esotropia - laporan a
DESCRIPTION
mataTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario A
Blok 15” sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada
junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya
hingga akhir zaman.
Laporan tutorial ini bertujuan untuk memenuhi tugas Blok 15 yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Penulis
menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan materi dan
perbaikan di masa yang akan datang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga bermanfaat dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Palembang, November 2012
Penulis
| Skenario A Blok 15 2012 1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Bab I Pendahuluan1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31.2 Maksud dan Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31.3 Data Tutorial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
Bab II Pembahasan2.1 Skenario Kasus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 52.2 Paparan
I. Klarifikasi Istilah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6II. Identifikasi Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
III. Analisis Masalah & Jawaban . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7IV. Hipotesis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26V. Kerangka Konsep . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
Bab III Sintesis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41
| Skenario A Blok 15 2012 2
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Blok Sistem Indera adalah Blok 15 pada Semester 5 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan
datang. Penulis memaparkan kasus yang mengenai seorang anak laki-laki berusia 10
tahun yang dibawa oleh ibunya ke rumah sakit dengan keluhan mata kanannya juling
ke dalam sejak mengalami kecelakaan enam bulan yang lalu
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari materi Tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep
dari skenario ini.
| Skenario A Blok 15 2012 3
1.3 Data
Tutorial
Tutor : Tutor : dr. Hj. Ani, Sp.M (K)
Moderator : Irawan
Notulis : Trissa Wulanda Putri
Sekretaris : Andre Hidayat
Waktu : Senin, 12 November 2012
Rabu, 14 November 2012
Peraturan tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan.
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan
pendapat Dengan cara mengacungkan tangan
terlebih dahulu, Dan apabila telah dipersilahkan
oleh moderator.
3. Tidak diperkenankan meninggalkan ruangan
selama Proses tutorial berlangsung.
4. Tidak diperbolehkan makan dan minum.
| Skenario A Blok 15 2012 4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario Kasus
Seorang anak laki-laki berumur 10 tahun dibawa oleh ibunya ke klinik dengan
keluhan mata kanan juling ke dalam. Keluhan ini muncul sejak mengalami
kecelakaan lalu lintas 6 bulan yang lalu. Pada kecelakaan tersebut kepalanya
terbentur dan penderita sempat kehilangan kesadaran selama lebih dari 30 menit.
Bersamaan dengan itu penderita mengeluh mata kanan sulit digerakkan ke arah
temporal kanan dan penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke temporal
kanan.
Pemeriksaan Oftalmologi
AVOD: 6/6 E
AVOS: 6/6 E
Hirschberg: ET 15o
ACT ( Alternating Cover Test ) : Shifting (+) OS mata dominan
Duction & Version
WFDT ( Worth Four Dot Test ) : Uncrossed diplopia semakin bertambah bila
melihat ke sisi mata non dominan
FDT ( Forced Duction Test ) : Tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan
bantuan pinset
| Skenario A Blok 15 2012 5
2.2 Klarifikasi Istilah
1. Juling : Suatu kondisi dimana kedua mata nampak tidak searah/memandang yang
berbeda
2. Kehilangan kesadaran : Tidak mampu memberikan respon terhadap rangsang
sensoris dan memiliki pengalaman subjektif
3. Temporal : berkenaan dengan pelipis
4. Penglihatan ganda : Persepsi ada 2 bayangan dari 1 objek
5. AVOD : pemeriksaan untuk melihat kemampuan mata kanan
6. AVOS : pemeriksaan untuk melihat kemampuan mata kiri
7. Hischberg : pemeriksaan untuk melihat seseorang memiliki strabismus/tidak
8. ACT : pemeriksaan untuk melihat adanya deviasi mata atau tidak
9. WFDT : pemeriksaan untuk menilai apakah ada supresi pada bola mata
10. FDT : pemeriksaan untuk menilai apakah penyebab gangguan bola mata oleh
karena saraf atau mekanik
11. Uncrossed diplopia : diplopia tanpa ada pergantian gambar antara mata kanan
dan kiri
2.3 Identifikasi Masalah
1. Seorang anak laki-laki berumur 10 tahun dibawa oleh ibunya ke klinik dengan
keluhan mata kanannya juling ke dalam sejak mengalami kecelakaan 6 bulan
yang lalu.
2. Pada kecelakaan kepalanya terbentur dan penderita sempat kehilangan kesadaran
selama lebih dari 30 menit.
3. Penderita mengeluh mata kanan sulit digerakkan kea rah temporal kanan dan
penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke temporal kanan.
4. Hasil pemeriksaan oftalmologi
| Skenario A Blok 15 2012 6
2.4 Analisis Masalah
1. a. Apa saja klasifikasi juling dan mekanisme juling secara umum?
b. Apa saja yang bisa menyebabkan mata juling kea rah dalam?
c. Bagaimana pengaruh kecelakaan terhadap mata juling kea rah dalam?
2. a. Bagaimana pengaruh hilang kesadaran selama 30 menit terhadap gejala?
b. Apa saja yang bisa terjadi setelah mengalami hilang kesadaran selama 30 menit?
3. a. Bagaimana patofisiologi mata kanan sulit digerakkan kea rah temporal kanan?
b. Bagaimana patofisiologi penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke
temporal kanan?
4. Apa interpretasi pemeriksaan oftalmologi dan bagaimana mekanisme abnormalnya?
5. a. Bagaimana anatomi mata? (terutama otot dan nervus)
b. Bagaimana fisiologi otot ekstraokular ?
6. Apa saja DD kasus ini?
7. Bagaimana penegakkan diagnosis, pemeriksaan penunjang, dan WD kasus ini?
8. Apa saja etiologi dan factor risiko kasus ini?
9. Bagaimana epidemiologi kasus ini?
10. Bagaimana patofisiologi kasus ini?
11. Apa saja manifestasi klinis dari WD kasus ini?
12. Bagaimana tata laksana kasus ini?
13. Apa saja komplikasi kasus ini?
14. Bagaimana prognosis kasus ini?
15. Apa KDU kasus ini?
2.4.1 Jawaban Analisis Masalah
Anatomi dan Fisiologi mata lihat ke sintesis
Klasifikasi Strabismus
A. Esotropia
Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah
satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya
menyimpang pada bidang horizontal ke arah medial.
| Skenario A Blok 15 2012 7
Bentuk-bentuk esotropia:
Esotropia konkomitan, yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya pada semua arah
pandangan.
Esotropia nonkomitan, yaitu bila besarnya sudut penyimpangan berbeda-beda pada arah
pandangan yang berbeda-beda pula.
1. Non Paralytic (Comitant)
Non Akomodatif Esotropia
Dibagi menjadi :a. Esotropia Infantil
Paling sering dijumpai. Sesuai kesepakatan agar memenuhi syarat batasan,
maka terjadinya esotropia harus sebelum umur 6 bulan. Penyebab belum
diketahui secara pasti.
b. Esotropia Didapat Esotropia Dasar
Timbulnya pada masa anak-anak, tetapi tidak ada faktor akomodasi.
Sudut strabismusnya mula-mula lebih kecil daripada esotropia
kongenital tetapi akan bertambah besar.
Esotropia Miopia Timbulnya pada orang dewasa muda dan ada diplopia untuk
memandang jauh, yang lambat laun akan untuk memandang dekat.
