faktor-faktor yang berhubungan dengan...
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
NYERI PUNGGUNG BAWAH (NPB) PADA PEKERJA DI PT. BAKRIE
METAL INDUSTRIES TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
Febriana Maizura
NIM : 1111101000106
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2015 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S-1) Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Desember 2015
Febriana Maizura, NIM : 1111101000106
Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah
(NPB) pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015
xvi + 274 halaman, 24 tabel, 20 gambar, 5 lampiran
ABSTRAK
Nyeri Punggung Bawah (NPB) adalah suatu keadaan dengan rasa tidak
nyaman atau nyeri akut pada daerah ruas lumbalis kelima dan sarkalis (L5-S1),
NPB merupakan salah satu gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh
aktivitas tubuh yang kurang baik. Keluhan NPB pada pekerja dapat
mempengaruhi performance kerja, produktivitas, dan meningkatkan risiko
terjadinya kecelakaan kerja. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PT.
Bakrie Metal Industries terhadap 10 orang pekerja pada bagian fabrikasi dan 10
orang pekerja pada bagian office, diketahui bahwa 90% pekerja pada bagian
fabrikasi dan 70% pekerja pada bagian office memiliki keluhan MSDs dan pekerja
mengalami keluhan sakit terbanyak pada bagian pinggang (45%) dan punggung
(30%).
Penelitian ini berlangsung dari periode April – Desember 2015 dengan
menggunakan desain Cross Sectional Study, bertujuan untuk mengetahui faktor-
faktor yang berhubungan dengan keluhan NPB pada pekerja di bagian fabrikasi
dan office dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 76 orang. Uji statistik yang
digunakan adalah Chi Square, T-test dan Kruskal Wallis. Variabel pada penelitian
ini adalah skor leher, skor badan, skor kaki, skor lengan, skor akhir REBA, usia,
jenis kelamin, merokok, riwayat NPB, kebiasaan olahraga, berat badan, ukuran
lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh, masa kerja dan
pencahayaan.
Hasil penelitian diperoleh pekerja yang mengalami keluhan NPB sebanyak
49 orang (64.5%). Hasil uji statistik menunjukkan variabel yang berhubungan
dengan keluhan NPB adalah skor leher, skor badan, skor akhir REBA, jenis
kelamin, tinggi badan, persen lemak tubuh, sitting height, dan pencahayaan.
Untuk mengurangi risiko keluhan NPB pekerja disarankan beristirahat
ketika sudah mulai merasakan keluhan pada otot tubuh, dan pekerja mengikuti
senam pagi. Perusahaan sebaiknya memberikan pelatihan mengenai risiko
pekerjaan dan tata cara bekerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi,
menyediakan bantalan, dan memberikan sumber pencahayaan buatan pada area
dan ruang kerja serta melakukan tindakan pemeliharaan sumber cahaya
Daftar bacaan : 98 (1978 – 2015)
Kata kunci : Nyeri Punggung Bawah (NPB), keluhan NBP, REBA
iii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Thesis, December 2015
Febriana Maizura, NIM : 1111101000106
Factors Associated With Low Back Pain (LBP) Complaints of Workers in PT.
Bakrie Metal Industries Year 2015.
xvi + 274 page, 24 tabels, 20 images, 5 attachments
ABSTRACT
Low Back Pain (LBP) is a condition with discomfort or acute pain in the
fifth lumbalis and sarkalis area(L5-S1), LBP is one of the musculoskeletal
disorder caused by poorly activity of the body. LBP complaints on worker can
reduce work performances, productivity, and also increase the risk of
accidents.The results of preliminary study in PT. Bakrie Metal Industries on 10
fabrication workers and 10 office workers, had been showed that 90% fabrication
workers and 70% office workers have a MSDs complaints and the most of
workers had complaints of pain at the lumbar (45%) and back (30%).
This study is held on April – December 2015 and uses a cross sectional
study design. That studys aims to determine the factors associated with complaints
of LBP in workers in the fabrication and office with 76 samples. The statistical
test that used are Chi Square, T-test and Kruskal Wallis. Variables of this studies
are neck scores, trunk scores, leg scores, arm scores, the final score REBA, age,
gender, smoking habits, disease of history LBP, physical fitness, weight, waist
circumference, height, sitting height, percent of body fat, periode of employment,
and lighting.
The results showed that workers with LBP complaints were 49 people
(64.5%). Statistical analysis showed variables that have association to LBP
complaints are neck scores, trunk scores, the final score REBA, gender, height,
percent of body fat, sitting height, and lighting.
To reduce risk of LBP complaints, workers are suggested to take a rest
when they begin to feel the complaints in the muscles, and they are suggested to
do morning exercises. Company should provide training on occupational risks and
procedures of work that is compatible with the principles of ergonomics, provide
cushion, and surficial artificial lighting in the area and work area, and doing
maintenance light source.
Reading list : 98 (1978 – 2015)
Keywords : Low Back Pain (LBP), LBP complains, REBA
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
NYERI PUNGGUNG BAWAH (NPB) PADA PEKERJA DI PT. BAKRIE
METAL INDUSTRIES TAHUN 2015
Telah diuji dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 11 Desember 2015
Disusun Oleh:
Febriana Maizura
NIM. 1111101000106
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 11 Desember 2015
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Personal
Nama : Febriana Maizura
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Februari 1993
Alamat : Jalan Pinang II RT. 002 RW. 02 No. 21, Pondok
Labu, Cilandak, Jakarta Selatan 12450
No. Handphone : 082110981087
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat Email : [email protected]
Program Studi dan Angkatan : PSKM, 2011
Pendidikan Formal
TK : TK RA An-Ni’mah Pondok Labu Jakarta
SD : SDN Pondok Labu 03 Pagi Jakarta
SMP : SMPN 96 Jakarta
SMA : SMAN 49 Jakarta
Universitas : Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillah, seluruh puji serta syukur selalu dilantunkan ke hadirat
Allah SWT, Sang Pemilik Pengetahuan, yang dengan rahmat dan inayahNYA
jualah maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NBP) pada
Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad
Rasulullah SAW, yang atas perkenan Allah, telah mengantarkan umat manusia ke
pintu gerbang pengetahuan Allah yang Maha luas.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Keluarga tercinta, ibu, ayah, aida dan aan yang dengan doa, restu serta
dukungan yang diberikan tanpa mengenal batas waktu.
2. Prof. Dr. H. Arif Sumantri SKM., M.Kes. selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti SKM, M.Kes, Ph.D, selaku Kepala Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Iting Shofwati ST, MKKK dan ibu Minsarnawati, SKM, MKM,
selaku dosen pembimbing skripsi, yang sentiasa memberikan waktu,
dukungan, ilmu, dan kesabarannya untuk membimbing penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Meilani M. Anwar, yang senantiasa memotivasi, membimbing,
meluangkan waktu, pikiran dan kesabaran serta doanya kepada penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS, Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, dan
Bapak Rulyenzi Rasyid, MKKK selaku Penguji Sidang Skripsi yang telah
memberikan saran dan masukkan dalam penempurnaan skripsi ini.
viii
7. Dosen-dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan Peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah memberikan ilmu yang bermanfaat.
8. Bapak I.P Danan Setiawan selaku QHSE Coordinator PT. Bakrie Metal
Industries.
9. Pak Kaisar, Pak Tris, Pak Fadri, Mas Angga, Mas Oka dan Mba Friska
selaku staff departemen QHSE PT. Bakrie Metal Industries yang telah
banyak membantu selama penelitian.
10. Pak Adi, Bu Merti, dan Mba Lina selaku staff HRD yang membatu penulis
dalam memperoleh data dan pengurusan surat menyurat.
11. Seluruh karyawan PT Bakrie Metal Industries yang telah secara sukarela
membantu penulis ketika membutuhkan informasi yang diperlukan dalam
penyusunan skripsi.
12. Mba ita, Icha, Uni dan Ab yang telah memberikan motivasi dalam semua
kegiatan
13. Kawan-kawan seperjuangan peminatan K3 2011, terimakasih atas
semangat dan dukungan kalian.
14. Dan teman-teman seperjuangan Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta 2011.
Semangaaaaaat!!!!
Dan akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap,
semoga kebaikan mereka dicatat sebagai amal shaleh di hadapan Allah SWT dan
menjadi pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak. Penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan saran perbaikan dari pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Desember 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................ ii
ABSTRACT ............................................................................................. iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................ ix
DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xv
DAFTAR ISTILAH ................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 5
C. Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 6
D. Tujuan .............................................................................................. 7
1. Tujuan Umum .......................................................................... 7
2. Tujuan Khusus ......................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian ............................................................................ 9
1. Bagi Perusahaan ...................................................................... 9
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ............................ 9
3. Bagi Peneliti ............................................................................ 10
F. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 12
A. Keselamatan Kerja ........................................................................... 12
1. Kecelakaan Akibat Kerja ......................................................... 12
2. Penyakit Akibat Kerja (PAK) .................................................. 13
B. Nyeri Punggung Bawah (NPB) ........................................................ 13
1. Definisi NPB ........................................................................... 14
x
2. Anatomi Tulang Belakang (Lumbal Spine) ............................. 15
3. Penyebab NPB ......................................................................... 18
4. Gejala NPB .............................................................................. 19
5. Patofisiologi NPB .................................................................... 20
6. Faktor RisikoNPB ................................................................... 23
7. Metode Penilaian Risiko Faktor Pekerjaan ............................. 52
C. Analisis Statistik ............................................................................... 79
1. Analisis Univariat .................................................................... 79
2. Analisis Bivariat ...................................................................... 81
D. Kerangka Teori ................................................................................ 85
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL . 87
A. Kerangka Konsep ............................................................................ 87
B. Definisi Operasional ........................................................................ 94
C. Hipotesis .......................................................................................... 101
BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................... 103
A. Desain Penelitian ............................................................................. 103
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................... 103
C. Populasi dan Sampel ........................................................................ 103
D. Instrumen Penelitian ........................................................................ 105
E. Pengumpulan Data ........................................................................... 109
F. Pengolahan Data ............................................................................... 119
G. Analisis Data ................................................................................... 120
BAB V HASIL .......................................................................................... 122
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian .............................................. 122
1. Sejarah Singkat PT. Bakrie Metal Industries .......................... 122
2. Visi dan Misi PT. Bakrie Metal Industries ............................. 123
3. Gambaran Proses Produksi di PT. Bakrie Metal Industries .... 124
B. Analisis Univariat ............................................................................ 135
1. Gambaran Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries Tahun 2015 ............................................................ 135
xi
2. Gambaran Faktor Pekerjaan pada Pekerja di PT. Bakrie
Metal Industries Tahun 2015 ................................................. 135
3. Gambaran Faktor Individu (Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan
Merokokk, Riwayat NPB, Kebiasaan Olahraga, Berat
Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi Badan, Sitting
Height, Persen Lemak Tubuh, dan Masa Kerja) dan Faktor
Lingkungan (Pencahayaan) pada Pekerja di PT. Bakrie
Metal Industries Tahun 2015 ................................................. 137
C. Analisis Bivariat .............................................................................. 143
1. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan NPB
pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ..... 143
2. Hubungan antara Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok,
Riwayat NPB dan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan
NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun
2015 ........................................................................................ 147
3. Hubungan antara Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang,
Tinggi Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, Masa
Kerja dan Pencahayaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja
di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 ............................ 149
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................ 153
A. Keterbatasan Penelitian ................................................................... 153
B. Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada Pekerja PT. Bakrie
Metal Industries Tahun 2015 ........................................................... 154
C. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan NPB pada
Pekerja PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ............................ 157
D. Hubungan antara Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok,
Riwayat NPB dan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB pada
Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ....................... 169
1. Hubungan Usia dengan Keluhan NPB .................................... 169
2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan NPB .................... 173
3. Hubungan Merokok dengan Keluhan NPB ............................ 175
4. Hubungan Riwayat NPB dengan Keluhan NPB ..................... 180
5. Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB ........... 182
xii
E. Hubungan antara Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi
Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, Masa Kerja dan
Pencahayaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie
Metal Industries Tahun 2015 ........................................................... 187
1. Hubungan Berat Badan dengan Keluhan NPB ....................... 187
2. Hubungan Ukuran Lingkar Pinggang dengan Keluhan NPB . 189
3. Hubungan Tinggi Badan dengan Keluhan NPB ..................... 192
4. Hubungan Sitting Height dengan Keluhan NPB ..................... 194
5. Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Keluhan NPB ......... 196
6. Hubungan Masa Kerja dengan dengan Keluhan NPB ............ 199
7. Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan NPB ...................... 203
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 207
A. Simpulan .......................................................................................... 207
B. Saran ................................................................................................ 210
1. Bagi Pekerja ............................................................................ 210
2. Bagi Perusahaan ...................................................................... 210
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................ 211
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 213
LAMPIRAN ............................................................................................ 222
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Persen Lemak Tubuh pada Laki-laki dan
Perempuan ....................................................................... 45
Tabel 2.2 Ilustrasi Posisi Badan dan Skoring ................................. 62
Tabel 2.3 Ilustrasi Posisi Leher dan Skoring ................................... 64
Tabel 2.4 Ilustrasi Posisi Kaki dan Skoring ..................................... 65
Tabel 2.5 Skoring A REBA ............................................................. 66
Tabel 2.6 Skor untuk Beban atau Force .......................................... 66
Tabel 2.7 Ilustrasi Posisi Lengan dan Skoring ................................. 68
Tabel 2.8 Ilustrasi Posisi Lengan Bawah dan Skoring .................... 69
Tabel 2.9 Ilustrasi Posisi Pergelangan Tangan dan Skoring ............ 70
Tabel 2.10 Skor B REBA ................................................................... 70
Tabel 2.11 Skor untuk Jenis Pegangan .............................................. 71
Tabel 2.12 Skor C REBA ................................................................... 72
Tabel 2.13 Skoring untuk Aktivitas Otot ........................................... 73
Tabel 2.14 Kategori Tingkat Risiko ................................................... 74
Tabel 2.15 Kelebihan dan Kekurangan Metode Penilaian Faktor
Pekerjaan Risiko NPB ..................................................... 76
Tabel 3.1 Definisi Operasional ....................................................... 94
Tabel 4.1 Skala Penilaian Intensitas Nyeri Berdasarkan Numeric
Rating Scale ..................................................................... 110
Tebel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan NPB pada
Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ........ 135
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerjaan
pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 136
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin,
Kebiasaan Merokok, Riwayat NPB dan Kebiasaan
Olahraga pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries
Tahun 2015 ...................................................................... 138
xiv
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Berat Badan, Ukuran
Lingkar Pinggang, Tinggi Badan, Sitting Height, Persen
Lemak Tubuh, Masa Kerja dan Pencahayaan pada
Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ........ 140
Tabel 5.5 Analisis Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Keluhan
NPB pada Pekerja Fabrikasi di PT. Bakrie Metal
Industries Tahun 2015...................................................... 144
Tabel 5.6 Analisis Hubungan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan
Merokok, Riwayat NPB, dan Kebiasaan Olahraga
dengan Keluhan NPB pada Pekerja Fabrikasi di PT.
Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ............................... 147
Tabel 5.7 Analisis Hubungan Berat Badan, Ukuran Lingkar
Pinggang, Tinggi Badan, Sitting Height, Persen Lemak
Tubuh, Masa Kerja dan Pencahayaan dengan Keluhan
NPB pada Pekerja Fabrikasi di PT. Bakrie Metal
Industries Tahun 2015 ..................................................... 150
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Tulang Belakang Manusia ............................................... 16
Gambar 2.2 Ruas Pergerakan Tulang Belakang .................................. 16
Gambar 2.3 Vertebra Lumbar Dilihat dari Atas dan Samping ............ 17
Gambar 2.4 Vertebra Endplates yang Terletak pada Vertebra Tubuh
yang Berdekatan dengan Cakram .................................... 17
Gambar 2.5 Lumbar Motion Monitor .................................................. 55
Gambar 2.6 Output yang Dihasilkan Menggunakan Software LMM . 55
Gambar 2.7 Tiga Dimensi Model Menggunakan 3DSSPP ................. 57
Gambar 2.8 Diagram Alur Penilaian Dengan Metode REBA ............. 72
Gambar 2.9 Skema Kerangka Teori .................................................... 86
Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep ................................................. 93
Gambar 4.1 Kris Digital Scale ............................................................. 106
Gambar 4.2 OD 235 OneMed .............................................................. 106
Gambar 4.3 Sitting Height Scale ......................................................... 107
Gamber 4.4 Sctature Scale .................................................................. 107
Gambar 4.5 OMRON Body Fat Monitor ............................................. 107
Gambar 4.6 Kamera Nikon Coolpix S33 ............................................ 108
Gambar 4.7 Lux Meter Krisbow Model: KW06-291 ........................... 108
Gambar 5.1 Bagan Proses Produksi pada PT. Bakrie Metal Industries 124
Gambar 5.2 Bagan Proses Pembuatan Produk Konstruksi .................. 133
Gambar 5.3 Bagan Proses Pembuatan Produk Fabrikasi ..................... 134
xvi
DAFTAR ISTILAH
NPB : Nyeri Punggung Bawah
LBP : Low Back Pain
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
NBM : Nordic Body Map
REBA : Rapid Entire Body Assessment
PAK : Penyakit Akibat Kerja
MSDs : Musculoskeletal Disorders
NIOSH : National for Occupational Safety and Health
LMM : Lumbar Motion Monitor
RULA : Rapid Upper Limb Assessment
OWAS : Ovako Working Posture Analysis
BMI : Bakrie Metal Industries
HRD : Human Resoursces Development
IT : Information Technology
QHSE : Quality, Health, Safety and Environment
ILO : International Labour Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu dari negara yang sangat berkepentingan
terhadap masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai
kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib
diselenggarakan pada setiap tenaga kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar bekerja
secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya,
untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program
perlindungan tenaga kerja.
Salah satu aspek kesehatan kerja yang harus diperhatikan adalah penyakit
akibat kerja (PAK). PAK merupakan risiko yang diterima pekerja dalam
bidang kesehatan yang merupakan akibat dari berkembangan industri di
Indonesia dan pertambahan tenaga kerja. PAK adalah setiap penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/MEN/1981). PAK disebabkan oleh
sejumlah faktor namun ada sebagian yang berasal dari tempat kerja, dan
penyakit gaya hidup yang disebabkan oleh satu atau beberapa faktor risiko
gaya hidup. Selain itu pekerja juga berisiko terkena cedera akibat kecelakaan
kerja (Anies, 2005).
2
Pada tahun 2011, dalam Media Relations Officer International Labour
Organization (ILO) memperkirakan bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya
2,3 juta orang meninggal akibat PAK dan kecelakaan kerja. Selain itu setiap
harinya lebih dari 160 juta orang menderita PAK dan yang berhubungan
dengan pekerjaan (Lingga, 2011). Salah satu PAK yang disebabkan oleh
keadaan yang tidak ergonomis adalah gangguan Musculoskeletal Disorders
(MSDs). Nyeri Punggung Bawah (NPB) atau Low Back Pain (LBP)
merupakan salah satu gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh
aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond dan Pellino, 2002).
Nyeri Punggung Bawah (NPB) adalah suatu keadaan dengan rasa tidak
nyaman atau nyeri akut pada daerah ruas lumbalis kelima dan sarkalis (L5-S1)
(Pheasant, 1991). Work-Related Low Back Pain adalah rasa nyeri dalam
konteks pekerjaan dan secara klinis mungkin disebabkan oleh pekerjaan atau
dapat diperburuk oleh aktifitas pekerjaan (Beeck dan Hermans, 2000). LBP
merupakan kesakitan yang sangat umum. Sekitar dua pertiga dari populasi
orang dewasa di Amerika Serikat (AS) menderita LBP pada suatu saat dalam
kehidupan mereka (Deyo dan Weinstein, 2001 dalam Gallagher, 2008).
Sebanyak 36% dari gangguan MSDs di Amerika Serikat berjenis back pain
dan diketahui bahwa 11% pekerja pada industri manufacturing merasakan
keluhan nyeri muskuloskeletal (Bureau of Labor Statistic, 2013).
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh European Agency for Safety
and Health at Work pada 235 juta pekerja di 31 negara Eropa pada tahun
2007, diperoleh hasil sebanyak 25% pekerja mengalami nyeri punggung dan
23% nyeri otot (European Agency for Safety and Health at Work, 2008). Hasil
3
penelitian Riyadina dkk, pada industi baja (workshop) di kawasan industri
Pulo Gadung Jakarta Timur diketahui bahwa sebanyak 20,1% pekerja
merasakan nyeri pada bagian kaki dan 17,3% pekerja merasakan nyeri pada
bagian pinggang (Riyadina, 2008). Berdasarkan penelitian Asriadi (2011),
pada PT. International Nickel Indonesia, diketahui bahwa sebanyak 46,3%
pekerja operator alat berat atau pabrik mengalami keluhan LBP, 16% pekerja
mekanik mengalami keluhan LBP, dan 3,2% pekerja pengelasan mengalami
keluhan LBP. Berdasarakan hasil penelitian Ayuningtyas (2012), pada pekerja
kantor PT. Krakatau Steel diketahui bahwa sebanyak 40% pekerja mengalami
NPB (Ayuningtyas, 2012).
Menurut beberapa ahli, terdapat faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya NPB yaitu faktor pekerjaan, faktor psikososial, faktor individu, dan
faktor lingkungan. Faktor pekerjaan yang mempengaruhi NPB yaitu Heavy
manual labor, Manual material handling, Awkward postures, Static work,
Whole body vibration, Slipping and falling (Beeck dan Hermans, 2000).
Faktor psikososial yaitu job content, tekanan waktu atau mengintensifkan
beban kerja, job control, dukungan sosial di tempat kerja dan kepuasan kerja
(Beeck dan Hermans, 2000). Faktor Individu yaitu usia, merokok, riwayat
NPB, jenis kelamin, antopometri, kebiasaan olahraga, masa kerja dan jam
kerja (Beeck dan Hermans, 2000; Marras dan Karwowski, 2006) dan Faktor
Lingkungan yaitu pencahayaan, getaran dan kebisingan (Spaulding, 2008).
PT. Bakrie Metal Industries merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang manufacturing corrugated metal product dan fabrication project.
Terdapat dua jenis produksi pada PT. Bakrie Metal Industries, yaitu proses
4
pembuatan produk konstruksi dan proses pembuatan produk fabrikasi. Dimana
dalam proses pembuatan produk tersebut terdiri dari proses pemotongan
logam (cutting), pembuatan lubang (punching dan drilling), penyusunan
beberapa komponen menjadi satu komponen (fit up), pengelasan (welding),
pembersihan komponen dari sisa-sisa sambungan las atau dari kotoran lainnya
(material finish), proses pembersihan logam (blasting) dan proses pelapisan
logam dengan menggunakan cat (painting).
Bahan untuk pembuatan komponen tersebut berasal dari besi dengan
kualitas tinggi, sebelum dibentuk menjadi komponen-komponen besi dipotong
terlebih dahulu dengan cara cold proses, hot proses dan proses menggunakan
gerinda potong. Setelah di potong komponen-komponen besi tersebut proses
pembuatan lubang pada material dengan menggunakan alat bor. Selanjutnya
potongan komponen-komponen besi yang telah dilubang dibentuk menjadi
komponen-komponen dengan teknik pengelasan. Kegiatan pada proses
pemotongan, pembuatan lubang dan pengelasan dilakukan dengan posisi yang
berbeda-beda, sehingga hal tersebut dapat menyumbangkan beberapa variasi
bahaya termasuk bahaya risiko NPB. Tidak hanya pada proses produksinya
saja, namun pada pekerja yang bekerja di bagian office juga memiliki bahaya
risiko NPB. Pekerja pada bagian office bekerja dengan posisi duduk selama
kurang lebih 7 jam setiap harinya, sehingga bila terlalu lama duduk dengan
posisi yang salah memiliki bahaya risiko NPB. Adapun jumlah pekerja tetap
pada bagian fabrikasi adalah sejumlah 50 orang dan pekerja tetap pada bagian
office adalah sejumlah 65 orang.
5
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada April 2015
terhadap 10 orang pekerja pada bagian fabrikasi dan 10 orang pekerja pada
bagian office PT. Bakrie Metal Industries dengan menggunakan Nordic Body
Map (NBM), diketahui bahwa pada bagian fabrikasi sebanyak 90% pekerja
memiliki keluhan MSDs dan pada bagian office sebanyak 70% pekerja
memiliki keluhan MSDs. Pada kedua bagian tersebut didapatkan pekerja
mengalami keluhan sakit terbanyak pada bagian pinggang (45%) dan
punggung (30%).
Selain itu belum ada penelitian yang dilakukan mengenai faktor-fakor
yang terkait dengan keluhan NPB di PT. Bakrie Metal Industries, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang
berhubungan dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada pekerja di
PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan bulan April 2015
terhadap pekerja di PT. Bakrie Metal Industries dengan menggunakan Nordic
Body Map (NBM), diketahui bahwa hampir setengah pekerjanya baik pada
bagian fabrikasi maupun office memiliki keluhan MSDs dan didapatkan
pekerja mengalami keluhan sakit terbanyak pada bagian pinggang dan
punggung. Gangguan NPB pada pekerja dapat mempengaruhi performance
kerja, produktivitas dan kualitas kerja, hubungan dalam pekerjaan, dan
meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Informasi yang diperoleh peneliti
bahwa di PT. Bakrie Metal Industries belum pernah dilakukan penelitian
6
terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Nyeri
Punggung Bawah (NPB) pada pekerja. Oleh karena itu peneliti tertarik
melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara faktor
pekerjaan, faktor psikososial, faktor individu dan faktor lingkungan dengan
keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) di PT. Bakrie Metal Industries tahun
2015.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015?
2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan (posisi badan, leher, kaki,
lengan dan skor akhir REBA) pada pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015?
3. Bagaimana gambaran faktor individu (usia, merokok, riwayat NPB,
jenis kelamin, berat badan, ukuran lingkar pinggang, tinggi badan,
sitting height, persen lemak tubuh, kebiasaan olahraga dan masa kerja)
pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015?
4. Bagaimana gambaran faktor lingkungan (pencahayaan) pada pekerja di
PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015?
5. Adakah hubungan antara faktor pekerjaan (posisi badan, leher, kaki,
lengan dan skor akhir REBA) dengan keluhan NPB pada pekerja di
PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015?
6. Adakah hubungan antara usia dengan keluhan NPB pada pekerja di
PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015?
7
7. Adakah hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan NPB pada
pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015?
8. Adakah hubungan antara merokok dengan keluhan NPB pada pekerja
di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015?
9. Adakah hubungan antara riwayat NPB dengan keluhan NPB pada
pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015?
10. Adakah hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB
pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015?
11. Adakah hubungan antara berat badan, ukuran lingkar pinggang, tinggi
badan, sitting height, dan persen lemak tubuh dengan keluhan NPB
pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015?
12. Adakah hubungan antara masa kerja dengan keluhan NPB pada
pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015?
13. Adakah hubungan antara pencahayaan dengan keluhan NPB pada
pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015?
D. Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Nyeri
Punggung Bawah (NPB) pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries
tahun 2015.
8
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie
Metal Industries tahun 2015
b. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan (posisi badan, leher, kaki,
lengan dan skor akhir REBA) pada pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015.
c. Diketahuinya gambaran faktor individu (usia, merokok, riwayat NPB,
jenis kelamin, berat badan, ukuran lingkar pinggang, tinggi badan,
sitting height, persen lemak tubuh, kebiasaan olahraga dan masa kerja)
pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
d. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan (pencahayaan) pada pekerja
di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
e. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan (posisi badan, leher,
kaki, lengan dan skor akhir REBA) dengan keluhan NPB pada pekerja
di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
f. Diketahuinya hubungan antara usia dengan keluhan NPB pada pekerja
di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
g. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan NPB
pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
h. Diketahuinya hubungan antara merokok dengan keluhan NPB pada
pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
i. Diketahuinya hubungan antara riwayat NPB dengan keluhan NPB
pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
9
j. Diketahuinya hubungan kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB pada
pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
k. Diketahuinya hubungan antara berat badan, ukuran lingkar pinggang,
tinggi badan, sitting height, dan persen lemak tubuh dengan keluhan
NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
l. Diketahuinya hubungan antara masa kerja dengan keluhan NPB pada
pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
m. Diketahuinya hubungan antara pencahayaan dengan keluhan NPB
pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan
a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi
perusahaan tentang faktor-faktor yang berhubungan keluhan NPB pada
pekerja di PT. Bakrie Metal Industries sehingga program-program K3
perusahaan terkait ergonomi dapat lebih dioptimalkan untuk mencapai
keberhasilan
b. Perusahaan dapat melakukan pertimbangan atau koreksi terhadap
potensi NPB yang ada di lingkungan kerja
2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
a. Menjadi suatu masukan dalam keilmuan K3, khususnya mengenai
faktor risiko pekerjaan, faktor risiko individu dan Nyeri Punggung
Bawah (NPB)
10
b. Terciptanya kerjasama saling menguntungkan dan bermanfaat dengan
institusi lain.
3. Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan
meneliti terkait ergonomi
b. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait risiko ergonomi
yang telah didapat di perkuliahan pada tempat kerja yang
sesungguhnya
c. Meningkatkan pengetahuan khususnya dalam hal kajian faktor risiko
pekerjaan serta keluhan subjektif terkait Nyeri Punggung Bawah
(NPB) yang dirasakan pekerja karena aktivitas pekerjaannya.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keluhan Nyeri
Punggung Bawah (NPB) dan faktor-faktor yang berhubungan berupa faktor
pekerjaan, faktor individu, dan faktor lingkungan. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan April sampai Desember 2015 di PT. Bakrie Metal Industries, Jl.
Jalan Raya Kaliabang Bungur No. 86, Bekasi Utara. Penelitian ini dilakukan
oleh mahasiswa semester VIII peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study.
Populasi penelitian adalah seluruh pekerja tetap pada bagian fabrikasi dan
office PT. Bakrie Metal Industries dengan jumlah sampel sebanyak 100
pekerja. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan
11
data primer. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung keluhan
NPB dengan Nordic Body Map (NBM) dan pengukuran risiko faktor
pekerjaan dengan menggunakan lembar Rapid Entire Body Assessment
(REBA), data karakteristik pekerja dengan menggunakan kuesioner,
timbangan, pita pengukur, Body Measurements Instrument, dan Body Fat
Monitor serta pengukuran pencahayaan menggunakan Lux Meter. Data - data
tersebut dianalisis secara univariat untuk memperoleh frekuensi jumlah dan
persentase, sedangkan untuk melihat hubungan antara variabel dependen
dengan independen dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi
square, T-test dan Kruskal Wallis.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam Ilmu Kesehatan/Kedokteran
beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setiggi-tingginya, baik fisik, atau mental,
maupun sosial, dengan usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-
penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum
(Suma’mur, 1992). Kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap tenaga
kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan yang
besar bagi pekerja agar bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri
dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang
optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja (Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1992 pasal 23). Salah satu aspek kesehatan kerja yang harus
diperhatikan yaitu kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja.
1. Kecelakaan Akibat Kerja
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan
hubungan kerja pada perusahaan, yang berarti bahwa kecelakaan terjadi
dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.
Kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab yaitu : 1)
Tindakan perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe
13
human acts); 2) Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe
condition) (Suma’mur, 1989).
2. Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Penyakit akibat kerja (PAK) adalah kondisi kesehatan yang
merugikan pada manusia, timbul atau tingkat keparahannya terkait
dengan paparan faktor di tempat kerja atau di lingkungan kerja (WHO,
2001). PAK adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
atau lingkungan kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. Per.01/MEN/1981).
Faktor-faktor di tempat kerja atau di lingkungan kerja yang
menyebabkan PAK yaitu (WHO, 2001):
1. Fisik, misalnya panas, kebisingan, radiasi
2. Kimia, misalnya logam berat, debu, pestisida
3. Biologi, misalnya TBC, hepatitis B, HIV
4. Stess psikososial, misalnya kurangnya kontrol atas pekerjaan,
dukungan pribadi yang tidak memadai
5. Mechanic merupakan penyebab kecelakaan kerja dan cedera
daripada penyakit akibat kerja
6. Ergonomi, misalnya postur janggal, gerakan berulang
B. Nyeri Punggung Bawah (NPB)
Nyeri Punggung Bawah (NPB) merupakan salah satu penyakit akibat kerja
(PAK) yang disebabkan oleh keadaan yang tidak ergonomis. NPB atau LBP
14
merupakan gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh
yang kurang baik (Maher, Salmond dan Pellino, 2002).
1. Definisi NPB
Nyeri punggung bawah (NPB) atau low back pain (LBP) adalah
suatu keadaan dengan rasa tidak nyaman atau nyeri akut pada daerah
ruas lumbalis kelima dan sarkalis (L5-S1). Nyeri pada punggung bawah
dirasakan oleh penderita dapat terjadi secara jelas atau samar serta
menyebar atau terlokalisir (Pheasant, 1991).
Nyeri punggung bawah atau LBP yang merupakan salah satu
gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang
kurang baik (Maher, Salmond dan Pellino, 2002). Sedangkan menurut
Snook (2006), NPB adalah persepsi subjektif dari rasa sakit di
punggung, bokong, atau kaki. Mati rasa dan/atau nyeri yang menjalar
ke kaki umumnya dikenal sebagai linu pinggul (Snook, 2006 dalam
Gallagher, 2008). Work-related low back pain adalah rasa nyeri dalam
konteks pekerjaan dan secara klinis mungkin disebabkan oleh pekerjaan
atau dapat diperburuk oleh aktifitas pekerjaan (Beeck dan Hermans,
2000).
Nyeri pinggang bawah atau LBP adalah rasa nyeri yang terdapat
pada bagian bawah tulang belakang. Biasanya terletak antara dasar
tulang iga dengan bagian atas tungkai bawah. Keluhan ini merupakan
hal yang dapat timbul karena berbagai penyebab. NPB merupakan
gejala yang sering digambarkan tumpul, nyeri yang mendalam, rasa
kaku, menetap dan menjalar ke bagian bawah pantat, tungkai, dan kaki.
15
Nyeri sering muncul mendadak pada strain (gangguan nyeri punggung
yang terjadi karena otot dan ligamen tertarik saat mengangkat benda,
atau gerakan yang tiba-tiba) atau cedera yang nyata dan kadang juga
muncul secara perlahan (Agustini, 2006).
Sehingga NPB adalah rasa sakit atau nyeri yang terdapat pada
bagian tulang belakang, antara tulang rusuk sampai sekitar tulang ekor
dan dapat juga menjalar ke daerah lain seperti pada bagian punggung
bagian atas atau pangkal paha serta rasa sakit atau nyeri tersebut
disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik.
2. Anatomi Tulang Belakang (Lumbar Spine)
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis
besar terdiri atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus
vertebra, diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh
ligamnetum longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan bagian
posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta
prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong
dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebra antara
satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (Haldeman dkk,
2002).
Lumbar (punggung bawah) bagian dari tulang belakang terletak di
bawah wilayah dada dan langsung di atas Sacrum. Lumbar paling
sering terlibat dalam NPB karena tulang ini memiliki pengaruh dari
besarnya berat badan dan tekanan yang akan dirasakan oleh tulang
16
belakang (Gallagher, 2008). Gambar 2.1 merupakan gambar tulang
belakang manusia.
Gambar 2.1 Tulang belakang manusia
Sumber: Gallagher, 2008
Gambar 2.2 Ruas pergerakan tulang belakang
Sumber: Gallagher, 2008
Ruas pergerakan (gambar 2.2) merupakan bagian dari tuang belang,
yang terdiri dari dua tulang dan cakram tulang belakang (disebut
intervertebral disc). Cakram memiliki fungsi yang penting dalam
memisahkan tulang belakang seseorang dan menjadikannya
deformable, serta memungkinkan gerakan yang fleksibilitas ke tulang
belakang. Jika tulang belakang hanya setumpuk tulang tanpa cakram,
tulang belakang bisa menanggung berat badan tapi tidak akan mampu
memberikan gerakan yang memungkinkan dan gerakan yang lentur dari
17
tulang belakang, sehingga akan sangat membatasi jenis pekerjaan yang
akan dilakukan oleh manusia (Gallagher, 2008).
Lumbar vertebra yang memiliki bentuk yang tidak teratur
berbentuk tulang yang terdiri dari tiga elemen fungsional utama:
vertebral tubuh, pedicles, dan yang disebut dengan elemen posterior
(gambar 2.3) (Gallagher, 2008).
Gambar 2.3 Vertebra lumbar dilihat dari atas dan samping
Sumber: Gallagher, 2008
Pada permukaan atas atau bawah vertebral tubuh, antara rulang dan
cakram, ada lapisan tulang rawan dengan tebal sekitar 0,04 yang
disebut vertebral endplates (gambar 2.4). Endplate ini berfungsi
sebagai penghubung antara tulang belakang dan cakram dan memiliki
peran penting dalam menutrisi cakram. Keutuhan vertebral endplate
memiliki peranan penting dalam pengembangan degenerasi cakram dan
NPB (Gallagher, 2008).
Gambar 2.4 Vertebral Endplates yang terletak pada vertebral tubuh
yang berdekatan dengan cakram
Sumber: Gallagher, 2008
18
Cakram intervertebralis yang ditemukan antara setiap tulang
belakang (gambar 2.4). Cakram yang datar, struktur bulat dengan cincin
luar yang keras dari jaringan yang disebut annulus fibrosis. Bentuknya
lembut, seperti jelly disebut nucleus pulposus (Gallagher, 2008).
3. Penyebab NPB
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya NPB, antara lain:
1. Kelainan tulang punggung (spine) sejak lahir
Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae.
Menurut Soeharso (1978) kelainan-kelainan kondisi tulang
vertebra tersebut dapat berupa tulang vertebra hanya setengah
bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya NPB yang disertai dengan skoliosis
ringan.
2. NPB karena trauma
Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat
menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot
punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga
menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh
dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada
kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak
mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut (Idyan, 2008).
19
3. NPB karena perubahan jaringan
Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan
jaringan pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan
tersebut tidak hanya pada daerah punggung bagian bawah, tetapi
terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain
(Soeharso, 1978).
4. NPB karena pengaruh gaya berat
Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan
berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat
menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya
genu valgum, genu varum, dan coxa valgum (Soeharso, 1987).
Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam
waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP atau
NPB (Klooch, 2006 dalam Shocker, 2008).
4. Gejala NPB
Gejala klinis yang utama pada NPB adalah nyeri. Nyeri dapat
bersifat sementara atau menetap dan lokal atau menjalar. Nyeri juga
dapat bersifat dangkal atau dalam. Hal ini bergantung pada penyebab
dan jenis nyeri, terdapat berbagai jenis nyeri punggung menurut
Cianflocco (2013):
a. Nyeri lokal
Terjadi di area tertentu di punggung bagian bawah, nyeri jenis
ini paling sering terjadi. Penyebabnya biasanya karena terkilir atau
20
keseleo atau cedera lainnya. Nyeri biasanya menetap, atau
terkadang hilang timbul. Nyeri lokal dapat berkurang atau
bertambah dengan perubahan posisi. Punggung bawah dapat sakit
saat dipegang, dapat terjadi spasme.
b. Nyeri yang menjalar
Nyeri bersifat tumpul dan terasa menjalar dari punggung bawah
ke tungkai. Nyeri dapat diikuti dengan nyeri tajam, biasanya hanya
mengenai satu sisi tungkai daripada seluruh tugkai. Nyeri dapat
terasa sampai ke kaki atau hanya sampai lutut. Nyeri yang menjalar
biasanya menandakan adanya penekanan pangkal saraf, misalnya
karena HNP, osteoartritis atau stenosis tulang belakang. Jika,
terdapat penekanan pada pangkal saraf, atau jika korda spinalis
tertekan, maka akan timbul rasa seperti ditusuk jarum, atau bahkan
mati rasa dan hilangnya fungsi pengendalian berkemih dan
pencernaan.
c. Referred Pain
Nyeri dirasakan pada lokasi berbeda dari lokasi penyebab nyeri
sebenarnya. Misalnya, pada pasien dengan serangan jantung, nyeri
dirasakan pada lengan kiri, nyeri jenis ini pada NPB bersifat sakit
dan dalam, dan sulit untuk menentukan lokasi asal nyeri.
5. Patofisiologi NPB
Everett (2010) menyebutkan pada umumnya NPB disebabkan oleh
sebuah peristiwa traumatis akut, atau trauma kumulatif dimana berat
21
ringannya suatu peristiwa traumatis akut sangatlah bervariasi. NPB
akibat trauma kumulatif lebih sering terjadi di tempat kerja, misalnya
karena duduk statis terlalu lama atau posisi kerja yang kurang
ergonomis.
Beberapa struktur anatomis elemen-elemen tulang punggung
bawah antara lain: tulang, ligamen, tendon, diskus, otot dan saraf
diduga memiliki peran yang besar untuk menimbulkan nyeri. Struktur
disekitar diskus intervertebralis yang sensitif terhadap rasa sakit ialah:
ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal poterior,
korpus vertebra, akar saraf, dan kartilago dari facet joint. Banyak dari
komponen-komponen tersebut diatas memiliki persarafan sensori yang
dapat menghasilkan sinyal nosiseptif yang merupakan reaksi terhadap
adanya suatu kerusakan jaringan. Penyebab lainnya biasanya
neuropatik, misalnya ischaalgia. Kebanyakan kasus NPB kronis
merupakan campuran antara nosiseptif dan neuropatik.
Posisi gerakan tulang belakang lumbal yang paling berisiko untuk
mengakibatkan nyeri puggung bawah ialah fleksi ke depan
(membungkuk), rotasi (memutar), dan ketika mencoba untuk
mengangkat benda berat dengan tangan terentang ke depan.
Pembebanan aksial dengan durasi pendek ditahan oleh serat kolagen
annular diskus. Pembebanan aksial dengan durasi yang lebih lama
menciptakan tekanan ke anulus fibrosus lebih lama dan mengakibatkan
tekanan menyebar ke endplates. Tekanan pada annulus akan
menimbulkan robekan sehingga memungkinkan enzim fosfolipase A2
22
(Phospholipase A2/PLA2), glutamat dan mungkin senyawa lainnya
yang belum diketahui yang merupakan komponen dari nukleus
pulposus, masuk ke ruang epidural dan menyebar ke Dorsal Root
Ganglion (DRG). Komponen dari nukleus pulposus, yang paling
terkenal adalah enzim fosfolipase A2 (PLA2). PLA2 ini dapat
berpengaruh secara langsung pada jaringan saraf, atau mungkin
berperan dalam mengatur respon inflamasi kompleks yang
bermanifestasi sebagai nyeri punggung bawah.
