emi maijunidah
DESCRIPTION
34rf33efffffffffffffff 333333333TRANSCRIPT
1
IDENTIFIKASI RISIKO KESELAMATAN KERJA
PADA PROSES PRODUKSI GEARBOX
DI AGGREGATE ASSEMBLY & COMMPONENTS
PT MERCEDES BENZ INDONESIA WANAHERANG BOGOR
TAHUN 2010
LAPORAN MAGANG
Oleh :
Emi Maijunidah
NIM 106101003319
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
2
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Magang, April 2010
Emi Maijunidah, NIM : 106101003319
Identifikasi Risiko Keselamatan Kerja pada Proses Produksi Gearbox di Aggregate
Assembly & Components PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Bogor Tahun
2010
xiii + 115 halaman, 7 tabel, 14 gambar, 15 lampiran.
ABSTRAK
PT Mercedes Benz Indonesia selaku produsen mobil mewah di Indonesia
merupakan salah satu produsen mobil yang ada di negara ini. Di pabrik ini di produksi
dua jenis kendaraan yaitu Passenger Cars dan Commercial Vehicle atau chassis bus.
Untuk perakitan chassis bus di ACV terdapat departemen AGC (Aggregate Assembly &
Commponents) yang khusus merakit mesin, gearbox dan axle yang nantinya akan
digabungkan dengan chassis pada proses selanjutnya. Proses produksi di AGC banyak
menggunakan mesin yang memiliki risiko tinggi, misalnya mesin pengepresan, main jig,
test bench dan peralatan pendukung lain (seperti hoist crane, torque moment, palu,
impact wrench, heater plate dan sebagainya) yang juga menyimpan potensi bahaya.
Proses produksi di bagian gearbox menggunakan mesin dan peralatan yang rata-rata
memiliki prioritas medium dan high yang tentu saja lebih berisiko dibandingkan dengan
proses produksi lainnya di AGC. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk
mengidentifikasi risiko yang ada pada proses produksi gearbox di Aggregate Assembly
& Components (AGC) sehingga dapat diketahui risiko yang ada serta pengendalian yang
tepat.
Kegiatan magang ini bertujuan untuk mengetahui identifikasi risiko keselamatan
kerja dengan menggunakan metode JSA (Job Safety Analysis). Kegiatan magang ini
dilakukan di PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Bogor yang dimulai pada
Februari 2010 sampai Maret 2010 melalui pengambilan data primer dengan tehnik
wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder berupa gambaran umum
perusahaan, struktur organisasi, gambaran umum P2K3 dan data-data lainnya.
Risiko keselamatan kerja yang ada pada proses produksi gearbox secara
keseluruhan adalah tangan terjepit, tangan tergores komponen, tangan melepuh (seperti
luka bakar), kaki kejatuhan komponen atau peralatan dan wajah terkena gears yang
melejit, tangan terpukul palu dan mata terkena percikan debu (serbuk) logam.
3
Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan cara engineering control yaitu memasang
alat pengaman tambahan pada mesin press dan test bench. Sedangkan dengan
administrative control, yaitu melakukan perawatan secara berkala (periodic
maintenance) untuk hoist crane, mesin pengepresan, oven, heater plate dan mesin test
bench, housekeeping, training pekerja, bekerja sesuai dengan WI (work Instruction) dan
pemasangan safety sign di area kerja. Selain itu, terdapat pengendalian dengan
menggunakan APD, yaitu dengan menggunakan safety shoes, hand gloves, back jack
dan kaca mata.
Untuk meminimalisir risiko keselamatan kerja, upaya pengendalian dapat
ditambahkan dengan pemakaian APD tambahan seperti pelindung wajah saat
pengepresan dan pekerjaan yang menghasilkan scrup atau serbuk logam, bekerja dengan
hati-hati, memegang dan menempatkan komponen dengan benar, memperhatikan
lingkungan area kerja, memasang safety sign untuk risiko dan area yang belum terdapat
safety sign, melakukan house keeping, mengganti palu dengan bahan logam yang tidak
mudah hancur (menghasilkan scrup atau serbuk logam) dan memasang pengaman
tambahan pada bagian gearbox yang berputar (running test) serta mengkomunikasikan
risiko.
Daftar bacaan: 21 (1991 - 2010)
4
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul magang
IDENTIFIKASI RISIKO KESELAMATAN KERJA
PADA PROSES PRODUKSI GEARBOX
DI ACV (ASSEMBLY COMMERCIAL VEHICLE) PT MERCEDES BENZ
INDONESIA WANAHERANG BOGOR
TAHUN 2010
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Magang
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, April 2010
Mengetahui
Iting Shofwati, ST, MKKK Ir. Ari Abriyarto
Pembimbing Fakultas Pembimbing Lapangan
5
PANITIA SIDANG UJIAN LAPORAN MAGANG
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, April 2010
Penguji I
Iting Shofwati, ST, MKKK
Penguji II
Ir. Ari Abriyarto
6
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas personal
Nama Lengkap : Emi Maijunidah
TTL : Lamongan, 4 April 1988
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jln. Harun No. 11 B Tanah Kusir, Jakarta Selatan 12240
Telepon : 0857 806 440 55
E-mail : [email protected]
Pendidikan
2006 – Sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi Kesehatan Masyarakat
2003 - 2006 : SMAN 32 Jakarta
2000 - 2003 : SMPN 31 Jakarta
1994 - 2000 : SDN 09 Pagi Jakarta
Pengalaman Organisasi
2000 - 2001 : Anggota Paskibra SMPN 31 Jakarta
2003 - 2006 : Anggota Ju Jitsu SMAN 32 Jakarta
7
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-NYA
dan salam tak lupa tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan magang dengan judul “ Identifikasi Risiko Keselamatan
Kerja pada Proses Produksi Gearbox di AGC (Aggregate Assembly & Components) PT
Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Bogor Tahun 2010”.
Dalam pelaksanaan magang dan penulisan laporan magang, penulis banyak
mendapatkan bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. My beloved family, orang tua tercinta yang telah banyak memberikan perhatian,
dukungan secara moril dan materil, terima kasih atas doa, kasih sayang dan
kesabaran yang tak terkira, kakak-kakakku dan adikku tersayang yang selalu
mengisi hari-hariku.
2. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat FKIK UIN Jakarta.
3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, selaku dosen pembimbing dalam penyusunan
laporan magang ini, yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak
masukan.
8
4. Direksi PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang yang telah memberikan izin serta
fasilitas kepada penulis.
5. Bapak Ir. Didit Suwardi, selaku Ketua P2K3 dan pembimbing institusi di PT
Mercedes Benz Indonesia yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis.
6. Bapak Ir. Ari Abriyarto, selaku Sekretaris Umum P2K3 sekaligus pembimbing
lapangan di PT Mercedes Benz Indonesia yang telah meluangkan waktu dan
memberikan banyak masukan kepada penulis.
7. Bapak Sudarko, selaku supervisor di AGC (Aggregate Assembly & Components)
yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan kepada penulis.
8. Ibu Tika selaku HRD PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang.
9. Pak Sularno, Pak Sanin, Pak Harso, Pak Ihwan, Pak Trimo, Pak Yayan, Pak
Anshori, Pak Dudi, Pak Nahan, Pak Sukandi, Pak Didi, Pak Mijil, Mas Heri, Ibu
Urri, Mas Budi serta seluruh staf dan karyawan PT Mercedes Benz Indonesia,
terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
10. Keluarga besar Ibu Dewi dan Dita, terima kasih banyak atas perhatian, bantuan,
support dan doanya selama ini kepada penulis selama kegiatan magang.
11. Sahabat-sahabatku tersayang (Desi, Nita, Agita, Anisa Mausulli, Nisa, Defryan,
Angga, Rina, Lesy, Abel, Prit, Adit, Mas Amir dan seluruh mahasiswa kesmas 3G
angkatan 2006 UIN Jakarta.
12. Seluruh staf FKIK UIN Jakarta.
13. Dan seluruh pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan.
Thank you for everythings.
9
Semoga Allah membalas jasa-jasa kalian semuanya. Penulis menyadari bahwa
sebagai manusia tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan penulis terima dengan baik. Akhir kata penulis berharap semoga
laporan magang ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, pembaca dan berbagai
pihak yang memerlukan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, April 2010
Emi Maijunidah
10
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Tujuan .......................................................................................................... 6
1.2.1 Tujuan Umum .................................................................................... 6
1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 6
1.3 Manfaat ........................................................................................................ 7
1.3.1 Bagi Mahasiswa .................................................................................. 7
1.3.2 Bagi PT Mercedes Benz Indonesia ..................................................... 7
1.3.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ....................................... 8
1.4 Ruang Lingkup Kegiatan .............................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............................................................. 10
2.2 Pengertian Keselamatan Kerja ..................................................................... 11
2.3 Kecelakaan Kerja ........................................................................................ 12
2. 3.1 Pengertian Kecelakaan Kerja ........................................................... 12
2.3.2 Penyebab Kecelakaan Kerja .............................................................. 13
2.3.3 Teori Kecelakaan Kerja .................................................................... 17
2.3.4 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja ............................................... 24
2.4 Bahaya ......................................................................................................... 26
2.4.1 Pengertian Bahaya ............................................................................ 26
2.4.2 Penggolongan Bahaya ...................................................................... 27
11
2.5 Risiko .......................................................................................................... 28
2.5.1 Pengertian Risiko .............................................................................. 28
2.5.2 Penggolongan Risiko ........................................................................ 29
2.5.3 Manajemen Risiko ............................................................................ 30
2.5.4 Metode Identifikasi Risiko ............................................................... 32
2.5.5 Hirarki Pengendalian Risiko .............................................................. 36
BAB III ALUR DAN JADWAL KEGIATAN
3. 1 Alur Kegiatan Magang .................................................................................. 40
3.2 Aktivitas Magang ........................................................................................... 41
3.2.1 Tahap Persiapan ................................................................................ 41
3.2.2 Tahap Pelaksanaan ........................................................................... 41
3.2.3 Jadwal Magang ................................................................................. 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan ....................................................................... 44
4.1.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan ......................................................... 44
4.1.2 Sekilas Tentang Perusahaan ............................................................. 45
4.1.3 Lokasi Kantor ................................................................................... 46
4.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan ........................................................ 47
4.1.5 Tata Tertib Perusahaan ..................................................................... 51
4.2 Gambaran P2K3 PT MBIna Wanaherang ..................................................... 52
4.2.1 Tujuan ............................................................................................... 52
4.2.2 Struktur Organisasi P2K3 ................................................................. 53
4.2.3 Tugas, Wewenang & Tanggung Jawab ............................................. 54
4.2.4 Sistem Manajemen K3 dan Pelaksanaanya ...................................... 55
4.3 Gambaran Umum Pelaksanaan Identifikasi Risiko ...................................... 61
4.4 Identifikasi Risiko di ACV (Assembly Commercial Vehicle) PT MBIna ..... 65
4.4.1 Gambaran Umum Proses Pembuatan Chassis Bus............................ 65
4.4.2 Gambaran Umum Aggregate Assembly & Components (AGC) ....... 70
4.4.3 Proses Produksi Gearbox................................................................... 74
4.4.4 Hasil Identifikasi Proses Produksi Gearbox di AGC PT MBIna ...... 78
4.4.4.1 Tahap Sub Assy Counter Shaft ................................................... 79
4.4.4.2 Tahap Sub Assy Main Shasft ..................................................... 87
4.4.4.3 Tahap Sub Assy Front Housing dan Sub Assy Rear Housing ... 91
4.4.4.4 Tahap Main Jig .......................................................................... 96
4.4.4.5 Tahap Final Assembly ............................................................. 102
4.4.4.6 Tahap Testing .......................................................................... 105
12
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 112
5.2 Saran ........................................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Magang di PT MBIna Wanaherang Tahun 2010 .......................... 42
Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Risiko Tahap Sub assy. Counter Shaft .......................... 80
Tabel 4.2 Hasil Identifikasi Risiko Tahap sub assy main shaft .................................. 88
Tabel 4.3 Hasil Identifikasi Risiko Tahap Sub Assy Front dan Rear Housing ........... 93
Tabel 4.4 Hasil Identifikasi Risiko Tahap Main Jig ................................................... 97
Tabel 4.5 Hasil Identifikasi Risiko Tahap Final Assembly ....................................... 103
Tabel 4.6 Hasil Identifikasi Risiko Tahap Testing .................................................... 106
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur Terjadinya Kecelakaan.................................................................... 21
Gambar 2.2 Alur Manajemen Risiko .......................................................................... 31
Gambar 3.1 Alur Kegiatan Magang di PT MBIna Wanaherang ................................ 40
Gambar 4.1 Logo Mercedes Benz Indonesia .............................................................. 44
Gambar 4.2 Lokasi PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang ................................. 46
Gambar 4.3 Lokasi PT Mercedes Benz Distribution Indonesia .................................. 46
gambar 4.4 Lokasi Layanan Purna Jual, Pusat Pelatihan PT MBIna .......................... 47
Gambar 4.5 Struktur Organisasi PT MBIna Wanaherang Tahun 2010 ...................... 49
Gambar 4.6 Job dan Lay Out Divisi/Seksi .................................................................. 50
Gambar 4.7 Struktur Organisasi P2K3 PT MBIna Wanaherang Tahun 2010 ............ 53
Gambar 4.8 Alur Produksi Chassis Bus Di ACV PT MBIna Wanaherang ................ 65
14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Persetujuan Magang
Lampiran 2. Surat Keterangan Pelaksanaan Magang
Lampiran 3. Rencana Kerja P2K3
Lampiran 4. Form Safety Aspect Impact AGC
Lampiran 5. Form Aspect Impact Normal Condition (example pada APC)
Lampiran 6. Form Aspect Impact Abnormal Condition (example pada APC)
Lampiran 7. Form Aspect Impact Emergency (example pada APC)
Lampiran 8. Lembar Equipment Priority List AGC
Lampiran 9. Form Daily Preventive Maintenance Hoist Crane (AGC)
Lampiran 10. Form Daily Preventive Maintenance mesin Hydraulic Press (AGC)
15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan dan
mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta milik atau kerugian waktu.
Biasanya didahului oleh keadaan dan/atau tindakan membahayakan. Luka-luka
selalu terjadi sebagai akibat dari terselesaikannya urut-urutan faktor yang mana
faktor yang terakhir dari urut-urutan kejadian tersebut adalah luka-luka itu sendiri.
Kecelakaan yang menyebabkan luka-luka tersebut selalu disebabkan oleh tindakan
berbahaya dari orang dan/atau bahaya mekanik atau fisik (H.W. Heinrich, 1931).
Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang industri, dunia kerja senantiasa
dihadapkan dengan berbagai persoalan serta tantangan-tantangan baru yang
terkadang menimbulkan dampak negatif seperti kecelakaan kerja atau kematian
tenaga kerja. Kecelakaan kerja dapat berakibat merugikan baik yang bersifat
ekonomis dalam bentuk kerusakan, hilangnya waktu kerja, biaya perawatan dan
pengobatan, menurunnya jumlah dan mutu produksi maupun kerugian berupa
penderitaan manusia baik karena cidera, cacat atau ban kematian. (Ruliansyah,
2003).
16
Kecelakaan dan sakit di tempat kerja membunuh dan memakan banyak
korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Riset yang dilakukan badan dunia
ILO menghasilkan kesimpulan, setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, setara
dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau
kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Secara keseluruhan,
kecelakaan di tempat kerja telah menewaskan 350.000 orang (ILO, 2003).
Berdasarkan data Depnakertrans, angka kecelakaan kerja di Indonesia masih
tergolong tinggi, tahun 2000 terjadi 98.902 kasus, tahun 2001 terjadi 104.774 kasus,
tahun 2002 terjadi 103.804 kasus, tahun 2003 terjadi 105.846 kasus, tahun 2004
terjadi 95.418 kasus, tahun 2005 terjadi 99.023 kasus, tahun 2006 terjadi 95.624
kasus dan semester pertama 2007 terjadi sebanyak 37.845 kasus (Sinar Harapan,
2008). Kasus kecelakaan kerja pada 2008 sebanyak 93.823 orang, dengan jumlah
pekerja yang sembuh 85.090 orang, sedangkan yang cacat total 44 orang (Rahmat
Saepulloh, 2009).
Banyak sekali faktor penyebab terjadinya suatu kecelakaan, oleh karena itu
faktor penyebab kecelakaan dan faktor-faktor lainnya harus segera dikendalikan
dengan benar, sehinggga kecelakaan kerja dapat segera dicegah dan diminimalisasi
frekuensinya. Kecelakaan kerja kerap terjadi di suatu industri yang menggunakan
mesin-mesin atau peralatan-peralatan kerja yang manual maupun yang berteknologi
tinggi.
Menurut pandangan kemanusiaan dan ekonomi, usaha pencegahan dan
penanggulangan terhadap kecelakaan harus ditangani dengan semaksimal mungkin
17
dan harus melibatkan semua pihak yang terkait baik dari pihak pekerja, perusahaan,
maupun masyarakat sekitar. Pencegahan kecelakaan sangat bergantung pada
kesadaran pekerja. Apabila pekerja memiliki kesadaran yang tinggi terhadap hal
tersebut, maka kecelakaan kerja dapat dihindarkan semaksimal mungkin.
(International Labour Organization/ILO, 1989).
PT Mercedes Benz Indonesia selaku produsen mobil mewah di Indonesia
merupakan salah satu produsen mobil yang ada di negara ini. Di pabrik ini di
produksi dua jenis kendaraan yaitu Passenger Cars yang berada di plant APC
(Assembling Passenger Cars ) dan Commercial Vehicle atau chassis bus yang
berada di plant ACV (Assembling Commercial Vehicle). Untuk perakitan chassis
bus di ACV terdapat departemen AGC (Aggregate Assembly & Commponents) yang
khusus merakit mesin, gearbox dan axle yang nantinya akan digabungkan dengan
chassis pada proses selanjutnya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan supervisor di ACV, Departemen AGC
(Aggregate Assembly & Commponents) yaitu Bapak Sudarko yang mengatakan
bahwa proses produksi di bagian AGC menggunakan mesin yang memiliki risiko
tinggi, misalnya mesin pengepresan yang memiliki risiko seperti tangan terjepit,
kejatuhan komponen yang akan dipres (kaki), wajah memar atau luka sobek karena
terkena komponen yang melejit dan mengenai bagian wajah. Kemudian mesin jig
yang memiliki risiko seperti tangan terjepit sangat meletakkan komponen pada
mesin, tangan melepuh seperti luka bakar terkena heater plate, tangan terpukul palu,
kejatuhan palu (kaki) dan mata terkena percikan debu (serbuk) logam. Selain itu,
18
mesin untuk test bench juga memiliki risiko seperti tersengat listrik dan tangan atau
jari tergores atau luka sobek serta terdapat peralatan pendukung lain (seperti hoist
crane, torque moment, palu besar, impact wrench, heater plate dan sebagainya)
yang memiliki banyak potensi bahaya dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan
kecelakaan kerja yang fatal dan dapat mengakibatkan kerugian besar bagi
perusahaan.
Untuk mengatasi hal itu, pihak P2K3 PT MBIna telah memiliki suatu program
kerja yang berkaitan dengan analisis kondisi lingkungan kerja untuk melihat potensi
bahaya dan risiko yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Caranya dengan
melakukan safety inspection secara langsung ke lapangan atau lokasi kerja oleh tim
P2K3, kemudian di buat laporan tertulis terkait dengan nearmiss yang ditemukan di
area tersebut. Selain itu, pihak supervisor masing-masing area juga membuat suatu
laporan tentang potensi bahaya dan risiko yang terdapat di area tersebut yang
disebut dengan laporan aspect impact dan diperbarui secara berkala. Namun,
seluruh proses tersebut kurang dilakukan secara mendetail per tahapan pekerjaan.
Disamping itu, organisasi P2K3 di perusahaan ini baru berdiri ± enam bulan dan
tergolong masih baru. Dimana program dan kebijakannya masih berkembang dan
masih pada tahap penyesuaian dengan proses kerja di masing-masing plant. Untuk
itu, perlu dilakukan identifikasi risiko secara menyeluruh untuk mengetahui risiko
per tahapan pekerjaan agar kecelakaan kerja dapat diminimalisir dan dicegah sedini
mungkin.
