epidemiologi puskesmas tembelang
DESCRIPTION
epidTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan
distribusi (penyebaran) serta determinat masalah kesehatan pada sekelompok
orang/masyarakat serta determinannya (faktor-faktor yang mempengaruhinya).
Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif bila dapat
dukungan oleh sistem yang handal karena fungsi utamanya adalah menyediakan
informasi epidemiologi yang peka terhadap perubahan yang terdapat dalam
pelaksanaan program pemberantasan penyakit yang menjadi prioritas
pembangunan.
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah
mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah
kompleks, di mana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat yang paling
rawan terutama orang dewasa karena orang dewasa yang rentan terhadap
lingkungan seperti kebiasaan merokok sebagai perokok aktif maupun perokok
pasif. Salah satu penyakit yang di derita oleh masyarakat terutama adalah ISPA
(Infeksi Saluran Pernafasan Akut), yaitu meliputi infeksi akut saluran pernafasan
bagian atas dan akut saluran pernafasan bagian bawah. ISPA adalah suatu
penyakit yang terbanyak di derita oleh anak dan dewasa, baik di negara
berkembang maupun di negara maju dan sudah banyak diantara mereka perlu
masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat.
1
Di Indonesia, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian
pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga berada pada daftar 10 penyakit
terbanyak pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit tahun 2006, dengan persentase
9,32%.
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk dengan menganalisis data Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 1998, didapatkan bahwa prevalensi penyakit
ISPA berdasarkan umur balita adalah untuk usia <6 bulan (4,5%), 6-11 bulan
(11,5%), 12-23 bulan (11,8%), 24-35 bulan (9,9%), 36-47 bulan (9,2%), 48-59 bulan
(8,0%). Didapatkan prevalensi ISPA di perkotaan (11,2%) lebih tinggi daripada di
pedesaan (8,4%). Prevalensi di Jawa-Bali (10,7%) lebih tinggi daripada di luar Jawa-
Bali (7,8%).
Berdasarkan data SKRT 1986-2001, diketahui proporsi kematian ISPA di
Indonesia yaitu pada bayi (umur 0-<1 tahun) di tahun 1986 sebesar 18,85%, tahun
1992 sebesar 36,40%, tahun 1995 sebesar 32,10% dan tahun 2001 sebesar 27,60%
dan pada balita (umur 1-4 tahun) di tahun 1986 sebesar 22,80%, tahun 1992 sebesar
18,20%, tahun 1995 sebesar 38,80% dan tahun 2001 sebesar 22,80%.
Hasil survei program P2ISPA di 12 propinsi di Indonesia (Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat) selama kurun waktu 2000-2002 kasus
ISPA terlihat berfluktuasi, tahun 2000 dengan proporsi 30,1% (479.283 kasus), tahun
2001 proporsi 22,6% (620.147 kasus) dan tahun 2002 proporsi menjadi 22,1%
(532.742 kasus).
2
Penyakit infeksi akut saluran pernafasan atas di indonesia banyak diderita
oleh usia 5-15 tahun sebanyak 42,1%, dan dewasa sebanyak 23,8%. Lebih dari
50% penyebabnya adalah virus. Data yang diperoleh dari kunjungan ke
puskesmas tembelang mencapai 19-20% adalah oleh penyakit Infeksi Akut
Saluran Pernafasan Atas yang berat masih sangat tinggi dan kematian seringkali
disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat . Salah
satu faktor yang dapat menyebabkan Infeksi Akut Saluran Pernafasan Atas adalah
pencemaran lingkungan (udara) yang banyak berasal dari kendaraan bermotor,
bahan bakar, asap rokok, polusi pembangunan jalan tol, penggunaan obat anti
nyamuk, pelarut organik yang mudah menguap (formaldehid) yang banyak
dipakai pada peralatan perabot rumah tangga dan sebagainya.
Dari seluruh kematian yang disebabkan ISPA adalah karena pneumonia
dan pada bayi berumur kurang 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA
yang berat masih sangat tinggi, kematian seringkali disebabkan karena penderita
datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit
kurang gizi. Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar
antara 10-20% dan populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian di
lapangan (kecamatan Kediri adalah 17,8%). Bila kita mengambil angka
morbiditas 10% pertahun, berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di
Indonesia berkisar 2,3 juta.
Program pemberantasan Infeksi Akut Pernafasan Atas secara khusus telah
dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan kesakitan
dan kematian yang disebabkan oleh Infeksi Akut Pernafasan Atas.
3
1.2 Tujuan Kegiatan
1.2.1 Tujuan umum -
Menggambarkan frekuensi penyakit infeksi akut saluran pernafasan atas di
wilayah kerja Puskesmas Tembelang periode 1 Januari-31 Desember 2014
1.2.2 Tujuan khusus
1. Menggambarkan kejadian penyakit infeksi akut saluran pernafasan atas
berdasarkan jenis kelamin, usia, tempat, waktu, desa, agama, pekerjaan
dan pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Tembelang periode 1
Januari-31 Desember 2014
2. Menemukan beberapa solusi pada kegiatan pencegahan dan
penanggulangan penyakit infeksi akut saluran pernafasan atas di
wilayah kerja Puskesmas Tembelang periode 1 Januari-31 Desember
2014
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya,
seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura (Menteri Kesehatan, 2002).
