faktor yang mempengaruhi implementasi …lib.unnes.ac.id/26244/1/6411412166.pdf · mtbs pada...
TRANSCRIPT
i
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI
MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT ( MTBS )
PADA PETUGAS PELAKSANA DI PUSKESMAS
KABUPATEN BANJARNEGARA
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh
Hotmi Umi Arifah
NIM. 6411412166
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
ii
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
Juni 2016
ABSTRAK
Hotmi Umi Arifah
Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada
Petugas Pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara
xvii + 113 halaman + 30 tabel + 2 gambar + 13 lampiran
Jumlah kematian balita di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 6,6 juta pada tahun
2012. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara (2014), angka kematian balita
13.90 per kelahiran hidup yang masih jauh dari target SPM bidang kesehatan yaitu 9.8
per kelahiran hidup. WHO mengembangkan cara untuk mencegah sebagian besar
penyebab kematian bayi dan balita melalui program Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS). Cakupan pelaksanaan MTBS di Kabupaten Banjarnegara belum memenuhi
target WHO . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan pendekatan crosssectional.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi implementasi
MTBS pada petugas pelaksana di Puksesmas Kabupaten Banjarnegara terdiri dari faktor
sikap (p=0.010), masa kerja (p=0.001), pelatihan yang pernah diikuti tentang MTBS
(p=0.002), ketersediaan obat (p=0.037), alokasi dana (p=0.041) dan evaluasi oleh Kepala
Puskesmas (p=0.010). Sedangkan faktor yang tidak berpengaruh terdiri dari faktor
pengetahuan (p=0.692), motivasi kerja (p=0.383), persepsi beban kerja (p=0.923),
ketersediaan peralatan (p=0.493), kepemimpinan Kepala Puskesmas (p=0.521), dan
supervisi oleh Dinas Kesehhatan Kabupaten (p=0.782).
Saran yang dapat disampaikan anatara lain, Dinas Kesehatan Kabupaten
Banjarnegara perlu meningkatkan pengawasan kelengkapan fasilitas pendukung
pelaksanaan MTBS seperti ketersediaan obat, serta perlu diadakan pelatihan bagi petugas
yang belum pernah mengikuti dan mendapatkan pelatihan. Puskemas diharapkan
meningkatkan kualitas pelayanan MTBS.
Kata Kunci : Implementasi, Manajemen Terpadu Balita Sakit, Petugas Pelaksana.
Kepustakaan : (1992 - 2015)
iii
Public Health Science Departement
Faculty of Sport Science
Semarang State University
June 2016
ABSTRACT
ABSTRACT
Hotmi Umi Arifah
Factors Affecting the Implementation of Integrated Management of Childhood Illness
(IMCI) among Staff in Public Health Center in Banjarnegara Regency.
xvii + 113 pages + 30 tables + 2 pictures + 13 enclosures
The number of under-five deaths in Indonesia is still high at 6.6 million in 2012.
Report from Banjarnegara District Health Office (2014) mentions in child mortality
13.90/live birth is still far from SPM target of health sector is 9.8 per live births. In 1992,
WHO develop a pretty effective way and can be done to prevent most causes of death of
infants and toddlers through the program "Integrated Management of Childhood Illness
(IMCI)". Coverage of IMCI in the District Banjaregara not meet the WHO target of 60%.
The purpose of this study was to determine the factors that affect the implementation of
IMCI in the executive officer at district health centers Banjaregara. This type of research
is explanatory research with cross sectional approach.
The conclusion of this study are the factors that affected the implementation of
IMCI on the executive officer in health centers Banjarnegara district consists of the
attitude factor (p = 0.010), age (p = 0.001), trainings have been followed IMCI (p =
0.002), the availability of drugs ( p = 0.037), the allocation of funds (p = 0.041) and
evaluation by the Head of Puskesmas (p = 0.010). While the factors that have no effect
consists of knowledge (p = 0.692), work motivation (p = 0.383), the perception of the
workload (p = 0.923), availability of equipment (p = 0493), the leadership of the Head of
health centers (p = 0521), and supervised by the District Health Office (p = 0782).
Suggestions can be delivered among other things, Banjarnegara District Health
Office needs to improve oversight of the completeness of supporting facilities such as
IMCI drug availability, as well as the need to hold training for officers who have not
completed and received training. Puskemas IMCI is expected to improve service quality.
Keywords : Implementation, Integrated Management of Childhood Illness,
Executive Officer,
Bibliography: (1992 - 2015)
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.(QS.94:6)
Percaya bahwa hasil tak pernah mengkhianati usaha.
Bersyukurlah selalu karena Allah SWT memberikan apa yang kita
butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.
Persembahan :
Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Alloh SWT,
skripsi ini penulis persembahkan untuk :
1. Ibu (Susmirah) dan Almarhum Bapak (Saliman)
tercinta atas doa, cinta, kasih sayang, nasehat,
serta dukungan tulus yang tak pernah putus.
2. Kakak-kakakku dan keluarga besar atas doa dan
dukungan yang tulus.
3. Almamater Universitas Negeri Semarang,
khususnya Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya,
sehingga skripsi yang berjudul “Faktor yang Mempengaruhi Implementasi
Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) pada Petugas Pelaksana di Puskesmas
Kabupaten Banjarnegara” dapat terselesaikan. Penyelesaian skripsi ini
dimaksudkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas
Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Keberhasilan penyelesaian penelitian sampai dengan tersusunya skripsi ini
atas bantuan dari berbagai pihak, dengan rendah hati disampaikan terima kasih
kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang atas ijin
penelitian yang diberikan.
2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang, atas persetujuan penelitian .
3. Pembimbing skripsi Bapak Drs. Bambang Wahyono, M.Kes atas arahan dan
bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Penguji I, Bapak Dr. Bambang Budi Raharjo,M.Si dan penguji II, Bapak
Irwan Budiono, S.KM, M.Kes atas saran, bimbingan, dan arahannya dalam
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bekal ilmu
pengetahuan yang diberikan selama di bangku kuliah.
vii
6. Staff Tata Usaha Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Staf Tata Usaha Jurusan
Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah membatu dalam segala urusan
administrasi dan perijinan penelitia.
7. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten
Banjarnegara atas ijin penelitian yang diberikan.
8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara atas ijin penelitian yang
diberikan.
9. Kepala Puskesmas tempat penelitian di Kabupaten Banjarnegara atas ijin
penelitian, bantuan yang diberikan.
10. Ibu (Susmirah) dan Almarhum Bapak (Saliman) tercinta atas seluruh doa,
dukungan, kasih sayang dan nasehat yang telah diberikan.
11. Kedua kakakku (Abdul Aziz Effendi dan Nahdiyanto Effendi) dan keluarga
besar atas segala doa, dukungan, dan perhatian yang telah diberikan.
12. Teman-temanku yang telah membantu selama penyusunan skripsi hingga
penelitian di lapangan.
13. Teman-temanku peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan IKM
2012 atas penglaman, motivasi, bantuan dan dukungan selama penyusunan
skripsi ini.
14. Teman-temanku jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat 2012 atas penglaman,
motivasi, bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.
15. Semua pihak yang terlibat dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
viii
Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat
ganda dari Allah SWT. Penulis tetap menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat
kekurangan, sehingga masukan dan kritikan yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Semarang,01 Juni 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ........................................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
ABSTRACT .................................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 5
1.3 Tujuan ........................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 5
1.4 Manfaat ......................................................................................... 7
1.4.1 Bagi Puskesmas ..................................................................... 7
1.4.2 Bagi Pembaca ........................................................................ 7
1.4.3 Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat ............................ 7
1.5 Keaslian Penelitian ......................................................................... 7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 9
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat......................................................... 9
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu .......................................................... 9
1.6.3 Ruang Lingkup Materi .......................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 10
2.1 Landasan Teori ............................................................................... 10
x
2.1.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) .......................... 10
2.1.1.1 Pengertian MTBS ...................................................... 10
2.1.1.2 Tujuan MTBS ............................................................ 11
2.1.1.3 Strategi MTBS........................................................... 12
2.1.1.4 Indikator dan Sasaran MTBS .................................... 13
2.1.1.5 Langkah-langkah Pelaksanaan MTBS ...................... 14
2.1.1.6 Praktik MTBS di Puskesmas ..................................... 15
2.1.2 Konsep Puskesmas ............................................................... 16
2.1.2.1 Pengertian Puskesmas ............................................... 16
2.1.2.2 Fungsi Puskesmas ..................................................... 17
2.1.2.3 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas ......................... 18
2.1.2.4 Manajemen Puskesmas ............................................. 19
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi MTBS ............. 20
2.1.3.1 Pengetahuan .............................................................. 20
2.1.3.2 Sikap .......................................................................... 22
2.1.3.3 Motivasi Kerja ........................................................... 23
2.1.3.4 Masa Kerja ................................................................ 25
2.1.3.5 Persepsi Beban Kerja ................................................ 25
2.1.3.6 Ketersediaan Peralatan .............................................. 26
2.1.3.7 Ketersediaan Obat ..................................................... 27
2.1.3.8 Pelatihan .................................................................... 27
2.1.3.9 Kepemimpinan .......................................................... 29
2.1.3.10 Alokasi Dana ........................................................... 30
2.1.3.11 Supervisi .................................................................. 31
2.1.3.12 Evaluasi ................................................................... 31
2.2 Kerangka Teori .............................................................................. 34
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 35
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 35
3.2 Variabel Penelitian. ....................................................................... 35
3.2.1 Variabel Bebas ...................................................................... 35
3.2.2 Variabel Terikat ..................................................................... 35
xi
3.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 36
3.3.1 Hipotesis Mayor .................................................................... 36
3.3.2 Hipotesis Minor ..................................................................... 36
3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ................... 38
3.5 Jenis dan Rancangan Penelitan ...................................................... 43
3.6 Populasi dan Sampel ...................................................................... 43
3.6.1 Populasi ................................................................................. 43
3.6.2 Sampel ................................................................................... 43
3.7 Sumber Data ................................................................................... 45
3.7.1 Data primer............................................................................. 45
3.7.2 Data Sekunder ........................................................................ 45
3.8 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data ..................... 45
3.8.1 Instrumen Penelitian .............................................................. 45
3.8.2 Teknik Pengambilan Data ...................................................... 50
3.9 Prosedur Penelitian......................................................................... 50
3.9.1 Tahap Pra Penelitian .............................................................. 50
3.9.2 Tahap Penelitian ..................................................................... 51
3.9.3 Tahap Analisis Data ............................................................... 51
3.10 Teknik Analisis Data .................................................................... 51
3.10.1 Pengolahan Data................................................................... 51
3.10.2 Analisis Data ........................................................................ 52
3.10.2.1 Analisis Univariat ................................................... 52
3.10.2.2 Analisis Bivariat ...................................................... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 54
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................. 54
4.2 Hasil Penelitian .............................................................................. 56
4.2.1 Analisis Univariat ................................................................ 56
4.2.2 Analisis Bivariat .................................................................. 64
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 79
5.1 Pembahasan .................................................................................... 79
xii
5.1.1 Hubungan Antara Pengetahuan Petugas Pelaksana dengan
Implementasi MTBS ............................................................ 79
5.1.2 Hubungan Antara Sikap Petugas Pelaksana dengan
Implementasi MTBS ............................................................ 80
5.1.3 Hubungan Antara Motivasi Kerja Petugas Pelaksana
dengan Implementasi MTBS ............................................. 81
5.1.4 Hubungan Antara Masa Kerja Petugas Pelaksana dengan
Implementasi MTBS ......................................................... 82
5.1.5 Hubungan Antara Persepsi Beban Kerja Petugas
Pelaksana dengan Implementasi MTBS ............................ 83
5.1.6 Hubungan Antara Ketersediaan Peralatan Penduung
dengan Implementasi MTBS ............................................. 83
5.1.7 Hubungan Antara Ketersediaan Obat Pendukung dengan
Implementasi MTBS ......................................................... 85
5.1.8 Hubungan Antara Pelatihan Yang Pernah Diikuti dengan
Implementasi MTBS ......................................................... 86
5.1.9 Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Puskesmas
dngan Implementasi MTBS ............................................... 87
5.1.10 Hubungan Antara Alokasi Dana dengan Implementasi
MTBS ................................................................................ 88
5.1.11 Hubungan Antara Supervisi Oleh Dinas Kesehatan
dengan Implementasi MTBS .......................................... 88
5.1.12 Hubungan Antara Evaluasi Oleh Kepala Puskesmas
dengan Implementasi MTBS .......................................... 89
5.2 Kelemhan/Keterbatasan Penelitian................................................. 90
5.2.1 Hambatan Penelitian ............................................................ 90
5.2.2 Kelemahan Penelitian ........................................................... 90
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 92
6.1 Simpulan ......................................................................................... 92
6.2 Saran ............................................................................................... 92
6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara .................. 92
xiii
6.2.2 Bagi Puskesmas .................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 94
LAMPIRAN .................................................................................................... 98
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian........................................................................... 7
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel..................... 38
Tabel 3.2 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien ......... 53
Tabel 4.1 Struktur Penduduk Kabupaten Banjarnegara Menurut Golongan
Umur Tahun 2011-2014 ............................................................... 55
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Menurut Pengetahuan ..................................... 57
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Menurut Sikap ................................................ 57
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Menurut Motivasi Kerja ................................. 58
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Menurut Masa Kerja ....................................... 59
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Menurut Persepsi Beban Kerja ....................... 59
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Menurut Ketersediaan Peralatan..................... 60
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Menurut Ketersediaan Obat ............................ 60
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Menurut Pelatihan .......................................... 61
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Menurut Kepemimpinan Kepala Puskesmas 62
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Menurut Alokasi Dana ................................. 62
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Menurut Supervisi Dinas Kesehatan ............ 63
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Menurut Evaluasi Kepala Puskesmas ........... 63
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Menurut Implementasi MTBS ...................... 64
Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan dengan Implementasi MTBS............. 65
xv
Tabel 4.16 Hubungan Sikap dengan Implementasi MTBS .............................. 66
Tabel 4.17 Hubungan Motivasi Kerja dengan Implementasi MTBS .............. 67
Tabel 4.18 Hubungan Masa Kerja dengan Implementasi MTBS .................. 68
Tabel 4.19 Hubungan Persepsi Beban Kerja dengan Implementasi MTBS .. 69
Tabel 4.20 Hubungan Ketersediaan Peralatan dengan Implementasi MTBS . 70
Tabel 4.21 Hubungan Ketersediaan Obat dengan Implementasi MTBS ........ 71
Tabel 4.22 Hubungan Pelatihan dengan Implementasi MTBS ....................... 72
Tabel 4.23 Hubungan Kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan Implementasi
MTBS ............................................................................................ 73
Tabel 4.24 Hubungan Alokasi Dana dengan Implementasi MTBS ............... 74
Tabel 4.25 Hubungan Supervisi dengan Implementasi MTBS ....................... 75
Tabel 4.26 Hubungan Evaluasi dengan Implementasi MTBS ........................ 76
Tabel 4.27 Rangkuman Analisis Bivariat ........................................................ 77
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori................................................................................. 34
Gambar 3.1 Kerangka Konsep.............................................................................. 35
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing.............................................................. 98
Lampiran 2 Surat Uji Validitas dan Reliabilitas dari Fakultas ........................ 99
Lampiran 3 Surat Uji Validitas dan Reliabilitas dari Tempat Uji .................... 100
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ................................................ 101
Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA Kabupaten Banjarnegara ... 102
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian dari DINKES Kabupaten Banjarnegara ....... 103
Lampiran 7 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ............................ 104
Lampiran 8 Permohonan Sebagai Responden Penelitian................................. 105
Lampiran 9 Instrumen Penelitian ..................................................................... 106
Lampiran 10 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................ 117
Lampiran 11 Data Mentah Hasil Penelitian ..................................................... 124
Lampiran 12 Hasil Output Analisis Data Penelitian ........................................ 142
Lampiran 13 Dokumentasi Penelitian .............................................................. 161
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Balita adalah anak usia dibawah lima tahun yang berumur 0 – 4 tahun 11
bulan, masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang
manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa balita menjadi penentu
perkembangan anak diperiode selanjutnya. Balita akan menjadi penentu masa
depan suatu bangsa dan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia baik dari
fisik, psikis maupun intelegensi, sehingga kesehatannya menjadi sangat penting
untuk diperhatikan .Lebih dari 12 juta anak di negara berkembang setiap
tahunnya meninggal sebelum usia lima tahun.(Depkes RI,2008)
Pada umumnya angka kematian balita dapat ditangani dengan perawatan
yang baik, sehingga perlu diselenggarakan upaya intervensi yang sistematis dan
efektif untuk menurunkan angka kematian balita melalui Manajemen Terpadu
Balita Sakit. Tahun 1992 WHO mengembangkan cara yang cukup efektif serta
dapat dikerjakan untuk mencegah sebagian besar penyebab kematian bayi dan
balita melalui program “Integrated Management of Childhood Illness (IMCI)”
atau dikenal sebagai program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) .WHO
dan UNICEF memperkenalkan satu set pedoman terpadu yang menjelaskan secara
dini penanganan penyakit-penyakit tersebut. Selanjutnya dikembangkan paket
pelatihan untuk melatih proses manajemen terpadu balita sakit kepada tenaga
kesehatan yang bertugas menangani anak sakit. Metode ini dikenal dengan
Manajemen Terpadu Balita Sakit . (Depkes RI,2008)
2
MTBS merupakan pedoman terpadu yang menjelaskan secara rincian
penanganan penyakit yang banyak terjadi pada balita. Penanganan yang dilakukan
meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria,
infeksi telinga, malnutrisi, dan upaya promotif serta preventif yang meliputi
imunisasi, pemberian vitamin A, dan konseling pemberian makan yang bertujuan
untuk menurunkan angka kematian balita dan menekan morbiditas penyakit.
(Depkes RI, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO), bila tatalaksana ini dilakukan
dengan baik, akan mampu mencegah kematian balita akibat infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) hingga sebesar 60-80%, dan mencegah kematian akibat
diare sebesar 90%. Penerapan MTBS akan efektif jika ibu/ keluarga segera
membawa balita sakit ke petugas kesehatan yang terlatih serta mendapatkan
pengobatan yang tepat. Oleh karena itu, pesan mengenai kapan ibu perlu mencari
pertolongan bila anak sakit merupakan bagian yang penting dalam MTBS
(Depkes RI, 2008).
Berdasarkan permenkes RI No.70 tahun 2013, MTBS juga
diselenggarakan dengan berbasis masyarakat, yaitu pendekatan pelayanan
kesehatan bayi dan anak balita terintegrasi dengan melibatkan masyarakat sesuai
standar Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).Tujuan penyelenggaraannya
yaitu untuk meningkatkan akses pelayanan balita sakit di tingkat masyarakat pada
daerah yang sulit akses terhadap pelayanan kesehatan.
Di Indonesia menurut laporan United Nations Children’s Fund ( UNICEF )
(2013) jumlah kematian balita setiap tahun turun dari estimasi 12,6 juta pada
3
tahun 1990 menjadi sekitar 6,6 juta pada tahun 2012, namun angka ini masih
cukup tinggi. Angka kematian balita Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar
11,85/1.000 kelahiran hidup, dengan wilayah tertinggi kedua yaitu Kabupaten
Banjarnegara dengan jumlah 19.5 per 1000 kelahiran hidup. Tahun 2014 angka
kematian balita Provinsi Jawa Tengah yaitu 11.54% menurun dari tahun 2013
yaitu 11,80%. (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2015). Sedangkan angka kematian
balita di Kabupaten Banjarnegara tahun 2014 yaitu 13.90 per 1000 kelahiran
hidup. Angka tersebut menurun dari tahun sebelumnya tetapi masih cukup jauh
dari target SPM (Standar Pelayanan Minimum) bidang kesehatan Kabupaten
Banjarnegara yaitu 9.8 per 1000 kelahiran hidup.
Upaya peningkatan kesehatan bayi dan balita di Indonesia menggunakan
indikator yang dapat menjadi ukuran, salah satunya yaitu pelayanan kesehatan
anak balita yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pelayanan kesehatan anak
balita yang diberikan antara lain penimbangan berat badan, pengukuran tinggi
badan minimal 8 kali setahun, pemberian vitamin A 2 kali setahun, stimulasi
deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang minimal 2 kali setahun serta
pelayanan balita sakit sesuai standar MTBS. (Kemenkes RI, 2013) Di Indonesia
cakupan pelayanan kesehatan anak balita tahun 2013 yaitu sebesar 69,75% belum
memenuhi target renstra yaitu 83%. Sedangkan di provinsi jawa tengah cakupan
pelayanan kesehatan anak balita yaitu sebesar 76,12 % juga belum memenuhi
target renstra 83% tahun 2013. Untuk cakupan pelayanan kesehatan anak balita di
Kabupaten Banjarnegara berada diurutan kedua terendah di Jawa Tengah yaitu
sebesar 46,70% belum memenuhi target renstra 83% dan belum memenuhi target
4
SPM bidang kesehatan Kabupaten Banjarnegara yaitu 100%. ( Kemenkes RI,
2013 )
Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS apabila memenuhi kriteria
melaksanakan/melakukan pendekatan MTBS minimal 60% dari jumlah
kunjungan balita sakit di puskesmas tersebut (Depkes RI,2008). Berdasarkan
survey pendahuluan didapatkan informasi bahwa pelaksanaan program MTBS di
Kabupaten Banjarnegara dimulai tahun 2005, tetapi tahun 2007 hingga 2012
tidak seluruh puskesmas aktif menjalankan MTBS. Cakupan pelaksanaan MTBS
tahun 2013 juga masih belum mencapai indikator 60% yaitu sebesar 55%.
Sedangkan laporan bulanan hasil pelaksanaan MTBS hanya 41,5% puskesmas
yang rutin melapor tahun 2013, dan 55% tahun 2014 ( Dinkes Kabupaten
Banjarnegara,2015)
Keberhasilan implementasi kegiatan MTBS memerlukan kemampuan
atau perilaku kerja yang baik dari petugas pelaksana di setiap puskesmas .
Perilaku kerja seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam
diri dan juga faktor dari luar. Berdasarkan data diperoleh bahwa cakupan
pelaksanaan MTBS tahun 2013 dan 2014 masih belum mencapai indikator 60%,
serta ketaatan puskesmas dalam memberikan laporan bulanan hanya 41,5% tahun
2013 dan 55% tahun 2014, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai faktor yang mempengaruhi implementasi manajemen terpadu balita
sakit pada petugas pelaksana di puskesmas Kabupaten Banjarnegara, untuk
selanjutnya dapat dilakukan evaluasi agar dapat meningkatan program tersebut
agar dapat mencapai target dan membantu menurunkan angka kematian balita
5
agar dapat mencapai target SPM bidang kesehatan di Kabupaten Banjarnegara.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat
dirumuskan suatu permasalahan yaitu, “ Faktor apa saja yang mempengaruhi
implementasi kegiatan MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas
Kabupaten Banjarnegara ?”.
1.2 TUJUAN PENELITIAN
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi implementasi kegiatan MTBS pada petugas pelaksana di
Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Untuk mengetahui pengaruh faktor pengetahuan petugas MTBS
terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas
Kabupaten Banjarnegara.
1.2.2.2 Untuk mengetahui pengaruh faktor sikap petugas MTBS terhadap
implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
1.2.2.3 Untuk mengetahui pengaruh faktor motivasi kerja petugas MTBS
terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas
Kabupaten Banjarnegara.
1.2.2.4 Untuk mengetahui pengaruh faktor masa kerja petugas MTBS
6
terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas
Kabupaten Banjarnegara.
1.2.2.5 Untuk mengetahui pengaruh faktor persepsi beban kerja petugas MTBS
terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas
Kabupaten Banjarnegara
1.2.2.6 Untuk mengetahui pengaruh faktor ketersediaan peralatan pendukung
kegiatan MTBS di Puskesmas terhadap implementasi MTBS pada
petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
1.2.2.7 Untuk mengetahui pengaruh faktor ketersediaan obat di Puskesmas
terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas
Kabupaten Banjarnegara.
1.2.2.8 Untuk mengetahui pengaruh faktor pelatihan yang pernah diikuti oleh
petugas MTBS terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana
di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
1.2.2.9 Untuk mengetahui pengaruh faktor kepemimpinan kepala puskesmas
terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas
Kabupaten Banjarnegara.
1.2.2.10 Untuk mengetahui pengaruh faktor alokasi dana MTBS dari Dinas
Kesehatan terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di
Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
1.2.2.11 Untuk mengetahui pengaruh faktor supervisi yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di
Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
7
1.2.2.12 Untuk mengetahui pengaruh faktor evaluasi yang dilakukan oleh kepala
puskesmas terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di
Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
1.3 MANFAAT PENELITIAN
1.3.1 Manfaat bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan guna
meningkatkan kinerja petugas dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat dan
sebagai bahan acuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terhadap
balita sakit.