19
Dalam melakukan identifikasi risiko di PT MBIna Wanaherang, penulis
menggunakan metode Job Safety Analisis (JSA), karena metode ini dapat
menghasilkan analisis yang baik. Metode ini juga memiliki beberapa keuntungan,
yaitu pendekatan JSA sangat mudah dipahami dan tidak membutuhkan training
khusus, proses JSA dapat memberikan kesempatan kepada individu untuk
mengenali pengetahuan mengenai operasi dan hasil analisis dengan JSA dapat
digunakan sebagai dokumentasi (Diberadinis, 1999). Hal tersebut merupakan
beberapa keuntungan menggunakan metode JSA dibandingkan dengan metode
identifikasi yang lainnya.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis tertarik untuk melakukan
identifikasi resiko keselamatan kerja di Aggregate Assembly & Components (AGC),
karena pada proses kerja ini memakai mesin dan peralatan yang berat dan memiliki
potensi bahaya yang cukup signifikan serta komponen yang dirakit umumnya
berukuran besar dan berat. Departemen AGC mengerjakan tiga komponen yaitu
mesin, gearbox dan axle. Karena tahapan produksi dan proses kerja untuk setiap
komponen berbeda-beda, maka penulis memilih satu jenis komponen untuk
mempermudah dalam menentukan tahapan pekerjaan ketika mengidentifikasi risiko
keselamatan kerja. Jenis komponen yang dipilih yaitu gearbox, karena proses
perakitan gearbox menggunakan seluruh mesin dan peralatan yang rata-rata
memiliki prioritas medium dan high.
Berdasarkan data dan teori yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik
untuk melakukan identifikasi risiko keselamatan kerja dengan metode JSA pada
20
proses produksi gearbox di bagian Aggregate Assembly & Components pada Plant
ACV (Assembly Commercial Vehicle) PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang
Bogor tahun 2010.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi risiko keselamatan kerja pada proses produksi gearbox di
Aggregate Assembly & Components PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang
Bogor tahun 2010.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran umum tentang PT Mercedes Benz Indonesia
Wanaherang Bogor tahun 2010.
b. Mengetahui tahapan kegiatan pada proses produksi gearbox di Aggregate
Assembly & Components PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Bogor
tahun 2010.
c. Mengetahui gambaran pelaksanaan identifikasi risiko pada proses produksi
gearbox di Aggregate Assembly & Components PT Mercedes Benz Indonesia
Wanaherang Bogor tahun 2010.
d. Mengetahui identifikasi risiko keselamatan kerja pada proses produksi
gearbox di Aggregate Assembly & Components PT Mercedes Benz Indonesia
Wanaherang Bogor tahun 2010.
21
e. Mengetahui upaya pengendalian risiko yang ada pada proses produksi
gearbox di Aggregate Assembly & Components PT Mercedes Benz Indonesia
Wanaherang Bogor tahun 2010.
1.3 Manfaat Magang
1.3.1 Mahasiswa :
a. Mendapatkan pengalaman bekerja dalam tim dalam pelaksanaan program
keselamatan dan kesehatan kerja .
b. Mengetahui karakteristik bahaya dan risiko pada proses produksi dan
kondisi lingkungan kerja.
c. Sebagai aplikasi penerapan ilmu dan aspek K3 yang telah diperoleh pada
perkuliahan selama kegiatan magang. Selain itu diharapkan dari kegiatan ini
dapat menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa
terutama bidang K3 di industri.
1.3.2 Perusahaan
a. Perusahaan mendapatkan gambaran mengenai identifikasi risiko yang ada di
PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Bogor tahun 2010.
b. Membantu kegiatan program keselamatan dan kesehatan kerja di PT
Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Bogor tahun 2010, khususnya
22
mengenai masalah risiko yang ada berdasarkan hasil observasi dan mencari
solusi alternatif untuk memecahkan masalah tersebut.
c. Memberikan solusi alternatif pada perusahaan mengenai pelaksanaan
program keselamatan dan kesehatan kerja (K3), terutama hal-hal yang
berkaitan dengan pencegahan kecelakaan kerja di PT Mercedes Benz
Indonesia Wanaherang Bogor tahun 2010.
1.3.3 Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta
a. Sebagai tambahan referensi mengenai identifikasi resiko pada proses
produksi di industri perakitan kendaraan dan pengetahuan bagi mahasiswa
selanjutnya dalam praktek di lapangan.
b. Sebagai wujud peran akademisi dalam penerapan keilmuan K3 pada
perusahaan terutama dalam hal identifikasi resiko di tempat kerja.
c. Sebagai sarana untuk menjalin serta membina network dan kerjasama yang
saling menguntungkan dan bermanfaat dengan perusahaan dibidang
kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
1.4 Ruang Lingkup
Kegiatan Magang ini dilakukan di PT Mercedes Benz Indonesia yang berada di
Desa Wanaherang, Gunung Putri, Bogor. Tema yang diangkat adalah identifikasi risiko
pada proses produksi gearbox di Aggregate Assembly & Components, karena pada
proses ini memakai mesin dan peralatan yang berat serta rata-rata memiliki high priority
dan medium priority yang tentu saja menyimpan potensi risiko kecelakaan kerja yang
23
cukup signifikan dibandingkan dengan proses produksi lainnya serta komponen yang
dirakit umumnya berukuran besar dan berat. Dalam kegiatan magang ini mahasiswa
melakukan pengambilan data primer dan sekunder, data primer berupa wawancara dan
observasi dan data sekunder berupa gambaran umum perusahaan, struktur organisasi,
dan data-data lainnya.
Kegiatan Magang ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu pelaksanaan magang ini dimulai
pada Februari 2010 sampai Maret 2010.
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008), keselamatan dan
kesehatan kerja terdiri dari dua komponen, yaitu keselamatan yang merupakan
keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat
kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan dan kesehatan kerja yang
merupakan penyeserasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar
setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri maupun
masyarakat di sekelilingnya sehingga diperoleh produktivitas kerja yang optimal.
Menurut America Society of safety and Engineering (ASSE) K3 diartikan
sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang
ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Secara umum keselamatan kerja
dapat dikatakan sebagai ilmu dan penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat,
alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja
serta cara melakukan pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset
25
perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga
meliputi penyediaan APD, perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang manusiawi.
Sedangkan keselamatan dan kesehatan kerja menurut ILO/WHO Join Safety and
Commitee (1998) yaitu, promosi dan pemeliharaan derajat tertinggi fisik, mental dan
kesejahteraan sosial setiap pekerja dismeua pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan
terhadap pekerja yang disebabkan oleh kondisi kerja, melindungi pekerja dari resiko dan
faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaaan pekerja di lingkungan
kerja sesuai dengan fisiologi dan psikologi dan melakukan penyesuaian pekerjaan untuk
setiap pekerja untuk pekerjaannya.
2.2 Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari sering
disebut dengan safety saja, oleh American Society of Safety Engineers (ASSE) diartikan
sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada
kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Sedangkan secara filosofi diartikan
sebagai sutau pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniahtenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya
serta hasil karya dan budayanya.
Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Dalam konsep pengelolaan keselamatan kerja modern (Modern Safety Management =
MSM) dikenal dua definisi keselamatan kerja. Pertama didefinsikan sebagai bebas dari
26
kecelakaan- kecelakaan atau bebas dari kondisi sakit, luka atau bebas dari kerugian.
Kedua, didefinisikan sebagai pengontrolan kerugian. Definsi ini lebih fungsional karena
berkiatan dengan luka, sakit, kerusakan harta, dan kerugian terhadap proses. Definisi
kedua ini juga termasuk dalam hal pencegahan kecelakaan dan mengusahakan
seminimum mungkin terjadinya kerugian. Ini ada kaitannya dengan fungsi
pengontrolan dalam sistem manajemen (Didi Sugandi, 2003).
Materi keselamatan kerja juga diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970
yang ruang lingkupnya berhubungan dengan mesin, landasan tempat kerja dan
lingkungan kerja serta cara mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
memberikan perlindungan kepada sumber-sumber produksi sehingga dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
2.3 Kecelakaan Kerja
2.3.1 Pengertian Kecelakaan Kerja
Kecelakaaan adalah suatu kejadian yang tidak terduga dan tidak dikehendaki
yang dapat mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktifitas dan dapat
menimbulkan kerugian, baik korban manusia maupun harta benda. Sedangkan
kecelakaan kerja dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu (Depnaker RI, 1998) :
1. Kecelakaan industri (Industrial Accident), yaitu kecelakaan yang terjadi di
tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
2. Kecelakaan dalam perjalanan, yaitu kecelakaan yang terjadi diluar tempat kerja
dalam kaitannya dengan hubungan kerja.
27
Sedangkan pengertian kecelakaan kerja menurut UU No. 3 tahun 1992 tentang
Jamsostek adalah kecelakaan yang tejadi akibat berhubungan dengan hubungan kerja,
temasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat menuju ke tempat kerja dan pulang ke rumah melalui
jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Menurut Frank E.Bird Jr “ Kecelakaan adalah suatu peristiwa yang tidak
dikehendaki, dapat merugikan jiwa serta kerusakan harta benda dan biasanya terjadi
sebagai akibat adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi batas kemampuan
tubuh atau struktur”. Luka-luka selalu terjadi sebagai akibat dari terselesaikannya urut-
urutan faktor yang mana faktor yang terakhir dari urut-urutan kejadian tersebut adalah
luka-luka itu sendiri. Kecelakaan yang menyebabkan luka-luka tersebut selalu
disebabkan oleh tindakan berbahaya dari orang dan/atau bahaya mekanik/fisik (H.W.
Heinrich).
2.3.2 Penyebab Kecelakaan Kerja
Satu kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada sebabnya, oleh
karenanya kecelakaan dapat dicegah, asal kita cukup kemampuan untuk mencegahnya.
Dengan meneliti dan menemukan sebab-sebab kecelakaan yang kemudian digunakan
sebagai bahan dalam usaha-usaha koreksi terhadap sebab-sebab kecelakaan tersebut,
sehingga kecelakaan dapat dicegah.
Sebab-sebab kecelakaan akibat kerja dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions)
28
Sebab-sebab kecelakan oleh keadaan lingkungan yang tidak aman akan meliputi
mesin, kendaraan, alat-alat penyalur tenaga, alat-alat listrik, alat-alat tangan, bahan
kimia, bahan-bahan yang mudah terbakar/meledak, debu, radiasi, landasan tempat
kerja seperti lantai, jalan, gang dan lain-lain. Dan untuk memudahkan dikelompokkan
sebagai berikut :
a. Perkakas, alat-alat dan bahan-bahan yang rusak (misalnya, karena rusak,
sudah tua, pecah kendor dan lain-lain).
b. Pengaman mesin yang tidak baik, atau alat-alat/perkakas yang sama sekali
tanpa alat pengaman. Misalnya, katrol, gir, ban berjalan, mata pisau, pisau
rantai, roda gerinda, pemindahan arus dll.
c. Pengaturan-pengaturan yang salah atau prosedur yang berbahaya. Misalnya,
kesalahan rencana penempatan mesin, tak ada rencana untuk keselamatan
(brosur, peraturan-peraturan kerja, gambar-gambar tanda bahaya, tidak ada
label/identitas pada botol dan kaleng yang berisi bahan-bahan atau larutan-
larutan yang berbahaya dan proses yang berbahaya.
d. Keadaan lingkungan kerja yang tidak diinginkan. Misalnya, banyak timbunan-
timbunan, tempat yang sempit, suhu yang tidak tepat, pertukaran udara yang
kurang, tak ada penghisap debu keadaan lingkungan yang tidak sehat, dan
sebagainya.
e. Pakaian yang berbahaya. Misalnya, tenaga kerja tidak boleh bekerja dengan
lengan baju yang panjang, berdasi, memakai perhiasan, harus memakai
goggles, helmet, apron, masker topeng muka dan sebagainya.
29
f. Keadaan gedung yang berbahaya. Misalnya, lantai rusak, tidak ada APK (Alat
Pemadam Kebakaran), bahaya-bahaya listrik, tidak ada bak sampah dan
sebagainya.
2. Tingkah laku manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts).
Umumnya bahaya-bahaya kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia yang
berupa tindakan-tindakan tidak aman (tidak memenuhi keselamatan) adalah sebagai
berikut :
a. Bekerja pada mesin yang bukan haknya, melupakan keamanan atau peringatan.
b. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya (terlalu lambat, terlalu cepat, tergesa-
gesa.
c. Tidak memasang atau memindahkan atau tidak menghubungkan atau kesalahan
menyetel alat-alat pengaman mesin.
d. Mempergunakan alat-alat yang tidak aman, mempergunakan tangan sebagai
pengganti peralatan atau mempergunakan alat-alat secara tidak aman (pemberian
beban, penempatan, pengadukan, pencampuran).
e. Mengambil posisi/penempatan diri yang membahayakan (berdiri atau bekerja
dibawah beban yang menggantung, mengangkat barang dengan menggunakan
kekuatan punggung).
f. Bekerja pada peralatan/mesin yang bergerak atau berbahaya (membersihkan,
memberikan pelumas, menyetel dan lain-lain).
g. Tidak memperhatikan peraturan, mengganggu orang lain, marah-marah
bercanda.
30
h. Lupa menggunakan alat pelindung diri (goggles, respirator, sumbat telinga,
helmet dll).
Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan adalah suatu kerugiaan, dan kerugian
ini terlihat dari adanya biaya dan besarnya biaya kecelakaan. Biaya kecelakaan dapat
dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi. Biaya langsung ialah biaya yang
dikeluarkan untuk tenaga kerja dan industri yang dengan segera dapat diketahui
jumlahnya yaitu termasuk biaya atas PPPK, biaya perawatan dan pengobatan, biaya
rumah sakit, biaya angkutan dan kompensasi cacat dan gaji yang harus dibayarkan.
Biaya tersembunyi adalah biaya untuk segala sesuatu yang tidak terlihat (tidak dapat
dengan segera diketahui) pada waktu atau beberapa waktu setelah peristiwa kecelakaan,
dan ini akan meliputi :
1. Biaya yang hilang oleh operasi yang berhenti, karena terjadi peristiwa kecelakaan.
2. Biaya atas waktu yang hilang disebabkan tenaga kerja yang lain berhenti bekerja
karena:
a. Tertarik oleh peristiwa kecelakaan
b. Rasa setia kawan
c. Menolong
d. Alasan alasan lain
3. Biaya atas waktu yang hilang oleh supvisor, atau bagian executive lainnya yang :
a. Mengunjungi tenaga kerja yang menderita kecelakaan
b. Menyelidiki sebab-sebab terjadinya kecelakaan
31
c. Mengatur dan menunjuk tenaga kerja yang lain untuk meneruskan pekerjaan
tenaga kerja yang menderita kecelakaan
d. Memilih dan melatih seseorang tenaga kerja baru untuk menggantikan tenaga
kerja yang menderita kecelakaan
4. Biaya atas kerusakan mesin-mesin, alat-alat dan bahan-bahan
5. Upah selama tenaga kerja tak mampu bekerja
6. Hilangnya kesempatan mendapat keuntungan oleh karena tenaga kerja menderita
kecelakaan serta mesin menjadi tidak berfungsi
7. Kerugian oleh menurunnya moral (gairah) kerja atas terjadinya peristiwa
kecelakaan.
8. Dan lain-lain.
2.3.3 Teori Kecelakaan Kerja
Banyak Faktor yang dapat menjadinya sebabnya kecelakaan kerja. Ada faktor yg
merupakan unsur tersendiri dan beberapa diantaranya adalah faktor yg menjadi unsur
penyebab bersama-sama.
Beberapa teori yang banyak berkembang adalah :
1. Teori kebetulan murni ( pure chance theory) mengatakan bahwa kecelakaan terjadi
atas Kehendak Tuhan, secara alami dan kebetulan saja kejadiannya, sehinggatak
adapola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya.
32
2. Teori Kecenderungan (Accident Prone Theory), teori ini mengatakan pekerja tertentu
lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang
cenderung untuk mengalami kecelakaan..
3. Teori tiga faktor Utama (There Main Factor Theory), mengatakan bahwa penyebab
kecelakaan adalah peralatan, lingkungan kerja, dan pekerja itu sendiri.
4. Teori Dua Factor (Two Factor Theory), mengatakan bahwa kecelakaan kerja
disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan perbuatan berbahaya
(unsafe action).
5. Teori Accident/incident (peterson), teori ini merupakan pengembangan dari teori
human factor, dengan menambahkan faktor ergonomi (ergonomi traps), salah dalam
mengambil keputusan (decision to err) dan kegagalan sistem (system failure)
termasuk kebijakan, pelatihan, inspeksi, koreksi dan standar.
6. Teori Epidemiologi, terjadinya kecelakaan karena ketidak serasian antara: peran
tenaga kerja (host), alat kerja (agent), lingkungan kerja (Enviroment).
7. Teori sistem, teori ini melihat ouput/produk yg di hasilkan oleh berbagai komponen
yg dirangkai dalam suatu sistem. Dalam K3 output/produk atau kecelakaan,
komponen yang menghasilkan kecelakaan adalah: tenaga kerja, alat kerja, lingkungan
kerja, fasilitas kerja dan manajemen.
8. Teori Kombinasi, merupakan dua atau lebih dari teori-teori diatas. Teori ini di
perlukan jika suatu teori tidak cukup untuk menjelaskan suatu kejadian kecelakaan, di
harapkan dengan melakukan gabungan beberapa teori menjawab “ mengapa terjadi
kecelakaan”.
33
9. Teori Faktor manusia (human factor theory), menekankan bahwa pd akhirnya semua
kecelakaan kerja, langsung dan tidak langsung disebabkan kesalahan manusia.
Kesalahan yang dilakukan berupa :
a. Work over loaded. Yang di maksud Work over loaded di sini adalah penjumlahan
tugas yang harus dilaksanakan, lingkungan kerja, faktor internal (stress, emosi,
perilaku) dan faktor eksternal (instruksi tidak jelas, kompensasi).
b. Reaksi yang tidak tepat (inappropriate respons), sikap mengabaikan standar
keselamatan, tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), mengabaikan
petunjuk kerja.
c. Aktifitas yg tidak tepat (inappropriate activities) yaitu, salah dalam menilai
besarnya resiko dan tidak ada training untuk pekerja.
10. Teori Domino (domino seguence theory).
Dalam buku The Origin of Accident (1928) Heinrich mengemukakan bahwa
terdapat rangkaian lima faktor penyebab kecelakaan. Kunci agar kecelakaan dapat
dicegah yaitu dengan cara menghilangkan faktor utama yakni tindakan tidak aman
dan bahaya mekanik dan atau fisik yang berkontribusi 98% terhadap terjadinya
kecelakaan. Dari suatu proses H.W. Heinrich (1931) berpendapat bahwa kecelakaan
pada pekerja terjadi sebagai rangkaian yang saling berkaitan.
Pada proses kerja dalam suatu kegiatan operasi terdapat empat elemen pokok
yaitu :
a. Manusia
34
Faktor manusia mempunyai andil yang tinggi sebagai penyebab incident, oleh
karena itu harus selalu diingat bahwa sesuatu yang telah diterima atau yang tidak
dapat diterima oleh pekerja melalui pendidikan, motivasi dan alat-alat kerja,
tergantung pada hubungan antar pekerja dengan menajemen.
b. Peralatan
Yang dimaksud dengan alat-alat (perkakas) dan mesin-mesin yang digunakan
oleh pekerja. Usaha-usaha untuk mencegah incident ditimbulkan oleh peralatan
adalah dengan jalan memberikan pengamanan pada peralatan tersebut dan training
para operator.
c. Material
Material yang digunakan dalam proses merupakan potensial dari penyebab
incident. Material ini bisa berupa racun, bahan-bahan yang panas, berat dan tajam.
d. Lingkungan
Semua yang ada disekitar kita, termasuk gedung-gedung dimana kita berada dan
udara yang kita hirup. Lingkungan biasanya berkaitan erat dengan penerangan
kebisingan dan kondisi-kondisi udara.
Keempat elemen diatas dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Dalam teori
domino yang ditemukan H.W Heinrich (1931) kecelakaan diilustrasikan sebagai
rangkaian suatu kejadian sebagai deretan kartu domino yang didirikan secara
berurutan.
35
(Sumber : Frank E. Bird, Jr. 2005)
Gambar 2.1 Alur Terjadinya Kecelakaan
Gambar diatas menunjukkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan menurut Frank Bird.
1. Kelemahan pengawasan oleh manajemen, pengawasan ini diartikan sebagai fungsi
manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian kepemimpinan (pelaksana) dan
pengawasan. Partisipasi aktif manajemen sangat menentukan keberhasilan usaha
pencegahan kecelakaan.