Tanda klinik :
Pada yang monokuler : anomali refraksinya sering lebih menyolok pada satu mata
(anisometropia).
Pada yang alternating : anomali refraksinya hampir sama pada kedua mata.
| Skenario A Blok 15 2012 8
Akomodatif Esotropia
Terjadi bila ada mekanisme akomodasi fisiologis yang normal, tetapi ada divergensi fusi relatif yang kurang untuk mempertahankan mata supaya tetap lurus.
Ada 2 mekanisme patofisiologi yang terjadi :
- Hiperophia tinggi yang memerlukan akomodasi kuat agar bayangan menjadi jelas, sehingga timbul esotropia.
- Rasio KA/A yang tinggi, yang mungkin disertai kelainan refraksi.
Kedua mekanisme ini dapat timbul pada satu penderita
- Esotropia akomodatif karena hiperophiaHiperophia ini khas, timbulnya pada usia 2-3 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada bayi
/ usia yang lebih tua
- Esotropia akomodatif karena rasio KA/A yang tinggiTerjadi reaksi knvergensi abnormal sewaktu sinkinesis dekat.Kelainan refraksinya
mungkin bukan hiperophia, meskipun sering ditemukan hiperophia sedang.
Karena penyebabnya hypermetropia, maka pengobatannya adalah kacamata. Bila
pengobatan ditunda sampai dari 6 bulan dari onsetnya,sering terjadi amblypobia.
Untuk amblypobia pengobatannya dengan oklusi terlebih dahulu.
- Kombinasi Keduanya
2. Paralytic (Non-Comitant)
Pada strabismus selalu ada salah satu / lebih otot ekstra okuler yang paralitik dan otot
yang paralitik selalu salah satu otot rectus lateral, biasanya sebagai akibat paralisis
syaraf abdusen.
Penyebabnya :
Dewasa : CVA, Tumor (CNS, Nasopharyng), Radang CNS(Central Nervous System),
Trauma.
| Skenario A Blok 15 2012 9
Bayi atau anak-anak : trauma kelahiran, kelainan kongenital.
Pengobatan :
- Operasi pada parese yang permanen- Pada orang dewasa yang mengalami strabismus tiba-tiba, karena trauma dapat
ditunggu sampai ± 6 bulan, karena kemungkinan ada perbaikan sendiri. Selama periode ini dapat dilakukan oklusi pada mata yang paralitik untuk menghindari diplopia.
Penyebab esotropia:
Faktor refleks dekat
Hipertoni rektus medius kongenital
Hipotoni rektus lateral akuisita
Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak.
B. Exotropia (Eksotropia)
Eksotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah
satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan yang lainnya
menyimpang pada bidang horizontal ke arah lateral.
Bentuk-bentuk eksotropia:
Eksotropia konkomitan: yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya pada semua arah
pandangan
Eksotropia nonkomitan: yaitu bila besarnya sudut penyimpangan berbeda-beda pada arah
pandangan yang berbeda-beda.
Untuk selanjutnya yang dimaksud dengan eksotropia adalah hanya yang konkomitan.
Penyebab-penyebab eksotropia:
Herediter, unsur herediter sangat besar, yaitu trait autosomal dominant
Optis, tak ada hubungan dengan kelainan terhadap kehilangn penglihatan binokuler
Inervasi, tetapi tidak terdapat abnormalitas yang berarti dalam bidang sensori motor
Anatomi, kelainan untuk rongga orbita misalnya pada penyakit Crouzon.
C. Hipotropia
Hipotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu
sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan yang lainnya
menyimpang pada bidang vertikal ke arah inferior (bawah).
| Skenario A Blok 15 2012 10
D. Hipertropia
Hipertropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu
sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan yang lainnya
menyimpang pada bidang vertikal ke arah superior (atas).
Gangguan tersebut dapat dibedakan dalam gangguan yang bersifat organik dan
bersifat fungsional.
Gangguan organik adalah timbulnya kelainan susunan jaringan yang mengakibatkan
gangguan penglihatan, sedangkan gangguan fungsional penglihatan adalah gangguan dalam
penglihatan yang tidak disebabkan karena kelainaan organik.
Gangguan fungsional yang timbul dalam masa perkembangan disebut sebagai
Developmental Arrest
Gangguan Faal Otot Penggerak Bola Mata
Kedua bola mata digerakkan oleh otot-otot mata luar sedemikian rupa sehingga
bayangan benda yang menjadi perhatian akan selalu jatuh tepat di kedua fovea sentralis. Otot
penggerak kedua bola mata, yang berjumlah dua belas akan selalu bergerak secara teratur;
gerakan otot yang satu akan mendapatkan keseimbangan gerak dari otot-otot lainnya.
Keseimbangan yang ideal seluruh otot penggerak bola mata ini menyebabkan kita dapat
selalu melihat secara binokular.
Apabila terdapat satu atau lebih otot penggerak bola mata yang tidak dapat
mengimbangi gerak otot-otot lainnya,maka terjadilah gangguan keseimbangan gerak antara
kedua mata, sehingga sumbu penglihatan menyilang pada tempat diluar letak benda yang
menjadi perhatiannya dan disebut ‘juling’ (crossed Eyes).
Gangguan keseimbangan gerak bola mata (muscle imbalance) bisa disebabkan oleh
hal-hal berikut :
Pertama apabila aktivitas dan tonus satu atau lebih otot penggerak menjadi berlebihan;
dalam hal ini otot bersangkutan akan menarik bola mata dari kedudukan normal. Apabila
| Skenario A Blok 15 2012 11
otot yang hiperactive adalah otot yang berfungsi untuk kovergensi terjadilah juling yang
konvergen (esotropia).
Kedua, adalah kebalikan dari pertama, apabila satu atau lebih dari otot penggerak bola
mata aktivitas atau tonusnya menjadi melemah atau paretik. Bila hal ini terjadi pada otot
yang dipakai untuk konvergensi, maka terjadilah juling divergen (ekstropia).
Dapatlah dimengerti bahwa ada dua keadaan tersebut di atas, besarnya sudut deviasi
adalah berubah-ubah tergantung pada arah penglihatan penderitaan. Keadaan juling seperti
itu disebut sebagai gangguan keseimbangan gerak yang inkomitat. Sebagai contoh adalah
suatu kelumpuhan otot rektus lateral mata kanan, maka besar sudut deviasi adalah kecil bila
penderita melihat kearah kiri dan membesar bila arah pandang ke kanan.
Gangguan keseimbangan gerak bola mata dapat pula terjadi karena suatu kelainan
yang bersifat sentral berupa kelainan stimulus pada otot.
Stimulus sentral untuk konvergensi bisa berlebihan sehingga akan didapatkan seorang
penderita kedudukan bola matanya normal pada penglihatan jauh (divergensi) tetapi menjadi
juling konvergen pada waktu melihat dekat (konvergensi); demikian kita kenali :
Convergence excess bila kedudukan bola mata penderita normal melihat jauh dan juling
ke dalam esotopia pada waktu melihat dekat.
Divergence excess (aksi lebih konvergensi) bila kontraksi otot penggerak bola mata
penderita normal pada penglihatan dekat, tetapi juling keluar (divergent squint) bila
melihat jauh.
Convergence insuffiency bila kedudukan bola mata normal pada penglihatan jauh tapi
juling keluar pada waktu melihat dekat.