Jika anulus dan endplates dalam keadaan baik, kekuatan beban
dapat dengan baik ditahan. Namun tekanan yang dihasilkan dari
kontraksi otot lumbal dapat bergabung dengan tekanan beban dan dapat
meningkatkan tekanan intradiskal yang melebihi kekuatan serat
annular diskus intervertbralis. Beban kompresi pada diskus yang
berulang-ulang seperti gerakan fleksi dan torsi lumbal saat mengangkat
suatu benda, menempatkan diskus pada risiko untuk mengalami
kerobekan annulus fibrosus. Isi anulus finrosis yaitu nukleus pulposus
dapat menerobos annulus fibrosus yang robek. Serat paling dalam dari
annulus fibrosus ini tidak mempunyai persyarafan sehingga bila
mengalami kerobekan tidak menimbulkan rasa nyeri. Tetapi apabila
nukleus pulposus sudah mencapai tepi luar dari annulus fibrosus,
kemungkinan akan menimbulkan rasa nyeri karena tepi aspek posterior
dari annulus fibrosus mendapat bersarafan dari beberapa serabut saraf
dari n.sinuvertebral dan aspek lateral dari diskus disafi pada bagian
23
tepinya oleh cabang dari rami anterior dan gray rami communicants
(Everett, 2010).
Kerusakan tulang belakang juga dapat disebabkan oleh gerakan
seluruh tubuh dimana getaran yang disebabkan kelebihan mekanik,
menyebabkan kompresi terus menerus dan peregangan struktur tulang
belakang, kompresi secara terus menerus dan peregangan tersebut dapat
mengakibatkan kelelahan jaringan (Beeck dan Hermans, 2000).
Pembebanan yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada
ligamen tersebut diatas dan menimbulkan rasa nyeri (Mario, 2005).
6. Faktor Risiko NPB
Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya NPB antara
lain umur, jenis kelamin, indeks masa tubuh (IMT), jenis pekerjaan dan
masa kerja. Kebiasaan sehari-hari yang dapat merupakan faktor risiko
untuk terjadinya NPB antara lain kebiasaan merokok, mengkonsumsi
alkohol, olahraga, dan aktivitas rumah tangga sehari-hari. Merokok
maupun mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan NPB oleh karena
diduga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah pada jaringan lunak.
Pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang, vibrasi dan stres psikososial
juga turut berperan untuk terjadinya LBP atau NPB (Samara, dkk,
2005).
Sedangkan menurut Beeck dan Hermans (2000) terdapat beberapa
faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan NPB atau
LBP, yaitu:
24
a. Faktor pekerjaan
1) Pekerjaan secara manual yang berat (Heavy manual labor)
Dalam review NIOSH (Bernard dkk, 1997 dalam Beeck dan
Hermans, 2000) pekerjaan fisik yang berat telah didefinisikan
sebagai pekerjaan yang memiliki kebutuhan energi yang tinggi
atau membutuhkan suatu kekuatan fisik. Beberapa penelitian
biomekanik menafsirkan pekerjaan berat seperti pekerjaan yang
memaksakan kekuatan tekanan besar pada tulang belakang
(Marras dkk, 1995 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Definisi
untuk pekerjaan fisik yang berat meliputi konsep-konsep
bersamaan dengan persepsi dari beban kerja fisik yang berat,
yang berkisar dari tugas-tugas yang melelahkan, penanganan
material secara manual, dan berat, dinamis atau bekerja secara
intens (Beeck dan Hermans, 2000).
Ketika mengangkat benda berat dengan tangan terentang
kedepan. Pembebanan aksial dengan durasi pendek ditahan oleh
serat kolagen annulus diskus. Pembebanan aksial dengan durasi
yang lebih lama menciptakan tekanan ke annulus fibrosus lebih
lama dan mengakibatkan tekanan menyebar ke endplates. Jika
anulus dan endplates dalam keadaan baik, kekuatan beban dapat
dengan baik ditahan. Beban kompresi pada diskus yang berulang-
ulang akan menempatkan diskus pada risiko untuk mengalami
kerobekan annulus fibrosus. Isi annulus fibrosus yaitu nukleus
pulposus dapat menerobos annulus fibrosus yang robek.
25
Sehingga bila mengalami kerobekan akan menimbulkan rasa
nyeri (Everett, 2010).
2) Penanganan material secara manual (Manual material handling)
Penanganan material secara manual meliputi mengangkat,
bergerak, membawa dan menahan beban. Bernard dkk (1997)
mendefisisikan mengangkat sebagai gerakan berpindah atau
membawa sesuatu dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang
lebih tinggi. Konsep ini meliputi tekanan yang dihasilkan dari
kerja yang dilakukan dalam mentransfer objek dari suatu bidang
ke bidang yang lain serta efek dari teknik penanganan dan
pemindahan. Gerakan kuat termasuk pergerakan benda-benda
dengan cara, seperti, menarik, mendorong, atau upaya lainnya
(Beeck dan Hermans, 2000).
Terdapat bukti kuat bahwa LBP atau NPB berhubungan
dengan pekerjaan mengangkat dan gerakan yang kuat (Marras
dkk, 1995; Bernard dkk, 1997; Hoogendoorn dkk, 1999 dalam
Beeck dan Hermans, 2000). Dalam beberapa penelitian dimana
tidak ada hubungan yang ditemukan, dilaporkan bahwa ini
mungkin terjadi karena tindakan subjektif dari paparan. Ketika
ukuran objektif yang digunakan untuk memeriksa kegiatan
pengangkatan tertentu, perkiraan risiko bahkan akan meningkat.
Besarnya perkiraan risko atau kemungkinan rasio ini (Odds
Ratio-OR adalah proporsi kasus terpapar faktor risiko terhadap
proporsi non-kasus terpapar) berkiasar 1,5 – 3,1 (Hales dan
26
Bernard, 1997; Hoogendoorn dkk, 1999 dalam Beeck dan
Hermans, 2000). Kekuatan tulang belakang selama penanganan
material berat secara manual dapat dimodifikasi oleh
(Karwowski dkk, 1992 dalam Beeck dan Hermans, 2000):
a) Dimensi beban, bentuk dan berat badan
b) Pola horizontal dan vertikal gerakan mengangkat
c) Derajat fleksi dan rotasi tulang belakang
d) Frekuensi tugas
e) Faktor lingkungan
Ketika mengangkat benda berat dengan tangan terentang
kedepan. Pembebanan aksial dengan durasi pendek ditahan oleh
serat kolagen annulus diskus. Pembebanan aksial dengan durasi
yang lebih lama menciptakan tekanan ke annulus fibrosus lebih
lama dan mengakibatkan tekanan menyebar ke endplates. Jika
anulus dan endplates dalam keadaan baik, kekuatan beban dapat
dengan baik ditahan. Beban kompresi pada diskus yang berulang-
ulang akan menempatkan diskus pada risiko untuk mengalami
kerobekan annulus fibrosus. Isi annulus fibrosus yaitu nukleus
pulposus dapat menerobos annulus fibrosus yang robek.
Sehingga bila mengalami kerobekan akan menimbulkan rasa
nyeri (Everett, 2010).
3) Posisi janggal (Awkward postures)
Postur tubuh adalah posisi relatif dan bagian tubuh tertentu.
Bridger (2003) menyatakan bahwa postur didefinisikan sebagai
27
orientasi rata-rata bagian tubuh dengan memperhatikan satu
sama lain antara bagian tubuh yang lain. Postur dan pergerakan
memegang peranan penting dalam ergonomi.
Postur janggal adalah posisi bagian tubuh yang menyimpang
dari posisi normalnya. Valentina (2006) dalam Ariani (2008)
menyebut postur jangal berhubungan dengan deviasi tulang
sendi dari posisi netralnya yang menyebabkan posisi tubuh
menjadi tidak asimetris. Posisi janggal membebani sistem otot
rangka sebagai penyangga tubuh, ada beberapa posisi janggal
yang harus diperhatikan dalam bekerja:
a) Menahan atau memegang beban jauh dari tubuh
b) Menjangkau ke atas dan menangani beban di atas
ketinggian bahu
c) Membungkuk dan menangani beban di bawah
pertengahan paha
d) Berputar
e) Membungkuk ke samping dan menangani beban
dengan satu tangan
f) Mendorong dan menarik yang berlebihan
g) Bekerja dengan menggunakan postur janggal akan
mengakibatkan cedera. Posisi tubuh menyimpang
secara signifikan terhadap posisi normal saat
melakukan pekerjaan yang dapat menyebabkan stres
mekanik lokal pada otot, ligamen dan persendian. Hal
28
ini mengakibatkan cedera pada leher, tulang belakang,
bahu, pergelangan tangan, dan lain-lain.
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang
menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi
alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat
gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap
kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian
pekerjaan dengan kemampuan pekerja (Grandjen, 1993).
Postur janggal mengacu pada gerakan memutar atau memutir.
Postur janggal meiliputi postur tubuh yang tidak netral (terkait
dengan membungkuk dan memutar). NPB atau LBP dengan
postur janggal terkait pekerjaan menunjukkan hasil yang positif,
dimana ada peningkatan risiko gangguan NPB kembali dengan
paparan postur janggal terkait pekerjaan (Bernard dkk, 1997;
Hoogendoorn dkk, 1999 dalam Beeck dan Hermans, 2000).
4) Kerja statis (Static work)
Postur kerja statis termasuk posisi dimana gerakan yang
terjadi sangat sedikit, bersama dengan postur yang terbatas dan
tidak aktif yang menyebabkan beban statis pada otot (Bernard
dkk, 1997 dalam Beeck dan Hermans, 2000). Ini termasuk
berdiri terlalu lama atau duduk dan bekerja yang kurang
bergerak. Postur kerja statis juga termasuk dalam postur janggal
jika dilakukan dalam rentang waktu yang lama. Postur kerja
statis meningkatkan risiko LBP atau NPB dan hernia pada
29
diskus. Sering membungkuk dan berputar yang berhubungan
dengan aktivitas mengangkat juga menyebabkan cedera.
Aktivitas tersebut diketahui menjadi pemicu LBP atau NPB
(Barry, Levy dan Wegman, 2000).
Karena inovasi teknologi, jumlah pekerjaan statis telah
meningkat pesat (misalnya pekerjaan kantor, tugas kontrol).
Hales dan Bernard (1996) menyimpulkan mereka yang duduk
lama merupakan faktor risiko potensial untuk pengembangan
nyeri pinggang. Selama duduk, kekuatan kompresi
berkepanjangan dapat meningkatkan risiko masalah pada
cakram (Videman dkk, 1990 dalam Beeck dan Hermans, 2000)
atau aktifitas terus menerus dari beberapa jenis otot dapat
berkontribusi pada pengembangan kelelahan (Hagg dkk, 1991
dalam Beeck dan Hermans, 2000).
5) Getaran seluruh tubuh (Whole body vibration)
Getaran seluruh tubuh (WBV) mengacu pada energi
mekanik osilasi yang ditransferkan ke tubuh secara keseluruhan
(berbeda dengan daerah tubuh tertentu), biasanya melalui sistem
pendukung seperti kursi atau platform. Eksposur umum termasuk
mengemudi mobil dan truk, dan orasi industri kendaraan, seperti
forklift (Beeck dan Hermans, 2000).
Dua mekanisme patologis utama kerusakan tulang belakang
karena gerakan seluruh tubuh yaitu pertama, induksi
microfractures di endplates, dengan pembentukan callus selama
30
penyembuhan dan dimensi cakram berubah di bawah beban,
dapat mengurangi laju disfusi nutrisi. Kedua, getaran yang
disebabkan kelebihan mekanik, menyebabkan kompresi terus
menerus dan perengangan struktur tulang belakang, dapat
mengakibatkan kelelahan jaringan (Beeck dan Hermans, 2000).
6) Tergelincir dan jatuh (Slipping and falling)
Khalil, dkk (1993) melaporkan bahwa faktor yang paling
penting dan merugikan dalam timbulnya gangguan punggung
tampaknya berhubungan dengan cara dimana aktivitas kerja
dilakukan. Peristiwa paling umum yang menyebabkan nyeri
punggung dan cedera adalah tergelincir dan jatuh, yang tak
terduga, peristiwa yang tidak terkendali. Tergelincir dan jatuh di
permukaan basah merupakan faktor risiko yang sangat penting.
Ferguson dan Marras (1995) menyebutkan hanya terdapat satu
penelitian yang menunjukan hubungan postif antara nyeri
punggung dengan tergelincir atau terjatuh yang ditemukan
(Beeck dan Hermans, 2000).
b. Faktor Psikososial
Burdos dan Sorock (1997) melaporkan bahwa sejumlah studi
epidemiologi yang membahas faktor risiko pisikososial saat bekerja
jauh lebih kecil dari penelitian yang berfokus pada beban fisik
(Beeck dan Hermans, 2000). Menurut Hoogendoorn dkk (2000)
faktor psikososial dalam pekerjaan yang berhubungan dengan LBP
atau NPB adalah sebagai berikut (Beeck dan Hermans, 2000):
31
1) Job content
Konten pekerjaan yang buruk mencakup pekerjaan yang
monoton, beberapa kemungkinan untuk mempelajari hal-hal
baru dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan di
tempat kerja (Hoogendoorn dkk, 2000 dalam Beeck dan
Hermans, 2000). Beberapa studi telah melaporkan hubungan
antara pekerjaan yang monoton dan keluhan sakit punggung
(Hoogendoorn dkk, 2000 dalam Beeck dan Hermans, 2000).
Pekerjaan yang monoton dengan postur kerja statis bisa
menyebabkan terjadinya keluhan LBP atau NPB karena otot
dalam kondisi tegang dan kurang adanya peregangan otot (Erez,
2008).
2) Tekanan waktu atau mengintensifkan beban kerja
Sejumlah penelitian telah melaporkan hubungan antara
persepsi insentif beban kerja, yang diukur oleh laporan dari
tekanan waktu dan kecepatan kerja yang tinggi dan laporan
keluhan sakit punggung (Bernard dkk, 1997 dalam Beeck dan
Hermans, 2000).
3) Job control
Kontrol pekerjaan meliputi aspek otonomi dan yang
mempengaruhi. Hoogendoorn dkk (2000) menemukan satu studi
di mana efek antara kontrol pekerjaan yang rendah dengan nyeri
pinggang ditemukan tetapi hanya untuk pekerja perempuan
(Beeck dan Hermans, 2000).
32
4) Dukungan sosial di tempat kerja
Dukungan sosial di tempat kerja meliputi dukungan sosial
dari rekan kerja dan supervisior, hubugan di tempat kerja dan
masalah dengan rekan kerja dan atasan. Hoogendoorn dkk
(2000) mengatakan bahwa terdapat bukti yang kuat antara
dukungan sosial yang rendah di tempat kerja sebagai faktor
risiko untuk nyeri punggung (Beeck dan Hermans, 2000).
Dukungan sosial diperlukan oleh seseorang dalam melakukan
pekerjaan untuk memotivasi diri dalam melakukan pekerjaan
tersebut. Terutama dukungan dari atasan dan rekan kerja yang
merupakan lingkungan sosial yang berada di dalam lingkup
lingkungan pekerjaan (Erez, 2008).
5) Kepuasan kerja
Hoogendoorn dkk (2000) mengatakan bahwa kepuasan kerja
yang rendah sebagai faktor risiko terjadinya nyeri punggung
(Beeck dan Hermans, 2000).
c. Faktor Individu
Faktor individu yang mempengaruhi keluhan NPB. Diantaranya
adalah sebagai berikut (Beeck dan Hermans, 2000; Karwowski dan
Marras, 2006):
1) Usia
Menurut Oborne (1995) keluhan otot skeletal biasanya
dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun (Karwowski
dan Marras, 2006). Prevalensi gangguan punggung meningkat
33
saat seseorang memasuki usia 30 tahun (Beeck dan Hermans,
2000). Keluhan pertama biasa dialami pada usia 35 tahun dan
tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya
umur (Karwowski dan Marras, 2006). Sedangkan menurut
Bridger (2003), sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi
degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat
seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi
degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian
jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga
hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot
menjadi berkurang (Karwowski dan Marras, 2006).
Gangguan sakit punggung tidak hanya ditemukan pada
pekerja dalam kelompok usai tua namun juga ditemukan dalam
kelompok usia muda. Dalam studi di Eropa, 25% LBP
ditemukan pada pekerja sebelum berumur 25 tahun dan 35%
pada usia lebih dari 55 tahun (Paoli, 1997 dalam Beeck dan
Hermans, 2000). Leboeuf-Yde dan Kyvik (1998) bahkan
menyebutkan bahwa pada usia 20 tahun, lebih dari 50% dari
orang-orang yang berusia muda telah merasakan sakit punggung
(Beeck dan Hermans, 2000). Burdorf dan Sorock (1997)
menyebutkan dua belas studi yang melaporkan hubungan positif
antara gangguan punggung dengan bertambahnya usia (Beeck
dan Hermans, 2000).
34
Semakin bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-
ototnya juga menjadi berkurang sehingga memudahkan
terjadinya kekakuan pada otot dan sendi. Selain itu juga terjadi
penyempitan dari ruang antar tulang vertebra yang
menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti
saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang
belakang hingga ke pinggang (Idyan, 2008).
2) Status pendidikan
Karyawan dengan status sosial-ekonomi yang rendah
dilaporkan lebih sering merasakan nyeri punggung. Hal ini dapat
disebabkan oleh pekerjan yang lebih menuntut kemampuan fisik
yang sering dengan pendidikan yang rendah (Beeck dan
Hermans, 2000). Luoma dkk (2000) meneliti pengaruh antara
jenis pekerjaan pada frekuensi rendah dengan sakit punggung,
dan disimpulkan bahwa operator mesin dan tukang kayu
mengalami nyeri lebih sering dibandingkan dengan pekerja
kantor dan pekerja kantor memiliki pendidikan yang lebih tinggi
dan mayoritas dari mereka memiliki kelas sosial yang lebih
tinggi juga (Beeck dan Hermans, 2000). Leino-Anjas dkk (1998)
juga menemukan prevalensi lebih tinggi nyeri punggung pada
petani dan pekerjan manual dibandingakan dengan pekerja
kantor atau administrasi (Beeck dan Hermans, 2000). Sesuai
dengan studi yang dilakukan di Eropa dimana prevalensi nyeri
punggung di kantor atau pekerja administarasi rata-rata sebesar
35
20%, sektor pertanian 44% dan 44% di konstuksi (Paoli, 1997
dalam Beeck dan Hermans, 2000). Temuan Latza dkk (2000)
mendukung hipotesis bahwa nyeri punggung prevalensinya
lebih rendah pada orang dewasa dengan status sosial-ekonomi
yang tinggi (Beeck dan Hermans, 2000).
Hubungan antara status pendidikan dengan cedera yang
berhubungan dengan pekerjaan tidak konsisten. Sebuah studi
pada tahun 2000 melaporkan bahwa pekerja dengan tingkat
pendidikan yang lebih rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk
cedera (Xiang dkk, 2000). Namun penelitian lain melaporkan
bahwa pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk cedera, didapatkan nilai OR 2.54 yang
artinya pekerja yang memiliki tingkat pendidikan universitas
memiliki kecenderungan untuk mengalami keluhan MSDs 2.54
kali dibandingkan yang memiliki tingkat pendidikan
dibawahnya (Yu, 2012).
3) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor individu yang berisiko
meningkatkan atau memicu adanya keluhan NPB. Pada perokok
lebih merasakan sakit ketika nyeri pinggang dibandingkan
dengan orang-orang yang tidak merokok (Frymoyer dkk., 1980,
1983 dalam Bridger, 2003). Kebanyakan penelitian mengkaji
pengaruh merokok berhubungan dengan nyeri punggung.
Merokok berhubungan postif dengan nyeri punggung, sciatica,
36
atau intervertebral herniated disc (Bernard dkk., 1997 dalam
Beeck dan Hermans, 2000).
Penelitian oleh para ahli diperoleh bahwa meningkatnya
frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang
dirasakan. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya
dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat
20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah
berhenti merokok selama setahun memiliki risiko LBP atau
NPB sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan
merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga
kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun.
Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang
menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena
kandungan oksigen dalam darah rendah (Croasmun, 2003).
Mekanisme merokok berhubungan dengan nyeri punggung
adalah sebagai berikut: Rokok menurunkan kualitas darah yang
disebabkan oleh kandungan nikotin dalam rokok, sehingga
menyebabkan kandungan mineral dalam tulang berkurang dan
menyebabkan microfractures. Rokok juga dapat menyebabkan
batuk yang dapat meningkatkan tekanan di area perut dan
tekanan intradiscal (Hales dan Bernard, 1996 dalam Beeck dan
Hermans, 2000). Nikotin akan hilang dalam tubuh setelah 30
hari berhenti merokok.
37
Pada saat merokok terjadi pelepasan bahan-bahan beracun
yang dapat merusak lapisan dalam dinding pembuluh darah.
Pembuluh darah yang mengalami kerusakan terlebih dahulu
adalah pembuluh darah kecil, yang berperan menyalurkan zat
nutrisi dan oksigen ke diskus invertebralis. Selain itu
karbonmonoksida juga akan terbawa dalam aliran darah dan
mengakibatkan kurangnya julmah asupan oksigen ke jaringan
(Halim dan Tana, 2011).
Racun – racun di dalam asap rokok terbukti mempercepat
penyerapan kembali tulang lama, dan menghambat
pembentukan tulang baru. Ketika terhirup ke dalam tubuh,
racun-racun dalam rokok mempengaruhi aktivitas dua protein
yang berhubungan dengan proses pembentukan tulang. Kedua
protein yang dimaksud adalah osteoblast dan osteoclast. Protein
osteoblast bertanggung jawab membentuk tulang baru,
sedangkan osteoclast bekerja berlawanan yakni menghancurkan
dan menyerap kembali tulang-tulang lama untuk digantikan
dengan tulang baru. Pada perrokok, aktivitas osteoclast
cenderung meningkat sementara osteoblast justru melambat
(Xiao, 2012).
4) Riwayat NPB
Riwayat nyeri punggung merupakan salah satu faktor
prediktif yang paling dapat menyebabkan NPB dikemudian hari
yang berhubungan dengan pekerjaan (Beeck dan Hermans,
38
2000). Luoma dkk (1998) dalam penelitiannya menemukan
bahwa faktor-faktor risiko lumbar disc degenarition merupakan
tanda degenarasi terkait dengan berulangnya kembali kejadian
nyeri punggung (Beeck dan Hermans, 2000).
Postur yang bervariasi dan abnormalitas kelengkungan tulang
belakang merupakan salah satu faktor adanya keluhan NPB
(Bridger, 2003). Seseorang dengan riwayat penyakit NPB
mempunyai kecenderungan untuk mengalami kejadian lanjutan
(Nursatya, 2008). Berdasarkan penelitian Handayani (2011)
didapatkan nilai OR sebesar 9.818 yang artinya pekerja yang
memiliki riwayat penyakit MSDs mempunyai kecenderungan
untuk mengalami keluhan MSDs 9.818 kali dibandingkan
pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit MSDs.
5) Jenis kelamin
Prevalensi gangguan punggung di Uni Eropa antara laki-laki
dan perempuan adalah sama (Paoli, 1997 dalam Beeck dan
Hermans, 2000). Namun, beberapa studi melaporkan tingkat
yang lebih tinggi dari gangguan yang lebih parah pada laki-laki,
terutama untuk sciatica (Lagasse, 1996 dalam Beeck dan
Hermans, 2000). Penelitian European Agency (2000) ditemukan
bahwa kecelakaan di tempat kerja terutama tergelincir atau jatuh
dan manual handling, lebih banyak terjadi pada sektor
konstruksi dan manufaktur. Terutama pada pekerja laki-laki
(rata-rata 79%) (Beeck dan Hermans, 2000).
39
Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah
daripada pria (Karwowski dan Marras, 2006). Astrand dan
Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya
sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sedangkan daya tahan
otot pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita (Tarwaka,
2004).
Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan
jenis kelamin pemakainya bahwa kekuatan otot wanita hanya
60% dari kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak
dialami wanita dibandingkan pria (Oborne, 1995). Menurut
Michael (2001) dalam hasil studinya menemukan bahwa pekerja
wanita memiliki asosiasi kuat dalam munculnya keluhan MSDs.
Berdasarkan laporan yang diterimanya, pekerja wanita
mempunyai risiko dua kali lipat.
6) Antropometri
a) Berat Badan
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih
risiko timbulnya nyeri pingang lebih besar, karena beban
pada sendi penumpuan berat badan akan meningkat,
sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
Berat badan yang berlebihan bisa menyebabkan adanya
tarikan pada jaringan lunak punggung. Temuan lain
menyatakan bahwa pada tubuh yang tinggi umumnya
menderita keluhan punggung, tetapi tubuh tinggi tidak
40
mempunyai pengaruh tehadap keluhan pada leher, bahu
dan pergelangan tangan. Apabila dicermati, keluhan otot
skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih
disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di
dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun
beban tambahan lainnya (Tarwaka dkk, 2004).
Penambahan berat badan yang disertai dengan
perubahan proyeksi central gravitasi ke depan
meningkatkan beban yang ditanggung otot paraspinal
(otot punggung) dan vertebrae (ruas tulang belakang)
sebagai pengumpil. Vertebrae (ruas tulang belakang)
sebagai pengumpil berada diantara gaya otot paraspinal
dengan proteksi gaya berat tubuh. Kualitas gaya tarik otot
paraspinal saat menentukan stabilitas posisi tubuh.
Peningkatan beban yang ditanggung otot paraspinal dan
vertebrae sebagai pengumpil merupakan awal dari
keluhan nyeri punggung saat berdiri. Pada kondisi kronis,
tubuh melakukan kompensasi dengan menggeser posisi
vertebrae sebagai pengumpil lebih ke depan mengikuti
pergeseran central gravity dan penambahan berat tubuh.
Sudut antara ruas vertebrae berubah sehingga postur tubuh
juga berubah meski tetap mampu berdiri tegak. Contohnya
pada penderita obesitas sentral dan wanita hamil (Paryono,
2012). Obesitas yang terkait dengan LBP adalah obesitas
41
yang disebabkan perut membuncit atau yang dikenal
dengan “belly obesity”. Seseorang dengan kelebihan berat
badan maka lemak akan disalurkan ke daerah abdomen
dan dapat terjadi penimbunan yang berarti kerja lumbal
akan bertambah untuk menopang beban. Ketika berat
badan semakin meningkat tulang belakang akan semakin
tertekan untuk menerima beban sehingga memudahkan
terjadinya kerusakan dan bahaya pada struktur tulang
(Purnamasari, 2010).
b) Ukuran Lingkar Pinggang
Seseorang dengan kelebihan berat badan makan lemak
akan disalurkan ke daerah abdomen dan dapat terjadi
penimbunan yang berarti kerja lumbal akan bertambah
untuk menopang beban. Ketika berat badan meningkat
tulang belakang akan semakin tertekan untuk menerima
beban sehingga memudahkan terjadinya kerusakan dan
bahaya pada struktur tulang tersebut (Purnamasari, 2010).
Menurut Tarwaka (2004), perut yang membuncit dapat
meningkatkan beban pada tulang punggung dikarenakan
beban tubuh yang berpindah. Ukuran lingkar pinggang
yang membuncit adalah ≥ 80 cm untuk ukuran wanita dan
≥ 90 cm untuk pria (WHO, 2008). Berdasarkan penelitian
Wicaksono (2012) didapatkan pekerja yang memiliki
lingkar perut ≥ 80 cm mempunyai kecenderungan untuk
42
mengalami keluhan LBP dibandingkan dengan pekerja
yang memiliki lingkar perut < 80 cm. Namun menurut
penelitian tersebut juga bahwa hasil uji kontingensi
diperoleh nilai C = 0,261 yang berarti bahwa hubungan
tersebut mempunyai hubungan yang lemah.
c) Tinggi Badan
Tubuh yang tinggi pada umumnya mempunyai bentuk
tulang yang langsing sehingga secara biomekanik rentan
terhadap beban tekanan dan tentan terhadap tekukan, oleh
karena itu mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap
terjadinya keluhan otot skeletal (Tarwaka dkk, 2004).
Tinggi badan mempengaruhi besarnya sudut lengkung
punggung. Semakin besar sudut lengkung yang terjadi,
maka kontraksi otot dan ligamen akan meningkat sehingga
dapat melemahkan otot dan ligamen yang menyangga
tulang belakang, kondisi ini menyebabkan keluhan LBP
karena diskus vertebra dapat tergelincir yang selanjutnya
memiliki potensi menekan diskus intervetebralis dan
akhirnya menekan syaraf percabangan dari medula
spinalis (Kurniawidjaja, 2014).
Namun dalam sebuah penelitian di Jepang pada pekerja
yang bekerja duduk, pekerja yang memiliki tinggi ≥ 170
cm membawa kecenderungan untuk mengalami low back
pain 1,4 kali dibandingkan dengan pekerja yang memiliki
43
tinggi 160-169 cm (Inoue, 2015). Sedangkan pada
penelitian di Inggris, menyatakan bahwa pria dengan
tinggi 184 cm atau lebih memiliki dua kali lipat risiko
menderita LBP dibandingkan dengan pria yang memiliki
tinggi 170 cm atau lebih pendek (Heuch, 2015). Dalam
studi di Filandia, tinggi badan minimal 180 cm untuk pria
dan 170 cm untuk wanita adalah memiliki kemungkinan
untuk menderita hernia lumbar intervertebral discs
(Heuch, 2015).
d) Sitting Height
Proporsi ukuran tubuh antar individu-individu berbeda
antara satu individu dengan individu lainnya. Walupun
berasal dari satu suku atau ras yang sama namun ukuran
proporsi tubuh tersebut dapat berbeda. Hal tersebut dapat
dilihat pada data antropometri rata-rata individu yang
diadaptasi dari Juergens (1990), didapatkan bahwa pada
suku atau ras Asia sendiri memiliki variasi ukuran tubuh
yang berbeda (Grandjean dan Kroemer, 2000). Pada pria
Asia Utara memiliki rata-rata tinggi badan 159 cm dengan
rata-rata tinggi badan tersebut memiliki tinggi duduk
(sitting height) sebesar 85 cm. Sedangkan pada pria
Jepang memiliki rata-rata tinggi badan 159 cm dengan
rata-rata tinggi badan tersebut memiliki tinggi duduk
(sitting height) sebesar 86 cm (Grandjean dan Kroemer,
44
2000). Hal tersebut menunjukan bahwa walupun memiliki
tinggi badan yang sama namun proporsi ukuran tubuh
seseorang berbeda-beda.
e) Persen Lemak Tubuh
Persen lemak tubuh adalah perbandingan antara lemak
tubuh dengan masa tubuh tanpa lemak. Komposisi tubuh
seseorang yang meliputi masa lemak maupun masa bebas
lemak akan mempengarhi kapasitas kerja. Pada orang
yang kekurangan simpanan lemak tubuh dalam jangka
waktu yang lama akan menyebabkan penurunan
produktivitas kerja karena tidak optimal dalam menerima
kapasitas kerja (Loscocco, 2000; Tarwaka, 2004).
Kelebihan lemak yang tersimpan dalam jaringan
adiposa menyebabkan seseorang menjadi kelebihan berat
badan dan selanjutnya dapat menjadi obesitas, yang
berdampak pada penampilan menjadi kurang aktif karena
sulit untuk bergerak (Granner dkk, 2003). Lemak tubuh
yang berlebihan juga dikaitkan dengan penurunan tingkat
kesegaran jasmani yang diukur dengan VO2 max (Depkes,
2001). Wanita mempunyai VO2 max 15-30% lebih rendah
dari laki-laki dalam hal pekerjaan fisik (Larry, 2002).
Seseoran dengan postur tubuh yang atletis dengan IMT
yang cenderung tinggi memiliki LBP yang tinggi daripada
masa lemaknya. Persen lemak tubuh yang optimal yang
45
untuk fitness cenderung lebih rendah dibandingkan pada
nilai tubuh oprimal, karena lemak yang berlebihan dapat
mengurangi kinerja dan aktivitas fisik (Heyward dkk,
2002). Klasifikasi tingkat persen lemak tubuh pada laki-
laki dan perempuan (Williams, 2002):
Tabel 2.1
Klasifikasi Persen Lemak Tubuh pada Laki-laki dan
Perempuan
Tingkat Laki-laki (%) Perempuan (%)
Atletik 6 – 10 1 - 15
Baik 11 – 14 16 – 19
Masih Normal 15 – 18 20 – 25
Overweight 19 – 24 26 – 29
Obesitas 25 atau lebih 30 atau lebih
Penambahan berat badan yang disertai dengan
perubahan proyeksi central gravitasi ke depan
meningkatkan beban yang ditanggung otot paraspinal
(otot punggung) dan vertebrae (ruas tulang belakang)
sebagai pengumpil. Vertebrae (ruas tulang belakang)
sebagai pengumpil berada diantara gaya otot paraspinal
dengan proteksi gaya berat tubuh. Kualitas gaya tarik otot
paraspinal saat menentukan stabilitas posisi tubuh.
Peningkatan beban yang ditanggung otot paraspinal dan
vertebrae sebagai pengumpil merupakan awal dari
keluhan nyeri punggung saat berdiri. Pada kondisi kronis,
tubuh melakukan kompensasi dengan menggeser posisi
vertebrae sebagai pengumpil lebih ke depan mengikuti
pergeseran central gravity dan penambahan berat tubuh.
46
Sudut antara ruas vertebrae berubah sehingga postur tubuh
juga berubah meski tetap mampu berdiri tegak (Paryono,
2012).
7 Kebiasaan Olahraga
Pola hidup yang tidak aktif merupakan faktor risiko
terjadinya berbagai keluhan dan penyakit, termasuk di dalamnya
NPB. Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
dengan melibatkan aktivitas otot pada periode waktu tertentu
(Tarwaka, 2004). Aktivitas fisik yang cukup dan dilakukan
secara rutin dapat membantu mencegah adanya keluhan NPB.
Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Evans (1996)
yang dilakukan terhadap 10 pekerja dan telah berumur (tua),
didapatkan bahwa olahraga telah terbukti efektif meningkatkan
daya tahan otot tubuh. Hal ini dapat dilihat karena adanya
kenaikan 128% kapasitas oksigan pada otot akibat olahraga
yang dilakukan setiap hari selama 12 pekan (Evans, 1996).
Olahraga yang teratur juga memperbaiki kualitas hidup,
mencegah osteoporosis, dan berbagai penyakit rangka serta
penyakit lainnya, olahraga sangat menguntungkan karena
risikonya minimal. Program olahraga harus dilakukan secara
bertahap, dimulai dengan intensitas rendah pada awalnya untuk
mengindari cedera pada otot dan sendi (Kurniawidjaja, 2011).
Departemen Kesehatan (2001) menemukan masih tingginya
prevalensi masyarakat yang kurang atau tidak melakukan
47
olahraga secara rutin dalam kehidupan sehari-harinya. Kurang
atau tidak melakukan olahraga merupakan salah satu faktor
risiko utama penyakit tidak menular diantaranya yang
berhubung dan dengan otot dan tulang. Hal ini disebabkan
karena salah satu manfaat dari olahraga adalah memperkuat
otot-otot, tulang dan jaringan ligamen serta meningkatkan
sirkulasi darah dan nutrisi pada semua jaringan tubuh (Bustan,
2007).
Kurangnya olahraga dapat menurunkan suplai oksigen ke
dalam otot sehingga dapat menyebabkan adanya keluhan otot.
Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada
seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai
cukup waktu untuk istirahat dan melakukan aktivitas fisik yang
cukup. Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh
kesegaran tubuh. Pada orang dewasa, harus olahraga
(diakumulasikan) selama 150 menit selama satu minggu. 150
menit ini bisa dibagi selama enam hari (setiap harinya hanya
perlu olahraga 25 menit atau satu hari berolahraga selama 150
menit (Janssen, 2013). Berdasarkan penelitian Handayani (2011)
didapatkan nilai OR sebesar 6.417 yang artinya pekerja yang
kebiasaan olahraganya kurang mempunyai kecenderungan untuk
mengalami keluhan MSDs 6.417 kali dibandingkan pekerja
yang kebiasaan olahraganya cukup.
48
Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot.
Delapan puluh persen kasus nyeri punggung disebabkan karena
buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang
berolahraga (Meliala, 2004). Otot yang lemah terutama pada
daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara
maksimal. Ciri-ciri olahraga aerobik, olahraga yang
mengaktifkan otot ≥ 40%, secara serentak atau simultan, dengan
intensitas yang adekuat dan sesuai usia (mencapai denyut nadi
latihan 65-80% DNM) dan secara kontinyu dengan waktu
adekuat (minimal 10 menit). Contoh olahraga aerobic yaitu lari
atau joging, lari di tempat, renang, senam, berjalan cepat selama
30 menit selama enam hari dalam satu minggu, dan bersepeda
(McCarthy, 1995).
8 Masa Kerja
Ohlssson dkk (1989) melaporkan bahwa terjadinya
peningkatan derajat keeratan (OR) antara nyeri pada leher dan
bahu dengan masa kerja yang bergantung pada usia kerja.
Derajat peningkatan keluhan MSDs semakin bertambah ketika
masa kerja seseorang semakin lama. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Oktarisya (2009), didapatkan bahwa sebesar
66,7% pekerja yang bekerja lebih dari 15 tahun telah mengalami
MSDs, diantaranya pada bagian bahu kanan dan kiri, leher dan
punggung bawah.
49
Gangguan NPB hampir tidak pernah terjadi secara langsung,
tetapi merupakan suatu akumulasi. Masa kerja mempunyai
hubungan yang kuat dengan keluhan otot karena semakin lama
masa kerja seseorang telah terjadi akumulasi cedera-cedera
ringan yang dialami, dimana paparan mengakibatkan rongga
diskus menyempit secara permanen dan juga mengakibatkan
degenerasi tulang belakang yang akan menyebabkan NPB
kronis. Hal ini dikarenakan pembebanan pada tulang belakang
dalam waktu lama (Pratiwi, 2009).
9 Jam Kerja
Jumlah jam kerja yang efisien untuk seminggu adalah 40-48
jam yang terbagi dalam lima atau enam hari kerja, maksimum
waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30 menit.
Sedangkan di antara waktu kerja harus disediakan waktu
istirahat yang jumlahnya antara 15-30% dari seluruh waktu
kerja. Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan tersebut akan
ditemukan hal-hal seperti: penurunan kecepatan kerja, gangguan
kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang
kesemuanya akan bermuara pada rendahnya tingkat
produktivitas kerja (Tarwaka dkk, 2004).
d. Faktor Lingkungan
Berdasarkan teori Sandi J. Spaulding (2008) dalam buku
Ergonomic For Therapist, faktor lingkungan yang berhubungan LBP
atau NPB adalah sebagai berikut:
50
1) Getaran
Getaran berpotensi menimbulkan keluhan NPB ketika
seseorang menghabiskan waktu lebih banyak di kendaraan atau
lingkungan kerja yang memiliki bahaya getaran. Hal ini juga
dibuktikan dengan penelitian Frymoyer dkk., (1980, 1983)
dalam Pheasant (1991) bahwa getaran merupakan faktor risiko
yang signifikan untuk terjadinya LBP atau NPB. Selain itu,
getaran dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang
menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam
laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri (Suma’mur,
1982 dalam Tarwaka, 2004).
Vibrasi dapat menyebabkan perubahan fungsi aliran darah
pada ekstremitas yang terpapar bahaya vibrasi (Oborne, 1995).
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi
otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran
darah menjadi tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat,
dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka, 2004).
Getaran yang dimaksud dalam faktor lingkungan tersebut
adalah bentuk gelombang mekanik yang mentransfer energi
dimana getaran tersebut membutuhkan suatu struktur mekanik
yang berfungsi sebagai media untuk bertransmisi, media
tersebut dapat berupa alat kerja, mesin, kendaraan atau kursi
yang digunakan pekerja, sedangkan getaran seluruh tubuh
(WBV) mengacu pada osiliasi energi mekanik yaitu getaran
51
yang telah ditransferkan ke tubuh secara keseluruhan dan
biasanya melalui sistem pendukung seperti alat kerja atau kursi
yang digunakan oleh pekerja (Beeck dan Hermans, 2000).
2) Pencahayaan
Pencahayaan sangat berpengaruh pada performa suatu
pekerjaan. Pencahayaan yang tidak baik bisa menurunkan
performa, bahkan bisa membuat pekerja stres karena lingkungan
kerja yang tidak baik. Tingkat stres tinggi bisa memicu dan
meningkatkan rasa nyeri NPB pada pekerja. Selain itu, bekerja
dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh
beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal itu terjadi dalam
waktu yang lama akan meningkatkan tekanan pada otot bagian
atas tubuh (Bridger, 2003).
Intensitas cahaya di ruang kerja untuk jenis pekerjaan kasar
dan terus menerus seperti bekerja dengan menggunakan mesin
dan perakitan kasar minimal 200 Lux sedangkan untuk
pekerjaan rutin seperti pekerjaan kantor atau administrasi,
tingkat pencahayaan minimal 300 Lux (Keputusan Menteri
Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998). Kualitas penerangan
yang tidak memadai berefek buruk bagi fungsi penglihatan, juga
untuk lingkungan sekeliling tempat kerja, maupun aspek
psikologis, yang dapat dirasakan sebagai kelelahan, rasa kurang
nyaman, kurang kewaspadaan sampai kepada pengaruh yang
terberat seperti kecelakaan.
52
3) Kebisingan
Kebisingan yang ada di lingkungan kerja juga bisa
mempengaruhi performa kerja. Hampir sama halnya dengan
pencahayaan, secara tidak langsung dapat memicu dan
meningkatkan rasa nyeri NPB yang dirasakan pekerja karena
bisa membuat stres pekerja saat berada di lingkungan kerja yang
tidak baik (Spaulding, 2008). Seseorang yang menderita sakit
kepala, tekanan darah tinggi dan nyeri punggung dan leher akan
mudah terpengaruh oleh efek lingkungan seperti kebisingan.
7. Metode Penilaian Faktor Pekerjaan Risiko NPB
Terdapat banyak metode penilain Faktor Pekerjaan risiko NPB
antara lain yaitu:
a. NIOSH Lifting Equations
Pada tahun 1981, NIOSH menerbitkan Work Practices Guide for
Manual Lifting untuk industri, metode penilaian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi pekerjaan yang meningkatkan risiko cedera
punggung. Mekanisme penggunaannya mengharuskan menganalisa
data yang telah dikumpulkan yang berhubungan dengan tugas
mengangkat (yaitu, lokasi vertikal beban, jarak pengangkatan beban,
frekuensi dan jarak vertikal tempu beban, dan kemudian
menggunakan data-data model perkalian yang berasal dari nilai batas
tindakan (AL) dan nilai minimum batas yang diizinkan (MPL)
menggunakan pendekatan industrial hygiene approach. Jika berat
53
aktual saat pekerja diminta untuk mengangkat di bawah tingkal AL,
maka tugas dapat diterima. Jika berat aktual melebihi MPL (dihitung
sebagai tiga kali AL), risiko yang signifikan dari tugas harus
dievaluasi dan didesain ulang (Karwowski dan Marras, 2006).