1.3.2 Manfaat bagi pembaca
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan
pembaca tentang faktor yang mempengaruhi perilaku kerja petugas pelaksana
terhadap penerapan MTBS.
1.3.3 Manfaat bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian
selanjutnya mengenai MTBS di wilayah lain.
8
1.4 KEASLIAN PENELITIAN
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Judul
Penelitia
n
Nama
Peneliti
Tahun dan
Tempat
Penelitian
Rancangan
Penelitian
Variabel
Penelitian
Hasil
Penelitian
1 Faktor
Yang
Berhubun
gan
Dengan
Implement
asi
Manajeme
n Terpadu
Balita
Sakit
(Mtbs)
Di
Puskesmas
Di Kota
Semarang
Tahun
2010
Agita
Maris
Nurhid
ayati
2010,
Puskesmas di
Kota
Semarang
Cross
sectional
Variabel
Terikat:pen
getahuan,si
kap,motiva
si,pelatihan
,kepemimpi
nan,alat,da
na,rapat
koordinasi,
sistem
pencatatan,
supervisi,e
valuasi
Variabel
Bebas:
Implement
asi MTBS
Ada
hubungan
antara
sikap,pelatih
an,kepemim
pinan,rapat
koordinasi,si
stem
pencatatan,e
valuasi
dengan
implementas
i MTBS,
Tidak ada
hubungan
antara
pengetahuan
,motivasi,ala
t,dana
dengan
implementas
i MTBS
2 Hubungan
Pengetahu
an Dan
Motivasi
Petugas
Kesehatan
Terhadap
Pelaksana
an
Manajeme
n Terpadu
Balita
Sakit Di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Langsa
Eva
Sulistia
ny,
Saiful
Oetama
2013,
Puskesmas
Langsa Lama
Cross
sectional
Variabel
Terikat:
Pengetahua
n dan
Motivasi
Petugas
Variabel
Bebas:
Pelaksaaan
MTBS
Tidak ada
hubungan
antara
pengetahuan
petugas
dengan
pelaksaan
MTBS, Ada
hubungan
antara
motivasi
petugas
dengan
pelaksanaan
MTBS
9
Lama
Tahun
2013
3 Pengaruh
Pengetahu
an Sikap
dan
Motivasi
Trehadap
penatalaks
anaan
Manajeme
n Terpadu
Balita
Sakit(MT
BS) pada
Petugas
kesehatan
di
Puskesmas
kabupaten
Boyolali
Sri
Hastuti
2010,Puskes
mas
Kabupaten
Boyolali
Cross
sectional
Variabel
Terikat :
pengetahua
n,sikap,mot
ivasi
petugas
Variabel
Bebas :
Penatalaksa
naan
MTBS
Ada
pengaruh
antara
pengetahuan
, sikap, dan
motivasi
petugas
dengan
penatalaksan
aan MTBS
Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian
sebelumnya adalah pada variabel bebas yang diteliti . Variabel yang berbeda
dengan penelitian terdahulu adalah , ketersediaan obat, masa kerja, dan persepsi
beban kerja.
1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN
1.6.1 Ruang Lingkup Tempat
Lokasi penelitian dilaksanakan di Puskesmas yang aktif melaksanakan
pelayanan MTBS di Kabupaten Banjarnegara.
10
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – April 2016 .
1.6.3 Ruang Lingkup Materi
Materi yang dipaparkan adalah materi yang berkenaan dengan bidang Ilmu
Kesehatan Masyarakat yang mencakup tentang Administrasi Kebijakan
Kesehatan, terkait dengan masalah kebijakan pemerintah mengenai MTBS.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI
2.1.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS )
2.1.1.1 Pengertian MTBS
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI) adalah pendekatan yang terintegrasi atau terpadu dalam
tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan atau
balita yang dilaksanakan secara menyeluruh. MTBS merupakan suatu pendekatan
atau cara menatalaksana balita sakit. Upaya dalam pendekatan MTBS tergolong
lengkap untuk dapat mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan
kematian balita di Indonesia. Upaya yang dilaksanakan meliputi upaya preventif
( pencegahan penyakit ), perbaikan gizi, upaya promotif ( konseling ), dan upaya
kuratif ( pengobatan ) terhadap penyakit dan masalah yang sering terjadi pada
balita. ( Depkes RI, 2008 )
Manajemen Terpadu Balita Sakit di Indonesia merupakan bagian dari
primary health care atau pelayanan kesehatan primer. Keterkaitan peran dan
tanggung jawab antar petugas kesehatan di puskesmas, serta perlunya memahami
MTBS dan perannya untuk memperlancar penerapan MTBS. Persiapan yang perlu
dilakukan oleh setiap puskesmas yang akan mulai menerapkan MTBS dalam
pelayanan pada balita sakit meliputi diseminasi informasi MTBS kepada seluruh
petugas puskesmas, rencana penerapan MTBS di puskesmas, rencana penyiapan
obat dan alat yang akan digunakan dalam pelayanan MTBS, serta pencatatan dan
11
pelaporan hasil pelayanan MTBS di puskesmas. (Depkes RI,2006)
MTBS merupakan sistem untuk mengklasifikasikan penyakit dan
pemberian pengobatan atau tindakan dengan panduan bagan alur MTBS. Bagan
alur MTBS memandu petugas kesehatan untuk mengenali gejala-gejala penyakit
balita, mengklasifikasikan penyakit tersebut, dan memberikan pengobatan atau
tindakan yang diperlukan. Intervensi inti dari MTBS adalah keterpaduan
tatalaksana kasus dari 5 penyebab utama dari kematian balita, antara lain ISPA,
diare, campak, malaria, dan malnutrisi, serta kondisi yang biasa
mengikutinya.(Depkes RI,2006)
2.1.1.2 Tujuan MTBS
MTBS bertujuan untuk mencegah dan mengobati penyakit-penyakit yang
banyak terjadi pada balita. Penyakit tersebut adalah penyakit yang menjadi
penyebab utama kematian balita antara lain, pneumonia, diare, malaria, campak
dan kondisi yang diperberat oleh masalah gizi (malnutrisi dan anemia). Langkah
pendekatan pada MTBS adalah dengan menggunakan algoritma sederhana yang
digunakan oleh perawat dan bidan untuk mengatasi masalah kesakitan pada balita.
Beberapa tujuan pelaksanaan MTBS, antara lain :
1. Menurunkan secara bermakna angka kematian dan kesakitan yang terkait
penyakit tersering pada balita.
2. Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan
anak.
Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyebab kematian perinatal 0 – 7
hari terbanyak adalah gangguan/kelainan pernapasan (35,9 %), prematuritas
12
(32,4 %), sepsis (12,0 %).Kematian neonatal 7– 29 hari disebabkan oleh sepsis
(20,5 %), malformasi kongenital (18,1 %) dan pneumonia (15,4 %).Kematian bayi
terbanyak karena diare (42 %) dan pneumonia (24 %), penyebab kematian balita
disebabkan diare (25,2 %), pneumonia (15,5 %) dan DBD (6,8 %).MTBS
bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan
fasilitas kesehatan dasar, yang pada gilirannya diharapkan mempercepat
penurunan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita. (Depkes RI,2008)
2.1.1.3 Strategi MTBS
MTBS merupakan kombinasi perbaikan tatalaksana balita sakit (kuratif)
dengan aspek nutrisi, imunisasi (preventif dan promotif). Penyakit anak dipilih
yang merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan bayi dan anak balita.
Strategi pada MTBS memiliki tiga komponen, meliputi :
1. Komponen I : Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam
tatalaksana kasus balita sakit ( selain dokter, petugas kesehatan non dokter
juga dapat memeriksa dan menangani pasien dengan catatan sudah dilatih ).
Peningkatan keterampilan petugas kesehatan yang dimaksud yaitu antara lain
dengan peningkatan standar dan pedoman tatalaksana kasus, peningkatan
pelatihan petugas di fasilitas kesehatan primer, peningkatan peran MTBS
untuk pemberi pelayanan swasta serta menjaga kompetensi petugas kesehatan
yang terlatih.
2. Komponen II : Memperbaiki sistem kesehatan ( terutama di tingkat
kabupaten/kota ). Peningkatan sistem kesehatan dapat dilakukan dengan cara
perencanaan dan manajemen di tingkat kabupaten/kota, ketersediaan obat
13
MTBS, peningkatan kualitas supervisi, alur rujukan dan pelayanan serta
peningkatan sistem informasi kesehatan.
3. Komponen III : Memperbaiki praktik keluarga dan masyarakat dalam
perawatan dirumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit
(meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat), atau yang dikenal
dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat ( MTBS-M ).
Strategi utama dari MTBS adalah pengelolaan masalah penyakit anak di
negara berkembang dengan fokus penting pada pencegahan kematian anak.
Strategi tersebut meliputi intervensi pada kegiatan preventif dan kuratif dengan
tujuan untuk memperbaiki pelayanan di sarana pelayanan kesehatan dan
pelayanan rumah. Implementasi MTBS merupakan gabungan antara tatalaksana
Manajemen Terpadu Balita Sakit serta pemecahan masalahnya pada tingkat distrik
dan sarana pelayanan kesehatan sekitarnya, petugas kesehatan serta anggota
masyarakat yang di layani. ( Depkes RI,2006 )
2.1.1.4 Indikator dan sasaran MTBS
Indikator keberhasilan MTBS adalah angka mortalitas dan morbiditas anak
balita menurun, juga cakupan neonatal dalam kunjungan rumah meningkat.
Sedangkan indikator prioritas MTBS yang digunakan dalam fasilitas pelayanan
dasar meliputi keterampilan petugas kesehatan, dukungan sistem kesehatan dalam
menjalankan MTBS dan kepuasan ibu balita atau pendamping balita .Sasaran
MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran
yaitu kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan sampai 5
tahun (Depkes RI, 2008).
14
2.1.1.5 Langkah-langkah pelaksanaan MTBS
Balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh petugas
kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut algoritma
MTBS untuk melakukan penilaian atau pemeriksaan, yaitu dengan cara :
1. menanyakan kepada orang tua/ wali, apa saja keluhan-keluhan/ masalah anak
2. memeriksa dengan cara 'lihat dan dengar' atau 'lihat dan raba'.
3. mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya - jawab dan
pemeriksaan.
4. menentukan jenis tindakan/ pengobatan, misalnya anak dengan klasifikasi
pneumonia berat atau penyakit sangat berat akan dirujuk ke dokter
puskesmas, anak yang imunisasinya belum lengkap akan dilengkapi, anak
dengan masalah gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi gizi, dst.
Tindakan yang dilakukan antara lain yaitu mengajari ibu cara pemberian
obat oral di rumah, mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah,
menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di rumah,
seperti aturan penanganan diare di rumah, memberikan konseling bagi ibu
misalnya anjuran pemberian makanan selama anak sakit maupun dalam keadaan
sehat, serta menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan.
(Depkes RI,2006)
2.1.1.6 Praktik MTBS di Puskesmas
Selain ketrampilan yang harus benar-benar dijaga oleh petugas dan pola
perawatan di rumah yang benar oleh ibu balita bagi bayi dan balitanya, program
MTBS juga memerlukan persiapan untuk penerapannya di Puskesmas.Penerapan
15
kegiatan MTBS di Puskesmas meliputi :
1. Diseminasi informasi mengenai MTBS kepada seluruh petugas puskesmas
2. Persiapan penilaian dan penyiapan logistik, obat-obat dan alat yang
diperlukan dalam pemberian pelayanan
3. Persiapan / pengadaan formulir
4. Persiapan dan penilaian serta pengamatan terhadap alur pelayanan, sejak
penderita datang, mendapatkan pelayanan hingga konseling serta
5. Melaksanakan pengaturan dan penyesuaian dalam pemberian pelayanan.
6. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan dan penerapan
pencatatan dan pelaporan untuk pelayanan di Puskesmas, Puskesmas
Pembantu dan Pondok Bersalin Desa/ PKD.
7. Penerapan MTBS di puskesmas dilaksanakan secara bertahap disesuaikan
dengan keadaan rawat jalan di tiap puskesmas.
Di beberapa puskesmas diadakan pemisahan khusus untuk poli MTBS
atau poli anak. Khusus penerapan pada bayi muda, penatalaksanaan bayi muda
lebih di titik beratkan pada saat petugas kesehatan (pada umumnya bidan di desa)
melakukan kunjungan neonatal yaitu 2 kali selama periode neonatal. Kunjungan
pertama dilaksanakan pada 7 hari pertama dan kunjungan kedua pada hari 8 - 28
hari. ( Depkes RI,2006 )
Pada pelayanan MTBS di puskesmas, petugas puskesmas ikut berperan
dalam menentukan kelancaran dan pelaksanaan langkah-langkah dari MTBS
tersebut. Oleh karena itu seluruh petugas puskesmas perlu memahami MTBS dan
perannya untuk memperlancar penerapan MTBS. Pada pelaksanaannya, petugas
16
memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing dan disesuaikan dengan
jumlah kunjungan balita yang sakit dan juga petugas kesehatan yang ada. Untuk
dapat melaksanakan peran dan tanggung jawabnya maka, petugas harus
mengetahui tentang MTBS tersebut. Hal ini berkaitan dengan perilaku dari
petugas tersebut (Depkes RI, 2006).
2.1.2 Konsep Puskesmas
2.1.2.1 Pengertian Puskesmas
Puskesmas merupakan salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional,
khususnya subsistem upaya kesehatan. Berdasarkan Permenkes No.75 tahun 2014
yang dimaksud dengan fasilitas pelayanan kesehatan yaitu suatu tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Sedangkan puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Pelayanan kesehatan yang memadai merupakan tumpuan
masyarakat.Pelayanan kesehatan adalah salah satu kebutuhan mendasar selain
pangan dan juga pendidikan. Pelayanan kesehatan bukan salah monopoli rumah
sakit saja.Penduduk Indonesia yang jumlahnya melebihi 200 juta jiwa tidak
mungkin harus bergantung dari rumah sakit yang jumlahnya sedikit dan tidak
17
merata penyebarannya. Puskesmas juga merupaakan satu kesatuan organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembagan kesehatan masyarakat
dan membina peran serta masyarakat, disamping memberikan pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan pokok. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh setiap puskesmas
berbeda-beda sesuai dengan tenaga dan fasilitas yang dimiliki. ( M.Fais,2009)
2.1.2.2 Fungsi Puskesmas
Berdasarkan Permenkes RI No.75 tahun 2014, puskesmas mempunyai
tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan
sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut puskesmas menyelenggarakan fungsi
yaitu :
1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya
UKM atau Upaya Kesehatan Masyarakat adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan
masyarakat.
2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Upaya Kesehatan Perseorangan atau UKP adalah suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan,
pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit
dan memulihkan kesehatan perseorangan.
Puskesmas juga memiliki fungsi lain menurut (M.Fais, 2009 ) yaitu :
18
1. Sebagai pusat pembagunan kesehatan di wilayah kerjaya.
2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjaya.
2.1.2.3 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas
Berdasarkan Permenkes RI No.75 tahun 2014, prinsip penyelenggaraan
puskesmas meliputi :
1. Prinsip paradigma sehat, yaitu puskesmas mendorong seluruh pemangku
kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi
resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
2. Prinsip pertanggungjawaban wilayah, yaitu puskesmas menggerakkan
danbertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayahkerjanya.
3. Prinsip kemandirian masyarakat, yaitu Puskesmas mendorong kemandirian
hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
4. Prinsip Pemerataan, yaitu puskesmas menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di
wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi,
agama, budaya dan kepercayaan.
5. Prinsip teknologi tepat guna, yaitu puskesmas menyelenggarakan pelayanan
kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi
lingkungan.
19
6. Prinsip keterpaduan dan kesinambungan, yaitu Puskesmas mengintegrasikan
dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program
danlintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan
manajemen Puskesmas.
2.1.2.4 Manajemen Puskesmas
Manajemen adalah suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan
yang dimulai dari penentuan tujuan sampai pengawasan, dimana masing-masing
bidang digunakan baik ilmu pengetahuan maupun keahlian yang diikuti berurutan
untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. (Fathoni, 2012). Sedangkan
manajemen puskesmas merupakan rangkaian kegiatan yang bekerja secara
sistematis untuk menghasilkan keluaran puskesmas yang efektif dan efisien.
Rangkaian kegiatan sistematis tersebut dilaksanakan puskesmas dan membentuk
fungsi-fungsi manajemen. Terdapat tiga fungsi manajemen puskesmas yang
dikenal, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, serta pengawasan dan
pertanggungjawaban. Seluruh fungsi tersebut harus dilaksanakan secara terkait
dan berkesinambungan di puskesmas. (Sulaeman, 2011)
Manajemen puskesmas diselenggarakan sebagai proses pencapaian tujuan,
penyelarasan tujuan organisasi dengan tujuan pegawai, pengelolaan dan
pemberdayaan suber daya puskesmas, pengambilan keputusan, pemecahan
masalah, kerjasama, serta pengelolaan lingkungan. Untuk mencapai tujuan
puskesmas yang efektif dan efisien pimpinan puskesmas harus melaksanakan
fungsi-fungsi manajemen puskesmas secara terorganisasi, berurutan, dan
berkesinambungan. Fungsi manajemen yang digunakan diadaptasi dari fungsi
20
manajemen yang dikemukakan oleh Terry, yaitu meliputi Planning (perencanaan),
Organizing (pengorganisasian), Actuating (penggerakan pelaksanaan), Controlling
( pengawasan/pembimbingan ), dan Evaluating (penilaian). (Sulaeman, 2011)
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi MTBS
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan MTBS di puskesmas sangat didukung
oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor sumber daya manusia dalam hal
ini petugas puskesmas yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan ibu
dan anak khususnya menyangkut kegiatan MTBS. Pelaksanaan MTBS ini
terintegrasi dengan program-program kesehatan dasar lainnya, untuk itu perlu
dilakukan manajemen sumber daya manusia yang baik. Keberhasilan
implementasi MTBS dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut
Notoatmodjo(2010) faktor yang mempengaruhi perilaku kerja seseorang yaitu
faktor internal ( pengetahuan, persepsi beban kerja, sikap, dan motivasi ) , dan
faktor eksternal yang terdiri dari fasilitas (ketersediaan peralatan, ketersediaan
obat, dan alokasi dana ), serta faktor lain meliputi masa kerja, pelatihan yang
pernah diiukti, kepemimpinan kepala puskessmas , supervisi dari Dinas Kesehatan
dan evaluasi oleh Kepala Puskesmas.
2.1.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu
berkenaan dengan hal tertentu ( Kamus Besar Bahasa Indonesia,2010 ). Menurut
Notoatmodjo (2012), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek. Pengetahuan
21
merupakan doman yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuan tersebut diperoleh dari pengalaman langsung dan pengalaman orang
lain.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan awal pemicu dari tingkah
laku termasuk tingkah laku dalam bekerja. Pengetahuan yang baik tentang
pekerjaan akan membuat seseorang menguasai bidangnya. Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas/tingkatan, secara garis besar dapat dibagi
dalam 6 tingkatan pengetahuan, yaitu :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa seseorang tahu apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan dan
menyebutkan. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang
bergizi.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) misalnya dapat
menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solvingcycle)
22
di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis)
Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dari suatu bentuk keseluruhan yang baru.Misalnya
dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan
sebagainya.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria
yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden, kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2012).
2.1.3.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
23
belum merupakan suatu tindakan atu aktivitas, tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek
di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap terdiri
dari berbagai tingkatan, yaitu : menerima atau receiving terhadap stimulus,
merespons atau responding, menghargai atau valuing, dan bertanggung jawab atau
responsible. (Notoatmodjo, 2012).
Menurut Allport (1954) sikap terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu
kepercayaan,ide,dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional terhadap
objek serta kecenderungan untuk bertindak. Pengukuran sikap dapat dilakukan
secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana
pendapat atau petanyaann responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung
dapat dilaukan dengan pertanyaan - pertanyaan hipotesis, lalu ditanyakan
pendapat responden. (Notoatmodjo, 2012).
2.1.3.3 Motivasi kerja
Motivasi dapat diartikan sebagai kondisi internal,kejiwaan,dan mental
manusia yang mendorong individu untuk berperilaku kerja guna mencapai
kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Motivasi juga dapat didefinisikan
sebagai kesiapan khusus seseorang untuk melakukan atau melanjutkan
serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai beberapa sasaran yang telah
ditetapkan. Motivasi adalah aktivitas perilaku yang bekerja dalam usaha
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan. Motivasi kerja merupakan
sesuatu yang berasal dari internal individu yang menimbulkan dorongan atau
semangat bekerja keras. Motivasi sangat terkat dengan produktivitas, peningkatan
24
motivasi kerja akan mempengaruhi peningkatan produktivitas dan sebaliknya.
(Fahmi,2014 )
Dorongan - dorongan yang ada pada diri seseorang mengarahkan
tercapainya tujuan. Dorongan yang paling kuat menghasilkan adanya perilaku,
baik berupa aktivitas terarah ke tujuan atau aktivitas tujuan. Suatu motivasi
cenderung mengurangi kekutannya manakala tercapainya suatu kepuasan,
terhalangnya pencapaian kepuasan, perbedaan kognisi, frustasi, atau karena
kekuatan motivasinya bertambah. Motivasi seseorang tergatung pada kekuatan
dari motivasi itu sendiri. Dorongan yang menyebabkan mengapa sesorang itu
berusaha mencapai tujuannya baik sadar atau tidak sadar. Dorongan ini pula yag
menyebabkan seseorang itu berperilaku, yang dapat mengendalikan dan
memelihara kegiatan-kegiatan dan yang menetapkan arah umum yang harus
ditempuh oleh seseorang tersebut. (Thoha, 2012)
Motivasi kerja berperan menggerakan fungsi manajemen yaitu membuat
manusia untuk bertindak atau berperilaku dalam cara-cara menggerakan arah
tertentu kepada tenaga kerja sampai pada tujuan yang telah ditentukan. Motivasi
merupakan daya dorong untuk bergerak, sehingga motivasi dapat dikatakan suatu
keadaan yang menggerakan atau mengarahakan seseorang untuk melaksanakan
suatu tindakan. Keberhasilan hasil motivasi seseorang dipengaruhi oleh sumber
daya yang dimiliki. Pencapaian tujuan motivasi kerja diharapkan menghasilkan
efektivitas, produktivitas, dan hasil kerja yang efisiensi baik bagi individu yang
bersangkutan maupun bagi organisasi. ( Fathoni,2012 )
25
2.1.3.4 Masa kerja
Masa kerja atau yang sering disebut senioritas menunjukan hubungan
positif dengan produktifitas pekerjaan. Masa kerja yang diekspresikan sebagai
pengalaman kerja menjadi dasar pikiran yang baik terhadap produktifitas
karyawan. Perilaku di masa lalu adalah dasar perikiraan paling baik dari perilaku
di masa depan, hal ini terkait dengan lama atau konsisten seseorang terhadap
pekerjaannya. Semakin lama masa kerja petugas maka semakin terampil petugas
tersebut dalam melaksanakan tugasnya karena memiliki banyak pengalaman.
Masa kerja yang pendek dan lama memiliki pengaruh terhadap pengalaman
seorang karyawan. Semakin lama masa kerja seorang karyawan, maka
pengalaman yang dimiliki juga semakin matang. Dengan pengalaman yang
matang, karyawan dapat melakukan pekerjaan dengan lebih baik dibandingkan
karyawan dengan pengalaman yang kurang. (Fahmi,2014 )
2.1.3.5 Persepsi beban kerja
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses kognitif dimana seorang
individu memilih, mengorganisasikan dan memberikan arti kepada stimulus
lingkungan. Ada beberapa subproses dalam persepsi, pertama yaitu stimulus atau
situasi yang hadir, selanjutnya yaitu registrasi, interpretasi, dan umpan balik.
