epistaksis case

Upload: anon866415618

Post on 04-Apr-2018

251 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    1/22

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat

    dengan kriptus di dalamnya, berbentuk bulat lonjong yang melekat pada kanan dan kiri

    tenggorok.1 Terdapat 4 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina, tonsil

    lingual, dan tonsil tubaria, membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Cincin

    Waldeyer yang merupakan jaringan limfoid berperan sebagai daya pertahanan lokal dan

    membentuk imunitas .

    Tonsilitis adalah inflamasi pada tonsil palatina yang disebabkan oleh infeksi virus atau

    bakteri.1 Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil

    berfungsi sebagai penyaring yang menyelimuti mikroorganisme dengan sel-sel darah putih.Hal

    ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi

    berikutnya. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus maka

    akan terjadi tonsilitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsilitis, yaitu tonsilitis akut,

    tonsilitis membranosa, dan tonsilitis kronis.1

    Tonsilitis merupakan penyakit yang sangat umum terjadi terutama pada anak-anak.

    Menurut Prof. Suardana (2006) bahwa sekitar 40% hingga 60% orang yang berobat ke rujukan

    pertama kesehatan di Indonesia atau Puskesmas adalah penderita Infeksi Saluran Pernapasan

    Atas (ISPA). Keluhan seperti nyeri tenggorokan, batuk dan pilek sebagai gejala tanda infeksi

    saluran pernapasan bagian atas yang sering disertai dengan masalah pada telinga adalah jumlah

    terbesar dari pasien yang datang berkunjung ke pelayanan kesehatan, terutama anak-

    anak.1,2Lokasi tonsil pada saluran pernafasan dan pencernaan menyebabkan tidak jarang

    terkena infeksi hingga memungkinkan menjadi sarang (fokal) infeksi, serta bisa juga membesar

    dan mengganggu proses menelan atau pernafasan, sehingga tonsilitis kronis tanpa diragukan

    merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit tenggorokan yang berulang.2

    Pada radang tonsil yang kronis dapat menimbulkan komplikasi baik ke darerah sekitar

    ataupun komplikasi yang jauh.Pengobatan pada tonsilitis kronis dengan indikasi dan prognosis

    yang buruk adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).2

    BAB II

    1

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    2/22

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Tonsil Palatina

    2.1.1. Anatomi

    Tonsil palatina merupakan suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa

    tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (m. palatoglossus) dan pilar

    posterior (m. palatopharyngeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing

    tonsil mempunyai 10-30 kripti yang meluas ke dalam jaringan tonsil.Kripta lebih berlekuk pada

    pada kutub atas tonsil,menjadi mudah tersumbat,sehingga bakteri patogen dapat tumbuh

    dengan mudah. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong

    diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsil. 3

    Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsil palatina adalah : 2,4

    1. Anterior : arcus palatoglossus

    2. Posterior : arcus palatopharyngeus

    3. Superior : palatum mole

    4. Inferior : 1/3 posterior lidah

    5. Medial : ruang orofaring

    6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan areolar

    longgar. Terdapat a. carotis interna sekitar 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsila.

    Gambar 1. Anatomi Tonsil4

    Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa

    kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan

    medial bentuknya bervariasi dan mempunyai celah yang disebut kripti. Di dalam kripti

    ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, sisa makanan. Permukaan lateral tonsil

    2

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    3/22

    melekat pada fasia faring yang sering disebut kapsul tonsil, yang tidak melekat erat pada otot

    faring.1,3

    2.1.2. Vaskularisasi

    Arteri terutama masuk melalui polus caudalis, tapi juga bisa melalui polus cranialis.

    Melalui polus caudalis : rr. tonsilaris a. dorsalis linguae, a. palatina ascendens dan a. facialis.

