faktor-faktor kejadian berat badan bayi lahir di rsud …
TRANSCRIPT
1
FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR
DI RSUD dr. SOEDARSO PONTIANAK
Fitria Widiarsih 1, Marlenywati 2, Abrori 3
1 Perminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pontianak Tahun 2015 (e-mail: [email protected]) 2 Perminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pontianak (e-mail: [email protected]) 3 Perminatan Kesehatan Reproduksi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Pontianak (e-mail:[email protected])
ABSTRAK
Berat Lahir adalah berat badan neonatus pada saat kelahiran yang ditimbang dalam waktu
satu jam atau sesudah lahir. Berat Badan digunakan untuk mendiagnosis bayi berat badan
lahir normal atau berat badan lahir rendah (BBLR).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tinggi badan,
pertambahan berat badan, lila, kadar Hb,usia ibu, pantang makan dan kebiasaan minuman
bersoda dengan kejadian berat badan bayi lahir di Ruang Bersalin RSUD. dr. Soedarso
Pontianak.
Penelitian menggunakan desain crossectional. Sampel penelitian sebanyak 93 responden yang
diambil menggunakan teknik Accidental sampling. Menggunakan uji statistik uji Chi-square.
Penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pertambahan berat badan
(p value=0,000), kadar hb (p value=0,017), lila ibu (p value = 0,001),usia ibu (p value =
0,018) dan pantang makan (p value = 0,047) dengan kejadian berat badan bayi lahir di RSUD
dr. Soedarso Pontianak. Variabel yang tidak berhubungan tinggi badan (p value = 0,142) dan
kebiasaan minum bersoda (p value = 0,437).
Saran kepada RSUD. dr. Soedarso Pontianak sebaiknya selalu memberikan konseling KB tentang
pentingnya mengatur usia saat hamil, jarak kehamilan dan melakukan pemeriksaan kehamilan pada
ibu hamil yang memiliki resiko kehamilan.
Kata kunci : Pertambahan berat badan, kadar hb, lila, usia ibu, pantang makan
2
ABTRACT
FACULTY OF HEALTH SCIENCES
THESIS, FEBRUARY 26,2015
FITRIA WIDIARSIH
FACTORS RELATED TO THE INCIDENCE OF NEWBORN INFANTS BIRTH
WEIGHT AT SOEDARSO HOSPITAL PONTIANAK
xix+78pages+19 tables+ 3 figures + 4 appendices
Birth weight is the weight of neonates at birth weighed within an hour or shortly after the
birth. Body weight is used to diagnose whether the baby's weight is normal or low (LBW).
This study aimed to discover the factors related to height, body weight gain, upper arm
circumference, hemoglobin level, maternal age, eating abstinence, carbonated beverages
intake, and the incidence of newborn infants birth weight at Delivery Room of RSUD dr.
Soedarso Pontianak.
A cross sectional design was carried out in this study. The samples were 93 respondents who
were selected by using accidental sampling technique. The data were analyzed by employing
chi square test.
The study revealed two findings. First, there were correlation of birth weight gain (p
value=0,000), hemoglobin level (p value=0,017), upper arm circumference (p value=0,001),
maternal age (p value=0,018), eating abstinence (p value=0,047), and the incidence of
newborn infants birth weight. second, there were no correlation of height (p value=0,142),
carbonated beverages intake, and the incidence of newborn infants birth weight
From the findings, the management of Soedarso hospital should provide family planning
counseling, particularly on the importance setting the age for pregnancy, pregnancy spacing,
and antenatal care, particularly for those who are at risk of pregnancy.
Key words: body weight gain, hemoglobin level, upper arm circumference, maternal age,
eating abstinence
PENDAHULUAN
Neonatus adalah bayi yang baru
mengalami proses kelahiran dan harus
menyesuaikan diri dari kehidupan intra
uterin ke kehidupan ekstrautern. Pengaruh
kehamilan dan proses persalinan
mempunyai peranan penting dalam
mordibitas dan mortalitas bayi. Bayi yang
lahir dalam presentase melalui vagina
pada usia kehamilan genap 37 minggu
sampai dengan 42 minggu dengan berat
badan 2500-4000 gram.1
Menurut World Health
Organization (WHO) 2010, berat lahir
adalah berat badan neonatus pada saat
kelahiran yang ditimbang dalam waktu
satu jam atau sesudah lahir. Berat badan
merupakan ukuran antropometri yang
terpenting dansering digunakan pada bayi
baru lahir (neonatus). Berat badan
digunakan untuk mendiagnosis bayi
normal atau berat badan lahir rendah
(BBLR). 2
Berat badan bayi baru lahir
ditentukan oleh status gizi janin. Status
gizi pada janin ditentukan oleh status gizi
ibu waktu melahirkan dan keadaan ini
dipengaruhi oleh status gizi ibu pada
waktu konsepsi.3 Berat badan lahir
merupakan salah satu indikator kesehatan
bayi baru lahir. Berat badan lahir normal
(usia gestasi 37-42 minggu) adalah 2.500-
3
4.000 gram. Berat badan lahir yang rendah
atau berlebih akan mempunyai resiko
yang lebih besar untuk mengalami
masalah.4
Di Indonesia, pada tahun 2010
kejadian berat badan lahir 34,0 % dan di
Kalbar 38,0 % dari berat badan lahir. Pada
tahun 2010 menurut berat badan lahir
berdasarkan kategori < 2500 sebanyak
13,9 persen, 2500-3999 sebanyak 83,7 %
dan ≥4000 sebanyak 2,4 persen.5
Data RSUD dr. Soedarso Pontianak
menunjukan bahwa pada tahun 2012 bayi
lahir sebanyak 859 kelahiran hidup
terdapat berat bayi >2500gr sebanyak
76,8% dan berat bayi <2500gr sebanyak
23,16%. Di tahun 2013 bayi lahir
sebanyak 1780 kelahiran hidup terdapat
berat bayi<2500gr sebanyak 25,7% dan
berat bayi< 2500 sebanyak 74,3% dari
kelahiran hidup.
