etika bisnis - segce

95
i

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

ii

ETIKA BISNIS

PERSPEKTIF TEORI DAN PRAKTIS

Cetakan Pertama Maret 2020 6.1” x 9.06” , viii + 90

ISBN :978-623-91014-3-5

Penulis

Dr. Anak Agung Dwi Widyani, SE., MM.,Ak

Editor AnikYuesti

Cover:

Putu Noah Aletheia

Diterbitkan Oleh CV. Noah Aletheia

Jl. Tegalsari Gg. Koyon. No. 25 D. Banjar Tegalgundul Desa Tibu beneng, Kec. Kuta Utara, Kab. Badung Bali Indonesia.

HakCiptaDilindungiUndang-Undang

Dilarang memperbanyak seluruh atau sebagian buku ini

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiranTuhan Yang

Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

bahan ajar yang berjudul ETIKA BISNIS PERSPEKTIF

TEORI DAN PRAKTIS dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam bahan ajar ini penulis membahas mengenai bagaimana etika

baik secara teori maupun aplikasinya dalam bisnis. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan bahan

ajar ini, namun, berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak

akhirnya pembuatan bahan ajar ini dapat terselesaikan tepat pada

waktunya. Dan penulis tak lupa mengucapkan terimakasih kepada

pihak yang telah membantu tersusunya bahan ajar ini. Penulis

berharap dalam penulisan bahan ajar ini dapat bermanfaat khususnya

bagi penulis sendiri dan para pembaca umumnya serta semoga dapat

menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan

meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang

mendasar pada bahan ajar ini. Oleh karena itu, penulis berharap saran

serta kritik konstruktif dari pembaca untuk penyempurnaan bahan

ajar selanjutnya. Akhir kata semoga bahan ajar ini dapat member

manfaat.

Maret, 2020

Penulis

iv

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

COVER i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENGERTIAN ETIKA 1

A. PengertianEtika 1

B. Macam-macamTeoriEtika 3

C. Pengertian Moral dan Moralitas 5

D. Peran dan ManfaatEtika 7

E. Kesadaran Moral 8

BAB II RELEVANSI ANTARA BISNIS DAN ETIKA 12

A. PrinsipEtikaBisnis 9

B. Sasaran dan RuangLingkupEtikaBisnis 14

C. FaktorPendukungImplementasiEtikaBisnis 15

D. PrinsipUmumEtikaBisnis 15

E. EtosBisnis 15

F. Moral dan Etikadalam Dunia Bisnis 16

BAB III ETIKA UTILITARIANISME 20

A. Kriteria dan PrinsipEtikaUtilitarianisme 23

B. Nilai PositifEtikaUtilitarianisme 23

C. UtilitarianismeSebagai Proses dan StandarPemilihan 24

D. AnalisisKeuntungan dan Kerugian 24

E. KelemahanEtikaUtilitarianisme 25

BAB IV PASAR DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 27

A. Pasar dan PerlindunganKonsumen 28

B. HubunganProdusen dan Konsumen 35

C. Gerakan Konsumen 38

D. KonsumenAdalah Raja 39

E. Peraturan yang TerkaitdalamPersoalanEtikaBisnis 41

BAB V PERIKLANAN 50

A. FungsiIklan 51

B. PersoalanEtisdalamIklan 52

C. MaknaEtisMenipudalamIklan 53

D. KebebasanKonsumen 55

E. PeraturanTerkait 57

BAB VI DIMENSI POLUSI DAN PENYUSUTAN SUMBER DAYA 60

A. Dimensi Polusi Dan Penyusutan Sumber Daya 61

B. Etika Pengendalian Polusi 63

C. Etika Konservasi Sumber Daya 64

D. Peningkatan Perhatian Bisnis Terhadap Etika Lingkungan 67

v

E. Peraturan Yang Terkait 67

F. Pembahasan Kasus 67

BAB VII DISKRIMINASI PEKERJAAN 70

A. SifatDiskriminasiPekerjaan 71

B. Tingkat Diskriminasi 72

C. Diskriminasi: Utilitas, Hak dan Keadilan 74

D. TindakanAfirnatif 74

E. Peraturan Yang Terkait 78

BAB VIII ORGANISASI RASIONAL 80

A. OrganisasiRasional 80

B. OrganisasiPolitik 87

C. Organisasi YangPenuh Perhatian 88

DAFTAR PUSTAKA

1

BAB I

PENGERTIAN ETIKA

Etika (tatakrama) merupakan kebiasaan yang benar dalam

pergaulan. Kunci utama penerapan etika adalah memperlihatkan

sikap penuh sopan santun, rasa hormat terhadap keberadaan orang

lain dan mematuhi tatakrama yang berlaku pada lingkungan tempat

kita berada. Sebagai makhluk sosial, tidak dapat dipungkiri manusia

tidak bisa terlepas dari manusia yang lain. Artinya setiap manusia

mutlak membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Di sinilah, manusia

tidak bisa dipisahkan dari kehidupan bertetangga dan bermasyarakat.

Dalam melakukan hubungan sosial di masyarakat diperlukan

etika sebagai pedoman hidup dan kebiasaan yang baik untuk dianut

dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Fakta

tersebut menguatkan anggapan bahwa masyarakat Indonesia dikenal

sebagai masyarakat yang berbudaya dan memiliki etika luhur dalam

kehidupan bersosial dan bermasyarakat. Maka dari itu, pemahaman

akan etika dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat sangat

penting untuk dalam mengimplementasikannya dalam kehidupan

sehari-hari di masyarakat.

A. Pengertian Etika

Adalah suatu norma atau aturan yang dipakai sebagai

pedoman dalam berperilaku di masyarakat bagi seseorang terkait

dengan sifat baik dan buruk.Ada juga yang menyebutkan pengertian

etika adalah suatu ilmu tentang kesusilaan dan perilaku manusia di

dalam pergaulannya dengan sesama yang menyangkut prinsip dan

aturan tentang tingkah laku yang benar. Dengan kata lain, etika

adalah kewaijban dan tanggungjawab moral setiap orang dalam

2

berperilaku di masyarakat.Secara etimologis, kata etika berasal dari

bahasa Yunani kuno, yaitu “Ethikos” yang artinya timbul dari suatu

kebiasaan. Dalam hal ini etika memiliki sudut pandang normatif

dimana objeknya adalah manusia dan perbuatannya.

Pengertian Etika Menurut Para Ahli

Agar kita lebih memahami apa arti etika, maka kita dapat

merujuk pada pendapat para ahli. Berikut ini adalah pengertian etika

menurut para ahli:

1. Soergarda Poerbakawatja

Menurut Soergarda Poerbakawatja, pengertian etika adalah

suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan, serta pijakan

kepada suatu tindakan manusia.

2. H. A. Mustafa

Menurut H. A. Mustafa, pengertian etika adalah ilmu yang

menyelidiki terhadap suatu perilaku yang baik dan yang buruk

dengan memerhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang

diketahui oleh akan serta pikiran manusia.

3. K. Bertens

Menurut K. Bertens, definisi etika adalah nilai dan norma moral

yang menjadi suatu acuan bagi umat manusia secara baik secara

individual atau kelompok dalam mengatur semua tingkah

lakunya.

4. DR. James J. Spillane SJ

Menurut DR. James, etika adalah memperhatikan suatu tingkah

laku manusia di dalam mengambil keputusan yang

berhubungan dengan moral. Etika lebih mengarah ke

penggunaan akal budi dengan objektivitas guna menentukan

3

benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang terhadap

lainnya

5. Drs. H. Burhanudin Salam

Menurut Drs. H. Burhanudin Salam, etika adalah sebuah

cabang ilmu filsafat yang membicarakan perihal suatu nilai-

nilai serta norma yang dapat menentukan suatu perilaku

manusia ke dalam kehidupannya.

6. W. J. S. Poerwadarminto

Menurut Poerwadarminto, arti etika adalah ilmu pengetahuan

tentang suatu perilaku atau perbuatan manusia yang dilihat dari

sisi baik dan buruknya yang sejauh mana dapat ditentukan oleh

akal manusia.

Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis

dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu

akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang

berbeda dengan pendapat orang lain.Untuk itulah diperlukan etika,

yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh

manusia.Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat

dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan

sistematis dalam melakukan refleksi.Karena itulah etika merupakan

suatu ilmu.Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku

manusia.Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti

juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang

normatif.Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap

perbuatan manusia.

B. Macam-macam Teori Etika

Teori Etika Normatif Merupakan Etika yang menetapkan berbagai

sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia

4

atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa

yang bernilai dalam hidup ini. Oleh karena itu Etika Normatif

merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia

bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai

dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di

masyarakat.Etika normatif tersebut tidak lagi menjelaskan tentang

gejala-gejala, melainkan tentang apa yang sebenarnya harus

merupakan tindakan kita. Dalam etika normatif, norma-norma dinilai,

dan sikap manusia ditentukan.Etika Normatif memberi penilaian dan

himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya

berdasarkan norma-norma.dan menghimbau manusia untuk bertindak

yang baik dan menghindari yang tindakan yang jelek.

Etika normatif yang berkaitan dengan masalah moral merupakan

topik bahasan yang paling menarik. Penilaian baik dan buruk

mengenai tindakan seseorang atau kelompok masyarakat tertentu

dalam etika normatif selalu dikaitkan dengan norma – norma yang

dapat menuntun manusia untuk bertindak secara baik dan

menghindarkan hal hal yang buruk sesuai dengan kaidah dan norma

yang disepakati dan yang berlaku dimasyarakat.

Suatu tindakan atau perbuatan manusia selalu mempunyai tujuan

tertentu yang ingin dicapainya.Artinya ada arah dan sasaran dari

tindakan atas hidup yang dijalankan.Contoh dari Etika Normatif.ada

etika yang bersifat individual seperti kejujuran,disiplin

diri,mengerjakan tugas. Selain itu contoh etika normative adalah etika

dalam berbisnis.

Contoh penerapan etika normatif adalah,

1. Kebiasaan menggunakan narkoba harus dapat dihindari karena

dapat merusak organ tubuh (menyiksa diri sendiri)

5

2. Menolak kebiasaan aborsi karena termasuk tindakan

menghilangkan nyawa orang lain dan menyiksa diri sendiri.

3. Dilarang menghilangkan nyawa orang lain yang tidak bersalah

4. Kebiasaan minum minuman keras harus dapat dihindari, karena

dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran manusia dan

merusak organ tubuhnya.

5. Menolak kebiasaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)

karena dapat merugikan orang lain.

6. Kebiasaan prostitusi, harus dapat dihindari, karena bertentangan

dengan martabat manusia.

Etika normatif tidak menggambarkan, tetapi menentukan benar

tidaknya suatu perbuatan.Etika normatif bertujuan merumuskan

prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara

rasional dan dapat dipergunakan dalam praktek.

Teori Deontologi

Aliran besar pemikiran etika kedua adalah deontologi. Tokoh

besar aliran ini adalah Immanuel Kant (1724-1804) (Ludigdo, 2007),

sehingga disebut juga sebagai Kantianisme.Istilah deontogi sendiri

berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban (Bertens,

2000).Pandangan dasar dari pemikiran etika deontologi ini adalah

bahwa penilaian baik atau buruknya suatu tindakan didasarkan pada

penilaian apakah tindakan itu sendiri sebagai baik atau

buruk.Sehingga dapat dikatakan bahwa pendekatan deontologi ini

berbeda dalam prinsipnya dengan utilitarianisme yang berpendapat

bahwa moralitas suatu tindakan tergantung pada konsekuensinya.

Immanuel Kant sebagai filsofis penting dalam memperkenalkan

pendekatan deontologi ini, mengemukakan pandangannya bahwa

suatu perilaku atau tindakan yang benar, bila dilakukan berdasarkan

“imperatif kategoris” (Bertens,2000). Imperatif kategoris berarti

6

mewajibkan yang tidak tergantung pada kondisi atau syarat

apapun.Dari pernyataan tersebut, secara sepintas dapat disimpulkan

bahwa konsep dasar imperatif kategoris yang dikemukakan oleh Kant

yang menjadi landasan pendekatan deontologi, memiliki penilaian

moral yang berbeda dengan konsep dasar utilitarianisme yang lebih

memfokuskan konsep nilai-nilai moral pada pencapaian manfaat.

Selain itu Kant juga mengatakan, bagi hukum yang terpenting

adalah legalitas perbuatan, artinya segi lahiriah perbuatan.Di dalam

hukum yang dinilai adalah apakah suatu perbuatan bertentangan

dengan hukum atau tidak.Sedangkan dalam konteks etika, legalitas

suatu perbuatan tidak cukup, tapi harus diperhatikan juga moralitas

perbuatan.Moralitas tidak terbatas dari segi lahiriah perbuatan tapi

meliputi juga segi batinnya, artinya motif mengapa perbuatan itu

dilakukan.

Teori Teologis

Dari kata Yunani, telos = tujuan, Mengukur baik buruknya

suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan

itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.

Dua aliran etika teleologi :

1. Egoisme Etis

Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang

pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan

dirinya sendiri.

2. Utilitarianisme

Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.

Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa

manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua

7

orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Contoh :

kewajiban untuk menepati janji

C. Pengertian Moral dan Moralitas

Moral adalah suatu aturan atau tata cara hidup yang bersifat

normatif (mengatur/mengikat) yang sudah ikut serta bersama kita

seiring dengan umur yang kita jalani (Amin Abdulah: 167), sehingga

titik tekan ”moral” adalah aturan-aturan normatif yang perlu

ditanamkan dan dilestarikan secara sengaja, baik oleh keluarga,

lembaga pendidikan, lembaga pengajian, atau komunitas-komunitas

lainnya yang bersinggungan dengan masyarakat.

Secara umum, MORAL dapat diartikan sebagai batasan

pikiran, prinsip, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia tentang nilai-

nilai baik dan buruk atau benar dan salah. Moral merupakan suatu tata

nilai yang mengajak seorang manusia untuk berperilaku positif dan

tidak merugikan orang lain. Seseorang dikatakan telah bermoral jika

ucapan, prinsip, dan perilaku dirinya dinilai baik dan benar oleh

standar-standar nilai yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.

D. Peran dan Manfaat Etika

Ada beberapa peran dan manfaat etika:

1. Manusia hidup dalam jajaran norma moral, religius, hukum,

kesopanan, adat istiadat dan permainan. Oleh karena itu,

manusia harus siap mengorbankan sedikit kebebasannya.

2. Norma moral memberikan kebebasan bagi manusia untuk

bertindak sesuai dengan kesadaran akan tanggung jawabnya =

human act, dan bukan an act of man. Menaati norma moral

berarti menaati diri sendiri, sehingga manusia menjadi otonom

dan bukan heteronom.

8

3. Sekalipun sudah ada norma hukum, etika tetap diperlukan

karena norma hukum tidak menjangkau wilayah abu-abu, norma

hukum cepat ketuinggalan zaman, sehingga sering terdapat

celah-celah hukum, norma hukum sering tidak mampu

mendeteksi dampak secara etis dikemudian hari, etika

mempersyaratkan pemahaman dan kepedulian tentang

kejujuran, keadilan dan prosedur yang wajar terhadap manusia,

dan masyarakat, asas legalitas harus tunduk pada asas moralitas.

4. Manfaat etika adalah mengajak orang bersikap kritis dan

rasional dalam mengambil keputusan secara otonom,

mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang

tertib, teratur, damai dan sejahtera.

5. Perlu diwaspadai nahwa ”power tend to corrupt”, ”the end

justifies the means” serta pimpinan ala Machiavellian, yang

galak seperti singa dan licin seperti belut.

E. Kesadaran Moral

Sifat moral itu bukan sipat lahiriah belaka, tetapi suatu

unsur dalam kesadaran kita yang menyertai kesadaran tentang

norma – norma. Sifat moral suatu norma merupakan sifat yang

kita sadari, kalaw masuk dalam suatu keadan di mana norma itu

perlu dilakukan. Oleh karena itu, etika harus bertolak dari

fenomena kesadaran maral. Jadi, fenomena kesadaran moral

adalah apa saja yang muncul dalam kesadaran moral.

Kesadaran moral muncul apabila kita harus memutuskan

sesuatu yang menyangkut hak dan kebahagiaan orang lain.

Contoh, jika seseorang mengembalikan uang pinjaman namun

ada sisa uang yag baru di ketahui setelah orang itu pula. Oleh

karena itu, wajib untuk mengembalikan uang itu. Kesadaran yang

menyatakan wajib itulah disebut kesadaran moral.