Secara anatomik, ISPA dikelompokkan menjadi ISPA atas misalnya
batuk pilek, faringitis, tonsillitis, dan ISPA bawah seperti bronkitis,
bronkiolitis, pneumonia. ISPA atas jarang menimbulkan kematian walaupun
insidennya jauh lebih tinggi daripada ISPA bawah. ISPA merupakan singkatan
dari infeksi saluran pernapasan akut yang diadopsi dari acute respiratory
infection (ARI). Istilah ini mulai diperkenalkan tahun 1984 dalam lokakarya
nasional ISPA di Cipanas (Depkes RI, 1998). Istilah ISPA mengandung tiga
unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut. Infeksi adalah masuknya
kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak
sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Adapun saluran pernapasan adalah organ dimulai dari hidung sampai
alveoli beserta organ adneksa seperti sinus-sinus, rongga telinga, dan pleura.
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung
lebih dari 14 hari.
5
Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup saluran
pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ
adneksanya saluran pernapasan (Depkes RI, 2002). Mikroorganisme yang
dapat menyebabkan ISPA ada lebih dari 300 jenis, terdiri atas golongan
bakteri, virus, riketsia dan jamur (Depkes RI, 2002). Di Negara negara
berkembang umumnya kuman penyebab ISPA adalah Streptokokus
pneumonia dan Hemofilus influenza (WHO, 2002).
2.2 Etiologi ISPA
Kebanyakan infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus
dan mikoplasma, kecuali epiglotitis akut. Organisme streptokokus dan difteria
merupakan agen bakteri utama yang mampu menyebabkan penyakit faring
primer bahkan pada kasus tonsilofaringitis akut sebagian besar penyakit
berasal nonbakteri. Walaupun ada banyak hal yang tumpang tindih beberapa
mikroorganisme lebih mungkin menimbulkan sindrom pernapasan tertentu
daripada yang lain, dan agen tertentu mempunyai kecenderungan lebih besar
daripada yang lain untuk menimbulkan penyakit yang berat. Beberapa virus
(misalnya campak) dapat dihubungkan dengan banyak sekali variasi gejala
saluran pernapasan atas dan bawah sebagai bagian dari gambaran klinis umum
yang melibatkan sistem organ lainnya (WHO, 2007).
1. Virus Sinsisial Pernapasan (VSP)
Merupakan penyebab utama bronkiolitis, kira-kira meliputi
sepertiga dari semua kasus. Virus ini merupakan penyebab yang lazim
untuk penyakit pneumonia, croup, dan bronkiolitis, juga penyakit demam
saluran pernapasan atas yang tidak terdiferensiasi.
6
2. Virus Parainfluenza
Menyebabkan sebagian besar kasus sindrom croup tetapi dapat
juga menimbulkan bronkitis, bronkiolitis dan penyakit demam saluran
pernapasan atas.
3. Virus Influenza
Tidak memainkan peranan besar dalam berbagai sindrom
pernapasan kecuali selama epidemi. Pada bayi dan anak, virus influenza
lebih menyebabkan penyakit saluran pernapasan atas daripada penyakit
saluran pernapasan bawah.
4. Adenovirus
Menyebabkan kurang dari 10% penyakit pernapasan, sebagian
besar darinya bersifat ringan atau tidak bergejala. Demam faringitis dan
demam faringokonjungtivitis adalah manifestasi klinis yang paling sering
pada anak. Namun adenovirus kadang menyebabkan infeksi saluran
pernapasan bawah yang berat.
5. Rhinovirus dan Koronavirus
Biasanya menimbulkan gejala yang terbatas pada saluran
pernapasan atas, paling sering hidung dan merupakan bagian yang berarti
dari sindrom common cold.
6. Koksakivirus A dan B
Terutama menimbulkan penyakit nasofaringitis.
.
7
7. Mikoplasma pneumonia
Dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan atas dan bawah
termasuk bronkiolitis, pneumonia, bronkitis, faringotonsilitis, miringitis,
dan otitis media (Nelson E, Behrman E, Kliegman et al, 2000).
2.3 Anatomi Saluran Pernafasan
Sistem respiratorik pada manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu
respiratorik atas dan respiratorik bawah. Respiratorik atas dimulai dari lubang
hidung sampai faring sedangkan respiratorik bawah dimulai dari laring
sampai alveolus (Nastiti Rahajoe, Supriyatno Bambang, Setyanto Budi,
2008).
(Dawn A. Tamarkin, 2006)
Gambar 2.1Pembagian Saluran Nafas
8
2.4 Epidemiologi ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan masalah
kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian
ISPA terutama pada anak dan dewasa. Di negara berkembang kesakitan dan
kematian akibat ISPA bagian bawah mencapai 25%-50%. Angka kesakitan
ini lebih tinggi lagi pada daerah berpenduduk padat.
ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana
kesehatan. Sebanyak 40%-60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15%-
30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit di
sebabkan oleh ISPA.
Pada umumnya ISPA termasuk kedalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita ISPA yang
menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk
droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab ISPA
kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, disamping itu
terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di
sekitar penderita, trasmisi langsung dapat juga melalui ciuman,
memegang/menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan
penderita (Azwar, 1985).
