faktor - faktor yang mempengaruhi kejadian ruptur perineum spontan di bpm bidan "n" kota...
TRANSCRIPT
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 1
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RUPTUR
PERINEUM SPONTAN DI BPM BIDAN “N” KOTA BANDUNG
PERIODE JULI-DESEMBER TAHUN 2013
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan
Pendidikan Program Studi D III Kebidanan
STIKes Bhakti Kencana Bandung
Disusun Oleh :
HANNY FITRIANI
NIM : CK.1.11.111
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
BANDUNG
2014
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 2
ABSTRAK
Laserasi perineum terjadi selama persalinan dan dapat menyebabkan
perdarahan postpartum hingga kematian apabila tidak segera ditangani. Umur ibu,
paritas, dan berat badan bayi yang lahir termasuk faktor penyebab laserasi.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian ruptur perineum spontan di BPM bidan “N” kota Bandung periode bulan
Juli-Desember tahun 2013.
Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan menggunakan
pendekatan Cross Sectional dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data dengan
melihat rekam medik. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 155 orang dan
sampel yang diambil secara total sampling sebanyak 155 orang.
Hasil penelitian didapatkan lebih dari setengahnya (59.4%) mengalami
ruptur perineum spontan. Sebagian besar (77.4%) adalah ibu yang berumur 20-35
tahun, lebih dari setengahnya (60%) adalah multipara, dan sebagian besar (81.3%)
ibu melahirkan bayi dengan berat badan < 3500 gram. Semua terjadi pada
persalinan normal di BPM bidan “N”. Tidak terdapat hubungan antara umur ibu
dengan kejadian ruptur perineum spontan, terdapat hubungan antara paritas dan
berat badan bayi dengan kejadian ruptur perineum spontan di BPM bidan “N”
kota Bandung periode Juli-Desember 2013.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ibu primipara dan ibu yang
melahirkan bayi dengan berat >3500 gram dapat menyebabkan terjadinya ruptur
perineum.
Disarankan kepada bidan yang bekerja di institusi maupun bidan praktek
mandiri untuk lebih meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan
persalinan terutama yang berkaitan dengan ruptur perineum seperti memberikan
motivasi psikologis pada ibu agar ibu dapat tenang, memposisikan ibu dengan
tepat dan nyaman, tepat dalam menginstruksikan waktu untuk mengejan, dan
meningkatkan keterampilan menahan perineum sehingga dapat mengurangi angka
kejadian ruptur perineum di lapangan.
Kata kunci : Umur, Paritas, Berat badan bayi, Laserasi perineum
Kepustakaan : 18 buku, 3 jurnal (2001-2013)
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka Kematian Ibu di
Indonesia sampai saat ini masih
cukup tinggi, menurut Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012 sebesar 359 per
100.000 kelahiran hidup, sedangkan
target Millennium Development
Goals (MDGs) pada tahun 2015
adalah 102 per 100.000 kelahiran
hidup (BPPKB, 2013).
Upaya yang dilakukan untuk
menurunkan angka kesakitan dan
kematian maternal, serta neonatal
dengan Making Pregnancy Safer
(MPS) yang mengemukakan visi
bahwa kehamilan dan persalinan di
Indonesia berlangsung aman, serta
yang dilahirkan hidup dan sehat
(Saiffudin, 2008).
Menurut hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2001, penyebab kematian
maternal di Indonesia didominasi
oleh perdarahan (27%), eklampsia
(23%), diikuti infeksi (11 %),
komplikasi purpurium (8%), abortus
(5%), partus lama / macet (5%),
emboli obstetrik (5%), trauma
obstetrik (5%), dan penyebab lain
(11%) (Awi Muliadi Wijaya, 2012).
Pada tahun 2007 di kota Bandung
tercatat penyebab utama kematian
ibu adalah karena perdarahan yaitu
sebesar 45% (Dinas Kesehatan Kota
Bandung, 2007).
Hilangnya darah lebih dari 500
ml selama 24 jam pertama
merupakan perdarahan postpartum.
Setelah 24 jam, keadaan ini
dinamakan perdarahan postpartum
lanjut atau late postpartum
hemorrhage. Sebab-sebab
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 4
perdarahan postpartum dibagi
menjadi empat kelompok utama
yaitu atonia uteri, trauma dan laserasi,
retensio plasenta, dan kelainan
perdarahan. (Oxorn, 2010)
Penyebab perdarahan utama
adalah atonia uteri sedangkan ruptur
perineum merupakan penyebab
kedua yang hampir terjadi pada
setiap persalinan pervaginam
(Wiknjosastro, 2005).
Robekan perineum dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor
maternal, faktor janin dan faktor
penolong. Faktor maternal meliputi
partus presipitatus yang tidak
dikendalikan dan tidak ditolong,
pasien tidak mampu berhenti
mengejan, partus diselesaikan secara
tergesa-gesa dengan dorongan
fundus yang berlebihan, edema dan
kerapuhan pada perineum,
varikositas vulva yang melemahkan
jaringan perineum, arcus pubis
sempit dengan pintu bawah panggul
yang sempit pula sehingga menekan
kepala bayi ke arah posterior,
perluasan episiotomi. Faktor janin
antara lain bayi yang besar, posisi
kepala yang abnormal (misalnya
presentasi muka dan
occipitoposterior), kelahiran bokong,
ekstraksi forceps yang sukar, distosia
bahu, anomali congenital, seperti
hydrocephalus. (Oxorn, 2010)
Selain itu, umur ibu juga dapat
menjadi faktor penyebab ruptur
perineum. Pada usia di bawah 20
tahun, fungsi reproduksi seorang
wanita belum berkembang dengan
sempurna. Sedangkan pada usia di
atas 35 tahun fungsi reproduksi
seorang wanita sudah mengalami
penurunan dibandingkan fungsi
reproduksi normal sehingga
kemungkinan untuk terjadinya
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 5
komplikasi pasca persalinan terutama
perdarahan seperti ruptur perineum
akan lebih besar. (Depkes RI, 2001)
Faktor penolong meliputi cara
memimpin mengejan (Mochtar,
2000), cara berkomunikasi dengan
ibu, ketrampilan menahan perineum
pada saat ekspulsi kepala, anjuran
posisi meneran (JNPK-KR, 2007)
juga menjadi faktor penyebab
terjadinya ruptur perineum.
