f. analisa kritikal - rareplanet.org · wawancara dengan 5 orang petani dan pencari kayu bakar...
TRANSCRIPT
100
F. ANALISA KRITIKAL
Analisa Kritikal memberikan kesempatan untuk melihat hal-hal yang telah berjalan dengan baik pada saat tahap-tahap perencanaan dan
pelaksanaan kampanye dan di bagian mana perbaikan-perbaikan dapat dilakukan. Bab ini dirancang untuk kebutuhan lembaga yang
telah bergerak ke tahap “tindak lanjut” proyek, namun juga dapat dimanfaatkan untuk berbagi pengalaman dan pembelajaran berharga
dengan manajer-manajer kampanye lain yang kemungkinan mengerjakan tema yang sama.
Tinjauan Kritikal
Tinjauan Kritikal ini merefleksikan hal-hal yang telah berjalan dengan baik dan hal-hal yang mungkin dilakukan lebih baik. Bab ini diharapkan
akan menjadi sumber yang berharga untuk Manajer-Manajer Kampanye lain yang menjalankan kampanye dengan tema yang sama, serta
lembaga saya sendiri saat kami bergerak maju dengan menggunakan proses Pride untuk mengatasi isu-isu lain, termasuk pengelolaan
bersama yang melibatkan masyarakat yang hidup di sekitar kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Bab ini akan meninjau: (i) proses
perencanaan dan (ii) proses pelaksanaan dengan membingkainya dalam 3K (3C) Rare. Bab ini juga akan melihat beberapa media yang
digunakan untuk menyampaikan pesan, menyoroti media-media yang efektif dan yang tidak efektif, serta pelaksanaan strategi penyingkiran
halangan.
Tinjauan terhadap Proses Perencanaan Proyek
Workshop Stakeholder
Proses Perencanaan Proyek dimulai dengan mengadakan Workshop Stakeholder yang mengambil tema “Melestarikan Sumberdaya Alam Bali
Barat” pada tanggal 5 Pebruari 2009 di Balai Desa Sumberklampok. Sebanyak 41 orang dari 13 stakeholder yang mempunyai kepentingan
terhadap kawasan hutan Bali Barat ikut berpartisipasi. Mereka berasal dari Lembaga Mitra (Yayasan Seka), Taman Nasional Bali Barat
(TNBB), Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak), Dinas Pendidikan Nasional (Diknas),
Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Desa, Desa Adat, Sekaha Tani Jembrana (STJ), Sekaha Tani Buleleng (STB), Tokoh Masyarakat, Guru dan
Kelompok Tani yang beranggotakan petani dan pencari kayu bakar.
Tantangan yang dihadapai selama mempersiapkan Workshop Stakeholder adalah mengidentifikasi dan memetakan stakeholder yang akan
diundang. Hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif dari berbagai stakeholder yang ada di kawasan Bali Barat
101
serta kepentingan yang mereka bawa ketika diundang dalam pertemuan. Dari hasil pemetaan stakeholder didapatkan beberapa pola hubungan
yang terjadi diantara stakeholder selama ini, yaitu (1) hubungan yang kurang harmonis (TNBB, Dishutbun, petani dan pencari kayu bakar), (2)
jarang berhubungan (Distanak dengan kelompok tani, STJ dan STB), (3) tidak pernah berhubungan (TNBB dengan Distanak dan kelompok
tani), dan (4) sering berhubungan (TNBB, Yayasan SEKA, STJ dan STB).
Setelah semua stakeholder yang akan diundang sudah terpetakan, maka strategi yang disusun
untuk meminimalisir munculnya permasalahan khususnya akibat dari hubungan yang kurang
harmonis adalah dengan melakukan pendekatan kepada masing-masing pihak untuk
menjelaskan maksud dan tujuan dari kegiatan yang akan dilakukan serta meminta partisipasi
mereka untuk hadir dan berkontribusi dalam pertemuan. Khusus untuk petani dan pencari
kayu bakar pendekatan dilakukan melalui kelompok tani dan kunjungan informal ke tokoh
petani dan pencari kayu bakar untuk mendapatkan dukungan dari kegiatan yang akan
dilakukan serta menjelaskan bahwa workshop stakeholder bukan sebagai ajang untuk saling
menghakimi atau mencari kesalahan salah satu pihak, tetapi sebagai media bersama dari
semua pihak untuk mengidentifikasi dan menganalisa masalah/ancaman serta mencoba untuk
mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah.
Hasil dari penerapan strategi melalui pendekatan kepada berbagai pihak ternyata membuahkan
hasil positif. Pada saat pelaksanaan workshop stakeholder, sepanjang sesi sama sekali tidak
muncul konflik dan hampir seluruhnya positif. Proses yang dibangun Manajer kampanye
berusaha keras untuk menjadi fasilitator yang netral dan tidak bersikap menghakimi.
Pertemuan ini akhirnya menghasilkan model konsep awal yang disepakati bersama oleh
peserta pertemuan. Bahkan Kepala Desa Sumberklampok, Putu Artana berkomentar positif terhadap pertemuan ini dan sangat mendukung
dengan program yang akan dilaksanakan oleh manajer kampanye. Beliau memberikan sambutan dan pembukaan acara workshop stakeholder
“Selama delapan tahun saya menjadi Kepala Desa, baru kali ini saya merasa dihargai oleh Taman Nasional Bali Barat dengan mendiskusikan
permasalahan di kawasan TNBB yang menyangkut masyarakat Saya”.
Workshop stakeholder menghasilkan Model konsep awal untuk kawasan TNBB yang terdiri dari 2 sasaran konservasi, yaitu hutan hujan dataran
rendah dan populasi Jalak Bali. Model konsep hasil dari workshop Stakeholder dimasukkan ke perangkat lunak Miradi3 yang digunakan untuk
mengembangkan dan memasukkan model ke dalam tatanama standar menggunakan klasifikasi ancaman yang dikembangkan oleh IUCN.
3 Miradi dikembangkan untuk membantu praktisi konservasi dalam proses pengelolaan adaptif yang diringkas dalam standar terbuka untuk praktik konservasi yang
dikembangkan oleh Conservation Measures Partnership’s (www.miradi.org).
