embuatan briket dari cangkang kakao dengan menggunakan perekat tapioka

44
embuatan Briket dari cangkang Kakao dengan menggunakan perekat tapioka ABSTRAK Indonesia mempunyai potensi energi biomassa yang cukup besar termasuk limbah pertanian. Biomassa berupa limbah pertanian dapat digunakan secara langsung sebagai sumber energi panas atau bahan bakar. Salah satu biomassa dari limbah pertanian adalah cangkang kakao dan sampah organik yang diduga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biobriket. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengaruh komposisi biobriket yang terdiri dari dari (1) komposisi campuran biomassa dengan variasi 50:50, 75:25, dan 90:10% dan (2) komposisi campuran biomassa dan perekat dengan variasi 90:10, 80:20 dan 70:30%. Bahan baku biomassa cangkang kakao dan sampah organik diperoleh dari Desa Saree, Kabupaten Aceh Besar. Metode yang digunakan untuk membuat biobriket dari biomassa tersebut adalah menggunakan metode tanpa proses karbonisasi. Parameter uji untuk mengetahui kualitas briket yang dihasilkan adalah uji nilai kalor, uji kuat tekan dan uji Index Shatter. Kata kunci: biomassa, sampah organik, cangkang kakao, biobriket BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terobosan terbaru untuk mencengah terjadinya krisis energi bahan bakar perlu dilakukan mengingat kecendrungan kebutuhan energi nasional akan terus meningkat, sedangkan cadangan energi nasional dari bahan bakar minyak semakin menipis. Salah satu terobosan baru dalam pemecahan masalah ketergantungan energi dari

Upload: nurdiya

Post on 21-Nov-2015

83 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

pembuatan briket

TRANSCRIPT

embuatan Briket dari cangkang Kakao dengan menggunakan perekat tapioka ABSTRAK

Indonesia mempunyai potensi energi biomassa yang cukup besar termasuk limbah pertanian. Biomassa berupa limbah pertanian dapat digunakan secara langsung sebagai sumber energi panas atau bahan bakar. Salah satu biomassa dari limbah pertanian adalah cangkang kakao dan sampah organik yang diduga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biobriket. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengaruh komposisi biobriket yang terdiri dari dari (1) komposisi campuran biomassa dengan variasi 50:50, 75:25, dan 90:10% dan (2) komposisi campuran biomassa dan perekat dengan variasi 90:10, 80:20 dan 70:30%. Bahan baku biomassa cangkang kakao dan sampah organik diperoleh dari Desa Saree, Kabupaten Aceh Besar. Metode yang digunakan untuk membuat biobriket dari biomassa tersebut adalah menggunakan metode tanpa proses karbonisasi. Parameter uji untuk mengetahui kualitas briket yang dihasilkan adalah uji nilai kalor, uji kuat tekan dan uji Index Shatter.

Kata kunci: biomassa, sampah organik, cangkang kakao, biobriket

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangTerobosan terbaru untuk mencengah terjadinya krisis energi bahan bakar perlu dilakukan mengingat kecendrungan kebutuhan energi nasional akan terus meningkat, sedangkan cadangan energi nasional dari bahan bakar minyak semakin menipis. Salah satu terobosan baru dalam pemecahan masalah ketergantungan energi dari bahan bakar minyak adalah dengan pemanfaatkan dan pengembangan sumber energi berbasiskan biomassa. Biomassa merupakan sumber energi utama ketiga terbesar di dunia, setelah minyak dan batu bara (Bapat dkk, 1997). Sampai saat ini, biomassa masih merupakan sumber energi bagi lebih dari separuh penduduk dunia dan dapat memasok energi setara dengan 1250 juta ton minyak atau sekitar 14% dari konsumsi energi dunia (Purohit dkk, 2006). Oleh karena itu, pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil merupakan salah satu pilihan pengembangan mekanisme bersih (clean develoment mechanism, CDM) untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfer.Indonesia khususnya Aceh mempunyai potensi energi biomassa yang cukup besar termasuk limbah pertanian. Biomassa dapat berupa sisa kayu, sampah organik, bongkol jangung, jerami, cangkang sawit maupun sisa proses produk pertanian. Menurut Widarto dan Suryanta (1995), biomassa berupa limbah pertanian dapat digunakan secara langsung sebagai sumber energi panas atau bahan bakar karena biomassa tersebut mengandung energi yang dihasilkan dalam proses fotosintesis saat tumbuhan tersebut masih hidup. Bahan bakar yang akan dihasilkan dari biomassa ini adalah bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami proses pemampatan dengan daya tekan tertentu dan dikenal dengan nama biobriket. Biomassa dari limbah pertanian, antara lain: sekam padi, limbah perkebunan sawit (cangkang sawit, tandan sawit, pelepah sawit, dan serabut), cangkang kakao, cangkang kelapa, jerami, kayu, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, sumber energi biomassa yang diteliti adalah biomassa dari cangkang kakao dan sampah organik. Cangkang kakao merupakan limbah hasil perkebunan rakyat yang belum termanfaatkan sepenuhnya, padahal cangkang kakao merupakan biomasa yang memiliki potensi cukup besar untuk menghasilkan energi pengganti minyak bumi yang diolah menjadi briket dengan nilai kalor yang relatif besar (4060 kal/gram) dan cocok digunakan sebagai penganti bahan bakar skala rumah tangga. Sedangkan sampah organik terdiri dari bahan-bahan yang dapat terurai secara alamiah/biologis. Sampah organik yang terdapat di alam dan masih belum terolah dengan maksimal dapat menjadi pencemar lingkungan. Contoh sampah organik yang dapat diolah antara lain daun-daunan yang kering, kulit pisang, bongkol jagung, dan lain-lain. Untuk menghasilkan bioenergi dari biomassa, teknologi biobriket memberikan peranan yang cukup besar terhadap tingkat kemudahan dalam penggunaan sumber energi ini. Pembriketan biomassa adalah proses penggumpalan butiran-butiran kecil dengan atau tanpa bahan perekat dalam bentuk, ukuran, serta sifat-sifat tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan daya guna biomassa sehingga tidak berasap dan berbau, juga mudah dipakai (Rustina, 1987).Syamsiro dan Harwin (2007) melakukan study pembuatan briket dengan meninjau pengaruh temperatur udara preheat terhadap pengurangan massa dan laju pembakaran. Sedangkan Munir, dkk (2010) meneliti tentang eksperimental karakteristik biobriket dengan bahan baku dari limbah cangkang kakao yang terdapat di Sumatra Barat dalam penelitian ini variable yang ditinjau merupakan tekstur dan bentuk briket terhadap laju pembakaran. Sebelumnya Subroto (2006) juga telah melakukan penelitian karakteristik pembakaran biobriket campuran batubara, ampas tebu, dan jerami dengan membandingkan komposisi batubara untuk melihat pengaruh laju pembakaran dan emisi polutan yang dihasilkan dari pembakaran. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan komposisi biomassa mempunyai peranan penting dalam pembuatan biobriket sama halnya dengan perbandingan komposisi perekat yang akan dicampurkan dengan biomassa. Melihat peranan perekat penting dalam pembuatan biobriket maka perlu dilakukan penelitian untuk pengaruh komposisi cangkang kakao dan komposisi perekat terhadap laju pembakaran yang akan dihasilkan oleh biobriket