Unsur unsur pokok dalam kesadaran moral memperlihatkan suatu

struktur :

9

1. Kewajiban yang membebaninya bersipat mutlak.

2. Karena melaksanakan kewajiban itu merupakan kewajiban

setiap orang.

3. Dengan mengambil keoutusan untuk melaksanakan atau tidak

malaksanakan kewajiban itu.

4. Kewajiban itu masuk akal dan pantas disetujui.

5. Sekaligus menentukan nilai sendiri.

Dari struktur itu menunjukan ada tiga unsur dalam kesadaran moral

menurut Franz magnis suseno, yaitu sebagai berikut.

1. Mengungkapkan mengumpulkan kesadaran bahwa kewajiban

moral itu bersifat mutlak

Perasaan wajib untuk melakukan tindakan yang bermoral itu

ada, terjadi di dalam setiap hati sanubari manusia, siapan pun,

di manapun dan kapan pun. Kewajiban tersebet tidak dapat

ditawar- tawar,karena dalam pelaksanaanya jika tidak mematuhi

berarti suatu pelanggaran moral.

Rasa wajib ini menunjukkan bahwa suara batin harus selalu

ditatai,karena sebagai kesadaran bahwa seseorang merasa

mempunyai beban atas kewajiban mutlak, untuk melaksanakan

sesuatu, tida ada kekuatan apapun yang berhak mengganggu

pelaksanaanya,. Norma dibedakan dengan norma lainya karena

disertai kewajiban mutlak untuk melaksanakannya.

2. Mengengkapkan rasionalitas kesadaran moral

Kesadaran moral dapat dikatakan rasional, karena berlaku

umum, ladi pula terbuka bagi pebenaran atau penyangkalan.

Dinyatakan pula sebagai halyang objektif dapat

diuniversalisasikan, artinya dapat disetujui, berlaku pada setiap

waktu dan tempat bagi setiap orang yang berbeda dalam situasi

sejenis. Dalam masalah rasionalitas kesadaran moral manusia

meyakini bahwa akan sampai pada pendapat yang sama sebgai

suatu masalah moral, asal manusi abebas dari paksaan dan

10

tekanan, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak berpihak,

bersedia untuk bertindak sesuai dengan kaidah yang berlaku

umum, pengetahuan jernih, dan mengetahui informasi.

3. Mengungkapkan segi tanggung jawab subjektif

Atas kesadaran moral seseorang bebas untuk menaatinya. Bebas

dalam menentukan perilakunya dan di dalam penentuan itu

sekaligus terpampang pada nilai manusia itu sendiri.

Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:

Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi

listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya

pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi

tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power

Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric,

Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy,

Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell

Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga

listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN

sendiri.

Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara

(PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di

berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-

25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional

kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua

industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi

industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih

pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah

karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di

sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton

Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi

juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak

(BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.

11

Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional,

kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi

mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi

kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga

sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh

diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi

masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.

Pertanyaan :

Berdasarkan kasus di atas uraikan berdasarkan perspektif teori

deontology, teleology, dan utilitarianisme !

12

BAB II

RELEVANSI ANTARA ETIKA DAN BISNIS

Etika secara umum adalah sebuah sesuatu di mana dan

bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas

yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika

mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik,

buruk, dan tanggung jawab.

Sedangkan Etika bisnis adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan cara melakukan kegiatan bisnis yang mencakup

seluruh aspek yang masih berkaitan dengan personal, perusahaan

ataupun masyarakat. atau bisa juga diartikan pengetahuan tentang tata

cara ideal dalam pengaturan dan pengelolaan bisnis yang

memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal

secara ekonomi maupun sosial. Disini kita akan membahas tentang

etika didalam bisnis atau dengan kata lain Etika Bisnis.

A. Prinsip Etika Bisnis

Secara umum etika bisnis harus ditempuh oleh perusahaan

agar tercapai tujuan yang telah ditetapakan. Oleh karena itu etika

bisnis memiliki beberapa prinsip yang digunakan sebagai acuan

dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan yang dimaksud.

Adapun prinsip-prinsip etika dalam berbisnis adalah sebagai berikut:

1. Prinsip hormat pada diri sendiri : Prinsip ini akan memberikan

dampak pada bisnis itu sendiri. Dalam menjalankan bisnis

masyarakat sebagai konsumen merupakan cerminan bagi bisnis

kita. Bila bisnis kita memberikan kontribusi yang positif kepada

masyarakat tentu itu akan berdampak positif dengan bisnis yang

kita jalankan dan begitu juga sebaliknya. Sebagai pengelola

13

perusahaan sudah menjadi kewajiban untuk memberikan respek

kepada siapapun yang terlibat dalam aktivitas bisnis. Dengan

demikian pasti semua pihak akan memberikan respek yang sama

terhadap perusahaan yang kita kelola. Sebagai contoh prinsip

menghormati diri sendiri dalam etika bisnis: Manajemen

perusahaan dengan teamwork-nya memiliki sistem kerja yang

berorientasi kepada pelanggan akan makin fanatik terhadap

perusahaan. Demikian juga, jika sistem manajemen berorientasi

pada pemberian kepuasan kepada karyawan yang berprestasi

karena sepadan dengan prestasinya maka dapat dipastikan

karyawan akan makin loyal terhadap perusahaan.

2. Prinsip keadilan : Dalam menerapakan prinsip keadilan semua

pihak yang terkait dalam bisnis harus memberikan kontribusi baik

itu secara langsung atau tidak langsung terhadap keberhasilan

bisnis. Oleh karena itu semua pihak harus memiliki akses yang

positif sesuai dengan kemampuan dan peran yang sudah diberikan

kepada masing-masing terhadap keberhasilan bisnis ini. Contoh

prinsip keadilan dalam etika bisnis seperti alokasi sumber daya

ekonomi kepada semua pemilikfaktor ekonomi. Hal ini bisa

dilkukan dengan membuat kesepakatan tentang harga konsumen

dan juga harga pemasok bahan baku serta alat-alat produksi.

3. Prinsip kejujuran : Prinsip kejujuran dalam etika bisnis

merupakan nilai yang paling dasar untuk mendukung keberhasilan

kinerja perusahaan. Kegiatan bisnis akan bisa berhasil dan sukses

bila setiap individu yang terlibat dalam kegiatan bisnis

menerapkan prinsip kejujuran. Pada dasarnya prinsip kejujuran ini

harus ditanamkan dalam setiap kegiatan bisnis. Hal yang paling

penting dalam menerapakan prinsip ini dalam bisnis adalah

dengan memulai menerapakan prinsip ini pada diri kamu dahulu.

Jika kamu sebagai pimpinan perusahaan mampu untuk

menerapakan prinsip ini, tentu akan menjadi contoh bagi semua

karyawan yang bekerja di perusahaanmu.

14

4. Prinsip Otonomi : dalam prinsip otonomi etika bisnis perusahaan

bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang yang telah

dikuasai Sesuai dengan visi dan misi perusahaan tersebut. Contoh

otonomi dalam etika bisnis perusahaan tidak bergantung dengan

perusahaan lain dalam mengambil keputusan bisnis. Perusahaan

tersebut bebas mengambil keputusan apapun yang sesuai dengan

visi misinya.

Dalam menjalankan prinsip otonomi ini 2 perusahaan atau

lebih bisa berkomitmen dalam menjalankan etika bisnis ini, namun

masing-masing perusahaan dimungkinkan untuk mengambil

pendekatan yang berbeda-beda dalam menjalankanya. Sebab masing-

masing perusahaan memiliki kondisi karakter internal dan strategi

yang berbeda dalam mencapai tujuan serta visi misi dari perusahaan

tersebut.

B. Sasaran dan Ruang Lingkup Etika Bisnis

1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip ,

kondisi dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang

baik . Etika bisnis berfungsi menggugah kesadaran moral

pelaku bisnis agar berperilaku baik dalam menjalankan

usahanya demi nilai luhur tertentu (agama, budaya) dan demi

kelanjutan bisnisnya.

2. Menyadarkan masyarakat (stake holder) yang terdiri dari

konsumen (end user), karyawan , pemasok/mitra bisnis,

investor dan lingkungan (penduduk disekitar lokasi usaha )

akan hak mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek

bisnis.

3. Menilai apakah sistem ekonomi disuatu wilayah sesuai

dengan etika bisnis apakah masih ada praktek monopoli,

oligopoli, money loundring, insider trading,black market, dll.

15

C. Faktor Pendukung Implementasi Etika Bisnis

1. Adanya kepedulian terhadap mutu kehidupan kerja oleh

manajer atau peningkatan “Quality of Work Life”.

2. Adanya “Trust Crisis” dari publik kepada perusahaan.

3. Mulai diterapkan punishment yang tegas terhadap skandal

bisnis oleh pengadilan.

4. Adanya peningkatan kekuatan control dari LSM.

5. Tumbuhnya kekuatan publisitas oleh media.

6. Adanya transformasi organisasi dari “transaction oriented”

menjadi “relation oriented”.

D. Prinsip Umum Etika Bisnis

1. Otonomi = mandiri.

2. Kejujuran.

3. Keadilan.

4. Manfaat bersama (mutual benefit principle).

5. Integritas moral tuntunan internal agar tetap menjaga nama

baik industri.

E. Etos Bisnis

Etos bisnis merupakan suatu kebiasaan atau budaya moral

menyangkut kegiatan bisnis yang dianut oleh satu perusahaan atau

group usaha. Penerapan nilai atau norma bisnis yang lebih baik yang

dianut oleh pebisnis untuk meningkatkan image perusahaan dengan

mengutamakan pelayanan prima dan produk prima.

16

F. Moral dan Etika Dalam Dunia Bisnis

Moral Dalam Dunia Bisnis

Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan

pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral

pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang

dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan

pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam

kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-“bisnis”. Jadi, moral

sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan

dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam

melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen,

jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh

kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja

sama yang erat saling menguntungkan. Moral dan bisnis perlu terus

ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat

kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu

ini dibicarakan?

Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran

agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam

melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa

orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral

yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya

moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu

peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral

harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama

yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam

kehidupan sehari-hari.

17

Etika Dalam Dunia Bisnis

Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang

untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu

(sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota

suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu

mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin

kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.

Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok

masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya

kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu

dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus

disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta

kelompok yang terkait lainnya.

Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara

pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara

nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk

mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang

transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah,

masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja

yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa

yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak

mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa

yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa

diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam

berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan

pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang

mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam

perekonomian. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:

1. Pengendalian diri.

18

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-

ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat.

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi,

Kolusi dan Komisi).

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha

kuat dan golongan pengusaha kebawah.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah

disepakati bersama.

10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap

apa yang telah disepakati.

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu

hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.

Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis

tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan

tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini

sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan

semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.

Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran

semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan

dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi

tahun 2000 dapat diatasi.

Alasan perlunya etika dalam bisnis:

1. Kinerja bisnis tidak hanya diukur dari kinerja manajerial / finansial

saja tetapi juga berkaitan dengan komitmen moral, integritas

moral, pelayanan, jaminan mutu dan tanggung jawab sosial.

19

2. Dengan persaingan yang ketat, pelaku bisnis sadar bahwa

konsumen adalah raja sehingga perusahaan harus bisa merebut dan

mempertahankan kepercayaan konsumen.

3. Perusahaan semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga

kerja yang siap untuk dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan

semaksimnal mungkin. Karyawan adalah subyek utama yang

menentukan keberlangsungan bisnis sehingga harus dijaga dan

dipertahankan.

4. Perlunya menjalankan bisnis dengan tidak merugikan hak dan

kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnis.

20

BAB III

ETIKA UTILITARIANISME

Etika bisnis merupakan pemikiran atau refleksi tentang

moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas berarti aspek baik

atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau

tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa

yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu

bidang perilaku manusia yang penting.

Selain itu etika bisnis juga merupakan penerapan tanggung

jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu

sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis

dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dipandang

sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga

memiliki etika pergaulan antar manusia.

Menurut paham Utilitarianisme, bisnis adalah etis, apabila

kegiatan yang dilakukannya dapat memberikan manfaat yang

sebesar-besarnya pada konsumen dan masyarakat. Jadi dapat

dikatakan bahwa kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik adalah

kebijakan yang menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan

sebaliknya malah memberikan kerugian.

A. Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme

Etika utilitarianisme berasal dari bahasa Latin, utilitas yang

berarti kegunaan. Paham ini menilai baik atau tidaknya sesuatu

ditinjau dari segi kegunaan yang didatangkannya. Dikembangkan

oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill pada abad ke 19 sebagai

kritik atas dominasi hukum alam. Teori ini juga disebut sebagai teori

21

kebahagiaan terbesar (the greatest happines theory) dan teori

teleologis.

Konsep dasar teori ini adalah suatu perbuatan yang secara moral

adalah benar, jika:

1. Membuat hal yang terbaik untuk banyak orang.

2. Mampu memberi manfaat bagi setiap orang.

3. Mendapatkan manfaat terbaik dari manfaat-manfaat dari

kemungkinan yang dipertimbangkan.

Utilitarianisme Klasik

Berasal dari tradisi pemikiran moral Inggris. Diawali dari

pemikiran David Hume (1711-1776) yang kemudian dikembangkan

oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Dimaksudkan sebagai dasar etis

untuk memperbaharui hukum di Inggris khususnya hukum pidana,

Bentham juga mengadopsi prinsip hedonisme karena menurutnya

perbuatan dinilai baik jika dapat meningkatkan kesenangan dan

sebaliknya.

Prinsip utilitarianisme (the greatest happines theory) menuai

banyak kritik dan kesalahpahaman, namun diluruskan oleh John

Stuart Mill. Kelebihan prinsip ini ialah menggunakan prinsip yang

jelas dan rasional serta mempertimbangkan hasil perbuatan. Kritiknya

adalah sama seperti hedonisme, hanya saja tidak memuat egoisme

etis, prinsip yang digunakan tidak selamanya benar dan tidak

memberi jaminan bahwa kebahagiaan dibagi secara adil, tidak

memberi tempat pada “hak” dan Utilitarianisme sebagai sistem moral

yang tidak menerapkan keadilan.

Utilitarianisme Aturan

Dikemukakan oleh filsuf Inggris-Amerika, Stephen Toulmin.

Prinsip dasarnya adalah kegunaan tidak harus diterapkan atas salah

satu perbuatan yang kita lakukan, melainkan atas aturan moral yang

mengatur perbuatan yang kita terima bersama. Filsuf Richard B.

Brandt mengusulkan agar bukan aturan moral satu demi satu,

22

melainkan sistem aturan moral sebagai keseluruhan diuji dengan

prinsip kegunaan. Bisa dikatakan kelebihan utilitarianisme aturan ini

adalah dapat terbebas dari kesulitan utilitarisme perbuatan. Kritiknya

adalah ketika dihadapkan pada dua aturan moral, sehingga akan

terjerumus pada utilitarianisme perbuatan.

Etika Utilitarianisme dikembangkan pertama kali oleh Jeremi

Bentham (1748 -1832). Etika Utilitarianisme adalah tentang

bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik,

ekonomi dan legal secara moral. Teori utilitarisme yang

dikembangkan oleh Jeremy Bentham ini terdapat beberapa prinsip

dasar yang merupakan ciri khas, diantaranya:

a) Bahwa alam telah menempatkan manusia di bawah tuntunan

dua guru, yaitu kelezatan (pleasure) dan kesakitan (pain).

Manusia adalah makhluk yang mencari kelezatan (pleasure

seekink) dan menghindari rasa sakit (pain avoiding). Prinsip

tersebut menurutnya harus ditetapkan secara kuantitatif agar

dapat memberi etika kemanfaatan atas dasar ilmiah (Titus,

Smith Nolan, 1984: 149).

b) Kesenangan atau kebahagiaan - ia memakai kata-kata ini

sebagai sebuah sinonim - yang buruk adalah penderitaan. Oleh

karena itu, suatu keadaan jika mencakup kesenangan yang lebih

besar daripada penderitaan, penderitaan yang lebih kecil

daripada kesenangan, adalah lebih baik daripada keadaan lain.

Di antara semua keadaan yang mungkin itu, yang paling terbaik

adalah mencakup kesenangan yang lebih besar daripada

penderitaan.

c) Bahwa kebaikan - kebaikan adalah kebahagiaan pada

umumnya, akan tetapi juga bahwa setiap individu senantiasa

memburu apa yang menurut keyakinannya merupakan

kebahagiaannya sendiri. Oleh sebab itu, menurutnya, tugas

23

legislator adalah menghasilkan keserasian antara kepentingan

publik dan kepentingan pribadi (Russel, Ibdi: 1008).

Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa terdapat tiga kriteria prinsip

etika utilitarianisme ( Keraf, 1998:94):

1. Manfaat, yaitu bahwa kebijakan atau tindakan mendatangkan

manfaat atau kegunaan tertentu.

2. Manfaat Terbesar, yaitu bahwa kebijakan atau tindakan itu

mendatangkan manfaat besar dibandingkan dengan alternatif

lainnya. Dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah

tindakan yang menimbulkan kerugian terkecil.

3. Manfaat Terbesar Bagi Orang Sebanyak Mungkin, yaitu bahwa

suatu kebijakan atau tindakan dinilai baik secara moral jika

tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan apabila

mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.

B. Nilai Positif Etika Utilitarianisme

Menurut Keraf (1998:96) terdapat tiga nilai positif etika

utilitarianisme, yaitu:

1. Rasionalitas

Prinsip moral yang diajukan etika utilitarianisme tidak

didasarkan pada aturan-aturan kaku yang tidak dipahami atau

tidak diketahui kebasahaannya. Etika utilitarianisme

memberikan kriteria yang objektif dan rasional.

2. Otonom

Etika utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap

pelaku moral untuk berpikir dan bertindak dengan hanya

memperhatikan tiga kriteria objektif dan rasional seperti yang

telah diuraikan sebelumnya. Tidak ada paksaan bahwa orang

24

harus bertindak dengan cara tertentu yang tidak diketahui

alasannya.

3. Universal

Etika utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat dari

suatu tindakan bagi banyak orang. Suatu tindakan dinilai

bermoral apabila tindakan tersebut memberi manfaat terbesar

bagi banyak orang. Secara universal semua pebisnis dunia saat

ini berlomba-lomba mensejahterakan masyarakat dunia, selain

membuat diri mereka menjadi sejahtera. berbisnis untuk

kepentingan individu dan di saat yang bersamaan

mensejahterakan masyarakat luas adalah pekerjaan

profesional sangat mulia. Dalam teori sumber daya alam

dikenal istilah Backwash Effect, yaitu di mana pemanfaatan

sumber daya alam yang terus menerus akan semakin

merusakan kualitas sumber daya alam itu sendiri, sehingga

diperlukan adanya upaya pelastarian alam supaya sumber

daya alam yang terkuras tidak habis ditelan jaman.

C. Utilitarianisme Sebagai Proses dan Standar

Penilaian

Secara umum etika utilitarianisme dapat dipakai dalam dua

wujud yang berbeda, yaitu:

1. Etika utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk

mengambil keputusan, kebijaksanaan atau untuk bertindak.

2. Etika utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan

atau kebijaksanaan yang telah dilakukan dan digunakan untuk

mengevaluasi tindakan yang sudah dijalankan.

D. Analisis Keuntungan dan Kerugian

a) Keuntungan dan kerugian, cost and benefits yang dianalisis

tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan.

25

b) Analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam

kerangka uang. Dalam analisis ini perlu juga mendapat

perhatian serius, bahwa keuntungan dan kerugian disini tidak

hanya menyangkut aspek financial, melainkan juga aspek-

aspek moral.

c) Analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang.

Benefits yang menjadi sasaran utama semua perusahaan

adalah long term net benefits.

Di dalam analisa pengeluaran dan keuntungan perusahaan

memusatkan bisnisnya untuk memperoleh keuntungan daripada

kerugian. Proses bisnis diupayakan untuk selalu memperoleh profit

daripada kerugian. Keuntungan dan kerugian tidak hanya mengenai

finansial, tapi juga aspek-aspek moral seperti halnya

mempertimbangkan hak dan kepentingan konsumen dalam bisnis.

Dalam dunia bisnis dikenal corporate social responsibility atau

tanggung jawab sosial perusahaan. Suatu pemikiran ini sejalan

dengan konsep Utilitarianisme, karena setiap perusahaan mempunyai

tanggung jawab dalam mengembangkan dan menaikan taraf hidup

masyarakat secara umum, karena bagaimanapun juga setiap

perusahaan yang berjalan pasti menggunakan banyak sumber daya

manusia dan alam, dan menghabiskan daya guna sumber daya

tersebut.

E. Kelemahan Etika Utilitarianisme

1. Manfaat merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam

kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yang tidak

sedikit.

2. Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius nilai

suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan

nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.

26

3. Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius

kemauan baik seseorang.

4. Variabel yang dinilai tidak semuanya dapat dikuantifikasi.

5. Seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarianisme saling

bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan

proiritas di antara ketiganya.

6. Etika Utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas

tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas.

Kesulitan dalam penerapan Utilitarianisme yang

mengutamakan kepentingan masyarakat luas merupakan sebuah

konsep bernilai tinggi, sehingga dalam praktek bisnis sesungguhnya

dapat menimbulkan kesulitan bagi pelaku bisnis. misalnya dalam segi

finansial perusahaan dalam menerapkan konsep Utilitarianisme tidak

terlalu banyak mendapat segi manfaat dalam segi keuangan, manfaat

paling besar adalah di dalam kelancaran menjalankan bisnis, karena

sudah mendapat ‘izin’ dari masyrakat sekitar, dan mendapat citra

positif di masyarakat umum, namun dari segi finansial,

Utilitarianisme membantu (bukan menambah) peningkatan pendapat

perusahaan.

27

BAB IV

PASAR DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Etika bisnis adalah perwujudan dari nilai-nilai moral. Hal ini

disadari oleh sebagian besar pelaku usaha, karena mereka akan

berhasil dalam usaha bisnisnya jika menjalankan prinsip-prinsip etika

bisnis. Jadi penegakan etika bisnis penting artinya dalam

menegakkan persaingan usaha sehat yang kondusif.

Di Indonesia, penegakan etika bisnis dalam persaingan bisnis

semakin berat. Kondisi ini terjadi karena banyaknya pelanggaran

terhadap etika bisnis oleh para pelaku bisnis itu sendiri, sedangkan

pelanggaran etika bisnis tersebut tidak dapat diselesaikan melalui

hukum karena sifatnya yang tidak terikat menurut hukum. Persaingan

usaha yang sehat akan menjamin keseimbangan antara hak produsen

dan konsumen. Indikator dari persaingan yang sehat adalah

tersedianya banyak produsen, harga pasar yang terbentuk antara

permintaan dan penawaran pasar, dan peluang yang sama dari setiap

usaha dalam bidang industri dan perdagangan. Adanya persaingan

yang sehat akan menguntungkan semua pihak termasuk konsumen

dan pengusaha kecil, dan produsen sendiri, karena akan menghindari

terjadinya konsentrasi kekuatan pada satu atau beberapa usaha

tertentu.

Terdapat hubungan yang erat antara etika bisnis dan

persaingan usaha. Terdapatnya aspek hukum dan aspek etika bisnis

sangat menentukan terwujudnya persaingan yang sehat. Dalam

bisnis, terdapat bersaingan yang ketat, yang kadang – kadang

menyebabkan pelaku bisnis menghalalkan segala cara untuk

memperoleh keuntungan usaha dan memenangkan persaingan. Etika

bisnis merupakan suatu bidang ilmu ekonomi yang dapat memahami

suatu bisnis persaingan, bagaimana bersikap ataupun berperilaku.

28

Bagaimana era global ini dituntut untuk menciptakan suatu

persaingan yang kompetitif sehingga dapat terselesaikan tujuannya

dengan baik, kolusi, korupsi, mengandalkan koneksi, menjadi suatu

hal yang biasa dalam tatanan kehidupan bisnis, yang mana prinsip

menguasai dan menghalalkan segala cara untuk memenangkan

persaingan menjadi suatu hal yang lumrah, padahal etikanya tidak

begitu.

A. Pasar dan Perlindungan Konsumen

Banyak orang yang percaya bahwa konsumen secara otomatis

terlindungi dari kerugian dengan adanya pasar yang bebas dan

kompetitif dan bahwa pemerintah atau para pelaku bisnis tidak

mengambil langkah – langkah yang diperlukan untuk menghadapi

masalah ini. Pasar bebas mendukung alokasi , penggunaan, dan

distribusi barang- barang yang dalam artian tertentu, adil, menghargai

hak, dan memiliki nilai kegunaan maksimum bagi orang- orang yang

berpartisipasi dalam pasar. Lebih jauh lagi, di pasar seperti ini,

konsumen dikatakan ‘’ berdaulat penuh’’. Saat konsumen

menginginkan dan bersedia membayar untuk suatu produk, para

penjual memperoleh insentif untuk memenuhi keinginan mereka.

Seperti yang dikatakan seorang penulis ekonomi

ternama,’’konsumen” , dengan cita rasa mereka seperti yang

diekspresikan dalam pilihan atas produk, mengarahkan bagaimana

sumberdaya masyarakat disalurkan.

Dalam pendekatan pasar, terhadap perlindungan konsumen ,

keamanan konsumen dilihat sebagai produk yang paling efisien bila

disediakan melalui mekanisme pasar bebas di mana penjual

memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen.

(Velazquez,2005: 317). Dalam teori, konsumen yang menginginkan

29

informasi bisa mencarinya di organisasi-organisasi seperti consumers

union, yang berbisnis memperoleh dan menjual informasi. Dengan

kata lain, mekanisme pasar perlu menciptakan pasar informasi

konsumen jika itu yang diinginkan konsumen (Velazquez,2005: 319).

Adapun kewajiban konsumen untuk melindungi

kepentingannya ataupun produsen yang melindungi kepentingan

konsumen, sejumlah teori berbeda tentang tugas etis produsen telah

dikembangkan , masing- masing menekankan keseimbangan yang

berbeda antara kewajiban konsumen pada diri mereka sendiri dengan

kewajiban produen pada konsumen meliputi pandangan kontrak,

pandangan “ due care” dan pandangan biaya sosial.

1. Pandangan kontrak kewajiban produsen terhadap konsumen

Menurut pandangan kontrak tentang tugas usaha bisnis

terhadap konsumen, hubungan antara perusahaan dengan konsumen

pada dasarnya merupakan hubungan kontraktual, dan kewajiban

moral perusahaan pada konsumen adalah seperti yang diberikan

dalam hubungan kontraktual. Pandangan ini menyebutkan bahwa saat

konsumen membeli sebuah produk, konsumen secara sukarela

menyetujui “ kontrak penjualan” dengan perusahaan.

Pihak perusahaan secara sukarela dan sadar setuju untuk

memberikan sebuah produk pada konsumen dengan karakteristik

tertentu, dan konsumen juga dengan sukarela dan sadar setuju

membayar sejumlah uang pada perusahaan untuk produk tersebut.

Karena telah sukarela menyetujui perjanjian tersebut, pihak

perusahaan berkewajiban memberikan produk sesuai dengan

karakteristik yang dimaksud. Teori kontrak tentang tugas perusahaan

kepada konsumen didasarkan pada pandangan bahwa kontrak adalah

30

sebuah perjanjian bebas yang mewajibkan pihak-pihak terkait untuk

melaksanakan isi persetujuan. Teori ini memberikan gambaran bahwa

perusahaan memiliki empat kewajiban moral utama: kewajiban dasar

untuk mematuhi isi perjanjian penjualan, dan kewajiban untuk

memahami sifat produk , menghindari misrepesentasi, dan

menghindari penggunaan paksaan atau pengaruh.

Dengan bertindak sesuai kewajiban-kewajiban

tersebut,perusahaan berartim menghormati hak konsumen untuk

diperlakukan sebagai individu yang bebas dan sederajat atau dengan

kata lain,sesuai dengan hak mereka untuk memperoleh perlakuan

yang mereka setuju untuk dikenakan pada mereka. (Velazquez,2005:

321-323). Meskipun demikian, teori kontraktual mempunyai

kelemahan diantaranya. Pertama, teori ini secara tidak realistis

mengasumsikan bahwa perusahaan melakukan perjanjian secara

langsung dengan konsumen. Kedua, teori ini difokuskan pada fakta

bahwa sebuah kontrak sama dengan bermata dua. Jika konsumen

dengan sukarela setuju untuk membeli sebuah produk dengan

kualitas- kualitas tertentu , maka dia bisa setuju untuk membeli

sebuah produk tanpa kualitas-kualitas tersebut. Atau dengan kata lain,

kebebasan kontrak memungkinkan perusahaan dibebaskan dari

kewajiban kontrak dengan secara eksplisit menyangkal bahwa produk

yang dijual bisa diandalkan,bisa diperbaiki, aman dan sebagainya.

Jadi, teori kontrak ini mengimplikasikan bahwa jika

konsumen memiliki banyak kesempatan untuk memeriksa produk,

beserta pernyataan penolakan jaminan dan dengan sukarela

menyetujuinya, maka diasumsikan bertanggungjawab atas cacat atau

kerusakan yang disebutkan dalam pernyataan penolakan, serta semua

karusakan yang mungkin terlewati saat memeriksanya. Ketiga,

asumsi penjual dan pembeli adalah sama dalam perjanjian penjualan.

31

Kedua belah pihak harus mengetahui apa yang mereka lakukan dan

tidak ada yang memaksa . Kenyataannya, pembeli dan penjual tidak

sejajar/ setara seperti yang diasumsikan.

Seorang konsumen yang harus membeli ratusan jenis

komoditas tidak bisa berharap mengetahui segala sesuatu tentang

semua produk tersebut seperti produsen yang khusus memproduksi

produk. Konsumen tidak memiliki keahlian ataupun waktu untuk

memperoleh dan memproses informasi untuk dipakai sebagai dasar

membuat keputusan.

2. Pandangan Tentang Teori Due care

Teori ini menerangkan tentang kewajiban perusahaan terhadap

konsumen didasarkan pada gagasan bahwa pembeli dan konsumen

tidak saling sejajar dan bahwa kepentingan-kepentingan konsumen

sangat rentan terhadap tujuan-tujuan perusahaan yang dalam hal ini

memiliki pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki konsumen.

Karena produsen berada dalam posisi yang lebih menguntungkan,

mereka berkewajiban untuk menjamin bahwa kepentingan –

kepentingan konsumen tidak dirugikan oleh produk yang mereka

tawarkan.

Pandangan due care ini juga menyatakan bahwa konsumen

harus bergantung pada keahlian produsen, maka produsen tidak

hanya berkewajiban untuk memberikan produk yang sesuai klaim

yang dibuatnya, namun juga wajib berhati-hati untuk mencegah agar

orang lain tidak terluka oleh produk tersebut sekalipun perusahaan

secara eksplisit menolak pertanggungjawaban ini bila mereka gagal

memberikan perhatian yang seharusnya bisa dilakukan dan perlu

dilakukan untuk mencegah agar oranglain tidak dirugikan oleh

penggunaan suatu produk (Velazquez,2005: 330) . Adapun

kelemahan yang didapat dari teori ini adalah tidak adanya metode

32

yang jelas untuk menentukan kapan seseorang atau produsen telah

memberikan perhatian yang memadai. Kemudian, asumsi bahwa

produsen mampu menemukan resiko – resiko yang muncul dalam

penggunaan sebuah produk sebelum konsumen membeli dan

menggunakannya.

Pada kenyataannya ,dalam masyarakat dengan inovasi

teknologi yang tinggi, produk-produk baru yang kerusakannya tidak

bisa dideteksi sebelum dipakai selama beberapa tahun dan akan terus

disalurkan ke pasar. Ketiga, teori ini terlihat paternalistik , yang

menggambarkan bahwa produsen adalah pihak yang mengambil

keputusan –keputusan penting bagi konsumen , setidaknya dalm

kaitannya dengan tingkat resiko yang layak diterima konsumen.

(Velazquez,2005: 334).

3. Pandangan Teori Biaya Sosial

Teori ini menegaskan bahwa produsen bertanggungjawab atas

semua kekurangan produk dan setiap kekurangan yang dialami

konsumen dalam memakai poroduk tersebut. Teori ini merupakan

versi yang paling ekstrem dari semboyan “ caveat venditor”

(hendaknya si penjual berhati- hati). Walaupun teori ini

menguntungkan untuk konsumen, rupanya sulit mempertahankannya

juga. Kritik yang dapat diungkapkannya sebagai berikut:

1. Teori biaya sosial tampaknya kurang adil, karena menganggap

orang bertanggungjawab atas hal – hal yang tidak diketahui atau

tidak bisa dihindarkan

2. Membawa kerugian ekonomis, bila teori ini dipraktekkan , maka

produsen terpaksa harus mengambil asuransi terhadap kerugian

33

dan biaya asuransi itu bisa menjadi begitu tinggi, sehingga tidak

terpikul lagi oleh banyak perusahaan. (Bertens, 2000: 238-239).