Foto 11 Workshop Stakeholder Bali Barat
102
Hasil pemeringkatan ancaman menunjukkan bahwa pengambilan kayu bakar dari sisi lingkup (area) adalah sangat tinggi, dimana ancaman
kemungkinan besar akan menyebar ke seluruh atau sebagian besar lokasi. Dari sisi tingkat kerusakan sangat tinggi dimana ancaman
kemungkinan besar menghancurkan atau menghilangkan sasaran konservasi pada beberapa bagian di lokasi, Untuk faktor ketakberbalikan
adalah sedang, dimana akibat ancaman langsung dapat dibalikkan dengan komitmen sumber daya yang layak (misalnya membuat kebun energi
sebagai sumber kayu bakar).
Hal tersebut dibuktikan dengan hasil survey pra kampanye dimana setidaknya terdapat 147 petani dan pencari kayu bakar di 9 desa yang
mengambil kayu bakar dari hutan TNBB. Bukti penguat lainnya adalah hasil dari wawancara dengan petani dan pencari kayu bakar didapatkan
informasi dalam sehari rata-rata melakukan pengambilan kayu bakar sebanyak 3 kali, dan dalam sekali pengambilan volume kayu bakar sebesar
0,75 m3. Sehingga dalam sehari tingkat kerusakan hutan akibat pengambilan kayu bakar diperkirakan sebesar 330,75 m
3 (147 orang x 3 kali
pengambilan x 0,75 m3). Lokasi pengambilan kayu bakar tersebar di seluruh lokasi hutan sehingga dari sisi tingkat kerusakan sangat tinggi.
Pengambilan kayu bakar dilakukan secara sistematis. Mereka menebang pohon, kemudian dibiarkan mengering, dan setelah kering baru
dipotong kecil-kecil menjadi kayu bakar. Alat yang mereka gunakan adalah gergaji tangan dan kapak. Sedangkan alat transportasi untuk
pengangkutan kayu bakar dari hutan ke rumah adalah sepeda motor dan sepeda gayung yang telah dimodifikasi sehingga mampu memuat cukup
banyak kayu bakar.
Foto 12 Proses eksekusi pohon menjadi kayu bakar
Setelah melakukan analisis peringkat ancaman formal akhirnya diputuskan untuk memusatkan diri kepada pengambilan kayu bakar sebagai
ancaman dengan peringkat tertinggi untuk hutan hujan dataran rendah yang menjadi habitat Jalak Bali.
103
Rantai Faktor dan Penelitian Formatif
Dari Rantai Faktor berhasil diidentifikasi Khalayak yang berada di balik ancaman utama dan faktor pendukungnya yang harus ditangani untuk
mengurangi ancaman dan meningkatkan kondisi sasaran. Mereka adalah petani dan pencari kayu bakar, dan faktor yang memberikan kontribusi
terhadap munculnya ancaman adalah penggunaan kayu bakar untuk kebutuhan rumah tangga.
Tantangan, strategi dan faktor kunci kesuksesan yang dicapai pada saat menguji dan menyempurnakan rantai faktor diuraikan sebagai berikut:
1. Wawancara individual dengan petani dan pencari kayu bakar
Wawancara dengan 5 orang petani dan pencari kayu bakar dilakukan secara terpisah (satu per satu). Dari rantai faktor yang telah dibuat
bersama saat workshop stakeholder, mereka setuju dengan rangkaian faktor pendukung. Kesulitan yang dihadapi adalah mendapatkan
informasi yang jujur dan terbuka untuk informasi lokasi pengambilan kayu bakar. Pada umumnya mereka enggan untuk memberikan
jawaban terhadap pertanyaan yang sensitif seputar aktivitas mereka di hutan. Namun mereka mengakui bahwa kayu bakar diambil dari
hutan (tanpa menyebutkan status hutan; apakah milik Dishutbun atau TNBB). Strategi yang digunakan untuk memastikan bahwa mereka
mencari kayu bakar di hutan TNBB adalah dengan menanyakan jenis kayu yang diambil untuk kayu bakar. Jenis kayu yang diambil
untuk kayu bakar adalah dari pohon Tanglok dan Walikukun. Kedua jenis pohon ini hanya ada di dalam kawasan hutan TNBB.
2. Diskusi Terfokus dengan kelompok tani
Data yang diperoleh dari pertemuan dengan kelompok tani di desa sumberklampok dan Melaya lebih terbuka, khususnya mengenai
lokasi pengambilan kayu bakar, yaitu di hutan TNBB. Keterbukaan jawaban tersebut diduga karena strategi yang digunakan oleh manajer
kampanye adalah membangun keterbukaan dan menanamkan kepercayaan kepada kelompok bahwa proses yang sedang dilakukan adalah
dalam rangka mencari penyelesaian dari permasalahan yang ada di kawasan TNBB yang
menyangkut kehidupan mereka. Selain itu patut diduga bahwa keterbukaan jawaban dari peserta
diskusi karena mereka berkelompok dan jawaban yang diberikan adalah jawaban kolektif,
sehingga mereka merasa ’lebih aman’ ketika menjawab dengan jujur dan terbuka. Dalam diskusi
tersebut mereka juga setuju dengan rantai faktor yang diperlihatkan kembali.
