evaluasiketepatanobatdandosisobat...

79
EVALUASI KETEPATAN OBAT DAN DOSIS OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI PUSKESMAS CIPUTAT JANUARI-MARET 2015 Laporan Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Hana Fitri Hendarti NIM. 1113103000046 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016

Upload: dangque

Post on 15-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

EVALUASI KETEPATAN OBAT DAN DOSIS OBAT

ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT

JALAN DI PUSKESMAS CIPUTAT JANUARI-MARET 2015

Laporan Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANAKEDOKTERAN

OLEH :

Hana Fitri Hendarti

NIM. 1113103000046

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H / 2016

Page 2: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di
Page 3: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

iii

Page 4: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

iv

Page 5: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

v

KATAPENGANTAR

Assalammualaikum wr.wb

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala

rahmat, ridho, dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat

serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini tidak terlepas dari kritik, saran,

serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Alyya Siddiqa, Sp.FK dan dr. Nurmila Sari, M.Kes selaku dosen pembimbing

dalam penelitian saya, yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran serta

membimbing dan mengarahkan hingga akhir penelitian.

4. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab modul riset PSPD 2013.

5. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter yang selalu memberikan

ilmunya kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Pak Purwa selaku penanggung jawab administrasi di Puskesmas Ciputat yang

telah memberikan izin untuk pengambilan data rekam medik.

7. Drs.Suprih Handayana dan Dra. Evi Djuniarti,MH selaku orang tua penulis yang

telah memberikan dukungan moral, material, serta selalu mendoakan selama

penelitian dan kakak-kakak tercinta Hafidz Surya Hendarto dan Bagus Wibowo

Hendarto yang juga telah memberikan motivasi dalam penyelesaian penelitian

Page 6: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

vi

ini.

8. Kawan seperjuangan dalam penelitian, Carina Putri, M.Azmi Awaluddin,

M.Kafabillah yang sudah banyak memberikan dukungan dan bantuan, serta

untuk kawan belajar dan bermain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

9. Arief Maulana, kawan yang selalu memberikan dukungan secara konstan dan

motivasi yang telah diberikan hingga akhir penelitian.

10. Seluruh mahasiswa/i Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2013, seluruh

staff pengajar di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang turut

membantu dalam penelitian ini.

WassalammualaikumWr.Wb

Ciputat, 19 September 2016

Hana Fitri Hendarti

Page 7: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

vii

ABSTRAK

Hana Fitri Hendarti. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. EvaluasiKetepatan Obat dan Dosis Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi RawatJalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015. 2016

Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan diPuskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat 1. Pemberian obat dan dosisyang tidak tepat menjadi salah satu faktor penyebabnya. Hipertensi merupakanpenyakit tidak menular yang memiliki prevalensi tinggi di Puskesmas Ciputat tahun2015.Tujuan: Untuk mengetahui persentase penggunaan obat antihipertensi berdasarkanketepatan obat dan dosisnya yang dibandingkan dengan standar American Society ofHypertension and the International Society of Hypertension 2013 (ASH 2013), JNC 7,JNC 8, dan ESH/ESC 2013.Metode: Penelitian ini menggunakan desain deskriptif cross sectional dengan metodetotally sampling dan didapatkan 80 sampel pada bulan Januari-Maret 2015 dari datarekam medis pasien.Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa tepat obat 47,5%, tepat dosis 42,5%.Berdasarkan klasifikasinya, hipertensi terbanyak yaitu hipertensi derajat 2 dengan42,5%. Berdasarkan jenis kelaminnya, perempuan terbanyak dengan 73,8%.Berdasarkan usia, yang terbanyak rentang 55-64 tahun dengan 41,3%. Penggunaanobat monoterapi sebanyak 96,3% dan terapi kombinasi 3,8%. Penggunaan obatmonoterapi terbanyak kaptopril dengan 68,8% dan terapi kombinasi yaitu kaptoprildan HCT dengan 66,7%.Kesimpulan: Persentase penggunaan obat antihipertensi berdasarkan tepat obat47,5% dan tepat dosis 42,5%.

Kata kunci: tepat obat, tepat dosis, obat antihipertensi, hipertensi

Page 8: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

viii

ABSTRACT

Hana Fitri Hendarti. School of Medicine. Evaluation of The Accuracy ofAntihypertensive Drugs and Dose on Outpatient with Hypertension in PuskesmasCiputat during January-March 2015. 2016

Background: The irrational uae of drugs is still found in Puskesmas as the primaryhealth care, caused by inappropriate administration of drugs and doses..Hypertension is a high prevalence of non-communicable disease in PuskesmasCiputat 2015Aims: The aim of the study was to find the percentage of antihypertensive drugsutilization based on drug and dose accuracy, compared to the American Society ofHypertension and the International Society of Hypertension 2013 (ASH 2013), JNC 7,JNC 8, and ESH/ESC 2013 guidelines.Methods: This study used cross sectional descriptive design with totally samplingmethod.. The 80 samples during January-March 2015 was obtained from medicalrecords of outpatient with hypertensionResults: This study showed that the drug accuracy was 47,5% of 80 samples, and thedose accuracy was 42,5%. Based on hypertension classification, mostly was grade 2hypertension (42,5%). Based on gender, mostly was women (73,8%) and based ongroup age, 55-64 years was the largest percentage (41,3%). Monotherapy ofantihypertensive was 96,3% and combination therapy was 3,8%. Monotherapy ofantihypertensive which mostly used was captopril (68,8%) and combination therapywhich mostly used was captopril and HCT (66,7%).Conclusions: The percentage of antihypertesive drugs based on drug accuracy was47,5% and dose accuracy was 42,5%.

Key words: drug accuracy, dose accuracy, antihypertensive drugs, hypertension

Page 9: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...................................................... .iiLEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................iiiLEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................... ivKATAPENGANTAR.....................................................................................................vABSTRAK................................................................................................................. ...viiDAFTAR ISI..............................................................................................................…ixDAFTAR TABEL ........................................................................................................ xiDAFTAR GAMBAR................................................................................................. ...xiiDAFTAR SINGKATAN........................................................................................... ..xiiiDAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. ..xiv

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................. 11.1 Latar Belakang................................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah..............................................................................................21.3 Tujuan Penelitian............................................................................................... 2

1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................................... 21.3.2 Tujuan Khusus......................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................. 31.4.1 Bagi Peneliti.............................................................................................31.4.2 Bagi Puskesmas....................................................................................... 31.4.3 Bagi Perguruan Tinggi............................................................................. 41.4.4 Bagi Masyarakat...................................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................52.1 Landasan Teori...................................................................................................5

2.1.1 Penggunaan Obat Rasional...................................................................... 52.1.2 Ketepatan Obat dan Dosis Obat...............................................................52.1.3 Pengertian Hipertensi...............................................................................62.1.4 Prevalensi Hipertensi............................................................................... 62.1.5 Klasifikasi Hipertensi...............................................................................72.1.6 Anatomi Kardiovaskular.......................................................................... 72.1.7 Fisiologi Kardiovaskular..........................................................................8

2.1.7.1 Eksitasi-kontraksi otot jantung...................................................... 82.1.7.2 Sirkulasi dan Tekanan darah......................................................... 102.1.7.3 Faktor yang mempengaruhi aliran darah................................... ...122.1.7.4 Regulasi Neural dan Hormonal Tekanan darah......................... ...13

2.1.8 Patofisiologi Hipertensi....................................................................... ...152.1.9 Diagnosis Hipertensi............................................................................ ...182.1.10 Terapi Hipertensi...................................................................................19

2.1.10.1 Diuretik.................................................................................... ...24

Page 10: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

x

2.1.10.2 Penghambat Sistem Renin Angiotensin................................... ...272.1.10.3 Calcium Channel Blocker........................................................ ...312.1.10.4 β blocker.................................................................................. ...332.1.10.5 Agen sentral (adrenolitik sentral)................................................36

2.2 Kerangka Teori..................................................................................................382.3 Kerangka Konsep..............................................................................................392.4 Definisi Operasional...................................................................................... ...40

BAB 3 METODE PENELITIAN................................................................................413.1 Jenis dan desain penelitian................................................................................413.2 Waktu dan tempat penelitian.......................................................................... ...41

3.2.1 Waktu penelitian.................................................................................. ...413.2.1 Tempat penelitian................................................................................. ...41

3.3 Populasi dan sampel penelitian...................................................................... ...413.3.1 Populasi Target........................................................................................413.3.2 Populasi Terjangkau............................................................................. ...413.3.3 Sampel Penelitian....................................................................................413.3.4 Besar Sampel....................................................................................... ...42

3.4 Kriteria Sampel.............................................................................................. ...423.4.1 Kriteria Inklusi..................................................................................... ...423.4.2 Kriteria Eksklusi.................................................................................. ...43

3.5 Managemen Data........................................................................................... ...433.5.1 Instrumen Penelitian............................................................................ ...433.5.2 Cara Kerja............................................................................................ ...433.5.3 Alur Penelitian..................................................................................... ...443.5.4 Pengolahan, Analisa, dan Penyajian data................................................44

BAB 4 HASILDAN PEMBAHASAN..................................................................... ...464.1 Distribusi Pasien Hipertensi berdasarkan Klasifikasi Hipertensi, Jenis

Kelamin, dan Usia.............................................................................................464.2 Evaluasi Ketepatan Obat dan Dosis Obat Antihipertensi.............................. ...484.3 Distribusi Penggunaan Obat Monoterapi dan Kombinasi............................. ...524.4 Keterbatasan Penelitian.....................................................................................55

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................565.1 Kesimpulan.................................................................................................... ...565.2 Saran.............................................................................................................. ...57

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ ...58LAMPIRAN..................................................................................................................61

Page 11: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi....................................................................................... 7Tabel 2.2 Perbandingan Standar JNC 7, JNC 8, ASH/ISH 2013, ESC/ESH

2013.................................................................................................................23Tabel 4.1 Klasifikasi Hipertensi berdasarkan ASH 2013 pada pasien hipertensi

rawat jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015...................... ..46Tabel 4.2 Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin pada pasien hipertensi rawat

jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015........................................... ..47Tabel 4.3 Distribusi pasien berdasarkan usia pada pasien hipertensi rawat jalan di

Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015..........................................................48Tabel 4.4 Distribusi Ketepatan Jenis Obat Antihipertensi pada pasien hipertensi

rawat jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015 berdasarkanstandar American Society of Hypertension and the International Societyof Hypertension 2013.................................................................................... ..49

Tabel 4.5 Distribusi Ketepatan Dosis Obat Antihipertensi pada pasien hipertensirawat jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015 berdasarkanstandar JNC 8, JNC 7, dan ASH 2013.............................................................51

Tabel 4.6 Distribusi Nama Obat dan Persentase Penggunaan AntihipertensMonoterapi pada pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas CiputatJanuari-Maret 2015....................................................................................... ..52

Tabel 4.7 Distribusi Nama Obat dan Persentase Penggunaan AntihipertensiKombinasi pada pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas CiputatJanuari-Maret 2015....................................................................................... ..53

Tabel 4.8 Distribusi Jenis Terapi (monoterapi dan kombinasi) PenggunaanAntihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas CiputatJanuari-Maret 2015....................................................................................... ..53

Page 12: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Jantung............................................................................................ 8Gambar 2.2 Mekanisme eksitasi-kontraksi dan relaksasi otot jantung.............................. 9Gambar 2.3 Pengukuran tekanan darah arteri dengan sphygmomanometer.................. ...11Gambar 2.4 Faktor-faktor yang meningkatkan tekanan darah....................................... ...12Gambar 2.5 Inervasi jantung dan refleks baroreseptor.................................................. ...14Gambar 2.6 Algoritma Pendekatan Diagnosis Hipertensi............................................. ...19Gambar 2.7 Kombinasi Antihipertensi……………………………………………..........21Gambar 2.8 Algoritma Tatalaksana Hipertensi.............................................................. ...22Gambar 2.9 Mekanisme dan target kerja golongan diuretik.......................................... ...25Gambar 2.10 Mekanisme kerja ACE-inhibitor dan ARBs............................................... ...28Gambar 2.11 Klasifikasi antagonis adrenoreseptor.............................................................35Gambar 2.12 Biosintesis katekolamin.................................................................................36

Page 13: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

xiii

DAFTAR SINGKATAN

ACE : Angiotensin Converting EnzymeADH : Anti diuretic hormoneANP : Atrial Natriuretic PeptideARB : Angiotensin Receptor BlockerASH : American Society of HypertensionAT : AngiotensinAV node : Atrioventricular nodeBNP : Brain Natriuretic PeptideCCB : Calcium Channel BlockerEKG : ElektrokardiografiESH/ESC : European Society of Hypertension/European Society of CardiologyHCT : HidroklorotiazidJNC : Joint National CommitteeLDL : Low Density LipoproteinPPK 1 : Pusat Pelayanan Kesehatan tingkat 1RPT : Resistensi Perifer TotalSA node : Sinoartrial nodeSDM : Sel Darah MerahSRAA : Sistem Renin Angiotensin AldosteronTDS : Tekanan Darah SistolikTDD : Tekanan Darah DiastolikTG : TrigliseridaWHO :World Health Organization

Page 14: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin PenelitianLampiran 2 Data Rekam MedisLampiran 3 Lembar Data Statistik PenelitianLampiran 4 Daftar Riwayat Hidup

Page 15: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum, penggunaan semua obat haruslah rasional. Penggunaan obat yang

rasional adalah ketika pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan

klinisnya, dalam dosis dan jangka waktu yang sesuai, serta dengan biaya terendah.1,2

Penggunaan obat yang tidak rasional adalah bila jumlah obat berlebihan, pemilihan

antibiotik dan dosisnya tidak tepat, penggunaan injeksi berlebihan, peresepan yang

tidak sesuai pedoman klinis, dan pengobatan sendiri yang tidak tepat.3 Dari referensi

lain disebutkan bahwa, kriteria kerasionalan terapi meliputi tepat obat, tepat indikasi,

tepat diagnosis, tepat dosis dan interval pemberian, tepat lama pemberian, tepat cara

pemberian, tepat informasi, tepat penilaian kondisi pasien, dan tepat penyerahan

obat.4 Penelitian mengenai pola penggunaan obat termasuk bagian dari proses

pemantauan, evaluasi, dan analisis terhadap resep yang dibuat oleh para dokter untuk

meningkatkan rasionalitas penggunaan obat.5,6

Ketidakrasionalan peresepan obat masih terjadi di puskesmas yang merupakan

pusat pelayanan kesehatan tingkat 1 (PPK 1). Kurang sesuainya obat dan dosis yang

diresepkan oleh tenaga medis akibat ketersediaan obat terbatas merupakan salah satu

penyebabnya. Di pusat pelayanan kesehatan tingkat 1 (PPK 1), penggunaan obat tidak

rasional berdasarkan tepat obat dan tepat dosis pada penggunaan berbagai macam

obat mungkin terjadi, salah satunya obat antihipertensi. Hal ini dapat diketahui dari

penelitian di Puskesmas Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta pada tahun 2010.

