epistemologi
TRANSCRIPT
EPISTEMOLOGI PENGETAHUAN
A. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Epistomologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Secara linguistik kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme”
dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau alasan. Epistemologi
dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan
istilah theory of knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori
pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia disebut filsafat pengetahuan. Secara
terminologi epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat
tentang pengetahuan.
Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan,
Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab
pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan
manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen
untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan
menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna
pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat
membedakan antara satu ilmu dengan ilmu yang lainnya.
B. KEDUDUKAN EPISTEMOLOGI DALAM ILMU FILSAFAF
Ruang lingkup filsafat ada 3 macam, yaitu: Ontologi atau metafisika yang merupakan
filsafat tentang realita, Epistemologi, yaiutu filsafat tentang ilmu pengetahuan, dan Axiologi,
yaitu filsafat tentang nilai. Secara luas dapat dikatan bahwa epistimologi adalah bagian
filsafat yang membahas masalah-masalah pengetahuan. Epistemologi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu episteme, yang berarti pengetahuan (knowledge) dan logos yang berarti ilmu.
Jadi menurut arti katanya, epistemologi ialah ilmu yang membahas masalah-masalah
pengetahuan. Di dalam Webster New International Dictionary, epistemologi diberi definisi
sebagai berikut: Epistimology is the theory or science the method and grounds of knowledge,
especially with reference to its limits and validity, yang artinya Epistemologi adalah teori
atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang
1
berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya pengetahuan
itu. (Darwis. A. Soelaiman, 2007, hal. 61).
Istilah Epistemologi banyak dipakai di negeri-negeri Anglo Saxon (Amerika) dan jarang
dipakai di negeri-negeri continental (Eropa). Ahli-ahli filsafat Jerman menyebutnya
Wessenchaftslehre. Sekalipun lingkungan ilmu yang membicarakan masalah-masalah
pengetahuan itu meliputi teori pengetahuan, teori kebenaran dan logika, tetapi pada umumnya
epistemology itu hanya membicarakan tentang teori pengetahuan dan kebenaran saja.
Epistemologi atau Filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat yang
mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita berbicara mengenai filsafat
pengetahuan, yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmun pengetahuan kefilsafatan yang
secara khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.
Beberapa pakar lainnya juga mendefinisikan espitemologi, seperti J.A Niels Mulder
menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang watak, batas-
batas dan berlakunya dari ilmu pengetahuan. Jacques Veuger mengemukakan, epistemology
adalah pengetahuan tentang pengetahuan dan pengetahuan yang kita miliki tentang
pengetahuan kita sendiri bukannya pengetahuan orang lain tentang pengetahuan kita, atau
pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan orang lain. Pendek kata Epistemologi
adalah pengetahuan kita yang mengetahui pengetahuan kita. Abbas Hammami Mintarejo
memberikan pendapat bahwa epistemology adalah bagian filsafat atau cabang filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan penilaian atau pembenaran
dari pengetahuan yang telah terjadi itu. (Surajiyo, 2008, hal. 25).
Dari beberapa definisi yang tampak di atas bahwa semuanya hampir memiliki pemahaman
yang sama. Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan
keshahihan pengetahuan. Jadi objek material dari epistemology adalah pengetahuan dan
objek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu.
C. DEFINISI PENGETAHUAN
Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila
seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu
terdiri dari unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang
ingin diketahuinya. Oleh karena itu, pengetahuan selalu menuntut adanya subjek yang
mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu
yang dihadapinya sebagai hal ingin diketahuinya. Jadi bisa dikatakan pengetahuan adalah
2
hasil tahu manusia terhadap sesuatu. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam
menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat
dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang.
Pengetahuan itu hanya dikenal dan ada di dalam pikiran manusia, tanpa pikiran maka
pengetahuan tidak akan eksis. Oleh karena itu keterkaitan antara pengetahuan dan pikiran
sesuatu yang kodrati. (Surajiyo, 2008, hal. 26).
D. TERJADINYA PENGETAHUAN
Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yanag sangat ungen untuk dibahas di
dalam Epistemologi, sebab orang akan berbeda pandangan terhadap terjadinya pengetahuan.
Terjadinya pengetahuan dapat bersifat apriori dan aposteriori. Apriori yaitu pengetahuan
yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indera maupun
pengalaman batin. Aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman.
Sebagai alat untuk mengetahui terjadinya pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya
An Introduction to Philosophical Analysis mengemukakan ada enam hal, (Surajiyo. 2008.