Divergence insuffiency bila penderita mempunyai kedudukan bola mata yang normal
untuk dekat tetapi juling ke dalam bila melihat jauh.
Apa saja yang bisa menyebabkan mata juling kearah dalam?
Faktor Keturunan
“Genetic Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah jelas. Bila
orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila anaknya
menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.
Kelainan Anatomi
| Skenario A Blok 15 2012 12
1. Kelainan otot ekstraokuler
Over development
Under development
Kelainan letak insertio otot
2. Kelainan pada “vascial structure”
Adanya kelainan hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat menyebabkan
penyimpangan posisi bola mata.
Kelainan dari tulang-tulang orbita
Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital abnormal,
sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.
Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
Kelainan kuantitas stimulus pada otot bola mata.
Kelainan Sensoris
Defect yang mencegah pembentukan bayangan di retina dengan baik, antara lain :
Kekeruhan media
Lesi di retina
Ptosis berat
Anomali refraksi (terutama yang tidak terkoreksi)
Kelainan Inervasi ( strabismus paralitik )
1. Gangguan proses transisi dan persepsi
Gangguan ini menyebabkan tidak berhasilnya proses fusi.
2. Gangguan inervasi motorik
Insufficiency atau escessive tonik inervation dari bagian supra nuklear
Insufficiency atau exessive inneration dari salah satu atau beberapa otot.
Faktor refleks dekat, akomodatif esotropia
Hipertoni (peninggian tonus otot) rektus medius kongenital
Hipotoni (penurunan tonus otot) rektus lateral akuisita
Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak
| Skenario A Blok 15 2012 13
Tarikan yang tidak sama pada 1 ataubeberapa otot yang menggerakan mata(strabismus
non-paralitik). Strabismus non-paralitik biasanya disebabkan oleh suatukelainan di
otak.
Pengaruh kecelakaan terhadap mata juling ke arah dalam :
Pada kasus ini si Anak laki laki sebelumnya pernah mengalami trauma, maka bisa
diduga pasien mengalami strabismus paralitik (non- comitant) akibat paralisis otot rectus
lateral yang dipersyarafi nervus abdusen. Cedera kepala tersebut akibatnya akan terjadi
perdarahan ( diduga terjadi perdarahan akibat kehilangan kesadaran yang mencapai lebih dari
30 menit) sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena volume rongga kepala
yang terbatas, atau juga terjadi trauma langsung pada otak. Manifestasinya pada kasus ini
berupa cedera / gangguan pada nervus kranial ke 6 (abducens)
Pada kasus ini pasien mengalami esotropia mata kanan maka dapat diartikan pasien
mengalami kelumpuhan pada saraf VI oculi dextra (yang mempersarafi rectus lateral) akibat
benturan dan mengakibatkan tonus otot mata menjadi tidak seimbang (otot rectus lateral tidak
berfungsi) dan mengakibatkan penyimpangan posisi bola mata (bola mata bergeser ke arah
nasal) yang akhirnya menyebabkan fungsi mata tidak bekerja dengan baik.
Pengaruh hilang kesadaran selama 30 menit terhadap gejala?
Kehilangan kesadaran selama 30 menit termasuk dalam kategori kontusio, akibat dari
transmisi langsung energi benturan setelah terjadinya kecelakaan. Kontusio hampir selalu
meninggalkan jejas, yang kemungkinan pada kasus ini jejas tersebut mengakibatkan cedera
pada nervus XI cabang oculi dextra sehingga akibatnya terjadi esotropia oculi dextra karena
paralisis otot rectus lateralis dextra.
Esotropia tersebut bermanifestasi dalam bentuk diplopia, dikarenakan cahaya tidak tepat
jatuh pada fovea centralis di mata kanan.
| Skenario A Blok 15 2012 14
Mengapa penglihatan ganda semakin bertambah bila melihat ke temporal kanan?
Uncrossed diplopia pada esotropia terjadi akibat cahaya yang seharusnya jatuh pada fovea
centralis jatuh pada retina nasalis pada mata kanan. Cahaya yang jatuh pada retina nasalis
mata kanan akan dipersepsikan sebagai gambar yang berasal dari sisi temporal. Akibatnya
terjadi gangguan fusi gambar ( gangguan binokularitas ) antara mata kanan dan kiri sehingga
orang tersebut melihat 2 gambar.
Sesuai dengan hukum Herring yang menjelaskan binokularitas, apabila seseorang melihat ke
salah satu arah, maka kedua mata akan memandang ke arah tersebut untuk mempertahankan
binokularitas. Pada pasien ini diplopia semakin bertambah saat melihat ke kanan karena
pasien tidak mampu menggerakkan mata kanannya akibat kelemahan otot rectus lateralis
kanan.
Sesuai dengan hukum Sherrington, bahwa seharusnya saat mata tersebut melihat ke satu
arah, maka otot antagonis gerakan tersebut akan melemah. Namun pada kasus strabismus
paralitik dikarenakan paralisis otot rectus lateralis,tidak ada gaya yang melawan kontraksi
otot rectus medial, sehingga mata tidak dapat mempertahankan binokularitas ( cahaya tidak
jatuh tepat di fovea centralis ), sehingga pada kasus ini yang merupakan esotropia oculi
| Skenario A Blok 15 2012 15
dextra terjadi diplopia yang semakin bertambah saat melihat ke kanan ( karena mata kanan
tidak mampu mengikuti gerakan mata kiri untuk melihat ke kanan.
Hasil pemeriksaan oftalmologi
Variabel KasusInterpret
asiMekanisme Abnormalitas
AVOD 6/6 Emetrope Normal -
AVOS 6/6 Emetrope Normal -
Hirschberg ET 15o Abnormal
Akibat esotropia, sehingga pantulan
cahaya di kornea mengikuti
kemiringan mata
ACT Shifting (+) Abnormal
Akibat esotropia, sehingga otot
ekstraokular berusaha
mempertahankan binokularitas
sehingga otot ekstraokular
berkontraksi untuk memfiksir sudut
pandang yang tepat
Duction &
Version
Ada hambatan gerakan
temporal oculi dextraAbnormal
Akibat paralisis otot rectus lateral
sehingga oculi dextra tidak dapat
melakukan versi ke arah temporal
dan tidak dapat melawan gaya
kontraksi otot rectus medial
WFDT Uncrossed diplopia semakin
bertambah ke arah sisi mata
non dominan
Abnormal Akibat cahaya tidak jatuh tepat di
fovea centralis sehingga membentuk
diplopia.
Akibat esotropia, mata kanan
kesulitas melakukan versi sehingga
| Skenario A Blok 15 2012 16
tidak dapat mempertahankan
binokularitas
FDT
Tidak terdapat tahanan pada
gerakan dengan bantuan
pinset
NormalTidak terdapat hambatan mekanik
pada otot mata
Differential Diagnosis
Variabel Kasus Esotropia PseudoesotropiaAbducens
Nerve Palsy
Mata yang terkena Oculi dextraUnilateral atau
BilateralBilateral Bilateral
Visus NormalMiopia atau
normalNormal Normal
Refleks pupil ET 15o
Terjadi deviasi
( 15,30,45
derajat )
Normal Deviasi
ACT Shifting (+)Shifting mata
nondominanNormal Shifting
Diplopia (+) (+) (-) (+)
Manifestasi
penyerta(-) (-) (-)
Gangguan
neurologik
Penegakan Diagnosis pada Kasus
Anamnesis
| Skenario A Blok 15 2012 17
Pertanyaan yang lengkap dan cermat tentang riwayat sakit sangat membantu
dalam menentukan, diagnosis, prognosis dan pengobatan strabismus. Dalam hal
ini perlu ditanyakan :
Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara autosomal dominan.
Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal timbulnya
strabismus makin jelek prognosisnya.
Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan
penyakit sistemik.
Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari strabismusnya? Bagaimana
penglihatan dekatnya? Kapan matanya terasa lelah? Apakah pasien menutup
matanya jika terkena sinar matahari? Apakah matanya selalu dalam keadaan
lurus setiap saat? Apakah derajat deviasinya tetap setiap saat?
Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau bergantian?
Inspeksi
Dengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah strabismusnya konstan atau
hilang timbul (intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap
(nonalternan),dan berubah-ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus
diperhatikan pula ptosis terkait dan posisi kepala yang abnormal. Derajat fiksasi
masing-masing secara terpisah atau bersama-sama. Adanya nistagmus
menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam penglihatannya menurun.
Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan
Tajam penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk
membandingkan tajam penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa sendiri-
sendiri, karena dengan uji binokular tidak akan bisa diketahui kekaburan pada satu
mata. Untuk anak-anak yang masih sangat muda, yang bisa dilakukan kadang-
kadang hanya berusaha agar mata bisa memfiksasi atau mengikuti sasaran (target).
Sasaran dibuat sekecil mungkin disesuaikan dengan usia, perhatian, dan tingkat
kecerdasannya. Jika dengan menutup satu mata anak tersebut melawan, sedang
dengan menutup mata yang lain tidak melawan, maka mata yang penglihatannya
jelek adalah yang ditutup tanpa perlawanan. Pada uji titik (dot test), anak yang
diperiksa disuruh menaruhkan jari-jarinya pada sebuah titik yang ukurannya telah
dikalibrasi. Ini adalah uji kuantitatif paling awal yang dikerjakan secara berkala
(dimulai pada umur 2-2 ½ tahun). Pada umur 2 ½ - 3 tahun anak sudah mampu
| Skenario A Blok 15 2012 18
mengenali dan mengerjakan uji gambar-gambar kecil (kartu Allen). Umumnya
anak umur 3 tahun sudah bisa melakukan permainan “E” (E-game) yaitu dengan
kata snellen konvensional dengan huruf E yang kakinya ke segala arah dan sianak
menunjukkan arah kaki huruf E tersebut dengan jari telunjuknya.
Tajam penglihatan dan kemampuan visual bayi lainnya dapat ditentukan dengan
metode melihat apa yang disukai anak (preferential looking method), yang
didasarkan pada kebiasaan bayi yang lebih menyukai melihat lapangan yang telah
dipola (diberi corak) atau melihat lapangan yang seragam.
Pemeriksaan Kelainan Refraksi
Memeriksa kelainan refraksi dengan retinoskop memakai sikloplegik adalah
sangat penting. Obat baku yang digunakan agar sikloplegia sempurna adalah
atropine. Bisa diberikan dalam bentuk tetes mata atau salep mata 0,5 % atau 1 %
beberapa kali sehari selama beberapa hari. Pemberian atropine pada anak-anak
usia sekolah sangat tidak disukai karena sikloplegianya berlangsung lama sampai
2 minggu sehingga mengganggu pelajaran sekolah. Pada semua umur bisa
digunakan homatropin 5 % atau siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik.(5,7)
Menentukan Besar Sudut Deviasi
A. Uji Prisma dan Penutupan(5)
Uji penutupan (cover test)
Uji membuka penutup (uncover test)
Uji penutup berselang seling (alternate cover test)
Penutup ditaruh berselang seling didepan mata yang pertama dan kemudian
mata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total (heterotropia dan
heteroforia).
Uji penutupan plus prisma.
Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma dengan
kekuatan yang semakin tinggi dengan kekuatan satu atau kedua mata sampai
terjadi netralisasi gerakan mata pada uji penutup berselang-seling. Misalnya
untuk mengukur esodeviasi penuh, penutup dipindah-pindahkan sementara
diletakkan prisma dengan kekuatan base out yang semakin tinggi didepan
salah satu atau kedua mata sampai gerakan re-fiksasi horizontal dicapai oleh
mata yang deviasi.
| Skenario A Blok 15 2012 19
B. Uji Objektif
Uji prisma dan uji tutup bersifat objektif, karena tidak diperlukan laporan –laporan
pengamatan sensorik dari pasien. Namun diperlukan kerjasama dan tajam
penglihatan yang utuh. Uji batang Maddox bersifat subjektif, Karena nilai akhir
pelaporan berdasarkan laporan pengamatan sensorik pasien.
Pada kasus dimana pasien dalam keadaan bingung atau tidak kooperatif, mungkin
tidak respon terhadap uji ini. Cara-cara penentuan klinis posisi mata yang tidak
memerlukan pengamatan sensorik pasien (uji objektif) jauh kurang akurat,
walaupun kadang-kadang masih bermanfaat.
Terdapat dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada pengamatan
posisi reflek cahaya oleh kornea, yakni :
Metode Hirschberg
Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat
pantulan cahaya pada kedua kornea mata.
1) Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi
2) Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15 º
3) Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka deviasinya 30 º
4) Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45 º
Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji krimsky)
Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan. Prisma ditaruh
didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang diperlukan agar refleksi
kornea pada mata yang juling berada ditengah-tengah pupil menunjukkan
besarnya sudut deviasi.
Duksi (rotasi monokular)
Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala
arah pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan
seperti ini bisa karena paralisis otot atau karena kelainan mekanik anatomik.
Versi (gerakan Konjugasi Okular)
Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33
cm dalam 9 posisi diagnosis primer – lurus kedepan; sekunder – kekanan, kekiri
keatas dan kebawah; dan tersier – keatas dan kekanan, kebawah dan kekanan,
keatas dan kekiri, dan kebawah dan kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan
| Skenario A Blok 15 2012 20
relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan sebagai kerja-lebih (overreaction)
dan kerja –kurang (underreaction). Konsensus : pada posisi tersier otot-otot obliq
dianggap bekerja-lebih atau bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot rektus
pasangannya. Fiksasi pada lapangan kerja otot paretik menyebabkan kerja-lebih
otot pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih besar untuk
berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata yang normal akan menyebabkan kerja-
kurang pada otot yang paretik.
Pemeriksaan Sensorik
1) Uji stereopsis
Digunakan kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan. Sasaran
yang dipantau secara monokular hampir-hampir tidak bisa dilihat
kedalamannya. Stereogram titik-titik acak (random stereogram) tidak memiliki
petunjuk kedalaman bila dilihat monocular. Lapangan titik-titik secara acak (A
field of random dots) terlihat oleh mata masing-masing tetapi hubungan titik
ke titik yang sesuai antara 2 sasaran adalah sedemikian rupa sehingga bila ada
stereopsis akan tampak suatu bentuk yang terlihat stereoskopis.
2) Uji supresi
Adanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang pencoba
dengan 4 lensa merah didepan satu mata dan lensa hijau didepan mata yang
lain. Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan merah, hijau dan putih.