2. Penyebab dasar, pada hakekatnya ini merupakan penyebab yang paling mendasar
terhadap kejadian kecelakaan yang meliputi:
Faktor pekerjaan (job factor), seperti desain dan maintenance yang tidak
memadai dan pemakaian alat yang tidak benar.
Penyebab
Dasar
Faktor
Manusia
Faktor
Pekerjaan
/ Sistem
Pengendalian
manajemen
Kurang :
Sistem
standar
pemenuhan
Penyebab
Langsung
Tindakan /
praktek
substandar
Kondisi
substandar
Insiden
Kejadian
Kerugian
Cedera
atau
kerusakan
yang tidak
disngej
36
Faktor manusia (human factor), misalnya kurang pengetahuan dan keterampilan
serta pengalaman, tidak adanya motivasi dalam bekerja, kemampuan fisik dan
biologis yang terbatas, ketidakmampuan mental atau psikologis, stres fisik dan
mental dan motivasi yang tidak tepat.
3. Sebab yang Merupakan Gejala atau Symptom (Penyebab Langsung)
Penyebab langsung dari insiden adalah keadaan sesaat sebelum terjadi kontak.
Biasanya dapat dilihat atau dirasakan dan disebabkan masih adany perilaku yang
dibawah standar atau tidak aman yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Faktor-
faktor ini sebenarnya adalah gejala bahwa ada sesuatu yang tidak beres, baik pada
sistem maupun pada manajemen. Seringkali disebut sebagai tindakan yang tidak
aman (tingkah laku yang dapat memungkinkan terjadinya insiden) dan kondisi yang
tidak aman (keadaan yang dapat memungkinkan terjadinya insiden).
4. Insiden (kejadian)
Jika ketiga unsur diatas terjadi, maka akan timbul peristiwa atau kejadian yang
tidak diinginkan dan tidak direncanakan yang dapat mengakibatkan kerugian dalam
bentuk cidera adan kerusakan akibat kontak dengan sumber energi yang melebihi
nilai ambang batas.
5. Kerugian
Akibat dari suatu insiden adalah kerugian. Kerugian-kerugian yang paling jelas
adalah cidera pada manusia dan kerusakan harta benda. Kerugian-kerugian nyata
dan penting yang dimaksud adalah gangguan kinerja, penurunan mutu, kerusakan
lingkungan dan pengurangan laba atau keuntungan. Akibatnya bisa berkisar antara
37
hal yang tidak signifikan hingga hal yang luar biasa, dari goresan atau penyok kecil
hingga kefatalan atau kehilangan pabrik. Jenis dan tingkat kerugian sebagian
tergantung pada situasi kebetulan dan sebagian pada tindakan yang diambil untuk
mengurangi kerugian.
Lebih lanjut, teori mengenai terjadinya kecelakaan kerja dapat di upayakan
pencegahannya dengan mekanisme terjadinya kecelakaan kerja di uraikan “domino
seguence “ sebagai berikut :
a. Ancestry and social enviroment, yakni pada orang yang keras kepala mempunyai
sifat tidak baik yang di peroleh karena faktor keturunan, pengaruh lingkungan
dan pendidikan, mengakibatkan seseorang bekerja kurang hati-hati dan banyak
membuat kesalahan.
b. Fault of person, merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungannya,
yang menjurus pada tindakan yg salah dalam melakukan pekerjaan.
c. Unsafe Act and or mechanical or Physical hazard, tindakan berbahaya disertai
bahaya mekanik dan fisik lain, memudahkan terjadinya rangkaian berikutnya.
d. Accident, peristiwa kecelakaan yg menimpa pekerja dan umumnya disertai oleh
berbagai kerugian.
e. Injury, kecelakaan mengakibatkan cedera atau luka ringan maupn berat menuju
kecacatan dan bahkan kematian.
Dalam banyak literatur beberapa ahli menjabarkan bahwa meningkatkan
kecelakaan kerja juga menggambarkan tentang kemerosotan suatu bangsa, berikut
adalah beberapa indikasi kemunduran suatu bangsa menurut Thomas Lickona :
38
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja
2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk
3. Pengaruh peer group yang kuat dalam tindak kekerasan
4. Meningkatnya perilaku yang merusak diri seperti narkoba, sex bebas, dan alkohol
5. Kaburnya pedoman moral baik dan buruk
6. Penurunan etos kerja
7. Rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru
8. Rendahnya rasa tanggung jawab baik sebagai individu dan warga negara
9. Ketidakjujuran yang telah membudaya
10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.
2.3.4 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja
Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut ILO tahun 1962 adalah sebagai
berikut:
1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan, antara lain:
a. Terjatuh.
b. Tertimpa benda jatuh.
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh.
d. Terjepit oleh benda.
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.
f. Pengaruh suhu tinggi
g. Terkena arus listrik
39
h. Kontak dengan bahan-bahan yang berbahaya atau radiasi
2. Klasisfikasi menurut penyebab, antara lain:
a. Mesin.
b. Alat angkut dan alat angkat.
c. Peralatan lain.
d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi.
e. Lingkungan kerja.
3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan, antara lain:
a. Patah tulang.
b. Diskolasi atau keseleo.
c. Regang otot atau urat.
d. Memar dan luka dalam yang lain.
e. Amputasi.
f. Luka-luka lain.
g. Gegar dan remuk.
h. Luka bakar.
i. Keracunan-keracuan mendadak (akut).
j. Akibat cuaca dan lain-lain.
k. Mati lemas.
l. Pengaruh arus listrik.
m. Pengaruh radiasi.
n. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.
40
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh, antara lain:
a. Kepala
b. Leher
c. Badan
d. Anggota atas
e. Anggota bawah
f. Banyak tempat
g. Kelainan umum
2.4 Bahaya
2.4.1 Pengertian Bahaya
Bahaya adalah suatu kondisi, alat atau zat yang secara langsung dapat
menyebabkan luka atau cidera terhadap manusia atau kerusakan terhadap harta
benda. Sedangkan menurut Kolluru (1996) bahaya adalah agen kimia, biologi
atau fisik (termasuk radiasi elektromagnetik) atau kondisi yang mempunyai
sumber risiko.
The Australian Standard/New Zealand Standard (1999), memaparkan bahwa
bahaya adalah sumber atau situasi yang memiliki potensi menimbulkan kerugian.
Milos Nedved (1991) mengatakan bahwa bahaya adalah suatu aktivtas atau sifat-
sifat alamiah dari suatu yang berpotensi menimbulkan kerusakan. Sedangkan
Geostach (1993) mengatakan bahwa bahaya adalah kondisi atau kombinasi dari
41
berbagai kondisi yang tidak dibenahi atau dapat menyebabkan kecelakaan,
kesakitan dan kerusakan properti.
2.4.2 Penggolongan Bahaya
Menurut Kolluru (1996) bahaya dikategorikan menjadi dua, yaitu:
Bahaya keselamatan
Ciri-ciri dari bahaya keselamatan adalah konsekuensi aberupa kecelakaan
(accident), cidera (injuries), sampai kerusakan asset perusahaan. Jenis
bahaya keselamatan diantaranya:
Bahaya mekanik
Bahaya elektrik
Kebakaran
Peledakan
Bahaya kesehatan
Ciri-ciri dari bahaya kesehatan adalah bersifat kronis, konsekuensinya
berupa terpapar kontak penyakit mendadak/menahun/kanker
dampak terhadap masyarakat umum. Proses pemaparan melalui sumber
jalur pemaparan penerima. Jenis bahaya kesehatan diantaranya:
Bahaya fisik (temperatur ekstrim, kelembaban, kebisingan, getaran,
dll)
42
Bahaya kimia (korosif, oksidasi karsinogenik, flammability, dll)
Bahaya biologis (virus, bakteri, jamur, dll)
Bahaya ergonomik (tata letak, disain pekerjaa, manual handling, dll)
Bahaya psikososial (stress kerja, waktu kerja berlebihan, tidak ada
waktu untuk bersantai atau istirahat, dll)
2.5 Risiko
2.5.1 Pengertian Risiko
Kemungkinan terjadinya kerugian atau keuntungan. Juga, suatu takaran dari
potensi kerugian yang mempertimbangkan besarnya kerugian dan kemungkinan
terjadinya. Menurut Kolluru (1996) risiko merupakan suatu ukuran kemungkinan
dari dampak yang merugikan termasuk cidera, penyakit atau kerugian ekonomi.
Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event)
yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar. Tergantung
dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan
atau rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan
evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi
atau pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya (Didi
Sugandi, 2003).
Sebuah risiko adalah kombinasi dari probabilitas bahwa hasil tertentu akan
terjadi dan keparahan kerugian yang terlibat. Risiko juga adalah kemungkinan
terjadinya kerugian (loss), cidera (injurie), ketidakberuntungan (disadvantage)
atau kehancuran (destruction). Risiko selalu dihubungkan dengan terjadinya
43
sesuatu yang tidak diinginkan dan merugikan. Dengan demikian risiko
merupakan peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak terhadap
sasaran.
2.5.2 Penggolongan Risiko
Risiko dikategorikan menjadi lima kategori (Kolluru, 1996), yaitu:
1. Risiko keselamatan (Safety Risk)
Memiliki ciri-ciri probabilitas rendah, tingkat pemajanan tinggi, tingkat
konsekuensi terjadinya kecelakaan tinggi, bersifat akut dan menimbulkan
efek langsung. Fokus dari risiko keselamatan adalah keselamatan manusia
dan pencegahan kerugian.
2. Risiko kesehatan (Health Risk)
Memiliki ciri-ciri probabilitas tinggi, konsekuensi rendah, tingkat pemajanan
rendah, berlangsung terus menerus, bersifat kronis dan menimbulkan efek
tidak langsung. Fokus dari risiko kesehatan adalah kesehatan manusia.
3. Risiko lingkungan (Enviromental Risk)
Ciri-cirinya adalah pengaruh yang tidak jelas, melibatkan interaksi antara
populasi, komunitas dan ekosistem pada tingkat makro dan mikro. Fokus
dari risiko lingkungan adalah dampak yang timbul pada habitat dan
ekosistem yang jauh dari sumber risiko.
4. Risiko kesejahteraan masyarakat (Public Welfare Goddwill Risk)
44
Memiliki ciri-ciri merupakan persepsi masyarakat, perhatian terhadap nilai
properti dan estetik. Fokus dari risiko kesejahteraan masyarakat adalah pada
nilai sistem.
5. Risiko keuangan (Financial Risk)
Memiliki ciri-ciri dapat berupa risiko jangka pendek atau jangka panjang
dari kerugian properti, terkait dengan perhitungan asuransi, pengembalian
pada lingkungan, kesehatan dan keselamatan investasi. Fokus dari risiko
keuangan adalah kemudahan pengoperasian dan kelangsungan finansial.
2.5.3 Manajemen Risiko
Menurut Kolluru (1996) keuntungan dari pelaksanaan manajemen risiko
adalah sebagai pengembangan keilmuan metode manajemen risiko, dapat
menentukan kerangka kerja yang sistematik dalam menentukan prioritas masalah
dan mewujudkan adanya perhatian terhadap masalah keselamatan dan kesehatan
kerja.
Menurut A.M Sugeng Budiono (2003) aspek ekonomi, sosial dan legal
merupakan beberapa hal yang berkaitan dengan penerapan manajemen risiko.
Dampak finansial akibat peristiwa kecelakaan kerja, gangguan kesehatan atau
sakit akibat kerja, kerusakan atau kerugian area produksi, biaya premi asuransi,
moral kerja dan sebagainya, sangat mempengaruhi produktivitas dan keuntungan
perusahaan. Demikian juga aspek segi kemanusiaan, kesejahteraan dan
45
kepercayaan masyarakat memerlukan penyelenggaraan manajemen risiko yang
dilaksanakan melalui partisipasi pihak terkait.
Pada prinsipnya manajemen risiko merupakan upaya mengurangi dampak
negatif risiko yang mengakibatkan kerugian pada aset organisasi baik berupa
manusia, material, mesin, metoda, hasil produksi maupun finansial. Secara
sistematik dilakukan pengendalian potensi bahaya serta risiko dalam proses
produksi melalui aktivitas:
a. Identifikasi potensi bahaya
b. Penilaian risiko sebagai akibat manifestasi potensi bahaya
c. Penentuan cara pengendalian untuk mencegah atau mengurangi kerugian
d. Penerapan teknologi pengendalian
e. Pemantauan dan pengkajian selanjutnya, yang tercantum dalam bagan
berikut:
Gambar 2.2
Alur Manajemen Risiko
Identifikasi potensi bahaya
Pemantauan pengkajian
Penilaian risiko
Penentuan penerapan
teknologi pengendalian
46
Beberapa tahapan dalam melaksanakan manajemen resiko menurut AS/NZS
4360 (1999) yaitu :
1. Menetapkan tujuan dan lingkup pelaksanaan manajemen resiko.
2. Melaksanakan identifikasi resiko.
3. Melakukan analisis resiko untuk menetapkan kemungkinan dan konsekuensi
yang akan terjadi serta menetapkan skala prioritas dan membandingkan
dengan kriteria yang ada.
4. Menetapkan evaluasi untuk menetapkan skala prioritas dan membandingkan
dengan kriteria yang ada.
5. Melakukan pengendalian resiko yang tidak dapat diterima.
6. Melakukan pemantauan dan peninjauan program manajemen resiko yang
telah dilaksanakan.
7. Komunikasi dan konsultasi yang dilakukan dalam proses manajemen resiko
yang melibatkan pihak internal dan eksternal.
2.5.4 Metode Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko adalah proses determinasi terhadap apa yang dapat terjadi,
mengapa dan bagaimana (AS/NZS 4360, 1999). Identifikasi risiko merupakan
kegiatan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas
dari probabilitas dan konsekuensi dari suatu sistem operasi ataupun kegiatan.
Identifikasi risiko juga digunakan sebagai input data untuk melakukan
perhitungan tingkat risiko pada tahap analisis risiko.
47
Identifikasi risiko terdiri dari beberapa macam metode, diantaranya adalah:
a. Preeliminary Hazard Analysis (PHA)
Preeliminary Hazard Analysis adalah suatu metode analisis kualitatif yang
dilakukan dalam mengetahui bahaya-bahaya awal sedini mungkin pada suatu
sistem baru. Preeliminary Hazard Analysis dilakukan jika tidak ada suatu
informasi mengenai sistem tersebut. (Colling, 1990).
b. Failure Mode Effect Analysis
Failure Mode Effect Analysis adalah suatu metode yang digunakan untuk
menganalisis sistem yang berhubungan dengan engineering yang mungkin
mengalami kegagalan dan efek yang ditimbulkan dari kegagalan. Failure
Mode Effect Analysis secara sistematis menilai komponen dari dari suatu
sistem tentang bagimana sistem dapat gagal lalu mengevaluasi efek dari
kegagalan tersebut, tingkat bahaya yang dihasilkan dari kegagalan dan
bagaimana kegagalan tersebut dicegah atau diminimalisasi (Colling, 1990).
c. Check List
Check List digunakan sebagai cara untuk mengetahui kondisi awal pada suatu
kondisi yang meliputi aspek-aspek safety. Safety checklist dapat digunakan
untuk mengevaluasi perangkat peralatan, fasilitas, konsep design atau
prosedur operasi (Diberadinis, 1999).
d. Hazard and operability Study
Hazard and operability Study (HAZOPS) dapat digunakan untuk
mengidentifikasi bahaya pada industri kimia. HAZOPS digunakan untuk
48
mengidentifikasi dan mengevaluasi proses yang berhubungan dengan safety
dan bahaya pada lingkungan dan memproses masalah yang dapat berdampak
pada efisiensi operasi (Kolluru, 1996).
e. Fault Tree Analysis (FTA)
Fault Tree Analysis (FTA) dapat digunakan untuk memprediksi dan mencegah
terjadinya kecelakaan atau digunakan sebagai alat investigasi setelah terjadi
kecelakaan (Geostsch, 1996).
f. Job Safety Analysis
Job Safety Analysis adalah suatu proses yang dilakukan dalam
mengidentifikasi bahaya melalui langkah-langkah kerja yang ada. Setiap
langkah dianalisis untuk mengisentifikasi potensi bahaya yang berhubungan
dengan pekerjaan tersebut (Geotsch, 1996). Tahapan pelaksanaan Job Safety
Analysis terdiri adari empat langkah yaitu :
a) Memilih pekerjaan yang akan dianalisis.
b) Membagi pekerjaan ke dalam tahapan tugas.
c) Mengidentifikasi bahaya atau risiko keselamatan kerja yang ada pada
setiap tahapan tugas.
d) Menentukan prosedur atau tindakan pengendalian guna meminimalisasi
risiko tersebut.
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan metoda Job Safety
Analysis yaitu (Diberardinis, 1999) :
49
a. Pendekatan JSA sangat mudah dipahami, tidak membutuhkan suatu
tahapan dalam training dan dapat dengan cepat disesuaikan dengan
pandangan individu.
b. Proses pada JSA dapat memberikan kesempatan pada individu untuk
mengenali natau memberikan pengetahuan mengenai operasi.
c. Hasil dari analisis dapat digunakan untuk dokumentasi yang nantinya
dapat digunakan untuk melatih (sebagai bahan training) pekerja baru.
d. Dokumentasi JSA juga dapat digunkan sebagai bahan studi.
e. Job Safety Analysis berisikan informasi mengenai (Colling, 1990) :
Job
Berisikan mengenai jenis pekerjaan yang dilakukan untuk masaing-
masing tahapan kegiatan, yang dapat menggambarkan faktor-faktor
terjadinya dampak.
Task
Berisikan penjelasan mengenai rincian kegiatan yang dilakukan
untuk masing-masing tahapan kegiatan yang dapat menggambarkan
faktor-faktor terjadinya dampak.
Hazard (Bahaya)
Untuk mengetahui jenis bahaya (fisik, kimia, biologi, mekanik,
ergonomi) apakah yang ditimbulkan dari kegiatan pekerjaan.
Probability (Kemungkinan)
50
Berisikan tentang kemungkinan pekerja untuk terkena cidera (sering,
terkadang) dari bahaya yang ditimbulkan oleh kegiatan.
Consequency
Berisikan penjelasan mengenai dampak yang ditimbulkan dari setiap
kegiatan pekerjaan.
2.5.5 Hirarki Pengendalian Risiko
Penanganan mesti dimulai dari kondisi dengan bahaya (hazard) dan resiko
(risk) terbesar. Berikut adalah Hierarchy of Control dalam penanganan bahaya
dan resiko menurut Permenaker No. 05/MEN/1996, yaitu:
1. Pengendalian Teknis atau rekayasa (Engineering Control)
Pengendalian yang dilakukan dengan cara desain atau modifikasi
hardware untuk mengurangi potensi bahaya
Eliminasi
Cara ini mengharuskan penghilangan bahaya secara total. Karena tidak
ada lagi bahaya, kemungkinan kecelakaan menjadi nol. Contoh: Ada
perenang dengan ikan hiu. Tindakan eliminasi ditempuh dengan
memindahkan atau membunuh hiu, hingga perenang terbebas dari
bahaya.
Substitusi
51
Cara ini diambil untuk mengurangi tingkat bahaya. Sumber bahaya
utama diganti dengan sesuatu yang kurang membahayakan. Contoh:
Hiu diganti dengan boneka sponge bob.
Isolasi
Isolasi ditempuh untuk memisahkan atau mengurangi potensi bahaya
yang mungkin diderita pekerja. Contoh: Dibuat tembok beton untuk
memisahkan antara perenang dengan hiu.
2. Administrasi
Dicapai dengan melakukan perubahan prosedur untuk mengurangi potensi
bahaya. Efektivitas program ini dari peran aktif manajemen dan karyawan.
Semua elemen harus memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan
program-program yang ada. Program-program tersebut yaitu:
Pembangunan kesdaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus,
intensif, penghargaan dan motivasi diri.
Pendidikan dan pelatihan
Evaluasi melalui internal maupun eksternal audit
Membuat SOP (Standard Operating Procedure) yang baik untuk
setiap pekerjaan yang ada
Memberikan atau melampirkan MSDS untuk setiap pekerjaan yang
menggunakan bahan-bahan kimia
Mengadakan pengecekan kesehatan sebelum bekerja, berkala maupun
khusus
52
Pengaturan jadwal kerja (shift kerja)
Housekeeping yang baik
3. Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment)
Melengkapi pekerja dengan alat pelindung untuk mengurangi keparahan
jika terjadi peristiwa tak diinginkan. PPE ini bertujuan untuk memisahkan
antara pekerja dengan sumber bahaya. Yang harus diingat adalah PPE
merupakan hirarki terakhir dalam mengendalikan bahaya apabila semua
hirarki di atasnya telah dilakukan.