Hal. 28) diantaranya:
1. Pengalaman Indera (Sense Experience)
Orang sering merasa penginderaan merupakan alat yang paling vital dalam
memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera merupakan sumber pengetahuan yang berupa
alat-alat untuk menangkap objek dari luar diri manusia melalui kekuatan indera. Kekhilafan
akan terjadi apabila ada ketidak normalan antara alat-alat itu. Ibn Sina mengutip ungkapan
filosof terkenal Aristoteles menyatakan bahwa barang siapa yang kehilangan indra-indranya
maka dia tidak mempunyai makrifat dan pengetahuan. Dengan demikian bahwa indra
merupakan sumber dan alat makrifat dan pengetahuan ialah hal yang sama sekali tidak
disangsikan. Hal ini bertolak belakang dengan perspektif Plato yang berkeyakinan bahwa
sumber pengetahuan hanyalah akal dan rasionalitas, indra-indra lahiriah dan objek-objek fisik
sama sekali tidak bernilai dalam konteks pengetahuan. Dia menyatakan bahwa hal-hal fisikal
hanya bernuansa lahiriah dan tidak menyentuh hakikat sesuatu. Benda-benda materi adalah
realitas-realitas yang pasti sirna, punah, tidak hakiki, dan tidak abadi.
2. Nalar (Reason)
Nalar adalah salah satu corak berfikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau
lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Salah satu tokoh dari paham ini
3
adalah Plato, seorang filosof Yunani yang dilahirkan di Athena. Plato berpendapat bahwa
untuk memperoleh pengetahuan itu pada hakikatnya adalah dengan mengingat kembali.
3. Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh
kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan, karena kelompoknya
memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam
pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh dari otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi,
karena orang yang telah menyampaikannya mempunyai kewibaan tertentu.
4. Intuisi (Intuition)
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia berupa proses kejiwaan tanpa
suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan yang berupa pengetahuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui
kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu. Menurut
Mohamad Taufiq dalam sebuah tulisannya mengatakan bahwa intuisi adalah daya atau
kemampauan untuk mengetahui atau memahami sesuatu tanmpa ada dipelajari terlebih
dahulu dan berasal dari hati.
5. Wahyu (Revelation)
Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini bahwa wahyu merupakan sumber
ilmu, Karena diyakini bahwa wahyu itu bukanlah buatan manusia tetapi buatan Tuhan Yang
Maha Esa. Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabi-Nya untuk
kepentingan ummatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada
kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu
sumber pengetahuan, karena kita mengenal sesuatu melalui kepercayaan kita.
6. Keyakinan (Faith) .
Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh
melalui kepercayaan. Adapun keyakinan itu sangat statis, kecuali ada bukti-bukti yang akurat
dan cocok untuk kepercay
E. JENIS-JENIS PENGETAHUAN
Pengetahuan Menurut Soejono Soemargono dapat dibagi atas Pengetahuan Non-
Ilmiah dan Pengetahuan Ilmiah.
4
1. Pengetahuan Non-Ilmiah, yang mana pengetahuan ini adalah pengetahuan yang diperoleh
dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah. Dalam
hal ini termasuk juga pengetahuan yang meskipun dalam babak terakhir direncanakan
untuk diolah lebih lanjut menjadi pengetahuan ilmiah, yang biasanya disebut pengetahuan
pra-ilmiah. Misalnya, pengetahuan orang tentang manfaat rebusan daun jambu biji untuk
mengurangi gejala diare. Secara umum yang dimaksud dengan pengetahuan non-ilmiah
ialah segenap hasil pemahaman manusia mengenai sesuatu objek tertentu yang terdapat
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini yang cocok adalah hasil penglihatan dengan
mata, hasil pendengaran telinga, hasil penciuman hidung, hasil pengecapan lidah dan hasil
perabaan kulit. Disamping itu, sering kali di dalamnya juga termasuk hasil-hasil
pemahaman yang merupakan campuran dari hasil inderawi dengan hasil pemikiran secara
akali. Juga pemahaman manusia yang berupa tangkapan-tangkapan terhadap hal-hal yang
biasanya disebut ghaib, misalnya pengetahuan orang tertentu tentang jin atau makhluk
halus di tempat tertentu, keampuhan pusaka, dan lain-lain. Pengetahuan non-ilmiah
mempunyai ciri-ciri penelitian tidak sistematik, data yang dikumpulkan dan cara-cara
pengumpulan data bersifat subyektif yang sarat dengan muatan-muatan emosi dan
perasaan dari si peneliti. Karena itu pengetahuan non-ilmiah adalah pengetahuan yang
coraknya subyektif.
2. Pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh degan
menggunakan metode ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang sudah lebih
sempurna karena telah mempunyai dan memenuhi syarat-syarat tertentu dengan cara
berfikir yang khas, yaitu Metode ilmiah. Jujun S. Suriasumantri menambahkan bahwa
metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.
Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapat lewat metode ilmiah. Tidak semua
pengetahuan dapat disebut ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara
mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum di dalam apa yang
dinamakan metode ilmiah. (Jujun S. Surisumantri. 1996. Hal. 119).
Secara etimologi metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan
meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara,
arah) kata methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian
ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut sistem/ aturan tertentu. (Surajiyo. 2008. Hal.
35). Jadi, Metode ilmiah adalah suatu kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan
5
ilmiah. Dalam sains dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan, eksperimen,
generalisasi, dan verifikasi. Sedangkan dalam ilmu-ilmu sosial dan budaya, yang terbanyak
dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan pengamatan. Pelaksanaan metode
ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu:
1. Merumuskan masalah. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan.
2. Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada
pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau kajian pustaka.
3. Menyusun hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun berdasarkan
data atau keterangan yang diperoleh selama observasi atau telaah pustaka.
4. Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.
5. Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk
menghasilkan kesimpulan. Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif,
tidak dipengaruhi subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan
oleh siapa saja akan memberikan hasil yang sama).
6. Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan
perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa mendukung hipotesis maka
hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori.
Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya dimiliki oleh
setiap penelitian dan ilmuwan. Adapun sikap ilmiah yang dimaksud adalah :
1. Rasa ingin tahu
2. Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada)
3. Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi)
4. Tekun (tidak putus asa)
5. Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan)
6. Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang
F. ASAL-USUL PENGETAHUAN
Asal-usul pengetahuan adalah hal yang harus detahui oleh seseorang. Karena tanpa
mengetahui asal-usul pengetahuanm tersebut, maka kita tidak berangkat dari pemahaman
awal munculnya pengetahuan. Seorang yang berakal tentu ingin mengetahui tidak hanya apa
pengetahuan tetapi juga bagaimana ia muncul. Keinginan ini dimotivasi sebagian oleh asumsi
bahwa penyelidikan asal-usul pengetahuan dapat menjelaskannya. Oleh karena itu,
penyelidikan semacam itu menjadi salah satu tema utama Epistemologi dari zaman Yunani
6
kuno sampai sekarang. Untuk mendapatkan dari mana pengetahuan itu muncul bisa dilihat
dari aliran-aliran dalam pengetahuan.
Aliran-aliran dalam pengetahuan, diantaranya adalah:
a. Rasionalisme
Rasionalisme adalah aliran yang memandang bahwa yang menjadi dasar pengetahuan adalah
akal fikiran manusia. (Darwis A. Soelaiman. 2007. Hal 68). Pengalaman hanya dapat dipakai
untuk meneguhkan pengetahuan yang didapat oleh akal. Salah satu tokoh aliran aini adalah
Rene Descartes. Beliau memebedakan 3 ide yang ada di dalam diri manusia, yaitu: 1. Inneate
ideas (bawaan yang dibawa manusia sejak lahir), 2. Adventitious ideas (ide-ide yang berasal
dari luar diri manusia), dan 3. Factitious ideas (ide-ide yang dihasilkan oleh fikiran itu
sendiri).
b. Empirisme
Empirisme tercipta dalam himpunan sosial pada masyarakat Inggris dan Amerika, sekalipun
pandangan ini sebetulnya sudah ada sejak Aristoteles. Pempirisme tertuju kepada
keduniawian. (Darwis A. Soelaiman. 2007. Hal. 77). Aliran ini berpendapat bahwa empiris
atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukan menjadi sumber
pengetahuan, tetapi akal mendapat peran sebagai yang mengolah bahan-bahan yang diperoleh
oleh pengalaman.
c. Kritisisme
Aliran yang dikenal dengan kritisisme adalah aliran diintrodusir oleh Iummanuel Kant,
seorang filosof Jerman yang dilahirkan di Konigserg, Prusia Timur, Jerman. Aliran ini
memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber
pengetahuan manusia. (Juhaya S. Praja. 2005. Hal. 114). Pertentangan antara Rasionalisme
dan Empirisme hendak diselesaikan oleh Immanuel Kant dengan kritisismenya. Salah satu
ciri dari kritisisme adalah menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh
atas perpeduan antara peranan unsur Anaximenes priori yang berasal dari rasio serta berupa
ruang dan waktu dan peranan unsur aposteriori yang berasal dari pengalaman.