Mengenai bagaimana mengurangi peran mereka dalam pengambilan kayu bakar di hutan TNBB,
mereka sangat berharap bahwa ada alternatif lokasi yang menjadi sumber kayu bakar dan mereka
merasa aman dan nyaman dalam mencari kayu bakar. Tawaran kebun energi cukup menarik bagi
mereka karena tidak saja menghasilkan kayu bakar, tetapi juga pakan ternak tersedia sepanjang
musim dan tanaman pertanian dapat diintegrasikan didalamnya. Jika kebun energi terwujud,
maka mereka menjamin tidak akan masuk hutan lagi. Foto 13 Wawancara dengan Kepala Seksi TNBB
104
3. Diskusi dengan Kepala Seksi PTN II Wilayah Buleleng TNBB
Menurut Kepala Seksi PTN II Wilayah Buleleng TNBB, Joko Waluyo, S.Hut mengenai rantai faktor pengambilan kayu bakar sudah
tepat. Beliau menambahkan informasi bahwa aktivitas pengambilan kayu bakar merupakan ancaman yang serius terhadap kawasan hutan
TNBB khususnya yang menjadi habitat Jalak Bali. Sampai saat ini belum ada data valid berapa banyak kayu yang keluar dari hutan
TNBB akibat pengambilan kayu bakar oleh petani dan pencari kayu bakar karena belum ada penelitian yang spesifik tentang ancaman
pengambilan kayu bakar di dalam kawasan TNBB. Terhadap pengurangan ancaman, beliau juga setuju dengan rencana pembuatan
demplot kebun energi, namun yang perlu dipikirkan adalah sebelum demplot menghasilkan kayu bakar aktivitas pengambilan kayu bakar
di dalam hutan TNBB akan tetap berlangsung. Untuk mengatasi hal tersebut beliau berjanji akan melakukan 2 hal, yaitu (1)
meningkatkan pengawasan dengan mengintensifkan kegiatan patroli kawasan dan (2) melakukan penyuluhan dan pembinaan terhadap
masyarakat sekitar kawasan TNBB khususnya petani dan pencari kayu bakar.
4. Diskusi dengan Kepala RPH Sumberklampok Dishutbun Kabupaten Buleleng
Hasil wawancara dengan Kepala RPH Sumberklampok Dishutbun Kabupaten Buleleng, Drs. I Wayan Kawit menguatkan data yang
didapat oleh manajer kampanye tentang lokasi pengambilan kayu bakar oleh petani dan pencari kayu bakar. Menurut beliau, bahwa
kawasan hutan produksi yang berada dibawah kewenangan Dishutbun tidak ada jenis tanaman Tanglok dan Walikukun. Yang ada adalah
jenis tanaman Jati, Sonokeling, Kayu Putih dan Mahoni.
5. Wawancara dengan Ahli Pertanian Lahan Kering
Percakapan dengan seorang ahli pertanian khususnya lahan kering yang telah 10 tahun meneliti tentang pertanian lahan kering di
kawasan Bali Barat menyatakan bahwa pilihan model kebun energi yang mengintegrasikan antara tanaman penghasil kayu bakar, pakan
ternak dan tanaman pangan akan mampu memberikan hasil yang maksimal kepada petani dan pencari kayu bakar karena dalam satu
lahan/kebun dihasilkan berbagai produk tanaman yang berbeda dan saling melengkapi kebutuhan. Untuk tanaman kayu bakar bisa dipilih
jenis Sengon, Gamal, Lamtoro, Kaliandra dan Turi. Sedangkan tanaman pakan ternak adalah Rumput Gajah yang bisa dipanen dalam
waktu singkat, yaitu mulai umur 3 bulan. Sedangkan tanaman pertanian jenisnya disesuaikan dengan yang sudah dibudidayakan
masyarakat, yaitu jagung, kacang tanah dan cabai kecil. Jika kebun energi ini diterapkan dengan sungguh-sungguh, maka akan dapat
menekan/mengurangi pengambilan kayu bakar di hutan.
Pilihan Pengelolaan (BRAVO=Barrier Removal Assessment and Viability Overview )
BRAVO atau dalam Bahasa Indonesia Tinjauan menyeluruh viabilitas dan penilaian penyingkiran hambatan merupakan sebuah alat untuk
menilai kelayakan dan dampak potensial rencana proyek di kawasan TNBB. Pilihan pengelolaan didasarkan pada alasan masyarakat mengambil
kayu bakar di hutan adalah karena murah dan mudah didapat. Sumber kayu bakar berasal dalam kawasan TNBB yaitu di hutan hujan dataran
105
rendah yang menjadi habitat Jalak Bali (Leucopsar rothschildi). Akses masyarakat ke hutan untuk mencari kayu bakar sangat terbuka lebar,
artinya bisa dijangkau dengan mudah dari berbagai penjuru. Ketersediaan alternatif lokasi sumber kayu bakar selain di kawasan TNBB sampai
saat ini masih belum ada.
Pilihan strategi untuk mengurangi ancaman pengambilan kayu bakar didasarkan pada kelayakan dan dampak. Sasarannya adalah memanfaatkan
kebun terlantar untuk dijadikan sebagai kebun energi. Dampak potensialnya sedang karena hasil dari kebun energi terutama kayu bakar baru
terlihat pada tahun ketiga. Demikian juga dengan kelayakan sedang karena kompetensinya rendah (dari segi pendanaan cukup besar). Namun
dari segi Kelayakan politik sangat tinggi karena pihak pemerintah desa akan berkurang bebannya terhadap penanganan kasus pengambilan kayu
bakar di hutan yang dilakukan oleh masyarakat.
Tantangan yang dihadapi dalam membuat perancangan BRAVO adalah langkah-langkah yang harus dilalui cukup rumit dengan tingkat
ketelitian yang cukup tinggi. Meskipun telah disediakan panduan dan template serta dibimbing oleh mentor, tetap saja BRAVO merupakan alat
yang tidak memudahkan tetapi menyulitkan. Kedepannya manajer kampanye tidak merekomendasikan untuk memakai BRAVO sebagai alat
untuk menilai kelayakan dan dampak potensial dari sebuah rencana proyek. Sebaiknya RARE mencoba untuk mencari cara yang lebih sederhana
dengan hasil yang sama dengan BRAVO.
Rantai Hasil
Lima sasaran awal untuk kampanye Pride di kawasan TNBB ditetapkan dari Rantai Hasil petani dan pencari kayu bakar yang menjadi khalayak
sasaran utama:
Meningkatkan kepedulian diantara petani dan pencari kayu bakar mengenai berbagai resiko yang diakibatkan oleh pengambilan kayu
bakar di hutan hujan dataran rendah TNBB
Petani dan pencari kayu bakar akan percaya bahwa pengambilan kayu bakar di hutan hujan dataran rendah TNBB memberikan
konsekuensi negatif
Petani dan pencari kayu bakar akan membahas isu yang berhubungan dengan pengambilan kayu bakar di hutan hujan dataran rendah
TNBB dan solusi yang mungkin dilakukan yaitu kebun energi
Petani dan pencari kayu bakar akan mengetahui bagaimana cara membuat kebun energi untuk menghasilkan kayu bakar
Petani dan pencari kayu bakar akan mengambil kayu bakar dari kebun energi.