    Melalui polus cranialis : rr. tonsilaris a. pharyngica ascendens dan a. palatina minor. Semua

    cabang-cabang tersebut merupakan cabang dari a. carotis eksterna.5

    Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsilaris v. lingualis dan di sekitar

    kapsula tonsilaris membentuk pleksus venosus yang mempunyai hubungan dengan pleksus

    fariangeal. Vena paratonsilaris dari palatum mole menuju ke bawah lewat pada bagian atas

    tonsilar bed untuk menuangkan isinya ke dalam pleksus faringeal.5

    Gambar 2. Pendarahan tonsil2

    2.1.3. Inervasi

    Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion

    sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.4

    2.2 Tonsilitis Kronik

    2.2.1. Defenisi

    Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

    Waldeyer.1 Proses peradangan biasanya meluas sampai ke daerah adenoid dan tonsil

    lingual.Sedangkan tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil setelah serangan akut yang

    terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis.3

    Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang

    tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar

    disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar

    detritus.2

    3

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    4/22

    2.2.2. Etiologi

    Bakteri penyebab tonsilitis kronis sama halnya dengan tonsilitis akut yaitu kuman

    Streptokokus beta hemolitikus grup A, Pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus

    piogenes, Stafilokokus , Hemophilus influenza, namun terkadang ditemukan bakteri golongan

    gram negatif. 1

    2.2.3. Faktor Predisposisi

    Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian tonsilitis kronis, yaitu :1

    1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)

    2. Higiene mulut yang buruk

    3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)

    4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)

    5. Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)

    6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

    2.2.4. Patologi

    Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripti tonsil .Karena proses radang

    berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan

    jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripti akan

    melebar, ruang antara kelompok melebar yang akan diisi oleh detritus (akumulasi epitel yang

    mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna

    kekuning-kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul

    perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak-anak proses ini disertai dengan

    pembesaran kelenjar submandibula.1

    Gambar 3. Hipertrofi tonsil5

    2.2.5.Manifestasi Klinis

    4

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    5/22

    Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang

    berulang-ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi),

    nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa

    kering dan pernafasan berbau.1,3,4

    Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang

    mungkin tampak, yakni :1,3,4

    1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar, kripte

    yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.

    2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di

    dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang

    purulen.

    Gambar 4. Ukuran tonsil6

    Ukuran tonsil dibagi menjadi:4

    T0 : Post tonsilektomi

    T1 : Tonsil masih terbatas dalam fossa tonsilaris

    T2 : Sudah melewati pilar anterior, tapi belum melewati garis paramedian

    (pilar posterior)

    T3 : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median

    T4 : Sudah melewati garis median

    2.2.6 Diagnosis

    1. Anamnesis

    Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus,

    sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam

    dan nyeri pada leher.1,3,7

    2. Pemeriksaan Fisik

    5

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    6/22

    Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta

    mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada

    beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak

    terlihat pada kripta. 1,3,7

    3. Pemeriksaan Penunjang

    Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil.

    Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan berbagai derajat keganasan,

    seperti Streptokokus beta hemolitikus grup A, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau

    Pneumokokus.1,3,7

    2.2.7 Diagnosis Banding

    Terdapat beberapa diagnosis banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai berikut 1,8

    1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan pseudomembran atau adanya membran semu yang

    menutupi tonsil /tonsilitis membranosa

    a. Tonsilitis Difteri

    b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)

    c. Mononukleosis Infeksiosa

    2. Penyakit kronik faring granulomatus

    a. Faringitis Tuberkulosa

    b. Faringitis Luetika

    c. Lepra (Lues)

    d. Aktinomikosis Faring

    3. Tumor tonsil

    2.2.8 Komplikasi

    Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar

    atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai

    komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :6

    1. Komplikasi sekitar tonsil

    a. Peritonsilitis

    b. Abses Peritonsilar (Quinsy)

    c. Abses Parafaringeal

    d. Abses Retrofaring

    6

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    7/22

    e. Krista Tonsil

    2. Komplikasi Organ jauh

    a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik

    b. Glomerulonefritis

    c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

    d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

    e. Artritis dan fibrositis.

