faktor transkultural persepsi kesehatan ibu dengan balita ispa

15
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1 ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA Transcultural Factors Towards The Mother Perception Of The Helath Of Toddler Whith Acute RRespiration Disease (ARD) Dina Andriani BR Karo 1 , Bakhtiar 2, Teuku Tahlil 1 1 Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala 2 Bagaian Pediatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala Abstrak Keperawatan transkultural merupakan suatu area utama keperawatan yang berfokus pada aspek budaya dan sub budaya yang berbeda, yang menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, nilai-nilai, keyakinan tentang sehat dan sakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of knowledge yang ilmia dan humanistik guna memberi tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor transkultural terhadap persepsi tentang kesehatan pada ibu dengan balita ISPA. Penelitian ini bersifat kuantitatif yang menggunakan desain korelasional dengan pendekatan cross sectional. Tehnik pengumpulan sampel yang digunakan propotional sampling terhadap 100 ibu dengan balita ISPA di Kota Banda Aceh.Analisa data dilakukan dengan uji Regresi Logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor teknologi, nilai budaya dan gaya hidup, peraturan dan kebijakan, ekonomi dan pendidikan berpengaruh terhadap persepsi ibu dengan balita ISPA (p< 0.05) , sedangkan faktor keagamaan dan falsafah hidup, sosial dan kekerabatan tidak berpengaruh terhadap persepsi ibu dengan balita ISPA (p>0.05). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak semua faktor transkultural mempengaruhi persepsi ibu dengan Balita ISPA. Direkomendasikan kepada Puskesmas dan pihak terkait dapat meningkatkan persepsi kesehatan terhadap ibu dalam penanganan ISPA pada Balita. Kata kunci:Transkultural, ISPA, Ibu Abstract Transcultural nursing is a main area of nursing that focuses on different cultural and sub-cultural aspects, that appreciates caring behaviors, nursing services, values, beliefs about health and illnes, and behaviorel patterns that aim to develop scientific and humanistic body of knowledge, in order to give a nursing practice in particular cultures. The purpose of this study was to find out the influence of transcultural factors towards the mother perception of the health of toddlers with Acute Respiratory Disease (ARD). This study was qualitative study that used correlational design with cross sectional approach. Sampling technique used was propotional sampling with the number of respondents of 100mothers with toddler with ARD in Banda Aceh City. Data was analyzed by logistic regression. The results of the study showed that the technology, cultural value and life style, rules and policies, economic, and education factors influenced the mother perception of the health toddlers with ARD (p<0.05), while the religion and philosophy of life, social and kinship factors did not influence the mother perception of the health toddlers with ARD (p>0.05). Based on this study, it can be conclude that not all transcultural factors influences the mother perception of the health toddlers with ARD. It is recommended to community health centers and related institutions to be able to improve the mother perception of the health in handling the ARD of toddlers. Keywords: Transcultural, ARD, Toddler, and Mother * Korespondensi : Mariyati , Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Email : [email protected]

Upload: others

Post on 31-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Transcultural Factors Towards The Mother Perception Of The Helath Of Toddler Whith Acute RRespiration Disease (ARD)

Dina Andriani BR Karo 1, Bakhtiar2, Teuku Tahlil1

1Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala 2Bagaian Pediatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala

Abstrak

Keperawatan transkultural merupakan suatu area utama keperawatan yang berfokus pada aspek budaya dan sub budaya yang berbeda, yang menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, nilai-nilai, keyakinan tentang sehat dan sakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of knowledge yang ilmia dan humanistik guna memberi tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor transkultural terhadap persepsi tentang kesehatan pada ibu dengan balita ISPA. Penelitian ini bersifat kuantitatif yang menggunakan desain korelasional dengan pendekatan cross sectional. Tehnik pengumpulan sampel yang digunakan propotional sampling terhadap 100 ibu dengan balita ISPA di Kota Banda Aceh.Analisa data dilakukan dengan uji Regresi Logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor teknologi, nilai budaya dan gaya hidup, peraturan dan kebijakan, ekonomi dan pendidikan berpengaruh terhadap persepsi ibu dengan balita ISPA (p< 0.05) , sedangkan faktor keagamaan dan falsafah hidup, sosial dan kekerabatan tidak berpengaruh terhadap persepsi ibu dengan balita ISPA (p>0.05). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak semua faktor transkultural mempengaruhi persepsi ibu dengan Balita ISPA. Direkomendasikan kepada Puskesmas dan pihak terkait dapat meningkatkan persepsi kesehatan terhadap ibu dalam penanganan ISPA pada Balita. Kata kunci:Transkultural, ISPA, Ibu

Abstract

Transcultural nursing is a main area of nursing that focuses on different cultural and sub-cultural aspects, that appreciates caring behaviors, nursing services, values, beliefs about health and illnes, and behaviorel patterns that aim to develop scientific and humanistic body of knowledge, in order to give a nursing practice in particular cultures. The purpose of this study was to find out the influence of transcultural factors towards the mother perception of the health of toddlers with Acute Respiratory Disease (ARD). This study was qualitative study that used correlational design with cross sectional approach. Sampling technique used was propotional sampling with the number of respondents of 100mothers with toddler with ARD in Banda Aceh City. Data was analyzed by logistic regression. The results of the study showed that the technology, cultural value and life style, rules and policies, economic, and education factors influenced the mother perception of the health toddlers with ARD (p<0.05), while the religion and philosophy of life, social and kinship factors did not influence the mother perception of the health toddlers with ARD (p>0.05). Based on this study, it can be conclude that not all transcultural factors influences the mother perception of the health toddlers with ARD. It is recommended to community health centers and related institutions to be able to improve the mother perception of the health in handling the ARD of toddlers.

