emulsifikasi lia.doc
TRANSCRIPT
KESTABILAN EMULSI
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam bidang farmasi dikenal sediaan suspensi dan emulsi
diantara sediaan-sediaan lainnya, eperti tablet dan injeki. Emulsi
merupakan sediaan yang mengandung bahan obat terdispersi dalam
cairn pembawa, distabilkan dengan zat-zat pengemuli atau surfaktan
yang cocok, sedangkan suspensi merupakan bahan obat padat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
Banyak bahan obat yang mem[unyai rasa dan susunan yang
tidak baik, yang dapat dibuat lebih sempurna dri sebelumnya dengan
memformulasikan menjadi emuli. Sedangkan bentuk suspeni dapat
diberikan dalam bentuk suspensi obat mata yang harus terdispersi
dalam bentuk yang sangat halus.
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua fase yang
bercampur, biasanya air dan lemak, dimana cairan zat, terdispersi
menjadi butir-butir dalam cairan yang lainnya.
Dalam pembuatan emulsi, pemilihan emulgator itu merupakan
faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu
emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu
emulgator yang aktif permukaan atau yang lebih baik dikenal dengan
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
nama surfaktan. Secara kimia, molekul surfaktan terdiri atas gugus polar
dan non polar. Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam system yang
terdiri atas air dan minyak maka gugus polar akan mengarah ke fase air
sedangkan gugus non polar akan terarah ke arah minyak.
Umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai satu bagian
hidrofilik dan satu bagian lipofilik dengan salah satu di antaranya lebih
atau kurang dominan dalam mempengaruhi pembentukan emulsi. Suatu
emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika fase dalam suatu fase
terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat dari
bulatan-bulatan, jika agregat naik ke permukaan atau turun ke dasar
emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan yang pekat dari fase
dalam.
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil karena adanya
energi bebas permukaan yang besar.
I.2 Tujuan
1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan
dalam pembuatan emulsi
2. Membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan
3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi
4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan
emulasi
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
I.3 Prinsip Percobaan
Pembuatan emulsi dengan menggunakan suatu emulgator ionik
yaitu tween 80 dan span 80 dengan variasi HLB butuh minyak parafin
dan melihat kestabilan suatu emulsi dengan cara penyimpanan dan
dilihat mana variasi HLB yang paling stabil.
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi dari bulatan-bulatan
kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawa, yang tidak
bercampur. Dalam batasan emulsi, fase terdispersi dianggap sebagai fase
dalam dan disperse sebagai fase luar atau fase kontinyu. Emulsi yang
mempunyai fase dalam minyak dan fae luar air disebut emulsi minyak
dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “M/A”. Sebaliknya
emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut
emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai “A/M”. Karena fase luar dari
emulsi bersifat kontinyu suatu emulsi minyak dalam air atau suatu
preparat dalam air (Ansel,1989).
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil karena adanya energi
bebas permukaan yang besar. Hal ini terjadi karena pada proses
pembuatannya luas permukaan salah satu fase akan bertambah berkali-
kali lipat. Sistem tersebut akan selalu berusaha untuk memantapkan diri
agar energi bebas bisa menjadi nol yaitu dengan cara penggabungan
globul (Kosman, 2005).
Komponen emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu
(Syamsuni,2007):
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
1. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat
dalam emulsi,terdiri atas:
a. Fase dispers/ fase internal/ fase dikontinu/ fase terdispersi/ fase
dalam, yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di
dalam zat cair lain.
b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat
cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan
pendukung) emulsi tersebut.
c. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk
menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering
ditambahkan ke dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih
baik. Misalnya carrigan saporis, adaris, colouria, pengawet
(preservative) dan antioksidant.
Ada dua macam tipe emulsi yang terbentuk yaitu tipe M/A di mana
tetes minyak terdispersi ke dalam fase air, dan tipe A/M di mana fase
interen adalah air dan fase eksteren adalah minyak. Fase interen disebut
pula fase dispers atau fase disontinu (Anief,1993).
Penggunaan emulsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu emulsi
untuk pemakaian dalam dan emulsi untuk pemakaian luar. Emulsi untuk
pemakaian dalam meliputi per oral atau pada injeksi intervena yang
untuk pemakaian luar digunakan pada kulit atau membrane mukosa
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
yaitu linimen, losion, krim dan salep. Emulsi untuk penggunaan oral
biasanya mempunyai tipe M/A (Anief,1993).
