epistaksis - referat

28
Tinjauan Pustaka EPISTAKSIS Penyaji: Dewi Suspolita, S.Ked (04033100007) Enggar Prasetyo, S.Ked (04033100017) Tri Fitrianti, S.Ked (04033100028) Pembimbing: Dr. Sofyan Effendi Sp.THT-KL 1

Upload: haynee-gustian

Post on 01-Jul-2015

1.260 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Epistaksis - referat

Tinjauan Pustaka

EPISTAKSIS

Penyaji:

Dewi Suspolita, S.Ked (04033100007)

Enggar Prasetyo, S.Ked (04033100017)

Tri Fitrianti, S.Ked (04033100028)

Pembimbing:

Dr. Sofyan Effendi Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK

RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

1

Page 2: Epistaksis - referat

2009

LEMBARAN PENGESAHAN

Makalah dengan judul:

EPISTAKSIS

Disusun oleh :

Dewi Suspolita, S.Ked (04033100007)

Enggar Prasetyo, S.Ked (04033100017)

Tri Fitrianti, S.Ked (04033100028)

Yang akan dipresentasikan pada tanggal 31 Januari 2009

Telah disahkan sebagai syarat dalam menyelesaikan KKS di Bagian Ilmu Penyakit

Telinga-Hidung-Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode :

05 Januari 2009 – 09 Februari 2009.

Palembang, Januari 2009

Dr. Sofyan Sp.THT-KL

2

Page 3: Epistaksis - referat

BAB I

PENDAHULUAN

Hidung berdarah dalam istilah Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis

atau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang

hidung. Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau

keluhan bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat

menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi

harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif.. Epistaksis berat,

walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat

berakibat fatal, bila tidak segera ditolong.1

Di Amerika, epistaksis dilaporkan terjadi pada 60% populasinya. Namun

jarang sekali menyebabkan kematian. Distribusinya bermacam-macam dengan

insiden terbanyak pada usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun. Kasus ini

terbanyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita.2,3

Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan

bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari

arteri athmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri

sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Kasus- kasus epistaksis kebanyakan

terjadi pada daerah anterior septum nasi, dan dapat diatasi dengan kauterisasi.

Namun, epistaksis posterior lebih memerlukan pendekatan yang lebih agresif

termasuk metode posterior nasal packing dan endoscopic cauterization.1,3

Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa juga

sedikit dan berhenti sendiri. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlu

memanggil dokter. Sebagian besar darah keluar atau dimuntahkan kembali.

Pengobatan yang tepat pada kasus epistaksis adalah dilakukan penekanan pada

pembuluh darah yang berdarah. Hampir 90% kasus epistaksis anterior dapat diatasi

dengan tekanan yang kuat dan terus menerus pada kedua sisi hidung tepat diatas

3

Page 4: Epistaksis - referat

kartilago ala nasi. Bila hal ini tidak berhasil maka diperlukan tindakan-tindakan lain

yang perlu dan dapat dilakukan. Sangat penting penetalksanaan yang tepat pada

kasusu epistaksis agar tidak terjadi komplikasi atau bahkan kematian. Karena itu akan

kita bahas mengenai epistaksis pada makalah ini.

4

Page 5: Epistaksis - referat

BAB II

ISI

2.1 ANATOMI

Dikutip dari : http://www.aafp.org/afp/20050115/fig.html

Gambar 1. Anatomi vaskuler supplai darah septum nasi. Pleksus Kiesselbach’s atau

Little’s area, merupakan lokasi epistaksi anterior paling banyak

Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis yaitu arteri karotis eksterna

dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada

cavum nasi melalui :

1) Arteri Sphenopalatina

Cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen sphenopalatina

yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral hidung.

5

Page 6: Epistaksis - referat

2) Arteri palatina desenden

Memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui kanalis incisivus

palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi. Sistem karotis

interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan

posterior yang memperdarahi septum dan dinding lateral superior.

2.2 DEFINISI EPISTAKSIS

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau

keluhan bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat

menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi

harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis

secara efektif.

2.3 ETIOLOGI

Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput

mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah

Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian

anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya

anastomosis. Epistaksis sering kali timbul spontan tanpa dapat ditelusuri

penyebabnya. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau

kelainan sistemik. Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu :

1) Lokal

a) Trauma

Epistaksis yang berhubungan dengan tauma biasanya mengeluarkan sekret

dengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan

sebagainya. Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma pada

pembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis.

6

Page 7: Epistaksis - referat

b) Infeksi

Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik,

seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.

c) Neoplasma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan

intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah,

Hemongioma, karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis

berat.

d) Kelainan kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan

telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's

disease).