Menurut John Gordon bahwa timbulnya suatu penyakit dipengaruhi
oleh adanya pengaruh faktor pejamu (host), agent, dan lingkungan
(Environment) yang digambarkan dengan tri angle (teori segitiga
epidemiologi).
9
Gambar 2.2. Neraca keseimbangan terjadinya gangguan kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian di berbagai negara, termasuk Indonesia dan
berbagai publikasi ilmiah dilaporkan berbagai faktor resiko yang meningkatkan
kejadia (morbiditas) ISPA yang akan dijelaskan berikut, yaitu:
a. Host (pejamu)
Faktor host adalah faktor-faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi
kerentanan pejamu terhadap faktor agent. Manusia yang keberadaannya
dipengaruhi oleh: umur, jenis kelamin, status gizi.
1. Umur
Anak-anak mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena Infeksi
Akut pernafasan Atas karena faktor perilaku pemberian ASI ekslusif dan
status gizi anak.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin laki-laki mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena
ISPA dibandingkan dengan anak perempuan, yaitu laki-laki 59% dan
perempuan 41%.
3. Status Gizi
Orang yang menderita malnutrisi berat dan kronis lebih sering terkena
ISPA dibandingkan orang dengan berat badan normal. Status gizi kurang
pada orang dewasa mempunyai resiko untuk terkena ISPA 2,5 kali lebih
besar dibandingkan dengan orang yang bergizi baik.
10
Envir
Envir
Agent
Agent
Host
Host
b. Agent (Infectious agent)
Agent suatu penyakit meliputi agent biologis dan non-biologis,
misalnya agent fisik, kimia. Agent biologis meliputi bakteri, virus, dan parasit.
ISPA disebabkan oleh berbagai infectious agent yang terdiri dari 300 lebih
jenis virus, bakteri, ricketsia. Di negara berkembang yang tersering sebagai
penyebab ISPA ialah Streptococcus pneumonia dan Haemofilus influenza.
Sedangkan di negara maju, dewasa ini ISPA pada orang dewasa umumnya
disebabkan oleh virus.
c. Environment (lingkungan)
Faktor lingkungan adalah elemen-elemen ekstrinsik yang dapat
mempengaruhi keterpaparan pejamu terhadap faktor agent. Faktor di luar
penderita yang akan mempengaruhi keberadaan host yang terdiri dari
lingkungan biologis, fisik dan sosial. Lingkungan fisik (termasuk unsur
kimia) meliputi udara, kelembaban, air, dan pencemaran udara. Kualitas
udara dalam ruangan dipengaruhi oleh:
1. Asap Dalam Ruangan
Penggunaan bahan bakar biomasa seperti kayu bakar, arang dan
minyak tanah muncul sebagai faktor resiko terhadap terjadinya ISPA. Rumah
dengan bahan bakar minyak tanah baik memberikan resiko terkena ISPA 3,8
kali lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar gas. Keadaan dapur yang
penuh dan lembab juga merupakan faktor resiko terjadinya infeksi
pernapasan.Paparan asap rokok memperberat timbulnya ISPA.
11
2. Ventilasi
Rumah yang berventilasi buruk lebih banyak anggota keluarganya
yang menderita ISPA dibandingkan dengan rumah yang ventilasinya
memenuhi syarat kesehatan. (Notoatmojo, 2007)
Tata Ruang dan Kepadatan Hunian
Anak yang tinggal dirumah yang padat (<10 m2/orang) akan mendapat
resiko ISPA sebesar 1,75 kali dibandingkan anak yang tinggal dirumah yang
tidakpadat.
Status Ekonomi dan Kependidikan
Keluarga dengan status ekonomi dan pendidikan lebih tinggi akan
lebih banyak membawa anak berobat ke fasilitas kesehatan dari pada status
ekonomi dan pendidikan rendah.
Konsep di atas adalah suatu konsep yang dinamis, setiap perubahan dari
ketiga lingkungan tersebut akan menyebabkan bertambah atau berkurangnya
kejadian suatu penyakit. Konsep penanggulangan masalah kesehatan tidak
bisa dilepaskan dari faktor-faktor timbulnya masalah kesehatan (Depkes RI
2012).
Faktor tersebut dapat digambarkan dalam skema timbulnya masalah
kesehatan yang dikemukakan oleh La Londe dan Henri L Blum, sebagai
berikut:
12
Gambar 2.3 Skema Faktor Yang Berperan Terhadap Timbulnya Masalah
Kesehatan Pada Individu, Keluarga dan Komunitas
2.5 Gejala Klinis ISPA
Penyakit ISPA meliputi hidung, telinga, tenggorokan (pharinx),
trachea, bronchioli dan paru. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anak dapat
menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti batuk, kesulitan
bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit telinga (Depkes RI,
1993). Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk dan pilek tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik.
Namun bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik akan menyebabkan
kematian (Depkes RI, 1993).
2.6 Klasifikasi ISPA
Berdasarkan lokasi anatomik (WHO, 2002):
a. Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Atas (ISPAa), yaitu infeksi yang
menyerang hidung sampai epiglotis, misalnya rhinitis akut, faringitis akut,
sinusitus akut dan sebagainya.