Rumusan Masalah
Hasil survei pendahuluan yang
dilakukan penulis pada bulan Mei 2014 di
RSUD Soedarso kepada 10 ibu yang
melahirkan, diketahui bahwa sebanyak 4
ibu yang memiliki bayi <2500, 4 ibu
melahirkan normal >=2500, 8 ibu dengan
kadar hb di bawah normal, 3 ibu dengan
LILA <23,5cm, 6 ibu yang memiliki berat
badan rendah dan 1 ibu mempunyai tinggi
badan <150 cm, 2 ibu mempunyai usia
beresiko < dan diatas 35 tahun dan 3 ibu
mempunyai pantang makan dan 1ibu
mempunyai kebiasaan bersoda.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui hubungan antara tinggi
badan ibu dengan kejadian Berat
Badan Bayi Lahir di RSUD dr.
Soedarso Pontianak.
2. Mengetahui hubungan antara
pertambahan berat badan ibu dengan
kejadian Berat Badan Bayi Lahir di
RSUD dr. Soedarso Pontianak.
3. Mengetahui hubungan antara kadar
hemoglobin ibu dengan kejadian
Berat Badan Bayi Lahir di RSUD dr.
Soedarso Pontianak.
4. Mengetahui hubungan antara LILA
dengan kejadian Berat Badan Bayi
Lahir di RSUD dr. Soedarso
Pontianak.
5. Mengetahui hubungan antara usia
ibu dengan kejadian Berat Badan
Bayi Lahir di RSUD dr. Soedarso
Pontianak.
6. Mengetahui hubungan antara
pantangan makan ibu hamil dengan
kejadan Berat Badan Bayi Lahir di
RSUD dr. Soedarso Pontianak.
7. Mengetahui hubungan antara
kebiasaan minuman bersoda dengan
kejadian Berat Badan Bayi Lahir di
RSUD Dr. Soedarso Pontianak.
Metode
Penelitian ini dilakukan di Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Soedarso
Pontianak. Penelitian ini dilakukan selama
1 bulan dimulai dari 7 desember sampai
21 januari. Penelitian ini merupakan
penelitian observasional analitik dengan
pendekatan crossectional.
Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin
dan bayi yang dilahirkan di RSUD
dr.Soedarso Pontianak berjumlah 93 ibu
bersalin. Menggunakan teknik accidental
sampling sesuai kriteria inklusi dan
eksklusi menggunakan data sekunder dan
data primer yang ada di RSUD
dr.Soedarso Pontianak
Analisis yang digunakan adalah
analisis univariat untuk memperoleh
gambaran karakteristik variabel. Analisis
bivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan variabel independen dan
dependen yaitu faktor-faktor yang
berhubungan dengan berat badan bayi
lahir.
4
Hasil dan Pembahasan
Hasil pengumpulan dan pengolahan data responden diketahui karakteristik
berdasarkan tingkat usia dewasa awal (26-35tahun) sebanyak 39 responden 41.9%,
karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan tingkat SMA/Sederajat sebanyak 44
responden 47.3% dan karakteristik responden berdasarkan tingkat perkerjaan diketahui bahwa
sebagian besar tingkat pekerjaan adalah IRT (ibu rumah tangga) sebanyak 80 responden
86,0%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Karakteristik Responden
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Usia, Pendidikan dan Pekerjaan di RSUD dr. Soedarso Pontianak
Karakteristik Responden
n %
Usia Remaja akhir (17-25 tahun)
Dewasa awal (26-35 tahun)
Dewasa akhir (36-45 tahun)
32
39
29
34.4
41.9
23.7
Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah
2
2.2
Tamat SD/Sederajat 21 22.6
Tamat SMP/Sederajat 20 21.5
Tamat SMA/Sederajat 44 47.3
Diploma
S1
2
4
2.2
4.3
Jenis Pekerjaan
IRT 80 86,0
Swasta 8 8,6
PNS 3 3,2
Petani 2 2,2
Sumber : Data Primer 2014
5
Univariat
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Berat Badan Bayi Lahir, Tinggi Badan, Pertambahan Berat Badan,
Kadar Hb, Lila, Usia ibu, Pantang Makan danKebiasaan Minuman bersoda
di RSUD dr. Soedarso Pontianak
Variabel Responden
N %
Berat Badan Bayi
BBLR
BBLN
22
71
23.7
76.3
Tinggi Badan
Berisiko <145 cm
Tidak Berisiko >145 cm
6
87
6.5
93.5
Pertambahan Berat Badan
Tidak Sesuai (<7 kg dan >12 kg)
Sesuai (7-12 kg)
40
53
6.5
93.5
Kadar Hb
Anemia
Tidak Anemia
33
60
35.5
64.5
Lila
Berisiko <23,5cm
Tidak Berisiko ≥23,5cm
18
75
19.4
80.6
Usia
Berisiko <20 dan >35
Tidak Berisiko 20-35
26
67
28.0
72.0
Pantang makan
Ya Pantang
Tidak Pantang
26
67
28.0
72.0
Kebiasaan Minuman bersoda
Sering
Tidak sering
18
75
19.4
80.6 Total 93 100
Dari tabel 2 diketahui distribusi frekuensi
berdasarkan berat badan bayi lahir yang
lahir dengan berat badan normal sebanyak
71 responden (76.3%) lebih besar
dibandingkan dengan berat badan BBLR.