Subproses tersebut dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Adapun faktor yang
dapat mempengaruhi persepsi seseorang yaitu psikologi, keluarga, dan
kebudayaan. ( Thoha, 2012 )
Menurut Siagian, sangat sukar memberikan definisi yang pasti tentang
persepsi, tetapi persepsi dapat dipahami dengan melihatnya sebagai suatu proses
26
melalui mana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan-kesan
sensorinya dalam usahanya memberikan sesuatu makna tertentu pada
lingkungannya. Interpretasi seseorang tersebut akan berpengaruh pada
perilakunya dan pada gilirannya menentukan faktor-faktor apa yang dipandangnya
sebagai faktor motivasional yang kuat. Seseorang dengan persepsi beban kerja
yang baik akan cenderung mempunyai motivasi kerja yang baik. (Faridah, 2009)
2.1.3.6 Ketersediaan peralatan
Sarana pendukung pelaksanaan MBTS dalam penelitian yang dilakukan
oleh Hidayati di Kabupaten Semarang terbukti mempengaruhi kejadian
pneumonia pada balita ( Hidayati,2011 ). Peralatan penunjang pemeriksaan balita
sakit yang digunakan dalam penerapan MTBS antara lain : timer ISPA atau arloji
dengan jarum detik, tensimeter dan manset anak, gelas, sendok, dan teko tempat
air matang dan bersih untuk membuat oralit, infuse set dengan wing needles,
semprit dan jarum suntik, timbangan bayi, termometer, kasa/ kapas, pipa lambung,
alat penumbuk obat, alat pengisap lendir, RDT (Rapid Diagnostic Test) untuk
malaria. Peralatan lain yang menunjang pelaksanaan MTBS yaitu :
1. Formulir tatalaksana MTBS yang digunakan dalam pemeriksaan MTBS
Penyiapan formulir tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
dan Kartu Nasihat Ibu (KNI) perlu dilakukan untuk memperlancar pelayanan.
Formulir tatalaksana MTBS digunakan oleh petugas dalam memberikan
pelayanan terhadap balita yang sakit.
2. Kartu Nasihat Ibu (KNI) yang digunakan dalam kegiatan MTBS
Kartu Nasehat Ibu (KNI) diberikan dengan tujuan agar ibu/ pengasuh
27
mudah dalam mengingat konseling atau nasehat mengenai cara perawatan anak
dan pemberian obat di rumah sesuai dengan yang disampaikan oleh bidan/
petugas kesehatan di puskesmas. (Depkes RI, 2006)
2.1.3.7 Ketersediaan obat
Adapun obat-obatan yang digunakan dalam penanganan balita sakit adalah
obat yang sudah lazim ada dan telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN). Obat-obat yang diperlukan adalah kotrimoksazol tablet dewasa
atau tablet atau sirup, sirup amoksilin atau tablet amoksilin, kaplet ampisilin,
kapsul tetrasiklin, tablet asam nalidiksat, tablet klorokuin, tablet primakuin, tablet
sulfaduksin pirimetamin (fansidar), tablet kina, diazepam suppositoria, suntikan
kloramfenikol, suntikan gentamisin, suntikan penisilin prokain, suntikan
ampisilin, suntikan kinin, suntikan fenobarbital, diazepam infeksi (5 mg dan 10
mg), tablet nistatin, tablet parasetamol atau sirup, tetrasiklin atau kloramfenikol
salep mata, gentian violet 1% (sebelum digunakan, harus diencerkan menjadi
0,25% atau 0,5% sesuai kebutuhan), sirup besi (sulfat ferosus) atau tablet besi,
vitamin A 200.000 IU dan 100.000 IU, tablet pirantel pamoat, aqua bides untuk
pelarut, oralit 200cc, cairan infuse: ringer laktat, dextrose 5% NaCl, alkohol 70%,
glycerin, povidone iodine. (Depkes RI,2006)
2.1.3.8 Pelatihan
Pelatihan merupakan suatu kegiatan peningkatan kemampuan karyawan
dalam suatu institusi sehingga akan menghasilkan perubahan perilaku
pegawai/karyawan. Perubahan yang dimaksud yaitu berbentuk peningkatan
28
kemampuan dan sasaran atas karyawan yang bersangkutan. Pelatihan dalam
pengembangan sumber daya manusia adalah suatu siklus yang harus terjadi secara
terus-menerus untuk mengantisipasi perubahan diluar organisasi tersebut
( Notoatmodjo,2010).
Program pelatihan dapat mempengaruhi perilaku kerja dalam dua cara.
Yang paling jelas adalah dengan langsung memperbaiki keterampilan yang
diperlukan untuk karyawan itu agar berhasil menyelesaikan pekerjaannya.
Peningkatan kemampuan memperbaiki potensi karyawan itu untuk berkinerja
pada tingkat yang lebih tinggi. Apakah potensi tersebut bisa terealisasi sebagian
besar merupakan soal motivasi. Manfaat kedua adalah bahwa pelatihan itu
meningkatkan keefektifan diri seorang karyawan. Petugas yang baru saja ditunjuk
untuk melakukan suatu jenis kegiatan, jarang secara tepat sesuai kebutuhan,
mereka harus dilatih agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan efektif.
Karyawan dengan keefektifan diri yang tinggi mengandung harapan yang kuat
mengenai kemampuan mereka untuk sukses berkinerja dalam situasi baru. Tujuan
dari dilaksanakannya pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) secara
umum adalah mengajarkan proses manajemen kasus kepada perwat, bidan, dokter
dan tenaga kesehatan lain yang menangani balita sakit dan bayi muda di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar. Pelatihan pada petugas MTBS juga akan
mempengaruhi pada ketepatan pemberian dosis obat pada balita sakit. Petugas
yang mengikuti pelatihan in-service dengan alat bantu kerja dan kunjungan tindak
lanjut dengan umpan balik 4-6 minggu setelah pelatihan memiliki ketepatan
pemberian dosis yang baik serta memiliki kualitas pelayanan yang baik saat
29
melaksanakan MTBS ( Joseph,et al, 2006).
Upaya pelatihan harus dapat memberikan pengalaman belajar yang baik
bagi petugas. Pelatihan dapat meyakinan bahwa, :
a. Dalam mempelajari sesuatu yang mereka yakini, pasti mengandung manfaat.
b. Proses belajar dapat memberikan keterampilan, dan apabila keterampilan
tersebut semakin sering dipraktikkan, akan semakin tinggi tingkat
keterampilannya.
c. Keterampilan yang dipraktikkan dengan baik akan mendapat imbalan yang
setimpal sebagai umpan balik.
d. Imbalan yang diperoleh dapat berasal dari berbagai sumber.
Tujuan dari pelatihan ini yaitu dihasilkannya petugas kesehatan yang
terampil menangani bayi dan balita sakit dengan menggunakan tatalaksana
MTBS. Sasaran utama pelatihan MTBS ini adalah perawat dan bidan, akan tetapi
dokter puskesmas pun perlu terlatih MTBS agar dapat melakukan supervisi
penerapan MTBS di wilayah kerja puskesmas.( Notoatmodjo,2010 )
2.1.3.9 Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam
mempengaruhi prestasi kerja organisasi karena kepemimpinan merupakan
aktifitas yang utama agar tujuan organisasi tercapai. Kepemimpinan adalah
bagaimana mendapat sesuatu yang sudah ditetapkan dalam organisasi dengan
memanfaatkan orang lain. Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji
secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan, mempengaruhi dan
mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang
30
direncanakan. ( Fahmi, 2014 ). Seorang manajer yang ingin kepemimpinannya
lebih efektif, ia harus mampu :
a. Memotivasi dirinya sendiri untuk bekerja dan banyak membaca
b. Memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap permasalahan organisasi. Ia
harus selalu merasa ditantang untuk mengatasi hambatan kerja yang dapat
menjadi penghalang tercapainya tujuan organisasi yang ia pimpin.
c. Menggerakkan (memotivasi) stafnya agar mereka mampu melaksanakan tugas
pokok organisasi sesuai dengan kewenangan yang diberikan kepadanya dan
tanggung jawab yang melekat pada setiap tugas.
Dalam suatu organisasi fungsi dan peran pemimpin dalam mendorong
pembentukan organisasi yang diharapkan menjadi dominan. Pada era globalisasi
kepemimpinan yang dibutuhkan adalah yang memiliki nilai kompetensi tinggi,
dan kompetensi itu bisa diperoleh jika pemimpin tersebut telah memiliki
pengalaman dan pengetahuan maksimal. Seorang pemimpin memiliki pengaruh
besar dalam mendorong peningkatan kinerja karyawan. Peningkatan kualitas kerja
bawahan memiliki pengaruh pada penciptaan kualitas kerja sesuai dengan
pengharapan. Seorang pemimpin harus mampu mengarahkan bawahanya untuk
memiliki kompetensi dalam bekerja. Dalam menerapkan prosedur MTBS
komitmen pemimpin atau kepemimpinan kepala puskesmas dapat berupa
perhatian yang diberikan terhadap pelaksanaan implementasi MTBS. Perhatian
tersebut dapat diwujudkan melalui pengarahan dan evaluasi MTBS.(Fahmi, 2014)
2.1.3.10 Alokasi dana
Tidak ada dana khusus untuk pelaksanaan MTBS di puskesmas, sehingga
31
Dinas Kesehatan Kabupaten, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Departemen
Kesehatan RI berusaha mengalokasikan dana untuk memenuhi sarana MTBS.
Sudah dijelaskan kepada pihak puskesmas bahwa hal tersebut tidak dapat
berlangsung terus menerus sehingga diharapkan puskesmas dapat sedikit demi
sedikit memenuhi kebutuhan sarana penunjang MTBS. Sarana yang sudah
tersedia antara lain tenaga paramedis, dan medis terlatih, alat bantu hitung napas,
kartu nasehat ibu, pencatatan formulir serta obat-obatan. (Depkes RI,2008)
2.1.3.11 Supervisi
Supervisi dapat merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan dalam bentuk on the job training. Supervisi harus dilaksanakan
pada setiap tingkatan dan di semua pelaksana,karena dimanapun petugas bekerja
akan tetap memerlukan bantuan untuk mengatasi masalah dan kesulitan yang
mereka temukan. Suatu umpan balik tentang penampilan kerja mereka harus
selalu diberikan untuk meningkatkan kinerja petugas. Supervisor harus memantau
pengawasan, memahami pengaruh yang berkembang dan menggunakan sumber
daya serta wewenang mereka untuk mempromosikan pengawasan dan menghapus
hambatan untuk pengawasan ( Alexander,et al, 2010 ).
2.1.3.12 Evaluasi
Menurut WHO, evaluasi adalah suatu cara yang sistematis untuk
memperbaiki kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan sekarang serta untuk
meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan menyeleksi secara seksama
alternatif-alternatif tindakan yang akan datang. Ini menyangkut analisa yang kritis
32
mengenai berbagai aspek pengembangan dan pelaksanaan suatu program dan
kegiatan-kegiatan yang membentuk program itu, relevansinya, rumusannya,
efisiensinya dan efektivitasnya, biayanya dan penerimaannya oleh semua pihak
yang terlibat. Evaluasi ditujukan untuk megetahui sejauh mana kegiatan pogram
berjalan dengan baik dan apakah tujuan program telah tercapai serta faktor apa
saja yang perlu mendapat perhatian khusus dan perbaikan untuk pengembangan
program selanjutnya. ( Notoatmodjo,2010 )
Pada umumnya evaluasi dilaksanakan terhadap program-program
pembangunan kesehatan khususnya evaluasi/ penilaian terhadap pembangunan
kesehatan di tingkat kabupaten/ dati II, rumah sakit pemerintah dengan instrumen
stratifikasi rumah sakit atau akreditasi rumah sakit swasta serta penilaian terhadap
puskesmas dengan instrumen sratifikasi puskesmas.Menurut Mubarak (2009),
evaluasi merupakan kegiatan menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan
yang sudah ditentukan sebelumnya. Adapun tujuan dari evaluasi antara lain
sebagai berikut :
1. Membantu perencanaan di masa yang akan datang.
2. Mengetahui apakah sarana yang tersedia dimanfaatkan dengan sebaik- baiknya.
3. Menentukan kelemahan dan kekuatan daripada program , baik dari segiteknis
maupun administratif yang selanjutnya diadakan perbaikan-perbaikan.
4. Membantu menentukan strategi, artinya mengevaluasi apakah cara yang telah
dilaksanakan selama ini masih bisa dilanjutkan, atau perlu diganti.
5. Mendapatkan dukungan dari sponsor (pemerintah atau swasta), berupa
dukungan moral maupun material.
33
6. Motivator, jika program berhasil , maka akan memberikan kepuasan dan rasa
bangga kepada para staf, hingga mendorong mereka bekerja lebih giat lagi.
Informasi dari hasil evaluasi dapat memberi kesempatan untuk melakukan
analisis lebih lanjut tentang pola pelaksanaan suatu program. Hasilnya dapat
dijadikan bahan bagi perencanaan untuk memperbaiki rancangan dasar program
baru. Evaluasi juga dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana dan
mengapa program tertentu berhasil, sedangkan program lain tidak. Dalam
implementasi program MTBS di puskesmas, evaluasi dilakukan oleh kepala
puskesmas untuk mengetahui bagaimana penerapan program yang dilakukan oleh
petugas pelaksana MTBS. ( Notoatmodjo,2010 )
34
2.2 KERANGKA TEORI
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Depkes RI (2008), Notoatmodjo ( 2010 )
Faktor Eksternal,
Fasilitas yaitu :
Ketersediaan
perlatan
Ketersediaan obat
Aloksi dana
Faktor Eksternal :
Kepemimpinan
Supervisi
Pelatihan yang
pernah dikuti
Masa kerja
Evaluasi
Faktor Internal :
Pengetahuan
Persepsi beban
kerja
Sikap
Motivasi Kerja
Implementasi Manajemen Terpadu
Balita Sakit ( MTBS ) di Puskesmas
Perilaku Kerja Petugas MTBS
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 KERANGKA KONSEP
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.2 VARIBEL PENELITIAN
3.2.1 Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat ( Sugiyono,2009). Variabel bebas
dalam penelitian ini yaitu, pengetahuan, pelatihan yang pernah diikuti, masa
kerja, persepsi beban kerja, sikap, motivasi kerja, kepemimpinan, ketersediaan
peralatan, ketersediaan obat, alokasi dana, supervisi dan evaluasi.
3.2.2 Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
Variabel Bebas :
Pengetahuan
Pelatihan yang pernah dikuti
Masa kerja
Persepsi beban kerja
Sikap
Motivasi Kerja
Kepemimpinan
Ketersediaan perlatan
Ketersediaan obat
Aloksi dana
Supervisi
Evaluasi
Variabel Terikat :
Implementasi Kegiatan
Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) pada
Petugas Pelaksana
36
akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono,2009). Variabel terikat dalam
penelitian ini yaitu implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada
petugas pelaksana.
3.3 HIPOTESIS PENELITIAN
3.3.1 Hipotesis Mayor
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
3.3.2 Hipotesis Minor
3.3.2.1 Faktor pengetahuan petugas MTBS memiliki pengaruh dalam
implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
3.3.2.2 Faktor sikap petugas MTBS memiliki pengaruh dalam implementasi
MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
3.3.2.3 Faktor motivasi petugas MTBS memiliki pengaruh dalam implementasi
MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
3.3.2.4 Faktor masa kerja petugas MTBS memiliki pengaruh dalam implementasi
MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
3.3.2.5 Faktor persepsi beban kerja petugas MTBS memiliki pengaruh dalam
implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
3.3.2.6 Faktor ketersediaan peralatan pendukung kegiatan MTBS memiliki
37
pengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas
Kabupaten Banjarnegara.
3.3.2.7 Faktor ketersediaan obat memiliki pengaruh dalam implementasi MTBS
pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
3.3.2.8 Faktor pelatihan yang diikuti petugas MTBS memiliki pengaruh dalam
implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
3.3.2.9 Faktor kepemimpinan kepala Puskesmas memiliki pengaruh dalam
implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
3.3.2.10 Faktor alokasi dana untuk MTBS memiliki pengaruh dalam
implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
3.3.2.11 Faktor supervisi oleh Dinas Kesehatan memiliki pengaruh dalam
implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
3.3.2.12 Faktor evaluasi oleh kepala Puskesmas memiliki pengaruh dalam
implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
38
3.4 DEFINISI OPERASIONAL DAN SKALA PENGUKURAN VARIABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
N
o
Variabel Definisi
Opersional
Teknik
Pengukura
n
Instrume
n
Kategori Skala
1 Pengetahua
n
Pemahaman
petugas
kesehatan
dalam
penatalaksanaa
n MTBS,
meliputi tujuan
MTBS, alur
MTBS,
klasifikasi dan
penilaian
MTBS.
Wawancar
a
Kuesione
r
1.Kurang
baik (Nilai
<56%)
2.Cukup
(Nilai
56%-76%
) 3.Baik
(Nilai
76%-
100%)
(Arikunto
2006
dalam A
Wawan
2011)
Ordinal
39
2 Sikap Reaksi atau
respon petugas
dalam
penatalaksanaan
MTBS, meliputi
sikap petugas
terhadap praktik
MTBS dan sikap
petugas saat
penatalaksanaan
MTBS.
Wawancar
a
Kuesione
r
1.Cukup ,j
ika total
scoring <
rerata.
2.Baik,
jika total
scoring ≥
rerata.
(Novitasar
i,2014)
Ordinal
N
o
Variabel Definisi
Opersional
Teknik
Pengukura
n
Instrume
n
Kategori Skala
3 Motivasi
Kerja
Suatu dorongan
kerja yang
timbul pada diri
petugas
pemegang
program MTBS
untuk
menerapkan
MTBS guna
mencapai
indikator
keberhasilan
program MTBS
Wawancar
a
Kuesione
r
Kategori
diperoleh
dari
total
scoring
jawaban
responden
kemudian
dicari
rerata :
1. Rendah
: 16-37
2. Sedang:
38-59
3. Tinggi :
60-80
(Azwar,
2008
dalam
Agita
2011)
Ordinal
40
4 Masa Kerja Lama
responden
bekerja sebagai
petugas MTB
di pusksmas.
Wawancar
a
Kuesione
r
1.Sedang,
jika masa
kerja 1-5
tahun
2.Lama,
jika masa
kerja lebih
dari
5tahun
(Carina,A
goestin I
W, 2013 )
Ordinal
N
o
Variabel Definisi
Opersional
Teknik
Pengukura
n
Instrume
n
Kategori Skala
5
Persepsi
Beban
Kerja
Interpretasi
petugas MTBS
terhadap
keseluruhan
tugas
dan pekerjaan
yang
menjadi
tanggung
jawab di
puskesmas.
Wawancar
a
Kuesione
r
Kategori
diperoleh
dari
total
scoring
jawaban
responden
kemudian
dicari
rerata :
1. Rendah
: 0-2
2. Sedang:
3-5
3. Tinggi :
6-8
(Azwar,
2008
dalam
Agita
2011)
Ordinal
41
6 Ketersediaa
n Peralatan
Seluruh
peralatan yang
digunakan untuk
kegiatan MTBS,
yang terdiri atas:
formulir MTBS
dan Kartu
Nasihat ibu,
serta logistik
(peralatan dan
obat yang
mendukung
dalam kegiatan
pemeriksaan.
Wawancar
a
Kuesione
r
1. Tidak
Lengkap,
jika skor <
rerata
2.
Lengkap,
jika skor ≥
rerata
(Irianto,
2007
dalam
Agita
2011)
Nomina
l
N
o
Variabel Definisi
Opersional
Teknik
Pengukura
n
Instrume
n
Kategori Skala
7 Ketersediaa
n Obat
Seluruh obat
yang
dibutuhkan
untuk
mendukug
pelaksanaan
MTBS di
puskesmas.
Wawancar
a
Kuesione
r
1. Tidak
Lengkap,
jika skor <
rerata
2.
Lengkap,
jika skor
≥rerata
(Irianto,
2007
dalam
Agita
2011)
Nomina
l
42
8 Pelatihan Pelatihan
merupakan
proses atau cara
yang perlu
diikuti oleh
petugas terlebih
dahulu sebelum
melaksanakan
suatu jenis
kegiatan MTBS
Wawancar
a
Kuesione
r
1. Pernah,
jika nilai
yang
didapatkan
dari
kuesioner
=1
2. Belum
Pernah,
jika nilai
yang
didapatkan
dari
kuesioner
=0
Nomina
l
9 Kepemimpi
nan
Kemampuan
seseorang
Kepala
Puskesmas
untuk
memberikan
pengaruh
kepada
perubahan
perilaku staffnya
baik secara
langsung
maupun tidak,
agar kegiatan
organisasi
terebut dapat
berjalan dengan
baik.
Wawancar
a
Kuesione
r
1.Cukup,
jika total
scoring
jawaban <
rerata
2. Baik,
jika total
coring
jawaban ≥
rerata.
(Novitasar
i,2014)
Ordinal
N
o
Variabel Definisi
Opersional
Teknik
Pengukura
n
Instrume
n
Kategori Skala
10 Alokasi
Dana
Dana dari Dinas
Kesehatan yang
digunakan untuk
pelaksanaa
kegiatan MTBS
Wawancar
a
Kuesione
r
1. Ada, jika
nilai yang
didapatkan
dari
kuesioner
=1
2. Tidak
ada, jika
nilai yang
didapatkan
dari
kuesioner
=0
Nomina
l
43
11 Supervisi Ada tidaknya
pembinaan,
bimbingan dan
pengawasan
pro-gram MTBS
yang dilakukan
oleh Dinkes
Wawancar
a
Kuesione
r
1. Rendah,
jika skor <
rerata
2. Tinggi,
jika skor
≥rerata
(Irianto,
2007
dalam
Agita
2011)
Ordinal
12 Evaluasi Ada tidaknya
penilaian hasil
pelaksanaan
kegiatan
Manajemen
Terpadu Balita
Sakit (MTBS)
Wawancar
a
Kuesione
r
1. Rendah,
jika skor <
rerata
2. Tinggi,
jika skor
≥rerata
(Irianto,
2007
dalam
Agita
2011)
Ordinal
13 Penatalaksa
naan MTBS
Penerapan dan
pelaksanaan
Manajemen
Terpadu Balita
Sakit (MTBS)
oleh petugas
pelaksana di
puskesmas.
Wawancar
a
Kuesione
r
1. Rendah,
jika skor <
rerata.
2. Tinggi,
jika skor
≥rerata
(Irianto,
2007
dalam
Agita
2011)
Ordinal
3.5 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian penjelasan ( explanatory
research) karena bersifat menjelaskan pengaruh antara variabel-varabel penelitian
dengan pengujiaan hipotesis. Pendekatan yang digunakan yatu pendekatan cross
44
sectional atau potong lintang.
3.6 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
3.6.1 Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono,2009).
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh petugas pelaksana MTBS di
puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
3.6.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh
populasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, yaitu
pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu dalam hal ini sampel berkaitan
dengan kegiatan MTBS (Sugiyono,2009). Sampel dalam penelitian ini yaitu
petugas MTBS di puskesmas yang aktif menjalankan program MTBS di
Kabupaten Banjarnegara. Sampel dihitung dengan menggunakan rumus untuk
sampel tunggal dengan hipotesis proporsi suatu populasi (Sudigdo, 2006 )
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
{ √( ( )) √( ( )) ( ( ))}
( )
Keterangan :
n : besar sampel
45
Z1-α/2 : 1,96 (jika α : 5%)
Z1-β : 1,64 (jika β : 5%)
p1 : Proporsi paparan pada kelompok terpapar (a/a+b)
p2 : Proporsi paparan pada kelompok tidak terpapar (c/c+d)
Berdasarkan rumus diatas, maka besar sampel minimal yang akan digunakan
dalam penelitian ini yaitu :
{ √( ( )) √( ( )) ( ( ))}
( )
{ √( ) √( ) ( )}
( )
* +
Besar sampel minimal yang digunakan dalam penelitian yaitu sejumlah 47.
3.7 SUMBER DATA
Sumber data penelitian dalam penelitian ini di dapatkan dari data primer
46
dan data sekunder.
3.7.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan sendiri oleh
peneliti dari responden selama penelitian. Data primer diperoleh dari hasil
observasi, dokumentasi, dan wawancara secara langsung dengan menggunakan
lembar kuesioner . Pengisian kuesioner dilakukan dengan metode wawancara
terhadap responden. Kuesioner berisi pertanyaan yang sudah terdapat alternatif
jawabannya.
3.7.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari orang lain
yang dalam penelitian ini berasal dari instansi-instansi kesehatan yaitu dari
Kementrian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Banjarnegara.
3.8 INSTRUMEN PENELITIAN DAN TEKNIK PENGAMBILAN DATA
3.8.1 Instrumen Penelitian
. Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
kuesioner yang digunakan untuk memperoleh data berdasarkan pertanyaan dan
pernyataan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dan menjadi kendala
implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di
Kabupaten Banjarnegara.
Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian jika sudah
47
memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Untuk itu kuesioner tersebut harus di
uji coba ” trial” lapangan.
1) Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur tersebut benar-
benar mengukur apa yang diukur. Kuesioner diujikan pada petugas pemegang
program MTBS di 8 Puskesmas yang berada di wilayah Kabupaten
Magelang,yaitu Puskesmas Secang I, Pusskesmas Secang II, Puskesmas
Mertoyudan I, Puskesmas Kota Mungkid, Puskesmas Mungkid, Puskesmas
Muntilan II, Puskesmas Bandongan, dan Puskesmas Kaliangkrik dimana di
wilayah kerja tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan wilayah
Kabupaten Banjarnegara yaitu memiliki angka kematian balita yang hampir sama
sebesar 13.88% tahun 2014. Uji validitas yang digunakan yaitu korelasi pearson
product moment sehingga akan diperoleh koefisien korelasi atau r hitung pada
setiap soal per variabel. Instrumen atau soal dinyatakan valid, jika koefisien
korelasi atau r hitung lebih besar dari r tabel. (Sugiyono,2009)
Pengujian validitas instrumen pada penelitian ini menggunakan program
SPSS versi 16.00, dimana hasil akhirnya (r hitung) dibandingkan dengan nilai r
tabel product moment pearson, dimana untuk uji validitas dengan N = 24 dan taraf
signifikansi 5% diketahui bahwa nilai r tabel = 0,404. Jika r hitung > r tabel =
0,404, maka butir atau variabel pertanyaan tersebut dinyatakan valid.
Dari hasil perhitungan uji validitas seluruh jumlah soal yang berjumlah 58
butir soal, yang terdiri dari 9 butir soal untuk variabel pengetahuan petugas, 8
butir soal untuk variabel sikap petugas, 13 butir soal untu variabel motivasi kerja
48
petugas, 1 butir soal untuk variabel masa kerja petugas, 5 butir soal untuk variabel
persepsi beban kerja petugas, 5 butir soal untuk variabel ketersediaan peralatan
dan obat, 2 butir soal untuk variabel pelatihan MTBS yang diikuti oleh petugas, 7
butir soal untuk variabel kepemimpinan kepala puskesmas, 1 butir soal untuk
variabel alokasi dana, 2 butir soal untuk variabel supervisi oleh Dias Kesehatan , 2
butir soal untuk variabel evaluasi oleh Kepala Puskesmas, 3 butir soal untuk
variabel implementasi MTBS.
Uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan melalui program SPSS versi
16.00 diperoleh hasil 53 butir soal dinyatakan valid, dan 5 butir soal tidak valid
Soal yang tidak valid terdiri dari 1 butir soal untuk variabel pengetahuan petugas,
2 butir soal utuk variabel sikap petugas, 1 butir soal untuk variabel motivasi kerja
petugas dan 1 butir soal untuk variabel kepemimpinan Kepala Puskemas.
Sehingga dilakukan uji validitas kembali yaitu dengan menghilangkan 5 butir
soal yang tidak valid tersebut, dan dilakukan perhitungan uji validitas terhadap 53
butir soal kembali. Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas dari 53 butir soal
tersebut dengan menggunakan program SPSS versi 16.00, maka diperoleh
koefisien korelasi (rxy ) atau r hitung untuk variabel pengetahuan petugas pada
butir soal no.1 = 0,407, soal no.2 = 0,602, soal no.3 = 0,589, soal no.4 = 0,506,
soal no.5 = 0,539, soal no.6= 0,411, soal no.7 = 0,548, soal no.8 = 0,555. Pada
variabel sikap petugas diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1
= 0,723, soal no.2 = 0,664, soal no.3 = 0,747, soal no.4 = 0,468, soal no.5 = 0,443,
dan soal no.6 = 0,739. Pada variabel motivasi kerja petugas diperoleh koefisien
korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,525, dan soal no.2 = 0,611. soal no.3 =
49
0,610, soal no.4 = 0,507, soal no.5 = 0,610, soal no.6 = 0,545, soal no.7 = 0,610,
soal no.8 = 0,565, soal no.9 = 0,685, dan soal no.10 = 0,612, soal no.11 = 0,727,
soal no.12 = 0,431. Pada variabel masa kerja petugas diperoleh koefisien korelasi
(r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,612. Pada variabel persepsi beban kerja
petugas diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk buti soal no.1 = 0,628, soal
no.2 = 0,579, soal no.3 = 0,600, soal no.4 = 0,500, dan soal no.5 = 0,646. Pada
variabel ketersediaan peralatan MTBS diperoleh koefisien korelasi (r hitung)
untuk butir soal no.1 = 0,541, soal no.2 = 0,683, dan soal no.3 = 0,541.
Pada variabel ketersediaan obat untuk pelaksanaan MTBS diperoleh
koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,541, dan soal no.2 = 0,635.
Pada variabel pelatihan yang pernah diikuti petugas MTBS diperoleh koefisien
korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,426 dan soal no.2 = 0,426. Pada
variabel kepemimpinan kepala puskesmas diperoleh koefisien korelasi (r hitung)
untuk butir soal no.1 = 0,633, soal no.2 = 0,682, soal no.3 = 0,410, soal no.4 =
0,648, soal no.5 = 0,560, dan soal no.6 = 0,465. Pada variabel alokasi dana dari
Dinas Kesehatan diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 =
0,698. Pada variabel pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinas Kesehatan
diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,548, dan soal no.2
= 0,509. Pada variabel pelaksanaan evaluasi MTBS oleh kepala puskesmas
terhadap pelaksanaan MTBS diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir
soal no.1 = 0,413, dan soal no.2 = 0,547. Pada variabel implementasi MTBS
diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,788, soal no.2 =
0,884, dan soal no.3 = 0,748. Sehingga semua butir soal yang berjumlah 54
50
pertanyaan dinyatakan valid, karena koefisien korelasi (r xy ) atau r hitung lebih
besar dari r tabel = 0,404.
2) Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan . Hal ini berarti menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua
kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang
sama. Seperti halnya dengan uji validitas, untuk mengetahui apakah instrumen
penelitian ini reliabel atau tidak maka digunakan program komputer. Adapun
tolak ukur untuk mempresentasikan derajat reliabilitas adalah dengan
menggunakan metode Alpha Cronbach. Apabila pengujian reliabilitas dengan
metode Alpha, maka nilai r hitung diwakili oleh Alpha. Jika Alpha hitung lebih
besar daripada r tabel dan Alpha hitung bernilai positif, maka instrumen penelitian
tersebut dinyatakan reliabel.
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabiitas 53 pertanyaan diperoleh
nilai Alpha (r hitung) pada variabel pengetahuan petugas sebesar 0,812, pada
variabel sikap petugas sebesar 0,841, pada variabel motivasi kerja petugas sebesar
0,883, pada variabel masa kerj sebesar 0,756, pada variabel persepsi beban kerja
petugas sebesar 0,804, pada variabel ketersedian peralatan dan obat sebesar 0,791,
pada variabel pelatihan sebesar 0,542, pada variabel kepemimpinan Kepala
Puskesmas sebesar 0,805, pada variabel alokasi dana sebesar 0,820, pada variabel
supervisi dan evaluasi sebesar 0,716 dan pada variabel implementasi sebesar
0,896. Nilai Alpha (r hitung) seluruh variabel yang terdiri dari 53 pertanyaan
51
lebih besar dari r tabel ( 0,404 ) sehingga kuesioner dinyatakan reliabel.
3.8.2 Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu :
1. Wawancara
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan
menggunakan lembar kuesioner yang berisi pertanyaan atau pernyataan yang
berhubungan dengan variabel penelitian yang harus dijawab responden.
2. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mencari data
pendukung dari kegiatan penelitian yang berupa visual, yaitu : foto kegiatan
penelitian.
3.9 PROSEDUR PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
3.9.1 Tahap Pra Penelitian
1. Memilih masalah yang akan diteliti berbasiskan data
2. Mengurus perijinan dan melaksanakan studi pendahulun ke lapangan
3. Menyusun rancangan penelitian
4. Melakukan uji coba kuesioner
3.9.2 Tahap Penelitian
1. Memahami latar penelitian dan persiapan diri
2. Memasuki lapangan dan melaksanakan penelitian yaitu dengan mewawancarai
responden sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat.
52
3.9.3 Tahap Analisis data
Melakukan analisis data dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan
penyusunan laporan.
3.10 TEKNIK ANALISIS DATA
3.10.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengn langkah sebagai berikut :
1. Editing
Jawaban yang telah diberi kode dilakukan pengecekan ulang terhadap jawaban
responden, apabila ada kesalahan maka jawaban tersebut harus dicek ulang pada
responden.
2. Koding
Jawaban responden yang diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner,
selanjutnya diberi kode untuk memudahkan pengolahan data.
3. Entry Data
Kegiatan memasukan data dengan menggunakan program computer.
4. Tabulasi
Kegiatan mengelompokkan data sesuai dengan variabel yang akan diteliti
guna memudahkan analisis data. Tabulasi data yang dilakukan meliputi variabel
faktor yang berhubungan dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).
5. Penyajian data dalam bentuk tabel ditribusi frekuensi dan deskriptif.
3.10.2 Analisis Data
53
3.10.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan setiap variabel
penelitian dalam bentuk tabel untuk memberikan gambaran umum hasil
penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi implementasi MTBS pada
petugas pelaksana di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
3.10.2.2 Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya akan
digeneralisasikan dalam populasi. Analisis melalui variabel-variabel yang
diteliti dengan melihat pengaruh antara satu variabel bebas dan terikat.
Analisis menggunakan uji statistic chi-square, bila tidak memenuhi syarat uji
chi-square maka menggunakan uji fisher. Dasar pengambilan keputusan yang
dipakai adalah berdasarkan probabilitas. Adapun kriteria hubungan
berdasarkan nilai p value (probabilitas) yang dihasilkan dibandingkan dengan
nilai kemaknaan, sebagai berikut :
1. Jika p < 0,05 = Ho ditolak, artinya kedua variabel “ada
pengaruh/hubungan”.
2. Jika p ≥ 0,05 = Ho diterima, artinya kedua variabel “tidak ada pengaruh/
hubungan”.
Sedangkan untuk mengetahui besarnya hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat, maka dipakai koefisien korelasi yang dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 3.2 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
54
0,00-0,199 Sangat Lemah
0,20-0,399 Lemah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat Kuat
Sumber : Sugiyono, 2009 :18
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Banjarnegara secara astronomi terletak diantara 7º.12’-7º.31’
Lintang Selatan dan 109º.29’-109º.45’.50” Bujur Timur. Dibatasi oleh 4
kabupaten di sebelah utara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang, sebelah
timur Kabupaten Wonosobo, sebelah selatan Kabupaten Kebumen, dan sebelah
barat Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banyumas. Kabupaten Banjarnegara
terletak pada jarak 120 km ke arah barat dari Ibu Kota Propinsi.
Dengan luas wilayah kurang lebih 1,069.71 Km2 atau 106.970,997 Ha atau
sekitar 3,29% dari luas wilayah Propinsi Jawa Tengah (3,25 juta Ha). Secara
administratif Kabupaten Banjarnegara terbagi dalam 20 kecamatan, 266 desa, dan
12 kelurahan. Daerah yang terluas adalah Kecamatan Punggelan dengan luas
108,84 Km2 atau sekitar 10,1% dari luas total wilayah kerja Banjarnegara.
Sedangkan Kecamatan Purworejo Klampok merupakan wilayah paling kecil yaitu
hanya seluas 21.87 Km2 atau sekitar 1,6%. Berdasarkan bentuk tata alam dan
penyebaran geografis digolongkan menjadi daerah relief bergelombang dan curam
pada bagian utara, relief datar pada bagian tengah, dan relief curam pada bagian
selatan.
Jumlah penduduk di Kabupaten Banjarnegara berdasarkan rekapitulasi
data tahun 2014 adalah 1.006.832 jiwa, meningkat 1,26% dari tahun 2013.
Seiring naiknya jumlah penduduk, jumlah rumah tangga juga mengalami kenaikan
pada tahun 2013 sebesar 264.527 menjadi 265.121 tahun 2014. Distribusi
55
penduduk menurut jenis kelamin dan umur di Kabupaten Banjarnegara tahun
2014, dengan jumlah penduduk total sebesar 1.006.852 jiwa, terdiri dari 505.876
laki-laki dan 500.956 perempuan. Struktur penduduk Kabupaten Banjarnegara
menurut golongan umur tahun 2011-2014 dapat dilihat dalam tabel 4.1 sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Struktur Penduduk Kabupaten Banjarnegara Menurut Golongan Umur
Tahun 2011-2014
Golongan Umur
(Th Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
<1 16.151 16.358 16.314 16.182
1 – 4 58.823 39.143 66.449 64.248
5 – 14 181.901 178.573 183. 052 169.306
15 – 44 455.391 429.522 414.832 428.580
45 – 64 211.380 220.735 226.195 241.258
65 ke atas 62.709 71.578 87.395 87.258
Total 987.355 980.298 994.237 1.006.832
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa jumlah penduduk menurut
kelompok umur dibawah 15 tahun menurun dari tahun sebelumnya, kelompok
umur produktif yaitu 15 tahun – 44 tahun dan 45 tahun – 64 tahun mengalami
peningkatan, sedangkan penduduk dengan umur lebih dari 65 tahun mengalami
penurunan. Kepadatan penduduk di Kabupaten Banjarnegara tahun 2014 sebesar
56
941,23/km2. Angka tersebut mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yaitu kepadatan penduduk 929,42/km2.
Dinas Kabupaten Banjarnegara memiliki wilayah kerja puskesmas dengan
jumlah 35 puskesmas. Sedangkan untuk lokasi penelitian berjumlah 16
puskesmas. Puskesmas yang menjadi lokasi penelitian terdiri dari Puskesmas
Susukan I, Puskesmas Klampok I, Puskesmas Mandiraja I, Puskesmas
Purwanegara I, Puskesmas Purwanegara II, Puskesmas Bawang I, Puskesmas
Banjarnegara I, Puskesmas Banjaregara II, Puskesmas Punggelan I, Puskesmas
Rakit I, Puskesmas Rakit II, Puskemas Wanadadi I, Puskesmas Wanadadi II,
Puskesmas Bajarmangu I, Puskesmas Madukara I, dan Puskesmas Madukara II.
Responden dalam penelitian ini adalah petugas pelaksana program
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Petugas pelaksana MTBS dalam satu
puskesmas diambil tiga orang petugas dan satu puskesmas dengan dua orang
petugas, sehingga berjumlah 47 orang petugas pelaksana program Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS).
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi
frekuensi dan presentase dari masing-masing variabel. Analisis univariat
dilakukan terhadap tiap variabel-variabel yang meliputi pengetahuan, pelatihan
yang pernah diikuti, masa kerja, persepsi beban kerja, sikap, motivasi kerja,
kepemimpinan, ketersediaan peralatan, ketersediaan obat, alokasi dana, supervisi,
evaluasi, dan implementasi MTBS.
57
4.2.1.1 Pengetahuan Petugas Pelaksana MTBS
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka
dapat diperoleh distribusi data pengetahuan petugas tentang Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) yang dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Menurut Pengetahuan
No Pengetahuan Frekuensi Presentase (%)
1
2
Cukup
Baik
8
39
17
83
Jumlah 47 100
Berdasarkan tabel 4.2 yang dikelompokkan menurut pengetahuan petugas
pelaksana MTBS menunjukan jumlah responden yang memiliki tingkat
pengetahuan cukup sejumlah 8 orang (17%) dan responden yang memiliki tingkat
pengetahuan baik sejumlah 39 orang (83%).
4.2.1.2 Sikap Petugas Pelaksana MTBS
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka
dapat diperoleh distribusi data sikap petugas yang dapat dilihat pada tabel 4.3
berikut ini :
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Menurut Sikap
No Sikap Frekuensi Presentase (%)
1
2
Cukup
Baik
28
19
59.6
40.4
Jumlah 47 100
58
Berdasarkan tabel 4.3 yang dikelompokkan menurut sikap petugas
pelaksana MTBS menunjukan jumlah responden yang memiliki sikap dengan
kategori cukup sejumlah 28 orang (59.6%) dan responden yag memiliki sikap
dengan kategori baikbaik sejumlah 19 orang (40.4%)
4.2.1.3 Motivasi Kerja Petugas Pelaksana MTBS
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka
dapat diperoleh distribusi data motivasi kerja petugas yang dapat dilihat pada
tabel 4.4 berikut ini :
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Menurut Motivasi Kerja
No Motivasi Kerja Frekuensi Presentase (%)
1
2
Sedang
Tinggi
1
46
2.1
97.9
Jumlah 47 100
Berdasarkan tabel 4.4 yang dikelompokkan menurut motivasi kerja
petugas pelaksana MTBS menunjukan jumlah responden yang memiliki motivasi
kerja dengan kategori sedang sejumlah 1 orang (2.1%) dan responden yang
memiliki motivasi kerja dengan kategori tinggi sejumlah 46 orang (97.9%).
4.2.1.4 Masa kerja Petugas Pelaksana MTBS
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka
dapat diperoleh distribusi data masa kerja petugas pelaksana kegiatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di puskesmas Kabupaten Banjarnegara
yang dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini :
59
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Menurut Masa Kerja
No Masa Kerja Frekuensi Presentase (%)
1
2
Sedang
Lama
26
21
55.3
44.7
Jumlah 47 100
Berdasarkan tabel 4.5 yang dikelompokkan menurut masa kerja petugas
pelaksana MTBS menunjukan jumlah responden yang memiliki masa kerja
sedang sejumlah 26 orang (55.3%) dan responden yag memiliki masa kerja lama
sejumlah 21 orang (44.7%).
4.2.1.5 Persepsi Beban Kerja Pelaksana MTBS
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka
dapat diperoleh distribusi data persepsi beban kerja petugas yang dapat dilihat
pada tabel 4.6 berikut ini :
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Menurut Persepsi Beban Kerja
No Persepsi Beban
Kerja Frekuensi Presentase (%)
1
2
Tinggi
Rendah
20
27
42.6
57.4
Jumlah 47 100
Berdasarkan tabel 4.6 yang dikelompokkan menurut persepsi beban kerja
petugas pelaksana MTBS menunjukan jumlah responden yang memiliki persepsi
beban kerja tinggi sejumlah 20 orang (42.6%) dan responden yang memiliki
persepsi beban kerja rendah sejumlah 27 orang (57.4%).
60
4.1.2.6 Ketersediaan Peralatan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka
dapat diperoleh distribusi data ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan
MTBS yang dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini :
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Menurut Ketersediaan Peralatan
No Ketersediaan
Peralatan Frekuensi Presentase (%)
1
2
Tidak Lengkap
Lengkap
12
35
25.5
74.5
Jumlah 47 100
Berdasarkan tabel 4.7 yang dikelompokkan menurut ketersediaan
peralatan pendukung pelaksanaan MTBS menunjukan jumlah responden yang
menyatakan ketersediaan peralatan tidak lengkap di puskesmas tempat bekerja
sejumlah 12 orang (25.2%) dan responden yang menyatakan ketersediaan
peralatan di puskesmas tempat bekerja lengkap sejumlah 35 orang (74.5%).
4.1.2.7 Ketersediaan Obat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka
dapat diperoleh distribusi data ketersediaan obat pendukung pelaksanaan MTBS
yang dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini :
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Menurut Ketersediaan Obat
No Ketersediaan Obat Frekuensi Presentase (%)
1
2
Tidak Lengkap
Lengkap
26
21
55.3
44.7
Jumlah 47 100
Berdasarkan tabel 4.8 yang dikelompokkan menurut ketersediaan obat
61
pendukung pelaksanaan MTBS menunjukan jumlah responden yang menyatakan
ketersediaan obat tidak lengkap di puskesmas tempat bekerja sejumlah 26 orang
(55.3%) dan responden yang menyatakan ketersediaan obat di puskesmas tempat
bekerja lengkap sejumlah 21 orang (44.7%).
4.1.2.8 Pelatihan yang pernah dikuti petugas MTBS
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka
dapat diperoleh distribusi data keikutsertaan pelatihan MTBS oleh petugas yang
dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini :
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Menurut Pelatihan
No Pelatihan Frekuensi Presentase (%)
1
2
Belum Pernah
Pernah
30
17
63.8
36.2
Jumlah 47 100
Berdasarkan tabel 4.9 yang dikelompokkan menurut pernah tidaknya
mengikuti pelatihan tentang MTBS menunjukan jumlah responden yang belum
pernah mengikuti pelatihan sejumlah 3 orang (63.8%) dan responden yang pernah
mengikuti pelatihan sejumlah 17 orang (36.2%).
4.1.2.9 Kepemimpinan Kepala Puskesmas
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka
dapat diperoleh distribusi data kepemimpinan Kepala Puskesmas di masing -
masing puskesmas tempat penelitian yang dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut
ini :
62
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Menurut Kepemimpinan Kepala Puskesmas
No Kepemimpinan Frekuensi Presentase (%)
1
2
Cukup
Baik
13
34
27.7
72.3
Jumlah 47 100
Berdasarkan tabel 4.10 yang dikelompokkan menurut kepemimpinan
Kepala Puskesmas menunjukan jumlah responden yang menyatakan
kepemimpinan Kepala Puskesmas tempat bekerja dengan kategori cukup
sejumlah 13 orang (27.7%) dan responden yag menyatakan kepemimpinan Kepala
Puskesmas tempat bekerja dengan kategori baik sejumlah 34 orang (72.3%).
4.2.1.10 Alokasi Dana
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka
dapat diperoleh distribusi data alokasi dana dari Dinas Kesehatan yang dapat
dilihat pada Tabel 4. 11 berikut ini :
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Menurut Alokasi Dana
No Alokasi Dana Frekuensi Presentase (%)
1
2
Tidak Ada
Ada
39
8
83
17
Jumlah 47 100
Berdasarkan tabel 4.11 yang dikelompokkan menurut ada tidaknya alokasi
dana pelaksanaan MTBS menunjukan jumlah responden yang menyatakan tidak
adanya alokasi dana sejumlah 39 orang (83%) dan responden yang menyatakan
adanya alokasi dana sejumlah 8 orang (17%).
63
4.2.1.11 Supervisi oleh Dinas Kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka
dapat diperoleh distribusi data pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinas Kesehatan
yang dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut ini :
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Menurut Supervisi Dinas Kesehatan
No Supervisi Frekuensi Presentase (%)
1
2
Rendah
Tinggi
17
30
36.2
63.8
Jumlah 47 100
Berdasarkan tabel 4.12 yang dikelompokkan menurut supervisi oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten menunjukan jumlah responden yang menyatakan
supervisi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dengan kategori rendah sejumlah 17
orang (36.2%) dan responden yang menyatakan supervisi oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten dengan kategori tinggi sejumlah 30 orang (63.8%).
4.2.1.12 Evaluasi oleh Kepala Puskemas
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka
dapat diperoleh distribusi data pelaksanaan evaluasi MTBS oleh Kepala
Puskesmas yang dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut ini :
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Menurut Evaluasi Kepala Puskesmas
No Evaluasi Frekuensi Presentase (%)
1
2
Rendah
Tinggi
28
19
59.6
40.4
Jumlah 47 100
Berdasarkan tabel 4.13 yang dikelompokkan menurut evaluasi
64
pelaksanaan MTBS oleh Kepala Puskesmas menunjukan jumlah responden yang
menyatakan evaluasi oleh Kepala Puskesmas tempat bekerja dengan katgeori
rendah sejumlah 28 orang (59.6%) dan responden yang menyatakan evaluasi
Kepala Puskesmas tempat bekerja dengan kategori tinggi sejumlah 19 orang
(40.4%).
4.2.1.13 Implementasi MTBS
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka
dapat diperoleh distribusi data implementasi MTBS yang dapat dilihat pada tabel
4.14 berikut ini :
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Menurut Implementasi MTBS
No Implementasi
MTBS Frekuensi Presentase (%)
1
2
Rendah
Tinggi
29
18
61.7
38.3
Jumlah 47 100
Berdasarkan tabel 4.14 yang dikelompokkan menurut implementasi
MTBS menunjukan jumlah responden yang menyatakan implementasi MTBS di
puskesmas rendah sejumlah 29 orang (61.7%) dan responden yang menyatakan
implementasi MTBS di puskesmas tinggi sejumlah 18 orang (38.3%).
4.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat secara sendiri-sendiri.
Analisis bivariat diperoleh dari data pengetahuan responden, sikap responden,
65
motivasi kerja responden, masa kerja responden, persepsi beban kerja reponden,
ketersediaan peralatan pendukung MTBS , ketersediaan obat pendukung
pelaksanaan MTBS, keikutsertaan pelatihan MTBS, kepemimpinan Kepala
Puskesmas, supervisi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara dan evaluasi
MTBS oleh Kepala Puskesmas yang dihubungkan dengan implementasi kegiatan
MTBS di puskesmas di Kabupaten Banjarnegera. Uji statistik yang digunakan
yaitu Chi-Square menggunakan program SPSS for windows release 16.