Ada juga tanggung jawab bisnis lainnya terhadap konsumen, yaitu ;

1. Kualitas produk

Dengan kualitas produk disini dimaksudkan bahwa produk sesuai

dengan apa yang dijanjikan oleh produsen (melalui iklan atau

informasi lainnya) dan apa yang secara wajar boleh diharapkan

oleh konsumen. Konsumen berhak atas produk yang berkualitas ,

karena ia membayar untuk itu. Dan bisnis berkewajiban untuk

menyampaikan produk yang berkualitas, misalnya produk yang

tidak kadaluwarsa (bila ada batas waktu seperti obat-obatan atau

makanan). (Bertens, 2000: 240)

2. Harga

Harga yang adil merupakan sebuah topik etika yang sudah tua.

Mulai dari zaman Aristoteles dan pemikirannya sampai abad

pertengahan. Di zaman modern , struktur ekonomi tentu menjadi

lebih kompleks. Karena itu, masalah harga pun menjadi suatu

kenyataan ekonomis sangat kompleks yang ditentukan oleh

banyak faktor sekaligus, namun masalah ini tetap diakui

mempunyai implikasi etis yang penting. Harga merupakan buah

hasil perhitungan faktor-faktor seperti biaya produksi, biaya

investasi, promosi, pajak, ditambah tentu laba yang wajar.

Dalam sistem ekonomi pasar bebas, sepintas lalu rupanya

harga yang adil adalah hasil akhir dari perkembangan daya-daya

pasar . Kesan spontan adalah bahwa harga yang adil dihasilkan

34

oleh tawar- menawar sebagaimana dilakukan di pasar tradisional,

dimana si pembeli sampai pada maksimum harga yang mau ia

pasang. Transaksi terjadi, bila maksimum dan minimum itu

bertemu. Dalam hal ini mereka tentu dipengaruhi oleh para

pembeli dan penjual lain di pasar dan harga yang mau mereka

bayar atau pasang . Jika penjual lain menawarkan barangnya

dengan harga lebih murah, tentu saja para pembeli akan pindah ke

tempat itu. Harga bisa dianggap adil karena disetujui oleh semua

pihak yang terlibat dalam proses pembentukannya (Bertens, 2000:

242)

3. Pengemasan dan pemberian label

Pengemasan produk dan label yang ditempelkan pada produk

merupakan aspek bisnis yang semakin penting. Selain bertujuan

melindungi produk dan memungkinkan mempergunakan produk

dengan mudah, kemasan berfungsi juga untuk mempromosikan

produk, terutama di era toko swalayan sekarang. Pengemasan dan

label dapat menimbulkan juga masalah etis. Tuntutan etis yang

pertama ialah informasi yang disebut pada kemasan benar .

Kemudian tuntutan lain yang diperoleh dari pengemasan ini

adalah tidak boleh menyesatkan konsumen. (Bertens, 2000: 245-

246)

B. Hubungan Produsen dan Konsumen

Konsumen menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen

(UUPK) adalah sebagai berikut: “Konsumen adalah setiap orang

yang memakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

35

Produsen ialah orang yang menghasilkan barang atau jasa

untuk keperluan konsumen. Barang atau jasa yang dihasilkan

produsen disebut produksi, sedangkan yang memakai barang dan jasa

disebut konsumen. Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada

golongan besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga

Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).

Rumah Tangga Konsumsi ialah kelompok masyarakat yang

memakai barang dan jasa, baik secara perorangan, atau keluarga atau

organisasi masyarakat. Tetapi kelompok rumah tangga konsumsi ini

juga merupakan kelompok yang memberikan beberapa faktor

produksi :

a. Orang yang menyewakan tanah untuk keperluan perusahaan,

pabrik, dan tempat kedudukan perusahaan.

b. Orang yang menyerahkan tenaga kerja untuk bekerja pada suatu

perusahaan atau pabrik.

c. Orang yang menyertakan modal usaha untuk diusahakan.

d. Tenaga ahli dari masyarakat untuk perusahaan.

Sedangkan Rumah Tangga Produksi yang menerima faktor

produksi (tanah, tenaga kerja, modal, keahlian) dari masyarakat

kemudian di olah dan diorganisir agar menghasilkan barang dan jasa.

Produksi (barang dan jasa) itu dijual pada masyarakat sehingga

memperoleh uang yang banyak dari hasil penjualan itu.

Akibatnya, antara konsumen dan produsen tidak bisa

dipisahkan, artinya saling mempengaruhi dan saling membutuhkan.

Jika perusahaan menghasilkan suatu barang dan jasa harus sesuai

dengan kebutuhan masyarakat. Kalau tidak, maka produksinya tidak

akan laku dijual. Namun, jika produsennya cukup pintar, mereka

bahkan bisa menciptakan kebutuhan konsumen tersebut dengan cara

promosi dan iklan yang gencar. Sehingga kebutuhan konsumen yang

sebelumnya tidak ada menjadi ada. Cara tersebut disebut dengan

36

inovasi, yaitu menciptakan sesuatu yang belum ada atau

menyempurnakan yang sudah ada sehingga mempunyai fungsi yang

lebih hebat lagi

Hubungan Secara Langsung

Hubungan antara produsen dengan konsumen dilaksanakan

dalam rangka jual beli. Jual beli sesuai Pasal 1457 KUH Perdata

adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan

dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain

untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dari pengertian ini,

maka terdapat unsur-unsur :

a. Perjanjian

b. Penjual dan pembeli

c. Harga

d. Barang

Suatu perjanjian sesuai Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirin

ya terhadap satu orang lain atau lebih. Untuk sahnya suatu

perjanjian diperlukan empat syarat, sesuai Pasal 1320 KUH Perdata,

yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.

a. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

b. Suatu hal tertentu.

c. Suatu sebab yang halal.

Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik

karena undang-undang (Pasal 1233 KUH Perdata). Pasal 1234 KUH

Perdata menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk

memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat

37

sesuatu. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338). Kata

semua perjanjian mencerminkan asas kebebasan berkontrak (freedom

of contract).

Kebebasan berkontrak terdapat pembatasan-pembatasannya.

Pembatasan itu antara lain bahwa sutau perjanjian harus dilaksanakan

dengan itikad baik (Pasal 1338(3)). Suatu perjanjian tidak boleh

melanggar undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum (Pasal

1337), dan harus dilaksanakan menurut kepatutan, kebiasaan dan

undang-undang (Pasal 1339).

Hubungan Tidak Langsung

Pada awal sejarah manusia, transaksi bisnis terjadi secara

langsung antara produsen dan konsumen. Seiring dengan revolusi

industri, transaksi usaha berkembang ke arah hubungan yang tidak

langsung melalui suatu mata rantai distribusi, dari pelaku usaha,

disalurkan atau di distribusikan kepada agen, lalu ke pengecer baru

sampai konsumen. Dalam hubungan ini tidak terdapat hubungan

kontraktual (perjanjian) antara produsen dan konsumen.

Hak Pekerja

Penghargaan dan jaminan terhadap hak pekerja merupakan

salah satu penerapan dari prinsip keadilan dalam bisnis. Dalam hal

ini, keadilan menuntut agar semua pekerja diperlakukan sesuai

dengan haknya masing-masing. Baik sebagai pekerja maupun sebagai

manusia, mereka tidak boleh dirugikan, dan perlu diperlakukan

secara sama tanpa diskriminasi yang tidak rasional.

38

Dalam bisnis modern yang penuh dengan persaingan ketat,

para pengusaha semakin menyadari bahwa pengakuan, penghargaan,

dan jaminan atas hak-hak pekerja dalam jangka panjang akan sangat

menentukan sehat tidaknya kinerja suatu perusahaan. Ini disebabkan

karena jaminan atas hak-hak pekerja pada akhirnya berpengaruh

langsung secara positif atas sikap, komitmen, loyalitas, produktivitas,

dan akhirnya kinerja setiap pekerja. Suka atau tidak suka, hal ini

berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan secara

keseluruhan.

Secara umum ada beberapa hak pekerja yang dianggap

mendasar dan harus dijamin, kendati dalam penerapannya bisa sangat

ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan sosial-budaya dari

masyarakat atau negara dimana suatu perusahaan beroperasi.

C. Gerakan Konsumen

Gerakan konsumen merupakan hal sangat penting dalam

upaya riil mewujudkan perlindungan konsumen dan keadilan dalam

pasar. Pada prinsipnya sebuah gerakan konsumen diawali dari

kesadaran akan hak dan kewajiban konsumen. Pelanggaran dan tidak

terpenuhinya hak konsumen menjadi sumber utama bagi terjadinya

permasalahan/sengketa konsumen. Ketidakadilan bagi konsumen

muncul dalam sengketa konsumen. Kesadaran akan kondisi

ketidakadilan tersebut menjadi salah satu penggerak bagi sebuah

gerakan konsumen guna mewujudkan keadilan pasar. Gerakan

konsumen sendiri akan terwujud jika terbangun solidaritas diantara

konsumen.

Untuk memperkenalkan gerakan konsumen tersebut, peserta

diharapkan mampu memahami makna dan tujuan dari gerakan

konsumen. Beberapa cara untuk mengetahui dan memahami gerakan

39

konsumen antara lain dengan memahami istilah-istilah yang

seringkali rancu dan salah kaprah dalam penggunaannya

(konsumerisme dengan konsumtivisme) dan mengetahui sejarah

gerakan konsumen di berbagai belahan dunia. Bahwa perlu dipahami

juga bagaimana gerakan konsumen telah pula dilakukan di negara

lain mulai beberapa ratus tahun yang lalu. Peserta diajak untuk

semakin memiliki solidaritas dengan memahami pentingnya sebuah

pengorganisasian masyarakat.

D. Konsumen Adalah Raja

Konsumen merupakan setiap orang yang membeli barang atau

jasa dan memakai barang atau jasa tersebut untuk diri sendiri atau

orang lain. Konsumen pada umumnya ingin memiliki atau membeli

jasa dengan harga yang murah namun memiliki kualitas yang baik.

Namun konsumen juga tidak masalah dengan barang atau jasa yang

mereka beli di atas harga rata-rata, asalkan kulitas produknya juga di

atas rata-rata. Konsumen juga sangat menghargai pelayanan yang

sangat baik. Apabila konsumen mendapat pelayanan yang baik dia

akan kembali lagi untuk membeli di situ. Namun apabila konsumen

mendapat pelayanan yang buruk konsumen akan berpikir dua kali

untuk membeli barang tersebut atau pun kembali berkunjung ke toko

tersebut walaupu kualitas produk dan jasa nya sangat baik.

Salah satu cara untuk menarik minat konsumen untuk

membeli sebuah produk adalah dengan menggunakan promosi.

Promosi seperti iklan yang baik yang unik dan mudah di ingat oleh

konsumen akan membuat konsumen tertarik untuk membelinya.

Sepertinya konsumen memang menjadi lebih tertarik untuk membeli

produk yang ditawarkan dengan metode social merketing concept.

Konsumen merasa lebih senang dan lebih tergerak untuk membeli

40

produk tersebut dikarenakan oleh kesan baik yang ditimbulkan

produsen yang membantu kesejahteraan masyarakat.

Kebutuhan konsumen berbeda-beda dan berubah setiap

waktunya. Pada dasarnya, konsumen yang sudah terpenuhi kebutuhan

biologisnya akan mencoba untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya.

Bila kebutuhan akan hal-hal mendesak sudah terpenuhi, maka

konsumen akan mencari produk dengan hal-hal lain yang bisa

memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

Contoh pelayanan dan kulitas produk yang baik.

Suatu ketika saya pergi ke sebuah took roti di bandara Ngurah

Rai. Saya membeli Roti xxx, dan memesan 5 roti rasa kopi. Begitu

saya menyantap salah satu roti tersebut, rasanya bukan roti kopi

tetapi roti vanila. Lalu saya kembali ke toko tersebut dan meminta

pertanggung jawaban dengan mengganti roti tersebut dengan rasa

yang saya inginkan. Pihak toko lalu menukar roti tersebut dengan roti

yang saya ingin kan dan meminta maaf atas kesalahannya.

Ini lah bentuk dari kepuasan konsumen yang harus di penuhi

oleh para produsen, mereka harus melayani konsumen sesuai dengan

keinginan konsumen. Produsen harus menyediakan produk yang

terbaik dan pelayanan yang memuaskan konsumen. Karena apabila

konsumen tidak terpuaskan, konsumen enggan untuk membeli

kembali. Karena konsumen adalah raja.

E. Peraturan yang Terkait dalam persoalan Etika

Bisnis

41

Berdasarkan UU no. 8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang

perlindungan konsumen disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen

adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk

melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-

undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi

sewenang-wenang yang selalu merugikan hak konsumen. Dengan

adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum

lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan

mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya

telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.

Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini

adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan

konsumen, yang bermula dari ”benih hidup dalam rahim ibu sampai

dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan diantara

keduanya”. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkab

atas hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau

menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta

mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh

perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.

Di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah

menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

dikonsumsi.Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang

didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika

telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa

melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau

jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun

produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak

mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen

akan barang dan/atau jasayang diinginkan dapat terpenuhi serta

42

semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan

kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan

kemampuan konsum Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di

atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen

menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang

lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup

keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat

promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang

merugikan konsumen.

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini

dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional

bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang

memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka

membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada

falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila

dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu,

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya

bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang

perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya Undang-

undang tentang Perlindungan Konsume ini telah ada beberapa

undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen,

seperti:

a. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1

Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;

b. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;

c. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan di Daerah;

d. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;

43

e. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar

Perusahaan;

f. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;

g. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang

Ketenagalistrikan;

h. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang

dan Industri

i. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;

j. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement

Establishing The World

Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar

hak atas kekayaan intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-

undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur

dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta,

Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-

undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek, yang melarang

menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang

melanggar ketentuan tentang HAKI.

Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan

hidup tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan

Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23

Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai

kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi

lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran

dan perusakan lingkungan hidup. Di kemudian hari masih terbuka

kemungkinan terbentuknya undang- undang baru yang pada dasarnya

memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan

demikian, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini

merupakan paying yang mengintegrasikan dan memperkuat

penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.

44

Asas perlindungan konsumen

Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima

asas perlindungan konsumen.

1) Asas manfaat

Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala

upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus

memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi

kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.

2) Asas keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan

kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh

haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3) Asas keseimbangan

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah

dalam arti material maupun spiritual dalam Asas keamanan

dan keselamatan konsumen.

4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas

keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam

penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang

dikonsumsi atau digunakan.

5) Asas kepastian hukum

Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara

menjamin kepastian hukum.

45

Tujuan perlindungan konsumen

Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan

bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.

a) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian

konsumen untuk melindungi diri.

b) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang

dan/atau jasa.

c) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan

menuntut hak- haknya sebagai konsumen.

d) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses

untuk mendapatkan informasi.

e) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha.

f) Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Prinsip- Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen

1. Let The Buyer Beware

a. Pelaku Usaha kedudukannya seimbang dengan konsumen

sehingga tidak perlu proteksi.

b. Konsumen diminta untuk berhati hati dan bertanggung

jawab sendiri.

c. Konsumen tidak mendapatkan akses informasi karena

pelaku usaha tidak terbuka.

46

d. Dalam UUPK Caveat Emptor berubah menjadi caveat

venditor.

2. The due Care Theory

Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati hati dalam

memasyarakatkan produk, baik barang maupun jasa. Selama berhati

hati ia tidak dapat dipersalahkan.

a. Pasal 1865 Kuhperdata secara tegas menyatakan,

barangsiapa yang mengendalikan mempunyai suatu hak

atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang

lain, atau menunjuk pada suatu peristirwa, maka ia

diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristirwa

tersebut.

b. Kelemahan beban berat konsumen dalam membuktikan.

3. The Privity of Contract

a. Prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai

kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru

dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu

hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan

atas hal hal diluar yang diperjanjikan.

b. Fenomena kontrak standar yang banyak beredar di

masyarakat merupakan petunjuk yang jelas betapa tidak

berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha.

c. Kontrak bukan Syarat

d. Prinsip ini tidak mungkin lagi dipertahankan, jadi kontrak

bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi

suatu hubungan hukum .

Hak dan Kewajiban Konsumen

47

1. Hak-Hak Konsumen

Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki

sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak

konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai

konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai

adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara

spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa

bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan

kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari

bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.

Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak

konsumen sebagai berikut :

a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengonsumsi barang/jasa.

b) Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai

dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .

c) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang/jasa.

d) Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa

yang digunakan.

e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan

konsumen.

g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskrimainatif.

h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau

penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai

dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

48

i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.

Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak

konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur

tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan

antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha

merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang disebutkan

tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif

persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan

bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering

dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal dengan

terminologi ” persaingan curang”.

Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5

tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan

demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal

ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan

kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang

segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya

siapa yang melindungi konsumen (bab VII), bagaimana

konsumen memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X, dan XI).

2. Kewajiban Konsumen

Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-

undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :

49

a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan;

b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa;

c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

50

BAB V

PERIKLANAN

Dalam perkembangan dunia bisnis dewasa ini, iklan merupakan

salah satu kekuatan terbesar yang dapat digunakan untuk menarik

minat konsumen sebanyak-banyaknya terhadap barang atau jasa yang

ditawarkan oleh suatu perusahaan. Penekanan utama iklan adalah

akses informasi dan promosi dari pihak produsen kepada

konsumen. Secara teoritik, iklan yaitu sebagai suatu bentuk

penyampaian pesan dalam komunikasi non personal yang mengikuti

alur teori yang berlaku pada ilmu komunikasi umumnya dan

khususnya komunikasi massa. Dalam kegiatan periklanan ada juga

beberapa teori yang patut diingat dan dijadikan pegangan dalam

kegiatan periklanan tersebut.

Iklan pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran

yang dimaksudkan untuk mendekatkan barang yang hendak dijual

kepada konsumen, dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan

produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang

yang telah dihasilkan bisa dijual kepada konsumen. Secara positif

iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan

barang dapat dijual kepada konsumen.

Kegiatan periklanan ini juga tak lepas dari badan hokum dan

etika yang harus ditaati oleh para pelaku periklanan khususnya di

Indonesia. Sebagaimana diketahui Pemerintah sudah mengatur tata

cara beriklan di dalam undang-undang pers di Indonesia, jadi etika

dalam periklanan ini harus selalu dijaga segala batasan-batasan dalam

kegiatan periklanan hendaknya harus ditaati dan dipatuhi oleh para

pelaku periklanan khususnya di Indonesia jangan sampai melanggar

etika dan undang-undang tang telah ditetapkan oleh pemerintah.

51

1. Fungsi Iklan

Sebelum membahas fungsi daripada iklan, sebelumnya kita

harus mengetahui apa itu iklan? Iklan adalah suatu pesan tentang

barang/jasa (produk) yangdibuat oleh produser/pemrakarsa yang

disampaikan lewat media (cetak,audio, elektronik) yang ditunjukkan

kepada masyarakat. Pada umumnya iklan berbentuk informasi non

personal dimana semua komunikasi dalam bentuk iklan ini bertjuan

menarik perhatian atau membujuk orang lain untuk membeli atau

melakukan sesuatu yang menguntungkan si pembuat iklan.

Tujuan utama dari iklan adalah agar masyarakat tertarik untuk

membeli atau menggunakan barang atau jasa tersebut. Adapun fungsi

dari iklan, yaitu diantaranya:

1. Informing, dimana adanya iklan membuat konsumen sadar akan

merk-merk baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan

manfaat merk, serta memfasilitasi penciptaan citra merk positif.

2. Persuading, iklan yang efektif akan mampu mempersuasi

(membujuk) pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang

diiiklankan.

3. Remiding, iklan menjaga merk perusahaan tetap segar dalam

ingatan para konsumen.

4. Adding value, periklanan member nilai tambah pada merk dengan

mempengaruhi persepsi konsumen peran iklan.

Sebagai kekuatan utama ekonomi, iklan justru menjadi sarana

yang efektif bagi produsen untuk menstabilkan atau meningkatkan

penawaran barang dan jasa. Disini iklan sebenarnya melakoni tiga

peran sekaligus, yaitu sebagai berikut:

1. Iklan Informatif

Iklan ini bertujuan untuk menginformasikan secara objektif

kepada konsumen kualitas dari brang tertentu yang diproduksi,

52

lebih dari barang tersebut, fungsi-fungsinya, harga serta tingkat

kelangkaannnya.

2. Iklan Persuasif atau Sugestif

Jenis iklan ini tidak sekadar menginformasikan secara objektif

barang dan jasa, tetapi menciptakan kebutuhan-kebutuhan akan

barang dan jasa yang diiklankan. Kalau pada iklan informatif yang

mau dicapai adalah bagaimana masyarakat bisa memenuhi

kebutuhannya, maka pada iklan persuasive justru kebutuhan akan

barang dan jasa itu sendiri yang hendak diciptakan.

3. Iklan Kompetitif

Jenis iklan ini lebih bermaksud untuk mempertahankan serta

memproteksi secara kompetitif kedudukan produsen dihadapan

pelaku produksi lainnya.

2. Persoalan Etis dalam Iklan

Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan,

khususnya iklan manipulatif dan iklan persuasif non-rasional, yaitu:

Pertama, iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia.

Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai sebagai manusia yang

bebas memilih pilihannya sendiri dalam menentukan produk tertentu.

Manusia didikte oleh iklan untuk tunduk kepada kemauan iklan.

Khususnya iklan manipulatif dan persuasif non-rasional. Ini justru

bertentangan dengan inferati moral Kent bahwa manusia tidak boleh

diperlakukan hanya sebagai alat demi kepentingan lain diluar dirinya.

Manusia harus dihargai sebagai makhluk yang bebas memilih

pilihannya sendiri.

Kedua, dalam kaitannya dengan itu, iklan manipulatif dan

persuatif non-rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat

53

manusia modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal itu baik

karena menciptakan permintan dan ikut menaikkan daya beli

masyarakat, namun disisi lain muncul masyarakat konsumtif dimana

banyak dari mereka dianggap manusia sebagai kebutuhannya yang

sebenarnya bukan kebutuhan yang bersifat hakiki.

Ketiga, yang juga menjadi persoalan etis yang serius adalah

bahwa iklan manipulatif dan persuasif non-rasional malah

membentuk dan menentukan identitas atau ciri dari manusia modern.

Manusia modern merasa belum menjadi dirinya kalau belum

memiliki barang sebagaimana ditawarkan oleh iklan. Manusia

mengkonsumsi produk yang sama, maka jadilan identitas manusia

modern hanyalah rancangan pihak tertentu di fabricated.

Keempat, bagi masyarakat modern tingkat perbedaan

ekonomi dan sosial yang tinggi akan merongrong rasa keadilan sosial

masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat

ironis dengan kenyataan sosial, dimana banyak anggota masyarakat

masih berjuang sekadar hidup.

3. Makna Etis Menipu dalam Iklan

Prinsip etika bisnis yang paling relevan disini adalh prinsip

kejujuran, yakni mengatakan yang benar dan tidak menipu. Prinsip

ini tidak hanya menyangkut kepentingan orang banyak melainkan

pada akhirnya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis

seluruhnya sebagai sebuah profesi yang baik. Namun persoalannya

adalah apa makna etis menipu disini? Sejauh mana sebuah iklan

dikategorikan menipu secara moral?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu lebih dahulu

merumuskan arti menipu secara moral. Pertama-tama kita harus

melihat perbedaan antara menipu dan berbohong. Menurut Kamus

54

Bahasa Indonesia, kata tipu mengandung pengertian perbuatan atau

perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu dan sebagainya) dengan

maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari untung. Dalam

tindakan menipu ada niat sadar dari pelaku untuk memperdaya dan

mengecoh orang lain.

Sebaliknya, berbohong diartikan sebagai perkataan atau

pernyataan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Bohong adalah mengatakan hal yang tidak benar, yaitu apa yang

dikatakan tidak sesuai dengan kenyataan. Namun yang paling pokok

disini adalah bohong tidak melibatkan maksud atau niat subjek untuk

mengecoh orang lain, sedangkan menipu adalah sebaliknya

melibatkan maksud atau niat subjek.

Dari pengertian menipu dan berbohong diatas dapat

disimpulkan bahwa bohong dapat menjadi menipu, tetapi tidak semua

berbohong itu menipu. Bohong dapat menjadi menipu kalau ucapan

atau pernyatan yang tidak benar itu disertau dengan niat untuk

memperdaya orang lain. Karena itu tidak semua pernyataan dengan

niat untuk memperdaya orang lain. Karena itu tidak semua

pernyataan atau ucapan yang tidak benar berarti menipu. Misalnya

seorang ibu menyatakan kepada anakanya yang masih balita bahwa

bayi bisa ada dalam perut seorang ibu karena ibu itu makan terlalu

banyak, untuk sekedar menjelaskan bagaimana seorang ibu sampai

mengandung kepada anaknya yang masih kecil, bukanlah menipu,

melainkan bohong. Ini tidak punya kualitas moral apapun.

Sehubungan dengan itu perlu dibedakan antara menipu

“positif” dan menipu “negatif”. Menipu positif berarti secara sengaja

mengatakan hal yang tidak ada dalam kenyataan dengan maksud

untuk memperdaya orang lan. Menipu negatif adaah secara sadar

tidak mengatakan (atau menyembunyikan) kenyataan yang

sebenarnya (biasanya kenyataan yang tidak baik atau berbahaya)

55

sehingga orang lain terpedaya. Dengan demikian, iklan yang

membuat pernyataan yang salah atau tidak benar, tidak sesuai dengan

kenyataan dan memang diketahui tidak benar oleh pembuat iklan dan

produsen barang tersebut dengan maksud untuk memperdaya atau

mengecoh konsumen adalah sebuah tipuan dan karena itu harus

dinilai sebagai iklan yang tidak etis. Kalau dibiarkan terus oleh biro

iklan atau produsennya, itu berarti pihak biro iklan dan produsen

secara implisit memang bermaksud memperdaya konsumen dan

karena itu selanjutnya dianggap iklan yang menipu, tidak etis, dan

harus dikutuk secara moral.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang menipu

dan karena itu secara moral dikutuk adalah iklan yang secara sengaja

menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan

dengan maksud menipu atau menampilkan pernyataan yang bisa

menimbulkan pernafsiran yang keliru pada pihak konsumen yang

sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar apa adanya

tentnag produk yang ditawarkn dalam pasar. Dengan kata lain,

berdasarkan prinsip kejujuran iklan yang baik yang diterima secara

moral adalah iklan yang memberi pernyataan dan informasi yang

benar sebagaimana adanya.

4. Kebebasan Konsumen

Setelah kita melihat fungsi iklan, masalah etis dalam iklan,

dan makna etis dari menipu dalam iklan, ada baiknya kita singgung

sekilas mengenai peran iklan dalam ekonomi, khususnya pasar. Iklan

merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan

menentukan hubungan antara produsen dan konsumen. Secara lebih

konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintaan

antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula

menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.

56

Kode etik periklananan tentu saja sangat diharapkan untuk

membatasi pengaruh iklan ini. Tetapi, perumusan kode etik ini harus

melibatkan berbagai pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga

konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan

tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus berarti merampas kemandirian

profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa profesi

periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar punya

komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi

masyarakat. Namun, kalau ini pun tidak memadai, kita membutuhkan

perangkat legal politis, dalam bentuk aturan perundang-undangan

tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari

pemerintah, melalui departemen terkait, untuk menegakkan dan

menjamin iklan yang baik bagi masyarakat.

Perlu ada tatanan kebijakan dan hukum yang tepat bagi

penyelenggaraan kegiatan komunikasi. Mengenai definisinya, antara

kebijakan dan hukum punya arti yang berbeda. Kebijakan adalah

keputusan yang dibuat pemerintah dan masyarakat untuk menentukan

struktur media dan mengaturnya sehingga mereka punya kontribusi

yang bagus bagi masyarakat. Sementara hukum adalah peraturan

yang dibuat para legislatif dan diperkuat dengan dibentuknya suatu

lembaga negara. Selain itu yang perlu ditekankan dalam media adalah

menghindari penyampaian informasi yang mengandung fitnah serta

ketidaksenonohan. Fitnah adalah suatu penulisan atau pemberitaan

atau penginformasian yang isinya tidak sesuai dengan kenyataan dan

menghancurkan reputasi atau nama baik pihak tertentu. Sedangkan

ketidaksenonohan misalnya adalah munculnya kata- kata kotor dalam

media.

Berbagai peraturan ketat seperti yang diuraikan diatas

merupakan implikasi dari kebebasan yang sudah di dapatkan oleh

media. Media harus mempunyai rasa tanggung jawab dalam

mengemban kebebasan itu dengan tetap melakukan penyebarluasan

57

informasi yang kredibel. Selain aturan, hal lain yang krusial dan

harus diperhatikan dalam aktivitas media adalah etika. Etika adalah

standar tingkah laku dan moral untuk media professional di semua

situasi. Sementara moral adalah kemampuan menentukan mana yang

benar dan mana yang salah. Dua hal tersebut mendasari perilaku

media di dalam melakukan proses komunikasi.

Munculnya etika dan regulasi adalah sebagai sarana untuk

melindungi masyarakat yang berperan sebagai media. Hal ini muncul

seiring dengan peran media di masyarakat yang semakin krusial

yakni sebagai pemasok informasi utama. Melalui ketaatan terhadap

regulasi dan etika yang ada, media akan semakin bisa dipercaya dan

menghasilkan pemberitaan yang bertanggung jawab. Dalam konsep

komunikasi etika dan regulasi melakukan perlindungan terhadap

pesan yang disampaikan. Perlindungan yang dimaksudkan adalah

agar pesan yang dikirim oleh pengirim pesan dalam hal ini media

atau lembaga penyiaran, bisa sampai kepada masyarakat yang dalam

hal ini penerima pesan, sesuai dengan kenyataan dan dapat

dipertanggungjawabkan

Indonesia punya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Lembaga

ini bertugas mengawasi kegiatan media yang berbentuk penyiaran

seperti di televisi dan di radio. Fokus kerjanya adalah mengawasi

konten acara yang disampaikan. Apabila ada pencemaran nama baik

atau ada adegan kekerasan, lembaga ini berhak memberi teguran

kepada lembaga penyiaran seperti stasiun televisi atau radio.

5. Peraturan yang Terkait

Terdapat beberapa peraturan yang membijaki iklan atau

perikalanan di Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut:

1. UUPK

58

UUPK ialah undang-undang yang mengatur mengenai

periklanan di Indonesia. Tujuan dari suatu perlindungan

konsumen adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian

konsumen untuk melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang

dan/atau Jasa.

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen daalm memilih

menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses

untuk mendapatkan informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha.

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS

Pers berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor

40 Tahun 1999 tentang PERS (untuk selanjutnya disebut UU

Pers) merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa

yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,

memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan

menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara,

gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam

bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media

elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

Dalam hal ini peran pers untuk memenuhi pengetahuan

kebutuhan konsumen salah satunya adalah melalui iklan. Namun

iklan tersebut harus diberikan kepada konsumen secara tepat,

akurat dan benar. Perusahaan iklan oleh UU Pers dilarang untuk :

59

a. Memuat iklan yang dapat merendahkan martabat suatu agama

dan/atau kerukunan hidup antar umat beragama serta

bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.

b. Memuat iklan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat

aditif lainnya tidak sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

c. Memuat iklan dengan peragaan rokok dan/atau penggunaan

rokok.

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran

Periklanan dapat dilakukan salah satunya melalui

penyiaran, yang terorganisir dalam suatu lembaga penyiaran.

Penyiaran menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 24

Tahun 1997 tentang Penyiaran (untuk selanjutnya disebut UU

Penyiaran) adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana

pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di

antariksa dengan menggunakan gelombang elektromagnetik,

kabel, serat optik dan/atau media lainnya untuk daat diterima oleh

masyarakat dengan pesawat penerima siaran radio dan/atau

pesawat penerima siaran televisi atau perangkat elektronik lainnya

dengan atau tanpa alat bantu.

Sedangkan pengertian siaran menurut Pasal 1 butir 2 UU

Penyiaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara,

gambar atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis dan

karakter lainnya yang dapat diterima melalui pesawat penerima

siaran radio, televisi atau perangkat elektronik lainnya, baik yang

bersifat interaktif maupun tidak, dengan atau tanpa alat bantu.

60

BAB VI

DIMENSI POLUSI DAN PENYUSUTAN

SUMBER DAYA

Kerusakan lingkungan diakibatkan oleh berbagai faktor,

antara lain oleh pencemaran. Pencemaran ada yang diakibatkan oleh

alam, dan ada pula yang diakibatkan oleh perbuatan manusia.