Penelitian evaluasi pola penggunaan obat antihipertensi berdasarkan tepat obat, tepat

dosis, tepat indikasi, dan tepat pasien dengan menggunakan standar JNC 7 dan

Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas dari Dinas Kesehatan Yogyakarta

mendapatkan hasil sebagai berikut: tepat obat 76,09%, tepat dosis 93,48%, tepat

indikasi 100%, dan tepat pasien 95,65%.7 Penelitian di RSUP Dr.Kariadi Semarang

pada tahun 2012, dengan menggunakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) RSUP

dan JNC 7, didapatkan hasil: tepat obat 81%, tepat dosis 95%, tepat indikasi 98%,

Page 16: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

2

dan tepat pasien 62%.8 Sedangkan, penelitian di Puskesmas Simpur Lampung pada

tahun 2013 dengan standar Depkes 2006 didapatkan tepat dosis 81,25%.9

Hipertensi (disebut juga sebagai peningkatan tekanan darah) merupakan suatu

kondisi pembuluh darah yang secara terus-menerus mengalami peningkatan tekanan.

Prevalensi hipertensi di dunia masih cukup tinggi sekitar 40% pada usia dewasa.10 Di

Indonesia, hipertensi ternyata masih tetap menjadi salah satu penyebab utama

mortalitas dan morbiditas.11 Menurut Hasil Riskesdas 2013, prevalensi hipertensi di

Indonesia sebesar 26,5% dengan prevalensi di Provinsi Banten sekitar 23%.12

Sedangkan, dalam Profil Kesehatan Puskesmas Ciputat Tahun 2015, kasus hipertensi

merupakan salah satu penyakit tidak menular yang termasuk ke dalam kategori 20

penyakit terbanyak di Puskesmas selain Diabetes Mellitus dengan 4.202 kasus.13

Oleh karena latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

terhadap evaluasi pola penggunaan obat antihipertensi di Puskesmas Ciputat

Januari-Maret 2015 dengan menggunakan standar internasional yang sering

digunakan di Indonesia dan yang telah direkomendasikan oleh Perhimpunan Dokter

Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dengan fokus pada ketepatan obat dan

ketepatan dosis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Berapakah persentase penggunaan obat antihipertensi berdasarkan tepat obat

di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015?

2. Berapakah persentase penggunaan obat antihipertensi berdasarkan tepat dosis

di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1. Mengetahui persentase penggunaan obat antihipertensi berdasarkan tepat

obat di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015.

Page 17: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

3

2. Mengetahui persentase penggunaan obat antihipertensi berdasarkan tepat

dosis di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas Ciputat

Januari-Maret 2015 berdasarkan klasifikasi hipertensi.

2. Mengetahui distribusi pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas Ciputat

Januari-Maret 2015 berdasarkan jenis kelamin dan usia.

3. Mengetahui nama obat dan persentase penggunaan obat antihipertensi

monoterapi pada pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas Ciputat

Januari-Maret 2015.

4. Mengetahui nama obat dan persentase penggunaan obat antihipertensi

kombinasi pada pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas Ciputat

Januari-Maret 2015.

5. Mengetahui distribusi obat antihipertensi monoterapi dan kombinasi pada

pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

1. Melatih dan menerapkan keilmuan di bidang farmakologi dalam

penelitian.

2. Menambah keterampilan bagi peneliti dalam melakukan penelitian.

1.4.2 Bagi Puskesmas

1. Menambah informasi baru mengenai gambaran penggunaan obat

antihipertensi yang tepat dosis dan tepat obat di Puskesmas Ciputat bulan

Januari-Maret 2015 yang sesuai dengan standar JNC 7, JNC 8, ASH 2013,

dan ESH/ESC 2013.

2. Sebagai gambaran pemakaian obat antihipertensi dan bahan evaluasi bagi

Puskesmas Ciputat mengenai penggunaan obat antihipertensi

Page 18: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

4

berdasarkan tepat obat dan tepat dosis.

1.4.3 Bagi Perguruan Tinggi

1. Menambah referensi penelitian dalam bidang kedokteran di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai evaluasi

penggunaan obat antihipertensi berdasarkan kriteria tepat obat dan tepat

dosis.

1.4.4 Bagi Masyarakat

1. Memberikan pengetahuan mengenai macam-macam obat antihipertensi

yang digunakan di Puskesmas terkait.

2. Memberikan pengetahuan mengenai penggunaan obat antihipertensi yang

sudah tepat obat dan tepat dosis.

3. Meningkatkan kesadaran pasien hipertensi untuk meminum obat

antihipertensi secara teratur.

Page 19: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Penggunaan Obat Rasional

Penggunaan obat yang rasional adalah ketika pasien menerima pengobatan

sesuai dengan kebutuhan klinisnya dalam dosis yang terpenuhi, untuk periode

yang memadai, dan dengan biaya terendah.1,2 Penggunaan obat yang tidak

rasional adalah bila menggunakan banyak obat, menggunakan antibiotik yang

tidak tepat obat dan dosis, menggunakan injeksi berlebihan, peresepan yang tidak

sesuai pedoman klinis, dan pengobatan sendiri yang tidak tepat.3

Kriteria kerasionalan terapi meliputi tepat obat, tepat indikasi, tepat

diagnosis, tepat dosis dan interval pemberian, tepat lama pemberian, tepat cara

pemberian, tepat informasi, tepat penilaian kondisi pasien, dan tepat penyerahan

obat.4

Pada penelitian sebelumnya oleh Wulandari dkk (2010) yang mengevaluasi

kriteria kerasionalan obat antihipertensi berdasarkan tepat obat, tepat dosis, tepat

indikasi, dan tepat pasien didapatkan hasil kerasionalan terapi 71,74% pada

Juli-Agustus 2009 di Puskesmas Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta.

2.1.2 Ketepatan obat dan Ketepatan dosis obat

Tepat obat dan tepat dosis merupakan bagian dari prinsip terapi obat

rasional. Tepat obat berarti ketepatan untuk menentukan terapi setelah diagnosis

ditegakkan dan harus sesuai dengan spektrum penyakit pasien. Tepat dosis

berarti berdasarkan jumlah obat harus sesuai dengan standar agar dosis yang

diberikan tidak berlebihan atau kurang.4,7,14

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang serupa dengan penelitian kali

ini, diantaranya penelitian Tyashapsari dkk (2012) mengevaluasi penggunaan

obat antihipertensi yang disesuaikan dengan JNC 7 dan Pedoman RSUP

Dr.Kariadi Semarang dengan jumlah sampel 100, didapatkan hasil data tepat obat

Page 20: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

6

81% dan tepat dosis 95%. Pada penelitian tersebut juga meneliti outcomes/luaran

pengobatan pada pasien saat keluar dari rumah sakit (kondisi umum, penurunan

tekanan darah, dan lama rawat). Selanjutnya, penelitian Wulandari dkk (2010),

menggunakan standar JNC 7 dan Pedoman Puskesmas dari Dinas Kesehatan

Yogyakarta dengan jumlah sampel 54, didapatkan hasil data tepat obat 76,09%

dan tepat dosis 93,48%. Selain itu, pada tahun 2014 berdasarkan penelitian

Tarigan dkk di Puskesmas Bandar Lampung, menggunakan standar Depkes 2006

dan jumlah sampel 96, didapatkan hasil data tepat dosis 81,25%.

2.1.3 Pengertian Hipertensi

Menurut World Health Organization (WHO), hipertensi merupakan suatu

kondisi pembuluh darah yang mengalami peningkatan tekanan secara terus-

menerus yang ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥ 90 mmHg.10

2.1.4 Prevalensi Hipertensi

Prevalensi hipertensi di dunia masih tinggi sekitar 40% pada orang dewasa

usia ≥ 25 tahun. Pada tahun 2008, terjadi peningkatan kejadian hipertensi sebesar

1 miliar jiwa. Kematian akibat komplikasi dari hipertensi di dunia sekitar 45%

terjadi penyakit jantung iskemik dan sekitar 51% terjadi stroke.10

Sedangkan di Indonesia, prevalensi hipertensi juga masih cukup tinggi.

Pada tahun 2007, prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah

sebesar 31,7%. Jika dibandingkan dengan tahun 2013, prevalensi hipertensi

sebesar 25,8% yang artinya mengalami penurunan dari tahun 2007 ke 2013

sebesar 5,9%.

Daerah Ciputat termasuk ke dalam provinsi Banten. Berdasarkan hasil

Riskesdas 2013, prevalensi hipertensi dengan pengukuran tekanan darah di

provinsi Banten sebesar 23% pada usia ≥ 18 tahun. Penderita hipertensi

umumnya cenderung lebih tinggi pada kelompok usia 75 tahun keatas, pada jenis

kelamin perempuan, kelompok pendidikan yang rendah dan tidak bekerja.12,15

Page 21: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

7

2.1.5 Klasifikasi Hipertensi

Pengukuran tekanan darah merupakan hal utama untuk membantu

menegakkan diagnosis hipertensi. Klasifikasi hipertensi ditentukan berdasarkan

tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Dengan adanya pembagian

tingkatan hipertensi ini akan berkaitan dengan rencana terapi yang akan diberikan

oleh tenaga medis.16

Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi terbagi menjadi beberapa kategori yaitu

optimal, normal, normal tinggi, hipertensi derajat 1, hipertensi

derajat 2, hipertensi derajat 3, dan hipertensi sistolik terisolasi

yang memiliki kriteria tekanan darah berbeda-beda.

Sumber: ESH/ESC Guidelines for the management of arterial hypertension, 2013

2.1.6 Anatomi Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular mencakup darah, pembuluh darah, dan jantung.

Ukuran jantung relatif kecil dengan panjang 12 cm, lebar 9 cm, tebal 6 cm.

Massa jantung sekitar 200 gram pada laki-laki dewasa dan 300 gram pada wanita

dewasa. Lokasi jantung berada di mediastinum. Jantung dilapisi oleh perikardium

sebagai proteksi jantung. Jantung memiliki 4 ruangan yang terdiri dari atrium

kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Darah yang melalui

keempat ruangan ini harus melewati katup-katup. Terdapat 2 macam katup yaitu

Klasifikasi Sistolik Diastolik

Optimal <120 dan <80

Normal 120-129 dan/atau 80-84

Normal tinggi 130-139 dan/atau 85-89

Hipertensi derajat 1 140-159 dan/atau 90-99

Hipertensi derajat 2 160--179 dan/atau 100-109

Hipertensi derajat 3 ≥180 dan/atau ≥110

Hipertensi sistolikterisolasi

≥140 dan <90

Page 22: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

8

katup atrioventrikular dan katup semilunar.

Gambar 2.1 Anatomi jantung

Jantung memiliki 4 ruang yaitu atrium kanan dan kiri, ventrikel

kanan dan kiri. Aliran darah jantung dimulai dari vena cava superior

dan inferior - atrium kanan - ventrikel kanan - arteri pulmonalis -

pulmo - vena pulmonalis - atrium kiri - ventrikel kiri - aorta -

seluruh tubuh.Sumber: Silverthorn DE, 2010

Katup atrioventrikular terdiri dari katup trikuspid yang berada diantara

atrium kanan dan ventrikel kanan; dan katup bikuspid yang berada diantara

atrium kiri dan ventrikel kiri. Katup semilunar juga terdiri dari katup aorta dan

katup pulmonal. Darah dari ventrikel kiri yang kaya akan oksigen akan dipompa

ke aorta melalui katup aorta. Sedangkan, darah dari ventrikel yang kaya

karbondioksida akan menuju pulmo melalui katup pulmonal.17,18

2.1.7 Fisiologi Kardiovaskular

2.1.7.1 Eksitasi-kontraksi otot jantung

Sel otot jantung memiliki dua macam tipe yaitu sel autoritmik yang

mengatur sistem konduksi dan sel kontraktil yang menyebabkan terjadinya

kontraksi jantung untuk memompa darah. Sistem konduksi jantung berawal

Page 23: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

9

dari SA node sebagai pacemaker yang berada di dinding atrium kanan. SA

node ini akan menghasilkan pacemaker potential yang apabila telah

mencapai ambang akan menghasilkan potensial aksi. Potensial aksi ini akan

diteruskan melalui gap junction ke atrium kiri yang menyebabkan kedua

atrium kontraksi. Dari SA node akan diteruskan ke AV node, berkas his, dan

serat Purkinje. Impuls dari serat Purkinje menyebar dari apex menuju basis

jantung yang menyebabkan kontraksi dari ventrikel sehingga darah

dipompa menuju aorta dan pulmonal. Rekaman dari aktivitas elektrik

jantung yang terdeteksi di permukaan tubuh akan terlihat di

elektrokardiogram (EKG).18,19

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa kontraksi dari

miokardium jantung berasal dari sel autoritmik yang kemudian potensial

aksinya diteruskan ke miokardium sehingga akan membuka kanal Ca2+ di

miokard. Ca2+ ekstraseluler masuk ke dalam sel otot jantung (miokardium)

yang membentuk tubulus T. Ca2+ ini akan menstimulasi aktifnya reseptor

rianodin sehinggal Ca2+ yang menyebabkan keluarnya Ca2+ dari retikulum

sarkoplasma.

Gambar 2.2 Mekanisme eksitas-kontraksi dan relaksasi otot jantung

Page 24: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

10

Kalsium yang digunakan untuk mekanisme ini berasal dari

cairan ekstraseluler yang akan menuruni tubulus T dan

mengaktifkan reseptor di retikulum sarkoplasma.Sumber: Guyton and Hall, 2012

Maka dari itu, meningkatlah jumlah Ca2+ di dalam sel. Lonjakan

Ca2+ akan berikatan dengan struktur troponin C pada aktin yang kemudian

akan terjadi ikatan aktin-miosin sehingga terbentuk jembatan silang yang

menghasilkan kontraksi otot jantung. Sedangkan untuk proses relaksasi otot

jantung, Ca2+ akan terlepas dari troponin yang kemudian akan dikembalikan

ke dalam retikulum sarkoplasma untuk disimpan kembali atau Ca2+

dikembalikan ke ekstraseluler melalui NCX transporter.17.20

2.1.7.2 Sirkulasi dan Tekanan Darah

Fungsi jantung adalah memompa darah menuju sirkulasi pulmonal

oleh ventrikel kanan dan menuju sirkulasi perifer oleh ventrikel kiri.