Berdasarkan perhitungan uji statistik, diperoleh hasil analisis bivariat sebagai
berikut :
4.2.2.1 Hubungan atara pengetahuan petugas pelaksana dengan implementasi
MTBS
Hubungan antara pengetahuan petugas dengan implementasi Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.15 sebagai berikut :
Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan dengan Implementasi MTBS
Pengetahuan
Implementasi MTBS Total
Nilai
P
0,692
Rendah Tiinggi
Jumlah
%
Jumlah % Jumlah %
Cukup
Baik
6
23
75
59
2
16
25
41
8
39
100
100
Jumlah 29 61.7 18 38.3 47 100
Tabel 4.15 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi
MTBS yang rendah 6 orang (75%) memiliki pengetahuan yang cukup dan 23
orang (59%) memiliki pengetahuan yang baik. Sedangkan dari 18 responden
dengan implementasi MTBS yang tinggi 2 orang (25%) memiliki pengetahuan
66
yang cukup dan 16 orang (41%) memiliki pengetahuan yang baik.
Hasil uji Fisher diperoleh nilai p = 0,692 yang berarti > 0,05, sehingga
Ha ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui tidak ada hubungan antara pengetahuan
petugas pelaksana MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten
Banjarnegara
4.2.2.2 Hubungan atara sikap petugas pelaksana dengan implementasi MTBS
Hubungan antara sikap petugas dengan implementasi Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.16 sebagai berikut :
Tabel 4.16 Hubungan Sikap dengan Implementasi MTBS
Sikap
Implementasi MTBS Total
Nilai
P
CC Rendah Tiinggi
Jumlah
% Jumlah % Jumlah %
Cukup 22 78.6 6 21.4 28 100
0.01
0.388 Baik 7 36.8 12 63.2 19 100
Jumlah 29 61.7 18 38.3 47 100
Tabel 4.16 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi
MTBS yang rendah 22 orang (78.6%) memiliki sikap dengan kategori cukup dan
7 orang (36.8%) memiliki sikap dengan kategori baik. Sedangkan dari 18
responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 6 orang (21.4%) memiliki
sikap dengan kategori cukup dan 12 orang (63.2%) memiliki sikap dengan
kategori baik
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0,01 yang berarti < 0,05, sehingga
Ha diterima. Hal ini berarti dapat diketahui ada hubungan antara sikap petugas
pelaksana MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten
67
Banjarnegara. Koefisien Kontingensi (CC) = 0.388 menunjukkan hubungan yang
lemah antara sikap petugas pelaksana MTBS dengan implementasi MTBS di
puskesmas di Kabupaten Banjaregara.
4.2.2.3 Hubungan atara motivasi kerja petugas pelaksana dengan implementasi
MTBS
Hubungan antara motivasi kerja petugas dengan implementasi
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.17 sebagai
berikut :
Tabel 4.17 Hubungan Motivasi Kerja dengan Implementasi MTBS
Motivasi
Kerja
Implementasi MTBS Total
Nilai
P
0.383
Rendah Tiinggi
Jumlah
% Jumlah % Jumlah %
Sedang
Tinggi
0
29
0
63
1
17
100
37
1
46
100
100
Jumlah 29 61.7 18 38.3 47 100
Tabel 4.17 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi
MTBS yang rendah seluruhnya 29 orang (63%) memiliki motivasi kerja dengan
kategori tinggi. Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang
tinggi 1 orang (100%) memiliki motivasi kerja dengan kategori sedang dan 17
orang (37%) memiliki motivasi kerja dengan kategori tinggi.
Hasil uji Fisher diperoleh nilai p= 0,383 yang berarti > 0,05, sehingga Ha
ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui tidak ada hubungan antara motivasi kerja
petugas pelaksana MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
68
4.2.2.4 Hubungan atara masa kerja petugas pelaksana dengan implementasi
MTBS
Hubungan antara masa kerja petugas dengan implementasi Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.18 sebagai berikut :
Tabel 4.18 Hubungan Masa Kerja dengan Implementasi MTBS
Masa Kerja
Implementasi MTBS Total
Nilai
P
CC
Rendah Tiinggi
Jumlah
% Jumlah % Jumlah %
Sedang 22 84.6 4 15.4 26 100
0.001
0.464 Lama 7 33.3 14 66.7 21 100
Jumlah 29 61.7 18 38.3 47 100
Tabel 4.18 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi
MTBS yang rendah 22 orang (84.6%) memiliki masa kerja dengan kategori
sedang dan 7 orang (33.3%) memiliki masa kerja dengan kategori lama.
Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 4 orang
(15.4%) memiliki masa kerja dengan kategori sedang dan 14 orang (66.7%)
memiliki masa kerja dengan kategori lama.
Hasil uji Fisher diperoleh nilai p= 0,001 yang berarti < 0,05, sehingga Ha
diterima. Hal ini berarti dapat diketahui ada hubungan antara masa kerja petugas
pelaksana MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten
Banjarnegara. Koefisien Kontingensi (CC) = 0.464 menunjukkan hubungan yang
cukup kuat antara masa kerja petugas pelaksana MTBS dengan implementasi
MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
69
4.2.2.5 Hubungan atara persepsi beban kerja petugas pelaksana dengan
implementasi MTBS
Hubungan antara persepsi beban kerja petugas dengan implementasi
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.19 sebagai
berikut :
Tabel 4.19 Hubungan Persepsi Beban Kerja dengan Implementasi MTBS
Persepsi
Beban
Kerja
Implementasi MTBS Total
Nilai
P
Rendah Tiinggi
Jumlah
% Jumlah % Jumlah %
Tinggi
Rendah
13
16
65
59.3
7
11
35
40.7
20
27
100
100
0.923
Jumlah 29 61.7 18 38.3 47 100
Tabel 4.19 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi
MTBS yang rendah 13 orang (65%) memiliki persepsi beban kerja dengan
kategori tinggi dan 16 orang (59.3%) memiiki persepsi beban kerja dengan
kategori rendah . Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang
tinggi 7 orang (35%) memiliki persepsi beban kerja dengan kategori tinggi dan 11
orang (40.7%) memiliki persepsi beban kerja dengan kategori rendah.
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0.923 yang berarti > 0,05,
sehingga Ha ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui tidak ada hubungan antara
persepsi beban kerja petugas pelaksana MTBS dengan implementasi MTBS di
puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
4.2.2.6 Hubungan atara ketersediaan peralatan pendukung dengan implementasi
MTBS
Hubungan antara ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan MTBS
70
dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat
dalam tabel 4.20 sebagai berikut :
Tabel 4.20 Hubungan Ketersediaan Peralatan dengan Implemntasi MTBS
Ketersediaan
Peralatan
Implementasi MTBS Total
Nilai
P
Rendah Tiinggi
Jumlah
% Jumlah % Jumlah %
Tidak
Lengkap
Lengkap
6
23
50
65.7
6
12
50
34.3
12
35
100
100
0.493
Jumlah 29 61.7 18 38.3 47 100
Tabel 4.20 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi
MTBS yang rendah 6 orang (50%) menyatakan ketersediaan peralatan
pendukung pelaksanaan MTBS tidak lengkap dan 23 orang (65.7%) menyatakan
ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan MTBS lengkap . Sedangkan dari
18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 6 orang (50%) menyatakan
ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan MTBS tidak lengkap dan 12 orang
(34.3%) menyatakan ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan MTBS
lengkap.
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0.493 yang berarti > 0,05,
sehingga Ha ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui tidak ada hubungan antara
ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan MTBS dengan implementasi
MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
4.2.2.7 Hubungan atara ketersediaan obat dengan implementasi MTBS
Hubungan antara ketersediaan obat pendukung pelaksanaan MTBS
71
dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat
dalam tabel 4.21 sebagai berikut :
Tabel 4.21 Hubungan Ketersediaan Obat dengan Implemntasi MTBS
Ketersediaan
Obat
Implementasi MTBS Total
Nilai
P
CC
Rendah Tiinggi
Jumlah
% Jumlah % Jumlah %
Tidak
Lengkap
Lengkap
20
9
76.9
42.9
6
12
23.1
57.1
26
21
100
100
0.037
0.329
Jumlah 29 61.7 18 38.3 47 100
Tabel 4.21 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi
MTBS yang rendah 20 orang (76.9%) menyatakan ketersediaan obat pendukung
pelaksanaan MTBS tidak lengkap dan 9 orang (42.9%) menyatakan ketersediaan
obat pendukung pelaksanaan MTBS lengkap. Sedangkan dari 18 responden
dengan implementasi MTBS yang tinggi 6 orang (23.1%) menyatakan
ketersediaan obat pendukung pelaksanaan MTBS tidak lengkap dan 12 orang
(57.1%) menyatakan ketersediaan obat pendukung pelaksanaan MTBS lengkap.
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0,037 yang berarti < 0,05,
sehingga Ha diterima. Hal ini berarti dapat diketahui ada hubungan ketersediaan
obat pendukung pelaksanaan MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas
Kabupaten Banjarnegara. Koefisien Kontingensi (CC) = 0.329 menunjukkan
hubungan yang lemah antara ketersediaan obat pendukung pelaksnaan MTBS
dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
72
4.2.2.8 Hubungan atara pelatihan dengan implementasi MTBS
Hubungan antara keikutsertaan pelatihan MTBS oleh petugas dengan
implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel
4.22 sebagai berikut :
Tabel 4.22 Hubungan Pelatihan dengan Implemntasi MTBS
Pelatihan
Implementasi MTBS Total
Nilai
P
CC Rendah Tiinggi
Jumlah
% Jumlah % Jumlah %
Belum
Pernah
Pernah
24
5
80
29.4
6
12
20
70.6
30
17
100
100
0.002
0.447
Jumlah 29 61.7 18 38.3 47 100
Tabel 4.22 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi
MTBS yang rendah 24 orang (80%) menyatakan belum pernah mengikuti
pelatihan dan 5 orang (29.4%) menyatakan pernah mengikuti pelatihan.
Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 6 orang
(20%) menyatakan belum pernah mengikuti pelatihan dan 12 orang (70.6%)
menyatakan pernah mengikuti pelatihan.
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0,002 yang berarti < 0,05, sehingga
Ha diterima. Hal ini berarti dapat diketahui ada hubungan antara keikutsertaan
pelatihan MTBS oleh petugas dengan implementasi MTBS di puskesmas
Kabupaten Banjarnegara. Koefisien Kontingensi (CC) = 0.447 menunjukkan
hubungan yang cukup kuat antara pelatihan yang pernah diikuti dengan
implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
73
4.2.2.9 Hubungan atara kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan implementasi
MTBS
Hubungan antara kepemimpinan kepala puskesmas dengan implementasi
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.23 sebagai
berikut :
Tabel 4.23 Hubungan Kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan Implementasi
MTBS
Kepemimpinan
Kepala
Puskesmas
Implementasi MTBS Total
Nilai
P
Rendah Tiinggi
Jumlah
% Jumlah % Jumlah %
Cukup
Baik
7
22
53.8
64.7
6
12
46.2
35.3
13
34
100
100
0.521
Jumlah 29 61.7 18 38.3 47 100
Tabel 4.23 menunjukan bahwa dari bahwa dari 29 responden dengan
implementasi MTBS yang rendah 7 orang (53.8%) menyatakan kepemimpinan
Kepala Puskesmas dengan kategori cukup dan 22 orang (64.7%) menyatakan
kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan kategori baik . Sedangkan dari 18
responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 6 orang (46.2%) menyatakan
kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan kategori cukup dan 12 orang (35.3%)
menyatakan kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan kategori baik.
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0.521 yang berarti > 0,05,
sehingga Ha ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui tidak ada hubungan antara
kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan implementasi MTBS di puskesmas
Kabupaten Banjarnegara.
74
4.2.2.10 Hubungan atara alokasi dana dengan implementasi MTBS
Hubungan antara alokasi dana dari dinas kesehatan dengan implementasi
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.24 sebagai
berikut :
Tabel 4.24 Hubungan Alokasi Dana dengan Implemntasi MTBS
Alokasi
Dana
Implementasi MTBS Total
Nilai
P
CC
Rendah Tiinggi
Jumlah
% Jumlah % Jumlah %
Tidak Ada
Ada
27
2
69.2
25
12
6
30.8
75
39
8
100
100
0.041
0.324
Jumlah 29 61.7 18 38.3 47 100
Tabel 4.24 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi
MTBS yang rendah 27 orang (69.2%) menyatakan tidak ada alokasi dana untuk
MTBS dan 2 orang (25%) menyatakan ada alokasi dana untuk MTBS. Sedangkan
dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 12 orang (30.8%)
menyatakan tidak ada alokasi dana untukk MTBS dan 6 orang (75%) menyatakan
ada alokasi dana untuk MTBS.
Hasil uji Fisher diperoleh nilai p= 0,041 yang berarti < 0,05, sehingga Ha
diterima. Hal ini berarti dapat diketahui ada hubungan antara alokasi dana untuk
pelaksanaan MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten
Banjarnegara. Koefisien Kontingensi (CC) = 0.324 menunjukkan hubungan yang
lemah antara alokasi dana untuk pelaksanaan MTBS dengan implementasi
MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
75
4.2.2.11 Hubungan atara supervisi oleh Dinas Kesehatan dengan implementasi
MTBS
Hubungan antara pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat
dilihat dalam tabel 4.25 sebagai berikut :
Tabel 4.25 Hubungan Supervisi dengan Implementasi MTBS
Alokasi Dana
Implementasi MTBS Total
Nilai
P
Rendah Tinggi
Jumlah
%
Jumlah % Jumlah %
Rendah
Tinggi
12
17
57.1
65.4
9
9
42.9
36.7
21
30
100
100
0.782
Jumlah 29 61.7 18 38.3 47 100
Tabel 4.25 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi
MTBS yang rendah 12 orang (57.1%) menyatakan supervisi oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten rendah dan 17 orang (65.4%) menyatakan supervisi oleh
Dinas Kesehatan tinggi . Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi
MTBS yang tinggi 9 orang (42.9%) menyatakan supervisi oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten rendah dan 9 orang (34.6%) menyatakan supervisi oleh Dinas
Kesehatan tinggi.
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0.782 yang berarti > 0,05,
sehingga Ha ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui tidak ada hubungan antara
supervisi oleh Dinaas Kesehatan Kabupaten dengan implementasi MTBS di
puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
76
4.2.2.12 Hubungan atara evaluasi oleh Kepala Puskesmas dengan implementasi
MTBS
Hubungan antara pelaksanaan evaluasi MTBS oleh Kepala Puskesmas
dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat
dalam tabel 4.26 sebagai berikut :
Tabel 4.26 Hubungan Evaluasi dengan Implementasi MTBS
Evaluasi
Implementasi MTBS Total
Nilai
P
CC Rendah Tiinggi
Jumlah
% Jumlah % Jumlah %
Rendah
Tinggi
22
7
78.6
36.8
6
12
21.4
63.2
28
19
100
100
0. 01
0.388
Jumlah 29 61.7 18 38.3 47 100
Tabel 4.26 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi
MTBS yang rendah 22 orang (78.6%) menyatakan evaluasi oleh Kepala
Puskesmas rendah dan 7 orang (36.8%) menyatakan evaluasi oleh Kepala
Puskesmas tinggi. Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS
yang tinggi 6 orang (21.4%) menyatakan evaluasi oleh Kepala Puskesmas rendah
dan 12 orang (63.2%) menyatakan evaluasi oleh Kepala Puskesmas tinggi.
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0,01 yang berarti < 0,05, sehingga
Ha diterima. Hal ini berarti dapat diketahui ada hubungan antara evaluasi
program MTBS oleh Kepala Puskesmas dengan implementasi MTBS di
puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Koefisien Kontingensi (CC) = 0.388
menunjukkan hubungan yang lemah antara evaluasi program MTBS oleh Kepala
Puskesmas dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
77
4.2.2.13 Rangkuman Analisis Bivariat antara Variabel Bebas dengan
Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Hasil keseluruhan analisis bivariat antara variabel bebas dan variabel
terikat menggunakan program SPSS versi 16.0 dapat dilihat dalam tabel 4.27
sebagai berikut :
Tabel 4.27 Rangkuman Analisis Bivariat
Variabel Bebas p value CC Keterangan
Pengetahuan Petugas 0,692 0.123 Tidak Ada Hubungan
Sikap Petugas 0.010 0.388 Ada Hubungan
Motivasi Kerja
Petugas 0.383 0.184 Tidak Ada Hubungan
Masa Kerja Petugas 0.001 0.464 Ada Hubungan
Persepsi Beban Kerja
Petugas 0.923 0.058 Tidak Ada Hubungan
Ketersediaan
Peralatan 0.493 0.140 Tidak Ada Hubungan
Ketersediaan Obat 0.037 0.329 Ada Hubungan
Pelatihan MTBS 0.002 0.447 Ada Hubungan
Kepemimpinan
Kepala Puskesmas 0.521 0.099 Tidak Ada Hubungan
Alokasi Dana 0.041 0.324 Ada Hubungan
Supervisi oleh Dinkes 0.782 0.084 Tidak Ada Hubungan
Evaluasi oleh Kepala
Puskesmas 0.010 0.388 Ada Hubungan
Berdasarkan tabel 4.27 dapat disimpulkan bahwa variabel bebas yang
berhubungan atau berpengaruh dengan implementasi MTBS yaitu sikap petugas,
masa kerja petugas, ketersediaan obat, pelatihan MTBS, alokasi dana dan evaluasi
oleh Kepala Puskesmas. Variabel bebas yang tidak berhubungan atau tidak
berpengaruh dengan implementasi MTBS yaitu pengetahuan petugas, motivasi
78
kerja petugas, persepsi beban kerja petugas, ketersediaan peralatan,
kepemimpinan Kepala Puskesmas dan supervisi oleh Dinas Kesehatan.
Berdasarkan kerangka teori dapat dikatakan bahwa faktor internal yang
berpengaruh terhadap implementasi MTBS yaitu sikap petugas. Sedangkan faktor
eksternal yang berpengaruh terhadap implementasi MTBS yaitu pelatihan yang
pernah diikuti, masa kerja, evaluasi oleh Kepala Puskesmas, dan fasilitas yang
terdiri dari ketersediaan obat serta alokasi dana.
Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan atau keeratan pengaruh
antara variabel bebas dan variabel terikat, digunakan koefisien kontingensi (CC).
Nilai CC dari yang terkecil sampai terbesar menunjukkan hubungan lemah sampai
hubungan yang kuat. Variabel bebas yang memiliki hubungan atau pengaruh
lemah dengan implementasi MTBS yaitu sikap petugas, ketersediaan obat, alokasi
dana dan evaluasi oleh Kepala Puskesmas. Sedangkan variabel yang memiliki
hubungan atau pengaruh cukup kuat dengan implementasi MTBS yaitu masa
kerja petugas dan pelatihan MTBS.
79
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 HASIL PENELITIAN
5.1.1 Hubungan Antara Pengetahuan Petugas Pelaksana dengan
Implementasi MTBS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara pengetahuan petugas pelaksana MTBS dengan implementasi Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hal ini
didasarkan pada hasil uji Fisher diperoleh nilai p value = 0,692. Nilai p value
lebih dari 0,05 sehingga Ha ditolak. Dapat dikatakan bahwa variabel pengetahuan
petugas tidak berpengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di
puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan
(Novitasari, 2014) dimana hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan
yang bermakna antara variabel yang diuji, yaitu pengetahuan dengan perilaku
petugas kesehatan dalam penatalaksanaan MTBS diare p = 0.968.
Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2010). Adanya variasi pengetahuan menunjukkan pengetahuan
seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: tingkat pendidikan,
informasi, budaya pengalaman, dan sosial ekonomi. Tidak adanya
hubungan/pengaruh antara pengetahuan dengan implementasi MTBS disebabkan
pengetahuan tidak selalu merubah pola pikir dan perilaku seseorang.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan ( Sri Hastuti, 2010) yang
menyatakan bahwa pengetahuan petugas kesehatan dalam penatalaksanaan
80
MTBS diare sudah baik, pengetahuan ditekankan pada pemahaman bahwa metode
MTBS merupakan penatalaksanaan yang terintegrasi dengan program lain dan
dapat mempunyai lebih dari satu masalah penyakit . Hal ini berarti semakin tinggi
pengetahuan seseorang tentang materi MTBS akan semakin mudah dalam
menerapkan MTBS sesuai standar.
5.1.2 Hubungan Antara Sikap Petugas Pelaksana dengan Implementasi
MTBS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara
sikap petugas pelaksana MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hal ini didasarkan
pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0, 01. Nilai p value kurang
dari 0,05 sehingga Ha diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa variabel sikap
petugas berpengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana. Nilai
koefisien kontingensi diperoleh 0.388, yang berarti variabel sikap petugas
memiliki pengaruh yang lemah dalam implementasi MTBS di puskesmas
Kabupaten Banjarnegara.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Agita M, 2010) menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara sikap petugas dengan implementasi MTBS. Sikap
merupakan kesiapan bereaksi terhadap objek, terdiri dari berbagai tingkatan yaitu
menerima,,menghargai dan bertanggungjawab. (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan
penelitian (Mudrik, 2014) sikap memberikan pengaruh signifikan terhadap kinerja
petugas dalam pencapaian kegiatan MTBS di Puskesmas Kabupaten Halmahera
Selatan dengan nilai p=0.042. Hal ini menunjukan bahwa semakin positif sikap
81
petugas maka semakin berpeluang untuk tercapainya kinerja atau sebaliknya
semakin negatif sikap petugas maka berpeluang untuk tidak tercapainya kinerja.
5.1.3 Hubungan Antara Motivasi Kerja Petugas Pelaksana dengan
Implementasi MTBS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara motivasi kerja petugas pelaksana MTBS dengan implementasi Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hal ini
didasarkan pada hasil uji Fisher diperoleh nilai p value = 0,383. Nilai p value
lebih dari 0,05 sehingga Ha ditolak. Dapat dikatakan bahwa variabel motivasi
kerja petugas tidak berpengaruh dalam implementasi MTBS di puskesmas
Kabupaten Banjarnegara.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Agita M (2010) menyatakan bahwa
tidak terdapat hubungan antara motivasi kerja petugas dengan implementasi
MTBS. Motivasi adalah aktivitas perilaku yang bekerja dalam usaha memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan, dan sangat terkait dengan produktivitas
(Fahmi,2014 ). Oleh karena itu, untuk dapat menunjang program MTBS secara
baik, responden harus tetap dapat menumbuhkan akan pentingnya motivasi kerja.
Hal ini dikarenakan motivasi kerja dapat mengarahkan kepada perilaku yang
merefleksikan kinerja seseorang dalam suatu organisasi. Sehingga semakin baik
motivasi kerja seorang petugas, maka diharapkan semakin baik pula kinerja
petugas dalam menerapkan penatalaksanaan terhadap balita sakit dengan
melakukan pemeriksaan yang menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS).
82
5.1.4 Hubungan Antara Masa Kerja Petugas Pelaksana dengan Implementasi
MTBS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara
masa kerja petugas pelaksana MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Semakin lama masa
kerja seseorang maka dalam menjalankan tugas sebagai pelaksana MTBS semakin
baik. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0,
001. Nilai p value kurang dari 0,05 sehingga Ha diterima. Nilai koefisien
kontingensi diperoleh 0.464, yang berarti variabel masa kerja petugas memiliki
pengaruh yang cukup kuat dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di
Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Tri Handayani (2012) yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara masa kerja petugas dengan kinerja
petugas MTBS di puskesmas Kabupaten Kulon Progo. Hasil ini juga sejalan
dengan teori yang dikemukakan oleh Gibson (1996) yang menyatakan bahwa
masa kerja atau pengalaman akan mempengaruhi kinerja seseorang. Masa kerja
menjadi dasar pemikiran yang baik dan menunjukan hubungan yang positif
terhadap produktifitas karyawan. Semakin lama masa kerja seorang karyawan,
maka pengalaman yang dimiliki juga semakin matang. Masa kerja yang pendek
dan lama memiliki pengaruh terhadap pengalaman seorang karyawan. Dengan
pengalaman yang matang, karyawan dapat melakukan pekerjaan dengan lebih
baik dibandingkan karyawan dengan pengalaman yang kurang. (Fahmi,2014 )
83
5.1.5 Hubungan Antara Persepsi Beban Kerja Petugas Pelaksana dengan
Implementasi MTBS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara persepsi beban kerja petugas pelaksana MTBS dengan implementasi
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p
value = 0,923. Nilai p value lebih dari 0,05 sehingga Ha ditolak. Dapat dikatakan
bahwa variabel persepsi beban kerja petugas tidak berpengaruh dalam
implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Mudrik, 2014) yang menyatakan
bahwa tidak terdapat pengaruh beban kerja terhadap kinerja petugas dalam
pencapaian kegiatan MTBS di Puskesmas Kabupaten Halmahera Selatan.
Persepsi beban kerja tidak berpengaruh atau memiliki hubungan dengn
implementasi MTBS kemungkinan dikarenakan persepsi seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberpa faktor yaitu psikologi, keluarga, dan kebudayaan
(Thoha, 2012 ). Hal ini sejalan dengan penelitian (Faridah, 2009) yang
menyatakan bahwa seseorang dengan persepsi beban kerja yang baik akan
cenderung mempunyai motivasi kerja yang baik.