Pencemaran akibat alam antara lain letusan gunung berapi. Bahan-

bahan yang dikeluarkan oleh gunung berapi seperti asap dan awan

panas dapat mematikan tumbuhan, hewan bahkan manusia.

Pencemaran akibat manusia adalah akibat dari aktivitas yang

dilakukannya. Lingkungan dapat dikatakan tercemar jika dimasuki

atau kemasukan bahan pencemar yang dapat mengakibatkan

gangguan pada mahluk hidup yang ada didalamnya. Gangguan itu

ada yang segera nampak akibatnya, dan ada pula yang baru dapat

dirasakan oleh keturunan berikutnya. Kerusakan lingkungan akibat

aktivitas manusia di mulai dari meningkatnya jumlah penduduk dari

abad ke abad.

Populasi manusia yang terus bertambah mengakibatkan

kebutuhan manusia semakin bertambah pula, terutama kebutuhan

dasar manusia seperti makanan, sandang dan perumahan. Bahan-

bahan untuk kebutuhan itu semakin banyak yang diambil dari

lingkungan. Disamping itu perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK) memacu proses industrialisasi, baik di negara

maju ataupun negara berkembang. Untuk memenuhi kebutahan

populasi yang terus meningkatkan, harus diproduksi bahan-bahan

kebutuhan dalam jumlah yang besar melalui industri. Kian hari

kebutuhan-kebutuhan itu harus dipenuhi.

61

1. Dimensi Polusi dan Penyusutan Sumber Daya

Polusi mengacu pada kontaminasi yang tidak

diinginkan terhadap lingkungan oleh pembuatan atau penggunaan

komoditas. Penyusutan sumber daya mengacu pada konsumsi sumber

daya yang terbatas atau langka.

a. Polusi Udara

Polusi udara telah hadir menemani kita semenjak terjadinya

revolusi industri dunia, saat cerobong-cerobong asap mulai berdiri

dan tidak berhenti bernafas sampai hingga sampai saat ini.

Tingkat polusi udara semakin meningkat bersamaan dengan

meningkatnya atau ekspansi industri pada setiap Negara. Memacu

nilai perekonomian dan taraf hidup, memang benar, tapi revolusi

industri juga membunuh jutaan harapan hidup dan kebahagiaan

secara halus bahkan pada tingkat global. Kita ambil contoh adanya

penurunan pada proses vegetasi yang mempengaruhi pada

pengurangan hasil panen, adanya perusakan pada bahan-bahan

bangunan melalui proses karat, perubahan warna dan pembusukan

serta pada skala global pengerusakan yang terjadi adalah

pemanasan global, hancurnya lapisan ozon di stratosfer,

penyusutan lapisan ozon dan terjadinya hujan asam serta penyakit

yang terjadi pada manusia berupa gangguan

b. Polusi Air

Polusi air adalah polusi yang telah lama ada saat manusia telah

menggunakan air untuk membuang sampah dan kotoran, sehingga

dalam kadar tertentu, kontaminasi ini dapat membahayakan

species yang hidup pada air tersebut atau pun makhluq yang

mengkonsumsi air tersebut. Pencemaran air sangatlah beragam

62

tidak hanya dari sampah organic tetapi dari garam, logam, bahan-

bahan radioaktif, serta bakteri, virus dan endapan.

c. Polusi Tanah

Polusi tanah sering terjadi karena adanya pembuangan zat-zat

kimia beracun hasil dari limbah industri ke dalam tanah, atau

melakukan penguburan bahan-bahan yang berbahaya ke dalam

tanah. Polusi tanah juga dapat disebabkan pembuangan limbah

padat yang tidak dapat diuraikan di dalam tanah sehingga merusak

tingkat kesuburan tanah.

d. Penyusutan Spesies dan Habitat

Harus diakui sebuah fakta bahwa manusia telah merusak dan

menghapuskan kehidupan species yang ada di lingkungan

meskipun tidak secara langsung. Kita ambil contoh penangkapan

ikan yang menggunakan cara yang illegal selain merusak

ekosistem juga merusak keseimbangan lingkungan di laut

sehingga menimbulkan kematian bagi species yang tidak mampu

bertahan dan dalam rentang jangka yang panjang akan

menyebabkan kepunahan. Eksploitasi kayu oleh industri kayu

ataupun non kayu seiring dengan meningkatkan kebutuhan

menyebakan kerusakan hutan sehingga hampir ratusan ribu jenis

species akan mengalami kepunahan akibat tidak mampunya

menyesuaikan dengan lingkungan hutan yang telah rusak oleh

ulah manusia.

e. Penyusutan Bahan Bakar Fosil

Semakin berkembangnya industri semakin besar pula kebutuhan

akan pemenuhan sumber energi untuk terus mengaktifkan mesin-

mesin raksasa industri. Sumber energi ini diperoleh dari bahan

bakar fosil yang secara otomatis penggunaanya setiap tahun akan

terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan

industri di dunia. Penggunaan yang tanpa etika ini akan

menyebabkan kelangkaan dikarenakan spare waktu untuk

63

mengembalikan atau membuat bahan baker fosil ini tidaklah sesuai

dengan waktu pengekploitasian yang relative singkat.

f. Penyusutan Mineral

Sama halnya dengan penyusutan bahan bakar fosil, penyusutan

mineral adalah suatu hal yang tidak dapat dihindarkan karena

eksploitasi besar-besaran tanpa melihat sisi negative terhadap

lingkungan dan ekonomi dalam jangka panjang. Mengapa

demikian? Kelangkahan suatu benda akan menyebabkan benda

tersebut memiliki nilai yang mahal sehingga mampu memberikan

pengaruh ekonomi yang cukup signifikan.

2. Etika Pengendalian Polusi

Selama Berabad-abad lembaga bisnis di perbolehkan

mengabaikan akibat-akibat perbuatan mereka terhadap

lingkunganalam, satu pemenjaan yang muncul karena beberapa

sebab. Pertama, para pelakau bisnis menganggap udara dan air

merupakan barang gratis atau tidak ada yang memiliki dan masing-

masing perusahaan bisa menggunakannya tanpa mengeluarkan biaya.

Yang kedua, Ancaman lingkungan berasal dari dua sumber, yaitu

polusi dan penyusutan sumber daya.

1. Etika Ekologi

Etika ekologi dalah sebuah etika yang mengklaim bahwa

kesejahteraan dari bagian-bagian non-manusia di bumi ini secara

intrinsik memiliki nilai tersendiri dan bahwa, karena adanya

nilai intrinsik ini, kita manusia memiliki tugas untuk

menghargai dan mempertahankannya. Etika ekologi didasarkan

pada gagasan bahwa bagian-bagian lingkungan yang bukan

manusia perlu dijaga demi bagian-bagian itu sendiri, tidak masalah

apakah itu menguntungkan manusia atau tidak. Namun hingga kini

untuk memperluas hak-hak moral terhadap hal-hal non-manusia

64

masih sangat kontroversial. Untuk hal tersebut dibutuhkan

pendekatan lagi dalam menghadapi masalah lingkungan yang

berdasarkan hak-hak asasi manusia maupun pertimbangan

utilitarian.

2. Hak Lingkungan dan Pembatasan Mutlak

William T. Blackstone menyatakan bahwa kepemilikan atas

lingkungan yang nyaman tidak hanya sangat diinginkan, namun

merupakan hak bagi setiap manusia. Masalah utama dari

pandangan Blackstone adalah pandangan ini gagal memberikan

petunjuk tentang sejumlah pilihan yang cukup berat mengenai

lingkungan.

3. Utilitarianisme dan Pengendalian Parsial

Utilitarianisme memberikan suatu cara guna menjawab pertanyaan

yang tidak dapat dijawab teori hak-hak lingkungan

Blackstone. Pendekatan utilitarian menyatakan bahwa

seseorang perlu berusaha menghindari polusi karena dia juga tidak

ingin merugikan kesejahteraan masyarakat.

3. Etika Konservasi Sumber Daya Yang Bisa Habis

Etika konservasi sumberdaya yang bisa habis mengacu pada

penghematan sumberdaya alam untuk digunakan di masa mendatang,

disini mempertimbangkan kepentingan generasi yang akan datang.

Setidaknya ada dua macam kepedulian lingkungan, yaitu kepedulian

lingkungan yang dangkal (shallow ecology) dan kepedulian

lingkungan yang dalam (deep ecology).

Kepedulian lingkungan yang dangkal menunjukkan perhatian

kepadakepentingan-kepentingan yang sering diabaikan dalam

ekonomi tradisional, pandangan ini menganggap alam bernilai hanya

65

sejauh ia bermanfaat bagi kepentingan manusia, dan bukan karena

alam bernilai pada dirinya sendiri. Pada kepedulian lingkungan yang

dalam sudah mempertimbangkan kepentingan generasi-generasi yang

akan datang.

Pencemaran dan kemerosotan mutu lingkungan hidup manusia

karenaulah manusia itu sendiri yang merusak habitatnya sendiri.

Pemanfaatan ilmupengetahuan dan teknologi demi kesejahteraan

umat manusia terkadangtanpa disertai dengan wawasan lingkungan

yang benar dan kesadaran yangcukup dalam memanfaatkan

sumberdaya alam, hal tersebut tentu akanmenyebabkan kemerosotan

mutu lingkungan.

Dalam proses produksi misalnya diperlukan proses produksi

yangefisien dan ramah lingkungan. Perusahaan hendaknya

memperhatikan limbah yang dihasilkan. Jadi pada dasamya

manusia itu harus memiliki komitmen moral untuk menciptakan

solidaritas kemanusiaan agar lebih peduli terhadap penciptaan

keharmonisan hidup sesama manusia dengan lingkungannya secara

serasi dan seimbang.

Setidaknya agenda enam masalah yang timbul berkaitan

dengan lingkungan, yaitu:

1. Limbah Beracun

Seringkali perusahaan membuang limbahnya ke sungai di

sekitarnya, tanpaterlebih dahulu mengolahnya menjadi tak

beracun. Akibatnya air sungaimenjadi tercemar sehingga tidak

layak dipakai, ikan-ikan menjadi mati, bahkan limbah tersebut

merembes ke air tanah mengakibatkan air tanah tidak layak untuk

dikonsumsi, dan tentu hal ini dapat membahayakan

kesehatan masyarakat.

2. Efek Rumah Kaca

66

Naiknya suhu permukaan bumi disebabkan karena panas yang

diterima bumi terhalang oleh partikel-partikel gas yang dilemparkan

dalam atmosfer karenaulah manusia, sehingga tidak bisa keluar.

Penyebabnya diantaranya adalahkarena pembakaran produk-produk

minyak bumi dan batu bara. Hal ini akanberdampak negatif yaitu

memperluas padang pasir, melelehkan lapisan es di kutub serta

meningkatkan permukaan air laut.

3. Perusakan Lapisan Ozon

Lapisan ozon berfungsi untuk menyaring sinar ultraviolet. Namun

sekarang lapisan ozon semakin rusak, hal ini dapat terjadi karena

pelepasan gas klorofluorokarbon (CFC) ke udara, pengaruh

terbesar disebabkan karena penyemprotan aerosol, lemari es, dan

AC.

4. Hujan Asam

Asam dari emisi industri bergabung dengan air hujan, yang

nantinya akan masuk ke dalam tanah, danau ataupun sungai.

Tentunya hal ini dapat mengakibatkan kerusakan hutan, merusak

gedung, dan bahkan bisa menghancur-kan logam-logam beracun

karena derajat keasamannya.

5. Penebangan Hutan

Penebangan hutan secara liar tanpa menghijaukannya kembali

tentu berakibat sangat buruk. Hal ini sudah dibuktikan dengan

bencana yang terjadi akhir-akhir ini, dimana longsor dan banjir

bandang telah menelan korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya.

6. Pencemaran Udara

Polusi udara bukanlah barang baru, udara telah bersama kita

semenjakterjadinya Revolusi industri dunia, saat cerobong-

cerobong asap pabrik mulai berdiri. Terutama dikeluarkan dari

67

pembuangan kendaraan bermotor dan proses industri. Ditambah

lagi dengan kebakaran hutan yang asapnya sangat mempengaruhi

kesehatan dan juga mengganggu jarak pandang kita.

4. Meningkatnya Perhatian Bisnis terhadap Etika

Lingkungan

Bisnis dan Lingkungannya yang dihadapi oleh perusahaan

perusahaan di Indonesia semakin bergejolak (turbulent), hal ini

terutama sejak terjadinya krisis perekonomian dan perubahan

pemerintahan berikut gejolak sosial di dalam negeri pada tahun

1997. Apalagi dengan kondisi internal perusahaan-peruahaan secara

umum yang memburuk dan bangkrutnya sebagian perusahaan,

perhatian terhadap pengaruh dan dampak faktor-faktor lingkungan

eksternal perusahaan yang bersifat makro menjadi sangat penting.

5. Peraturan Yang Terkait

Ada pun peraturan yang terkait dengan dimensi polusi dan

peyusutan sumber daya yaitu:

a. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

b. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2017 tentang Intrument

Ekonomi Lingkungan Hidup.

6. Pembahasan Kasus

Empat pantai di Kabupaten Badung, Bali, mengalami

pencemaran ringan. Sedangkan dua pantai lainnya di daerah itu, yakni

Pantai Tanjung Benoa dan Pantai Canggu masuk kategori tercemar

68

sedang. Empat pantai yang tingkat penemarannya ringan adalah

Pantai Kuta, Pantai Legian, Pantai Nusa Dua, dan Pantai Jimbaran.

“Perlu dilakukan penanggulangan agar tingkat pencemarannya tidak

semakin buruk,” kata peneliti lingkungan Universitas Udayana I

Ketut Sudra, Kamis (29/7).

Seluruh pantai yang tercemar tersebut merupakan kawasan

wisata andalan Bali, khususnya Kabupaten Badung. Menurut Sudra,

penelitian tingkat pencemaran di pantai-pantai tersebut didasarkan

pada parameter kualitas air laut dan baku mutu lingkungan.

“Parameter ini kami nilai dari beberapa variabl, seperti kebutuhan

terhadap oksigen, nitrat, fenol, atau fosfat,” ujar Sudra.

Pencemaran air laut di pantai-pantai tersebut lebih banyak

disebabkan oleh kegiatan pertanian. Fosfat maupun nitrat akibat

penggunaan pupuk non organik yang limbahnya mengalir ke laut.

Fakta ini sekaligus mengindikasikan penggunaan pupuk non organik

di Bali sudah melebihi batas toleransi.

Meskipun telah tercemar, menurut Sudra, seluruh pantai

tersebut masih layak digunakan untuk aktivitas pariwisata. Namun,

dia mengingatkan, jika tidak dilakukan penanggulangan, tidak hanya

mengganggu aktivitas parisata tapi mengancam keselamatan biota

lalut.

Berdasarkan data Tempo, temuan Pusat Pengelolaan

Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup Regional Bali

dan Nusa Tenggara, tahun 2009 lalu, malah lebih serius. Sebab,

pencemaran di wilayah pantai Kuta dan sekitarnya mulai

mengkhawatirkan. Lautnya mengandung bakteri E Coli yang cukup

tinggi, kawasan itu juga dicemari bahan berbahaya dan beracun (B3).

“Perlu penataan kembali sistim pembuangan limbah oleh masyarakat

69

maupun para pelaku pariwisata,” kata Kepala Pusat PLH

Kementerian Lingkungan Hidup Regional Bali dan Nusa Tenggara R.

Sudirman.

Menurut Sudirman, pencemaran laut antara lain akibat

perembesan lumpur tinja dari septic tank, pembuangan limbah

sembarangan dan struktur tanah di kawasan tersebut yang mulai

jenuh. Adapun mengenai limbah B3, Sudirman belum bisa

memberikan penjelasan terperinci. “Kami masih menelitinya lebih

lanjut,” ucapnya.

Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah

Kabupaten Badung, I Gede Putra Suteja membenarkan adanya

pencemaran bakteri E Coli di kawasan pantai Kuta. Bahkan juga

terjadi di kawasan Nusa Dua. Namun, masih berupa pencemaran

rinngan hingga sedang.

Mengenai limbah B3 yang berasal dari pembuangan sisa-sisa

baterai, elektronik, usaha laundry, percetakan dan plastik, diakuinya

cukup mengkhawatirkan. Dia sepakat agar masyarakat dan pelaku

pariwisata lebih sadar lingkungan.

70

BAB VII

DISKRIMINASI PEKERJAAN

Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil

terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan

karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi

merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat, ini

disebabkan karena kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan

yang lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena

karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras,agama dan

kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang

diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi.