Dikutip dari : http://www.ajonline.org/cgi/contents/FIG.html

Gambar 2. Gambaran angiogram pada epistaksis akibat luka tembak

e) Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.

Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi

perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau

perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung

mengeringkan sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha

7

Page 8: Epistaksis - referat

melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta

berulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudian

perdarahan.

 

Dikutip dari: http://www.ajonline.org/cgi/contents/FIG.html

Gambar 3. Gambaran sagital MR pada solitary fibrous tumor dengan masa tumor

dan epistaksis dan Gambaran angiogram angiofibroma juvenil dengan

obstruksi hidung dan epistaksis

f) Pengaruh lingkungan

Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau

lingkungan udaranya sangat kering.

2) Sistemik

a) Kelainan darah

Misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia.

b) Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti

pada aterosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus

dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat,

sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.

c) Infeksi sistemik akut

8

Page 9: Epistaksis - referat

Demam berdarah, demam typhoid, influenza, morbili, demam tifoid.

d) Gangguan endokrin

Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis,

kadang-kadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung

menyertai fase menstruasi.

2.4 ANAMNESA DAN PEMERIKSAAN FISIK

Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan

belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya

perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.

Pada anamnesis harus ditanyakan secara spesifik mengenai beratnya

perdarahan, frekuensi, lamanya perdarahan, dan riwayat perdarahan hidung

sebelumnya. Perlu ditanyakan juga mengenai kelainan pada kepala dan leher yang

berkaitan dengan gejala-gejala yang terjadi pada hidung. Bila perlu, ditanyakan juga

megenai kondisi kesehatan pasien secara umum yang berkaitan dengan perdarahan

misalnya riwayat darah tinggi, arteriosclerosis, koagulopati, riwayat perdarahan yang

memanjang setelah dilakukan operasi kecil, riwayat penggunaan obat-obatan seperti

koumarin, NSAID, aspirin, warfarin, heparin, ticlodipin, serta kebiasaan merokok

dan minum-minuman keras.

Pada pemeriksaan fisik, epistaksis seringkali sulit dibedakan dengan

hemoptysis atau hematemesis untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus

ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja..

Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung.

Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua

kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku;

sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat

dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan

kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau

9

Page 10: Epistaksis - referat

larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adre-nalin 1/1000 ke dalam hidung untuk

menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga

perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10-15 menit kapas dalam hidung

dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.

Gambar 2. Obat-obat dan alat-alat yang diperlukan untuk tatalaksana epistaksis

Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung

yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien

dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan

perdarahan.

Pemeriksaan yang diperlukan berupa:

a) Rinoskopi anterior

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.

Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan

konkhainferior harus diperiksa dengan cermat.

b) Rinoskopi posterior

10

Page 11: Epistaksis - referat

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan

epistaksis berulang dan sekret hidung

2.5 PATOFISIOLOGI

Secara anatomi, perdarahan hidung berasal dari arteri karotis interna yang

mempercabangkan arteri etmoidalis anterior dan posterior, keduanya menyuplai

bagian superior hidung. Suplai vaskular hidung lainnya berasal dari arteri karotis

eksterna dan cabang-cabang utamanya. Arteri sfenopalatina membawa darah untuk

separuh bawah dinding hidung lateral dan bagian posterior septum. Semua pembuluh

darah hidung ini saling berhubungan melalui beberapa anastomosis. Suatu pleksus

vaskular di sepanjang bagian anterior septum kartilaginosa menggabungkan sebagian

anastomosis ini dan dikenal sebagai little area atau pleksus Kiesselbach. Karena ciri

vaskularnya dan kenyataan bahwa daerah ini merupakan objek trauma fisik dan

lingkungan berulang maka merupakan lokasi epistaksis yang tersering.

11

Page 12: Epistaksis - referat

Semua pendarahan hidung disebabkan lepasnya lapisan mukosa hidung yang

mengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan disertai luka pada

pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan.

2.6 PENATALAKSANAAN

Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses

pembekuan darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi,

lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk)untuk mengalirkan

darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.

Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung

bagian depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui

mulut. Perdarahan ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang

sama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter

untuk bantuan. Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya

mukosa hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga

tiga kali sehari.

Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan

pembuluh darah (vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon

hidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3

hari.

Tujuan pengobatan epistaksis adalah:

- Menghentikan perdarahan.

- Mencegah komplikasi

- Mencegah berulangnya epistaksis

12

Page 13: Epistaksis - referat

Hal-hal yang penting adalah :

1. Riwayat perdarahan sebelumnya.

2. Lokasi perdarahan.

3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar

dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.