Versi NIOSH yang pertama hanya bisa diaplikasikan untuk angka
pengangkatan manual yang terbatas. Kemudian, direvisi tahun 1991,
sehingga dapat diaplikasikan untuk pekerjaan pengangkatan untuk
presentase angka yang lebih besar. NIOSH yang telah direvisi dapat
digunakan untuk mengevaluasi faktor asimetri, faktor pegangan
tangan ke benda dan frekuensi pengangkatan (Karwowski dan
Marras, 2006). Berikut adalah rumus NIOSH Lifting Equations:
Keterangan:
LC (Load Conctant) : Konstanta beban
HM (Horizontal Multiplier) : Faktor pengali horizontal
VM (Vertical Multiplier) : Faktor pengali vertikal
DM (Distance Multiplier): Faktor pengali jarak perpindahan
AM (Asymemetric Multiplier) : Faktor pengali asimetris
FM (Frequency Multiplier) : Faktor pengali frekuensi
CM (Coupling Multiplier) : Faktor pengali koupling (kondisi
pegangan beban).
b. Lumbar Motion Monitor Risk Assessment Model
Lumbar Motion Monitor Risk Assessment Model (gambar 2.5)
adalah sebuah alat penilaian risiko yang dikembangan Marras dkk
54
(1993). Alat penilaian ini dibuat menggunakan perangkat yang
disebut Lumbar Motion Monitor (LMM) yang dikembangkan untuk
menangkap posisi sesaat, kecepatan, dan percepatan tulang belakang
di pada tiga bidang pergerakan kardinal manuasia. Pendekatan
mereka untuk mengembangan alat penilaian ini adalah menggunakan
perangkat goniometric tri-aksial untuk menangkap profil kinematik
tubuh pekerja saat melakukan pekerjaan dan kemudian dihubungkan
dengan karakteristik kinematik (bersama dengan deskripsi tugas,
kepuasan kerja, variabel kerja statis dari NIOSH Lifting Equation)
dengan riwayat kejadian cedera punggung (Karwowski dan Marras,
2006).
LMM menilai komponen dinamis risiko LBP atau NPB dalam
pengaturan kerja. LMM adalah electogoniometer triaksial yang
bertindak sebagai eksoskeleton ringan dari tulang belakang. LMM
ditempatkan di bagian belakang individu, langsung pada tulang
belakang, dan melekat dengan memanfaatkan sekitar panggul dan di
atas bahu. LMM menggunakan potensiometer untuk menukur posisi
dari tulang belakang, dalam tiga dimensi. Data posisi dicatat di
komputer menggunakan software pendamping (gambar 2.6) yang
juga menghitung kecepatan dan percepatan gerakan tulang belakang
(Stanton, 2006).
55
Gambar 2.5 Lumbar Motion Monitor
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006
Sistem LMM dirancang untuk mengakomodasi mayoritas ukuran
tubuh individu dan disesuaikan dengan empat kategori (tambah
kecil, kecil, menengah dan besar). Hal ini penting untuk memastikan
LMM sesuai sehingga gerakan batang akurat saat diukur. Ukuran
yang sesuai dipakai selama pengumpulan data tergantung pada
sejumlah faktor, terutama seorang saat berdiri dan panjang punggung
dan jumlah gerakan yang dilakukan selama bekerja.
Gambar 2.6 Output yang dihasilkan dengan menggunakan
software LMM
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006
Perangkat lunak ini menyediakan berbagai metode untuk
mengevaluasi data yang dikumpulkan, yaitu:
1) Informasi deskriptif tentang kinetika badan
Ini termasuk rincian posisi, kecepatan dan percepatan dari ketiga
bidang pergerakan untuk setiap data yang dikumpulkan.
Informasi ini berguna untuk deskripsi umum.
56
2) Risiko LBP atau NPB
Risiko LBP atau NPB dapat dihitung dengan berbagai cara.
Risiko juga dapat dihitung untuk suatu tugas atau pekerjaan yang
rata-rata pekerja yang telah menggunakan aktivitas sambil
mengenakan LMM. Penilaian ini memungkinkan pengguna
untuk secara kuantitatif memastikan faktor pekerjaan (misalnya,
fleksi, kecepatan memutar, lift rate) kemungkinan paling
bertanggung jawab atas tingkat risiko yang dihasilkan. Perangkat
lunak ini juga memungkinkan data dieksport ke file teks yang
dapat dianalisis dengan menggunakan aplikasi lain.
c. Three-Dimensional Static Strength Prediction Program Model
Three-Dimensional Static Strength Prediction Program
(3DSSPP) model dikembangkan oleh para peneliti University of
Michigan adalah sistem permodelan biomekanika yang dapat
digunakan untuk menghitung momen atau gaya saat bekerja pada
sendi yang terdiri dari rantai kinematik. Setelah model biomekanik
tiga dimensi dikembangkan, momen tiga dimensi tentang L5/S1 dan
tulang kompresi dapat dihitung. Selanjutnya saat postur tiga dimensi
didapat kemudian dapat dibandingkan dengan data dari database
kapasitas kekuatan manusia sehingga estimasi presentasi populasi.
Hasil dari pendekatan model ini adalah kompresi pada tulang
belakang dan presentasi dari populasi yang memiliki kapasitas untuk
mengerahkan yang diperlukan tulang belakang sebagaimana pada
gambar 2.7 (Karwowski dan Marras, 2006).
57
Gambar 2.7 Tiga dimensi model menggunakan 3DSSPP
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006
d. Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
Metode RULA pertama kali dikembangkan oleh Lynn
McAtamney dan Niel Corlett, E (1993). Metode ini prinsip dasarnya
hampir sama dengan metode REBA maupun metode OWAS. Ketiga
metode ini sama-sama mengobservasi segmen tubuh khususnya
upper limb dan mentrasfernya dalam bentuk skoring. Selanjutnya,
skor final yang diperoleh akan digunakan sebagai pertimbangan
untuk memberikan saran perbaikan secara tepat (Tarwaka, 2010).
RULA adalah sebuah metode menilai postur, gaya dan gerakan
suatu aktifitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan tubuh bagian
atas (upper limb). RULA digunakan untuk menilai postur, beban dan
pergerakan yang berhubungan dengan pekerjaan yang menetap.
Seperti pekerjaan yang termasuk pekerjaan yang menggunakan
komputer, manufaktur dan pedagang dimana pekerja duduk atau
berdiri tanpa berpindah (Nigel dan McAtamnety, 1993).
Tahapan aplikasi metode RULA, sebagai berikut:
1) Menentukan siklus kerja dan mengobservasi pekerja selama
variasi siklus kerja tersebut
58
2) Mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan
menggunakan video atau foto
3) Menentukan skor postur tubuh saat bekerja pada bagaian
tubuh seperti:
a) Lengan atas
b) Lengan bawah
c) Pergelangan tangan
d) Leher
e) Badan
f) Kaki
4) Menentukan skor penggunan otot (muscle use) dan
pembebanan atau pengerahan tenaga (force)
5) Menghitung grand skor dan action level untuk menilai
kemungkian risiko yang terjadi.
e. Ovako Working Analysis System (OWAS)
Metode OWAS diperkenalkan pertama kali oleh seorang penulis
dari Osmo Karhu Finlandia, tahun 1977 dengan judul “Correcting
working postures in industry: A practical method for analysis” yang
diterbitkan di dalam “Applied Ergonomic” (Tarwaka, 2010). Metode
ini memungkinkan untuk dilakukan identifikasi pada beberapa
posisi; yaitu punggung, lengan dan kaki dengan pemberian kode
pada masing-masing posisi. Namun demikian, metode ini tidak
menilai secara detail tingkat keparahan pada masing-masing posisi
(Tarwaka, 2010).
59
Posedur aplikasi metode OWAS, sebagai berikut:
1) Mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan
menggunakan video atau foto
2) Pemberian kode pada posisi yang diamati untuk setiap posisi
dan pembebanan dengan membuat “kode posisi” identifikasi.
3) Menentukan skor postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh
seperti:
a) Punggung
b) Lengan
c) Kaki
4) Menghitung untuk setiap kode posisi, kategori risiko yang
mana dia berasal, untuk mengidentifikasi posisi kritis atau
yang lebih tingkat risikonya bagi pekerja
5) Menghitung presentase repetitif atau frekuensi relatif dari
masing-masing posisi pungung, lengan dan kaki yang
berhubungan dengan posisi yang lainnya.
6) Penentuan hasil identifikasi pekerja pada posisi kritis,
tergantung pada frekuensi relatif dari masing-masing posisi,
kategori risiko didasarkan pada masing-masing posisi dari
berbagai bagian tubuh (punggung, lengan dan kaki).
f. Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Metode REBA diperkenalkan oleh Sue Hignett dan Lynn
McAtamney yang secara efektif digunakan untuk menilai postur
tubuh pekerja. Metode ini merupakan hasil kerja kolaboratif oleh tim
ergonomist, fisioterapi, ahli, okupasi dan para perawat yang
60
mengidentifikasi sekitar 600 posisi di industri manufakturing
(Tarwaka, 2010). Metode REBA memungkinkan dilakukan suatu
analisis secara bersama dari posisi yang terjadi pada anggota tubuh
bagian atas (lengan, lengan bawah, dan pergelangan tangan), badan,
leher dan kaki. Metode ini juga mendefinisikan faktor-faktor lainnya
yang dianggap dapat menentukan untuk penilaian akhir dari postur
tubuh, seperti beban atau force atau gaya yang dilakukan, jenis
pegangan atau jenis aktivitas otot yang dilakukan oleh pekerja
(Tarwaka, 2010). Skor akhir dari REBA memberikan indikasi dari
level risiko dan tingkat keparahan dengan mengambil tindakan mana
yang harus didahulukan (Hignett dan McAtamney, 2000 dalam
Karwowski dan Marras, 2006). Metode ini relatif mudah digunakan
karena untuk mengetahui nilai suatu anggota tubuh tidak diperlukan
besar yang spesifik, hanya berupa range sudut.
1) Prosedur Penggunaan REBA
Adapun prosdur dalam penggunaan REBA yaitu:
a) Menentukan periode waktu observasi dengan
mempertimbangkan posisi tubuh pekerja, dan jika
memungkinkan tentukan siklus waktu kerja
b) Posisi tubuh pekerja saat bekerja direkam untuk
memilih tugas dan postur yang akan dinilai pada
langkah berikutnya.
61
c) Lakukan identifikasi posisi untuk semua pekerjaan
yang dianggap paling penting dan berbahaya untuk
penilaian lebih lanjut.
2) Langkah-langkah Penilaian REBA
Dalam rangka melakukan evaluasi mengenai postur tubuh,
teknik REBA membagi memjadi 2 kelompok anggota tubuh,
kelompok A meliputi badan, leher dan kaki. Sementara itu
kelompok B meliputi anggota tubuh bagian atas (lengan,
lengan bawah dan pergelangan tangan). Langkah dan
observasi penilaiannya yaitu:
a) Kelompok A (Penilaian Anggota tubuh bagian badan,
leher dan kaki)
(1) Mengobservasi dan menentukan skor postur badan
Posisi badan yang memiliki risiko terkecil
pada posisi badan tegak lurus. Badan pada posisi
>200 atau lebih, baik pada posisi fleksi ataupun
ekstensi akan semakin memperbesar risiko. Hal
ini dibuktikan dengan semakin besarnya skor
untuk tiap postur yang berisiko. Skor akan
memiliki nilai yang lebih tinggi jika posisi badan
pekerja membungkuk atau memutir secara lateral
karena untuk tiap keadaan ini skor akan
bertambah satu. Skoring postur badan dapat
dilihat pada tabel 2.2.
62
Pada saat posisi badan fleksi terjadi
ketegangan terutama pada ligamentum
interspinosus dan supraspinosus, diikuti dengan
ligamentum intraskapular dan ligamentum flavum.
Beban kompresif pada diskus sewaktu fleksi
membuat diskus berpotensi merobek anulus
fibrosus, akibatnya nucleus pulposus mampu
keluar melalui robekan. Keluarnya hernia nucleus
pulposus selanjutnya dapat menekan saraf spinal,
bila kerja sering membungkuk, ligamen dan otot-
otot penyangga tulanng belakang dapat melemah
dan meningkatkan tekanan pada diskus
intervertebral (Kurniawidjaja, 2014).
Tabel 2.2
Ilustrasi Posisi Badan dan Skoring
Skor Posisi
1 Posisi badan tegak lurus
2 Posisi badan fleksi : antara 0-20
0 dan
ekstensi antara 0-200
3 Posisi badan fleksi: antara 20-60
0 dan
ekstensi >200
4 Posisi badan membungkuk fleksi >600
+1 Posisi badan membungkuk dan atau
memutir secara lateral
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006
63
(2) Mengobservasi dan menentukan skor postur leher
Posisi leher yang memiliki risiko terkecil pada
posisi 00. Leher pada posisi >20
0, baik pada posisi
fleksi ataupun ekstensi akan semakin
memperbesar risiko. Hal ini dibuktikan dengan
semakin besarnya skor untuk tiap postur yang
berisiko. Skor akan memiliki nilai yang lebih
tinggi jika posisi leher pekerja menunduk atau
memutir secara lateral karena untuk tiap keadaan
ini skor akan bertambah satu. Skoring postur leher
dapat dilihat pada tabel 2.3.
Spina servikal sebagai sumber nyeri leher dan
punggung adalah struktur yang kompleks yang
dapat mengalami perubahan patologis
menyebabkan nyeri. Bahu yang menggantung
mempengaruhi spina sevikal. Skapula berotasi ke
bawah, dada menggantung, rongga toraks
berkurang sehingga kapasitas vital menurun dan
orang bertambah pendek karena otot trapesius
berorigo pada spina servikal maka skapula yang
tertekan memberi tegangan pada otot leher.
Foramen intervetebra lebih menutup pada postur
lordotik sevikal yang meningkat dan akar syaraf
tertekan. Kontraksi isometrik yang telalu kuat
64
dapat menyebabkan robekan serabut otot serta
edem. Kontraksi otot yang berkepanjangan akan
menyebabkan penekanan berkepanjangan pada
diskus intervetebra (Tulaar, 2008).
Tabel 2.3
Ilustrasi Posisi Leher dan Skoring
Skor Posisi
1 Posisi leher fleksi : antara 0-200
2 Posisi leher fleksi atau ekstensi >200
+1 Posisi leher menunduk dan atau memutir
secara lateral
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006
(3) Mengobservasi dan menentukan skor postur kaki
Posisi kaki yang memiliki risiko terkecil pada
posisi kedua kaki tertopang dengan baik di lantai
dalam keadaan berdiri maupun berjalan. Posisi
kaki jika salah satu kaki tidak tertopang di lantai
dengan baik atau terangkat akan semakin
memperbesar risiko. Hal ini dibuktikan dengan
semakin besarnya skor untuk tiap postur yang
berisiko. Skor akan memiliki nilai yang lebih
tinggi jika posisi salah satu atau kedua lutut kaki
65
ditekuk fleksi antara 30-600
untuk keadaan ini skor
akan bertambah satu. Kenaikan tersebut mungkin
bertambah sampai dengan dua, jika salah satu atau
kedua lutut kaki ditekuk fleksi > 600. Skoring
postur kaki dapat dilihat pada tabel 2.4.
Duduk maupun berdiri dengan posisi yang
salah akan menyebabkan otot-otot menjadi tegang
dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya.
Menyebabkan penekanan pada bantalan saraf
tulang belakang yang mengakibatkan hernia
nukleus pulposus (Samara, 2005).
Tabel 2.4
Ilustrasi Posisi Kaki dan Skoring
Skor Posisi
1 Posisi kedua kaki tertopang dengan baik di
lantai dalam keadaan berdiri maupun berjalan
2 Salah satu kaki tidak tertopang di lantai dengan
baik atau terangkat
+1 Salah satu atau kedua kaki ditekuk fleksi antara
30-600
+2 Salah satu atau kedua kaki ditekuk fleksi antara
>600
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006
(4) Memasukkan tiap skor yang didapat (badan, leher
dan kaki) ke dalam tabel A untuk mendapatkan
66
skor postur A. Skor psotur A dapat dilihat pada
tabel 2.5.
Tabel 2.5
Skor A REBA
Badan
Leher
1 2 3
Kaki Kaki Kaki
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 9 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
(5) Mengobservasi dan menentukan skor beban
(force)
Beban yang tidak berisiko adalah beban seberat
kurang dari lima kg, sedangkan beban yang
termasuk kategori berisiko adalah beban yang
memiliki berat > lima kg. Skor akan memiliki
nilai yang lebih tinggi jika pembebanan secara
tiba-tiba atau mendadak karena untuk keadaan ini
skor akan bertambah satu. Skor beban dapat
dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6
Skor untuk beban atau Force
Skor Posisi
+0 Beban atau force < 5 kg
+1 Beban atau force antara 5 – 10 kg
+2 Beban atau force > 10 kg
+1 Pembebanan atau force secara tiba-tiba
atau mendadak
(6) Menjumlahkan skor postur A dengan skor beban
(force) untuk mendapatkan skor A
67
b) Kelompok B (Penilaian Anggota tubuh bagian atas)
(1) Mengobservasi dan menentukan skor postur
lengan
Posisi lengan yang memiliki risiko terkecil pada
posisi 0-200, baik pada posisi fleksi ataupun
ekstensi. Posisi yang berisiko adalah posisi fleksi
pada sudut 21-450, 45-90
0 dan > 90
0 atau pada
posisi ekstensi >200. Hal ini dibuktikan dengan
semakin besarnya skor untuk tiap postur yang
berisiko. Skor ini akan bertambah jika bahu
diangkat atau lengan diputar atau dirotasi atau jika
lengan diangkat menjauh dari badan untuk
keadaan ini skor akan bertambah satu. Tetapi skor
akan berkurang satu jika berat lengan ditopang
untunk menahan gravitasi. Skoring postur lengan
dapat dilihat pada tabel 2.7.
Bahu (dalam pengukuran REBA disebut
sebagai posisi lengan atas) yang menggantung
mempengaruhi spina sevikal. Skapula berotasi ke
bawah, dada menggantung, rongga toraks
berkurang sehingga kapasitas vital menurun dan
orang bertambah pendek karena otot trapesius
berorigo pada spina servikal maka skapula yang
68
tertekan memberi tegangan pada otot leher.
Foramen intervetebra lebih menutup pada postur
lordotik sevikal yang meningkat dan akar syaraf
tertekan. Kontraksi isometrik yang telalu kuat
dapat menyebabkan robekan serabut otot serta
edem. Kontraksi otot yang berkepanjangan akan
menyebabkan penekanan berkepanjangan pada
diskus intervetebra (Tulaar, 2008).
Tabel 2.7
Ilustrasi Posisi Lengan dan Skoring
Skor Posisi
1 Posisi lengan fleksi atau ekstensi antara
0-200
2 Posisi lengan fleksi antara 21-45
0 atau
ekstensi >200
3 Posisi lengan fleksi antara 46-900
4 Posisi lengan fleksi >900
+1 Jika bahu diangkat atau lengan diputar
atau dirotasi
+1 Jika lengan diangkat menjauh dari badan
-1 Jika berat lengan ditopang untuk
menahan gravitasi
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006
(2) Mengobservasi dan menentukan skor postur
lengan bawah
Posisi lengan bawah yang memiliki risiko terkecil
pada posisi fleksi pada sudut 60-1000. Posisi yang
69
berisiko adalah posisi fleksi pada sudut <600
atau
1000. Hal ini dibuktikan dengan semakin besarnya
skor untuk tiap postur yang berisiko. Skoring
postur lengan bawah dapat dilihat pada tabel 2.8.
Tabel 2.8
Ilustrasi Posisi Lengan Bawah dan Skoring
Skor Posisi
1 Posisi lengan bawah fleksi antara 60-1000
2 Posisi lengan fleksi < 600 atau >100
0
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006
(3) Mengobservasi dan menentukan skor postur
pergelangan tangan
Posisi pergelangan tangan yang memiliki risiko
terkecil yaitu paa posisi fleksi atau ekstensi pada
sudut 0-150
yang mendapat skor satu (skor
terkecil). Posisi yang berisiko adalah posisi
pergelangan tangan fleksi atau ekstensi pada sudut
>150. Risiko akan bertambah besar jika pada
pergelangan tangan saat bekerja mengalami torsi
atau deviasi baik ulnar maupun radial karena skor
bertambah satu untuk keadaan tersebut. Skoring
postur pergelangan tangan dapat dilihat pada tabel
2.9.
70
Tabel 2.9
Ilustrasi Posisi Pergelangan Tangan dan
Skoring
Skor Posisi
1 Posisi pergelangan tangan fleksi atau
ekstensi antara 0-150
2 Posisi pergelangan tangan fleksi atau
ekstensi >150
+1
Pergelangan tangan pada saat bekerja
mengalami torsi atau deviasi baik ulnar
maupun radial
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006
(4) Memasukkan tiap skor yang didapat (lengan,
lengan bawah dan pergelangan tangan) ke dalam
tabel B untuk mendapatkan skor postur B. Skor
postur B dapat dilihat pada tabel 2.10.
Tabel 2.10
Skor B REBA
Lengan
Lengan Bawah
1 2
Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan
1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 3 4 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
(5) Mengobservasi dan menentukan skor untuk jenis
pegangan
71
Jenis pegangan yang tidak berisiko adalah
pegangan baik dan kekuatan pegangan berada
pada posisi tengah, sedangkan beban yang
berisiko adalah pegangan yang terlalu dipaksakan
atau tidak ada pegangan atau genggaman tangan.
Skor jenis pegangan dapat dilihat pada tabel 2.11.
Tabel 2.11
Skoring untuk Jenis Pegangan
Skor Posisi
+0
Pegangan Bagus (Pegangan kontainer
baik dan kekuatan pegangan berada
pada posisi tengah)
+1
Pegangan Sedang (Pegangan tangan
dapat diterima, tetapi tidak ideal atau
pegangan optimum yang dapat diterima
untuk menggunakan bagian tubuh
lainnya)
+2
Pegangan Kurang Baik (Pegangan ini
mungkin dapat digunakan tetapi tidak
diterima)
+3
Pegangan Jelek (Pegangan ini terlalu
dipaksakan, atau tidak ada pegangan
atau genggaman tangan, pegangan
bahkan tidak dapat diterima untuk
menggunakan bagian tubuh lainnya.
(6) Menjumlahkan skor postur B dengan skor untuk
jenis pegangan untuk mendapatkan skor B
(7) Masukkan ke dalam matriks masing-masing nilai
skor A dan skor B untuk mendapatkan skor C.
Skor C dapat dilihat pada tabel 2.12.
72
Tabel 2.12
Skor C REBA
Skor
A
Skor B
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Gambar 2.8 Diagram Alur Penilaian dengan
Metode REBA
Sumber: Karwowski dan Marras, 2006
73
(8) Mengobservasi dan menentukan skor untuk jenis
aktivitas otot. Skoring untuk jenis aktivitas otot
dapat dilihat pada tabel 2.13
Tabel 2.13
Skoring untuk Jenis Aktivitas Otot
Skor Posisi
+1
Satu atau lebih bagian tubuh dalam
keadaan statis, misalnya ditopang untuk
lebih dari 1 menit
+1
Gerakan berulang-ulang terjadi, misalnya
repetisi lebih dari 4 kali per menit (tidak
termasuk berjalan)
+1
Terjadi perubahan yang signifikan pada
postur tubuh atau postur tubuh tidak
stabil selama bekerja
(9) Menjumlahkan skor C dengan jenis aktivitas otot
untuk mendapatkan skor akhir REBA
Nilai skor akhir merupakan nilai akhir dari pengukuran
dengan menggunakan metode REBA. Metode REBA
mengklasifikasikan skor akhir ke dalam lima tingkatan.
Setiap tingkat aksi menentukan tingkat risiko dan tindakan
korektif yang disarankan pada posisi yang dievaluasi.
Semakin besar nilai dari hasil yang diperoleh, maka akan
lebih besar risiko yang dihadapi untuk posisi yang
bersangkutan. Nilai satu menunjukan nilai minimum,
sedangkan nilai 15 adalah nilai maksimum, yang menyatakan
bahwa posisi tersebut berisiko tinggi dan harus segera
diambil tindakan secepatnya, sebagimana dapat dilihat pada
tabel 2.14, dibawah ini:
74
Tabel 2.14
Kategori Tingkat Risiko
Skor
REBA
Action
Level
Tingkat
Risiko
Tindakan Perbaikan
1 0 Sangat rendah Tidak ada tindakan yang
diperlukan
2 - 3 1 Rendah Mungkin diperlukan
tindakan
4 – 7 2 Sedang Diperlukan tindakan
8 - 10 3 Tinggi Diperlukan tindakan
segera
11 - 15 4 Sangat tinggi Diperlukan tindakan
sesegera mungkin
3) Kelebihan dan Kekurangan REBA
Metode REBA memiliki banyak kelebihan, antara lain:
a) Merupakan metode yang sangat sensitif untuk
mengevaluasi risiko
b) Membagi segmen-segmen tubuh yang akan diberi kode
secara individu, dan mengevaluasi baik anggota badan
bagian atas maupun badan, leher dan kaki
c) Metode ini digunakan untuk menganalisis pengaruh
pada beban postural selama penanganan kontainer yang
dilakukan dengan tubuh atau bagian tubuh lainnya
d) Dapat digunakan untuk postur tubuh yang stabil
maupun tidak stabil
e) Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan
masalah, untuk menentukan prioritas penyelidikan dan
perubahan yang perlu dilakukan
75
Selain memiliki beberapa kelebihan, metode REBA ini pun
memiliki beberapa kelemahan atau keterbatasan, antara lain:
a) Hanya menilai aspek postur dari pekerja
b) Tidak mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh
pekerja terutama yang berkaitan dengan faktor
psikososial
c) Tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang
berkaitan dengan vibrasi, temperatur, dan jarak
pandang.
Tabel 2.15
Kelebihan dan Kelemahan Metode Penilaian Faktor Pekerjaan Risiko NPB
No. Metode Penilaian Risko Kelebihan Kelemahan
1. NIOSH Lifting Equations 1. Terdokumentasikan dengan baik
2. Telah teruji dalam beberapa penelitian
laboratorium
3. Metode perhitungannya tersedia di internet
(Karwowski dan Marras, 2006)
1. Banyak keterbatasan praktis
2. Metode masih dapat dimodifikasi
3. Membutuhkan beberapa langkah-langkah
teknis
(Karwowski dan Marras, 2006)
2. Lumbar Motion Monitor
Risk Assessment Model
1. Data yang dikumpulkan adalah kuantitatif dan
tiga dimensi dari kinematika tubuh
2. Model risiko LBP atau NPB menentukan
sejauh mana tingkat risiko atau keseluruhan
tingkat risiko LBP atau NPB itu sendiri
3. Dampak dari intervensi pekerjaan dapat
dinilai dengan cepat
(Karwowski dan Marras, 2006)
1. Penggunaan LMM membutuhkan pelatihan
bagi yang menggunakan
2. Pengumpulan data memerlukan keterlibatan
aktif dari pekerja
3. Penilaian biasanya membutuhkan lebih
banyak waktu pengumpulan data
4. LMM dapat bersentuhan dengan peralatan
lainnya ketika dipakai di ruang kerja
5. Model risiko LBP atau NPB tidak menilai
potensi risiko cedera pada bagian tubuh
lainnya.
(Karwowski dan Marras, 2006)
3. Three-Dimensional Static
Strength Prediction
Program Model
1. Dapat menilai risiko yang terkait dengan satu
kali pergerakan, karena membandingkan
langsung saat diperlukan dari pekerjaan
2. Dapat memperkirakan nilai kompresi tulang
belakang yang dapat dibandingkan dengan
batas beban untuk menilai risiko relatif
3. Digunakan untuk pekerjaan yang dilakukan
berulang
(Karwowski dan Marras, 2006)
1. Tidak memiliki torsi atau kekuatan
kompresi tulang belakang yang mendekati
kemampuan kekuatan manusia atau batas
beban kompresi tulang belakang
(Karwowski dan Marras, 2006)
Tabel 2.14 Lanjutan
No. Metode Penilaian Risko Kelebihan Kelemahan
4. Rapid Upper Limb
Assessment (RULA)
1. Menilai sebuah angka perbedaan postur
selama putaran dalam bekerja untuk
menyiapkan sebuah profil dari beban otot
2. Untuk dijadikan sebagai pedoman dalam
melakukan intervensi lebih lanjut dari
tindakan perbaikan
3. Pemberian skor pada RULA terperinci,
misalnya penambahan sudut drajat pada
setiap postur, gaya, dan beban mendapatkan
tambahan nilai satu
4. Mudah digunakan, cepat, praktis, dapat
dikombinasikan dengan metode lainnya
5. Dapat digunakan untuk menilai secara teliti
pekerjaan atau postur untuk satu pekerja atau
kelompok
(Karwowski dan Marras, 2006)
1. Hanya terfokus pada faktor-faktor risiko
terpilih yang dievaluasi
2. Hanya untuk pekerjaan dengan postur kerja
duduk terus-menerus dan berdiri statis,
kurang cocok untuk pekerjaan dengan
gerakan yang dinamis
3. Metode ini tidak bisa mengukur gerakan
tangan menggenggam, meluruskan,
memutar dan memerlukan tekanan pada
telapak tangan
4. Metode ini tidak mengukur antropometri
tempat kerja yang dapat menyebabkan
terjadinya postur janggal
(Tarwaka, 2010)
5. Ovako Working Analysis
System (OWAS)
1. Banyak digunakan dan didokumentasikan
2. Mudah digunakan, cepat praktis dan dapat
dikombinasikan dengan metode lainnya
(Tarwaka, 2010)
1. Tidak menilai secara detail tingkat
keparahan pada masing-masing posisi
2. Tidak memisahkan bagian kanan atau kiri
pada tubuh ekstremitas atas; tidak ada
penilaian leher dan siku atau pergelangan
tangan
3. Tidak mempertimbangkan penggulangan
atau durasi postur
(Tarwaka, 2010)
Tabel 2.14 Lanjutan
No. Metode Penilaian Risko Kelebihan Kelemahan
6. Rapid Entire Body
Assessment (REBA)
1. Merupakan metode yang sangat sensitif untuk
mengevaluasi risiko
2. Membagi segmen-segmen tubuh yang akan
diberi kode secara individu, dan
mengevaluasi baik anggota badan bagian atas
maupun badan, leher dan kaki
3. Metode ini digunakan untuk menganalisis
pengaruh pada beban postural selama
penanganan kontainer yang dilakukan dengan
tubuh atau bagian tubuh lainnya
4. Dapat digunakan untuk postur tubuh yang
stabil maupun tidak stabil
5. Skor akhir dapat digunakan dalam
menyelesaikan masalah, untuk menentukan
prioritas penyelidikan dan perubahan yang
perlu dilakukan
(Karwowski dan Marras, 2006)
1. Hanya menilai aspek postur dari pekerja
2. Tidak mempertimbangkan kondisi yang
dialami oleh pekerja terutama yang
berkaitan dengan faktor psikososial
3. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja
terutama yang berkaitan dengan vibrasi,
temperatur, dan jarak pandang
(Karwowski dan Marras, 2006)
79
79
Berdasarkan kelebihan dan kelemahan metode penilaian faktor
pekerjaan risiko NPB pada tabel 2.15, maka penulis memilih
menggunakan metode REBA dikarenakan beberapa alasan,
antara lain:
a) Metode REBA membagi segemen-segmen tubuh
menjadi anggota tubuh bagian badan, leher, kaki dan
anggota tubuh bagian atas. Dimana pada REBA
terdapat penilaian pada postur badan, leher, kaki dan
lengan yang mana posisi tersebut berhubungan dengan
terjadinya keluhan NPB.
b) Cepat dan praktis.
c) Dapat digunakan untuk postur tubuh yang stabil
maupun tidak stabil.
C. Analisis Statistik
Penganalisisan data merupakan suatu proses lanjutan dari proses
pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data,
kemudian menganalisis data dari hasil yang sudah ada pada tahap hasil
pengolahan data (Prasetyo, 2008). Analisis statistik terhadap hasil pengolahan
data dapat berbentuk sebagai berikut:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang dilakukan untuk menganalisis
tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis univariat berfungsi untuk
meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga
80
kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna,
peringkasan tersebut dapat berupa ukuran statistik, tabel, dan grafik.
Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data
numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median dan standar deviasi.
Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi
dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).
Analisis univariat adalah analisis terhadap satu variabel. Analisis ini
dapat dibuat dalam beberapa jenis, yaitu sebagai berikut (Prasetyo, 2008):
a. Distribusi frekuensi
Distribusi frekuensi atau tabel frekuensi adalah susunan data dalam
suatu tabel yang telah diklasifikasikan menurut kelas atau kategori-
kategori tertentu.
b. Ukuran pemusatan
Ukuran pemusatan merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk
melihat seberapa besar kecenderungan data memusat pada nilai
tertentu. Ukuran pemusatan terdiri dari:
1) Modus
Modus merupakan nilai data yang mempunyai frekuensi
terbesar dalam satu kumpulan data.
2) Rata-rata (Mean)
Rata-rata ditentukan dengan cara menjumlahkan nilai seluruh
pengamatan dibagi dengan banyaknya data.
81
3) Median
Median merupakan nilai yang terletak di tengah bila nilai
pengamatan disusun secara teratur menurut besarnya, dari kecil
ke besar atau sebaliknya dari besar ke kecil.
c. Ukuran Penyebaran (Dispersion)
Dispersion merupakan ukuran yang menyatakan seberapa jauh nilai
pengamatan yang sebenarnya menyimpang atau berbeda dengan
nilai pusatnya. Jenis ukuraan penyebaran terdiri dari:
1) Range (Jangkauan)
Range adalah selisih nilai maksimum dengan nilai minimum
dalam suatu kumpulan data.
2) Variance (Variasi)
Variasi merupakan jumlah kuadrat dari selisih nilai data
pengamatan dengan rata-rata dibagi banyaknya data
pengamatan.
3) Standard Deviation (Simpangan baku)
Deviasi standar merupakan akar kuadrat dari variasi. Deviasi
standar dapat digunakan untuk menentukan letak nilai
distribusi frekuensi terhadap nilai rata-rata (mean).
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat dilakukan beberapa tahap,
antara lain (Notoatmodjo, 2010):
82
a. Analisis proporsi atau presentase, dengan membandingkan
distribusi silang antara dua variabel yang bersangkutan
b. Analisis dari hasil uji statistik (Chi-square test, Z-test, T-test dan
sebagainya). Melihat dari hasil uji statistik ini akan dapat
disimpulkan adanya hubungan dua variabel tersebut bermakna atau
tidak bermakna. Dari hasil uji statistik ini dapat terjadi, misalnya
antara dua variabel tersebut secara presentase berhubungan tetapi
secara statistik hubungan tersebut tidak bermakna.
c. Analisis keeratan hubungan antara dua variabel tersebut, dengan
meilihat nilai Odd Ratio (OR). Besar kecilnya nilai OR
menunjukkan besarnya keeratan hubungan antara dua variabel yang
diuji.
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara dua
variabel. Pertimbangan yang harus dilakukan peneliti ketika memilih
ukuran statistik yang tepat untuk digunakan dalam menganalisis hubungan
bivariat adalah tingkat pengukuran dari setiap variabel dan arah hubungan
dari kedua variabel tersebut sehingga analisis ini kemudian lebih dikenal
dan berkaitan dengan ukuran asosiasi dan ukuran korelasi. Ukuran asosiasi
dan ukuran korelasi terdiri dari (Prasetyo, 2008):
a. Koefisien korelasi Sperman
Koefisien korelasi ini digunakan untuk mengukur korelasi antar
dua variabel yang memiliki tingkat pengukuran ordinal
83
b. Koefisien Korelasi Product Moment Pearson
Ukuran ini digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan linier
antara data yang memiliki tingkat pengukuran interval atau rasio
dengan arah hubungan simetrik.
c. Regresi linier
Ukuran statistik ini digunakan untuk menguji hubungan antara
sebuah variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel
dependen.
d. Uji U-Mann Whitney
Pengujian ini digunakan untuk variabel yang berskala nominal atau
ordinal dengan dua kelompok sampel yang saling tidak
berhubungan (independen).
e. Uji Kruskall Wallis
Pengujian ini digunakan untuk variabel yang berskala nominal atau
ordinal dengan tiga atau lebih kelompok sampel.
f. Uji t (T-test)
Pengujian ini digunakan jika dua sampel yang digunakan tidak
memiliki keterkaitan satu dengan lainnya dan variabel yang
digunakan berskala rasio. Uji t sebagai alat analisis data untuk
menguji satu sampel atau dua sampel serta membandingkan dua
mean (rata-rata) untuk menentukan apakah perbedaan rata-rata
tersebut perbedaaan nyata atau karena kebetulan, tujuan pengujian
ini adalah untuk mengetahui perbedaan mean dua kelompok data
independen. Syarat atau asumsi yang harus dipenuhi adalah data
84
berdistribusi normal, kedua kelompok data independen, dan
variabel yang dihubungkan berbentuk numerik dan kategorik.
g. Chi-Square
Dasar dari uji chi-square adalah untuk membandingkan
frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan. Secara
spesifik, uji chi-square dapat digunakan untuk menentukan ada
tidaknya asosiasi antara dua variabel, homogenitas antar
subkelompok dan seberapa jauh suatu pengamatan sesuai dengan
parameter yang dispesifikasikan (Hastono, 2008). Ukuran statistik
ini merupakan ukuran asosiasi yang berusaha untuk menguji
hipotesis bahwa antara variabel independen dan variabel dependen
terdapat hubungan yang signifikan (Prasetyo, 2008).
Kegunaan uji chi-square adalah untuk menguji seberapa baik
kesesuaian diantara frekuensi yang diamati dengan frekuensi
harapan yang didasarkan pada sebaran yang akan dihipotesiskan,
atau juga menguji perbedaan anatara dua kelompok pada data dua
kategorik untuk menguji signifikansi asosiasi dua kelompok pada
data dua kategorik tersebut (Hastono, 2008).
Secara spesifik, uji chi square dapat digunakan untuk
menentukan:
1) Ada tidaknya asosisasi antara dua variabel (independency
test)
2) Apakah suatu kelompok homogen (homogenitas antar
subkelompok = homogenity test)
85
3) Seberapa jauh suatu pengamatan sesuai dengan parameter
yang dispesifikasikan (good of fit)
Uji chi square dapat digunakan dengan syarat, yaitu: kelompok
yang dibandingkan independen, variabel yang dihubungkan
kategorik dengan kategorik, tidak ada sel dengan expected
frequency <1 dan tidak ada expected frequency <5 sebesar >20%
dari banyak sel seluruhnya.
D. Kerangka Teori
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya NPB atau
NPB, yaitu faktor pekerjaan, faktor psikososial, faktor individu, dan faktor
lingkungan. Faktor pekerjaan antara lain Heavy manual labor, Manual
material handling, Awkward postures, Static work, Whole body vibration,
Slipping and falling (Beeck dan Hermans, 2000). Faktor psikososial antara
lain job content, tekanan waktu atau mengintensifkan beban kerja, job
control, dukungan sosial di tempat kerja dan kepuasan kerja (Beeck dan
Hermans, 2000). Faktor Individu antara lain usia, status pendidikan, merokok,
riwayat NPB, jenis kelamin, antropometri, kebiasaan olahraga, masa kerja
dan jam kerja (Beeck dan Hermans, 2000; Karwowski dan Marras, 2006) dan
Faktor Lingkungan antara lain pencahayaan, getaran dan kebisingan
(Spaulding, 2008). Adapun skema yang didapat pada gambar 2.9:
86
Gambar 2.9 Skema Kerangka Teori
Faktor Individu
a. Usia
b) Status pendidikan
c) Merokok
d) Riwayat NPB
e) Jenis kelamin
f) Antropometri
g) Kebiasaan olahraga
h) Masa kerja
i) Jam kerja
Faktor Pekerjaan
a) Heavy manual labor
b) Manual material handling
c) Awkward postures
d) Static work
e) Whole body vibration
f) Slipping and falling
Faktor Lingkungan
a) Pencahayaan
b) Kebisingan
Faktor Psikososial
a) Job content
b) Tekanan waktu atau
mengintensifkan beban
kerja
c) Job control
d) Dukungan sosial
e) Kepuasan kerja
Keluhan Nyeri
Punggung Bawah
Faktor Lingkungan
a) Getaran
: Berpengaruh langsung terhadap keluhan NPB
: Tidak berpengaruh langsung terhadap keluhan NPB
Sumber : Beeck dan Hermans, 2000;
Karwowski dan Marras, 2006; Spaulding,
2008.
87
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Penelitian ini akan meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan
keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keluhan
Nyeri Punggung Bawah (NPB) dan variabel independennya adalah sebagai
berikut:
1. Faktor pekerjaan
Salah satu Faktor pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya
cedera pada otot atau jaringan tubuh adalah awkward postur adalah
posisi bagian tubuh yang menyimpang dari posisi normalnya. Posisi
janggal berhubungan dengan deviasi tulang sendi yang menyebabkan
posisi tubuh menjadi tidak simetris dan membebani sistem otot
rangka sebagai penyangga tubuh. Semakin jatuh posisi bagian tubuh
dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula keluhan otot skeletal dan
static posture termasuk posisi dimana gerakan yang terjadi sangat
sedikit, bersama dengan postur yang terbatas dan tidak aktif yang
menyebabkan beban statis pada otot. Beban statis tersebut
menimbulkan kompresi berkepanjangan dan dapat meningkatkan
risiko pada cakram intervetebralis.
88
2. Usia
Semakin bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya
semakin berkurang sehingga memudahkan terjadinya kekakuan pada
otot dan sendi dan sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi
degenerasi pada tulang yaitu berupa kerusakan jaringan, penggantian
jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal
tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang otot menjadi berkurang.
3. Jenis Kelamin
Kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria, keluhan
otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria. Secara
fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria.
Kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot
pria, sedangkan daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita.
4. Merokok
Rokok menurunkan kualitas darah yang disebabkan oleh kandungan
nikotin dalam rokok, sehingga menyebabkan kandungan mineral
dalam tulang berkurang dan menyebabkan microfractures. Rokok
juga dapat menyebabkan batuk yang dapat meningkatkan tekanan di
area perut dan tekanan intradiscal. Racun-racun dalam asap rokok
juga terbukti mempercepat penyerapan kembali tulang lama, dan
menghambat pembentukan tulang baru.
89
5. Riwayat NPB
Seseorang dengan riwayat penyakit NPB mempunyai kecenderungan
untuk mengalami kejadian lanjutan. Kejadian lanjutan dapat
diperparah dengan potensi bahaya dari faktor pekerjaannya dan
posisi kerja yang tidak ergonomis.
6. Kebiasaan olahraga
Kurangnya olahraga dapat menurunkan suplai oksigen ke dalam otot
sehingga dapat menyebabkan adanya keluhan otot. Berolahraga
merupakan salah satu cara untuk menjaga kebugaran tubuh dimana
kebugaran tubuh berpengaruh terhadap kelancaran aliran darah. Jika
aliran darah terhambat maka akan mengganggu kerja otot sehingga
kelelahan otot akan semakin cepat terjadi. Salah satu manfaat
olahraga yaitu untuk memperkuat otot-otot, tulang dan jaringan
ligamen.
7. Berat Badan
Pada seseorang yang memiliki berat badan yang berlebih, maka
risiko timbulnya nyeri pinggang akan lebih besar, karena beban pada
sendi penumpuan berat badannya akan semakin meningkat.