Bulatan-bulatan berwarna ini adalah tanda untuk persepsi mata masing-masing
dan bulatan putih yang bisa dilihat kedua mata dapat menunjukkan adanya
diplopia. Pemilahan bulatan-bulatan dan jaraknya Dari mata, menentukan
luasnya retina yang diperiksa. Daerah fovea dan daerah perifer dapat diperiksa
dengan jarak dekat atau jauh.
3) Uji kelainan Korespondensi retina
Kelainan korespondensi retina dapat ditentukan dengan dua cara :
Dengan menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak tegak lurus didepannya
Dengan menunjukkan bahwa titik retina perifer pada satu mata dan fovea
mata lainnya mempunyai arah yang bersamaan.
4) Uji kaca beralur Bagolini
Uji ini merupakan uji metode yang kedua. Kaca bening dengan alur-alur halus
yang arahnya berbeda tiap-tiap mata ditempatkan didepan mata. Kondisi uji
sedapat mungkin mendekati penglihatan normal. Terlihat sebuah titik sumber
| Skenario A Blok 15 2012 21
cahaya dan seberkas sinar tegak lurus pada arah alur. Jika unsur retina perifer
mata yang berdeviasi menunjuk berkas cahaya melalui titik sumber cahaya
maka berarti ada kelainan korespondensi retina.
Working Diagnosis: Berdasarkan hasil differensial diagnosis, anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologi, maka diagnosis untuk kasus ini adalah esotropia yang bersifat didapat (acquired)
akibat trauma capitis.
Etiologi dan faktor risiko kasus ini
Tidak terdapat etiologi dan faktor resiko spesifik pada kasus ini, namun secara umum
diantaranya adalah :
Anak - anak myopia yang tidak dikoreksi dengan kacamata ( esotropia akomodatif )
Anak - anak myopia yang awalnya merespon treatment dengan kacamata namun
lama-kelamaan mengembangkan juling ( esotropia nonakomodatif )
Hereditas
Abnormalitas kehamilan dan partus
Arnold-Chiari malformation
Scleral ectasia pada myopia tinggi yang dapat mengakibatkan "downslip" rectus
lateralis relatif terhadap bola mata, mengakibatkan otot mengalami efek depresi
dengan mengorbankan aksi fisiologiknya
Myopic epikeratophakia
Abnormalitas neurologik
Deficits abduksi
o Sixth nerve palsy
o Sixth nerve pseudo-palsy pada anak-anak dengan esotropia dengan nystagmus
manifestasi laten
| Skenario A Blok 15 2012 22
Sindrome Duane tipe 1 unilateral atau bilateral
Detoksifikasi heroin
Sinusitis yang mengakibatkan kontraktur pada otot ekstraokular yang bersesuaian
Epidemiologi
Frekuensi
Internasional
Dari anak-anak dengan esotropia, 10,4% dari mereka yang didiagnosis dengan esotropia
diperoleh.
Mortalitas / Morbiditas
Dalam penelitian terbaru, 11,52% dari pasien dengan strabismus memiliki kelainan segmen
posterior. Diagnosis yang paling umum termasuk Toxoplasma chorioretinitis, anomali
morning glory, retinopati Toxocara, retinopati prematuritas, dan penyakit Coats. Usia rata-
rata onset dari penyimpangan ditemukan secara signifikan lebih rendah pada pasien dengan
esotropia. Korelasi ada ada antara tingkat gangguan penglihatan dan arah penyimpangan.
Fakta ini menekankan pentingnya melakukan pemeriksaan fundus pada setiap pasien yang
mengalami strabismus.
Ras
Tidak ada predileksi ras ada.
Jenis Kelamin
Tidak ada predileksi seksual ada.
Usia
Usia rata-rata onset untuk anak-anak dengan esotropia diperoleh adalah 31,4 bulan (kisaran,
8-63 bulan), dengan sudut awal rata-rata penyimpangan 24 dioptri prisma (PD).
| Skenario A Blok 15 2012 23
Patofisiologi
Nervus cranial ke 6 ( Abducens ) yang mempersarafi otot rectus lateral, apabila mengalami
lesi / trauma dapat mengakibatkan paralisis dari otot yang dipersarafi tersebut, yang
mengakibatkan mata tertarik ke arah nasal karena kontraksi otot rectus medial ( Hukum
Sherington ). Manifestasinya berupa diplopia karena cahaya tidak jatuh tepat di fovea
centralis sehingga otak mempersepsikan gambar yang diterima sebagai 2 gambar ( gangguan
binokularitas), dan tampilan strabismus ke arah dalam ( esotropia ). Mata sulit digerakkan ke
arah kanan juga karena paralisis musculus rectus lateralis.
Manifestasi klinis dari WD kasus ini
a. Gejala Subjektif : mata juling ke dalam, bisa satu mata, bisa dua mata bergantian
b. Gejala objektif : posisi bola mata menyimpang ke arah nasal
Tatalaksana
Tujuan utama pengobatannya adalah mengembalikan efek sensorik yang hilang karena
strabismus (ambliopia, supresi, dan hilangnya stereopsis), dan mempertahankan mata yang
telah membaik dan telah diluruskan baik secara bedah maupun non bedah. Pada orang
dewasa dengan strabismus akuisita, tujuannya adalah mengurangi deviasi dan memperbaiki
penglihatan binokular tunggal.
Pengobatan non-bedah
a. Terapi oklusi : mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata
yang ambliop
b. Kacamata : perangkat optik terpenting dalam pengobatan strabismus adalah
kacamata yang tepat. Bayangan yang jelas di retina karena pemakaian
kacamata memungkinkan mekanisme fusi bekerja sampai maksimal. Jika ada
hipermetropia tinggi dan esotropia, maka esotropianya mungkin karena
hipermetropia tersebut (esotropia akomodatif refraktif).
c. Obat farmakologik
1) Sikloplegik – Sikloplegik melumpuhkan otot siliar dengan cara
menghalangi kerja asetilkolin ditempat hubungan neuromuskular dan
dengan demikian mencegah akomodasi. Sikloplegik yang digunakan
| Skenario A Blok 15 2012 24
adalah tetes mata atau salep mata atropin biasanya dengan konsentrasi
0,5% (anak) dan 1% (dewasa).(4)
2) Miotik – Miotik digunakan untuk mengurangi konvergensi yang
berlebihan pada esotropia dekat, yang dikenal sebagai rasio konvergensi
akomodatif dan akomodasi (rasio KA/A) yang tinggi. Obat yang biasa
digunakan adalah ekotiofat iodine (Phospholine iodide) atau isoflurat
(Floropryl), yang keduanya membuat asetikolinesterase pada hubungan
neuromuskular menjadi tidak aktif, dan karenanya meninggikan efek
impuls saraf.(5)
3) Toksin Botulinum – Suntikan toksin Botulinum A ke dalam otot
ekstraokular menyebabkan paralisis otot tersebut yang kedalaman dan
lamanya tergantung dosisnya.
Pengobatan Bedah
Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran deviasi pada berbagai
arah pandangan. Biasanya yang diukur adalah jauh dan dekat pada posisi primer,
arah pandangan sekunder untuk jauh, dan arah pandangan tersier untuk dekat,
serta pandangan lateral ke kedua sisi untuk dekat.