1.2. Perumusan Masalah Dari berbagai macam biomassa yang bisa dijadikan biobriket seperti jerami, cangkang sawit, sampah, dan lain-lain. Cangkang kakao dan sampah organik merupakan biomassa yang belum luas penggunaannya sehingga pemanfaatan biomassa tersebut untuk pembuatan biobriket memberikan solusi untuk pengganti bahan bakar alternatif. Dalam pembuatan biobriket komposisi biomassa dan perekat diduga mempengaruhi laju pembakaran, nilai kalor yang dihasilkan dan kekuatan dari biobriket yang terbentuk. Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, untuk melihat pengaruh komposisi bahan baku terhadap karakteristik biobriket yang dihasilkan dan pengaruh komposisi perekat terhadap karakteristik biobriket yang dihasilkan.1.3. Tujuan PenelitianPenelitian ini secara umum bertujuan untuk menghasilkan biobriket dengan pembakaran yang sempurna dan tidak menghasilkan asap. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh komposisi biobriket berdasarkan campuran cangkang kakao dan sampah organik juga melihat pengaruh komposisi perekat terhadap karakteristik briket yang dihasilkan. 1.4. Manfaat PenelitianBerdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan penyelesaian dari pencemaran lingkungan dan pengganti bahan bakar sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi untuk keperluan rumah tangga maupun industri. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi bukan saja kepada pengembangan ilmu dan teknologi, tetapi juga dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat pedesaan untuk memenuhi penyediaan kebutuhan energi sebagai pengganti minyak tanah atau kayu bakar dan dapat mengurangi limbah padat hasil pertanian.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. BiomassaBiomassa merupakan produk fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel-sel surya, menyerap energi matahari dan mengkonversikan karbon dioksida dengan air menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen dan oksigen. Senyawa ini dapat dipandang sebagai suatu penyerapan energi yang dapat dikonversi menjadi suatu produk lain. Hasil konversi dari senyawa itu dapat berbentuk arang atau karbon, alkohol kayu, dan sebagainya (Kadir, 1982).Biomassa merupakan segala jenis material organik yang tersedia dalam bentuk terbarukan, dimana di dalamnya termasuk tanaman dan limbah pertanian, kayu dan limbah hasil hutan, limbah hewan, tanaman akuatik, dan limbah domestik dan industri. Energi biomassa berarti energi kimia yang disimpan di dalam bahan organik dan berasal dari energi surya melalui fotosintesa. (Matsumura dkk, 2005).Sumber biomassa yang banyak didapati berasal dari limbah pertanian/perkebunan dan hutan, seperti jerami, sekam padi, serbuk gergaji, tongkol jagung, ampas tebu, cangkang kakao, sabut dan cangkang kelapa sawit. Hasil limbah ini masih belum dimanfaatkan secara optimal dan masih banyak dibuang begitu saja. Biomassa tersebut sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar/sumber energi alternatif pengganti minyak tanah untuk kebutuhan masyarakat pada umumnya (Saptoadi, 2006 ; Kadir, 1982 ; Siemers, 2006 ; Supomo, 1978 dan Mahfud, 2006).Khususnya dalam kasus pada limbah pertanian atau energi tumbuhan, yang secara periodik mengalami masa tumbuh dan pemanenan. Selama mengalami masa pertumbuhan tumbuhan maka akan menyerap CO2 dari atmosfer untuk fotosintesis, yang mana hal ini akan dilepaskan lagi apabila biomassa ini mengalami pembakaran lagi (Wether et al, 2000). Penggunaan biomassa sebagai sumber energi semakin menarik perhatian dunia karena ramah lingkungan (Coll dkk, 1998). Dalam kurun beberapa dekade terakhir, propaganda penggunaan biomassa sebagai pengganti bahan bakar fosil semakin gencar disuarakan, karena kelebihan-kelebihannya. Paling tidak ada 2 (dua) keuntungan utama yang diberikan oleh biomassa, yaitu yang pertama ketersediaanya yang tidak terbatas dan terbarukan, dan kedua penggunaannya tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan (Nendel dkk., 1998). Selain itu, penggunaan biomassa juga dapat mereduksi kandungan CO2 di atmosfer (Gemtos dan Tsiricoglou, 1999). Dibandingkan dengan sumber energi terbarukan lainnya seperti energi surya dan tenaga angin, biomassa lebih murah dan mudah disimpan untuk waktu yang lama (Scholz dan Berg, 1998).Di Indonesia, kontribusi pasokan energi nasional yang berasal dari biomassa relatif cukup besar yaitu sekitar 21,5% sebanding pasokan gas alam, LPG dan LNG, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.1 (ESDM, 2004). Akan tetapi perlu dicatat, bahwa komposisi biomassa yang paling besar dalam angka 21,5% adalah kayu bakar dan limbah kelapa sawit yang dibakar langsung, sedangkan limbah biomassa pertanian seperti jerami dan sekam padi yang jumlahnya melimpah belum memberikan kontribusi sama sekali terhadap kebutuhan energi nasional. Gambar 2.1. Pasokan energi utama Indonesia pada tahun 2003 (ESDM, 2004)

Apabila ketergantungan kita terhadap minyak bumi terus berlanjut, dikhawatirkan Indonesia akan menghadapi masalah energi yang serius, karena cadangan minyak bumi yang semakin menurun sehingga kita menjadi net importer minyak bumi. Dengan cadangan sebesar 8,6 miliar barel dan tingkat produksi sekitar 400 juta barel per tahun maka rasio antara cadangan dan produksi atau dengan kata lain cadangan minyak bumi akan habis dalam waktu sekitar 22 tahun (http://www.endonesia.com, 28/10/2009).

2.2. Cangkang KakaoPada perkebunan kakao masyarakat, limbah kulit kakao selalu tersedia mengingat buah kakao pada perkebunan rakyat dapat dipanen sepanjang tahun. Kini, daya serap industri kakao domestik baru 27 persen. Terutama untuk industri bahan makanan dan kosmetika. Kandungan gizi kulit buah kakao terutama kandungan protein kasar yaitu 8,5 %.

(a) (b)Gambar 2.1. (a) buah kakao, (b) cangkang kakao

Salah satu pengolahan cangkang kakao yang telah dilakukan yaitu membuat untuk makanan ternak. Kulit buah kakao merupakan unsur pokok yang menjadi system pokok pakan ternak (Roesmanto, 1991). Adapun kandungan gizi kulit buak kakao dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Kulit Buah KakaoKomponenSmith dan Adegbola (1982)Amirroenas(1990)Roesmanto(1991)

Bahan kering (%) Protein kasar (%) Lemak (%) Serat kasar (%) Abu (%) BETN (%) Kalsium (%) Pospor (%)84,00 90,006,00 10,000,50 1,5019,00 28,0010,00 13,8050,00 55,60--91,336,000,9040,3314,8034,26--90,406,000,9031,5016,40-0,670,10

Tabel 2.2. Kandungan Theobromin dalam Bagian Buah KakaoBagian Buah KakaoKandungan theobromin (%)

- Kulit buah- Kulit biji- Biji0,17 0,201,80 2,101,90 2,0

Sumber : Wong, dkk (1988) Dari buah kakao yang sering dimanfaatkan adalah biji kakao, dan apabila pengolahannya kurang baik maka harganya pun akan rendah, dengan memanfaatkam limbah kulit buah kakao disamping dapat mengurangi limbah, petani dapat meraih keuntungan yang lebih besar.2.3. Sampah OrganikMurtadho dan Said (1997) mengklasifikasikan sampah organik menjadi 2 (dua) kelompok yaitu :1. Sampah organik yang mudah membusuk (garbage) yaitu limbah padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang berasal dari sektor pertanian dan pangan termasuk dari sampah pasar. Sampah ini mempunyai ciri mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk, karena mempunyai rantai kimia yang relatif pendek. Sampah ini akan menjijikkan jika sudah membusuk apalagi bila terkena genangan air sehingga masyarakat enggan menanganinya.2. Sampah organik yang tak mudah membusuk (rubish) yaitu limbah padat organik kerinyang sulit terurai oleh mikroorganisme sehingga sulit membusuk. Hal ini karena rantai kimia panjang dan kompleks yang dimilikinya, contoh dari sampah ini adalah kertas dan selulosa.

Penggunaan sampah sebagai bahan untuk membuat biobriket berangkat dari keprihatinan bahwa, semakin hari jumlah produksi sampah semakin banyak, bahkan di kota besar malah menimbulkan permasalahan yang berat dan berkepanjangan, dan tentunya semua kota yang berkembang akan menghadapi permasalahan ini. Upaya penggunaan sampah sebagai briket tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan sampah secara keseluruhan dimana penyelesaian permasalahan sampah harus diselesaikan secara integralistik dari beberapa faktor, namun upaya ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi produksi sampah organik.2.4. PerekatPerekat adalah suatu bahan yang ditambahkan pada komposisi zat utama untuk memperoleh sifat-sifat tertentu, misalnya kekentalan (viskositas), ketahanan (stabilitas) dan sebagainya. Beberapa jenis perekat yang berfungsi menaikkan viskositas adalah Carboxy Menthyl Cellulosa (CMC), gypsum, kanji, gliseral, clay, biji jarak/jatropha dan sebagainya. Adapun penambahan perekat pada campuran briket biomassa adalah selain bahan yang didapat itu mudah dan terbarukan, juga bisa berfungsi untuk membantu penyulutan awal dan sekaligus perekat terhadap pembriketan biomassa.Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar atau tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Amilum juga tersimpan dalam bahan makanan cadangan yang permanen untuk tanaman, dalam biji, jari jari teras, kulit batang dan akar tanaman menahun dan umbi. Amilum merupakan 50 65 % berat kering biji gandum dan 80 % bahan kering umbi kentang (Gunawan, 2004).Banyak sekali bahan yang biasa digunakan untuk perekat. Asalkan bahan tersebut memiliki sifat lengket atau mampu merekatkan bahan lainnya. Tetapi perlu diingat bahwa bahan yang digunakan sebagai perekat tersebut tidak berbahaya untuk produksi. Beberapa bahan yang dapat dan biasa digunakan sebagai perekat antara lain adalah :a. Bahan organik : molasses dan tepung tapiocab. Bahan mineral : bentonit, kaoline, kalsium untuk semen, dan gypsumc. Tanah liat juga bisa digunakan sebagai perekat (Gunawan, 2004).2.4.1. Tepung Tapioka Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih.Ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak. Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi.Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :1. Warna Tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.2. Kandungan Air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan airnya rendah.3. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak (Margono dkk, 1993).2.5. BiobriketBiobriket merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan sebagian dari kegunaan minyak tanah. Biobriket merupakan bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik. Bahan baku pembuatan arang biobriket pada umumnya berasal dari, tempurung kelapa, serbuk gergaji, dan bungkil sisa pengepresan biji-bijian.

