evaluasi monitoring sistem tenaga listrik dengan ...sntei.poliupg.ac.id/prociding_archive/2012/03...

42
Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012 ISBN: 978-602-18168-0-6 1 AbstrakPaper ini bertujuan mengevaluasi keandalan dan akurasi sistem monitoring dengan menggunakan SCADA Gateway dibandingkan dengan metode konvensional. Penelitian ini dilaksanakan di PT. PLN (Persero) Wilayah SULSEL pada Area Pengatur dan Pembagi Beban (AP2B) . Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data impedansi saluran, dan data hasil pengukuran RTU yang terdiri dari data bus, tegangan, injeksi MVAR dan data beban sistem Kelistrikan SULSELTRABAR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi metering sistem SCADA Gateway memiliki akurasi hingga 4 angka di belakang koma dibandingkan dengan metode konvensional yang menggunakan analog. Wiring yang lebih sederhana memungkinkan perbaikan dan pemeliharaan sistem yang lebih sederhana dan resiko kerusakan sistem yang lebih sedikit. Resiko kehilangan data juga sangat kecil karena SCADA Gateway sekaligus berfungsi sebagai control center. Dengan akurasi yang sangat tinggi sehingga error yang mungkin terjadi sangat kecil. Kata kunci: Sistem Monitoring, SCADA Gateway I. PENDAHULUAN erkembangan dan kemajuan dalam bidang kelistrikan dan elektronika yang semakin pesat sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan sumber energi listrik sehingga dibutuhkan peningkatan dalam bidang pengelolaan sistem tenaga listrik mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi, pelayanan pelanggan hingga monitoring, yang utamanya ditujukan untuk memperoleh pengelolaan sistem yang aman, dengan mutu yang baik, tetapi dengan biaya yang efisien. Sistem pemantauan merupakan salah satu sistem yang sangat berperan penting dalam pengelolaan sistem tenaga listrik. Pengembangan site mini pun meningkat pesat, mulai dari pengembangan sistem pengaturan konvensional dimana setiap sub sistem seperti gardu induk memerlukan operator, kemudian dengan sistem pengaturan berbasis komputer agar sistem konvensional tersebut dapat dipantau dan diawasi secara terpusat dari jarak jauh, dan yang terakhir adalah sistem pengaturan yang terintegrasi dimana sub sistem tidak memerlukan operator lagi yang berarti fungsi operator di ambil alih sepenuhnya oleh operator control center.[1] PT. PLN Persero Wilayah SULSELTRABAR melakukan sebuah inovasi sistem pemantauan dengan menggunakan sistem SCADA Gateway menggantikan sistem konvensional yang mengunakan Remote Terminal Unit (RTU) dengan tranducer. Berdasarkan hal di atas maka, penulis menganggap perlu untuk melakukan evaluasi terhadap sistem monitoring dengan menggunakan SCADA Gateway dibandingkan dengan sistem konvensional yang ada. II. SISTEM SCADA Sistem SCADA telah dikenal dan mulai diimplementasikan di PLN sejak awal tahun 1980. Sistem SCADA dibagi menjadi tiga komponen penting yaitu: Master Station atau Control Center, berfungsi sebagai pusat monitoring, control dan data dari Remote Station. Remote Station, berfungsi mengumpulkan data-data yang dibutuhkan Master Station dan meneruskan perintah Master Station ke Evaluasi Monitoring Sistem Tenaga Listrik dengan Menggunakan Scada Gateway dan Remote Terminal Unit (Studi Kasus Tragi Tello) Nadjamuddin Harun Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Email : [email protected] P

Upload: phamngoc

Post on 20-Jul-2019

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 1

Abstrak—Paper ini bertujuan mengevaluasi keandalan dan akurasi sistem monitoring dengan menggunakan SCADA Gateway dibandingkan dengan metode konvensional. Penelitian ini dilaksanakan di PT. PLN (Persero) Wilayah SULSEL pada Area Pengatur dan Pembagi Beban (AP2B) . Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data impedansi saluran, dan data hasil pengukuran RTU yang terdiri dari data bus, tegangan, injeksi MVAR dan data beban sistem Kelistrikan SULSELTRABAR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi metering sistem SCADA Gateway memiliki akurasi hingga 4 angka di belakang koma dibandingkan dengan metode konvensional yang menggunakan analog. Wiring yang lebih sederhana memungkinkan perbaikan dan pemeliharaan sistem yang lebih sederhana dan resiko kerusakan sistem yang lebih sedikit. Resiko kehilangan data juga sangat kecil karena SCADA Gateway sekaligus berfungsi sebagai control center. Dengan akurasi yang sangat tinggi sehingga error yang mungkin terjadi sangat kecil.

Kata kunci: Sistem Monitoring, SCADA Gateway

I. PENDAHULUAN

erkembangan dan kemajuan dalam bidang kelistrikan dan elektronika yang semakin pesat

sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan sumber energi listrik sehingga dibutuhkan peningkatan dalam bidang pengelolaan sistem tenaga listrik mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi, pelayanan pelanggan hingga monitoring, yang utamanya ditujukan untuk memperoleh pengelolaan sistem yang aman,

dengan mutu yang baik, tetapi dengan biaya yang efisien.

Sistem pemantauan merupakan salah satu sistem yang sangat berperan penting dalam pengelolaan sistem tenaga listrik. Pengembangan site mini pun meningkat pesat, mulai dari pengembangan sistem pengaturan konvensional dimana setiap sub sistem seperti gardu induk memerlukan operator, kemudian dengan sistem pengaturan berbasis komputer agar sistem konvensional tersebut dapat dipantau dan diawasi secara terpusat dari jarak jauh, dan yang terakhir adalah sistem pengaturan yang terintegrasi dimana sub sistem tidak memerlukan operator lagi yang berarti fungsi operator di ambil alih sepenuhnya oleh operator control center.[1]

PT. PLN Persero Wilayah SULSELTRABAR melakukan sebuah inovasi sistem pemantauan dengan menggunakan sistem SCADA Gateway menggantikan sistem konvensional yang mengunakan Remote Terminal Unit (RTU) dengan tranducer. Berdasarkan hal di atas maka, penulis menganggap perlu untuk melakukan evaluasi terhadap sistem monitoring dengan menggunakan SCADA Gateway dibandingkan dengan sistem konvensional yang ada.

II. SISTEM SCADA

Sistem SCADA telah dikenal dan mulai diimplementasikan di PLN sejak awal tahun 1980. Sistem SCADA dibagi menjadi tiga komponen penting yaitu:

Master Station atau Control Center, berfungsi sebagai pusat monitoring, control dan data dari Remote Station. Remote Station, berfungsi mengumpulkan data-data yang dibutuhkan Master Station dan meneruskan perintah Master Station ke

Evaluasi Monitoring Sistem Tenaga Listrik dengan Menggunakan Scada Gateway

dan Remote Terminal Unit (Studi Kasus Tragi Tello)

Nadjamuddin Harun

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Email : [email protected]

P

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 2

peralatan di GI/pembangkit. Remote Station dapat terdiri dari gateway, IED, local HMI, RTU, dan meter energy.

Sarana Komunikasi, berfungsi untuk men-jembatani komunikasi antara Master Station dengan Remote Station.[2]

III. REMOTE TERMINAL UNIT (RTU)

Remote Terminal Unit adalah salah satu dari suatu sistem pengendalian tenaga listrik yang merupakan perangkat eletronik yang dapat diklasifikasikan sebagai perangkat cerdas. Biasanya ditempatkan di gardu-gardu induk maupun pusat pembangkit sebagai peralatan yang diperlukan oleh control center untuk mengakuisisi data-data rangkaian proses, untuk melakukan remote control, teleindikasi dan telemetering.[3]

Pada prinsipnya RTU mempunyai fungsi fungsi dasar sebagai berikut:

1. Mengakuisisi data-data analog maupun sinyal-sinyal indikasi.

2. Melakukan kontrol buka/tutup kontak, naik/turun setting atau fungsi-fungsi set point lainnya.

3. Meneruskan hasil-hasil pengukuran (daya aktif, daya reaktif, frekuensi, arus, tegangan) dan sebagainya ke pusat pengendalian.

4. Melakukan komunikasi dengan pusat pengendalian.

Gambar 1. Arsitektur Gardu Induk Konvensional ( RTU)

Arsitektur gardu induk konvensional masih

menggunakan wiring kabel, mulai dari marshaling kiosk di switch yard ke control room hingga ke Remote Terminal Unit. Metering sistem konvensional ini menggunakan tranducer atau alat metering analog yang akan dihubungkan dengan control center pada HMI.

IV. SCADA GATEWAY

SCADA Gateway yang dapat mengenali berbagai jenis peralatan dengan protokol yang berbeda untuk kemudian dikumpulkan dalam satu

sistem dan dihubungkan dengan Human Machine Interface (HMI) untuk pemantauan secara real time, terpusat dan berbasis database. SCADA Gateway ini juga berfungsi sebagai remote station SCADA. Dengan kemampuan sebagai concentrator dan protocol conventer, alat ini dapat berhubungan dengan sistem RTU yang lama, sekaligus dengan peralatan baru yang memiliki protokol yang berbeda-beda. Waktu integrasi sistem baru ke SCADA lebih cepat, karena tidak ada lagi wiring point to point, melainkan hanya wiring komunikasi data antar peralatan ke sistem SCADA gateway. Kemudian untuk pembacaan metering dari pembangkit, dapat memanfaatkan IED – IED meter pada ketiga GI tersebut. Intelligent Electronic Device (IED) merupakan peralatan elektronik berbasis mikroprosesor yang memiliki fungsi tertentu untuk melakukan telekontrol, telemetering, telesignal, proteksi, dan meter energy. IED yang terpasang pada remote station harus bisa berkomunikasi dengan gateway sesuai dengan protocol yang sudah ditetapkan dalam standard.

Gambar 2. Arsitektur Gardu Induk Semi Gateway

V. PENGEMBANGAN SCADA GATEWAY DI TRAGI TELLO

TRAGI (Transmisi dan Gardu Induk) Tello

merupakan salah satu TRAGI yang terletak di dalam kota Makassar dan mempunyai peran yang sangat vital pada sistem kelistrikan di Sulawesi Selatan dan Barat yang terdiri dari beberapa unit pembangkit dan gardu induk dengan konsumen – konsumen besar.

Ada 3 buah GI pada TRAGI TELLO yaitu GI TELLO 150 KV, GI TELLO 70 KV dan GI TELLO 30 KV. Ketiga GI ini telah masuk dalam sistem SCADA AP2B Sistem SULSEL. Spesifikasi remote station ketiga GI ini awalnya menggunakan RTUS900 (Gambar 3).

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 3

SD

Centillion 1400

Bay Networks

ETHER

RS 232C

PC CARD

P*8x50

OOO130

A O N

6

INS

ACT

ALM

RST

LINK

PWR

ALM

FAN0FAN1PWR0PWR1

ALM

SD

Centillion 1400

Bay Networks

ETHER

RS 232C

PC CARD

P*8x50

OOO130

A O N

6

INS

ACT

ALM

RST

LINK

PWR

ALM

FAN0FAN1PWR0PWR1

ALM

SD

Centillion 1400

Bay NetworksETHER

RS 232C

PC CARD

P*8x50

OOO130

A O N

6

INS

ACT

ALM

RST

LINK

PWR

ALM

FAN0FAN1PWR0PWR1

ALM

Gambar 3. Konfigurasi Remote station GI TELLO 150, 70, 30 kV (awal)

Selanjutnya dikembangkan dengan penambahan

protokol-protokol yang lain yang dihubungkan dengan RTU dan menghubungkan dengan sistem telemetering dengan menggunakan IED.

Gambar 4. Konfigurasi sistem SCADA Gateway Tragi Tello

Penempatan SCADA Gateway di GI TELLO

150 KV dengan pertimbangan antara lain GI ini merupakan GI terdekat dengan kantor TRAGI dimana pada kantor TRAGI ini dilengkapi dengan lokal HMI untuk GI – GI asuhannya.

VI. DATA-DATA YANG DIPEROLEH

Tabel 1. Data pengukuran RTU dan IED

Saluran

Konven sional

Scada Gateway

MW MVAR MW MVAR Tello- Tlama 20.2 1.7 19.601 2.706

Borongloe-Tello 0 0 0.068 0.159 Panakkukang-Tello 40.9 8.3 20.264 5.981 Bosowa- Tello -20 4 -18.314 2.673 Pangkep – Tello 57 0 -31.778 0.891 Sunggunminasa-Tello -41 -4 8.415 3.135

Data-data yang diperoleh dari Area Penyaluran dan Pengaturan Beban (AP2B) sistem Sulawesi Selatan berupa data bus, data line dan hasil pengukuran dengan menggunakan Remote

Terminal Unit (RTU) dan IED terdiri dari data beban, Daya Aktif (MW) dan daya reaktif (MVAR).

Paper ini membutuhkan data aliran daya tanggal 13 Februari 2011 TRAGI TELLO sebagai data yang akan dijadikan bahan acuan Paper sistem monitoring. Data di atas diambil pada tanggal 5 Mei 2010 pada saat TRAGI Tello masih menggunakan metode Konvensional dan data tanggal 13 Januari 2011 pada saat TRAGI Tello telah menggunakan SCADA Gateway.

VII. EVALUASI MONITORING

SISTEM MONITORING SCADA GATEWAY DENGAN

METODE KONVENSIONAL Berdasarkan hasil evaluasi monitoring SCADA

Gateway konvensional diperoleh: 1. SCADA Gateway memiliki akurasi metering yang lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional yang menggunakan metode analog berdasarkan Tabel 1. 2. Pada SCADA Gateway terdapat backup data di masing-masing GI, sehingga jika putus komunikasi atau gangguan di Control Center, data-data masih dapat diperoleh di masing-masing GI. Sedangkan pada metode konvensional terdapat resiko terputusnya komunikasi sehingga data pengukuran dapat hilang 3. Operator Lokal di GI dapat mengoperasikan GI terkait melalui lokal HMI. Sedangkan pada RTU terpusat di control center. 4. Dengan SCADA Gateway, yang memiliki sumber yang sama dengan yang terkirim ke Control Center, kesalahan data yang terkirim ke Pusat Kontrol dapat diminimalkan, karena operator GI dapat membandingkan data di komputer local dengan data yang di control panel setiap saat bila dideteksi ada kesalahan data. 5. Sistem wiring sederhana, karena tidak dibutuhkan lagi wiring point to point dari control panel ke kubikel interface sisi RTU, tapi wiring langsung dilakukan di panel kontrol ke IED atau Distributed I/O, lalu output dihubung ke SCADA Gateway.

Gambar 5. Arsitektur Gardu Induk Konvensional dan SA

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 4

6. Metering dengan IED meter lebih efektif dan dipantau dari lokal/pusat kontrol. 7. Selain sebagai remote station di gardu induk, SCADA Gateway juga berfungsi sebagai pusat data Substation Automation (SA) yang dilengkapi dengan Human Machine Interface (HMI). 8. Data – data dari IED proteksi dan meter energy terkumpul dalam satu sistem database dan dimanfaatkan bersama untuk fungsi SCADA dan SA. 9. Tingkat ketelitian yang lebih tinggi untuk point telemetering dengan memanfaatkan Power Meter (IED berbasis full-digital) dibandingkan dengan transduser yang masih menggunakan teknologi semi analog. 10. SDM yang diperlukan untuk pengembangan sistem ini lebih sedikit, mengingat waktu dan metode yang digunakan lebih efisien dan efektif. 11. Dengan sifat sistem yang fleksibel, hardware sistem tidak absolute dan lebih mudah dikembangkan untuk kebutuhan operasi dan pemeliharaan.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

1. SCADA gateway sebagai sistem monitoring terpusat dan berbasis database untuk keperluan operasional, pemeliharaan dan analisa gangguan pada sistem Subtation Automation memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional 2. Pemeliharaan yang lebih mudah karena sistem wiring yang sangat simple dibandingkan dengan sistem konvensional 3. Keamanan hasil measuring dapat terjaga karena terdapat lokal HMI pada tiap gardu induk.

b. Saran

SCADA Gateway dapat dikembangkan di Gardu Induk yang lain untuk kebutuhan peningkatan keandalan sistem monitoring PT. PLN Persero Wilayah SULSELTRABAR.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Wood, Allen J., B. F. Wollenberg, 1996. Power Generation, Operation, and Control. New York: John Wiley & Sons, Inc.

[2] Arief Basuki, Timbar Imam Priadi, Anita Puspita Sari, 2010. SCADA GATEWAY, Solusi Cerdas untuk Pengembangan Substation Automation: PT. PLN (Persero) Wilayah SULSEL, SULTRA, dan SULBAR, AP2B Sistem SULSEL, Makassar

[3] Bonar Pandjaitan, 1999. Teknologi Sistem Pengendalian Tenaga Listrik Berbasis SCADA, Prenhallindo, Jakarta.

[4] Trosten Cegrell, 1986. Power System Control Technology, Prentice/Hall Company.

[5] Rakesh Babba, 2010. Detecting False Data Injection Attacks Against DC State Estimation: University of Illinois Urbania

[6] Reynaldo Fransisco Nuqui, 2001. State Estimation and Voltage Security Monitoring Using Synchronized Phasor Measurements: Blacksburg, Virginia.

[7] T. Kerdchuen, W. Ongsakul, 2006. Measurement and RTU Placement for State Estimation by Loop Decompotition: Issue and Prospects for GMS

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE02 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 5

Abstrak—Energi listrik yang di bangkitkan pada sistem pembangkit dapat ditransformasikan ke pusat beban melalui jaringan transmisi dan distribusi melalui suatu media penghantar energi listrik yang sangat urgen dan vital. Keandalan sistem transmisi dan distribusi harus terus ditingkatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan kelistrikan. Salah satu komponen utama jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik adalah isolator yang digunakan sebagai peralatan pemisah bagian-bagian yang bertegangan dengan yang tidak bertegangan serta penahan/penopang kawat saluran. Penelitian ini bertujuan merancang sistem kendali otomatis pengujian penuaan yang dipercepat dari material isolasi tegangan tinggi menggunakan PLC dengan SCADA secara parsial. PLC dihubungkan dengan sebuah Personal Komputer (PC) untuk merekam semua data pengukuran. Proses pembacaan dari input, mengeksekusi program dan memperbaharui output (waktu scan) sangat cepat antara 1-30 milidetik.

Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Tegangan Tinggi Jurusan Teknik Elektro Universitas Hasanuddin yang meliputi 3 (tiga) pengujian yaitu: simulasi radiasi solar (UV), hujan buatan, dan temperature. (sesuai standar IEC 1109). Adapun isolator yang digunakan sebanyak 3 buah, yaitu: isolator polimer, isolator gelas, dan isolator keramik. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa isolator polimer memiliki daya tahan atau arus bocor yang paling baik dibandingkan dengan isolator keramik dan isolator gelas dengan nilai rata-rata arus bocor sebesar 2,26 mA.

I. PENDAHULUAN

Isolator berfungsi sebagai dielektrik yang mengisolir konduktor jaringan yang bertegangan dengan tiang penyangga konduktor agar arus listrik tidak bocor dari konduktor jaringan ke tanah, jika isolator tidak berfungsi dengan baik, maka efisiensi jaringan listrik akan rendah

sehingga sangat berpengaruh terhadap keandalan pelayanan sistem kelistrikan.

Ada beberapa hal yang dapat membuat isolator gagal melaksanakan fungsinya, di antaranya adalah peristiwa flashover, polutan yang menempel pada isolator, dan penuaan isolasi.

Material polimer sekarang ini telah digunakan secara luas sebagai isolasi peralatan tegangan tinggi karena mempunyai banyak keunggulan dibanding dengan material lainnya (porselen / dan gelas), di antaranya ringan, memiliki sifat dielektrik, resistivitas volume, sifat termal, kekuatan mekanik yang lebih baik dan tahan gempa serta mudah penanganannya. Selain itu, material polimer mempunyai karakteristik listrik dan mekanik yang sangat baik. Penuaan fisis merupakan hal yang penting untuk dipahami dalam menganalisis material polimer, karena material polimer memiliki struktur rantai yang dapat begerak dalam reagion yang berubah-ubah (bisa dalam bentuk linear atau pun crosslink) dan akan menurun secara catastropical, jika temperatur turun bersama dengan peralihan suhu pada material kaca.

II. LANDASAN TEORI

A. Penuaan pada Isolator

Degradasi atau penuaan yang terjadi pada isolator dapat diakibatkan oleh beberapa factor seperti lingkungan atau iklim, kelembaban, ultra violet, hujan, temperatur, polusi dan medan listrik.

Pemburukan dari setiap medan listrik adalah selalu dikaitkan dengan sifat penuaan yang disebabkan oleh faktor fisis dan faktor kimiawi. Kedua faktor ini merupakan faktor yang penting yang menyebabkan penuaan pada material itu sendiri dan dapat menyebabkan pemburukan elektrik akibat medan listrik yang terjadi selama proses operasi.

Salah satu sifat yang menjadikan elastomer silikon sangat populer dan lebih unggul yang digunakan sebagai material isolasi dibandingkan porselen dan gelas maupun jenis polimer lainnya

Analisa Pengujian Penuaan yang Dipercepat dari Material Isolasi Tegangan Tinggi

Umar Hamid, Muhammad Ilyas Syarif

Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang Email: [email protected], [email protected]

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE02 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 6

adalah sifat menolak air atau hidrofobik (hydrophobic). Selain itu material ini juga mampu mempengaruhi lapisan polusi yang menempel pada permukaannya juga ikut bersifat hidrofobik. Fenomena ini disebut transfer hidrofobik. Sifat hidrofobik dan kemampuannya mentransfer sifat tersebut ke lapisan polusi sangat bermanfaat bagi isolator listrik pasangan luar karena dalam kondisi lembab, basah/hujan tidak akan memberi peluang terbentuknya lapisan air yang kontinu sehingga konduktivitas permukaan isolator tetap rendah. Dengan demikian arus bocor (leakage current) yang terjadi akan sangat kecil (Kibbie, 2000).

B. Polusi pada Isolator

Salah satu komponen utama jaringan transmisi adalah isolator. Isolator terpasang pada ruang terbuka, sehingga beberapa bulan atau tahun sejak pemasangannnya, pada permukaan isolator menempel polutan yang bersifat permanen. Intensitas polutan pada isolator tersebut tergantung pada tingkat pencemaran udara dan unsur polutan yang terkandung dalam udara disekitar isolator.

Polusi pada isolator menurut sumbernya dapat dibagi dalam empat kategori (IEC Publication 815, SPLN 10-3B: 1993) yaitu polusi dari laut, polusi dariindustri, polusi dari daerah padang pasir, dan polusi dari gunung berapi. Polusi pada isolator akan menyebabkan arus bocor melalui permukaan isolator, pada keadaan yang lebih parah bahkan dapat menimbulkan lompatan busur api listrik. Untuk mengurangi terjadinya arus bocor ini, maka pada tingkat perancangan dapat diusahakan penempatan jaringan dan gardu induk yang cukup jauh dari sumber polusi, pemilihan bentuk dan ukuran isolator yang sesuai dengan tingkat polusi setempat, dilakukan pencucian isolator, atau diberikan lapisan bahan tertentu pada permukaan isolator.

C. Programmable Logic Controller (PLC)

Pemrosesan data merupakan bagian yang paling penting dan fital dari suatu instalasi (plan) otomasi proses produksi di industri. Pemrosesan data mencakup pengumpulan data dari piranti kontrol (controller) dan piranti deteksi (sensor) serta berbagai piranti pemrosesan lainnya. Hasil pemrosesan data tersebut selanjutnya digunakan untuk mengontrol dan memonitor kontinuitas proses produksi yang sedang berjalan. Sistem kontrol dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama yaitu input, proses, dan output (action/actuator).

Dalam dunia otomasi berbasis komputer khususnya penggunaan PLC untuk keperluan

otomasi industri maka ada satu hal yang perlu dipahami secara benar yaitu istilah koneksi dan protokol. Ada beberapa jenis konektor yang lazim digunakan untuk menghubungkan komputer dan PLC. Sebagai contoh : RS232, RS422, RS485 dan Ethernet. Konektor seperti ini hanya merupakan konektor secara kelistrikan, artinya koneksi tersebut tidak akan berarti bila protokol atau bahasa yang digunakan tidak sesuai.

D. SCADA

Perkembangan teknologi sistem kontrol telah melahirkan sebuah system yang disebut SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) yang memungkinkan suatu mesin/peralatan dapat dijalankan dengan komputer. SCADA merupakan suatu sistem pemantauan, pengontrolan dan peng-akusisian data suatu proses kegiatan dan jarak jauh secara real time (A.Daneels, W.Salfer, 1999). Operator atau penanggung jawab (User) dari suatu sistem proses produksi yang dilengkapi dengan suatu sistem SCADA akan mampu untuk melakukan pemantauan, pengujian dan pengontrolan proses produksi secara real-time dari jarak jauh dengan memanfaatkan kemampuan dari sekumpulan peralatan-peralatan (Hardware, Software dan Jaringan Komunikasi) yang membentuk suatu sistem SCADA (Shyh-Jier Huang, 2002). Dalam penelitian akan digunakan tool Cimon SCADA.

III. METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini akan digunakan alur penelitian seperti yang ditampilkan pada Gambar 1

Gambar 1. Alur penelitian.

Dalam penelitian ini digunakan beberapa

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE02 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 7

instrumen seperti: Humidification, heating, demineralisasi rain, saltfog 7 kg/m3, solar radiation simulation (UV), dan tegangan tinggi 20kV. Alat yang digunakan untuk pengukuran instrumen adalah PLC type Master K120S DR40U, temperatur dan humidity sensor, valve, panel box dan accessories, kabel serial, USB to Serial kabel, kabel RS 485, dan laptop/PC. Gambar 2 memperlihatkan diagram alir penyelesaian dan prosedur pelaksanaan penelitian, sedangkan gambar 3 memperlihatkan diagram alir proses menggunakan PLC.

Gambar 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian

Gambar 3. Skema desain PLC

IV. HASIL DAN ANALISA

Pada tahapan ini akan dipaparkan terkait dengan hasil rancangan sistem dan analisa. Gambar 4 memperlihatkan hasil rancangan sistem yang telah dibuat. Berdasarkan gambar 4 beberapa peralatan utama yaitu : 1. Blower AC digunakan untuk mengatur temperatur didalam ruang uji; 2. Sensor suhu dan kelembaban untuk mendeteksi suhu dan kelembaban di dalam ruang uji; 3. Blower kelembaban digunakan untuk mengatur kelembaban di dalam ruang uji; 4. Heater digunakan untuk mengatur suhu panas di dalam ruang uji; 5. Pompa digunakan untuk memompa air sebagai simulasi hujan dan air garam sebagai simulasi kabut garam; 6. Lampu Ultra Violet digunakan untuk simulasi radiasi matahari; 7. Isolator sebagai bahan yang diuji; 8. Kompressor digunakan sebagai penyemprot air simulasi hujan dan air garam sebagai simulasi kabut garam; 9. AC digunakan untuk mendinginkan/menurunkan temperatur di dalam ruang uji; 10. Panel kontrol daya; dan 11. Panel kontrol kendali (PLC).

Gambar 4. Hasil rancangan sistem

Blok diagram pengujian diperlihatkan pada gambar 5 dibawah ini:

Gambar 5. Blok diagram pengujian sistem secara multi stress

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE02 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 8

dan secara parsial

Hujan buatan pada tes ini dilakukan semprotan air terhadap isolator dengan menggunakan pompa dan kompressor agar semprotan merata ke permukaan isolator. Temperatur Tes ini dilakukan dengan menggunakan sensor suhu. Apabila pembacaan temperatur pada ruang uji kurang dari 500, maka heater akan bekerja sampai mencapai temperatur 500, dan apabila pembacaan temperatur pada ruang uji lebih besar dari 500, maka blower AC dan AC akan bekerja sampai temperatur ruang uji mencapai 500. Ultra Violet Tes ini dilakukan dengan cara memasang empat buah lampu UV di dalam ruang uji.

Semua pengujian tekanan isolator tersebut menggunakan tegangan kerja 20kV.

A. Pengukuran Arus Bocor secara Parsial

Pengukuran arus bocor dilakukan menggunakan voltmeter digital. Pengukuran dilakukan paralel dengan tahanan sebesar 1,005 Ω 250 watt. Isolator yang digunakan sebanyak 3 buah, yaitu: isolator polimer, isolator keramik, dan isolator gelas seperti ditunjukkan pada gambar 6 dibawah ini:

Gambar 6. Diagram rangkaian pengujian

Karakteristik Arus Bocor Dengan Pengujian Hujan Buatan pada Tegangan 20kV

Gambar 7. Kurva karakteristik arus bocor denganpengujian hujan buatan pada tegangan 20kV

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa, arus bocor tertinggi dalam pengujian selama 2 jam pada masing-masing isolator yaitu : isolator polimer (A) sebesar 5,5 mA pada pukul 09:44:17 wita, isolator Keramik (B) sebesar 8,14 mA pada pukul 09:39:17 wita dan isolator Gelas (C) sebesar 11,2 mA pada pukul 08:41:17 wita. Karakteristik Arus Bocor Dengan Pengujian Temperatur dan Kelembaban pada Tegangan 20kV

Gambar 8 memperlihatkan hasil pengukuran arus bocor tertinggi dalam pengujian selama 4 jam pada masing-masing isolator yaitu isolator polimer (A) sebesar 0,06 mA pada pukul 00:19:11 wita, isolator Keramik (B) sebesar 0,11 mA pada pukul 23:48:37 wita dan isolator gelas (c) sebesar 0,11 mA pada pukul 23:48:37 wita.

Gambar 8. Kurva karakteristik arus bocor dengan pengujian temperatur dan kelembaban pada tegangan 20kV Karakteristik Arus Bocor Dengan Pengujian Ultra Violet (UV) pada Tegangan 20kV

Gambar 9. Kurva karakteristik arus bocor dengan

pengujian ultra violet pada tegangan 20kV

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE02 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 9

Hasil pengukuran pada gambar 9 menunjukkan bahwa, arus bocor tertinggi dalam pengujian selama 4 jam pada masing-masing isolator yaitu : isolator polimer (A) sebesar 1,23 mA pada pukul 00:59:58 wita, isolator keramik (B) sebesar 1,14 mA pada pukul 00:59:58 wita dan isolator gelas (C) sebesar 1,05 mA pada pukul 00:59:58/

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan analisa dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa isolator polimer memiliki arus bocor yang terendah atau paling baik dibandingkan dengan dua jenis isolator lainnya yaitu isolator keramik dan isolator gelas dengan arus bocor rata-rata sebesar 2,26 mA. Selain itu dapat pula disimpulkan bahwa pengaruh hujan buatan memiliki efek yang lebih merusak dibandingkan dengan pengaruh hujan buatan dan temperatur.

DAFTAR PUSTAKA [1] Taufik, Akhmad. 2008. Kajian Intensitas Polusi dan

Hubungannya Terhadap Profil Isolator keramik Pasangan Luar (Studi kasus GI Jeneponto 150 kV). Thesis Pascasarjana Elektro konsentrasi Energi Listrik UNHAS. Makassar.

[2] Tobing, Bonggas L. & Mustafriend Lubis. 2008. Hubungan Intensitas Polusi Isolator jaringan Distribusi Sumatera Utara dengan Jarak Lokasi Isolator dari Pantai. Jurnal Teknik Elektro Volume 8.

[3] Gorur, R.S., Cherney, E.A., Burnham, J.T. 1999. Outdoor Insulators. Arizona: USA.

[4] Dissado, L.A. and Fothergil, J.C. 1992. Electrical Degradation and Breakdown In Polymers. Redwood Press, Wiltshire, England.

[5] IEC 60-1, High Voltege Test Technique. [6] IEC 815. 1986. Guide for The Selection of Insulators in

Respect of Polluted Conditions. [7] IEC 383-1, Insulators for Overhead Lines with a Nominal

Voltage Above 1kV. [8] Jatmiko, Asy’ari, H. 2003. Tegangan Flashover pada

Bahan Isolasi Resin Epoksi (DGEBA) yang Terpengaruh oleh Polutan Garam Parangtritis. Jurnal Teknik Elektro dan Komputer Emitor Vol. III No.2.

[9] Jauhari, E. 2005. Mekanisme Lewat Denyar akibat Polusi pada Isolator Tegangan Tinggi. (http://erijauhari.multiply.com). di akses tgl 1 maret 2009.

[10] K.L. Chrzan, J.Vokalek, V. Skenicka dkk. 2003. Pollution Flashover of Long rod Insulators with Different Profiles. Symposium on Hihg Voltage Engineering, Netherlands.

[11] Krystian Leonard Chizan. 2003. Pollution Test Station Glogow, Twenty Years of Researsch. Symposium on High Voltage Engineering, Netherlands.

[12] Solymar, L., D. Walsh. 1998. Electrical Properties of Materials, Clarendo Press-Oxford, 236 – 252.

[13] SPLN 10-3B: 1993. Tingkat Intensitas Polusi Sehubungan dengan Pedoman Pemilihan Isolator. Jakarta: Departemen Pertambangan dan Energi, Perusahaan Umum Listrik Negara.

[14] Manjang, Salama, Herman. 2007. Kajian Kinerja Isolator 20 kV di Bawah Intensitas Polusi Tinggi pada Gardu Distribusi PT. Semen Tonasa, Proseedings SNTK, Makassar.

[15] Kyoto University. 2000. Proceding of the 10Th Asian Comference on Electrical Discharge. Kyoto, Japan: Kyoto University.

[16] Department of High Voltage Engineering Indian Institute of Science Bangalore. 2001. International Symposium of High Voltage Engineering. Bangalore India. Indian Institute of Science Bangalore.

[17] Salama Manjang. 2009. Laboratory of High Voltage Engineering and Departmen of Electrical Power Engineering at Hasanuddin University. EINA. 16-32.

[18] John W.Webb, Ronald A.Reis. 1999. Programmable Logic Controllers, Prentice Hall, New Jersey Columbus, Ohio

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE03 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 10

Abstrak— Pada pengoperasian suatu sistem tenaga, khususnya pembangkit termal, pemakaian bahan bakar adalah merupakan faktor yang harus dipertimbangkan, sejalan dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak dipasaran dunia. Biaya pembangkitan suatu pembangkit termal adalah merupakan fungsi biaya bahan bakar. Upaya untuk penghematan bahan bakar pada pembangkit termal dapat dilakukan dengan melakukan economic dispatch pada pembangkit,termal sehingga biaya bahan bakar menjadi minimal. Pada penelitian ini, optimisasi pembebanan pembangkit termal dilakukan dengan menggunakan metode Pengganda Lagrange pada sistem kelistrikan yang melayani PT. PLN (Persero) Cabang Ternate. Hasil alokasi pembebanan menunjukkan bahwa alokasi pembebanan optimal dari lima unit pembangkit pada PT. PLN (Persero) Cabang Ternate adalah unit 1 =2925.0kW, unit 2 =3541,0kW, unit 3 =2260.0kW, unit 4=6484.2 kW, dan unit 5= 3771.8 kW. Biaya total pembangkitan minimum adalah sebesar Rp 32,206,480.01 perjam.

I. PENDAHULUAN

enggunaan tenaga listrik dewasa ini telah menjadi salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Perkembangan

teknologi dan ilmu pengetahuan telah mendorong penggunaan tenaga listrik pada semua aspek kehidupan manusia, baik untuk keperluan industri, rumah tangga maupun perkantoran. Produksi energi listrik tidak sebanding dengan laju pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu sebagian besar masyarakat harus rela untuk “antri” mendapatkan jatah listrik karena terbatasnya pasokan energi dari PLN. Bahkan beberapa daerah, malah tidak mendapat penerangan listrik sama sekali.