5.1.6 Hubungan Antara Ketersediaan Peralatan Pendukung dengan
Implementasi MTBS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan MTBS dengan
84
implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value
= 0,493 . Nilai p value lebih dari 0,05 sehingga Ha ditolak. Dapat dikatakan
bahwa variabel ketersediaan peralatan penduung tidak berpengaruh dalam
implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Agita M (2010) menyatakan bahwa
tidak terdapat hubungan antara ketersediaan perlaatan pendukung dengan
implementasi MTBS. Dimana sumber daya atau sarana untuk kegiatan MTBS
bukan merupakan barang atau alat bantu, karena sudah tercakup dalam sarana
esensial Puskesmas, kecuali untuk formulir tatalaksana MTBS dan Kartu Nasehat
Ibu (KNI) yang memerlukan penggandaan secara khusus. Menurut pendapat Azrul
Azwar yang menyatakan bahwa sarana (alat) merupakan suatu unsur dari
organisasi untuk mencapai suatu tujuan. Sarana termasuk dalam salah satu unsur
dalam pelayanan kesehatan yang dibutuhkan untuk mencapai penyelenggaraan
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, agar pelayanan menjadi bermutu maka
persyaratan ketersediaan sarana prasarana harus tetap terpenuhi.
Variabel ketersediaan peralatan tidak berpengaruh dalam implementasi
MTBS terjadi karena, sarana pendukung MTBS dimanfaatkan secara maksimal
oleh petugas untuk mendukung pemeriksaan yang dilakukan agar mendapatkan
hasil yang akurat. Sarana yang dimaksudkan disini adalah semua sarana dan
prasarana yang digunakan untuk menunjang keberlangsungan kegiatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit, yang terdiri atas : ruang MTBS, formulir
85
MTBS dan kartu nasihat ibu, serta logistik (peralatan yang mendukung dalam
kegiatan pemeriksaan MTBS pada balita sakit, yang meliputi : thermometer,
stetoskop, dan timer ISPA atau arloji). Sarana tersebut hampir sama dengan sarana
yang dibutuhkan pada puskesmas atau poli pongobatan pada umumnya.
5.1.7 Hubungan Antara Ketersediaan Obat Pendukung dengan Implementasi
MTBS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara
ketersediaan obat pendukung pelaksanaan MTBS dengan implementasi
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada petugas pelaksana di Puskesmas
Kabupaten Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh
nilai p value = 0, 037 . Nilai p value kurang dari 0,05 sehingga Ha diterima. Nilai
koefisien kontingensi diperoleh 0.329, yang berarti variabel ketersediaan obat
memiliki pengaruh yang lemah dalam implementasi MTBS pada peugas
pelaksana di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
Hasil penelitian ini sejalan dengan ( Firdaus, 2013 ) yang menyatakan
bahwa ketersediaan fasilitas pendukung MTBS menjadi salah satu faktor dalam
implementasi MTBS di Kabupaten Pasuruan. Belum semua puskesmas memiliki
sarana pendukung seperti ketersediaan obat – obatan sehingga program MTBS
berjalan tidak maksimal. Sering terjadi kekurangan beberapa jenis obat yang
dibutuhkan oleh balita sakit. Obat-obatan yang digunakan dalam penanganan
balita sakit adalah obat yang sudah lazim ada dan telah termasuk dalam Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN) ( Depkes RI, 2008 )
86
5.1.8 Hubungan Antara Pelatihan Yang Pernah Diikuti dengan Implementasi
MTBS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara
pelatihan yang pernah diikuti tentang MTBS dengan implementasi Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p
value = 0, 002 . Nilai p value kurang dari 0,05 sehingga Ha diterima. Nilai
koefisien kontingensi diperoleh 0.447, yang berarti variabel pelatihan MTBS
yang pernah diikuti petugas memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam
implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Agita M, 2010) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara pelatihan yang pernah diikuti dengan
implementasi MTBS di puskesmas Kota Semarang. Penelitian (Firdaus, 2013)
juga menyatakan bahwa pelatihan merupakan faktor dalam implementasi MTBS
di puskesmas wilayah Kabupaten Pasuruan, dimana belum semua petugas
mendapatkan pelatihan MTBS.
Menurut ( Notoatmodjo,2010) pelatihan merupakan suatu kegiatan
peningkatan kemampuan karyawan dalam suatu institusi sehingga akan
menghasilkan perubahan perilaku pegawai/karyawan. Tujuan dari pelatihan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yaitu dihasilkannya petugas kesehatan
yang terampil menangani bayi dan balita sakit dengan menggunakan tatalaksana
MTBS. Sasaran utama pelatihan MTBS ini adalah perawat dan bidan, akan tetapi
87
dokter puskesmas pun perlu terlatih MTBS agar dapat melakukan supervisi
penerapan MTBS di wilayah kerja puskesmas.
5.1.9 Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan
Implementasi MTBS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan implementasi Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hal ini
didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0,521 . Nilai p
value lebih dari 0,05 sehingga Ha ditolak. Dapat dikatakan bahwa variabel
kepemimpinan Kepala Puskesmas tidak berpengaruh dalam implementasi MTBS
pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
prestasi kerja organisasi. Kepemimpinan merupakan aktifitas yang utama agar
tujuan organisasi tercapai ( Fahmi, 2014 ). Begitu juga dalam implementasi
program, kepemimpinan yang baik akan mendukung tercapainya tujuan dari
program tersebut. Tidak adanya hubungan atau pengaruh kepemimpinan dengan
implementasi MTBS dikarenakan kepemimpinan Kepala Puskesmas sudah baik,
hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian dimana 72.3% responden menyatakan
kepemimpinan Kepala Puskesmas baik. Sehingga variabel kepemimpinan tidak
menjadi kendala dalam implementasi MTBS. Menurut (Fahmi, 2014) seorang
pemimpin memiliki pengaruh besar dalam mendorong peningkatan kinerja
karyawan. Peningkatan kualitas kerja bawahan memiliki pengaruh pada
penciptaan kualitas kerja sesuai dengan pengharapan.
88
5.1.10 Hubungan Antara Alokasi Dana dengan Implementasi MTBS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara
alokasi dana MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hal ini
didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0, 041 . Nilai p
value kurang dari 0,05 sehingga Ha diterima. Nilai koefisien kontingensi
diperoleh 0.324, yang berarti variabel alokasi dana memiliki pengaruh yang lemah
dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Firdaus, 2013) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara alokasi dana dengan implementasi MTBS di
puskesmas Kabupaten Pasuruan. Belum adanya alokasi dana yang cukup serta
keterlambatan pancairan dana menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
implementasi MTBS sehingga puskesmas sementara menggunakan dana swadaya
untuk pelaksanaan MTBS. Depkes RI (2008) juga menyatkan bahwa tidak ada
dana khusus untuk pelaksanaan MTBS di puskesmas, Depkes hanya menyediakan
sarana antara lain tenaga paramedis, dan medis terlatih, alat bantu hitung napas,
kartu nasehat ibu, pencatatan formulir serta obat-obatan.
5.1.11 Hubungan Antara Supervisi Dinas Kesehatan dengan Implementasi
MTBS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara supervisi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dengan implementasi
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada petugas pelaksana di Puskesmas
89
Kabupaten Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh
nilai p value = 0,782 . Nilai p value lebih dari 0,05 sehingga Ha ditolak. Dapat
dikatakan bahwa variabel supervisi oleh Dinas Kesehatan tidak berpengaruh
dalam implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Sugi Purwati ,2010) yang
menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh antara supervisi Dinas Kesehatan
dengan kinerja petugas pelaksana pelayanan program MTBS di Kabupaten
Banyumas. Supervisi merupakan hal yang penting dalam implementasi suatu
program, dengan adanya supervisi yang baik maka program dapat terpantau rutin,
sehingga dapat berjalan optimal dan mencapai tujuan. Tidak adanya pengaruh
supervisi terhadap implementasi MTBS dikarenakan aktifitas supervisi oleh Dias
Kesehatan Kabupaten Banjarngera sudah baik, hal ini ditunjukkan dari hasil
penelitian dimana 63.8 % responden menyatakan bahwa supervisi termasuk
dalam kategori tinggi. Dalam supervisi seorang supervisor harus memantau
pengawasan, memahami pengaruh yang berkembang dan menggunakan sumber
daya serta wewenang mereka untuk mempromosikan pengawasan dan menghapus
hambatan untuk pengawasan (Alexander,et al, 2010).
5.1.11 Hubungan Antara Evaluasi Kepala Puskesmas dengan Implementasi
MTBS
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara
evaluasi oleh Kepala Puskesmas dengan implementasi Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten
Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value
90
= 0, 01 . Nilai p value kurang dari 0,05 sehingga Ha diterima. Nilai koefisien
kontingensi diperoleh 0.388, yang berarti variabel evaluasi oleh Kepala
Puskesmas memiliki pengaruh yang lemah dalam implementasi MTBS di
puskesmas Kabupaten Banjarnegara.
` Hasil penelitian ini sejalan dengan Agita M (2010) menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara evaluasi oleh Kepala Puskesmas dengan implementasi
MTBS . Kepala puskesmas memegang peranan yang sangat penting dalam rangka
evaluasi pelaksanaan tatalaksana pemeriksaan terhadap balita sakit dengan
menggunakan pendekatan MTBS, hal itu dikarenakan Kepala Puskesmaslah yang
berhubungan langsung dengan petugas pelaksana. Evaluasi ini menyimpulkan
bahwa pelaksanaan MTBS telah berjalan bergantung pada petugas yang sudah
pernah dilatih. Kinerja petugas dalam pemeriksaan proses MTBS meliputi
kelengkapan pengisian formulir tatalaksana MTBS dan pembuatan klasifikasi
keluhan pada balita yang sakit.
5.2 Kelemahan/Keterbatasan Penelitian
5.2.1 Hambatan Penelitian
Penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi implementasi MTBS
pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara, tidak selalu
berjalan dengan lancar. Adapun kendala yang dihadapi yaitu, Peneliti mengalami
kesulitan dalam mencari alamat tempat penelitian karena luasnya wilayah
penelitian sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama.
5.2.2 Kelemahan Penelitian
Dalam penelitian ini diperlukan adanya kerjasama, keseriusan maupun
91
kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan. Sehingga memungkinkan
terjadinya bias dalam penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan, responden yang
diteliti adalah petugas kesehatan, sehingga jawaban yang didapat cenderung
bersifat subyektif, karena dipengaruhi oleh ingatan, pengetahuan, dan sosial
responden saat wawancara dilaksanakan.
Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner untuk beberapa variabel ,
cenderung mempunyai pilihan alternatif jawaban yang hampir senada (mirip/
sama), sehingga dalam uji validitas keseluruhan soal terdapat 5 butir soal yang
tidak valid. Selain itu desain/ rancangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode crossectional, dimana data variabel bebas dan terikat diambil
bersamaan selama penelitian berlangsung. Sehingga hasil yang diperoleh hanya
mencerminkan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam
jangka waktu tersebut saja.
92
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor yang mempengaruhi
implementasi MTBS pada petugas pelaksana di puskesmas Kabupaten
Banjarnegara dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Faktor yang mempengaruhi implementasi MTBS pada petugas pelaksana di
Puksesmas Kabupaten Banjarnegara terdiri dari faktor sikap, masa kerja, pelatihan
yang pernah diikuti tentang MTBS, ketersediaan obat, alokasi dana dan evaluasi
oleh Kepala Puskesmas.
2. Faktor yang tidak mempengaruhi implementasi MTBS pada petugas pelaksana
di Puksesmas Kabupaten Banjarnegara terdiri dari faktor pengetahuan, motivasi
kerja, persepsi beban kerja, ketersediaan peralatan, kepemimpinan Kepala
Puskesmas, dan supervisi oleh Dinas Kesehhatan Kabupaten.
6.2 SARAN
Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian ini, beberapa saran yang dapat
diberikan antara lain :
6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara
Perlunya peningkatan pengawasan terhadap kelengkapan fasilitas
pendukung pelaksanaan MTBS seperti ketersediaan obat, sehingga tidak terjadi
kekurangan atau ketidaklengkapan obat pendukung pelaksanaan MTBS. Serta
perlunya diadakan pelatihan bagi petugas yang belum pernah mengikuti dan
93
mendapatkan pelatihan agar petugas dapat meningkatkan prestasi kerjanya dalam
implementasi MTBS.
6.2.2 Bagi Puskesmas
Diharapkan Puskesmas dapat meningkatkan kualitas pelayanan terhadap
balita atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Kepala Puskesmas perlu
meningkatkan evaluasi program yang berjalan khususnya MTBS. Sedangkan bagi
petugas pelaksana diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerjanya
agar dapat memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan pedoman MTBS.
94
DAFTAR PUSTAKA
Alexander,et al. 2010. The rise and fall of supervision in a project designed to
strengthen supervision of Integrated Management of Childhood I llness in
Benin. Journal of Health Policy and Planning 2010;25:125–134
Agita Maris Nurhidayati. 2011. Faktor yang Berhubungan dengan Implementasi
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang
Tahun 2010. Skripsi. Universitas Negeri Semarang
Agus Irianto, 2007, Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
A.Wawan. 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan Sikap dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika
Depkes RI. 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).Direktorat Bina Kesehatan Anak. Jakarta
_____________. 2006. Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 1 Pengantar.
Jakarta: Depkes RI
_____________ .2006, Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 3 Menentukan
Tindakan Dan Memberi Pengobatan, Jakarta: DepKes RI.
____________ . 2006. Modul 7 MTBS : Pedoman Penerapan MTBS di
Puskesmas , Jakarta : Depkes RI
Dinkes Kabupaten Banjarnegara. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten
Banjarnegara. Banjarnegara
______________________________.2014. Buku Saku Dinas Kesehatan
Kabupaten Banjarnegara. Banjarnegara
Dinkes Provinsi Jawa Tengah. 2012 . Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2012, Semarang
95
Dinkes Provinsi Jawa Tengah . 2013 . Data Dasar Puskesmas dan Rumah Sakit
Tahun 2013, Semarang
_________________________. 2015. Kebijakan Dan Strategi Dalam Akselerasi
Penurunan Aki Dan Akb Di Jawa Tengah. Semarang
Eva Sulistiyani, Saiful Oetama. 2013. Hubungan pengetahuan dan Motivasi
Petugas Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
di Wilayah Kerja Puskesmas langsa Lama Tahun 2013. Jurnal. Politeknik
Kesehatan Kemenkes Aceh
Fahmi,Irham. 2014. Perilaku Organisasi, Teori, Aplikasi,dan Kasus. Bandung :
Penerbit Alfabeta
Faridah. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Motivasi
kerja Petugas Pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di
Puskesmas Kota Surabaya. Tesis. Universitas Diponegoro
Fathoni, Abdurrahmat. 2012. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta : Rineka Cipta.
Firdaus N, Sudiro & Atik M. 2013. Implementasi Program Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Wilayah Kabupaten Pasuruan. Jurnal
Manjemen Kesehatan Indonesia. Volume 01 No. 01 April 2013
Hidayati, A dan Bambang Wahyono. 2011. Pelayanan Puskesmas Berbasis
Manajemen Terpadu Balita Sakit Dengan Kejadian Pneumonia Balita.
Jurnal KEMAS 7 (1) (Juli 2011) Hal 35-40
Intan Wati,Carina A. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Sanitasi
Pada Pedagang Makanan Di Sekitar Wisata Pantai Logending Kecamatan
Ayah Kabupaten Kebumen. Unnes Journal of Public Health 2 (4) (2013)
Joseph,et al. 2006. Effect of the Integrated Management of Childhood I llness
strategy on health care quality in Morocco. International Journal for Quality
in Health Care 2006; Volume 18, Number 2: pp. 134–144
Kemenkes RI. 2013. Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah. Ditjen Bina Gizi dan KIA. Jakarta
M.Fais S & Sitti Saleha. 2009. Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan
serta Kebidanan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin, 2009, Ilmu Kesehatan Masyarakat
Teori dan Aplikasi, Jakarta: Salemba Medika.
96
Mudrik S, Indar & Marni. 2014. Determinan Kinerja Petugas Manajemen
Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Kabupaten Halmahera Selatan.Skripsi.
Universitas Hasanuddin
Novitasari.2014. Hubungan Pengetahuan dan Motivasi dengan Perilaku Petugas
Kesehatan dalam Penatalaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) Diare di Puskesmas Kota Cilegon. Skripsi. UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
___________________.2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta : Rineka Cipta.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 70 tahun 2013 tentang MTBS-M.
Sri Hastuti. 2010. Pengaruh Pengetahuan Sikap dan Motivasi Terhadap
Penatalaksanaan Manajemen terpadu Balita Sakit (MTBS) pada Petugas
Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Boyolali. Tesis, Universitas Sebelas
Maret
Sudigdo S, & Sofyan Ismael. 2006. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis
Edisi Ke-2.Jakarta : CV Sagung Seto
Sugi Purwati. 2010. Analisis Pengaruh Karakteristik Individu, Fasilitas,
Supervisi, Dan Motivasi Terhadap Kinerja Petugas Pelaksana Pelayanan
Program Mtbs (Manajemen Terpadu Balita Sakit) di Kabupaten Banyumas
Tahun 2010. Akademi YLPP Purwokerto
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Penerbit Alfabeta
Sulaeman, Endang S. 2011. Manajemen Kesehatan Teori dan Praktik di
Puskesmas.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Thoha, Miftah. 2012. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
97
Tri Handayani. 2012. Faktor–Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja
Petugas MTBS ( Manajemen Terpadu Balita Sakit) di Puskesmas Kabupaten
Kulon Progo Tahun 2012.Skripsi. Universitas Indonesia
Lampiran
98
Lampiran 1. Surat Tugas Pembimbing
99
Lampiran 2. Surat Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen dari Fakultas
100
Lampiran 3. Surat Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen dari Tempat Uji
101
Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas
102
Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dari Tempat Penelitian (BAPEDA)
103
Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian dari Tempat Penelitian (DINKES Banjarnegara)
104
Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
105
Lampiran 8. Permohonan sebagai Respponden Penelitian
PERMOHONAN SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN
Kepada
Yth : Responden Penelitian
Di tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Hotmi Umi Arifah
NIM : 6411412166
Status : Mahasiswa Program Sarjana (S1) Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang
Bermaksud mengadakan penelitian tentang “Faktor Kendala Implementasi
Kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ”. Penelitian ini tidak
menimbulkan akibat yang merugikan bagi Saudara sebagai responden dengan
berpartisipasi menjawab pertanyaan yang telah disediakan. Untuk itu, saya
mengharapkan kesediaan Saudara secara sukarela untuk menjadi responden dalam
penelitian saya.
Atas bantuan dan kesediaan Saudara menjadi responden, saya ucapkan
terima kasih.
Peneliti
Hotmi Umi Arifah
106
Lampiran 9. Insstrumen Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
“ Faktor Kendala Implementasi Kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit
( MTBS ) di Puskesmas di Kabupaten Banjarnegara”.
Kode Responden :
Tanggal wawancara :
Petunjuk Pengisian Kuesioner
a. Lengkapilah terlebih dahulu identitas diri Anda di tempat yang telah tersedia.
b. Bacalah dengan teliti setiap pertanyaan dan kemungkinan jawaban.
c. Untuk menentukan pilihan jawaban, berilah tanda silang (X) pada jawaban
yang Anda pilih atau beri tanda ( √ ) pada kolom ”S” untuk jawaban setuju
dan kolom ”TS” untuk jawaban tidak setuju.
d. Jawaban yang Anda berikan dijamin kerahasiannya.
A. Data Karakteristik Responden
1. Nama Responden : …………………………………
2. Umur : ………………………………….
3. Alamat : …………………………………
4. Jenis Kelamin : ………………………………….
5. Pendidikan Terakhir : ………………………………….
6. Jabatan/Status Kepegawaian : ………………………………….
7. Puskesmas tempat bekerja : ………………………………….
107
B. Pengetahuan Petugas
1. Apakah tujuan dari program MTBS?
a. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
b. Untuk pengelolaan masalah penyakit pada anak balita
2. Apakah Anda selalu melakukan pencatatan dan pelaporan setelah
melaksanakan pelayanan MTBS?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah Anda melakukan rujukan bila ditemukan penderita dalam keadaan
memburuk?
a. Ya
b. Tidak
4. Klasifikasi apa sajakah yang termasuk dalam strategi kuratif MTBS?
a. Konseling gizi, Konseling pemberian ASI, dan Suplemen Vitamin A
b. Diare, Campak, dan Masalah gizi
5. Indikator keberhasilan dari program MTBS meliputi:
a. Angka mortalitas dan mobiditas menurun
b. Angka mortalitas dan mobiditas meningkat
6. Langkah-langkah apa sajakah dalam pelaksanaan MTBS?
a. Melakukan pemeriksaan terhadap balita sakit
b. Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit
108
7. Apakah tanda bahaya umum pada anak balita yang sakit?
a. Anak tidak bisa minum atau menetek, anak kejang, anak selalu
memuntahkan semuanya, anak letargis atau tidak sadar
b. Napas cepat, sudah berapa lama anak batuk atau sukar bernapas, tarikan
dinding dada kedalam, stridor pada anak yang tenang
8. Adakah keterkaitan MTBS dengan program lain di puskesmas?
a. Ya
b. Tidak ada
C. Sikap Petugas
No Pernyataan Sikap S TS
9 Saya merasa kesulitan untuk melakukan klasifikasi
penyakit pada bayi atau balita sakit sebagaimana sistem
pengklasifikasian pada MTBS
10.
Sebagai petugas pelaksana MTBS saya merasa
bertanggung jawab atas berlangsungnya Program ini
11.
Saya melaksanakan MTBS, sesuai dengan alur
pelaksanaan MTBS
12.
Saya selalu memberikan kartu nasehat ibu
13.
MTBS membutuhkan konsentrasi tersendiri, dan saya
mampu menjalankan dengan baik
14.
Potensi yang saya miliki kurang mendukung dalam
memperoleh prestasi kerja yang optimal
109
D. Motivasi Kerja
No Pernyataan Motivasi Kerja S TS
15.
Sebagai pelaksana program MTBS, saya mengerjakan
tugas yang diberikan pimpinan sesuai target pencapaian
yang telah di tetapkan sebelumnya
16. Pada saat melaksanakan kegiatan MTBS, saya dan tim
MTBS selalu bekerjasama dengan baik
17.
Tugas dan tanggung jawab mengenai pelaksanaan
MTBS, telah disampaikan kepada saya pada saat akan
dimulainya penerapan MTBS di Puskesmas
18. Dalam perencanaan pencapaian MTBS, saya selalu
dilibatkan dalam rapat koordinasi dengan tim MTBS
19. Saya mendapatkan bimbingan dan arahan setiap saya
mendapati masalah terkait dengan pelaksanaan MTBS
20. Kerjasama team MTBS membuat saya dapat
melaksanakan program MTBS dengan baik
21.
Di Puskesmas ini, kerjasama terjalin dengan baik
diantara teman-teman sehingga mendorong saya bekerja
keras dalam penerapan MTBS
22. Saya merasa senang dan semangat dalam melakukan
pekerjaan ini
23. Saya tidak selalu menjalani tugas dengan SOP dalam
bekerja
24. Atasan sering memberikan pengarahan dalam
melaksanakan tugas
25. Penghargaan dapat memotivasi saya untuk bekerja
26.