Keywords: Transcultural, ARD, Toddler, and Mother

* Korespondensi :

Mariyati, Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala,

Banda Aceh. Email : [email protected]

Page 2: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Pendahuluan

Infeksi Saluran Pernafasan Akut(ISPA)

merupakan masalah utama yang paling

umum terjadi di pelayanan kesehatan seperti

puskesmas dan rumah sakit.World Health

Organization (WHO) menyatakan bahwa

pada tahun 2012 di dunia kasus ISPA pada

balita sebanyak 78%. WHO juga melapor

bahwa pada tahun 2012 seperlima dari

kematian balita atau sekitar 12 juta balita di

negara berkembang seperti Bangladesh,

India, Indonesia, Myanmar dan Nepal

disebabkan ISPA. Angka kematian balita

akibat ISPA di negara berkembang tersebut

merupakan 40% dari angka kematian balita

akibat ISPA didunia (WHO, 2012).

Persentase balita yang mengalami ISPA di

Indonesia pada tahun 2012 adalah 18.2% dan

meningkat pada tahun 2013 menjadi 38.8%.

Di Provinsi Aceh, prevalensi ISPA pada tahun

2012 tercatat sebesar 63,78% dan meningkat

menjadi 70,36%, pada tahun 2013. ISPA

merupakan urutan pertama dari 10 jenis

penyakit menular pada balita di Aceh. Data

dari Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh,

menunjukkan bahwa prevalensi ISPA di Kota

Banda Aceh adalah 50,91% pada tahun 2012

dan 46,8% pada tahun 2013, ISPA menduduki

urutan pertama dari 10 jenis penyakit

menular pada balita di Kota Banda Aceh

(Dinas Kesehatan Aceh, 2013).

Prevalensi ISPA pada balita yang tinggi

merupakan masalah kesehatan yang serius.

Kebiasaan masyarakat yang menganggap

penyakit ISPA atau lebih dikenal sebagai

penyakit batuk dan pilek sebagai akibat

pergantian musim yang biasa dan ringan

memberikan kontribusi meningkatnya

prevalensi penyakit ISPA secara signifikan.

Padahal penyakit ISPA apabila tidak ditangani

dengan serius dapat mengakibatkan

komplikasi yang fatal terutama pada balita

(Depkes RI, 2002).

Selain dari pada itu peningkatan prevalensi

ISPA pada balita tidak terlepas dari kebiasaan

atau budaya yang diyakini oleh masyarakat

dalam merawat balita yang menderita ISPA.

Umumnya masyarakat atau keluarga dengan

anak balita yang mengalami ISPA cenderung

melakukan pengobatan sendiri seperti

membeli obat batuk dan pilek di toko obat

atau memberikan pengobatan tradisional.

Padahal penyakit ISPA dengan gejala batuk

dan pilek yang tidak sembuh dalam tiga hari

memerlukan antibiotik dalam

penanganannya, melalui pemeriksaan

kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan

seperti Puskesmas. Perilaku masyarakat atau

keluarga dalam memanfaatkan fasilitas

Page 3: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

pelayanan kesehatan yang ada seperti

Puskesmas sangat dipengaruhi oleh budaya

atau kultur masyarakat ditempat keluarga

tersebut tinggal (Depkes RI, 2002).

Kondisi seperti yang digambarkan di atas juga

diperkuat dengan studi pendahuluan melalui

wawancara yang peneliti lakukan terhadap

10 orang ibu yang memiliki balita dengan

ISPA atau batuk dan pilek diwilayah

KecamatanBanda Raya dan Kecamatan Jaya

BaruKota Banda Aceh. Hasil wawancara

tersebutmengidentifikasikan bahwa 30%

besar ibu-ibu yang memiliki balita dengan

ISPA atau batuk dan pilek akan membeli obat

sendiri ke toko obat karena mereka

menganggap ISPA merupakan penyakit yang

biasa dan ringan. Selanjutnya juga 50% besar

ibu-ibu tersebut mengatakan bahwa penyakit

batuk dan pilek menandakan anaknya mau

bertambah besar, 20% ibu membawa

anaknya kedokter untuk mengobatan lebih

lanjut.

Merujuk pada hasil studi pendahuluan

tentang penanganan ISPA pada balita oleh

keluarga di atas, makadirasa perluuntuk

memperdalam konteks sosial budaya yaitu

memahami kontribusi faktor-faktor sosial

budaya dalamperawatanbalita dengan ISPA,

khususnya di Kota Banda Aceh. Dengan

memahamisituasi ini, diharapkan dapat

membantu keluarga untuk merawat balita,

sehingga memberikan kontribusi untuk

meningkatkan kualitas kesehatan keluarga

Model yang paling tepat untuk memahami

pengaruh faktor-faktor dimensi sosial budaya

terhadap kesehatan khususnya balita dengan

ISPA adalah Sunrise Modelyang dikemukakan

oleh Madeleine Leininger(1981, dikutip

Tomey & Alligood, 2006). Model ini

mengidentifikasi sejumlah faktor sosial

budaya (transkultural) yang dapat

mempengaruhi kesehatan dan terjadinya

penyakit pada individu, keluarga dan

masyarakat yaitu faktor teknologi, agama dan

filsafat, hubungan kekerabatan dan sosial,

nilai-nilai budaya dan gaya hidup, politik dan

hukum, ekonomi dan pendidikan ini penting

terutama dalam perawatan balita dengan

ISPA, karena lingkungan dan budaya secara

langsung berpengaruh pada standar

perawatan yang diberikan keluarga kepada

balita dengan ISPA (Sagar, 2012).