.

Kemelut energi tahun 1973 telah menutup suatu “era energi murah” sekaligus menjadi awal “era energi mahal”. Ini memberikan peringatan kepada kita bahwa tersedianya sumber energi di bumi bukan tanpa batas. Bergesernya sektor perminyakan Indonesia dari negara pengekspor menjadi negara pengimpor minyak, telah mendorong upaya penggunaan minyak dan gas bumi hanya untuk pemanfaatan dengan daya guna yang lebih tinggi yang dikenal dengan konservasi energi. Selain itu juga dilakukan usaha pemanfaatan sumber energi yang lain(diversifikasi energi), terutama untuk sumber energi yang dapat diperbaharui

Pusat pembangkit yang umumnya berupa generator sinkron mengkonversikan energi mekanik menjadi energi listrik. Pusat pembangkit tenaga listrik umumnya jauh dari pusat-pusat beban dan dalam pengoperasiannya terdiri dari beberapa unit pembangkit. Setiap pusat pembangkit terinterkoneksi dengan pusat-pusat pembangkit yang lain. Pengoperasian pusat-pusat pembangkit secara kolektif dalam melayani beban, pusat tenaga listrik memerlukan pengendalian dan penjadwalan pembangkitan[1].

Pada pengoperasian suatu sistem tenaga listrik khususnya pada pembangkit termal, pemakaian bahan bakar adalah salah satu hal yang perlu mendapat perhatian khusus, karena sebagian besar biaya operasi yang dikeluarkan adalah untuk keperluan bahan bakar. Penghematan biaya bahan bakar dalam prosentase yang kecil dapat memberi dampak yang besar, mengingat besarnya jumlah biaya bahan bakar yang digunakan. Pemakaian bahan bakar yang efisien sangat besar pengaruhnya terhadap penghematan biaya operasi[2,6].

II. OPERASI DAN KARAKTERISTIK

PEMBANGKIT THERMAL

A. Operasi Pembangkit

Untuk pengoperasian pembangkit, diperlukan suatu metoda untuk menekan biaya operasi dari suatu pembangkit. Pengoperasian unit-unit

Optimisasi Biaya Pengoperasian Pembangkit Termal pada PT. PLN(Persero) Cabang Ternate

Umar, Subhan Petrana

Fakultas Teknik Universitas Khairun Email: [email protected], [email protected]

P

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE03 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 11

pembangkit untuk permintaan daya tertentu dilakukan dengan mendistribusikan beban di antara unit-unit pembangkit yang ada dalam sistem tersebut. untuk mengoptimalkan kerja pembangkit pada beban dasar, sistem hanya disuplai dengan pembangkit yang memiliki biaya operasi paling kecil pada beban-beban yang ringan. Jika terjadi peningkatan beban maka daya akan dicatu oleh kombinasi unit-unit pembangkit yang paling ekonomis untuk permintaan daya yang sesuai.

Upaya awal untuk mengetahui pengoptimalan dari pengoperasian pembangkit adalah dengan mengetahui distribusi yang paling ekonomis dari keluaran suatu pembangkit di antara generator-generator, atau antara unit-unit pembangkit dalam pembangkit tersebut.

Pada umumnya, perluasan pembangkitan akibat penambahan permintaan daya pada beban dilakukan dengan menambah unit-unit pembangkit pada sistem yang telah ada. Dalam suatu sistem kelistrikan, setiap unit pembangkit umumnya mempunyai karakteristik operasi yang berbeda-beda. Karakteristik yang berbeda ini mengharuskan suatu penjadwalan pengoperasian setiap unit pembangkit untuk suatu pembebanan tertentu pada sistem sehingga beban dapat terpenuhi dengan biaya yang minimum. Biaya pengoperasian pembangkit tergantung dari beberapa hal antara lain efisiensi pengoperasian dari generator, biaya bahan bakar dan rugi-rugi yang terjadi pada saluran transmisi.

B. Karakteristik Pembangkit Thermal

Dalam menganalisis persoalan yang berhubungan dengan pengontrolan operasi dari sistem tenaga, banyak parameter yang harus dipertimbangkan. Dasar dari persoalan pengoperasian ekonomis pembangkit adalah karakteristik dari sejumlah pembangkit termal yang berada dalam sistem.

Karakteristik pembangkit yang digunakan untuk melakukan optimisasi adalah karakteristik input-output pembangkit. Karakteristik input output pembangkit adalah karakteristik yang menggambarkan hubungan antara gross input dengan net output pembangkit. Gross input dari pembangkit adalah merupakan total input yang diukur dalam R/jam, MBtu/jam, liter/jam ton batubara/jam, atau satuan lain[3,4,5]. Daya listrik yang dibangkitkan dukur dalam MW/jam. Secara umum, biaya pengoperasian pembangkit adalah biaya bahan bakar yang digunakan dan digambarkan sebagai fungsi kuadrat dari daya aktif yang dibangkitkan pada generator. Bentuk dari karakteristik input-output pembangkit termal diperlihatkan pada gambar 1[8].

Gambar 1 Karakteristik Input-Output pembangkit

Jumlah bahan bakar yang digunakan perjam yang merupakan fungsi daya aktif, dirumuskan sebagai berikut:

2( )i i i i i i iH P a bP c P …………………….. (1)

Dengan: Hi(Pi) = Jumlah bahan bakar (jumlah BB/jam) ai, bi, ci = Konstanta Nilai-nilai ai, bi, dan bi dapat dicari dengan menggunakan regresi polynomial. Fungsi umum pada pendekatan ploinomial adalah:

20 1 2 ... n

ny a a x a x a x ………………… (2)

Fungsi pendekatan untuk polinomial orde 2 adalah:

20 1 2y a a x a x …………………....……... (3)

Persamaan orde 2 ditemukan hubungan :

20 1 2

1 1 1

n n n

i i ii i i

na X a X a Y

……… (4)

2 30 1 2

1 1 1 1

( )n n n n

i i i i ii i i i

X a X a X a X Y

...

(5)

2 3 4 20 1 2

1 1 1 1

( )n n n n

i i i i ii i i i

X a X a X a X Y

….(6)

Nilai koefisien ai, bi, dan ci adalah nilai a, b dan c yang memenuhi persamaan (4), (5) dan persamaan (6).

III. ALOKASI PEMBEBANAN EKONOMIS

PEMBANGKIT

Setiap pembangkit termal memiliki nilai pembangkitan maksimum dan nilai pembangkitan minimum. Pembangkitan maksimum umumnya ditentukan oleh limit panas tertentu dari peralatan pembangkit, sedangkan nilai pembangkitan minimum disebabkan oleh sifat dari disain generator dan kestabilan pembakaran. Pada umumnya pembangkit tidak dapat beroperasi

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE03 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 12

min max

max

min

untuk

untuk

untuk

ii i i

i

ii i

i

ii i

i

FP P P

P

FP P

P

FP P

P

dibawah 25% dari disain nominalnya[8]. Pembangkit sebaiknya tidak dioperasikan dibawah nilai minimumnya atau diatas nilai optimumnya. Syarat ini menunjukkan bahwa daya yang dibangkitkan oleh generator harus memenuhi[3,7,8]:

(min) (max)i i iP P P …… (7)

Jika dalam sistem terdapat N unit pembangkit yang akan dioperasikan secara bersama-sama, maka jumlah biaya yang diperlukan oleh setiap pembangkit adalah: Fi (Pi) =Hi(Pi) x biaya bahan bakar unit ke-i … (8) total biaya yang diperlukan adalah[3]: FT=F1 + F2 + F3 + …. + FN ….. (9) Atau ditulis: …. (10)

Persamaan (9) ini adalah merupakan fungsi tujuan (objective function) dari optimisasi yang akan dilakukan.

Gamber 2. N unit pembangkit termal melayani beban sebesar

Pload

Total daya yang dibangkitkan harus sama

dengan PLoad:

1

0N

Load ii

P P

……………(11)

Fungsi lagrange dapat diperoleh dengan mengalikan fungsi konstrain pada persamaan (11) dengan lamda (λ) kemudian ditambahkan dengan fungsi tujuan pada persamaan (9): ……. (12) atau ……. (13)

Nilai ekstrim dari fungsi objektif, dapat diperoleh dengan mendifferensialkan persamaan lagrange (13) terhadap semua variabel independent, dan disamakan dengan nol, diperoleh: …(14)

Dengan adanya batasan daya yang dibangkitkan pada persamaan (7), maka optimisasi pengoperasian pembangkit menjadi: ……… (15)

Untuk mendapatkan alokasi pembebanan optimum dari masing-masing unit pembangkit, maka dilakukan perhitungan nilai lamda (λ) yang memenuhi (14) dan dan (11). Nilai daya yang dibangkitkan masing-masing unit pembangkit diperoleh dengan melakukan subtitusi balik nilai lamda kedalam persamaan (14).

IV. PEMODELAN UNIT-UNIT PEMBANGKIT

PT. PLN (persero) Cabang Ternate melayani dua pusat beban, yaitu Pulau Ternate dan Pulau Tidore. Sistem Kelistrikan kedua pulau tersebut telah diinterkoneksikan melalui jaringan 20 kV bawah laut yang melewati pulau Maitara. Untuk melayani beban yang ada di Pulau Ternate, PT. PLN mengoperasikan beberapa kelompok Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD), selain itu PT PLN Cabang Ternate juga menyewa listrik dari PT. SEWATAMA. Tabel 1 memperlihatkan kelompok-kelompok pembangkit yang melayani Pulau Ternate.

Tabel 1. Kelompok Pembangkit yang Melayani Pulau Ternate

Merek/Tipe Kapasitas

(kW) Kondisi

SWD6 TM 410 RRI 3280 ON SWD 6 TM 410 RR II 3280 OF SWD 6 TM 410 III 3541 ON ALLEN 3016 #1 3000 OF ALLEN 3016 #2 3000 OF CATERPILLAR 3616 4700 OF SEWA TAMA #1 9040 ON SEWA TAMA #2 8000 ON BGP SEWA #3 9200 ON

Pemodelan unit pembangkit menunjukkan

karekteristik dari suatu unit pembangkit. Pada pembuatan pemodelan ini, terlebih dahulu dilakukan pengambilan data pada lima unit pembangkit (PLTD), seperti diperlihatkan pada Tabel 2.

1

( )N

T i ii

F F P

TF L

1 1

( ) [ ]N N

i i Load ii i

F P P P

L

1 1

( ) [ ]

( )0

N N

i i Load ii ii

i i

i i

F P P PP P

F P

P P

L

L

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE03 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 13

Tabel 2 Unit Pembangkit tempat pengambilan data

Unit Merek /Tipe Daya (kW)

1 SWD 6 TM410 3280 2 SWD 6 TM410 3541 3 SEWA TAMA #1 9042 4 SEWA TAMA #2 8000 5 SEWA TAMA #3 9200

Operasi dari setiap unit pembangkit dinyatakan

sebagai fungsi daya output setiap unit pembangkit. Grafik yang menunjukkan pemodelan dari suatu unit pambangkit merupakan pemetaan antara bahan bakar yang diperlukan terhadap keluaran daya dari unit tersebut. Karakteristik pembangkit diperoleh dengan melakukan plotting bahan bakar (ltr/jam) dengan daya keluaran(kW). Karakteristik lima unit pembangkit diperlihatkan pada gambar 3 sampai gambar 7.

Gambar 3 Karakteristik pembangkit unit 1

Gambar 4 Karakteristik pembangkit unit 2

Gambar 5 Karakteristik pembangkit unit 3

Gambar 6 Karakteristik pembangkit unit 4

Gambar 7 Karakteristik pembangkit unit 5

Berdasarkan Tabel 2 dan asumsi bahwa

pembangkitan minimum suatu pembangkit termal adalah 25% dari nilai pembangkitan maksimumnya, maka diperoleh nilai Pmaks dan Pmin masing-masing unit sebagai berikut: Unit 1 : Max output = 3200 kW Min output = 800kW Unit 2 : Max output = 3541 kW Min output = 885,25 kW

900 950 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300585

590

595

600

605

610

615

620Karakteristik Input-Output Pembangkit Unit 2

Daya output (kW)

Bah

an b

akar

(Ltr

/Jam

)

Unit 2 = 1.3739e-005 P 2 + 0.032676 P + 547.9468

1800 2000 2200 2400 2600 2800850

900

950

1000

1050

1100

1150Karakteristik Input-Output Pembangkit Unit 3

Daya output (kW)

Bah

an b

akar

(Ltr

/Jam

)

Unit 3 = 2.8755e-005 P 2 + 0.088766 P + 636.3803

2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100390

400

410

420

430

440

450

460

470

480

490Karakteristik Input-Output Pembangkit Unit 4

Daya output (kW)

Bah

an b

akar

(Ltr

/Jam

)

Unit 4 = 1.1163e-005 P 2 + 0.020985 P + 307.8833

2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900450

460

470

480

490

500

510

520

530

540

550Karakteristik Input-Output Pembangkit Unit 5

Daya output (kW)

Bah

an b

akar

(Ltr

/Jam

)

Unit 5 = 2.995e-005 P 2 - 0.06229 P + 461.1495

800 850 900 950 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300165

170

175

180

185

190

195

200

205

210Karakteristik Input-Output Pembangkit Unit 1

Daya output (kW)

Bah

an b

akar

(Ltr

/Jam

)

Unit 1 = 2.4149e-005 P 2 + 0.02324 P + 132.65

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE03 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 14

Unit 3 : Max output = 9040 kW Min output = 2260 kW Unit 4 : Max output = 8000 kW Min output = 2000 kW Unit 5 : Max output = 9200 kW Min output = 2300 kW

Dari hasil plotting data gambar 4 sampai dengan gambar 9, diperoleh karakteristik setiap unit pembangkit sebagai berikut: H1(kW/Ltr)=

21 10,000024149 P + 0,02324P + 132,65

H2(kW/Ltr)= 2

2 20,000013739 P + 0,032676 P + 547,946 H3(kW/Ltr)=

23 30,000028755 P + 0,088766 P + 636,308

H4(kW/Ltr)= 2

4 50,000011163 P + 0,020985P + 307,883 H5(kW/Ltr)= 2

5 50,00002995P - 0,06229P + 461,149 Daya yang dibangkitkan oleh PT PLN Cabang

Ternate didistribusikan kedalam 5 (tidak termasuk Pulau Tidore) penyulang, yaitu Sulamadaha, Kota, Ekspres, Stadion dan Jambula. Beban di PT. PLN (Persero) Cabang Ternate fluktuatif antara 12,096 MW sampai dengan 18,982 MW, dengan beban rata-rata sebesar 17,459 MW.

Hasil analisa menggunakan pengganda lagrange dengan biaya bahan bakar Rp 8500 dan beban Pload=18,982 MW, diperoleh nilai λ= 1390.9285. Alokasi pembebanan optimum enam unit pembangkit diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Alokasi pembebanan optimal unit pembangkit pada PT. PLN (Persero) Cabang Ternate.

Unit Merek /Tipe Daya (kW)

1 SWD 6 TM410 2925.0 2 SWD 6 TM410 3541.0 3 SEWA TAMA #1 2260.0 4 SEWA TAMA #2 6484.2 5 SEWA TAMA #3 3771.8

Tabel 4 Biaya setiap unit pembangkit pada PT. NHM

Unit Merek /Tipe Daya (Rp/Jam)

1 SWD 6 TM410 3450630.15 2 SWD 6 TM410 7133149.43 3 SEWA TAMA #1 8373450.81 4 SEWA TAMA #2 7704866.62 5 SEWA TAMA #3 5544383.01 Total 32,206,480.0

Biaya bahan bakar yang diperlukan pada masing-masing unit pembangkit berdasarkan alokasi pembebanan pada tabel 3 diperlihatkan pada tabel 4. Biaya total bahan bakar minimum hasil optimisasi lima unit pembangkit adalah Rp 32.206.480/jam,.

V. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan analisa data, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Alokasi pembebanan optimal dari lima unit

pembangkit pada PT. PLN (Persero) Cabang Ternate adalah unit1=2925.0kW, unit 2 =3541.0kW, unit3 = 2260.0 kW, unit 4=6484.2 kW, dan unit 5=3771.8 kW

2. Biaya pembangkitan minimum masing-masing pembangkit unit1=3450630.15 Rp/jam, unit 2 =7133149.43 Rp/jam, unit3 = 8373450.81 Rp/jam, unit 4=7704866.62 Rp/jam, dan unit 5=5544383.01 Rp/jam. Biaya total pembangkitan adalah 32.206.480 Rp/jam.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Najamuddin Harun, Yusri S. Akil, Aplikasi Teknik Cerdas pada Penjadwalan Pembangkit Tenaga Listrik, Jurnal Informasi Teknologi INTEK Vol. 14. Hal 126-133, Juni 2008.

[2] Bahtiar, Adi Soeprijanto, Ontoseno Penangsang, Optimisasi Operasi Pembangkit Sistem Mahakam PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Timur Menggunakan Breeder Algorithm Genetic (BGA), Proceeding SEMNAS VIII ITS, Surabaya 2008.

[3] Allen J. Wood, Power Generation, Operation and Control,New York, John Weley & Sons,1984.

[4] Rusilawati, Ontoseno P, Adi S, Implementasi Metode Taguchi Untuk Economic Dispatch pada Sistem IEEE 26 Bus, FTI-ITS, 2010

[5] Umar, Economic Dispatch Menggunakan Real Encoding Genetic Algorithm, Jurnal Metropilar Vol 8. No. 3, Fakultas Teknik Unhalu, 2010.

[6] Umar, Operasi Sistem Tenaga, Materi Kuliah Fakultas Teknik Universitas Khairun, 2009.