Sebuah kajian deskriptif
tentang profil kematian persalinan
dan evaluasi kasus ruptur di RS
Hasan Sadikin dan 3 rumah sakit
jejaringnya pada periode 1999-2003.
Hasilnya, insiden kasus ruptur di RS
Hasan Sadikin 0,09% (1 : 1074).
Insiden di rumah sakit jejaring
sedikit lebih tinggi yaitu 0,1% (1:
996). Di RSHS tidak didapatkan
kematian ibu, sedangkan di 3 rumah
sakit jejaring didapatkan sebesar
0,4%. Maka dari itu dapat
disimpulkan, kasus ruptur perineum
memberi dampak yang negatif baik
pada ibu maupun bayi (Farmacia,
2007).
Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Saras Ayu Mustika
dan Evi Sri Suryani di kabupaten
Banyumas pada tahun 2010. Wanita
yang melahirkan anak pada usia
dibawah 20 tahun atau diatas 35
tahun juga merupakan faktor risiko
terjadinya perdarahan pasca
persalinan yang dapat
mengakibatkan kematian maternal.
Hal ini dikarenakan pada usia
dibawah 20 tahun fungsi reproduksi
seorang wanita belum berkembang
dengan sempurna, sedangkan pada
usia diatas 35 tahun fungsi
reproduksi seorang wanita sudah
mengalami penurunan dibandingkan
fungsi reproduksi normal sehingga
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 6
kemungkinan untuk terjadinya
komplikasi pasca persalinan terutama
perdarahan akan lebih besar.
Pada primipara atau orang
yang baru pertama kali melahirkan
biasanya perineum tidak dapat
menahan tegangan yang kuat
sehingga robek pada pinggir
depannya. Luka-luka biasanya ringan
tetapi kadang-kadang terjadi juga
luka yang luas dan berbahaya.
Sebagai akibat persalinan terutama
pada seorang primipara, biasa timbul
luka pada vulva disekitar introitus
vagina yang biasanya tidak dalam
akan tetapi kadang-kadang bisa
timbul perdarahan banyak.
(Prawirohardjo, 2002)
Semakin besar berat badan
bayi yang dilahirkan akan
meningkatkan risiko terjadinya
ruptur perineum karena perineum
tidak cukup kuat menahan regangan
kepala bayi dengan berat badan bayi
yang besar, sehingga pada proses
kelahiran bayi dengan berat badan
bayi lahir yang besar sering terjadi
ruptur (Saifuddin, 2002).
Persalinan dengan ruptur
perineum apabila tidak ditangani
secara efektif menyebabkan
perdarahan dan infeksi menjadi lebih
berat, serta pada jangka waktu
panjang dapat mengganggu
ketidaknyamanan ibu dalam hal
hubungan seksual (Mochtar, 2000).
Puskesmas Riung Bandung
mempunyai wilayah kerja di desa
Cisaranten Kidul dan desa
Rancabolang. Terdapat 8 BPM yang
menyerahkan laporannya setiap
bulan ke Puskesmas Riung Bandung.
Berdasarkan data hasil prasurvey,
BPM bidan “N” merupakan BPM
dengan jumlah persalinan terbanyak
setiap bulannya.
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 7
Hasil studi pendahuluan di
BPM bidan “N” didapatkan data
jumlah persalinan bulan Juli hingga
Desember tahun 2013 sebanyak 155
persalinan. Hasil pemeriksaan rekam
medik menunjukkan 59.4 %
mengalami ruptur perineum.
Berdasarkan fenomena tersebut,
penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “FAKTOR-
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEJADIAN
RUPTUR PERINEUM SPONTAN
DI BPM BIDAN “N” KOTA
BANDUNG PERIODE JULI-
DESEMBER TAHUN 2013”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
yang penulis paparkan, maka penulis
merumuskan masalah “Faktor-faktor
yang mempengaruhi kejadian ruptur
perineum spontan di BPM bidan “N”
kota Bandung periode bulan Juli
hingga Desember tahun 2013”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian
ruptur perineum spontan di BPM
bidan “N” kota Bandung periode
bulan Juli hingga Desember tahun
2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran umur ibu
yang melahirkan dengan kejadian
ruptur perineum spontan di BPM
bidan “N” periode Juli hingga
Desember 2013.
2. Mengetahui gambaran paritas ibu
yang melahirkan dengan kejadian
ruptur perineum spontan di BPM
bidan “N” periode Juli hingga
Desember 2013.
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 8
3. Mengetahui gambaran berat
badan bayi yang dilahirkan dari
ibu yang mengalami kejadian
ruptur perineum spontan di BPM
bidan “N” periode Juli hingga
Desember 2013.
4. Menganalisis hubungan antara
umur ibu dengan kejadian ruptur
perineum spontan di BPM bidan
“N” kota Bandung periode bulan
Juli hingga Desember tahun 2013.
5. Menganalisis hubungan antara
paritas dengan kejadian ruptur
perineum spontan di BPM bidan
“N” kota Bandung periode bulan
Juli hingga Desember tahun 2013.
6. Menganalisis hubungan antara
berat badan bayi dengan kejadian
ruptur perineum spontan di BPM
bidan “N” kota Bandung periode
bulan Juli hingga Desember tahun
2013.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Dapat memberikan
pengalaman yang nyata dalam
bidang penelitian dan meningkatkan
pengetahuan tentang ruptur perineum.
1.4.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan khususnya
bidan dapat lebih meningkatkan
keterampilan dan kewaspadaan
dalam melakukan pertolongan
persalinan sehingga tidak terjadi
ruptur perineum.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat
menjadi bahan masukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan
wawasan tentang ruptur perineum.