Apabila kita telah mendalami dan memahami hirarki pengendalian
kerugian, diharapkan kita mulai bisa mengembangkan suatu rencana dalam
pengendalian kerugian. Namun karena kegiatan harus tetap terselenggara,
berarti harus ada “perlakuan“ agar kegiatan memungkinkan dilakukan dengan
aman. Perlakuan pengendalian ini dimaksudkan agar resiko atau bahaya yang
mungkin akan dihadapi bisa menjadi di toleransi dan dapat diterima secara
aman oleh pekerja. Tetapi apabila upaya untuk mentoleransi bahaya ini gagal,
pekerjaan harus diserahkan (transfer) kepada mereka yang ahli di bidang
pekerjaan beresiko tinggi tersebut.
Dalam banyak kasus keenam Hierarchy of Control ini mesti
dikombinasikan. Kombinasi mesti diarahkan untuk menurunkan tingkat resiko
bahaya hingga serendah-rendahnya.
53
Alat pelindung diri adalah sebagai berikut:
a. Perlindungan kulit: termasuk sarung tangan, pakaian, dan celemek.
b. Pelindung mata: termasuk kacamata pengaman, kacamata, wajah perisai,
dan kerudung.
c. Perlindungan telinga: termasuk plugs dan ear muff.
d. Alat perlindungan pernapasan: termasuk respirator pemurni udara,
pemasok udara pernapasan, dan unit pernapasan diri.
e. Perlindungan lain: perlindungan keselamatan termasuk sepatu, pakaian
menyelam, dan pengendalian lingkungan yang sesuai
54
BAB III
ALUR DAN JADWAL KEGIATAN
3.1 Alur Kegiatan Magang
Proposal
Surat pengantar
Pengajuan magang
Turut serta dalam setiap
kegiatan P2K3 di
perusahaan
Hasil magang
PT Mercedes Benz Indonesia
Sosialisasi dengan pihak perusahaan
Sosialisasi dengan tim P2K3
Observasi/Orientasi lingkungan kerja
PT MBIna Wanaherang
Pengumpulan data dan
informasi tentang tahapan
kegiatan & risiko di ACV
Presentasi Laporan
Pembuatan Laporan Magang
55
Gambar 3.1
Alur Kegiatan Magang di PT MBIna Wanaherang
3.2 Aktivitas Magang
3.2.1 Tahap Persiapan
Sebelum melakukan kegiatan magang, terlebih dahulu penulis mengajukan surat
permohonan magang kepada manager HRD PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang
dan melakukan pengumpulan bahan-bahan teori dalam bentuk proposal magang yang
akan digunakan saat pelakasanaan magang.
3.2.2 Tahap Pelaksanaan
Kegiatan magang dilaksanakan selama bulan Februari dengan mengikuti jadwal
dan jam kerja yang telah ditentukan oleh pihak intitusi magang, yaitu setiap hari Senin
sampai dengan Jumat mulai pukul 07:25 sampai dengan 16:15 WIB. Lokasi kegiatan
magang bertempat di area pabrik PT MBIna Wanaherang, Gunung Putri, Bogor.
Selama pelaksanaan kegiatan magang, penulis melakukan observasi langsung,
wawancara, diskusi dan evaluasi dengan ketua, sekretaris umum sekaligus pembimbing
lapangan dan anggota P2K3 PT MBIna, supervisor di masing-masing area kerja, pekerja
pada masing-masing plant/gedung dan pembimbing akademik. Selain itu, dilakukan
pengumpulan data dan informasi serta ikut serta dalam kegiatan-kegiatan P2K3 PT
MBIna kemudian mempresentasikan hasil observasi dan identifikasi bahaya dan risiko
56
kepada seluruh tim P2K3, supervisor masing-masing plant/gedung dan pihak terkait
lainnya.
3.2.3 Jadwal Magang
Tabel 3.1
Jadwal Magang di PT MBIna Wanaherang Tahun 2010
No Hari/Tanggal Kegiatan Lokasi
1. Senin, 1 Februari
2010
- Perkenalan secara umum dan pembimbing lapangan
- Orientasi/observasi ke lingkungan kerja
- Ruang meeting HRD & P2K3
- Seluruh lingkungan kerja MBIna
2. Selasa, 2 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja APC
(Assembling Passenger Cars) - Diskusi dengan pembimbing lapangan
mengenai identifikasi risiko pada plant 8
- Plant/gedung 8
3. Rabu, 3 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja APC
(Assembling Passenger Cars) - Diskusi dengan pembimbing lapangan
mengenai identifikasi risiko pada plant 8
- Plant/gedung 8
4. Kamis, 4 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja ACV
(Assembling Commercial Vehicle) - Diskusi dengan pembimbing lapangan
mengenai identifikasi risiko pada plant 6
- Office MBIna - Plant/gedung 6
5. Jumat, 5 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja ACV
(Assembling Commercial Vehicle) - Diskusi dengan pembimbing lapangan
mengenai identifikasi risiko pada plant 6
- Office MBIna - Plant/gedung 6
57
6. Senin, 8 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja PLG - Diskusi dengan pembimbing lapangan
mengenai identifikasi risiko pada PLG
- Office MBIna - PLG/gedung 7, 13,
7. Selasa, 9 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja PLG - Diskusi dengan pembimbing lapangan
mengenai identifikasi risiko pada PLG
- Office MBIna - PLG/gedung 18,
8. Rabu, 10 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja PLG - Diskusi dengan pembimbing lapangan
mengenai identifikasi risiko pada PLG - Pengamatan lokasi kerja di Office
MBIna Ciputat
- Office MBIna - PLG/Rework Area,
gedung 9A - Office MBDIna Ciputat
9. Kamis, 11 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja pada FMI - Diskusi dengan pembimbing lapangan
mengenai identifikasi risiko pada FMI
- Office MBIna - Dept. FMI
10. Jumat, 12 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja pada FMI - Diskusi dengan pembimbing lapangan
mengenai identifikasi risiko pada FMI
- Office MBIna - Dept. FMI/FMI
Workshop
11. Senin, 15 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja di VRDS - Diskusi dengan pembimbing lapangan
mengenai identifikasi risiko di VRDS
- Office MBIna - VRDS/gedung 21
12. Selasa, 16 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja di VRDS - Diskusi dengan pembimbing lapangan
mengenai identifikasi risiko di VRDS
- Office MBIna - VRDS/gedung 19
13. Rabu, 17 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengamatan lokasi kerja di Kantin - Diskusi dengan pembimbing lapangan
mengenai identifikasi risiko di Kantin
- Office MBIna - Kantin
14. Kamis, 18 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Pengerjaan laporan observasi
- Office MBIna
15. Jumat, 19 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Penyempurnaan data APC dengan
pengamatan di Mechanical Line - Diskusi dengan pembimbing lapangan
mengenai identifikasi risiko di APC – Mechanical Line
- Office MBIna - Plant 8/APC
(Mechanical Line)
16. Senin, 22 Februari
2010
- Briefing dan diskusi dengan pembimbing lapangan
- Penyempurnaan data untuk laporan
- Office MBIna
58
- Pengerjaan laporan observasi
17. Selasa, 23 Februari
2010
- Briefing dengan pembimbing lapangan - Presentasi laporan hasil observasi
kepada tim P2K3, supervisor masing-masing plant/gedung dan pihak terkait lainnya
- Office MBIna
18. Rabu, 24 Februari
2010
- Penyempurnaan data untuk laporan magang
- Office MBIna
19. Kamis, 25 Februari
2010
- Penutupan kegiatan magang dengan P2K3 dan HRD
- Office MBIna
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan
Mercedes-Benz di Indonesia terdiri dari tiga perusahaan, yakni PT
Mercedes-Benz Indonesia, PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia, dan PT
Star Engines Indonesia. Kantor Jakarta terletak di Deutsche Bank building,
Jakarta. Sementara pabriknya seluas 42 hektar terletak di desa Wanaherang,
Gunung Putri, Bogor, dan kantor layanan purna jual terletak di Ciputat.
PT Mercedes-Benz Indonesia adalah 100 % perusahaan asing, dimiliki
oleh Daimler AG, Stuttgart (89,21%) dan Daimler Project Consult, Jerman
(10,79%). Mercedes-Benz Indonesia adalah agen resmi dan perakit semua
produk Mercedes-Benz di Indonesia.
PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia merupakan perusahaan patungan
antara Daimler AG, Stuttgart (43%), PT Mercedes-Benz Indonesia (52%) dan
partner Indonesia Mr. Iwan Valiant Joesoef, Jakarta (5%). Perusahaan ini
59
merupakan distributor utama dari produk – produk PT Mercedes-Benz Indonesia
dan bertanggung jawab untuk pemasaran semua produk Mercedes-Benz di
Indonesia.
Mercedes-Benz Indonesia berlogo :
Kehadiran Mercedes-Benz di Indonesia telah lebih dari setengah abad dan
telah berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi dan menjadi partner yang
mapan dan terhormat di industri otomotif. Mercedes-Benz adalah industri
otomotif Indonesia pertama yang mendapat penghargaan sertifikat ISO 9001
untuk kendaraan penumpang dan komersial baik itu dari segi disain, perakitan
dan distribusi.
4.1.2 Sekilas Tentang Perusahaan
Kegiatan Mercedes-Benz di Indonesia dimulai tahun 1970-an, ketika PT
Star Motors didirikan sebagai agen untuk Daimler-Benz. Pada tahun yang sama
dibentuk pula PT German Motor Manufacturing, sebagai perakit dan pembuat
produk Daimler-Benz.
Pada tahun 2008, nama perusahaan diubah masing – masing menjadi PT
Mercedes-Benz Indonesia dan PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia.
Saat ini Indonesia memiliki tiga Mercedes-Benz lokasi di sekitar Jakarta
dengan jumlah karyawan keseluruhan lebih dari 583 orang:
Gambar 4.1
60
a. Pabrik perakitan mobil berada di desa Wanaherang, Gunung Putri Bogor,
sekitar 50 km dari Jakarta.
b. Layanan Purna Jual dan Apprentice Training Center di Ciputat, Jakarta
Selatan.
c. Perusahaan distribusi (dengan nama PT Mercedes-Benz Distribution
Indonesia) berkantor di gedung Deutsche Bank di jalan Imam Bonjol Jakarta.
Mercedes-Benz Indonesia saat ini merakit Mercedes-Benz tipe C-, E- and
S-Class. Sedangkan B-Class, R-Class, GL-Class, M-Class diimpor langsung dari
Jerman.
Kendaraan niaga dan chassis bus dirakit untuk pangsa pasar dalam
negeri. Sedangkan kendaraan niaga tipe Actros, Atego dan Axor diimpor dari
Jerman. Pangsa pasar Mercedes-Benz berkisar antara 40% dan lebih dari 60%
disegmen bus OH.
4.1.3 Lokasi Kantor
PT Mercedes-Benz Indonesia
Agen Tunggal, Pembuat dan Perakit Produk
Mercedes-Benz di Indonesia
Desa Wanaherang Gunung Putri,
Bogor 16965 – Indonesia
Gambar 4.2
61
PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia
Distributor utama untuk produk
PT Mercedes-Benz Indonesia
Deutsche Bank Building, 18th Floor
Jl. Imam Bonjol 80, Jakarta 10310 - Indonesia
PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia (After Sales Service)
Layanan Purna Jual, Pusat Pelatihan
Jl. L. RE. Martadinata Km. 7
Ciputat, Jakarta 15411 – Indonesia
4.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan
Dalam suatu perusahaan, pembentukan suatu organisasi sangat
diperlukan untuk menjaga kelancaran dan mencapai tujuan perusahaan. Struktur
organisasi dibentuk dengan maksud agar setiap anggota organisasi dapat bekerja
secara efisien da efektif. Unsur-unsur dasar dai organisasi antara lain:
1. Adanya dua orang atau lebih
2. Adanya pengaturan hubungan
3. Adanya maksud untuk kerja sama
4. Adanya tujuan yang hendak dicapai
5. Adanya pembagian peranan untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara
bersama-sama
Gambar 4.3
3.
Gambar 4.4
62
Adapun ciri atau atribut organisasi dapat dirinci sebagai berikut :
1. Organisasi adalah lembaga sosial yang terdiri dari sekumpulan orang dengan
berbagai pola interaksi yang ditetapkan.
2. Organisasi dikembangkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Oleh
karena itu, organisasi adalah kreasi sosial yang memerlukan aturan dan
koordinasi.
Selain itu, organisasi juga dapat dibagi menjadi :
1. Organisasi garis (line organization)
2. Organisasi staf (staff organization)
3. Organisasi garis dan staff (line and staff organization)
4. Organisasi fungsional
5. Organisasi panitia
Struktur organisasi PT Mercedes Benz Indonesia dapat dilihat pada gambar
4.5.
63
President Director
Executive Assistant Corporate Secretary
Director
Sales & Marketing
Departement
Director
After-Sales Department
Director
Technical Department
Director
Finance Department
Director
Human Resources
Department
Deputy Director
Network Development
Department Manager
Compliance
Deputy Director
After-Sales Technic &
Services
Deputy Director
After-Sales Marketing &
Logistic
Deputy Director
Central Training
Deputy Director
Marketing
Deputy Director
Sales Operation
Commercial Vehicle
Deputy Director
Sales Operation
Mercedes-Benz Cars
Deputy Director
Accounting
Deputy Director
Corporate Planning &
Controlling
CIO & Deputy Director
Information Technology &
Facility Management
Deputy Director
Global Procurement
SEA / Ina.
Deputy Director
Employee Relation
Deputy Director
Engineering &
Documentation
Deputy Director
Production
Deputy Director
Supply Chain Management
Deputy Director
Quality Management
64
Sumber: HRD PT Mercedes Benz Indonesia, 2010.
Gambar 4.5
Struktur Organisasi PT Mercedes Benz Indonesia Wanaherang Tahun 201
President Director
Director
Technical Department
Deputy Director
Quality Management
Secretary
Department Manager
Quality Audit
Senior Specialist
Quality Management
System
Documentation and
Quality Costs
Section Manager
Process & MPS Audit
Department Manager
Quality Parts and Products
Environment Management
FDOK LKW
65
Sumber: HRD PT Mercedes Benz Indonesia, 2010.
Gambar 4.6
Job dan Lay Out Divisi/Seksi
4.1.5 Tata Tertib Perusahaan
a. Hari – Jam Kerja – Istirahat
1) Hari Kerja
Hari kerja/waktu kerja dan jam kerja disesuaikan dengan izin
penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat yang dikeluarkan/disetujui
oleh Disnaker setiap tahunnya.
Satu copy izin tersebut akan diberikan kepada serikat pekerja dan agar
karyawan/wati mengetahui izin tersebut akan ditempelkan di papan
pengumuman perusahaan.
2) Bagi karyawan tersebut (energy supply, keamanan) yang waktu jam
kerjanya di luar aturan jam kerja normal, akan diatur sendiri sesuai
dengan undang-undang/peraturan pemerintah yang berlaku. Sedang bagi
pengemudi kendaraan bermotor jam kerjanya diatur sesuai jam kerja
normal, shift I dan shift II.
b. Peraturan Jam Kerja dan Waktu Istirahat
1) Non shift : 07.30 s/d 16.15 WIB (termasuk istirahat 45 menit).
66
Waktu istirahat Senin s/d Kamis:
- 11.45 s/d 12.30 WIB (istirahat makan Grup I).
- 12.30 s/d 13.15 WIB (istirahat makan Grup II).
Waktu istirahat hari Jumat:
- 11.45 s/d 13.00 WIB (istirahat makan Grup I dan II).
2) Shift I : 06.30 s/d 15.15 WIB (termasuk waktu istirahat 45 menit).
Waktu istirahat: 11.45 s/d 12.30 WIB.
3) Shift II : 15.15 s/d 22.45 WIB (termasuk waktu istirahat 30
menit).
Waktu istirahat: 18.00 s/d 18.45 WIB.
4) Jam tersebut pada ayat 2 dan 3 dapat berubah sesuai keperluan
perusahaan yang terlebih dahulu dimusyawarahkan dengan FSPMI
dan disepakati oleh kedua belah pihak serta diberitahukan kepada
Disnaker.
5) Penggantian jam kerja shift diatur secara bergiliran sekurang – kurangnya
1 (satu) minggu sekali. Sedangkan shift untuk karyawan keamanan dan
energy supply, diatur secara khusus.
4.2 Gambaran Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) PT
MBIna Wanaherang
4.2.1 Tujuan
67
Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu
sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
4.2.2 Struktur Organisasi P2K3
Steering Committee
Frank Haegele, Dominik
Gronle, Norlida Shariff
Man Power Dept.
Government Officer
Chairman:
Didit suwardi
Safe Work Practices
and
Control Coordinator at
Ciputat Area:
Radinal Mufti
Hadi Suparyo
Dr. Hany Ernita
Occupational Health
Coordinator :
R.H. Rusman Hidayat
Working Environment
General Plan (
Coordinator) :
Aladin Sirait
OHSAS Expert
Ronny Adrianto
Gada Putra
Yoris Febrianto
Niena Chotimah
Training and Campaign
Coordinator
Eko Setyodiwarno
Secretary:
Ari Abriyarto
Safe Work Practices and
Control Coordinator at
Wanaherang Area:
Eka Fariyanto
Sasongko
Yunizar
Ronny Adrianto
Working Environment
Plan Wanaherang:
Bob Azam ( for
Comm.Veh. )
Nasri Yazid ( for Pass.
Car ) Field Safety Inspectors*
Building Representative
DB Representative
NN
Field Safety
Inspectors*
Building
Representative
Working Environment
Plan Ciputat:
Ludiatmo
Sigit Mardiono
Sasongko
Usman Effendi
68
Note: organization is independent
= direct responsibility
= indirect responsibility
* = Detail team members will be provided by area Coordinator
Sumber: MPS-MB Indonesia – Safety Committee Guideline, 2010.
Gambar 4.7
Struktur Organisasi P2K3 PT MBIna Wanaherang Tahun 2010
4.2.3 Tugas, Wewenang & Tanggung Jawab
a. Ketua P2K3 adalah pimpinan puncak dalam perusahaan. Bertanggung jawab
atas keseluruhan penerapan dan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran
keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
b. Sekretaris P2K3 adalah Ahli K3 sesuai dengan peraturan perundangan.
Bersama-sama ketua dan bidang kesehatan kerja secara teratur meninjau dan
meningkatkan pelaksanaan sistem manajemen OHS secara
berkesinambungan serta menerima/merangkum laporan team pembantu
kordinator wilayah dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja berdasarkan referensi/data bagian sistim dan prosedur.
c. Kordinator wilayah atau Pimpinan Dept. dalam suatu perusahaan
bertanggung jawab atas kinerja keselamatan dan kesehatan kerja wilayahnya
dalam penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif
dengan sistem management K3. ( sesuai pedoman no. 2 )
69
d. Tim yang membantu kordinator atau pimpinan dept. mengadministrasikan
hasil pantauan dan pengukuran terhadap keselamatan dan kesehatan kerja
serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan sedangkan bagian
perencanaan lingkungan kerja dibawah koordinasi kordinator wilayah
mengevaluasi kinerja K3 dan memberikan masukan kepada kordinator
langkah-langkah apa yang harus diambil untuk perbaikan lingkungan kerja (
sesuai pedoman no.4 )
e. Kordinator pelatihan dan kampanye tentang OHS bertugas mengembangkan
kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai
kebijakan, tujuan dan sasaran K3
Note: Perusahaan mendapat saransaran dari ahli di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja yang berasal dari dalam maupun luar perusahaan.
4.2.4 Sistim Manajemen K3 dan Pelaksanaannya
1. Pedoman
Pedoman pelaksanakan sistim manajemen K3:
a. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin
komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3
b. Menerapkan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif
dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang
70
diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan
dan kesehatan kerja.
d. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem
Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan
kinerja keselamatan dan kesehatan.
2. Acuan-acuan
a. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah.
b. Sistim Produksi Mercedes-Benz.
c. Sistim manajemen kesehatan dan keselamatan kerja ( OHSAS )
3. Janji
Perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwujudkan dalam:
a. Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja pada posisi
yang dapat menentukan keputusan perusahaan.
b. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana
lain yang diperlukan di bidang keselamatan kesehatan kerja.
c. Menetapkan personel yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan
kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan kerja.