    2.2.9 Penatalaksanaan

    1.Terapi medikamentosa

    Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama, irigasi

    tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi

    (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau berulang-

    ulang.1,3

    2. Tindakan operatif

    Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam

    bukuDe Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan

    yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757).6,7

    Indikasi tonsilektomi1

    Indikasi tonsilektomi berdasarkan The American Academy of Otolaryngology-Head

    and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995:1

    1. Serangan tonsilitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi yang

    adekuat

    2. Tonsil hipertropi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan

    pertumbuhan orofasial.

    3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas,sleep

    apneu, gangguan menelan, gangguan bicara, dan cor-pulmonale.

    4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil

    hilang dengan pengobatan.

    5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

    6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptokokus beta hemolitikus.

    7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.

    8. Otitis media efusa/otitis media supratif.

    7

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    8/22

    Teknik operasi7

    Teknik operasi yang optimal dengan morbiditas yang rendah sampai sekarang masih

    menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyembuhan

    luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam. Pemilihan jenis teknik operasi difokuskan pada

    morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperatif dan pasca operatif serta durasi operasi.

    Beberapa teknik tonsilektomi dan peralatan baru ditemukan disamping teknik tonsilektomi

    standar.

    Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine

    dan diseksi . Beberapa teknik tonsilektomi diantaranya :

    1. Guillotine

    Tonsilektomi guillotine dipakai untuk mengangkat tonsil secara cepat dan

    praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas tonsil

    beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak

    seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat.

    2. Teknik Diseksi

    Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Metode

    pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam anestesi.

    Tonsil digenggam dengan menggunakan klem tonsil dan ditarik kearah medial,

    sehingga menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle knife

    dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut.

    3. Teknik elektrokauter

    Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai

    kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa

    radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio

    yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz.

    Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi

    saraf atau jantung.

    4. Radiofrekuensi

    Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan.

    Densitas baru disekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuka kerusakan

    8

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    9/22

    bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah

    jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.

    5. Skapel harmonik

    Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan

    mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.

    6. Teknik Coblation

    Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang untuk karena

    dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis

    jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari

    radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan

    membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma

    tersebut akan mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan plasma

    dengan partikel yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil.

    Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi

    molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan

    jaringan sekitar.

    7.Intracapsular partial tonsillectomy

    Intracapsulartonsilektomi merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan

    dengan menggunakan microdebrider endoskopi. Microdebrider endoskopi bukan

    merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain

    yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan

    jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.

    8. Laser (CO2-KTP)

    Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium

    Titanyl Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Teknik ini

    mengurangi volume tonsil dan menghilangkan reses pada tonsil yang menyebabkan

    infeksi kronik dan rekuren.

    Komplikasi Tonsilektomi6,7

    9

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    10/22

    Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum,

    sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan

    anestesi.

    1. Komplikasi anestesi

    Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Komplikasi

    yang dapat ditemukan berupa :

    Laringospasme

    Gelisah pasca operasi

    Mual muntah

    Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi

    Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung

    Hipersensitif terhadap obat anestesi.

    2. Komplikasi Bedah

    a) Perdarahan

    Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus). Perdarahan dapat

    terjadi selama operasi,segera sesudah operasi atau dirumah. Kematian akibat

    perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena

    perdarahan dan dalam jumlah yang sama membutuhkan transfusi darah.

    b) Nyeri

    Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf

    glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang menyebabkan

    iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya

    14-21 hari setelah operasi.

    c) Komplikasi lain

    Demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara (1:10.000), aspirasi, otalgia,

    pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir, lidah,

    gigi dan pneumonia.

    BAB III

    10

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    11/22

    ILUSTRASI KASUS

    IDENTITAS PASIEN

    Nama : Wirda

    Umur : 46 tahun

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Alamat : Lintau Buo

    Suku Bangsa : Minang

    ANAMNESIS

    Seorang pasien perempuan berumur 52 tahun dirawat di bangsal THT RSUD. Achmad

    Mochtar, sejak 13 Oktober 2011 dengan :

    Keluhan Utama : Keluar darah dari kedua lubang hidung sejak 11 hari yang lalu.