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode survey analitik
dengan menggunakan pendekatan
Cross Sectional dan dokumentasi.
Survey Analitik yaitu survey atau
penelitian yang mencoba menggali
bagaimana dan mengapa fenomena
kesehatan itu terjadi, dengan
pendekatan Cross Sectional dimana
data yang menyangkut variable
bebas atau resiko (variabel
independen) dan variabel terikat
atau variabel akibat (variabel
dependen) dikumpulkan dalam
waktu yang bersamaan (Notoatmodjo,
2010).
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan
objek yang di teliti (Notoatmodjo,
2010). Populasi merupakan
keseluruhan subjek penelitian
(Arikunto, 2010). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu yang
bersalin secara normal di BPM bidan
N Kota Bandung selama periode
bulan Juli hingga Desember 2013
sebanyak 155 orang.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah objek yang
diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi (Notoatmodjo,
2010). Sampel adalah sebagian atau
wakil dari populasi yang diteliti
(Arikunto, 2010).
Dalam penelitian ini teknik
pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik total sampling, yaitu
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 10
teknik penentuan sampel dengan
mengambil seluruh anggota populasi
sebagai responden atau sampel
(Sugiyono, 2009). Dengan demikian,
maka peneliti mengambil sampel
dari seluruh ibu yang bersalin secara
normal di BPM bidan N Kota
Bandung selama periode bulan Juli
hingga Desember tahun 2013.
Jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 155 orang.
3.3 Kerangka Penelitian
3.3.1 Kerangka Pemikiran
Kerangka konsep adalah suatu
uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap
konsep lainnya, atau antara variabel
yang satu dengan variabel yang lain
dari masalah yang ingin diteliti.
(Notoatmodjo, 2010)
Robekan perineum adalah
salah satu robekan jalan lahir yang
merupakan penyebab kedua tersering
dari perdarahan pasca persalinan
yang berakibat terhadap kematian
ibu post partum (Saifuddin, 2008).
Robekan perineum dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor
maternal, faktor janin dan faktor
penolong. Faktor maternal meliputi
partus presipitatus yang tidak
dikendalikan dan tidak ditolong,
pasien tidak mampu berhenti
mengejan, partus diselesaikan secara
tergesa-gesa dengan dorongan
fundus yang berlebihan, edema dan
kerapuhan pada perineum,
varikositas vulva yang melemahkan
jaringan perineum, arcus pubis
sempit dengan pintu bawah panggul
yang sempit pula sehingga menekan
kepala bayi ke arah posterior,
perluasan episiotomi. Faktor janin
antara lain bayi yang besar, posisi
kepala yang abnormal (misalnya
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 11
presentasi muka dan
occipitoposterior), kelahiran bokong,
ekstraksi forceps yang sukar, distosia
bahu, anomali congenital, seperti
hydrocephalus. (Oxorn, 2010)
Selain itu, umur ibu juga dapat
menjadi faktor penyebab ruptur
perineum. Pada usia di bawah 20
tahun, fungsi reproduksi seorang
wanita belum berkembang dengan
sempurna. Sedangkan pada usia di
atas 35 tahun fungsi reproduksi
seorang wanita sudah mengalami
penurunan dibandingkan fungsi
reproduksi normal sehingga
kemungkinan untuk terjadinya
komplikasi pasca persalinan terutama
perdarahan seperti ruptur perineum
akan lebih besar. (Depkes RI, 2001)
Faktor penolong meliputi cara
memimpin mengejan (Mochtar,
2000), cara berkomunikasi dengan
ibu, ketrampilan menahan perineum
pada saat ekspulsi kepala, anjuran
posisi meneran (JNPK-KR, 2007)
juga menjadi faktor penyebab
terjadinya ruptur perineum.
3.4 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban
sementara penelitian, patokan duga,
atau dalil sementara yang
kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian. Setelah melaui
pembuktian dari hasil penelitian
maka hipotesis ini dapat benar atau
salah, dapat diterima atau ditolak.
Bila diterima atau terbukti maka
hipotesis tersebut menjadi tesis.
(Notoadmodjo, 2010)
3.4.1 Hipotesis Nol (H0)
1. Tidak terdapat hubungan antara
umur ibu dengan kejadian ruptur
perineum spontan di BPM bidan
“N” periode Juli-Desember 2013.
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 12
2. Tidak terdapat hubungan antara
paritas dengan kejadian ruptur
perineum spontan di BPM bidan
“N” periode Juli-Desember 2013.
3. Tidak terdapat hubungan antara
berat badan bayi dengan
kejadian ruptur perineum spontan
di BPM bidan “N” periode Juli-
Desember 2013.
3.4.2 Hipotesis Alternative (Ha)
1. Terdapat hubungan antara umur
ibu dengan kejadian ruptur
perineum spontan di BPM bidan
“N” periode Juli-Desember 2013.
2. Terdapat hubungan antara paritas
dengan kejadian ruptur perineum
spontan di BPM bidan “N”
periode Juli-Desember 2013.
3. Terdapat hubungan antara berat
badan bayi dengan kejadian ruptur
perineum spontan di BPM bidan
“N” periode Juli-Desember 2013.
3.5 Pengolahan dan Analisa Data
3.5.1 Pengolahan Data
Data yang terkumpul
merupakan data yang mentah. Oleh
karena itu untuk memperoleh data
yang diinginkan diperlukan
pengolahan dan analisis.
Dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Editing
Editing data merupakan
kegiatan menyeleksi dan
memeriksa semua data yang
sudah terkumpul, apakah sesuai
dengan petunjuk, dan mudah
digunakan atau tidak.
2. Coding Data
Dilakukan dengan
mengubah data yang dikumpulkan
ke bentuk yang lebih ringkas.