13
b. Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Bawah (ISPAb). Dinamakan sesuai
dengan organ saluran pernafasan mulai dari bagian bawah epiglotis sampai
alveoli paru misalnya trakhetis, bronkhitis akut, pneumoni dan sebagainya.
Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPAb) dikelompokkan dalam dua
kelompok umur yaitu (1) pneumonia pada anak umur 2 bulan hingga 5 tahun
dan (2) pneumonia pada bayi muda yang berumur kurang dari dua bulan.
2.7 Tingkat Keparahan ISPA
Pembagian tingkat keparahan ISPA didasarkan atas gejala-gejala
klinis yang timbul (WHO, 2002). Adapun pembagiannya sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tingkat Keparahan ISPAISPA ringan ISPA sedang ISPA berat
1.Batuk2.Pilek dengan atau tanpa demam
1. Batuk2. Pilek dengan atau tanpa demam3. Pernapasan cepat- Umur <1 tahun : 50 kali
1. Batuk2. Pilek dengan atau tanpa demam3. Pernapasan cepat- Umur <1 tahun : 50 kali
per menit atau lebih- Umur 1-5 tahun : 40 kali per menit4. Wheezing (mengi) yaitu napas bersuara5. Sakit atau keluar cairan dari telinga6. Bercak kemerahan (campak)
per menit atau lebih- Umur 1-5 tahun : 40 kali per menit4. Wheezing (mengi) yaitu napas bersuara5. Sakit atau keluar cairan dari telinga6. Bercak kemerahan (campak)7. Penarikan dinding dada8. Kesadaran menurun9. Bibir/kulit pucat kebiruan10. Stridor yaitu suara napas seperti mengorok
14
2.8 Pemeriksaan Penunjang ISPA
Teknik radiografi
1. Rontenogram dada
2. Tomografi terkomputasi dan foto reso-nansi magnetik (computed
tomography/ct , magnetic resonance imaging/mri)
3. Foto sal.pernafasan atas
4. Foto sinus, hidung
5. Fluoroskopi
6. Pemeriksaan kontras (penelanan barium, bronkogram, arteriogram pul-
monal, aortogram, pneumoperitonium/toraks, radionuklid).
Endoskopi
7. Laringoskopi
8. Bronkoskopi
9. Pencucian bronkoalveolus
10. Torakoskopi.
Torasentesis
11. Untuk diagnostik dan terapeutik
12. Cairan diambil dr ruang pleura dg pungsi jarum
13. Komplikasi : infeksi, pneumotoraks ,perdarahan
14. Spesimen yg diperoleh : dibiak, mikroskopis, evaluasi protein dan
hitung jenis total (transudat atau eksudat).
Sadapan paru perkutan
Biopsi paru
Untuk diagnosis penyakit noninfeksi yg berlangsung lama.
15
Transiluminasi dinding dada
Untuk diagnosis pneumotoraks bayi sampai dengan usia 6 bulan.
Mikrobiologi
Merupakan diagnosis spesifik untuk infeksi saluran nafas.
Analisa gas darah
15. Sebagai uji fungsi paru yg paling berguna, yaitu untuk evaluasi
pertukaran gas darah dg pengukuran langsung tekanan O2, tekanan
CO2, Ph arteri
16. Misalnya pada penderita : sianosis, hipoksemia, acidosis/alkalosis,
syok,dll.
Uji fungsi paru (Depkes RI, 2012).
2.9 Penatalaksanaan ISPA
Penemuan dini penderita ISPA dengan penatalaksanaan kasus yang
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program
(turunnya kematian karena ISPA dan turunnya penggunaan antibiotik dan
obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk
standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi
penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi
penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan
kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman
sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Terapi yang diberikan pada penyakit ini biasanya pemberian
antibiotik, walaupun kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus yang dapat
16
sembuh dengan sendirinya tanpa pemberian obat-obatan terapeutik,
pemberian antibiotik dapat mempercepat penyembuhan penyakit ini
dibandingkan hanya pemberian obat-obatan symptomatic, selain itu dengan
pemberian antibiotik dapat mencegah terjadinya infeksi lanjutan dari
bacterial. Pemilihan antibiotik pada penyakit ini harus diperhatikan dengan
baik agar tidak terjadi resistensi kuman atau bakterial di kemudian hari.
Namun pada penyakit ISPA yang sudah berlanjut dengan gejala dahak dan
ingus yang sudah menjadi hijau, pemberian antibiotik merupakan keharusan
karena dengan gejala tersebut membuktikan sudah ada bakteri yang terlibat
(Rasmaliah, 2004).
17
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Data angka kesakitan Infeksi Akut Saluran Pernafasan Atas di Puskesmas
Tembelang.