Jika mempunyai loyalitas yang tinggi, pekerjaan apapun
pasti dapat terselesaikan
110
E. Masa Kerja
27. Sudah berapa lama Anda bertugas menjadi pelaksana program MTBS di
Pusesmas ini ?
a. 1 – 5 tahun
b. Lebih dari 5 tahun
F. Persepsi Beban Kerja
28. Sebagai petugas pelaksana MTBS, apakah Anda merasa memiliki terlalu
banyak tugas dan memiliki terlalu sedikit waktu untuk mengerjakannya?
a. Ya
b. Tidak
29. Apakah Anda sering bekerja melebihi batas waktu kerja Anda?
a. Ya
b. Tidak
30. Apakah tugas tambahan menjadi beban tambahan bagi Anda?
a. Ya
b. Tidak
31. Apakah tanggung jawab yang dibebankan kepada Anda tidak sesuai dengan
kemampuan Anda untuk mengatasinya ?
a. Ya
b. Tidak
32. Apakah Anda merasa keberatan dengan semua tugas yang Anda pegang?
a. Ya
b. Tidak
111
G. Ketersediaan Peralatan
33. Apakah alat pemeriksaan yang dibutuhkan untuk pelksanaan TBS di Pusesmas
ini selalu tersedia untuk balita sakit yang datang ?
a. Ya
b.Tidak
34. Apakah formulir tatalaksana MTBS selalu tersedia untuk setiap balita yang
ditangani dengan MTBS?
a. Ya
b.Tidak
35. Apakah kartu nasihat ibu (KNI) selalu tersedia bagi ibu/ pengantar dari balita
sakit yang datang?
a. Ya
b.Tidak
H. Ketersediaan Obat
36. Apakah obat-obatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan MTBS di Puskesmas
ini selalu tersedia untuk balita sakit yang datang?
a. Ya
b.Tidak
37. Apakah pernah terjadi kekurangan obat untuk balita sakit yang datang dalam
pelaksanaan MTBS di Puskesmas ini ?
a. Pernah
b. Tidak Pernah
112
I. Pelatihan
38. Apakah Anda pernah mengikuti pelatihan mengenai MTBS?
a. Ya
b. Tidak
39. Apabila ada pelatihan, apakah Anda sering diikutsertakan?
a. Ya, selalu
b. Tidak selalu
J. Kepemimpinan Kepala Puskesmas
40.Apakah Kepala Puskesmas memberikan perhatian terhadap hasil kerja Anda
(misalnya dengan menanyakan perkembangan, kesulitan, hambatan dalam
pengelolaan data) ?
a. Ya
b. Kadang-Kadang
c. Tidak
41. Apakah Kepala Puskesmas selalu memonitoring dan mengevaluasi tugas atau
pekerjaan Anda ( bila hasil pekerjaan Anda dianggap tidak memuaskan atau
memuaskan ) ?
a. Ya
b. Kadang-Kadang
c. Tidak
42. Apakah Kepala Puskesmas bersikap ramah dan bijaksana ?
a. Ya
b. Kadang-Kadang
113
c. Tidak
43. Apakah Kepala Puskesmas selalu mengikutsertakan Anda bila ada suatu
kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan Anda terkait dengan masalah
MTBS ?
a. Ya
b. Kadang-Kadang
c. Tidak
44. Apakah Kepala Puskesmas mau menerima usulan atau gagasan yang Anda
sampaikan ?
a. Ya
b. Kadang-Kadang
c. Tidak
45. Bagaimana respon Kepala Puskesmas terhadap setiap keluhan yang Anda
sampaikan ?
a. Menyimak dengan baik
b. Tidak begitu menyimak
c. Tidak Menyimak
K. Alokasi Dana
46. Adakah alokasi dana khusus untuk pelaksanaan MTBS di Puskesmas tempat
Anda bekerja?
a. Ya, ada
b. Tidak ada
114
L. Supervisi Dinas Kesehatan
47. Di Puskesmas tempat Anda bekerja, apakah pernah dilakukan supervisi
menyangkut pembinaan dan pengawasan (meliputi pemantauan dan koordinasi)
program MTBS oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara ?
a. Ya
b. Tidak
48. Apakah supervisi tersebut dilaksanakan secara periodik (1 tahun 2X) ?
a. Ya
b. Tidak
M. Evaluasi
49. Apakah Kepala Puskesmas melakukan evaluasi pelaksanaan MTBS di
Puskesmas tempat Anda bekerja ?
a. Ya
b. Tidak
50. Apakah evaluasi tersebut dilakukan secara periodik (1 bulan sekali) ?
a. Ya
b. Tidak
N. Implementasi MTBS
51. Apakah pelayanan MTBS dilaksanakan setiap hari?
a. Ya
b. Tidak
115
52. Apakah semua balita sakit yang datang dilayani dengan MTBS?
a. Ya
b. Tidak
53. Berapa persentase jumlah bailta yang ditangani dengan MTBS ?
a. < 60 %
b. ≥ 60 %
116
Lampiran 10 . Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Variabel Pengetahuan Petugas
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if Item
Deleted
Corrected Item-Total
Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
Soal1 5.75 5.500 .361 .809
Soal2 5.88 5.071 .436 .802
Soal3 5.96 4.563 .645 .775
Soal4 5.88 4.723 .645 .777
Soal5 6.04 4.650 .545 .789
Soal6 5.75 5.326 .500 .798
Soal7 6.04 4.824 .455 .802
Soal8 6.00 4.783 .495 .796
Soal9 6.04 4.650 .545 .789
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.800 8
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if Item
Deleted
Corrected Item-Total
Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
Soal2 4.96 4.476 .407 .793
Soal3 5.00 4.087 .602 .763
Soal4 4.92 4.254 .589 .767
Soal5 5.08 4.167 .506 .779
Soal6 4.79 4.694 .539 .782
Soal7 5.08 4.341 .411 .795
Soal8 5.04 4.129 .548 .772
Soal9 5.08 4.080 .555 .771
117
2. Variabel Sikap Petugas
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Soal10 2.04 3.172 .668 .670
Soal11 2.17 3.536 .567 .698
Soal12 2.21 3.563 .639 .692
Soal13 1.75 4.022 .108 .786
Soal14 2.12 3.592 .463 .714
Soal15 2.04 3.520 .435 .719
Soal16 2.08 3.123 .751 .655
Soal17 1.92 3.993 .122 .783
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.841 6
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
Soal10 1.04 2.303 .723 .793
Soal11 1.17 2.580 .664 .808
Soal12 1.21 2.607 .747 .797
Soal14 1.13 2.723 .468 .843
Soal15 1.04 2.650 .443 .853
Soal16 1.08 2.341 .739 .789
118
3. Variabel Motivasi Kerja Petugas
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
Soal18 3.08 9.819 .535 .859
Soal19 3.00 9.391 .609 .854
Soal20 3.12 9.853 .600 .856
Soal21 2.62 9.636 .443 .866
Soal22 3.12 9.853 .600 .856
Soal23 3.04 9.694 .532 .859
Soal24 2.75 10.196 .240 .880
Soal25 3.12 9.853 .600 .856
Soal26 3.12 9.940 .556 .858
Soal27 3.00 9.217 .680 .850
Soal28 2.96 9.346 .591 .856
Soal29 2.92 8.862 .748 .845
Soal30 3.12 10.201 .428 .864
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.883 12
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Soal18 2.54 9.042 .525 .877
Soal19 2.46 8.607 .611 .872
Soal20 2.58 9.036 .610 .873
Soal21 2.12 8.636 .507 .880
Soal22 2.58 9.036 .610 .873
Soal23 2.50 8.870 .545 .876
119
Soal25 2.58 9.036 .610 .873
Soal26 2.58 9.123 .565 .875
Soal27 2.46 8.433 .685 .867
Soal28 2.42 8.514 .612 .872
Soal29 2.38 8.158 .727 .864
Soal30 2.58 9.384 .431 .881
4. Variabel Masa Kerja Petugas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.756 2
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Soal31 1.38 .332 .612 .a
total 1.54 .259 .612 .a
a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This
violates reliability model assumptions. You may want to check item codings.
5. Variabel Persepsi Beban Kerja Petugas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.804 5
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
Soal32 1.46 1.911 .628 .753
120
Soal33 1.58 2.080 .579 .769
Soal34 1.17 1.971 .600 .762
Soal35 1.50 2.087 .500 .794
Soal36 1.62 2.071 .646 .751
6. Variabel Ketersediaan Peralatan dan Obat Pendukung MTBS
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.791 5
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
Soal37 .83 1.536 .541 .764
Soal38 1.04 1.781 .683 .741
Soal39 .83 1.536 .541 .764
Soal40 .96 1.694 .541 .761
Soal41 .83 1.449 .635 .730
7. Variabel pelatihan yang pernah diikuti petugas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.542 2
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Soal42 .67 .232 .426 .a
Soal43 .92 .080 .426 .a
a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This
violates reliability model assumptions. You may want to check item codings.
121
8. Variabel Kepemimpinan Kepala Puskesmas
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Soal44 15.21 4.607 .546 .759
Soal45 15.25 4.283 .594 .748
Soal46 15.00 4.957 .406 .783
Soal47 15.33 4.145 .693 .727
Soal48 15.17 4.319 .696 .730
Soal49 15.25 4.630 .355 .805
Soal50 14.79 5.303 .412 .784
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.805 6
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Soal44 12.79 3.216 .633 .758
Soal45 12.83 2.928 .682 .744
Soal46 12.58 3.645 .410 .806
Soal47 12.92 3.036 .648 .753
Soal48 12.75 3.326 .560 .775
Soal50 12.38 3.897 .465 .797
122
9. Variabel Alokasi Dana
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.820 2
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Soal51 1.29 .216 .698 .a
total 1.46 .259 .698 .a
a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This
violates reliability model assumptions. You may want to check item codings.
10. Variabel Supervisi dan Evaluasi
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.716 4
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Soal52 1.54 1.216 .548 .626
Soal53 1.46 1.303 .509 .651
Soal54 1.83 1.362 .413 .706
Soal55 1.67 1.188 .547 .627
123
11. Variabel Implementasi MTBS
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.896 3
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Soal56 .42 .601 .788 .867
Soal57 .38 .505 .884 .774
Soal58 .29 .476 .748 .913
124
Lampiran 11. Data Mentah Hasil Penelitian
1. Variabel Pengetahuan
Kode Pertanyaan Total
Persentase Kategori
Responden P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 (%)
R1 0 1 1 1 1 1 1 1 7 87.5 % Baik
R2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R3 1 1 0 1 1 1 1 1 7 87.5 % Baik
R4 1 1 0 0 1 1 1 1 6 0,75 Cukup
R5 1 1 0 0 1 1 1 1 6 0,75 Cukup
R6 1 1 0 0 1 1 1 1 6 0,75 Cukup
R7 1 1 1 0 1 0 1 1 6 0,75 Cukup
R8 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R9 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R10 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R11 0 1 1 1 1 1 1 1 7 87.5 % Baik
R12 1 1 1 1 1 0 1 1 7 87.5 % Baik
R13 1 1 1 1 1 0 1 1 7 87.5 % Baik
R14 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R15 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R16 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R17 1 1 1 1 1 0 0 1 6 0,75 Cukup
R18 1 1 1 1 1 0 0 1 6 0,75 Cukup
R19 1 1 1 1 1 0 1 1 7 87.5 % Baik
R20 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R21 0 1 1 1 1 0 1 1 6 0,75 Cukup
R22 1 1 1 1 1 0 1 1 7 87.5 % Baik
R23 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R24 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R25 1 1 1 1 1 0 1 1 7 87.5 % Baik
R26 1 1 1 0 1 1 1 1 7 87.5 % Baik
R27 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
125
Lanjutan
R28 1 1 1 0 1 1 1 1 7 87.5 % Baik
R29 1 1 1 0 1 1 1 1 7 87.5 % Baik
R30 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R31 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R32 0 1 1 1 1 1 1 1 7 87.5 % Baik
R33 0 1 1 1 1 1 1 1 7 87.5 % Baik
R34 1 1 1 0 1 1 1 1 8 100% Baik
R35 0 1 1 1 1 1 1 1 7 87.5 % Baik
R36 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R37 1 1 1 0 1 0 1 1 6 0,75 Cukup
R38 1 1 1 1 1 0 1 1 7 87.5 % Baik
R39 1 1 1 0 1 1 1 1 7 87.5 % Baik
R40 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R41 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R42 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R43 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R44 1 1 1 1 1 1 1 1 8 100% Baik
R45 1 1 1 1 1 0 1 1 7 87.5 % Baik
R46 1 1 1 1 1 0 1 1 7 87.5 % Baik
R47 1 1 1 0 1 1 1 1 7 87.5 % Baik
2. Variabel Sikap
Kode Pertanyaan Total Kategori
Responden P9 P10 P11 P12 P13 P14
R1 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R2 1 1 1 0 1 1 5 Cukup
R3 1 1 1 0 1 1 5 Cukup
R4 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R5 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R6 1 1 1 1 1 0 5 Cukup
R7 1 1 1 1 1 0 5 Cukup
R8 1 1 1 1 1 1 6 Baik
126
Lanjutan
R9 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R10 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R11 0 1 1 1 1 1 5 Cukup
R12 1 0 1 1 1 0 4 Cukup
R13 0 1 1 1 1 0 4 Cukup
R14 1 1 1 0 1 1 5 Cukup
R15 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R16 0 0 1 0 1 1 3 Cukup
R17 1 0 1 0 1 1 4 Cukup
R18 1 1 1 0 1 1 5 Cukup
R19 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R20 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R21 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R22 1 1 1 1 1 0 5 Cukup
R23 1 1 1 0 1 1 5 Cukup
R24 1 1 1 0 1 1 5 Cukup
R25 1 1 1 0 1 1 5 Cukup
R26 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R27 1 1 0 1 1 0 4 Cukup
R28 1 1 0 0 1 0 3 Cukup
R29 1 1 1 0 1 1 5 Cukup
R30 1 1 1 0 1 1 5 Cukup
R31 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R32 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R33 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R34 1 1 1 1 1 0 5 Cukup
R35 1 1 1 1 1 0 5 Cukup
R36 1 1 1 0 1 1 5 Cukup
R37 1 1 1 0 1 1 5 Cukup
R38 0 1 1 1 1 0 4 Cukup
R39 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R40 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R41 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R42 1 1 1 1 1 0 5 Cukup
R43 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R44 1 1 1 0 1 1 5 Cukup
R45 1 1 1 1 1 1 6 Baik
R46 1 1 1 0 1 0 4 Cukup
R47 1 1 1 0 0 0 3 Cukup
127
3. Variabel Motivasi Kerja
Kode Pertanyaan Total Kategori
Responden P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26
R1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 11 Tinggi
R4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R7 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 7 Sedang
R8 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8 Tinggi
R9 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 10 Tinggi
R10 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 9 Tinggi
R11 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 9 Tinggi
R12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 10 Tinggi
R13 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 10 Tinggi
R14 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 10 Tinggi
R15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R16 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 8 Tinggi
R17 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 Tinggi
R18 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 9 Tinggi
R19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 11 Tinggi
R20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 11 Tinggi
R21 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 10 Tinggi
R22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R23 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 Tinggi
R24 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 Tinggi
R25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R27 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 10 Tinggi
R28 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 8 Tinggi
R29 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 9 Tinggi
R30 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R31 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 12 Tinggi
R32 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R33 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 11 Tinggi
R34 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 11 Tinggi
R35 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R36 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
128
Lanjutan
R37 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 11 Tinggi
R38 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 10 Tinggi
R39 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 10 Tinggi
R40 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 10 Tinggi
R41 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R42 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R43 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R44 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R45 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
R46 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 11 Tinggi
R47 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Tinggi
4. Variabel Masa Kerja
Kode Pertanyaan Total Kategori
Responden P27
R1 1 1 Sedang
R2 1 1 Sedang
R3 1 1 Sedang
R4 2 2 Lama
R5 2 2 Lama
R6 2 2 Lama
R7 2 2 Lama
R8 2 2 Lama
R9 2 2 Lama
R10 1 1 Sedang
R11 1 1 Sedang
R12 1 1 Sedang
R13 1 1 Sedang
R14 1 1 Sedang
R15 1 1 Sedang
R16 1 1 Sedang
R17 2 2 Lama
R18 1 1 Sedang
R19 2 2 Lama
R20 2 2 Lama
R21 1 1 Sedang
R22 1 1 Sedang
R23 1 1 Sedang
129
Lanjutan
R24 1 1 Sedang
R25 1 1 Sedang
R26 1 1 Sedang
R27 1 1 Sedang
R28 1 1 Sedang
R29 2 2 Lama
R30 2 2 Lama
R31 2 2 Lama
R32 1 1 Sedang
R33 2 2 Lama
R34 2 2 Lama
R35 2 2 Lama
R36 2 2 Lama
R37 1 1 Sedang
R38 1 1 Sedang
R39 2 2 Lama
R40 2 2 Lama
R41 1 1 Sedang
R42 1 1 Sedang
R43 ! 1 Sedang
R44 2 2 Lama
R45 2 2 Lama
R46 2 2 Lama
R47 1 1 Sedang
5. Variabel Persepsi Beban Kerja
Kode Pertanyaan Total Kategori
Responden P28 P29 P30 P31 P32
R1 0 0 0 0 0 0 Rendah
R2 0 0 0 0 0 0 Rendah
R3 0 1 0 0 0 1 Rendah
R4 0 0 1 0 0 1 Rendah
R5 0 0 1 0 0 1 Rendah
R6 0 0 1 0 0 1 Rendah
R7 0 0 0 0 0 0 Rendah
R8 0 0 0 0 0 0 Rendah
R9 0 0 0 0 0 0 Rendah
R10 0 0 0 0 0 0 Rendah
130
Lanjutan
R11 1 0 1 1 0 3 Tinggi
R12 0 1 1 1 0 3 Tinggi
R13 1 1 1 0 0 3 Tinggi
R14 1 1 1 0 0 3 Tinggi
R15 1 0 1 1 0 3 Tinggi
R16 0 1 0 0 0 1 Rendah
R17 0 0 0 0 0 0 Rendah
R18 0 1 1 1 0 3 Tinggi
R19 0 1 1 0 1 3 Tinggi
R20 0 0 0 0 0 0 Rendah
R21 0 0 0 0 0 0 Rendah
R22 0 1 1 0 1 3 Tinggi
R23 1 1 1 0 0 3 Tinggi
R24 1 1 1 0 0 3 Tinggi
R25 0 1 1 1 0 3 Tinggi
R26 1 1 1 0 0 3 Tinggi
R27 1 1 1 1 1 5 Tinggi
R28 0 0 0 0 0 0 Rendah
R29 0 1 0 0 0 1 Rendah
R30 1 1 1 0 0 3 Tinggi
R31 1 1 1 0 0 3 Tinggi
R32 0 0 0 0 0 0 Rendah
R33 0 1 0 0 0 1 Rendah
R34 0 0 1 0 0 1 Rendah
R35 0 0 1 0 0 1 Rendah
R36 0 1 0 0 0 1 Rendah
R37 0 0 0 0 0 0 Rendah
R38 1 0 0 0 0 1 Rendah
R39 1 1 1 1 1 5 Tinggi
R40 1 1 1 1 1 5 Tinggi
R41 1 1 1 1 1 5 Tinggi
R42 0 0 0 0 0 0 Rendah
R43 0 0 1 0 0 1 Rendah
R44 0 1 1 1 1 4 Tinggi
R45 0 0 0 0 0 0 Rendah
R46 0 0 1 0 0 1 Rendah
R47 1 1 1 1 0 4 Tinggi
131
6. Variabel Ketersediaan Peralatan
Kode Pertanyaan Total Kategori
Responden P33 P34 P35
R1 1 1 0 2 Lengkap
R2 1 1 0 2 Lengkap
R3 0 1 1 2 Lengkap
R4 1 1 0 2 Lengkap
R5 1 1 0 2 Lengkap
R6 1 1 0 2 Lengkap
R7 0 0 0 0 Tidak Lengkap
R8 0 0 0 0 Tidak Lengkap
R9 0 0 0 0 Tidak Lengkap
R10 1 1 1 3 Lengkap
R11 1 1 1 3 Lengkap
R12 1 1 1 3 Lengkap
R13 1 1 0 2 Lengkap
R14 1 1 0 2 Lengkap
R15 1 1 0 2 Lengkap
R16 0 0 0 0 Tidak Lengkap
R17 0 0 0 0 Tidak Lengkap
R18 0 0 0 0 Tidak Lengkap
R19 1 1 1 3 Lengkap
R20 1 1 0 2 Lengkap
R21 1 1 0 2 Lengkap
R22 0 1 1 2 Lengkap
R23 1 1 0 2 Lengkap
R24 1 1 0 2 Lengkap
R25 1 0 0 1 Tidak Lengkap
R26 1 0 0 1 Tidak Lengkap
R27 0 0 0 0 Tidak Lengkap
R28 1 1 0 2 Lengkap
R29 1 1 0 2 Lengkap
R30 1 1 0 2 Lengkap
R31 1 1 0 2 Lengkap
R32 1 1 0 2 Lengkap
R33 1 1 0 2 Lengkap
R34 1 1 0 2 Lengkap
R35 1 1 0 2 Lengkap
R36 1 1 0 2 Lengkap
R37 1 1 0 2 Lengkap
132
Lanjutan
R38 1 1 0 2 Lengkap
R39 0 0 0 0 Tidak Lengkap
R40 0 0 0 0 Tidak Lengkap
R41 0 0 0 0 Tidak Lengkap
R42 1 1 0 2 Lengkap
R43 1 1 1 3 Lengkap
R44 1 1 0 2 Lengkap
R45 1 1 0 2 Lengkap
R46 1 1 0 2 Lengkap
R47 1 1 0 2 Lengkap
7. Variabel Ketersediaan Obat
Kode Pertanyaan Total Kategori
Responden P36 P37
R1 1 0 1 Tidak Lengkap
R2 1 0 1 Tidak Lengkap
R3 1 0 1 Tidak Lengkap
R4 1 1 2 Lengkap
R5 1 1 2 Lengkap
R6 1 1 2 Lengkap
R7 1 0 1 Tidak Lengkap
R8 1 0 1 Tidak Lengkap
R9 1 0 1 Tidak Lengkap
R10 1 0 1 Tidak Lengkap
R11 1 0 1 Tidak Lengkap
R12 1 0 1 Tidak Lengkap
R13 1 1 2 Lengkap
R14 1 1 2 Lengkap
R15 1 1 2 Lengkap
R16 1 0 1 Tidak Lengkap
R17 1 0 1 Tidak Lengkap
R18 1 0 1 Tidak Lengkap
R19 1 1 2 Lengkap
R20 1 1 2 Lengkap
R21 1 1 2 Lengkap
R22 1 1 2 Lengkap
R23 1 1 2 Lengkap
133
Lanjutan
R24 1 1 2 Lengkap
R25 1 0 1 Tidak Lengkap
R26 1 0 1 Tidak Lengkap
R27 1 0 1 Tidak Lengkap
R28 1 0 1 Tidak Lengkap
R29 1 0 1 Tidak Lengkap
R30 1 0 1 Tidak Lengkap
R31 1 0 1 Tidak Lengkap
R32 1 0 1 Tidak Lengkap
R33 1 1 2 Lengkap
R34 1 1 2 Lengkap
R35 1 1 2 Lengkap
R36 1 0 1 Tidak Lengkap
R37 1 0 1 Tidak Lengkap
R38 1 0 1 Tidak Lengkap
R39 1 1 2 Lengkap
R40 1 1 2 Lengkap
R41 1 1 2 Lengkap
R42 1 0 1 Tidak Lengkap
R43 1 0 1 Tidak Lengkap
R44 1 0 1 Tidak Lengkap
R45 1 1 2 Lengkap
R46 1 1 2 Lengkap
R47 1 1 2 Lengkap
8. Variabel Pelatihan
Kode Pertanyaan Total Kategori
Responden P38 P39
R1 1 0 1 Pernah
R2 1 0 1 Pernah
R3 1 0 1 Pernah
R4 0 0 0 Belum Pernah
R5 1 0 1 Pernah
R6 0 0 0 Belum Pernah
R7 0 0 0 Belum Pernah
R8 1 0 1 Pernah
R9 0 0 0 Belum Pernah
R10 1 0 1 Pernah
134
Lanjutan
R11 1 0 1 Pernah
R12 1 0 1 Pernah
R13 1 0 1 Pernah
R14 0 0 0 Belum Pernah
R15 1 0 1 Pernah
R16 1 0 1 Pernah
R17 1 0 1 Pernah
R18 1 0 1 Pernah
R19 0 0 0 Belum Pernah
R20 1 0 1 Pernah
R21 0 0 0 Belum Pernah
R22 1 0 1 Pernah
R23 1 0 1 Pernah
R24 1 0 1 Pernah
R25 1 0 1 Pernah
R26 1 0 1 Pernah
R27 1 0 1 Pernah
R28 1 0 1 Pernah
R29 0 0 0 Belum Pernah
R30 0 0 0 Belum Pernah
R31 0 1 1 Pernah
R32 0 0 0 Belum Pernah
R33 0 0 0 Belum Pernah