Memberikan kode pada semua
variabel untuk mempermudah
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 13
pengolahan terutama data
klasifikasi. (Budiarto, 2006)
Dalam penelitian ini, coding yang
dilakukan terdiri dari :
a. Umur ibu diberi kode 1 untuk
20-35 tahun, dan 2 untuk < 20
tahun dan > 35 tahun.
b. Paritas diberi kode 1 untuk
primipara, dan 2 untuk
multipara.
c. Berat badan bayi diberi kode 1
untuk berat badan bayi yang
dilahirkan ≥ 3500 gram, dan 2
untuk berat badan bayi yang
dilahirkan < 3500 gram.
d. Ruptur perineum diberi kode 1
untuk terjadi ruptur dan 2
untuk tidak terjadi ruptur.
3. Entry Data
Setelah data lengkap
kemudian dilakukan tabulasi
dengan cara disusun sesuai
dengan variabel yang dibutuhkan
diubah kedalam bentuk prosentase,
lalu dimasukkan kedalam
komputer dengan menggunakan
program SPSS (Statistics
Program of Social Science).
4. Tabulasi
Merupakan
pengorganisasian data sedemikian
rupa agar dengan mudah dapat
dijumlah, disusun, dan ditata
untuk disajikan dan dianalisis.
(Budiarto, 2006)
3.5.2 Analisis Data
Analisis diawali dari yang
sederhana kemudian baru mendalam
sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
penelitian.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan
untuk mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel
penelitian. Pada umumnya dalam
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 14
analisis ini hanya menghasilkan
distribusi frekuensi dan persentase
dari tiap variabel (Notoatmodjo,
2010).
Analisis distribusi frekuensi
selanjutnya diinterpretasikan
dengan menggunakan criteria
sebagai berikut :
0 % : Tidak satupun
1-25 % : Sebagian kecil
26-49 % : Kurang dari
setengahnya
50 % : Setengahnya
51-75 % : lebih dari
setengahnya
76-99 % : Sebagian besar
100 % : Seluruhnya
(Arikunto, 2002)
2. Analisis Bivariat
Untuk menguji hipotesis
menggunakan teknik analisis
statistik, yaitu analisis bivariat
dengan rumus Chi-kuadrat.
Peneliti menggunakan analisis
bivariat ini untuk mengetahui
hubungan antara variabel
independent (umur ibu, paritas,
dan berat badan bayi) dengan
variabel dependent (kejadian
rupture perineum spontan). Hasil
yang diperoleh tabel kontingensi
diterapkan dengan menggunakan
perhitungan rumus Chi-kuadrat,
yaitu :
²
Keterangan :
X² : Nilai Chi-kuadrat
O : Frekuensi observasi
E : Frekuensi harapan
Uji Chi-kuadrat dilakukan
menggunakan komputer dengan
tingkat kepercayaan 95% atau
nilai alpha (α) 0,05. Pengambilan
kesimpulan dilakukan
berdasarkan perbandingan -value
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 15
dengan taraf signifikan. Taraf
signifikan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 5%.
Misalnya :
a. Jika value ≤ 0,05 maka Ha
diterima dan Ho ditolak.
Berarti ada hubungan antara
umur ibu dengan kejadian
rupture perineum spontan.
b. Jika value > 0,05 maka Ha
ditolak dan Ho diterima.
Berarti tidak ada hubungan
antara umur ibu dengan
kejadian rupture perineum
spontan.
3.6 Jenis dan Rancangan
Penelitian
Penelitian ini menggunakan
studi kolerasional yaitu penelitian
yang melihat hubungan antara dua
variabel atau lebih dengan mengkaji
apakah ada hubungan yang terjadi
antara faktor-faktor (umur ibu,
paritas, dan berat badan bayi) dengan
kejadian ruptur perineum spontan di
BPM bidan “N” periode Juli-
Desember 2013.
3.7 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian yang
digunakan adalah BPM bidan “N”
kota Bandung, dikarenakan di BPM
tersebut terdapat kebijakan bahwa
ibu yang melahirkan tidak diberikan
tindakan episiotomi sehingga dapat
dipastikan seluruh ibu yang
mengalami ruptur perineum berjenis
ruptur perineum spontan. Waktu
penelitian ini berlangsung pada bulan
Januari-Mei 2014.
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 16
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Pada bab IV ini disajikan hasil
penelitian dan pembahasan faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian
ruptur perineum spontan di BPM
bidan “N” Kota Bandung periode
Juli-Desember 2013. Hasil penelitian
ini diperoleh dari pengumpulan data
melalui buku register ibu bersalin
sebanyak 155 orang yang ada di
BPM bidan “N” selama bulan Juli
hingga Desember tahun 2013.
4.1.1 Hasil Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan
untuk melihat gambaran distribusi
frekuensi responden berdasarkan
variabel yang diteliti yaitu umur ibu,
paritas, dan berat badan bayi di BPM
bidan “N” Kota Bandung periode
Juli hingga Desember tahun 2013.
4.1.1.1 Kejadian Ruptur Perineum
Spontan
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin
Berdasarkan Kejadian Ruptur
Perineum Spontan di BPM Bidan
“N” Kota Bandung Periode Juli –
Desember 2013
Kejadian
Ruptur
Perineum
Spontan
Frekuensi Presentase
Ruptur 92 59.4
Tidak
Ruptur
63 40.6
Total 155 100
Dari hasil penelitian diketahui
bahwa lebih dari setengahnya (59.4%)
ibu yang melahirkan di BPM bidan
“N” mengalami ruptur perineum
spontan.
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 17
4.1.1.2 Faktor Umur Ibu
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin
Berdasarkan Umur Ibu
di BPM Bidan “N” Kota Bandung
Periode Juli – Desember 2013
Umur
Ibu Frekuensi Presentase
20-35
tahun 120 77.4
< 20
tahun
dan >
35
tahun
35 22.6
Total 155 100
Dari hasil penelitian diketahui
bahwa sebagian besar (77.4%) ibu
yang melahirkan di BPM bidan “N”
berumur 20-35 tahun.