Sirkulasi berfungsi untuk menyediakan kebutuhan nutrisi bagi tiap jaringan,

mengangkut produk hasil metabolit yang sudah tidak terpakai, dan

membawa hormon dari satu organ ke organ lainnya. Sirkulasi dibagi

menjadi dua yaitu sirkulasi sistemik, dimana darah dipompa dan dialirkan

ke seluruh tubuh kecuali paru dan sirkulasi pulmonal, yaitu ketika darah

dialirkan ke paru. Dalam proses sirkulasi tentunya melibatkan pembuluh

darah mulai dari arteri - arteriol - kapiler - venula - vena.20

Tekanan merupakan suatu penggerak bagi aliran darah, dimana

darah akan mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan yang rendah. Tekanan

dihasilkan dari kontraksi ventrikel. Dalam sirkulasi sistemik, tekanan darah

tertinggi dimiliki oleh aorta yang merupakan hasil dari kontraksi ventrikel

kiri. Tekanan aorta mencapai rerata 120 mmHg saat tekanan sistol dan 80

mmHg saat tekanan diastol. Tekanan ventikular sulit diukur, sehingga

digunakannya tekanan darah arteri yang mencerminkan tekanan ventrikular.

Page 25: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

11

Sphygmomanometer adalah suatu instrumen untuk memperkirakan

tekanan darah arteri. Sphygmomanometer berasal dari kata sphygmus yang

artinya denyut dan manometer yang artinya sebuah instrumen untuk

mengukur tekanan suatu cairan. Instrumen ini terdiri dari manset dan

pengukurnya. Manset yang melingkar di lengan atas digembungkan dengan

menekan pompanya hingga nadi arteri radialis tidak teraba lagi. Hal ini

dapat terjadi karena tekanan manset melebihi tekanan arteri sehingga terjadi

kompresi arteri yang menyebabkan aliran darah terhenti dan denyut tidak

teraba. Kemudian, perlahan manset yang menggembung diturunkan

tekanannya hingga akhirnya darah mulai mengalir dan denyut terdengar

lagi. Suara denyut pertama kali yang terdengar dianggap sebagai tekanan

sistolik yang mencerminkan akibat tekanan tertinggi. Ketika tekanan

manset semakin berkurang sehingga arteri tidak lagi terkompresi dan

menyebabkan darah mengalir lancar, suara denyut tidak akan terdengar lagi

dan dianggap sebagai tekanan diastolik. Suara-suara denyut ini disebut juga

sebagai Korotkoff sound.10,17

Gambar 2.3 Pengukuran tekanan darah arteri dengan sphygmomanometer

Gambar (a) saat pompa ditekan, maka arteri menyempit

gambar (b) tekanan mulai manet berkurang, gambar (c)

tekanan manset berkurang, ukuran arteri kembali ke normal.Sumber: Silverthorn DE, 2010

Page 26: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

12

2.1.7.3 Faktor yang mempengaruhi aliran darah

Curah jantung (cardiac output) merupakan jumlah aliran darah yang

dipompa ke aorta tiap menitnya. Total dari curah jantung ini nantinya yang

akan menentukan berapa jumlah aliran darah yang dialirkan ke seluruh

jaringan tubuh. Aliran balik vena (venous return) merupakan jumlah aliran

darah dari vena menuju atrium kanan tiap menitnya. Jadi, semua aliran

darah lokal akan bergabung dan membentuk aliran balik vena menuju

atrium kanan sehingga jantung akan memompa aliran darah balik tersebut

menuju arteri pulmonalis, pulmo, vena pulmonalis, hingga ke aorta untuk

mengalirkan darah lagi ke sistemik.

Dalam regulasi curah jantung-aliran balik vena melibatkan hukum

Frank Starling. Hukum ini menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan

aliran darah pada jantung maka dinding ruang jantung akan meregang

sehingga otot jantung bekerja untuk melakukan kontraksi lebih kuat (isi

sekuncup meningkat).

Gambar 2.4 Faktor-faktor yang meningkatkan tekanan darah

Peningkatan volume darah, pompa otot rangka, pompa

respirasi, vasokonstriksi, peningkatan sel darah merah (SDM),

dan peningkatan ukuran tubuh merupakan faktor diantaranya.Sumber: Tortora GJ, 2012

Page 27: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

13

Kontraksi otot jantung yang kuat ini menyebabkan juga banyaknya

darah yang dipompa ke seluruh tubuh (curah jantung meningkat). Saat otot

jantung meregang, adanya peran SA node untuk memberikan efek ritmik

berupa peningkatan frekuensi jantung. Peningkatan isi sekuncup dan

frekuensi jantung menyebabkan peningkatan curah jantung.18,20

Resistensi vaskular merupakan oposisi aliran darah akibat adanya

gesekan antara darah dan dinding pembuluh darah. Resistensi vaskular

sangat bergantung terhadap ukuran lumen pembuluh darah, viskositas darah,

dan total panjang pembuluh darah. Jika terjadi peningkatan ukuran lumen

vaskular (vasokonstriksi) misalnya akibat stimulasi saraf simpatis, maka

akan meningkatkan resistensi vaskular. Semakin tinggi viskositas darah

seperti pada polisitemia, dehidrasi maka resistensi vaskular juga akan

meningkat. Peningkatan resistensi vaskular pada pembuluh darah sistemik

disebut juga dengan Resistensi Perifer Total (RPT). Peningkatan RPT dan

peningatan curah jantung akan meningkatkan tekanan darah.18

2.1.7.4 Regulasi Neural dan Hormonal Tekanan darah

Dalam regulasi neural, tekanan darah arteri dikontrol oleh suatu

reseptor yaitu baroreseptor. Reseptor ini terletak di dinding pembuluh darah

dan jantung (sinus carotis dan arkus aorta). Baroreseptor merupakan

mekanoreseptor yang peka terhadap perubahan tekanan arteri rerata dan

nadi. Jika ada suatu penyimpangan dari tekanan darah, maka potensial

baroreseptor akan mengembalikannya ke nilai tekanan darah normal.21

Gambar di bawah juga menjelaskan bahwa jika terdapat perubahan

pada tekanan darah misalnya saat tekanan darah tinggi, maka baroreseptor

pada sinus carotis dan arkus aorta akan meregang dan kemudian impuls

diteruskan menuju pusat kardiovaskular di medulla oblongata melalui

inervasi jantung yaitu n.glossopharyngeus dan n.vagus.

Dari kedua saraf ini menuju spinal cord dan menurunkan kerja saraf

simpatis, menurunkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin dari medula

Page 28: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

14

adrenal, serta meningkatkan kerja parasimpatis yang akan menyebabkan

penurunan curah jantung dan resistensi perifer total sehingga tekanan darah

menurun. Regulasi ini juga akan terjadi sebaliknya jika terjadi penurunan

tekanan darah.

Gambar 2.5 Inervasi jantung dan refleks baroreseptor

Dimulai dari baroreseptor, medulla oblongata, medulla spinalis,

lalu kembali ke jantung.Sumber: Tortora GJ, 2012

Selain regulasi neural, terdapat pula regulasi hormonal yang

berperan yaitu sistem renin angiotensin aldosteron (SRAA), hormon

antidiuretik (ADH), natriuretic peptide (NP), epinefrin dan norepinefrin.

Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (SRAA)

Saat tekanan darah menurun, maka aliran darah ke ginjal menurun

sehingga sel juxtaglomerular akan terstimulasi untuk melepaskan renin.

Renin menstimulasi perubahan angiotensinogen dari hati menjadi

angiotensin I. Angiotensin I akan diubah menjadi Angiotensin II oleh

angiotensin converting enzmye (ACE). Angiotensin II ini yang

menyebabkan vasokontriksi sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.

Page 29: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

15

Selain itu, angiotensin II menstimulasi pelepasan aldosteron sehingga

terjadi peningkatan reabsorbsi natrium di tubulus ginjal dan terjadi

retensi natrium yang menyebabkan volume plasma meningkat. Renin

ternyata juga ditingkatkan aktivitasnya oleh saraf simpatis.

ADH

Hormon ini dilepaskan oleh kelenjar pituitari bagian posterior untuk

meningkatkan reabsorbsi air sehingga akan terjadi peningkatan volume

darah. Selain itu, juga memiliki efek langsung untuk vasokonstriksi.

Natriuretic Peptide

Dinding atrium kanan jantung memproduksi atrial natriuretic peptide

(ANP) sebagai respon terhadap regangan yang berlebihan saat diastol.

Sedangkan, sel otot ventrikel memproduksi brain natriuretic peptide

(BNP). Kedua hormon ini memberikan efek peningkatan eksresi ion

natrium oleh ginjal, menghambat sekresi ADH, epinefrin, norepinefrin,

aldosteron, dan vasodilatasi sehingga dapat menurunkan volume darah.

Epinefrin dan Norepinefrin

Kedua hormon ini diproduksi oleh medula adrenal dan dilepaskan

sebagai respon terhadap adanya stimulasi saraf simpatis. Efek kedua

hormon ini dapat meningkatkan frekuensi jantung dan kontraktilitas

miokardium sehingga terjadi peningkatan curah jantung. Selain itu,

menyebabkan vasokonstriksi pada vena dan arteriol kulit dan organ

abdominal serta vasodilatasi pada jantung dan otot rangka.18,19,22

2.1.8 Patofisiologi Hipertensi

Ketika berbagai faktor risiko menyebabkan peningkatan tekanan darah,

maka baroreseptor akan berespon untuk menurunkan tekanan darah. Tetapi,

apabila tekanan darah yang tinggi ini terjadi secara terus-menerus, maka

baroreseptor tidak akan berespon dengan baik karena telah mengalami adaptasi.

Dalam hal ini, baroreseptor tetap berfungsi untuk mengatur tekanan darah tetapi

tekanan darah yang tinggi tersebut dikembalikan ke tingkat tekanan yang lebih

Page 30: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

16

tinggi.

Hipertensi dibagi menjadi dua yaitu hipertensi primer dan hipertensi

sekunder. Hipertensi primer disebut juga dengan hipertensi esensial/idiopatik.

Terjadi sekitar 90% kasus. Penyebab dari hipertensi primer ini tidak diketahui.21

Hipertensi primer dikaitkan dengan faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor

lingkungan yang dimaksud dapat berupa pola hidup seperti konsumsi alkohol,

perokok, makanan berkolesterol, konsumsi garam dalam jumlah berlebih,

obesitas, jarang berolah raga, dan pengguna kontrasepsi oral.22 Sedangkan,

dalam faktor genetik yang berperan meliputi polimorfisme gen yang mengkode

sistem renin angiotensin yaitu pada locus angiotensinogen dan locus reseptor

angiotensin.23 Hipertensi sekunder terjadi sekitar 10% kasus. Hipertensi

sekunder dapat diidentifikasi penyebabnya seperti adanya penyakit ginjal kronik,

feokromositoma, stenosis arteri renal, sleep apnea, dan kelebihan hormon

aldosteron.21,24

Mekanisme hipertensi meliputi empat hal yaitu volume intravaskular, sistem

saraf autonom, sistem renin angiotensin aldosteron, dan sistem vaskular yang

akan dibahas satu persatu.

Volume intravaskular

Peningkatan volume intravaskular, dalam hal ini adalah volume plasma

dapat terjadi salah satunya apabila konsumsi garam (NaCl) meningkat.

Peningkatan ini melebihi kemampuan ginjal untuk mengeksresikan natrium

sehingga terjadi retensi natrium. Natrium bersifat dapat menarik air yang

menyebabkan volume plasma meningkat. Akibat dari meningkatnya volume

plasma membuat jantung bekerja lebih kuat karena semakin banyak darah

yang akan dipompa sehingga isi sekuncup meningkat dan terjadi peningkatan

curah jantung.

Sistem saraf autonom

Dalam hal ini yang berperan adalah sistem saraf simpatis yang memiliki

empat reseptor yaitu α1,α2,β1,β2. Keempat reseptor tersebut akan bekerja

Page 31: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

17

jika substansi katekolamin (epinefrin, norepinefrin). Norepinefrin lebih

berikatan pada reseptor α dibanding reseptor β. Apabila katekolamin

dilepaskan dan berikatan dengan α1 yang terdapat di otot polos vaskular

maka akan terjadi vasokonstriksi. Reseptor β1 berada di miokardium

sehingga jika katekolamin dilepaskan dan berikatan dengan reseptor ini akan

terjadi kontraksi kuat dari miokardium sehingga meningkatkan curah

jantung.

Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Penurunan kadar NaCl pada makula densa ginjal, penurunan tekanan pada

arteriol aferen ginjal, dan aktivasi saraf simpatis melalui reseptor β1 dapat

menstimulasi pelepasan renin dari sel juxtaglomerular. Adanya renin akan

mengaktivasi angiotensin I (AT 1) dan AT1 akan diubah menjadi AT II.

Angiotensin II (AT II) dapat memicu sintesis dan pelepasan aldosteron dari

zona glomerulosa korteks adrenal. Aldosteron memiliki efek peningkatan

reabsorbsi natrium sehingga meningkatkan volume plasma. Selain itu,

aldosteron yang berikatan dengan reseptor mineralokortikoid pada

miokardium dapat meningkatkan deposisi matriks ekstraseluler sehingga

terjadi fibrosis jantung.