2.5.1. Jenis dan bentuk briket biomassaJenis briket yang dimasyarakatkan sampai saat ini ada dua bentuk briket, yaitu:a. bentuk bantal, jengkol dan telur; untuk mendapatkan briket dalam bentuk ini diperlukan semacam mesin pengepresan double roll.b. bentuk sarang tawon; bentuknya bervariasi mulai dari silinder, segi lima atau segi empat dan berlubang-lubang untuk memudahkan sirkulasi udara pada saat pembakarannya (Basyuni dkk, 1993, Indra, 1999, Najib, 1998).

2.5.2. Kriteria briket biomassa Sebagai bahan bakar untuk rumah tangga dan industri kecil, briket biomassa harus dapat memenuhi kriteria sebagai berikut :1. Mudah dinyalakan2. Tidak mengeluarkan asap yang berlebihan (smokeless)3. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun secara fisik harus kuat atau tidak mudah pecah untuk memudahkan dalam penanganan dan pengangkutan sampai radius maksimum 200 km4. Kedap air dan tidak berjamur atau tidak mengalami degradasi jika disimpan dalam kurun waktu yang lama5. Menunjukkan unjuk kerja pembakaran (waktu, laju pembakaran dan suhu puncak pembakaran) yang baik 6. tidak berbau (oderless)7. efisiensi pancaran panasnya tinggi,8. teksturnya sebaiknya seragam,9. kadar abu sebaiknya dibawah 8 %,10. kadar zat terbang tidak kurang dari 3 % dan tidak lebih besar dari 20 % (Indra, 1999; Najib, 1998; Stefano, 1993).

2.6. Proses Pembuatan Briket a. Proses penggerusanUkuran yang dikehendaki dalam pembuatan briket adalah lolos saringan dengan ukuran < 3 mm (Indra, 1999). Untuk menghasilkan biomassa dengan ukuran yang dimaksud, digunakan mesin penggerus dengan kapasitas dan distribusi ukuran yang tepat seperti terlihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2. Alat penggerusan

b. Proses pencampuran dan pembuatan adonanProses pencampuran bahan baku biomassa ukuran < 3 mm dengan bahan pengikat (suspensi biji jarak yang telah digrinding dengan ukuran yang sama) dilakukan dengan menggunakan mixer (Gambar 2.3) agar diperoleh kondisi adonan yang homogen.

Gambar 2.3. Alat pengaduk (mixer)

c. Pembuatan briket dan pengepresan Campuran biomassa yang telah diaduk sampai homogen kemudian dibriket berbentuk selinder atau kubus. Karena adanya perekat dalam campuran biomassa tersebut, maka pembriketan hanya dibutuhkan tekanan pengepresan yang rendah, yaitu 200 kg/cm3 (Suprapto, 2006). Meskipun demikian, mengingat biomassa bersifat mudah meregang (plastisitas tinggi), maka pada proses pembriketannya tidak cukup hanya dengan menambahkan bahan pengikat, namun juga memerlukan tekanan pengepresan yang tinggi, sekitar 2 ton/cm2 (Permen ESDM, 2006). Selanjutnya tinggi rendahnya kadar air dan kehalusan penggerusan biomassa sangat berpengaruh terhadap tingkat pengepresan (Yaman dkk, 2001). Bentuk alat pembriketan ditunjukkan oleh Gambar 2.4

Gambar 2.4. Alat pembriketan

d. Pengeringan Produk briket biomassa yang keluar dari mesin pencetak masih mempunyai kandungan air yang tinggi. Untuk mengurangi kandungan air tersebut sampai < 7,5 %, maka cukup dikeringkan di udara terbuka untuk menguapkan sebagian kandungan airnya. Pada proses pengeringan biasanya digunakan alat pengering dengan sistem aliran udara panas yang dihasilkan dari pembakaran biomassa yang dialirkan ke dalam ruang pengering/oven dengan bantuan blower (Najib dkk, 2005).

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN3.1. Tempat dan Waktu Penelitian akan ini dilakukan di Laboratorium Sumber Daya dan Energi Jurusan Teknik Kimia dan Laboratorium Produksi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik. Penelitian ini akan dilakukan selama enam bulan termasuk penyusunan laporan.3.2. Alat dan Bahan Penelitian3.2.1. Alata. Crusherb. Ayakan (test sieve, ukuran 15, 25, 35, dan 50 mesh)c. Mixerd. Alat pembriketan spesifikasi: elektrik punching press (capacity 0,5- 400 kN)e. Tox Pressotechnikf. Termometerg. Stopwatchh. Timbangan digital Explorer Pro maksimum: 110 gram, Pancii. Stop watchj. Gelas ukur.

3.2.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkang kakao (diambil dari limbah perkebunan Saree-Aceh Besar), tepung tapioka (komersial).

3.3. Variabel Penelitian3.3.1. Variabel Tetap - Ukuran partikel- Bentuk briket- Tekanan pengepresan3.3.2. Variabel Berubah - Komposisi bahan baku (cangkang kakao dan sampah) - Komposisi perekat3.4. Rancangan PercobaanVariable yang ingin diteliti yaitu perbandingan komposisi campuran biomassa terdiri dari 3 perbandingan yaitu A1 = 50:50 %; A2 = 75:25%; A3 = 90:10%, sedangkan untuk perbandingan campuran biomassa dengan perekat yaitu B1 = 90:10 %; B2 = 80:20 %; dan B3 = 70:30 % kombinasi perlakuan adalah 3 x 3 = 9 dengan ulangan 2 kali sehingga diperoleh 18 satuan percobaan.Tabel 3.1. Rancangan Percobaan PenelitianKomposisi Campuran Biomassa (%)Komposisi Perekat (%)

Cangkang Kakao (%)Sampah Organik (%)10(B1)20(B2)30(B3)

50(A1)50(A1)A1 B1A1 B1A1 B2A1 B2A1 B3A1 B3

75(A2)25(A2)A2 B1A2 B1A2 B2A2 B2A2 B3A2 B3

90(A3)10(A3)A3 B1A3 B1A3 B2A3 B2A3 B3A3 B3

3.5. Prosedur Penelitian3.5.1. Persiapan bahan baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian diambil berupa cangkang kakao dan sampah organik. Untuk mempermudah proses pengayakan bahan baku terlebih dahulu dikeringkan dan sebagian dikarbonisasi seterusnya dihancurkan dengan menggunakan crusher/mill. Hasil gilingan diayak dengan menggunakan sieve vibrator sampai mencapai ukuran yang telah ditentukan.3.4.2. Prosedur PercobaanBiomassa yang telah diayak sesuai dengan ukuran yang ditentukan dicampurkan dengan tepung tapioka sebagai perekat ukurannya juga disesuaikan dengan biomassa. Campuran biomassa dan tepung tapioka yang telah dihaluskan tersebut di campur secara merata dengan menggunakan mixer. Campuran dari biomassa dan tepung tapioka tersebut dimasukkan ke dalam alat pencetak dengan tekanan pengepresan yang ditentukan. Secara skematis prosedur percobaan ditunjukkan pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Proses Pembuatan Briket