Tidak ada teori emulsifikasi yang umum karena emulsi dapat dibuat
dengan menggunakan beberapa tipe zat pengemulsi yang masing-masing
berbeda bergantung pada cara kerjanya dengan prinsip yang berbeda
untuk mencapai suatu produk yang stabil (Ansel,1989).
Hampir secara umum dapat diterima bahwa istilah emulsi harus dibatasi
pada system cairan dalam cairan. Secara normal emulsi dibentuk oleh
pencampuran dua cairan yang tidak saling bercampur. Tipe yang paling umum
dari emulsi Farmasi dan emulsi kosmetik terdiri dari air sebagai salah satu fase
dan minyak atau lemak sebagai fase yang lainnya. Jika tetesan minyak
didispersikan di dalam suatu fase air kontinu, emulsi tersebut merupakan tipe
minyak dalam air (M/A), jiaka minyak merupakan fase kontinu, emulsi tersebut
merupakan tipe air dalam minyak (A/M). Perubahan tipe minyak ini disebut
inversi. ( Voigt, 1995 )
Diantara zat pengemulsi dan zat penstabil untuk sistem farmasi
adalah sebagai berikut :
a. Bahan-bahan karbohidrat seperti zat-zat yang terjadi secara alami,
akasia (gom), tragakan , agar krondus dan pektin.
b. Zat-zat protein, seperti gelatin, kuning telur dan kasein.
c. Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti steril alkohol, setil alkohol
dan gliseril monostearat.
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
d. Zat-zat pembadah, yang bias bersifat kationik, anionik, nonionik. Zat-
zat ini mengandung gugus hidrofilik dari molekul menyebabkan
aktivitas dari moekul tersebut (James,1986).
Keseimbangan lipofil dan hidrofil dalam molekul suatu surfaktan
menentukan arah letak lapisan film. Jika digantikan surfaktan dengan
harga HLB 3-6 lapisan akan lebih tertarik kedalam fase minyak
membentuk emulsi tipe A/M. Jika digunakan HLB 8-18 lapisan film akan
lebih tertarik kedalam fase air membentuk emulsi tipe M/A. Jadi kegunaan
HLB tertentu yaitu menghitung jumlah HLB (Anief,1997).
Sifat lapisan antar muka sangan penting dalam emulsi secara
ekperimen, pengujian lapian tersebut tersebut secara langsung pada
antar muka minyak dan air itu sulit (Anief,1997).
Zat pengemulsi dapat dibagi menjadi 3 sebagai berikut :
a. Zat yang aktif pada permukaan yang terabsorbsi pada antarmuka
minyak air membentuk lapisan monomolekuler dan mengurangi
tegangan antarmuka.
b. Koloida hidrofilik, yang membentuk lapisan multimolekuler sekitar
tetesan-tetesan terdispersi dari minyak dalam suatu emulsi.
c. Partikel-partikel padat yang terbagi halus, yang diabsorbsi pada batas
antarmuka dua fase cair yang tidak tercampur dan membentuk suatu
lapisan partikel disekitar bola-bola terdispersi (Alfred,1993).
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
Dispersi halus dari minyak dan air memerlukan daerah kontak
antar muka yang luas dan untuk memproduksi hal ini memerlukan
sejumlah kerja sama dengan hasil kali dari tegangan permukaan dan
perubahan luas. Berbicara secara termodinamika, kerja ini adalah energi
bebas antar muka yang tinggi cenderung untuk mengurangi daerah
permukaan. Pertama dengan menyebabkan tetesan tidak dianggap
sebagai suatu bentuk bulat (luas permukaan minimum) untuk volume
tertentu , dan kemudian menyebabkan tetesan trsebut tergabung (dengan
hasil menurut dalam jumlah tetesan) ini adalah alas an memasukan kata-
kata “tidak stabil secara termodinamika” dalam defenisi klasik dari emulsi
buram(Lachman,1989).
Emulgator adalah bahan pengemulsi atau bahan aktif permukaan
yang mengurangi tegangan permukaan dan memiliki bentuk yang sama
melekat pada permukaan sehingga globul terdispersi. Secara operasional
sebagai suatu penstabil bentuk tetesan dari suatu fase dalam.