106
Survei Pra Kampanye
Survei pra kampanye dilaksanakan secara serentak pada tanggal 3 – 6 Mei 2009. Tujuannya adalah untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap,
perilaku dan praktek atau aktivitas masyarakat di 8 desa dan 1 kelurahan sebelum dilakukan Kampanye penyelamatan habitat Jalak Bali
(Leucopsar rothschildi) di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Survei Pra Kampanye sangat membantu dalam memahami lebih jauh
khalayak sasaran utama, bahwa suatu kampanye penjangkauan – difokuskan pada pengambilan kayu bakar — haruslah terarah.
Tantangan yang dihadapi sebelum, selama dan setelah survey pra kampanye adalah sebagai berikut:
1. Sebelum dilakukan survey
a. Penyusunan pertanyaan
Dalam menyusun pertanyaan digunakan alat bantu berupa software SurveyPro 3.0.4 Software ini sangat membantu Manajer
Kampanye dalam merancang dan menuliskan daftar pertanyaan, memasukkan data ke dalamnya, menganalisa data, dan melaporkan
hasil survei dengan benar dan efektif. Tantangan dalam membuat pertanyaan adalah membuat pertanyaan yang disesuaikan dengan
tahapan perubahan perilaku, mulai dari pengetahuan, sikan dan komunikasi interpersonal, penyingkiran hambatan, perubahan
perilaku, pengurangan ancaman dan hasil konservasi. Penyusunan ini harus hati-hati karena hasilnya akan digunakan sebagai dasar
dalam menentukan sasaran SMART dan capaian proyek. Strategi yang digunakan untuk meminimalisir kesalahan dalam membuat
pertanyaan adalah melakukan konsultasi dengan mentor selama proses penyusunan pertanyaan.
b. Pelatihan enumerator
Dalam pelatihan Enumerator tantangan yang dihadapi adalah memberikan pemahaman terhadap seluruh pertanyaan yang ada di
kuesioner kepada para enumerator yang memiliki latar belakang yang beragam. Mereka berasal dari kalangan guru, tokoh
masyarakat, tokoh petani dan Staf Yayasan Seka. Strategi yang dilakukan adalah dengan membahas setiap pertanyaan yang ada di
kuesioner serta memberikan penjelasan terhadap pertanyaan yang belum dipahami. Strategi lainnya adalah melakukan ujicoba
sebelum pelaksanaan survey dan manajer kampanye melakukan pemantauan terhadap proses ujicoba.
2. Selama melakukan survey
Tantangan yang dihadapi oleh enumerator selama melaksanakan survey adalah banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada responden
sehingga perlu waktu yang lama untuk menyelesaikan 1 lembar kuesioner, yaitu berkisar antara 30 – 45 menit. Terdapat 42 pertanyaan
yang harus diajukan kepada responden yang terdiri dari pertanyaan terbuka dan tertutup. Tantangan lainnya adalah dalam mencari,
menjelaskan dan meminta waktu responden untuk bersedia diwawancarai. Sebagian dari responden menolak untuk diwawancarai dengan
4 Informasi tentang SurveyPro 3.0 dapat dilihat di www.apian.com
107
alasan yang beragam, antara lain tidak punya waktu, takut ditangkap petugas, atau curiga dengan responden karena belum dikenal.
Namun semua tantangan tersebut bisa diatasi, meskipun resikonya adalah waktu pelaksanaan survey menjadi lebih lama dari yang
dijadwalkan, yaitu dari rencana 3 hari menjadi 5 hari. Strategi yang dilakukan manajer kampanye dalam menghadapi tantangan yang
dialami oleh enumerator adalah meminta untuk tetap menjaga semangat di lapangan karena resiko tersebut telah diperkirakan
sebelumnya (pada saat dilakukan pelatihan enumerator). Khusus untuk menyiasati kejenuhan maka manajer kampanye berinisiatif
mendampingi enumerator secara bergantian untuk memberikan semangat. Sedangkan untuk calon responden yang menolak dengan
berbagai alasan, manajer kampanye menyarankan untuk segera mencari calon responden lain yang mau untuk diwawancarai.
3. Setelah survey
Tantangan setelah survey adalah proses entry dan edit data. Sebelum entry data, terlebih dulu dilakukan pelatihan singkat tentang
software surveyPro kepada 4 orang tenaga entry. Mereka tertarik dengan software SurveyPro dan berniat untuk mengembangkannya
dalam bidang kerja masing-masing. Proses entry data berlangsung dengan cepat. Namun demikian hambatannya adalah pada saat
dilakukan pengecekan (edit) data oleh manajer kampanye. Meskipun tenaga entry data sudah dibekali dengan pelatihan singkat dan cara
memasukkan jawaban dan menuliskan jawaban, namun kesalahan tetap terjadi. Sebagai contoh pertanyaan terbuka, jawabannya tidak
dikelompokkan sesuai dengan kesamaan jawaban, sehingga manajer kampanye harus melakukan pengelompokan jawaban sendiri.
Revisi Model Konsep
Pemahaman yang lebih mendalam mengenai lokasi proyek, ancaman yang ada, dan khalayak
sasaran utama, digunakan untuk lebih dapat menyelami rencana kampanye Pride lebih dalam. Hal
ini termasuk merevisi model konsep untuk memasukkan faktor-faktor pendukung yang baru yang
muncul pada saat survei Pra Kampanye dan menentukan mitra yang tepat yang dapat membantu
menyingkirkan rintangan serta menentukan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk dapat
mengubah perilaku khalayak sasaran.
Model konsep akhir yang telah direvisi adalah sebagai berikut:
Lingkup proyek tetap difokuskan pada Taman Nasional Bali Barat.