1.1.1. Sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas Tembelang
Hasil laporan sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas Tembelang
pada tahun 2014 didapatkan Infeksi Saluran Pernapasan Atas, Gangguan
jaringan ikat, otot, synovium, tendon dan jaringan lunak lainnya,
hipertensi primer, Common cold, Penyakit esophagus lambung dan usus,
psikosa non organic, gangguan neurotic akibat stress dan somatoform,
Diabetes Mellitus, Dermatitis, Asma. Hal ini digambarkan dengan diagram
3.1 berikut:
Diagram 3. 1 Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Tembelang Tahun 2014
18
Berdasarkan diagram diatas didapatkan terbanyak pertama ialah Infeksi
Akut Pernapasan Atas sebanyak 1000 orang (13,59%) menurut jumlah kujungan,
dan persentase menurut jumlah penduduk total kecamatan Tembelang (50.907)
sebanyak 1,96%. ISPA atas menempati terbanyak ketiga pada tahun 2014 dan
terbanyak pertama pada tahun 2013, Hal ini digambarkan dengan diagram 3.2
dibawah ini :
TahunBulan
2013 2014
Januari 43 89Februari 48 124Maret 90 81April 79 87Mei 72 83Juni 86 77Juli 60 76
Agustus 59 71September 59 82Oktober 74 60
November 63 85Desember 40 85
Total 772 1000Tabel 3.1 Perbandingan kejadian Infeksi Akut Saluran Pernapasan Atas pada tahun 2013
dan 2014
19
Diagram 3. 2 Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Tembelang Tahun 2013
3.2 Angka Kesakitan Infeksi Akut Saluran Pernapasan Atas berdasarkan
waktu, tempat,usia
3.2.1 Angka Kesakitan Infeksi Akut Saluran Pernapasan Atas berdasarkan
waktu
Berdasarkan angka kesakitan Infeksi Akut Pernapasan Atas Tahun
2014 mencapai puncak pada bulan Februari sebanyak 124 orang (13%).
Pada bulan Maret 2013 didapatkan sebanyak 90 orang (12%). Tahun 2014
kejadian Infeksi akut pernafasan atas terendah terjadi pada bulan Oktober
sebanyak 60 orang (6%), lain dengan tahun 2013 bulan Desember
merupakan terendah sebanyak 40 orang (5%). Hal ini digambarkan dalam
tabel 3.3 dan diagram 3.5.
Tahun 2013 2014
20
BulanJanuari 43 89Februari 48 124Maret 90 81April 79 87Mei 72 83Juni 86 77Juli 60 76
Agustus 59 71September 59 82Oktober 74 60
November 63 85Desember 40 85
Total 772 1000Tabel 3.3 Angka Kesakitan Infeksi Akut Saluran Pernapasan Atas berdasarkan waktu
Diagram 3.5 Angka Kesakitan Infeksi Akut Saluran Pernapasan Atas berdasarkan
waktu
3.2.2 Angka Kesakitan Infeksi Akut Pernapasan Atas berdasarkan tempat
Puskesmas Tembelang memiliki tujuh wilayah, dimana angka
kesakitan Infeksi Akut Pernapasan Atas pada tahun 2014 tertinggi terjadi
di wilayah Pesantren sebanyak 235 orang (24%) , kemudian Tampingmojo
sebanyak 172 orang (17%), Kedunglosari sebanyak 114 orang (11%), dan
terendah di wilayah kalikejambon sebanyak 41 orang (4%) Hal ini sama
dengan tahun 2013 wilayah Pesantren merupakan tempat tertinggi
sebanyak 186 orang (24%), kemudian Mojokrapak sebanyak 148 oang
21
(19%), Tampingmojo sebanyak 123 orang (15%), Sentul sebanyak 96
orang (12%), Tembelang merupakan yang terendah sebanyak 76 orang
(9%), Hal ini dikarenakan desa pesantren merupakan desa yang memiliki
sanitasi kurang dan penduduk desa pesantren merupakan terbanyak yang
pernah berobat ke puskesmas tembelang. Selain itu, di kawasan desa
pesantren sedang berlangsung pembangunan jalan tol mojokerto-
kertosono sehingga menimbulkan banyak polusi udara. Digambarkan pada
tabel 3.4 dan diagram 3.6 berikut:
Wilayah Tembelang Kedunglosari Tampingmojo Sentul Pesantren Mojokrapak Kalikejambon
2014 106 114 172 96 235 96 41
2013 76 81 123 96 186 148 80
Tabel 3.4 Angka Kesakitan infeksi akut saluran pernafasan atas berdasarkan tempat
Diagram 3.6 Angka Kesakitan infeksi akut saluran pernafasan atas berdasarkan tempat
3.2.3 Angka Kesakitan infeksi akut saluran pernafasan atas berdasarkan usia
Angka kesakitan infeksi akut pernafasan atas di Puskesmas Tembelang
berdasarkan usia tahun 2014 terbanyak usia 20 tahun sampai 44 tahun
sebanyak 358 orang , kemudian usia kurang dari 5-19 sebanyak 270 orang
sama dengan tahun 2013, usia 20 tahun sampai 44 tahun merupakan usia
22
0
50
100
150
200
250
2014
2013
terbanyak terjadinya infeksi akut saluran pernafasan atas sebanyak 240 orang
kemudian usia 5-19 tahun sebanyak 230. Hasil yang didapatkan sesuai dengan
gambaran epidemiologi ISPA di Indonesia berdasarkan usia 5-15 tahun
sebanyak 42,1%, dan dewasa sebanyak 23,8%. Disamping itu ternyata
didapatkan balita yang menderita infeksi akut saluran pernafasan atas, pada
tahun 2014 sebanyak 5 orang dan ditahun 2013 sebanyak 8 orang. hal ini
sesuai dengan teori bahwa ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang
penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu
kira-kira 1 dan 4 kematian yang terjadi.