Berdasarkan strukturnya pengemulsi bia digambarkan sebagai nucleus
yang terdiri dari bagian hidrofilik dan hidrofobik (Lachman,1989).
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling
penting agar memperoleh emulsa yang baik atau stabil. Semua emulgator
bekerja dengan membentuk lapisan di sekeliling butir-butir tetesan yang
terdispersi dan lapisan ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah. Terbentuk dua
macam tipe M/A dan tipe A/M (Moh. Anief, 1987).
Zat pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan 3
mekanisme :
1. Mengurangi tegangan antar muka- stabilisasi termodinamis.
2. Pembentukan suatu lapisan antar muka yang kaku- pembatas
mekanik untuk penggabungan.
3. Pembentukan lapisan listrik rangkap- penghalang elektrik untuk
mendekati pertikel (Lachman,1989).
Emulsi yang stabil harus mengandung paling sedikit 3
komponen fase terdispersi, medium pendispersi dan bahan pengemulsi.
Satu dari dua cairan yang tidak tercampur adalah air dan kedua adalah
minyak. Apakah air atau minyak yang menjadi fase pendispersi
tergantung dari bahan pengemulsi yang digunakan dan jumlah relatif dari
dua fase cair. Itulah sebabnya emulsi dimana minyak terdispersi dalam
tetesan secara keseluruhan disebut tipe emulsi air dala minyak dalam air
(O/W). Emulsi lotion dan cream O/W atau W/O tergantung dari
penggunaanya. Mentega dan cream salad adalah emulsi air dalam
minyak (W/O). Sehingga disebut multiple emulsi yang mengembang
dengan melepaskan bahan aktif. Dalam tipe ini ada 3 fesa emulsi minyak
dalam air dalam minyak (O/W/O). Dalam hal ini emulsi dalam emulsi
beberapa obat (James,1986).
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang
besarnya tidak sama. Harga keseimbangan ini dikenal dengan istilah
“HLB” (Hydrophyl Lipophyl Balance), yaitu angka yang menunjukkan
perbandingan antara kelompok hidrofil dengan kelompok Lipofil.
Semakin besar harga HLB, berarti semakin banyak kelompok yang suka
air, artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air, dan demikian
sebaliknya (Syamsuni, 2007).
Proses dispersi saling tercampurkan dalam zat uji kedalam
dispersinya sebagai tetesan satu cairan lainnya, antar muka 2 cairan
harus saling menggangu dan diganggu sebagai suatu sari atau benang.
Salah satu cairan yang saling ke dalam 2 cairan atau sebaliknya benang-
benang ini tidak stabil dan menjadi rintangan globul. Globul-globul ini
terpisah , tergantung dari kecepatan pengadukan tetesan yang besar juga
(Alfred,1993).
Tegangan antar muka, walaupun pengurangan tegangan
permukaan menurutnya energi bebas antar muka yang dihasilkan pada
dispersi, peranan zat pengemulsi sebagai pembatas antar muka adalah
yang paling penting. Ini dapat dilihat dengan jelas bila seseorang
memperhatikan bahwa banyak polimer dan padatan yang terbagi halus,
tidak efisien dalam menurutnya tegangan antar muka, membentuk
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
pembatas antar muka yang baik sekali, bertindak untuk mencegah
penggabungan dan berguna sebagai zat pengemulsi (Anief,1997).
Lapisan antar muka, pembentukan lapisan oleh suatu pengemulsi
pada permukaan tetesan air atau minyak telah dipelajari secara terperinci.
Pengertian dari suatu lapisan tipis monomolecular yang terarah dari zat
pengemulsi tersebut pada permukaan fase dalam dari suatu emulsi,
adalah dasar yang penting untuk mengerti sebagian hasil teori
emulsifikasi. Skema dalam gambar 17-1 melukiskan bagaimana zat
pengemulsi dianggap mengelilingi tetesan fase dalam (Anief,1997).
Penolakan elektrik, baru saja digambarkan bagaimana lapisan
antar muka atau kristal cair melar mengubah laju penggabungan tetesan
dengan bertindak sebagai pembatas, disamping itu lapisan yang sama
atau serupa dapat menghasilkan gaya listrik tolak antara tetesan yang
mendekat. Penolakan ini disebabkan oleh suatu lapisan listrik rangkap,
yang dapat timbul dari gugus bermuatan listrik yang mengarang pada
permukaan bola-bola (James,1986).