Leininger (1981, dikutip Tomey & Alligood,

2006) mengatakan bahwa budaya

mempunyai pengaruh luas terhadap

kehidupan suatu keluarga. Hal ini dapat

memberikan pengaruh terhadap perilaku

kesehatan keluarga tersebut yang meliputi

kebiasaan hidup sehari-hari, pekerjaan,

pergaulan sosial, praktik kesehatan,

Page 4: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

pendidikan anak, ekspresi perasaan,

hubungan keibuaan, peranan masing-masing

orang menurut umur. Lebih lanjut Leininger

menyatakan bahwa bentuk dari keyakinan,

nilai-nilai, kultur dan norma yang ada didalam

keluarga dapat mempengaruhi derajat

kesehatan keluarga tersebut.

Penelitian tentang transkultural dan

perawatan balita dengan ISPA yang dilakukan

oleh Silva, Silva dan Reis (2010) menunjukkan

bahwa dimensibudaya dan sosialibu-ibu

dengan anak yang menderita ISPA

dipengaruhiolehfaktor teknologi, agama,

filsafat, kekerabatan, nilai-nilai budaya, gaya

hidup, sertafaktorekonomi dan pendidikan.

Hasil penelitian tersebut juga

menggambarkan bahwa faktor teknologi,

agama dan filsafat, kekerabatan dan

kehidupan sosial memfasilitasi atau

mendukung ibu-ibu di Distrik Cascadura, Rio

de Janeiro, Brazil untuk memberikan

perawatan kepada balita dengan ISPA.

Sedangkan faktor nilai-nilai budaya dan gaya

hidup, lingkungan rumah, faktor ekonomi

dan pendidikan menghambat ibu dalam

memberikan perawatan kepada balita

dengan ISPA. Faktor-faktor sosial dan

ekonomi yang menghambat proses

perawatan balita dengan ISPA karena tingkat

pendidikan yang rendah dan pendapatan

keluarga yang rendah sangat terkait dengan

kerentanan anak-anak terhadap ISPA. Selain

itu, perawatan yang diberikan ibu pada balita

dengan ISPA. Hasil penelitian tersebut

mengidentifikasi bahwa beberapa ibu tidak

peduli terhadap paparan pada anak-anak

yang rentan terhadap reaksi alergi, seperti

asma dan rinitis alergi seperti debu, kutu, dan

bulu binatang (Silva, Silva dan Reis, 2010).

Melihat pentingnya pengaruh aspek sosial

budaya keluarga terhadap kesehatan balita

dengan ISPA seperti yang telah diuraikan di

atas, maka peneliti tertarik untuk lebih

mendalami dan mengetahui pengaruh faktor-

faktor transkultural terhadap persepsi

tentang kesehatan pada keluarga balita

dengan ISPA di Kota Banda Aceh tahun 2014.

Metodelogi

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif

yang menggunakan desain korelasional

dengan pendekatan cross sectional. Pada

penelitian ini pengukuran dilakukan satu kali

dalam waktu yang bersamaan dengan

menggunakan alat ukur berupa kuesioner

untuk mengetahui pengaruh faktor-

faktortranskultural terhadap persepsi

tentang kesehatan pada ibuPopulasi dan

sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian

yang akan diteliti (Dharma, 2011). Jumlah

Page 5: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

balita yang menderita ISPA dari bulan Mei

2013 sampai dengan April 2014 untuk

masing-masing Puskesmas di Kota Banda

Aceh adalah 13.042. Penelitian ini

menggunakan perhitungan besar sampel

menggunakan rumus Slovin (1960), dalam

Dharma 2011) yang berjumlah 100 ibu,

Teknik pengambilan menggunakan rumus

propotional sampling(Dharma, 2011).

Instrumen dari penelitian ini berbentuk

lembar kuesioner telah melewati uji validitas

dan reliabilitas dengan menggunakan

Cronbach alfa dengan nilai >0,80.

Penelitian ini dilaksanakan di beberapa

Puskesmas di Kota Banda Aceh. Penelitian

dilakukan pada bulan Januari sampai

Oktober 2014 dimulai penyusunan proposal,

pengumpulan data dilanjutkan dengan

pengolahan hasil serta penulisan laporan

penelitian. Adapun waktu pengambilan data

penelitian adalah dari tanggal 8 sampai 22

September2014

Hasil

Karakteristik responden penelitian

ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel

1 diketahui bahwa dari 100 orang ibu dengan

balita ISPA yang menjadi responden,

mayoritas berumur antara 20-35 tahun

(71%), dan mempunyai pendapatan ibu per

bulan 1.550.000-3.100.000 ( 69%), dan

sangat banyak yang berpendidikan SMA

(83%) serta bersuku Aceh (89%).