Mekanisme vaskular

Diameter lumen vaskular yang kecil, penurunan elastisitas vaskular, dan

gangguan fungsi dari endotel vaskular memiliki peran dalam mekanisme

hipertensi. Vascular remodelling, dalam hal ini dapat terjadi deposisi matriks

vaskular, peningkatan jumlah sel, serta inflamasi ringan dapat menyebabkan

diameter lumen vaskular mengecil dan terjadilah peningkatan resistensi

vaskular. Berkurangnya elastisitas vaskular yang berarti kakunya vaskular

juga membuat tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah semakin

tinggi. Pada endotel vaskular dapat terjadi sintesis substansi, salah satunya

adalah nitrit oksida (NO). Nitrit oksida memodulasi tonus vaskular sehingga

dapat terjadi vasodilatasi. Apabila terjadi gangguan endotel vaskular, maka

produksi NO berkurang sehingga terjadi vasokonstriksi.8,23

Page 32: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

18

Hipertensi meningkatkan kerja ventrikel kiri jantung karena harus

memompa darah ke sirkulasi sistemik dengan kuat. Untuk menghadapi tekanan

darah yang tinggi, otot jantung melakukan kompensasi untuk menebalkan otot

jantung secara konsentrik (hipertrofi konsentrik). Oleh karena mengalami

penebalan, maka relaksasi ventrikel kiri akan terganggu dan menyebabkan

fungsi diastolik juga terganggu. Akhirnya terjadi dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi

eksentrik). Sesuai dengan Hukum Frank Starling, dilatasi ventrikel kiri ini

membuat dinding ventrikel semakin regang dan menampung banyak darah untuk

selanjutnya diejeksikan ke sirkulasi. Tetapi, pada akhirnya akan terjadi gangguan

kontraksi miokard yang berujung pada iskemia miokard, disritmia, gagal jantung,

hingga kematian.23,25

2.1.9 Diagnosis Hipertensi

Pendekatan pada pasien hipertensi dimulai dengan melakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dan pemeriksaan

fisik ditujukan untuk memastikan dan membuktikan diagnosis hipertensi,

mencari tanda-tanda kerusakan organ target yang simtomatik, mencari faktor

risiko, riwayat pengobatan, skrining terhadap adanya hipertensi sekunder, dan

memastikan tekanan darah saat pasien datang.

Sedangkan pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mencari faktor risiko

tambahan, mencari kemungkinan hipertensi sekunder, dan ada/tidaknya

kerusakan organ target. Untuk menegakkan diagnosis hipertensi dilakukan

secara bertahap dan paling tidak dilakukan sebanyak dua kali pengukuran

tekanan darah dalam kunjungan yang kedua atau ketiga.11

Page 33: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

19

Gambar 2.6 Algoritma Pendekatan Diagnosis Hipertensi

Pengukuran tekanan darah dilakukan lebih dari 1 kali untuk dapat

menegakkan diagnosis hipertensi, kecuali jika pada kunjungan

pertama sudah memenuhi kriteria hipertensi urgensi/emergensi.Sumber: PERKI, 2015

2.1.10 Terapi Hipertensi

Dalam penatalaksanaan hipertensi dapat digunakan beberapa standar,

diantaranya JNC 7, JNC 8, A Statement by the American Society of Hypertension

and the International Society of Hypertension 2013 (ASH/ISH), dan European

Society of Hypertension and of the European Society of Cardiology 2013

(ESH/ESC). Pada subbab ini akan ditampilkan algoritma ataupun rekomendasi

terapi dari standar yang telah disebutkan.

Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan organ target seperti jantung, otak,

Page 34: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

20

dan ginjal maka tujuan dari penatalaksanaan penyakit ini adalah untuk

menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat kerusakan organ target.26

Pengobatan hipertensi dapat secara non-farmakologis dan farmakologis. Pada

pengobatan non-farmakologis dapat dilakukan dengan memodifikasi gaya hidup

dan mengurangi faktor risiko. Sedangkan, pada pengobatan secara farmakologis

dapat dilakukan dengan pemberian obat antihipertensi. Penggunaan farmakologi

antihipertensi dilaporkan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas dengan

efektif karena telah diteliti dan diuji secara klinis.27

Prinsip dalam pengobatan pada pasien hipertensi diawali dengan terapi

nonfarmakologis. Pertama, menurunkan berat badan dengan cara mengkonsumsi

sayuran, buah-buahan, konsumsi produk rendah lemak yang dibuktikan dapat

mengatasi dislipidemia, diabetes, dan hipertensi. Kedua, mengurangi konsumsi

garam. Makanan yang tinggi akan kandungan garam berupa acar, makanan

kaleng, roti, makanan siap saji, sup, dan daging yang diproses.24

Berdasarkan ESH/ESC 2013, restriksi garam sebesar 2-6 gram per hari

direkomendasikan dengan Level of Evidence A.16 Yang ketiga, melakukan

olahraga aerobik seperti jogging, berjalan cepat, bersepeda, dan lain-lain dalam

waktu paling tidak 30 menit selama 5-7 hari per minggu juga direkomendasikan

karena dapat menurunkan tekanan sekitar 4-9 mmHg. Yang keempat, berhenti

merokok untuk menurunkan berbagai risiko penyakit kardiovaskular. Terakhir

yaitu dengan mengurangi konsumsi alkohol maksimal sehari 2 gelas. Khusus

wanita, konsumsi alkohol dibatasi hanya dengan 1 gelas per hari.16,24

Dalam literatur dijelaskan bahwa terapi farmakologis antihipertensi dimulai

pada hipertensi derajat 1 yang tidak dapat menurunkan tekanan darahnya > 6

bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien hipertensi derajat ≥ 2.

Berdasarkan JNC 8 dan ASH 2013, target pengobatan hipertensi pada usia <60

tahun hingga tekanan darah < 140/90 mmHg dan target untuk usia ≥ 60 tahun

mencapai < 150/90 mmHg. Pada kondisi pasien hipertensi dengan diabetes dan

penyakit ginjal kronik target tekanan darah yang direkomendasikan adalah <

140/90 mmHg, walaupun dalam literatur lain masih merekomendasikan

Page 35: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

21

targetnya mencapai < 130/80 mmHg.24,28

Berdasarkan ESH/ESC 2013 lini pertama untuk terapi hipertensi yaitu

diuretik, ACE-inhibitor, CCB, ARB, dan beta-blocker. Dalam kasus hipertensi

sistolik terisolasi pada usia lanjut dapat diberikan diuretik atau CCB. Dalam

kasus hipertensi sistolik terisolasi pada usia muda dijelaskan bahwa tidak ada

bukti yang menyebutkan bahwa dengan penggunaan antihipertensi dapat

bermanfaat. Oleh karena itu, usia muda dengan hipertensi sistolik terisolasi

hanya dilakukan terapi non-farmakologi seperti perubahan gaya hidup.

Sedangkan, terapi kombinasi yang direkomendasikan dalam standar ini dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.7 Kombinasi Antihipertensi

Diuretik tiazid atau antagonis kalsium dikombinasi dengan

ACE-inhibitor atau penghambat reseptor angiotensin

merupakan kombinasi yang disukai.Sumber: ESH/ESC Guidelines 2013

Garis hijau lurus menunjukan kombinasi yang disukai. Garis hijau

putus-putus menunjukan kombinasi yang bermanfaat namun memiliki

keterbatasan. Garis hitam putus-putus merupakan kombinasi yang mungkin

dapat digunakan namun kurang diuji, dan garis merah merupakan kombinasi

Page 36: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

22

yang tidak direkomendasikan. Terapi kombinasi ini dapat dipertimbangkan untuk

pasien hipertensi yang memiliki risiko kardiovaskular tinggi atau tekanan darah

tinggi yang jelas. Apabila dengan kombinasi dua obat tidak dapat mencapai

target tekanan darah, maka dapat dilakukan menambah obat ketiga atau

menaikkan kombinasi dua obat sebelumnya pada dosis penuh.16

Di bawah ini terdapat algoritma terapi hipertensi secara umum berdasarkan

Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular yang disusun

oleh PERKI 2015 yang bersumber dari A Statement by the American Society of

Hypertension and the International Society of Hypertension 2013.11

Gambar 2.8 Algoritma Tatalaksana Hipertensi

Dalam mengaplikasikannya dapat dilihat berdasarkan klasifikasi

hipertensi dan usia pasien.Sumber: PERKI, 2015

Berikut terdapat tabel perbandingan standar JNC 8, JNC 7, A Statement by

the American Society of Hypertension and the International Society of

Page 37: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

23

Hypertension 2013 (ASH/ISH), dan European Society of Hypertension and of the

European Society of Cardiology 2013 (ESH/ESC) yang diklasifikasikan

berdasarkan populasi, target tekanan darah, dan pilihan terapi lini pertama yang

sebagian bersumber dari JNC 8.

Tabel 2.2 Perbandingan Standar JNC 7, JNC 8, ASH/ISH 2013, ESH/ESC 2013*

Standar Populasi Target TekananDarah (mmHg)

Pilihan terapi linipertama

ESH/ESC 2013 Bukan usia lanjut,umum

<140/90Diuretik, beta blocker,ACE-inhibitor/ARB,antagonis kalsium

Usia lanjut <80tahun

<150/90

Umum, ≥80 tahun <150/90Hipertensi sistolikterisolasi (usialanjut)

<150/90 Diuretik tiazid ataukalsium antagonis

JNC 8 Umum, ≥60 tahun <150/90 Diuretik tiazid, ACE-I /ARB, antagonis kalsiumUmum, <60 tahun <140/90

JNC 7 Hipertensi derajat 1(140-159/90-99)

<140/90 Diuretik tiazid

Hipertensi derajat 2( ≥160/100)

<140/90 Kombinasi diuretiktiazid denganACE-inhibitor / ARB/beta blocker/antagoniskalsium

ASH/ISH 2013 Hipertensi derajat 1(140-159/90-99)<60 tahun≥60 tahun

<140/90<140/90,jika >80 tahuntarget <150/90

ACE-inhibitor/ARB Diuretik tiazid /

antagonis kalsium

Hipertensi derajat 2(≥160/100))Semua usia

<140/90Kombinasi antagoniskalsium/tiazid denganACE-inhibitor/ARB

* telah diolah kembali

Sumber: JNC 8

Page 38: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

24

2.1.10.1 Diuretik

Diuretik terdiri dari berbagai macam jenis yaitu diuiretik tiazid,

diuretik kuat/loop diuretic, dan diuretik hemat kalium. Efek kerja dari

diuretik berupa deplesi natrium, air, dan klorida tubuh sehingga mengurangi

volume plasma dan menyebabkan penurunan tekanan darah. Diuretik tiazid

biasanya yang digunakan sebagai obat antihipertensi lini pertama

sedangkan diuretik lainnya digunakan apabila terdapat hipertensi dengan

kondisi-kondisi lain. Semua obat golongan diuretik bekerja di ginjal dan

efektif menurunkan tekanan darah 10-15 mmHg pada sebagian besar

pasien.

Diuretik tiazid

Obat ini berkerja di tubulus distal ginjal dengan menghambat simport

Na+ Cl- sehingga natrium dan klorida yang seharusnya direabsorbsi,

akan meningkat ekskresinya dan dikeluarkan melalui urin.29,30

Golongan diuretik tiazid terdiri dari hidroklorotiazid (HCT),

bendroflumetiazid, klorotiazid, indapamid, dan klortalidon. Perbedaan

diantaranya adalah waktu paruh dan keefektifan obat dalam gangguan

fungsi ginjal. Sediaan obat yant tersedia di Indonesia untuk HCT 25

mg dan 50 mg tablet, untuk Klortalidon 50 mg tablet, dan untuk

Indapamid 2,5 mg tablet.29 HCT memiliki waktu paruh 10-12 jam,

bioavaibilitas 70%31.

Dosis terendah yang direkomendasikan untuk HCT adalah 12,5 mg 1x

per hari. Sedangkan dosis biasanya yang digunakan 12,5-50 mg 1x per

hari.24 Indapamid memiliki waktu paruh 15-25 jam dan masih efektif

untuk pasien gangguan ginjal, efek netral pada metabolisme lemak,

dan efektif pada pasien hipertrofi ventrikel.29 Dosis awal indapamid

yang direkomendasikan 1,25 mg dengan pemberian 1x sehari.

Sedangkan untuk klortalidon dosis awal yang direkomendasikan 12,5

mg dengan pemberian 1x sehari.28 Klortalidon memiliki efek lebih

kuat dibanding HCT jika diberikan dengan dosis yang sama dan

Page 39: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

25

Gambar 2.9 Mekanisme dan target kerja golongan diuretik

Diuretik terdiri dari diuretik kuat, diuretik tiazid, dan

diuretik hemat kalium yang memiliki cara kerja

berbeda-beda di ginjal.Sumber: Goodman & Gilman’s, 2011

memiliki durasi yang lebih panjang.24 Diuretik tiazid khususnya HCT

lebih natriuretik pada dosis tinggi dan bila digunakan dalam dosis

rendah menunjukan efek yang sama kuatnya dengan dosis tinggi. Hal

ini berbeda dengan diuretik kuat yaitu jika semakin besar dosisnya

akan semakin tinggi pula respon terhadap tekanan darahnya.30,31

Diuretik tiazid sering dikonsumsi sebagai obat tunggal ataupun

kombinasi. Kombinasi diuretik tiazid dengan ACE-inhibitor/ARB lebih

efektif untuk menurunkan tekanan darah dan dapat mengurangi efek

metabolik sedangkan kombinasi tiazid dengan diuretik hemat kalium

dapat mencegah hipokalemia.24 Kombinasi tiazid dengan β blocker

juga efektif namun harus hati-hati dengan pasien diabetes karena

mengingat adanya reseptor β2 pada pankreas. Apabila reseptor tersebut

Page 40: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

26

dihambat maka sekresi insulin akan semakin berkurang. Diuretik tiazid

dapat mengurangi sekresi insulin sehingga memiliki efek

hiperglikemia. Selain itu dapat meningkatkan kadar LDL dan TG

darah. Efek utama dari diuretik tiazid berupa diuresis yaitu

peningkatan ekskresi urin maka dapat terjadi hiponatremi, hipokalemi

(kecuali diuretik hemat kalium), dan hiperurisemia sehingga tidak baik

dikonsumsi apabila ada kontraindikasi tersebut.29

Diuretik kuat/loop diuretic

Obat ini bekerja di ansa Henle cabang asenden tebal (CAT). Karena

CAT merupakan segmen yang memiliki kapasitas tinggi untuk

mereabsorbsi NaCl, maka kemampuan obat untuk diuresis juga kuat.

Oleh karena itu, diuretik kuat jarang untuk antihipertensi, kecuali jika

terdapat edema pulmo, gangguan fungsi ginjal yang ditunjukkan

dengan nilai kreatinin serum dan ureum meningkat, dan gagal jantung.

Contoh obat diuretik kuat meliputi furosemid, torsemid, bumetanid

(derivat sulfonamid) dan asam etakrinat (bukan derivat sulfonamid).