3.5. Pengujian Biomassa3.5.1. Uji KalorPengukuran nilai kalor pembakaran dilakukan pada akir penelitian guna melihat nilai kalor yang terbaik dari berbagai variasi yang dilakukan. Abu hasil pembakaran briket tersebut digunakan untuk analisa kalor menggunakan alat DSC 60. Saat dilakukan uji nilai kalor digunakan sampel reference berupa alumina silika.3.5.2. Uji Kuat TekanUji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari biobriket yang dihasilkan untuk menahan beban tertentu.3.5.3. Uji Index Shatter Pada percobaan uji index shatter digunakan media air untuk merendam briket dengan volume sebesar 500 ml. Digunakan air dengan suhu kamar, selanjutnya ditunggu sampai struktur briket perlahan lahan hancur (Yaman, 2000). 3.6. Jadwal Kegiatan Adapun jadwal pelaksanaan penelitian pembuatan briket biomassa dilakukan ditunjukkan pada tabel 3.2.Tabel 3.2. Jadwal PenelitianNoKegiatanBulan ke-

12345

1Pengadaan peralatan dan bahan

2Setup alat penelitian/ Analisa sampel

3Eksperimen

4Pengumpulan data

5Pengolahan data/analisis penelitian

6Pembuatan/penyusunan laporan

Diposkan oleh Nyun_Yun Jeumpa Atjeh di 07.52 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest1 komentar:1. inoe24 Desember 2011 00.18makasih infonya.... minta izin untuk penerapan dilapangan... kebetulan sulawesi barat juga sentra kakao... jadi ilmu yang bermanfaat untuk bisa diterapkan di sulawesi barat... semoga bisa menjadi amal jariyah bagi anda...BalasMuat yang lain...Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom) Selalu Mengalirmengalir mengikuti arah angin dan air Ini Aquhh

Nyun_Yun Jeumpa Atjeh hanya seorang hamba AllahLihat profil lengkapku Waktu PedangLanggananPos Komentar My flendCoreT-Coret 2011 (11) Desember (7) "Jodohku" Jika fadhu kewajiban maka "harus" yg jadi hukumnya... Bibir Biru Apa yang Salah penanganan Limbah Macam-macam produk sederhana Pembuatan Briket dari cangkang Kakao dengan menggu... April (4) https://www.blogger.com/profile/15547390766266704657 desember 2011

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI Angga Yudanto (L2C605116) dan Kartika Kusumaningrum (L2C605152) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058 Pembimbing: Ir. Diah Susetyo Retnowati, MT. Abstrak Kebutuhan energi di Indonesia dipenuhi oleh bahan bakar minyak. Untuk rumah tangga sebagian besar kebutuhan energinya mengandalkan minyak dan gas elpiji. Oleh karena itu, usaha untuk mencari bahan bakar alternatif yang dapat diperbarui (renewable), ramah lingkungan dan bernilai ekonomis,semakin banyak dilakukan. Serbuk gergaji kayu jati belum termanfaatkan sepenuhnya, padahal serbuk gergaji kayu jati merupakan biomasa dengan nilai kalor yang relatif besar. Apabila serbuk gergaji kayu jati tersebut dipirolisis kemudian arang yang terbentuk dicampur dengan bahan perekat lem dari tepung kanji, maka akan menjadi briket sebagai bahan bakar alternatif yang dapat terbarukan. Proses pembuatan briket diawali dengan cara mengeringkan serbuk gergaji, kemudian di ayak dengan alat pengayak untuk mendapatkan ukuran partikel tertentu, setelah itu serbuk gergaji dipirolisis dengan alat pirolisis. Arang yang telah terbentuk dari hasil pirolisis dicampur dengan perekat lem tepung kanji setelah itu dicetak dengan alat pres. Faktor perubah yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran partikel serbuk gergaji yaitu 40, 60, 80, 100 mesh dan perbandingan berat lem kanji dengan berat arang yaitu 0,3 bagian; 0,5 bagian; 0,7 bagian dan 0,9 bagian. Dan faktor tetapnya adalah massa arang serbuk gergaji 10 gram, untuk proses pembakaran waktu pirolisis 3 jam, tekanan pengempaan untuk briket 20 kali gaya tekan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kuat tekan yang paling tinggi diperoleh pada variable ukuran partikel serbuk gergaji kayu jati 100 mesh, dengan perbandingan berat lem kanji dan berat arang 0,9 bagian yaitu sebesar 0,0152 kN/cm2 dan nilai kalornya sebesar 5786,37 kal/g. Kata kunci : Arang serbuk gergaji kayu jati, Biobriket, lem tepung kanji I. PENDAHULUAN British Petroleum (BP) , 2005, menyatakan bahwa 47,5 % kebutuhan energi di Indonesia dipenuhi oleh bahan bakar minyak. Jumlah ini setara dengan 55,3 juta ton minyak bumi, sehingga pemerintah diperkirakan akan mengalami kerugian subsidi sebesar 93 triliun rupiah. Untuk rumah tangga sebagian besar kebutuhan energinya masih mengandalkan minyak dan gas elpiji. Saat ini saja, cadangan minyak bumi Indonesia tinggal 1 persen dan gas bumi hanya 1,4 % dari total cadangan minyak dan gas bumi dunia, sedangkan cadangan batubara hanya 3 persen dari cadangan batubara dunia (1). Dari data tersebut dapat diperkirakan beberapa tahun lagi, Indonesia akan menjadi pengimpor penuh minyak bumi (net oil importer). Oleh karena itu, usaha untuk mencari bahan bakar alternatif yang dapat diperbarui (renewable), ramah lingkungan, dan bernilai ekonomis, semakin banyak dilakukan. Kayu jati sebagian besar terdiri dari selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%) (2), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik. Karena sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu jati paling banyak digunakan untuk keperluan konstruksi dan dekorasi. Sehingga Kebutuhan kayu jati terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana. Umumnya sebagian limbah serbuk gergaji ini hanya digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (3). Padahal serbuk gergaji kayu jati merupakan biomassa yang belum termanfaatkan secara optimal dan memiliki nilai kalor yang relatif besar. Dengan mengubah serbuk gergaji menjadi briket, maka akan meningkatkan nilai ekonomis bahan tersebut, serta mengurangi pencemaran lingkungan.

Briket arang merupakan bahan bakar padat yang mengandung karbon, mempunyai nilai kalori yang tinggi, dan dapat menyala dalam waktu yang lama. Bioarang adalah arang yang diperoleh dengan membakar biomassa kering tanpa udara (pirolisis). Sedangkan biomassa adalah bahan organik yang berasal dari jasad hidup. Biomassa sebenarnya dapat digunakan secara langsung sebagai sumber energi panas untuk bahan bakar, tetapi kurang efisien. Nilai bakar biomassa hanya sekitar 3000 kal, sedangkan bioarang mampu menghasilkan 5000 kal (4). Pirolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan meggunakan pemanasan tanpa adanya oksigen. Proses ini atau disebut juga proses karbonasi atau yaitu proses untuk memperoleh karbon atau arang, disebut juga High Temperature carbonization pada suhu 4500 C-5000C. Dalam proses pirolisis dihasilkan gas-gas, seperti CO, CO2, CH4, H2, dan hidrokarbon ringan. Jenis gas yang dihasilkan bermacam-macam tergantung dari bahan baku. Salah satu contoh pada pirolisis dengan bahan baku batubara menghasilkan gas seperti CO, CO2, NOx, dan SOx. Yang dalam jumlah besar, gas-gas tersebut dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses pirolisis dipengaruhi factor-faktor antara lain: ukuran dan distribusi partikel, suhu, ketinggan tumpukan bahan dan kadar air. Briket bioarang mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan arang biasa (konvensional), antara lain: 1. Panas yang dihasilkan oleh briket bioarang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kayu biasa dan nilai kalor dapat mencapai 5.000 kalori (5). Beberapa nilai kalor dari beberapa jenis bahan bakar ditunjukkan oleh Tabel 1. 2. Briket bioarang bila dibakar tidak menimbulkan asap maupun bau, sehingga bagi masyarakat ekonomi lemah yang tinggal di kota-kota dengan ventilasi perumahannya kurang mencukupi, sangat praktis menggunakan briket bioarang. 3. Setelah briket bioarang terbakar (menjadi bara) tidak perlu dilakukan pengipasan atau diberi udara. 4. Teknologi pembuatan briket bioarang sederhana dan tidak memerlukan bahan kimia lain kecuali yang terdapat dalam bahan briket itu sendiri. 5. Peralatan yang digunakan juga sederhana, cukup dengan alat yang ada dibentuk sesuai kebutuhan (5)