    Keluhan tambahan : tidak ada

    Riwayat penyakit sekarang :

    Keluar dari kedua lubang hidung sejak 10 hari yang lalu, frekuensi 1. 3-4x/ hari, lama

    perdarahan lebih kurang 10 menit, darah tidak berhenti dengan penekanan hidung.

    Riwayat trauma hidung (-), riwayat demam (-), batuk pilek (-)

    Riwayat hidung sering tersumbat (-)

    Riwayat pendengaran berkurang (-), rasa penuh di telinga (-).

    Riwayat nyeri menelan (-)

    Pasien sudah berobat ke puskesmas dan dokter umum diberi tampon anterior dan obat

    makan, tapi perdarahan tidak berhenti, pasien dirujuk ke RS. Adnan Payakumbuh

    dirawat selama 2 hari, diberi tampon anterior dan obat makan tapi perdarahan tidak

    berhenti, pasien dirujuk ke RS. Achmad Mochtar Bukittinggi dengan keterangan

    epistaksis ec hipertensi.

    Riwayat penyakit dahulu :

    4 tahun yang lalu pasien pernah menderita hidung berdarah seperti sekarang dan

    dirawat selama 3 hari di RSUD Batusangkar.

    Riwayat hipertensi (+) sejak 4 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur

    Riwayat hiperkolesteronemia (+)

    Riwayat asma (+) sejak 20 tahun yang lalu, serangan terakhir 15 hari yang lalu

    11

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    12/22

    Riwayat penyakit keluarga :

    Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.

    Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan :

    Pasien adalah seorang ibu rumah tangga

    PEMERIKSAAN FISIK

    Status Generalis

    Keadaan Umum : Sedang

    Kesadaran : kompos mentis kooperatif

    Tekanan darah : 160/100 mmHg

    Frekuensi nadi : 88 x/menitFrekuensi nafas : 20 x/menit

    Suhu : 37,2 0C

    Pemeriksaan Sistemik

    Kepala : normochepal, rambut hitam, uban (+)

    Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

    Leher : tidak ditemukan pembesaran KGB

    Paru

    Inspeksi : simetris kiri, kanan statis dan dinamis

    Palpasi : fremitus kiri = kanan

    Perkusi : sonor kiri = kanan

    Auskultasi : suara nafas vesikuler normal, rhonki -/-, wheezing -/-

    Jantung

    Inspeksi : ictus tidak terlihat

    Palpasi : ictus kordis teraba 2 jari medial LMCS RIC V

    Perkusi: batas jantung normal

    Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada

    Abdomen

    Inspeksi : tak tampak membuncit

    Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

    Perkusi: timpani

    Auskultasi : bising usus + normal

    Extremitas : akral hangat,perfusi baik.

    12

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    13/22

    Status Lokalis THT

    Telinga

    Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

    Daun telinga

    Kel kongenital Tidak ada Tidak ada

    Trauma Tidak ada Tidak ada

    Radang Tidak ada Tidak ada

    Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada

    Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada

    Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada

    Diding liang

    telinga

    Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)

    Sempit

    Hiperemi Tidak ada Tidak ada

    Edema Tidak ada Tidak ada

    Massa Tidak ada Tidak ada

    Serumen

    Ada / Tidak ada ada

    Bau Tidak ada Tidak ada

    Warna kekuningan kekuningan

    Jumlah sedikit sedikit

    Jenis kering kering

    Membran timpani

    Utuh

    Warna Putih mengkilat Putih mengkilat

    Reflek cahaya (+) arah jam 5 (+) arah jam 7

    Bulging Tidak ada Tidak adaRetraksi Tidak ada Tidak ada

    Atrofi Tidak ada Tidak ada

    Perforasi

    Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada

    Jenis Tidak ada Tidak ada

    Kwadran Tidak ada Tidak ada

    Pinggir Tidak ada Tidak ada

    Gambar

    Tanda radang Tidak ada Tidak ada

    Fistel Tidak ada Tidak adaSikatrik Tidak ada Tidak ada

    13

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    14/22

    Mastoid Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

    Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

    Tes garpu tala

    Rinne ( + ) ( + )