Distribusi frekuensi berdasarkan tinggi
badan ibu yang tidak berisiko >145 cm
sebanyak 87 responden (93.5) lebih besar
dibandingkan dengan berisiko <145 cm.
Distribusi frekuensi berdasarkan
pertambahan berat badan ibu yang sesuai
sebanyak 53 responden (93.5) lebih besar
dibandingkan dengan tidak sesuai.
Distribusi frekuensi berdasarkan kadar Hb
ibu yang tidak anemia sebanyak 60
responden (64.5) lebih besar dibandingkan
dengan yang anemia. Distribusi frekuensi
berdasarkan Lila ibu yang tidak berisiko
≥23,5cm sebanyak 75 responden (80.6)
lebih besar dibandingkan dengan yang
Berisiko <23,5cm. Distribusi frekuensi
berdasarkan usia ibu yang tidak berisiko
20-35 sebanyak 67 responden (72.0) lebih
besar dibandingkan dengan yang Berisiko
<20dan>35. Distribusi frekuensi
berdasarkan pantang makan yang tidak
pantang sebanyak 67 responden (72.0)
lebih besar dibandingkan dengan yang ada
pantang. Distribusi frekuensi berdasarkan
kebiasaan minuman bersoda yang tidak
sering sebanyak 75 responden (80.6) lebih
besar dibandingkan dengan yang sering.
6
Bivariat
Tabel 3
Hubungan Tinggi Badan, Pertambahan Berat Badan,
Kadar Hb, Lila, Usia ibu, Pantang Makan danKebiasaan Minuman bersoda dengan
berat badan bayi lahir di RSUD dr. Soedarso Pontianak
Variabel
Kejadian Berat Badan Bayi
Lahir p value PR 95% CI
BBLR BBLN
n % N %
Tinggi badan
Berisiko <145 cm 3 50 3 50 0,142 2,289
(0.319-0.634) Tidak Berisiko >145 cm 19 21.8 68 78.2
Pertambahan berat badan
Tidak Sesuai (<7 kg dan >12 kg) 22 55 18 45 0,000 0,450
(0.319-0.634) Sesuai (7-12 kg) 0 0 53 100
Kadar Hb
Anemia 13 39.4 20 60.6 0,017 2.626
(1.256-5,483) Tidak Anemia 9 15 51 85
Lila
Berisiko <23,5cm 10 55.6 8 44.4 0,001 3,472
(1.789-6.739) Tidak Berisiko ≥23,5cm 12 16 63 84
Usia ibu
Berisiko <20 dan >35 11 42.3 15 57.7 0,018 2.577
(1.277-5.202) Tidak Berisiko 20-35 11 16.4 56 83.6
Pantang makan
Ya Pantang 14 35 26 65 0,047 2.319
(1.078-4.986) Tidak Pantang 8 15 45 84
Kebiasaan Minuman Bersoda
Sering 3 16.7 15 83.3 0,437 0.658
(0.218-1.984) Tidak sering 19 25.7 56 74.7
Sumber : Data Primer 2014
Hasil analisis variabel tinggi
badan dengan berat badan bayi lahir
berdasarkan uji statistic Chi Squere pada
tabel 3 didapatkan nilai p value 0.142
(>0.005), dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara
tinggi badan dengan kejadian berat
badan bayi lahir di RSUD dr.Soedarso
Pontianak. Hasil analisis variabel
pertambahan berat badan dengan berat
badan bayi lahir berdasarkan uji statistik
dengan menggunakan chi-square pada
tabel 3 didapatkan nilai p value : 0,000
lebih (<0,05) dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan signifikan antara
pertambahan berat badan dengan
kejadian berat badan bayi lahir diruang
bersalin di RSUD dr.Soedarso. Hasil
analisis diperoleh pula nilai PR =0,450
artinya prevalensi yang terkena BBLR
dengan pertambahan berat badan yang
tidak sesuai 0,450 kali lebih banyak pada
responden yang tidak sesuai
pertambahan berat badan dibandingkan
dengan prevalensi responden yang sesuai
pertambahan berat badan. Hasil analisis
variabel kadar Hb dengan berat badan
bayi lahir berdasarkan uji statistik
dengan menggunakan chi-square pada
tabel 3 didapatkan nilai p value : 0,017
lebih (<0,05) dapat disimpulkan bahwa
7
ada hubungan signifikan antara kadar Hb
dengan kejadian berat badan bayi lah di
RSUD dr. RSUD Soedarso. Hasil
analisis diperoleh pula nilai PR =2,62
artinya prevalensi yang BBLR terkena
anemia 2,62 kali lebih banyak pada
responden yang anemia dibandingkan
dengan BBLR yang tidak anemia. Hasil
analisis variabel LILA dengan berat
badan bayi lahir berdasarkan uji statistik
dengan menggunakan chi-square pada
tabel 3 didapatkan nilai p value : 0,001
(<0,05) dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan signifikan antara LILA dengan
kejadian berat badan bayi lahir di RSUD
dr. Soedarso. Hasil analisis diperoleh
pula nilai PR =3.472 artinya prevalensi
yang BBLR 2,62 kali lebih banyak pada
responden yang mempunyai lila berisiko
dibandingkan dengan tidak berisiko.