Ada dua alternative dasar untuk menciptakan keadaan buram yakni
emulsi, dengan penampilan seperti susu. Dispersi seperti itu dapat dibentuk dan
distabilkan dengan merendahkan tegangan antar muka dan atau mencegah
gabungan tetesan. Menurut teori emulsi klasik zat aktif permukaan mampu
menampilkan kedua tujuan tersebut mengurangi tegangan antar muka. Zat- zat
tersebut mengurangi tegangan antar muka dan juga bertindak sebagai penghalang
penggabungan tetesan karena zat- zat tersebut diabsorpsi pada antar muka, atau
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
lebih tepat, pada permukaan tetesan yang tersuspensi. Zat pengemulsi
mengemudahkan pembentukan emulsi dengan 3 mekanisme, yaitu ( Lachman,
1994 ). :
1. Mengurangi tegangan antar muka stabilisasi termnodinamis.
2. Pembentukan suatu lapisan antar muka yang kaku pada pembuatan mekanik
untuk penggabungan.
3. Pembuatan lapisan listrik rangkap penghalang elektrik untuk mendekati
partikel- partikel.
Emulsi adalah suatu system yang tidak stabil karena adanya energi bebas
permukaan yang besar. Hal ini terjadi karena pada proses pembuatannya, luas
permukaan salah satu fase akan bertambah berkali- kali lipat. System tersebut
akan selalu beruasaha memantapkan diri agar energi bebas bias menjadi nol yaitu
dengan cara penggabungan globul. Berdasarkan hal tersebut diatas dikenal
beberapa fenomena ketidakstabilan emulsi yaitu ( Lachman, 1994 ). :
1. flokulasi dan creaming
Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh
adanya energi bebas permukaan saja. Flokulasi adalah terjadinya kelompok-
kelompok globul yang letaknya tidak beraturan didalam suatu emulsi. Creaming
adalah terjadinya lapisan- lapisan dengan konsentrasi yang berbeda- beda
didalam suatu emulsi. Lapisan dengan konsentrasi yang paling pekat berada di
sebelah atas atau disebelah bawah tergantung dari bobot jenis fase yang
terdispersikan.
2. Koelesan dan demulsifikasi.
Fenomena ini terjadi bukan semata- mata karena energi bebas permukaan tetapi
juga karena tidak semua globul terlapis oleh film antar permukaan. Koelesan
adalah terjadinya penggabungan globul- globul menjadi lebih besar, sedangkan
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
demulsifikasi adalah merupakan proses lebih lanjut dari pada koelesan dimana
kedua fase terpisah kembali menjadi dua cairan yang tidak bercampur. Kedua
fenomena ini tidak dapat diperbaiki kembali dengan pengocokan.
Dalam hal emulsi farmasi, creaming mengakibatkan ketidakrataan
dari distribusi obat dan tanpa pengocokan yang sempurna sebelum
digunakan, berakibat pemberian dosis yang berbeda. Tentunya bentuk
penampilan dari suatu emulsi dipengaruhi oleh creaming, dan ini benar-
benar merupakan suatu masalah nyata bagi pembuatannya jika terjadi
pemisahan dari fase dalam (Martin, 1993).
II.2 Uraian Bahan
1. Air Suling (Ditjen POM, 1979 : 96)
Nama Resmi : Aqua destillata
Nama Lain : Air Suling
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai Pelarut
2. Parafin Cair (Ditjen POM, 1979 : 474)
Nama resmi : Paraffinum Liquidum
Sinonim : Parafin cair
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
Pemerian : Cairan kental transparan, tidak berfluoresensi, tidak
berwarna, hamper tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%)P,
larut dalam kloroform P, dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Kegunaan : Sebagai Sampel
3. Polysorbatum 80 (Dirjen POM, 1979 : 509)
Nama resmi : Polysorbatum 80
Nama lain : Polisorbat 80, tween
Pemerian : Cairan kental seperti minyak; jernih; kuning; bau asam
lemak, khas.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dalam etil
asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam
parafin cair P dan dalam biji kapas P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel dan surfaktan
4. Span 80 (FI III: hal. 509)
Nama Resmi : Polisorbatum 80
Nama Lain : Polisorbat 80
Kelarutan : Larut dalam air, dalam etanol 95 % dan dalam
metanol P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
Kegunaan : Sebagain surfaktan
II.3 Prosedur Kerja (Anonim, 2013)
1. Hitung jumlah tween dan span yng dibutuhkan untuk masing-
masing harga HLB butuh.