Target utama, hutan hujan dataran rendah (Habitat Jalak Bali), telah dipilih dari kedua target
awal yang telah di identifikasi pada model konseptual awal.
Ancaman langsung pada habitat Jalak Bali yang ditangani adalah Pengambilan kayu bakar oleh
petani dan pencari kayu bakar.
Foto 14 Presentasi Lokakarya BROP
108
Faktor-faktor yang berkontribusi terdekat (termasuk ancaman tidak langsung) adalah: (1) kebutuhan kayu bakar untuk rumah tangga, dan (2)
kebutuhan kayu bakar untuk dijual.
Untuk membantu mencapai tujuan konservasi kawasan diperlukan mitra penyingkiran hambatan. Mitra utama adalah Rare yang akan mendanai
pembuatan demplot kebun energi setelah dilakukannya Lokakarya BROP pada tanggal 21 April 2009 di Bogor. Selain itu dukungan lainnya
berasal dari Lembaga Mitra, yaitu Yayasan Seka yang menyatakan komitmennya untuk berkontribusi dalam proses perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi.
Sasaran SMART
Sasaran-sasaran pendahuluan yang telah dibuat kemudian dikembangkan menjadi sasaran-sasaran SMART. Menentukan sasaran SMART
adalah sebuah langkah yang benar-benar penting dalam merencanakan suatu kampanye untuk mengukur keberhasilan kampanye yang mengacu
kepada sasaran-sasaran ini. Sasaran SMART yang telah berhasil dibuat meliputi sasaran SMART untuk petani dan pencari kayu bakar di dua
desa target utama, yaitu Sumberklampok dan Melaya serta seluruh desa target (9 desa) untuk masyarakat umum. Selain itu juga ditentukan
sasaran keanekaragaman hayati dan sasaran pengurangan ancaman.
Tantangan yang dihadapi selama proses menentukan sasaran SMART adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan pertanyaan yang ada di survey pra untuk dimasukkan sebagai indikator dari tahapan perubahan perilaku. Hal ini perlu kejelian
dan kehati-hatian dalam memilih pertanyaan yang sesuai dengan tahapan perubahann perilaku. Sebagai contoh untuk mengetahui
pengetahuan khalayak sasaran tentang akibat pengambilan kayu bakar terhadap fungsi hutan TNBB, maka pertanyaan yang digunakan
sebagai indikator untuk menentukan sasaran SMART adalah: “Menurut Anda, apakah akibat dari pengambilan kayu bakar untuk hutan
TNBB?” (Q.76).
2. Penentuan capaian sasaran SMART
Dalam menentukan capaian sasaran SMART untuk tiap tahapan perubahan perilaku dibutuhkan kehati-hatian untuk menentukan
seberapa besar peningkatan yang ingin dicapai dalam proyek. Capaian yang terlalu ambisius akan berakibat pada tidak tercapainya
sasaran SMART. Demikian juga capaian yang terlalu rendah akan menjadi tidak realistis dan memperlihatkan ketidak percayaan diri dari
manajer kampanye.
109
Bauran Pemasaran dan Pengembangan Pesan
Tantangan yang dihadapi selama proses membuat bauran pemasaran adalah merumuskan suatu strategi kampanye yang menyeluruh dari
keempat komponen Bauran pemasaran yaitu (1) Produk, (2) Harga, (3) Tempat, dan (4) Promosi. Strategi yang digunakan untuk mengatasi
tantangan tersebut adalah dengan menggunakan hasil riset formatif yang telah dilakukan dan dibantu anggota khalayak sasaran untuk membuat
keputusan-keputusan tentang keempat komponen dari bauran pemasaran tersebut.
Pengembangan pesan adalah suatu langkah yang sangat penting dalam proses pemasaran sosial yang akan dilaksanakan di Bali Barat. Sasaran-
sasaran SMART telah ditetapkan kemudian diterjemahkan kedalam suatu himpunan pesan yang efektif yang menjangkau khalayak sasaran
utama. Proses mengembangkan pesan bagi petani dan pencari kayu bakar di kawasan TNBB akan membantu memandu semua pesan yang
dirancang agar dapat mencapai sasaran kampanye. Strategi-strategi ini mencakup khalayak sasaran utama, tindakan yang diinginkan (dan
perilaku kompetisi), ganjaran dan dukungan.
Pesan-pesan dan format khusus lebih jelas didefinisikan dalam sebuah Ringkasan kreatif yang merupakan dokumen strategis yang berfungsi
sebagai panduan tim kreatif untuk menulis dan memproduksi materi-materi kampanye. Ringkasan kreatif menjelaskan isu-isu yang paling
penting yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan materi-materi, termasuk suatu definisi dan deskripsi dari khalayak sasaran; daya tarik
atau manfaat rasional dan emosional yang harus ditekankan; dan gaya, pendekatan, atau nada yang diinginkan bagi materi-materi tersebut.
Ringkasan Kreatif ini telah dijelaskan pada Bab 2.
Tantangan yang dihadapi dalam proses pembuatan ringkasan kreatif adalah menterjemahkan unsur-unsur kreatif, pesan kampanye yang harus
tercakup dalam eksekusi kreatif menjadi materi dan media kampanye. Proses ini cukup berat karena sangat mempengaruhi hasil kampanye yang
terkait dengan media kampanye yang akan dibuat. Dibutuhkan kerjasama tim yang solid dengan latar belakang yang beragam dan saling
melengkapi. Tidak hanya kemampuan lisan dan tulisan tetapi kemampuan menterjemahkan menjadi sebuah bentuk gambar/lukisan menjadi
penting. Didalam tim terdapat anggota yang merupakan seniman lokal yang mempunyai kemampuan untuk melukis sehingga proses
menterjemahkan ringkasan kreatif dapat berjalan dengan baik.
Secara umum proses perencanaan berjalan lancar. Dalam konteks kampanye ini, prosesnya difasilitasi oleh lembaga mitra yang kuat, mitra
penyingkir halangan dan pendanaan, Tim Kerja Kampanye yang kompak dan bekerja secara penuh, dan seorang mentor yang memberikan
umpan balik secara cepat dan terinci.