71
d. Perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi.
Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan
dan kesehatan kerja.
Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja sehingga penerapan Sistem
Manajemen K3 berhasil diterapkan dan dikembangkan.
Setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja harus
berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan keselamatan
dan kesehatan kerja. Komitmen dan kebijakan tersebut pada butir a sampai e
diadakan peninjauan ulang secara teratur.
4. Rencana Kerja
Tim P2K3 di PT MBIna sudah menyusun dan membuat rencana kerja
yang akan dilaksanakan selama satu periode. Dimana dalam struktur rencana
kerja tersebut dijelaskan mengenai deskripsi kegiatan, orang bertanggung
jawab, target rencana kerja dan lokasinya.
5. Unsur-unsur yang diaudit
Audit Sistem Manajemen K3 meliputi unsur-unsur sebagai berikut :
a. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen.
b. Strategi pendokumentasian.
c. Peninjauan ulang disain dan kontrak.
d. Pengendalian dokumen.
e. Pembelian.
72
f. Keamanan bekerja berdasarkan Sistem Manajemen K3.
g. Standar Pemantauan.
h. Pelaporan dan perbaikan kekurangan.
i. Pengelolaan material dan pemindahan.
j. Pengumpulan dan penggunaan data.
k. Pemeriksaan sistem manajemen.
l. Pengembangan keterampilan dan kemampuan.
Note: Biaya pelaksanaan audit Sistem Manajemen K3 dibebankan kepada
perusahaan yang diaudit ( mengacu ke Per Men No. PER.05/MEN/1996
pasal11.
6. Mekanisme Pelaksanaan Audit K3:
a. Audit Sistem Manajemen K3 dilaksanakan sekurang-kurangnya sekali
dalam tiga tahun.
b. Untuk pelaksanaan audit badan audit harus :
- membuat rencana tahunan audit.
- menyampaikan rencana tahunan audit kepada Menteri atau pejabat yang
ditunjuk pengurus tempat kerja yang akan diaudit dan Kantor Wilayah
Departemen Tenaga Kerja setempat.
c. mengadakan koordinasi dengan Kantor Wilayah Departemen Tenaga
Kerja setempat.
d. Pengurus tempat kerja yang akan diaudit wajib menyediakan dokumen
yang diperlukan untuk pelaksanaan audit sistem manajemen K3.
73
7. Pelaksanaan Alat-alat MPS; MPS Tools No.1.5.1. Peraturan Kesehatan dan
Keselamatan :
a. Laporan tetap bagi manajemen.
b. Dukungan medis bagi karyawan yang memiliki masalah pekerjaan yang
memenuhi persyaratan.
8. MPS Tools No. 1.5.2 Tanda-tanda Keselamatan yang dapat dilihat :
a. Area-tanda keselamatan spesifik didefinisikan dan dibakukan.
b. Hanya saat ini, tanda-tanda keselamatan standar ditampilkan.
c. Zona bahaya jelas ditunjukkan oleh tanda-tanda keselamatan pada
peralatan, pelindung dinding, papan pengumuman, dll.
d. Perlengkapan pelindung pribadi yang tersedia menurut wilayah-
persyaratan tertentu.
e. Semua tanda-tanda keamanan yang diperlukan harus ditampilkan,
menghindari rangsangan berlebihan visual.
f. Tanda-tanda keselamatan yang rusak harus diganti segera.
g. Tanda-tanda keselamatan tidak boleh disembunyikan.
h. Karyawan menyadari pentingnya tanda-tanda keselamatan.
9. Pelaksanaan Alat-alat MPS. MPS Tools No. 1.5.5 Kesadaran Lingkungan,
Kegiatan & Perlindungan:
a. Termasuk 1.5.4 (Containers ditandai untuk pemisahan, Pengiriman
terpisah ini bahan-bahan untuk daur ulang, rencana untuk pembuangan
b. Lingkup tertutup untuk cairan berbahaya yang digunakan dalam produksi.
74
c. Mengganti cairan-cairan dengan zat sedikit bahaya atau tidak berbahaya
samasekali menjadi tugas permanen.
d. Lingkup tertutup untuk bahan pembungkus standar yang digunakan
dibagian pengiriman.
e. Lingkup Tertutup untuk kontainer.
f. Peraturan organisasi untuk penggunaan barang dan bahan berbahaya telah
dilaksanakan dan sedang dipatuhi.
g. Pelatihan karyawan di kesadaran lingkungan (air, pemanas, udara tekan,
listrik).
10. Materi pelatihan
Untuk mewujudkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di PT
MBIna, tim P2K3 telah menyusun suatu buku panduan yang berisi tentang
K3 secara garis besar. Materi tersebut dijadikan suatu petunjuk dan berlaku
untuk diimplementasikan di Mercedes Benz Indonesia di wilayah
Wanaherang, Ciputat dan DB Building. Materi pelatihan yang terdapat di
buku petunjuk tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pengertian K3
b. Konsep Dasar K3
c. Prinsip K3
d. Unsur Pokok K3
e. Penyebab kecelakaan
f. Tindakan pertama saat terjadi kecelakaan
75
g. Bahaya di tempat Kerja
h. Alat-alat Pelindung Diri
i. Tanda-tanda untuk keselamtan kerja
j. Instruksi kerja
k. Acuan tanda keselmatan kerja dari FMI
l. Kepedulian setiap orang dan disiplin
m. Acuan-acuan dari MPS Kaizen
11. Hambatan dalam pelaksanaan K3
a. Tidak lengkapnya peraturan-peraturan perburuhan tentang K3.
b. Tidak cukupnya pengawasan oleh P2K3.
c. Kurangnya kemampuan pengawasan dan peralatan kerja.
d. Tidak adanya ahli keselamatan kerja.
e. Kurangnya pengetahuan pekerja akan bahaya yang akan timbul.
4.3 Gambaran Pelaksanaan Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko di PT MBIna dilakukan dengan cara membuat laporan yang
disebut aspect impact yang diperbarui secara berkala oleh supervisor di masing-
masing plant. Dokumen atau laporan ini dibuat empat jenis yang beurutan dan
saling berkaitan satu sama lain, yaitu safety aspect impact, aspect impact normal
condition, aspect impact abnormal condition dan aspect impact emergency
condition yang masing-masing memiliki fungsi dan data yang berbeda meskipun
tujuannya tidak jauh berbeda yaitu preventive untuk terjadinya injury. Dari keempat
76
laporan tersebut yang membahas tentang risiko keselamatan dan kesehatan kerja
pekerja adalah laporan safety aspect impact.
Ketiga dokumen aspect impact yaitu aspect impact normal condition, aspect
impact abnormal condition dan aspect impact emergency condition sangat berkaitan
satu sama lain dan berurutan tingkat potensial impact yang dihasilkan mulai dari
normal, abnormal dan emergency condition. Dengan menggunakan penilaian
berupa angka-angka yang diberikan pada kategori tertentu sebagai parameter yang
menunjukkan kualitas risiko yang dihasilkan. Kategori penilaian yang diberikan
yaitu satu untuk minor, dua untuk medium, tiga untuk major dan empat untuk
disaster pada masing-masing kolom penilaian yang terdiri dari severity (keakutan),
scale (skala), duration of impact, frequency of aspect dan operational control.
Setelah penilaian diberikan maka dapat ditentukan operational control yang sesuai
dengan dampak potensial, yaitu berupa dokumen pendukung yang terkait dengan
control dan impact yang dihasilkan.
a. Dalam laporan safety aspect impact dilaporkan potensi bahaya atau risiko
berdasarkan area kerja dan aktifitas atau kegiatan yang dilakukan pada proses
pekerjaaan yang dianggap memiliki risiko yang tinggi. Kemudian risiko
tersebut diklasifikasikan menjadi aspect accident dan health. Setelah
diklasifikasikan, lalu ditentukan potential impact yang sesuai dengan risiko
yang ditemukan, yang terdiri dari light injury atau light sickness (no hospital
atau penanganan dengan first aid treatment), heavy injury atau luka berat (need
hospital) dan death (meninggal). Setelah ditentukan potential impact untuk
77
risiko yang ditemukan, kemudian dinilai berdasarkan tiga kategori, yaitu no
problem no impact (tidak masalah atau tidak ada pengaruh), potential problem
dan high potential problem. Setelah itu, ditentukan apakah risiko tersebut
signifikan atau non-signifikan. Terakhir ditentukan operational control atau
pengendalian yang sesuai berdasarkan penilaaian risiko yang telah dilakukan.
Operational control tersebut terdiri dari well design area of work, periodic
maintenance, safety sign, personel are training (training pekerja), bekerja
sesuai dengan WI (work instruction) dan pemakaian APD (safety helmet,
glasses, safety shoes, suporter, back jack, hand gloves, ear muffs, ear plug).
Laporan atau dokumen safety aspect impact ini sebenarnya tidak langsung
terkait dengan tiga dokumen aspect impact lainnya, yaitu aspect impact normal
condition, aspect impact abnormal condition, aspect impact emergency
condition. Selain itu, pada safety aspect impact tidak memakai angka-angka
sebagai parameter penilaian kualitas risiko, seperti yang ada pada tiga dokumen
aspect impact lainnya.
b. Dalam laporan aspect impact normal condition dilaporkan suatu potential
impact dari suatu proses pekerjaan yang masih dianggap atau termasuk dalam
kondisi yang normal, misalnya pada proses fluid filling dengan objeknya
hydraulic oil dengan potential impact menghasilkan sampah B3.
c. Untuk aspect impact abnormal condition dilaporkan suatu potential impact dari
suatu proses pekerjaan yang dianggap tidak normal lagi dari kondisi yang
seharusnya atau abnormal. Misalnya pada proses fluid filling dengan objeknya
78
hydraulic oil dengan potential impact bahan B3 mengalami kebocoran, tumpah
atau tercecer sehingga terjadi kontaminasi terhadap lingkungan, terutama air
(water contamination).
d. Sedangkan dalam laporan aspect impact emergency condition dilaporkan suatu
potential impact dari suatu proses pekerjaan yang dianggap darurat atau
emergency, misalnya pada proses fluid filling dengan objeknya hydraulic oil
dengan potential impact human injury sebagai akibat dari terhirup, tertelan dan
kulit terkontaminasi dengan bahan B3 yang digunakan pada proses fluid filling.
Jika dilihat laporan atau dokumen yang dibuat berkaitan dengan risiko
keselamatan dan kesehatan kerja sudah cukup baik dan sesuai dengan tahapan
pekerjaan yang dilakukan. Namun, proses pekerjaan yang dianggap memiliki risiko
dominan dan berpotensi untuk injury saja yang dimasukkan dalam laporan ini atau
proses pekerjaan yang dianggap signifikan. Sedangkan untuk identifikasi risiko,
akan lebih baik jika dilakukan per tahapan pada suatu proses pekerjaan secara
menyeluruh. Karena mungkin injury dapat terjadi pada proses pekerjaan yang
diabaikan atau ada proses pekerjaan yang sebenarnya menyimpan risiko dan
akhirnya terlewatkan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi risiko pada setiap aktivitas
pekerjaan secara mendetail agar dapat diketahui risiko-risiko apa saja yang mungkin
terlewatkan dan dapat terjadi pada keselamatan pekerja sehingga risiko-risiko
tersebut dapat diminimalisasi serta diadakan tindakan pengendalian yang tepat dan
sesuai untuk mencegah kerugian akibat kecelakaan kerja. Salah satu metode yang
79
digunakan untuk mengidentifikasi risiko adalah metode Job Safety Analysis (JSA).
Metode ini memiliki beberapa keuntungan selain merupakan metode yang mudah
dipahami dan diterapkan yaitu, memberikan pelatihan kepada individu dalam hal
pelaksanaan keselamatan dan prosedur kerja efisien, dapat membuat kontak
keselamatan pekerja mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan di
tempat kerja, partisipasi pekerja dalam hal keselamatan di tempat kerja dan hasil
analisisnya dapat digunakan sebagai dokumentasi.
4.4 Identifikasi Risiko di Aggregate Assembly & Components (AGC) PT MBIna
4.4.1 Gambaran Umum Proses Pembuatan Chassis Bus
Pada gambar 4.8 dapat dilihat alur produksi pada proses perakitan chassis
bus di ACV (Assembling Commercial Vehicle), mulai dari awal produksi sampai
chassis bus siap untuk dipasarkan kepada konsumen dalam negeri.
Frame (Bolting)
Pre Assembly Podest
Pre Assembly Radiator Frame
Aggregate Assembly &
Component (Dept.
AGC):
a. Engine
b. Gearbox
c. Axles
Chassis Assembly
Painting (Spray Wall)
80
Sumber: Staff ACV PT MBIna, 2010
Gambar 4.8
Alur produksi Chassis Bus di ACV PT MBIna Wanaherang
Proses pembuatan rangka bus atau biasa disebut dengan chassis bus terdiri dari
beberapa tahapan yang saling berhubungan antara satu proses dengan proses lainnya.
Proses perakitan ini saling berurutan dan tersusun secara sistematis sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan, dimana setiap proses harus menghasilkan produk yang
berkualitas sehingga menjadi suatu produk yang siap pakai dan bersaing di pasaran,
terutama pangsa pasar dalam negeri yang menjadi prioritas.
Proses perakitan atau pembuatan kendaraan niaga atau chassis bus di PT
Mercedes Benz Indonesia diawali dengan proses frame (bolting), yaitu proses perakitan
chassis menjadi satu rangkaian kerangka bus dengan menghubungkan satu chassis ke
chassis lainnya kemudian disatukan tiap bagiannya dengan memasang baut-baut untuk
menyatukannya. Selain itu, terdapat proses pemberian no chassis dengan cara memukul
angka-angkanya pada chassis dengan palu. Setelah rangkaian chassis ini terbentuk,
rangkaian chassis ini masuk ke proses painting (spray wall ) atau pengecatan chassis
dengan memakai cat khusus yang dicampur dengan bahan kimia lainnya agar tidak
mudah berkarat dan mengelupas serta bahan kimia yang berfungsi agar cat tidak melekat
81
pada dinding area painting. Kemudian dilanjutkan dengan proses pemasangan perangkat
lain seperti jok pengemudi, radiator dan sebagainya.
Pada bagian yang lainnya, yaitu bagian Aggregate Assembly and Component
dilakukan perakitan untuk engine, gearbox dan axles yaitu seluruh komponen mulai dari
mesin, transmisi, rem dan gardan yang akan disatukan dengan rangkaian chassis pada
proses Chassis Assembly. Kemudian setelah seluruh komponen ini terbentuk,
selanjutnya dilakukan proses painting atau pengecatan yang prosesnya sama dengan
pengecatan pada chassis. Jika rangkaian chassis dan seluruh komponen kemudian
dilanjutkan dengan proses chassis assembly, yaitu proses penggabungan atau perakitan
beberapa komponen mulai dari, transmisi, gardan, pipa-pipa udara, pipa-pipa oil system,
kabel-kabel connector dan sebagainya.
Setelah itu, dilanjutkan pada proses final assembly, yaitu proses perakitan akhir
yang terdiri dari pemasangan mesin dan kabel-kabel penghubungnya, roda, pengisian
bahan bakar, pengisian air pendingin, baterai atau accu, menguji seluruh fungsi (function
test) dan menguji mesin (engine running).
Setiap tahapan kegiatan proses produksi, terdapat tahapan yang lebih rinci yang
akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Frame (bolting)
Proses Frame (bolting) adalah proses yang diawali dengan perakitan chassis
menjadi satu rangkaian kerangka bus dengan menghubungkan satu chassis ke
chassis lainnya kemudian disatukan tiap bagiannya dengan baut dengan memakai
alat pemasang baut yaitu impact wrench, high frequency electric hand drill dan
82
torque moment untuk mengencangkan baut-baut tersebut. Pada proses ini selain
perakitan chassis menjadi satu bentuk rangkaian, juga terdapat proses pemberian
nomor pada chassis yang dilakukan dengan cara mencetak angka nomor pada
chassis dengan memukulnya memakai palu dan pemasangan brackets untuk pipa
(for tubes, pipes, springs) pada chassis.
2. Painting Chassing Frame (Spray Wall)
Proses painting atau spray wall adalah proses pemberian warna atau pengecatan
pada rangkaian chassis yang telah terbentuk menjadi satu rangkaian dan komponen
dari aggregate misalnya engine dengan tujuan untuk melindungi permukaan chassis
dan engine dari elemen-elemen yang bisa merusak, selain itu juga memberikan
perlindungan terhadap karat. Selain proses pengecatan, dibagian ini juga dilakukan
proses pengamplasan untuk menghaluskan permukaan chassis dan engine.
3. Pre assembly podest
Proses perakitan dan pemasangan berbagai instrumen dan perangkat awal, yang
terdiri dari pemasangan clutch pedal, handbrake lever dan electric board pada front
frame, pemasangan floor pada center frame, pemasangan steering dan steering
column pada floor, pemasangan bracket instrument cluster, pemasangan cover
untuk steering column, pemasangan instrument cluster pada bracket, pemasangan
kabel dan pitman arm, pemasangan steering wheel dan yang terakhir pemasangaan
driver seat (jok pengemudi).
83
4. Pre assembly radiator frame
Proses perakitan untuk radiator frame yang terdiri dari pemasangan komponen
yang berkaitan dengan radiator frame. Proses ini terbagi menjadi dua bagian yaitu:
- Radiator frame lower (bawah)
Menempatkan radiator dan intercooler pada frame, pemasangan fan shroud
dan fan.
- Radiator frame upper (atas)
Menempatkan frame pada jig kemudian dilanjutkan dengan pemasangan
beberapa komponen pada frame yaitu, rubber pad, spannband untuk reservoir,
rubber dibawah reservoir, hoses (selang karet), pulley, T-pieces untuk
reservoir, hoses untuk T-pieces dan air filter.
Setelah semua dipasang kemudian pemasangan upper frame ke lower frame,
dilanjutkan dengan pemasangan komponen lain yaitu pemasangan hose (selang)
untuk intercooler, cover radiator frame, fuel filter, pulley untuk kipas (fan),
radiator hose bottom side dan pemasangan intake pipa untuk penyaringan udara.
5. Chassis Assembly
Pada proses ini dilakukan penggabungan antara rangkaian chassis yang telah
dicat dengan komponen-komponen yang berasal dari aggregate assembly &
components (AGC) yang terdiri dari brake system, axles dan gearbox. Sebelum
itu dilakukan pemasangan roda, pipa-pipa untuk oil system, pipa udara, air drier
dengan valve dan small air tank, big air tank dan perlengkapan lainnya pada
chassis. Setelah itu dilakukan pemasangan untuk kabel-kabel konektivitas
84
(shifting cable), steering box dan proses paint touch up yaitu proses pengecatan
pada chassis atau bagian lainnya yang dianggap kurang sempurna. Untuk proses
pengangkatan komponen yang akan digabung dan dipasangkan pada chassis
memakai hoist crane yaitu keran angkat yang berguna untuk mengangkat benda-
benda yang berat.
6. Final Assembly
Merupakan proses yang dilakukan untuk melengkapi perakitan pada
proses sebelumnya. Proses itu terdiri dari persiapan kabel untuk mesin,
pemasangan muffler (saringan) pada chassis, pemasangan mesin, pemasangan
radiator frame, podest, tempat untuk baterai (wooden bed, ) pada chassis,
pengisian oli, air pendingin dan campurannya (cooling water mixing). Setelah itu
dilakukan pengujian pada seluruh fungsi yang terdapat di chassis ini (function
test) atau star diagnosis dan engine running untuk menguji kemampuan kerja
mesin.
4.4.2 Gambaran Umum Aggregate Assembly & Components (AGC)
Departemen atau bagian perakitan aggregate merupakan bagian yang
merakit dan menyiapkan komponen-komponen seperti engine, gearbox dan axle
yang nantinya akan digabungkan dengan chassis pada proses chassis assembly.