[7] I Ketut Wijaya, Alokasi Pembebaban Optimum Sistem Pembangkitan Di Bali, Jurnal Teknologi Elektro Fakultas Teknik Udayana, Vol 3. No.2 Juli-Desember 2004

[8] Jizhong Zhu, Optimization Power System Operation, John Wiley And Son, New Jersey 2009.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE04 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 15

Abstrak—Tujuan penelitian adalah untuk mengoptimalkan pemakaian beban listrik pada instalasi listrik domestik secara automatis menggunakan mikrokontroller PIC16F84. Alat optimalisasi ini digunakan untuk menghemat energi listrik melalui perbaikan factor daya. Penurunan faktor daya jala-jala listrik disebabkan oleh penggunaan beberapa peralatan listrik dan elektronik seperti lampu TL, lampu hemat energi,komputer, mesin faks, televisi, radio, pengendali kecepatan motor, Uninterruptible Power Supply (UPS), catu daya (power supply), dan lain-lain. Turunnya faktor daya ini akan menyebabkan penggunaan daya listrik lebih rendah dari daya yang tersedia. Prototype alat optimalisasi ini mampu mendeteksi/mengukur dan memperbaiki faktor daya jala-jala listrik secara automatis. Pada perancangan alat ini digunakan komponen pengendali mikrokontroler PIC16F84A untuk penentuan nilai phi dari cos phi serta untuk mengaktifkan relay driver kapasitor yang akan memperbaiki nilai cos phi yang rendah. Input phasa dari transformator CTdan PT diumpankan ke rangkaian Op-Amp sebagai pengubah sinyal sinus 50 Hz, menjadi sinyal kotak yang dapat dibaca pada pin input mikrokontroler RA0 dan RA1. Nilai konfigurasi kapasitor yang digunakan untuk memperbaiki nilai cos phi berdasarkan daya aktif adalah 5µF, 10 µF, dan 20 µF yaitu dengan menghubungkan3 buah kapasitor yang dapat memperbaiki faktor daya dalam tujuh kemungkinan kerja kapasitor, jika faktor daya jala-jala listrik sebesar < 0,5 maka dengan mengaktifkan dua buah kapasitor secara automatis, akan dihasilkan perbaikan faktor daya sebesar > 0,85 sesuai standar PLN. Daya reaktif yang hilang menjadi lebih kecil (rugi-rugi daya kecil) dan daya aktif yang terpakai dapat lebih besar.

Kata kunci : Optimalisasi, Mikrokontroller

I. PENDAHULUAN

Kebutuhan akan kualitas daya listrik yang baik merupakan keharusan dan kebutuhan bagi suatu masyarakat modern. Kualitas daya yang kurang baik tentu akan merugikan baik produsen listrik (PLN) maupun pihak konsumen. Tegangan listrik yang tidak stabil, turunnya faktor daya, kontinuitas suplai daya, dan timbulnya harmonisa adalah sebagian dari permasalahan kualitas daya listrik.

Peralatan elektronik seperti komputer, mesin faks, pengisi baterai, pengendali kecepatan motor, Uninteruptible Power Supply (UPS), peralatan-peralatan kedokteran, catu daya, dan lain-lain, merupakan beban non linier yaitu beban listrik yang menghasilkan arus nonsinusoidal dan

pergeseran arus fasa. Akumulasi dari beban non linier yang jumlahnya banyak mengakibatkan terjadinya penurunan faktor daya jala-jala. Penurunan ini akan menyebabkan penggunaan daya listrik lebih rendah dari daya yang tersedia. Sebagai contoh, sebuah rumah dengan kapasitas daya 900 VA memiliki faktor daya 0,65 maka daya aktif yang bisa dipakai adalah 585 W. Apabila faktor daya ditingkatkan menjadi 0,95 maka didapatkan daya aktif 855W. Sehingga dengan faktor daya yang lebih tinggi maka pemakaian peralatan listrik bisa lebih banyak. Faktor daya rendah umumnya disebabkan oleh beban listrik yang bersifat induktif / kapasitif dan beban non linier. Untuk meningkatkan faktor daya yang bersifat induktif, sistem harus diinjeksi dengan beban kapasitif yang dapat diperoleh dari kapasitor, demikian sebaliknya.

Beberapa peralatan hemat energi (Energy Saver) yang telah beredar dipasaran dapat digunakan sebagai peralatan untuk memperbaiki faktor daya, sebagian masyarakat (rumah tinggal) melakukan pemasangan peralatan hemat energi ini tanpa memperhatikan/mempertimbangkan kapasitas kapasitor yang digunakan. Peralatan hemat energi yang beredar dipasaran ini mempunyai beberapa kekurangan yaitu: harga

Optimalisasi Pemakaian Beban Listrik untuk Instalasi Listrik Domestik

Aksan, Sulhan Bone

Program Studi Teknik Listrik Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang

Email : [email protected]

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE04 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 16

mahal, tidak bekerja secara automatis, dan tidak mempunyai penunjukan (tampilan LCD) besarnya faktor daya jala-jala. Sehingga dengan memasang peralatan hemat energi ini terkadang menghasilkan perbaikan faktor daya jala-jala listrik lebih lagging ( < 0,8 lagging) atau sistem menjadi lebih kapasitif (<0,85 leading).

Hasil pemasangan peralatan ini merupakan hasil observasi di Laboratorium Teknik Listrik Politeknik Negeri Ujung Pandang (Penelitian II tahun 2004). Akibatnya akan tetap menghasilkan rugi-rugi daya dan menganggu jala-jala listrik (frekuensi sumber PLN terganggu).

Berdasarkan hal tersebut maka diajukan judul penelitian pada usul penelitian dosen muda dengan judul Pemanfaatan Mikrokontroller pada Rancang Bangun Peralatan Hemat Energi Listrik untuk Instalasi Tegangan Rendah. Prototype peralatan ini dimaksudkan untuk mendeteksi / mengukur dan memperbaiki faktor daya jala-jala secara automatis sehingga dapat menghemat energi listrik pada jaringan tegangan rendah.

A. Faktor Daya

Faktor daya (pf) atau cos φ didefinisikan sebagai perbandingan daya aktif (kW) dengan daya nyata (kVA) atau dengan persamaan:

Cos φ = pf = P (kW)/S (kVA) (1)

P (kW) = S (kVA) . cos φ (2)

Seperti diketahui bahwa harga cos φ adalah mulai dari 0 s/d 1. Berarti kondisi terbaik yaitu pada saat harga P (kW) maksimum [ P (kW)=S (kVA) ] atau harga cos φ = 1 dan ini disebut juga dengan cos φ yang terbaik. Dalam kenyataannya, harga cos φ yang ditentukan oleh PLN sebagai pihak yang mensuplai daya adalah sebesar 0,85. Jadi untuk harga cos φ ≤ 0,85 berarti faktor daya dikatakan jelek. Jika faktor daya pelanggan jelek (rendah) maka kapasitas daya aktif (kW) yang dapat digunakan pelanggan akan berkurang. Kapasitas itu akan terus menurun seiring dengan semakin menurunnya faktor daya sistem kelistrikan pelanggan. Akibat menurunnya faktor daya itu maka akan muncul beberapa persoalan sebagai berikut (Neidle Michael, 1982) : Besanya penggunaan daya listrik kWH karena rugi – rugi, Besanya penggunaan daya listrik kWH karena rugi – rugi, Besarnya penggunaan daya listrik kVAR, Mutu listrik menjadi rendah karena jatuh tegangan.

Secara teoritis sistem dengan faktor daya yang rendah akan menyebabkan arus yang dibutuhkan dari pensuplai menjadi besar. Hal ini menyebabkan rugi-rugi daya (daya reaktif) dan jatuh tegangan menjadi besar. Dengan demikian denda harus

dibayar sebab pemakaian daya reaktif menjadi besar.

Untuk memperbesar harga cos φ yang rendah, hal yang mudah dilakukan adalah memperkecil sudut φ sehingga menjadi φ 1 berarti φ > φ 1. Sedang untuk memperkecil sudut φ itu hal yang mungkin dilakukan adalah memperkecil komponen daya reaktif (kVAR) seperti ditunjukkan pada gambar 1. Berarti komponen daya reaktif yang ada bersifat induktif harus dikurangi dan pengurangan itu bisa dilakukan dengan menambah suatu sumber daya reaktif yaitu berupa kapasitor bank.

Gambar 1. Gambar segitiga daya (Neidle, 1982)

B. Kapasitor Bank

Akibat adanya penurunan faktor daya jaringan listrik, maka biasanya digunakan kapasitor bank yang merupakan peralatan listrik untuk meningkatkan faktor daya yang akan mempengaruhi besarnya arus (ampere). Pemasangan kapasitor bank pada sebuah sistem listrik akan memberikan keuntungan sebagai berikut (Powerindo Listrik Utama, 2006): Peningkatan kemampuan jaringan dalam menyalurkan daya, optimasi biaya ( ukuran kabel diperkecil ), Mengurangi besarnya nilai drop tegangan, mengurangi naiknya arus/suhu pada kabel sehingga mengurangi rugi-rugi daya, mengurangi denda kVARh.

Pemasangan kapasitor bank ini adalah sebuah investasi yang manfaatnya baru bisa diperoleh setelah beberapa bulan. Dengan memasang kapasitor, suplai daya reaktif yang dibutuhkan oleh peralatan-peralatan induktif akan dilakukan oleh kapasitor dan jaringan listrik. Sehingga dapat diartikan bahwa daya reaktif yang disuplai oleh jaringan listrik akan berkurang karena sudah dibantu suplai oleh kapasitor. Karena seluruh pemakaian listrik (termasuk losses) setelah kWhmeter akan dihitung oleh kWhmeter. Untuk industri, PLN menagihkan daya aktif dan daya reaktif sedangkan untuk rumah tangga, PLN hanya menagihkan daya aktif saja. Sebagai contoh, sebuah rumah dengan kapasitas daya 900 VA memiliki faktor daya 0,65 maka daya aktif yang

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE04 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 17

bisa dipakai adalah 585 W. Apabila faktor daya ditingkatkan menjadi 0,95 maka didapatkan daya aktif 855W. Sehingga dengan faktor daya yang lebih tinggi maka pemakaian peralatan listrik bisa lebih banyak.

Kapasitor yang akan digunakan untuk memperkecil atau memperbaiki faktor daya penempatannya ada dua cara: 1. Terpusat, kapasitor ditempatkan pada:

a. Sisi primer dan sekunder transformator b. Pada bus pusat pengontrol

2. Cara terbatas, kapasitor ditempatkan pada a. Feeder kecil b. Pada rangkaian cabang c. Langsung pada beban

II . METODE PENELITIAN

Mengacu pada identifikasi permasalahan yang telah dipaparkan, maka tahapan penelitian ini akan dilanjutkan dengan analisis, perancangan, konstruksi dan terakhir adalah pengujian.

Analisis dan perancangan merupakan cara menyelesaikan permasalahan dengan pendekatan yang berbeda. Pada analisis umumnya pendekatan dilakukan terhadap fungsi dan komponen (struktur) apa saja yang harus ada. Sedangkan pada perancangan lebih ditekankan terhadap bagaimana merealisasikan fungsi dan struktur tersebut. Pada bagian ini akan dijelaskan analisis dan ide pendekatan terhadap fungsi dan struktur sistem yang akan dibangun.

A. Perancangan Sistem

Fungsi - fungsi yang terdapat pada prototype peralatan koreksi faktor daya jala-jala berbasis mikrokontroller harus dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang telah teridentifikasi seperti dituliskan pada bagian depan proposal ini. Analisis berikut menunjukkan beberapa fungsi yang harus ada agar rangkaian koreksi faktor daya jala-jala berbasis mikrokontroller dapat dibangun seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Prototype koreksi faktor daya jala-jala berbasis Mikrokontroller

a. Perancangan Pengubah Sinyal

Rangkaian pengubah sinyal adalah suatu rangkaian yang berfungsi untuk mengubah bentuk sinyal gelombang sinusoidal menjadi bentuk sinyal gelombang kotak. Rangkaian pengubah sinyal memperoleh masukan dari current transformer (CT) dan potensial transformer (PT) yang dipasang pada jala-jala listrik ke beban. Sinyal dari current transformer merupakan bentuk sinyal arus, dan sinyal dari potensial transformer merupakan bentuk sinyal tegangan. Sinyal arus dan tegangan yang berbentuk kotak ini merupakan masukan sinyal ke rangkaian mikrokontroller pic untuk dibaca dan diolah oleh baris-baris program. Tampilan rangkaian pengubah sinyal seperti gambar 3.

Gambar 3. Rangkaian pengubah sinyal

B. Perancangan MikrokontrollerPIC 16F84A

Rangkaian mikrokontroller pic adalah rangkaian pengontrol yang berfungsi untuk menghitung besarnya faktor daya ala-jala, menampilkan hasil perhitungan faktor daya pada tampilan LCD, dan sebagai pembangkit sinyal pulsa

untuk masukan ke driver kapasitor. Rangkaian ini memperoleh masukan dari pengubah sinyal arus dan tegangan, sehingga dengan perbedaan waktu antara sinyal arus dan sinyal tegangan maka dapat ditentukan seberapa besar faktor daya jala-jala, seperti ditunjukkan pada gambar 4.

Hasil perhitungan ini dapat ditampilkan pada LCD dan sebagai masukan untuk pembangkitan sinyal pulsa ke driver kapasitor. Rangkaian mikrokontroller pic dapat mengolah masukan sinyal dengan membuat beberapa baris program.

C. Perancangan Driver kapasitor

Pada rangkaian driver kapasitor terdiri dari tiga buah komponen utama kapasitor, optotriac dan dioda sebagai piranti switching seperti ditunjukkan

+-L M 3 5 8

+-L M 3 5 8

B E B A N

T O P IC

T O P IC

G N D

- 5 V

+ 5 V

C T

P T

R 1

R 4

R2

R3

R 8

R 5

C 3

R6

R7

C 2

C 1

J a la- ja laP L N

2

3

1

8

6

5

5 7

1

2

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE04 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 18

pada gambar 5. Yang utama dalam melakukan perancangan rangkaian driver kapasitor adalah

Gambar 4. Perbedaan waktu antara sinyal arus dan tegangan

Pemilihan komponen optotriac yang digunakan

sebagai switching antara jala-jala dan kapasitor, serta pemilihan dan perhitungan kapasitas kapasitor agar perbaikan faktor daya jala-jala tidak melebihi perbaikan faktor daya yang bersifat kapasitif

D. Struktur Perangkat Keras

Beberapa komponen harus disediakan agar fungsi-fungsi yang diusulkan dapat diimplementasikan. Sebagai contoh, untuk menghasilkan sistem pengubah sinyal bentuk sinusoidal menjadi sinyal bentuk kotak. Jika sistem ini dihubungkan dengan rangkaian mikrokontroller pic maka besarnya factor daya jala-jala dapat dihitung dan ditampilkan pada LCD serta membangkitkan sinyal pulsa untuk driver kapasitor. Adapun rangkaian perangkat keras yang digunakan memakai beberapa komponen elektronika seperti: resistor, Op-Amp, optotriac, dioda, current transformer, potensial transformer, mikrokontroller pic16F84, dan beberapa komponen lainnya

Gambar 5. Rangkaian driver kapasitor

E. Struktur Perangkat Lunak

Adanya keterlibatan perangkat mikrokontroller pic16F84 pada sistem ini, mengharuskan tersedianya perangkat lunak berupa baris-baris program. Perangkat lunak diperlukan untuk menghitung faktor daya jala-jala, menampilkan hasil perhitungan factor daya pada LCD, dan membangkitkan sinyal pulsa ke driver kapasitor. Algoritma merupakan urutan-urutan pelaksanaan program yang nanti akan diaplikasikan pada pembuatan program. Urutan algoritma sebagai berikut : 1. Identifikasi register yang digunakan 2. Inisialisasi Port I/O yang digunakan 3. Mengecek input dari pin RA0 4. Mengukur nilai phi 5. menampilkan nilai phi dan cos phi 6. mengoreksi nilai nilai phi dan cos phi oleh

penambahan kapasitor 7. menampilkan kembali koreksi nilai phi dan

cos phi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengujian Sinyal Arus dan Tegangan

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan peralatan Osiloskop untuk menampilkan perbedaan sudut phasa antara gelombang arus dan tegangan pada jala-jala listrik, ditunjukkan pada gambar 6. Faktor daya jala-jala dapat ditentukan dari besarnya perbedaan waktu antara arus dan tegangan. Berdasarkan hasil keluaran dari rangkaian pengubah sinyal arus dan tegangan diperoleh faktor daya jala-jala seperti hasil perhitungan sebagai berikut:

0

00

0

0

115

11536032,0

3605

6,1

360

x

xdiv

div

xt

t

Gambar 6. Perbedaan sudut phasa antara arus dan tegangan

v

T

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE04 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 19

B. Pengujian Rangkaian Mikrokontroller PIC 16F84

Dalam rangkaian PIC 16F48 jumlah port yang digunakan ada 2 yaitu port A dan port B. Pada port A terdapat pin RA0, RA1, RA2 dan RA3. Pin RA0 dan RA1 digunakan untuk keluaran dari rangkaian pengubah sinyal yang terdiri atas pulsa arus dan pulsa tegangan, sedangkan pin RA2 dan RA3 digunakan untuk tampilan display. Pada port B digunakan pin RB0, RB1, RB2 guna mengOnkan dan MengOFFkan relay 24 Volt untuk koreksi yang sebelumnya terlebih dahulu dihubungkan ke MOSFET.

Mikrokontroller PIC 16F84 ini memerlukan sumber tegangan +5Volt dengan pin untuk Vccnya adalah kaki 4 dan 14, sedangkan untuk pentanahannya adalah kaki 5.

C. Pengujian Simulasi Driver

Pada rangkaian driver digunakan 3 buah MOSFET yaitu BUZ 71A dan 3 buah relay 24 volt. Pada rangkaian ini MOSFET digunakan sebagai penguat untuk relay yang kemudian dihubungkan ke kapasitor. Relay ini adalah sebagai komponen pengganti dari Opto-Triac. Untuk lebih jelasnya simulasi rangkaian driver ditunjukkan pada tabel 1.