Penambahan berat badan yang disertai dengan perubahan proyeksi
central gravitasi ke depan meningkatkan beban yang ditanggung
oleh otot punggung dan ruas tulang belakang sebagai pengumpil.
8. Ukuran Lingkar Pinggang
Seseorang dengan kelebihan berat badan makan lemak akan
disalurkan ke daerah abdomen dan dapat terjadi penimbunan yang
90
berarti kerja lumbal akan bertambah untuk menopang beban. Ketika
berat badan meningkat tulang belakang akan semakin tertekan untuk
menerima beban sehingga memudahkan terjadinya kerusakan dan
bahaya pada struktur tulang tersebut.
9. Tinggi Badan
Tinggi badan mempengaruhi besar sudut lengkung punggung.
Semakin besar sudut lengkung yang terjadi, maka kontraksi otot dan
ligamen akan meningkat sehingga akan melemahkan otot dan
ligamen yang menyangga tulang belakang.
10. Sitting Height
Proporsi ukuran tubuh seseorang berbeda-beda walaupun memiliki
tinggi badan yang sama. Proporsi tubuh juga mempengaruhi
besarnya sudut lengkung punggung. Semakin besar sudut lengkung
yang terjadi, maka kontraksi otot dan ligamen akan meningkat
sehingga akan melemahkan otot dan ligamen yang menyangga
tulang belakang.
11. Persen Lemak Tubuh
Kelebihan lemak yang tersimpan dalam jaringan adiposa
menyebabkan seseorang menjadi kelebihan berat badan dan
selanjutnya dapat menjadi obesitas. Ketika berat badan meningkat
tulang belakang akan semakin tertekan untuk menerima beban
sehingga memudahkan terjadinya kerusakan dan bahaya pada
struktur tulang tersebut.
91
12. Masa kerja
Gangguan NPB hampir tidak pernah terjadi secara langsung, tetapi
merupakan suatu akumulasi. Masa kerja mempunyai hubungan yang
kuat dengan keluhan otot karena semakin lama masa kerja seseorang
telah terjadi akumulasi cedera-cedera ringan yang dialami, dimana
paparan mengakibatkan rongga diskus menyempit secara permanen
dan juga mengaibatkan degenerasi tulang belakang yang akan
menyebabkan NPB kronis. Hal ini dikarenakan pembebanan pada
tulang belakang dalam waktu lama.
13. Pencahayaan
Pencahayaan yang tidak baik bisa menurunkan performa, bahkan
bisa membuat pekerja stres karena lingkungan kerja yang tidak baik.
Tingkat stres tinggi bisa memicu dan meningkatkan rasa nyeri NPB
pada pekerja. Selain itu, bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk,
akan membuat tubuh beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal
itu terjadi dalam waktu yang lama akan meningkatkan tekanan pada
otot bagian atas tubuh.
Faktor status pendidikan tidak diteliti dikarenakan hubungan antara status
pendidikan dengan NPB cederung tidak konsisten, sedangkan faktor jam
kerja tidak diteliti karena jam kerja yang diterapkan kepada seluruh pekerja
adalah sama, yaitu delapan jam kerja setiap hari.
Faktor psikososial seperti job content, tekanan waktu atau
mengintensifkan beban kerja, job control, dukungan sosial di tempat kerja dan
kepuasan kerja tidak diteliti karena penelitian epidemiologi mengenai
92
pengaruh faktor psikososial kerja teradap keluhan NPB masih jauh lebih
sedikit dari penelitian yang berfokus pada faktor pekerjaan. Sehingga belum
didapatkan penelitian dan fakta-fakta yang jelas serta belum adanya alat ukur
atau uji yang akurat, untuk saat ini alat ukur masih dalam tahap pengujian dan
pengembangan alat ukur. Faktor lingkungan kebisingan tidak diteliti
dikarenakan faktor stres kerja tidak diteliti dan getaran tidak diteliti karena
jenis pekerjan yang dilakukan tidak memiliki risiko whole body vibration
(WBV) serta keterbatasan alat ukur. Adapun skema kerangka konsep dapat
digambarkan pada gambar 3.1:
93
Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep
Keluhan Nyeri
Punggung Bawah
Usia
Jenis Kelamin
Merokok
Kebiasaan Olahraga
Berat Badan
Ukuran Lingkar Pinggang
Riwayat NPB
Faktor Pekerjaan
Tinggi Badan
Persen Lemak Tubuh
Sitting Height
Masa Kerja
Pencahayaan
94
B. Definisi Operasional
Definisi opersional adalah definisi yang menjelaskan variabel-varibel yang menjadi unsur penting dalam melakukan
penelitian. Definisi ini menjelaskan secara jelas pengertian dari tiap-tiap variabel dengan maksud agar pembaca dapat mengerti
dan mengetahui maksudnya.
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Keluhan NPB Merupakan rasa nyeri
yang terdapat pada
bagian tulang
belakang (pada daerah
ruas lumbalis kelima
dan sarkalis (L5-S1)
yang pernah dirasakan
oleh pekerja
(Pheasant, 1991).
Kuesioner
dan
Observasi
Nordic Body Maps
(NBM)
1. Ada keluhan, jika memenuhi
semua hal dibawah ini:
a. Merasakan ketidaknyamanan
dalam satu tahun terakhir
b. Rasa ketidaknyamanan
dirasakan setelah bekerja pada
pekerjaan saat ini
c. Tidak ada kecelakaan atau
trauma sendi sebelumnya
d. Rasa ketidaknyamanan
berlangsung lebih dari satu
minggu, atau terjadi lebih dari
3 kali pada tahun sebelumnya
2. Tidak ada keluhan, jika memenuhi
semua hal dibawah ini:
a. Merasakan ketidaknyamanan
kurang dari satu tahun terakhir
Ordinal
95
Tabel 3.1 Lanjutan
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
b. Rasa ketidaknyamanan
dirasakan sebelum bekerja
pada pekerjaan saat ini
c. Memiliki kecelakaan atau
trauma sendi sebelumnya
d. Rasa ketidaknyamanan
berlangsung kurang dari satu
minggu, atau terjadi kurang
dari 3 kali pada tahun
sebelumnya.
(NIOSH, 2005 dalam Stanton, 2006)
2. Faktor pekerjaan
a. Postur leher Sikap atau posisi
tubuh responden pada
saat bekerja berupa
penyimpangan atau
deviasi dari posisi
normal yang
dipertahankan dalam
jangka waktu tertentu
pada bagian leher
yang berisiko terhadap
NPB.
Observasi Form REBA,
kamera, dan MB
Ruler
1. Berisiko, jika memiliki skor leher
2 - 3
2. Tidak berisiko, jika memiliki skor
leher 1
(Karwowski dan Marras, 2006)
Ratio
b. Postur badan Sikap atau posisi
tubuh responden pada
Observasi Form REBA, 1. Berisiko, jika memiliki skor
badan 3 - 5
Ratio
96
Tabel 3.1 Lanjutan
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
saat bekerja berupa
penyimpangan atau
deviasi dari posisi
normal yang
dipertahankan dalam
jangka waktu tertentu
pada bagian badan
yang berisiko terhadap
NPB.
kamera, dan MB
Ruler
d. Tidak berisiko, jika memiliki skor
badan 1- 2
(Karwowski dan Marras, 2006)
c. Postur kaki Sikap atau posisi
tubuh responden pada
saat bekerja berupa
penyimpangan atau
deviasi dari posisi
normal yang
dipertahankan dalam
jangka waktu tertentu
pada bagian kaki yang
berisiko terhadap
NPB.
Observasi Form REBA,
kamera, dan MB
Ruler
1. Berisiko, jika memiliki skor kaki
3 – 4
2. Tidak berisiko, jika memiliki skor
kaki 1 – 2
(Karwowski dan Marras, 2006)
Ratio
d. Postur lengan Sikap atau posisi
tubuh responden pada
saat bekerja berupa
penyimpangan atau
deviasi dari posisi
normal yang
Observasi Form REBA,
kamera, dan MB
Ruler
1. Berisiko, jika memiliki skor
lengan 4 – 6
2. Tidak berisiko, jika memiliki skor
lengan 1 – 3
(Karwowski dan Marras, 2006)
Ratio
97
Tabel 3.1 Lanjutan
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
dipertahankan dalam
jangka waktu tertentu pada
bagian lengan yang
berisiko terhadap NPB.
e. Skor akhir
REBA
Skor akhir dari hasil
mengidentifikasi postur
pekerja dengan
menggunakan metode
REBA
Observasi Form REBA,
kamera, dan MB
Ruler
1. Diperlukan tindakan, jika
memiliki skor akhir REBA 4 – 15
2. Mungkin diperlukan tindakan,
jika memiliki skor akhir REBA 1
– 3
(Karwowski dan Marras, 2006)
3. Usia Terhitung lama hidup
pekerja saat tahun
kelahiran hingga penelitian
dilakukan.
Wawancara Kuesioner 1. ≥ 30 tahun
2. 20 - 29 tahun
(Karwowski dan Marras, 2006)
Ordinal
4. Jenis
Kelamin
Tanda fisik yang
teridentifikasi secara
biologis dan anatomis
pada pekerja dan dibawa
sejak diahirkan.
Wawancara Kuesioner 1. Perempuan
2. Laki-laki
Ordinal
5. Merokok Keadaan dimana merokok
merupakan suatu aktivitas
rutin yang dilakukan oleh
pekerja
Wawancara Kuesioner 1. Merokok
2. Tidak merokok atau jika telah
berhenti
Ordinal
98
Tabel 3.1 Lanjutan
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
6. Riwayat NPB Pernyataan pekerja
pernah mengalami
penyakit NPB saat
bekerja di PT. Bakrie
Metal Industries
Wawancara Kuesioner 1. Ada
2. Tidak ada
Ordinal
7. Kebiasaan
olahraga
Kegiatan melakukan
olahraga dalam
seminggu.
Wawancara Kuesioner 1. Kurang; jika melakukan olahraga
dengan total waktu < 150
menit/minggu
2. Cukup; jika melakukan olahraga
dengan total waktu ≥ 150
menit/minggu
(Janssen, 2013)
Ordinal
8. Berat badan Ukuran tubuh yang
ditimbang dalam
keadaan tanpa
perlengkapan apapun
dalam satuan
kilogram.
Pengukuran
langsung
Timbangan Kilogram Ratio
9. Ukuran lingkar
pinggang
Lingkar pinggang
pekerja pada saat
berdiri tegak, diukur
pada bagian diantara
batas tepi tulang rusuk
paling bawah dengan
Pengukuran
langsung
Pita pengukur Centimeter Ratio
99
Tabel 3.1 Lanjutan
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
ujung lengkung tulang
pangkal paha atau
panggul pada saat
penelitian dilakukan.
10 Tinggi badan Panjang badan dari
kepala sampai kaki pada
saat penelitian dilakukan.
Pengukuran
langsung
Body Measurement
Instruments
Centimeter Ratio
11 Sitting Height Sitting height pekerja
pada saat duduk tegak,
dihitung dari jarak
vertikal antara
permukaan tempat duduk
dengan puncak kepala.
Pengukuran
langsung
Body Measurement
Instruments
Centimeter Ratio
12 Persen lemak
tubuh
Perbandingan dalam
persen yang diukur
dengan Body Fat
Monitor dari bobot masa
lemak jaringan tubuh
terhadap total berat
badan (Santrock, 2007).
Pengukuran
langsung
Body Fat Monitor Persentase Ratio
13 Masa Kerja Lamanya pekerja bekerja
di PT. Bakrie Metal
Industries.
Wawancara Kusioner Tahun Ratio
100
Tabel 3.1 Lanjutan
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
14 Pencahayaan Intensitas
pencahayaan pada
suatu bidang kerja
pada saat pekerja
melakukan
pekerjaannya di PT.
Bakrie Metal
Industries.
Pengukuran
langsung
Lux meter Lux Ratio
101
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara faktor pekerjaan (postur badan, leher, kaki, lengan dan
skor akhir REBA) dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015.
2. Ada hubungan antara usia dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie
Metal Industries tahun 2015.
3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan keluhan NPB pada pekerja di PT.
Bakrie Metal Industries tahun 2015
4. Ada hubungan antara merokok dengan keluhan NPB pada pekerja di PT.
Bakrie Metal Industries tahun 2015.
5. Ada hubungan antara riwayat NPB dengan keluhan NPB pada pekerja di PT.
Bakrie Metal Industries tahun 2015
6. Ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB pada pekerja
di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
7. Ada hubungan antara berat badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT.
Bakrie Metal Industries tahun 2015.
8. Ada hubungan antara ukuran lingkar pinggang dengan keluhan NPB pada
pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
9. Ada hubungan antara tinggi badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT.
Bakrie Metal Industries tahun 2015.
10. Ada hubungan antara sitting height dengan keluhan NPB pada pekerja di PT.
Bakrie Metal Industries tahun 2015.
102
11. Ada hubungan antara persen lemak tubuh dengan keluhan NPB pada pekerja
di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
12. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT.
Bakrie Metal Industries tahun 2015.
13. Adanya hubungan antara pencahayaan dengan keluhan NPB pada pekerja di
PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
103
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif dengan desain
cross sectional study (potong lintang) dimana pengumpulan data variabel
independen dan dependen dilakukan pada waktu (periode) yang sama.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Desember 2015 di PT. Bakrie
Metal Industries yang beralamat di Jl. Jalan Raya Kaliabang Bungur No. 86 RT.
04 RW. 02, Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Bekasi 17124.
C. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja tetap di PT. Bakrie Metal
Industries sejumlah 115 orang. Adapun pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan rumus Lemeshow untuk uji hipotesis beda dua proporsi berikut ini
(Ariawan, 1998):
√ √
104
Keterangan:
n : besar sampel
P1 : proporsi pekerja dengan posisi kerja tidak ergonomis dengan keluhan
LBP (Defriyan, 2011)
P2 : proporsi pekerja dengan posisi kerja yang ergonomis dengan keluhan
LBP (Defriyan, 2011)
P : rata-rata P1 dan P2
: derajat kemaknaan α pada uji 2 sisi (two tail), α = 5% (1,96)
: kekuatan uji 90% (1,28)
Berdasarkan rumur di atas maka sampel yang dibutuhkan sebesar:
√ √
12 = (%) non NPB x n’
n’ = 12 / (%) non NPB
n’ = 12 / 60% non NPB (Ayuningtyas, 2012)
n’ = 20 sampel
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi
diatas, diperoleh sampel untuk masing-masing bagian sebesar 20 sampel.
Sehingga total sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini berjumlah 40 sampel.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling,
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
105
Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu:
a. Merupakan pekerja tetap di PT. Bakrie Metal Industries
b. Tidak mempunyai keluhan NPB sebelum bekerja di PT. Bakrie Metal
Industries
c. Berusia diatas 20 tahun
Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu pekerja tidak bersedia mengikuti
penelitian ini.
Berdasarkan kriteria tersebut maka sampel penelitian ini berjumlah 76 sampel
yang meliputi 49 pekerja tetap bagian fabrikasi dari total 50 pekerja dan 27
pekerja tetap bagian office dari total 65 pekerja. Jumlah sampel ini juga telah
memenuhi jumlah sampel minimal berdasarkan hasil perhitungan sampel.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kuesioner atau daftar pertanyaan
Kuesioner atau daftar pertanyaan mengenai faktor-faktor risiko NPB yaitu
usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, riwayat NPB, kebiasaan
olahraga, ukuran berat badan, lingkar pinggang, tinggi badan, sitting
height, persen lemak tubuh, dan masa kerja yang akan ditanyakan
langsung kepada responden.
106
2. Nordic body map (NBM)
Nordic body map digunakan untuk mengetahui bagian tubuh yang dirasa
nyeri pada bagian tulang belakang.
3. Lembar form REBA
Lembar form REBA digunakan untuk menilai postur tubuh pekerja.
4. Timbangan
Timbangan digunakan untuk mengukur berat badan pekerja pada saat
penelitian dilakukan. Timbangan yang digunakan adalah Kris Digital
Scale 256315 (gambar 4.1).
Gambar 4.1 Kris Digital Scale
5. Pita pengukur
Pita pengukur digunakan untuk mengukur lingkar pinggang pekerja pada
saat penelitian dilakukan. Pita pengukur yang digunakan adalah OD 235
OneMed (gambar 4.2).
Gambar 4.2 OD 235 OneMed
107
6. Body Measurements Instruments
Body Measurements Instruments digunakan untuk mengukur tinggi badan
dan sitting height pekerja saat penelitian dilakukan. Body Measurement
Instruments yang digunakan berasal dari perusahaan AS ONE & etc,
Model 0-814-02&etc (gambar 4.3 dan 4.4).
Gambar 4.3 Sitting Height Scale
Gambar 4.4 Stature Scale
7. Body Fat Monitor
Body Fat Monitor digunakan untuk mengukur persen lemak tubuh
pekerja saat penelitian dilakukan. Body Fat Monitor yang digunakan
adalah OMRON Body Fat Monitor HBF-306 (HBF-306-CI) (gambar 4.5)
Gambar 4.5 OMRON Body Fat Monitor
108
8. Kamera digital
Kamera digital digunakan untuk merekam postur kerja saat bekerja.
Kamera digital yang digunakan adalah Nikon Coolpix S33 (gambar 4.6).
Gambar 4.6 Kamera Nikon Coolpix S33
9. MB Ruler
MB Ruler digunakan untuk melakukan pengukuran sudut yang terbentuk
pada postur kerja. Software MB Ruler yang digunakan adalah MB Ruler
versi 5.0.1.10.
10. Lux Meter
Lux meter digunakan untuk mengukur pencahayaan lingkungan kerja
pekerja pada saat bekerja. Lux meter yang digunakan adalah Krisbow
Model: KW06-291. (gambar 4.7)
Gambar 4.7 Lux meter Krisbow Model: KW06-291
109
E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer diperoleh langsung pada pekerja di PT. Bakrie
Metal Industries dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner, Nordic Body
Map (NBM), lembar form REBA, timbangan, pita pengukur, Body
Measurements Instrument, Body Fat Monitor, kamera digital dan Luxmeter serta
MB ruler. Pengumpulan data sekunder diperoleh dengan menggunakan profil
perusahaan, dan dokumen jumlah pekerja bagian fabrikasi dan office serta data
pendukung lainnya. Adapun penjelasan pengumpulan data berdasarkan variabel
beserta instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Variabel Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB)
Keluhan NPB pada pekerja diperoleh dengan menanyakan langsung
melalui instrumen kuesioner dan menggunakan Nordic Body Map
(NBM) untuk mengetahui intensitas nyeri dan aktifitas yang dirasakan
saat merasakan nyeri tersebut. Responden yang mengisi kuesioner
diminta untuk menberikan penilaian akan intensitas nyeri yang
dirasakan saat melakukan aktifitas sehari-hari dan menunjukan pada
bagian tubuh yang dirasa nyeri. Kuesioner ini diberikan kepada seluruh
sampel yang terdapat pada bagian fabrikasi dan office. Penilaian akan
intensitas nyeri yang dirasakan berdasarkan Numeric Rating Scale (Mc
Caffery dan Beebe, 1993) yang dikelompokan sebagaimana pada tabel
4.1, yaitu:
110
Tabel 4.1
Skala penilaian intensitas nyeri berdasarkan Numeric Rating
Scale
No. Skor Skala
1. 0 Tidak nyeri
2. 1 – 3 Nyeri ringan
3. 4 – 6 Nyeri sedang
4. 7 – 10 Nyeri parah
Selanjutnya keluhan NPB dikelompokan menjadi (NIOSH, 2005
dalam Stanton, 2006):
a. Ada keluhan, jika memenuhi semua hal dibawah ini:
1) Merasakan ketidaknyamanan dalam satu tahun terakhir
2) Rasa ketidaknyamanan dirasakan setelah bekerja pada
pekerjaan saat ini
3) Tidak ada kecelakaan atau trauma sendi sebelumnya
4) Rasa ketidaknyamanan berlangsung lebih dari satu minggu,
atau terjadi lebih dari 3 kali pada tahun sebelumnya
b. Tidak ada keluhan, jika memenuhi semua hal dibawah ini:
a. Merasakan ketidaknyamanan kurang dari satu tahun terakhir
b. Rasa ketidaknyamanan dirasakan sebelum bekerja pada
pekerjaan saat ini
c. Memiliki kecelakaan atau trauma sendi sebelumnya
111
d. Rasa ketidaknyamanan berlangsung kurang dari satu
minggu, atau terjadi kurang dari 3 kali pada tahun
sebelumnya.
2. Variabel Faktor Pekerjaan
Data mengenai faktor pekerjaan diperoleh melalui perhitungan risiko
NPB pada bagian tubuh tertentu (badan, leher, kaki, lengan dan skor
akhir REBA) dengan menggunakan instrumen Rapid Entire Body
Assessment (REBA). Adapun tahapannya adalah sebagai berikut:
a. Persiapan pengukuran
1) Dipilih tempat dan pekerja yang akan diobserevasi serta
mendiskusikan bersama dengan foreman atau kepala bagian
2) Setiap pekerjaan dibagi menjadi beberapa tahapan tugas atau
task, kemudian akan diukur besar risikonya.
3) Memilih postur pekerjaan yang berisiko tinggi menyebabkan
NPB
4) Dicatat data mengenai nama pekerjaan, detail pekerjaan
nama peneliti, waktu dan tanggal penilaian pengukuran.
b. Pelaksanaan pengukuran
1) Pada saat mengukur risiko faktor pekerjaan, observer harus
melihat pada posisi yang jelas
2) Untuk membantu pengukuran dapat menggunakan kamera
digital untuk merekam dan memotret postur tubuh pekerja
112
yang paling berisiko dan MB Ruler guna memperoleh besar
sudut postur tubuh
c. Perhitungan dan analisis hasil pengukuran
a) Hasil observasi dan penilaian risiko pekerjaan dimasukan ke
kolom-kolom pada lembar observasi REBA.
b) Lakukan kembali penilaian postur tubuh pada bagian tubuh
lainnya.
3. Variabel Umur
Data umur pekerja diperoleh dengan menanyakan tanggal lahir
pekerja. Adapun pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
a. ≥ 30 tahun
b. 20 - 30 tahun
4. Variabel Jenis Kelamin
Data mengenai jenis kelamin diperoleh melalui menanyakan
langsung kepada pekerja dengan instrumen kuesioner. Adapun
pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai perikut:
a. Perempuan
b. Laki-laki
5. Variabel Merokok
Data mengenai kebiasaan merokok diperoleh melalui menanyakan
langsung kepada pekerja dengan instrumen berupa kuesioner. Adapun
pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
113
a. Merokok
b. Tidak merokok atau jika telah berhenti merokok
6. Variabel Riwayat NPB
Data mengenai riwayat NPB diperoleh melalui menanyakan langsung
kepada pekerja mengenai riwayat NPB yang pernah dirasakan dengan
instrumen berupa kuesioner. Adapun pengelompokkan data yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
a. Ada
b. Tidak ada
7. Variabel Kebiasaan olahraga
Data aktifitas fisik diperoleh dengan menanyakan langsung kepada
responden mengenai kegiatan olahraga yang dilakukan dalam
seminggu. Adapun pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
a. Kurang; jika melakukan senam pagi atau olahraga dengan total
waktu < 150 menit/minggu
b. Cukup; jika melakukan senam pagi atau olahraga dengan total
waktu ≥ 150 menit/minggu
8. Variabel Antropometri
a. Ukuran Berat Badan
Data mengenai ukuran berat badan diperoleh dengan
mungukur berat badan pekerja dilakukan menggunakan
114
timbangan berat badan. Adapun prosedur pengukuran berat
badan adalah sebagai berikut:
1) Responden diminta naik ke alat timbangan dengan
posisi kaki tepat di tengah alat timbangan tetap tidak
menutupi jendela baca
2) Perhatikan posisi kaki responden tepat di tengan alat
timbangan, jangan bergerak dan kepala tidak menunduk
(memandang lurus ke depan)
3) Angka di kaca jendela alat timbangan akan muncul, dan
tunggu sampai angka tidak berubah (statis)
4) Catat angka yang muncul di kaca jendela baca
b. Ukuran Lingkar Pinggang
Data mengenai ukuran lingkar pinggang diperoleh dengan
mungukur lingkar pinggang pekerja dilakukan menggunakan pita
pengukur. Adapun prosedur pengukuran lingkar pinggang adalah
sebagai berikut:
1) Meminta respoden untuk berdiri tegak dan bernafas
dengan normal (ekspirasi normal)
2) Pengukuran dilakukan diantara batas tepi tulang rusuk
paling bawah dengan ujung lengkung tulang pangkal
paha atau panggul.
115
3) Lakukan pengukuran lingkar pinggang dimulai atau
diambil dari titik tengah kemudian secara horizontal
melingkar pinggang dan kembali menuju titik tengah
pengukuran.
4) Pita pengukur tidak boleh melipat
5) Baca angka pada pita pengukur dan catat.
c. Ukuran Tinggi Badan
Data mengenai ukuran tinggi badan diperoleh dengan
mengukur tinggi badan pekerja dilakukan menggunakan Body
Measurenments Instrument. Adapun prosedur pengukuran tinggi
badan adalah sebagai berikut:
1) Meminta respoden untuk melepaskan alas kaki (sepatu)
dan helm (penutup kepala).
2) Pastikan alat geser berada di posisi atas
3) Responden diminta berdiri tegak, persis dibawah alat
geser
Ujung lengkung
tulang pangkal
paha atau
panggul
Batas tepi tulang
rusuk paling
bawah
116
4) Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat
dan tumit menempel pada tiang Body Measurenments
Instrument
5) Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi
tergantung bebas
6) Geserkan alat sampai menyentuh bagian atas kepala
responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah
kepala responden
7) Baca angka tinggi badan pada angka yang tertera pada
tiang Body Measurenments Instrument.
d. Sitting Height
Data sitting height diperoleh melalui pengukuran tinggi
duduk menggunakan Body Measurenments Instrument. Adapun
prosedur pengukuran sitting height adalah sebagai berikut:
1) Minta responden melepaskan alas kaki (sepatu atau
sandal), topi (penutup kepala).
2) Responden diminta duduk pada alat body measurements
instrument, dan duduk dengan posisi kepala yang tegak.
3) Posisi kepala dan bahu bagian belakang menempel pada
alat body measurements instrument.
4) Pandangan lurus ke depan. Geserkan alat geser sampai
menyentuh bagian atas kepala responden.
117
5) Pengukuran dihitung berdasarkan jarak vertikal antara
permukaan tempat duduk dengan puncak kepala.
6) Baca angka tinggi duduk pada alat body measurements
instrument.
e. Persen Lemak Tubuh
Data persen lemak tubuh diperoleh melalui pengukuran
tinggi duduk menggunakan Body Fat Monitor. Adapun prosedur
pengukuran persen lemak tubuh adalah sebagai berikut:
1) Tekan tombol power pada alat Body Fat Monitor
2) Input tinggi badan, berat badan, jenis kelamin dan usia
responden
3) Berdiri dengan kedua kaki agak terpisah
4) Pegang pegangan elektroda, tempatkan telapak tangan
di bagain atas dan bawah elektroda dan letakkan ibu jari
bersandar pada unit
5) Pegang lurus ke arah sudut 90 derajat dari tubuh
Puncak kepala
Permukaan
tempat duduk
118
6) Jangan bergerak selama pengukuran
7) Jika telah terdapat indikator READY, tekan tombol
START
8) Alat akan mulai melakukan pengukuran dan baca hasil
pengukuran persen lemak tubuh pada monitor.
9. Variabel Masa Kerja
Data mengenai masa kerja diperoleh dengan menanyakan kepada
responden berapa lama telah bekerja di PT. Bakrie Metal Industries.
10. Pencahayaan
Data mengenai pencahayaan diperoleh dengan pengukuran langsung
pencahayaan lingkungan kerja pekerja pada saat bekerja di PT. Bakrie
Metal Industries. Adapun prosedur pengukuran pencahayaan adalah
sebagai berikut:
a. Luxmeter dihidupkan dengan membuka penutup sensor
b. Alat dibawa ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan
c. Hasil pengukuran yang ada di layar monitor di baca setelah
menunggu beberapa saat dengan menekan tombol hold
d. Hasil pengukuran di catat pada lembar hasil pencatatan
e. Pengukuran di tiap titik dilakukan sebanyak 3 kali
f. Setelah selesai, lux meter dimatikan serta ditutup kembali
sensornya di dilepas baterainya.
119
F. Pengolahan Data
Seluruh data yang telah dikumpulkan baik primer maupun sekunder akan
diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Menyunting data (Editing)
Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar
kuesioner dan lembar penilaian risiko NPB serta gambar aktivitas
pekerjaan yang dilakukan pekerja. Pemeriksaan ini dilakukan pada saat
di lapangan.
2. Mengkode data (Coding)
Proses pendeskripsian data dan pemberian kode pada jawaban
responden, dilakukan pada pembuatan kuesioner untuk mempermudah
pengolahan data selanjutnya. Adapun kode yang diberikan adalah
sebagai berikut:
a. Karakteristik responden diberi kode A
b. Variabel masa kerja diberi kode B
c. Variabel merokok diberi kode C
d. Variabel kebiasaan olahraga diberi kode D
e. Variabel keluhan NPB diberi kode E
3. Memasukan data (Entry)
Memasukkan data dalam program atau fasilitas analisis data
berdasarkan klasifikasi.
4. Membersihkan data (Cleaning)
120
Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali untuk memastikan tidak
ada yang salah dan menghindari kesalahan dalam menganalisis (error).
Sedangkan pada lembar REBA perlu dipastikan kembali penempatan
skor pada kolom yang telah disediakan
G. Analisis Data
Analisis data merupakan kelanjutan dari tahapan pengolahan data. Setelah
data diberi nilai dan dimasukkan (entry), data kemudian dianalisa dengan
menggunakan komputer. Analisi data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu:
1. Analisi Univariat
Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan
persentase masing-masing variabel yang dianalisis dari tabel distribusi.
Variabel tersebut meliputi variabel risiko NPB pada faktor pekerjaan dan
faktor individu yang mempengaruhi keluhan NPB serta gambaran tingkat
risiko NPB pada pekerja.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan dependen. Untuk mencari hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen digunakan uji chi-square dengan
batas kemaknaan P value ≤ 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna
secara statistik dan P value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang
bermakna secara ststistik.
121
Metode (analisis) ini untuk mendapatkan probabilitas kejadiaanya. Jika
P value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada
hubungan anatara kedua variabel. Sebaliknya jika P value ≤ 0,05 maka
Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kedua
variabel.
Untuk mencari hubungan antara variabel berat badan, ukuran lingkar
pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh, masa kerja
dan pencahayaan dengan keluahan NPB jika data berdistribusi normal
digunakan uji T-test. Jika data tidak berdistribusi normal maka digunakan
jenis uji non-parametik seperti uji Kruskal Wallis. Setelah dilakukan
analisis data didapatkan variabel ukuran berat badan, lingkar pinggang,
tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh, masa kerja dan
pencahayaan tidak berdistribusi normal > 0,05 maka uji yang dipakai
untuk mencari hubungan antara keluhan NPB dengan variabel berat
badan, lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh,
masa kerja dan pencahayaan menggunakan uji non-parametik.
122
BAB V
HASIL
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
PT. Bakrie Metal Industries (PT. BMI) adalah salah satu unit kerja dari
BAKRIE GROUP, yang bergerak di bidang Manufacturing Corrugated Metal
Product dan Fabrication Project.
1. Sejarah Singkat PT. Bakrie Metal Industries
PT. Bakrie Metal Industries pada awalnya merupakan usaha bersama
antara ARMCO Australia dan PT. Bakrie & Brother’s yang didirikan pada
tahun 1981 dan berlokasi di Jalan Raya Kaliabang Bungur No. 86 RT. 04
RW. 02, Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Bekasi 17124,
yang kemudian pada tahun 1984 keseluruhan saham perusahaan ini dimiliki
sepenuhnya oleh PT. Bakrie & Brother’s. Pada tahun 1987 perusahaan ini
berubah nama menjadi PT. Bakrie Corrugated Metal Industry (PT. BCMI)
dan pada tahun 2008 menjadi PT. Bakrie Metal Industries (PT. BMI) yang
merupakan salah satu perusahaan dari kelompok usaha Bakrie yang bergerak
dibidang pembuatan baja bergelombang serta jembatan.
Kapasitas produksi dari PT. Bakrie Metal Industries adalah 19.200 ton
per tahun, yang terdiri dari produk Nestable Flange, Multi Plate, Guard Rail,
Bridge Deck, Steel Fabrication dan Steel Bridge (Jembatan Baja). Pada saat
ini produk PT. BMI telah dipakai di seluruh Indonesia dan negara-negara
123
lain Asia dan Australia. PT. BMI memiliki pekerja sebanyak 332 orang,
dengan dibantu oleh tenaga-tenaga yang profesional tersebut, PT. BMI siap
membantu dan memecahkan masalah-masalah berkaitan dengan bidang EPC
(Engineering, Procurement & Construction) struktur baja & produk baja
bergelombang (Prosedur ISO 9001: 2008 Manual Mutu PT. Bakrie Metal
Industries).
2. Visi dan Misi PT. Bakrie Metal Industries
Visi dan misi PT. Bakrie Metal Industreis adalah sebagai berikut:
Visi Perusahaan
Menjadikan pabrik Jembatan Baja (Streel Bridge) & Baja
Bergelombang (Corrugated Metal) dengan kualitas terbaik, tepat waktu
dan kompetitif serta berkembang menjadi perusahaan EPC yang handal
dan terpercaya di bidang Steel Structures di Indonesia tahun 2013.
Misi Perusahaan
a. Memberikan jasa rancang bangun Steel Bridge dan Corrugated
Metal yang lengkap dan kompetitif dengan mengutamakan
keunggulan mutu dan inovasi teknologi;
b. Mencapai dan menjaga pengembangan Sumber Daya Manusia
secara terus menerus;
c. Melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik;
124
d. Memberikan niai tambah lebih bagi pelanggan, pemegang saham,
karyawan, dan masyarakat dengan mempertimbangkan
pertumbuhan perusahaan.
3. Gambaran Proses Produksi di PT. Bakrie Metal Industries
PT. Bakrie Metal Industries bergerak di bidang Manufacturing
Corrugated Metal Product dan Fabrication Project. Terdapat dua jenis
produksi pada PT. Bakrie Metal Industries, yaitu Proses Pembuatan Produk
Konstruksi dan Proses Pembuatan Produk Fabrikasi. Berikut ini adalah
bagan proses produksi pada PT. Bakrie Metal Industries (gamber 5.1):
Gambar 5.1 Bagan Proses Produksi pada PT. Bakrie Metal Industries
Sumber: PT. Bakrie Metal Industries
Tahap proses produksi pada PT. Bakrie Metal Industri meliputi:
a. Schedule
Merupakan awal dari proses produksi yaitu sebagai proses
informasi persiapan prosuksi, bagian PPC menyerahkan PR
Schedule Persiapan
Produksi
Proses Press Shop
(Proses Pembuatan
Produk Konstruksi)
Proses Fabrikasi
(Proses Pembuatan
Produk Fabrikasi)
Pengendalian
Kualitas Selama
Proses
125
(product requestition) kepada bagian produksi, dan apabila
material sudah ada bagian produksi akan membuat schedule
detail per porses berdasarkan WO.
b. Persiapan Produksi
Setelah memuat schedule langkah selanjutnya adalah persiapan
produksi dimana bagian produkasi menyiapkan kebutuhan
produksi berupa raw material, peralatan kerja atau peralatan
keselamatan dan mesin yang akan digunakan.
c. Proses
1) Proses Press Shop
a) Proses Pembuatan Nestable Flange E-100
Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada
proses ini terdapat pengerjaan pemotongan (shearing),
pembuatan gelombang (corrugating), pembuatan lubang
pada sisi E-100 sistem punching (side punch),
pemotongan pada plat bergelombang (shearing
corrugasi), pembuatan lubang dengan cara di punch
(end punch), pembutan radius pada plat bergelombang
(curving) dan pembuatan flange pada kedua sisi plat
setelah curving (flanging).
b) Proses Pembuatan Guard Rail Beam
Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada
proses ini terdapat pengerjaan pemotongan (shearing),
126
pembuatan lubang pada sisi luar Beam (end punch dan
side forming), pembuatan gelombang pada sisi tengan
Beam GR (forming) dan pemuatan lubang pada bagian
tengah Beam GR (center punch).
c) Proses Pembuatan Guard Rail Terminal End/TE
Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada
proses ini terdapat pengerjaan pemotongan (shearing),
pembuatan lubang pada sisi luar TE (end punch dan side
forming), pembuatan gelombang pada sisi tengan TE
(forming) dan pemotongan tepi luar Terminal End
(corner notching).
d) Proses Pembuatan Guard Rail Post
Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada
proses ini terdapat pengerjaan pemotongan (shearing),
pembuatan lubang dengan cara di punch (punch) dan
penekukan plat (bending).
e) Proses Pembuatan Guard Block Piece
Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada
proses ini terdapat kesamaan dengan proses pada
pembuatan Guard Rail Post dimana prosesnya adalah
pengerjaan pemotongan (shearing), pembuatan lubang
dengan cara di punch (punch) dan penekukan plat
(bending).
127
f) Proses Pembuatan Guard Beam Concave dan Convex
Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada
proses ini terdapat pengerjaan pembuatan radius
terhadap beam guard rail (concave atau concex). Pada
proses ini mesin yang digunakan adalah mesin
hidraulic.
g) Proses Pembuatan Multi Plate
Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada
proses ini terdapat pengerjaan pemotongan (shearing),
pembuatan gelombang dan sekaligus lubang
(corrugating dan punching), pembuatan radius pada plat
bergelombang (curving), finish produk (material finish)
dan instalansi MP untuk meyakinkan radius curving
sudah selesai (mock up).
h) Proses Pembuatan Multi Plate Base Channel
Prose pembuatan Multi Plate Base Channel terdapat dua
proses yang pertama proses Multi Plate Base Channel
dimana prosesnya adalah pengerjaan pemotongan
(shearing), pembuatan lubang dengan di punch (punch)
dan pembuatan sudut pada pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015.penekukan (bending). Proses
kedua yaitu proses pembuatan Anchor Base Channel
Multi Plate dimana prosesnya adalah pengerjaan
128
pemotongan (shearing), pembuatan sudut atau
penekukan (bending), setlah selesai maka dilanjutkan
dengan proses pengelasan base channel.
i) Proses Pembuatan Bridge Deck
Merupakan bagian dari proses press shop dimana pada
proses ini terdapat pengerjaan pemotongan (shearing),
pembuatan lubang dengan di punch (punch) dan
pembuatan sudut atau penekukan (bending).
j) Proses Galvanizing
Proses Galvanizing adalah proses pelapisan material
dengan menggunakan Zinc agar metal tersebut
terlindungi dari proses oksidasi, proses yang dilakukan
adalah pertama penghilangan grease dengan zat kimia
NaOH (degresing), pencucian dengan menggunakan air
(rinsing), pengilangan karat atau oksidasi dengan cairan
HCL (pickling), pencucian dengan menggunakan air
dingin (rerinsing), pencucian dengan menggunakan air
panas (hot water rinsing), pencelupan metal dengan
menggunakan cairan Zinc Ammonium Chloride
(fluxing), Pencelupan metal dengan menggunakan
cairan Zinc (hot deep galvanizing) dan pendinginan
dengan menggunakan air (quenching). Dimana dalam
proses ini seluruh pekerjaan dilakukan dengan
129
memindahkan material dari kolam satu ke kolam
lainnya dengan menggunakan mesin Overhead Crane
dan pekerja hanya mengopersikan mesin tersebut.
2) Proses Fabrikasi
a) Proses Cutting
Proses cutting merupakan bagian dari proses fabrikasi.
Proses cutting adalah proses pemotongan logam,
pemotongan dapat dilakukan dengan cara shearing atau
gunting (cold proses), dipotong menggunakan api atau
cutting flame (hot proses) dan potong menggunakan
gerinda potong.
b) Proses Punching dan Drilling
Proses punching dan drilling merupakan bagian dari
proses fabrikasi. Proses punching adalah proses
pembuatan lubang pada suatu metal dengan
menggunakan alat press dan dies punch. Sedangkan
drilling adalah pembuatan lubang denga menggunakan
alar bor dan mata bor.
c) Proses Fit Up atau Assembling
Proses fit up atau assembing merupakan bagian dari
proses fabrikasi. Proses fit up atau assembling adalah
penyusunan penyusunan beberapa komponen menjadi
satu komponen, lalu di ikat dengan menggunakan ikatan
130
las, tetapi sambungan las yang dibuat belum permanen,
sebatas las titik (spot weld). Proses penyatuan atau fit up
atau assembly ini dilakukan untuk memastikan
komponen sudah sesuai dengan dimensi produk yang
direncanakan.
d) Proses Welding
Proses welding merupakan bagian dari proses fabrikasi.
Proses welding adalah penyatuan dua buah material atau
lebih dengan menggunakan kawat las. Welding yang
dapat digunakan terdiri atas las elektroda AC, DC dan
CO2. Proses dan kualitas hasil welding sesuai dengan
persyaratan Standar Welding Procedure Specification
SMAW dan SAW dan dilakukan oleh welder yang
berkualitas.
e) Proses Material Finish
Proses material finish merupakan bagian dari proses
fabrikasi. Proses material finish adalah proses finishing
atau pembersihan komponen dari sisa-sisa sambungan
las atau dari kotoran lainnya. Material finishing
biasanya menggunakan peralatan mesin gerinda.
f) Proses Blasting
Proses blasting merupakan bagian dari proses fabrikasi.
Proses blasting adalah proses pembersihan logam dari
131
korosi dan membuat pori-pori yang berguna untuk
pengikatan cat pada logam. Proses ini dilakukan dengan
cara logam yang akan dibersihkan disemprot dengan
udara bertekanan dicampur dengan butiran material
khusus. Blasting dilakukan dalam ruangan tertutup dan
pekerja melakukan proses ini dengan menggunakan
peralatan keselamatan kerja yang baik.
g) Proses Painting
Proses painting merupakan bagian akhir dari proses
fabrikasi. Proses painting adalah proses pelapisan logam
dengan menggunakan cat. Proses ini terdiri atas primer,
intermidiate dan top coat.
d. Pengendalian Kualitas Selama Proses
Pengendalian kualitas dilakukan agar kualitas tetap terkendali
selama proses produksi berlangsung. Dilakukan oleh operator
produksi dan foreman. Mereka melakukan pemeriksaan secara
random atau bentuk, penampilan dan pemeriksaan lainnya yang
dibutuhkan selama proses produksi sesuai Work Instruction.
Apabila terjadi ketidaksesuaian antara standar dengan hasil yang
diinginkan, maka bagian produksi dapat berkoordinasi dengan
bagian maintanance untuk melakukan setting pada parameter
peralatan yang digunakan. Produk yang tidak sesuai standar
132
dipisahkan dan langsung dilakukan tindakan perbaikan jika
memungkinkan.