Diskriminasi langsung,terjadi saat hukum, peraturan atau

kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis

kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang

sama. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang

bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan

dilapangan.Diskriminasi di tempat kerja berarti mencegah seseorang

memenuhi aspirasi profesional dan pribadinya tanpa mengindahkan

prestasi yang dimilikinya. Teori statistik diskriminasi berdasar pada

pendapat bahwa perusahaan tidak dapat mengontrol produktivitas

pekerja secara individu.

1. Sifat Diskriminasi Pekerjaan

Arti dasar diskriminasi adalah membedakan satu objek

dengan objek lainnya, suatu tindakan yang secara moral adalah netral

dan tidak dapat disalahkan. Dalam pengertian modern, istilah

diskriminasi secara moral tidak netral, karena biasanya mengacu pada

tindakan membedakan seseorang dari orang lain bukan berdasarkan

keunggulan yang dimiliki, namun berdasarkan prasangka atau

71

berdasarkan sikap-sikap yang secara moral tercela. Melakukan

diskriminasi tenaga kerja berarti membuat serangkaian keputusan

yang merugikan pegawai sebagai anggota kelompok tertentu karena

adanya prasangka yang secara moral tidak dibenarkan terhadap

kelompok tersebut. Ada 3 elemen dasar diskriminasi dalam

ketenagakerjaan, yaitu :

1. Keputusan yang merugikan seorang pegawai atau lebih karena

bukan didasarkan pada kemampuan yang dimilikinya.

2. Keputusan yang diambil berdasarkan prasangka rasial atau seksual,

stereotipe yang salah, atau sikap lain yang secara moral tidak benar

terhadap anggota kelompok tertentu dimana pegawai tersebut

berasal.

3. Keputusan yang memiliki pengaruh negatif atau merugikan pada

kepentingan-kepentingan pegawai yang dapat mengakibatkan

mereka kehilangan pekerjaan, kesempatan memperoleh kenaikan

pangkat, atau gaji yang lebih baik.

Bentuk-bentuk Diskriminasi : Aspek Kesengajaan dan Aspek

Institusional

a. Tindakan diskriminatif yang dilakukan secara sengaja dan

terpisah (tidak terinstitusionalisasikan) merupakan bagian dari

perilaku yang terpisah dari seseorang yang dengan sengaja

dan sadar melakukan diskriminasi karena adanya prasangka

pribadi.

b. Tindakan diskriminatif yang terjadi secara tidak disengaja dan

terinstitusionalisasikan.

2. Tingkat Diskriminasi

Menurut Velasques (2000:373) dengan melihat indicator

statistic tentang diskriminasi pada kelompok tertentu dalam suatu

organisasi. Indikator bahwa diskriminasi telah terjadi apabila terdapat

72

proporsi yang tidak seimbang atas anggota kelompok tertentu yang

memegang jabatan yang kurang diminati dalam suatu institusi tanpa

mempertimbangkan preferensi atau pun kemampuan mereka. Ada

tiga perbandingan yang bisa membuktikan distribusi semacam itu :

1. Perbandingan atas keuntungan rata-rata yang diberikan institusi

pada kelompok yang terdiskriminasi dengan keuntungan rata-rata

yang diberikan pada kelompok lain.

2. Perbandingan atas proporsi kelompok terdiskriminasi yang

terdapat dalam tingkat pekerjaan paling rendah dengan proporsi

kelompok lain dalam tingkat yang sama.

3. Perbandingan proporsi dari anggota kelompok tersebut yang

memegang jabatan lebih menguntungkan dengan proporsi

kelompok lain dalam jabatan yang sama.

3. Diskriminasi: Utilitas, Hak, dan Keadilan

Argumen yang menentang diskriminasi secara umum dapat

dibagi menjadi tiga kelompok:

c. Argumen utilitarian, yang menyatakan bahwa diskriminasi

mengarahkan pada penggunaan sumber daya manusia secara tidak

efisien.

d. Argumen hak, yang menyatakan bahwa diskriminasi melanggar

hak asasi manusia.

e. Argumen keadilan, yang menyatakan bahwa diskriminasi

mengakibatkan munculnya perbedaan distribusi keuntungan dan

beban dalam masyarakat.

Utilitas

Argumen utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan

seksual didasarkan pada gagasan bahwa produktivitas masyarakat

akan optimal jika pekerjaan diberikan berdasarkan kompetensi

73

(kebaikan). Namun, argumen ini dihadapkan pada dua keberatan.

Pertama, jika argumen ini benar, pekerjaan haruslah diberikan dengan

dasar kualifikasi yang berkaitan dengan pekerjaan, hanya jika hal

tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua,

argumen utilitarian harus menjawab tuntutan penentangnya yang

menyatakan bahwa masyarakat secara keseluruhan akan memperoleh

keuntungan dari keberadaan bentuk diskriminasi seksual tertentu.

Kaum utilitarian menanggapi berbagai kritik dengan menyatakan

bahwa menggunakan faktor selain kualifikasi pekerjaan tidak akan

memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan

kualifikasi pekerjaan.

Hak

Argumen non-utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan

seksual salah satunya menyatakan diskriminasi salah karena

melanggar hak moral dasar manusia. Diskriminasi melanggar hak

prinsip ini dalam dua cara. Pertama, diskriminasi didasarkan pada

keyakinan suatu kelompok dianggap terlalu rendah dibanding

kelompok lain. Kedua, diskriminasi menempatkan kelompok yang

terdiskriminasi dalam posisi sosial dan ekonomi yang rendah.

Keadilan

Argumen non-utilitarian kedua melihat diskriminasi melanggar

prinsip keadilan. Diskriminasi melanggar prinsip ini dengan cara

menutup kesempatan bagi kaum minoritas untuk menduduki posisi

tertentu dalam suatu lembaga dan berarti mereka tidak memperoleh

kesempatan yang sama dengan orang lain.

Praktik Diskriminasi

Tindakan-tindakan yang dianggap diskriminatif adalah sebagai

berikut ;

74

a. Rekrutmen, Perusahaan yang sepenuhnya bergantung pada

referensi verbal para pegawai saat ini dalam merekrut karyawan

baru cenderung merekrut karyawan dari kelompok ras dan seksual

yang sama yang terdapat dalam perusahaan.

b. Seleksi, kualifikasi pekerjaan dianggap diskriminatif jika tidak

relevan dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan.

c. Kenaikan pangkat, dikatakan diskriminatif jika perusahaan

memisahkan evaluasi kerja pria kulit putih dengan pegawai

perempuan dan pegawai dari kelompok minoritas.

d. Kondisi pekerjaan, pemberian gaji akan diskriminatif jika dalam

jumlah yang tidak sama untuk orang yang melaksanakan pekerjaan

yang pada dasarnya sama

e. PHK, memecat berdasarkan pertimbangan ras, dan jenis kelamin

merupakan diskriminasi.

Pelecehan Seksual

Kaum perempuan merupakan korban dari salah satu bentuk

diskriminasi yang terang-terangan dan koersif. Rayuan seksual yang

tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan hubungan dan kontak

verbal atau fisik lain yang sifatnya seksual merupakan pelecehan

seksual dan tindakan tersebut bertujuan untuk mengganggu

pelaksanakan pekerjaan seseorang atau menciptakan lingkungan kerja

yang diwarnai dengan kekhawatiran, sikap permusuhan atau

penghinaan

4. Tindakan Afirmatif

Untuk menghapus pengaruh-pengaruh diskriminasi masa lalu,

banyak perusahaan yang melaksanakan program-program tindakan

afirmatif yang dimaksudkan untuk mencapai distribusi yang lebih

75

representatif dalam perusahaan dengan memberikan preferensi pada

kaum perempuan dan kelompok minoritas.

Inti program afirmatif adalah penyelidikan yang mendetail

atas semua klasifikasi pekerjaan besar dalam perusahaan untuk

menentukan apakah jumlah pegawai perempuan dan minoritas dalam

klasifikasi kerja tertentu lebih kecil bila dibandingkan dengan tingkat

ketersediaan tenaga kerja di wilayah tempat kerja direkrut.

Tindakan afirmatif dikritik dengan alasan bahwa upaya

memperbaiki kerugian diskriminasi masa lalu diatasi justru dengan

melakukan distriminasi kebalikan (reverse discrimination), yaitu

dengan memberikan preferensi kepada kaum minoritas dan

perempuan. Preferensi yang tidak relevan ini dianggap melanggar

keadilan, karena tidak relevan ini melanggar keadilan, karena tidak

mengindahkan prinsip kesamaan hak dan kesempatan. Namun di sisi

lain, terdapat sejumlah argument yang mendukung tindakan afirmatif.

Program-program tindakan afirmatif pada saat ini telah

ditetapkan sebagai kewajiban bagi semua perusahaan yang

menandatangani kontrak dengan pemerintah. Inti dari program

tindakan afirmatif adalah sebuah penyelidikan yang mendetail atas

semua klasifikasi pekerjaan besar dalam perusahaan.

Argumen yang digunakan untuk membenarkan program-

program tindakan afirmatif dalam menghadapi kecaman dapat

dikelompokkan ke dalam dua bagian. Salah satunya

menginterprestasikan perlakuan prefensial (khusus) yang diberikan

pada kaum perempuan dan minoritas sebagai suatu bentuk

kompensasi atas kerugian yang mereka alami di masa lalu. Argumen

kedua menginterpretasikan perlakukan preferensial sebagai suatu

sarana guna mencapai tujuan-tujuan sosial tertentu. Sementara

argument yang pertama (kompensasi) cenderung melihat ke belakang

karena memfokuskan pada kesalahan dari tindakan-tindakan masa

76

lalu, argument instrumentalis (kedua) lebih melihat ke depan sejauh

memfokuskan pada hal-hal yang baik di masa mendatang (dan

kesalahan di masa lalu dianggap tidak relevan).

Tindakan Afirmatif Sebagai Kompensasi

Argumen-argumen yang mendukung tindakan afirmatif,

sebagai salah satu bentuk kompensasi, didasarkan pada konsep

keadilan kompensatif. Keadilan kompensatif, memgimplikasikan

bahwa seseorang wajib memberikan kompensasi terhadap orang-

orang yang dirugikan secara sengaja. Kelemahan argumen yang

mendukung tindakan afirmatif yang didasarkan pada prinsip

kompensasi adalah hanya dari individu-individu yang secara sengaja

merugikan orang lain, dan memberikan kompensasi hanya pada

individu-individu yang dirugikan.

Tindakan Afirmatif Sebagai Instrumen untuk Mencapai Tujuan

Sosial

Rangkaian argumen kedua yang diajukan untuk mendukung

program tindakan afirmatif didasarkan pada gagasan bahwa program-

program tersebut secara moral merupakan instrumen yang sah untuk

mencapai tujuan-tujuan yang secara moral juga sah. Tujuan program

tindakan afirmatif :

a. Mendistribusikan keuntungan dan beban masyarakat yang

konsisten dengan prinsip-prinsip keadilan distributive.

b. Untuk menetralkan bias untuk menjamin hak yang sama untuk

memperoleh kesempatan bagi kaum perempuan dan minoritas.

c. Untuk menetralkan kelemahan kompetitif yang saat ini dimiliki

oleh kaum perempuan dan minoritas saat mereka bersaing.

77

Hambatan utama yang dihadapi oleh pembenaran utilitarian

atas program tindakan afirmatif :

1. Berkaitan dengan persoalan apakah biaya sosial dari program

tindakan afirmatif lebih besar dari keuntungan-keuntungan yang

diperoleh.

2. Yang lebih penting, para penentang pembenaran utilitarian atas

program tindakan afirmatif mempertanyakan asumsi bahwa ras

merupakan indikator kebutuhan yang tepat.

Meskipun argument-argumen ultitarian yang mendukung

program tindakan afirmatif cukup meyakinkan, namun argument yang

paling tegas dan persuatif untuk mendukung program ini dapat dibagi

menjadi dua bagian.

1. Pertama, mereka menyatakan bahwa tujuan yang diharapkan

oleh program afirmatif adalah keadilan yang merata.

2. Kedua, mereka menyatakan bahwa program tindakan afirmatif

secara moral merupakan cara yang sah untuk mencapai tujuan.

Penerapan Tindakan Afirmatif dan Penanganan Keberagaman

Para pendukung program tindakan afirmatif menyatakan

bahwa kriteria lain selain ras dan jenis kelamin perlu

dipertimbangkan saat mengambil keputusan dalam program tindakan

afirmatif. Yang perlu dipertimbangkan saat pengambilan keputusan

dalam program tindakan afirmatif selain ras dan jenis kelamin yaitu :

1. Jika hanya kriteria ras dan jenis kelamin yang digunakan, hal ini

akan mengarahkan pada perekrutan pegawai yang tidak

berkualifikasi dan mungkin akan menurunkan produktifitas

2. Banyak pekerjaan yang meiliki pengaruh-pengaruh penting

pada kehidupan orang lain

78

3. Para penentang menyatakan bahwa program tindakan afirmatif

akan membuat negara kita menjadi negara yang lebih

diskriminatif.Keberhasilan atau kegagalan program tindakan

afirmatif sebagian juga bergantung pada dukungan yang

diberikan perusahaan pada kebutuhan untuk mencapai

keberagaman secara rasial dan seksual dalam susunan tenaga

kerja di perusahaan.

5. Peraturan yang Terkait

Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja :

Karyawan

Memberikan pedoman kepada Karyawan tentang tingkah laku

yang diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh perusahaan.

Menciptakan lingkungan kerja yang menjunjung tinggi nilai-nilai

kejujuran, etika dan keterbukaan sehingga akan meningkatkan kinerja

dan produktivitas Karyawan secara menyeluruh.

Perusahaan

Mendorong kegiatan operasional perusahaan agar lebih

efisien dan efektif, mengingat hubungan dengan pelanggan,

masyarakat, pemerintah dan stakeholders lainnya dan memiliki

standar etika yang harus diperhatikan. Meningkatkan nilai perusahaan

dengan memberikan kepastian dan perlindungan kepada para

stakeholders dalam berhubungan dengan Askrindo sehingga

menghasilkan reputasi yang baik, yang pada akhirnya mewujudkan

keberhasilan usaha dalam jangka panjang.

Etika Hubungan Perusahaan dengan Pemerintahan

Perusahaan harus menjalin hubungan yang baik dengan

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam berbagai hal

79

yang terkait dengan usaha perusahaan. Dalam melakukan hubungan

dengan Pemerintah, perusahaan harus senantiasa menjaga etika

berusaha dan tidak dibenarkan melakukan kegiatan yang dapat

dianggap sebagai perbuatan yang tidak patut dan berpotensi

melanggar etika. Oleh karena itu perusahaan harus melakukan hal-hal

sebagai berikut:

1. Membina komunikasi yang baik dan hubungan timbal balik

yang saling menguntungkan.

2. Menjalin kerjasama dengan Pemerintah Pusat maupun Daerah

dalam pemecahan masalah-masalah yang terkait dengan

kegiatan perusahaan.

3. Mendukung dan mengamankan program Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan

Perusahaan.

4. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh

Pemerintah Pusat maupun Daerah termasuk peraturan pasar

modal dan perpajakan.

5. Tidak menjanjikan, memberi atau menawarkan sesuatu kepada

Pejabat Pemerintah secara langsung maupun tidak langsung

dengan maksud mempengaruhi atau sebagai imbalan atas apa

yang telah dilakukan.

6. Melakukan pertemuan-pertemuan informal dan dialog dengan

pejabat Pemerintah dalam rangka menumbuhkan saling

percaya.

7. Menghindari terjadinya benturan kepentingan dan Korupsi,

Kolusi & Nepotisme (KKN) dalam melaksanakan pekerjaan

dengan Pemerintah.

80

BAB VIII

ORGANISASI RASIONAL

Organisasi adalah unit sosial, terdiri dari sekelompok orang

yang berinteraksi untuk mencapai rasionalitas tertentu. Sebagai unti

sosial, organisasi terdiri dari orang-orang dengan latar belakang

sosialekonomi, budaya, dan motivasi yang berbeda.

Pertemuan budaya dan orang-orang dari berbagai latar

belakang yang berbeda mempengaruhi perilaku individual dan

menimbulkan problem dalam proses keorganisasian kerena

menyebabkan terjadinya benturan nilai-nilai individual yang dapat

menjadi faktor pengganggu dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Oleh karena itu setiap organisasi perlu menciptakan nilai-nilai yang

dianut bersama untuk membangun system keorganisasian guna

menyeragamkan pemikiran dan tindakan serta mengubah perilaku

individual ke perilaku organisasional.