4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya

5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga

6. Hipertensi

7. Diabetes melitus

8. Penyakit hati

9. Gangguan koagulasi

10. Trauma hidung yang belum lama

11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon

Pengobatan disesuaikan dengan keadaan penderita, apakah dalam keadaan akut

atau tidak.

1. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali

bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.

2. Menghentikan perdarahan

a. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat

dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping

hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit.

b. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah

dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/lidokain, serta bantuan alat penghisap

untuk membersihkan bekuan darah.

c. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,

dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat

13

Page 14: Epistaksis - referat

10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal

terlebih dahulu.

3. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan

pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin

yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang

dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan

berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang

dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama

1-2 hari.

Gambar 5. kauterisasi sumber perdarahan

Dikutip dari: http://www.aafp.org/afp/20050115/fig.html

Gambar 6. Tampon anterior

14

Page 15: Epistaksis - referat

4. Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon

Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3

buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon

harus menutup koana (nares posterior)

Untuk memasang tampon Bellocq:

- Dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai tampak di orofaring dan

kemudian ditarik ke luar melalui mulut.

- Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi

tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung.

- Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuk

tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke arah nasofaring.

- Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior,

kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidung

sehingga tampon posterior terfiksasi.

- Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui mulut (tidak

boleh terlalu kencang ditarik) dan diletakkan pada pipi. Benang ini berguna untuk

menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Setiap pasien dengan

tampon Bellocq harus dirawat.

15

Page 16: Epistaksis - referat

Gambar 7. Tampon Bellocq

5. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan

balon. Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.

Teknik sama dengan pemasangan tampon Bellocq.

Gambar 8. Balon intranasal untuk mengontrol epistaksis

16

Page 17: Epistaksis - referat

6. Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan

tetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.

7. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi

dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumah

sakit.

2.6 KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaksis atau sebagai

akibat dari penanganan yang kita lakukan. Akibat dari epistaksis yang hebab dapat

terjadi syok dan anemia. Turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan

iskemi cerebri, insufisiensi koroner dan infarkmiocard, hal-hal inilah yang

17

Page 18: Epistaksis - referat

menyebabkan kematian. Bila terjadi hal seperti ini maka penatalaksaan terhadap syok

harus segera dilakukan.

Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium

sinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secara

retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tampon

posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan

sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.

18

Page 19: Epistaksis - referat

BAB III

KESIMPULAN

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang dapt berlangsung ringan

sampai seius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Pada umumnya

terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior.

Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri athmoidalis

anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan

arteri ethmoid posterior.

Pendarahan ini dapat berhenti sendiri atau sampai harus segera diberi

pertolongan. Pada kasus yang berat, pertolongan harus dilakukan di rumah sakit

dengan orang yang yang berkompetensi pada bidang ini.

Penentuan asal pendarahan pada kasus epistaksis sangat penting karena

berkaitan dengan cara penatalaksanaannya. Untuk menghentikan pendarahan ini

dapat dilakukan tampon anterior, kauterisasi dan tampon posterior.

Komplikasi pada pemasangan tampon anterior adalah sinusitis, air mata

berdarah dan sptikemia. Sedangakan komplikasi pada pemasangan tampon posterior

adalah otitis media, haemotympanum, laserasi palatum molle dan sudut bibir. Apabila

terjadi perdarahan aktif pada saat perdarahan pada saat pemasangan tampon posterior

maka dilakukan ligasi arteri.

19

Page 20: Epistaksis - referat

DAFTAR PUSTAKA

1. Iskandar M : Teknik Penatalaksanaan Epistaksis. In: Cermin Dunia

Kedokteran No. 132, 2001. pp. 43-46

2. Corry JK, Timothy C. Management of Epistakxis, 2005.

In: http://www.aafp.org/afp/20050115/contents.html

3. Nguyen Q. Epistaxis, 2005. In : http://www.emedicine.com/ent/NASAL_

AND_ SINUS_ DISEASES.html

4. Elsie K, Vincent I, Nolan J. Epistaksis,Vaskular Anatomy, Origins and

Endovaskular Treatment, 1999. In : http://www.ajonline.org/cgi/contents.html

5. Nuty WN, Endang M. Epistaksis. In: Soepardi EA, Iskandar N (eds). Buku

ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. 5 th Ed. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI; 2001.pp.125-29.

6. American Family Physician® > Vol. 71/No. 2 (January 15, 2005)

http://www.aafp.org/afp/20050115/contents.html

20