Dua jenis produksi pada PT. Bakrie Metal Industries secara keseluruhan
memiliki proses yang hampir sama namun pada proses pembuatan produk
konstruksi dilakukanlah proses press shop dan pada proses pembuatan
produk fabrikasi dilakukanlah proses fabrikasi. Penjabaran mengenai
tahapan proses produksi tersebut dapat dilihat pada gambar 5.2 dan gambar
5.3.
133
Gambar 5.2 Bagan Proses Pembuatan Produk Konstruksi
Sumber: PT. Bakrie Metal Industries
Store
Press Shop Process
Pembuatan E-100
Shearing
Corrugating
Side Punch &
End Punch
Roll & Flanging
Pembuatan Multi Plate
Corrugating &
Punch
Curving
Metal Finish
Mock Up
Pembuatan Beam
Punch & Side
Bending
Forming
Center Punch
Pembuatan T. End
Shearing
End Punch &
Side Punch
Forming
Corner Notching
Pembuatan B. Channel
Shearing
Punch
Bending
Pembuatan B. Deck
Shearing
Punch
Blending
Check QC
Fabrication Process
Degreasing
Rinsing
Pickling
Rerinsing
Hot water Rinsing
Pre-fluxing
Hot Deep Galvanizing
Quencing
Store (WIP) Product
Movement
SPM
Laporan Harian
Press Shop
Laporan Harian
Galvanize
FGTN
Check QC
Store (Finished
Liat Work Schedule
No
No
Yes
134
Gambar 5.3 Bagan Proses Pembuatan Produk Fabrikasi
Sumber: PT. Bakrie Metal Industries
Liat Work Schedule
Fabrication Process
Cutting
Punching/Boring
Fitt-Up
Assembling
Welding
Metal Finish
Store SPM
Check QC
Weekly
Fabrication
Report Fab. Product Daily
Record (interndal
data)
To PPC
FGTN Stamping
(Identifikasi Produk)
Finishing ?
Finishing/Coating
Blasting
Painting
Galvanizing
Check QC
Store (Finished Goods)
Yes
Yes
No
No
Not OK
OK
135
B. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari variabel-
variabel yang diteliti. Pada analisis univariat ini ditampilkan distribusi frekuensi
dari masing-masing variabel, baik variabel independen maupun variabel
dependen. Hasil analisis univariat adalah sebagai berikut:
1. Gambaran Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries
Tahun 2015
Hasil penelitian terkait keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan NPB pada Pekerja di PT.
Bakrie Metal Industries Tahun 2015
Keluhan NPB Ada keluhan Tidak ada keluhan
Jumlah %
Jumlah % Jumlah %
Fabrikasi 38 77.6 11 22.4 49 100
Office 10 37.0 17 63.0 27 100
Jumlah 48 63.2 28 36.8 76 100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 76 pekerja, diketahui
bahwa tidak semua pekerja mengalami keluhan NPB. Pada pekerja fabrikasi
di PT. Bakrie Metal Industries yang mengalami keluhan NPB sebanyak 38
pekerja (77.6%), sedangkan pada pekerja office yang mengalami keluhan
NPB sebanyak 10 pekerja (37.0%).
2. Gambaran Faktor Pekerjaan pada Pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries Tahun 2015
Hasil penelitian mengenai faktor pekerjaan diperoleh dari pengukuran
bagian tubuh leher, badan, kaki dan lengan. Adapun hasil yang diperoleh
136
mengenai faktor pekerjaan pada responden pada pekerja PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerjaan pada Pekerja di
PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015
Variabel Fabrikasi Office
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Postur leher Berisiko 42 89.4 5 10.6 47 100
Tidak berisiko 7 24.2 22 75.8 29 100
Postur badan Berisiko 48 73.9 17 26.1 65 100
Tidak berisiko 1 9.1 10 90.9 11 100
Postur kaki Berisiko 17 22.4 27 77.6 44 100
Tidak berisiko 32 100 0 0.0 32 100
Postur lengan Berisiko 5 100 0 0.0 5 100
Tidak berisiko 44 62.0 27 38.0 71 100
Skor Akhir
REBA
Diperlukan
tindakan 46 62.8 24 37.2 70 100
Mungkin
diperlukan
tindakan
3 50.0 3 50.0 6 100
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan distribusi faktor pekerjaan pada
pekerja fabrikasi untuk postur leher sebanyak 42 pekerja (89.4%)
memperoleh skor postur leher yang berisiko. Distribusi faktor pekerjaan
pada pekerja office untuk postur leher sebanyak 22 pekerja (75.8%)
memperoleh skor postur leher yang tidak berisiko
Distribusi faktor pekerjaan pada pekerja fabrikasi untuk postur badan
sebanyak 48 pekerja (73.9%) memperoleh skor postur badan yang berisiko.
137
Sedangkan untuk postur badan pada pekerja office sebanyak 17 pekerja
(26.1%) memperoleh skor postur badan yang berisiko.
Distribusi faktor pekerjaan pada pekerja fabrikasi untuk postur kaki
sebanyak 32 pekerja (100%) memperoleh skor postur kaki yang tidak
berisiko. Sedangkan untuk postur kaki pada pekerja office sebanyak 27
pekerja (77.6%) memperoleh skor postur kaki yang berisiko.
Distribusi faktor pekerjaan pada pekerja fabrikasi untuk postur lengan
sebanyak sebanyak 44 pekerja (62.0%) memperoleh skor postur lengan yang
tidak berisiko. Sedangkan untuk untuk postur lengan pada pekerja office
sebanyak 27 pekerja (38.0%) memperoleh skor postur lengan tidak berisiko.
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa pada pekerja fabrikasi dengan
tingkat risiko yang diperlukan tindakan sebanyak 46 pekerja (62.8%),
sedangkan pada pekerja office dengan tingkat risiko yang diperlukan
tindakan sebanyak 24 pekerja (37.2%).
3. Gambaran Faktor Individu (Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok,
Riwayat NPB, Kebiasaan Olahraga, Berat Badan, Ukuran Lingkar
Pinggang, Tinggi Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, dan
Masa Kerja) dan Faktor Lingkungan (Pencahayaan) pada Pekerja di
PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015
Hasil penelitian mengenai faktor individu (usia, jenis kelamin,
kebiasaan merokok, riwayat NPB, kebiasaan olahraga, berat badan, ukuran
lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh dan masa
kerja) dan faktor lingkungan (pencahayaan) responden pada pekerja di PT.
Bakrie Metal Industries tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.3.
138
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan
Merokok, Riwayat NPB, dan Kebiasaan Olahraga pada Pekerja di PT.
Bakrie Metal Industries Tahun 2015
Variabel Fabrikasi Office
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Usia ≥ 30 tahun 38 65.5 20 34.4 58 100
< 30 tahun 11 61.1 7 38.9 18 100
Jenis
kelamin
Perempuan 0 0.0 7 100 7 100
Laki-laki 49 71.0 20 29.0 69 100
Kebiasaan
merokok
Merokok 41 72.0 16 28.0 57 100
Tidak merokok
atau telah
berhenti
8 42.1 11 57.9 19 100
Riwayat
NPB
Ada 7 63.6 4 36.4 11 100
Tidak ada 42 64.6 23 35.4 65 100
Kebiasaan
olahraga
Kurang 41 64.1 23 35.9 64 100
Cukup 8 66.6 4 33.4 12 100
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan distribusi usia pekerja PT. Bakrie
Metal Industries yaitu pada pekerja fabrikasi usia ≥ 30 tahun sebanyak 38
pekerja (65.5%), sedangkan pada pekerja office usia ≥ 30 tahun sebanyak 20
pekerja (34.4%). Variabel jenis kelamin pekerja PT. Bakrie Metal Industries
yaitu pada pekerja fabrikasi semua pekerja berjenis kelamin laki-laki yaitu
sebanyak 49 pekerja (71.0%), sedangkan pada pekerja office reponden
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20 pekerja (29.0%) dan 7 pekerja
(100%) berjenis kelamin perempuan.
Distribusi kebiasaan merokok pada pekerja PT. Bakrie Metal Industries
yaitu pada pekerja fabrikasi sebagaian besar merokok yaitu sebanyak 41
139
pekerja (72.0%), sedangkan pada pekerja office pekerja yang merokok
sebanyak 16 pekerja (28.0%). Variabel riwayat NPB pekerja PT. Bakrie
Metal Industries diketahui bahwa dari 76 pekerja, terdapat 42 pekerja
(64.6%) pada bagian fabrikasi yang tidak memiliki riwayat NPB, sedangkan
pada bagian office sebanyak 23 pekerja (35.4%) tidak memiliki riwayat
NPB. Serta untuk variabel kebiasaan olahraga pekerja PT. Bakrie Metal
Industries diketahui bahwa pekerja yang mempunyai kebiasaan olahraga
kurang pada pekerja fabrikasi sebanyak 41 pekerja (64.1%), sedangkan pada
pekerja office sebanyak 23 pekerja (35.9%) mempunyai kebiasaan olahraga
kurang.
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa pada bagian fabrikasi
pekerja yang memiliki berat badan terendah adalah 42.4 kg dan terbesar
yaitu 95.7 kg, dengan rata-rata berat badan pekerja adalah 64.82 kg. Variabel
lingkar pinggang diketahui bahwa pekerja yang memiliki lingkar pinggang
terkecil yaitu 62 cm dan terbesar 107 cm, dengan rata-rata lingkar pinggang
pekeerja adalah 81.82 cm. Distribusi tinggi badan diketahui bahwa pekerja
yang memiliki tinggi badan terendah yaitu 155 cm dan tertinggi yaitu 180
cm, dengan rata-rata tinggi badan adalah 168.43 cm. Variabel sitting height
diketahui bahwa pekerja yang memiliki sitting height terendah yaitu 79.00
cm dan tertinggi yaitu 102.00 cm, dengan rata-rata sitting height pekerja
adalah 89.47 cm. Sedangkan untuk variabel persen lemak tubuh diketahui
bahwa pekerja yang memiliki persen lemak tubuh terendah yaitu 5.3% dan
tertinggi yaitu 33.4%, dengan rata-rata persen lemak tubuh adalah 21.11%.
140
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi Badan, Sitting
Height, Persen Lemak Tubuh, Masa Kerja dan Pencahayaan pada Pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries Tahun 2015
No Variabel Fabrikasi Office
Mean SD Min-Max
Mean SD Min-Max Mean SD Min-Max
1. Berat Badan 64.82 1.16 42.40 – 95.70 71.24 1.36 48.70 – 105.0 67.10 1.27 42.40 - 105.0
2. Lingkar
Pinggang 81.82 11.13 62.0 – 107.0 92.41 8.57 76.00 – 106.0 85.58 11.44 62.0 - 107.0
3. Tinggi Badan 168.43 6.60 155.0-180.0 166.48 7.18 155.0– 187.0 167.74 6.83 155.0 - 187.0
4. Sitting Height 89.47 5.60 79.0-102.0 88.63 5.59 79.0 – 99.0 89.17 5.57 79.0 - 102.0
5. %Lemak 21.11 6.53 5.3 -33.4 27.83 6.36 12.7 – 48.0 23.50 7.20 5.30 - 48.0
6. Masa Kerja 92.98 75.27 23 - 307 132.48 103.88 12 - 299 107.01 87.91 12 - 307
7. Pencahayaan 230.45 64.16 176 - 445 107.59 19.72 51 - 105 186.80 79.19 51 - 445
141
Pada bagian office pekerja yang memiliki berat badan terendah
adalah 48.70 kg dan terbesar yaitu 105.00 kg, dengan rata-rata berat
badan pekerja adalah 71.24 kg. Variabel lingkar pinggang diketahui
bahwa pekerja yang memiliki lingkar pinggang terkecil yaitu 76.00 cm
dan terbesar 106.00 cm, dengan rata-rata lingkar pinggang pekeerja
adalah 92.41 cm. Distribusi tinggi badan diketahui bahwa pekerja yang
memiliki tinggi badan terendah yaitu 155 cm dan tertinggi yaitu 187 cm,
dengan rata-rata tinggi badan adalah 166.48 cm. Variabel sitting height
diketahui bahwa pekerja yang memiliki sitting height terendah yaitu 79
cm dan tertinggi yaitu 99 cm, dengan rata-rata sitting height pekerja
adalah 88.63 cm. Sedangkan untuk variabel persen lemak tubuh diketahui
bahwa pekerja yang memiliki persen lemak tubuh terendah yaitu 12.7%
dan tertinggi yaitu 48%, dengan rata-rata persen lemak tubuh adalah
27.83%.
Distribusi dari kedua bagian tersebut adalah pekerja yang memiliki
berat badan terendah yaitu 42.4 kg dan terbesar yaitu 105 kg, dengan
rata-rata berat badan pekerja adalah 67.10 kg. Variabel lingkar pinggang
diketahui bahwa pekerja yang memiliki lingkar pinggang terkecil yaitu
62 cm dan terbesar 107 cm, dengan rata-rata lingkar pinggang pekerja
adalah 85.58 cm. Distribusi tinggi badan diketahui bahwa pekerja yang
memiliki tinggi badan terendah yaitu 155 cm dan tertinggi yaitu 187 cm,
dengan rata-rata tinggi badan pekerja adalah 167.74 cm. Variabel sitting
height diketahui bahwa pekerja yang memiliki sitting height terendah
yaitu 79 cm dan tertinggi yaitu 102 cm, dengan rata-rata sitting height
142
pekerja adalah 89.17 cm. Sedangkan untuk variabel persen lemak tubuh
diketahui bahwa pekerja yang memiliki persen lemak tubuh terendah
yaitu 5.3% dan tertinggi yaitu 48%, dengan rata-rata persen lemak tubuh
adalah 23.5%.
Distribusi variabel masa kerja pada pekerja PT. Bakrie Metal
Industries yaitu pada bagian fabrikasi pekerja yang memiliki masa kerja
terendah adalah 23 bulan dan pekerja yang memiliki masa kerja terlama
adalah 307 bulan (25 tahun 7 bulan), dengan rata-rata masa kerja pekerja
adalah 92.98 bulan (7 tahun 8 bulan). Sedangkan pada bagian office
pekerja memiliki masa kerja terendah adalah 12 bulan dan pekerja yang
memiliki masa kerja terlama adalah 299 bulan (24 tahun 11 bulan),
dengan rata-rata masa kerja pekerja adalah 132.48 bulan (11 tahun 1
bulan). Distribusi dari kedua bagian tersebut adalah pekerja yang
memiliki masa kerja terendah adalah selama 12 bulan dan pekerja yang
memiliki masa kerja terlama adalah 307 bulan (25 tahun 7 bulan), dengan
rata-rata masa kerja pekerja adalah 107.1 bulan (8 tahun 11 bulan).
Distribusi variabel pencahayaan pada pekerja PT. Bakrie Metal
Industries yaitu pada bagian fabrikasi tempat kerja pekerja yang memiliki
pencahayaan terendah adalah 176 Lux dan tempat kerja pekerja yang
memiliki pencahayaan tertinggi adalah 445 Lux, dengan rata-rata
pencahayaan pada tempat kerja pekerja adalah 230.45 Lux. Sedangkan
pada bagian office tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan
terendah adalah 51 Lux dan tempat kerja pekerja yang memiliki
pencahayaan tertinggi adalah 105 Lux, dengan rata-rata pencahayaan
143
pada tempat kerja pekerja adalah 107.59 Lux. Distribusi dari kedua
bagian tersebut adalah tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan
terendah adalah 51 Lux dan tempat kerja pekerja yang memiliki
pencahayaan tertinggi adalah 445 Lux, dengan rata-rata pencahayaan
pada tempat kerja pekerja adalah 186.80 Lux.
C. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen dengan menggunakan analisi uji Chi-
Square, uji T-test dan Kruskal Wallis. Uji T-test digunakan untuk variabel
berat badan, lingkar pinggang, tinggi badan, dan persen lemak tubuh terhadap
keluhan NPB dikarenakan data berdistribusi normal. Uji Kruskal Wallis
digunakan untuk variabel sitting height, masa kerja dan pencahayaan
dikarenakan data tidak berdistribusi normal. Uji Chi-Square digunakan untuk
variabel faktor pekerjaan, usia, merokok, riwayat NPB, jenis kelamin, dan
kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB. Melalui uji-uji tersebut akan
diperoleh nilai p (p value) di mana dalam penelitian ini menggunakan tingkat
kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan bermakna
jika mempunyai p ≤ 0,05 dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai
P > 0,05.
1. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan NPB pada
Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015
Analisis responden pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries
berdasarkan hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan NPB dapat
dilihat pada tabel berikut:
144
Tabel 5.5
Analisis Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan NPB pada
Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015
Variabel
Keluhan NPB Jumlah P value Ada Tidak ada
n % n % n %
Postur
leher
Berisiko 36 76.6 11 23.4 47 100 0.002 Tidak berisiko 12 41.4 17 58.6 29 100
Postur
badan
Berisiko 45 69.2 20 30.8 65 100 0.008 Tidak berisiko 3 27.3 8 72.7 11 100
Postur
kaki
Berisiko 25 56.8 19 43.2 44 100 0.179 Tidak berisiko 23 71.9 9 28.1 32 100
Postur
lengan
Berisiko 4 80.0 1 20.0 5 100 0.646 Tidak berisiko 44 62.0 27 38.0 71 100
Skor
Akhir
REBA
Diperlukan
tindakan 45 64.3 25 35.7 70 100
0.002 Mungkin
diperlukan
tindakan
3 50.0 3 50.0 6 100
Total 48 63.2 28 36.2 76 100
a. Hubungan antara Faktor Pekerjaan (Postur Leher) dengan Keluhan
NPB
Dari tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 48 pekerja yang memiliki
keluhan NPB, responden paling banyak memiliki postur leher yang
berisiko yaitu sebesar 36 pekerja (76.6%). Sedangkan dari 28 pekerja
yang tidak memiliki keluhan NPB, responden paling bayak memiliki
postur leher tidak berisiko yaitu sebesar 17 pekerja (58.6%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square
diperoleh p value sebesar 0.002 (p value ≤ 0.05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara postur leher
dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries
tahun 2015.
145
b. Hubungan antara Faktor Pekerjaan (Postur Badan) dengan Keluhan
NPB
Dari tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 48 pekerja yang memiliki
keluhan NPB, responden paling banyak memiliki postur badan yang
berisiko yaitu 45 pekerja (69.2%). Sedangkan dari 28 pekerja yang
tidak memiliki keluhan NPB, responden paling bayak memiliki
postur badan yang berisiko yaitu 20 pekerja (30.8%). Berdasarkan
hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh p
value sebesar 0.008 (p value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara postur badan dengan
keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun
2015.
c. Hubungan antara Faktor Pekerjaan (Postur Kaki) dengan Keluhan
NPB
Dari tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 48 pekerja yang memiliki
keluhan NPB, responden paling banyak memiliki postur kaki yang
berisiko yaitu 25 pekerja (56.8%). Sedangkan dari 28 pekerja yang
tidak memiliki keluhan NPB, responden paling banyak memiliki
postur kaki yang berisiko yaitu 19 pekerja (43.2%). Berdasarkan
hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh p
value sebesar 0.179 (p value > 0.05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara postur kaki dengan
keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun
2015.
146
d. Hubungan antara Faktor Pekerjaan (Postur Lengan) dengan Keluhan
NPB
Dari tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 48 pekerja yang memiliki
keluhan NPB, responden paling banyak memiliki postur lengan tidak
berisiko yaitu 44 pekerja (62.0%). Sedangkan dari 28 pekerja yang
tidak memiliki keluhan NPB, responden paling banyak memiliki
postur lengan tidak berisiko yaitu 27 pekerja (38.0%). Berdasarkan
hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh p
value sebesar 0.646 (p value > 0.05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara postur lengan
dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries
tahun 2015.
e. Hubungan antara Faktor Pekerjaan (Skor Akhir REBA) dengan
Keluhan NPB
Dari tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 70 pekerja yang memiliki
risiko pekerjaan yang diperlukan tindakan, pekerja paling banyak
mengalami keluhan NPB yaitu sebesar 45 pekerja (64.3%).
Sedangkan dari 6 pekerja dengan risiko pekerjaan yang mungkin
diperlukan tindakan, pekerja yang memiliki keluhan NPB sebanyak
3 pekerja (50.0%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan dengan
menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.002 (p value ≤
0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara faktor pekerjaan (skor akhir REBA) dengan
147
keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun
2015.
2. Hubungan antara Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok, Riwayat
NPB, dan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB pada Pekerja di
PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015
Hasil penelitian mengenai hubungan antara usia, jenis kelamin,
kebiasaan merokok, riwayat NPB dan kebiasaan olahraga dengan keluhan
NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 dapat dilihat
pada tabel 5.6.
Tabel 5.6
Analisis Hubungan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok, Riwayat NPB, dan
Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries Tahun 2015
Variabel
Keluhan NPB Jumlah P value Ada Tidak ada
n % n % n %
Usia ≥ 30 tahun 36 62.1 22 37.9 58 100 0.724 < 30 tahun 12 66.7 6 33.3 18 100
Jenis
Kelamin
Perempuan 2 28.6 5 71.4 7 100 0.046 Laki-laki 46 66.7 23 33.3 69 100
Kebiasaan
Merokok
Merokok 39 68.4 18 31.6 57 100
0.099 Tidak
merokok atau
telah berhenti
9 47.4 10 52.6 19 100
Riwayat
NPB
Ada 6 54.5 5 45.4 11 100 0.522 Tidak ada 42 64.6 23 35.4 65 100
Kebiasaan
Olahraga
Kurang 40 62.5 24 37.5 64 100 0.784 Cukup 8 66.7 4 33.3 12 100
Total 48 63.2 28 36.8 76 100
a. Hubungan antara Usia dengan Keluhan NPB
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 58 pekerja
berumur ≥ 30 tahun, sebanyak 36 pekerja (62.1%) memiliki keluhan
NPB. Sedangkan dari 18 pekerja berumur < 30 tahun, sebanyak 12
pekerja (66.7%) memiliki keluhan NPB. Berdasarkan hasil uji
148
statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar
0.724 (p value > 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara usia pekerja dengan keluhan NPB
pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
b. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Keluhan NPB
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 7 pekerja berjenis
kelamin perempuan, sebanyak 2 pekerja (28.6%) memiliki keluhan
NPB. Sedangkan dari 69 pekerja berjenis kelamin laki-laki,
sebanyak 46 pekerja (66.7%) memiliki keluhan NPB. Berdasarkan
hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value
sebesar 0.046 (p value ≤ 0.05) yang berarti ada hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin pekerja dengan keluhan NPB pada
pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
c. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan NPB
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 57 pekerja yang
memiliki kebiasaan merokok, sebanyak 39 pekerja (68.4%) memiliki
keluhan NPB. Sedangkan dari 19 pekerja yang tidak merokok atau
telah berhenti, sebanyak 9 pekerja (47.4%) memiliki keluhan NPB.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square
diperoleh p value sebesar 0.099 (p value > 0.05) yang berarti tidak
ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok pekerja
dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries
tahun 2015.
149
d. Hubungan antara Riwayat NPB dengan Keluhan NPB
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 11 pekerja yang
memiliki riwayat NPB sebelumnya, sebanyak 6 pekerja (54.5%)
memiliki keluhan NPB. Sedangkan dari 65 pekerja yang tidak
memiliki riwayat NPB, sebanyak 42 pekerja (64.6%) memiliki
keluhan NPB. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan
chi square diperoleh p value sebesar 0.522 (p value > 0.05) yang
berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat NPB
pekerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015.
e. Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 64 pekerja yang
memiliki kesegaran jasmani yang kurang, sebanyak 40 pekerja
(62.5%) yang memiliki keluhan NPB. Sedangkan dari 12 pekerja
yang memiliki kesegaran jasmani yang cukup, sebanyak 8 pekerja
(66.7%) yang memiliki keluhan NPB. Berdasarkan hasil uji statistik
dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.784 (p
value > 0.05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
kebiasaan olahraga pekerja dengan keluhan NPB.
3. Hubungan antara Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi
Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, Masa Kerja dan
Pencahayaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries Tahun 2015
Hasil penelitian mengenai hubungan antara berat badan, ukuran
lingkar pinggang, tinggi badan, sitting height, persen lemak tubuh, masa
150
kerja dan pencahayaan dengan keluhan NPB pada responden dapat dilihat
pada tabel 5.7.
Tabel 5.7
Analisi Hubungan Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi
Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, Masa Kerja dan
Pencahayaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries Tahun 2015
Variabel Keluhan NPB n Mean SD P value
Berat badan Ada 48 67.19 12.74
0.932 Tidak ada 28 66.94 12.91
Lingkar
pinggang
Ada 48 84.79 11.63 0.436
Tidak ada 28 86.93 11.18
Tinggi badan Ada 48 169.65 6.71
0.001 Tidak ada 28 164.46 5.80
% Lemak Ada 48 22.13 6.65
0.030 Tidak ada 28 25.83 7.62
Sitting height Ada 48 42.52
0.037 Tidak ada 28 31.1
Masa kerja Ada 48 37.03
0.448 Tidak ada 28 41.02
Pencahayaan Ada 48 42.12
0.042 Tidak ada 28 32.29
a. Hubungan antara Berat Badan dengan Keluhan NPB
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami
keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami
keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji T-test
diperoleh p value sebesar 0.932 (P value > 0.05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara berat
badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015.
b. Hubungan antara Lingkar Pinggang dengan Keluhan NPB
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami
keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami
keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji T-test untuk
151
variabel lingkar pinggang diperoleh p value sebesar 0.436 (P value >
0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara lingkar pinggang dengan keluhan NPB pada
pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
c. Hubungan antara Tinggi Badan dengan Keluhan NPB
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami
keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami
keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji T-test
diperoleh p value sebesar 0.001 (P value ≤ 0.05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tinggi
badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015.
d. Hubungan antara Persen Lemak Tubuh dengan Keluhan NPB
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami
keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami
keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji T-test untuk
variabel persen lemak tubuh diperoleh p value sebesar 0.030 (P
value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara persen lemak tubuh dengan keluhan NPB pada
pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
e. Hubungan antara Sitting Height dengan Keluhan NPB
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami
keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami
keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji statistik
152
dengan menggunaka uji Kruskall-wallis diperoleh p value sebesar
0.037 (P value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara sitting height dengan keluhan NPB
pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
f. Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan NPB
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami
keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami
keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji Kruskall-
walls diperoleh p value sebesar 0.448 (P value > 0.05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
masa kerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015.
g. Hubungan antara Pencahayaan dengan Keluhan NPB
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang mengalami
keluhan NPB sebanyak 48 orang dan pekerja yang tidak mengalami
keluhan NPB sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil uji Kruskall-
walls diperoleh p value sebesar 0.042 (P value ≤ 0.05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
pencahayaan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015.
153
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan
NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Penelitian ini
memiliki keterbatasan yaitu sebagai berikut:
1. Observasi langsung dan pengambilan gambar pada faktor pekerjaan
tidak dari segala arah tetapi hanya pada arah yang memungkinkan
saja, karena situasi dan prosedur di tempat kerja. Namun hal
tersebut tidak mengurangi penilaian pada faktor pekerjaan
dikarenakan postur tubuh pekerja masih dapat telihat dan dinilai.
2. Kemungkinan adanya recall bias yaitu pada dua variabel, yaitu
variabel kebiasaan merokok dan riwayat keluhan NPB. Bias ini
terjadi karena responden tidak mampu mengingat kembali kapan
mulai merokok dan berhenti merokok serta terakhir riwayat
keluhan NPB sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi jawaban
responden, namun untuk meminimalisirnya peneliti menanyakan
apakah telah lebih dari 30 hari atau belum dan untuk riwayat
keluhan NPB peneliti mananyakan apakah keluhan dirasakan satu
tahun terakhir, hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah
mengingat kembali.
3. Perbandingan jumlah sampel pada bagian fabrikasi dan pada bagian
office tidak sama. Responden yang didapat lebih banyak pada
154
bagian fabrikasi disebabkan pada bagian office pekerja tidak
bersedia mengikuti penelitian ini, namun jumlah sampel telah
memenuhi jumlah sampel minimal berdasarkan hasil perhitungan
sampel.
4. Peneliti hanya mengukur persen lemak tubuh, tidak mengukur
besarnya lemak viseral karena keterbatasan alat ukur. Namun
sebaiknya dilakukan pengukuran lemak viseral karena lemak
viseral merupakan lemak yang disimpan oleh tubuh di rongga perut
mengelilingi organ-organ dalam perut. Namun dalam pengukuran
persen lemak tubuh tersebut sebenarnya juga terdapat besarnya
lemak viseral didalamnya hanya saja pengukurannya tidak spesifik.
B. Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada Pekerja PT. Bakrie Metal
Industres Tahun 2015
Nyeri punggung bawah (NPB) atau Low Back Pain (NPB) adalah suatu
keadaan dengan rasa tidak nyaman atau nyeri akut pada daerah ruas lumbalis
kelima dan sarkalis (L5-S1). Nyeri pada punggung bawah dirasakan oleh
penderita dapat terjadi secara jelas atau samar serta menyebar atau terlokalisir
(Pheasant, 1991). Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan salah satu
penyakit akibat kerja (PAK) yang disebabkan oleh keadaan yang tidak
ergonomis. LBP atau NBP merupakan gangguan musculoskeletal yang
disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond dan
Pellino, 2002). Hal tersebut dapat terjadi karena gaya berat tubuh terutama
dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada
punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain,
155
misalnya genu valgum, genu varum, dan coxa valgum (Soeharso, 1987).
Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu
yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP atau NBP (Klooch,
2006 dalam Shocker, 2008).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa 63.2%
pekerja mengalami keluhan NPB. Sedangkan pekerja yang tidak mengalami
keluhan NPB sebanyak 36.8% pekerja. Pengelompokan keluhan NPB
berdasarkan jenis pekerjaan diperoleh bahwa sebanyak 77.6% pekerja
fabrikasi mengalami keluhan NPB dan sebanyak 37.0% pekerja office
mengalami keluhan NPB.
Hasil penelitian diatas sesuai dengan penelitian yang telah dilakuan oleh
Asriadi (2011), pada PT. International Nickel Indonesia diketahui bahwa
sebanyak 46,3% pekerja operator alat berat atau pabrik mengalami keluhan
LBP, 16% pekerja mekanik mengalami keluhan LBP, dan 3,2% pekerja
pengelasan mengalami keluhan LBP.
Berdasarkan hasil temuan dilapangan, diketahui bahwa munculnya
keluhan NPB pada bagian fabrikasi lebih banyak dibandingkan pada bagian
office dikarenakan pada bagian fabrikasi tidak memiliki alat bantu berupa
meja kerja. Meja kerja yang biasa digunakan untuk memudahkan dalam
melakukan pekerjaan pada bagian fabrikasi dan dirancang sedemikian rupa
dengan mempertimbangkan aspek ergonomi. Selain itu berdasarkan hasil
penelitian, pada bagain fabrikasi untuk skor leher dan skor badan lebih
berisiko terhadap tejadinya keluhan NPB dan berdasarkan skor akhir REBA
156
juga diperoleh hasil bahwa pada bagian fabrikasi diperlukan tindakan
perbaikan untuk memperbaiki postur kerja pada pekerja di bagian fabrikasi.
Hasil observasi di tempat penelitian, menunjukkan bahwa keluhan yang
dirasa besar mungkin disebabkan oleh posisi kerja yang statis dan posisi
janggal (seperti jongkok atau membungkuk) pada pekerja fabrikasi sedangkan
pada pekerja office mungkin disebabkan oleh posisi kerja yang statis saat
melakukan pekerjaan. Hal tersebut sesuai sebagaimana yang diungkapkan
dalam Bernard dkk (1997) dalam Beeck dan Hermans (2000), postur kerja
statis termasuk posisi dimana gerakan yang terjadi sangat sedikit, bersama
dengan postur yang terbatas dan tidak aktif yang menyebabkan beban statis
pada otot. Postur kerja statis juga termasuk dalam postur janggal jika
dilakukan dalam rentang waktu yang lama. Postur kerja statis meningkatkan
risiko low back pain dan hernia pada diskus. Sering membungkuk dan
berputar yang berhubungan dengan aktivitas mengangkat juga menyebabkan
cedera. Aktivitas tersebut diketahui menjadi pemicu LBP atau NPB (Barry,
Levy dan Wegman, 2000).
Tidak hanya disebabkan oleh posisi kerja keluhan NPB dapat juga
dipengaruhi oleh beban kerja dan masa kerja, beban kerja pada pekerja
fabrikasi dirasa lebih besar dibandingkan dengan pekerja pada bagian office,
dikarenakan pada pekerja fabrikasi pekerjaan mereka dipengaruhi oleh
banyaknya jumlah permintaan barang dari pasar sehingga membuat pekerja
untuk bekerja lebih ekstra untuk memenuhi target pesanan ditambah lagi
dengan penggunaan alat kerja yang memilik beban yang cukup berat.
Berdasarkan hasil penelitian, masa kerja pekerja pada bagain fabrikasi
157
memang lebih rendah dari pada masa kerja pekerja pada bagian office, namun
pada bagian farikasi terdapat pekerja yang telah bekerja selama 307 bulan (25
tahun 7 bulan) dan masa kerja terendah pada bagain fabrikasi adalah 23 bulan
(1 tahun 11 bulan), bila dibandingkan dengan pekerja office yang memiliki
masa kerja terlama adalah 299 bulan (24 tahun 11 bulan) dan terendah 12
bulan. Dimana seseorang dengan masa kerja yang semakin lama maka
keluhan MSDsnya akan meningkat, karena semakin lama seseorang bekerja
tentunya akan menerima risiko lebih besar jika dibandingkan dengan pekerja
yang baru (Ohlssson dkk, 1989).
C. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja
PT. Bakrie Metal Industres Tahun 2015
Faktor pekerjaan pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries
berhubungan dengan posisi kerja yang dilakukan oleh pekerja. Grandjean
(1993) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya keluhan LBP atau
NPB yaitu sikap kerja atau posisi kerja yang tidak alamiah. Sikap kerja tidak
alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian tubuh bergerak
menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat
gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak
alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan
kemampuan pekerja (Grandjean, 1993).
Hasil yang didapatkan dari tabel 5.5 bahwa dari 47 pekerja dengan skor
postur leher yang berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sebesar 36
pekerja (76.6%), sedangkan dari 29 pekerja dengan skor postur leher tidak
berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sejumlah 12 pekerja (41.4%).
158
Berdasarkan hasil uji chi-square (tabel 5.5) diperoleh p value 0.002 (p value
≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima yang berarti
terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara postur leher dengan
keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015.
Berdasarkan hasil pengukuran pada pekerja fabrikasi diperoleh sebanyak
89.4% pekerja memperoleh skor postur leher yang berisiko dan pada pekerja
office diperoleh sebanyak 75.8% pekerja memperoleh skor postur leher tidak
berisiko. Pada pekerja fabrikasi sebagian besar posisi kerja pekerja yang statis
dan posisi janggal (seperti jongkok atau membungkuk) sedangkan pada
pekerja office sebagain besar posisi kerja yang statis saat melakukan
pekerjaan, hal tersebut yang dapat memungkinkan skor postur leher pada
pekerja fabrikasi lebih berisiko dikarenakan posisi kerja yang dilakukan.
Posis kerja pada bagain fabrikasi memerlukan ketelitian yang lebih (seperti
pekerjaan pengelasan, pemotongan, punching dan drilling, blasting, dan
pengecatan) dibandingkan pada bagian office sehingga menuntut pekerja
untuk bekerja dengan posisi janggal yang berisiko untuk menyebabkan NPB
seperti posisi leher yang ekstensi atau fleksi melebihi 200, menunduk, dan
memutir secara lateral dengan durasi lebih dari 10 detik serta terdapat
pengulangan gerakan tiga kali permenit. Dibandingkan dengan pekerja pada
bagian office yang rata-rata pekerjaannya menggunakan komputer dengan
durasi kurang lebih delapan jam/hari serta terdapat penggulangan gerakan
selama jam kerja mereka dibandingkan dengan pekerja fabrikasi dengan
frekuensi gerakan ≥ lima kali/menit .
159
Berdasarkan hasil pemantauan dilapangan diperoleh bahwa masih ada
beberapa pekerja yang bekerja dengan postur janggal yang berisiko untuk
menyebabkan NPB seperti posisi leher yang ekstensi atau fleksi melebihi 200,
menunduk, dan memutir secara lateral. Hal tersebut sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Dewayani (2006), yang menemukan
hubungan yang signifikan antara beban otot statis dengan keluhan pada
bagian leher. Beban otot statis ditimbulkan akibat otot dalam keadaan tegang
tanpa menghasilkan gerakan dan ketika postur tubuh dalam kondisi tidak
alamiah, dalam hal ini adalah leher melakukan fleksi (menunduk) (Dewayani,
2006). Namun hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Mutiah dkk (2013), yang menyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat risiko pada bagian leher
dengan keluhan MSDs, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar
0.159 (p value > 0.05), ketidaksesuaian dikarenakan pada adanya perbedaan
instrumen dalam pengukuran tingkat risiko faktor pekerjaan dimana
penelitian tersebut pengukuran tingkat risiko perbagian tubuh menggunakan
The BRIEF Survey dan juga adanya perbedaan sampel dalam penelitian
dimana sampel penelitian tersebut adalah pekerja pembuatan wajan.
Hasil yang didapatkan dari tabel 5.5 bahwa dari 65 pekerja dengan skor
postur badan yang berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sebesar 45
pekerja (69.2%), sedangkan dari dari 11 pekerja dengan skor postur badan
tidak berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sejumlah 3 pekerja
(27.3%). Berdasarkan hasil uji chi-square (tabel 5.5) diperoleh p value 0.008
(p value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima yang
160
berarti terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara postur badan
dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun
2015.
Berdasarkan hasil pengukuran pada pekerja fabrikasi diperoleh sebanyak
73.9% pekerja memperoleh skor postur badan yang berisiko dan pada pekerja
office diperoleh sebanyak 26.1% pekerja memperoleh skor postur badan yang
berisiko. Berdasarkan pengamatan dilapangan didapatkan bahwa pada pekerja
fabrikasi minimal melakukan satu posisi tidak alamiah antara lain berupa
posisi tubuh eksetensi >200
atau fleksi >600, membungkuk, berputar, posisi
tubuh membungkuk dilakukan dalam durasi panjang (>10 detik). Hal yang
sama juga dapat dijumpai pada pekerja pada bagian office. Lama dan
frekuensi dalam melakukan postur janggal yang dilakukan pekerja pada
kedua bagian tersebut juga melebihi kriteria normal (< dua jam dan satu-tiga
kali/menit), yaitu posisi tubuh ekstensi >200 atau fleksi >60
0, membungkuk,
berputar, dan posisi tubuh membungkuk dengan durasi tujuh jam dan
frekuensi dua-tiga kali/menit. Menurut Humantech (1995), untuk durasi pada
pinggang saat postur miring, rotasi (berputar) badan, dan membungkuk
adalah ≥10 detik, dengan frekuensi ≥dua kali/menit. Jika melebihi batas
normal tersebut, dapat menimulkan cumulative trauma disorder (trauma
NPB).
Hasil tersebut sesuai dengan Kurniawidjaja (2014) yang menyatakan
bahwa posisi badan fleksi terjadi ketegangan terutama pada ligamentum
interspinosus dan supraspinosus, diikuti dengan ligamentum intraskapular
dan ligamentum flavum. Beban kompresif pada diskus sewaktu fleksi
161
membuat diskus berpotensi merobek anulus fibrosus, akibatnya nucleus
pulposus mampu keluar melalui robekan. Keluarnya hernia nucleus pulposus
selanjutnya dapat menekan saraf spinal, bila kerja sering membungkuk,
ligamen dan otot-otot penyangga tulang belakang dapat melemah dan
meningkatkan tekanan pada diskus intervertebral (Kurniawidjaja, 2014). Hal
tersebut juga sesuai dengan temuan Bureau of Labor Statistic (BLS) bahwa di
Amerika Serikat tahun 2001 terjadi 69.724 kasus MSDs yang disebabkan
oleh posisi punggung yang membungkuk atau memutar (Bureau of Labor
Statistic, 2007). Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Munir (2012), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat risiko punggung dengan keluhan nyeri punggung
bawah, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.000 (p value ≤
0.05).
Demi mengurangi terjadinya keluhan NPB sebaiknya pekerja melakukan
istirahat pendek disaat sudah mulai merasakan keluhan pada otot tubuh
selama 5-10 menit di sela-sela waktu kerja untuk relaksasi agar otot
mendapatkan suplai oksigen cukup, pekerja juga sebaiknya memperbaiki
sikap kerja yaitu tidak mempertahankan postur leher secara menunduk dan
postur badan secara membungkuk dalam waktu yang lama. Hal tersebut
sesuai dengan teori yang disebutkan dalam Parkes dkk (2005), bahwa otot
yang tegang dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan
untuk peregangan otot (Parkes dkk, 2005).
Hasil yang didapatkan dari tabel 5.5 bahwa dari 44 pekerja dengan skor
postur kaki yang berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sebesar 25
162
pekerja (56.8%), sedangkan dari dari 32 pekerja dengan skor postur badan
tidak berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sejumlah 23 pekerja
(71.9%). Berdasarkan hasil uji chi-square (tabel 5.5) diperoleh p value 0.178
(p value > 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis ditolak yang
berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara postur
kaki dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun
2015.
Berdasarkan hasil pengukuran pada pekerja fabrikasi diperoleh sebanyak
100% pekerja memperoleh skor postur kaki tidak berisiko yaitu pekerja
bekerja dengan posisi kaki tertopang dengan baik dilantai dalam keadaan
berdiri maupun berjalan atau disertai dengan salah satu atau kedua kaki
ditekuk fleksi antara >600 dan pada pekerja office diperoleh sebanyak 77.6%
pekerja memperoleh skor postur kaki yang berisiko yaitu pekerja bekerja
dengan posisi kaki tertopang dengan baik di lantai dalam keadaan berdiri
maupun berjalan serta salah satu atau kedua kaki ditekuk fleksi antara >600.
Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena berdasarkan pengamatan
dilapangan bahwa pada pekerja office seluruh pekerja melakukan
pekerjaannya dengan posisi duduk atau kaki ditekuk fleksi >600, sehingga
tidak adanya variasi postur kaki pada pekerja di bagian office.
Hasil tersebut sesuai dengan Soeharso (1987) dan Klooch (2006) dalam
Shocker (2008), gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan
berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat
menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu
valgum, genu varum, dan coxa valgum (Soeharso, 1987). Beberapa pekerjaan
163
yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat
mengakibatkan terjadinya NPB (Klooch, 2006 dalam Shocker, 2008). Salah
satu pemicu nyeri punggung adalah posisi duduk atau berdiri dalam jangka
waktu lama, atau suatu gerakan yang sama dilakukan terus menerus, yang
mengakibatkan otot kaku (spasme) (Arda, 2007). Berdiri lama dengan posisi
yang salah akan menyebabkan otot-otot punggung menjadi tegang dan dapat
menusak jaringan lunak sekitarnya. Bila ini berlanjut terus, akan
menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang
mengakibatkan hernia nukleus pulposus. Otot yang tegang terus menerus
akan menimbulkan rasa pegal (dull ache), misalnya sikap duduk, tidur,
berjalan, atau berdiri yang salah. Keadaan tegang mental juga akan
menyebabkan nyeri otot yang dikenal sebagai nyeri myogenik, yaitu nyeri
yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf serta dermatom
dengan reaksi yang berlebihan. Selama bekerja, kebutuhan peredaran darah
dapat meningkat sepuluh sampai dua puluh kali. Meningkatnya peredaran
darah pada saat otot-otot yang bekerja, memaksa jantung untuk memompa
darah lebih banyak. Saat berdiri lama, otot cenderung bekerja statis, kerja otot
statis ini ditandai oleh kontraksi otot yang lama yang biasanya sesuai dengan
sikap tubuh. Tidak dianjurkan untuk meneruskan kerja otot statis dalam
jangka waktu yang lama karena akan menimbulkan rasa nyeri (Effendi,
2007).