Organisasi sebagai wadah dimana orang-orang berkumpul,

bekerjasama secara rasional dan sistematis, dalam memanfaatkan

sumber daya organisasi secara efisien dan efektif untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan. Kerjasama yang terarah tersebut

dilakukan dengan mengikuti pola interaksi antar setiap individu atau

kelompok dalam berinteraksi ke dalam maupun ke luar organisasi.

Pola interaksi tersebut diselaraskan dengan berbagai aturan, norma,

keyakinan, nilai-nilai tertentu sebagaimana ditetapkan organisasi pola

interaksi tersebutdalam waktu tertentu akan membentuk suatu

kebiasaan bersama atau membentuk budaya organisasi yang

senantiasa mengontrol anggota organisasi, dengan demikian budaya

organisasi yang kuat merupakan pembentuk kinerja organisasi yang

tinggi.

81

A. Organisasi Rasional

Model organisasi bisnis yang “rasional” yang lebih tradisional

mendefenisikan organisasi sebagai suatu struktur hubungan formal

(yang didefenisikan secara eksplisit dan digunakan secara terbuka)

yang bertujuan mencapai tujuan teknis atau ekonomi dengan efisiensi

maksimal. E. H. Schein memberikan satu defenisi ringkas tentang

organisasi dari prespektif tersebut yaitu organisasi adalah koordinasi

rasional atas aktivitas-aktivitas sejumlah individu untuk mencapai

tujuan atau sasaran eksplisit bersama, melalui pembagian tenaga

kerja dan fungsi dan melalui hirarki otoritas dan tanggung jawab.

Berbagai tingkatan dalam organisasi dan yang mengatur

semua individu ke dalam tujuan organisasi dan hirarki formal adalah

kontrak. Hal ini mengasumsikan bahwa pegawai sebagai agen yang

secara bebas dan sadar telah setuju untuk menerima otoritas formal

organisasi dan berusaha mearaih tujuan organisasi, dan sebagai

gantinya mereka memperoleh dukungan dalam bentuk gaji dan

kondisi kerja yang baik. Dari perjanjian kontraktual tersebut, pegawai

menerima tanggungjawab moral untuk mematuhi atasan dalam usaha

mencapai organisasi, dan selanjutnya organisasi juga memiliki

tanggungjawab moral untuk memberikan dukungan ekonomi pada

para pegawai seperti yang telah dijanjikan. Teori utilitarian

memberikan dukungan tambahan pada pandangan bahwa pegawai

memiliki kewajiban untuk berusaha mencapai tujuan perusahaan

secara loyal.

Tanggung jawab etis dasar yang muncul dari aspek-aspek

‘rasional” organisasi difokuskan pada dua kewajiban moral yakni a)

kewajiban atasan untuk mematuhi atasan dalam organisasi dalam

mencapai tujuan-tujuan organisasi, dan b) kewajiban atasan untuk

memberikan gaji yang adil dan kondisi kerja yang baik.

82

a. Kewajiban Pegawai Terhadap Perusahaan

Dalam pandangan rasional perusahaan, kewajiban moral

utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaa

dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam

tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari

tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri

dalam cara-cara yang, jika melanggar hukum, dapat dinyatakan

sebagai “kejahatan kerah putih”.

Ada sejumlah situasi dimana pegawai gagal melaksanakan

kewajiban untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu sebagai

berikut:

1. Konflik Kepentingan

Konflik kepentingan dalam bisnis muncul saat seorang

pegawai atau pejabat suatu perusahaan melaksanakan

tugasnya, namun dia memiliki kepentingan-kepentingan

pribadi terhadap hasil dari pelaksanaan tugas tersebut yang (a)

mungkin bertentangan dengan kepentingan perusahaan, dan

(b) cukup substansial sehingga kemungkinan mempengaruhi

penilaiannya sehingga tidak seperti yang diharapkan

perusahaan.

Konflik kepentingan bisa bersifat aktual dan potensial.

Konflik kepentingan aktual terjadi saat seseorang

melaksanakan kewajibannya dalam satu cara yang

mengganggu perusahaan dan melakukannya demi kepentingan

pribadi. Konflik kepentingan potensial terjadi saat seseorang,

karena didorong kepentingan pribadi, bertindak dalam suatu

cara yang merugikan perusahaan.

2. Pencurian Pegawai dan Komputer

83

Pegawai perusahaan memiliki perjanjian kontraktual

untuk hanya menerima keuntungan tertentu sebagai ganti hasil

kerjanya dan menggunakan sumber daya perusahaan hanya

dalam usaha untuk mencapai tujuan perusahaan. Tindakan

pegawai yang mencari tambahan keuntungan pribadi atau

menggunakan sumber daya perusahaan untuk dirinya sendiri

merupakan tindakan pencurian karena keduanya berarti

mengambil atau menggunakan properti milik orang lain

(perusahaan) tanpa persetujuan pemilik yang sah.

Tindakan memeriksa, menggunakan atau menyalin

informasi atau program komputer merupakan pencurian.

Disebut pencurian karena informasi yang dikumpulkan

dalam bank data komputer oleh suatu perusahaan dan

program komputer yang dikembangkan atau dibeli

perusahaan merupakan properti dari perusahaan yang

bersangkutan.

3. Insider Trading

Insider trading sebagai tindakan membeli dan menjual

saham perusahaan berdasarkan informasi “orang dalam”

perusahaan. Informasi “dari dalam” atau “dari orang dalam”

tentang suatu perusahaan merupakan informasi rahasia yang

tidak dimiliki publik di luar perusahaan, namun memiliki

pengaruh material pada harga saham perusahaan.

Insider trading adalah ilegal dan tidak etis karena

orang yang melakukannya berarti “mencuri” informasi dan

memperoleh keuntungan yang tidak adil dari anggota

masyarakat lain. Namun demikian, sejumlah pihak

menyatakan bahwa insider trading secara sosial

menguntungkan dan menurut prinsip utilitarian, tindakan ini

seharusnya tidak dilarang, malah dianjurkan.

84

b. Kewajiban Perusahaan Terhadap Pegawai

Kewajiban moral dasar perusahaan terhadap pegawai,

menurut pandangan rasional, adalah memberikan kompensasi

yang secara sukarela dan sadar telah mereka setujui sebagai

imbalan atas jasa mereka. Ada dua masalah yang berkaitan

dengan kewajiban ini: kelayakan gaji dan kondisi kerja pegawai.

Gaji dan kondisi kerja merupakan aspek-aspek kompensasi yang

diterima pegawai dari jasa yang mereka berikan, dan keduanya

berkaitan dengan masalah apakah pegawai menyetujui kontrak

kerja secara sukarela dan sadar. Jika seorang pegawai "dipaksa"

menerima pekerjaan tanpa upah yang memadai atau kondisi

kerja yang layak, maka kontrak kerja tersebut dianggap tidak

adil.

1. Gaji

Setiap perusahaan menghadapi dilema ketika

menetapkan gaji pegawai: Bagaimana menyeimbangkan

kepentingan perusahaan untuk menekan biaya dengan

kepentingan pegawai untuk memperoleh kehidupan yang

layak bagi diri mereka sendiri dan keluarga? Tidak ada rumus

sederhana untuk menentukan "gaji yang layak". Kelayakan

gaji sebagian bergantung pada dukungan yang diberikan

masyarakat (jaminan sosial, perawatan kesehatan, kompensasi

pengangguran, pendidikan umum, kesejahteraan, dan

sebagainya), kebebasan pasar kerja, kontribusi pegawai, dan

posisi kompetitif perusahaan. Meskipun tidak ada cara untuk

menentukan gaji yang layak dengan pasti, namun kita

setidaknya bisa mengidentifikasi sejumlah faktor yang perlu

dipertimbangkan untuk menentukan gaji dan upah, yaitu:

1) Gaji dalam industri dan wilayah tempat seseorang bekerja,

2) Kemampuan perusahaan,

3) Sifat pekerjaan,

85

4) Peraturan upah minimum,

5) Hubungan dengan gaji lain,

6) Kelayakan negosiasi gaji, dan

7) Biaya hidup lokal.

2. Kondisi Kerja: Kesehatan dan Keamanan

Risiko memang merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari pekerjaan. Masalahnya adalah dalam banyak

pekerjaan yang berbahaya, syarat-syarat berikut tidak

terpenuhi:

a. Gaji atau upah dikatakan gagal memberikan nilai

kompensasi yang proporsional terhadap risiko pekerjaan

jika pasar tenaga kerja dalam suatu industri tidak

kompetitif atau bila pasar tidak mempertimbangkan

risiko-risiko tersebut karena memang belum diketahui.

b. Pegawai mungkin menerima risiko tanpa mengetahuinya

karena mereka tidak memiliki akses ke informasi tentang

risiko-risiko tersebut.

c. Pegawai mungkin menerima risiko karena putus asa,

karena mereka tidak dapat memperoleh pekerjaan dalam

industri-industri yang kurang berisiko, atau karena mereka

tidak memiliki informasi tentang alternatif-alternatif yang

tersedia bagi mereka.

Secara khusus, perusahaan mempunyai kewajiban:

a. Perusahaan wajib menawarkan gaji yang merefleksikan

prevalensi risiko-pretni dalam pasar kerja yang serupa,

namun kompetitif,

86

b. Untuk menjamin pegawai terhadap bahaya yang

diketahui, perusahaan perlu memberikan program

asuransi kesehatan yang sesuai, dan

c. Perusahaan perlu (secara individual atau bersama

perusahaan lain) mengumpulkan informasi tentang

bahaya kesehatan yang terdapat dalam suatu pekerjaan

dan menyebarkan informasi tersebut ke seluruh pegawai.

3. Kondisi Kerja: Kepuasan Kerja

Spesialisasi pekerjaan yang berlebihan memang tidak

baik karena alasan lain, yaitu bahwa cara ini memberikan

beban yang tidak adil pada pekerja. Juga ada banyak bukti

bahwa cara ini tidak mendukung efisiensi. Bagaimana

masalah-masalah ketidakpuasan kerja dan kerugian mental

ini ditangani? Hackman, Oldham, Jansen, dan Purdy

menyatakan bahwa ada tiga determinan kepuasan kerja: 1)

Arti yang dialami. Seseorang harus melihat pekerjaannya

sebagai sesuatu yang bernilai atau penting melalui sistem

nilai yang diterimanya. 2) Tanggung jawab yang dialami.

Dia harus percaya bahwa dia secara pribadi bertanggung

jawab atas hasil kerjanya. Dan 3) Pengetahuan akan hasil.

Dia harus mampu menentukan, secara teratur, apakah hasil

kerjanya memuaskan. Untuk memengaruhi ketiga

determinan tersebut, menurut penulis, pekerjaan haruslah

diperluas sepanjang lima dimensi berikut: 1) Keragaman

keahlian. 2) Identitas tugas. 3) Arti penting tugas. 4)

Otonomi. Dan 5) Umpan Balik.

Pendeknya, pemecahan masalah ketidakpuasan kerja

adalah dengan memperluas cakupan kegiatan dari pekerjaan-

pekerjaan yang sangat terspesialisasi: memperluas pekerjaan

secara "horisontal" dengan memberikan tugas-tugas yang

87

lebih beragam pada pegawai dan memperdalam pekerjaan

secara "vertikal" dengan memberikan kontrol yang lebih

besar pada pegawai atas tugas-tugas tersebut.

B. Organisasi Politik

Dalam model organisasi politik, individu dilihat berkumpul

membentuk koalisi yang selanjutnya saling bersaing satu sama lain

memperebutkan sumber daya, keuntungan, dan pengaruh. Dengan

demikian, "tujuan" organisasi menjadi tujuan yang dibentuk oleh

koalisi yang paling kuat dan paling dominan. Tujuan tidak ditetapkan

oleh otoritas yang "sah", namun ditetapkan melalui tawar menawar

antara berbagai koalisi. Realita dasar organisasi, menurut model ini,

bukanlah otoritas formal atau hubungan kontraktual, namun

kekuasaan: kemampuan individu (atau kelompok individu) untuk

mengubah perilaku pihak lain menuju cara yang diinginkan tanpa

harus mengubah perilaku mereka sendiri menuju cara yang tidak

diinginkan.

Jika kita memfokuskan pada kekuasaan sebagai dasar realita

organisasional, maka permasalahan etis utama yang akan kita temui

saat kita mengamati suatu organisasi adalah masalah yang berkaitan

dengan akuisisi dan pelaksanaan kekuasaan. Masalah etis utama

difokuskan bukan pada kewajiban kontraktual perusahaan dan

pegawai, namun pada hambatan-hambatan moral terhadap

penggunaan kekuasaan di dalam organisasi. Etika perilaku

organisasional yang dilihat dari perspektif model politik difokuskan

pada pertanyaan: Apa batasan moral, jika ada, pada pelaksanaan

kekuasaan dalam organisasi? Dalam bagian-bagian berikut ini, kita

akan membahas dua aspek dari pertanyaan ini, yaitu: (a) Apa, jika

ada, batasan moral pada kekuasaan manajer yang dapat diterapkan

88

pada pegawai? (b) Apa, jika ada, batasan moral pada kekuasaan

pegawai yang dapat diterapkan pada pegawai lain?

C. Organisasi yang Penuh Perhatian

Aspek kehidupan organisasional tidak cukup baik

digambarkan dalam model kontraktual yang merupakan dasar dari

organisasi "rasional", ataupun dengan model kekuasaan yang

mendasari organisasi "politik". Mungkin aspek tersebut paling tepat

digambarkan sebagai organisasi penuh perhatian (caring), di

mana konsep-konsep moral utamanya sama dengan konsep yang

mendasari etika memberi perhatian. Jeanne M. Lied menggambarkan

organisasi semacam itu sebagai organisasi, atau bagian organisasi,

di mana tindakan memberi perhatian merupakan:

a. Difokuskan sepenuhnya pada individu (pribadi), bukan

"kualitas", "keuntungan", atau gagasan-gagasan lain yang saat

ini banyak dibicarakan.

b. Dilihat sebagai tujuan dalam dan dari dirinya sendiri, serta

bukan hanya sarana untuk mencapai kualitas, keuntungan, dan

sebagainya.

c. Bersifat pribadi, dalam artian bahwa hal tersebur melibatkan

individu-individu tertentu yang memberikan perhatian, pada

tingkat subjektif, pada individu tertentu lainnya.

d. Pendorong pertumbuhan bagi yang diberi perhatian, dalam

artian bahwa tindakan ini menggerakkan mereka menuju

pemanfaatan dan pengembangan kemampuan seutuhnya,

dalam konteks kebutuhan dan aspirasi mereka sendiri.

Dalam organisasi caring, kepercayaan tumbuh subur karena

"orang merasa wajib saling memercayai jika mereka melihat diri

89

mereka sebagai pihak-pihak yang saling membutuhkan dan saling

terkait". Karena kepercayaan tumbuh subur dalam organisasi

semacam itu, maka organisasi tidak perlu melakukan banyak

investasi untuk mengawasi para pegawainya dan memastikan bahwa

mereka tidak melanggar perjanjian kontraktual.

Dalam model kontraktual, masalah etis penting muncul dari

kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap hubungan

kontraktual. Dalam model politik, masalah etis penting muncul dari

kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan. Lalu apa masalah etis

penting dari perspektif organisasi carin? Jawabannya adalah

memberikan perhatian terlalu banyak atau kurang banyak.

90

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukirno. 2012. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta : Penerbit

Salemba Empat.

Bertens, Kees . 2000. Pengantar Etika Bisnis. (seri filfasat

Atmajaya : 21). Kanisius. Yogyakarta.

Ernawan, Erni R. 2016. Etika Bisnis. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Keraf.Sonny A. 1998. Etika bisnis membangun citra bisnis

sebagai profesi luhur (pustaka filsafat).

Yogyakarta:Kanisius, 1993

Velasquez, Manuel G. 2005. Etika Bisnis Konsep dan Kasus,

Edisi 5. Penerbit Andi Yogyakarta.

https://feelinbali.blogspot.com/2013/09/etika-bisnis-etika-

utilitarianisme.html

https://nindaalfionita10.wordpress.com/2015/10/12/konsumen-

adalah-raja/

https://allofky.wordpress.com/2013/06/13/etika-bisnis-persoalan-

dalam-iklan/

http://azmistevanov.blogspot.com/2015/10/periklanan-etika-teori-

dan-uu-periklanan.html?m=1

http://arisuhartawan.blogspot.com/2013/11/dimensi-polusi-dan-

penyusutan-sumber.html

http://arisuhartawan.blogspot.com/2013/11/etika-konservasi-

sumber-daya-yang-bisa.html