Hasil analisis variabel usia ibu dengan
berat badan bayi lahir berdasarkan uji
statistik dengan menggunakan chi-
square pada tabel 3 didapatkan nilai p
value : 0,018 (<0,05) dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan signifikan antara
usia ibu dengan kejadian berat badan
bayi lahir di RSUD dr. Soedarso. Hasil
analisis diperoleh pula nilai PR = 2,58
artinya prevalensi yang BBLR 2,62 kali
lebih banyak pada responden yang usia
ibu berisiko dibandingkan dengan
BBLR yang tidak berisiko. Hasil analisis
variabel pantang makan dengan berat
badan bayi lahir berdasarkan uji statistik
dengan menggunakan chi-square pada
tabel 3 didapatkan nilai p value : 0,047
(<0,05) dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan signifikan antara pantang
makan dengan kejadian berat badan bayi
lahir di RSUD dr. RSUD Soedarso. Hasil
analisis diperoleh pula nilai PR = 2,32
artinya prevalensi yang BBLR 2,31 kali
lebih banyak pada responden yang ada
pantang makan dibandingkan dengan
BBLR yang tidak ada pantang makan.
Hasil analisis variabel kebiasaan
minuman bersoda dengan berat badan
bayi lahir berdasarkan uji statistik
dengan menggunakan chi-square pada
tabel 3 didapatkan nilai p value : 0,437
(>0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan signifikan antara pantang
makan dengan kejadian berat badan bayi
lahir di RSUD dr. Soedarso Pontianak.
PEMBAHASAN
1. Hubungan Antara Tinggi Badan
dengan Berat Badan Bayi Lahir
Hasil analisis statistik dengan
meggunakan uji Chi-square
menunjukan bahwa tinggi badan tidak
berhubungan dengan kejadian berat
badan bayi lahir. Terlihat dari p value
sebesar 0,142. Hal ini disebabkan
karena dari seluruh objek yang diteliti,
sebagian besar responden dengan tinggi
badan ibu yang tidak berisiko
Pada penelitian ini, tinggi badan
ibu yang melahirkan di RSUD dr.
Sodarso memiliki tinggi badan 137 -
168 cm dengan tinggi badan rata-rata
151 cm. Kebanyakan responden yang
melahirkan BBLR adalah responden
yang memiliki tinggi badan tidak
berisiko sebanyak 19 orang (83,4%)
sedangkan reponden yang memiliki
tinggi badan berisiko sebanyak 3 orang
(13,6%).
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Trihardiani (2011)
bawasannya Uji statistik bivariat
menunjukkan hubungan yang tidak
bermakna antara tinggi badan dengan
berat badan lahir (p=0,182). Hal ini
dikarenakan sebagian besar subyek
(98,2%) memiliki tinggi badan lebih
dari 145 cm.
Pada umumnya, ukuran tubuh
pada wanita yang pendek sering
8
ditemukan adanya panggul yang sempit
dan keadaan ini dapat menghambat
jalannya persalinan sehingga
menyebabkan berat badan bayi yang
dilahirkan rendah.6 Wanita yang
melahirkan memiliki tinggi badan yang
kurang dari normal ada kemungkinan
memiliki kapasitas panggul sempit,
namun bukan bearti seorang wanita
dengan tinggi badan yang normal tidak
dapat memiliki panggul sempit. 7
Selain itu, dalam keadaan normal
pertumbuhan tinggi badan akan searah
dengan pertambahan berat badan.8
Keadaan ini diartikan bahwa gangguan
gizi waktu kanak-kanak pengaruhnya
sangat jauh sampai produk kehamilan.9
Perbaikan gizi di negara-negara maju
dalam upaya untuk meningkatkan
tinggi badan dan berat badan ternyata
secara bermakna pada turunnya angka
kejadian BBLR.10 Namun, pada
penelitian ini ditemukan responden
yang tinggi badan tidak berisiko
mengalami status gizi kurang dan
melahirkan BBLR.