Namun hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Koesyanto (2013), yang menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara keluhan subyektif nyeri punggung dengan
164
sikap kerja duduk dikarenakan bekerja dengan sikap kerja duduk
meminimalkan beban yang ditopang oleh tubuh, mengurangi besarnya beban
otot statis pada kaki, serta kerja duduk tidak membutuhkan energi yang
banyak dibandingkan dengan sikap kerja berdiri.
Hasil yang didapatkan dari tabel 5.5 bahwa dari 5 pekerja dengan skor
postur lengan yang berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sebesar 4
pekerja (80.0%), sedangkan dari dari 71 pekerja dengan skor postur lengan
tidak berisiko dan mengalami keluhan NPB adalah sejumlah 44 pekerja
(62.0%). Berdasarkan hasil uji chi-square (tabel 5.5) diperoleh p value 0.646
(p value > 0. 05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis ditolak yang
berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik postur lengan
dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries Tahun
2015.
Berdasarkan hasil pengukuran pada pekerja fabrikasi diperoleh sebanyak
62.0% pekerja memperoleh skor postur lengan tidak berisiko yaitu pekerja
bekerja dengan posisi lengan fleksi atau ekstensi antara >200 atau posisi
lengan fleksi 21-900dan pada pekerja office diperoleh sebanyak 38.0%
pekerja memperoleh skor lengan tidak berisiko yaitu pekerja bekerja dengan
posisi lengan fleksi atau ekstensi antara >200 atau posisi lengan fleksi 21-90
0.
Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena sebanyak 71 pekerja (93.4%)
memiliki skor lengan tidak berisiko atau data yang didapatkan homogen.
Dalam penelitian ini, gerakan postur lengan pekerja cenderung pada posisi 0-
450 atau ekstensi >20
0 serta beban badan ditopang untuk menahan gravitasi.
165
Hasil tersebut tidak sesuai dengan Tulaar (2008), yang menyatakan
bahwa posisi lengan dapat mempengaruhi terjadinya keluhan NPB. Bahu
(dalam pengukuran REBA disebut sebagai posisi lengan atas) yang
menggantung mempengaruhi spina sevikal. Skapula berotasi ke bawah, dada
menggantung, rongga toraks berkurang sehingga kapasitas vital menurun dan
orang bertambah pendek karena otot trapesius berorigo pada spina servikal
maka skapula yang tertekan memberi tegangan pada otot leher. Foramen
intervetebra lebih menutup pada postur lordotik sevikal yang meningkat dan
akar syaraf tertekan. Kontraksi isometrik yang telalu kuat dapat menyebabkan
robekan serabut otot serta edem. Kontraksi otot yang berkepanjangan akan
menyebabkan penekanan berkepanjangan pada diskus intervetebra (Tulaar,
2008). Namun hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Mutiah dkk (2013), yang menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat risiko pada bagian tangan dengan
keluhan MSDs, dengan nilai p value pada penelitian tersebut adalah 0.276 (p
value > 0.05).
Hasil yang didapatkan dari tabel 5.5 bahwa dari 70 pekerja yang
memiliki risiko pekerjaan yang diperlukan tindakan dan mengalami keluhan
NPB adalah sebesar 45 pekerja (64.3%), sedangkan dari 6 pekerja dengan
risiko pekerjaan yang mungkin diperlukan tindakan dan mengalami NPB
adalah sebesar 3 pekerja (50.0%). Berdasarkan hasil uji chi-square (tabel 5.5)
diperoleh p value 0.002 (p value ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
hipotesis diterima yang berarti terdapat hubungan yang bermakna secara
166
statistik antara faktor pekerjaan (skor akhir REBA) dengan keluhan NPB
pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
Berdasarkan skor kategori REBA didapatkan hasil bahwa pada pekerja
fabrikasi dengan tingkat risiko yang diperlukan tindakan sebanyak 62.8% dan
mungkin diperlukan tindakan perbaikan sebanyak 50.0%, sedangkan pada
pekerja office dengan tingkat risiko yang diperlukan tindakan sebanyak
37.2% dan mungkin diperlukan tindakan perbaikan sebanyak 50.0%.
Berdasarkan pengamatan dilapangan didapatkan bahwa posisi pekerja
berisiko menimbulkan NPB yang dilakukan oleh pekerja antara lain postur
badan yang membungkuk fleksi antara 20-600 atau ekstensi >60
0, posisi leher
fleksi atau ekstensi > 200, kaki tidak tertopang baik, jongkok dan ditekuk
fleksi, postur lengan fleksi >900, dengan beban kerja > 5 kg. Keadaan di atas
terjadi karena pada area kerja fabrikasi belum memiliki meja kerja sehingga
ketika bekerja posisi kerja mereka dapat berisiko untuk menimbulkan keluhan
NPB. Selain postur kerja yang tidak alamiah, keluhan NPB akan meningkat
bila dalam pekerjaan melakukan gerakan berulang.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Hendra dan Raharjo (2008) bahwa 83,7% pekerja merasakan keluhan
MSDs pada leher dan punggung bawah dengan skor risiko pekerjaan (REBA)
8-10/high risk. Namun hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ekawati (2014), yang menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat risiko ergonomi dengan keluhan
Muskuloskeletal, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.073
(p value > 0.05), ketidaksesuaian dikarenakan pada adanya perbedaan
167
pengkategorian hasil pengukuran skor REBA dimana penelitian tersebut
mengkategorikan hasil pengukuran skor REBA menjadi lima kategori dan
juga adanya perbedaan sampel dalam penelitian dimana sampel penelitian
tersebut adalah pekerja pemecah batu.
Menurut Beeck dan Hermans (2000), faktor pekerjaan yang dapat
menyebabkan terjadinya keluhan LBP atau NPB yaitu pekerjaan secara
manual yang berat (Heavy manual labor), Penanganan material secara
manual (Manual material handling), Posisi janggal (Awkward postures),
Kerja ststis (Static work), Getaran seluruh tubuh (Whole body vibration), dan
Tergelincir dan jatuh (Slipping and falling). Salah satu penyebab terjadinya
keluhan NPB yang paling sering ditemui pada saat pemantauan dilapangan
yaitu posisi janggal atau sikap kerja tidak alamiah. Sikap kerja tidak alamiah
adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi
alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin
tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada
umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja
(Grandjean, 1993).
Melihat beratnya pekerjaan yang dilakukan di bagian fabrikasi, risiko
untuk terkena NPB lebih tinggi dibandingkan dengan risiko NPB pada bagian
office. Hal tersebut dikarenakan pada pekerjaan di bagian fabrikasi tidak ada
pekerjaan yang tidak memiliki risiko, apalagi jenis pekerjaan yang ada adalah
pembuatan komponen dasar pembuatan jembatan yang mayoritas berbahan
dasar dari baja sehingga diperlukan tenaga yang ekstra dan ketahanan fisik
yang baik dalam mengerjakannya.
168
Oleh karena itu, melihat besarnya dampak yang muncul maka perusahaan
dapat membuat anjuran agar pekerja diperbolehkan melakukan istirahat pada
satu waktu dalam periode jam kerjanya disaat pekerja sudah mulai merasakan
keluhan pada otot tubuh. Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutan
dalam Parkes dkk (2005) bahwa otot yang tegang dapat dipulihkan apabila
ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan otot. Secara
administratif dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan atau training
pada pekerja mengenai risiko pekerjaan dan tata cara bekerja yang sesuai
dengan prinsip ergonomi serta pihak perusahaan dapat membuat SOP yang
dapat digunakan oleh pekerja untuk menciptakan sistem kerja yang aman,
nyaman, dan tetap sehat pagi pekerja saat bekerja.
Perusahaan sebaiknya juga menyediakan bantalan yang dapat berfungsi
menyokong pinggang dan punggung guna meminimalisir keluhan NPB pada
pekerja office. Serta perusahaan mewajibkan kepada pekerja agar melakukan
senam pagi secara rutin. Olahraga yang teratur juga memperbaiki kualitas
hidup, mencegah osteoporosis, dan berbagai penyakit rangka serta penyakit
lainnya, olahraga sangat menguntungkan karena riskonya minimal. Program
olahraga harus dilakukan secara bertahap, dimulai dengan intensitas rendah
pada awalnya untuk menghindari cedera pada otot dan sendi (Kurniawidjaja,
2011).
169
D. Hubungan antara Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Merokok, Riwayat
NPB, dan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB pada Pekerja PT.
Bakrie Metal Industres Tahun 2015
Hubungan antara usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, riwayat NPB
dan kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie
Metal Industries tahun 2015 adalah sebagai berikut:
1. Hubungan Usia dengan Keluhan NPB
Usia merupakan salah satu faktor yang memperngaruhi munculnya
keluhan NPB. Menurut Oborne (1995) keluhan otot skeletal biasanya
dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun (Karwowski dan
Marras, 2006). Prevalensi gangguang punggung meningkat saat
seseorang memasuki usia 30 tahun (Beeck dan Hermans, 2000).
Hasil analisi hubungan antara faktor usia dengan keluhan NPB pada
pekerja di bagian fabrikasi PT. Bakrie Metal Industries menyebutkan
bahwa kelompok pekerja yang memiliki keluhan NPB berusia ≥ 30 tahun
yaitu sebesar 62.1%, sedangkan pekerja yang memiliki keluhan NPB
berusia < 30 tahun sebesar 66.7%. Berdasarkan hasil uji statistik (tabel
5.6) diperoleh p value 0.724 (p value > 0. 05) hal ini menunjukan bahwa
hipotesis ditolak yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
secara statistik antara usia pekerja dengan keluhan NPB yang dialami
oleh pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Beradasarkan
hasil pengukuran diperoleh sebanyak 65.5% pekerja fabrikasi berusia ≥
30 tahun dan sisanya yaitu 34.4% pekerja fabrikasi berusia < 30 tahun.
Sedangkan pada pekerja office sebanyak 61.1% berusia ≥ 30 tahun dan
sebanyak 38.9% pekerja office berusia < 30 tahun. Banyaknya pekerja
fabrikasi berusia ≥ 30 tahun dikarenakan juga masa kerja pekerja pada
170
bagian fabrikasi rata-ratanya sebesar 92.98 bulan (7 tahun 8 bulan).
Sedangkan banyaknnya pekerja offive berusia ≥ 30 tahun dikarenakan
juga masa kerja pekerja pada bagian office rata-ratanya sebesar 132.48
bulan (11 tahun 1 bulan). Dikarenakan dengan masa kerja yang telah
cukup lama tersebut maka pekerja pada kedua bagian tersebut telah
memiliki usia ≥ 30 tahun. Hal tersebut didukung dengan data Pusat Data
dan Informasi Ketenagakerjaan (Pusdatinaker) Kota Bekasi tahun 2012,
pekerja dengan usia 15-34 tahun berjumlah 911.984 sedangkan pekerja
berusia 35-55 tahun berjumlah 853.972 (Pusdatinaker, 2012). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pekerja yang berusia ≥ 30 tahun lebih banyak
dari pada pekerja yang berusia < 30 tahun.
Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena pekerja yang
memiliki usia dibawah umur rata-rata untuk terkena keluhan NPB (30
tahun) dan juga lebih banyak pekerja yang memiliki masa kerja dibawah
rata-rata (9 tahun) untuk mengalami keluhan NPB. Hal tersebut
berdasarkan penelitian Oktarisya (2009), didapatkan bahwa sebesar
66.7% pekerja yang bekerja lebih dari 15 tahun telah mengalami NPB.
Selain itu, terdapat pekerja yang berumur <30 tahun telah mengalami
keluhan NPB. Sebaliknya, terdapat pekerja yang berumur ≥30 tahun akan
tetapi tidak mengalami keluhan NPB. Hal lainnya dimungkinkan oleh
sebaran sampel pada bagian office yang lebih sedikit dibandingkan
dengan sampel pada bagian fabrikasi. Dimana pada kedua bagian
tersebut cenderung didapatkan sampel yang berusia ≥ 30 tahun.
171
Menurut Bridger (2003), sejalan dengan meningkatnya usia akan
terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat
seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang
berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut,
pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada
tulang dan otot menjadi berkurang (Karwowski dan Marras, 2006).
Semakin bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga
menjadi berkurang sehingga memudahkan terjadinya kekakuan pada otot
dan sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang
vertebra yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel
seperti saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang
belakang hingga ke pinggang (Idyan, 2008). Dalam penelitian ini usia
dikategorikan menjadi dua kategori yaitu ≥ 30 tahun dan < 30 tahun.
Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan
jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan
cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot
menjadi berkurang (Karwowski dan Marras, 2006). Salah satu bagian
tubuh yang juga mengalami degenerasi adalah tulang belakang. Akibat
proses tersebut jaringan parut di diskus invertebrata, jumlah cairan
diantara sendi berkurang dan ruang diskus mendagkal secara permanen.
Akibatnya segmen spinal akan kehilangan stabilitasnya. Pendangkalan di
ruang diskus akan mengurangi kemampuan tulang belakang terutama
daerah lumbal untuk menahan beban menjadi berkurang. Seharusnya
vertebra lumbal mampu menahan 40-50% berat tubuh. Berkurangnya
172
kemampuan untuk menahan beban dan pergerakan tubuh menyebabkan
keluhan NPB (Jatmikawati, 2006).
Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Defriyan (2011), yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara usia pekerja dengan nyeri punggung
bawah, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.045 (p
value ≤ 0.05), ketidaksesuaian dikarenakan pada adanya perbedaan
pengkategorian usia dimana penelitian tersebut mengkategorikan usia
menjadi ≥ 35 tahun dan < 35 tahun juga adanya perbedaan sampel dalam
penelitian dimana sampel penelitian tersebut adalah pekerja sulam. Hasil
penelitian tersebut dan juga tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Munir (2012), yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara usia pekerja dengan nyeri punggung
bawah, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.012 (p
value ≤ 0.05), ketidaksesuaian dikarenakan pada adanya perbedaan
pengkategorian usia dimana penelitian tersebut mengkategorikan usia
menjadi 23-35 tahun, 36-45tahun dan > 45 tahun, dan juga adanya
perbedaan sampel dalam penelitian dimana sampel penelitian tersebut
adalah pekerja bagian final packing dan part supply.
Namun hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Mutiah dkk (2013), yang menyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara usia pekerja dengan keluhan
MSDs pada setiap sektor tubuh, dengan nilai p value pada penelitian
tersebut sebesar 0.434 (p value > 0.05). Hasil penelitian tersebut juga
173
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010), yang
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia
pekerja dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT.
Caterpillar Indonesia, dengan nilai p value pada penelitian tersebut
sebesar 0.116 (p value > 0.05).
2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Keluhan NPB
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
munculnya keluhan NPB. Secara fisiologis, kemampuan otot wanita
lebih rendah daripada pria (Karwowski dan Marras, 2006). Astrand dan
Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar
dua pertiga dari kekuatan otot pria, sedangkan daya tahan otot pria lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita (Tarwaka, 2004).
Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh bahwa sebanyak 90.8%
pekerja berjenis kelamin laki-laki, sedangkan sisanya yaitu 9.2% pekerja
berjenis kelamin perempuan. Hasil analisis hubungan antara faktor jenis
kelamin dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal
Industries menyebutkan bahwa kelompok pekerja yang memiliki keluhan
NPB berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 28.6%, sedangan pekerja
yang memiliki keluhan NPB dan berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar
66.7%. Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.6) diperoleh p value 0.046
(p value ≤ 0.05) hal ini menunjukan bahwa hipotesis diterima yang
berarti bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara jenis
kelamin dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industies
tahun 2015.
174
Berdasarkan pengamatan di lapangan pada pekerja fabrikasi
seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dan pada pekerja office memang
terdapat beberapa perempuan namun hanya pada bagian-bagian tertentu
seperti sekretaris, bagian finance dan accounting, procurement,dan HRD.
Hal tersebut sesuai dengan data Pusat Data dan Informasi
Ketenagakerjaan (Pusdatinaker) Kota Bekasi tahun 2012, pada jenis
pekerjaan produksi, operator alat-alat angkutan dan pekerja kasar jumlah
tenaga kerja laki-laki sebanyak 247.240 sedangan tenaga kerja
perempuan 61.602 (Pusdatinaker, 2012). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pada sektor pekerjaan produksi lebih didominasi oleh tenaga kerja
berjenis kelamin laki-laki.
Pekerjaan pada bagian fabrikasi didominasi oleh pekerja berjenis
kelamin laki-laki dikarenakan pekerjaan pada bagian tersebut dituntut
untuk menggunakan kekuatan otot. Secara fisiologis, kemampuan otot
wanita lebih rendah daripada pria (Karwowski dan Marras, 2006).
Astrand dan Rodahl (1977) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita
hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sedangkan daya tahan
otot pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita (Tarwaka, 2004).
Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan teori Oborne (1995),
yang menyatakan bahwa pendesainan suatu beban tugas harus
diperhatikan jenis kelamin pemakainya bahwa kekuatan otot wanita
hanya 60% dari kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak
dialami wanita dibandingkan pria (Oborne, 1995). Serta tidak sesuai
dengan teori menurut Michael (2001), dalam hasil studinya menemukan
175
bahwa pekerja wanita memiliki asosiasi kuat dalam munculnya keluhan
MSDs. Berdasarkan laporan yang diterimanya, pekerja wanita
mempunyai risiko dua kali lipat.
3. Hubungan Merokok dengan Keluhan NPB
Hasil penelitian terkait kebiasaan merokok pekerja dapat diketahui
berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari dengan
pengkategorian merokok dan tidak merokok atau jika telah berhenti.
Pekerja dikategorikan tidak merokok jika tidak pernah atau sudah
berhenti merokok lebih dari tiga puluh hari. Berdasarkan hasil analisis
univariat dapat diketahui bahwa responden yang merokok pada pekerja
fabrikasi adalah 72.0% pekerja yang merokok dan pekerja yang tidak
merokok atau jika telah berhenti merokok pada pekerja fabrikasi
sebanyak 42.1%. Sedangkan pada pekerja office, pekerja yang merokok
yaitu sebanyak 28.0% dan dan pekerja yang tidak merokok atau jika telah
berhenti merokok pada pekerja office sebanyak 57.9%.
Berdasarkan pengamatan di lapangan masih banyak ditemui pekerja
pada bagian fabrikasi yang merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam
area kerja dikarenakan kebanyakan pekerja fabrikasi berjenis kelamin
laki-laki sehingga mayoritas dari mereka kemungkinan merokok. Tidak
hanya pada bagian fabrikasi pada bgaian office pun ditemui pekerja yang
merokok namun mereka cenderung merokok pada saat jam istirahat
namun tidak dapat dipungiri bahwa masih saja ada pekerja yang merokok
secara sembunyi-sembunyi pada ruang kerja mereka. Padahal tindakan
merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam area kerja atau ruang kerja
176
sangatlah berisiko baik itu dari sisi keselamatan maupun kesehatan
pekerja tersebut. Data Riskesdas (2013), perevalensi merokok di
Indonesia naik dari tahun ke tahun. Presentase pada penduduk berumur >
15 tahun yang telah merokok adalah sebanyak 36.3 % aktif merokok
(66.0% berjenis kelamin laki laki dan 6.7% berjenis kelamin perempuan),
artinya adalah dua diantara tiga laki-laki adalah perokok aktif (Kemenkes
RI, 2013).
Kebiasaan merokok terkait erat antara meningkatnya keluhan otot
dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Mekanisme merokok
berhubungan dengan nyeri punggung adalah sebagai berikut: Rokok
menurunkan kualitas darah yang disebabkan oleh kandungan nikotin
dalam rokok, sehingga menyebabkan kandungan mineral dalam tulang
berkurang dan menyebabkan micro-factures. Rokok juga dapat
menyebabkan batuk yang dapat meningkatkan tekanan di area perut dan
tekanan intradiscal (Hales dan Bernard, 1996 dalam Beeck dan Hermans,
2000). Nikotin akan hilang dalam tubuh setelah 30 hari berhenti
merokok. Selain itu, pada saat merokok terjadi pelepasan bahan-bahan
beracun yang dapat merusak lapisan dalam dinding pembuluh darah.
Pembuluh darah yang mengalami kerusakan terlebih dahulu adalah
pembuluh darah kecil, yang berperan menyalurkan zat nutrisi dan
oksigen ke diskus invertebralis. Selain itu karbonmonoksida juga akan
terbawa dalam aliran darah dan mengakibatkan kurangnya julmah asupan
oksigen ke jaringan (Halim dan Tana, 2011).
177
Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai p value sebesar
0.099 (P value > 0.05), hal ini menunjukan bahwa hipotesis ditolak yang
berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara
kebiasaan merokok dengan munculnya keluhan NPB yang dialami oleh
pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Melihat data diatas
dapat diketahui bahwa pekerja yang mengalami keluhan NPB dan
memiliki kebiasaan merokok adalah 68.4%, sedangkan pekerja yang
memiliki kebiasaan tidak merokok atau telah berhenti dan memiliki
keluhan NPB sebanyak 47.4%. Tidak adanya hubungan dimungkinkan
karena adanya bias recall yaitu bias dalam mengingat kembali kapan
mulai merokok dan berhenti merokok. Juga dimungkinkan karena
pekerja yang merasa tidak nyaman saat ditanyai mengenai kebiasaan
merokok saat banyak orang sehingga kemungkinan mereka untuk
menutupi kebiasaan mereokok tersebut. Disamping itu berdasarkan
temuan dilapangan, perusahaan memberlakukan kebijakan mengenai
larangan merokok di area sekitar perusahaan. Larangan merokok
ditujukan untuk menghindari bahaya yang disebabkan oleh rokok
tersebut seperti ledakkan, kebakaran ataupun bahaya kesehatan seperti
jantung dan gangguan paru-paru, sehingga bagai pekerja perokok telah
disediakan area untuk merokok yang diletakan terpisah dari area kerja.
Disebabkan karena kebijakan tersebutlah kemungkinan pekerja untuk
menjawab tidak merokok dikarenakan takut akan adanya larangan
tersebut.
178
Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian
Jatmikawati (2006), yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna
antara kebiasaan merokok dengan nyeri punggung bawah, dikarenakan
rokok dipercaya mengandung zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan
tubuh. Ketidaksesuaian dikarenakan adanya perbedaan sampel dalam
penelitian dimana sampel penelitian tersebut adalah pengemudi taksi.
Hasil penelitian tersebut juga tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Zulfiqor (2010), yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan
MSDs pada welder di bagian fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia, dengan
nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.044 (p value ≤ 0.05),
ketidaksesuaian dikarenakan adanya perbedaan pengkategorian kebiasaan
merokok dimana penelitian tersebut mengkategorikan kebiasaan
merokok menjadi berat, sedang, ringan dan tidak merokok.
Namun hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Mutiah dkk (2013), yang menyatakan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan
keluhan MSDs pada setiap sektor tubuh, dengan nilai p value pada
penelitian tersebut sebesar 0.709 (p value > 0.05). Hasil penelitian
tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Defriyan
(2011), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara kebiasaan merokok dengan keluhan nyeri punggung bawah,
dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 1.000 (p value >
0.05).
179
Berdasarkan hasil penelitian oleh para ahli diperoleh bahwa
meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang
dirasakan. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan
lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap
10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama
setahun memiliki risiko NPB sama dengan mereka yang tidak merokok.
Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga
kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang
tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan
tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah
rendah (Croasmun, 2003).
Menurut Frymoyer dkk (1980) dalam Bridger (2003), merokok
merupakan salah satu faktor individu yang berisiko meningkatkan atau
memicu adanya keluhan LBP atau NPB. Pada perokok lebih merasakan
sakit ketika nyeri pinggang dibandingkan dengan orang-orang yang tidak
merokok). Kebanyakan penelitian mengkaji pengaruh merokok
berhubungan dengan nyeri punggung. Merokok berhubungan positif
dengan nyeri punggung, sciatica, atau intervertebral herniated disc
(Bernard dkk., 1997 dalam Beeck dan Hermans, 2000).
Berdasakan hasil temuan dilapangan, perusahaan memberlakukan
kebijakan mengenai larangan merokok di area sekitar perusahaan.
Larangan merokok ditujukan untuk menghindari bahaya yang disebabkan
oleh rokok tersebut seperti ledakkan, kebakaran ataupun bahaya
kesehatan seperti jantung dan gangguan paru-paru, sehingga pekerja
180
perokok telah disediakan area untuk merokok yang diletakan terpisah
dari area kerja. Hasil temuan lainnya, terdapat beberapa pekerja yang
merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam area kerja. Padahal
tindakan merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam area kerja
sangatlah berisiko baik itu dari sisi keselamatan maupun kesehatan
pekerja tersebut. Melihat fakta tersebut, sehingga kemungkinan besar
pekerja untuk memiliki risiko keluhan NPB yang diakibatkan oleh
kebiasaan merokok semakin besar.
Selain itu, dimungkinkan bagi mereka yang tidak merokok bukan
berarti terhindar untuk mengalami keluhan NPB. Hal ini dapat
disebabkan mereka terpapar asap rokok dari rekan kerja atau lingkungan
tempat kerjanya atau tempat tinggalnya. Oleh karena itu, bagi pekerja
yang merokok sebaiknya diberikan informasi mengenai besarnya dampak
yang ditimbulkan dari kebiasaan merokok.
4. Hubungan Riwayat NPB dengan Keluhan NPB
Riwayat NPB merupakan salah satu faktor yang memperngaruhi
munculnya keluhan NPB. Riwayat NPB pada pekerja tidak berdasarkan
hasil pemeriksaan medis (rekam medis) tetapi hanya berdasarkan gejala-
gejala NPB yang pernah dirasakan pekerja sebelum bekerja pada
pekerjaan saat ini.
Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh sebanyak 63.6% pekerja
pada bagian fabrikasi memiliki riwayat keluhan NPB, sedangkan pada
bagian office sebanyak 36.4% pekerja memiliki riwayat keluhan NPB.
Hasil analisis hubungan antara faktor riwayat NPB dengan keluhan NPB
181
pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries menyebutkan bahwa
kelompok pekerja yang memiliki keluhan NPB dan memiliki riwayat
NPB yaitu sebesar 54.5%, sedangan pekerja yang memiliki keluhan NPB
dan tidak memiliki riwayat NPB yaitu sebesar 64.6%. Berdasarkan hasil
uji statistik (tabel 5.6) diperoleh p value 0.522 (p value > 0.05) hal ini
menunjukan bahwa hipotesis ditolak yang berarti bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna secara statistik antara riwayat NPB dengan
keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industies tahun 2015.
Berdasarkan hasil di lapangan diketahui bahwa pekerja yang
memiliki pekerjaan sebelumnya yang sama pada bagian pekerjaan saat
ini yaitu sebanyak 46.1% dimana sisanya yaitu 53.9% tidak memiliki
pekerjaan sebelumnya yang tidak sama dengan pekerjaan saat ini.
Banyaknya pekerjaan pekerja sebelumnya yang tidak sama dengan
pekerjaan saat ini cenderung memiliki pekerjaan yang tidak berisiko
untuk memiliki keluhan NPB. Sehingga pekerja tidak memiliki keluhan
NPB akibat pekerjaan sebelumnya.
Riwayat nyeri punggung merupakan salah satu faktor prediktif yang
paling dapat menyebabkan LBP atau NPB dikemudian hari yang
berhubungan dengan pekerjaan (Beeck dan Hermans, 2000). Luoma dkk
(1998) dalam penelitiannya menemukan bahwa faktor-faktor risiko
lumbar disc degenarition merupakan tanda degenarasi terkait dengan
berulangnya kembali kejadian nyeri punggung (Beeck dan Hermans,
2000). Seseorang dengan riwayat penyakit NPB mempunyai
kecenderungan untuk mengalami kejadian lanjutan (Nursatya, 2008).
182
Berdasarkan penelitian Handayani (2011) didapatkan nilai OR sebesar
9.818 yang artinya pekerja yang memiliki riwayat penyakit MSDs
mempunyai kecenderungan untuk mengalami keluhan MSDs 9.818 kali
dibandingkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit MSDs.
Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Handayani (2011), yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan keluhan
MSDs, dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.027 (p
value ≤ 0.05), ketidaksesuaian dikarenakan pada adanya perbedaan
sampel dalam penelitian dimana sampel penelitian tersebut adalah
pekerja bagian polishing.
5. Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB
Kebiasaan olahraga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi munculnya keluhan NPB. Hasil penelitian terkait
kebiasaan olahraga pekerja dapat diketahui berdasarkan jumlah waktu
yang digunakan oleh pekerja untuk berolahraga selama seminggu dengan
pengkategoriaan cukup dan kurang. Menurut Bustan (2007), kurang atau
tidak melakukan olahraga merupakan salah satu faktor risiko utama
penyakit tidak menular diantaranya yang berhubungan dengan otot dan
tulang. Hal ini disebabkan karena salah satu manfaat dari olahraga adalah
memperkuat otot-otot, tulang dan jaringan ligamen serta meningkatkan
sirkulasi darah dan nutrisi pada semua jaringan tubuh.
Berdasarkan hasil uji univariat dapat dilihat bahwa 66.6% pekerja
fabrikasi memiliki kebiasaan olahraga yang cukup sedangkan pada
183
pekerja office sebanyak 33.4% pekerja memiliki kebiasaan olahraga yang
cukup. Kurangnya olahraga dapat menurunkan suplai oksigen ke dalam
otot sehingga dapat menyebabkan adanya keluhan otot. Pada umumnya,
keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas
kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat dan melakukan
aktivitas fisik yang cukup. Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi
oleh kesegaran tubuh. Pada orang dewasa, harus olahraga
(diakumulasikan) selama 150 menit selama satu minggu. 150 menit ini
bisa dibagi selama enam hari (setiap harinya hanya perlu olahraga 25
menit atau satu hari berolahraga selama 150 menit (Janssen dan Clarke,
2013). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kurangnya
kebiasaan olahraga pada pekerja disebabkan karena pada saat bekerja
pekerja telah melakukan kegiatan yang memerlukan energi yang berlebih
sehingga pekerja kemungkinan malas untuk berolahraga kembali setelah
bekerja. Kegiatan senam pagi juga tidak diikuti oleh sebagian pekerja
fabrikasi dikarenakan berdasarkan hasil penelitian pekerja fabrikasi
cenderung mengatakan bahwa mereka tidak merasa diajak untuk
mengikuti kegiatan senam pagi tersebut, akibatnya mereka mungkin
malas untuk mengikuti senam pagi yang memang didominasi diikuti oleh
pekerja office.
Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang dalam
aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat dan
berolahraga. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariaannya
memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering
184
mengalami keluhan otot. Aktivitas fisik yang cukup dan dilakukan secara
rutin dapat membantu mencegah adanya keluhan NPB. Tingkat
kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya
keluhan otot (Mitchell, 2008).
Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh 0.784 (p value > 0.05),
hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ditolak yang berarti bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna secara statistik antara kebiasaan olahraga
pekerja dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries
tahun 2015. Dari hasil diatas didapatkan bahwa paling banyak pekerja
adalah kurang melakukan olahraga dan memiliki keluhan NPB yaitu
sejumlah 40 pekerja (62.5%). Sedangkan pekerja paling sedikit adalah
yang cukup melakukan olahraga tetapi tidak memiliki keluhan NPB yaitu
4 pekerja (33.3%). Tidak adanya hubungan disebabkan karena pekerja
dengan kebiasaan olahraga kurang cenderung dimiliki oleh pekerja
berusia ≥ 30 tahun, seiring dengan bertambahnya usia kelenturan otot
menjadi berkurang, serta mudah letih dan capek serta kurangnya
kesadaran terhadap pentingnya kesehatan dan kebugaran. Hal tersebut
didukung oleh, kebiasaan olahraga pada penduduk Indonesia yang
mungkin malas berolahraga dikarenakan alasan tidak ada waktu, malas
dan capek setelah bekerja.
Hasil diatas tidak sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Evans (1996) yang dilakukan terhadap 10 pekerja dan
telah berumur (tua), didapatkan bahwa olahraga telah terbukti efektif
meningkatkan daya tahan otot tubuh. Hal ini dapat dilihat karena adanya
185
kenaikan 128% kapasitas oksigan pada otot akibat olahraga yang
dilakukan setiap hari selama 12 pekan (Evans, 1996). Hasil penelitian
tersebut juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Munir
(2012), yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara kebiasaan olahraga dengan keluhan nyeri punggung bawah dengan
nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.000 (p value ≤ 0.05),
ketidaksesuaian dikarenakan pada adanya perbedaan pengkategorian
kebiasaan olahraga dimana penelitian tersebut mengkategorikan
kebiasaan olahraga berdasarkan kebiasaan olahraga secara teratur atau
tidak selama seminggunya dan juga adanya perbedaan sampel dalam
penelitian dimana sampel penelitian tersebut adalah pekerja final packing
dan part supply. Namun hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil
penelitian Defriyan (2011), yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan
antara kebiasaan olahraga dengan keluhan nyeri punggung bawah,
dengan p value pada penelitian tersebut sebesar 0.171 (p value > 0.005).
Olahraga yang teratur juga memperbaiki kualitas hidup, mencegah
osteoporosis, dan berbagai penyakit rangka serta penyakit lainnya,
olahraga sangat menguntungkan karena risikonya minimal. Program
olahraga harus dilakukan secara bertahap, dimulai dengan intensitas
rendah pada awalnya untuk mengindari cedera pada otot dan sendi
(Kurniawidjaja, 2011). Kurang atau tidak melakukan olahraga
merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit tidak menular
diantaranya yang berhubungan dengan otot dan tulang. Hal ini
disebabkan karena salah satu manfaat dari olahraga adalah memperkuat
186
otot-otot, tulang dan jaringan ligamen serta meningkatkan sirkulasi darah
dan nutrisi pada semua jaringan tubuh (Bustan, 2007).
Berolahraga dapat meningkatkan temprature, meningkatkan
metabolisme dan tingginya kadar oksigen darah. Sehingga lama
kelamaan otot tubuh akan menjadi kuat dan menambah daya tahan serta
menghindari kelelahan otot. Olahraga juga dapat memberikan struktur
tulang yang kuat dan stabil serta mencegah terjadinya cedera. Hal
tersebut tertuang dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan pasal 26 bahwa dengan olahraga atau latihan jasmani yang
benar akan dicapai tingkat kesegaran jasmani yang baik dan merupakan
modal penting dalam peningkatan prestasi.
Melihat pentingnya dampak yang diakibatkan dari kurangnya
olahraga, maka perusahaan sebaiknya tidak hanya mewajibkan
pekerjanya untuk melakukan senam tetapi juga melakukan pengawasan
dan memberikan sanksi jika ada pekerja yang tidak melaksanakan. Selain
itu, perusahaan juga dapat memberikan hadiah atau penghargaan kepada
pekerja yang rutin melakukan senam atau dapat diadakan perlombaan
senam. Hal demikian semata-mata dilakukan untuk memotivasi pekerja
agar melakukan senam pagi dan juga sebagai bentuk kepedulian
perusahaan terhadap pekerjanya yang merupakan aset utama serta
merupakan upaya meningkatkan produktivitas pekerja.
187
E. Hubungan antara Berat Badan, Ukuran Lingkar Pinggang, Tinggi
Badan, Sitting Height, Persen Lemak Tubuh, Masa Kerja dan
Pencahayaan dengan Keluhan NPB pada Pekerja PT. Bakrie Metal
Industres Tahun 2015
Hubungan antara berat badan, ukuran lingkar pinggang, tinggi badan,
sitting height, persen lemak tubuh, masa kerja dan pencahayaan dengan
keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015 adalah
sebagai berikut:
1. Hubungan Berat Badan dengan Keluhan NPB
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih risiko
timbulnya nyeri pingang lebih besar, karena beban pada sendi
penumpuan berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan
terjadinya nyeri pinggang. Berat badan yang berlebihan bisa
menyebabkan adanya tarikan pada jaringan lunak punggung (Tarwaka
dkk, 2004). Penambahan berat badan yang disertai dengan perubahan
proyeksi central gravitasi ke depan meningkatkan beban yang
ditanggung otot paraspinal (otot punggung) dan vertebrae (ruas tulang
belakang) sebagai pengumpil. Vertebrae (ruas tulang belakang) sebagai
pengumpil berada diantara gaya otot paraspinal dengan proteksi gaya
berat tubuh. Kualitas gaya tarik otot paraspinal saat menentukan
stabilitas posisi tubuh. Peningkatan beban yang ditanggung otot
paraspinal dan vertebrae sebagai pengumpil merupakan awal dari
keluhan nyeri punggung saat berdiri. Pada kondisi kronis, tubuh
melakukan kompensasi dengan menggeser posisi vertebrae sebagai
pengumpil lebih ke depan mengikuti pergeseran central gravity dan
penambahan berat tubuh. Sudut antara ruas vertebrae berubah sehingga
188
postur tubuh juga berubah meski tetap mampu berdiri tegak. Contohnya
pada penderita obesitas sentral dan wanita hamil (Paryono, 2012).
Berdasarkan hasil, diperoleh rata-rata berat badan 67.10 kg. Pada
bagian fabrikasi diperoleh berat badan terendah adalah 42.4 kg dan
terbesar yaitu 95.7 kg, dengan rata-rata berat badan pekerja adalah 64.82
kg. Pada bagian office diperoleh berat badan terendah adalah 48.7 kg dan
terbesar yaitu 105 kg, dengan rata-rata berat badan pekerja adalah 71.24
kg. Berdasarkan hasil analisi bivariat didapatkan pvalue sebesar 0.932 (p
value > 0.05), hal ini menunjukan bahwa hipotesis ditolak yang berarti
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara berat
badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries
tahun 2015.
Berdsarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(Kemenkes RI) tahun 2012, diketahuhi bahwa prevalensi obesitas pada
kelompok umur dewasa sebanyak 11.7% dan berat badan berlebih
sebesar 10.0%. Prevalensi kelebihan berat badan relatif lebih tinggi
terdapat pada usia 35-59 tahun pada laki-laki maupun perempuan. Hal
tersebut sesuai dengan proporsi usia pada pekerja fabrikasi maupun office
yang lebih banyak ditemui pekerja dengan kelompok usia ≥ 30 tahun.
Tingginya berat badan juga dipengaruhi oleh kebiasaan olahraga pekerja
dimana berdasarkan hasil penelitian kebiasaan olahraga pada kedua
bagian tersebut lebih banyak memiliki kebiasaan olahraga yang kurang.
Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena sebaran sampel yang tidak
merata, sampel pada bagian office lebih sedikit dibandingkan dengan
189
sampel pada bagian fabrikasi. Dimana pada kedua bagian tersebut
cenderung didapatkan sampel yang berusia ≥ 30 tahun. Prevalensi
kelebihan berat badan relatif lebih tinggi terdapat pada usia 35-59 tahun
pada laki-laki maupun perempuan (Kemenkes, 2012). Jika dilihat dari
status ekonominya pakerja pada bagian office PT. Bakrie Metal
Industries cenderung memiliki status ekonomi yang tinggi dibandinggkan
dengan pekerja fabrikasi, hal itu juga dapat dilihat dari besarnya berat
badan pada pekerja bagian office dimana pekerja pada bagian office
memiliki berat badan rata-rata 71.24 kg. Perubahan budaya, sikap,
perilaku dan gaya hidup serta peningkatan ekonomi (sosial ekonomi)
mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Hidajat dkk,
2010).
2. Hubungan Ukuran Lingkar Pinggang dengan Keluhan NPB
Seseorang dengan kelebihan berat badan makan lemak akan
disalurkan ke daerah abdomen dan dapat terjadi penimbunan yang berarti
kerja lumbal akan bertambah untuk menopang beban. Ketika berat badan
meningkat tulang belakang akan semakin tertekan untuk menerima beban
sehingga memudahkan terjadinya kerusakan dan bahaya pada struktur
tulang tersebut (Purnamasari, 2010).
Menurut Tarwaka (2004), perut yang membuncit dapat
meningkatkan beban pada tulang punggung dikarenakan beban tubuh
yang berpindah. Ukuran lingkar pinggang yang membuncit adalah ≥ 80
cm untuk ukuran wanita dan ≥ 90 cm untuk pria (WHO, 2008).
Berdasarkan penelitian Wicaksono (2012) didapatkan pekerja yang
memiliki lingkar perut ≥ 80 cm mempunyai kecenderungan untuk
190
mengalami keluhan LBP dibandingkan dengan pekerja yang memiliki
lingkar perut < 80 cm.
Berdasarkan hasil, diperoleh rata-rata lingkar pinggang 85.58 cm.
Pada bagian fabrikasi diperoleh pekerja yang memiliki lingkar pinggang
terkecil yaitu 62 cm dan terbesar 107 cm, dengan rata-rata lingkar
pinggang pekerja adalah 81.82 cm. Pada bagian office diperoleh pekerja
yang memiliki lingkar pinggang terkecil yaitu 76 cm dan terbesar 106
cm, dengan rata-rata lingkar pinggang pekerja adalah 92.41 cm.
Berdasarkan hasil analisi bivariat didapatkan pvalue sebesar 0.436 (p
value > 0.05), hal tersebut menunjukan bahwa hipotesis ditolak sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara lingkar pinggang dengan keluhan NPB pada pekerja di
PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
Berdsarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(Kemenkes RI) tahun 2012, diketahuhi bahwa prevalensi obesitas pada
kelompok umur dewasa sebanyak 11.7% dan berat badan berlebih
sebesar 10.0%. Prevalensi kelebihan berat badan relatif lebih tinggi
terdapat pada usia 35-59 tahun pada laki-laki maupun perempuan. Hal
tersebut sesuai dengan proporsi usia pada pekerja fabrikasi maupun office
yang lebih banyak ditemui pekerja dengan kelompok usia ≥ 30 tahun.
Tingginya lingkar pinggang juga dipengaruhi oleh kebiasaan olahraga
pekerja dimana berdasarkan hasil penelitian kebiasaan olahraga pada
kedua bagian tersebut lebih banyak memiliki kebiasaan olahraga yang
kurang. Jika dilihat dari status sosialnya pekerja pada pekerja office PT
191
Bakrie Metal Industries cenderung memiliki status ekonomi yang tinggi
dibandingkan dengan pekerja fabrikasi, hal itu juga dapat terlihat dari
besarnya lingkar pinggang pada pekerja bagian office dimana pekerja
pada bagaian office memiliki lingkar pinggang rata-rata 92.41 cm.