4.1.1.3 Faktor Paritas
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin
Berdasarkan Paritas
di BPM Bidan “N” Kota Bandung
Periode Juli – Desember 2013
Paritas Frekuensi Presentase
Primipara 62 40
Multipara 93 60
Total 155 100
Berdasarkan penelitian diatas
menunjukkan bahwa lebih dari
setengahnya (60%) ibu multipara
yang melahirkan di BPM bidan “N”.
4.1.1.4 Faktor Berat Badan Bayi
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin
Berdasarkan Berat Badan Bayi
di BPM Bidan “N” Kota Bandung
Periode Juli – Desember 2013
Berat
Badan
Bayi
Frekuensi Presentase
≥ 3500
gram 30 19.4
< 3500
gram 125 80.6
Total 155 100
Dari hasil penelitian diketahui
bahwa sebagian besar (80.6%) ibu
yang melahirkan di BPM bidan “N”
melahirkan bayi dengan berat badan
< 3500 gram.
4.1.2 Hasil Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan
untuk melihat hubungan antara
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 18
variabel independen yaitu umur ibu,
paritas, dan berat badan bayi dengan
variabel dependen yaitu kejadian
ruptur perineum spontan. Dengan
menggunakan uji statistic Chi-
Kuadrat dengan derajat kesalahan (α)
sebesar 0,05.
4.1.2.1 Hubungan Faktor Umur
Ibu dengan Kejadian Ruptur
Perineum Spontan
Tabel 4.5
Analisis Hubungan Umur Ibu
dengan Kejadian Ruptur
Perineum Spontan
di BPM Bidan “N” Kota Bandung
Periode Juli – Desember 2013
Umur Ibu
Ruptur Perineum Total
value (α) Ya Tidak
F % F % F %
20-35 tahun 69 57.5 51 42.5 120 100
0.5 0.05
< 20 tahun
dan
> 35 tahun
23 65.7 12 34.3 35 100
Total 92 59.4 63 40.6 155 100
Berdasarkan tabel diatas
menunjukkan bahwa pada ibu yang
melahirkan di BPM bidan “N” yang
berumur 20-35 tahun lebih dari
setengahnya (57.5%) mengalami
ruptur perineum.
Dari tabel diatas, -value
menunjukkan 0.5 < α (0.05). H0
diterima yang berarti tidak terdapat
hubungan antara umur ibu dengan
kejadian ruptur perineum spontan di
BPM bidan “N” kota Bandung
periode Juli – Desember 2013.
4.1.2.2 Hubungan Faktor Paritas
dengan Kejadian Ruptur
Perineum Spontan
Tabel 4.6
Analisis Hubungan Paritas dengan
Kejadian Ruptur Perineum
Spontan
di BPM Bidan “N” Kota Bandung
Periode Juli – Desember 2013
Paritas Ruptur Perineum
Total
valu
e
OR (α) Ya Tidak
F % F % F %
Primipara 54 87.1 8 12.9 62 100
0.00
0
9.77
0
0.0
5 Multipara 38 40.9 55 59.1 93 100
Total 92 59.4 63 40.6 155 100
Berdasarkan tabel diatas
menunjukkan bahwa pada ibu
primipara yang melahirkan di BPM
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 19
bidan “N” sebagian besar (87.1%)
mengalami ruptur perineum.
Dari tabel diatas, -value
menunjukkan 0.000 < α (0.05). H0
ditolak yang berarti terdapat
hubungan antara paritas dengan
kejadian ruptur perineum spontan di
BPM bidan “N” kota Bandung
periode Juli – Desember 2013.
4.1.2.3 Hubungan Faktor Berat
Badan Bayi dengan Kejadian
Ruptur Perineum Spontan
Tabel 4.7
Analisis Hubungan Berat Badan
Bayi dengan Kejadian Ruptur
Perineum Spontan di BPM Bidan
“N” Kota Bandung Periode Juli –
Desember 2013
Berat
Badan Bayi
Ruptur Perineum
Total
valu
e
O
R (α) Ya Tidak
F % F % F %
≥ 3500 gram 24 80 6 20 30 100 0.01
8
3.35
3
0.
05 < 3500 gram 68 54.4 57 45.6 125 100
Total 92 59.4 63 40.6 155 100
Berdasarkan tabel diatas
menunjukkan bahwa pada ibu yang
melahirkan bayi di BPM bidan “N”
dengan berat < 3500 gram lebih dari
setengahnya (54.4%) mengalami
ruptur perineum.
Dari tabel diatas, -value
menunjukkan 0.018 < α (0.05). H0
ditolak yang berarti terdapat
hubungan antara berat badan bayi
dengan kejadian ruptur perineum
spontan di BPM bidan “N” kota
Bandung periode Juli – Desember
2013.
4.2 Pembahasan
Setelah dilakukan analisa data
dan melihat hasil yang diperoleh,
beberapa hal yang akan dibahas
adalah sebagai berikut :
4.2.1 Kejadian Ruptur Perineum
Spontan
Hilangnya darah lebih dari 500
ml selama 24 jam pertama
merupakan perdarahan postpartum.
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 20
Setelah 24 jam, keadaan ini
dinamakan perdarahan postpartum
lanjut atau late postpartum
hemorrhage. Sebab-sebab
perdarahan postpartum dibagi
menjadi empat kelompok utama
yaitu atonia uteri, trauma dan laserasi,
retensio plasenta, dan kelainan
perdarahan. (Oxorn, 2010)
Ruptur perineum adalah
perlukaan jalan lahir yang terjadi
pada saat kelahiran bayi baik
menggunakan alat maupun tidak
menggunakan alat (Nasution, 2010).
Penyebab perdarahan utama adalah
atonia uteri sedangkan ruptur
perineum merupakan penyebab
kedua yang hampir terjadi pada
setiap persalinan pervaginam
(Wiknjosastro, 2005).
Sebuah kajian deskriptif
tentang profil kematian persalinan
dan evaluasi kasus ruptur di RS
Hasan Sadikin dan 3 rumah sakit
jejaringnya pada periode 1999-2003.