R34 1 0 1 Pernah
R35 1 0 1 Pernah
R36 0 0 0 Belum Pernah
R37 1 0 1 Pernah
R38 1 0 1 Pernah
R39 0 0 0 Belum Pernah
R40 0 0 0 Belum Pernah
R41 1 0 1 Pernah
R42 1 0 1 Pernah
R43 1 0 1 Pernah
R44 1 0 1 Pernah
R45 0 0 0 Belum Pernah
R46 0 0 0 Belum Pernah
R47 0 0 0 Belum Pernah
135
9. Variabel Kepemimpinan
Kode Pertanyaan Total Kategori
Responden P40 P41 P42 P43 P44 P45
R1 3 3 3 3 3 3 18 Baik
R2 2 2 3 2 2 3 14 Cukup
R3 2 2 2 3 2 3 14 Cukup
R4 2 3 3 3 3 3 17 Baik
R5 2 2 3 3 3 3 16 Baik
R6 2 2 3 3 3 3 16 Baik
R7 2 2 2 2 2 2 12 Cukup
R8 2 3 3 2 2 2 14 Cukup
R9 2 2 3 2 3 2 14 Cukup
R10 2 3 3 2 3 3 16 Baik
R11 3 3 3 2 2 3 16 Baik
R12 3 2 3 2 3 3 16 Baik
R13 3 3 3 3 3 3 18 Baik
R14 3 2 2 3 2 3 12 Cukup
R15 3 3 3 3 3 3 18 Baik
R16 2 3 3 3 3 3 17 Baik
R17 2 3 3 3 3 3 17 Baik
R18 2 3 2 2 2 3 14 Cukup
R19 2 2 3 3 3 3 16 Baik
R20 2 2 3 3 3 3 16 Baik
R21 2 2 3 3 3 3 16 Baik
R22 2 3 2 2 3 3 15 Cukup
R23 2 2 3 3 3 3 16 Baik
R24 2 2 3 3 3 3 16 Baik
R25 3 3 2 3 2 3 16 Baik
R26 2 3 3 2 2 3 15 Cukup
R27 2 3 2 3 2 3 15 Cukup
R28 2 3 3 3 3 3 17 Baik
R29 3 2 3 3 3 3 17 Baik
R30 3 3 3 3 3 3 18 Baik
R31 3 3 3 3 3 3 18 Baik
R32 3 3 3 3 3 3 18 Baik
R33 3 2 3 2 3 3 16 Baik
R34 3 3 3 3 3 3 18 Baik
R35 3 3 3 3 3 3 18 Baik
R36 3 3 3 3 3 3 18 Baik
R37 3 3 3 3 3 3 18 Baik
136
Lanjutan
R38 3 3 3 2 2 3 16 Baik
R39 1 2 3 1 2 3 12 Cukup
R40 1 2 3 1 2 3 12 Cukup
R41 2 2 3 2 3 3 15 Cukup
R42 3 3 3 3 3 3 18 Baik
R43 3 2 3 3 2 3 16 Baik
R44 3 3 3 2 3 3 17 Baik
R45 3 3 3 3 3 3 18 Baik
R46 2 2 3 3 3 3 16 Baik
R47 2 2 3 3 3 3 16 Baik
10. Variabel Alokasi Dana
Kode Pertanyaan Total Kategori
Responden P46
R1 0 0 Tidak Ada
R2 0 0 Tidak Ada
R3 0 0 Tidak Ada
R4 0 0 Tidak Ada
R5 0 0 Tidak Ada
R6 0 0 Tidak Ada
R7 0 0 Tidak Ada
R8 0 0 Tidak Ada
R9 0 0 Tidak Ada
R10 0 0 Tidak Ada
R11 0 0 Tidak Ada
R12 0 0 Tidak Ada
R13 1 1 Ada
R14 1 1 Ada
R15 0 0 Tidak Ada
R16 0 0 Tidak Ada
R17 0 0 Tidak Ada
R18 0 0 Tidak Ada
R19 1 1 Ada
R20 1 1 Ada
R21 1 1 Ada
R22 0 0 Tidak Ada
R23 0 0 Tidak Ada
R24 0 0 Tidak Ada
137
Lanjutan
R25 0 0 Tidak Ada
R26 0 0 Tidak Ada
R27 0 0 Tidak Ada
R28 0 0 Tidak Ada
R29 0 0 Tidak Ada
R30 0 0 Tidak Ada
R31 0 0 Tidak Ada
R32 0 0 Tidak Ada
R33 0 0 Tidak Ada
R34 0 0 Tidak Ada
R35 0 0 Tidak Ada
R36 0 0 Tidak Ada
R37 0 0 Tidak Ada
R38 0 0 Tidak Ada
R39 1 1 Ada
R40 1 1 Ada
R41 1 1 Ada
R42 0 0 Tidak Ada
R43 0 0 Tidak Ada
R44 0 0 Tidak Ada
R45 0 0 Tidak Ada
R46 0 0 Tidak Ada
R47 0 0 Tidak Ada
11. Variabel Supervisi oleh Dinkes
Kode Pertanyaan Total Kategori
Responden P47 P48
R1 1 1 2 Tinggi
R2 1 1 2 Tinggi
R3 1 1 2 Tinggi
R4 0 0 0 Rendah
R5 1 0 1 Tinggi
R6 1 0 1 Tinggi
R7 0 0 0 Rendah
R8 0 0 0 Rendah
R9 0 0 0 Rendah
R10 0 0 0 Rendah
138
Lanjutan
R11 0 0 0 Rendah
R12 0 0 0 Rendah
R13 1 1 2 Tinggi
R14 1 1 2 Tinggi
R15 1 0 1 Tinggi
R16 0 0 0 Rendah
R17 1 1 2 Tinggi
R18 1 0 1 Tinggi
R19 1 1 2 Tinggi
R20 1 1 2 Tinggi
R21 1 1 2 Tinggi
R22 1 0 1 Tinggi
R23 1 0 1 Tinggi
R24 0 0 0 Rendah
R25 0 0 0 Rendah
R26 0 0 0 Rendah
R27 1 0 1 Tinggi
R28 1 0 1 Tinggi
R29 0 0 0 Rendah
R30 0 0 0 Rendah
R31 0 0 0 Rendah
R32 0 0 0 Rendah
R33 1 1 2 Tinggi
R34 1 1 2 Tinggi
R35 1 1 2 Tinggi
R36 1 1 2 Tinggi
R37 1 1 2 Tinggi
R38 1 1 2 Tinggi
R39 0 0 0 Rendah
R40 0 0 0 Rendah
R41 0 0 0 Rendah
R42 0 0 0 Rendah
R43 0 0 0 Rendah
R44 0 0 0 Rendah
R45 1 1 2 Tinggi
R46 1 1 2 Tinggi
R47 1 1 2 Tinggi
139
12. Variabel Evaluasi oleh Kepala Puskemas
Kode Pertanyaan Total Kategori
Responden P49 P50
R1 0 0 0 Rendah
R2 0 0 0 Rendah
R3 0 0 0 Rendah
R4 1 1 2 Tinggi
R5 1 1 2 Tinggi
R6 1 1 2 Tinggi
R7 0 0 0 Rendah
R8 0 0 0 Rendah
R9 0 0 0 Rendah
R10 1 0 1 Rendah
R11 1 0 1 Rendah
R12 0 0 1 Rendah
R13 0 0 0 Rendah
R14 0 0 0 Rendah
R15 1 1 2 Tinggi
R16 1 1 2 Tinggi
R17 1 1 2 Tinggi
R18 1 1 2 Tinggi
R19 1 1 2 Tinggi
R20 1 1 2 Tinggi
R21 1 1 2 Tinggi
R22 0 0 0 Rendah
R23 0 0 0 Rendah
R24 0 0 0 Rendah
R25 0 0 0 Rendah
R26 0 0 0 Rendah
R27 0 0 0 Rendah
R28 0 0 0 Rendah
R29 0 0 0 Rendah
R30 1 0 1 Rendah
R31 1 0 1 Rendah
R32 0 0 0 Rendah
R33 1 1 2 Tinggi
R34 1 1 2 Tinggi
R35 1 1 2 Tinggi
R36 1 0 1 Rendah
R37 1 0 1 Rendah
140
Lanjutan
R38 1 0 1 Rendah
R39 1 1 2 Tinggi
R40 1 1 2 Tinggi
R41 1 1 2 Tinggi
R42 0 0 0 Rendah
R43 0 0 0 Rendah
R44 0 0 0 Rendah
R45 1 1 2 Tinggi
R46 1 1 2 Tinggi
R47 1 1 2 Tinggi
13. Variabel Implementasi MTBS
Kode Pertanyaan Total Kategori
Responden P51 P52 P53 R1 1 0 0 1 Rendah R2 1 0 0 1 Rendah R3 1 0 0 1 Rendah R4 1 1 1 3 Tinggi R5 1 1 1 3 Tinggi R6 1 1 1 3 Tinggi R7 1 1 1 3 Tinggi R8 1 1 1 3 Tinggi R9 1 1 1 3 Tinggi
R10 0 0 0 0 Rendah R11 0 0 0 0 Rendah R12 0 0 0 0 Rendah R13 1 0 0 1 Rendah R14 1 0 0 1 Rendah R15 1 0 0 1 Rendah R16 1 0 0 1 Rendah R17 1 0 0 1 Rendah R18 1 0 0 1 Rendah R19 1 1 1 3 Tinggi R20 1 1 1 3 Tinggi R21 1 1 1 3 Tinggi R22 1 0 0 1 Rendah R23 1 0 0 1 Rendah R24 1 0 0 1 Rendah
141
Lanjutan
R25 1 0 0 1 Rendah
R26 1 0 0 1 Rendah
R27 0 0 0 0 Rendah
R28 0 0 0 0 Rendah
R29 0 0 0 0 Rendah
R30 1 1 1 3 Tinggi
R31 1 1 1 3 Tinggi
R32 1 1 1 3 Tinggi
R33 1 1 1 3 Tinggi
R34 1 1 1 3 Tinggi
R35 1 1 1 3 Tinggi
R36 1 0 0 1 Rendah
R37 1 0 0 1 Rendah
R38 1 0 0 1 Rendah
R39 1 1 1 3 Tinggi
R40 1 1 1 3 Tinggi
R41 1 1 1 3 Tinggi
R42 1 0 0 1 Rendah
R43 1 0 0 1 Rendah
R44 1 0 0 1 Rendah
R45 1 1 1 3 Tinggi
R46 1 1 1 3 Tinggi
R47 1 1 1 3 Tinggi
142
Lampiran 12. Hasil Output Analisis Data Penelitian
1. Hasil Output Analisis Univariat
Pengetahuan petugas pelaksana MTBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Cukup 8 17.0 17.0 17.0
Baik 39 83.0 83.0 100.0
Total 47 100.0 100.0
Sikap petugas pelaksana MTBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Cukup 28 59.6 59.6 59.6
Baik 19 40.4 40.4 100.0
Total 47 100.0 100.0
Motivasi Kerja petugas pelaksana MTBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 1 2.1 2.1 2.1
Tinggi 46 97.9 97.9 100.0
Total 47 100.0 100.0
Masa Kerja petugas pelaksana MTBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 26 55.3 55.3 55.3
Lama 21 44.7 44.7 100.0
Total 47 100.0 100.0
Persepsi beban kerja petugas pelaksana MTBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tinggi 20 42.6 42.6 42.6
Rendah 27 57.4 57.4 100.0
Total 47 100.0 100.0
143
Kelengkapan Alat MTBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Lengkap 12 25.5 25.5 25.5
Lengkap 35 74.5 74.5 100.0
Total 47 100.0 100.0
Kelengkapan Obat MTBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Lengkap 26 55.3 55.3 55.3
Lengkap 21 44.7 44.7 100.0
Total 47 100.0 100.0
Pelatihan MTBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Belum Pernah 30 63.8 63.8 63.8
Pernah 17 36.2 36.2 100.0
Total 47 100.0 100.0
Kepemimpinan Kepala Puskesmas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Cukup 13 27.7 27.7 27.7
Baik 34 72.3 72.3 100.0
Total 47 100.0 100.0
Ada Tidaknya Alokasi Dana MTBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Ada 39 83.0 83.0 83.0
Ada 8 17.0 17.0 100.0
Total 47 100.0 100.0
144
Supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 21 44.7 44.7 44.7
Tinggi 26 55.3 55.3 100.0
Total 47 100.0 100.0
Evaluasi Kepala Puskesmas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 28 59.6 59.6 59.6
Tinggi 19 40.4 40.4 100.0
Total 47 100.0 100.0
Implementasi MTBS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 29 61.7 61.7 61.7
Tinggi 18 38.3 38.3 100.0
Total 47 100.0 100.0
145
2. Hasil Output Analisis Bivariat
1. Crosstab Variabel Pengetahuan dengan Implementasi MTBS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan petugas
pelaksana MTBS *
Implementasi MTBS
47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
Pengetahuan petugas pelaksana MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation
Implementasi MTBS
Total Rendah Tinggi
Pengetahuan petugas
pelaksana MTBS
Cukup Count 6 2 8
Expected Count 4.9 3.1 8.0
% within Pengetahuan
petugas pelaksana MTBS 75.0% 25.0% 100.0%
Baik Count 23 16 39
Expected Count 24.1 14.9 39.0
% within Pengetahuan
petugas pelaksana MTBS 59.0% 41.0% 100.0%
Total Count 29 18 47
Expected Count 29.0 18.0 47.0
% within Pengetahuan
petugas pelaksana MTBS 61.7% 38.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .721a 1 .396
Continuity Correctionb .203 1 .653
Likelihood Ratio .758 1 .384
Fisher's Exact Test .692 .334
Linear-by-Linear Association .706 1 .401
N of Valid Casesb 47
146
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,06.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .123 .396
N of Valid Cases 47
2. Crosstab Variabel Sikap dengan Implementasi MTBS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sikap petugas pelaksana
MTBS * Implementasi MTBS 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
Sikap petugas pelaksana MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation
Implementasi MTBS
Total Rendah Tinggi
Sikap petugas pelaksana
MTBS
Cukup Count 22 6 28
Expected Count 17.3 10.7 28.0
% within Sikap petugas
pelaksana MTBS 78.6% 21.4% 100.0%
Baik Count 7 12 19
Expected Count 11.7 7.3 19.0
% within Sikap petugas
pelaksana MTBS 36.8% 63.2% 100.0%
Total Count 29 18 47
Expected Count 29.0 18.0 47.0
% within Sikap petugas
pelaksana MTBS 61.7% 38.3% 100.0%
147
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8.341a 1 .004
Continuity Correctionb 6.669 1 .010
Likelihood Ratio 8.453 1 .004
Fisher's Exact Test .006 .005
Linear-by-Linear Association 8.164 1 .004
N of Valid Casesb 47
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,28.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .388 .004
N of Valid Cases 47
3. Crosstab Variabel Motivasi Kerja dengan Implementasi MTBS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Motivasi Kerja petugas
pelaksana MTBS *
Implementasi MTBS
47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
Motivasi Kerja petugas pelaksana MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation
Implementasi MTBS
Total Rendah Tinggi
Motivasi Kerja petugas
pelaksana MTBS
Sedang Count 0 1 1
Expected Count .6 .4 1.0
% within Motivasi Kerja
petugas pelaksana MTBS .0% 100.0% 100.0%
148
Tinggi Count 29 17 46
Expected Count 28.4 17.6 46.0
% within Motivasi Kerja
petugas pelaksana MTBS 63.0% 37.0% 100.0%
Total Count 29 18 47
Expected Count 29.0 18.0 47.0
% within Motivasi Kerja
petugas pelaksana MTBS 61.7% 38.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.646a 1 .199
Continuity Correctionb .059 1 .808
Likelihood Ratio 1.955 1 .162
Fisher's Exact Test .383 .383
Linear-by-Linear Association 1.611 1 .204
N of Valid Casesb 47
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,38.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .184 .199
N of Valid Cases 47
4. Crosstab Variabel Masa Kerja dengan Implementasi MTBS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Masa Kerja petugas
pelaksana MTBS *
Implementasi MTBS
47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
149
Masa Kerja petugas pelaksana MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation
Implementasi MTBS
Total Rendah Tinggi
Masa Kerja petugas
pelaksana MTBS
Sedang Count 22 4 26
Expected Count 16.0 10.0 26.0
% within Masa Kerja
petugas pelaksana MTBS 84.6% 15.4% 100.0%
Lama Count 7 14 21
Expected Count 13.0 8.0 21.0
% within Masa Kerja
petugas pelaksana MTBS 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 29 18 47
Expected Count 29.0 18.0 47.0
% within Masa Kerja
petugas pelaksana MTBS 61.7% 38.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 12.929a 1 .000
Continuity Correctionb 10.849 1 .001
Likelihood Ratio 13.499 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .000
Linear-by-Linear
Association 12.654 1 .000
N of Valid Casesb 47
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,04.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .464 .000
N of Valid Cases 47
150
5. Crosstab Variabel Persepsi Beban Kerja dengan Implementasi MTBS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Persepsi beban kerja
petugas pelaksana MTBS *
Implementasi MTBS
47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
Persepsi beban kerja petugas pelaksana MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation
Implementasi MTBS
Total Rendah Tinggi
Persepsi beban kerja
petugas pelaksana MTBS
Tinggi Count 13 7 20
Expected Count 12.3 7.7 20.0
% within Persepsi beban
kerja petugas pelaksana
MTBS
65.0% 35.0% 100.0%
Rendah Count 16 11 27
Expected Count 16.7 10.3 27.0
% within Persepsi beban
kerja petugas pelaksana
MTBS
59.3% 40.7% 100.0%
Total Count 29 18 47
Expected Count 29.0 18.0 47.0
% within Persepsi beban
kerja petugas pelaksana
MTBS
61.7% 38.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .160a 1 .689
Continuity Correctionb .009 1 .923
Likelihood Ratio .161 1 .688
Fisher's Exact Test .767 .463
151
Linear-by-Linear Association .157 1 .692
N of Valid Casesb 47
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,66.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .058 .689
N of Valid Cases 47
6. Crosstab Variabel Ketersediaan Peralatan dengan Implementasi MTBS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelengkapan Alat MTBS *
Implementasi MTBS 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
Kelengkapan Alat MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation
Implementasi MTBS
Total Rendah Tinggi
Kelengkapan Alat MTBS Tidak Lengkap Count 6 6 12
Expected Count 7.4 4.6 12.0
% within Kelengkapan Alat
MTBS 50.0% 50.0% 100.0%
Lengkap Count 23 12 35
Expected Count 21.6 13.4 35.0
% within Kelengkapan Alat
MTBS 65.7% 34.3% 100.0%
Total Count 29 18 47
Expected Count 29.0 18.0 47.0
% within Kelengkapan Alat
MTBS 61.7% 38.3% 100.0%
152
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .934a 1 .334
Continuity Correctionb .387 1 .534
Likelihood Ratio .918 1 .338
Fisher's Exact Test .493 .265
Linear-by-Linear Association .914 1 .339
N of Valid Casesb 47
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,60.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .140 .334
N of Valid Cases 47
7. Crosstab Variabel Ketersediaan Obat dengan Implementasi MTBS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelengkapan Obat MTBS
* Implementasi MTBS 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
Kelengkapan Obat MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation
Implementasi MTBS
Total Rendah Tinggi
Kelengkapan Obat
MTBS
Tidak Lengkap Count 20 6 26
Expected Count 16.0 10.0 26.0
% within Kelengkapan
Obat MTBS 76.9% 23.1% 100.0%
Lengkap Count 9 12 21
153
Expected Count 13.0 8.0 21.0
% within Kelengkapan
Obat MTBS 42.9% 57.1% 100.0%
Total Count 29 18 47
Expected Count 29.0 18.0 47.0
% within Kelengkapan
Obat MTBS 61.7% 38.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.705a 1 .017
Continuity Correctionb 4.355 1 .037
Likelihood Ratio 5.785 1 .016
Fisher's Exact Test .033 .018
Linear-by-Linear
Association 5.584 1 .018
N of Valid Casesb 47
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,04.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .329 .017
N of Valid Cases 47
8. Crosstab Variabel Pelatihan dengan Implementasi MTBS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pelatihan MTBS *
Implementasi MTBS 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
154
Pelatihan MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation
Implementasi MTBS
Total Rendah Tinggi
Pelatihan MTBS Belum Pernah Count 24 6 30
Expected Count 18.5 11.5 30.0
% within Pelatihan MTBS 80.0% 20.0% 100.0%
Pernah Count 5 12 17
Expected Count 10.5 6.5 17.0
% within Pelatihan MTBS 29.4% 70.6% 100.0%
Total Count 29 18 47
Expected Count 29.0 18.0 47.0
% within Pelatihan MTBS 61.7% 38.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 11.752a 1 .001
Continuity Correctionb 9.708 1 .002
Likelihood Ratio 11.936 1 .001
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 11.502 1 .001
N of Valid Casesb 47
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,51.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .447 .001
N of Valid Cases 47
155
9. Crosstab Variabel Kepemimpinan dengan Implementasi MTBS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kepemimpinan Kepala
Puskesmas * Implementasi
MTBS
47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
Kepemimpinan Kepala Puskesmas * Implementasi MTBS Crosstabulation
Implementasi MTBS
Total Rendah Tinggi
Kepemimpinan Kepala
Puskesmas
Cukup Count 7 6 13
Expected Count 8.0 5.0 13.0
% within Kepemimpinan
Kepala Puskesmas 53.8% 46.2% 100.0%
Baik Count 22 12 34
Expected Count 21.0 13.0 34.0
% within Kepemimpinan
Kepala Puskesmas 64.7% 35.3% 100.0%
Total Count 29 18 47
Expected Count 29.0 18.0 47.0
% within Kepemimpinan
Kepala Puskesmas 61.7% 38.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .469a 1 .493
Continuity Correctionb .122 1 .727
Likelihood Ratio .464 1 .496
Fisher's Exact Test .521 .360
Linear-by-Linear Association .459 1 .498
N of Valid Casesb 47
156
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,98.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .099 .493
N of Valid Cases 47
10. Crosstab Variabel Alokasi Dana dengan Implementasi MTBS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Ada Tidaknya Alokasi Dana
MTBS * Implementasi MTBS 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
Ada Tidaknya Alokasi Dana MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation
Implementasi MTBS
Total Rendah Tinggi
Ada Tidaknya Alokasi Dana
MTBS
Tidak Ada Count 27 12 39
Expected Count 24.1 14.9 39.0
% within Ada Tidaknya
Alokasi Dana MTBS 69.2% 30.8% 100.0%
Ada Count 2 6 8
Expected Count 4.9 3.1 8.0
% within Ada Tidaknya
Alokasi Dana MTBS 25.0% 75.0% 100.0%
Total Count 29 18 47
Expected Count 29.0 18.0 47.0
% within Ada Tidaknya
Alokasi Dana MTBS 61.7% 38.3% 100.0%
157
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.496a 1 .019
Continuity Correctionb 3.783 1 .052
Likelihood Ratio 5.415 1 .020
Fisher's Exact Test .041 .027
Linear-by-Linear Association 5.379 1 .020
N of Valid Casesb 47
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,06.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .324 .019
N of Valid Cases 47
11. Crosstab Vaariabel Supervisi dengan Implementasi MTBS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Supervisi Dinas Kesehatan
Kabupaten * Implementasi
MTBS
47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
Supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten * Implementasi MTBS Crosstabulation
Implementasi MTBS
Total Rendah Tinggi
Supervisi Dinas Kesehatan
Kabupaten
Rendah Count 12 9 21
Expected Count 13.0 8.0 21.0
158
% within Supervisi Dinas
Kesehatan Kabupaten 57.1% 42.9% 100.0%
Tinggi Count 17 9 26
Expected Count 16.0 10.0 26.0
% within Supervisi Dinas
Kesehatan Kabupaten 65.4% 34.6% 100.0%
Total Count 29 18 47
Expected Count 29.0 18.0 47.0
% within Supervisi Dinas
Kesehatan Kabupaten 61.7% 38.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .334a 1 .563
Continuity Correctionb .076 1 .782
Likelihood Ratio .333 1 .564
Fisher's Exact Test .763 .391
Linear-by-Linear Association .327 1 .568
N of Valid Casesb 47
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,04.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .084 .563
N of Valid Cases 47
159
12. Crosstab Variabel Evaluasi dengan Implementasi MTBS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Evaluasi Kepala Puskesmas
* Implementasi MTBS 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
Evaluasi Kepala Puskesmas * Implementasi MTBS Crosstabulation
Implementasi MTBS
Total Rendah Tinggi
Evaluasi Kepala Puskesmas Rendah Count 22 6 28
Expected Count 17.3 10.7 28.0
% within Evaluasi Kepala
Puskesmas 78.6% 21.4% 100.0%
Tinggi Count 7 12 19
Expected Count 11.7 7.3 19.0
% within Evaluasi Kepala
Puskesmas 36.8% 63.2% 100.0%
Total Count 29 18 47
Expected Count 29.0 18.0 47.0
% within Evaluasi Kepala
Puskesmas 61.7% 38.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8.341a 1 .004
Continuity Correctionb 6.669 1 .010
Likelihood Ratio 8.453 1 .004
Fisher's Exact Test .006 .005
Linear-by-Linear Association 8.164 1 .004
N of Valid Casesb 47
160
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,28.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .388 .004
N of Valid Cases 47
161
Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian
Wawancara dengan salah satu responden (Puskesmas Klampok I)
Wawancara dengan salah satu responden (Puskesmas Purwonegoro I)
162
Wawancara dengan salah satu responden (Puskesmas Purwonegoro II)
Wawancara dengan responden (Puskesmas Bawang I)
163
( Peralatan untuk pelaksanaan MTBS)
(Timbangan dan pengukur tinggi badan untuk balita)