Jumlah tenaga kerja dibagian ini hanya dua belas orang karena target jumlah
85
produksi yang masih sedikit karena proses kerja yang cukup banyak. Waktu kerja
untuk saat ini pada bagian ini tergolong non shift, yaitu masuk kerja pukul 07.30
sampai dengan pukul 16.15 WIB (termasuk istirahat 45 menit). Waktu istirahat
Senin s/d Kamis; 11.45 s/d 12.30 WIB (istirahat makan Grup I), 12.30 - 13.15
WIB (istirahat makan Grup II). Sedangkan waktu istirahat hari Jumat; 11.45 -
13.00 WIB (istirahat makan Grup I dan II).
Bagian AGC ini dibagi menjadi tiga tempat yaitu proses produksi untuk
engine, gearbox dan axle. Rincian kegiatannya sebagai berikut:
a. Engine (mesin) : proses kerja yang dilakukan pada bagian mesin terdiri dari
preparation (engine on pallet) atau persiapan awal yang dilakukan sebelum
ke proses selanjutnya.
b. Gearbox : proses kerja yang dilakukan pada bagian gearbox ini dimulai
dengan proses perakitan komponen-komponen gearbox, yang terdiri dari:
- Sub assy. Counter shaft
- Sub assy. Main shaft
- Sub assy. Front housing
- Sub assy. Rear housing
- Main jig
- Final Assembly
- Testing
c. Axle: proses kerja yang dilakukan pada bagian axle ini dimulai dengan proses
perakitan komponen-komponen axle , yang terbagi menjadi dua proses yaitu:
86
- Assembly front axle
Pre assy. Steering knuckel
Merupakan proses pemasangan knuckle dan king pin pada front
axle beam.
Identification
Merupakan proses pemberian nomor pada front axle beam.
Pre assy. Brake
Proses pemasangan seal ring, oil buffle dan protective plate pada
front axle.
Sub assy. Wheel hub
Proses pengepresan outer, inner roller bearing, shaft seal ring dan
dust cover dengan memakai mesin hydraulic press yang
kemudian dipasangkan pada front axle dan diberi pelumas
(greasing). Setelah itu pemasangan wheel bolt pada front axle.
Final assembly
Proses perakitan seluruh komponen pada front axle beam yang
terdiri dari brake anchor, steer. Arm, wheel hub, pemasangan
brake drum, pemasangan hub cover (disertai dengan greasing)
dan proses adjusment pada wheel hub cleareance, steering angel,
toe in dan wheel alignment.
- Assembly rear axle
Identification
87
Merupakan proses pemberian nomor pada rear axle beam.
Pre assy. Brake
Proses pemasangan seal ring, oil buffle, protective plate pada rear
axle.
Sub assy. Wheel hub
Proses pengepresan outer, inner roller bearing, shaft seal ring dan
dipasangkan pada rear axle dan diberi pelumas (greasing).
Setelah itu pemasangan wheel bolt pada rear axle.
Pre assy.diff case
Proses perakitan ring gear dan gears ke diff case serta
pemasangan bearings.
Pre assy. Drive pinion
Proses pengepresan pinion bearings dan flange, kemudian proses
pengukuran pre load pada pinion bearing.
Pre assy. Gear set to housing
Proses perakitan drive pinion dan diff case.
Final assembly
Proses perakitan atau penggabungan komponen yang berasal dari
pre assy. diff gear, pre assy. wheel hub, pre assy. bracket booster
dan pre assy. brake shoe menjadi satu unit kemudian dilanjutkan
dengan proses painting rear axle.
88
Masing-masing komponen yang dirakit dibagian ini memiliki proses kerja
yang berbeda-beda dan telah dijelaskan pada rincian proses kerja diatas. Oleh
karena itu, penulis hanya mengambil proses kerja pada gearbox saja untuk
memudahkan mengidentifikasi resiko yang ada karena pada bagian ini lebih
banyak menggunakan mesin besar yang rata-rata memiliki prioritas tinggi dan
sedang (high dan medium priority) dan peralatan yang tentu saja memiliki resiko
yang cukup tinggi dibandingkan dengan proses lainnya.
4.4.3 Proses Produksi Gearbox
Proses perakitan gearbox pada bagian ini terdiri dari tujuh tahapan proses
kerja yaitu sub assy counter shaft, sub assy main shasft, sub assy front housing,
sub assy rear housing, main jig, final assembly dan yang terakhir proses testing.
Rincian kegiatannya adalah sebagai berikut:
- Sub assy. Counter shaft
Merupakan proses perakitan counter shaft yang terdiri dari pengepresan
gears dengan mesin hydraulic press, pemanasan gears dengan oven dan
pemasangan bearings pada counter shaft yang sebelumnya dipanaskan
terlebih dahulu dengan heater plate.
- Sub assy. Main shaft
Merupakan proses perakitan atau pemasangan gears dan synchronize
gears satu sampai lima atau enam pada main shaft, yang sebelumnya
89
dipanaskan terlebih dahulu dengan heater plate. Pengangkatan gears pada
proses ini menggunakan hoist crane.
- Sub assy. Front housing
Merupakan proses pemasangan bearing pada front housing atau bagian
depan yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu dengan memakai heater
plate kemudian diberi oil seal atau perapat. Kemudian bearing yang telah
dipasang pada front housing dieratkan atau dikencangkan dengan
memukulnya dengan palu tembaga.
- Sub assy. Rear housing
Proses kerja yang dilakukan pada bagian ini tidak jauh berbeda dengan
front housing. Pada bagian ini pemasangan bearings pada rear housing atau
bagian belakang yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu dengan
memakai heater plate kemudian diberi oil seal atau perapat. Setelah itu
dilanjutkan dengan pemasangan plug (busi atau steker) pada cover rear
housing. Kemudian bearings yang telah dipasang pada front housing
dieratkan atau dikencangkan dengan memukulnya dengan palu tembaga.
- Main jig
Merupakan proses penggabungan antara counter shaft, main shaft, front
housing dengan memakai mesin jig. Kemudian pemasangan bearings yang
sebelumnya dipanaskan dengan heater plate dan dieratkan dengan
memukulnya dengan palu. Pengangkatan seluruh komponen yang akan
digabungkan pada mesin jig dengan memakai hoist crane.
90
- Final Assembly
Merupakan proses penggabungan rear housing dengan komponen yang
telah digabungkan pada proses main jig serta pemasangan perlengkapan
akhir hingga menjadi satu unit. Pengangkatan komponen yang akan
disatukan dengan memakai hoist crane.
- Testing
Merupakan proses pengujian gearbox yang telah dirakit yang terdiri dari
leaking test yaitu tes kebocoran pada gearbox dengan memasukan gearbox
pada kontainer yang berisi campuran air dengan campuran bahan kimia P3
multan 3% yang sifatnya tidak iritant hanya kotor saja, kemudian pengisian
oli pada gearbox. Setelah itu dilakukan running test yaitu pengujian fungsi
gearbox dengan memakai mesin test bench. proses terakhir yaitu
membersihkan gearbox (cleaning) dengan cara mencuci atau membersihkan
bagian gearbox yang kotor.
Pada proses pekerjaan gearbox menggunakan beberapa mesin dan
peralatan pendukung lainnya yang terdiri dari:
1. Mesin hydraulic press : untuk proses pengepresan komponen-komponen
yang akan dirakit.
2. Mesin main jig : untuk proses penggabungan antara counter shaft, main
shaft, front housing pada proses main jig.
3. Mesin test bench : mesin yang digunakan untuk proses running test gearbox.
91
4. Electric heater plate : alat pendukung yang digunakan untuk memanaskan
bearing atau komponen lainnya yang memerlukan pemanasan sebelum
dipasang pada komponen lain agar lebih mudah pada saat pemasangan.
5. Electric oven : alat pendukung yang digunakan untuk memanaskan gears
sebelum dirakit dan digabungkan dengan gear lainnya atau dapat juga
digunakan untuk memanaskan komponen lainnya yang memerlukan
pemanasan agar lebih mudah pada saat pemasangan.
6. Hoist crane 250 kg, 500 kg : alat pendukung yang digunakan untuk
memudahkan proses pengangkatan komponen-komponen yang berat dan
memiliki fungsi yang penting di bagian ini karena pengangkatan gearbox
dan komponennya cukup berat jika harus diangkat secara manual dengan
tangan.
7. Ergo pulse (125 – 250 NM), (22 – 40 NM), (10 – 22 NM), (32 – 70 NM) :
alat pendukung dengan berbagai ukuran dan fungsi yang digunakan untuk
membantu proses perakitan misalnya mengencangkan dan pemasangan baut.
Biasanya peralatan ini tergantung dengan kabel penghubung yang
memudahkan mobilitasnya.
8. Palu tembaga atau karet : alat pendukung yang digunakan untuk
mengencangkan, menguatkan atau mengeratkan, seperti pemasangan
bearings yang dieratkan dengan cara dipukul palu.
Upaya pengendalian risiko yang telah dilakukan pada kegiatan ini antara
lain:
92
1. Engineering control : Pemasangan pengaman pada mesin pengepresan dan
mesin test bench berupa pagar atau penutup dari besi.
2. Administrative control :
a. Work Instruction (WI) yang berisi tentang cara kerja secara detail dan
berurutan, menyebutkan APD yang harus digunakan oleh pekerja,
dilengkapi dengan foto yang menunjukkan cara kerja yang benar.
b. Memberikan pelatihan atau training bagi para pekerja baru (wajib) dan
pindahan atau sekedar refreshment untuk menggingatkan kembali
pekerja mengenai seluruh proses di area tersebut dan berhubungan
dengan WI (work instruction) yaitu bekerja dengan cermat,
menggunakan alat yang benar, cara bekerja yang benar dan memakai
APD yang benar atau tepat ketika bekerja.
c. Memasang warning sign atau safety sign.
d. Perawatan berkala (periodic maintenance) untuk mesin dan peralatan
yang digunakan dan bekerja sesuai dengan work instruction yang telah
ditetapkan oleh perusahaan.
3. Alat Pelindung Diri : APD yang digunakan antara lain safety gloves atau
hand gloves (standar dan tahan panas), safety shoes, safety helmet, back jack
dan kaca mata.
93
4.4.4 Hasil Identifikasi Risiko Pada Proses Produksi Gearbox di ACV PT MBIna
Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja pada proses produksi gearbox
dilakukan dengan menggunakan metode JSA (Job Safety Analysis) dan membagi
proses tersebut menjadi tujuh tahapan sesuai dengan tahapan pada proses
kerjanya, yaitu sub assy counter shaft, sub assy main shasft, sub assy front
housing, sub assy rear housing, main jig, final assembly dan yang terakhir proses
testing. Penggolongan jenis risikonya berdasarkan jenis bahaya keselamatan
kerja yaitu mechanical hazard, chemical hazard dan electric hazard.
4.4.4.1 Sub Assy Counter Shaft
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan supervisor dan pekerja
di bagian ini, tahap perakitan counter shaft terdiri dari pengepresan gears dengan
mesin hydraulic press, pemanasan gears dengan oven dan pemasangan bearings
pada counter shaft yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu dengan heater
plate.
Risiko keselamatan kerja yang terdapat pada tahap perakitan counter shaft
adalah tangan terjepit mesin pres pada saat pengepresan, tangan tergores gears,
tangan melepuh pada saat pemanasan gears dengan oven dan bearings dengan
heater plate, kaki kejatuhan gears dan wajah terkena gears yang melejit pada
saat pengepresan, yang mengakibatkan wajah memar atau terluka.
Hasil identifikasi risiko pada tahap sub assy. counter shaft di AGC dapat
dilihat pada tabel 4.1.
94
Tabel 4.1
Hasil Identifikasi Risiko Tahap Sub assy. Counter Shaft
di AGC PT MBIna Wanaherang Tahun 2010
No Job Scenario Risk Control
Existing Saran
1. Pengepresan gears
dengan mesin
hydraulic press
- Peletakan gears yang
kurang tepat pada
mesin pres oleh pekerja
- Wajah
memar atau
terluka
(sobek)
- Pemasangan
penghalang besi
pada mesin pres
- Training
pekerja
- Periodic
maintenance
mesin pres
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction
(WI)
- Menggunakan
hand gloves,
safety shoes
- Pekerja harus lebih
memperhatikan saat
peletakan gears pada
mesin pres dan
menggunakan
pengaman pada
mesin pres dengan
baik dan benar
ketika proses
pengepresan
- Menambahkan
penggunaan
pengaman mesin
pres ketika sedang
digunakan pada WI
- Safety sign terkait
risiko
- Mengkomunikasikan
bahaya
95
- Pekerja terjepit mesin
pres pada saat
pengepresan yang
dapat terjadi karena
pekerja lengah atau
kurang memperhatikan
posisi tangan saat
pengepresan dan
bantalan pada mesin
pres dalam kondisi
kurang baik
- Tangan
terjepit
- Pemasangan
penghalang besi
pada mesin pres
- Training
pekerja
- Periodic
maintenance
mesin pres
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction
(WI)
- Safety sign
terkait bahaya
- Menggunakan
hand gloves,
safety shoes
- Pekerja harus
berhati-hati ketika
melakukan proses
pengepresan dan
menggunakan
pengaman pada
mesin pres dengan
baik dan benar
ketika proses
pengepresan
- Menambahkan
penggunaan
pengaman mesin
pres ketika sedang
digunakan pada WI
- Mengkomunikasika
n bahaya
- Gears yang sedang
dipres terjatuh
kebawah dan mengenai
kaki pekerja
- Kaki
kejatuhan
gears
(memar atau
luka sobek)
- Pemasangan
pengaman pada
mesin pres
- Training
pekerja
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Menggunakan
- Mengatur jarak
aman antara kaki
pekerja dengan
gears yang sedang
dipres pada mesin
pres
- Mengkomunikasikan
bahaya
- Pekerja harus
96
safety shoes,
hand gloves
berhati-hati ketika
melakukan proses ini
- Safety sign terkait
risiko
- Memegang gears yang
kurang tepat sehingga
tangan tergores dan
pekerja tidak memakai
sarung tangan
- Tangan
tergores
gears
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Menggunakan
hand gloves,
safety shoes
- Memegang gears
dengan benar dan
hati-hati
- Safety sign terkait
risiko
2. Pemanasan gears
dengan oven
- Memegang gears
setelah dipanaskan dari
oven dan terkena
bagian dalam oven
ketika memasukkan
dan mengeluarkan
gears dari oven
- Tangan
melepuh
(seperti luka
bakar)
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Safety sign
pemakaian APD
(sarung tangan
tahan panas)
- Menggunakan
hand gloves
heat resistance,
safety shoes
- Berhati-hati ketika
memegang gears
yang telah
dipanaskan
- Mengkomunikasikan
bahaya
- Safety sign terkait
risiko
- Pengawasan
supervisor mengenai
pemakaian sarung
tangan tahan panas
- Memegang gears yang
kurang tepat sehingga
tangan tergores dan
pekerja tidak memakai
- Tangan
tergores
gears
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Menggunakan
- Memegang gears
dengan benar dan
hati-hati
- Safety sign terkait
97
sarung tangan hand gloves,
safety shoes
risiko
3. Pemasangan
bearing pada
counter shaft
- Memegang bearing
yang sudah dipanaskan
tidak memakai sarung
tangan dan terkena
heater plate saat
mengangkat bearing
- Tangan
melepuh
(seperti luka
bakar)
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Safety sign
pemakaian APD
(sarung tangan
tahan panas)
- Menggunakan
hand gloves
heat resistance,
safety shoes
- Berhati-hati ketika
memegang bearing
yang telah
dipanaskan
- Mengkomunikasikan
bahaya
- Safety sign terkait
risiko
- Pengawasan
supervisor mengenai
pemakaian sarung
tangan tahan panas
98
Risiko keselamatan kerja pada saat proses pengepresan gear yaitu wajah
memar atau terluka, tangan terjepit, kaki kejatuhan gear dan tangan tergores.
Upaya pengendalian resiko yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk
mencegah bahaya keselamatan kerja wajah memar atau terluka yang disebabkan
oleh peletakan gears yang kurang tepat pada mesin pres adalah melakukan
engineering control dengan memasang pengaman pada mesin pres,
administrative control dengan melakukan training pada pekerja untuk
meningkatkan pengetahuan pekerja tentang K3, bahaya dan risiko serta
pengendaliannya di tempat kerja, melakukan periodic maintenance pada mesin
pres, kemudian bekerja sesuai dengan work instruction (WI) yang telah
ditetapkan dan yang terakhir pemakaian APD yaitu safety shoes dan hand gloves.
Namun, meskipun pengendalian risiko keselamatan kerja telah dilakukan,
pekerja harus lebih memperhatikan pada saat peletakan gears di mesin pres,
menggunakan pengaman pada mesin pres dengan baik dan benar ketika proses
pengepresan serta menambahkan penggunaan pengaman mesin pres ketika
sedang digunakan pada WI. Selain itu, pemasangan Safety sign terkait risiko dan
mengkomunikasikan bahaya pada rekan sesama pekerja juga berguna untuk
meminimalisir risiko yang ada.
Untuk risiko tangan terjepit karena pekerja lengah atau kurang
memperhatikan posisi tangan saat pengepresan dan bantalan pada mesin pres
dalam kondisi kurang baik. Perusahaan telah melakukan engineering control
dengan memasang pengaman pada mesin pres, administrative control yaitu
99
training pekerja, periodic maintenance mesin pres, bekerja sesuai dengan work
instruction (WI), safety sign terkait risiko dan menggunakan APD seperti hand
gloves, safety shoes. Meskipun demikian, pekerja perlu berhati-hati ketika
melakukan proses pengepresan dan menggunakan pengaman pada mesin pres
dengan baik dan benar ketika proses pengepresan, menambahkan penggunaan
pengaman mesin pres ketika sedang digunakan pada WI serta
mengkomunikasikan bahaya sesama pekerja.
Untuk risiko kaki kejatuhan gears yang berakibat kaki memar atau luka
sobek akibat gears yang sedang dipres terjatuh kebawah. Perusahaan telah
melakukan pemasangan pengaman pada mesin pres, training pekerja, bekerja
sesuai dengan work instruction (WI) dan menggunakan APD seperti safety shoes,
hand gloves. Meskipun upaya pengendalian telah dilakukan, namun pekerja perlu
mengatur jarak aman antara kaki pekerja dengan gears yang sedang dipres pada
mesin pres, berhati-hati ketika melakukan proses ini, mengkomunikasikan
bahaya sesama pekerja serta pemasangan safety sign terkait risiko.
Sedangkan risiko tangan tergores gears yang dapat terjadi karena memegang
gears yang kurang tepat. Perusahaan telah melakukan pengendalian yaitu bekerja
sesuai dengan WI dan menggunakan APD seperti safety shoes, hand gloves.
Upaya pengendalian tersebut perlu ditambahkan dengan pekerja berhati-hati,
memegang gears dengan benar dan pemasangan safety sign terkait risiko.
Tahap pekerjaan selanjutnya adalah pemanasan gears dengan oven dengan
suhu ± 170oC. Risiko keselamatan kerja yang dapat terjadi adalah tangan
100
melepuh (seperti luka bakar) pada saat memegang gears yang telah dipanaskan
tidak memakai sarung tangan tahan panas atau sarung tangan standar dan tangan
terkena bagian dalam oven saat memasukkan dan mengeluarkan gears dari oven.
Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah administrative control yaitu
dengan bekerja sesuai dengan work instruction (WI) yang telah ditetap,
pemasangan safety sign pemakaian APD (sarung tangan tahan panas) dan
pemakaian APD seperti hand gloves heat resistance dan safety shoes. Namun
untuk meminimalisir risiko yang ada diperlukan kehati-hatian oleh pekerja saat
memegang gears yang telah dipanaskan, mengkomunikasikan bahaya sesama
pekerja dan pemasangan safety sign terkait risiko dan pengawasan supervisor
mengenai pemakaian sarung tangan tahan panas oleh pekerja.
Risiko keselamatan lain yang dapat terjadi adalah tangan tergores saat
memegang gears karena cara memegang gears yang kurang tepat sehingga
tangan tergores bagian gears yang tajam atau pekerja tidak memakai sarung
tangan ketika memegangnya. Upaya pengendalian yang telah dilakukan pekerja
adalah bekerja sesuai dengan WI dan menggunakan APD seperti safety shoes,
hand gloves. Upaya pengendalian tersebut perlu ditambahkan dengan pekerja
berhati-hati, memegang gears dengan benar dan pemasangan safety sign terkait
risiko
Proses selanjutnya, pemasangan bearing pada counter shaft yang
sebelumnya bearing tersebut harus dipanaskan dahulu dengan memakai heater
plate dengan suhu 100 – 120oC. Risiko keselamatan kerja yang terdapat pada
101
proses ini adalah tangan melepuh (seperti luka bakar). Upaya pengendalian yang
telah dilakukan adalah administrative control yaitu dengan bekerja sesuai dengan
work instruction (WI) yang telah ditetap, pemasangan safety sign pemakaian
APD (sarung tangan tahan panas) dan pemakaian APD seperti hand gloves heat
resistance dan safety shoes. Namun untuk meminimalisir risiko yang ada
diperlukan kehati-hatian oleh pekerja saat memegang bearings yang telah
dipanaskan, mengkomunikasikan bahaya sesama pekerja dan pemasangan safety
sign terkait risiko.