Hasilnya, insiden kasus ruptur di RS
Hasan Sadikin 0,09% (1 : 1074).
Insiden di rumah sakit jejaring
sedikit lebih tinggi yaitu 0,1% (1:
996). Di RSHS tidak didapatkan
kematian ibu, sedangkan di 3 rumah
sakit jejaring didapatkan sebesar
0,4%. Maka dari itu dapat
disimpulkan, kasus ruptur perineum
memberi dampak yang negatif baik
pada ibu maupun bayi (Farmacia,
2007).
Distribusi frekuensi pada tabel
4.1 didapatkan hasil dari 155 ibu
yang melahirkan di BPM bidan “N”
pada bulan Juli hingga Desember
2013 terdapat 92 (59.4%) ibu yang
mengalami ruptur perineum spontan,
sedangkan sebanyak 63 (40.6%) ibu
tidak mengalami ruptur perineum.
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 21
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa lebih dari
setengahnya ibu yang melahirkan di
BPM bidan “N” mengalami ruptur
perineum spontan. Hal ini sesuai
dengan teori Wiknjosastro (2005)
bahwa ruptur perineum hampir
terjadi pada setiap persalinan
pervaginam yang disebabkan oleh
berbagai faktor diantaranya umur ibu,
paritas, dan berat badan bayi yang
lahir.
4.2.2 Faktor Umur Ibu
Umur adalah jumlah hari,
bulan, tahun yang telah dilalui sejak
lahir sampai dengan waktu tertentu.
Pada usia reproduktif (20-30 tahun)
terjadi kesiapan respon maksimal
baik dalam hal mempelajari sesuatu
atau dalam menyesuaikan hal-hal
tertentu dan setelah itu sedikit demi
sedikit menurun seiring dengan
bertambahnya umur. Selain itu pada
usia reproduktif mereka lebih
terbuka terhadap orang lain dan
biasanya mereka akan saling
bertukar pengalaman tentang hal
yang sama yang pernah mereka
alami. (Hurlock, E.B, 2002)
Pemerintah menganjurkan
bahwa pasangan usia subur (PUS)
sebaiknya melahirkan pada periode
umur 20-35 tahun, pada kelompok
usia tersebut angka kesakitan
(morbiditas) dan kematian
(mortalitas) ibu dan bayi yang terjadi
akibat kehamilan dan persalinan
paling rendah dibanding dengan
kelompok usia lainnya (BKKBN,
2008).
Distribusi frekuensi pada tabel
4.2 didapatkan hasil dari 155 ibu
yang melahirkan di BPM bidan “N”
pada bulan Juli hingga Desember
2013 terdapat 120 (77.4%) ibu
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 22
berumur 20-35 tahun, sedangkan
sebanyak 35 (22.6%) ibu berumur <
20 tahun dan > 35 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa sebagian besar ibu
yang melahirkan di BPM bidan “N”
masuk dalam kelompok umur 20-35
tahun. Ini berarti sebagian besar
pasangan usia subur (PUS) di sekitar
lingkungan BPM bidan “N” sudah
menggunakan hak reproduksi sesuai
dengan anjuran pemerintah
sebagaimana disebutkan oleh
BKKBN.
Umur ibu yang bersalin di
BPM bidan “N” dapat dibagi
menjadi dua kategori, yakni umur
beresiko dan umur yang kurang
beresiko. Yang dimaksud dengan
beresiko yaitu umur yang rentan
untuk mengalami ruptur perineum
spontan (< 20 tahun dan > 35 tahun),
sedangkan umur yang kurang
beresiko yaitu umur yang dapat
terhindar dari kejadian ruptur
perineum spontan (20-35 tahun).
4.2.3 Faktor Paritas
Paritas menunjukkan jumlah
kehamilan terdahulu yang telah
mencapai viabilitas dan telah
dilahirkan tanpa melihat jumlah anak.
Paritas merupakan frekuensi ibu
pernah melahirkan anak, hidup atau
mati tetapi bukan aborsi. Primipara
adalah ibu yang pernah melahirkan
satu kali, sedangkan multipara adalah
ibu yang pernah melahirkan 2-4 kali.
Tingkat paritas telah banyak
menarik perhatian para peneliti
dalam hubungan kesehatan ibu dan
anak. Dikatakan demikian karena
terdapat kecenderungan kesehatan
ibu yang berparitas rendah lebih baik
dari pada yang berparitas tinggi.
(Notoatmodjo, 2003)
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 23
Distribusi frekuensi pada tabel
4.3 didapatkan hasil dari 155 ibu
yang melahirkan di BPM bidan “N”
pada bulan Juli hingga Desember
2013 terdapat 62 (40%) ibu
primipara, sedangkan sebanyak 93
(60%) ibu multipara. Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa
lebih dari setengahnya ibu yang
melahirkan di BPM bidan “N”
merupakan multipara.
Paritas ibu yang bersalin di
BPM bidan “N” dapat dibagi
menjadi dua kategori, yakni paritas
beresiko dan paritas yang kurang
beresiko. Yang dimaksud dengan
paritas beresiko yaitu paritas yang
rentan untuk mengalami ruptur
perineum spontan (primipara),
sedangkan paritas yang kurang
beresiko yaitu paritas yang dapat
terhindar dari kejadian ruptur
perineum spontan (multipara).
4.2.4 Faktor Berat Badan Bayi
Berat badan lahir adalah berat
badan bayi yang ditimbang 24 jam
pertama kelahiran (Oxorn, 2003).
Banyak faktor yang mempengaruhi
berat badan lahir pada saat masih
berada dalam kandungan, terdiri dari
tiga faktor yang mempengaruhi yaitu
faktor maternal, fetal dan plasental.
Dengan memperhatikan hal di atas
ternyata keadaan yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin
banyak sekali dan sangat kompleks.