    Schwabach Sama dengan

    pemeriksa

    Sama dengan

    pemeriksaWeber Tidak ada lateralisasi

    Kesimpulan Telinga N Telinga N

    Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

    Hidung

    Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra

    Hidung luar

    Deformitas Tidak ada Tidak adaKelainan kongenital Tidak ada Tidak ada

    Trauma Tidak ada Tidak ada

    Radang Tidak ada Tidak ada

    Massa Tidak ada Tidak ada

    Sinus paranasal

    Pemeriksaan Dekstra Sinistra

    Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

    Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

    Rinoskopi Anterior

    Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

    Vestibulum Vibrise Ada Ada

    Radang Tidak ada Tidak ada

    Cavum nasi

    Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)

    Sempit Tidak ada Tidak ada

    Lapang Tidak ada Tidak ada

    Sekret

    Lokasi Tidak ada Tidak ada

    Jenis Tidak ada Tidak adaJumlah Tidak ada Tidak ada

    Bau Tidak ada Tidak ada

    Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi

    Warna Merah muda Merah muda

    Permukaan Licin Licin

    Edema Tidak ada Tidak ada

    Konka media Ukuran Eutrofi Eutrofi

    Warna Merah muda Merah muda

    Permukaan Licin Licin

    Edema Tidak ada Tidak adaCukup Cukup lurus Cukup lupus

    14

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    15/22

    Septum

    lupus/deviasi

    Permukaan Licin Licin

    Warna Merah muda Merah muda

    Spina Tidak ada Tidak ada

    Krista Tidak ada Tidak ada

    Abses Tidak ada Tidak adaPerforasi Tidak ada Tidak ada

    Massa

    Lokasi Tidak ada Tidak ada

    Bentuk Tidak ada Tidak ada

    Ukuran Tidak ada Tidak ada

    Permukaan Tidak ada Tidak ada

    Warna Tidak ada Tidak ada

    Konsistensi Tidak ada Tidak ada

    Mudah digoyang Tidak ada Tidak ada

    Pengaruh

    vasokonstriktor

    Tidak ada Tidak ada

    Gambar

    Rinoskopi Posterior

    Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

    Koana

    Cukup lapang (N)

