunyi nafas normal atau tidak

4. dapat mengetahui penumpukan sekret atau benda asing lain 5. untuk memudahkan klien bernafas 6. memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas

dx. 2 nyeri dada berhubungan dengan infark paru Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang Kriteria hasil : Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol Pasien tampak tenang Intervensi : 1. Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri 2. Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi 3. Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri 4. Berikan analgetik sesuai indikasi Rasional : 1. dapat mengetahui skala nyeri pada klien 2. klien dapat mengerti tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi 3. dapat mengurangi rasa nyeri yang diderita klien 4. dapat digunakan mengurangi rasa nyeri

Dx. 3 gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi Tujuan : klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal. Kriteria hasil : klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal dan warna kulit merah muda.

Intervensi : 1. Kaji frekuensi, irama, bunyi dan dalamnya pernafasan. 2. Berikan tambahan oksigen 3. Pantau saturasi oksigen 4. Koreksi keseimbangan asam basa. 5. Beri posisi yang memudahkan meningkatkan ekspansi paru. 6. Latih batuk efektif dan nafas dalam. Rasional : 1. mengetahui normal atau tidaknya pernafasan 2. memaksimalkan permafasan dan menurunkan pernafasan 3. menyeimbangkan oksigen antara inspirasi dan ekspirasi 4. mengetahui normal tidaknya pertukaran gas 5. untuk memudahkan pernafasan 6. dapat mengurangi atau mengeluarkan sekret

Dx. 4 resiko gagal, jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan Tujuan : denyut nadi klien kembali normal Kriteria Hasil : denyut jantung kembali normal Intervensi : 1. Kaji denyut jantung tiap 4 jam sekali 2. Auskultasi denyut jantung 3. Berikan lingkungan tenang, nyaman, dan kurangi aktivitas 4. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur

Rasional : 1. mengetahui normal tidakny denyut jantung 2. dapat mengetahui bunyi jantung 3. agar pasien dapat istirahat dengan tenang 4. untuk mengurangi kerja jantung

Dx. 5 intoleransi aktivitas brhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan Tujuan : pasien tidak intoleransi aktivitas lagi Kriteria Hasil : berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi intervensi : 1. kaji respon aktivitas 2. instruksi pasien tentang teknik penghematan energi 3. beri dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap jika intoleransi kembali rasional : 1. mengetahui seberat atau sebesar apakah aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien 2. pasien dapat menghemat energinya sendiri 3. pasien dan keluarga dapat melakukan perawat diri sendiri apabila intoleransi kembali

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddrath. 1996. buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta : Buku kedokteran EGC Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-emboli-paru/

EMBOLI cairan ketuban berpotensi menimbulkan kematian mendadak pada ibu bersalin. Seakan tidak percaya, jiwa sang ibu sulit tertolong lantaran proses kematian sungguh cepat berlalu. Sembari pula, bayi baru lahir kehilangan kehangatan dekapan ibunya. Kesempurnaan anugerah kegembiraan saat menyambut momongan ikut sirna dari kehidupan keluarga dan kerabat dekat. Air ketuban, merupakan semacam cairan yang memenuhi seluruh rahim dan memiliki berbagai fungsi untuk menjaga janin. Di antaranya, memungkinkan janin dapat bergerak dan tumbuh bebas ke segala arah, melindungi terhadap benturan dari luar, barier terhadap kuman dari luar tubuh ibu, dan menjaga kestabilan suhu tubuh janin. Ia juga membantu proses persalinan dengan membuka jalan lahir saat persalinan berlangsung maupun sebagai alat bantu diagnostik dokter pada pemeriksaan amniosentesis. Air ketuban mulai terbentuk pada usia kehamilan 4 minggu dan berasal dari sel darah ibu. Namun sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkan air seni. Sehingga terhitung sejak pertengahan usia kehamilan, air ketuban sebagian besar terbentuk dari air seni janin. Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, air ketuban jumlahnya sekitar 1.000 cc. Ketuban terdiri dari kantong ketuban dan cairan (air) ketuban. Kantong ketuban berwujud selaput kedap air yang berfungsi sebagai pemisah cairan ketuban dengan tubuh ibu (dalam hal ini permukaan mukosa endometrium organ uterus). Secara imunologis, cairan ketuban bersifat sebagai benda asing dan toksis bagi tubuh ibu, namun tidak demikian bagi janin. Karenanya, jikalau cairan ketuban sampai masuk ke dalam pembuluh darah ibu, menimbulkan respons imunologis berupa reaksi anafilaksis yang segera diikuti penurunan drastis tekanan darah (syok berat anafilaksis) hingga kematian mendadak pada ibu. Sebaliknya, respons imunologis ini tidak menimbulkan efek kekebalan (imunitas) pada tubuh ibu. Emboli air ketuban (EAK)masuknya cairan ketuban beserta komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban seperti lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan kental. Ukuran diameter sel-sel debris dalam cairan ketuban relatif besar dibanding dengan diameter sel darah merah, sehingga lebih sulit untuk melewati pembuluh kapiler paru. Efek negatif toksisitas cairan ketuban saja telah menimbulkan gejala klinis hipoksia dan sesak napas parah. Namun, semakin diperparah lagi sehubungan luasnya kerusakan organ paru akibat penyumbatan pembuluh kapiler oleh sel-sel debris di berbagai bagian lobus organ paru. Pada kondisi normal, terdapat lima lobus paru pada manusia. Gejala sesak napas, takipnea dan nyeri dada yang terkadang menjalar ke arah punggung menunjukkan sumbatan arteria pulmonalis telah berlangsung lama dan menimbulkan infark pulmoner. Untuk mengatasi sumbatan ini, ventrikel kanan jantung berkontraksi lebih kuat. Lama kelamaan jantung lelah dan terjadi gagal jantung (cardiac arrest). Dengan demikian memunculkan pula manifestasi gagal jantung, berupa takikardi, mudah sesak napas bila beraktivitas, hipotensi dan tungkai bengkak. Karena itu, tidak mengherankan angka kematian emboli cairan ketuban mencapai hingga 80 persen