Relay ini akan bergantian bekerja beroperasi

dengan selang waktu 5 detik. Pada saat pertama di ON kan (kemungkinan pertama) ketiga relay ini tidak ada yang bekerja atau dengan kata lain relay dalam posisi NO atau terbuka. Setelah 5 detik maka kemungkinan yang kedua relay 1 akan bekerja disusul dengan kemungkinan ketiga dan seterusnya tergantung dari pemakaian beban yang berubah-ubah

D. Pemasangan Alat di Rumah Toko

Rumah toko yang digunakan sebagai tempat kegiatan program Vucer, menjual berbagai macam

jenis alat tulis kantor dan jasa foto copy. Daya listrik yang terpasang pada rumah toko tersebut sebesar 2200 VA. Pemasangan alat optimalisasi pemakaian beban di rumah toko tersebut ditunjukkan pada gambar 7 berikut ini.

Gambar 7. Rumah toko dan pemasangan alat

Data yang diperoleh sebelum pemasangan kapasitor pada rangkaian alat optimalisasi ditunjukkan pada tabel 2 berikut , faktor daya yang dihasilkan di bawah standar PLN yaitu sebesar < 0,85, sehingga dengan demikian harus memasang 3 buah kapasitor masing-masing sebesar C1=5 uF, C2=10uF, dan C3=20uF agar faktor daya dapat meningkat di atas > 0,85.

Dengan pemakaian kapasitor C1, C2, dan C3 maka 7 kemungkinan kapasitor akan ON secara bersamaan atau tunggal, sehingga faktor daya dapat diperbaiki menjadi > 0,85 , seperti ditunjukkan pada tabel 3. Naiknya faktor daya ini mengakibatkan rugi-rugi daya reaktif (QL) yang timbul semakin kecil sehingga pemakaian daya semu (S) pada KWH meter semakin kecil, dengan demikian dapat menghemat penbayaran pemakaian energi listrik. Hal ini dapat ditunjukkan pada lampiran rekening listrik selama periode pembayaran bulan Agustus dan September

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE04 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 20

IV. SIMPULAN

1. Pemakaian beban induktif antara lain lampu TL, Motor dan peralatan elektronika lainnya, dapat menyebabkan penurunan faktor daya jala - jala sebesar < 0,5.

2. Perbaikan faktor daya jala-jala dapat dilakukan dengan menggunakan komponen filter kapasitor . dihasilkan faktor daya jala-jala yang lebih baik sebesar > 0,85 sesuai standar PLN

3. Penggunaan besar filter kapasitor tidak boleh melebihi batas perbaikan cos φ=1

karena akan dapat menurunkan faktor daya kembali yang bersifat kapasitif.

4. PIC Mikrokontroller ini digunakan untuk mematikan dan menghidupkan filter kapasitor secara automatis, agar perbaikan faktor daya dapat lebih tepat dan bekerja secara automatis.

5. Jika faktor daya turun maka arus pada jala-jala akan semakin besar sehingga pemakaian daya dapat lebih besar yang mengakibatkan pembayaran rekening listrik akan lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA

[1] David A. Torev Adel M. A. M. AI- Zamel. May 1995, " Single – Phase Active Power Filters for Multiple Nonlinear Loads", IEEE Transc. on Power Electronics, Vol. 10, No. 3, pp. 263-272.

[2] Hirofumi Akagi. Nov / Dec 1996. "New Trends in Active Filters for Power Conditioning". IEEE Transactions on Industry Applications, Vol. 32, No. 6, pp. 1312-1322

[3] Jose A, Lambert. 1998. “Analogic and digital control of an active power filter using the imposition sinusoidal current strategy”. Procededings PEDES. Perth Western Australia.

[4] Mikrochip. 2005. Data sheet PIC16F84 [5] Neidle, Michael. 1982. ” Teknologi Instalasi

Listrik edisi ketiga “. Erlangga Jakarta. [6] Wollard, Barry G. 1999. “Elektronika Praktis “

PT.Pradnya Paramita. JakartaPowerindo Listrik Utama. 2006.

[7] “ Alat Penghemat Listrik “. di akses 10 Januari 2000

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 21

Pembuatan Automatic Transfer Switch (ATS) Berbasis Programmable Logic Control (PLC)

untuk Kapasitas Genset 75 kVA

Rusli, Richard Semuel Waremra Laboratory of Electrical Engineering

Faculty of Engineering, University of Musamus (UNMUS) in Merauke Email: [email protected], [email protected]

Abstrak— Kebutuhan akan listrik penting bagi tercapainya tujuan pembangunan, seperti menciptakan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan juga pemerataan pembangunan di segala bidang, maka perlunya alat yang dapat mentrasferkan secara otomatis sehingga suplay listrik terus – menerus dengan mutu yang baik, handal, aman. Apabila sumber utama PLN (Perusahaan Listrik Negara) padam atau salah satu fasa putus, maka PLC (Q0.2) tidak terhubung (K1 tidak bekerja), pada saat yang bersamaan PLC (Q0.3) memerintahkan termostart untuk memanaskan oli dalam waktu 10 detik. Q0.0 bekerja untuk menghidupkan Star Genset (Sumber Cadangan) dalam waktu 20 detik. Q0.1 memerintahkan kontaktor K2 bekerja dalam waktu 60 detik (Sumber tegangan Genset akan mengalirkan arus listrik ke beban). Apabila PLN hidup maka kontaktor K1 akan bekerja K2 tidak terhubung. Mesin genset hendaknya siaga (stand by) dan siap untuk dioperasikan. Perawatannya harus diperhatikan baik dari pemeliharaan oli, bahan bakar serta spare part. Spare part yang sudah mulai rusak hendaknya secepatnya diganti guna menghindari kerusakan total pada mesin. Pengoperasiannya pun harus rutin baik itu seminggu sekali maupun dua minggu sekali untuk mengetahui besar tegangan dan arus yang dibangkitkan genset tersebut.

I. PENDAHULUAN

U mumnya sumber listrik utama yang disalurkan

dari PLN tidak selalu menyalurkan sumber listrik secara terus-menerus, karena untuk menjaga kualitas, stabilitas dan kehandalan maka harus ada proses pemeliharaan dan perawatan baik secara

terjadwal/normal maupun juga kemungkinan kekurangan daya pada konsumen tertentu pada waktu beban puncak dan kenaikan beban temporer pada sisi konsumen.

Apabila kondisi gangguan seringkali terjadi, maka dapat mengakibatkan terganggunya stabilitas keamanan, perekonomian dan yang terutama pada aktivitas pelayanan kepada masyarakat. Untuk mengatasi terputusnya layanan listrik, maka beberapa konsumen memilih alternatif dengan menyediakan pembangkit cadangan (Genset/Generator Set) dengan tujuan untuk melayani kebutuhan sumber listrik secara kontinyu pada sisi beban. Pengoperasian sumber listrik PLN dan sumber listrik genset dapat dilakukan secara manual maupun secara otomatis.

Pemasangan ATS berbasis PLC merupakan solusi yang efektif dalam pengalihan penyuplaian sumber listrik dari PLN ke pembangkit cadangan yang berkapasitas daya 75 kVA secara otomatis.

II. LANDASAN TEORI

Automatic Transfer Switch (ATS) adalah peralatan sistem yang dapat mengatur pergantian suplay catu daya listrik dari sumber listrik utama dari PLN ke sumber listrik cadangan/genset yang bekerja secara otomatis dengan mengendalikan pengaturan waktu.

Fungsi ATS sebagai pengganti saklar pemindah posisi. Sumber listrik yang pada metode-metode terdahulu digunakan untuk memindahkan handel/saklar sumber listrik utama dari PLN ke sumber listrik cadangan/genset. Namun cara dan metode ini memerlukan waktu yang relatif cukup lama dalam menyuplai sumber tenaga listrik. Prinsip kerja ATS yang sudah ada menggunakan 2 buah kontaktor utama yang bekerja sebagai saklar dalam menghubungkan sumber listrik pada beban/konsumen, dilengkapi dengan relay AC

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 22

yang membantu mengambil sistem kontaktor dan Time Delay Relay (TDR). TDR yang digunakan sebanyak 4 buah yang masing-masing 2 buah TDR untuk kontaktor utama dan 2 buah TDR untuk kontrol genset pada posisi On/Off.

III. AUTOMATIC TRANSFER SWITCH (ATS)

ATS merupakan suatu alat yang digunakan untuk melakukan perpindahan sumber tegangan listrik pada saat listrik PLN padam, maka Sumber Tegangan Cadangan (Genset) otomatis akan bekerja (Mensuplay tegangan Ke beban). Apabila PLN menyala maka Sumber Tegangan Cadangan (Genset) otomatis akan padam.

Beberapa komponen-komponen pendukung antara lain adalah sebagai berikut : a. Programmable Logic Control (PLC) b. Kontaktor c. Relay 220 V & Relay 24 V d. Penghantar (Conduktor) e. Miniature Circuit Breaker (MCB) f. Lampu Indikator

Gambar 1. Blok Diagram

IV. PROGRAMMABLE LOGIC CONTROL (PLC)

Programmable Logic Controller (PLC) merupakan control mikroprosesor serba guna yang dirancang khusus untuk beroperasi di lingkungan industri. PLC bekerja dengan cara menerima data dari peralatan input berupa relay, sensor dan sebagainya. PLC merubah input menjadi keputusan-keputusan yang bersifat logika dan selanjutnya disimpan dalam memori. Selanjutnya keputusan-keputusan tersebut ditransfer ke output sehingga dapat digunakan untuk menggerakkan

peralatan yang ada [3]. Fungsi-fungsi dasar yang banyak digunakan

antara lain : kontak-kontak logika, pewaktu (timer), pencacah (counter). Pada dasarnya PLC adalah komponen elektronik yang menggantikan fungsi relay-relay, dengan kemampuan yang lebih luas. Dengan kemapuan tersebut, PLC dapat dikembangkan sehingga dapat melakukan operasi, konversi analog ke digital dan sebaliknya digital ke analog, membandingkan data serta menyelesaikan fungsi yang cukup kompleks.

Gambar 2. Standarisasi Bahasa Pemograman PLC[2].

Gambar 3. PLC CPU 224[7].

V. KONTAKTOR

Kontaktor merupakan saklar daya yang bekerja dengan prinsip elektromagnetik. Sebuah coil dengan inti berbentuk huruf E yang diam, jika koil dialirkan arus listrik akan menjadi magnet dan menarik inti magnet yang bergerak dan menarik sekaligus kontak dalam posisi ON.

Batang inti yang bergerak menarik paling sedikit 3 kontak utama dan beberapa kontak bantu bias kontak Normally Close (NC) atau Normally Open (NO).

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 23

Gambar 4. Tampak Samping Irisan Kontaktor

VI. RELAY

Komponen relay ini bekerja secara elektromagnetis, ketika koil K terminal A1 dan A2 diberikan arus listrik angker akan menjadi magnet dan menarik lidah kontak yang ditahan oleh pegas, kontak utama 1 terhubung dengan kontak cabang 4.

Gambar 5. Simbol dan bentuk fisik relay

Ketika arus listrik putus (unenergized), elektro

magnetiknya hilang dan kontak akan kembali posisi awal karena ditarik oleh tekanan pegas, kontak utama 1 terhubung kembali dengan kontak cabang 2. Relay menggunakan tegangan DC 12V, 24V, 48V dan AC 220V.

Gambar 6. Relay Plastik Tertutup

Bentuk fisik relay dikemas dengan wadah

plastik transparan, memiliki dua kontak Single Pole Double Throgh (SPDT) gambar 2.6, satu kontak utama dan dua kontak cabang). Relay jenis

ini menggunakan tegangan DC 6V, 12V, 24V dan 48V. Juga tersedia dengan tegangan AC 220V. Kemampuan kontak mengalirkan arus listrik sangat terbatas kurang dari 5 A. Untuk dapat mengalirkan arus daya yang besar untuk mengendalikan motor induksi, relay dihubungkan dengan kontaktor yang memiliki kemampuan hantar arus dari 10–100 Amper [5].

VII. GENERATOR SET (GENSET)

Generator Set merupakan seperangkat pembangkit tenaga listrik yang merupakan gabungan antara mesin penggerak yang berupa mesin diesel sebagai penggerak mula dan generator sebagai mesin yang yang mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Pada umumnya generator yang digunakan adalah jenis generator sinkron seperti telah dibahas pada sub bab sebelumnya[5].

Genset biasanya dimanfaatkan sebagai pembangkit energi listrik pada daerah-daerah atau lokasi yang belum terjangkau oleh suplai listrik PLN, selain itu genset banyak dimanfatkan sebagai sumber daya darurat (catu daya darurat) ketika PLN atau sumber utama daya listrik mengalami pemadaman [5].

Gambar 7. Contoh Generator Set[1].

VIII. HASIL PERANCANGAN

Pembuatan sistem ATS (Automatic Transfer Switch) disini dirancang pada kapasitas daya 75 kVA. Pada pembuatan rancangan ini digunakan kontaktor magnet sebagai saklar utama pada tegangan kerja 220 V/380 V Alternative Current (AC), sesuai dengan daftar lampiran kapasitas kemampuan kontaktor tipe 3TF4622-0XP0(Siemens) dengan kemampuan daya hantar

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 24

pada kapasitas 75 kVA. Kabel yang digunakan antara lain : Kabel NYA

(2,5 mm), Kabel NYAF (2,5 mm) dan Kabel NYY (16 mm), sedangkan pengaman MCB untuk rangkaian kontrol digunakan masing-masing 2A hal ini berguna untuk mengamankan rangkaian dan komponen kontrol ATS dari adanya gangguan/hubung singkat serta pengaman terakhir yang lebih diperhatikan adalah panel induk, pengamannya arus lebih besar dari semua komponen yang ada.

Sistem ATS dibuat dengan menggunakan 2 (dua) buah kontaktor utama yang bekerja sebagai saklar dalam menghubungkan sumber listrik pada beban/konsumen. Dilengkapi dengan relay AC sebagai penerima input dari tegangan 220 Ke PLC dan Relay DC sebagai Output dari PLC ke Kontaktor, peralatan kontrol. PLC berfungsi sebagai pengatur waktu yang menerima input tegangan dari Listrik PLN. PLC digunakan sebagai pengatur perpindahan kontaktor utama dengan kontaktor genset (pembangkit cadangan) dalam waktu 60 menit dan juga sebagai pengatur untuk on/off Generator dalam waktu 20 menit. Semua komponen-komponen tersebut dirangkai menjadi satu pada sebuah panel berukuran 50 x 200 x 30 cm yang dilengkapi dengan 3 (tiga) buah lampu indikator dan alat ukur.

Gambar 8. Skema blok diagram

Gambar 9. Rangkaian pelaksanaan ATS

Gambar 10. Flowchart Sistem ATS

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 25

Gambar 11. Rangkaian Panel ATS

IX. DIAGRAM LEADER PADA PROGRAM PLC

Program Leader a. Keadaan : PLN On, Genset Off

Apabila sumber utama PLN (Perusahaan Listrik Negara) beroperasi, maka sumber akan mengalirkan Arus listrik ke Relay AC kemudian PLC (Q0.2) memerintahkan Kontaktor K1 (PLN) Untuk bekerja melalui relay DC (Sumber tegangan PLN akan mengalirkan arus listrik ke beban) b. Keadaan : PLN Off, Genset On

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 26

Apabila sumber utama PLN (Perusahaan Listrik

Negara) padam atau salah satu fasa putus, maka PLC (Q0.2) tidak terhubung (K1 tidak bekerja), pada saat yang bersamaan PLC (Q0.3) memerintahkan termostart untuk memanaskan oli dalam waktu 10 detik. Q0.0 bekerja untuk menghidupkan genset (sumber cadangan) dalam waktu 20 detik. Q0.1 memerintahkan kontaktor K2 untuk bekerja melalui Relay DC dalam waktu 60 detik (sumber tegangan genset akan mengalirkan arus listrik ke beban). Apabila PLN hidup kurang dari 20 detik maka Kontaktor akan kembali pada Posisi I

c. Keadaan : PLN On, Genset Off

Apabila sumber utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) kembali mengalirkan arus listrik, maka relay AC akan memerintahkan PLC Q0.2 untuk tidak bekerja jadi sumber kontaktor K2 akan terputus, kemudian PCL Q0.1 memerintahkan K1 untuk bekerja. (sumber tegangan PLN akan mengalirkan arus listrik ke beban)

Data hasil pengujian

No Komponen Uraian Kerja Waktu Hasil Pengujian 1

Kontaktor K1

Akan bekerja setelah mendapatkan sumber tegangan dari PLN diperintakkan oleh PLC (Q0.2) melalui relay 24 V DC

_ Berfungsi dengan baik

2 Kontaktor K2

Bekerja setelah sumber tegangan cadangan bekerja diperintakkan oleh PLC (Q0.1) melalui Relay 24 V DC

60’ Berfungsi dengan baik

3 NFB

Berfungsi untuk memutuskan sumber listrik pada panel induk

_ Berfungsi dengan baik

4 MCB 1 Phasa

Sebagai pengaman hubung singkat dari sistem kontrol ATS

_ Berfungsi dengan baik

5

Relay

Sebagai penghubung mekanik dari Tegangan 220 V AC ke PLC. Dan PLC Ke peralatan kontrol

_ Berfungsi dengan baik

6 Tombol (Thermostar)

Saklar untuk memanaskan solar sebelum genset dihidupkan

10’ Berfungsi dengan baik

7 Tombol S1 (on)

Sebagai tombol manual untuk menghidupkan genset.

_ Berfungsi dengan baik

8 Tombol S2 (off)

Sebagai tombol manual untuk mematikan genset

- Berfungsi dengan baik

9 Lampu Indikator

Untuk mengetahui suplay arus listrik ke beban

- Berfungsi Dengan Baik

10 PLC

Berfungsi sebagai pengeturan dan pengendali dari sistim kontrol.

- Berfungsi dengan baik

11 Rangkaian Sistem ATS

Dapat bekerja secara otomatis saat terjadi gangguan listrik dari PLN

-

Berfungsi dengan baik dan sesuai dengan rencana.