Reseksi dan resesi – Cara yang paling sederhana adalah memperkuat dan
memperlemah. Memperkuat otot dilakukan dengan cara yang disebut reseksi. Otot
dilepaskan dari mata, ditarik sepanjang ukuran tertentu dan kelebihan panjang otot
dipotong dan ujungnya dijahit kembali pada bola mata, biasanya pada insersi asal.
Resesi adalah cara melemahkan otot yang baku. Otot dilepaskan dari bola mata,
dibebaskan dari perlekatan-perlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi retraksi.
Kemudian dijahit kembali pada bola mata dibelakang insersi asal pada jarak yang
telah ditentukan.
Komplikasi
Supresi
| Skenario A Blok 15 2012 25
Usaha yang tidak disadari penderita untuk menghindari diplopia yang timbul akibat adanya
deviasi.
Ambliopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan tanpa
kelainan organik lain.
Anomalus Retinal Correspondents
Suatu keadaan dimana fovea dari mata yang baik menjadi sefaal dengan daerah fovea mata
yang berdeviasi.
Defek Otot
Perubahan sekunder dari striktur konjungtiva dan jaringan fascia yang ada di sekeliling otot
menahan pergerakan normal mata.
Adaptasi posisi kepala
Keadaan yang timbul karena menghindari pemakaia notot yang mengalami gangguan untuk
mencapai penglihatan binokuler. Biasanya kearah aksi dari otot yang lumpuh.
Prognosis
Bonam, dari hasil pemeriksaan yang menandakan belum terjadi deviasi yang berat serta usia
yang masih muda, apabila diterapi dengan baik maka akan dapat kembali seperti semula.
Komptensi Dokter Umum
Merujuk pada ketentuan dari KKI (Konsil Kedokteran Indonesia), maka kompetensi dokter
umum untuk kasus ini adalah Tingkat Kompetensi II, yaitu mampu membuat diagnosis klinik
berdasarkan pemeriksaan tambahan dan pemeriksaan tambahan yang diminta seperti
pemeriksaan laboratorium sederhana dan X-Ray. Selanjutnya merujuk pada spesialis yang
relevan dan menindaklanjuti sesudahnya.
2.5 Hipotesis
“Seorang anak laki-laki, 10 tahun, mengalami esotropia yang didapat et causa
| Skenario A Blok 15 2012 26
trauma capitis "
2.6 Kerangka Konsep
| Skenario A Blok 15 2012 27
Anamnesis
- Diplopia
- Mata sulit bergerak ke temporal
- Kehilangan kesadaran > 30 menit
akibat kecelakaan
- Kepalanya terbentur saat kecelakaan
Pemeriksaan Oftalmologi
- AVOD & AVOS 6/6 Emetrop
- Hirschberg: ET 15o
- ACT : Shifting (+)
- Duction & Vesion : Hambatan oculi dextra bergerak ke
temporal
- WFDT : Uncrossed diplopia, yang semakin bertambah saaat
melihat ke temporal
Acquired Esotropia
Rujuk ke dokter spesialis mata
BAB III
SINTESIS
Anatomi Mata ( Ekstraokular )
| Skenario A Blok 15 2012 28
Struktur ekstraokular
Beberapa struktur yang ada dalam kategori struktur luar mata adalah orbit, otot ekstraokular
konjungtiva, sistem lakrimal, dan kelopak mata. Berbagai fungsi yang terkait dengan struktur
ini meliputi perlindungan dan pelumasan.
Orbit
Orbit adalah struktur berbentuk kerucut (Rongga piramidal dengan 4 sisi) yang terdiri dari
basis (margin orbital) yang terbuka ke garis tengah wajah, puncak, ujung sempit ke arah
posterior kepala, dan 4 dinding.
Pada orang dewasa, orbit dibentuk oleh 7 tulang: (1) frontal, (2) zygoma, (3) maxilla, (4)
ethmoid, (5) sphenoid, (6) lacrimalis, dan (7) palatina. Tulang frontal, ethmoid, dan sphenoid
adalah 3 tulang orbit yang tidak berpsangan. Margin orbital (basis) yang dibentuk oleh,
tulang maksilar, zygomatic, frontal, dan lacrimal. Sayap yang lebih kecil dari tulang sphenoid
dan frontal membentuk atap orbit, sedangkan maksilar, zygomatic, dan palatina membentuk
lantai orbit. Dinding medial dibentuk oleh tulang sphenoid ,ethmoid, lacrimalis, dan maksilar.
Dinding lateral dibentuk oleh sayap yang lebih besar dari tulang sphenoid dan zygomatic.
Orbit memiliki volume 30 mL, diukur 4 cm secara horizontal, 3.5 cm secara vertikal, dan
memiliki kedalaman (secara anteroposterior) 4,5 cm. Terkait dengan orbit adalah foramina
dan fisura (lihat Tabel 1, di bawah), yang penting dalam transmisi saraf, arteri, dan vena.
Fungsi utama dari orbit adalah untuk melindungi mata dari luka fisik.
| Skenario A Blok 15 2012 29
Otot luar mata secara histologis berbeda dari kebanyakan otot rangka lainnya karena mereka
terdiri dari 2 jenis sel otot yang berbeda. Setiap sel otot terdiri dari kelompok myofibril yang
disebut sarkomer. Fibril otot Fibrillenstruktur (atau kedutan-cepat) fibril otot menghasilkan
gerakan mata yang cepat dan terdiri dari miofibril yang terlihat jelas dengan sarkomer yang
berkembang dengan baik . Fibril otot Felderstruktur menghasilkan gerakan mata lambat atau
tonik dan terdiri dari miofibril yang tidak jelas terlihat dengan sarkomer kurang berkembang
| Skenario A Blok 15 2012 30
Motor neuron kolinergik memasok kedua jenis serat otot. Persarafan ke fibril fibrillenstruktur
tebal dan sangat bermyelin, dengan en plaque tunggal sambungan neuromuskular, sedangkan
persarafan ke fibril felderstruktur tipis, dengan kumpulan menyerupai buah anggur dar
sambungan neuromuskuler.
| Skenario A Blok 15 2012 31
Otot rektus
Otot Rektus Horizontal
Otot rektus medial dan lateral berasal dari anulus Zinn. Mereka melakukan perjalanan
sepanjang dinding anterior orbit, dan masuk masing-masing 5,5 mm dan 6,9 mm dari limbus,.
(Lihat gambar di bawah.)
Otot Rectus Vertical
Otot rectus superior dan inferior juga berasal dari anulus Zinn. Mereka melakukan
perjalanan anterior dan lateral pada sudut 23 º dengan sumbu visual dari mata dalam posisi
utama. Mereka memasukkan 7,7 mm dan 6,5 mm dari limbus, masing-masing.
Hubungan antara insersi
Sebuah pengetahuan tentang hubungan antara insersi otot-otot rektus sangat penting
untuk melakukan operasi strabismus yang efektif
Tendon dari otot rektus medial masuk 5.5 mm posterior dari limbus sepanjang aspek
medial bola mata. Selanjutnya yang paling posterior pada insersionya adalah rektus inferior,
yang masuk 6,5 mm posterior dari limbus inferior. Melanjutkan berlawan dengan arah jarum
| Skenario A Blok 15 2012 32
jam sekeliling bola mata, otot rektus lateral masuk 6,9 mm posterior limbus lateral, dan
rektus superior 7,7 mm posterior dari limbus superior. Sebuah garis imajiner yang
menghubungkan titik-titik penyisipan menciptakan konfigurasi dikenal sebagai spiral Tillaux.