Menurut World Health Organization (WHO) ukuran lingkar pinggang
yang membuncit adalah > 80 cm untuk ukuran wanita dan > 90 cm untuk
pria (WHO, 2008). Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya
hidup, pola makan serta peningkatan pendapatan (sosial ekonomi)
mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi
(Syarif, 2003 dalam Hidayat dkk, 2006).
Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena sebaran sampel yang
tidak merata, sampel pada bagian office lebih sedikit dibandingkan
dengan sampel pada bagian fabrikasi. Dimana pada kedua bagian
tersebut cenderung didapatkan sampel yang berusia ≥ 30 tahun.
Prevalensi kelebihan berat badan relatif lebih tinggi terdapat pada usia
35-59 tahun pada laki-laki maupun perempuan (Kemenkes, 2012). Jika
dilihat dari status ekonominya pakerja pada bagian office PT. Bakrie
Metal Industries cenderung memiliki status ekonomi yang tinggi
dibandinggkan dengan pekerja fabrikasi, hal itu juga dapat dilihat dari
besarnya lingkar pinggang pada pekerja bagian office dimana pekerja
pada bagian office memiliki lingkar pinggang rata-rata 92.41 cm.
Menurut WHO ukuran lingkar pinggang yang membuncit adalah ≥ 80 cm
untuk ukuran wanita dan ≥ 90 cm untuk pria (WHO, 2008). Perubahan
budaya, sikap, perilaku dan gaya hidup serta peningkatan ekonomi (sosial
192
ekonomi) mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi
(Hidajat dkk, 2010).
3. Hubungan Tinggi Badan dengan Keluhan NPB
Pekerja yang memiliki tinggi badan ≥170 cm membawa
kecenderungan untuk mengalami low back pain (Inoue, 2015),
sedangkan proporsi ukuran tubuh antar individu-individu berbeda antara
satu individu dengan individu lainnya. Walaupun berasal dari satu suku
atau ras yang sama namun ukuran proporsi tubuh tersebut dapat berbeda.
Berdasarkan hasil, diperoleh rata-rata tinggi badan 167.74 cm. Pada
bagian fabrikasi diperoleh tinggi badan diketahui bahwa pekerja yang
memiliki tinggi badan terendah yaitu 155 cm dan tertinggi yaitu 180 cm,
dengan rata-rata tinggi badan adalah 168.43 cm. Pada bagian office
diketahui bahwa pekerja yang memiliki tinggi badan terendah yaitu 155
cm dan tertinggi yaitu 187 cm, dengan rata-rata tinggi badan adalah
166.48 cm. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan lebih banyak
ditemui pekerja dengan proporsi tubuh yang seimbang antara tinggi
badan dan sitting height.
Berdasarkan hasil analisi bivariat didapatkan p value sebesar 0.001
(p value ≤ 0.05), hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang
berarti bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara tinggi
badan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries
tahun 2015. Hasil penelitian di atas sesuai dengan penelitian Inoue
(2015) yang meneliti bahwa pekerja yang memiliki tinggi ≥ 170 cm
membawa kecenderungan untuk mengalami low back pain 1,4 kali.
Tinggi badan mempengaruhi besarnya sudut lengkung punggung.
193
Semakin besar sudut lengkung yang terjadi, maka kontraksi otot dan
ligamen akan meningkat sehingga dapat melemahkan otot dan ligamen
yang menyangga tulang belakang, kondisi ini menyebabkan keluhan
NPB karena diskus vertebra dapat tergelincir yang selanjutnya memiliki
potensi menekan diskus intervetebralis dan akhirnya menekan syaraf
percabangan dari medula spinalis (Kurniawidjaja, 2014).
Melihat bahayanya tersebut maka sebaiknya pekerja lebih
memperhatikan posisi ketika bekerja serta memperhatikan posisi
punggungnya saat bekerja. Sebaiknya posisi kerja jangan terlalu
membungkuk ke depan atau ke belakang. Pekerja juga dapat melakukan
istirahat pendek selama 5-10 menit di sela-sela waktu kerja untuk
relaksasi agar otot mendapat suplai oksigen cukup dan memperbaiki
sikap kerja. Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutkan oleh Parkes
dkk (2005), bahwa otot yang tegang dapat dipulihkan apabila ada jeda
waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan otot. Berdasarkan hasil
temuan dilapangan, diketahui bahwa pada bagian office maupun fabrikasi
belum memiliki meja dan kursi kerja yang memperhatikan aspek
ergonomi yang memperhitungkan antropometri tubuh pekerja. Hal
tersebut sesuai dengan Mira (2009) dalam Subagya (2010), yang
menyatakan bahwa ukuran alat-alat kerja erat kaitanya dengan tubuh
penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan
merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat
menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat
melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah.
194
4. Hubungan Sitting Height dengan Keluhan NPB
Proporsi ukuran tubuh antar individu-individu berbeda antara satu
individu dengan individu lainnya. Walupun berasal dari satu suku atau
ras yang sama namun ukuran proporsi tubuh tersebut dapat berbeda. Hal
tersebut dapat dilihat pada data antropometri rata-rata individu yang
diadaptasi dari Juergens (1990), didapatkan bahwa pada suku atau ras
Asia sendiri memiliki variasi ukuran tubuh yang berbeda (Grandjean dan
Kroemer, 2000). Pada pria Asia Utara memiliki rata-rata tinggi badan
159 cm dengan rata-rata tinggi badan tersebut memiliki tinggi duduk
(sitting height) sebesar 85 cm. Sedangkan pada pria Jepang memiliki
rata-rata tinggi badan 159 cm dengan rata-rata tinggi badan tersebut
memiliki tinggi duduk (sitting height) sebesar 86 cm (Grandjean dan
Kroemer, 2000). Hal tersebut menunjukan bahwa walupun memiliki
tinggi badan yang sama namun proporsi ukuran tubuh seseorang berbeda-
beda.
Berdasarkan hasil, diperoleh rata-rata sitting height 89.17 cm. Pada
bagian fabrikasi diperoleh pekerja yang memiliki sitting height terendah
yaitu 79 cm dan tertinggi yaitu 102 cm, dengan rata-rata sitting height
pekerja adalah 89.47 cm. Pada bagian office diketahui bahwa pekerja
yang memiliki sitting height terendah yaitu 79 cm dan tertinggi yaitu 99
cm, dengan rata-rata sitting height pekerja adalah 88.63 cm. Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan lebih banyak ditemui pekerja dengan
proporsi tubuh yang seimbang antara tinggi badan dan sitting height.
Berdasarkan hasil analisi bivariat didapatkan pvalue sebesar 0.037 (p
value ≤ 0.05), hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang berarti
195
bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara sitting height
dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun
2015. Hasil penelitian di atas sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Wicaksono (2012), yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara tinggi badan dan sitting height dengan
nyeri punggung bawah. Namun Biering Sorensen dan Haliovara dalam
penelitiannya mencoba mengaitkan antara tinggi badan atau “panjang
punggung” dengan nyeri punggung bawah namun masih belum jelas
kemaknaannya (Pheasant, 1991).
Melihat bahayanya tersebut maka sebaiknya pekerja lebih
memperhatikan posisi ketika bekerja serta memperhatikan posisi
punggungnya saat bekerja. Sebaiknya posisi kerja jangan terlalu
membungkuk ke depan atau ke belakang. Pekerja juga dapat melakukan
istirahat pendek selama 5-10 menit di sela-sela waktu kerja untuk
relaksasi agar otot mendapat suplai oksigen cukup dan memperbaiki
sikap kerja. Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutkan oleh Parkes
dkk (2005), bahwa otot yang tegang dapat dipulihkan apabila ada jeda
waktu istirahat yang digunakan untuk peregangan otot. Berdasarkan hasil
temuan dilapangan, diketahui bahwa pada bagian office maupun fabrikasi
belum memiliki meja dan kursi kerja yang memperhatikan aspek
ergonomi yang memperhitungkan antropometri tubuh pekerja. Hal
tersebut sesuai dengan Mira (2009) dalam Subagya (2010), yang
menyatakan bahwa ukuran alat-alat kerja erat kaitanya dengan tubuh
penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan
196
merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat
menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat
melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah.
5. Hubungan Persen Lemak Tubuh dengan Keluhan NPB
Persen lemak tubuh adalah perbandingan antara lemak tubuh dengan
masa tubuh tanpa lemak. Komposisi tubuh seseorang yang meliputi masa
lemak maupun masa bebas lemak akan mempengarhi kapasitas kerja.
Pada orang yang kekurangan simpanan lemak tubuh dalam jangka waktu
yang lama akan menyebabkan penurunan produktivitas kerja karena tidak
optimal dalam menerima kapasitas kerja (Loscocco, 2000; Tarwaka,
2004).
Berdasarkan hasil, diperoleh rata-rata persen lemak tubuh 23.50%.
Pada bagian fabrikasi diperoleh pekerja yang memiliki persen lemak
tubuh terendah yaitu 5.3% dan tertinggi yaitu 33.4%, dengan rata-rata
persen lemak tubuh adalah 21.11%. Pada bagian office diperoleh pekerja
yang memiliki persen lemak tubuh terendah yaitu 12.7% dan tertinggi
yaitu 48%, dengan rata-rata persen lemak tubuh adalah 27.83%.
Tingginya persen lemak tubuh juga dipengaruhi oleh kebiasaan
olahraga pekerja dimana berdasarkan hasil penelitian kebiasaan olahraga
pada kedua bagian tersebut lebih banyak memiliki kebiasaan olahraga
yang kurang. Jika dilihat dari status sosialnya pekerja pada pekerja office
PT Bakrie Metal Industries cenderung memiliki status ekonomi yang
tinggi dibandingkan dengan pekerja fabrikasi, hal itu juga dapat terlihat
dari besarnya persen lemak tubuh pada pekerja bagian office dimana
pekerja pada bagaian office memiliki persen lemak tubuh rata-rata
197
27.83%. Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola
makan serta peningkatan pendapatan (sosial ekonomi) mempengaruhi
pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Syarif, 2003
dalam Hidayat dkk, 2006). Berdasarkan pengamatan dilapangan juga
diperoleh bahwa pada bagian office diperoleh rata-rata persen lemak
tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan pekerja pada bagian
fabrikasi dan juga persen lemak tubuh tertinggi juga ditemui pada bagian
office.
Pada variabel peresentase lemak didapatkan pvalue sebesar 0.030 (p
value ≤ 0.05), hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang
berarti bahwa ada hubungan antara persentase lemak dengan keluhan
NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
Berdasarkan pengamatan dilapangan diperoleh bahwa pada bagian office
diperoleh rata-rata persen lemak tubuh yang lebih besar dibandingkan
dengan pekerja pada bagian fabrikasi dan juga persen lemak tubuh
tertinggi juga ditemui pada bagian office. Persen lemak tubuh pada
bagian office masih ditemui persen lemak yang melebihi kadar normal
yaitu 15-18% pada pria dan 20-25% pada wanita (Williams, 2002).
Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa kelebihan lemak yang
tersimpan dalam jaringan adiposa menyebabkan seseorang menjadi
kelebihan berat badan dan selanjutnya dapat menjadi obesitas, yang
berdampak pada penampilan menjadi kurang aktif karena sulit untuk
bergerak (Granner dkk, 2003). Lemak tubuh yang berlebihan juga
dikaitkan dengan penurunan tingkat kesegaran jasmani yang diukur
198
dengan VO2 max (Depkes, 2001). Wanita mempunyai VO2 max 15-30%
lebih rendah dari laki-laki dalam hal pekerjaan fisik (Larry, 2002).
Penambahan berat badan yang disertai dengan perubahan proyeksi
central gravitasi ke depan meningkatkan beban yang ditanggung otot
paraspinal (otot punggung) dan vertebrae (ruas tulang belakang) sebagai
pengumpil. Vertebrae (ruas tulang belakang) sebagai pengumpil berada
diantara gaya otot paraspinal dengan proteksi gaya berat tubuh. Kualitas
gaya tarik otot paraspinal saat menentukan stabilitas posisi tubuh.
Peningkatan beban yang ditanggung otot paraspinal dan vertebrae
sebagai pengumpil merupakan awal dari keluhan nyeri punggung saat
berdiri. Pada kondisi kronis, tubuh melakukan kompensasi dengan
menggeser posisi vertebrae sebagai pengumpil lebih ke depan mengikuti
pergeseran central gravity dan penambahan berat tubuh. Sudut antara
ruas vertebrae berubah sehingga postur tubuh juga berubah meski tetap
mampu berdiri tegak. Contohnya pada penderita obesitas sentral dan
wanita hamil (Paryono, 2012).
Penelitian mengenai faktor antropometri dengan NPB saat ini lebih
banyak menghubungkan dengan index masa tubuh (IMT), jika
dibandingkan dengan IMT maka hasil penelitian tersebut sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Defriyan (2011), yang menyatakan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan keluhan
nyeri punggung bawah, dengan nilai p value pada penelitian tersebut
sebesar 0.077 (p value > 0.05).
199
Sebaiknya perusahaan mewajibkan kepada pekerja agar melakukan
senam pagi secara rutin dan lebih memperhatikan pola makan dan jenis
makan yang dikonsumsi. Olahraga yang teratur juga memperbaiki
kualitas hidup, mencegah osteoporosis, dan berbagai penyakit rangka
serta penyakit lainnya, olahraga sangat menguntungkan karena risikonya
minimal. Program olahraga harus dilakukan secara bertahap, dimulai
dengan intensitas rendah pada awalnya untuk menghindari cedera pada
otot dan sendi (Kurniawidjaja, 2011). Serta keuntungan lain dari olahraga
terlihat pada senam aerobik selama 50 menit tiga kali seminggu dapat
mengendalikan tekanan darah dan lemak darah (Yatim, 2005). Latihan
olahraga, sebagaimana diketahui mempunyai pengaruh yang jelas pada
penurunan kadar lemak dan kolestrol dalam darah (Sumosardjuno, 1990).
6. Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan NPB
Masa kerja diukur dengan menjumlahkan total keseluhuhan masa
kerja di PT. Bakrie Metal Industries. Menurut Ohlsson dkk (1989)
melaporkan bahwa terjadinya peningkatan derajat keeratan (OR) antara
nyeri pada leher dan bahu dengan masa kerja yang bergantung pada usia
kerja. Derajat peningkatan keluhan MSDs semakin bertambah ketika
masa kerja seseorang semakin lama. Hal ini dikarenakan tingkat
endurance otot yang sering digunakan untuk bekerja akan menurun
seiring dengan lamanya seseorang bekerja. Berdasarkan tabel hasil 5.4,
dapat dilihat bahwa pada bagian fabrikasi pekerja yang memiliki masa
kerja terendah adalah 23 bulan dan pekerja yang memiliki masa kerja
terlama adalah 307 bulan (25 tahun 7 bulan), dengan rata-rata masa kerja
200
pekerja adalah 92.98 bulan (7 tahun 8 bulan). Sedangkan pada bagian
office pekerja memiliki masa kerja terendah adalah 12 bulan dan pekerja
yang memiliki masa kerja terlama adalah 299 bulan (24 tahun 11 bulan),
dengan rata-rata masa kerja pekerja adalah 132.48 bulan (11 tahun 1
bulan). Distribusi dari kedua bagian tersebut adalah pekerja yang
memiliki masa kerja terendah adalah selama 12 bulan dan pekerja yang
memiliki masa kerja terlama adalah 307 bulan (25 tahun 7 bulan), dengan
rata-rata masa kerja pekerja adalah 107.1 bulan (8 tahun 11 bulan).
Berdasarkan hasil penelitian juga diperoleh bahwa pada bagian
fabrikasi dengan rata-rata masa kerja pekerja adalah 92.98 bulan (7 tahun
8 bulan), pekerja lebih banyak berusia ≥ 30 tahun. Pada bagian office
dengan rata-rata masa kerja pekerja adalah 132.48 bulan (11 tahun 1
bulan), pekerja lebih banyak berusia ≥ 30 tahun. Dikarenakan dengan
masa kerja yang telah cukup lama tersebut maka pekerja pada kedua
bagian tersebut telah memiliki usia ≥ 30 tahun. Hal tersebut didukung
dengan data dari Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan
(Pusdatinaker) Kota Bekasi tahun 2012, pekerja dengan usia 15-34 tahun
berjumlah 911.984 sedangkan pekerja berusia 35-55 tahun berjumlah
853.972 (Pusdatinaker, 2012). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pekerja yang berusia ≥ 30 tahun lebih banyak dari pada pekerja yang
berusia < 30 tahun.
Masa kerja merupakan faktor risiko dari suatu pekerjaan yang terkait
dengan lama bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam suatu perusahaan
dan masa kerja dalam suatu profesi tertentu. Masa kerja merupakan
201
faktor risiko yang sangat mempengaruhi seseorang untuk meningkatkan
risiko terjadinya NPB. Berdasarkan hasil analisis antara faktor masa kerja
dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie Metal Industries
menunjukan bahwa pada kelompok pekerja yang memiliki keluhan NPB
sebanyak 63.2% memiliki masa kerja rata-rata 91.56 bulan (7 tahun 8
bulan), sedangkan kelompok pekerja yang tidak memiliki keluhan NPB
sebanyak 36.8% memiliki masa kerja rata-rata 41.02 bulan (3 tahun 5
bulan). Hasil diatas sesuai dengan teori dari Ohlsson dkk (1989), bahwa
keluhan MSDs akan semakin bertambah ketika masa kerja seseorang
bertambah juga kejenuhan baik secara fisik maupun psikis.
Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.7) diperoleh p value sebesar
0.448 (P value > 0.05) hal ini menunjukkan hipotesis ditolak yang berarti
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara masa
kerja dengan keluhan NPB pada pekerja di bagian Fabrikasi PT. Bakrie
Metal Industries tahun 2015. Tidak adanya hubungan dimungkinkan
karena pekerja rata-rata memiliki masa kerja 9 tahun sehingga belum
banyak pekerja yang bekerja lebih dari 15 tahun. Hal tersebut
berdasarkan penelitian yang dilakukan Oktarisya (2009), didapatkan
bahwa sebesar 66,7% pekerja yang telah bekerja lebih dari 15 tahun telah
mengalami MSDs, diantaranya pada bagian bahu kanan dan kiri, leher
dan punggung bawah. Akibatnya keluhan NPB yang dirasakan oleh
pekerja belum terasa atau belum ada pada saat penelitian dilakukan.
Kemungkinan lainnya disebabkan karena faktor pekerjaan lebih
berpengaruh terhadap timbulnya keluhan NPB. Faktor lainnya, proses
202
adaptasi dapat memberikan efek positif yang dapat menurunkan
ketegangan dan peningkatan aktivitas atau performasi kerja dan
kemungkinan pekerja telah beradaptasi dengan pekerjaannya. Serta
adanya perpindahan pekerja (rolling) dengan perusahaan Bakrie lainnya
dengan jenis pekerjaan yang sejenis pada bagian fabrikasi sehingga
menyebabkan pada bagian fabrikasi masa kerjanya terbilang lebih
singkat dibandingkan dengan bagian office.
Hasil tersebut tidak sesuai dengan yang hasil penelitian yang
dilakukan oleh Oktarisya (2009), bahwa sebesar 66,7% pekerja yang
berumur lebih dari 15 tahun telah mengalami MSDs, diantaranya pada
bagian bahu kanan dan kiri, leher dan punggung bawah. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa derajat peningkatan keluhan MSDs semakin
meningkat ketika masa kerja seseorang semakin lama, karena semakin
lama seseorang bekerja tentunya akan menerima risiko lebih besar jika
dibandingkan dengan pekerjaan yang baru. Penelitian tersebut juga tidak
sesuai dengan hasil penelitian Handayani (2011), dimana dalam
penelitian tersebut menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara masa kerja dengan keluhan MSDs, dengan nilai p value pada
penelitian tersebut sebesar 0.004 (p value ≤ 0.05), ketidaksesuaian
dikarenakan adanya perbedaan sampel dalam penelitian dimana sampel
penelitian tersebut adalah pekerja pada bagian polishing.
Namun hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Mutiah
(2013), dimana dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan MSDs,
203
dengan nilai p value pada penelitian tersebut sebesar 0.434 (p value >
0.005). Serta sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti
(2011), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada bagian bahu, pinggang dan
kaki.
7. Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan NPB
Pencahayaan yang tidak baik bisa menurunkan performa, bahkan
bisa membuat pekerja stres karena lingkungan kerja yang tidak baik.
Tingkat stres tinggi bisa memicu dan meningkatkan rasa nyeri NPB pada
pekerja. Selain itu, bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan
membuat tubuh beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal itu terjadi
dalam waktu yang lama akan meningkatkan tekanan pada otot bagian
atas tubuh (Bridger, 2003). Berdasarkan tabel hasil 5.4, dapat dilihat
bahwa pada bagian fabrikasi tempat kerja pekerja yang memiliki
pencahayaan terendah adalah 176 Lux dan tempat kerja pekerja yang
memiliki pencahayaan tertinggi adalah 445 Lux, dengan rata-rata
pencahayaan pada tempat kerja pekerja adalah 230.45 Lux. Sedangkan
pada bagian office tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan
terendah adalah 51 Lux dan tempat kerja pekerja yang memiliki
pencahayaan tertinggi adalah 105 Lux, dengan rata-rata pencahayaan
pada tempat kerja pekerja adalah 107.59 Lux. Distribusi dari kedua
bagian tersebut adalah tempat kerja pekerja yang memiliki pencahayaan
terendah adalah 51 Lux dan tempat kerja pekerja yang memiliki
204
pencahayaan tertinggi adalah 445 Lux, dengan rata-rata pencahayaan
pada tempat kerja pekerja adalah 186.80 Lux.
Intensitas cahaya di ruang kerja untuk jenis pekerjaan kasar dan terus
menerus seperti bekerja dengan menggunakan mesin dan perakitan kasar
minimal 200 Lux sedangkan untuk pekerjaan rutin seperti pekerjaan
kantor atau administrasi, tingkat pencahayaan minimal 300 Lux
(Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998).
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, masih dapat dijumpai tempat
kerja yang tidak sesuai dengan intensitas cahaya minimal di ruang kerja.
Pada bagian fabrikasi masih ditemui tempat kerja dengan pencahayaan
sebesar 176 Lux sedangkan standar minimum pencahayaannya adalah
200 Lux, tempat kerja tersebut berada di bagian fabrikasi 2 dimana
tempat kerja tersbut tidak memiliki pencahayaan yang maksimal, cahaya
hanya masuk melalui pintu yang terbuka dan tidak dilengkapi dengan
sumber pencahayaan tambahan. Sedangkan pada bagian office masih
ditemui tempat kerja dengan pencahayaan sebesar 51 Lux sedangkan
standar minimum pencahayaannya adalah 300 Lux, tempat kerja tersebut
berada pada office 2 dimana pada tempat kerja tersbut letaknya disudut
ruangan dan tidak memiliki penerangan yang memadai, sumber
pencahayaan seperti jendela juga dibiarkan tertutup seluruhnya sehingga
cahaya tidak dapat masuk ke dalam ruangan tersebut. Pada bagian office
seluruh ruang kerja responden tidak memenuhi kriteria pencahayaan
minimum pekerjaan kantor atau administrasi yaitu sebesar 300 Lux.
205
Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.7) diperoleh diperoleh p value
sebesar 0.042 (P value ≤ 0.05) hal ini menunjukkan bahwa hipotesis
diterima yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistk
antara pencahayaan dengan keluhan NPB pada pekerja di PT. Bakrie
Metal Industries tahun 2015. Kualitas penerangan yang tidak memadai
berefek buruk bagi fungsi penglihatan, juga untuk lingkungan sekeliling
tempat kerja, maupun aspek psikologis, yang dapat dirasakan sebagai
kelelahan, rasa kurang nyaman, kurang kewaspadaan sampai kepada
pengaruh yang terberat seperti kecelakaan. Bekerja dalam kondisi cahaya
yang buruk, akan membuat tubuh beradaptasi untuk mendekati cahaya.
Jika hal itu terjaadi dalam waktu yang lama akan meningkatkan tekanan
pada otot bagian atas tubuh (Bridger, 2003).
Melihat pentingnya pencahayaan bagi pekerja sebaiknya perusahaan
menyediakan penerangan yang cukup bagi pekerja baik itu untuk pekerja
pada bagian fabrikasi atau office. Dimana penerangan yang buruk dapat
mengakibatkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi kerja,
kelelahan mental, keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala
sekitar mata, kerusakan alat penglihatan dan meningkatkan kecelakaan
(Suma’mur, 1992). Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat
sumber pancahayaan buatan (jendela, ventilasi atau lampu), melakukan
tindakan pemeliharaan desain dan sumber cahaya salah satunya bisa
dilakukan dengan membersihkan lampu dan debu supaya pencahayaan
yang dihasilkan lebih optimal, diperlukan upaya pemerataan dalam
penempatan sumber pencahayaan buatan, sehingga penyebaran cahaya
206
dapat lebih optimal, sehingga tidak ada sudut dan bagian area kerja yang
gelap. Sebaiknya terdapat upaya perbaikan dalam penyusunan layout
lampu pada bagian fabrikasi dan perbaikan dalam penyusunan layout
pada tempat kerja yang lebih baik dengan memperhatikan sumber
pencahayaan yang ada dalam penyusunan tersebut sehingga penyebaran
cahaya lebih optimal dan tidak ada sudut dan bagian area kerja yang
gelap.
207
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pekerja di
PT. Bakrie Metal Industries, maka didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Pekerja yang mengalami keluhan NPB di PT. Bakrie Metal
Industries tahun 2015 sebanyak 48 pekerja (63.2%) dari 76
pekerja. Pada bagian fabrikasi, yang mengalami keluhan NPB
sebanyak 38 pekerja (77.6%) dari 49 pekerja dan pada bagian
office yang mengalami keluhan NPB sebanyak 10 pekerja
(37.0%) dari 27 pekerja.
2. Faktor Pekerjaan
a. Faktor pekerjaan untuk postur leher yang berisiko lebih
banyak jika dibandingkan dengan postur leher yang tidak
berisiko.
b. Faktor pekerjaan untuk postur badan yang berisiko lebih
banyak jika dibandingkan dengan postur badan yang tidak
berisiko.
c. Faktor pekerjaan untuk postur kaki yang berisiko lebih banyak
jika dibandingkan dengan postur kaki yang tidak berisiko.
d. Faktor pekerjaan untuk postur lengan yang tidak berisiko
lebih banyak jika dibandingkan dengan postur lengan yang
berisiko.
208
e. Berdasarkan skor akhir REBA didapatkan bahwa pekerja
dengan tingkat risiko yang diperlukan tindakan lebih banyak
jika dibandingkan dengan pekerja dengan tingkat risiko yang
mungkin diperlukan tindakan.
3. Faktor Individu
a. Pekerja dengan usia ≥ 30 tahun lebih banyak jika
dibandingkan dengan pekerja yang berusia < 30 tahun.
b. Pekerja dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak jika
dibandingkan dengan pekerja dengan jenis kelamin
perempuan.
c. Kebiasaan merokok pada pekerja lebih banyak yang merokok
jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak merokok atau
telah berhenti merokok.
d. Pekerja yang tidak memiliki riwayat NPB lebih banyak jika
dibandingkan dengan pekerja yang memiliki riwayat NPB.
e. Pekerja yang memiliki kebiasaan olahraga kurang lebih
banyak jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki
kebiasaan olahraga cukup.
f. Antopometri
1) Berat badan pada pekerja rata-rata 67.1 kg dengan berat
badan terendah 42.4 kg dan terbesar yaitu 105 kg
2) Lingkar pingang pada pekerja rata-rata 85.58 cm dengan
lingkar pinggang terkecil yaitu 62 cm dan terbesar 107
cm.
209
3) Tinggi badan pada pekerja rata-rata 167.74 cm dengan
tinggi badan terendah yaitu 155 cm dan tertinggi yaitu187
cm.
4) Sitting height pada pekerja rata-rata 89.17 cm dengan
sitting height terendah yaitu 79 cm dan tertinggi yaitu 102
cm.
5) Persen lemak tubuh pada pekerja rata-rata 23.5% dengan
persentase lemak tubuh terendah yaitu 5.3% dan tertinggi
yaitu 48%.
g. Masa kerja pada pekerja rata-rata 107.01 bulan (8 tahun 11
bulan) dengan masa kerja terendah adalah selama 12 bulan
dan responden yang memiliki masa kerja terlama adalah 307
bulan (25 tahun 7 bulan).
4. Pencahayaan (faktor lingkungan) pada area kerja pekerja rata-rata
186.8 Lux dengan pencahayaan terendah adalah 51 Lux dan
tempat kerja responden yang memiliki pencahayaan tertinggi
adalah 445 Lux.
5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan NPB pada
pekerja PT. Bakrie Metal Industries adalah variabel faktor
pekerjaan (skor leher, skor badan, dan skor akhir REBA), jenis
kelamin, antopometri (tinggi badan, persentase lemak tubuh, dan
sitting height), dan pencahayaan.
6. Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan keluhan NPB pada
pekerja PT. Bakrie Metal Industries antara lain variabel faktor
210
pekerjaan (skor kaki dan skor lengan), usia, kebiasaan merokok,
riwayat NPB, kebiasaan olahraga, antopometri (berat badan dan
lingkar pinggang), dan masa kerja.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan
terhadap pekerja di PT. Bakrie Metal Industries, peneliti mengemukakan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Pekerja
a. Pekerja sebaiknya melakukan istirahat disaat sudah mulai
merasakan keluhan pada otot tubuh dan memperbaiki sikap kerja.
b. Pekerja sebaiknya mengikuti senam pagi di perusahaan dan lebih
memperhatikan pola makan dan jenis makan yang dikonsumsi.
c. Pekerja sebaiknya memperhatikan posisi tubuhnya saat bekerja
dan segera memperbaiki sikap kerjanya jika sikap kerja tersebut
dirasa dapat memimbulkan keluhan pada otot.
2. Bagi Perusahaan
a. Perusahaan dapat membuat himbauan agar pekerja diperbolehkan
melakukan istirahat pada satu waktu dalam periode jam kerjanya
disaat pekerja sudah mulai merasakan keluhan pada otot tubuh
dan mewajiban senam pagi kepada seluruh pekerja serta
melakukan pengawasan terhadap pekerjanya selama kegiatan
senam pagi sampai kesadaran melakukan senam melekat dan
membudaya pada pekerja.
211
b. Secara administratif dapat dilakukan dengan memberikan
pelatihan atau training pada pekerja mengenai risiko pekerjaan
dan tata cara bekerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi serta
pihak perusahaan dapat membuat SOP yang dapat digunakan oleh
pekerja untuk menciptakan sistem kerja yang aman, nyaman, dan
tetap sehat pagi pekerja saat bekerja.
c. Perusahaan sebaiknya menyediakan bantalan yang dapat
berfungsi menyokong pinggang dan punggung guna
meminimalisir keluhan NPB pada pekerja office.
d. Perusahaan dapat mempertimbangkan adanya meja dan kursi
kerja yang memperhatikan aspek ergonomi yang
memperhitungkan antropometri tubuh pekerja
e. Memberikan sumber pencahayaan buatan (jendela, ventilasi atau
lampu) dan melakukan tindakan pemeliharaan desain dan sumber
cahaya salah satunya bisa dilakukan dengan pembersihan lampu
dari debu supaya pencahayaan yang dihasilkan lebih optimal.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengidentifikasi keluhan
NPB pada saat mulai bekerja dan setelah bekerja untuk
memastikan bahwa NPB tersebut akibat pekerjaan.
b. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode lainnya
untuk mengukur risiko ergonomi bagian tubuh yang
diakibatkan oleh pekerjaan.
212
c. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel lainnya
seperti faktor lingkungan (getaran dan kebisingan), lemak
viseral dan faktor psikososial.
213
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, H. 2006. Gambaran Aktivitas Material Manual Handling dengan Risiko
Terjadinya Low Back Pain di PT. Lintas Aman Tormos, Bogor, 2006.
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Ariani, T. 2009. Gambaran risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) dalam
Pekerjaan Manual Handling pada Buruh Angkut Barang (Porter) di Stasiun
Kereta Jatinegara Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Ariawan, I. 1998. Besar dan Metode pada Sampel Penelitian Kesehatan. Jurusan
Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Asriadi. dkk. 2011. Karyawan PT. International Nickel Indonesia, Tbk Terkena
Low Back Pain? Bagaimana Karakteristiknya?. Jurnal MKMI, 7, 1, 52-60.
Ayuningtyas, S. 2012. Hubungan Antara Masa Kerja dengan Risiko Nyeri
Punggung Bawah (NPB) pada Karyawan PT. Krakatau Steel di Cilegon
Bantem. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Barry, Levy, dan Wegman D. 2000. Ocupational Health: Recognizing And
Preventing Work-Related Disease And Injury, Fourth Edition. Philadelpia:
Lippincott Williams and Wilkins.
Beeck, R., dan Hermans, V. 2000. Research Work-Related Low Back Disorder.
Begium: European Agency for Safety and Health at Work.
Bridger, R. 2003. Introduction To Ergonomic, International Editions. Singapore:
McGraw-Hill Book Co.
Bureau of Labor Statistic. 2013. Nonfatal Occupational Injuries and Illnesses
Requiring Days Away From Work, 2012. USA: News Release.
Bureau of Labor Statistic. 2007. Musculoskeletal Disorders and Days Away From
Work in 2007. USA: News Release.
214
Bustan, M. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
Cianflocco, A. 2013. Low Back Pain. Diakses:
http://www.merckmanuals.com/home/bone-joint-and-muscle-disorders/low-
back-and-neck-pain/low-back-pain pada tanggal 11 Mei 2015.
Croasmun, J. 2003. Link Reported Between Smoking and MSDs. Diakses:
https://ergoweb.com/link-reported-between-smoking-and-msds/ pada
tanggal 11 Mei 2015.
Defriyan. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri
Punggung Bawah pada Proses Penyulaman Kain Tapis di Sanggar Family
Art Bandar Lampung tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Depkes RI. 2001. Pedoman Pengukurn Kesegaran Jasmani. Jakarta: Depkes RI.
Dewayani, M. 2006. Hubungan Antara Beban Otot Statis dengan Nyeri Leher
pada Penjahit di Sentra Industri Konveksi Kec. Pendan, Klaten. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponogoro Semarang.
Effendi, F. 2007. Ergonomi Bagi Pekerja Sektor Informal. Cermin Dunia
Kedokteran (CDK), 34,1, 9-12.
Ehrlich, G. 2003. Low Back Pain. Bulletin of the Wordl Health Organization
2003, 81 (9), 671 – 679.
Ekawati, Rivai, dan Jayanti. 2014. Hubungan Tingkat Risiko Ergonomi dan Masa
Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Pemecah Batu. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 2, 3, 227-231.
European Agency for Safety and Health at Work. 2008. Work-related
Musculoskeletal Disorder: Prevention Report. Diakses:
https://osha.europa.eu/en/publications/reports/en_TE8107132ENC.pdf pada
11 Mei 2015.
Evans, W. 1996. Reversing Sarcopenia: How Weight Training Can Build Strength
and Vitality. Geriatrics. Diakses dari :
http://www.ergoweb.com/forum/index.cfm?page=topic&topicID=5022 pada
tanggal 17 Mei 2015.
215
Everett, C. 2010. Mechanical Low Back Pain. Diakses:
http://emedicine.medscape.com/article/310353-overview pada tanggal 11
Mei 2015.
Gallagher, S. 2008. Reducing Low Back Pain and Disability in Mining.
Pittsburgh: NIOSH.
Grandjean, E. 1993. 4th
Edition. Fitting The Task to The Man. Taylor & Francis.
Inc: London.
Grandjean, E dan Kroemer, K. 2009. Fitting the Task to the Human, Fifth Edition.
Philadelphia: Taylor&Francies-Library.
Granner Dk, dkk. 2003. Biokimia Herper Edisi 25. Jakarta: EGC.
Haldeman, S. dkk. 2002. An Atlas of Back Pain. USA: The Parthenon Publishing
Group.
Halim, F dan Tana, L.,. 2011. Determinan Nyeri Pinggang pada Tenaga
Paramedis di Beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Jurnal Indonesia Medical
Association, 61, 4, 155 – 160.
Handayani, W. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto
Indonesia. Tbk Tanggerang Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kedoteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hastono, S., dan Sabri, L. 2008. Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Press.
Heuch I, Heuch I, Hagen K, dan Zward JA. 2015. Association Between Body
Height and Chronic Low Back Pain: A Follow-up in The Nord-Trøndelag
Health Study. BMJ, 5, 1-6.
Hendra dan Raharjo, S. 2008. Risiko Ergonomi dan Keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. Depok: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Hidayat, Hidayati, dan Irawan. 2006. Obesitas pada Anak. Buletin Pediatrik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya.
216
Humantech linc. 1995. Humanctech Applied Ergonomis Training Manual.
Prepared for Protecter & Gamble Inc., 2nd Ed. Barkeley Vale. Australia
Idyan, Z. 2008. Hubungan Lama Duduk Saat Perkuliahan dengan Keluhan Low
Back Pain. Diakses: http://inna-ppni.or.id./ pada tanggal 15 Mei 2015.
Inoue, G. dkk. 2015. The Prevalence and Characteristics of Low Back Pain
Among Sitting Workers in a Japanese Manufacturing Company. Journal of
Orthopaedic Science, 20, 23-30.
Janssen, dan Clarke. 2013. Is the Frequency of Weekly Moderate to Vigorous
Physical Activity Associated with The Metabolic Syndrome in Canadian
Adults?. Journal Applied Physiology, Nutrition and Metabolism, 38, 7,
773-778.
Jatmikawati. 2006. Analisis Risiko Ergonomi yang Berhubungan dengan Kejadian
Nyeri Punggung Bawah pada Pengemudi Taksi X. Tesis. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Karwowski, W dan Marras, W. 2006. Fundamentals And Assessment Tools For
Occupational Ergonomics. USA: CRC Press.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2012. Profil
Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2013. Perilaku
Merokok Masyarakat Indonesia (Berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2013).
Jakarta : IndoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja.
Koesyanto, H. 2013. Masa Kerja dan Sikap Duduk Terhadap Nyeri Punggung.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9, 1.
Kurniawidjaja, L. 2011. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Depok: Universitas
Indonesia Press.
Kurniawidjaja, L. 2014. Pengembalian Risiko Ergonomi Kasus Low Back Pain
pada Perawat Rumah Sakit. Jurnal MKB, 46, 4.
217
Larry AT dan Marshall JK. 2002. Dietary Fat and Body Fat: a Multivariate Study
of 205 Adult Females. Am J Clin Nutr, 56, 4, 616-622.
Lingga, G. 2011. Media Relations Officer ILO. Jakarta.
Loscocco, KA dan Spitze, G. 2000. Working Condirions, Social Support, and The
Well-Being of Female and Male Factory Workers. Journal of Health and
Social Behavior, 31, 4, 313-327.
Maher, Salmond dan Pellino. 2002. Low Back Syndrome. Philadelpia: FA Davis
Company.
McCaffery, M & Beebe, A. 1993. Pain: Clinical Manual for Nursing Practice.
Baltimore: V.V Mosby Company.
McCarthy, A. 1995. Kiat Menjadi Ramping dan Tetap Bugar: Petunjuk Praktis
untuk Hidup Sehat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Meliala, L. dkk. 2004. Nyeri Neuropatik: Patofisiologi dan Penatalaksanaan.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Munir, S. 2012.Analisis Nyeri Punggung Bawah pada Pekerja Bagian Final
Packing dan Part Supply di PT. X tahun 2012. Tesis. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Mutiah, A. dkk. 2013. Analisis Tingkat Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)
dengan The BRIEF Survey dan Karakteristik Individu terhadap Keluhan
MSDs Pembuat Wajan di Desa Cepogo Boyolali. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 2, 2.
Nigel, E dan McAtamney, L. 1993. RULA: A Survey Method for The
Investigation of Work-Related Upper Limb Disorder. Applied ergonomic,
24, 91-98.
NIOSH. 2013. Summary of NIOSH Back Belt Studies: Ergonomics and
Musculoskeletal Disorder. Diakses:
http://www.cdc.gov/niosh/topics/ergonomics/beltsumm.html pada tanggal 4
Desember 2015.
218
North American Spine Society. 2009. Chronic Low Back Pain. North American:
NASS.
Notoatmodjo, S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Noviyanti. 2011. Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan dan Individu dengan
Keluhan Musculoskeletal Segmen Bahu, Pinggang dan Kaki pada Pekerja
Welding Repair PT. Komatsu Indonesia. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponogoro Semarang.
Nursatya, M. 2008. Risiko MSDs pada Pekerja Catering di Pusaka Nusantara
Jakarta Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Oborne, D 1995. Ergonomic at Work Human Factor in Design and Development.
John Wiley and Sons Itd : Chicester.
Ohlsson K, dkk. 1989. Self-Report Symptoms in the Neck and The Upper Limbs
of Female Assembly Workers. Scand J Work Environ Health, 15, 1, 75 –
80.
Oktarisya, M. 2009. Tinjauan Faktor Risiko MSDs pada Pekerja Departemen
Operasional, PT. Repex, HLPA Station 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Parkes, KR. dkk. 2005. Musculoskeletal Disorders, Mental Health and The Work
Environment. Department of Experimental: Psychology, University Oxford.
Paryono. 2012. Postur pada Wanita Hamil. Jurnal Litbang Pengendalian Penyakit
Berumber Binatang Banjarnegara, 8, 1, 26-29.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/MEN/1981 tentang
Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja.
Pheasant, S. 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland. Aspen Publishers,
Insc : Maryland, Gaithersburg.
219
Prasetyo, B., dan Jannah, L. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Pratiwi. 2009. Beberapa Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keluhan Nyeri
Punggung Bawah pada Pengual Jamu Gendong. Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia, 4, 1, 61-67.
PT. Bakrie Metal Industries. 2009. Prosedur ISO 9001:2008 Manual Mutu
(BMI/I/MM/01).
Purnamasari, H. 2010. Overweight sebagai Faktor Risiko Low Back Pain pada
Pasien Poli Saraf Prof. Dr, Margono Soekarjo Purwokerto. Mandala of
Health, 4, 26-32.
Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan (Pusdatinaker). 2012. Penduduk Usia
Kerja Menurut Golongan Umur dan Daerah. Diakses:
http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id pada tanggal 17 November
2015.
Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan (Pusdatinaker). 2012. Penduduk yang
Bekerja menurut Jenis Pekerjaan/Jabatan dan Jenis Kelamin. Diakses:
http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id pada tanggal 17 November
2015.
Riyadina W., Suharyanto, F., dan Tana, L. 2008. Keluhan Nyeri Muskulpskeletal
pada Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Journal of
The Indonesian Medical Association, 58, 8-12.
Samara. dkk. 2005. Duduk Statis sebagai Faktor Risiko Terjadinya Nyeri
Punggung Bawa pada Pekerja Perempuan. Universa Medicina, 24, 2, 73 –
79.
Shocker, M. 2008. Pengaruh Stimulus Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage
terhadap Intensitas Nyeri Osteoarthritis.