Berdasakan pernyataan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa masih ada
kemungkinan wanita dengan tinggi
badan diatas 145 cm juga berpeluang
untuk melahirkan BBLR. Disebabkan
oleh status gizi ibu yang kurang selama
hamil dan memiliki panggul yang
sempit. Tinggi badan ibu juga memiliki
dampak ukuran pada bayi yang baru
lahir (berat badan dan panjang bayi).
Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya
kejadian BBLR yaitu dengan
memantau status gizi ibu sebelum dan
selama hamil. Agar pertumbuhan tinggi
badan searah dengan perkembangan
berat badan
2. Hubungan Antara Pertambahan
Berat Badan Dengan Kejadian Berat
Badan Bayi Lahir
Hasil analisis uji Chi-square
menunjukan bahwa faktor pertambahan
berat badan memiliki hubungan
kemaknaan yang paling kuat dengan
kejadian berat badan bayi lahir.
Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh dari lapangan diketahui
bahwa keseluruhan responden
melahirkan BBLR mengalami
pertambahan berat badan tidak sesuai.
Hasil penelitian sesuai dengan fakta
bahwa responden yang pertambahan
berat badan kurang dari 7 kg selama
kehamilan berisiko melahirkan BBLR.
Bertambahnya berat badan ibu
sangat berarti sekali bagi kesehatan ibu
dan janin. Pada ibu yang menderita
kekurangan energi dan protein (status
gizi kurang) maka akan menyebabkan
ukuran plasenta lebih kecil dan suplay
nutrisi dari ibu ke janin berkurang,
sehingga terjadi retardasi
perkembangan janin intra utera dan
bayi dengan BBLR.11
Selain itu, penelitain ini juga
sejalan dengan Trihardiani (2010)
hasil penelitian pertambahan berat
badan selama hamil, sebanyak 5
responden (71,4%) yang memiliki
pertambahan berat badan yang tidak
sesuai melahirkan bayi BBLR,
sedangkan diantara subyek yang
memiliki pertambahan berat badan
yang sesuai, ada 2 (28,6%) subyek
yang melahirkan 14 bayi BBLR.
Hasil uji statistik diperoleh nilai
p=0,019 maka dapat disimpulkan ada
hubungan yang signifikan antara
pertambahan berat badan selama
hamil dengan kejadian BBLR
(RR=6,56; CI 95%=1,30-33,01). Hal
9
ini menunjukkan bahwa subyek
dengan pertambahan berat badan
yang tidak sesuai mempunyai risiko
6,6 kali untuk melahirkan BBLR
dibandingkan subyek dengan
pertambahan berat badan yang
sesuai.13
3. Hubungan antara Kadar Hb
dengan Berat Badan Bayi Lahir
Hasil analisis uji Chi-Square
menunjukan bahwa faktor kadar Hb
memiliki hubungan dengan kejadian
berat badan bayi lahir. Berdasarkan
hasil penelitian dilapangan diperoleh
responden yang melahirkan BBLR
banyak mengalami anemia (59%)
dibandingkan dengan responden yang
tidak anemia (41%). Risiko untuk
menderita anemia bagi responden
yang melahirkan BBLR adalah 2,62
kali lebih besar dibandingkan dengan
yang melahirkan BBLN.
Anemia di Asia berkontribusi
sebesar 23% terhadap BBLR dan
prematuritas. Hubungan antara
anemia dengan berat badan lahir
menunjukan hubungan “berbentuk U”
adalah mempunyai risiko terjadinya
BBLR meningkat pada ibu yang
mempunyai nilai Hb yang rendah dan
tinggi. 14
Pada penelitian yang dilakukan
oleh Maulidah dan Sulistiani (2012)
diketahui bahwa ibu yang melahirkan
BBLR mengalami anemia.15 Begitu
juga dengan penelitian Khatrina dan
Oktaviani (2011) menyatakan bahwa
ibu bersalin yang tidak anemia
melahirkan bayi dengan berat badan
normal.16 Penelitian ini juga sejalan
dengan penelitian Mutalazimah (2005)
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
yang menyatakan bahwa didapatkan
nilai p sebesar 0,001, karena lebih
kecil dari tingkat kesalahan 0,05 maka
Ho ditolak dan dapat disimpulkan ada
hubungan antara kadar Hb ibu hamil
dengan berat bayi lahir.17
Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan ibu hamil agar tidak
mengalami anemia, maka ibu hamil
disarankan untuk mengkonsumsi
makanan yang mengandung nutrisi
dan tablet Fe.
4. Hubungan antara Lila dengan Berat
Badan Bayi Lahir
Hasil analisis uji Chi-Square
menunjukan bahwa faktor LILA
memiliki hubungan dengan kejadian
berat badan bayi lahir. Responden
yang memiliki LILA kurang dari 23,5
berisiko melahirkan BBLR adalah
3,47 kali lebih besar dibandingkan
dengan yang melahirkan BBLN.