    Sempit

    Lapang

    Cukup lapang Cukup lapang

    Mukosa

    Warna Merah muda Merah muda

    Edem Tidak ada Tidak ada

    Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada

    Konka inferior

    Ukuran Eutrofi Eutrofi

    Warna Merah muda Merah muda

    Permukaan Licin Licin

    Edem Tidak ada Tidak ada

    Adenoid Ada/tidak Tidak ada Tidak ada

    Muara tuba

    eustachius

    Tertutup sekret Tidak ada Tidak ada

    Edem mukosa Tidak ada Tidak ada

    Lokasi Tidak ada Tidak ada

    Ukuran Tidak ada Tidak ada

    15

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    16/22

    Massa

    Bentuk Tidak ada Tidak ada

    Permukaan Tidak ada Tidak ada

    Post Nasal Drip Ada/tidak Tidak ada Tidak ada

    Jenis Tidak ada Tidak ada

    Gambar

    Orofaring dan mulut

    Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

    Palatum mole +

    Arkus Faring

    Simetris/tidak Simetris Simetris

    Warna Merah muda Merah muda

    Edem Tidak ada Tidak ada

    Bercak/eksudat Tidak ada Tidak ada

    Dinding faring Warna Merah muda Merah muda

    Permukaan Tidak rata Tidak rata

    Tonsil

    Ukuran T3 T3Warna Merah muda Merah muda

    Permukaan Tidak rata Tidak rata

    Muara kripti Melebar Melebar

    Detritus Tidak ada Tidak ada

    Eksudat Tidak ada Tidak ada

    Perlengketan

    dengan pilarTidak ada Tidak ada

    Peritonsil

    Warna Merah muda Merah muda

    Edema Tidak ada Tidak ada

    Abses Tidak ada Tidak ada

    Tumor

    Lokasi Tidak ada Tidak ada

    Bentuk Tidak ada Tidak ada

    Ukuran Tidak ada Tidak ada

    Permukaan Tidak ada Tidak ada

    Konsistensi Tidak ada Tidak ada

    Gigi Karies/Radiks M1 bawah M2 atas

    Kesan Higiene kurang

    Lidah

    Warna Merah muda Merah muda

    Bentuk Normal Normal

    Deviasi Tidak ada Tidak adaMassa Tidak ada Tidak ada

    16

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    17/22

    Gambar

    Laringiskopi Indirek

    Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

    Epiglotis

    Bentuk N N

    Warna Merah muda Merah muda

    Edema Tidak ada Tidak ada

    Pinggir rata/tidak Rata Rata

    Massa Tidak ada Tidak ada

    Ariteniod

    Warna Merah muda Merah muda

    Edema Tidak ada Tidak ada

    Massa Tidak ada Tidak ada

    Gerakan Simetris Simetris

    Ventrikular band

    Warna Merah muda Merah muda

    Edema Tidak ada Tidak ada

    Massa Tidak ada Tidak ada

    Plica vokalis

    Warna Merah muda Merah mudaGerakan Simetris Simetris

    Pingir medial Rata Rata

    Massa Tidak ada Tidak ada

    Subglotis/trakea Massa Tidak ada Tidak ada

    Sekret Tidak ada Tidak ada

    Sinus piriformis Massa Tidak ada Tidak ada

    Sekret Tidak ada Tidak ada

    Valekula Massa Tidak ada Tidak ada

    Sekret ( jenisnya ) Tidak ada Tidak ada

    Gambar

    Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher :

    Inspeks : tidak tampak adanya tanda-tanda pembesaran kelenjar getah bening leher

    17

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    18/22

    Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening leher

    Pemeriksaan laboratorium:

    Hb :15,4 gr/dl

    Ht :48%

    Leukosit :9700/mm3

    Trombosit :311.000/mm3

    PT :11,7

    APTT :41,9

    Diagnosis:Tonsilitis kronik pro tonsilektomi

    Instruksi preoperasi :

    1. Informed concent

    2. Cek darah rutin, PT/aPTT

    3. Konsul anastesi

    4. Puasa 6 jam pre op

    Follow up

    Sabtu, 25 Juni 2011

    S/ Muntah darah ada, warna kehitaman seperempat gelas,ada gumpalan bekuan darah,

    bercampur dengan air liur

    Sakit kepala tidak ada

    Demam tidak ada

    O/ Keadaan umum : sakit sedang

    Kesadaran : compos mentis cooperative

    Tekanan darah :110/80 mmHg

    Nadi : 95 x/menit

    Nafas : 13 x/menit

    Status Lokalis

    Tonsil : T0-T0

    A/ Post tonsilektomi hari rawatan ke-2

    18

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    19/22

    P/ 1. Awasi vital sign dan tanda tanda perdarahan

    2. Terapi

    - Ceftriaxone inj ( skin test) 2x1 gr iv

    -Tramadol drip 2x 80 mg iv

    -Vitamin K 3x 1 amp iv

    -VitaminC 3 x 1 amp iv

    -Transamin 3 x 1 amp iv

    -Ranitidin inj 2 x 1 amp iv

    3. Diet makanan cair bila bising usus (+) normal

    4. Posisi tidur miring ke salah satu sisi

    19

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    20/22

    BAB IV

    DISKUSI

    Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki, usia 17 tahun dengan diagnosis tonsillitis