4.4.4.2 Sub Assy Main Shaft
Setelah proses sub assy counter shaft dilakukan, selanjutnya adalah proses
sub assy main shaft yaitu proses perakitan atau pemasangan gears dan
synchronize gears satu sampai lima atau enam pada main shaft, yang sebelumnya
dipanaskan terlebih dahulu dengan heater plate. Proses pengangkatan gears ke
main shaft pada proses ini menggunakan hoist crane.
Risiko keselamatan kerja yang terdapat pasa bagian ini adalah tangan
melepuh (seperti luka bakar) ketika pemanasan synchronizer gears dengan heater
plate,tangan tergores synchronizer gears dan gears, kejatuhan komponen yang
mengenai kaki akibat hoist crane putus atau penempatan komponen yang kurang
tepat sehingga komponen terjatuh.
Hasil identifikasi risiko pada tahap sub assy main shaft di AGC dapat dilihat
pada tabel 4.2.
.
102
Tabel 4.2
Hasil Identifikasi Risiko Tahap sub assy main shaft
di AGC PT MBIna Wanaherang Tahun 2010
No Job Scenario Risk Control
Existing Saran
1. Pemanasan
synchronizer
gears dengan
heater plate,
- Memegang synchronizer
gears yang sudah
dipanaskan tidak
memakai sarung tangan
dan terkena heater plate
saat mengangkat
synchronizer gears
- Tangan
melepuh
(seperti
luka bakar)
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Safety sign
pemakaian APD
(sarung tangan
tahan panas)
- Menggunakan
hand gloves
heat resistance,
safety shoes
- Berhati-hati ketika
memegang
synchronizer gears
yang telah
dipanaskan
- Mengkomunikasikan
bahaya
- Safety sign terkait
risiko
- Pengawasan
supervisor mengenai
pemakaian sarung
tangan tahan panas
- Ketika memegang
synchronizer gears tangan
tergores akibat kurang
berhati-hati dan cara
memegang yang kurang
tepat
- Tangan
tergores
synchroniz
er gears
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Menggunakan
hand gloves,
safety shoes
- Memegang gears
dengan benar dan
hati-hati
- Safety sign terkait
risiko
2. Pengangkatan - Tali sling pada crane - Kejatuhan - Training - Safety sign terkait
103
gears ke main
shaft dengan
hoist crane
putus atau penempatan
komponen yang kurang
tepat sehingga komponen
terjatuh dan mengenai
kaki
komponen
(kaki
memar atau
terluka,
sobek)
pekerja
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Periodic
maintenance
untuk crane
- Menggunakan
safety shoes,
hand gloves,
back jack
risiko
- Mengkomunikasika
n bahaya
- Menempatkan
komponen dengan
tepat pada
tempatnya dan
berhati-hati
3. Perakitan dan
pemasangan
gear,
synchronizer
gears pada main
shaft
- Ketika memegang
komponen tangan
tergores akibat kurang
berhati-hati dan cara
memegang yang kurang
tepat
- Tangan
tergores
komponen
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Menggunakan
hand gloves dan
safety shoes
- Pekerja harus
berhati-hati saat
memegang
komponen
- Safety sign terkait
risiko
- Komponen terjatuh ketika
akan dipasangkan atau
terjatuh ketika
pengangkatan dan
penempatan
- Kejatuhan
komponen
(kaki
memar atau
terluka,
sobek)
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Menggunakan
safety shoes,
hand gloves
- Pemasangan safety
sign terkait risiko
- Pekerja harus
berhati-hati saat
memegang
komponen
- Komunikasi bahaya
104
Risiko keselamatan kerja pada tahap pemanasan synchronizer gears dengan
heater plate dengan suhu 100 – 120oC adalah tangan melepuh seperti luka bakar ketika
memegang synchronizer gears yang telah selesai dipanaskan atau tangan terkena heater
plate yang panas. Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah administrative
control yaitu dengan bekerja sesuai dengan work instruction (WI) yang telah ditetap,
pemasangan safety sign pemakaian APD (sarung tangan tahan panas) dan pemakaian
APD seperti hand gloves heat resistance dan safety shoes. Selain pengendalian yang
telah dilakukan untuk meminimalisir kecelakaan kerja, pekerja harus lebih berhati-hati
ketika memegang synchronizer gears yang telah dipanaskan, mengkomunikasikan
bahaya kepada sesama pekerja lain dan pemasangan safety sign terkait risiko dan
pengawasan supervisor mengenai pemakaian sarung tangan tahan panas oleh pekerja.
Risiko keselamatan lain yang terjadi adalah tangan tergores synchronizer gears
ketika memegang synchronizer gears tangan tergores akibat kurang berhati-hati dan cara
memegang yang kurang tepat. Upaya pengendalian yang telah dilakukan perusahaan
adalah bekerja sesuai dengan WI dan menggunakan APD seperti safety shoes, hand
gloves. Upaya pengendalian tersebut perlu ditambahkan dengan pekerja berhati-hati,
memegang synchronizer gears dengan benar dan pemasangan safety sign terkait risiko.
Berikutnya pengangkatan gears ke main shaft dengan hoist crane. Risiko
keselamatan kerja yang terdapat pada proses ini adalah tali sling pada crane putus atau
penempatan komponen yang kurang tepat sehingga komponen terjatuh dan mengenai
kaki yang mengakibatkan kaki memar atau terluka (sobek). Upaya penngendalian yang
telah dilakukan secara administrative control adalah dengan melakukan training pekerja,
105
bekerja sesuai dengan WI, periodic maintenance untuk crane yang meliputi pemeriksaan
kebersihan crane, fungsional dan pengaman serta pemakaian APD berupa safety shoes,
hand gloves dan back jack. Selain itu, untuk meminimalisir risiko perlu dipasang safety
sign yang berkaitan dengan risiko yang ada, mengkomunikasikan bahaya kepada sesama
pekerja dan menempatkan komponen dengan tepat pada tempatnya agar tidak terjatuh
dan mengenai kaki pekerja.
Tahap selanjutnya adalah perakitan dan pemasangan gears, synchronizer gears
pada main shaft . Risiko keselamatan kerja yang terdapat pada proses ini adalah ketika
memegang komponen tangan tergores akibat kurang berhati-hati dan cara memegang
yang kurang tepat. Perusahaan telah melakukan pengendalian dengan bekerja sesuai
dengan WI dan menggunakan safety shoes dan hand gloves. Upaya pengendalian ini
perlu ditambahkan dengan pekerja lebih berhat-hati ketika memegang komponen dan
pemasangan safety sign terkait risiko.
Untuk risiko komponen terjatuh ketika akan dipasangkan atau terjatuh ketika
pengangkatan dan penempatan akibatnya kaki memar atau luka. Pengendalian yang telah
dilakukan adalah bekerja sesuai dengan WI dan menggunakan safety shoes dan hand
gloves. Upaya pengendalian ini perlu ditambah dengan pemasangan safety sign terkait
risiko, pekerja harus berhati-hati saat memegang komponen dan komunikasi bahaya
sesama pekerja.
4.4.4.3 Sub Assy Front dan Rear Housing
Tahapan pekerjaan selanjutnya adalah proses sub assy front housing dan sub assy
rear housing yang proses kerjanya tidak jauh berbeda yaitu proses pemasangan bearing
106
pada front dan rear housing atau bagian depan dan belakang yang sebelumnya
dipanaskan terlebih dahulu dengan memakai heater plate kemudian diberi oil seal atau
perapat. Kemudian bearing yang telah dipasang pada front dan rear housing dieratkan
atau dikencangkan dengan memukulnya dengan palu tembag.
Risiko keselamatan yang ada pada tahapan ini adalah tangan melepuh seperti
luka bakar ketika proses pemanasan bearing dan tangan terpukul palu saat proses
pengencangan bearing yang telah dipasang. Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja
pada tahap sub assy front housing dan sub assy rear housing secara rinci dapat dilihat
pada tabel 4.3.
107
Tabel 4.3
Hasil Identifikasi Risiko Tahap Sub Assy Front Housing dan Sub Assy Rear Housing
di AGC PT MBIna Wanaherang Tahun 2010
No Job Scenario Risk Control
Existing Saran
1. Pemanasan
bearing dengan
heater plate,
- Memegang bearing yang
sudah dipanaskan tidak
memakai sarung tangan
dan terkena heater plate
saat mengangkat dan
meletakkan bearing
- Tangan
melepuh
(seperti
luka bakar)
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Safety sign
pemakaian APD
(sarung tangan
tahan panas)
- Menggunakan
hand gloves
heat resistance,
safety shoes
- Berhati-hati ketika
memegang bearings
yang telah
dipanaskan
- Mengkomunikasikan
bahaya
- Safety sign terkait
risiko
- Pengawasan
supervisor mengenai
pemakaian sarung
tangan tahan panas
2. Pengencangan
bearing dengan
palu
- Tangan terpukul palu
ketika sedang memasang
bearing ke front dan rear
housing untuk
dikencangkan
- Tangan
terpukul
palu karet
(memar,
luka)
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Menggunakan
hand gloves,
safety shoes
- Berhati-hati ketika
sedang memukul
dengan palu
- Safety sign terkait
risiko
- Palu terpelanting atau
terjatuh ketika sedang
- Kaki
kejatuhan
- Bekerja sesuai
dengan work
- Memegang palu
dengan benar dan
108
digunakan palu karet
(memar)
instruction (WI)
- Menggunakan
safety shoes dan
hand gloves
erat agar tidak
terjatuh
- Safety sign terkait
risiko
109
Risiko keselamatan kerja proses pamanasan bearing dengan menggunakan
heater plate dengan suhu 100 – 120oC adalah tangan melepuh seperti luka bakar akibat
terkena heater plate yang panas dan ketika memegang bearing yang telah dipanaskan
tidak memakai sarung tangan. Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah
administrative control yaitu dengan bekerja sesuai dengan work instruction (WI) yang
telah ditetap, pemasangan safety sign pemakaian APD (sarung tangan tahan panas) dan
pemakaian APD seperti hand gloves heat resistance dan safety shoes. Selain
pengendalian yang telah dilakukan untuk meminimalisir kecelakaan kerja, pekerja harus
lebih berhati-hati ketika memegang bearing yang telah dipanaskan, mengkomunikasikan
bahaya kepada sesama pekerja lain dan pemasangan safety sign terkait risiko dan
pengawasan supervisor mengenai pemakaian sarung tangan tahan panas oleh pekerja.
Setelah bearing dipanaskan, proses selanjutnya adalah memasangnya pada front
dan rear housing dan mengencangkannya dengan memukul bearing yang telah
terpasang memakai palu. Risiko keselamatan yang terdapat pada proses ini adalah
tangan terpukul palu akibatnya tangan menjadi memar atau luka. Upaya pengendalian
yang dilakukan yaitu secara administrative control (WI) dan menggunakan hand gloves
dan safety shoes. Upaya pengendalian ini perlu ditambah dengan sikap hati-hati pekerja
dalam bekerja perlu ditingkatkan lagi dan pemasangan safety sign terkait bahaya.
Risiko keselamatan kerja lainnya pada proses ini adalah kejatuhan palu yang
mengakibatkan kaki memar karena palu terpelanting atau terjatuh ketika sedang
digunakan. Upaya pengendalian yang dilakukan yaitu dengan administrative control
(WI) dan menggunakan safety shoes dan hand gloves. Untuk meminimalisir risiko,
110
upaya pengendalian perlu ditambahkan dengan pekerja perlu berhati-hati ketika
memegang dan menggunakan palu agar tidak terpelanting atau terjatuh dan pemasangan
safety sign terkait bahaya.
4.4.4.4 Main Jig
Setelah proses perakitan pada sub assy front housing dan sub assy rear housing,
proses selanjutanya adalah main jig yaitu proses penggabungan antara counter shaft,
main shaft, front housing dengan memakai mesin jig. Kemudian pemasangan bearings
yang sebelumnya dipanaskan dengan heater plate dan dieratkan dengan memukulnya
dengan palu. Pengangkatan seluruh komponen yang akan digabungkan pada mesin jig
dengan memakai hoist crane.
Risiko keselamatan yang terdapat pada proses ini yaitu kejatuhan komponen
yang akan dirakit (kaki) ketika proses pengangkatan dengan hoist crane, tangan terjepit
ketika menyusun dan meletakkan komponen pada mesin jig, tangan melepuh seperti
luka bakar terkena heater plate yang panas dan memegang bearing yang telah
dipanaskan, tangan terpukul palu tembaga, kejatuhan palu tembaga (kaki) dan mata
terkena percikan debu (serbuk) logam ketika mengencangkan bearing yang telah
dipasang dengan memukulnya dengan palu tembaga.
Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja pada tahap main jig secara rinci dapat
dilihat pada tabel 4.4.
111
Tabel 4.4
Hasil Identifikasi Risiko Tahap Main Jig
di AGC PT MBIna Wanaherang Tahun 2010
No Job Scenario Risk Control
Existing Saran
1. Pengangkatan
komponen
dengan hoist
crane
- Tali sling pada hoist
crane putus atau ketika
menempatkan komponen
pada mesin jig kurang
tepat dan komponen
terjatuh mengenai kaki
pekerja
- Kaki
kejatuhan
komponen
(memar,
luka)
- Training
pekerja
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction
(WI)
- Periodic
maintenance
untuk crane
- Menggunakan
safety shoes,
hand gloves,
back jack
- Safety sign terkait
risiko
- Mengkomunikasikan
bahaya
- Berhati-hati ketika
menempatkan
komponen pada mesin
jig
2. Menempatkan
komponen pada
mesin jig
- Tangan terjepit ketika
menyusun komponen
yang akan digabungkan
pada mesin jig
- Tangan
terjepit
- Training
pekerja
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction
(WI)
- Menggunakan
- Safety sign terkait
risiko
- Berhati-hati ketika
menempatkan
komponen pada mesin
jig
- Mengkomunikasikan
112
hand gloves,
safety shoes,
back jack
bahaya
3. Pemanasan
bearing dengan
heater plate,
- Memegang bearing yang
sudah dipanaskan tidak
memakai sarung tangan
dan terkena heater plate
saat mengangkat dan
meletakkan bearing
- Tangan
melepuh
(seperti
luka bakar)
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction
(WI)
- Safety sign
pemakaian
APD (sarung
tangan tahan
panas)
- Menggunakan
hand gloves
heat
resistance,
safety shoes
- Berhati-hati ketika
memegang bearings
yang telah dipanaskan
- Mengkomunikasikan
bahaya
- Safety sign terkait
risiko
- Pengawasan
supervisor mengenai
pemakaian sarung
tangan tahan panas
4. Pengencangan
bearing dengan
palu
- Tangan terpukul palu
ketika sedang memasang
bearing untuk
dikencangkan
- Tangan
terpukul
palu
tembaga
(memar,
luka)
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction
(WI)
- Menggunakan
hand gloves,
safety shoes
- Berhati-hati ketika
sedang memukul
dengan palu
- Safety sign terkait
risiko
- Palu terpelanting atau
terjatuh ketika sedang
digunakan
- Kaki
kejatuhan
palu
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction
- Berhati-hati ketika
sedang memukul
dengan palu
113
tembaga
(memar)
(WI)
- Menggunakan
hand gloves,
safety shoes
- Safety sign terkait
risiko
- Palu yang digunakan
untuk mengencangkan
bearing adalah palu
tembaga sehingga
menghasilkan serbuk atau
scrup logam ketika
digunakan yang
percikannya dapat
mengenai mata pekerja
- Mata
terkena
percikan
serbuk atau
scrup
logam
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction
(WI)
- Safety sign
tentang
pemakaian
APD
- Menggunakan
kaca mata,
safety shoes
dan hand
gloves
- Safety sign terkait
risiko
- Mengganti bahan palu
dengan logam yang
tidak mudah hancur
sehingga tidak
menghasilkan serbuk
atau scrup ketika
digunakan
114
Risiko keselamatan kerja proses pengangkatan komponen dengan hoist crane
adalah tali sling pada hoist crane putus atau ketika menyusun komponen pada mesin jig
kurang tepat sehingga komponen terjatuh mengenai kaki pekerja dan mengakibatkan
memar atau luka pada kaki pekerja. Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah
secara administrative control yaitu dengan training pekerja, periodic maintenance secara
berkala untuk memeriksa kebersihan dan fungsional crane, bekerja sesuai dengan work
instruction (WI) yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan pemakaian APD dengan
menggunakan hand gloves, safety shoes dan back jack. Upaya pengendalian ini perlu
ditambahkan dengan pemasangan safety sign terkait bahaya dan sikap berhati-hati oleh
pekerja ketika menempatkan komponen pada mesin jig serta mengkomunikasikan bahaya
sesama pekerja untuk meminimalisir risiko keselamatan kerja yang ada.
Sedangkan ketika menempatkan komponen pada mesin jig risiko keselamatan kerja
yang dapat terjadi adalah tangan terjepit komponen yang diletakkan. Upaya pengendalian
yang telah dilakukan yaitu secara administrative control dengan training pekerja, bekerja
sesuai dengan work instruction (WI) dan pemakaian APD dengan menggunakan hand
gloves, safety shoes. Namun, upaya pengendalian ini perlu ditambahkan dengan
pemasangan safety sign terkait bahaya dan sikap berhati-hati oleh pekerja ketika
menempatkan komponen pada mesin jig serta mengkomunikasikan bahaya sesama pekerja
untuk meminimalisir risiko keselamatan kerja yang ada.
Tahap selanjutnya adalah pemanasan bearing dengan heater plate dengan suhu 100
– 120oC. Risiko keselamatan kerja yang dapat terjadi adalah tangan melepuh seperti luka
115
bakar akibat terkena heater plate yang panas dan ketika memegang bearing yang telah
dipanaskan tidak memakai sarung tangan. Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah
administrative control yaitu dengan bekerja sesuai dengan work instruction (WI) yang telah
ditetap, pemasangan safety sign pemakaian APD (sarung tangan tahan panas) dan
pemakaian APD seperti hand gloves heat resistance dan safety shoes. Selain pengendalian
yang telah dilakukan untuk meminimalisir kecelakaan kerja, pekerja harus lebih berhati-
hati ketika memegang bearing yang telah dipanaskan, mengkomunikasikan bahaya kepada
sesama pekerja lain dan pemasangan safety sign terkait risiko dan pengawasan supervisor
mengenai pemakaian sarung tangan tahan panas oleh pekerja.
Setelah bearing dipanaskan, proses selanjutnya adalah memasangnya pada
komponen yang telah digabungkan pada mesin jig dan mengencangkannya dengan
memukul bearing yang telah terpasang memakai palu tembaga. Risiko keselamatan yang
terdapat pada proses ini adalah tangan terpukul palu akibatnya tangan menjadi memar atau
luka. Upaya pengendalian yang dilakukan yaitu secara administrative control bekerja
sesuai dengan WI dan menggunakan hand gloves dan safety shoes. Upaya pengendalian ini
perlu ditambah dengan pemasangan sikap hati-hati pekerja dalam bekerja perlu
ditingkatkan lagi dan pemasangan safety sign terkait risiko.
Risiko keselamatan kerja lainnya pada proses ini adalah kejatuhan palu yang
mengakibatkan kaki memar karena palu terpelanting atau terjatuh ketika sedang digunakan.
Upaya pengendalian yang dilakukan yaitu dengan administrative control bekerja sesuai
dengan WI dan menggunakan safety shoes dan hand gloves. Untuk meminimalisir risiko,
116
upaya pengendalian perlu ditambahkan dengan pekerja perlu berhati-hati ketika memegang
dan menggunakan palu agar tidak terpelanting atau terjatuh dan pemasangan safety sign
terkait risiko.
Selain dua risiko keselamatan kerja tersebut, risiko lainnya adalah mata terkena
percikan serbuk atau scrup logam yang dihasilkan dari proses pemukulan bearing dengan
palu tembaga. Upaya pengendalian yang telah dilakukan yaitu administrative control
dengan bekerja sesuai WI, memasang safety sign terkait pemakaian APD (kaca mata) dan
pemakaian APD dengan menggunakan kaca mata, safety shoes dan hand gloves. Untuk
meminimalisir risiko tersebut dengan pemasangan safety sign terkait risiko yang ada
sebagai peringatan agar pekerja lebih berhati-hati dan menggunakan palu dengan logam
yang tidak mudah hancur sehingga tidak menghasilkan serbuk atau scrup ketika digunakan.