Berdasarkan hasil penelitian
dilapangan diperoleh responden yang
melahirkan BBLN banyak dengan
LILA tidak berisiko (84%)
dibandingkan dengan responden yang
berisiko (44,4%).
Hasil penelitian Maulidah dan
Sulistia (2012), diketahui bahwa
responden yang mengalami KEK berat
melahirkan BBLR dengan nilai resiko
12.43 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden yang melahirkan
BBLN. Begitu juga dengan penelitian
Triahrdiani (2011) dan penelitian
Qobadiyah (2012) juga menyatakan
bahwa LILA mempunyai pengaruh
terhadap berat badan bayi lahir.
Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan oleh calon ibu adalah
sebelum hamil harus memastikan
nutrisi harian cukup mengandung
energi sesuai dengan kebutuhan dan
memiliki LILA diatas 23,5 cm.
10
5. Hubungan antara antara usia ibu
dengan Berat Badan Bayi Lahir
Hasil analisis uji Chi-Square
menunjukan bahwa faktor usia ibu
dengan kejadian berat badan bayi
lahir. Risiko untuk melahirkan BBLR
bagi responden yang berusia <20 dan
>35 tahun adalah 2,58 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden yang
berusia 20 – 35 tahun.17
Hal ini dikarenakan ibu yang
kurang dari usia 20 tahun, rahim dan
bagian tubuh lainnya belum siap
menerima kehamilan dan cenderung
kurang perhatian terhadap
kehamilannya. Begitu juga dengan
ibu yang usianya lebih dari 35 tahun,
rahim dan bagian tubuh lain,
fungsinya sudah menurun dan
kesehatan tubuh ibu juga tidak sebaik
ketika berusia 20 – 35 tahun.1
Pada penelitian ini, usia ibu yang
melahirkan di RSUD Dr.Soedarso
memiliki usia 18-44 tahun dengan
usia rata-rata 28 tahun. Kebanyakan
responden yang melahirkan BBLR
adalah responden yang memiliki usia
berisiko <20 dan >35 sebanyak 11
orang (42,3%) lebih besar
dibandingkan usia ibu yang tidak
berisiko.
Usia ibu saat melahirkan turut
berpengaruh terhadap mordibilitas
dan mortalitas ibu maupun anak yang
dilahirkan.1 WHO
merekomendasikan bahwa usia yang
aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20 hingga 35 tahun. 2
Menurut penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian Torede
2012 di RSUD. PROF. DR. HI. Aloei
Saboe kota Gorontalo bahwa terdapat
81 bayi yang dilahirkan oleh Ibu yang
memiliki umur dalam kategori tidak
beresiko dan terdapat 99 bayi yang
terlahir dari Ibu yang memiliki umur
dalam kategori beresiko. ρ value yang
didapatkan dari analisis ini yaitu
0.000. Hasil analisis tersebut
menunjukkan bahwa hanya sedikit
perbedaan antara jumlah bayi BBLR
yang terlahir dari Ibu yang memiliki
umur dalam kategori beresiko dan
tidak beresiko. Secara teori umur
memiliki kaitan atau hubungan erat
dengan kejadian BBLR.18 Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian Merzelia (2012) di
kabupaten Belitung Timur Provinsi
kepulauan Bangka Belitung
menyatakan bahwa ada hubungan
umur ibu dengan bayi yang BBLR di
wilayah kerja kabupaten Belitung
Timur.19
Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan adalah dengan menunda
pernikahan di bawah usia 20 tahun
dan tidak merencanakan kehamilan di
atas 35 tahun.
6. Hubungan antara antara pantang
makan dengan Berat Badan Bayi
Lahir
Hasil analisis uji Chi-square
menunjukan bahwa pantangan makan
dengan kejadian berat badan bayi lahir.
Risiko untuk melahirkan BBLR bagi
responden yang melakukan pantangan
makanan adalah 2,32 kali lebih besar
dibandingkan dengan responden yang
tidak melakukan pantangan makan.
Berdasarkan hasil penelitian
dilapangan diperoleh responden yang
melahirkan BBLR sebagian besar
melakukan pantangan makan (63,64%)
dibandingkan dengan responden yang
tidak melakukan pantangan makan
(36,36%). Adapun makanan yang
dipantang saat ibu hamil pada
11
responden berupa seafood, ayam, nasi
putih, nanas, sayur pucuk ubi, dan es.
Dengan alasan keluarga, mitos, dan
penyakit.
Ada pun alasan ibu tidak mau
makan seperti ikan takut bayi yang
lahir nanti bau amis dan seperti ikan
pari takut bayi yang lahir akan lebar.
Sementara itu, diketahui bahwa kedua
makanan di atas merupakan sumber
protein yang baik. Kandungan protein
yang tingggi pada ikan berfungsi
dalam pertumbuhan otak janin.