Tabel 1 - Karakteristik Ibu Dengan Balita ISPA diKota Banda Aceh Tahun 2014 (n = 100)

Karakteristik Jumlah

F %

Usia 1. 20-35 Tahun 71 71 2. 36-45 Tahun 17 17 3. 46-60 Tahun 12 12 Tingkat Pendidikan

1. SMP 5 5 2. SMA 83 83 3. Perguruan

Tinggi (PT) 12 12

Penghasilan perbulan

1. < 1.550.000 10 10 2. 1.550.000-

3.100.000 69 69

3. > 3.100.000 21 21 Suku 1. Aceh 89 89 2. Non Aceh 11 11

Persepsi Ibu yang mempunyai balita ditunjukkan

pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 - Ibu Dengan Balita ISPA berdasarkan Persepsi Kesehatan Di Kota Banda Aceh 2014

Persepsi Kesehatan

Ibu

Frekuensi

(f)

Persentase

(%)

Baik 60 60

Kurang 40 40

Berdasarkan tabel 2 di atas, maka dapat

diketahui bahwa kebanyakanibu dengan

balita ISPA (60%) mempunyai persepsi

kesehatan yang baik.

Page 6: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Faktor-faktor Transkultural Terhadap

Persepsi Kesehatan Pada Ibu Dengan Balita

ISPA ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 - Faktor-faktor Transkultural Terhadap Persepsi Kesehatan Pada Ibu Dengan Balita ISPA Di Kota Banda Aceh

Variabel Jumlah

F %

Faktor Teknologi

1. Baik 42 42

2. Cukup 24 24

3. Kurang 34 34

Faktor Keagamaan dan Falsafah Hidup

1. Baik 39 39

2. Cukup 23 23

3. Kurang 38 38

Faktor Sosial dan Kekerabatan

1. Baik 46 46

2. Cukup 26 26

3. Kurang 28 28

Faktor Nilai Budaya dan Gaya Hidup

1. Baik 38 38

2. Cukup 32 32

3. Kurang 30 30

Faktor Peraturan dan Kebijakan

1. Baik 58 58

2. Cukup 22 22

3. Kurang 20 20

Faktor Ekonomi

1. Baik 34 34

2. Cukup 30 30

3. Kurang 36 36

Faktor Pendidikan

1. Baik 42 42

2. Cukup 34 34

3. Kurang 24 24

Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa

kebanyakan ibu yang mempunyai balita

dengan ISPA di wilayah kerja Puskesmas

Banda Aceh mempunyai pemahaman yang

baik terhadap faktor peraturan dan kebijakan

(58%), namun hanya beberpa yang memiliki

pandangan yang baik terhadap faktor

teknologi (42%), keagamaan dan falsafah

hidup (39%), social dan kekerabatan (46%),

nilai budaya dan gaya hidup (38%), ekonomi

(34%), danpendidikan (42%).

Hubungan faktor-faktor transkultural dengan

persepsi Ibu Balita ISPA digambarkan pada

Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara persepsi

kesehatan ibu dengan faktor teknologi

(p=0.000), keagamaan dan falsafah hidup

(p=0.000), sosial dan kekerabatan (p=0.001),

nilai budaya dan gaya hidup (p=0.000),

peraturan dan kebijakan (p=0.011), ekonomi

(p=0.000) dan pendidikan (p=0.013).

Tabel 4 - Hubungan Faktor-faktor Transkultural Dengan Persepsi Ibu Di Kota Banda Aceh (n = 60)

Faktor-faktor

Transkultural

Persepsi Ibu Total

p-value Baik

Kurang

n(%) n(%) n(%)

1. Teknologi

a. Baik 37(61.7) 5(12.5) 42(42) 0.000

b. Cukup 18(30) 6(15) 24(24)

c. Kurang 5(8.3) 29(72.5) 34(34)

2. Keagamaan dan falsafah hidup

a. Baik 31(51.7)

8(20) 39(39) 0.000

b. Cukup 21(35) 2(5) 23(23)

c. Kurang 8(13.3) 30(5) 38(38)

3. Sosial dan kekerabatan

Page 7: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

a. Baik 31(51.7) 15 (37.5)

46(46) 0.001

b. Cukup 20(33.3) 6 (15) 2626)

c. Kurang 9(15) 19 (47).5 28(280

4. Nilai budaya dan gaya hidup

a. Baik 35(58.3) 3(7.5) 38(38) 0.000

b. Cukup 22(36.7) 10(25) 32(32)

c. Kurang 3(5) 27(67.5) 30(30)

5. Peraturan dan kebijakan

a. Baik 42(70) 16(40) 58(58) 0.011

b. Cukup 9(15) 13(2.5) 22(22)

c. Kurang 9(15) 11(27.5) 20(20)

6. Ekonomi

a. Baik 28(46.7) 6(15) 34(34) 0.000

b. Cukup 26(43.3) 4(10) 30(30)

c. Kurang 6(10) 30(75) 36(36)

7. Pendidikan

a. Baik 32(53.3) 10(25) 42(42) 0.013

b. Cukup 18(30) 16(40) 34(34)

c. Kurang 10(16.7) 14(35) 24(24)

Pengaruh faktor-faktor Transkultural

Terhadap Persepsi Tentang Kesehatan Pada

Ibu Dengan Balita ISPA digambarkan dalam

Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa secara

statistik faktor Agama (B = 0.28, 95% CI =

0.50-3.50) dan sosial (B = 0.49, 95% CI =

0.63-4.32) tidak memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap persepsiibu dengan Balita

ISPA (p>0.05), sedangkan faktor teknologi (B

= 1.24, 95% CI = 1.28-9.42), nilai budaya dan

gaya hidup (B = 1.37, 95% CI = 1.27-12.21) ,

peraturan dan kebijakan (B = 1.25, 95% CI =

1.24-9.32), ekonomi (B = 1.28, 95% CI = 1.10-

11.81) pendidikan (B = 1.34, 95% CI = 1.29-

11.48) mempunyai pengaruh yang signifikan

(p ≤ 0.05) terhadap persepsi kesehatan pada

ibu dengan BalitaISPA.