Berat badan lahir pada janin
yang berat badannya melebihi 4000
gram pada umumnya tidak akan
menimbulkan kesukaran persalinan,
akan tetapi apabila dijumpai pada
kepala yang besar atau kepala yang
lebih keras (pada postmaturitas)
dapat menyebabkan distosia
sehingga seringkali akan
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 24
menyebabkan ruptur perineum
(Wiknjosastro, 2007).
Distribusi frekuensi pada tabel
4.4 didapatkan hasil dari 155 ibu
yang melahirkan di BPM bidan “N”
pada bulan Juli-Desember 2013
terdapat 30 (19.4%) ibu yang
melahirkan bayi dengan berat ≥ 3500
gram, sedangkan sebanyak 125
(80.6 %) ibu yang melahirkan bayi
dengan berat < 3500 gram.
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa sebagian besar bayi
yang dilahirkan di BPM bidan “N”
masuk dalam kelompok berat badan
lahir < 3500 gram.
Berat badan bayi yang
dilahirkan di BPM bidan “N” dapat
dibagi menjadi dua kategori, yakni
berat badan bayi beresiko dan berat
badan bayi yang kurang beresiko.
Yang dimaksud dengan berat badan
bayi beresiko yaitu paritas yang
rentan untuk mengalami ruptur
perineum spontan (≥ 3500 gram),
sedangkan berat badan bayi yang
kurang beresiko yaitu paritas yang
dapat terhindar dari kejadian ruptur
perineum spontan (< 3500 gram).
4.2.5 Hubungan Faktor Umur Ibu
dengan Kejadian Ruptur
Perineum Spontan
Wanita melahirkan anak pada
Umur < 20 tahun atau > 35 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya
perdarahan pasca persalinan yang
dapat mengakibatkan kematian
maternal. Hal ini dikarenakan pada
Umur di bawah 20 tahun, fungsi
reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna.
Sedangkan pada Umur di atas 35
tahun fungsi reproduksi seorang
wanita sudah mengalami penurunan
dibandingkan fungsi reproduksi
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 25
normal sehingga kemungkinan untuk
terjadinya komplikasi pasca
persalinan terutama perdarahan akan
lebih besar. (Depkes RI, 2001)
Berdasarkan hasil analisis tabel
4.5 diperoleh bahwa proporsi
tertinggi dari ibu yang mengalami
ruptur perineum berumur 20-35
tahun yaitu sebanyak 69 orang
(57.5%), dan dari hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara
umur ibu dengan kejadian ruptur
perineum, dengan nilai -value 0.5 <
α (0.05).
Tidak adanya hubungan antara
umur ibu dengan kejadian ruptur
perineum bisa dikarenakan perineum
seseorang berbeda keelastisitasannya
dengan orang lain, selain itu posisi
ibu saat bersalin, kondisi psikologis
ibu, dan pimpinan meneran yang
baik oleh bidan atau tenaga
kesehatan berperan dalam kejadian
ruptur perineum.
4.2.6 Hubungan Faktor Paritas
dengan Kejadian Ruptur
Perineum Spontan
Pada primigravida,
pemeriksaan ditemukan tanda-tanda
perineum utuh, vulva tertutup, himen
pervoratus, vagina sempit dengan
rugae. Pada persalinan akan terjadi
penekanan pada jalan lahir lunak
oleh kepala janin. Dengan perineum
yang masih utuh pada primi akan
mudah terjadi ruptur perineum
(Mochtar, 2000).
Ruptur perineum terjadi
hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Ruptur perineum pada
umumnya terjadi di garis tengah dan
menjadi luas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat, sudut arcus pubis
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 26
lebih kecil daripada normalnya
sehingga kepala janin terpaksa lahir
lebih ke belakang, kepala janin
melewati pintu bawah panggul
dengan ukuran yang lebih besar
daripada sirkumferensia suboksipito-
bregmatika, atau anak lahir dengan
pembedahan vaginal. (Prawirohardjo,
2006)
Berdasarkan hasil analisis tabel
4.6 diperoleh bahwa proporsi
tertinggi dari ibu yang mengalami
ruptur perineum merupakan ibu
primipara yaitu sebanyak 54 orang
(87.1%), dan dari hasil analisis
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara
umur ibu dengan kejadian ruptur
perineum, dengan nilai -value 0.000
< α (0.05). Nilai OR (odds ratio)
sebesar 9.770 yang berarti ibu
primipara berpeluang mengalami
kejadian ruptur perineum 9.7 kali
lebih besar dibandingkan dengan ibu
multipara.
Hasil penelitian tersebut sesuai
dengan teori Mochtar (2000) dan
Prawiroharjo (2008). Jalan lahir yang
belum pernah dilalui oleh kepala
bayi membuat otot-otot perineum
belum meregang dan masih kaku.
Saat kepala bayi menekan perineum,
perineum yang kaku tidak dapat
menyesuaikan regangan yang terjadi
sehingga resiko terjadi ruptur akan
semakin besar. Nilai odds ratio
tersebut membuktikan peluang
terjadinya ruptur perineum pada
primipara lebih besar dibandingkan
dengan multipara.
Dengan perineum yang masih
utuh pada primipara akan mudah
terjadi ruptur perineum, karena
perineum pada sebagian wanita
kurang mampu dalam menahan
regangan saat persalinan.
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 27
4.2.7 Hubungan Faktor Berat
Badan Bayi dengan Kejadian
Ruptur Perineum Spontan
Salah satu faktor yang
mempengaruhi ruptur perineum pada
ibu bersalin adalah berat badan janin.
Berat badan janin dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur
perineum yaitu berat badan janin
lebih dari 3500 gram, karena resiko
trauma partus melalui vagina seperti
distosia dan kerusakan jaringan
lunak pada ibu. Perkiraan berat
badan janin tergantung pada
pemeriksaan klinik atau
ultrasonografi (USG). Pada masa
kehamilan hendaknya terlebih dahulu
mengukur tafsiran berat badan janin.