Pantang makan adalah bahan
makanan atau masakan yang tidak
boleh dimakan oleh para individu
dalam masyarakat karena alasan yang
bersifat budaya.12 Pantangan makan
tersebut dipercaya dapat mengancam
bahaya terhadap barang siapa yang
melanggarnya. Ancaman bahaya ini
terkesan magis, yaitu adanya
kekuatan superpower yang berbau
mistik dan dapat menghukum orang
yang melanggar pantangan tersebut.13
Upaya pencegahan yang dapat
ibu lakukan adalah dengan mengganti
bahan makanan yang kandungan
gizinya sama dengan bahan makanan
yang dipantangkan, sehingga ibu
harus melakukan konsultasi dengan
bidan setempat atau ahli gizi untuk
mengetahui bahan makanan
pengganti yang sama kuantitas dan
kulitas kandungan gizinya.
7. Hubungan antara antara kebiasaan
minuman bersoda dengan Berat
Badan Bayi Lahir
Hasil analisis statistik dengan
menggunakan uji Chi-square
diperoleh nilai p value = 0,437 lebih
besar dari α = 0,05 dengan demikian
di simpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara
kebiasaan minuman bersoda dengan
kejadian bayi lahir di RSUD
Soedarso.
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui sebagian besar ibu yang
melahirkan BBLR mempunyai
kebiasaan minuman bersoda tidak
sering sebanyak 19 orang (25,3%)
dan memiliki kebiasaan sering
sebanyak 3 orang (16,7%).
Sedangkan pada ibu yang melahirkan
BBLN sebagian ibu mempunyai
kebiasaan minuman bersoda tidak
sering sebanyak 56 orang (74,7%)
dan ibu yang mempunyai kebiasaan
minuman bersoda sering sebanyak 15
orang (83,3%).
Hasil analisis statistik dengan
menggunakan uji Chi-square
menunjukan bahwa kebiasaan
minuman bersoda tidak berhubungan
dengan kejadian berat badan bayi
lahir. Terlihat dari nilai signifikans
sebesar 0,437. Hal ini disebabkan
karena dari seluruh objek yang
diteliti, sebagian besar responden
yang melahirkan BBLR tidak sering
mengkonsumsi minuman bersoda.
Pada penelitian ini, kebanyakan
reponden yang melahirkan BBLR
adalah responden yang tidak sering
mengkonsumsi minuman bersoda
(86,36%) dibandingkan dengan
responden yang sering
mengkonsumsi minuman bersoda
(13,64%). Dikatakan sering
mengkonsumsi minuman bersoda
apabila responden minum bersoda ≥2
x perminggu dan dikatakan tidak
sering apabila mengkonsumsi
minuman bersoda < 2x perminggu.
Ada pun jenis-jenis minuman bersoda
yang ibu hamil konsumsi adalah
12
seperti cola-cola, fanta, sprite dan
frenta.
Soft drink atau minuman ringan,
mengacu pada minuman yang
berkarbonisasi (bersoda). Di
Australia, tambahan gula adalah
sukrosa. Namun, beberapa literatur
menggunakan istilah ‘minuman
ringan’ untuk memasukkan pemanis
buatan atau ‘diet’ minuman
berkarbonisasi.20
Minuman yang banyak
mengandung banyak gula seperti
minuman bersoda dapat
menyebabkan kelahiran prematur
pada janin. Sebuah penelitian
dikopenhagen, Denmark yang
dipublikasikan dalam America
Journal of Clinical Nutrion
menemukan meningkatnya resiko
kelahiran prematur pada bayi yang
mana ibunya sering mengkonsumsi
minuman mengandung pemanis
buatan. jadi penelitian ini tidak
sejalan karena bayi yang lahir
premature.21
Upaya pencegahan yang dapat
ibu lakukan adalah dengan tidak
minum minuman bersoda pada saat
hamil untuk menghindari kelahiran
yang tidak diinginkan. Sebaiknya
minuman yang bergizi seperti jus
buah-buahan.
KESIMPULAN
1. Ada hubungan yang signifikan antara
pertambahan berat badan,kadar Hb,
lila, usia ibu, pantang makan dan
kebiasaan minuman bersoda di
RSUD. dr. Soedarso Pontianak.
2. Tidak ada hubungan yang signifikan
antara tinggi badan dan kebiasaan
minuman bersoda dengan kejadian
berat badan bayi lahir di RSUD. dr.
Soedarso Pontianak.
SARAN
1. Meningkatkan komunikasi, informasi
dan edukasi (KIE) tentang faktor-
faktor ibu yang berhubungan dengan
berat badan bayi lahir kepada
bidan,kader posyandu dan masyarakat.
Sebaiknya selalu memberikan
konseling KB tentang pentingnya
mengatur usia saat hamil, jarak
kehamilan dan melakukan
pemeriksaan kehamilan pada ibu
hamil yang memiliki resiko kehamilan
2. Ibu hamil perlu melakukan
pemeriksaan kehamilan secara rutin
minimal 4 kali selama kehamilan
untuk mengetahui mendeteksi secara
dini kemungkinan kehamilan berisiko
dan untuk mengetahui perkembangan
kesehatn ibu dan janin selama
kehamilan. Melakukan pemantauan
status gizi ibu sebelum dan selama
hamil dengan pemeriksaan rutin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Padila. 2014. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Yogyakarta. Nuha Medika
2. Alya. Sriyanti. 2013. Faktor yang
Berhubungan dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) di Rumah Sakit
Ibu dan Anak Aceh. Skripsi. Program
Studi Diploma IV Kebidanan Banda
Aceh. Banda Aceh.
http://www.180.241.122.205/docjurna
l/DIAN_ALYA/jurnal_dian_alya.pdf.