Durasi efek furosemid 2-3 jam dengan bioavaibilitas sekitar 60%.30,31

Dosis furosemid yang dianjurkan sebagai antihipertensi 20-80 mg

dengan pemberian 2-3x sehari. Sediaan yang teresdua tablet 40 mg dan

ampul 20 mg. Dosis asam etakrinat 25-100 mg dengan pemberian 2-3x

sehari. Sediaan yang tersedia untuk asam etakrinat tablet 25 mg dan 50

mg. Frekuensi pemberian diuretik kuat lebih sering karena waktu

paruh yang umumnya pendek.29

Efek samping dari diuretik kuat hampir sama dengan diuretik tiazid

seperti hiponatremi, hipokalemi, hipomagnesemia yang dapat

menyebabkan aritmia jantung, hiperurisemia, hiperglikemia,

peningkatan LDL dan TG. Yang membedakannya yaitu diuretik kuat

dapat menyebabkan hiperkalsiuria karena pada CAT terjadi proses

reabsorbsi kalsium sehingga dalam literatur disebutkan harus

Page 41: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

27

berhati-hati pada pasien perempuan menopause yang menderita

osteopeni karena dapat memperburuk kondisinya.30 Selain itu untuk

diuretik kuat yang merupakan derivat sulfonamid dapat menimbulkan

reaksi alergi berupa ruam kulit dan eosinofilia.31

Diuretik hemat kalium

Golongan hemat kalium bekerja di tubulus distal akhir dan duktus

koligentes dengan cara menghambat reseptor mineralokortikoid

(spironolakton) dan influks natrium melalui kanal ion di membran

lumen (triamteren).31 Diuretik ini merupakan diuretik lemah dan dapat

menimbulkan hiperkalemia. Jenis obat golongan ini terdiri dari

spironolakton, triamteren, dan amilorid. Spironolakton merupakan

antagonis aldosteron. Obat ini akan berikatan dengan reseptor

aldosteron/mineralokortikoid sehingga akan menurunkan reabsorbsi

NaCl. Antagonis aldosteron ini kerjanya bergantung terhadap

prostaglandin ginjal sehingga apabila dikonsumsi bersamaan dengan

OAINS maka OAINS akan menghambat diuretik hemat kalium. Dosis

spironolakton sebagai antihipertensi 25-100 mg dengan pemberian 1x

dan sediaan yang tersedia tablet 25 mg dan 100 mg.29 Waktu paruh

spironolakton cukup singkat sekitar 1,6 jam. Selain bekerja pada

reseptor aldosteron, spironolakton juga memiliki afinitas tinggi

terhadap reseptor progesteron dan androgen sehingga memiliki efek

samping ginekomastia, impoten, dan menstruasi yang irregular.30

2.1.10.2 Penghambat Sistem Renin-Angiotensin

Seperti yang telah kita ketahui bahwa Sistem Renin Angiotensin

sangat berperan dalam proses terjadinya hipertensi. Terdapat 2 golongan

obat dalam penghambat SRA ini yaitu ACE-inhibitor dan ARB.32

Page 42: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

28

Gambar 2.10 Mekanisme kerja ACE-inhibitor dan ARBs

ACE-inhibitor bekerja dengan menghambat enzim ACE.

Sedangkan ARBs bekerja dengan menghambat reseptor

angiotensin.Sumber: Katzung BG, 2009

ACE-inhibitor

Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) dibuktikan

dapat menurunkan tekanan darah dengan menghambat enzim yang

mengubah AT I menjadi AT II sehingga terjadinya vasodilatasi dan

penurunan retensi natrium, peningkatan kalium darah. AT II memiliki

2 jenis reseptor yaitu reseptor AT1 dan reseptor AT2. Dalam keadaan

fisiologis ikatan Angiotensin II dengan reseptor AT1 akan

mengaktifkan fosfolipase C yang akan mengubah fosfoinositol difosfat

menjadi inositol trifosfat dan diasilgliserol. Inositol trifosfat

menyebabkan perpindahan kalsium dari retikulum sarkoplasma ke

sitoplasma sehingga kalsium meningkat di sitoplasma dan terjadilah

depolarisasi membran yang mengakibatkan kanal kalsium terbuka.

Akhirnya terjadi kontraksi otot polos vaskular yang mengakibatkan

Page 43: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

29

vasokonstriksi. ACE juga membantu dalam proses degradasi

bradikinin sehingga menjadi metabolit. Bradikinin adalah suatu

vasodilator poten yang menstimulasi pelepasan nitrit oskida. Jika

proses ini dihambat, maka akan terjadi vasodilatasi yang dapat

menurunkan tekanan darah. Jenis obat pada golongan ini berupa

kaptopril, lisinopril, elanapril, kuinapril, ramipril, silazapril, dan

lain-lain. Sediaan obat pada captorpril tablet 12,5 mg dan 25 mg.

Sediaan lisinopril tablet 5 mg dan 10 mg. Sediaan elanapril tablet 5 mg

dan 10 mg.

Kaptopril merupakan jenis obat tersering yang digunakan sebagai

antihipertensi. Obat ini bekerja secara langsung sama dengan lisinopril.

Sedangkan elanapril dan yang lainnya sebagai prodrug.29,32 Kaptopril

memiliki waktu paruh 2,2 jam dengan bioavaibilitas 65%.29 Dosis

terendah kaptopril yang direkomendasikan adalah 12,5 mg dengan 2x

pemberian per hari. Sedangkan dosis yang biasanya digunakan 50-100

mg 2x per hari.24 Kaptopril tidak dapat dikombinasikan dengan ARB

karena akan memperberat fungsi ginjal. Jika kaptopril akan

dikombinasikan dengan diuretik (mis.tiazid) sebaiknya diberi jarak

dalam penggunaannya untuk menghindari efek hipotensi.24 Tidak

seperti diuretik tiazid, ACE-inhibitor tidak mengganggu metabolisme

lipid darah dan mengurangi resistensi insulin sehingga untuk pasien

diabetes dan gangguan profil lipid cukup aman.29

Lisinopril memiliki waktu paruh lebih lama sekitar 12 jam. Dosis awal

yang direkomendasikan 10 mg dengan pemberian 1x sehari.28

Sedangkan elanapril, merupakan golongan ACE-inhibitor yang bersifat

prodrug sehingga harus diubah dahulu menjadi obat aktif dengan

proses hidrolisis terutama di hepar. Waktu paruh elanapril sekitar 11

jam.29Dosis awal yang direkomendasikan untuk elanapril 5 mg dengan

pemberian 1-2x per hari.28

Page 44: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

30

Dalam literatur dijelaskan bahwa kombinasi ACE-inhibitor mempunyai

efek sinergistik dengan diuretik sekitar 85% tekanan darahnya akan

terkendali. Efek penggunaan ACE-inhibitor yang meningkatkan bradikinin

selain menimbulkan efek vasodilator ternyata dapat mengakibatkan batuk

kering dan angioedema. Ruam dan gangguan pengecapan juga dapat terjadi

pada penggunaan kaptopril karena diduga adanya gugus SH pada obat

kaptopril. Penggunaan ACE-i pada pasien stenosis arteri ginjal bilateral

dapat mengakibatkan gagal ginjal akut karena efek dari ACE-i yang

membuat arteriol eferen renal vasodilatasi sehingga tekanan intraglomerular

akan menurun. Selain itu, golongan ACE-i dapat menyebabkan hipotensi

janin, anuria, kegagalan ginjal janin, dan ada yang melaporkan terjadi

malformasi atau kematian janin sehingga tidak direkomendasikan untuk ibu

hamil di trimester 2 dan 3 gestasi.29,31 Kategori ACE-inhibitor untuk ibu

hamil adalah D.

ARB

Angiotensin receptor blocker (ARB) hampir memiliki efek yang sama

dengan ACE-i, namun yang membedakannya adalah mekanisme kerja,

dosis, dan efek samping yang ditimbulkannya. Obat ARB ini bekerja

dengan menghambat reseptor AT1. Reseptor AT1 terdapat di otot polos

vaskular, otot jantung dan beberapa di ginjal, otak, dan kelenjar

adrenal. Sedangkan reseptor AT2 terdapat di medula adrenal dan

kemungkinan di SSP. Efek yang ditimbulkan akibat inhibisi reseptor

AT1 berupa vasodilatasi dan penurunan retensi natrium, peningkatan

kalium darah. Jenis obat golongan ARB meliputi losartan, candesartan,

telmisartan, valsartan, dan irbesartan. ARB tidak seperti ACE-i yang

menghambat enzim pengubah angiotensin sehingga tidak terjadi

inhibisi degradasi bradikinin dan bradikinin tetap menjadi metabolit

inaktif. Hal tersebut menyebabkan ARB tidak menimbulkan efek

samping batuk kering dan angioedema. Walaupun dalam literatur ada

yang menjelaskan bahwa tidak menutupi kemungkinan untuk

Page 45: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

31

terjadinya batuk kering dan angioedema pada pengguna ARB.

Golongan ARB juga tidak dapat digunakan untuk ibu hamil karena

efek teratogenik seperti ACE-inhibitor.

Losartan memiliki waktu paruh 1-2 jam, namun sekitar 15% losartan

didalam tubuh akan menjadi metabolit aktif yang memiliki waktu

paruh 3-4 jam dengan bioavaibilitas 36% dan sebagian besar obatnya

diekskresi melalui feses. Sediaan obat pada losartan berupa tablet 50

mg.24,29,31 Dosis awal losartan yang direkomendasikan 50 mg dengan

pemberian 1-2x sehari. Sedangkan candesartan memiliki sediaan obat

tablet 4 mg, 8 mg, dan 16 mg. Dosis awal candesartan yang

direkomendasikan sebesar 4 mg dengan pemberian 1x sehari.28

2.1.10.3 Calcium Channel Blocker (CCB)

Golongan obat CCB bekerja dengan cara menginhibisi kanal

kalsium ada otot polos vaskular dan otot jantung. Pada otot polos, ketika

kanal kalsium tersebut dihambat menyebabkan penurunan influks kalsium

transmembran yang menghasilkan tonus melemah dan terjadi relaksasi pada

otot polos vaskular. Relaksasi ini sebagai bentuk dari terjadinya vasodilatasi.

Arteriol lebih sensitif dibandingkan vena sehingga arteriol lebih cepat

berdilatasi dan dapat menurunkan resistensi perifer. Pada otot jantung,

dapat mengganggu proses eksitasi-kontraksi dan juga mempengaruhi

konduksi sel otoritmik jantung (SA node, AV node). Efek toksisitas apabila

obat bekerja dengan inhibisi kanal kalsium adalah depresi jantung yang

meliputi gagal jantung, bradikardi, gagal jantung, dan blokade AV.24,29,31

Terdapat 2 macam jenis golongan obat CCB, yaitu golongan

dihidropiridin dan golongan non-dihidropiridin.

Golongan dihidropiridin

Golongan ini bersifat vaskuloselektif, artinya pada dihidropiridin

lebih menginhibisi kanal kalsium pada otot polos vaskular

dibandingkan dengan otot jantung. Dengan sifat tersebut menyebabkan

Page 46: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

32

efek langsung terhadap SA node dan AV node minimal, resistensi

perifer berkurang tetapi efek pada jantung tidak begitu berarti, dan

relatif aman bila dikombinasi dengan β blocker. Obat golongan

dihidropiridin berupa amlodipin, nifedipin, nicardipin, nimodipin, dan

lain-lain. Amlodipin dan nifedipin merupakan golongan dihidropiridin

yang lebih sering digunakan dan memiliki efek bermanfaat dalam

kardiovaskular dan hipertensi.24

Nifedipin ada sediaan yang kerja cepat dan lepas lambat. Nifedipin

kerja cepat meningkatkan risiko infark miokard pada pasien hipertensi

sehingga tidak tepat pemberiannya pada pasien penyakit jantung

koroner. Sediaan obat nifedipin kerja cepat berupa tablet 10 mg,

sedangkan untuk kerja lambat tablet 30 mg, 60 mg, dan 90 mg. Waktu

paruh nifedipin 4 jam sehingga frekuensi pemberian dapat 2-3x sehari

dan dengan bioavaibilitas 45-70%. Nifedipin dimetabolisme > 95% di

hati dan ekskresi lewat ginjal < 1%.24,29,31 Dosis terendah nifedipin

yang direkomendasikan sebagai antihipertensi 30 mg dalam sehari,

sedangkan dosis yang biasanya digunakan 30-90 mg dalam sehari.24

Nifedipin dengan dosis awal 10 mg dapat menurunkan tekanan darah

dalam waktu 10 menit. Penggunaannya sebaiknya dikunyah lalu

ditelan.

Amlodipin memiliki sediaan tablet 5 mg dan 10 mg, Waktu paruh

amlodipin lebih lama dibanding nifedipin, yaitu 30-50 jam sehingga

frekuensi pemberiannya biasanya hanya satu kali. Biovaibilitasnya

60-65%, metabolisme di hati > 90%, dan dieksresi di ginjal < 10%.29,31 Dosis terendah amlodipin yang direkomendasikan 2,5 mg dengan

pemberian 1x per hari. Sedangkan dosis yang biasanya digunakan 5-10

mg dengan pemberian 1x per hari.24

Golongan non-dihidropiridin

Berbeda dengan dihidropiridin, golongan ini lebih bersifat

Page 47: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

33

kardioselektif. Artinya, lebih menekan kanal kalsium pada otot jantun

sehingga tidak aman untuk pasien gagal jantung akut. Golongan ini

juga berinteraksi dengan sel otoritmik berupa SA node dan AV node

sehingga menyekat takikardi. Oleh karena itu, non-dihidropiridin

selain sebagai antihipertensi, juga efektif untuk terapi antiritmik. Jenis

golongan ini meliputi verapamil dan diltiazem. Sediaan obat yang

tersedia untuk verapamil tablet 40 mg, 80 mg, 120 mg, dan ampul 2,5

mg/mL. Sediaan obat untuk diltiazem berupa tablet 30 mg, 60 mg, dan

ampul 50 mg.

Verapamil memiliki waktu paruh 6 jam dengan biovaibilitas 20-35%,

metabolisme di hati > 95%, dan diekskresi ginjal 3-4%.29,31 Dosis

rendah verapamil yang direkomendasikan 120 mg dalam sehari dan

dosis biasa yang digunakan 240-480 mg dalam sehari.24

Diltiazem mempunyai waktu paruh 3-4 jam dengan bioavaibilitas

40-65%, metabolisme di hati > 95%, dan dieksresi ginjal 1-4%. Dosis

diltiazem lepas lambat yang direkomendasikan 120-180 mg dengan

frekuensi pemberian 1x sehari.28

Berbeda dengan diuretik, ACE-i, dan ARB, golongan CCB ini tidak

memiliki efek negatif terhadap profil lipid, glukosa, maupun asam urat.