d. Positivisme
Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif di sini sama artinya dengan faktual, yaitu
apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita pernah boleh
melebihi fakta-fakta. Dengan denikian, maka ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh
7
terbaik dalam bidang pengetahuan. Tentu saja, maksud positivisme berkaitan erat dengan apa
yang dicita-citakan oleh empirisme. Positivisme pun mengutamakan pe
G. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
Epistemologi pendidikan adalah filsafat tentang sumber-sumber pendidikan dan seluk-beluk
pendidikan. Secara epistemologi, landasan pendidikan mengacu pada fitrah sebagai dasar
pengembangan dan inovasi pendidikan yang berkarakter, karena pendidikan yang berkarakter
selalu bertolak dari aspek-aspek kemanusiaan. Epistemologi diperlukan dalam pendidikan
antara lain dalam hubungannya dengan dasar kurikulum yaitu menyangkut materi yang
bagaimana serta bagaimana cara menyampaikan pengetahuan kepada anak didik disekolah.
Pertanyaan mengenai mengapa salah satu mata pelajaran dijadikan pelajaran wajib dan
mengapa pelajaran lain dijadikan sebagai mata pelajaran pilihan juga merupakan penerapan
epistemologi dalam bidang pendidikan. Beberapa contoh lain adalah menyangkut pertanyaan
berikut: metode mana yang paling tepat digunakan dalam proses pendidikan? Dengan sistem
pendidikan yang mana kegiatan pendidikan dilaksanakan untuk mendapatkan nilai
pendidikan yang benar?
H. RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah, yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam
menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang
didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yakni tercantum
dalam metode ilmiah.
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan sangat bergantung pada
metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan,
yaitu rasio dan fakta secara integratif. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal,
indera mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan,diantaranya adalah:
1. Metode induktif
Induksi merupakan suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi
disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Menurut David Hume (1711-1716),
8
pernyataan yang berdasarkan observasi tunggal betapa pun besar jumlahnya, secara logis tak
dapat menghasilkan suatu pernyataan umum yang tak terbatas.
2. Metode Deduktif
Deduksi merupakan suatu metode yang menyimpulkan bahwa data empirik diolah lebih
lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode
deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
3. Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa
yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia menyampaikan segala uraian atau
persoalan di luar yang ada sebagai fakta.
Menurut Comte perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap yaitu
teologis, metofisis, dan positif.
4. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan sehingga objek yang dihasilkan pun berbeda-beda harusnya dikembangkan
suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
5. Metode Dialektis
Merupakan metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Rasio atau akal
merupakan instrumen utama untuk memperoleh pengetahuan. Rasio ini telah lama digunakan
manusia untuk memecahkan atau menemukan jawaban atas suatu masalah pengetahuan.
Bahkan ini merupakan cara tertua yang digunakan manusia dalam wilayah keilmuan.
Pendekatan sistematis yang mengandalkan rasio disebut pendekatan rasional denagn
pegertian lain disebut dengan metode deduktif yaang dikenal denagn silogisme Aristoteles,
karena dirintis oleh Aristoteles.
Pada silogisme ini pengetahuan baru diperoleh melalui kesimpulan deduktif (baik
menggunakan logika deduktif, berpikir deduktif atau metode deduktif), maka harus ada
pengetahuan dan dalil umum yang disebut premis mayor yang menjadi sandaran atau dasar
berpijak dari kesimpulan-kesimpulan khusus. Bertolak dari premis mayor ini dimunculkan
premis minor yang merupakan bagia dari premis mayor. Setelah itu baru bisa ditarik
kesimpulan deduktif. Dismping itu, pendekatan rasiaonal ini selalu mendayagunakan
pemikiran dalam menafsirkan suatu objek berdasarkan argumentasi-argumentasi yang logis.
Jika kita berpedoman bahwa argumentasi yang benar adalah penjelasan yang memilki
9
kerangka berpikir yang paling meyakinkan, maka pedoman ini pun tidak mampu
memecahkan persoalan, sebab kriteria penilainya bersifata nisbi dan selalu subjektif. Lagi
pula kesimpulan yang benar menurut alur pemikiran belum tentu benar menurut kenyataan.
Seseorang yang menguasai teori-teori ekonomi belum tentu mampu menghasilkan
keuntungan yang besar, ketika dia mempraktekan teori-teorinya. Padahal teori-teori itu
dibangun menurut alur pemikiran yang benar.