Soeharso. 1978. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Yogyakarta: Yayasan Essentia
Medica.
Spaulding, S. 2008. Ergonomic For Therapists. Missouri: Mosby Inc.
220
Stanton, N,. dkk. 2006. Handbook of Human factors and Ergonomics Methods.
Washington: CDC Press.
Subagya, A. 2010. Pengaruh Stasiun Kerja Terhadap Keluhan Otot-Otot Skeletal
Pekerja Laki-laki pada Kantor Administrasi Dokumen Building PT.
Krakatau Steel Cilegon. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Suma’mur, P.K, 1989. Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:
PT. Gunung Agung.
Suma’mur, P.K, 1992. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.
Gunung Agung.
Sumosardjuno, S. 1990. Pengetahuan Praktis Kesehatan dan Olahraga. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama
Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri. Solo: Harapan Press.
Tarwaka. dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja Dan
Produktivitas. Surabaya: UNIBA Press.
Tulaar, A. 2008. Nyeri Leher dan Punggung. Majalah Kedokteran Indonesia, 58,
5, 169-180.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Wahyudi, B. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Sulita.
Wicaksono, B. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Nyeri
Punggung Bawah pada Bidan saat Menolong Proses Persalinan (Studi di
RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya).
Williams, M. 2002. Nutrition for Health, Fitnes and Sport.The Mc Graw-Hill
companies, Inc.
World Health Organization (WHO). 2001. Occupational Health A Manual for
Primary Health Care Workers. Cairo: World Health Organization (WHO).
221
World Health Organization (WHO). 2008. Waist Circumference and Waist-Hip
Ratio: Report of A WHO Expert Consultation. Geneva: Wordl Health
Organization (WHO).
Xiang, H. dkk. 2000. Agricultural Work-Related Injuries Among Farmers in
Hubei, People’s republic of China. American Journal of Public Health, 90,
1296-1276.
Xiao, G. 2012. Smoke-Induced Signal Molecules in Bone Marrow Cells from
Altered Low-Density Lipoprotein Receptor-Related Protein 5 Mice.
Journal of Proteome Research, 11, 7.
Yatim, F. 2005. 30 Gangguan Masalah Kesehatan pada Anak Usia Sekolah.
Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Yu, W. dkk. 2012. Work-related Injuries and Musculoskeletal Disorders among
Factory Workes in a Major City of China. Accident Analysis and
Prevention, 48, 457-463.
Zulfiqor, TZ. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Musculosceletal Disorders pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
222
LAMPIRAN
223
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Kuesioner ............................................................. 224
Lampiran 1.1 Kuesioner Penelitian ............................................ 224
Lampiran 1.2 Gambar Nordic Body Maps (NBM) ..................... 228
Lampiran 1.3 Form REBA ......................................................... 231
Lampiran 2 Postur Tubuh Pekerja ........................................... 232
Lampiran 2.1 Postur Tubuh Pekerja pada Bagian Fabrikasi ...... 232
Lampiran 2.2 Postur Tubuh Pekerja Pada Bagian Office ........... 238
Lampiran 3 Denah Titik Sampel Pengukuran Faktor
Lingkungan (Pencahayaan) .................................. 241
Lampiran 3.1 Denah Ruang QHSE (Office) ............................... 241
Lampiran 3.2 Denah Ruang Foreman Galvanize (Office) ......... 241
Lampiran 3.3 Denah Ruang Security (Office) ............................ 242
Lampiran 3.4 Denah Ruang Storage(Office) .............................. 242
Lampiran 3.5 Denah Office 1 ..................................................... 243
Lampiran 3.6 Denah Office 2 ..................................................... 244
Lampiran 3.7 Denah Fabrikasi 2 ................................................ 245
Lampiran 3.8 Denah Fabrikasi 3 ................................................ 247
Lampiran 3.9 Hasil Pengukuran Faktor Lingkungan
(Pencahayaan) pada Ruang Kerja Pekerja di PT.
Bakrie Metal Industries ........................................ 249
Lampiran 4 Output Analisis Data ............................................ 251
Lampiran 4.1 Output Analisis Data Univariat ............................ 251
Lampiran 4.2 Output Analisi Data Bivariat ............................... 263
Lampiran 5 Surat Izin penelitian dan Pengambilan Data ........ 274
224
Lampiran 1
KUESIONER
Lampiran 1.1
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
NYERI PUNGGUNG BAWAH (NPB) PADA PEKERJA DI PT. BAKRIE
METAL INDUSTRIES TAHUN 2015
Oleh
Nama : Febriana Maizura
NIM : 1111101000106
Assalamualaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera
Saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sedang melakukan penelitian. Hasil
penelittian ini merupakan tugas akhir dari peneliti untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Sehubungan dengan hal tersebut, saya memohon dengan segala kerendahan
hati agar kiranya Bapak/Saudara bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi
pertanyaan berikut. Kejujuran Bapak/Saudara dalam menjawab pertanyaan sangat
saya hargai.
Ucapan terimakasih yang sebesarnya saya ucapkan atas bantuan dan
partisispasi Bapak/Saudara dalam mengisi kuesioner ini.
A. Karakteristik Responden
1. Nama :
2. Jenis Kelamin : P / L
3. Tanggal Lahir :
4. No. HP :
5. Pabrik/Office :
6. Bagian/Divisi :
7. Berat badan : ............... kg (diukur oleh peneliti)
225
Lingkar pinggang : ............... cm (diukur oleh peneliti)
8.
Tinggi Badan : ............... cm (diukur oleh peneliti)
Sitting Height : ............... cm (diukur oleh peneliti
9. % lemak : ............... % (diukur oleh peneliti)
10. Status Pendidikan : ............................................. tahun
11. Pencahayaan : ............... Lux (diukur oleh peneliti)
B. Masa Kerja
No. Pertanyaan/Pernyataan Jawaban Kode (diisi oleh
peneliti)
1.
Kapan anda mulai bekerja di PT.
Bakrie Metal Industries? (sebutkan
sejak bulan dan tahun berapa)
B1 [ ]
2. Sudah berapa lama anda bekerja di
PT. Bakrie Metal Industries? Bulan B2 [ ]
3.
Apakah sebelumnya anda pernah
bekerja di bagian yang sama di
perusahaan lain?
a. Ya
b. Tidak (SELESAI)
B3 [ ]
4.
Berapa lama anda bekerja di bagian
yang sama pada perusahaan
sebelumnya?
Bulan B4 [ ]
5.
Sebutkan jenis pekerjaan anda
sebelumnya?
B5 [ ]
6.
Apakah pekerjaan sebelumnya
mempunyai potensi bahaya terhadap
otot dan tulang anda?
a. Ya
b. Tidak
B6 [ ]
226
C. Kebiasaan Merokok
No. Pertanyaan/Pernyataan Jawaban Kode (diisi oleh
peneliti)
1.
Apakah anda perokok?
a. Ya
b. Pernah (sudah berhenti
merokok)
c. Tidak pernah (SELESAI)
C1 [ ]
2. Berapa batang rokok yang anda
habiskan setiap hari? Batang C2 [ ]
3.
Dalam seminggu, rata-rata anda
merokok?
a. Setiap hari e. 3 hari
b. 6 hari f. 2 hari
c. 5 hari g. 1 Hari
d. 4 hari
C3 [ ]
4. Sudah berapa lama anda merokok? minggu/
bulan C4 [ ]
5. Kapan terakhir anda merokok? (BAGI
YANG PERNAH MEROKOK)
Bulan yang
lalu
C5 [ ]
D. Kebiasaan Olahraga
No. Pertanyaan/Pernyataan Jawaban Kode (diisi oleh
peneliti)
1.
Apakah anda selalu melakukan
olahraga di rumah/tempat tinggal (di
luar perusahaan)?
a. Ya
b. Tidak
D1 [ ]
2.
Apakah anda mengikuti senam pagi di
Perusahaan?
a. Ya
b. Tidak
D2 [ ]
3.
Dalam sehari, berapa lama anda
melakukan olahraga di rumah/tempat
tinggal?
Menit/hari D3 [ ]
4.
Dalam seminggu, berapa kali anda
melakukan olahraga di rumah/tempat
tinggal?
Kali D4 [ ]
227
E. Keluhan NPB
No. Pertanyaan/Pernyataan Jawaban Kode (diisi oleh
peneliti)
1. Apakah sebelum anda bekerja di PT.
Bakrie Metal Industries, anda pernah
mengalami masalah pada otot dan
tulang?
a. Ya, pernah (SELESAI)
b. Tidak pernah
E1 [ ]
2. Apakah saat anda bekerja di PT.
Bakrie Metal Industries, anda pernah
mengalami masalah pada otot dan
tulang?
a. Ya, pernah
b. Tidak pernah
E2 [ ]
3. Sebutkan pada bagian apa saja
(LIHAT LAMPIRAN 2)
228
Lampiran 1.2
GAMBAR NORDIC BODY MAPS (NBM)
Sumber: Tarwaka, 2010
229
No. Lokasi Rasa Sakit Tingkat
Keluhan
Sejak kapan
keluhan dirasakan
Waktu
Timbulnya
0. Leher atas
1. Tengkuk
2. Bahu kiri
3. Bahu kanan
4. Lengan atas kiri
5. Punggung
6. Lengan atas kanan
7. Pinggang
8. Pinggul
9. Bokong
10. Siku kiri
11. Siku kanan
12. Lengan bawah kiri
13. Lengan bawah
kanan
14. Pergelangan tangan
kiri
15. Pergelangan tangan
kanan
16. Tangan kiri
17. Tangan kanan
18. Paha kiri
19. Paha kanan
20. Lutut kiri
21. Lutut kanan
22. Betis kiri
23. Betis kanan
24. Pergelangan kaki
kiri
230
No. Lokasi Rasa Sakit Tingkat
Keluhan
Sejak kapan
keluhan dirasakan
Waktu
Timbulnya
25. Pergelangan kaki
kanan
26. Kaki kiri
27. Kaki kanan
Keterangan:
1. Tingkat keluhan:
1. Tidak
nyeri
2. Nyeri
ringan
2. Nyeri
sedang
3. Nyeri parah
2. Sejak kapan keluhan dirasakan:
1. ≤ satu tahun terakhir 2. > satu tahun terakhir
3. Waktu timbulnya:
1. Saat bekerja 2. Setelah bekerja 3. Malam hari/saat istirahat
231
Lampiran 1.3
FORM REBA
232
Lampiran 2
POSTUR TUBUH PEKERJA
Lampiran 2.1
POSTUR TUBUH PEKERJA PADA BAGIAN FABRIKASI
1.
Proses Fit Up
2.
Proses Punching & Drilling
3.
Proses Punching & Drilling
4.
Proses Punching &
Drilling
5.
Proses Cutting
6.
ProsesWelding
7.
Proses Punching & Drilling
8.
Proses Cutting
9.
ProsesWelding
233
10.
Proses Punching &
Drilling
11.
Proses Pengukuran Material
12.
Proses Material Finish
13.
Proses Welding
14.
Proses Welding
15.
Proses Material Finish
16.
Proses Pengukuran
Material
17.
Proses Welding
18.
Proses Pengukuran Material
234
19.
Proses Punching &
Drilling
21.
Proses Material Finish
22.
Proses Material Finish
23.
Proses Punching &
Drilling
25.
Proses Punching & Drilling
26.
Proses Welding
27.
Proses Punching & Drilling
28.
Proses Welding
29.
Proses Welding
235
30.
Proses Fit Up
31.
Proses Pengukuran Material
33.
Proses Welding
34.
Proses Welding
35.
Proses Punching & Drilling
36.
Proses Punching & Drilling
236
37.
Proses Punching &
Drilling
38.
Proses Material Finish
39.
Proses Welding
40.
Proses Punching &
Drilling
41.
Proses Punching & Drilling
42.
Proses Pemindahan Material
43.
Proses Pengukuran
Material
44.
Proses Welding
45.
Proses Material Finish
237
46.
Proses Pengukuran
Material
47.
Proses Pengukuran Material
48.
Proses Punching & Drilling
49.
Proses Welding
50.
Proses Pengukuran Material
51.
Proses Punching & Drilling
52.
Proses Punching & Drilling
238
Lampiran 2.2
POSTUR TUBUH PEKERJA PADA BAGIAN OFFICE
20.
Department HRD
24.
Department Procurement
32.
Department Engineering
53.
Department Procurement
54.
Department
Finance&Accounting
55.
Department Procurement
56.
Department Procurement
57.
Department
Finance&Accounting
58.
Department Procurement
239
59.
Department Commercial
60.
Department HRD
61.
Department Maintenance
62.
Department IT
63.
Department Procurement
64.
Department IT
65.
Department Personnel&GA
66.
Department Personnel&GA
67.
Department HRD
240
68.
Department Procurement
69.
Department Store
70.
Department Store
71.
Department Store
72.
Department Store
73.
Department Procurement
74.
Department Store
75.
Department IT
76.
Department Procurement
*penomoran berdasarkan nomor sampel
241
Lampiran 3
DENAH TITIK SAMPELPENGUKURAN FAKTOR LINGKUNGAN
(PENCAHAYAAN)
Lampiran 3.1
DENAH RUANGAN QHSE (OFFICE)
Skala 1:100
Lampiran 3.2
DENAH RUANGAN FOREMAN GALVANIZE (OFFICE)
Skala 1:100
242
Lampiran3.3
DENAH RUANGAN SECURITY (OFFICE)
Skala 1:100
Lampiran 3.4
DENAH RUANGAN STORAGE (OFFICE)
Skala 1:200
243
Lampiran 3.5
DENAH OFFICE 1
Skala 1:100
244
Lampiran 3.6
DENAH OFFICE 2
Skala 1:150
245
Lampiran 3.7
DENAH FABRIKASI 2
Skala 1:350
246
247
Lampiran 3.8
DENAH FABRIKASI 3
Skala 1:250
248
249
Lampiran 3.9
Hasil Pengukuran Faktor Lingkungan (Pencahayaan) pada Ruang Kerja Pekerja di
PT. Bakrie Metal Industries
No LOKASI PENGUKURAN/TITIK PENGUKURAN RATA-
RATA I II III
FABRIKASI 2
1. Pekerja 1 182 180 175 179
2. Pekerja 6 181 181 179 180
3. Pekerja 7 183 181 182 182
4. Pekerja 8 301 305 309 305
5. Pekerja 9 186 184 185 185
6. Pekerja 10 184 186 185 185
7. Pekerja 12 206 204 205 205
8. Pekerja 13 190 176 183 189
9. Pekerja 14 211 200 189 200
10. Pekerja 15 182 186 184 184
11. Pekerja 16 190 188 186 188
12. Pekerja 17 183 183 180 182
13. Pekerja 18 179 179 179 179
14. Pekerja 19 179 181 180 180
15. Pekerja 21 172 176 180 176
16. Pekerja 22 176 175 177 176
17. Pekerja 26 215 200 218 211
18. Pekerja 28 173 175 180 176
19 Pekerja 29 180 178 179 179
20. Pekerja 30 213 211 212 212
21. Pekerja 31 211 211 211 211
22. Pekerja 33 282 281 280 281
23. Pekerja 34 303 302 304 203
24. Pekerja 35 196 194 195 195
25. Pekerja 36 209 210 214 211
26. Pekerja 37 314 315 316 315
27. Pekerja 38 292 291 293 292
28. Pekerja 39 254 256 252 254
29. Pekerja 40 221 221 221 221
30. Pekerja 41 181 179 180 180
31. Pekerja 43 199 201 200 200
32. Pekerja 44 198 201 201 200
33. Pekerja 45 248 244 246 246
34. Pekerja 46 187 185 183 185
35. Pekerja 47 205 207 206 206
36. Pekerja 49 202 202 202 202
FABRIKASI 3
37. Pekerja 2 292 294 293 293
38. Pekerja 3 175 176 174 175
39. Pekerja 4 178 174 176 176
40. Pekerja 5 445 444 446 445
41. Pekerja 11 400 401 399 400
42. Pekerja 23 315 315 315 315
43. Pekerja 25 316 317 315 316
250
No LOKASI PENGUKURAN/TITIK PENGUKURAN RATA-
RATA I II III
44. Pekerja 27 307 306 305 306
45. Pekerja 42 312 312 311 312
46. Pekerja 48 299 301 300 300
47. Pekerja 50 189 189 189 189
48. Pekerja 51 290 290 290 290
49. Pekerja 52 179 181 180 180
OFFICE 1
50. Pekerja 55 51 50 52 51
51. Pekerja 59 101 102 100 101
52. Pekerja 60 107 107 107 107
53. Pekerja 67 127 126 128 127
OFFICE 2
54. Pekerja 20 107 106 107 107
55. Pekerja 54 100 101 102 102
56. Pekerja 56 99 98 97 98
57. Pekerja 57 105 105 104 105
58. Pekerja 58 102 102 102 102
59. Pekerja 62 107 106 107 107
60. Pekerja 63 108 107 106 107
61. Pekerja 64 95 95 95 95
62. Pekerja 68 102 101 103 102
63. Pekerja 75 103 102 103 103
RUANG FOREMAN GALVANIZE
64. Pekerja 24 106 108 107 107
RUANG QHSE
65. Pekerja 53 103 107 105 105
66. Pekerja 72 105 105 104 105
67. Pekerja 73 106 105 105 105
68. Pekerja 74 68 68 68 68
RUANG STORAGE
69. Pekerja 32 126 125 126 126
70. Pekerja 61 117 117 117 117
71. Pekerja 69 121 120 120 120
72. Pekerja 70 117 117 116 117
73. Pekerja 71 114 112 113 113
RUANG SECURITY
74. Pekerja 65 150 149 150 150
75. Pekerja 66 91 90 89 90
76. Pekerja 76 150 150 150 150
251
Lampiran 4
OUTPUT ANALISIS DATA
Lampiran 4.1 Output Analisi Data Univariat
a. Keluhan NPB NPBfixbaru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ada keluhan 48 63.2 63.2 63.2
Tidak ada keluhan 28 36.8 36.8 100.0
Total 76 100.0 100.0
NPBfixbaru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ada keluhan 38 77.6 77.6 77.6
Tidak ada keluhan 11 22.4 22.4 100.0
Total 49 100.0 100.0
NPBfixbaru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ada keluhan 10 37.0 37.0 37.0
Tidak ada keluhan 17 63.0 63.0 100.0
Total 27 100.0 100.0
b. Skor Leher SkorLeher2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Berisiko 47 61.8 61.8 61.8
Tidak berisiko 29 38.2 38.2 100.0
Total 76 100.0 100.0
SkorLeher2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Berisiko 42 85.7 85.7 85.7
Tidak berisiko 7 14.3 14.3 100.0
Total 49 100.0 100.0
SkorLeher2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Berisiko 5 18.5 18.5 18.5
252
Tidak berisiko 22 81.5 81.5 100.0
Total 27 100.0 100.0
c. Skor Badan Skorbadan2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Berisiko 65 85.5 85.5 85.5
Tidak berisiko 11 14.5 14.5 100.0
Total 76 100.0 100.0
Skorbadan2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Berisiko 48 98.0 98.0 98.0
Tidak berisiko 1 2.0 2.0 100.0
Total 49 100.0 100.0
Skorbadan2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Berisiko 17 63.0 63.0 63.0
Tidak berisiko 10 37.0 37.0 100.0
Total 27 100.0 100.0
d. Skor Kaki SkorKaki2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Berisiko 44 57.9 57.9 57.9
Tidak berisiko 32 42.1 42.1 100.0
Total 76 100.0 100.0
SkorKaki2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Berisiko 17 34.7 34.7 34.7
Tidak berisiko 32 65.3 65.3 100.0
Total 49 100.0 100.0
SkorKaki2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Berisiko 27 100.0 100.0 100.0
253
e. Skor Lengan SkorLengan2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Berisiko 5 6.6 6.6 6.6
Tidak berisiko 71 93.4 93.4 100.0
Total 76 100.0 100.0
SkorLengan2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Berisiko 5 10.2 10.2 10.2
Tidak berisiko 44 89.8 89.8 100.0
Total 49 100.0 100.0
SkorLengan2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tidak berisiko 27 100.0 100.0 100.0
f. Skor Akhir REBA REBA2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 70 92.1 92.1 92.1
2 6 7.9 7.9 100.0
Total 76 100.0 100.0
REBA2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 46 93.9 93.9 93.9
2 3 6.1 6.1 100.0
Total 49 100.0 100.0
REBA2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 24 88.9 88.9 88.9
2 3 11.1 11.1 100.0
Total 27 100.0 100.0
254
g. Usia KategoriUsia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid >= 30 tahun 58 76.3 76.3 76.3
< 30 tahun 18 23.7 23.7 100.0
Total 76 100.0 100.0
KategoriUsia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid >= 30 tahun 38 77.6 77.6 77.6
< 30 tahun 11 22.4 22.4 100.0
Total 49 100.0 100.0
KategoriUsia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid >= 30 tahun 20 74.1 74.1 74.1
< 30 tahun 7 25.9 25.9 100.0
Total 27 100.0 100.0
h. Jenis Kelamin Jenis Kelamin :
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Perempuan 7 9.2 9.2 9.2
Laki-laki 69 90.8 90.8 100.0
Total 76 100.0 100.0
Jenis Kelamin :
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-laki 49 100.0 100.0 100.0
Jenis Kelamin :
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Perempuan 7 25.9 25.9 25.9
Laki-laki 20 74.1 74.1 100.0
Total 27 100.0 100.0
255
i. Kebiasaan Merokok KebiasaanRokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Merokok 57 75.0 75.0 75.0
Tidak merokok atau telah berhenti
19 25.0 25.0 100.0
Total 76 100.0 100.0
KebiasaanRokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Merokok 41 83.7 83.7 83.7
Tidak merokok atau telah berhenti
8 16.3 16.3 100.0
Total 49 100.0 100.0
KebiasaanRokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Merokok 16 59.3 59.3 59.3
Tidak merokok atau telah berhenti
11 40.7 40.7 100.0
Total 27 100.0 100.0
j. Riwayat NPB RiwayatNPB
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ada 11 14.5 14.5 14.5
Tidak 65 85.5 85.5 100.0
Total 76 100.0 100.0
RiwayatNPB
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ada 7 14.3 14.3 14.3
Tidak 42 85.7 85.7 100.0
Total 49 100.0 100.0
RiwayatNPB
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ada 4 14.8 14.8 14.8
Tidak 23 85.2 85.2 100.0
Total 27 100.0 100.0
256
k. Kebiasaan Olahraga KategoriOR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Kurang 64 84.2 84.2 84.2
Cukup 12 15.8 15.8 100.0
Total 76 100.0 100.0
KategoriOR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Kurang 41 83.7 83.7 83.7
Cukup 8 16.3 16.3 100.0
Total 49 100.0 100.0
KategoriOR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Kurang 23 85.2 85.2 85.2
Cukup 4 14.8 14.8 100.0
Total 27 100.0 100.0
l. Antopometri, Masa Kerja dan Pencahayaan Descriptives
Statistic Std. Error
A7 Berat Badan : Mean 67.1026 1.45925
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 64.1957
Upper Bound 70.0096
5% Trimmed Mean 66.5488
Median 65.3500
Variance 161.836
Std. Deviation 1.27215E1
Minimum 42.40
Maximum 105.00
Range 62.60
Interquartile Range 16.98
Skewness .642 .276
Kurtosis .467 .545
A8 Lingkar Perut : Mean 85.58 1.313
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 82.96
Upper Bound 88.19
257
5% Trimmed Mean 85.59
Median 85.00
Variance 130.940
Std. Deviation 11.443
Minimum 62
Maximum 107
Range 45
Interquartile Range 18
Skewness .028 .276
Kurtosis -.769 .545
A9 Tinggi Badan : Mean 167.74 .784
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 166.18
Upper Bound 169.30
5% Trimmed Mean 167.63
Median 168.00
Variance 46.703
Std. Deviation 6.834
Minimum 155
Maximum 187
Range 32
Interquartile Range 9
Skewness .068 .276
Kurtosis -.163 .545
A10 Sitting Height : Mean 89.17 .640
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 87.90
Upper Bound 90.45
5% Trimmed Mean 89.09
Median 89.00
Variance 31.104
Std. Deviation 5.577
Minimum 79
Maximum 102
Range 23
Interquartile Range 7
Skewness .243 .276
Kurtosis -.502 .545
A11 %Lemak : Mean 23.5000 .82610
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 21.8543
Upper Bound 25.1457
5% Trimmed Mean 23.5225
258
Median 23.8000
Variance 51.866
Std. Deviation 7.20178
Minimum 5.30
Maximum 48.00
Range 42.70
Interquartile Range 9.33
Skewness .059 .276
Kurtosis 1.138 .545
A13 Pencahayaan : Mean 186.80 9.085
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 168.70
Upper Bound 204.90
5% Trimmed Mean 182.70
Median 181.00
Variance 9.273E3
Std. Deviation 79.199
Minimum 51
Maximum 445
Range 394
Interquartile Range 102
Skewness .859 .276
Kurtosis .684 .545
B2 Sudah berapa lama anda bekerja di PT. Bakrie Metal Industries?
Mean 107.01 10.085
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 86.92
Upper Bound 127.10
5% Trimmed Mean 101.41
Median 65.00
Variance 7.730E3
Std. Deviation 87.918
Minimum 12
Maximum 307
Range 295
Interquartile Range 107
Skewness 1.100 .276
Kurtosis -.061 .545
Bagian Fabrikasi Descriptives
Statistic Std. Error
A7 Berat Badan : Mean 64.8204 1.67067
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 61.4613
Upper Bound 68.1795
259
5% Trimmed Mean 64.5598
Median 64.4000
Variance 136.766
Std. Deviation 1.16947E1
Minimum 42.40
Maximum 95.70
Range 53.30
Interquartile Range 14.15
Skewness .398 .340
Kurtosis -.124 .668
A8 Lingkar Perut : Mean 81.82 1.591
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 78.62
Upper Bound 85.02
5% Trimmed Mean 81.61
Median 82.00
Variance 124.070
Std. Deviation 11.139
Minimum 62
Maximum 107
Range 45
Interquartile Range 16
Skewness .386 .340
Kurtosis -.546 .668
A9 Tinggi Badan : Mean 168.43 .944
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 166.53
Upper Bound 170.33
5% Trimmed Mean 168.50
Median 170.00
Variance 43.625
Std. Deviation 6.605
Minimum 155
Maximum 180
Range 25
Interquartile Range 7
Skewness -.357 .340
Kurtosis -.409 .668
A10 Sitting Height : Mean 89.47 .800
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 87.86
Upper Bound 91.08
5% Trimmed Mean 89.35
260
Median 89.00
Variance 31.379
Std. Deviation 5.602
Minimum 79
Maximum 102
Range 23
Interquartile Range 7
Skewness .219 .340
Kurtosis -.441 .668
A11 %Lemak : Mean 21.1102 .93322
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 19.2338
Upper Bound 22.9866
5% Trimmed Mean 21.2937
Median 21.9000
Variance 42.674
Std. Deviation 6.53252
Minimum 5.30
Maximum 33.40
Range 28.10
Interquartile Range 9.75
Skewness -.310 .340
Kurtosis -.155 .668
A13 Pencahayaan : Mean 230.45 9.165
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 212.02
Upper Bound 248.88
5% Trimmed Mean 223.89
Median 202.00
Variance 4.116E3
Std. Deviation 64.157
Minimum 176
Maximum 445
Range 269
Interquartile Range 109
Skewness 1.408 .340
Kurtosis 1.623 .668
B2 Sudah berapa lama anda bekerja di PT. Bakrie Metal Industries?
Mean 92.98 10.753
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 71.36
Upper Bound 114.60
5% Trimmed Mean 85.38
Median 64.00
261
Variance 5.666E3
Std. Deviation 75.272
Minimum 23
Maximum 307
Range 284
Interquartile Range 72
Skewness 1.630 .340
Kurtosis 1.921 .668
Bagian Office Descriptives
Statistic Std. Error
A7 Berat Badan : Mean 71.2444 2.62969
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 65.8390
Upper Bound 76.6498
5% Trimmed Mean 70.6216
Median 68.3000
Variance 186.712
Std. Deviation 1.36643E1
Minimum 48.70
Maximum 105.00
Range 56.30
Interquartile Range 13.40
Skewness .823 .448
Kurtosis .502 .872
A8 Lingkar Perut : Mean 92.41 1.651
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 89.01
Upper Bound 95.80
5% Trimmed Mean 92.56
Median 91.00
Variance 73.558
Std. Deviation 8.577
Minimum 76
Maximum 106
Range 30
Interquartile Range 13
Skewness .037 .448
Kurtosis -.585 .872
A9 Tinggi Badan : Mean 166.48 1.383
262
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 163.64
Upper Bound 169.32
5% Trimmed Mean 166.09
Median 165.00
Variance 51.644
Std. Deviation 7.186
Minimum 155
Maximum 187
Range 32
Interquartile Range 9
Skewness .792 .448
Kurtosis 1.203 .872
A10 Sitting Height : Mean 88.63 1.077
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 86.42
Upper Bound 90.84
5% Trimmed Mean 88.59
Median 88.00
Variance 31.319
Std. Deviation 5.596
Minimum 79
Maximum 99
Range 20
Interquartile Range 7
Skewness .303 .448
Kurtosis -.461 .872
A11 %Lemak : Mean 27.8370 1.22525
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 25.3185
Upper Bound 30.3556
5% Trimmed Mean 27.6183
Median 26.7000
Variance 40.533
Std. Deviation 6.36657
Minimum 12.70
Maximum 48.00
Range 35.30
Interquartile Range 6.90
Skewness .808 .448
Kurtosis 3.513 .872
A13 Pencahayaan : Mean 107.59 3.796
95% Confidence Interval for Lower Bound 99.79
263
Mean Upper Bound 115.40
5% Trimmed Mean 108.14
Median 107.00
Variance 389.097
Std. Deviation 19.726
Minimum 51
Maximum 150
Range 99
Interquartile Range 15
Skewness -.429 .448
Kurtosis 2.898 .872
B2 Sudah berapa lama anda bekerja di PT. Bakrie Metal Industries?
Mean 132.48 19.993
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 91.39
Upper Bound 173.58
5% Trimmed Mean 129.97
Median 106.00
Variance 1.079E4
Std. Deviation 103.885
Minimum 12
Maximum 299
Range 287
Interquartile Range 190
Skewness .454 .448
Kurtosis -1.369 .872
Lampiran 4.2 Output Analisis Data Bivariat
a. Faktor Pekerjaan (Skor Leher) dengan Keluhan NPB Crosstab
NPBfixbaru
Total
Ada keluhan Tidak ada keluhan
SkorLeher2 Berisiko Count 36 11 47
% within SkorLeher2 76.6% 23.4% 100.0%
% within NPBfixbaru 75.0% 39.3% 61.8%
% of Total 47.4% 14.5% 61.8%
Tidak berisiko Count 12 17 29
% within SkorLeher2 41.4% 58.6% 100.0%
% within NPBfixbaru 25.0% 60.7% 38.2%
% of Total 15.8% 22.4% 38.2%
Total Count 48 28 76
264
% within SkorLeher2 63.2% 36.8% 100.0%
% within NPBfixbaru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 9.559a 1 .002
Continuity Correctionb 8.105 1 .004
Likelihood Ratio 9.550 1 .002
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 9.433 1 .002
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,68.
b. Computed only for a 2x2 table
b. Faktor Pekerjaan (Skor Badan) dengan Keluhan NPB Crosstab
NPBfixbaru
Total
Ada keluhan Tidak ada keluhan
Skorbadan2 Berisiko Count 45 20 65
% within Skorbadan2 69.2% 30.8% 100.0%
% within NPBfixbaru 93.8% 71.4% 85.5%
% of Total 59.2% 26.3% 85.5%
Tidak berisiko Count 3 8 11
% within Skorbadan2 27.3% 72.7% 100.0%
% within NPBfixbaru 6.2% 28.6% 14.5%
% of Total 3.9% 10.5% 14.5%
Total Count 48 28 76
% within Skorbadan2 63.2% 36.8% 100.0%
% within NPBfixbaru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.118a 1 .008
Continuity Correctionb 5.429 1 .020
Likelihood Ratio 6.900 1 .009
Fisher's Exact Test .015 .011
Linear-by-Linear Association 7.024 1 .008
N of Valid Casesb 76
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,05.
265
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.118a 1 .008
Continuity Correctionb 5.429 1 .020
Likelihood Ratio 6.900 1 .009
Fisher's Exact Test .015 .011
Linear-by-Linear Association 7.024 1 .008
N of Valid Casesb 76
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,05.
b. Computed only for a 2x2 table
c. Faktor Pekerjaan (Skor Kaki) dengan Keluhan NPB Crosstab
NPBfixbaru
Total
Ada keluhan Tidak ada keluhan
SkorKaki2 Berisiko Count 25 19 44
% within SkorKaki2 56.8% 43.2% 100.0%
% within NPBfixbaru 52.1% 67.9% 57.9%
% of Total 32.9% 25.0% 57.9%
Tidak berisiko Count 23 9 32
% within SkorKaki2 71.9% 28.1% 100.0%
% within NPBfixbaru 47.9% 32.1% 42.1%
% of Total 30.3% 11.8% 42.1%
Total Count 48 28 76
% within SkorKaki2 63.2% 36.8% 100.0%
% within NPBfixbaru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.805a 1 .179
Continuity Correctionb 1.216 1 .270
Likelihood Ratio 1.832 1 .176
Fisher's Exact Test .231 .135
Linear-by-Linear Association 1.781 1 .182
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,79.
b. Computed only for a 2x2 table
266
d. Faktor Pekerjaan (Skor Lengan) dengan Keluhan NPB Crosstab
NPBfixbaru
Total
Ada keluhan Tidak ada keluhan
SkorLengan2 Berisiko Count 4 1 5
% within SkorLengan2 80.0% 20.0% 100.0%
% within NPBfixbaru 8.3% 3.6% 6.6%
% of Total 5.3% 1.3% 6.6%
Tidak berisiko Count 44 27 71
% within SkorLengan2 62.0% 38.0% 100.0%
% within NPBfixbaru 91.7% 96.4% 93.4%
% of Total 57.9% 35.5% 93.4%
Total Count 48 28 76
% within SkorLengan2 63.2% 36.8% 100.0%
% within NPBfixbaru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .652a 1 .419
Continuity Correctionb .108 1 .743
Likelihood Ratio .712 1 .399
Fisher's Exact Test .646 .388
Linear-by-Linear Association .644 1 .422
N of Valid Casesb 76
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,84.
b. Computed only for a 2x2 table
e. Faktor Pekerjaan (Skor Akhir REBA) dengan Keluhan NPB Crosstab
NPBfixbaru
Total
Ada keluhan Tidak ada keluhan
REBA2 Dierlukan tindakan Count 45 25 70
% within REBA2 64.3% 35.7% 100.0%
% within NPBfixbaru 93.8% 89.3% 92.1%
% of Total 59.2% 32.9% 92.1%
Mungkin diperlukan Count 3 3 6
% within REBA2 50.0% 50.0% 100.0%
% within NPBfixbaru 6.2% 10.7% 7.9%
% of Total 3.9% 3.9% 7.9%
Total Count 48 28 76
% within REBA2 63.2% 36.8% 100.0%
267
% within NPBfixbaru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 9.881a 1 .002
Continuity Correctionb 8.354 1 .004
Likelihood Ratio 11.005 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association 9.751 1 .002
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,21.
b. Computed only for a 2x2 table
f. Usia dengan Keluhan NPB Crosstab
NPBfixbaru
Total
Ada keluhan Tidak ada keluhan
KategoriUsia >= 30 tahun Count 36 22 58
% within KategoriUsia 62.1% 37.9% 100.0%
% within NPBfixbaru 75.0% 78.6% 76.3%
% of Total 47.4% 28.9% 76.3%
< 30 tahun Count 12 6 18
% within KategoriUsia 66.7% 33.3% 100.0%
% within NPBfixbaru 25.0% 21.4% 23.7%
% of Total 15.8% 7.9% 23.7%
Total Count 48 28 76
% within KategoriUsia 63.2% 36.8% 100.0%
% within NPBfixbaru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .125a 1 .724
Continuity Correctionb .005 1 .941
Likelihood Ratio .126 1 .723
Fisher's Exact Test .786 .476
Linear-by-Linear Association .123 1 .726
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,63.
b. Computed only for a 2x2 table
268
g. Jenis Kelamin dengan Keluhan NPB Crosstab
NPBfixbaru
Total
Ada keluhan Tidak ada keluhan
Jenis Kelamin : Perempuan Count 2 5 7
% within Jenis Kelamin : 28.6% 71.4% 100.0%
% within NPBfixbaru 4.2% 17.9% 9.2%
% of Total 2.6% 6.6% 9.2%
Laki-laki Count 46 23 69
% within Jenis Kelamin : 66.7% 33.3% 100.0%
% within NPBfixbaru 95.8% 82.1% 90.8%
% of Total 60.5% 30.3% 90.8%
Total Count 48 28 76
% within Jenis Kelamin : 63.2% 36.8% 100.0%
% within NPBfixbaru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.964a 1 .046
Continuity Correctionb 2.496 1 .114
Likelihood Ratio 3.818 1 .051
Fisher's Exact Test .093 .060
N of Valid Casesb 76
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,58.
b. Computed only for a 2x2 table
h. Kebiasaan Merokok dengan Keluhan NPB Crosstab
NPBfixbaru
Total
Ada keluhan Tidak ada keluhan
KebiasaanRokok Merokok Count 39 18 57
% within KebiasaanRokok
68.4% 31.6% 100.0%
% within NPBfixbaru 81.2% 64.3% 75.0%
% of Total 51.3% 23.7% 75.0%
Tidak merokok atau telah berhenti
Count 9 10 19
% within KebiasaanRokok
47.4% 52.6% 100.0%
% within NPBfixbaru 18.8% 35.7% 25.0%
% of Total 11.8% 13.2% 25.0%
Total Count 48 28 76
% within KebiasaanRokok
63.2% 36.8% 100.0%
269
% within NPBfixbaru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.714a 1 .099
Continuity Correctionb 1.885 1 .170
Likelihood Ratio 2.649 1 .104
Fisher's Exact Test .110 .086
Linear-by-Linear Association 2.679 1 .102
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,00.
b. Computed only for a 2x2 table
i. Riwayat NPB dengan Keluhan NPB Crosstab
NPBfixbaru
Total
Ada keluhan Tidak ada keluhan
RiwayatNPB Ada Count 6 5 11
% within RiwayatNPB 54.5% 45.5% 100.0%
% within NPBfixbaru 12.5% 17.9% 14.5%
% of Total 7.9% 6.6% 14.5%
Tidak Count 42 23 65
% within RiwayatNPB 64.6% 35.4% 100.0%
% within NPBfixbaru 87.5% 82.1% 85.5%
% of Total 55.3% 30.3% 85.5%
Total Count 48 28 76
% within RiwayatNPB 63.2% 36.8% 100.0%
% within NPBfixbaru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .410a 1 .522
Continuity Correctionb .091 1 .762
Likelihood Ratio .401 1 .526
Fisher's Exact Test .521 .374
Linear-by-Linear Association .405 1 .525
N of Valid Casesb 76
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,05.
b. Computed only for a 2x2 table
270
j. Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB Crosstab
NPBfixbaru
Total
Ada keluhan Tidak ada keluhan
KategoriOR Kurang Count 40 24 64
% within KategoriOR 62.5% 37.5% 100.0%
% within NPBfixbaru 83.3% 85.7% 84.2%
% of Total 52.6% 31.6% 84.2%
Cukup Count 8 4 12
% within KategoriOR 66.7% 33.3% 100.0%
% within NPBfixbaru 16.7% 14.3% 15.8%
% of Total 10.5% 5.3% 15.8%
Total Count 48 28 76
% within KategoriOR 63.2% 36.8% 100.0%
% within NPBfixbaru 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 63.2% 36.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .075a 1 .784
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .076 1 .782
Fisher's Exact Test 1.000 .528
Linear-by-Linear Association .074 1 .785
N of Valid Casesb 76
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,42.
b. Computed only for a 2x2 table
UJI NORMALITAS
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
A7 Berat Badan : .097 76 .077 .972 76 .094
A8 Lingkar Perut : .067 76 .200* .976 76 .160
A9 Tinggi Badan : .090 76 .200* .980 76 .268
A10 Sitting Height : .104 76 .040 .979 76 .232
A11 %Lemak : .083 76 .200* .980 76 .265
A13 Pencahayaan : .152 76 .000 .911 76 .000
B2 Sudah berapa lama anda bekerja di PT. Bakrie Metal Industries?
.202 76 .000 .830 76 .000
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
271
k. Antopometri (Berat badan, Lingkar pinggang, Tinggi badan, dan %
Lemak) dengan Keluhan NPB Group Statistics
NPBfixbaru N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
A7 Berat Badan : Ada keluhan 48 67.1958 12.74120 1.83903
Tidak ada keluhan 28 66.9429 12.91948 2.44155
A8 Lingkar Perut : Ada keluhan 48 84.79 11.634 1.679
Tidak ada keluhan 28 86.93 11.185 2.114
A9 Tinggi Badan : Ada keluhan 48 169.65 6.715 .969
Tidak ada keluhan 28 164.46 5.802 1.097
A11 %Lemak : Ada keluhan 48 22.1354 6.65002 .95985
Tidak ada keluhan 28 25.8393 7.62269 1.44055
272
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
A7 Berat Badan :
Equal variances assumed
.003 .954 .083 74 .934 .25298 3.04536 -5.81504 6.32099
Equal variances not assumed
.083 55.977 .934 .25298 3.05667 -5.87032 6.37628
A8 Lingkar Perut :
Equal variances assumed
.060 .807 -.783 74 .436 -2.137 2.728 -7.573 3.299
Equal variances not assumed
-.792 58.460 .432 -2.137 2.700 -7.540 3.266
A9 Tinggi Badan :
Equal variances assumed
.187 .667 3.406 74 .001 5.182 1.521 2.151 8.212
Equal variances not assumed
3.541 63.426 .001 5.182 1.463 2.258 8.106
A11 %Lemak :
Equal variances assumed
.002 .965 -2.219 74 .030 -3.70387 1.66947 -7.03036 -.37738
Equal variances not assumed
-2.140 50.570 .037 -3.70387 1.73104 -7.17980 -.22794
273
l. Antopometri (Sitting height), masa kerja dan pencahayaan
dengan Keluhan NPB
Ranks
NPBfixbaru N Mean Rank
A10 Sitting Height : Ada keluhan 48 42.52
Tidak ada keluhan 28 31.61
Total 76
B2 Sudah berapa lama anda bekerja di PT. Bakrie Metal Industries?
Ada keluhan 48 37.03
Tidak ada keluhan 28 41.02
Total 76
A13 Pencahayaan : Ada keluhan 48 42.12
Tidak ada keluhan 28 32.29
Total 76
Test Statistics
a,b
A10 Sitting Height :
B2 Sudah berapa lama
anda bekerja di PT. Bakrie Metal
Industries?
A13 Pencahayaan
:
Chi-Square 4.339 .577 3.516
df 1 1 1
Asymp. Sig. .037 .448 .042
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: NPBfixbaru
274
Lampiran 5
275