Diakses tanggal 26 Agustus 2014.
3. Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur
Hidup Kehidupan: Buku Ajar Ilmu
Gizi. Edisi 2. Jakarta. EGC.
4. Kosim, Sholeh. 2008. Buku Ajar
Neonatalogi. Jakarta. Badan Penerbit
IDAI.
5. Kemenkes RI. 2010. Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS). Badan
Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Jakarta.
http://www.depkes.go.id/.../riskesdas2
010/. Diakses tanggal 26 Agustus
2014.
13
6. Mainase, J. Hubungan Faktor lbu
Hamil dengan Terjadinya Bayi Lahir
Rendah Di RSUD Dr.M.Haulussy
Ambon. Maluku. Program Pasca
Sarjana Universitas Airlangga; 2006
diaskes tgl 5 febuari 2015
7. Herina, D. 2013. Hubungan Antara
Pendamping Suami Dengan Lama
Persalinan Kala II Pada Ibu Bersalin
Di RSUD Kabupaten Karawang.
Abstrak. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Indonesia Maju.
https://www.academia.edu. Diaskes
tanggal 4 april 2015
8. Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status
Gizi. Jakarta. EGC.
9. Nurhadi. 2006. Faktor risiko ibu dan
layanan anteanatal terhadap kejadian
bayi berat badan rendah (studi kasus
di BP RSUD Kraton
Pekalongan).Tesis. Universitas
Diponogoro Semarang.
http://www.eprints.undip.ac.id.
Diaskes 24 januari 2015
10. Nurkhasanah. 2003. Hubungan Status
Protein, Besi, Seng, Vitamin A, Folat
Dan Antropometri Ibu Hamil
Trimester II Dengan BBLR. Tesis.
Universitas Diponogoro Semarang.
http://www.eprints.undip.ac.id.
Diaskes 22 januari 2015
11. Puspitasari, dkk. 2010. Hubungan
Antara Kenaikan Berat Badan Selama
Kehamilan dengan Berat Bayi Baru
Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas
Kabupaten Bayumas. Jurnal. Vol. 2
No. 1. Akademi Kebidanan YLPP
Purwokerto. Purwokerto.
http:www.akbidylpp.ac.id. Diakses
tanggal 26 April 2014
12. Sediaoetama. 2006. Ilmu Gizi II.
Jakata. Dian Rakyat
13. Trihardiani, I. 2011. Faktor Risiko
Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di
Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang
Timur dan Utara Kota Pontianak. Artikel
Penelitian. Semarang. 14. Syafiq, Ahmad. dkk. 2012. Gizi dan
Kesehatan Masyarakat. Edisi Revisi.
Jakarta. Rajawali Pers.
15. Maulidiah dkk. 2012. Hubungan
Lingkar Lengan Atas (LILA) dan
kadar hemoglobin dengan berat bayi
lahir. Abstrak. Akademi Kebidanan
Estu Utomo Boyolali.
http://journal.akbideub.ac.id/ Diakses
tanggal 21 Oktober 2014
16. Oktarina. 2010. Hubungan Berat
Lahir dan faktor-faktor lainnya
dengan kejadian Stunting pada Balita
Usia 24-59 bulan di Provinsi
Aceh,Sumatra Utara, Sumatra Selatan
dan Lampung. Skripsi. Falkutas Ilmu
Kesehatan Program Studi Gizi. Depok.
http://journal.ui.ac.id diaskes tanggal
22 september 2014
17. Mutalazimah. 2005. Hubungan
Lingkar Lengan Atas ( LILA) dan
Kadar Hemoglobin (HB) Ibu Hamil
dengan Berat Badan Lahir Rendah di
RSUD Moewardi Surakarta. Jurnal
Penelitian. Vol.6 No 2 hal 114-126.
Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
http.//www.journal.publikasiilmiah.um
s.ac.id. Diakses tanggal 30 mei 2014.
18. Susanti dkk. 2013. Budaya Pantang
Makan, Status Ekonomi Dan
Pengetahuan Zat Gizi Ibu Hamil Pada
Ibu Hamil Trimester III Dengan Status
Gizi. Abstrak. Vol. 4 No. 1 Hal. 1-9.
Jawa Tengah.
http://www.journal.stikesmuhkudus.ac
.id. Diakses pada tanggal 14 oktober
2014.
19. Merzelina. 2012. Determinan
Kejadian Berat Badan Bayi Lahir
Rendah Di Kabupaten Belitung Timur
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Skripsi. Universitas Indonesia.
Diaskes 22 desember
20. Hector. 2009. Soft Drinks, Weight
Status. Jurnal Penelitian.The
University Of Sydney. Di askes
tanggal 22 desember 2014
21. Edwards. 2010. Diet drinks Linked to
risk of premature birth.diakses tanggal
19 oktober 2014.