Angka kesakitan berdasarkan usia digambarkan pada tabel 3.5 dan
diagram 3.7 dibawah ini:
USIA JUMLAH2014
JUMLAH2013
<1 TAHUN 1 2
1-4 TAHUN 4 6
5-9 TAHUN 150 110
10-14 TAHUN 66 58
15-19 TAHUN 64 62
20-44 TAHUN 368 240
45-54 TAHUN 130 109
55-59 TAHUN 80 66
60-69 TAHUN 100 85
23
>70 TAHUN 37 34
TOTAL 1000 772
Tabel 3.5 Angka Kesakitan infeksi akut saluran pernafasan atas berdasarkan usia
Diagram 3.7 Angka Kesakitan infeksi akut saluran pernafasan atas berdasarkan usia
24
3.2.4 Angka Kesakitan infeksi akut saluran pernafasan atas berdasarkan
jenis kelamin
Angka Kesakitan infeksi akut pernafasan atas berdasarkan jenis
kelamin didapatkan terbanyak oleh jenis kelamin perempuan pada tahun
2014 sebanyak 561 orang (57%) dan begitu pula tahun 2013 sebanyak 428
orang (55%). Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Infeksi
Akut Saluran Pernafasan Atas terjadi pada semua kalangan, termasuk
perempuan. Kejadian ini dipengaruhi oleh hal yang sama seperti
pencemaran lingkungan (udara) yang banyak berasal dari kendaraan
bermotor, bahan bakar, asap rokok (perokok aktif maupun pasif),
penggunaan obat anti nyamuk, pelarut organik yang mudah menguap
(formaldehid) yang banyak dipakai pada peralatan perabot rumah tangga
dan sebagainya.Hal ini digambarkan pada tabel 3.6, diagram 3.8, dan
diagram 3.9 dibawah ini:
TAHUN 2014 2013
Jenis Kelamin L P L P
Total421 561 344 428
Tabel 3.6 Angka Kesakitan infeksi akut saluran pernafasan atas berdasarkan jenis
kelamin
25
Diagram 3.8 Angka Kesakitan infeksi akut saluran pernafasan atas berdasarkan jenis kelamin tahun 2014
Diagram 3.9 Angka Kesakitan infeksi akut saluran pernafasan atas berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2013
3.2.5 Sosial-Ekonomi
Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah Petani. Adapun
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini.
Tabel 2.4 Data Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2014
No Mata pencaharian Jumlah
1. Petani 9.687
2. Pegawai Negeri 926
3. Wiraswasta 3.715
4. Pegawai Swasta 5.895
26
5. TNI & POLRI 286
6. Pensiunan PNS & TNI 652
Jumlah 21.161
(Sumber: Data Demografi Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, 2014)
3.2.6 Agama dan Sarana Ibadah
Agama yang dipeluk oleh penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tembelang
Kecamatan tembelang , Kabupaten Jombang sebagian besar adalah agama Islam.
Tabel 2.5 Data Penduduk Menurut Agama
No Agama Jumlah
1. Islam 53.731
2. Kristen Protestan 97
3. Kristen Katholik 68
4. Hindu 0
5. Budha 0
6. Kepercayaan 0
Jumlah 53.896
Tabel 2.6 Data Sarana Ibadah
No Agama Jumlah
1. Masjid 41
2. Mushola 169
3. Gereja Protestan 4
4. Gereja katolik 0
5. Pura 0
6. Vihara 0
27
Jumlah 214
(Sumber: Data Demografi Kecamatan Tembelang, Kabupaten Tembelang, 2014)
3.2.7 Pendidikan
Sarana pendidikan yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Tembelang
Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang adalah seperti yang terlihat pada
tabel 2.7.
Tabel 2.7 Jumlah penduduk di Kecamatan Tembelang menurut Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah
TK 1.192
SD / sederajat 11.623
SLTP / sederajat 9.645
SLTA / sederajat 8.144
Perguruan Tinggi 1.132
(Sumber: Data Demografi Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, 2014)
3.3 Faktor-faktor penyebab infeksi akut saluran pernafasan atas di Puskesmas
Tembelang
Analisis Karakteristik Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Infeksi Akut Pernafasan Atas berdasarkan La Londe dan Hendri
L.Blum
Dari hasil data diatas didapatkan kejadian infeksi akut pernafasan atas
di wilayah kerja Puskesmas Tembelang Kota Jombang menempati urutan
pertama pada tahun 2014 yaitu kejadian infeksi akut pernafasan atas tahun
2014 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013. Angka kesakitan
infeksi akut pernafasan atas tertinggi tahun 2014 terjadi pada bulan februari ,
28
tahun 2013 terbanyak pada bulan maret dan usia 20 tahun sampai 44 tahun
merupakan usia terbanyak pada infeksi akut pernafasan atas di Puskesmas
Tembelang pada tahun 2014 dan tahun 2013.
Dari data diatas diketahui bahwa ada peningkatan kejadian infeksi
akut pernafasan atas 2014 dan 2013 selisihnya 34 kasus (1%). Untuk melihat
perkembangan epidemiologi suatu penyakit tertentu dapat dilihat sebuah
trend. Dalam makalah ini perkembangan penyakit dianalisis berdasarkan
trend dua tahunan.