pada satu jam pertama sejak timbulnya gejala klinis sekalipun telah diberikan pertolongan medis emergensi di rumah sakit. Kalaupun sekitar 20 persen penderita emboli ketuban bisa tertolong jiwanya, namun tetap memerlukan perawatan medis yang lama di rumah sakit mengingat risiko pendarahan terkait kemunculan komplikasi disseminated intravascular coagulation (DIC). Sensitif Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kejadian EAK. Pertama, kontraksi persalinan berlebih, yang umumnya terjadi pada penggunaan obat-obatan perangsang persalinan yang tidak terkontrol. Kedua, adanya bakteri dalam air ketuban. Sedangkan faktor ketiga adalah mekonium atau tinja janin terdapat dalam air ketuban yang merupakan salah satu pertanda kondisi gawat janin di mana janin dalam keadaan kekurangan oksigen. Akibatnya, terjadi peningkatan gerakan usus ibu yang membuat janin terberak-berak. Air ketuban yang penuh dengan kotoran bayi inilah yang acap kali menimbulkan kefatalan pada kasus-kasus EAK. Tapi para ibu hamil tak perlu khawatir. Karena, kasus ini jarang terjadi. Angka kejadian EAK di Asia Tenggara hanya 1 di antara 27.000 persalinan. Diagnosis pasti emboli air ketuban adalah diagnosis postmortem setelah dilakukan autopsi (bedah jenazah). Artinya diagnosis pasti (confirmed diagnosis) tidak dapat ditegakkan saat penderita masih hidup. Pada pemeriksaan histologis dari bahan sampel autopsi, ditemukan adanya sel kulit janin dan mekonium dalam pembuluh kapiler organ paru. Emboli air ketuban sering terjadi saat persalinan, juga pada bedah sesar (sectio caesaria), lantaran selaput ketuban robek sembari banyak pembuluih darah uterus yang terbuka (putus). Dengan demikian cairan ketuban leluasa menyusup ke dalam pembuluh darah ibu dan terbawa oleh aliran pembuluh vena menuju rongga jantung kanan dan diteruskan ke arteria pulmonalis. Bila emboli air ketuban cukup untuk menyumbat kedua arteria pulmonalis, kematian segera terjadi. Jikalau sumbatan hanya terjadi pada satu arteria pulmonalis kematian (fatalitas) tidak terjadi. Namun, bila penyebaran emboli air ketuban semakin meluas, kematian dapat terjadi dalam beberapa jam hingga beberapa hari kemudian. Pasien emboli cairan ketuban yang sempat terselamatkan jiwanya, sebagian besar mengalami gangguan neurologis. Sebab jaringan saraf paling sensitif terhadap toksisitas cairan ketuban. Faktor risiko untuk kejadian emboli cairan ketuban selain usia ibu hamil di atas 30 tahun dan multiparitas (sering melahirkan), juga riwayat kematian janin dalam kandungan dan alergi atopik pada ibu hamil. Ibu yang berisiko tinggi untuk terkena emboli air ketuban diantaranya penyandang hipertensi, kehamilan ganda dan cairan ketuban terlalu banyak (hidramnion). (11)