Oleh karena itu perlu dikembangkan pembuatan briket bioarang dalam upaya pemanfaatan serbuk gergaji kayu jati. Untuk mencapai hal tersebut dilakukan penelitian untuk menghasilkan briket bioarang yang berkualitas baik , ramah lingkungan dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Dengan pemanfaatan serbuk gergaji kayu jati menjadi briket bioarang, maka diharapkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan, memberikan alternatif sumber bahan bakar yang dapat diperbarui dan bermanfaat untuk masyarakat. Tabel 1 Nilai Kalor Rata-rata dari Beberapa Jenis Bahan Bakar (6) Bahan Bakar Nilai Kalor (kal/g)

Kayu (kering mutlak) 4491,2

Batubara muda (lignit) 1887,3

Batubara 6999,5

Minyak bumi (mentah) 10081,2

Bahan bakar minyak 10224,6

Gas alam 9722,9

Browse > Home > Fisika , Fisika Material , Tugas , Universitas > Serbuk Gergaji Kayu Jati Serbuk Gergaji Kayu Jati Serbuk Gergaji Kayu JatiSerbuk gergaji adalah serbuk kayu berasal dari kayu yang dipotong dengan gergaji. Kayu jati memiliki nama botani Tectona grandits L.f. Di Indonesia kayujati memiliki berbagai jenis nama daerah yaitu delek, dodolan, jate, jatih, jatos, kiati, kulidawa, dan lain-lain. Kayu ini merupakan salah satu kayu terbaik didunia. Berdasarkan PPKI 1961 termasuk kayu dengan tingkat pemakaian I,tingkat kekuatan II dan tingkat keawetan I. Pohon jati tumbuh baik pada tanah sarang terutama tanah yang mengandung kapur pada ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut, di daerah dengan musim kering yang nyata dan jumlah curah hujan rata-rata 1200-2000 mm per-tahun. Banyak terdapat di seluruh Jawa, Sumatra, Nusa Tenggara Barat, Maluku dan Lampung. Pohon jati dapat tumbuh mencapai tinggi 45 m dengan panjang batang bebas cabang 15-20 m dan diameter batang 50-220 mm dengan bentuk batang beralur dan tidak teratur. Kayu jati memiliki serat yang halus dengan warna kayu mula-mula sawo kelabu. Kemudian berwarna sawo matang apabila lama terkena cahaya matahari dan udara. Serat kayu memiliki arah yang lurus dan kadang-kadang terpadu, memiliki panjang serat rata-rata 1316 dengan diameter 24,8 dan tebal dinding 3,3. Struktur pori sebagian besar soliter dalam susunan tata lingkaran, memiliki diameter 20-40 dengan frekuensi 3-7 per-mm.

Karena sifat-sifatnya yang baik, kayu jati merupakan jenis kayu yang paling banyak dipakai untuk berbagai keperluan. Sifat-sifat kayu jati secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.1. Pada industri pengolahan kayu, jati diolah menjadi kayu gergajian, plywood, blackbord, particleboard, mebel air dan sebagainya.

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Kayu Jati No.SifatSatuan Nilai

1Berat jenisKg/cm30,62-0,75 (rata-rata 0,67)

2Tegangan pada batas proporsiKg/cm3718

3Tegangan pada batas patahKg/cm31031

4Modulus elastisitasKg/cm3127700

5Tegangan tekan sejajar seratKg/cm3550

6Tegangan geser arah radialKg/cm380

7Tegangan geser arah tangensialKg/cm389

8Kadar selulosa%47,5

9Kadar lignin%29,9

10Kadar pentose%14,4

11Kadar abu%1,4

12Kadar silica%0,4

13Serabut%66,3

14Kelarutan dalam alcohol bensena%4,6

15Kelarutan dalam air dingin%1,2

16Kelarutan dalam air panas%11,1

17Kelarutan dalam NaOH 1 %%19,8

18Kadar air saat titik jenuh serat%28

19Nilai kalorCal/gram5081

20KerapatanCal/gram0,44

Sumber : Anonim 1991

Kayu jati merupakan kayu serba guna, umumnya digunakan untuk berbagai keperluan seperti furniture dan perkakas, selain itu serbuk gergajinya dapat pula digunakan sebagai bahan pembuat briket dan juga sebagai zat penyerap. Serbuk gergaji kayu merupakan limbah industri kayu ternyata dapat digunakan sebagai zat penyerap logam berat (Freedman dan Waias, 1972, Randall, 1974 dan Henderson 1977, dalam Amalia (2001).

Gambar Serbuk Kayu Jati

Sifat KimiaSerbuk Gergaji Kayu JatiKandungan kimia kayu adalah selulosa 60 %,lignin 28 % dan zat lain (termasuk zat gula) 12 %. Dinding sel tersusun sebagian besar oleh selulosa.Lignin adalah suatu campuran zat zat organik yang terdiri dari zat karbon (C), zat air , dan oksigen. Serbuk gergaji kayu mengandung komponen utama selulosa, hemiselulosa, lignin da zat ekstraktif kayu. Lignin mempunyai ikatan kimia dengan hemiselulosa bahkan ada indikasi mengenal adanya ikatan ikatan antara lignun dan selulosa. Ikatan iaktan tersebut dapat berupa tipe tipe ester atau eter diusulkan bahwa ikatan ikatan glikosida merupakan penyatu lignin dan polisakarida. Komponen kimia didalam kayu mempunyai arti penting, karena menentukan kegunaan sesuatu jenis kayu juga dengan mengetahuinya kita dapat membedakan jenis kayu.Komponen kayu dapat dilihat pada tabel 2.2. Komponen kimia kayu: 1. Karbon terdiri dari selulosa dan hemiselulosa 2. Ion karbonhidrat terdiri dari lignin kayu 3. Unsur yang diendapkan: a. Karbon : 50% b. Hidrogen : 6 % c. Nitrogen : 0,04 % - 0,10 % d. Abu :0,20 % - 0,50 % Tabel 2.2 Komponen komponen kayu KomponenKayu KerasKayu lunak

Selulosa 1558

Pentosan 187

Lignin 2326

Resin,gum,minyak28

Abu 11

Sifat fisikSerbuk Gergaji Kayu JatiSifat sifat ini antara lain daya hantar panas, daya hantar listrik, angka muai dan berat jenis. Perambatan panas pada kayu akan tertahan oleh pori pori dan rongga rongga pada sel kayu. Karena itu kayu bersifat sebagai penyekat panas. Semakin banyak pori dan rongga udaranya kayu semakin kurang penghantar panasnya. Selain itu daya hantar panas juga dipengaruhi oleh kadar air kayu, pada kadar air yang tinggi daya hantar panasnya juga semakin besar.

Sifat HigroskopikSerbuk Gergaji Kayu JatiAkibat air yang keluar dari rongga sel dan dinding sel, kayu akan menyusut dan sebaliknya kayu akan mengembang apabila kadar airnya bertambah. Sifat kembang susut kayu dipengaruhi oleh kadar air, angka rapat kayu dan kelembaban udara. Kembang susut kayu pada berbagai arah dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Kembang Susut Kayu pada Berbagai Arah ArahPresentase serat

Tangensial (sejajar garis singgung)4 14

Radial (menuju ke pusat)2 10

Aksial (sejajar serat)0,1 0,2

Volumetric 7 21

Sumber : Wirjmartono 1991

Sifat MekanikSerbuk Gergaji Kayu JatiKayu bersifat anisotrop (non isotropic material), dengan kekuatan yang berbeda beda pada berbagai arah . Sel kayu jika mendapat gaya tarik sejajar serat akan mengalami patah tarik sehingga kulit sel hancur dan patah. Jika gaya tarik terjadi pada arah tegak lurus serat, maka gaya tarik menyebabkan zat lekat lignin akan rusak. Dukungan gaya tarik pada arah tegak lurus serat jauh lebih kecil dibandingkan dengan pada arah sejajar serat. Sel kayu yang mengalami gaya desak dengan arah sejajar serat, menyebabkan sel kayu tertekuk. Sel sel kayu disampingnya akan menghalangi tekuk ke arah luar, sehingga sel kayu patah karena tertekuk ke dalam. Jika daya desak terjadi pada arah tegak lurus serat, sel kayu akan tertekan atau seolah olah sel kayu dipejet saja. Jadi dukungan gaya desak pada arah tegak lurus serat akan lebih besar dibandingkan dengan pada arah serat sejajar. Gaya geser sejajar serat pada sel kayu akan menyebabkan rusaknya zat lekat lignin. Jika gaya geser terjadi pada arah tegak lurus serat, maka gaya seolah - olah memotong dinding dinding sel. Gaya untuk memotong dinding sel lebih besar daripada gaya untuk mematahkan zat lekat lignin. Jadi dukungan gaya geser pada arah tegak lurus serat akan lebih besar dibandingkan dengan pada arah sejajar serat.