    kronis. Dari anamnesis didapatkan keluhan utamanya susah menelan yang bertambah sejak 2

    minggu yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan nyeri menelan. Demam,batuk,pilek tidak

    ada.Pasien mengalami penurunan nafsu makan. Pasien sering merasa letih dan lesu, juga

    terdapat gangguan konsentrasi dalam belajar.Terdapat riwayat nyeri dan susah menelanberulang lebih dari 3 kali dalam setahun, disertai dengan demam, batuk dan pilek. Dari

    pemeriksaan orofaring didapatkan adanya pembesaran tonsil (T3-T3), warna merah muda,

    permukaan tidak rata, muara kripti melebar pada kedua tonsil, dan tidak terdapat detritus pada

    tonsil kiri ataupun kanan. Pada pemeriksaan kelenjar getah bening leher,tidak terdapat adanya

    pembesaran kelenjar getah bening.

    Melalui hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ini, dapat ditegakkan diagnosis tonsillitis

    kronis. Berdasarkan teori, terjadi peradangan yang berulang pada tonsil akan menyebabkan

    epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan terbentuk

    jaringan parut, yang mengalami pengerutan sehingga muara kripti melebar. Hal ini sesuai

    dengan hasil pemeriksaan yang terdapat pada pasien ini.

    Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan dilakukan terhadap pasien adalah pemeriksaan

    darah lengkap dan pemeriksaan faal hemostasis karena penatalaksanaan tonsilitis kronik pada

    pasien berupa tonsilektomi. Tonsilektomi pada pasien diindikasikan karena adanya riwayat

    peradangan lebih dari 3 kali dalam setahun. Juga diberikan terapi konservatif (setelah

    tonsilektomi) pada pasien diantaranya antibiotik, analgetik, vitamin. Anjuran untuk pasien yaitu

    menjaga higiene mulut, konsumsi nutrisi yang adekuat.

    20

  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    21/22

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Rusmarjono, Efiaty AS. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Dalam: Soepardi

    EA, Iskandar NH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala

    Leher, edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI .2007: hal 217-25

    2. Wibawa S, Bya J, Pramesemara. Tonsilitis Kronis.2006. Diakses darihttp://pray4ever.blog.com/TonsilitisKronis/ pada tanggal 24 Juni 2011.

    3. George LA. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam: Adams, Boies, Higler

    (eds). Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6. Jakarta: EGC.1997:hal 327-37

    4. Amarudin, Tolkha. Kajian Manfaat Tonsilektomi. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran

    vol 155. 2007. Diakses darihttp://www.kalbefarma.com/cdk pada tanggal 24 Juni

    2011.

    5. Liston SI. Embriologi. Anatomi dan Fisiologi Rongga Mulut, Faring, Esophagus dan

    Leher. Dalam: Adam,Boies dan Higler. Buku Ajar Penyakit THT . Jakarta:EGC.

    1997:hal 263-71

    6. Drake A, Carr MM. 2007. Tonsillectomy. Dikses dari http://emedicine.com pada

    tanggal 24 Juni 2011.

    7. Bambang H,Darnila F,Syahrial MH.. Tonsilektomi pada anak dan dewasa.2004.

    Diakses darihttp://yanmedik-depkes.net pada tanggal 24 Juni 2011.

    8. Staf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2

    Bab III Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok. Jakarta: Media Aesculapius

    FKUI, edisi ketiga. 2005.

    21

    http://pray4ever.blog.com/Tonsilitis%20Krnis/http://www.kalbefarma.com/cdkhttp://www.kalbefarma.com/cdkhttp://emedicine.com/http://yanmedik-depkes.net/http://yanmedik-depkes.net/http://pray4ever.blog.com/Tonsilitis%20Krnis/http://www.kalbefarma.com/cdkhttp://emedicine.com/http://yanmedik-depkes.net/
  • 7/31/2019 Epistaksis Case

    22/22

    22