Tabel 5 - Pengaruh Faktor-faktor Transkultural Terhadap Persepsi Tentang Kesehatan Pada Ibu Dengan Balita ISPA Di Kota Banda Aceh

No Variabel B 95% C.I p-

Value

1 Teknologi 1.246 1.28-9.42 0.014

2 Agama dan

falsafah hidup

0.282 0.50-3.50 0.569

3 Sosial dan

kekerabatan

0.497 0.63-4.32 0.313

4 Nilai budaya

dan gaya hidup

1.373 1.27-12.21 0.017

5 Peraturan dan

kebijakan

1.225 1.24-9.32 0.017

6 Ekonomi 1.283 1.10-11.81 0.034

7 Pendidikan 1.349 1.29-11.48 0.015

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh faktor-faktor transkultural yaitu

faktor teknologi, keagamaan dan falsafah

hidup, sosial dan kekerabatan, nilai budaya

dan gaya hidup, peraturan dan kebijakan,

ekonomi dan pendidikan terhadap persepsi

tentang kesehatan pada ibu dengan balita

ISPA di Kota Banda Aceh. Secara umum hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-

faktor transkultural mempengaruhi persepsi

tentang kesehatan pada ibu dengan balita

Page 8: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

ISPA. Adapun penjelasan rinci mengenai

pengaruh faktor-faktor transkultural

terhadap persepsi tentang kesehatan pada

ibu dengan balita ISPA untuk setiap

variabelnya adalah sebagai berikut.

Hasil analisa statistik untuk faktor teknologi

diketahui bahwa sebagian besar ibu balita

dengan ISPA yaitu 61.7%memiliki pandangan

yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa

sebahagian besar ibu balita dengan ISPA

sudah memanfaatkan teknologi dengan baik

untuk memperoleh informasi tentang

penyakit ISPA. Hasil penelitian ini sesuai

dengan hasil penelitian Melo (2011) yang

menyatakan bahwa faktor teknologi dalam

transkultural nursing bermanfaat bagi

masyarakat untuk memperoleh akses pada

teknologi informasi, akses komunikasi, akses

ke media cetak dan elektronik dan akses

kepada teknologi pelayanan kesehatan.

(Depkes RI, 2002) menyatakan bahwa salah

satu manfaat teknologi dalam bidang

kesehatan bagi masyarakat adalah untuk

mendapatkan informasi kesehatan dan

pelayanan kesehatan. Saat ini, banyak

masyarakat mencari informasi tentang

kesehatan melalui sumber-sumber teknologi

seperti media elektronik dan internet. Oleh

karena itu perawat perlu memfasilitasi pasien

dalam mencari informasi kesehatan yang

berkualitas atau sumber yang tepat dengan

menggunakan teknologi informasi kesehatan.

Masyarakat bisa mencari informasi kesehatan

melalui media elektronik maupun media

sosial dan melakukan komunikasi dengan

orang lain bahkan bergabung dalam jejaring

sosial tentang kesehatan. Teknologi informasi

memegang peranan penting dalam sektor

kesehatan sehingga sangatlah penting bagi

masyarakat untuk peningkatan kemampuan

dalam penguasaan teknologi informasi.

Hasil analisa statistik untuk faktor keagamaan

dan falsafah hidup menunjukkan bahwa

sebahagian besaribu dengan balita ISPA yaitu

51.7 memiliki pandangan yang baik untuk

faktor keagamaan dan falsafah hidup. Hal ini

mengidentifikasi bahwa sebahagian besar ibu

balita dengan ISPA memiliki cara pandang

yang baik terhadap pengobatan dan

penanganan ISPA. Hasil Penelitian ini sesuai

dengan penelitian sebelumnya (Paul dan

Corolyn, 2007) yang melaporkan bahwa

pandangan hidup (falsafah hidup)

mempengaruhi kesehatan masyarakat.

keluarga dengan balita ISPA dalam merawat

dan memanfaatkan pelayanan kesehatan

memperhatikan aspek agama dan falsafah

yang diyakini oleh keluarga. Potter dan Perry

(2010) menyatakan bahwa praktik yang

berhubungan dengan pelayanan kesehatan

mempunyai makna keagamaan bagi

Page 9: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

sebahagian masyarakat atau keluarga.

Spiritualitas mempengaruhi perilaku

masyarakat atau ibu dalam bidang kesehatan

(Tahlil, dkk, 2013).

Hasil analisa statistik untuk faktor sosial dan

kekerabatan diketahui bahwa sebahagian

besar ibu dengan balita ISPA yaitu 51.7%

memiliki pandangan yang baik tentang faktor

sosial dan kekerabatan. Hasil ini memberikan

kesimpulan bahwa ibu dengan balita ISPA

mempersepsikan bahwa pelayanan

kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas

untuk mengobati ISPA pada balita telah

memperhatikan aspek sosial budaya dan

hubungan keluarga..

Tomey dan Alligood (2006) mengatakan

bahwa aspek sosial budaya dalam pelayanan

kesehatan khususnya keperawatan adalah

penting menerapkan pendekatan antropologi

yang berorientasi pada keaneka ragaman

budaya baik antar budaya maupun lintas

budaya dengan yang tidak membedakan

perbedaan budaya dan dilaksanakan sesuai

dengan hati nurani dan standar tanpa

membedakan suku, ras, budaya, dan lain-lain.