Judul :Serbuk Gergaji Kayu JatiDisusun Oleh :Dedek Febriana | Maulidya Dara | Henni Elika S | Sri Wahyuni Batubara | Ria Yuliana

Read more : http://www.sharemyeyes.com/2013/09/serbuk-gergaji-kayu-jati.html#ixzz3CnMihHEdhttp://www.sharemyeyes.com/2013/09/serbuk-gergaji-kayu-jati.html

http://madanitec.com/2011/03/pembuatan-briket-arang/

Mesin pembuat briket adalah mesin yang digunakan untuk memproses limbah dan residu usaha kehutanan dan pertanian menjadi briket. Sebelum dijadikan briket, bahan mentah harus diberikan perlakuan tertentu seperti pemurnian dan pengecilan ukuran partikel.Mesin press briket bekerja dengan tiga mekanisme dasar: Tipe ulir (screw type). Briket ditekan dengan memanfaatkan mekanisme ulir archimedes. Umumnya digerakkan oleh motor. Tipe stamping, yaitu mekanisme menekan dengan tuas sehingga seolah bahan baku briket "terinjak" dan membentuk briket yang padat. Tipe ini memungkinkan briket dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran. Tipe hidrolik yang bekerja dengan mekanisme hidrolik.Fasilitas pembuatan briket harus memiliki berbagai langkah dalam pembuatan bahan baku hingga selesai menjadi briket. Perlakuan awal yang biasanya diberikan dalam pembuatan briket adalah debarking (penghilangan kulit kayu, bark), pengecilan ukuran partikel, pengeringan, dan pengayakan. Kadar air harus rendah untuk mendapatkan nilai kalori tertinggi, namun pengeringan lebih lanjut umumnya menjadi tidak efisien. Kadar air antara 12-15% diperkirakan angka yang ideal, tergantung bahan baku yang digunakan.[5]

Sumber ilustrasi:http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/kakao_100930142059.jpegPerkembangan ekonomi Indonesia di era globalisasi saat ini menyebabkan peningkatan konsumsi energi di semua sector ekonomi. Diperkirakan kebutuhan energi nasional akan meningkat dari 674 juta SBM (setara barel minyak) tahun 2002 menjadi 1680 juta SBM pada tahun 2020, meningkat sekitar 2,5 kali lipat atau naik dengan laju pertumbuhan rerata tahunan sebesar 5,2%. Sedangkan cadangan energi nasional semakin menipis apabila tidak ditemukan cadangan energi baru. Sehingga perlu dilakukan berbagai terobosan untuk mencegah terjadinya krisis energi. Kenaikan akan permintaan energi juga akan menyebabkan peningkatan emisi lingkungan. Diperkirakan terjadi peningkatan emisi CO2 dari 183,1 juta ton di tahun 2002 menjadi 584,9 juta ton di tahun 2020 yang berarti terjadi kenaikan 3,2 kali lipat (KNRT, 2006).Untuk mengantisipasi hal tersebut Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan blueprint pengelolaan energi nasional tahun 2005-2025. Penyusunan Kebijakan Energi Nasional dimulai dengan dituangkannya dokumen Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE). KUBE yang telah dirumuskan oleh Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) mulai tahun 1981 hingga yang terakhir tahun 1998 terdiri dari lima prinsip pokok, yaitu : diversifikasi energi, intensifikasi energi, konservasi energi, mekanisme pasar dan kebijakan lingkungan. Kemudian dilanjutkan dengan Kebijakan Energi Nasional tahun 2003 dengan kebijakan utama meliputi intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi energi.Kebijakan energi ini khususnya ditekankan pada usaha untuk menurunkan ketergantungan penggunaan energi hanya pada minyak bumi. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional dirumuskan bahwa perlu adanya peningkatan pemanfaatan sumber energi baru dan sumber energi terbarukan. Sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 pada tahun 2025 dan terwujudnya energi mix yang optimal meliputi penggunaan minyak bumi menjadi kurang dari 20%. Termasuk di dalamnya adalah energi baru dan terbarukan (termasuk biomassa) menjadi lebih dari 5%. Walaupun kebijakan ini terlihat kurang revolusioner, tetapi paling tidak memberikan harapan baik bagi ketahanan energi nasional.Salah satu energi terbarukan yang mempunyai potensi besar di Indonesia adalah biomassa. Dalam Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Koservasi Energi (Energi Hijau) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang dimaksud energi biomasa meliputi kayu, limbah pertanian/perkebunan/hutan, komponen organik dari industri dan rumah tangga. Biomassa dikonversi menjadi energi dalam bentuk bahan bakar cair, gas, panas, dan listrik. Teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar padat, cair dan gas, antara lain teknologi pirolisis, esterifikasi, teknologi fermentasi, anaerobik digester (biogas). Dan teknologi konversi biomassa menjadi energi panas yang kemudian dapat diubah menjadi energi mekanis dan listrik, antara lain teknologi pembakaran dan gasifikasi (DESDM, 2003).Sebagai negara agraris, Indonesia mempunyai potensi energi biomassa yang besar. Pemanfaatan energi biomassa sudah sejak lama dilakukan dan termasuk energi tertua yang peranannya sangat besar khususnya di pedesaan. Diperkirakan kira-kira 35% dari total konsumsi energi nasional berasal dari biomassa. Energi yang dihasilkan telah digunakan untuk berbagai tujuan antara lain untuk kebutuhan rumah tangga (memasak dan industri rumah tangga), pengering hasil pertanian dan industri kayu, pembangkit listrik pada industri kayu dan gula.

Gambar 1. Buah kakao dan bagian cangkangnyaPemerintah melalui Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) juga telah menyusun peta jalan pengembangan energi sektor bahan bakar padat dan gas dari biomassa baik jangka pendek, menengah maupun panjang. Dalam jangka pendek pemerintah mendukung program karakterisasi biomassa di seluruh Indonesia berikut teknologi pembriketannya dan difokuskan dua hal yaitu pengurangan dampak lingkungan dan perbaikan efisiensi (KNRT, 2006).Tabel 1. Analisis proksimasi dan kandungan energi limbah cangkang kakao

Salah satu sumber biomassa yang potensial dan selama ini tidak banyak digunakan adalah limbah biomassa cangkang kakao. Cangkang kakao ini dihasilkan setelah pengambilan biji cokelat dari buahnya. Indonesia merupakan negara terbesar ketiga produsen kakao dunia, oleh karenanya cangkang kakao ini sangat melimpah dan masih terbuang percuma. Pada tahun 2008 areal tanaman kakao di Indonesia mencapai lebih dari sejuta hektar yang meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Produksinya cokelatnya sendiri mencapai sekitar delapan ratus ribu ton di tahun yang sama. Sebagai gambaran, di dalam satu buah kakao akan terkandung 10,93% biji cokelat dan 14,7% cangkang kakao kering, sehingga dapat diperkirakan berapa potensi cangkang yang ada.Salah satu metode pemanfaatan cangkang kakao ini adalah dengan pembriketan dan karbonisasi untuk dijadikan bahan bakar briket. Proses pembriketan sendiri bertujuan untuk meningkatkan densitas dari cangkang kakao sehingga kandungan energi untuk satu satuan volume yang sama menjadi meningkat. Karbonisasi adalah proses pembuatan arang dari biomassa untuk meningkatkan nilai kalor dengan pemanasan pada suhu tinggi atau yang lebih dikenal dengan proses pirolisis. Pada proses ini, uap air dan zat mudah menguap (volatile matter) akan terlepas dari biomassa sehingga yang tertinggal di biomassa adalah kandungan karbon terikat dan abu. Proses ini akan mengubah warna biomassa menjadi hitam.