Berdasarkan data terjadi peningkatan angka kesakitan infeksi akut
pernafasan atas pada tahun 2014 hal ini di sebabkan dari berbagai sebab,
diantaranya faktor perilaku, lingkungan, psiko-sosio-biologi/genetik, dan
pelayanan kesehatan atau menurut teori segita epidemiologi host, agent, dan
environment.
3.3.1 Faktor Perilaku
Umur 22 tahun-40 tahun merupakan usia orang dewasa yaitu sering
makan makanan yang mengandung bahan pengawet, pemanis buatan, pewarna
makanan yang terbuat dari textile, mengandung MSG, serta gemarnya
penggunaan rokok dalam kehidupan sehari-hari. sehingga merupakan salah
satu penyebab terjadinya Infeksi Akut Pernafasan Atas di Tembelang pada
tahun 2014, 2013 dan usia ini menempati angka kesakitan terbanyak.
3.3.2 Faktor Psikososiobiologi/Genetik
Banyaknya penyebab terjadinya Infeksi akut Pernafasan Atas di
Puskesmas Tembelang diakibatkan oleh bakteri dan virus.
29
3.3.3 Faktor Lingkungan
Kejadian Infeksi Akut Pernafasan atas yang fluktuatif dipengaruhi oleh
musim. Selain itu, antara musim hujan dan musim kemarau di Kota Jombang
tidak menunjukkan batas waktu yang jelas, cenderung bergeser tiap tahunnya,
disebabkan perubahan iklim secara global dan kelembapan udara di kota
jombang cukup tinggi, sehingga ada pengaruh musim terhadap penyakit Infeksi
Akut Pernafasan atas yang terjadi sepanjang tahun.
Banyaknya warga pendatang, seperti sewa rumah dan rumah kost,
menyebabkan kapasitas satu rumah yang lebih, sehingga kualitas udaranyapun
mengalami penurunan.
Jumlah penduduk di Kelurahan Tembelang merupakan jumlah penduduk
terbanyak di wilayah kerja Puskesmas tembelang, sedangkan kepadatan kasus
belum terhitung. Selain itu karena kepadatan penduduknya tinggi penyakit
infeksi menjadi lebih cepat menular dari orang ke orang. Lingkungan rumah
yang memenuhi standar rumah sehat, dimana masih banyak rumah yang tidak
memenuhi kriteria rumah sehat juga mempengaruhi peningkatan terjadinya
infeksi akut pernafasan atas.
Masih banyaknya dalam lingkungan sekitar yang merokok, dimana
penyakit infeksi akut saluran pernafasan atas yang terbanyak diderita oleh
masyarakat yang paling rawan terutama orang dewasa karena orang dewasa
yang rentan terhadap lingkungan seperti kebiasaan merokok sebagai perokok
aktif maupun perokok pasif.
3.4 Faktor Pelayanan Kesehatan
30
Dari segi pelayanan kesehatan, di puskesmas Tembelang tidak
didapatkan suatu permasalahan, dimana wilayah kerja puskesmas Tembelang
sarana prasana kesehatan dan tenaga kesehatan telah memadai. Terlihat dari 7
kelurahan , jumlah penduduk pada tahun yaitu 53.892 jiwa. Untuk tenaga
kesehatan terdapat 2 orang dokter umum, sarjana kesehatan masyarakat
sebanyak 1 orang, bidan 12 orang, perawat kesehatan sebanyak 16 orang,
sanitarian sebanyak 1 orang, petugas gizi sebanyak 1 orang dan terdapat dokter
swasta, bidan sawasta maupun klinik-klinik kesehatan lainnya. Namun,
Kesadaran masyarakat untuk berobat masih tinggi.
3.5 Upaya-Upaya Pencegahan dan Intervensi Penyakit Infeksi Akut Saluran
Pernafasan Atas
Pencegahan penyakit Infeksi Akut Saluran Pernafasan Atas
berdasarkan konsep natural history of disease, maka kita mengenal 3 fase
proses perkembangan penyakit, dimulai dari fase prepatogenesis, fase
Patogenesis dan fase Convalesence. Upaya Pencegahan ini dikenal
sebagai tiga tingkatan kesehatan pencegahan (three level of prevention),
sebagai berikut:
Primary Level of Prevention
Promosi Kesehatan (Promotion of Health)
Promotion of Health penyakit Infeksi Akut Saluran Pernafasan Atas dapat
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya:
Penyuluhan Infeksi Saluran Pernafasan Atas, Penyuluhan Rokok
Pemasangan poster - poster tentang tidak merokok
Standar nutrisi yang terdapat dalam makanan yang sehat
31
Pelayanan rutin remaja dan lansia di posyandu
Perlindungan khusus (spesific protection)
Pemakaian masker
Secondary Level of Prevention
Diagnosis dini dan pengobatan segera (early case detection and prompt treatment)
Penyeragaman penegakkan diagnosis Infeksi Akut Saluran Pernafasan Atas
berdasarkan dengan perhitungan Respiratory Rate menggunakan Respiratory Rate
Timer,serta penegakan diagnosis berdasarkan Pedoman Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular Dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia 2004.