Hasil statistik untuk faktor nilai budaya dan

gaya hidup diketahui bahwa

sebahagianbesaribu balita dengan ISPA yaitu

58.3%memiliki pandangan yang baik tentang

faktor nilai budaya dan gaya hidup.Hasil

penelitian ini menggambarkan bahwa ibu

balita dengan ISPA mempersepsikan

penanganan ISPA pada balita yang diberikan

oleh Puskesmas memperhatikanaspek

budaya masyarakat.

Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Erson

(2005), yaitu pemahaman terhadap keadaan

sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di

setiap masyarakat tergantung dari

kebudayaan yang mereka miliki. Perpaduan

antara pengalaman empirical dengan konsep

kesehatan ditambah juga dengan konsep

budaya dalam hal kepercayaan merupakan

konsep sehat tradisional secara kuratif.

Hasil analisa statistik untuk faktor peraturan

dan kebijakan diketahui bahwa sebahagian

besar ibu dengan balita ISPA yaitu 70%,

memiliki pandangan yang baik tentang faktor

peraturan dan kebijakan. Hal ini memberikan

makna bahwa ibu dengan balita ISPA

beranggapan bahwa peraturan dan kebijakan

yang ada di Puskesmas membantu

masyarakat dalam pelayanan kesehatan

terutama dalam penanganan penyakit ISPA.

Menurut Tomey dan Alligood (2006),

kebijakan dan peraturan yang berlaku di

fasilitas pelayanan kesehatan mempengaruhi

kegiatan individu dalam asuhan keperawatan

lintas budaya. Faktor budaya dapat

mempengaruhi kebijakan kesehatan.

Page 10: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Perbedaan bahasa dapat menyebabkan

kelompok tertentu memiliki informasi yang

tidak memadai tentang hak‐hak kesehatan

mereka, atau menerima layanan kesehatan

yang tidak sesuai dengan kebutuhan khusus

mereka. Terkait dengan penelitian ini, oleh

karena mayoritas ibu dengan balita SPA

bersuku Acehmaka informasi terkait dengan

peraturan dan kebijakan pelayanan

kesehatan di Puskesmas tidak menjadi

masalah.

Hasil penelitian tentang faktor ekonomi

diketahui bahwa sebahagian besa ribu

dengan balita ISPA yaitu 46.7% memiliki

pandangan yang baik tentang faktor

ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa ibu

dengan balita ISPA memiliki tingkat ekonomi

yang baik untuk mengobati dan merawat

balita dengan ISPA. Tingkat ekonomi atau

pendapatan masyarakat akan mempengaruhi

cara masyarakat tersebut memelihara

kesehatannya dan memanfaatkan fasilitas

pelayanan kesehatan.

Lebih lanjut Potter dan Perry (2010)

mengatakan bahwa pendapatan merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

wawasan masyarakat mengenai sanitasi,

lingkungan dan perumahan. Kemampuan

anggaran rumah tangga juga mempengaruhi

kecepatan untuk meminta pertolongan

apabila anggota ibunya sakit. Variabel

ekonomi dapat mempengaruhi tingkat

kesehatan seseorang dengan cara

meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan

mempengaruhi cara bagaimana atau dimana

seseorang masuk ke dalam sistem pelayanan

kesehatan. Penerimaan seseorang terhadap

pengobatan yang bertujuan untuk

memelihara atau meningkatkan

kesehatannya juga dapat dipengaruhi oleh

status ekonomi.

Mubarak dan Chayatin (2009) juga

menyatakan bahwa status ekonomi atau

tingkat penghasilan keluarga akan

mempengaruhi cara hidup/gaya hidup

seseorang dan cara memperoleh pelayanan

kesehatan bila ada anggota keluarga yang

menderita sakit. Seseorang yang berasal dari

keluarga dengan penghasilan tinggi

cenderung lebih mudah dalam memperoleh

pelayanan dan fasilitas kesehatan,

dibandingkan dengan orang yang berasal dari

keluarga dengan penghasilan rendah.

keluarga dengan penghasilan tinggi

cenderung mendapatkan kesempatan yang

lebih tinggi untuk mendapatkan pengetahuan

dan informasi tentang arti kesehatan dan

manfaat dari pelayanan kesehatan.

Hasil analisa statistik untuk faktor pendidikan

diketahui bahwa sebahagian besar ibu

Page 11: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

dengan balita ISPA yaitu 53.36% memiliki

pandangan yang baik tentang faktor

pendidikan. Hal ini menggambarkan bahwa

ibudengan balita ISPA memiliki pemahaman

dan kesadaran yang baik terkait dengan

pengobatan dan perawatan balita dengan

ISPA. Menurut Edelman dan Mandle (1994,

dalam Potter & Perry, 2010), keyakinan

seseorang terhadap kesehatan sebagian

terbentuk oleh variabel intelektual, yang

terdiri dari pengetahuan (atau informasi yang

salah) tentang berbagai fungsi tubuh dan

penyakit, latar belakang pendidikan dan

pengalaman masa lalu. Variabel-variabel ini

mempengaruhi pola pikir seseorang.

Kemampuan kognitif akan membentuk cara

berfikir seseorang, termasuk membentuk

kemampuan untuk memahami faktor-faktor

yang berkaitan dengan penyakit dan

menggunakan pengetahuan tentang

kesehatan dan penyakit yang dimilikinya

untuk menjaga kesehatan diri sendiri.

Kemampuan kognitif juga berhubungan

dengan tahap perkembangan seseorang.