Gambar 2. Briket cangkang kakaoBriket biomassa hasil dari proses ini kemudian bisa digunakan untuk aplikasi sederhana seperti untuk pemanasan tungku maupun aplikasi skala besar seperti untuk bahan bakar boiler untuk pembangkit listrik. Briket ini bisa juga digunakan untuk sumber panas pada proses pengeringan biji cokelat sehingga bisa langsung digunakan di lokasi perkebunan atau areal pengeringan cokelat. Dengan membakar briket ini, kemudian panas yang dihasilkan dihembuskan ke ruang pengering dengan bantuan blower diharapkan bisa menghemat penggunaan energi.Sebagai penutup tentunya perlu keterlibatan pemangku kepentingan untuk penerapan teknologi pemanfaatan limbah biomassa cangkang kakao ini, khususnya dari perusahaan yang mempunyai lahan kakao. Masyarakat yang mempunyai lahan kakao, umumnya skala kecil, juga bisa memanfaatkannya untuk kebutuhan bahan bakar mereka seperti telah disebutkan di atas. Dengan demikian, akan mengurangi penggunaan energi yang tidak terbarukan khususnya fosil sehingga bisa mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan tentunya mengurangi dampak pencemaran lingkungan dari energi fosil.Mochamad SyamsiroPengajar di Jurusan Teknik Mesin, Universitas Janabadra, YogyakartaReferensi1. Syamsiro, M., Saptoadi, H., Tambunan, B.H., Pambudi, A.N., A Preliminary Study on Use of Cocoa Pod Husk as a Renewable Source of Energy in Indonesia, Energy for Sustainable Development 16, pp. 74-77, Elsevier, 2012.2. Syamsiro, M., Saptoadi, H., Tambunan, B.H., Experimental Investigation on Combustion of Bio-Pellets from Indonesian Cocoa Pod Husk, Asian Journal of Applied Science 4 (7) : 712-719, 2011.3. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM), 2003, Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (Energi Hijau).4. Kementerian Negara Ristek (KNRT), 2006, Buku Putih Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025, Jakarta.http://beranda-miti.com/pemanfaatan-limbah-biomassa-cangkang-kakao-sebagai-sumber-energi-terbarukan/

B. BriketBriket adalah merupakan bahan bakar alternative pengganti BBM. Adanya limbah menimbulkan masalah penanganannya yang selama ini dibiarkan memburuk, ditumpuk dan dibakar yang dampaknya berakibat buruk terhadap lingkungan hidup sehingga penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada rakyat (Pari, G., 2003). i Cangkang keras dari dapur sebagai bahan bakaralternatifPosted on November 19, 2011 by atiraaa

PENGERTIAN BRIKET

Briket adalah sumber energi alternatif pengganti Minyak Tanah dan Elpijidari bahan-bahan bekas atau bahan yang sudah tidak terpakai..

MANFAAT BRIKET ARANGDengan penggunaan briket arang sebagai bahan bakar maka kita dapat menghemat penggunaan serbuk gergaji sebagai limbah produksi yang gampang di jumpai. Selain itu penggunaan briket dari sebuk gergaji dapat menghemat pengeluaran biaya untuk membeli minyak tanah atau gas elpiji.Dengan memanfaatkan serbuk gergaji sebagai bahan pembuatan briket arang maka akan menningkatkan pemanfaatan limbah hasil hutan sekaligus mengurangi pencemaran udara, karena selama ini serbuk gergaji kayu yang ada hanya dibakar begitu saja.Manfaat lainnya adalah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat bila pembuatan briket arang ini dikelola dengan baik untuk selanutnya briket arang dijual.Bahan pembuatan briket arang mudah didapatkan disekitar kita berupa serbuk kayu gergajian.

BRIKET SEBAGI BAHAN BAKER ALTERNATIVE

Pengamatan yang jeli akan lingkungan sekitar dan sedikit kreatif ternyata bisa menjadi mata pencaharian baru. Setidaknya itu yang dilakukan Kaffi, warga Desa Langkea Raya, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

"Gara-gara istri di rumah marah-marah melulu ketika BBM menghilang seperti minyak tanah dan harganya yang naik turun, saya lalu jalan-jalan di lingkungan sekitar sini. Saya perhatikan ada serbuk gergaji yang menumpuk dan kurang termanfaatkan di kecamatan ini.

Sementara saya pernah menonton di televisi pembuatan briket dari ampas tebu. Maka saya coba-coba buat secara manual untuk kebutuhan sendiri membuat briket dari serbuk gergaji dan ternyata bisa," ujar Kaffi, menjelaskan ide awalnya membuat briket dari serbuk gergaji.

Sejak memakai briket serbut gergaji, tambah Kaffi, istri menjadi lebih tenang. "Selain tidak pusing lagi dengan BBM, juga tidak perlu abu gosok untuk membersihkan peralatan masak. Karena dengan briket serbuk gergaji, tidak menjadi alat-alat masak menjadi hitam atau terlihat gosong. Selain itu tentu menghemat belanja bulanan," terang Kaffi. Keberhasilan Kaffi membuat briket serbuk gergaji menarik tim community development PT Inco.

"Dalam pertemuan dengan Karang Taruna dan tim community development PT Inco, saya sampaikan tentang briket serbuk gergaji yang saya buat, yang saya konsumsi sendiri. Dari Inco, ternyata diusulkan supaya tidak hanya dinikmati sendiri, tapi briket ini bisa juga digunakan oleh masyarakat sebagai bahan bakar alternatif. Untuk itu, Inco bantu peralatan produksi yang saya butuhkan," ungkap Kaffi.

Hasilnya, sementara ini, setiap hari Kaffi bisa memproduksi 100 briket besar dan 50 kg briket kecil. "Saya menjual untuk satu briket besar seharga Rp.500 rupiah, sedang briket kecil harganya 3 ribu rupiah perkilogram. satu briket besar bisa tahan untuk memasak kurang lebih selama satu setengah jam. kalau apinya ingin lebih besar tinggal tambah briket-briket kecil. ini ada kompornya sekalian, harganya lima puluh ribu rupiah per satuan," ujar kaffi. http://sakan-community.blogspot.com/2009/06/briket-serbuk-gergaji.html

penggilingan jagung di desa Mangunsari kecamatan Gunung Pati dan tepung kanji sebagai bahan perekat Pembuatan briket dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Awal mula bahan diambil dari alam, yaitu berupa tongkol jagung yang sudah tidak terpakai, b) Tongkol jagung dikarbonisasi menggunakan oven, dengan suhu 207oC selama 10-11 jam, c) Untuk meminimalisir udara dalam oven batang jagung ditutup menggunakan alumunium foil, d) Arang tongkol jagung yang sudah menjadi arang dihaluskan sehingga menjadi butiran-butiran kecil, e) Saring serbukt tongkol jagung dengan ayakan mesh nomor 60, f) Serbuk arang tongkol jagung siap dicampur dengan perekat. Proses pencampuran arang tongkol jagung dengan perekat serta pengompaksian dilakukan dengan: a) Menghitung dengan prosentase berat antara arang tongkol jagung dengan perekat dengan prosentase yang telah ditentukan, b) Timbang serbuk arang tongkol 5627 28 27 Gambar 1. Alat cetak briket 4 PROFESIONAL,VOL. 8, No. 1, Mei 2010, ISSN 1693-3745 dan perekat, c) Berat keseluruhan campuran adalah 6 gram, d) setelah ditimbang perbandingan antara serbuk arang tongkol jagung dan perekat, lalu dicampur dalam plastik sehingga menjadi satu dan homogen. Bahan baku briket dikompaksi dengan cetakan bertenaga hidrolik. Kompaksi menggunakan pembebanan 9 ton selama 10 detik. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian meliputi nilai kalor, kadar air, berat jenis, kadar abu, fixed carbon, volatile metter, stability, shatter index, dan durability. Data dan analisis pada penelitian ini berupa nilai rata-rata, analisis varians dan grafik. Stability Gambar 3 dan 4 menunjukkan briket berperekat 0,4,6 & 8 %, dilihat dari posisi atas dan samping. Hasil pengujian stability menunjukkan kecenderungan peningkatan ukuran briket sejak briket dikeluarkan dari cetakan hingga hari ke - 12. Setelah itu ukuran briket mulai stabil dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kenaikan ukuran. Dari grafik dapat kita lihat bahwa yang menunjukkan peningkatan paling pesat bila dilihat dari diameternya adalah briket yang mempunyai komposisi campuran perekat 0 % sebesar 0,53 mm atau Pompa Handle pemompa pembebanan Alat cetak Gambar 2. Proses pengkompaksihttp://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/profesional/article/viewFile/287/275

Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan organik menjadi arang. Pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2, formaldehid, metana, formik dan acetil acid serta zat yang tidak terbakar seperti seperti CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.Proses karbonisasi dapat merupakan reaksi endoterm atau eksoterm tergantung pada temperatur dan proses reaksi yang sedang terjadi. Secara umum hal ini dipengaruhi oleh hubungan temperatur karbonisasi, sifat reaksi, perubahan fisik/kimiawi yang terjadi. Perubahan fisika terdiri atas pelunakan, aliran material, penggabungan dan pengerasan, sedangkan perubahan kimia terdiri atas perekahan polimerisasi dan penguapan.