2. Timbang masing-masing parafin, air, tween dan span sejumlah
yang dibutuhkan.
3. Campurkan parafin dan span dan air dengan tween, lalu panakan
di atas penangas air sampai suhu 60C.
4. Tambahkan campuran paraffin ke dalam campuran air dan segera
di aduk dengan mixer dengan kecepatan dan waktu yang sama.
5. Masukkan ke dalam gelas ukur dan beri label untuk masing-masing
HLB.
6. Amati kestabilan selama 1 minggu dengan stress condition
7. Catat pada harga HLB berapa emulsi relative paling stabil.
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat yang digunakan
Alat yang digunakan yaitu Batang pengaduk, Cawan petri,
Erlenmeyer, Gelas ukur, Gelas Arloji, Mixer, dan Thermometer,
Timbangan.
III.1.2 Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan yaitu Aquadest, Paraffin cair, dan Tween
80 dan Span 80.
III.2 Cara Kerja
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
IV.1 Tabel Pengamatan
IV.2 Pembahasan
Emulsi merupakan suatu system yang secara termodinamika tidak
stabil, terdiri dari paling sedikit dua fase sebagaia globul-globul dalam fase
cair yang lainnya yang distabilkan oleh emulgator.
Mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator
yang digunakan, mekanisme kerja dari emulgator adalah menurunkan
tegangan antar permukaan, air dan minyak serta membentuk lapisan film
pada permukaan globul-globul fase pendispersi.
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
Dalam pembuatan emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang
sangat penting karena mutu dan kestabilan emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Dalam hal ini, span 60 merupakan emulgator fase
minyak dengan HLB 4,7 dan tween-60 sebagai emulgator fase air dengan
harga HLB yaitu 15. Adapun HLB butuh dari parafin yang digunakan yaitu 10,
11, 12, 13. Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan dianatara
permukaan cairan dan minyak serta membentuk lapisan tipis pada
permukaan fase terdispersinya.
Suatu emulsi terdiri dari fase minyak dan fase air, di dalam percobaan
ini, yang menjadi fase minyak adalah span-60 dan parafin, dan yang menjadi
fase air adalah tween – 80 dan air. Dalam percobaan, span-60 dimasukkan
ke dalam minyak karena bersifat liporfil. Sedangkan tween-80 dimasukkan
dalam air karena bersifat Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu emulsi dibagi 2
golongan yaitu emulsi untuk pemakaian dalam dan emulsi pada pemakaian
luar. Emulsi untuk pemakaian dalam meliputi perorang atau injeksi intra ena
dan untuk pemakaian luar di gunakan pada kulit atau membran mukosa yaitu
liniment, letien, krim salep. Emulsi untuk penggunaan dalam atau oral
biasanya mempunyai M/A. hidrofil.
Faktor yang menyebabkan emulsi tidak stabil adalah pada saat
pemanasan, suhu yang tercapai tidak optimum dan proses pemanasan yang
tidak bersamaan antara fase minyak dan fase air.
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
Sebaiknya para praktikan ketika melakukan praktikum saling membagi tugas.
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364
KESTABILAN EMULSI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”. UMI., Makassar
Ditjen POM. 1979. “Farmakope Indonesia Edisi III”. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Kosman Rahmat, 2005. Farmasi Fisika, Fakultas Farmasi, Universitas Muslim Indodnesia. Makassar.
Lachman Leon, 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi Ketiga, Penerbit Universitas Indonesia-Press. Jakarta.
Martin, dkk. 1993. Farmasi Fisika, Gadja Mada University Press. Yogyakarta.
Parrot, Eugeonel L. Ph. D. 1971. Pharmeceutical Technology BurgessPublishing Company.
Lowa.
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press. Yogyakarta.
Anief, M, 1987, “ Ilmu Meracik Obat ”, Gajah Mada University Press, Yokyakarta
Ansel, Howard., 1989., “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”., UI Press., Jakarta
Effendi, Nurmaya., 2007., “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”., UMI., Makassar
NURLIATI BUDI PRASETIA RUMAF15020120364