4.4.4.5 Final Assembly
Setelah semua komponen digabungkan atau disatukan dengan mesin jig, proses
selanjutnya adalah final assembly yaitu proses penggabungan rear housing dengan
komponen yang telah digabungkan pada proses main jig serta pemasangan perlengkapan
akhir hingga menjadi satu unit. Pengangkatan komponen yang akan disatukan dengan
memakai hoist crane. Risiko keselamatan kerja yang dapat terjadi adalah kejatuhan
komponen (kaki) dan tangan terjepit.
Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja pada tahap final assembly secara rinci
dapat dilihat pada tabel 4.5.
117
Tabel 4.5
Hasil Identifikasi Risiko Tahap Final Assembly
di AGC PT MBIna Wanaherang Tahun 2010
No Job Scenario Risk Control
Existing Saran
1. Pengangkatan
komponen
dengan hoist
crane
- Tali sling pada hoist
crane putus atau ketika
menempatkan komponen
yang akan digabungkan
pada meja kurang tepat
sehingga komponen
terjatuh
- Kaki
kejatuhan
komponen
(memar,
luka)
- Training pekerja
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Periodic
maintenance
untuk crane
- Menggunakan
safety shoes,
hand gloves,
back jack
- Safety sign terkait
risiko
- Berhati-hati ketika
mengangkat dan
menempatkan
komponen
- Mengkomunikasikan
bahaya
2. Penggabungan
rear housing
dengan
komponen dari
main jig
- Tangan terjepit ketika
menggabungkan
komponen
- Tangan
terjepit
- Training pekerja
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Menggunakan
hand gloves,
safety shoes,
back jack
- Safety sign terkait
bahaya
- Berhati-hati ketika
menggabungkan
komponen
- Mengkomunikasika
n bahaya
118
Risiko keselamatan kerja pada proses pengangkatan komponen untuk disatukan
dengan hoist crane adalah tali sling pada hoist crane putus atau ketika
menempatkan komponen untuk disatukan kurang tepat sehingga komponen terjatuh
mengenai kaki pekerja dan mengakibatkan memar atau luka pada kaki pekerja.
Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah secara administrative control
yaitu dengan training pekerja, periodic maintenance secara berkala untuk
memeriksa kebersihan dan fungsional crane, bekerja sesuai dengan work instruction
(WI) yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan pemakaian APD dengan
menggunakan hand gloves, safety shoes dan back jack. Upaya pengendalian ini
perlu ditambahkan dengan pemasangan safety sign terkait risiko yang ada dan
hendaknya pekerja berhati-hati ketika menempatkan komponen untuk disatukan
serta mengkomunikasikan bahaya sesama pekerja untuk meminimalisir risiko
keselamatan kerja yang ada.
Pada proses penyatuan atau penggabungan komponen, risiko keselamatan kerja
yang dapat terjadi adalah tangan terjepit komponen karena pekerja kurang berhati-
hati atau tangan pekerja berada diantara komponen yang akan disatukan. Upaya
pengendalian yang telah dilakukan secara secara administrative control dengan
training pekerja, bekerja sesuai dengan work instruction (WI) dan pemakaian APD
dengan menggunakan hand gloves, safety shoes, dan back jack. Upaya
pengendalian ini perlu ditambahkan dengan pemasangan safety sign terkait risiko
yang ada dan sikap berhati-hati oleh pekerja ketika menggabungkan komponen
119
serta mengkomunikasikan bahaya sesama pekerja untuk meminimalisir resiko
keselamatan kerja yang ada.
4.4.4.6 Testing
Proses ini merupakan proses atau tahapan pekerjaan terakhir yang dilakukan pada
perakitan gearbox yaitu pengujian gearbox yang telah dirakit yang terdiri dari leaking test
yaitu tes kebocoran pada gearbox dengan memasukan gearbox pada kontainer yang berisi
campuran air dengan campuran bahan kimia P3 multan 3% yang tidak bersifat irritant
hanya kotor saja, kemudian pengisian oli pada gearbox. Setelah itu, running test dengan
memakai mesin test bench. Risiko keselamatan yang terdapat pada proses ini adalah
kejatuhan gearbox (kaki) saat pengangkatan dengan crane, tangan atau jari tergores atau
luka, terpeleset dan tersengat listrik. Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja pada tahap
testing secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.6.
120
Tabel 4.6
Hasil Identifikasi Risiko Tahap Testing
di AGC PT MBIna Wanaherang Tahun 2010
No Job Scenario Risk Control
Existing Saran
1. Pengangkatan
gearbox dengan
hoist crane
- Tali sling pada hoist
crane putus ketika
mengangkat gearbox
- Kaki
kejatuhan
komponen
(memar,
luka)
- Training pekerja
- Periodic
maintenance
crane
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Menggunakan
hand gloves,
safety shoes,
back jack
- Safety sign terkait
risiko
- Berhati-hati ketika
mengangkat gearbox
- Mengkomunikasikan
bahaya
2. Leaking test - Lantai licin karena
ceceran air dari kontainer
tempat leaking test
- Terpeleset - House keeping
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Menggunakan
Safety shoes,
hand gloves,
back jack, face
shield
- Memperhatikan
ketika mencelupkan
gearbox ke dalam
kontainer agar
airnya tidak
tercecer
- Safety sign terkait
risiko
- Safety line
121
3. Oil filling - Lantai licin karena
ceceran oli yang tumpah
atau tercecer
- Terpeleset - House keeping
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Menggunakan
hand gloves,
safety shoes
- Safety sign terkait
risiko
- Safety line
- Berhati-hati ketika
sedang mengisi oli
agar tidak tumpah
atau tercecer
4. Running test - Pekerja menekan tombol
On/Off untuk
menghidupkan dan
mematikan mesin test
bench dengan tangan
basah atau tidak memakai
sarung tangan
- Tersengat
listrik
- Training pekerja
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Menggunakan
hand gloves,
safety shoes,
- Periodic
maintenance mesin
test bench
- Safety sign terkait
risiko
- Putaran bagian gearbox
dan pada mesin yang
dapat melukai tangan
atau jari pekerja
- Tangan,
jari
tergores
(luka
sobek)
- Pemasangan
pengaman
(cover) pada
bagian mesin
yang berputar
- Training pekerja
- Bekerja sesuai
dengan work
instruction (WI)
- Safety sign
terkait risiko
- Menggunakan
hand gloves,
- Memasang
pengaman untuk
bagian mesin yang
berputar agar tidak
mengenai bagian
tubuh (tangan)
- Bekerja dengan hati-
hati saat proses
running
- Perhatikan anggota
tubuh (tangan) agar
tidak terlalu dekat
jaraknya dengan
122
safety shoes, bagian mesin atau
gearbox yang
berputar
123
Risiko keselamatan kerja pada saat pengangkatan dengan gearbox adalah
kejatuhan gearbox (kaki) karena tali sling pada hoist crane putus sehingga komponen
terjatuh mengenai kaki pekerja dan mengakibatkan memar atau luka pada kaki pekerja.
Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah secara administrative control yaitu
dengan training pekerja, periodic maintenance secara berkala untuk memeriksa
kebersihan dan fungsional crane, bekerja sesuai dengan work instruction (WI) yang
telah ditetapkan oleh perusahaan dan pemakaian APD dengan menggunakan hand
gloves, safety shoes, dan back jack. Upaya pengendalian ini perlu ditambahkan dengan
pemasangan safety sign terkait risiko dan hendaknya pekerja berhati-hati ketika
mengangkat gearbox dengan crane mengkomunikasikan bahaya sesama pekerja untuk
meminimalisir risiko keselamatan kerja yang ada.
Proses selanjutnya adalah leaking test atau tes kebocoran, risiko keselamatan
yang dapat terjadi adalah terpeleset karena lantai disekitar proses ini licin akibat ceceran
air dari kontainer tempat leaking test. Upaya pengendalian yang telah dilakukan adalah
house keeping dengan segera membersihkan ceceran air tersebut dengan lap, bekerja
sesuai dengan work instruction (WI) yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan
pemakaian APD dengan menggunakan safety shoes, hand gloves, back jack dan face
shield. Untuk meminimalisir risiko tersebut perlu diperhatikan oleh pekerja ketika
mencelupkan gearbox ke dalam kontainer agar airnya tidak tercecer ke lantai dan
memasang safety sign terkait risiko yang ada dan safety line saat lantai dalam keadaan
basah atau licin agar pekerja yang melewati disekitarnya tidak terpeleset.
124
Setelah itu, dilakukan proses pengisian oli pada gearbox. Risiko keselamatan
kerja yang terdapat pada proses ini adalah terpeleset. Risiko terpeleset dapat terjadi
karena lantai sekitar proses ini licin akibat ceceran atau tumpahan oli saat proses
pengisian ke dirigen atau pengisian oli ke gearbox. Upaya pengendalian yang telah
dilakukan adalah house keeping dengan segera membersihkan ceceran atau tumpahan oli
dengan lap, bekerja sesuai dengan work instruction (WI) dan pemakaian APD dengan
menggunakan hand gloves dan safety shoes. Untuk meminimalisir risiko tersebut, perlu
ditambahkan safety sign terkait risiko yang ada dan safety line agar pekerja lebih berhati-
hati ketika bekerja atau melewati bagian ini serta berhati-hati ketika sedang mengisi oli
agar tidak tumpah atau tercecer.
Proses selanjutnya adalah running test yaitu pengujian fungsional gearbox
dengan menggunakan mesin test bench. Risiko keselamatan kerja yang terdapat pada
proses ini adalah tersengat listrik dan tangan atau jari tergores atau luka (sobek). Risiko
tersengat listrik dapat disebabkan saat pekerja menekan tombol On/Off untuk
menghidupkan dan mematikan mesin test bench dengan tangan basah atau tidak
memakai sarung tangan. Upaya pengendalian yang telah dilakukan yaitu secara
administrative control dengan training pekerja, melakukan periodic maintenance pada
mesin test bench, bekerja sesuai dengan work instruction (WI) dan pemakaian APD
dengan menggunakan hand gloves dan safety shoes. Untuk meminimalisir risiko tersebut
perlu ditambahkan dengan pemasangan safety sign terkait risiko yang ada agar pekerja
dapat lebih berhati-hati ketika bekerja.
125
Sedangkan tangan atau jari tergores, luka (sobek) dapat terjadi karena tangan
atau jari terkena putaran bagian mesin atau bagian gearbox. Upaya pengendalian yang
telah dilakukan yaitu secara engineering control dengan memasangan pengaman (cover)
pada bagian mesin yang berputar, administrative control dengan training pekerja,
bekerja sesuai dengan work instruction (WI), safety sign terkait risiko dan pemakaian
APD dengan menggunakan hand glove dan safety shoes. Upaya pengendalian yang telah
dilakukan sudah cukup bagus, tetapi perlu ditambahkan lagi dengan memasang
pengaman (cover) untuk bagian mesin yang berputar agar tidak mengenai bagian tubuh
(tangan), bekerja dengan hati-hati saat proses running dan perhatikan anggota tubuh
(tangan) agar tidak terlalu dekat jaraknya dengan bagian mesin atau gearbox yang
berputar.
126
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. PT Mercedes Benz Indonesia yang berlokasi di Wanaherang Bogor merupakan
salah satu perusahaan yang bergerak sebagai agen tunggal, pembuat dan perakit
produk Mercedes-Benz di Indonesia. Kendaraan yang dirakit di pabrik ini terdiri
dari kendaraan roda empat (Passenger Cars) yang berada di plant APC
(Assembling Passenger Cars ) dan Commercial Vehicle atau chassis bus yang
berada di plant ACV (Assembling Commercial Vehicle).
2. Proses produksi gearbox yang berada di bagian AGC (Aggregate Assembly &
Components) terdiri dari tujuh proses yaitu sub assy. counter shaft, sub assy.
main shaft, sub assy. front housing, sub assy. rear housing, main jig, final
assembly dan yang terakhir testing yang terdiri dari leaking test (pengujian
kebocoran gearbox) dan running test (pengujian fungsional gearbox).
3. Pelaksanaan identifikasi risiko keselamatan kerja pada proses produksi gearbox
(ACV) di PT MBIna Wanaherang sudah cukup baik, yaitu dengan adanya
laporan aspect impact, yang dibuat empat jenis yang beurutan dan saling
berkaitan satu sama lain, yaitu aspect impact normal condition, aspect impact
abnormal condition, aspect impact emergency condition dan safety aspect impact
yang masing-masing memiliki fungsi dan data yang berbeda meskipun tujuannya
tidak jauh berbeda yaitu preventive untuk terjadinya injury. Dari keempat laporan
127
tersebut yang membahas tentang risiko keselamatan dan kesehatan kerja pekerja
adalah laporan safety aspect impact. Namun, laporan ini tidak mendetail per
tahapan pekerjaan dan hanya proses pekerjaan tertentu yang dianggap memiliki
risiko dominan dan berpotensi untuk injury saja yang dimasukkan dalam laporan
ini atau proses pekerjaan yang dianggap signifikan.
4. Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja terdiri dari tujuh tahapan proses
pekerjaan, yaitu:
a. Risiko pada tahap sub assy counter shaft yaitu tangan terjepit, tangan
tergores gears, tangan melepuh (seperti luka bakar), kaki kejatuhan
counter shaft atau gears dan wajah terkena gears yang melejit.
b. Risiko pada tahap sub assy main shaft yaitu tangan melepuh (seperti luka
bakar), tangan tergores sychronizer gears, kejatuhan komponen yang
mengenai kaki dan tangan tergores komponen.
c. Risiko pada tahap sub assy front housing dan sub assy rear housing sama
karena proses kerjanya yang tidak jauh berbeda yaitu tangan melepuh
(seperti luka bakar), tangan terpukul palu karet dan kaki kejatuhan palu
karet (memar).
d. Risiko tahap main jig yaitu kejatuhan komponen (kaki), tangan terjepit,
tangan melepuh seperti luka bakar, tangan terpukul palu tembaga,
kejatuhan palu tembaga (kaki) dan mata terkena percikan debu (serbuk)
logam dari palu tembaga.
128
e. Risiko tahap final assembly yaitu kejatuhan komponen (kaki) dan tangan
terjepit.
f. Risiko tahap testing (terakhir) yaitu kejatuhan gearbox (kaki), tangan
atau jari tergores atau luka sobek, terpeleset dan tersengat listrik.
5. Pengendalian risiko yang telah dilakukan dengan cara engineering control,
administrative control dan pemakaian APD.
a. Pengendalian dengan engineering control dilakukan pada beberapa
tahapan pekerjaan yang menggunakan mesin press yaitu dengan
memasang alat pengaman tambahan pada mesin pengepresan dan
memasang pengaman (cover) pada bagian mesin yang berputar (mesin
test bench) pada tahap main jig.
b. Pengendalian dengan administrative control dengan melakukan
perawatan secara berkala untuk hoist crane, mesin pengepresan, oven,
heater plate dan mesin test bench, housekeeping, training pekerja, bekerja
sesuai dengan WI (Work Instruction) dan pemasangan safety sign terkait
pemakaian APD dan risiko yang ada di area kerja, terutama untuk
pekerjaan yang berisiko tinggi.
c. Pengendalian dengan pemakaian APD pada pekerja seperti pemakaian
safety shoes, hand gloves (standar dan heat resistance), back jack, kaca
mata dan face shield.
129
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan identifikasi risiko secara menyeluruh per tahapan pekerjaan
yang lebih terperinci dengan memakai metode identifikasi risiko yang tepat
dan sesuai dengan pekerjaan serta keadaan di lingkungan kerja.
2. Pengawasan pimpinan sangat diperlukan terhadap faktor manusia, lingkungan
kerja dan fasilitasnya agar terhindar dari kecelakaan kerja.
3. Perlu dilakukan upaya pengendalian tambahan seperti:
a. Mengganti palu tembaga dengan bahan logam yang tidak mudah hancur
(menghasilkan scrup atau serbuk logam).
b. Memasang pengaman tambahan pada bagian gearbox yang berputar
(running test), menambahkan penggunaan pengaman mesin pres pada WI
(Work Instruction) dan memasang safety sign terkait risiko yang ada dan
area yang belum terdapat safety sign, memasang safety line.
c. Periodic Maintenace mesin test bench.
d. Bekerja dengan hati-hati, memegang dan menempatkan komponen dengan
benar serta memperhatikan lingkungan area kerja dan perhatikan anggota
tubuh (tangan) agar tidak terlalu dekat jaraknya dengan bagian mesin atau
gearbox yang berputar.
e. Memperhatikan ketika mencelupkan gearbox ke dalam kontainer agar
airnya tidak tercecer.
f. Pengawasan supervisor mengenai pemakaian sarung tangan tahan panas
dan mengkomunikasikan risiko sesama pekerja.
130
DAFTAR PUSTAKA
Australian Standard/New Zealand Standard 4360:1999. Risk Management Guidelines.
Sydney: 1999.
Azizah, Nailil. Analisis Risiko dengan Menggunakan Metode Failure and Effects
Analysis (FMEA) di Departemen Cor, Divisi Tempa dan Cor, PT. Pindad
(Persero) Bandung Tahun 2007. Skripsi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia, 2007.
Bird, Frank E and Germain, George L. Kepemimpinan Pengendalian Kerugian Praktis
Edisi Pertama Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Denvegraha, 2005.
Budiono, A.M. Sugeng. Manajemen Risiko dalan Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Bunga Rampai Hiperkes dan KK Edisi Kedua. Semarang: Universitas
Diponegoro, 2003.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tahun
2002. Jakarta, 2002.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Undang-undang No. 1 Tahun 1970.
Jakarta, 2004.
Diberadinis, Louis J. Handbook of Occupational Safety and Health Second Edition.
John Wiley & Sons Inc, 1999.
Geotsch, David. Occupational Safety and Health: in manager. Second Edition. 1996.
Harti, Yuni. Identifikasi Bahaya Keselamatan Kerja pada Proses Produksi Frame Floor
RH di Line 1200 Ton Section Pressing PT. Indomobil Suzuki International Plant
Tambun II Bekasi Tahun 2009. Laporan Magang Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, UIN Jakarta, 2009.
Husna, Rofaul. Analisis Tingkat Resiko (Level of Risk) dan Upaya Pengendalian Resiko
Keselamatan Kerja pada Pekerja Pengoperasian Ketel Uap di Indonesia Power
Ubp Priok Tahun 2009. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehata, UIN
Jakarta, 2009.
ILO. 1998. Encyclopedia of Occupational Health and Safety 4th ed.
.Genewa: ILO
Isfaniy. Penyebab Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja. [Accesed 18 Maret
2010]. Available from <http://tuloe.wordpress.com/2010/02/20/penyebab-
kecelakaan-kerja/>
131
Isfany. Dasar-dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) [Accesed 18 Maret 2010].
Available from <http://tuloe.wordpress.com/2009/07/12/dasar-dasar-
kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3/>
Isfany. Kecelakaan Kerja. [Accesed 18 Maret 2010]. Available from
<http://tuloe.wordpress.com/2010/02/20/kecelakaan-kerja.
Jovico. Tanggung Jawab Individu dan Prinsip Keselamatan Kerja. [Accesed 18 Maret
2010]. Available from <http://hse-k3l.blogspot.com/2009/04/tanggung-jawab-
individu-dan-prinsip keselamatan kerja.html >
Kolluru, Rao. Et al. Risk Assesment and Management Handbook for Enviromental,
Health, and Safety Proffesionals. New York: Mc Graw hill, Inc., 1996.
Nedved, Milos. Dasar-dasar Keselamatan Kerja Bidang Kimia dan Pengendalian
Bahaya Besar. Jakarta: International Labour Organization, 1991.
Subagyo, Mugi. Keselamatan Kerja. [Accesed 18 Maret 2010]. Available from
<http://mugi-sdm.blogspot.com/2009/09/keselamatan-kerja.html>
Sugandi, Didi. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan Kerja dalam Hiperkes
dan Keselamatan Kerja Bunga Rampai Hiperkes & KK Edisi Kedua. Semarang:
Universitas Diponegoro, 2003.
Suma’mur, P.K. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: PT Gunung
Agung, 1996.
Suma’mur, P.K. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT Gunung
Agung, 1997.
132