Mensosialisasikan tanda dini Infeksi Akut Saluran Pernafasan Atas kepada kader
posyandu remaja, lansia dan seluruh penduduk Tembelang.
Pembatasan cacat (disability limitation)
Penyeragaman pengobatan serta sistem rujukan Infeksi Akut Saluran Pernafasan
Atas dengan mengacu pada tatalaksana penderita batuk dan kesukaran bernafas
pada orang dewasa berdasarkan Pedoman Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular Dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia 2004.
3. Tertiary Level of Prevention
Rehabilitasi dengan kunjungan rumah untuk meningkatkan status kesehatan.
32
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari data di dapatkan penderita Infeksi Akut Saluran Pernafasan Atas
sebanyak 1000 penderita (13,59%) menurut jumlah kujungan, dan persentase
menurut jumlah penduduk total kecamatan Tembelang (50.907) sebanyak
1,96%. Jumlah penderita ISPA atas berdasarkan jenis kelamin perempuan
pada tahun 2014 sebanyak 589 orang (57%) dan begitu pula tahun 2013
sebanyak 438 orang (55%).
Dari data di dapatkan penderita Infeksi Akut Saluran Pernafasan Atas
berdasarkan usia tahun 2014 terbanyak usia 20 tahun sampai 44 tahun
sebanyak 344 orang (36%), kemudian usia kurang dari 19 tahun sebanyak 305
orang (32%), dan usia lebih dari 45 tahun sebanyak 313 orang (33%). Sama
dengan tahun 2013, usia 20 tahun sampai 44 tahun merupakan usia terbanyak
terjadinya infeksi akut pernafasan atas sebanyak 300 orang (38 %), kemudian
usia < 19 tahun sebanyak 262 orang (34%) , usia lebih dari 45 tahun sebanyak
211 orang (27%) Kekurangan dari penelitian ini adalah kami tidak bisa
mendapatkan angka kematian yang disebabkan karena ISPA, sehingga kami
tidak bisa membandingkan kesesuaian dengan epidemiologi mortalitas di
Indonesia.
Puskesmas Tembelang memiliki tujuh wilayah, dimana angka
kesakitan Infeksi Akut Pernapasan Atas pada tahun 2014 tertinggi terjadi di
wilayah Pesantren sebanyak 235 orang (24%) , kemudian Tmpingmojo
33
sebanyak 172 orang (17%), Kedunglosari sebanyak 114 orang (11%), dan
terendah di wilayah kalikejambon sebanyak 41 orang (4%) Hal ini sama
dengan tahun 2013 wilayah Pesantren merupakan tempat tertinggi sebanyak
186 orang (24%), kemudian Mojokrapak sebanyak 148 oang (19%),
Tampingmojo sebanyak 123 orang (15%), Sentul sebanyak 96 orang (12%),
Tembelang merupakan yang terendah sebanyak 76 orang (9%). Dari hasil data
sekunder diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa Infeksi Akut Saluran
Pernafasan Atas masih perlu dijadikan perhatian oleh para tenaga medis di
wilayah Puskesmas tembelang pada umumnya, dan desa Pesantren pada
khususnya.
4.2 Saran
1. Dinas Kesehatan Kota
Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota untuk lebih memperhatikan
pencapaian tujuan program pemberantasan penyakit ISPA, dengan lebih
memperhatikan pelaksanaan promosi penanggulangan ISPA, khususnya
Infeksi Akut Saluran Pernafasan Atas, menemukan penderita, melaksanakan
tatalaksana standar penderita dengan deteksi dini, pengobatan yang tepat dan
segera, serta melaksanakan pengawasan dan penjagaan kesakitan dan
kematian.
2. Puskesmas Tembelang
Diharapkan kepada pihak Puskesmas Tembelang khususnya bagian
pelaksanaan promosi kesehatan untuk mengupayakan pelaksanaan promosi
ISPA atas, penanggulangan ISPA atas, mulai dari menemukan penderita,
melaksanakan tatalaksana standar penderita dengan deteksi dini, pengobatan
34
yang tepat dan segera, serta melaksanakan pengawasan dan penjagaan
kesakitan di wilayah kerja Puskesmas Tembelang karena pada tahun 2014
masih cukup tinggi.
35
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, 1985. Infeksi saluran pernafasan atas, www.http//Infeksi saluran nafas
atas. Jakarta : 1980.
Dawn A. Tamarkin , 2006, Anatomi saluran pernafasan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993, Infeksi Saluran Pernafasan
Akut.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002, Epidemiologi ISPA,Jakarta :
2001.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012, Pedoman Pengendalian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan,
2012.
Djaja. S, dkk, 2001, Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Pada Balita, Buletin Kesehatan Indonesia, Vol. 29 No.
03.
Nelson E, Behrman E, Kliegman et al, 2000, Respiratory infection.
Notoatmodjo, Metodologi Penelitian, 2007. Jakarta EGC: 2006.
Rasmaliah, 2004, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Dan
Penanggulangannya, Digital Library, Universitas Sumatra Utara.
World Health Organization, 2002, Infeksi saluran pernafasan atas, world health
organization 2002.
36
World Health Organization, 2007, Pedoman Interim WHO “Pencegahan dan
pengendalian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung
menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas pelayanan kesehatan, Trust
Indonesia Partner in Development.
37