Karbonisasi BatubaraKarbonisasi batubara adalah proses pemanasan batubara dengan keadaan anaerob (tanpa oksigen) pada temperatur beberapa ratus derajat menghasilkan material material :

1. Karbon padat (solid residu)Disebut semikokas/kokas jika bersifat kompak dan padat, atau disebut char jika lebih berpori dan tidak kompak.

2. Hasil cairTerbuat dari campuran hidrokarbon (zat arang cair) disebut tar dan larutan yang mengandung air yang mengandung jenis bahan-bahan terlarut yang disebut zat amoniak.

3. Hidrokarbon dan campuran lainDalam bentuk gas yang didinginkan ke temperatur normal.

Berdasarkan perbedaan besarnya temperatur pemanasan, proses karbonisasi terdiri atas:1. Low temperature carbonization pada suhu 500oC-700oC (1290oF)2. Medium temperature carbonization pada suhu 700oC-900oC3. High temperature carbonization pada suhu > 900oC (1650oF)

Karbonisasi Bertemperatur RendahKarbonisasi bertemperatur rendah adalah proses karbonisasi tanpa udara pada temperatur 500 700oC. Karbonisasi bertemperatur rendah umumnya untuk memproduksi padatan, bahan bakar tak berasap atau tar. Padatan hasil karbonisasi bertemperatur rendah mudah pecah, berwarna kehitaman, masih banyak mengandung zat terbang.Sebagian besar peralatan menggunakan retort pada temperatur 500-600 C, sehingga material yang digunakan untuk pemanasan masih dapat menggunakan besi cor/cast iron, ditinjau dari perpindahan panas masih menguntungkan untuk proses-proses pemanasan tidak langsung. Penggunaan refraktori/bata tahan api hanya digunakan pada tempat-tempat yang sangat panas biasanya disekitar pembakar atau burner.Pada gambar 2. ditunjukkan diagram alir dari suatu proses pemanfaatan karbonisasi batubara temperatur rendah untuk batubara dengan kandungan volatil matter tinggi.Tungku putar horisontal dengan pemanasan menggunakan panas sensibel dari gas buang, tungku disangga oleh dua pasang penggerak putar dan mempunyai sedikit kemiringan untuk mengarahkan gerakan material. Tungku dibuat dari bahan baja yang dilapisi oleh bahan tahan panas agar tidak secara langsung gas panas mengenai baja report, yang didesain counter current dengan aliran batubara masuk silinder tungku putar. Diperlukan waktu 2,5 jam untuk pemanasan di dalam tungku putar dan menghasilkan semikokas, gas dan cairan yang berupa tar. Pada penggunaan batubara kadar rendah (brown coal) dengan kandungan moisture 45,53%, zat terbang 37,09%, abu 6,79% dan karbon tetap 11,0% dapat menghasilakn semikokas dengan komposisi zat terbang 20,56%, karbon tetap 53,73% dan abu 23,41%. Untuk batubara bituminus tiap ton dapat menghasilkan 21,6 galon minyak, 44.000 ft3 gas dan 15,2 lb amonium sulfat.Keunggulan dari KTR ini ditinjau dari material konstruksi dapat diterapkan untuk material peralatan baja biasa atau besi cor karena temperatur yang disyaratkan hanya sekitar 500 oC, menggunakan baja karbon atau mild steel sudah cukup, tersedia cukup banyak di pasaran. Walaupun untuk keperluan khusus tempat-tempat yang kondisinya diretort oksidasi harus digunakan pelapisan dengan bahan material tahan api seperti castabel atau fiber keramik.Tujuan KarbonisasiTujuan dari proses karbonisasi adalah menaikkan kadar karbon padat dan menghilangkan zat terbang (volatile matter) yang terkandung dalam batubara serendah mungkin sehingga dihasilkan semi kokas atau kokas dengan kandungan zat terbang yang ideal 8-15% dengan nilai kalori yang cukup tinggi di atas 6.000 kkal/kg. Kandungan zat terbang berhubungan erat dengan kelas batubara, makin tinggi zat terbangnya maka makin rendah kelas batubara, karena zat terbang akan mempercepat pembakaran karbon padatnya. Dengan karbonisasi juga akan menghasilkan produk akhir yang tidak berbau dan berasap..Proses Karbonisasi BatubaraProses karbonisasi dilakukan melalui dua cara:1. Proses Karbonisasi dengan pemanasan secara langsungProses Karbonisasi dengan pemanasan secara langsung dalam tungku Beehive yang berbentuk kubah. Tungku Beehive merupakan tungku yang paling tua dimana batubara dibakar pada kondisi udara terbatas, sehingga hanya zat terbang saja yang akan terbakar. Jika zat terbang terbakar habis, proses pemanasan dihentikan.Kelemahannya antara lain terdapat produk samping berupa gas dan cairan yang tidak dapat dimanfaatkan atau habis terbakar, disamping itu produktivitas sangat rendah.

2. Karbonisasi batubara dengan pemanasan tidak langsungKarbonisasi batubara dengan pemanasan tidak langsung atau proses distilasi kering di mana sirkulasi udara dikontrol seminimal mungkin. Melalui dinding baja, panas disalurkan ke dalam tanur bakar yang memuat batubara. Pada suhu sekitar 375oC - 475oC, batubara mengalami dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar dinding.Ketika suhu mencapai 475oC - 600oC, terlihat kemunculan cairan tar dan senyawa hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis menjadi semi-kokas. Pada suhu 600oC - 1100oC, proses stabilisasi kokas dimulai. Ketika lapisan plastis sudah bertemu di tengah oven, berarti seluruh batubara telah terkarbonasi menjadi kokas, dilanjutkan dengan proses pendinginan (quenching). Setelah kokas selesai dibuat di oven, perlu pendinginan secepatnya supaya kokas tersebut tidak berubah jadi abu.Cara ini selain menghasilkan kokas juga diperoleh produk samping berupa tar, amoniak, gas methana, gas hidrogen dan gas lainnya. Gas-gas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. sedangkan produk cair berupa tar, amoniak dan lain-lain dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan bahan-bahan kimia, umumnya berupa senyawa aromatik.http://letshare17.blogspot.com/2010/12/karbonisasi.htmlBriket batubara terkarbonisasi adalah briket yang sebelumnya mengalami suatu proses karbonisasi. Karbonisasi adalah proses pemanasan batubara sampai suhu dan waktu tertentu ( berkisar 200oC di atas 1000oC pada kondisi miskin oksigen untuk menghilangkan kandungan zat terbang batubara sehingga dihasilkan padatan yang berupa arang batubara atau kokas atau semi kokas dengan hasil samping tar dan gas.Fungsi utama karbonisasi adalah meningkatkan nilai kalor, karena pelepasan kandungan air, juga pembentukan tar yang bis berfungsi sebagaicoating filmyang mencegah penyerapan kembali kandungan air. Cara lain yang lazim digunakan adalahhigh pressure pneumatic grinding, yang konon katanya bias mereduce sampai dengan 75% kandungan air dari jumlah semula. Untuk batu bara tiadanya komponen pengikat/bending akan membuat pressure yang dibutuhkan semakin besar, karena itulah ditambahkan komponen pengikat untuk menurunkan tekanan. Beberapa pengujian untuk karbonisasi adalah sebagai berikut:http://id.wikipedia.org/wiki/PirolisisProses karbonisasi dapat merupakan reaksi endoterm atau eksoterm tergantung pada temperatur dan proses reaksi yang sedang terjadi. Secara umum hal ini dipengaruhi oleh hubungan temperatur karbonisasi, sifat reaksi, perubahan fisik/kimiawi yang terjadi. Proses karbonisasi dilakukan melalui dua cara, pertama dengan pemanasan secara langsung dalam tungkuBeehiveyang berbentuk kubah. TungkuBeehivemerupakan tungku yang paling tua dimana batubara dibakar pada kondisi udara terbatas, sehingga hanya zat terbang saja yang akan terbakar. Jika zat terbang terbakar habis, proses pemanasan dihentikan.Kelemahannya antara lain terdapat produk samping berupa gas dan cairan yang tidak dapat dimanfaatkan atau habis terbakar, disamping itu produktivitas sangat rendah.

Cara kedua adalah karbonisasi batubara dengan pemanasan tak langsung atau sistem destilasi kering. Dalam hal ini batubara ditempatkan pada ruang tegak sempit dan dipanaskan dari luar (pemanasan tak langsung). Cara ini selain menghasilkan kokas juga diperoleh produk samping berupa tar, amoniak, gas methana, gashidrogendan gas lainnya. Gas-gas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. sedangkan produk cair berupa tar, amoniak dan lain-lain dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan bahan-bahan kimia, umumnya berupa senyawa aromatik.