Notoatmodjo (2007), mengatakan bahwa

semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

maka semakin tinggi pula kesadaran

terhadap kesehatan, baik untuk dirinya

maupun orang lain dan ibu. Latar belakang

pendidikan mempengaruhi seseorang dalam

berpikir dan bertindak. Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi

pula motivasi untuk memanfaatkan fasilitas

kesehatan karena telah memiliki

pengetahuan dan wawasan yang lebih luas

dibandingkan dengan orang yang

berpendidikan rendah. Pendidikan seseorang

dapat meningkatkan kematangan intelektual

sehingga dapat membuat keputusan yang

lebih baik dalam bertindak. Tingkat

pendidikan dipercaya mempengaruhi

permintaan akan pelayanan kesehatan.

Pendidikan yang tinggi akan memungkinkan

seseorang untuk mengetahui atau mengenal

gejala awal dari suatu penyakit, sehingga

berkeinginan untuk segera mendapatkan

perawatan.

Ukuran pendidikan juga penting untuk

mewakili kesadaran akan perlunya pelayanan

kesehatan. Orang dengan pendidikan formal

lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan

yang lebih tinggi dibanding orang dengan

tingkat pendidikan formal yang lebih rendah,

karena akan lebih mampu dan mudah

memahami arti dan pentingnya kesehatan

serta pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran

akan pentingnya arti kesehatan bagi diri dan

lingkungan yang dapat mendorong

kebutuhan akan pelayanan kesehatan

(Mubarak & Chayatin, 2009).

Page 12: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Latar belakang pendidikan klien adalah

pengalaman klien dalam menempuh jalur

pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin

tinggi pendidikan klien maka keyakinannya

didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang

rasional dan individu tersebut dapat belajar

beradaptasi terhadap budaya yang sesuai

dengan kondisi kesehatannya (Tomey &

Alligood, 2006).

Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum

pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas

dalam Kota Banda Aceh sudah

memperhatikan aspek-aspek budaya dalam

pelayanannya.Pendapat di atas sejalan

dengan yang dikemukakan oleh Leininger

(Tomey & Alligood, 2006) menyatakan bahwa

konsep utama yang mendasari terbentuknya

teori keperawatan transkultural adalah

budaya yaitu norma atau aturan tindakan

dari anggota kelompok masyarakat yang

dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk

dalam berfikir, bertindak dan mengambil

keputusan. Selanjutnya juga Cultural Care

yaitu yang berkenaan dengan kemampuan

kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan

dan pola ekspresi yang digunakan untuk

membimbing, mendukung atau memberi

kesempatan individu, ibu atau kelompok

untuk mempertahankan kesehatan, sehat,

berkembang dan bertahan hidup, hidup

dalam keterbatasan dan mencapai kematian

dengan damai.

Leininger (Tomey & Alligood, 2006) meyakini

bahwa kesehatan merupakan suatu

keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks

budaya yang digunakan untuk menjaga dan

memelihara keadaan seimbang/sehat yang

dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari.

Hasil analisa multivariat dengan

menggunakan uji regresi logistic di atas

diketahui bahwa p value = 0,000 yang

bermakna Ho ditolak, sehingga faktor

transkultural (faktor teknologi, faktor

keagamaan dan falsafah hidup , faktor sosial

dan kekerabatan, faktor nilai budaya dan

gaya hidup, faktor peraturan dan kebijakan,

faktor ekonomi dan faktor pendidikan) secara

parsial terdapat pengaruh yang signifikan

terhadap persepsi sehat pada keluarga balita

dengan ISPA, namun untuk setiap variabel

faktor-faktor transkultural dilihat dari setiap

faktor dengan uji regresi logistic diperoleh

hasil faktor agama dan sosial tidak

berpengaruh terhadap persepsi tentang

kesehatan pada ibu dengan BalitaISPA. Hal

ini menunjukkan bahwa tidak semua hal-hal

mengenai persepsi kesehatan khususnya

pada ibu balita dengan ISPA mampu

dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel

faktor transkultural.

Page 13: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Hasil penelitian di atas berbeda dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Leininger

(Tomey & Alligood, 2006), yaitu dimensi

budaya dan struktur sosial dalam sunrise

model dalam pelayanan kesehatan dan

keperawatan dipengaruhi oleh 7 faktor, yaitu

faktor teknologi, faktor keagamaan dan

falsafah hidup, faktor sosial dan kekerabatan,

faktor nilai budaya dan gaya hidup, faktor

peraturan dan kebijakan, faktor ekonomi dan

faktor pendidikan.

Hasil penelitian ini juga berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Silva, dan

Reis(2010) menunjukkan bahwa dimensi

budaya dan sosial ibu-ibu dengan anak yang

menderita ISPA dipengaruhi oleh faktor

teknologi, agama, filsafat, kekerabatan, nilai-

nilai budaya, gaya hidup, serta faktor

ekonomi dan pendidikan. Hasil penelitian

tersebut juga menggambarkan bahwa faktor

teknologi, agama dan filsafat, kekerabatan

dan kehidupan sosial memfasilitasi atau

mendukung ibu-ibu di Distrik Cascadura, Rio

de Janeiro, Brazil untuk memberikan

perawatan kepada balita dengan ISPA.

Sedangkan faktor nilai-nilai budaya dan gaya

hidup, lingkungan rumah, faktor ekonomi

dan pendidikan menghambat ibu dalam

memberikan perawatan kepada balita

dengan ISPA. Faktor-faktor sosial dan

ekonomi yang menghambat proses

perawatanbalita dengan ISPA karena tingkat

pendidikan yang rendah dan pendapatan

keluarga yang rendah sangat terkait dengan

kerentanan anak-anak terhadap ISPA. Selain

itu, lingkungan rumah dan gaya hidup juga

memiliki dampak negatif yang besar

berkaitan dengan perawatan yang diberikan

ibu terhadap balita dengan ISPA.Hasil

penelitianini menemukan beberapa ibu yang

tidak peduli terhadap paparan pada anak-

anak yang rentan terhadap reaksi alergi,

seperti asma dan rinitis alergi seperti debu,

kutu, dan bulu binatang(Silvadan Reis et al,

2010).

Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

sebagian besar faktor transkultural

mempengaruhi persepsi tentang kesehatan

pada ibu dengan Balita ISPA.Secara

keseluruhan, pengaruh dari faktor-faktor

transkultural terhadap persepsi kesehatan

pada ibu dengan balita ISPA di Kota Banda

Aceh adalah sebagai berikut:

Faktor teknologi, nilai budaya dan gaya

hidup, peraturan dan kebijakan, ekonomi dan

pendidikan mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap persepsi tentang

kesehatan ibu dengan balita ISPA di Kota

Banda Aceh (p < 0.05)

Page 14: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Faktor keagamaan dan social dan

kekerabatan tidak berpengaruh terhadap

persepsi tentang kesehatan ibu dengan balita

ISPA di Kota Banda Aceh, (p > 0.05)

Referensi

Bowling, A. (2012). The measurement of patients’expectations for health care: a review and psychometric testing of a measure of patients’ expectations. Journal of Health Technology Assessment 16.

Buse, K., Mays, N. & Walt, G. (2012). Making health policy : understanding public health. 2nd Edition, New York : Open University Press.

Corwin, E. J. (2009). Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Depkes RI.(2002), Kebijakan dan strategi pengembangan sistem informasi kesehatan nasional. Jakarta.

Depkes RI. (2002), Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia Balita. Jakarta.

Dharma, K. K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Cetakan Pertama, Jakarta Timur : CV. Trans Info Media.

Dinas Kesehatan Aceh (2013). Profil kesehatan provinsi Aceh tahun 2012.Diakses tanggal 18 November 2013, dariwww.dinkes.acehprov.go.id.

Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh (2012). Profil kesehatan Kota Banda Aceh tahun 2012.Diakses tanggal 18 November 2013, dariwww.dinkes.bandaaceh.go.id.

Erson (2005). Antropologi kesehatan. Yogyakarta : UGM Press.

Friedman, M. M. (2010). Buku ajar keperawatan ibu : riset, teori dan praktek. Jakarta : EGC

Ghozali, I. (2009). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS. Edisi Keempat, Semarang : Penerbit Universitas Diponegoro

Harsono, A. (2007). Diagnosa komunitas dan program kesehatan. Jakarta : Yayasan Esentia Medika.

Henry, Beth A, Nicolau, Ana IO (2010). Socio-cultural factors influencing breastfeeding practices among low-income women in Fortaleza-Ceará-Brazil: a Leininger’s Sunrise Model Perspective. Diakses tanggal 18 November 2013, Dari www.um.es/eglobal.

Koentjoro, S. (2002). Dukungan sosial pada ibu. Diakses 16 Agustus 2014. dari http : //www. e-psikologi.com.

Layuk, R. R. Noer, Wahiduddin (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Lembang Batu Sura. Diakses tanggal 18 November 2013, dari http://repository.unhas.ac.id.

Maulana (2009). Promosi kesehatan. Jakarta : EGC.

Mubarak, W. I. dan Chayatin, N. (2009). Ilmu kesehatan masyarakat : teori dan aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

Murwani, A. (2009). Perawatan pasien penyakit dalam. Yogyakarta : Mitra Cendikia.

Melo, L.P. (2011). The Sunrise model: a contribution to the teaching of nursing consultation in collective health. American Journal Of Nursing Research I

Page 15: Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA

Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1

ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Nelson, W.E. (2000). Ilmu kesehatan anak. Edisi 15, Jakarta : EGC.

Notoatmodjo,S (2007). Promosi kesehatan dan ilmu prilaku kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Potter, P.A & Perry, A. G. (2010), Fundamental keperawatan. Edisi 7, Jakarta : Salemba Medika.

Prasetyo, B. & Jannah, L. M. (2008). Metode penelitian kuantitatif : teori dan aplikasi. Edisi I, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Paul ,S. & Carolyn, W (2007). A Companion to Art Theory. Libgen. Org. Diakses tanggal 17 November 2014, dari Libgen.org/book/index.phppmds.

Sagar, P. L. (2012). Transcultural nursing theory and models : application in nursing education, practice, and administration. New York : Springer Publishing Company.

Silva M.D.B., Silva L.R. da & Reis A.T. (2010). Socioeconomic and cultural factors of maternal care in children's respiratory disease in the district of Cascadura, Rio de Janeiro, Brazil. Journal of Nursing UFPE, Octobre 2012, Brazil.

Tahlil,T. Woodman,R.W., Coveny, J. Ward,P.R (2013). Exploring Recommendation for an Effective smoking prevention program for Indonesian Adolescent. Asian Pacific Journal Of Cancer Prevention. Vol 14. diakses 5 Agustus di http://dx.doi.org/10.7314/APJCP.2013.14.2.865

Tomey, A.M and Alligood, M.R (2006).Nursing theorists and their work. 6th Ed. United States of America : Mosby, Inc.

Walgito. (2004).Pengantar psikologi umum.Yogyakarta. Andi Yogyakarta.

WHO (2013).Acute respiratory track infection data.Diakses tanggal 18 November 2013, dari http://www.who.int.