110
Tinjauan terhadap Proses Pelaksanaan Proyek
Kapasitas
Tahap pelaksanaan kegiatan kampanye pride di Bali Barat dimulai pada Bulan Juli 2009 dan berjalan hingga bulan Juli 2010. Tinjauan terhadap
proses pelaksanaan kampanye yang telah dilakukan berdasar 3K (3C) yang selama ini menjadi acuan Rare.
Manajer Kampanye
Sebelum bergabung dengan Program Pride, saya sudah bekerja sebagai guru tetap Yayasan di sebuah sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Perikanan “Nurun Najah” Sumberkima, Buleleng dengan jabatan sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum selama 4 tahun. Selama saya
bekerja di SMK, mengajar beberapa mata pelajaran yaitu Biologi, IPA Terpadu dan Pengantar Konservasi. Selain sebagai guru, saya juga
bekerja di Yayasan Seka, sebuah NGO yang bergerak di pemberdayaan masyarakat petani yang tinggal di sekitar kawasan Konservasi, yaitu
Taman Nasional bali Barat. Selama itu saya dan lembaga saya tempat bekerja (sekolah dan Yayasan Seka) juga mengerjakan isu-isu
penjangkauan.
Saya tidak pernah mendapatkan dasar-dasar teori akademik di tentang segmentasi khalayak, desain materi, penetapan sasaran, dll. Secara pribadi
saya melihat dua fase universitas pertama sangat baik tetapi memerlukan kerja yang sangat, sangat keras. Hanya ada sedikit waktu untuk refleksi
dan terlalu banyak tugas, namun teori-teori yang diberikan telah berhasil membantu saya untuk menyelesaikan kampanye. Beberapa contoh:
1. Saya (bersama lembaga) telah membuat poster di masa lalu, tapi tidak pernah berpikir tentang segmentasi khalayak secara spesifik
atau pengujian pesan. Saya cenderung merancang poster sendiri, menunjukkannya kepada rekan-rekan di lembaga dan kemudian
mengirimkannya ke percetakan. Sekarang saya mengerti perlunya menguji dan telah melihat betapa pentingnya pengiriman pesan yang
efektif.
2. Saya pernah terlibat dalam pengumpulan dana sebelumnya, namun proposal yang saya buat tidak SMART, sehingga sering
dikembalikan dan ditolak. Dalam kampanye, saya mengikuti panduan, merancang proposal dan memahami strategi pengumpulan dana
ataupun dukungan lain yang tidak berbentuk dana. Saya berhasil mendapatkan dukungan dana dari Aliansi Petani Indonesia (API)
Region Bali untuk kegiatan lokakarya petani (Oktober 2009) dan pelatihan petani (Nopember 2009). Saya berhasil mendapatkan
kepercayaan dari Balai Taman Nasional Bali Barat untuk masuk dalam tim rencana review zonasi di TNBB pada bulan September 2009.
Saya juga (bersama lembaga) berhasil menjalin kerjasama dengan Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) pada bulan
April 2010 untuk mengembangkan radio komunitas bagi masyarakat umum di Kabupaten Jembrana, khususnya petani dan pencari kayu
bakar di kawasan kampanye.
111
3. Posisi saya di sekolah termasuk baru, tetapi cukup dihargai dalam menyampaikan ide dan masukan bagi pengembangan sekolah. Saya
menyampaikan konsep pengembangan sekolah yang membuat tertarik para dewan guru dan komite sekolah, sehingga merekomendasikan
untuk membentuk tim pengembangan sekolah yang ketuanya adalah saya. Di Lembaga saya termasuk senior. Interaksi dengan direktur
terjadi setiap hari kerja. Saya sering melakukan presentasi di hadapan para staf lainnya. Sejak menjadi Manajer Kampanye pada program
pride, saya diberi kewenangan oleh direktur untuk membentuk tim kerja kampanye yang melibatkan staf lembaga.
Selama dua tahun berjalannya program, manajer kampanye melakukan pemantauan dan evaluasi kemajuan secara mandiri dengan
menggunakan Rencana Perkembangan Pribadi (Personal Development Plan) yang berisi tentang teori dan aplikasi praktis pemasaran
sosial, kemampuan dan metode riset, pengelolaan proyek, kepemimpinan, penggunaan tekhnologi, dll. Hal ini dapat dilihat di halaman
kampanye di RarePlanet. Penilaian yang dilakukan secara mandiri meliputi tiga bidang khusus yang diharapkan akan berkembang seiring
dengan berjalannya program.
1. Pemasaran sosial
Dari 30 keahlian/kompetensi mengenai pemasaran sosial, keahlian yang menjadi prioritas dengan peringkat tertinggi dan yang kritis
terhadap kesuksesan kampanye adalah Mengerti konsep pelibatan pemangku kepentingan, identifikasi pemangku kepentingan,
mengetahui struktur kekuatan dan pengaruh jaringan. Sedangkan keahlian yang menjadi prioritas dengan peringkat paling rendah dan
yang paling kritis terhadap kesuksesan kampanye pada fase Implementasi Lapangan berikutnya adalah Mengerti peran pemasaran sosial
dalam strategi organisasi lembaga sendiri (Yayasan Seka).
2. Ilmu Konservasi
Dari 19 keahlian/kompetensi mengenai Ilmu Konservasi, keahlian yang menjadi prioritas dengan peringkat tertinggi dan yang kritis
terhadap kesuksesan kampanye adalah Draft rangkuman lokasi yang menyajikan gambaran lengkap tempat dan keanekaragaman
hayatinya – termasuk fakta detil yang relevan, terutama yang menyangkut ancaman. Sedangkan keahlian yang menjadi prioritas dengan
peringkat paling rendah dan yang paling kritis terhadap kesuksesan kampanye pada fase Implementasi Lapangan berikutnya adalah
Mengerti fundamental survei ekologis populasi dari spesies individual.