Karena kelemahan rasionalisme atau metode deduktif inilah, maka memunculkan
aliran empirisme. Aliran ini dipelopori oleh Francis Bacon (1561-1626). Bacon yakin mampu
membuat kesimpulan umum yang lebih benar, bila kita mengumpulkan fakta melalui
pengamatan langsung, maka dia mengenalkan metode induktif sebagi lawan dari metode
deduktif. Sebagi implikasi dari metode induktif, tentunya Bacon menolak segala macam
kesimpulan yang tidak didasarkan fakta lapangan dan hasil pengamatan.
I. HUBUNGAN EPISTEMOLOGI DAN ILMU PENGETAHUAN
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan
salah satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan,sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan,metode atau caraa memperoleh pengetahuan, validitas
dan kebenaran pengetahuan. Aspek epistemologi adalah kebenaran fakta atau kenyataan dari
sudut pandang mengapa dan bagai mana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau
dibuktikan kebenarannya.
Jadi hubungan epistemologi dengan pengetahuan adalah untuk mengembangkan ilmu
secara produktif dan bertanggung jawab serta memberikan suatu gambaran-gambaran umum
mengenai kebenaran yang diajarkan dalam proses pendidikan.
J. Pembagian Epistemologi Ilmu Pendidikan.
Pada Umumnya Epistemologi Ilmu Pendidikan terdiri atas 2 pembahasan yaitu : Objek
Formal Ilmu Pendidikan dan Objek Material Ilmu Pendidikan.
Pembahasan selanjutnya akan membahas tentang kedua hal tersebut, antara lain :
1. Objek Formal Ilmu Pendidikan
Objek Formal Ilmu Pendidikan membahas tentang pendidikan, yang dapat diartikan secara
maha luas, sempit, dan luas terbatas. Berikut akan disampaikan perbandingan ketiganya.
2. Objek material ilmu pendidikan
Pembahsan tentang pendidikan sebagai sebuah sistem sudah sepatutnya diawali dengan
kegiatan pendidikan. Kegiatan pendidikan adalah kegiatan yang menjembatani antara
10
kondisi-kondisi aktual dengan kondisi-kondisi ideal. Kegiatan pendidikan berlangsung dalam
satuan waktu tertentu dan berbentuk dalam berbagai proses pendidikan, yang merupakan
serangkaian kegiatan atau langkah-langkah yang digunakan untuk mengubah kondisi awal
peserta didik sebagai masukan, menjadi kondisi-kondisi ideal sebagai hasilnya. Berawal dari
segala kegiatan pendidikan itulah akan melahirkan sebuah sistem pendidikan yang mengatur
segala proses pendidikan berada dalam lingkup formal dan tersistematis.
Sebuah sistem operasional pendidikan seumur hidup mencakup komponen-komponen :
1. Tujuan-tujuan pendidikan seumur hidup
2. Asumsi-asumsi yang mendasari pendidikan seumur hidup
3. Prinsip-prinsip pembimbing untuk pengembangan sistem pendidikan seumur hidup
4. Bentuk-bentuk belajar, yang terdiri atas pendidikan umum yang berlangsung formal dan
non-formal dan pendidikan profesional yang formal dan non-formal.
Perpaduan antara empat komponen tersebut membentuk sebuah sistem-sistem belajar
di rumah, sekolah, dan masyarakat. Sistem belajar ini terbentuk dari dua komponen yaitu
menajemen pendidikan dan teknologi pendidikan yang mempunyai hubungan fungsional. Hal
–hal di atas menjadi sebuah indikasi yang nyata bahwasanya pendidikan seumur hidup selaras
dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia serta sesuai dengan jenjang pendidikan
yang sudah berjalan alami dan sistematis.
11
KESIMPULAN
Epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam
bahasa Indonesia disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori
mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.
Objek epistemologi ini menurut Jujun S. Suriasuamantri berupa “ segenap proses yang
terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Selanjutnya, apakah yang menjadi
tujuan epistemologi tersebut? Jacques Martain mengatakan, “ tujuan epistemologi bukanlah
hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk
menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu.”
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan sangat bergantung pada
metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan,
yaitu rasio dan fakta secara integratif.
Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis
secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan. Epistemologi juga membekali daya
kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep atau teori-teori yang ada.
12
DAFTAR PUSTAKA
Bilal, Asmabintu. 2014. Epistemologi Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Diakses dari
http://mudah-belajarbahasaarab.blogspot.co.id/2014/10/epistemologi-pengembangan
ilmu.html
Sundari, Wiwin. 2012. Epistemologi. Diakses dari http://blog.umy.ac.id/wiwinsundari/2011/
11/17/epistemologi-filsafat-pengetahuan/
13