(Depkes, 2001)
Berdasarkan hasil analisis tabel
4.7 diperoleh bahwa proporsi
tertinggi dari ibu yang mengalami
ruptur perineum merupakan ibu yang
melahirkan bayi dengan berat < 3500
gram yaitu sebanyak 68 orang
(54.4%), dan dari hasil analisis
menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara
umur ibu dengan kejadian ruptur
perineum, dengan nilai -value 0.018
< α (0.05). Nilai OR (odds ratio)
sebesar 3.353 yang berarti berat
badan bayi ≥ 3500 gram berpeluang
mengalami kejadian ruptur perineum
3.35 kali lebih besar dibandingkan
dengan berat badan bayi < 3500
gram.
Hasil penelitian tersebut sesuai
dengan teori Depkes RI (2001).
Robekan perineum sering terjadi
pada kelahiran dengan berat badan
bayi yang besar. Semakin besar berat
badan bayi yang dilahirkan akan
meningkatkan resiko terjadinya
laserasi perineum, hal ini karena
perineum tidak cukup kuat menahan
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 28
regangan kepala bayi dengan berat
badan bayi lahir yang besar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
terhadap 155 ibu bersalin, hasil
analisis data dan pembahasan
mengenai Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Ruptur
Perineum Spontan di BPM Bidan “N”
Kota Bandung Periode Bulan Juli
hingga Desember Tahun 2013, maka
didapatkan beberapa kesimpulan
antara lain :
1. Lebih dari setengahnya ibu yang
melahirkan di BPM bidan “N”
mengalami ruptur perineum
spontan.
2. Sebagian besar ibu yang
melahirkan di BPM bidan “N”
berumur 20-35 tahun.
3. Lebih dari setengahnya ibu yang
melahirkan di BPM bidan “N”
adalah ibu multipara.
4. Sebagian besar ibu yang
melahirkan di BPM bidan “N”
melahirkan bayi dengan berat
badan < 3500 gram.
5. Tidak terdapat hubungan antara
umur ibu dengan kejadian ruptur
perineum spontan di BPM bidan
“N”.
6. Terdapat hubungan antara paritas
dengan kejadian ruptur perineum
spontan di BPM bidan “N”.
7. Terdapat hubungan antara berat
badan bayi dengan kejadian ruptur
perineum spontan di BPM bidan
“N”.
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 29
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Bidan
Bagi bidan yang bekerja di
institusi maupun bidan praktek
mandiri untuk lebih meningkatkan
keterampilan dalam memberikan
asuhan persalinan terutama yang
berkaitan dengan ruptur perineum
seperti memberikan motivasi
psikologis pada ibu agar ibu dapat
tenang, memposisikan ibu dengan
tepat dan nyaman, tepat dalam
menginstruksikan waktu untuk
mengejan, dan meningkatkan
keterampilan menahan perineum
(steneng) sehingga dapat mengurangi
angka kejadian ruptur perineum di
lapangan.
5.2.2 Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini agar dapat
digunakan sebagai salah satu
gambaran awal bagi penelitian-
penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan kejadian ruptur
perineum akibat persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
Ai Nurasiah, dkk. 2012. Asuhan
Persalinan Normal Bagi Bidan.
Bandung: Refika Aditama
Ai Yeyeh, dkk. 2009. Asuhan
Kebidanan II (Persalinan).
Jakarta: TIM
Arikunto, S. 2002. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
__________. 2010. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Budiarto, 2006. Biostatistik Untuk
Kedokteran dan Kesehatan
Masyarakat. EGC, Jakarta
Depkes RI. 2001. Modul safe
motherhood. Jakarta: FKMUI
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 30
_________. 2007. Buku Acuan
Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta: JHPIEGO
_________. 2008. Buku Acuan
Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta: JHPIEGO
Jurnal: Bhinekas, G. S. 2008. Profil
Kesehatan Kota Bandung
Tahun 2007. Bandung
Jurnal: Endriani, Siti Dwi, dkk. 2013.
Hubungan Umur, Paritas, dan
Berat Bayi Lahir dengan
Kejadian Laserasi Perineum di
Bidan Praktek Swasta Hj. Sri
Wahyuni, S.SiT Semarang
Tahun 2012. Semarang:
Universitas Muhammadiyah
Semarang
Jurnal: Saras Ayu Mustika, Evi Sri
Suryani. 2011. Hubungan
Umur Ibu dan Lama
Persalinan dengan Kejadian
Ruptur Perineum pada Ibu
Primipara di BPS Ny. Ida
Farida Desa Pancasan
Kecamatan Ajibarang
Kabupaten Banyumas Tahun
2010. Banyumas: Akademi
kebidanan YLPP Purwokerto
Manuaba, 2010. Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran,
EGC.
Mochtar, Rustam. 2000. Sinopsis
Obstetri I. Jakarta: EGC
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Oxorn, Harry. 2010. Fisiologi dan
Patologi Persalinan. Jakarta:
Yayasan Essentia Medica
Prawirohardjo, S. 2011. Ilmu
Kandungan Edisi Ketiga.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
STIKes BHAKTI KENCANA BANDUNG 2014 Page 31
Saifuddin, A.B. 2008. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka
____________. 2010. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka
STIKes Bhakti Kencana. 2014.
Pedoman Penulisan Karya
Tulis Ilmiah. Bandung :
Yayasan Adhi Guna Kencana
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif Dan
R&D. Bandung: Alfabeta
Wiknjosasro, H. 2007. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
http://www.bascommetro.com/2011/
12/seputar-rupture-perineum.html
(diakses pada tanggal 24 Januari
2014)
http://www.bkkbn.go.id/pasangan-
usia-subur (diakses pada tanggal 16
Maret 2014)
http://www.infodokterku.com/compo
nent/content/article/16-
data/data/200-indikator-angka-
kematian-maternal-mmr-atau-aki-
dan-penyebab.html (diakses pada
tanggal 24 Januari 2014)
http://www.jdih.net/web_bppkb/berit
a/269/bkkbn-gandeng-ibi-dan-idi-
demi-capai-target-mdgs-2015
(diakses pada tanggal 24 Januari
2014)