Otot oblique
Otot superior oblique berasal dari apeks k orbit di atas anulus dari Zinn dan melewati
sepanjang dinding anterior orbit superomedial. Tendon dari otot oblik superior melewati
troklea (yang terletak di tepi nasal oblique superior) dan ini tercermin inferior, posterior, dan
lateral pada sudut 51 º terhadap sumbu visual dengan mata dalam posisi primer. Tendon
melewati bawah otot rektus superior sebelum masuk di posterior equator pada aspek superior
dan lateral bola mata
Otot inferior oblique berasal dari tulang maksilar di belakang fossa lacrimalis, sedikit ke
tepi posterior orbit. Melewati posterior dan lateral di orbit, membentuk sudut 51 º dengan
sumbu visual dari mata dalam posisi utama, sebelum melewati bawah otot rektus inferior dan
masukkan posterior equator pada aspek inferior dan lateral bola mata
Saraf Otot Ekstraokular
Divisi atas dari saraf okulomotor (saraf kranial III) menginervasi otot rektus superior
dan levator palpebrae superioris. Divisi bawah dari saraf kranial III mempersarafi otot rektus
inferior, rektus medial, dan inferior oblique. Saraf ke otot inferior oblique memasuki otot
secara lateral di persimpangan dari otot oblique inferior dan rectus inferior
Saraf troklearis (CN IV) mempersarafi otot oblique superior, memasukkannya sekitar
sepertiga dari jarak dari asal ke troklea tersebut. Saraf abducens (CN VI) mempersarafi otot
rektus lateral.
Persarafan parasimpatis ke sfingter pupil dan otot ciliary berjalan dengan saraf ke otot
oblique inferior. Persarafan parasimpatis dapat terluka selama operasi otot oblique inferior
atau operasi lantai orbital. Semua saraf lainnya masuk ke otot masing-masing di
persimpangan yang ketiga dan sepertiga posterior dan duapertiga anterior dari otot.
| Skenario A Blok 15 2012 33
Vaskularisasi otot ekstraokular
Suplai darah utama mata berasal dari arteri oftalmik. Cabang otot lateral arteri oftalmik
memasok rektus lateral, rektus superior, dan superior oblique. Cabang medial memasok
rektus inferior, rektus medial, dan oblique inferior
Cabang medial dan lateral arteri menimbulkan 7 pembuluh silier anterior, yang
berjalan dengan 4 otot rektus untuk memberikan sirkulasi untuk segmen anterior mata. Setiap
otot rektus memiliki 2 pembuluh silier anterior, kecuali untuk otot rektus lateral, yang hanya
memiliki 1 pembuluh. Kapal ini melewati anterior episclera dan memasok segmen anterior
mata, termasuk sklera, limbus, dan konjungtiva.
Otot-otot Intrinsic Bola Mata
1. M.ciliaris :
- Fungsi : mengatur kecembungan lensa.
- Inervasi : Serabut parasimfatis N.III melalui ganglion ciliare.
2. Otot-otot iris:
- M.sphincter pupillae :
Mengecilkan ukuran pupil
Inervasi oleh sistem parasimfatis melalui nn.ciliares breves.
- M.dilator pupilae:
Melebarkan pupil
Inervasi oleh sistem simfatis
| Skenario A Blok 15 2012 34
Fisiologi otot ekstraokular
Duksi adalah gerakan monokular. Gerakan mata ke arah nasal adalah adduksi, gerakan ke
arah temporal adalah abduksi. Elevasi dan depresi mata dinamakan sursumduksi
(supraduksion) dan deorsumduksi (infraduksi). Insikloduksi (intorsi) adalah rotasi ke arah
hidung dari meridian vertikal, eksikloduksi (ekstorsi) adalah rotasi ke arah temporal dari
meridian vertikal. (Lihat gambar di bawah.)
Agonis dan antagonis otot
Otot utama yang menggerakkan mata ke arah tertentu dikenal sebagai otot agonis . Sebuah
otot di mata yang sama yang menggerakkan mata ke arah yang sama dengan agonis dikenal
sebagai sinergis, sementara otot di mata yang sama yang menggerakkan mata dalam arah
yang berlawanan dari agonis adalah antagonis.
Contohnya, dalam abduksi dari mata kanan, otot rektus lateral kanan adalah agonis,otot
oblique superior dan inferior kanan adalah sinergis, sedangkan otot medial, superior, dan
inferior kanan adalah antagonis. Sesuai dengan hukum Sherrington, peningkatan inervasi ke
otot agonis akan diikuti dengan penurunan inervasi dari otot antagonis mata tersebut.
| Skenario A Blok 15 2012 35
Gerakan mata binokular konjugat
Gerakan mata binokular adalah baik konjugat (versi) atau diskonjugat (vergensi). Versi
merupakan gerakan dari kedua mata ke arah yang sama (misalnya, melirik ke kanan
mengakibatkan kedua mata bergerak ke kanan). Dextroversi adalah pergerakan kedua mata
ke kanan, dan levoversi adalah pergerakan kedua mata ke kiri. Sursumversi (supraversi) dan
deorsumversi (infraversi) masing-masing adalah elevasi dan depresi dari kedua mata
Otot kuk ( Yoke muscle ) adalah otot-otot utama dalam setiap mata yang melakukan versi
tertentu (misalnya, untuk melirik ke kanan adalah otot rektus lateral kanan dan otot rektus
medial kiri ). Setiap otot ekstraokular memiliki otot kuk di mata yang berlawanan untuk
mencapai versi ke setiap posisi tatapan. Sesuai dengan hukum Herring, otot kuk menerima
inervasi yang sama dan simultan. Besarnya inervasi ditentukan oleh mata yang terfiksir, yang
berarti bahwa sudut deviasi antara mata (strabismus) dapat bervariasi tergantung pada mata
yang terfiksir. Deviasi utama adalah misalignment, dengan mata normal yang terfiksir. Jika
mata salah satu mata lebih lemah dari yang lainnya, deviasi sekunder berikutnya biasanya
lebih besar dari deviasi primer.
Gerakan mata binokular diskonjugat
Berbeda dengan versi (di mana kedua mata bergerak ke arah yang sama), vergensi adalah
gerakan mata ke arah yang berlawanan. Konvergensi adalah pergerakan kedua mata ke arah
nasal, dan divergensi adalah pergerakan kedua mata ke arah temporal. Gerakan vergensi
vertikal juga dapat terjadi (yaitu, satu mata bergerak ke atas atau mata lainnya bergerak ke
bawah relatif terhadap mata kontralateral). Konvergensi akomodatif adalah konvergensi mata
akibat mengakomodasi atau fokus pada target yang dekat.
Abnormalitas dari konvergensi akomodatif dengan rasio akomodasi dapat menyebabkan
beberapa jenis strabismus. Konvergensi dan divergensi fusional adalah refleks optomotor
yang dirancang untuk memposisikan mata agar gambar jatuh pada fovea setiap mata. Fusi
motor ini penting untuk menghindari terjadinya diplopia (penglihatan ganda). Bidang aksi
dari otot ekstraokular adalah arah rotasi mata ketika itu otot berkontraksi. Istilah ini juga
menunjukkan posisi pandangan mata di mana efek dari otot paling mudah ditunjukkan.