Efek samping dari CCB antara lain retensi urin dan konstipasi akibat otot

polos saluran cerna dan kandung kemih yang juga mengalami relaksasi,

edema perifer yang biasanya terjadi pada golongan dihidropiridin karena

dilatasi arteriol melebihi vena sehingga tekanan hidrostatik meningkat dan

cairan menuju interstisial, bradiaritmia, gangguan konduksi, dan hiperplasia

gusi.29

2.1.10.4 β blocker

Golongan penyekat beta yang digunakan sebagai antihipertensi

sebaiknya yang bersifat kardioselektif, artinya bekerja pada reseptor β1

Page 48: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

34

jantung sehingga efek β2 nya minimal atau tidak ada. Mekanisme kerja

obat golongan ini dengan menghambat pelepasan renin di sel

juxtaglomerular, menurunkan kontraktilitas miokardium, dan menurunkan

frekuensi jantung melalui hambatan SA node dan AV node sehingga

ketiganya akan menghasilkan penurunan tekanan darah.29 Dalam literatur

dijelaskan bawah selain sebagai antihipertensi, penyekat beta ini memiliki

manfaat klinis yang kuat terhadap pasien dengan riwayat gagal jantung dan

infark miokard, serta efektif untuk terapi angina pectoris.24 Jika

menggunakan penyekat beta non-selektif tentunya akan ada beberapa efek

samping yang dihasilkannya, tetapi tidak menutupi kemungkinan untuk

penyekat beta selektif tidak menghasilkan efek samping. Penggunaan

antagonis β non-selektif dapat berbahaya untuk pasien hipertensi dengan

asma atau penderita saluran napas reaktif lain karena reseptor β2 akan ikut

terinhibisi sehingga terjadi bronkokonstriksi. Penggunaan antagonis β1

yang kardioselektif pun harus berhati-hati untuk penderita saluran napas

karena masih memungkinkan adanya serangan asma. Selain itu, golongan

penyekat beta sebaiknya dihindari untuk pasien diabetes dependen insulin

karena dapat terinhibisinya reseptor β2 pada pankreas yang berfungsi

sebagai sekresi insulin. Penghentian penggunaan obat ini sebaiknya tidak

secara mendadak karena akan menimbulkan withdrawal syndrome atau

sindroma putus obat dengan gejala gugup, takikardi, peningkatan tekanan

darah, peningkatan intensitas angina.29,31 Jenis obat golongan penyekat beta

yang selektif terhadap β1 meliputi atenolol, metoprolol, bisoprolol,

asebutolol. Sedangkan karvedilol, labetalol, propanolol, dan lain-lain

merupakan β non selektif.

Metoprolol dan atenolol merupakan kardioselektif yang juga sering

digunakan untuk terapi antihipertensi. Metoprolol dimetabolisme oleh

enzim CYP2D6 dan memiliki efek minimal terhadap bronkokonstriksi

dibandingkan dengan propanolol.30

Page 49: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

35

Gambar 2.11 Klasifikasi antagonis adrenoreseptor

Antagonis adrenoreseptor terbagi menjadi reseptor alfa dan

beta (non selektif alfa, selektif alfa 1, selektif beta 2, selektif

beta 1, non selektif beta 1).Sumber: Goodman & Gilman’s, 2011

Waktu paruhnya 4-6 jam tetapi ada regimen yang lepas lambat

sehingga dapat diberikan dengan frekuensi 2x sehari. Metoprolol kurang

kardioselektif dibandingkan dengan atenolol. Bioavailabilitas metoprolol

40% sedangkan bioavailabilitas atenolol 60% dan waktu paruhnya 6 jam.

Atenolol memiliki efek minimal terhadap SSP.29,32 Dosis awal yang

direkomendasikan untuk metoprolol 50 mg dengan pemberian 1-2x sehari

sedangkan dosis awal yang direkomendasikan untuk atenolol 25-50 mg

dengan pemberian 1x sehari.28 Sediaan obat untuk metoprolol biasa tablet

50 mg dan 100 mg, untuk metoprolol lepas lambat tablet 100 mg.

Sedangkan sediaan obat untuk atenolol tablet 50 mg dan 100 mg.29

Labetalol merupakan β blocker dan α1 blocker sehingga memiliki

efek vasodilatasi untuk mengurangi resistensi perifer. Rasio respons

terhadap reseptor β : α1 adalah 3:1. Labetalol direkomendasikan sebagai

Page 50: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

36

terapi untuk hipertensi emergensi karena kombinasi target kerjanya.24,32

Waktu paruh labetalol 3-4 jam dengan bioavailabilitas oral sekitar 33%.

Sediaan obat untuk labetalol tablet 100 mg.29,30 Dosis rendah yang

direkomendasikan 100 mg 2x sehari dan dosis biasa 100-300 3x sehari.24

2.1.10.5 Agen sentral (adrenolitik sentral)

Golongan obat ini yang sangat terkenal meliputi klonidin dan

metildopa. Keduanya efektif untuk menurunkan tekanan darah pada semua

golongan usia. Metildopa direkomendasikan untuk ibu hamil dengan

hipertensi.24

Gambar 2.12 Biosintesis katekolamin

Katekolamin berasal dari tirosin yang akan membentuk

dopamin dan dengan bantuan enzim akan membentuk

norepinefrin dan epinefrin.Sumber: Katzung BG, 2009

Metildopa merupakan analog dari L-dopa yang akan dikonversi

Page 51: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

37

menjadi alfa-metildopamin dan alfa-metilnorepinefrin.

Alfa-metilnorepinefrin akan berikatan dengan reseptor α2 sentral yang

terletak di presinaps saraf adrenergik dan sebagian di pascasinaps sehingga

mengurangi pelepasan norepinefrin dan menyebabkan penurunan sinyal

simpatis ke perifer. Penurunan sinyal simpatis ini mengakibatkan resistensi

perifer berkurang tanpa mempengaruhi curah jantung dan frekuensi jantung.

Oleh karena itu, refleks-refleks kardiovaskular umumnya tidak terlalu

terganggu dengan pemberian metildopa. Metildopa memiliki waktu paruh 2

jam dengan bioavailabilitas 25%. Efek maksimal dapat dicapai dalam 4-6

jam dan bertahan selama 24 jam. Kerja obat masih dapat menetap setelah

obat hilang dari sirkulasi.29,31

Dosis rendah metildopa yang direkomendasikan 125 mg 2x sehari

dengan dosis biasa 250-500 mg 2x sehari.24 Metildopa selain dikonversi

menjadi epinefrin, juga akan dikonversi menjadi dopamin. Oleh sebab itu,

penggunaan metildopa dapat memberikan efek tak diinginkan seperti sedasi

berlebihan, depresi mental, mimpi buruk, vertigo, mulut kering. Obat ini

juga dilaporkan dapat terjadi withdrawal syndrome/rebound phenomena

jika diberhentikan secara mendadak sehingga harus hati-hati pada pasien

yang tingkat kepatuhan minum obatnya rendah. 29,31,32

Page 52: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

38

2.2 Kerangka Teori

Pasien hipertensi

Gangguan pada aliran darah dan endotelvaskular

↑kontraktilitasmiokardium

↑ Frekuensijantung

↑volume darah

Peningkatan curahjantung

↑ tonusvaskular

Perubahanelastisitas vaskular

Peningkatan resistensiperifer total (TPR)

Peningkatan tekanandarah (hipertensi)

Pemberian obat antihipertensi: β blocker, diuretik, ACEinhibitor/ARB, α blocker, agen sentral, Calcium channelblocker (CCB)

Terapi obatantihipertensi rasional

Berdasarkan klasifikasiyang direkomendasikanASH 2013, JNC 8, JNC 7,dan ESH/ESC 2013

Tepatdosis &interval

Tepatobat

Tepatindikasi

Tepatdiagnosis

Tepatinformasi

Tepat carapemberian

Tepat lamapemberian

Tepat penilaiankondisi pasien

Tepatpenyerahan obat

Page 53: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

39

2.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan klasifikasiyang direkomendasikanASH 2013, JNC 8, dan

JNC 7

Peningkatan tekanandarah

Penderita hipertensi

Terapi obat antihipertensirasional

Tepat obat Tepat dosis &interval

Page 54: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

40

2.4 Definisi Operasional

Untuk melihat dan menilai variabel-variabel yang akan diukur, digunakan

definisi operasional dari masing-masing variabel yaitu:

No. Variabel DefinisiOperasional

Cara Ukur Alat Ukur Skala

1 PasienHipertensi

Pasien yangberkunjung kePuskesmas dandidiagnosahipertensi esensial

Sesuai yang tertulisdi rekam medis(kode H.001) dandata onlinepuskesmas

Rekam medisdan data onlinepuskesmas

Kategorik

2. Obatantihipertensi

Obat-obatan yangdigunakan untukmenurunkantekanan darah padapasien hipertensiyang tertulis dikolom terapi dalamrekam medis

Sesuai yang tertulisdi rekam medis

Rekam medisdan data onlinepuskesmas

Kategorik

3. Tepat Dosis Jumlah pemberianobat yang tidakberlebihan, tidakkurang,4 dan sesuaidengan standaryang digunakandalam penelitian

Studi pustaka AmericanSociety ofHypertensionand theInternationalSociety ofHypertension,2013, JNC 8,dan JNC 7

Kategorik

4. Tepat Obat Ketepatan untukmenentukan terapisetelah diagnosisditegakkansehingga harussesuai denganpenyakit pasien,4dan sesuai denganstandar yangdigunkan dalampenelitian

Studi pustaka AmericanSociety ofHypertensionand theInternationalSociety ofHypertension,2013, danESH/ESC 2013

Kategorik

Page 55: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

41

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan

pendekatan potong lintang (cross sectional).

3.2 Waktu dan tempat penelitian

3.2.1 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari - Juli 2016

3.2.2 Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Ciputat Jl. Ki Hajar Dewantoro No.7

Ciputat, Tangerang Selatan

3.3 Populasi dan sampel penelitian

3.3.1 Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah pasien hipertensi yang

mendapatkan obat antihipertensi.

3.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien hipertensi pada bulan

Januari-Maret tahun 2015 yang mendapat obat antihipertensi di Puskesmas

Ciputat.

3.3.3 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah pasien hipertensi bulan Januari-Maret tahun

2015 yang mendapat obat antihipertensi di Puskesmas Ciputat dengan

metode totally sampling yaitu sebanyak 80 sampel.

Page 56: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

42

3.3.4 Besar Sampel

Jumlah sampel yang dihitung menggunakan rumus:

N = (Zα2)pq)

d2

Keterangan:

Zα = deviasi baku normal untuk α. Nilai α dipilih sesuai dengan

interval kepercayaan (IK) yang diinginkan. IK 95%, maka α =

0,05, Zα = 1,96

p = proporsi atau prevalensi kejadian yang akan diteliti

q = 1-p

d = derajat ketelitian, biasanya 10% (0,1)

Interval kepercayaan dalam penelitian ini 95%, maka nilai Zα adalah 1,96.

Dari penelitian sebelumnya didapatkan nilai proporsi 76,09% sehingga nilai

p adalah 0,7609. Berdasarkan penetapan nilai tersebut, maka jumlah sampel

minimal yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

N = (1,96)2.0,7609.0,2391

(0,1)2

= 70 sampel

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil seluruh data (total sampel) yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, maka besar sampel yang diteliti

sebesar 80 sampel.

3.4 Kriteria sampel

3.4.1 Kriteria Inklusi

Pasien baru dan lama yang didiagnosis hipertensi esensial dalam

kunjungan pertama yang terdapat dalam rekam medis dan data online

Kelompok usia ≥ 18 tahun

Page 57: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

43

Tercatat tekanan darah dalam rekam medis

Tercatat nama obat dan dosis antihipertensi dalam rekam medis

Memiliki identitas lengkap (nama, usia, jenis kelamin, alamat) dalam

rekam medis dan data online puskesmas

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Pasien hipertensi esensial dengan diabetes mellitus, penyakit ginjal,

stroke, dan penyulit lainnya

Pasien dengan hipertensi terkontrol

Rekam medis yang tidak dapat terbaca

3.5 Managemen Data

3.5.1 Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa

data rekam medis dan data online bulan Januari - Maret tahun 2015 yang

diperoleh dari Puskesmas Ciputat.

3.5.2 Cara Kerja

Sebelum melakukan penelitian, dilakukan terlebih dahulu persiapan

penelitian berupa pembuatan surat izin dari kampus perihal melakukan

penelitian yang ditujukan ke Dinas Kesehatan Tangerang Selatan.

Kemudian, dari Dinas Kesehatan Tangerang Selatan mengeluarkan surat

izin pengambilan data untuk Puskesmas Ciputat. Selain itu juga dilakukan

pencarian literatur-literatur terkait penelitian yang akan dilakukan.

Selanjutnya, pemilihan sampel pasien hipertensi pada bulan Januari-Maret

2015 yang mendapat pengobatan antihipertensi melalui data online

puskesmas, data rekam medis, dan harus memenuhi kriteria inklusi. Dari

data online dan rekam medis dikumpulkan data-data berupa data tekanan

darah, jenis obat, dosis obat antihipertensi, dan identitas pasien. Kemudian,

semua data diolah dan dianalisa untuk ditarik hasil dan kesimpulan dari

Page 58: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

44

penelitian.

3.5.3 Alur Penelitian

3.5.4 Pengolahan, Analisis data, dan Penyajian data

Data yang telah dikumpulkan, diolah dengan menggunakan software

Microsoft Excel. Data kemudian diolah berdasarkan urutan abjad nama

pasien, lalu dikelompokkan sesuai kolom nomor rekam medis, tanggal

periksa, nama pasien, usia, alamat, tekanan darah, obat yang diberikan,

dosis, dan diagnosis pasien. Selanjutnya, data dianalisis dengan

menyesuaikan jenis obat yang tepat dan dosis obat yang tepat berdasarkan

Pengambilan sampel diPuskesmas Ciputat yangmemenuhi kriteria inklusi

Melalui rekam medis dan dataonline pada pasien yangterdiagnosis hipertensi

Melihat kolom keluhan ataupemeriksaan fisik dan kolomterapi untuk mendapatkan data

Data tekanan darah

Pengumpulan data

Pengolahan data dan analisis

Data jenis obatantihipertensi

Data dosis obat

Pembuatan proposal penelitian

Page 59: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

45

tekanan darah dan usia melalui studi pustaka JNC 8, JNC 7, ESH/ESC 2013,

dan American Society of Hypertension and the International Society of

Hypertension, 2013. Kemudian, diuji dengan SPSS dan data disajikan

dalam bentuk narasi, teks, dan tabel serta dihitung persentasenya. Hasil

penelitian dibuat dalam bentuk makalah laporan penelitian yang

dipresentasikan di hadapan staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter

FKIK UIN.