3. Penelitian
Dari 33 keahlian/kompetensi mengenai penelitian, keahlian yang menjadi prioritas dengan peringkat tertinggi dan yang kritis terhadap
kesuksesan kampanye adalah Tahu kapan dan mengapa menggunakan metodologi penelitian berbeda (seperti pencarian literatur,
pembicaraan terfokus, pengamatan, kelompok fokus, dan survei). Sedangkan keahlian yang menjadi prioritas dengan peringkat paling
rendah dan yang paling kritis terhadap kesuksesan kampanye pada fase Implementasi Lapangan berikutnya adalah Mengetahui
bagaimana melakukan metode yang bersifat observasi menggunakan kamera, jika diperlukan, untuk melengkapi penelitian formatif
rangkuman lokasi.
112
4. Manajemen Proyek
Dari 21 keahlian/kompetensi mengenai Manajemen Proyek, keahlian yang menjadi prioritas dengan peringkat tertinggi dan yang kritis
terhadap kesuksesan kampanye adalah Menciptakan Dokumen Proyek yang dengan jelas merumuskan cakupan proyek, objektif, alasan
mendasar, keuntungan target, resiko, dan identitas pemangku kepentingan dan dukungan. Sedangkan keahlian yang menjadi prioritas
dengan peringkat paling rendah dan yang paling kritis terhadap kesuksesan kampanye pada fase Implementasi Lapangan berikutnya
adalah Menugaskan sumber daya proyek terhadap tugas dan produk dalam Work Breakdown Structure (WBS) pada rencana proyek, dan
mengkomunikasi penugasan/mendapatkan sumber daya dengan jelas dan tepat waktu.
5. Kepemimpinan
Dari 43 keahlian/kompetensi mengenai Kepemimpinan, keahlian yang menjadi prioritas dengan peringkat tertinggi dan yang kritis
terhadap kesuksesan kampanye adalah Menerima feedback secara positif. Sedangkan keahlian yang menjadi prioritas dengan peringkat
paling rendah dan yang paling kritis terhadap kesuksesan kampanye pada fase Implementasi Lapangan berikutnya adalah Menggunakan
keahlian negosiasi untuk mendapatkan pemahaman yang sama dan menentukan apa yang bisa disepakati bersama.
6. Menggunakan Alat Teknologi
Dari 13 keahlian/kompetensi mengenai Alat Teknologi, keahlian yang menjadi prioritas dengan peringkat tertinggi dan yang kritis
terhadap kesuksesan kampanye adalah Keahlian menggunakan Software Basic 2003 MS Office. Sedangkan keahlian yang menjadi
prioritas dengan peringkat paling rendah dan yang paling kritis terhadap kesuksesan kampanye pada fase Implementasi Lapangan
berikutnya adalah Keahlian menggunakan Software Manajemen Adaptif Miradi.
Lembaga - Yayasan Seka
Selama menjalankan program, proses transfer pengetahuan dari Manajer Kampanye kepada para staf anggota lembaga berjalan dengan baik. Hal
pertama yang dilakukan adalah pelatihan untuk peningkatan kapasitas internal lembaga tentang pemasaran sosial, manajemen proyek dan
kepemimpinan serta pengenalan terhadap alat bantu berupa software Miradi. Dukungan dari lembaga terhadap program kampanye pride semakin
besar ketika manajer kampanye berhasil meyakinkan kepada seluruh anggota lembaga bahwa “ilmu baru” yang didapat dari Rare akan mampu
memperbaiki strategi lembaga dalam mencapai visi dan misi lembaga dengan mengembangkan sasaran SMART.
Lembaga mulai terlibat penuh dalam Workshop Stakeholder sampai tahap tersusunnya konsep final rencana proyek. Proses fasilitasi dan
penyusunan model konsep dari workshop stakeholder dan memasukkannya kedalam software Miradi merupakan hal baru bagi lembaga,
terutama untuk menentukan peringkat ancaman dan strategi untuk pengurangan ancaman dalam mencapai target konservasi. Membuat sasaran
113
SMART, pengembangan pesan dan menciptakan materi kampanye berdasarkan ringkasan kreatif adalah serangkaian kapasitas yang kini dimiliki
oleh staf lembaga.
Hasil yang dicapai oleh lembaga selama program kampanye Pride adalah munculnya dukungan dan kepercayaan dari salah satu stakeholder
kunci yang ada di kawasan, yaitu TNBB. Kepercayaan itu diwujudkan dalam bentuk kerjasama dengan lembaga untuk masa waktu 5 tahun
dalam menjalankan action plan “pemberdayaan masyarakat melalui penangkaran jalak bali oleh masyarakat”. Kapasitas lembaga dalam action
plan adalah membangun kelembagaan ditingkat masyarakat.
Konstituen
Bukti bahwa kampanye menciptakan konstituen pendukung diilustrasikan dengan jumlah relawan yang membantu dalam proyek tersebut. Lebih
dari 300 individu dari 9 desa terlibat; mulai dari terlibat dalam persiapan workshop stakeholder, melakukan survei pra dan pasca kampanye,
mengorganisir kegiatan lokakarya petani, pelatihan petani, membagi-bagikan poster, brosur, buklet dan stiker hingga memobilisasi khalayak
untuk hadir dalam pentas kesenian Bondres yang diadakan secara terbuka di lapangan Desa Melaya.
Banyaknya dukungan yang didapatkan selama pelaksanaan proyek tidak terlepas dari keberadaan Yayasan Seka di Bali Barat, khususnya di
desa-desa sekitar kawasan Taman Nasional Bali Barat. Sejak tahun 2006 Yayasan Seka telah melakukan pendampingan terhadap masyarakat,
khususnya petani yang berada di sekitar kawasan konservasi sehingga hubungan baik telah tercipta dan kepercayaan telah didapatkan. Ketika
menjalankan proyek Pride, maka dukungan dari masyarakat khususnya petani menjadi sangat mudah didapatkan. Terciptanya hubungan baik dan
didapatkannya kepercayaan yang membuahkan dukungan bagi proyek yang dijalankan tidak terlepas dari hasil yang didapat selama melakukan
pendampingan, yaitu salah satu kelompok tani di desa Sumberkima yang didampingi Yayasan Seka mendapatkan juara I lomba kelompok tani
tingkat Kabupaten Buleleng pada tahun 2009 dan pada bulan Maret 2010 mendapatkan juara III tingkat provinsi Bali. Prestasi ini diketahui oleh
masyarakat di desa sasaran kampanye, sehingga kredibilitas dari Yayasan Seka cukup tinggi.