Pengetahuan tentang bidang aksi penting, karena kejadian strabismus sering meningkat di
bidang aksi dari otot mata yang lemah.
| Skenario A Blok 15 2012 36
Kontrol supranuklear dari gerakan mata
Sistem gerakan mata konjugat utama adalah sistem saccadic dan sistem pengejaran. Sistem
saccadic mengontrol gerakan mata cepat dan mempertahankan fiksasi (foveasi) pada objek
yang dipandang. Saccades horizontal dikendalikan oleh bidang mata frontal kontralateral di
lobus frontalis. Lobus frontalis kanan mengontrol saccades horisontal ke kiri, sedangkan
lobus frontal kiri mengontrol saccades horisontal ke kanan.
Sistem pengejaran mengontrol pelacakan halus untuk mengikuti obyek yang bergerak lambat.
Gerakan mengejar dikendalikan oleh lobus parietalis secara ipsilateral (yaitu, pengejaran ke
kanan didorong oleh lobus parietalis kanan, sementara pengejaran ke kiri didorong oleh lobus
parietal kiri). Kebanyakan gerakan mata volunter adalah kombinasi dari gerakan mata
saccade dan mengejar.
Pengendalian sistem vergensi diduga berada pada tingkat batang otak. Kesenjangan retina
diduga merupakan stimulus yang mendorong divergensi atau konvergensi (motor fusi) yang
terjadi dalam pemeliharaan fusi sensorik dan stereopsis.
Pemeriksaan Oftalmologi
Tes Hischberg :
Tujuan : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai derajat pengguliran bola mata abnormal
dengan melihat refleks sinar pada kornea
Dasar : bila terdapat fiksasi sentral pada satu mata maka refleks sinar yang diberikan pada
kornea mata lainnya dapat menentukan derajat deviasi mata secara kasar.
Alat : sentolop
Teknik :
- Sentolop disinarkan setinggi mata penderita, sebagai sinar fiksasi
- Sentolop terletak 30 cm dari penderita
- Refleks sinar pada mata fiksasi diletakkan ditengah pupil
- Dilihat letak refleks sinar pada kornea mata yang lain
Nilai : refleks cahaya pada mata yang berdeviasi bila : lebih dekat pertengahan pupil, berarti
deviasi 5o-6o , sedang bila pada tepi pupil, berarti deviasi 12-15o (30 prisma dioptri). Bila
| Skenario A Blok 15 2012 37
refleks sinar pada kornea terletak antara pinggir pupil dan limbus, berarti deviasi 25o , dan
bila pada pinggir limbus berarti deviasi 45-60o
ACT (Alternative Cover Test)
Tujuan : Pemeriksaan dilakukan untuk melihat apakah mata melihat dengan binokuler
Dasar : dengan menutup mata bergantian tidak dimungkinkan kedua mata melihat bersama
sama . Dengan menutup satu mata akan terjadi disosiasi
Teknik :
- penderita melihat jauh 6 meter atau dekat 30 cm
- okluder dipindah dari satu mata ke mata lain bergantian
- pada setiap penutupan mata diberikan waktu cukup untuk mata lain berfiksasi
-
nilai : bila tidak terdapat pergerakan mata berarti mata ortoforia atau ortotropia yaitu mata
normal. Bila terjadi pergerakan berarti ada tropia atau foria yaitu mata tersebut juling atau
terdapat juling laten
Tes Duksi
Tujuan : Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat pergerakan setiap otot mata menurut fungsi
gerakan otot tersebut
Dasar : setiap otot penggerak mata mempunyai fungsi khusus pada pergerakan mata
Alat :
- okuler
- lampu fiksasi
Teknik :
- Pemeriksaan ini dilakukan pada jarak dekat atau 30 cm
- Mata diperiksa satu persatu mata
- Dilihat pergerakan mata dengan menyuruh mata tersebut mengikuti gerakan sinar
ke atas, kebawah, kekiri, kekanan, temporal atas, temporal bawah, nasal atas dan
nasal bawah
Nilai : bila tidak terlihat kelambatan pergerakan otot disebut fungsi otot normal
| Skenario A Blok 15 2012 38
Worth Four Dot Test
Tujuan : tes untuk mengetahui adanya supresi, deviasi, ambliopia, dan fusi
Dasar : melihat melalui filter berwarna akan melihat warna benda sesuai dengan warna filter
yang dipakai. Warna putih akan dirubah oleh filter sesuai dengan warna filter.
Warna warna lain melalui filter tidak akan terlihat
Alat :
- Kaca mata filter merah (pada mata kanan), hijau (pada mata kiri)
- Kotak hitam dengan 4 lobang (lebar 2-3cm)susunan ketupat
- 3 lubang lateral bewarna hijau
- 1 diatas warna merah
- 1 dibawah warna putih
Teknik :
- Penderita memakai kaca mata , koreksi diberikan sesuai kaca mata dan diberi kaca
filter merah pada mata kanan dan hijau pada mata kiri
- Pemderita diperiksa pada jarak 6 meter atau 30 cm
- Penderita diminta menerangkan apa yang dilihat dengan kedua mata
Nilai : tidak terdapat diplopia pada setiap sisi berarti normal .
Forced Duction Test
Tujuan : tes untuk mengetahui apakah juling disebabkan karena otot yang lumpuh atau ada
jaringan menghambat gerakan otot
Dasar : gangguan pergerakan bola mata disebabkan defisiensi atau kelemahan otot yang
terjadi oleh traksi pada otot antagonis. Pergerakan otot akan tertahan pada penjepitan otot,
peradangan dan perlengketan otot walaupun dengan bantuan tenaga (forsep) otot ini sukar
bergerak
Alat :
- Pinset konjungtiva
- Anastesi lokal tetes mata
| Skenario A Blok 15 2012 39
Teknik :
- Diberi anastesi lokal pada mata yang akan diperiksa
- Pinset bergigi dipakai untuk memegang tenon dan konjungtiva dekat pada insersi otot yang akan diperiksa
- Penderita disuruh melihat berlawanan arah dengan letak otot yang akan diperiksa, misalnya dipegang dekat insersi rektus inferior maka mata ini diuruh melihat ke atas.
- Waktu penderita melihat ke atas pinset pemeriksa membantu pergerakan mata ke atas
- Diraba adanta kelainan pergerakan-
Nilai : Bila tidak terdapat tahanan pada gerakan dengan bantuan pinset berarti otot yang
berlawanan paresis atau juling akibat paresis otot. Bila terdapat tahanan berarti otot yang
dipegang kaku dan tertahan oleh jaringan bukan otot seperti konjungtiva, tenon, sehingga
mengakibatkan mata tersebut juling.
| Skenario A Blok 15 2012 40
Daftar Pustaka
Hamidah, Djiwatmo, Indriaswati L. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: SMF Ilmu
Penyakit Mata RSUD Dr Soetomo.2006
Ilyas S, Mailangkay, Hilaman T dkk. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta : Sangung
Seto.2009
Pascotto A. Acquired esotropia. EMedicine. Internet file :
http://www.emedicine.com/OPH/topic 145.htm
Vaughan D, Asbury T.Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II. Yogyakarta: WidyaMedika.1992
Ilyas,Sidarta.Yulianti, Sri Rahayu. 2012.Ilmu Penyakit Mata.Edisi IV.Cetakan ke II.Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2012
| Skenario A Blok 15 2012 41