Page 60: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

46

BAB 4

HASILDAN PEMBAHASAN

Berdasarkan perhitungan besar sampel, subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi

adalah 80 orang, yaitu pasien hipertensi esensial tanpa penyulit/penyerta. Penelitian

ini menggunakan empat standar yaitu American Society of Hypertension and the

International Society of Hypertension 2013 (ASH 2013), JNC 7, JNC 8, dan ESH/ESC

2013. Digunakannya empat standar tersebut sesuai dengan yang direkomendasikan

oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dan yang

sering digunakan di Indonesia.

4.1 Distribusi Pasien berdasarkan Klasifikasi Hipertensi, Jenis Kelamin, dan

Usia

Tabel 4.1 Klasifikasi Hipertensi berdasarkan ASH 2013 dan ESH/ESC 2013 pada

pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015

Dari data tekanan darah berdasarkan American Society of Hypertension and the

International Society of Hypertension (ASH 2013) dan ESH/ESC 2013 pada tabel 4.1,

diketahui bahwa kasus terbanyak adalah hipertensi derajat 2 dengan 34 kasus (42,5%).

No Kategori Jumlah kasus Persentase

1 Optimal (<120/80) 0 0%

2 Normal (120-129/80-84) 0 0%

3 Normal tinggi (130-139/85-89) 0 0%

4 Hipertensi derajat 1 (140-159/90-99) 29 36,3%

5 Hipertensi derajat 2 (160-179/100-109) 34 42,5%

6 Hipertensi derajat 3 (≥180/≥110) 6 7,5%

7 Hipertensi sistolik terisolasi (≥140/<90) 11 13,75%

Total 80 100%

Page 61: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

47

Lebih besarnya kategori hipertensi derajat 2 juga disebutkan dalam penelitian

sebelumnya oleh Tyashapsari dkk (2012) jumlah 79 kasus (79%) dari 100 subjek.

Sedangkan pada penelitian Wulandari dkk (2010) kategori hipertensi derajat 2

terdapat 28 kasus (60,9%) dari 46 subjek.7,8

Tabel 4.2 Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin pada pasien hipertensi

rawat jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015.

Berdasarkan jenis kelamin (tabel 4.2) diketahui bahwa wanita memiliki jumlah

kasus terbesar yaitu 59 kasus (73,8%) dibandingkan pria 21 kasus (26,3%). Hal ini

serupa dengan penelitian Tarigan dkk (2014) yang menunjukan perempuan lebih

sering menderita hipertensi dengan 65 kasus (67,7%) dari 96 subjek dibanding

laki-laki 31 kasus (32,3%).9 Dari data yang dikeluarkan RISKESDAS (2013) juga

menunjukan bahwa prevalensi penderita hipertensi pada perempuan lebih tinggi yaitu

28,8% dan laki-laki sebesar 22,8% namun tidak begitu jauh perbedaannya.12 Hal ini

diperkuat dalam penelitian Geraci (2013) yang menyebutkan bahwa prevalensi wanita

penderita hipertensi di dunia diprediksikan akan meningkat 13% antara tahun

2000-2025. Hal ini dikarenakan wanita memiliki faktor risiko yang beragam

diantaranya obesitas sentral, tingginya kolesterol total, dan rendahnya HDL yang

dapat mencetuskan terjadinya hipertensi.33

Jika data dikelompokkan berdasarkan usia, (tabel 4.3) usia dengan rentang 55-64

tahun memiliki jumlah kasus terbesar yaitu 33 kasus (41,3%). Hal ini serupa dengan

penelitian Tarigan dkk (2014) yang menyebutkan bahwa terdapat 39 kasus hipertensi

(40,6%) dari 96 subjek, terjadi pada usia rentang 54-65 tahun.9 Dari RISKESDAS

(2013) juga menyatakan bahwa pada usia rentang 55-64 tahun persentasenya sekitar

Jenis Kelamin Jumlah kasus Persentase

Perempuan 59 73,8%

Laki-laki 21 26,3%

Total 80 100%

Page 62: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

48

45,9%.12

Teori menyatakan bahwa kasus hipertensi meningkat seiring penuaan. Proses

penuaan ini terjadi pada arteri besar yang mengalami kekakuan secara progresif

sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan penurunan tekanan

darah diastolik.

Tabel 4.3 Distribusi pasien berdasarkan usia pada pasien hipertensi rawat jalan di

Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015.

Kekakuan arteri ini merupakan prediktor utama dalam peningkatan morbiditas

dan mortalitas pada pasien hipertensi.24,34 Namun pada penelitian ini ternyata

didapatkan jumlah kasus hipertensi di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015 pada

rentang usia 65-74 tahun hanya 5 kasus dan tidak ditemukan kasus hipertensi pada

usia 75+ dalam kurun waktu tersebut.

4.2 Evaluasi Ketepatan Obat dan Dosis Obat Antihipertensi

Tabel 4.4 Distribusi Ketepatan Jenis Obat Antihipertensi pada pasien hipertensi

rawat jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015 berdasarkan

standar American Society of Hypertension and the International

Society of Hypertension 2013 (ASH 2013).

Usia (tahun) Jumlah kasus Persentase

15-24 0 0%

25-34 3 3,8%

35-44 12 15%

45-54 26 32,5%

55-64 33 41,3%

65-74 6 7,5%

75+ 0 0%

Total 80 100%

Page 63: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

49

Penelitian menunjukan hasil ketepatan jenis obat (tabel 4.4) yang disesuaikan

dengan standar American Society of Hypertension and the International Society of

Hypertension (ASH) sebesar 38 kasus (47,5%) tepat obat dan 42 kasus (52,5%) tidak

tepat obat. Hal ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu pada

penelitian Wulandari dkk (2010) dengan jumlah sampel 54 serta menggunakan

standar JNC 7 dan Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas dari Dinas Kesehatan

Yogyakarta menyebutkan bahwa jumlah yang tepat obat 76,09% dan tidak tepat obat

23,91%.7 Sedangkan, berdasarkan penelitian Tyashapsari dkk (2012) dengan jumlah

sampel 100 serta menggunakan standar JNC 7 dan SPM RSUD Dr.Kariadi Semarang

didapatkan tepat dosis 81 kasus (81%) dan tidak tepat dosis 19 kasus (19%).8

Dikatakan tepat obat apabila tekanan darah dan usia sesuai dengan jenis obat

yang terdapat dalam standar ASH 2013. Contohnya, terdapat data dengan tekanan

darah 150/90 (hipertensi derajat 1) dengan usia 52 tahun mendapatkan obat kaptopril

25 mg. Hal ini sesuai dengan standar ASH 2013 yaitu pada hipertensi derajat 1

dengan usia <60 tahun dapat diberikan obat golongan ACE-inhibitor/ARB. Data lain,

dengan tekanan darah 160/90 (hipertensi derajat 2) dalam usia 64 tahun mendapatkan

terapi kombinasi yaitu kaptopril 12,5 mg dengan hidroklorotiazid 25 mg. Hal ini juga

sesuai dengan standar ASH 2013, yaitu pasien hipertensi derajat 2 dengan semua usia

harus mendapatkan terapi kombinasi CCB/thiazide dengan ACE-inhibitor/ARB atau

No. Jenis obat antihipertensi Tepat obat(n= kasus)

Tidak tepat obat(n=kasus)

1 Kaptopril 30 23

2 Amlodipin 1 4

3 Nifedipin 5 14

4 Kaptopril + Hidroklorotiazid 2 0

5 Nifedipin + Hidroklorotiazid 0 1

Total 38 (47,5%) 42 (52,5%)

Page 64: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

50

jika perlu CCB+thiazide+ACE-inhibitor/ARB.

Ketidaktepatan obat pada penelitian ini disebabkan oleh obat yang diberikan

tidak sesuai dengan tekanan darah dan usia yang terdapat dalam standar ASH 2013.

Pada data yang didapatkan, didominasi oleh penderita hipertensi derajat 2 yang

seharusnya diterapi kombinasi, namun hanya diterapi tunggal saja sehingga obat yang

diberikan tidak sesuai. Contohnya, terdapat data dengan tekanan darah 160/100

(hipertensi derajat 2) dengan usia 49 tahun hanya mendapatkan obat kaptopril 25 mg.

Selain itu, terdapat pula data dengan tekanan darah 150/90 (hipertensi derajat 1)

dengan usia 62 tahun mendapatkan obat kaptopril 12,5 mg. Jika berdasarkan ASH

2013, pasien hipertensi derajat 1 dengan usia ≥60 tahun seharusnya mendapatkan obat

monoterapi berupa CCB/thiazide.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu petugas farmasi di Puskesmas

Ciputat, dijelaskan bahwa jika obat yang diresepkan/diminta dokter tidak tersedia,

maka bagian farmasi akan mengembalikan resepnya ke dokter tersebut untuk

penggantian obat sesuai dengan stok yang tersedia. Terkadang, pada saat hari

berpraktek, bagian farmasi sudah menginformasikan ke semua dokter yang bertugas

dihari tersebut mengenai obat-obatan apa saja yang stoknya habis atau tidak tersedia

sehingga memungkinkan terjadinya ketidaktepatan dalam pemberian obat yang

seharusnya sesuai dengan kebutuhan pasien (sesuai standar) karena adanya

keterbatasan stok obat.

Pada penelitian, didapatkan hasil ketepatan dosis (tabel 4.5) yang disesuaikan

dengan JNC 8, JNC 7, dan American Society of Hypertension and the International

Society of Hypertension 2013 sebesar 34 kasus (42,5%) tepat dosis dan 46 (57,5%)

tidak tepat dosis. Hal ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu pada

penelitian Wulandari dkk (2010) menyebutkan bahwa jumlah yang tepat dosis

93,48% dan tidak tepat dosis 6,52%.7 Sedangkan, berdasarkan penelitian Tarigan dkk

(2014) didapatkan tepat dosis 78 kasus (81,25%) dan tidak tepat dosis 18 kasus

(18,75%).9

Dikatakan tepat dosis apabila jumlah dosis dan frekuensi yang diberikan sesuai

dengan standar pada penelitian. Contohnya, pada data pasien dengan tekanan darah

Page 65: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

51

140/90 pada usia 55 tahun mendapatkan terapi obat kaptopril 12,5 mg 2x1. Hal ini

sesuai dengan standar JNC 8 dan ASH 2013 yaitu penggunaan obat kaptopril dengan

jumlah dosis minimal 12,5 mg dan pemberian 2x1 hari.

Tabel 4.5 Distribusi Ketepatan Dosis Obat Antihipertensi pada pasien hipertensi

rawat jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015 berdasarkan

standar JNC 8, JNC 7, dan ASH 2013.

Data lain, pasien dengan tekanan darah 150/90 usia 58 tahun mendapatkan

amlodipin 5 mg 1x1. Hal ini sesuai pula dengan ASH 2013 bahwa dosis untuk

amlodipin 5-10 mg dengan frekuensi pemberian 1x sehari. Selain itu, juga terdapat

data dengan tekanan darah 170/100 (hipertensi derajat 2) dengan usia 43 tahun

diberikan kaptopril 25 mg 2x1. Data ini merupakan salah satu kasus tepat dosis

namun tidak tepat obat karena seharusnya diberikan terapi kombinasi dan pasien ini

dapat dianggap tepat dosis karena berdasarkan JNC 7 serta ASH 2013, dosis kaptopril

25-100 mg dengan frekuensi 2x sehari.

Ketidaktepatan dosis pada penelitian ini disebabkan oleh jumlah dosis dan

frekuensi pemberian dosis obat yang tidak sesuai dengan standar. Jenis obat yang

paling banyak menyebabkan ketidaksesuaian dosis adalah kaptopril. Menurut JNC 8

dan ASH 2013, obat kaptopril seharusnya diberikan dengan frekuensi 2x perhari,28

namun banyak yang diberikan hanya 1x/hari. Dosis nifedipin menurut literatur

No. Jenis obat antihipertensiTepat dosis(n=kasus)

Tidak tepat dosis(n=kasus)

1 Kaptopril 15 38

2 Amlodipin 4 1

3 Nifedipin 12 7

4 Kaptopril + Hidroklorotiazid 2 0

5 Nifedipin + Hidroklorotiazid 1 0

Total 34 (42,5%) 46 (57,5%)

Page 66: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

52

diberikan 10 mg dengan frekuensi 2-3x/hari. Jika nifedipinnya termasuk kerja lambat

maka dapat diberikan dengan dosis 30-90 mg per hari.24 Namun saat dilakukan

wawancara dengan salah satu petugas farmasi, sediaan nifedipin yang tersedia saat itu

adalah tablet 10 mg yang berarti diberikan dengan frekuensi minimal 2x/hari.

Sedangkan, dalam beberapa data banyak diberikan dengan frekuensi 1x/hari. Pada

obat amlodipin, sediaan obat yang tersedia di Puskesmas Ciputat adalah tablet 5 mg.

Menurut JNC 8 dan ASH 2013, dosis amlodipin yang disarankan adalah 5-10 mg24

dengan frekuensi pemberian 1x/hari,24,28 namun terdapat data yang tidak sesuai

dimana amlodipin diberikan dengan dosis yang berlebih yaitu tablet 10 mg 2x1.

4.3 Distribusi Penggunaan Obat Monoterapi dan Kombinasi

Tabel 4.6 Distribusi Nama Obat dan Jumlah Kasus beserta Persentase

Penggunaan Antihipertensi Monoterapi pada pasien hipertensi rawat

jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015.