X. SIMPULAN

Kegunaan dari ATS adalah dapat bekerja sebagai pengganti saklar pemindah posisi sumber tegangan secara otomatis sehingga tidak perlu lagi mengubah saklar/tuasnya secara manual. Sistem

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE05 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 27

kontrol ATS yang dibuat memiliki kekurangan dan kelebihan yang tidak terlalu berbeda dengan ATS yang ada dipasaran. Kelebihan yang dimilikinya antara lain : a. Dapat mengoperasikan Genset (generator set)

secara langsung bila sumber listrik utama mengalami gangguan.

b. Secara otomatis dapat menghentikan genset setelah sumber listrik utama kembali normal.

c. Praktis serta mudah dalam pengoperasiannya. d. Dapat mengurangi kerja dari operator. e. Dapat mengurangi Komponen Kontrol yang

biasanya terdapat pada panel ATS (Tanpa PLC).

f. Dapat mendeteksi hilangnya salah satu phasa dari sumber utama (PLN).

g. Mudah mengubah program apabila ada pengembangan/penambahan perintah (Leader)

Kekurangan yang dimiliki antara lain : a. Batas kapasitas beban sumber listrik cadangan

yaitu < 75 kVA sesuai dengan kemampuan Kontak pada 2(dua) Kontaktor Utama

b. PLC harus dalam keadaan Hidup (On), sehingga accu sebagai suplay daya untuk PLC harus beroperasi.

XI. SARAN

Sistem ATS ini agar bekerja lebih baik lagi, disarankan agar dapat menggunakan komponen/alat serta memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Mesin genset hendaknya siaga (stand by) dan

siap untuk dioperasikan. Perawatannya harus diperhatikan baik dari pemeliharaan oli, bahan bakar serta spare part. Spare part yang sudah mulai rusak hendaknya secepatnya diganti guna menghindari kerusakan total pada mesin.

b. Perawatan dari setiap komponen yang terdapat pada panel kontrol hendaknya selalu dijaga guna mengurangi adanya gangguan-gangguan kecil baik itu konsleting (hubung singkat) maupun gangguan lainnya, perawatannya dapat kita lakukan dengan cara mengecek komponen yang sudah tidak layak untuk dipakai namun terutama yang lebih diperhatikan adalah kontraktor utama yang terus-menerus bekerja.

c. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai kemampuan kontak (umur pakai) pada kontaktor dan Relay yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA [1] http://www.chinapower-online.com/Mitsubishi series.html [2] http://www.siemens.com

[3] M.Budiyanto, A. Wijaya ,” Pengenalan Dasar-Dasar PLC”, 2003, Yogyakarta: Gava Media.

[4] Prih Sumardjati,” Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik”, 2008 : 46

[5] Siswoyo,”Teknik Listrik Industri Jilid 2”, 2008, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

[6] Siswoyo”Teknik Listrik Industri Jilid 1”, 2008, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

[7] S7 – 200 Dokuments

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE06 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN-978-602-18168-0-6 28

Abstrak—Kriteria dan persyaratan agar Desa Mandiri Energi (DME) berjalan sinergis dan berkesinambungan adalah ditujukan untuk penciptaan lapangan kerja, pengurangan tingkat kemiskinan, dan penyediaan energi di pedesaan dimana wilayah pengembangan Desa Mandiri Energi (DME) tidak dibatasi oleh wilayah administratif suatu desa, pengertian desa dalam DME lebih mengacu pada kelayakan teknis dan sosial ekonomis, bukan wilayah administrasi. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah menghubungkan sistem pembangkit energi terbarukan dengan usaha bisnis dan lingkungan. Olahan energi terbarukan dapat dimanfaatkan oleh kegiatan ekonomi produktif yang memanfaatkan energi terbarukan untuk siang hari. Sedangkan di malam hari dapat dipergunakan untuk kebutuhan dasar energi rumah tangga seperti penerangan. Pemanfaatan potensi Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sebuah alternatif untuk pembangunan PLTMH kedalam jaringan kelistrikan dalam menunjang terwujudnya sebuah Desa Mandiri Energi (DME). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah yang berpotensi untuk dibangunnya PLTMH dalam menunjang tewujudnya Desa Mandiri Energi (DME) di kabupaten Boalemo adalah pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Meubongo, Dilehito, dan Lahumbo. Untuk sungai Tapadaa hanya berpotensi untuk dibangunnya PLTMH jika hanya untuk memenuhi kebutuhan energi listrik dari salah satu dusun yang ada disekitar sungai tersebut. Sedangkan di kabupaten Pohuwato lokasi yang berpotensi untuk dibangunnya PLTMH dalam menunjang tewujudnya Desa Mandiri Energi (DME) adalah daerah aliran sungai Molosipat, Tunas Jaya, Milangodaa, Muamuayo, Sarambu, dan Babalonge 1.

Kata Kunci : DAS,DME, PLTMH.

I. PENDAHULUAN

Energi listrik merupakan kebutuhan mutlak bagi aktivitas keseharian masyarakat Indonesia, terutama untuk kebutuhan rumah tangga, sektor usaha dan industri. Banyak permasalahan dalam memenuhi kebutuhan energi listrik terutama diakibatkan oleh besarnnya ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (BBM), bahkan dengan naiknya harga BBM tersebut tentu akan semakin memberatkan pihak PLN untuk menyediakan energi listrik tersebut, sehingga konsekuensinya Pemerintah berencana menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL). Jika hal ini diberlakukan maka akan menimbulkan masalah dan akan semakin memberatkan beban yang akan ditanggung oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan.

Di Propinsi Gorontalo pada khususnya, sampai sekarang masih banyak penduduk, terutama di daerah terpencil belum merasakan manfaat listrik dari Perusahaan Listrik Negara. Persoalan yang dihadapi PT. PLN (Persero) sekarang, tidak hanya kesulitan dalam memperluas dan menjangkau desa terpencil, tetapi juga menghadapi keterbatasan anggaran. Sehingga di beberapa daerah yang belum dialiri listrik, penduduk dengan kemampuan ekonomi lebih, terpaksa menggunakan generator sebagai alternative untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan utama rumah tangga.

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang tidak banyak mempengaruhi lingkungan atau tidak mengurangi air untuk keperluan pertanian, yang terpenting adalah pembangunan PLTMH tersebut tidak memerlukan relokasi tempat tinggal masyarakat setempat, diakibatkan oleh pembuatan bendungan atau waduk. Peluang pemanfaatan PLTMH cukup besar, untuk seluruh wilayah Provinsi Gorontalo potensi PLTMH menurut RUKD Provinsi Gorontalo 2004 mencapai 11,76 MW. Potensi Mikrohidro ini akan bertambah dengan adanya

Kajian Potensi Energi Listrik Mikrohidro dalam Menunjang Terwujudnya DME

(Desa Mandiri Energi)

Lanto Mohamad Kamil Amali

Teknik Elektro, Universitas Negeri Gorontalo Email: [email protected]

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE06 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN-978-602-18168-0-6 29

pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS), dimana keberadaan Daerah Aliran Sungai (DAS) ini kondisinya berada dekat daerah pemukiman penduduk.

Sebagai wujud kepedulian dalam implementasi Undang-undang Undang No 30 tahun 2007 tentang Pemanfaatan energi baru dan terbarukan, maka Universitas Negeri Gorontalo sebagai perpanjangan tangan Pemerintah melalui Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, dengan adanya penelitian ini memberikan peluang bagi pengembangan potensi mikrohidro dari aliran sungai yang ada di Propinsi Gorontalo dimana LEMLIT-UNG dapat melakukan kajian ilmiah dengan melakukan kerja sama instansi terkait dari pemerintah daerah Propinsi Gorontalo.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dilakukan pemetaan potensi energi Mikrohidro yang dapat dihasilkan oleh setiap Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga dapat menunjang terwujudnya DME (Desa Mandiri Energi) dalam hal ini penyediaan pemenuhan kebutuhan energi, penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Desa Mandiri Energi (DME).

Kriteria dan persyaratan agar Desa Mandiri Energi (DME) berjalan sinergis dan berkesinambungan, adalah: a) Ditujukan untuk penciptaan lapangan kerja,

pengurangan tingkat kemiskinan, dan penyediaan energi di pedesaan.

b) Pengembangan energi di pedesaan harus sejauh mungkin melibatkan peran serta semua masyarakat, dari awal sampai akhir. Dengan demikian mereka akan merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab atas keberlanjutan dari program tersebut.

c) Lokasinya bisa di desa nelayan, desa tertinggal dan terpencil.

d) Komoditas yang dikembangkan mengacu pada kelayakan agroklimat dan sosial ekonomi setempat.

e) Wilayah pengembangan Desa Mandiri Energi (DME) tidak dibatasi oleh wilayah administratif suatu desa, Pengertian desa dalam DME lebih mengacu pada kelayakan teknis dan sosial ekonomis, bukan wilayah administrasi.

f) Kelembagaan dan skala usahanya berbentuk koperasi atau kelompok usaha kecil dan menengah, pemerintah (pusat dan daerah) memberikan bantuan khusus berupa saran produksi (bibit, kebun induk, mesin peralatan, dan sarana lainnya) untuk daerah terpilih.

Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah dengan menghubungkan sistem pembangkit energi terbarukan dengan usaha bisnis dan lingkungan. Olahan energi terbarukan dapat dimanfaatkan oleh kegiatan ekonomi produktif yang memanfaatkan energi terbarukan untuk siang hari. Sedangkan di malam hari dapat dipergunakan untuk kebutuhan dasar energi rumah tangga seperti penerangan.

Identifikasi komposisi masyarakat merupakan kegiatan pertama untuk membangun sebuah Desa Mandiri Energi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik masyarakat sebagai dasar untuk pembentukan lembaga pengelola sistem pembangkit energi terbarukan.

B. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) pada dasarnya sebuah pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dimana memerlukan dua data yang penting yaitu debit air dan ketinggian jatuh (biasa disebut ‘Head’) untuk menghasilkan tenaga yang bermanfaat.

Gambar 1. Head adalah ketinggian vertikal dimana air jatuh

PLTMH ini merupakan pembangkit listrik

berskala kecil (kurang dari 200 kW), yang memanfaatkan tenaga (aliran) air sebagai sumber penghasil energi. PLTMH termasuk sumber energi terbarukan dan layak disebut clean energi karena ramah lingkungan.

Dari segi teknologi, PLTMH dipilih karena konstruksinya sederhana, mudah dioperasikan, serta mudah dalam perawatan dan penyediaan suku cadang. Secara ekonomi, biaya operasi dan perawatannya relatif murah, sedangkan biaya investasinya cukup bersaing dengan pembangkit listrik lainnya. Secara sosial, PLTMH mudah diterima masyarakat luas (bandingkan misalnya dengan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir). PLTMH biasanya dibuat dalam skala desa di daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan listrik dari PLN. Tenaga air yan digunakan dapat berupa aliran air pada sistem irigasi, sungai yang dibendung atau air terjun.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE06 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN-978-602-18168-0-6 30

C. Prinsip Kerja PLTMH.

Prinsip kerja dari PLTMH secara sederhana adalah memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit air per detik yang ada pada aliran air saluran irigasi, sungai atau air terjun. Aliran air dalam jumlah tertentu yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu akan memutar/menggerakkan poros turbin (kincir) sehingga menghasilkan energi mekanik. Energi ini selanjutnya menggerakkan generator dan menghasilkan listrik. Skema prinsip kerja PLTMH terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Prinsip kerja PLTMH

Kapasitas daya satu PLTMH dapat dihitung secara rumus umum dengan persamaan Potesi Daya Air, PG = 9,8 .Q.Hg (1) dimana : PG = Potensi daya air (KW) Q = Debit aliran air (m3/s) Hg = Head gross 9.8 = Konstanta gravitas Sedangkan potensi daya listrik terbangkit dari generator adalah Pg = (9,8 x Q . Hn . )/pf (2) dimana: P = Daya listrik yang keluar dari generator (kVA) Q = Debit aliran air (m3/s) Hn =Tinggi terjun efektiff (m) = Konstanta / efesiensi kerja pembangkit (%) Pf = faktor daya

II. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Metode pengumpulan data meliputi studi

literatur dan pengambilan data karateristik masyarakat dari berbagai instansi terkait.

2. Metode observasi untuk memperoleh informasi tentang keadaan desa dan kehidupan sosio ekonomi masyarakat, serta pengukuran debit Daerah Aliran Sungai

(DAS) dan tinggi jatuh (head) secara langsung.

3. Melakukan pengambilan data besaran listrik untuk menentukan desain elektromekanik PLTMH.

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ada di Provinsi Gorontalo khususnya di daerah kabupaten Boalemo dan kabupaten Pohuwato.

B. Prosedur Penelitian

Debit Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat diukur dengan beberapa metode, tidak semua metode pengukuran debit cocok digunakan. Pemilihan metode tergantung pada kondisi (jenis sungai, tingkat turbulensi aliran) dan tingkat ketelitian yang akan dicapai. Berikut ini diuraikan metode pengukuran debit dan tinggi jatuh (head) Daerah Aliran Sungai (DAS) yang digunakan pada penelitian ini.

C. Pengukuran dengan Pelampung (Float Area Methode)

Pengukuran ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Rentangkan tali sepanjang lebar saluran

sungai 2. Beri batasan rentangan tersebut sebagai titik

akhir bergeraknya pelampung 3. Ukur jarak dari pembatas akhir sejauh 1

meter. 4. Ukur kedalaman air pada jarak tersebut pada

beberapa titik kedalamannya 5. Letakkan pelampung pada jarak 1 meter dari

batas akhir dan siapkan stop watch, dan tekan bersamaan dengan bergeraknya pelampung tersebut

6. Catat kecepatan bergeraknya pelampung tersebut sampai dibatas tali / kayu yang direntang.

7. Ulangi percobaan tersebut beberapa kali dengan berbagai kedalaman hitung debit air rata-rata yang diperoleh.

Pengukuran di atas, memberikan data-data

tentang : - Luas penampang (A) ditetapkan

berdasarkan pengukuran lebar saluran (L) dan kedalaman saluran (D).

- Kecepatan aliran (V) ditetapkan berdasarkan kecepatan pelampung.

Sehingga diperoleh debit sungai (Q) = A x V (3)

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE06 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN-978-602-18168-0-6 31

D. Pengukuran Tinggi Jatuh (Head)

Pengukuran beda ketinggian (head) dilakukan dengan menggunakan Theodolite TOPCON merk TL-20 DPSN.A 75222. Pengukuran dilakukan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) yang diperkirakan tempat instalasi mesin pembangkit.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Potensi Tenaga Air dari Setiap Daerah Aliran Sungai

a. Kabupaten Boalemo Potensi tenaga air dari Daerah Aliran Sungai

(DAS) yang ada di kabupaten Boalemo relatif besar untuk mendukung rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dalam menunjang Desa Mandiri Energi (DME) di kabupaten tersebut. Berdasarkan analisis peta topografi dan penelusuran sepanjang pesisir sungai ditetapkan titik-titik pengukuran ketinggian jatuh dan debit air. Melalui pengukuran langsung diperoleh Potensi daya dengan menggunakan persamaan (1) untuk setiap lokasi di kabupatenBoalemo.

Tabel 1. Potensi Daya air untuk setiap lokasi di

kabupaten Boalemo.

No Nama sungai

Koordinat Potensi Daya (kW)

1 Salowonde E122010’55.3”N0030’32.3” 2,067 2 Tapadaa E122012’46.7”N0030’35.9” 7,768 3 Meubongo E122015’11.9”N0030’44.2” 22,185 4 Pasolo E122016’58.9”N0031’05.9” 1,403 5 Dilehito E122018’25.2”N0033’57.9” 94,668 6 Lahumbo E122022’29.0”N0035’25.4” 167,079 7 Tilamuta E122020’23.0”N0034’24.6” 6,946 8 Bondula E122027’21.4”N0035’11.6” 5,192

Sumber : Hasil Perhitungan Berdasarkan Ketinggian Jatuh dan Debit Air. b. Kabupaten Pohuwato

Wilayah daerah aliran sungai (DAS) di Kabupaten Pohuwato merupakan wilayah daerah aliran sungai yang luas dan secara umun diperuntukkan bagi keperluan sawah dan keperluan penduduk lainnya. Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ada di kabupaten Pohuwato memiliki potensi yang relatif strategis untuk dikembangkan. Misalnya menunjang rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dalam menunjang Desa Mandiri Energi (DME) di kabupaten tersebut.

Berdasarkan penelusuran sepanjang pesisir sungai diperoleh Potensi daya air untuk setiap lokasi di kabupaten pohuwato.

Tabel 2. Potensi Daya air untuk setiap lokasi di kabupaten Pohuwato

No Nama sungai Koordinat Potensi Daya (kW)

1 Molosipat E121020’40.2”N0030’13.6” 236,093 2 Tunas Jaya E121024’43.1”N0032’02.7” 87,767 3 Milanggodaa E121030’14.5”N0036’05.8” 603,752 4 Muamuayo E121052’42”N0033’26.6” 126,088 5 Pilangalo E121055’19.3”N0031’58.2” 2,364 6 Sarambu E121035’50.5”N0035’07.1” 102,529 7 Babalonge 1 E121031’32.8”N0033’48.4” 97,289 8 Babalonge 2 E121031’54.3”N0033’55.3” 5,389

Sumber : Hasil Perhitungan Berdasarkan Ketinggian Jatuh dan Debit Air. 2. Kehidupan Sosio Ekonomi Masyarakat

sekitar Daerah Aliran Sungai Secara umum mata pencaharian masyarakat

disekitar daerah aliran sungai yang ada di kabupaten Boalemo dan kabupaten pohuwato adalah pertanian, perkebunan dan perikanan, disamping itu beberapa penduduk bermata pencaharian dengan membuka usaha meubel, bengkel motor, penghasil gula aren, pengrajin sapu ijuk dan batu-bata dengan rata-rata pendapatan perbulan kepala rumah tangga Rp. 350.000, sampai dengan Rp. 1.000.000,- .

Jika ditinjau dari karakteristik penggunaan beban listrik oleh masyarakat, secara umum listrik digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Disamping itu juga, listrik digunakan fasilitas-fasilitas umum misalnya mesjid, sekolah dan PUSTU selain itu juga listrik dibutuhkan untuk beberapa industri kecil yang ada dimasyarakat. Kemampuan daya beli masyarakat untuk energi listrik yang dihasilkan adalah Rp 10.000 – Rp. 60.000.

3. Potensi Energi Listrik Mikrohidro yang

mendukung Terwujudnya Desa Mandiri Energi.

Potensi energi terbarukan untuk setiap daerah aliran sungai yang mendukung terwujudnya desa mandiri energi adalah sebagai berikut: a. Kabupaten Boalemo

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai salowonde yang dapat diperoleh 8 m serta efisiensi sebesar 0,709 pada generator dan 0,84 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 1,806 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini tidak dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE06 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN-978-602-18168-0-6 32

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai tapadaa yang dapat diperoleh 10 m serta efisiensi sebesar 0,709 pada generator dan 0,84 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 6,860 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME), jika untuk memenuhi salah satu dusun yang dilalui oleh sungai tersebut.

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai meubongo yang dapat diperoleh 25 m serta efisiensi sebesar 0,709 pada generator dan 0,84 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 19,755 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai pasolo yang dapat diperoleh 30 m serta efisiensi sebesar 0,650 pada generator dan 0,77 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 1,194 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini tidak dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai dilehito yang dapat diperoleh 64 m serta efisiensi sebesar 0,650 pada generator dan 0,77 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 76,926 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai lahumbo yang dapat diperoleh 70 m serta efisiensi sebesar 0,692 pada generator dan 0,82 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 144,193 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai tilamuta yang dapat diperoleh 10 m serta efisiensi sebesar 0,709 pada generator dan 0,84 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 6,165 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini tidak dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai bondula yang dapat diperoleh 14 m serta efisiensi sebesar 0,709 pada generator dan 0,84 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 4,620 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini tidak dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME). b. Kabupaten Pohuwato.

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai molosipat yang dapat diperoleh 12 m serta efisiensi sebesar 0,709 pada generator dan 0,84 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 209,139 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai tunas jaya yang dapat diperoleh 8 m serta efisiensi sebesar 0,709 pada generator dan 0,84 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 77,737 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai milangodaa yang dapat diperoleh 56 m serta efisiensi sebesar 0,692 pada generator dan 0,84 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 522,182 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai muamuayo yang dapat diperoleh 32 m serta efisiensi sebesar 0,650 pada generator dan 0,77 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 102,399 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai pilangalo yang dapat diperoleh 16 m serta efisiensi sebesar 0,650 pada generator dan 0,77 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 1,910 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini tidak dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai sarambu yang dapat diperoleh 38 m serta efisiensi sebesar 0,650 pada generator dan 0,77 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 83,183 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai babalonge 1 yang dapat diperoleh 11 m serta efisiensi sebesar 0,709 pada generator dan 0,84 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 86,160 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

Pada asumsi tinggi jatuh air (Head) sungai babalonge 2 yang dapat diperoleh 12 m serta efisiensi sebesar 0,650 pada generator dan 0,77 pada turbin, menghasilkan energi listrik sebesar 4,394 kVA. Energi listrik yang dihasilkan ini tidak dapat menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME).

IV. KESIMPULAN

Dari pembahasan tentang potensi listrik Mikrohidro dalam menunjang terwujudnya Desa Mandiri Energi (DME) dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE06 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN-978-602-18168-0-6 33

1. Potensi daya air sungai yang berada di kabupaten Boalemo dan kabupaten Pohuwato adalah sebagai berikut: a. Kabupaten Boalemo

Potensi daya air sungai salowonde adalah 2,067 kW, sungai Tapadaa sebesar 7,768 kW, sungai Meubongo sebesar 22,185 kW, sungai Pasolo sebesar 1,403 kW, sungai Dilehito sebesar 94,668 kW, sungai Lahumbo sebesar 167,079 kW, sungai Tilamuta sebesar 6,946 kW, sungai Bondula sebesar 5,192 kW.

b. Kabupaten Pohuwato. Potensi daya air sungai Molosipat

adalah 236,093 kW, sungai Tunas Jaya sebesar 87,767 kW, sungai Milangodaa sebesar 603,752 kW, sungai Muamuayo sebesar 126,088 kW, sungai Pilangalo sebesar 2,364 kW, sungai Sarambu sebesar 102,529 kW, sungai Babalonge 1 sebesar 97,289 kW, sungai Babalonge 2 sebesar 5,389 kW.

2. Secara umum mata pencaharian masyarakat disekitar daerah aliran sungai yang ada di kabupaten Boalemo dan kabupaten pohuwato adalah pertanian, perkebunan dan perikanan, disamping itu beberapa penduduk bermata pencaharian dengan membuka usaha meubel, bengkel motor, penghasil gula aren, pengrajin sapu ijuk dan batu-bata dengan rata-rata pendapatan perbulan kepala rumah tangga Rp. 350.000, sampai dengan Rp. 1.000.000,-

3. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berpotensi untuk dibangunnya PLTMH dalam menunjang

terwujudnya Desa Mandiri Energi sebagai berikut: a. DAS di Kabupaten Boalemo : sungai

meubongo, Dilehito, dan lahumbo. Untuk sungai tapadaa hanya berpotensi dibangunnya PLTMH jika hanya untuk memenuhi kebutuhan energi listrik dari salah satu dusun yang ada disekitar sungai tersebut.

b. DAS di Kabupaten Pohuwato : sungai molosipat, tunas jaya, milangodaa, muamuayo, sarambu, dan babalonge 1.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Damastuti,A,P. 1997. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro.Wacana

[2] Harvey.2003. Manual Desing Mycrohydro Report on Standarisation of Civil Works for Small Microhydro Power Plant. UNINDO.

[3] Heliyanto,B….. Konsep Desa Mandiri Energi. Prosiding lokakarya nasional-III Inovasi teknologi jarak pagar untuk mendukung program Desa Mandiri Energi. Penerbit Bayumedia Publishing.

[4] Matoka,A. 2007. “ Pembangkit Mikrohidro Skala Pico Dengan Pemanfatan Daerah Aliran Sungai (DAS) “ Penelitian PNBP Lemlit UNG.

[5] Mohamad, Y. 2007. Perencanaan Pembangkit Listrik Mikrohidro Dengan memanfaatkan PATM (Pompa Air Tanpa Mesin) Alale.”Penelitian PNBP Lemlit UNG.

[6] Musa,W dkk. 2004. Rencana Umum Ketenagalistrikan Gorontalo (RUKD).Penelitian Pemprov Gorontalo-PLN-UNG

[7] Tim Puslitbang Iptekhan. 2007. “Pengembangan Mikrohidro Sebagai Sumber Energi Listrik Mandiri Pada Satuan TNI Di Daerah Terpencil”. Balitbang Dephan

[8] …….2008. Kontribusi Program DME (Desa Mandiri Energi) Dalam Menanggulangi Kebutuhan Energi Nasional (Studi Kasus PLTMH Kalimaron Kabupaten Mojokerto). Balitbang Provinsi Jawa Timur.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE07 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 34

Abstrak—Perhitungan aliran beban merupakan salah satu topik penting dalam analisa sistem tenaga. Studi aliran beban secara khusus dilakukan untuk mengukur kondisi terkini jaringan listrik berkaitan dengan penanganan operasi, perencanaan dan pengembangan jaringan listrik. Untuk perhitungan aliran beban ini tentunya terdapat metode konvensional yang telah dikenal luas oleh para ahli sistem tenaga listrik. Hanya saja metode konvensional ini masih berkutat pada penyelesaian matematik tak-linear dan iteratif sehingga membutuhkan waktu komputasi yang lama dan tambahan memori yang besar terutama penyelesaian kasus untuk sistem yang besar. Oleh karena itu, kami mencoba pendekatan lain untuk penyelesaian studi aliran beban dengan jaringan syaraf buatan, khususnya menggunakan radial basis function neural network. Metode yang dikemukakan di sini mempunyai struktur yang sederhana, hasil akurasi yang tinggi dan tentunya tanpa proses iterasi sehingga proses komputasi menjadi lebih cepat. Semua kelebihan yang dikemukakan di sini merupakan hal pokok dan mesti dipenuhi untuk tujuan monitoring sistem yang on-line di mana respon cepat dibutuhkan berkaitan dengan sistem managemen energi.

Kata Kunci : Kecerdasan buatan, RBF-ANN, studi aliran beban.

I. PENDAHULUAN

tudi aliran beban dalam pengertian perhitungan aliran daya merupakan satu di antara studi

yang penting dalam analisa sistem tenaga listrik, di samping studi hubung singkat dan studi stabilitas. Studi aliran beban ini berfokus pada pengukuran besar tegangan dan sudut fasa untuk setiap bus di jaringan, perhitungan aliran daya aktif dan reaktif baik dalam kondisi seimbang maupun ketidakseimbangan sistem. Hasil perhitungan yang seperti ini wajib dipenuhi untuk mempertahankan kondisi terkini dari sistem dan

juga untuk memperoleh sejumlah data penting untuk perluasan jaringan listrik di masa depan terutama dalam hal penambahan peralatan terbaru maupun adanya koneksi terbaru dengan jaringan listrik lain [1]. Hasil perhitungan aliran beban juga memberikan informasi yang berguna pada operator sistem tentang jenis kontrol yang mesti diterapkan terhadap variasi tegangan dan sudut bus dan membatasi kapabilitas transfer daya maksimum dalam beberapa skenario operasi. Untuk tujuan ini, tentunya informasi on-line terhadap variabilitas parameter sistem sangat dibutuhkan dalam hal monitoring, pengambilan keputusan yang cepat dan restorasi kondisi emergensi.

Secara konvensional, terdapat banyak metode dan teknik yang umumnya telah dikenal luas oleh para insinyur sistem ketenaga listrikan, misalnya metode Gauss-Seidel Y-bus, Newton-Raphson, Decoupled and Fast-Decoupled power flow. Ide utama dari metode-metode ini adalah penyelesaian persamaan matematik yang tak-linear yang memang merupakan representasi konfigurasi real jaringan listrik. Konsekuensinya, teknik perhitungan ini akan konvergen setelah beberapa kali iterasi; oleh karena itu proses perhitungannya membutuhkan waktu yang lama dan kemungkinan membutuhkan tambahan memori yang besar terutama untuk perhitungan aliran daya sistem kelistrikan yang besar.

Isu tentang kecepatan proses komputasi dan pentingnya tambahan space memori yang dibutuhkan selama proses komputasi masih merupakan perhatian utama untuk metode-metode konvensional. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kapabilitas komputer dan meningkatnya ukuran topologi jaringan. Untuk alasan ini, faktor percepatan sekitar 1,6 sering dipakai untuk mempercepat konvergensi perhitungan pada metode-metode Gauss-Seidel Y-bus and Newton-Raphson. Sedangkan eliminasi komponen nol dari matriks Jacobian pada metode-metode Decoupled and Fast Decoupled dilakukan untuk menghemat penggunaan space memori komputer. Meskipun demikian, perbaikan metode

Studi Aliran Beban Berbasis Jaringan Syaraf Buatan

S y a f a r u d d i n

Jurusan Teknik Elektro Universitas Hasanuddin, Makassar Email: [email protected]

S

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE07 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 35

konvensional menuju ke suatu metode yang lebih efektif dan efisien dalam konteks monitoring, operasi dan kontrol yang sifatnya on-line sangatlah dibutuhkan. Untuk alasan ini, metode yang berbasis kecerdasan buatan bisa menjadi solusi yang menjanjikan.

Beberapa hasil penelitian sebelumnya telah mendiskusikan ide dan pendekatan kecerdasan buatan dalam menyelesaikan persamaan matematik non-linear untuk studi aliran beban. Hasilnya menunjukkan bahwa diperoleh ekselensi metode khususnya dalam konteks analisa jaringan listrik on-line khususnya fungsi aliran daya optimal dalam sistem manajemen energi [2]. Waktu komputasi yang dibutuhkan sangat cepat, mampu mengolah data dalam jumlah besar dan paralel serta tidak bergantung pada banyaknya jumlah bus di jaringan listrik. Dengan struktur jaringan syaraf buatan tertentu, tingkat akurasinya mampu memberikan hasil yang sama dengan standar software program untuk solusi aliran beban. Di samping itu, waktu komputasinya sangat superior dibandingkan dengan metode perhitungan konvensional, khususnya ketika kita menggunakan jaringan syaraf buatan yang bertipe multi layer perception dengan artificial neural network (ANN) yang di-training dengan algoritma Levenberg–Marquardt orde kedua [3].

Studi paling terkini tentang topik ini yaitu bagaimana mengatasi proses yang iteratif dari metode-metode konvensional dengan menggunakan radial basis function (RBF) neural network [4]. Jaringan syaraf buatan berbasis RBF ini merupakan metode yang lebih sederhana dalam hal penerapan, membutuhkan waktu training yang singkat untuk mencapai tingkatan konvergensi dibandingkan dengan jaringan syaraf buatan yang berbasis multi layer perceptron (MLP). Tulisan ini juga terinspirasi dari referensi terakhir tentang metode RBF untuk penyelesaian studi aliran beban. Kami tetap memperhatikan kondisi operasi sistem misalnya pengaliran daya aktif dan reaktif, tegangan terminal setiap titik di jaringan termasuk pengalihan operasi tap changing transformers sebagai signal input, sedangkan tegangan magnitude beserta sudutnya termasuk rugi-rugi daya untuk keseluruhan sistem dianggap sebagai signal output. Penjelasan yang lebih detail tentang bagaimana sistem ini dibuat akan ditampilkan pada bagian berikut.

II. KONFIGURASI JARINGAN SYARAF BUATAN

Dalam studi ini, radial basis function neural network digunakan untuk menyelesaikan

perhitungan aliran beban untuk sistem IEEE 30 bus seperti tertera pada Gambar 1.

Gambar. 1 Sistem IEEE untuk 30 bus

Metode yang dikemukakan di sini sederhana,

tanpa proses penyelesaian yang iteratif; hanya bergantung pada proses training di mana tentunya kita membutuhkan set data training. Data training ini diperoleh dari hasil perhitungan aliran beban yang konvensional dengan menggunakan metode Newton-Raphson. Sebenarnya pendekatan ini diambil hanya untuk tujuan simulasi off-line, meskipun sebenarnya data-data ini bisa diperoleh melalui hasil pengukuran real-time di jaringan. Oleh karena itu, kami menganggap bahwa metode ini bisa sangat fleksibel.

Dari konfigurasi jaringan yang dijadikan obyek studi diperoleh signal input yang terdiri dari 18 bus beban (P-Q bus), 6 voltage controlled bus (P-V bus), yaitu bus-bus 1, 2, 5, 8, 11, 13 dan 4 tap changing transformers yang terdapat di bus-bus 6, 9, 11 dan 10. Untuk keperluan utilisasi jaringan syaraf buatan ini, masing-masing signal input dikelompokkan menjadi matriks-matriks [P], [Q], [V] dan [T]. Sedangkan untuk signal output, masing-masing diklasifikasikan menjadi tegangan magnitude dan sudut tegangan ([Vm], [ ]) untuk setiap bus dan satu output yang menyatakan total rugi daya untuk keseluruhan sistem [PL]. Dengan asumsi ini, maka kita mempunyai 46 signal input, 60 signal output yang diperoleh dari 1000 data training data.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE07 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 36

Proses training dari jaringan syaraf buatan yang berbasis radial basis function bisa dijelaskan sebagai berikut [5]. Selama proses training, vektor input yang menghasilkan penurunan error struktur digunakan untuk mendapatkan hidden neuron yang baru. Jika error yang diperoleh setelah jumlah hidden neuron yang baru di-update cukup kecil maka proses training dihentikan. Dalam studi ini, parameter untuk proses training, misalnya mean squared error goal, spread, jumlah neuron maximum dan jumlah neuron yang ditambahkan untuk setiap updating display adalah masing-masing 0.003,1.0,1000 dan 1. Hasil keluaran dari proses training adalah jumlah hidden neuron yang merepresentasikan struktur jaringan RBF dan error training yang menunjukkan tingkat akurasi dari struktur RBF yang telah dikonfirmasi. Untuk hasil training diperoleh jumlah hidden neuron sebanyake 354 dengan error training sebesar 0.000997.

Gambar 2. Struktur RBF-ANN

Strukutur jaringan radial basis function (RBF) untuk penyelesaian studi aliran beban ditunjukkan pada gambar 2. Transfer function radbas dan purelin digunakan masing-masing antara layer input dan output melalui layer hidden nodes. Fungsi transfer radial basis atau radbas pada hidden layer umumnya menggunakan fungsi aktivasi Gaussian. Input dari fungsi transfer ini merupakan net input signals yang diukur dengan ‘dist’ atau, Euclidean distance weight function. Semua signal input [P]; [Q]; [V]; [T] dan weights, w1 termasuk bias b1 diikutkan dalam perhitungan distance Euclidean function. Nantinya nilai distance yang terukur ini menjadi input untuk fungsi transfer ‘radbas’. Hasil dari proses ini terdapat layer radial basis, a1 pada hidden layers. Ekspresi matematik dari definisi ini ditunjukkan pada persamaan berikut:

])....([)( 111111 bTWVWQWPWdistradbasna .(1)

di mana n adalah jumlah node pada hidden layers. Setelah proses ini, signal di output layer a2 yang

terdiri atas [Vm]; []; [PL] dihitung secara sederhana menggunakan fungsi transfer 'purelin' dengan mengacu kepada hasil a1 di hidden layer. Persamaan matematik yang menggambarkan kondisi ini dinyatakan sebagai berikut:

]))(.( 2122 [)( bnaWa purelinm .........(2)

di mana m adalah jumlah node di layer output.

III. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN

Metode jaringan syaraf buatan yang dikemukakan di sini dibandingkan dengan hasil perhitungan menggunakan metode konvensional. Salah satu hasil simulasi ditampilkan pada Tabel II dengan menggunakan input signal pada Tabel I. Meskipun data input yang ditampilkan dalam Tabel I di sini masih diskrit untuk alasan penyederhanaan tampilan simulasi, model jaringan yang terbentuk itu adaptif terhadap data kontinyu. Artinya kita akan terus dapat memperoleh hasil estimasi on-line yang akurat untuk setiap perubahan signal input.

Sedangkan hasil pengukuran pada Table II, terdiri atas hasil aktual dan optimum. Hasil aktual artinya hasil yang diperoleh dari perhitungan aliran beban yang konvensional dalam hal ini metode Newton-Raphson; sedangkan hasil optimum adalah hasil yang diestimasi dari metode jaringan syaraf buatan yang dikemukakan di sini.

Kita bisa melihat hanya perbedaan yang sangat trivial antara metode konvensional dengan metode kecerdasan buatan. Oleh karena itu, kita bisa mengkonfirmasi bahwa metode jaringan syaraf buatan cukup efektif nantinya menggantikan metode perhitungan konvensional.

TABLE I

DATA INPUT UNTUK VALIDASI

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TE07 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN: 978-602-18168-0-6 37

TABLE II HASIL VAILDASI DENGAN JARINGAN SYARAF

BUATAN

Selanjutnyan metode yang dikemukakan di sini dievaluasi melalui tingkat akurasi dan kecepatan perhitungan. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel III, di mana terdapat tingkat akurasi yang tinggi dan proses perhitungan yang sangat cepat untuk empat scenario kondisi operasi sistem. Dibandingkan dengan metode Newton-Raphson, kecepatan perhitungan untuk metode jaringan syaraf buatan tentunya jauh lebih cepat. Waktu komputasi normal untuk menjalankan satu kondisi operasi dengan metode konvensional membutuhkan waktu antara 50 dan 250 detik.

TABLE III

HASIL EVALUASI PERFORMANCE

Cases Validation error

Computational speed

Variable P 0.00352 0.75sec

Variable Q 0.00417 0.78sec

Variable V 0.00278 0.68sec

Variable T 0.00536 0.82sec

IV. KESIMPULAN

Tulisan ini telah menunjukkan hasil perhitungan aliran daya untuk sistem IEEE 30 bus dengan menggunakan metode jaringan syaraf buatan yang dikenal radial basis function neural network. Metode yang dikemukakan di sini hanya bergantung pada proses training. Untuk alasan ini data training diperoleh dari metode perhitungan aliran beban konvensional. Pendekatan ini diambil

untuk proses training off-line. Sedangkan untuk aplikasi real-time, data training bisa diperoleh dari hasil pengukuran on-lne. Metode radial basis function ini sangat sederhana, tidak ada proses iterasi untuk menyelesaikan persamaan non-linear. Oleh karena itu, proses perhitungan sangat cepat tanpa membutuhkan memori computer tambahan. Tingkat akurasi untuk metode ini dikonfirmasi sangat dekat dengan hasil yang diperoleh menggunakan metode konventional Newton-Raphson.

DAFTAR PUSTAKA

[1] H. Saadat, ‘Power flow analysis’ in Power System Analysis, McGraw-Hill International Editions, 1999, pp. 189-256.

[2] T.T. Nguyen, ‘Neural network load flow’, 1995, IEE Proc.: Generation, Transmission and Distribution, 142 (1), pp. 51-58

[3] V.L. Paucar, and M.J. Rider, ‘Artificial neural networks for solving the power flow problem in electric power systems’ Electric Power Systems Research, 2002, 62 (2), pp. 139-144

[4] A. Karami, and M.S. Mohammadi, ‘Radial basis function neural network for power system load-flow’, International Journal of Electrical Power & Energy Systems, 2008, 30 (1), pp. 60-66

[5] Syafaruddin, E. Karatepe, and T. Hiyama, ‘RBF-ANN method for global operating points of PV array under heavily non-uniform irradiance conditions’ Proc. of the 4th ICAST 2010, pp.219-220, Izmir, Turkey.

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TK01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN-978-602-18168-0-6 38

Sistem Pemantau Gait Menggunakan Accelerometer dengan Metode Peak Detection

Sarwo Pranoto, Andi Wawan Indrawan

Program Studi Teknik Listrik Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Ujung Pandang

Email: [email protected], [email protected]

Abstrak—Perkembangan teknologi dalam bidang Integrated Circuit (IC) dan sensor dan komunikasi secara wireless memungkinkan piranti elektronika dapat digunakan untuk melakukan pemantauan terhadap aktivitas seseorang dari jarak jauh dengan cara memasangkannya pada tubuh manusia atau pada perlengkapan yang dikenakannya. Kemampuan piranti tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang diantaranya adalah dalam bidang medis. Salah satu pemanfaatan dalam bidang medis adalah untuk memantau kondisi kesehatan seorang pasien terutama pasien rawat jalan. Penelitian ini memfokuskan pada perancangan sistem menggunakan accelerometer untuk memantau gait dan menentukan jumlah langkah seseorang yang melakukan aktivitas berjalan. Data yang diperoleh oleh sistem tersebut diharapkan dapat digunakan lebih lanjut oleh pihak-pihak tertentu seperti dokter dan tenaga paramedis.

Kata Kunci: Accelerometer, gait cycle, peak detection

I. PENDAHULUAN

istem pemantau kesehatan yang diintegrasikan dengan telemedicine merupakan teknologi

dalam bidang medis yang dapat mendeteksi kondisi abnormal dan mencegah terjadinya terjadinya kerusakan yang lebih parah bagi pasien yang sedang mengalami rehabilitasi [1,2]. Sistem ini dapat dikembangkan karena perkembangan dari teknologi sensor yang berukuran kecil dan ringan memungkinkan piranti tersebut di sematkan pada pasien tanpa membebani pasien tersebut dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari [Bonato,2005]. Ukuran yang kecil tersebut didukung oleh kemampuannya untuk saling berkomunikasi menyebabkan penggunaan piranti itu menyebar ke

berbagai bidang, salah satu diantaranya adalah bidang medis [Kim, 2004].

Salah satu aktivitas yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kondisi abnormal dari seseorang adalah aktivitas berjalan orang tersebut. Penelitian ini tidak menentukan apakah seseorang memiliki kondisi abnormal atau tidak, tetapi penelitian difokuskan pada pengambilan data dari aktivitas seorang yang berjalan untuk selanjutnya data tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak lain yang membutuhkan seperti dokter atau tenaga paramedis. Penelitian ini menggunakan accelerometer sebagai sensor pergerakan dan digunakan untuk memantau gait cycle, mendeteksi langkah dan menentukan jumlah langkah yang dilakukan oleh orang berjalan. Accelerometer dipasangkan pada pergelangan kaki orang yang akan dipantau gerak langkahnya.

Beberapa hal yang harus dipenuhi dari sistem yang dibangun agar tujuan penelitian dapat dicapai antara lain sensor harus berukuran kecil dan dapat disematkan pada tubuh dan sistem harus mampu mengirimkan data ke data logging system menggunakan komunikasi serial.

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Gait Cycle

Craik dan Dutterer [4] memberikan definisi tentang gait cycle sebagai aktivitas berulang yang terjadi saat seseorang berjalan.

Perry (1989, p10) menjelaskan bahwa gait dibagi menjadi delapan subphase yang meliputi: initial contact (IC), loading response (LR), midstance (MSt), terminal stance (TSt), preswing (PS), initial swing (ISw), Midswing (MSw), dan terminal swing (TSw). Satu gait cycle terdiri atas dua langkah [5]. Gambar 1. menunjukkan gait cycle.

S

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TK01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN-978-602-18168-0-6 39

Gambar 1. Gait Cycle

B. Sensor

Sensor yang digunakan untuk memonitor gait cycle adalah ADXL202E, accelerometer yang memiliki 2 sumbu (sumbu x dan y) dengan jangkauan ± 2 g. Pada penelitian ini, sumbu x digunakan untuk mengukur percepatan kearah vertikal dan sumbu y digunakan untuk mengukur percepatan kearah horizontal. Accelerometer dipasangkan pada bagian kaki. Gambar 2. Menunjukkan posisi sensor pada pergelangan kaki.

Gambar 2. Posisi Accelerometer

C. Mikrokontroler

Mikrokontroler yang digunakan adalah Arduino Diecimila. Mikrokontroler digunakan untuk mengubah sinyal accelerometer ke nilai digital dan mengirimkan ke data logging system. Blok diagram sistem dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Blok diagram sistem

D. Deteksi Langkah

Pendeteksian langkah merupakan fokus utama dalam penelitian ini. Pendeteksian langkah dilakukan dengan mengamati Swing phase dan ketika tumit menyentuh tanah Initial Contact (IC).

Gambar 4. Swing Phase dan Initial Contact

Gambar 4. menunjukkan gait cycle saat swing phase dan Initial Contact. Pada saat swing phase kaki berada di belakang pusat gravitasi tubuh. Fase ini dimulai saat ujung jari meninggalkan tanah sampai lutut mengalami lengkungan maksimal. Fase midswing dimulai pada saat lutut mengalami lengkungan maksimal sampai tulang kering dalam posisi vertikal. Terminal swing dimulai saat tulang kering dalam posisi vertikal sampai tumit siap menyentuh tanah (heel strike) [6].

Sepanjang initial phase dan terminal swing phase, kaki mengalami percepatan dan perlambatan. Percepatan dan perlambatan tersebut terdiri atas komponen vertikal dan horizontal. Gambar 5. menunjukkan komponen percepatan pada saat berjalan.

Gambar 5. Komponen percepatan ketika berjalan.

Gambar 6. Komponen percepatan initial swing phase

Percepatan pada saat initial swing: - Percepatan pada arah vertikal:

Modul Sensor

Accelerometer (ADXL202-E)

Mikrokontroler (Arduino)

PC

Matlab

Data Logging System

Serial

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TK01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN-978-602-18168-0-6 40

- Percepatan pada arah horizontal:

Gambar 6. Percepatan pada saat terminal swing phase.

Percepatan pada saat terminal swing phase:

- Percepatan pada arah vertikal:

- Percepatan pada arah horizontal:

Heel strike phase (Initial Contact) mengikuti terminal swing phase, ketika tumit menyentuh tanah, gaya yang diberikan dari tumit akan dipantulkan kembali oleh tanah ke tubuh.

E. Subjek

Sistem yang dirancang diuji pada orang yang berjalan pada bidang datar dan orang yang berjalan di tangga.

III. METODE PENELITIAN

Beberapa algoritma untuk mendeteksi seseorang berjalan telah dikembangkan[11]. Pada penelitian ini, peak detection digunakan untuk menentukan apakah seseorang telah melakukan aktivitas berjalan. Metode peak detection dilakukan dengan mendeteksi puncak percepatan kaki ketika bergerak kearah vertikal maupun horizontal.

Algoritma yang dikembangkan terdiri atas beberapa tahapan. Tahap pertama, percepatan ke arah vertikal dibaca. Dengan menggunakan peak detection, puncak positif dan negatif dibandingkan. Jika puncak positif pertama terjadi sebelum puncak negatif maka terjadi initial swing phase. Puncak negatif terjadi karena proses berjalan telah mencapai terminal swing phase. Setelah initial swing phase dan terminal swing phase maka selanjutnya adalah heel strike. Fase ini terjadi jika puncak kedua dari sinyal percepatan ke arah vertikal telah dicapai.

Percepatan ke arah horizontal dideteksi untuk memastikan bahwa orang telah berjalan. Pada arah horizontal, terdapat satu puncak negatif yang

terjadi sebelum atau sesudah heel strike. Threshold yang digunakan untuk menentukan suatu puncak ditentukan berdasarkan percobaan yang dilakukan. Gambar 7 dan Gambar 8 menunjukkan sinyal percepatan kearah vertikal dan horizontal

Gambar 7. Sinyal percepatan kearah vertikal

Gambar 8. Sinyal percepatan kearah horizontal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Percobaan Aktivitas Berjalan pada Bidang Datar

Pada percobaan ini, orang berjalan pada bidang yang datar. Sinyal percepatan kearah vertikal dan horizontal setelah ditapis yang didapat dari percobaan ini terlihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9. Percepatan ke arah vertikal pada bidang datar setelah

ditapis

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TK01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN-978-602-18168-0-6 41

Gambar 10. Percepatan ke arah horizontal pada bidang datar

setelah ditapis

Penerapan algoritma peak detection pada sinyal-sinyal tersebut memberi hasil seperti yang terlihat pada Gambar 11

Gambar 11. Penerapan peak detection pada sinyal yang

diperoleh pada bidang datar

B. Hasil Percobaan Aktifitas Berjalan pada Tangga

Percobaan ini dilakukan pada orang yang berjalan pada sebuah tangga dengan cara berjalan naik dan turun melalui tangga. Sinyal percepatan kearah vertikal dan horizontal yang didapat dari percobaan ini terlihat pada Gambar 12 dan 13.

Gambar 12. Percepatan kearah vertikal pada aktivitas

berjalan naik tangga

Gambar 13. Percepatan ke arah horizontal pada aktivitas

berjalan naik tangga

Gambar 14. Penerapan peak detection pada sinyal yang

diperoleh saat berjalan naik tangga

Gambar 14 menunjukkan penerapan peak detection pada sinyal yang diperoleh saat melakukan aktivitas menuruni tangga.

Tabel 1. memberikan informasi tentang perbandingan jumlah langkah aktual yang dilakukan oleh subjek dan jumlah langkah berdasarkan pengukuran menggunakan accelerometer dengan metode peak detection.

Tabel 1

L Langkah Aktual Jumlah langkah terukur

Frekuensi ketika berjalan

Area

Orang Pertam

a

Jumlah Langkah

40 40 2.06 Hz Bidang datar

240 237 1.67 Hz Bidang datar

23 21 1.56 Hz Tangga (naik)

29 30 1.71 Hz Tangga (turun)

Orang Kedua

Jumlah Langkah

Prosiding Seminar Nasional Teknik Elektro & Informatika TK01 SNTEI 2012 PNUP, Makassar, 29 Maret 2012

ISBN-978-602-18168-0-6 42

59 59 2.03 Hz Bidang datar

74 75 1.89 Hz Bidang datar

V. KESIMPULAN

Paper ini menunjukkan bahwa aktivitas berjalan dari seseorang dapat dipantau menggunakan accelerometer dengan cara mendeteksi percepatan kaki pada arah vertikal dan horizontal. Sedangkan metode peak detection yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa metode tersebut cukup efektif dengan persentase error sekitar 1 % untuk menentukan jumlah langkah yang ditempuh oleh orang yang melakukan aktivitas.

DAFTAR PUSTAKA [1] Sparkfun electronic 2008, Accelerometer Breakout Board

- ADXL202JE +/-2g, diakses 09 October, 2008, <http://www.sparkfun.com/commerce/product_info.php?products_id=400>

[2] Wiklander, Jimmie 2006, Design proposal of a fall and step pattern recognition sistem, Master thesis, Luleå University of Technology, Sweden, diakses 09 October, 2008, http://epubl.ltu.se/1402-617/2006/238/index.html

[3] Arduino 2008, Arduino Diecimila board , diakses 09 October, 2008, http://www.arduino.cc/en/Main/ArduinoBoardDiecimila

[4] Olive, David 2001, Accelerometer Sampling Data-Logging Facility, Undergraduate thesis, The University of Queensland, Australia, diakses 09 October, 2008, http://innovexpo.itee.uq.edu.au/2001/projects/s369599/thesis.pdf

[5] Thomson, Dave 2002, Gait cycle terminology, diakses 09 October, 2008, http://moon.ouhsc.edu/dthompso/gait/terms.htm

[6] Perry J, 1992, Gait analysis; normal and pathological function, Slack Incorporated, diakses 11 October 2008, http://books.google.com/books?id=1Ogg11hOKMcC&pg=PA47&dq=Perry+J.+Gait+ana lysis%3B+normal+and+pathological+function.&hl=id&sig=ACfU3U3qU1q6JeXMtxw4hvXjw8tEiYjo7w#PPA4,M1

[7] Thomson, Dave 2002, Gait cycle terminology, viewed 09 October, 2008, http://moon.ouhsc.edu/dthompso/gait/terms.htm

[8] Rebecca L. Craik & Lisa Dutterer 1994, ‘Spatial and Temporal Characteristics of Foot Fall Patterns’ in Gait Analysis: Theory and Application, ed. Rebecca L. Craik & Carol A. Oatis, Mosby, St Louis.

[9] Brännström, Fredrik 2002, Positioning techniques alternative to GPS, Master thesis, Luleå University of Technology, Sweden, diakses 09 October, 2008, www.kompisar.net/fredrik/Exjobb_positionering.pdf

[10] Jeong Won Kim, Han Jin Jang,, Dong-Hwan Hwang, Chansik Park ‘A Step, Stride and Heading Determination for the Pedestrian Navigation Sistem’, Journal of Global Positioning Sistems (2004) Vol. 3, No. 1-2: 273-279

[11] Yun Cho, S, Gook Park, C & In Jee, G, ‘Measurement Sistem of Walking Distance Using Low-cost

Accelerometers’ : paper of The 4th Asian Control Conference September 25-27, 2002, Singapore.

[12] Östmark, Åke 2004, Embedded Internet Sistem Architectures, Luleå University of Technology, Sweden, diakses 11 October, 2008, http://epubl.luth.se/14021757/2004/37/LTU-LIC-0437-SE.pdf

[13] Ed Ayyappa, MS, CPO, 1997, ‘Normal Human Locomotion, Part 1: Basic Concepts and Terminology’, Journal of Prosthetics & Orthotics, Vol.9, Num.1, pp10-17, diakses 11 October 2008, http://www.oandp.org/jpo/library/1997_01_010.asp.