Dukungan tidak hanya datang dari masyarakat saja, tetapi Pemerintah Desa juga memberikan dukungan terhadap pelaksanaan kampanye Pride
dengan mengijinkan penggunaan papan informasi desa untuk digunakan sebagai media dalam menyebarkan pesan-pesan kampanye seperti
penempelan poster dan brosur tentang fungsi Taman Nasional Bali Barat, Brosur tentang Kebun energi. Selain itu Pemerintah Desa mengijinkan
untuk menggunakan balai pertemuan di desa untuk kegiatan-kegiatan selama masa kampanye berjalan.
Balai Taman Nasional Bali Barat (BTNBB) mendukung program kampanye pride dengan menandatangani kerjasama (MoU) dengan lembaga
dalam menjalankan kegiatan kampanye pride (Juli 2009 – Juli 2010). Mereka juga memberikan fasilitas berupa ruang pertemuan dan kemudahan
akses dalam memasuki kawasan. Pada Bulan September 2010, Yayasan Seka diberi kepercayaan untuk terlibat dalam rencana review zonasi
TNBB dengan menjadi anggota tim review zonasi untuk masa kerja September – Desember 2009. Terakhir sedang dilakukan penyempurnaan
draft kerjasama dengan lembaga untuk program pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan selama masa waktu 5 tahun.
114
Untuk khalayak sasaran utama dari kampanye pride, yaitu petani dan pencari kayu bakar terutama di 2 desa sasaran utama telah mengadopsi
strategi penyingkiran halangan berupa pembuatan kebun energi di kebun mereka sendiri. Sebanyak 20 demplot kebun energi pada awal program
berjalan telah dibuat di 2 desa, yaitu Desa Sumberklampok dan Desa Melaya yang melibatkan 35 KK petani dan pencari kayu bakar. Pada akhir
program terjadi adopsi kebun energi di 2 desa, yaitu Sumberklampok dan Sumberkima sebanyak 37 demplot sehingga total demplot yang telah
dibuat adalah 57 demplot. Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran para pengelola demplot yang secara aktif menyebarluaskan informasi
tentang manfaat demplot kebun energi kepada tetangga dan teman-temannya. Proses komunikasi interpersonal terjadi di lahan demplot tanpa
campur tangan dari manajer kampanye maupun Yayasan Seka. Mereka secara sadar dan berinisiatif untuk mempengaruhi tetangga dan teman
supaya mengadopsi kebun energi karena telah melihat hasil yang didapat selama mengelola demplot. Ketika meyakinkan teman dan tetangga,
para pengelola demplot dengan percaya diri menunjukkan demplot mereka yang tanamannya tumbuh dengan baik.
Konservasi
Target Keanekaragaman Hayati yang telah ditetapkan sebelumnya adalah Menyelamatkan hutan hujan dataran rendah yang menjadi habitat Jalak
Bali dari tekanan pengambilan kayu bakar oleh masyarakat sekitar kawasan TNBB dari 147 orang pada Juli 2009 menjadi 107 orang pada Juni
2010. Ukuran yang digunakan adalah jumlah petani dan pencari kayu bakar di 9 desa sasaran. Untuk mengetahui perubahan dilakukan dengan
metode survey, wawancara dan observasi langsung ke lokasi.
Dari hasil perbandingan survey pra dan pasca kampanye terjadi penurunan 36% pengambilan kayu bakar oleh petani dan pencari kayu bakar
didalam kawasan hutan TNBB, yaitu dari 75% pada survey pra menjadi 39% pada survey pasca. Hasil ini diperkuat dengan target pengurangan
ancaman yaitu Pada Juni 2010, 40 orang khalayak sasaran utama (petani dan pencari kayu bakar) di 2 desa target (Sumberklampok dan Melaya)
telah membuat kebun energi di kebun mereka. Hasil yang dicapai justru melampaui target yaitu sebanyak 57 demplot kebun energi telah
diadopsi di tiga desa, yaitu Sumberklampok, Melaya dan Sumberkima.
Teori Perubahan
Dalam konteks Teori Perubahan, hasil konservasi yang dicapai adalah menurunnya ancaman pengambilan kayu bakar di hutan hujan dataran
rendah TNBB yang menjadi habitat Jalak Bali berhasil ditekan sebanyak 47 orang petani dan pencari kayu bakar sudah tidak mengambil kayu
bakar di hutan TNBB. Hasil ini melampaui target yang ditetapkan di awal program, yaitu sebesar 20 orang. Jika dihitung dari volume kayu yang
berhasil diselamatkan, maka dalam sehari sebanyak 105,75 m3 kayu berhasil diselamatkan (47 orang x 3 kali pengambilan x 0,75 m
3 kayu).
Target Pengurangan ancaman berupa pembuatan kebun energi yang mengintegrasikan antara tanaman kayu bakar, pakan ternak dan tanaman
pertanian seluas 10 hektar (20 demplot) di Desa Sumberklampok dan Melaya dengan memanfaatkan lahan milik masyarakat yang selama ini
115
tidak dimanfaatkan/diterlantarkan. Hasil yang didapatkan adalah 57 demplot kebun energi telah dibuat oleh khalayak sasaran utama (petani dan
pencari kayu bakar) di 3 desa target (Sumberklampok, Melaya dan Sumberkima).
Faktor keberhasilan yang dicapai dari Teori Perubahan tidak terlepas dari dukungan petani dan pencari kayu bakar yang mempunyai keinginan
kuat untuk berubah, yang dibuktikan dalam bentuk pembuatan demplot kebun energi, serta tidak mencari kayu bakar di hutan TNBB. Faktor lain
adalah kepercayaan terhadap Yayasan Seka yang selama ini telah terbukti komitmen dan konsistensinya dalam mendampingi masyarakat sekitar
kawasan konservasi khususnya sekitar TNBB, bahkan salah satu kelompok tani dampingan telah terbukti berprestasi ditingkat propinsi.