Data penelitian ini dapat juga dikelompokkan berdasarkan penggunaan obat

antihipertensi monoterapi tersering (tabel 4.6) yaitu kaptopril sebesar 53 kasus

(68,8%,), nifedipin 19 kasus (24,6%), dan amlodipin 5 kasus (6,5%). Hal ini sesuai

dengan penelitian Tarigan dkk (2014) bahwa penggunaan obat monoterapi tesering

adalah kaptopril sebesar 65 kasus (60,1%).9

Penelitian Wulandari dkk (2010) juga menunjukan bahwa kaptopril memiliki

jumlah kasus terbesar dalam penggunaan monoterapi yaitu 40 kasus (51,28%) dan

nifedipin 19 kasus (24,36%).7 Pada penelitian Tyashapsari dkk di RSUD Dr.Kariadi

No. Nama obat Jumlah kasus Persentase

1 Kaptopril 53 68,8%

2 Amlodipin 5 6,5%

3 Nifedipin 19 24,7%

Total 77 100%

Page 67: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

53

Semarang (2012) menunjukan pula hasil yang tidak jauh berbeda yaitu penggunaan

kaptopril sebesar 73 kasus, nifedipin 21 kasus, dan amlodipin sebesar 6 kasus.8 Selain

itu, saat dilakukan wawancara ke bagian farmasi mengenai obat-obatan antihipertensi

yang terdapat pada Puskesmas Ciputat pada tahun 2015 juga menyebutkan bahwa

obat antihipertensi yang tersedia dalam kurun waktu tersebut adalah kaptopril,

nifedipin, dan amlodipin.

Tabel 4.7 Distribusi Nama Obat dan Jumlah Kasus beserta Persentase

Penggunaan Antihipertensi Kombinasi pada pasien hipertensi rawat

jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015.

Tabel 4.8 Distribusi Jenis Terapi (monoterapi dan kombinasi) Penggunaan

Antihipertensi pada pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas

Ciputat Januari-Maret 2015.

Penggunaan obat antihipertensi kombinasi (tabel 4.7) pada penelitian ini yaitu

kaptopril dengan hidroklorotiazid terdapat 2 kasus (66,7%) dan nifedipin dengan

hidorklorotiazid terdapat 1 kasus (33,3%). Belum ada penelitian di Indonesia yang

No. Nama obat Jumlah kasus Persentase

1 Kaptopril+Hidroklorotiazid 2 66,7%

2 Nifedipin+Hidroklorotiazid 1 33,3%

Total 3 100%

No Jenis Terapi Jumlah kasus Persentase

1 Monoterapi 77 96,3%

2 Kombinasi 3 3,8%

Total 80 100%

Page 68: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

54

membahas mengenai kombinasi obat antihipertensi tersering yang digunakan. Namun,

pada penelitian di Nigeria oleh Busari dkk (2014) menyebutkan bahwa kombinasi

diuretik dengan ACE-inhibitor ada 39 kasus dan kombinasi diuretik dengan CCB ada

40 kasus dari total 212 subjek penelitian.27

Jika dibandingkan antara penggunaan antihipertensi monoterapi dan kombinasi

(tabel 4.8) yang digunakan pada Januari-Maret 2015, penggunaan monoterapi

mendapatkan jumlah kasus terbesar yaitu 77 kasus (96,3%) dan kombinasi 3 kasus

(3,8 %). Hal ini sesuai dengan penelitian Tarigan dkk (2014) yaitu jenis terapi

tunggal/monoterapi terdapat 88 kasus (88,5%) dan kombinasi 12 kasus (11,5%).9

Penelitian lain oleh Nachiya dkk (2015) juga menunjukan bahwa terapi monoterapi

menempati jumlah kasus terbanyak yaitu sekitar 54,17% dengan jumlah 1155 subjek

dari 1407 subjek yang diteliti.6 Namun, dalam penelitian ini lebih banyak kasus

hipertensi derajat 2 dibandingkan hipertensi derajat 1 sehingga terapi kombina

si seharusnya lebih besar jumlah kasusnya.

Menurut buku Pedoman Tata Laksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular

(PERKI 2015), tahap terapi farmakologi dimulai pada hipertensi derajat 1 yang

tekanan darahnya tidak menurun setelah dilakukan terapi non farmakologi selama 4-6

bulan serta pada pasien hipertensi derajat 2 dan berdasarkan algoritma dari American

Society of Hypertension and the International Society of Hypertension 2013 (ASH

2013), pengobatan monoterapi digunakan untuk hipertensi derajat 1, sedangkan terapi

kombinasi untuk hipertensi derajat 2 dan hipertensi derajat 1 yang sudah tidak efektif

dengan 1 jenis obat. Terapi kombinasi yang disarankan diawali dengan penggunaan

CCB/thiazide dengan ACE-inhibitor/ARB. Jika perlu, menjadi

CCB+thiazide+ACE-inhibitor (atau ARB). Kombinasi kaptopril dengan

hidroklorotiazid pada penelitian ini sudah sesuai. Namun, kombinasi nifedipin dengan

hidroklorotiazid kurang sesuai karena jika nifedipin ingin dikombinasikan dengan

hidroklorotiazid perlu dikombinasikan juga dengan golongan ACE-inhibitor/ARB.

Efek samping tesering dari kombinasi CCB dengan diuretik tiazid dapat berupa

edema kaki dan hipokalemia. Hipokalemia dapat menyebabkan aritmia jantung.

Namun, menurut penelitian meta-analysis Rimoldi dkk (2015) disebutkan bahwa efek

Page 69: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

55

berupa aritmia jantung, pusing, palpitasi, sinkop sedikit terjadi pada pasien yang

diberikan CCB dengan diuretik tiazid.34

4.4 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini ditemukan beberapa keterbatasan yaitu

Banyaknya data rekam medis yang sulit terbaca dan tidak lengkap, tetapi

sudah dikonfimasi ke bagian administrasi Puskesmas.

Periode waktu yang digunakan untuk pengambilan jumlah sampel

(Januari-Maret) terlalu singkat sehingga tidak dapat menggambarkan pola

kerasionalan obat dalam satu tahun.

Hanya meneliti dua kriteria/indikator kerasionalan obat (tepat obat dan tepat

dosis).

Penelitian ini tidak melihat efek klinis dari terapi yang diberikan ataupun

melakukan follow up yang dapat memperlihatkan hasil pengobatan

(terkontrol tidaknya tekanan darah).

Page 70: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

56

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Didapatkan jumlah kasus tepat obat sebesar 38 kasus (47,5%) pada

penggunaan obat antihipertensi pasien rawat jalan di Puskesmas Ciputat

Januari-Maret 2015.

Didapatkan jumlah kasus tepat dosis sebesar 34 kasus (42,5%) pada

penggunaan obat antihipertensi pasien rawat jalan di Puskesmas Ciputat

Januari-Maret 2015.

Distribusi klasifikasi hipertensi terbanyak pada pasien rawat jalan di

Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015 yaitu hipertensi derajat 2 dengan

jumlah 34 kasus (42,5%).

Distribusi pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret

2015 berdasarkan jenis kelamin terbanyak yaitu perempuan dengan jumlah

59 kasus (73,8%) dan berdasarkan usia terbanyak yaitu pada rentang 55-64

tahun dengan jumlah 33 kasus (41,3%).

Penggunaan obat monoterapi antihipertensi terbanyak berupa kaptopril

dengan 53 kasus (68,8%) dari 77 jumlah kasus monoterapi pada pasien

rawat jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015.

Penggunaan obat kombinasi antihipertensi berupa kaptopril dan

hidroklorotiazid dengan 2 kasus (66,7%) dari 3 jumlah kasus terapi

kombinasi pada pasien rawat jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret

2015.

Distribusi penggunaan obat antihipertensi monoterapi sebanyak 77 kasus

(96,3%) dan terapi kombinasi sebanyak 3 kasus (3,8%) pada pasien rawat

jalan di Puskesmas Ciputat Januari-Maret 2015.

Page 71: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

57

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam mengevaluasi semua

kriteria/indikator kerasionalan obat dengan menggunakan standar-standar

terbaru.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan follow up pada

pasien yang telah menerima obat antihipertensi hingga pasien sembuh.

Bagi pihak instansi terkait (Puskesmas Ciputat), perlu adanya evaluasi

terhadap pemberian obat antihipertensi yang sesuai dengan pedoman

penatalaksanaan yang digunakan di Indonesia dan direkomendasikan PERKI

seperti JNC 7,JNC 8, ESH/ESC 2013, ASH 2013

Perlu adanya algoritma penatalaksanaan hipertensi di Puskesmas terkait.

Page 72: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

58

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. The Role of Education in the Rational Use of

Medicine. New Delhi: WHO, 2006

2. DJ Sadikin Z. Penggunaan obat yang rasional. J Indon Med Assoc. April

2011;61(4): 145-8

3. Mendel G, editor. Understanding Rational use of Medicines. Contact; 2006

4. Kementerian Kesehatan RI. Modul Penggunaan Obat Rasional. 2011.

http:///www.binfar.kemkes.go.id. diakses pada tanggal 4 Januari 2016

5. Kale A, Maniyar YA. Prescribing patterns of antihypertensive drugs in A Tertiar.

Sch. Acad. J. Pharm. 2013;2(5):416-8

6. Nachiya J, Parimalakrishnan S, Ramakrishna RM. Study on drug utilization

pattern of antihypertensive medications on out-patients and inpatiens in a Tertiary

Care Teaching Hospital: A cross sectional Study. Afr. J. Pharm. Pharmacol.

March 2015;9(11): 386-96

7. Wulandari AS, Perwitasari DA, Hidayati T. Faktor risiko ketidakrasionalan

penggunaan obat antihipertensi di Puskesmas Kabupaten Gunung Kidul

Yogyakarta Periode Juli-Agustus 2009. Prosiding Kongres Ilmiah XVIII dan

Rapat Kerja Nasional 2010. Desember 2010: 142-7

8. Tyashapsari WE, Zulkarnain AK. Penggunaan obat pada pasien hipertensi di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang. Majalah

Farmaseutik. 2012;8(2):145-51

9. Tarigan NS, Tarigan A, Sukohar A, Carolia N. Pola peresepan dan Kerasionalan

Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi di Rawat Jalan

Puskesmas Simpur Periode Januari-Juni 2013 Bandar Lampung. Jurnal Fakultas

Kedokteran Unila. 2014:119-28

10. World Health Organization. A global brief on Hypertension: silent killer, global

public health crisis. Switzerland: WHO, 2013

11. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2015. Pedoman

Page 73: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

59

Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular edisi pertama. 2015

12. RISKESDAS 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013

13. Anonim. Profil Kesehatan Puskemas Ciputat Tahun 2015.

14. Katzung BG, Masters SB,Trevor AJ. Basic and Clinical Pharamacology 11th

edition. China: The McGraw-Hill Companies Inc, 2009

15. Pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Hipertensi 2013.

http://www.depkes.go.id diakses pada tanggal 9 Januari 2016

16. Mancia G, Fagard R, Narkiewicz K, Redon J, Zanchetti A, Bohm M, et al. 2013

ESH/ESC Guidelines for the management of arterial hypertension: The Task for

the Management of Arterial Hypertension of the European Society of

Hypertension (ESH) and of the European Society Cardioloy (ESC). Eur Heart J.

2013;34(28): 1281-357

17. Silverthorn DU. Human Physiology an Integrated Approach 5th edition. San

Fransisco: Pearson Benjamin Cummings, 2010

18. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 13th edition.

USA: John Wiley & Sons Inc, 2012

19. Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamentals of Anatomy and

Physiology 9th edition. Boston: Benjamin Cummings, 2012

20. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology 12th edition.

Mississippi: Saunders Elsevier, 2012

21. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta: Penerbit buku

kedokteran EGC, 2010

22. Porth CM. Essential of Pathophysiology: Concepts of Altered Health States. USA:

Lippincott Williams &Wilkins, 2007

23. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic Basis

of Disease 8th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2010

24. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH, Kenerson JG, et al.

Clinical Practice Guidelines for the Maganement of Hypertension in the

Community. A Statement by the American Society of Hypertension and the

Page 74: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

60

International Society of Hypertension. ASH paper. The Journal of Clinical

Hypertension,2013

25. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam edisi 5 jilid III. Jakarta: InternaPublishing, 2009

26. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan

Hipertensi 2014. Jakarta: InaSH, 2014

27. Busari OA, Oluyonbo R, Fasae AJ, Gabriel OE, et al. Prescribing pattern and

rutilization of antihypertensive drugs and blood pressure control in adult patients

with systemic hypertension in a Rural Tertiary Hospital in Nigeria. American

Journal of Internal Medicine. 2014;2(6):144-9

28. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler

J, et al. 2014 evidence-based guideline for the management of high blood

pressure in adults: report from the panel members appointed to the Eight Joint

National Committee (JNC 8). JAMA. 2014;311(5):507-20

29. Departemen Farmakologi FKUI. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Badan

Penerbit FKUI, 2012

30. Brunton LL, Chabner BA, Knollmann BC. Goodman & Gilman’s The

Pharmacological Basis of Therapeutics 12th edition. China: The McGraw-Hill

Companies Inc, 2011

31. Katzung BG. Farmakologi Dasar & Klinik edisi 10. Jakarta: Penerbit buku

kedokteran EGC, 2012

32. Katzung BG, Masters SB,Trevor AJ. Basic and Clinical Pharamacology 11th

edition. China: The McGraw-Hill Companies Inc, 2009

33. Geraci TS, Geraci SA. Considerations in Women with Hypertension. Southern

Medical Journal. 2013;106(7):435-8

34. Rimoldi SF, Messerli FH, Chavez M, et al. Efficacy and Safety of Calcium

Channel Blocker/Diuretics Combination Therapy in Hypertensive Patients: A

Meta-Analysis. The Journal of Clinical Hypertension. 2015;17(3):193-9

Page 75: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

61

LAMPIRAN 1

SURAT IZIN PENELITIAN

Page 76: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

62

LAMPIRAN 2

DATAREKAMMEDIK

Page 77: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

63

LAMPIRAN 3

LEMBAR DATASTATISTIK PENELITIAN

Page 78: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

64

(lanjutan)

Page 79: EVALUASIKETEPATANOBATDANDOSISOBAT ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34237/1/HANA... · Latar Belakang: Penggunaan obat yang tidak rasional masih ditemukan di

65

LAMPIRAN 4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATAPRIBADI

Nama : Hana Fitri Hendarti

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 11 Maret 1996

Status : Belum menikah

Agama : Islam

Alamat : Perumahan Duta Indah. Jalan Kenanga 12 blok k8 no.11-12

Jati Makmur Pondok Gede Bekasi 17413

No. Telepon/HP : 081296258600

Email : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 2001-2007 : Sekolah Dasar Swasta Angkasa IX Halim Perdana Kusuma

2. Tahun 2007-2010 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 81 Jakarta Timur

3. Tahun 2010-2013 : Sekolah Menengah Atas 48 Jakarta Timur

4. Tahun 2013-sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta