fakultas tarbiyah institut agama islam negeri...
TRANSCRIPT
PELAKSANAAN METODE CERITA UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK USIA DINI DI TK TARBIYATUL
ATHFAL 14 PLANTARAN KALIWUNGU KENDAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (SI) Ilmu Tarbiyah
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh :Oleh :Oleh :Oleh :
ALIMATUN HASANAH
063111105
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
iii
iv
MOTTO
ßøtwΥ �Èà)tΡ y7 ø‹ n=tã z |¡ ômr& ÄÈ|Á s)ø9 $# !$yϑÎ/ !$ uΖø‹ ym÷ρr& y7 ø‹s9 Î) #x‹≈yδ tβ#u ö�à)ø9 $# βÎ)uρ |MΨà2
ÏΒ Ï& Î#ö7 s% z Ïϑs9 šÎ=Ï�≈ tó ø9 $# ∩⊂∪
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan
Al-Qur’an ini kepadamu dan sesungguhnya kamu sebelum (kami
mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.”
(QS. Yusuf: 3)1
1Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (semarang: PT. Kumudasmoro
Grafindo, 1994), hlm. 348.
v
PERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang telah memberi arti dalam
perjalanan hidupku, teruntuk orang-orang yang selalu hadir dan berharap keridho’an-Nya.
Tiada sesuatupun yang dapat memberikan rasa bahagia melainkan senyum manis penuh
bangga dengan penuh rasa bakti, cinta dan kasih sayang dan dengan segala kerendahan hati
kupersembahkan Karya sederhana ini kepada:
� Ayahanda Bapak H.A.Badruddin dan Ibunda Hj.Asmanah tercinta yang telah mendidik
dan membesarkanku serta mencurahkan kasih sayangnya dengan penuh ketulusan dan
keikhlasan hati, kesabaran, ketabahan, serta selalu membasahi bibir mereka dengan
untaian doa yang tiada hentinya demi keberhasilan Ananda dalam meraih cita-cita dan
kesuksesan. Pengorbanan beliau merupakan semangat hidup agar diri ini dapat menjadi
orang yang lebih baik dan lebih berarti. Semoga kedamaian, kebahagiaan dan ridho ilahi
selalu menyertai keduanya.
� Guru-guruku yang telah memperkenalkan jendela ilmu dan meletakkan dasar akhlaQuL
karimah sehingga dapat memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan. Semoga jasa-jasa
beliau mendapat balasan yang sebaik-baiknya oleh Allah.
� Sahabat-sahabat (Latuz, Yani, Endah dan wiwik) senasib seperjuangan yang telah
memberikan bantuan, motivasi inspirasi, nasehat, semangat hidup, pelajaran hidup dan
dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini
� Keluarga kost Mitra Data yang senantiasa membantu.
� Abangku yang selalu mendukung dan memotivasi untuk segera menyelesaikan tugas akhir
ini.
� Keponakan-keponakanku (Rahma, Raihan, Anjani dan Najwa) yang saya sayangi, yang
selalu memberikan banyak inspirasi dan membuat saya terus tanpa henti untuk
memberikan yang terbaik sebagai uswah kalian. Kalianlah yang saya banggakan, semoga
kalian menjadi anak yang sholeh dan Sholehah sehingga kelak mampu menjadi generasi
bangsa yang berguna bagi keluarga, ummat, agama, negara dan bangsa.
� Dan tak lupa pembaca budiman sekalian Semoga amal dan Baik mereka mendapat
balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi
ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, Juni 2011
Deklarator
Alimatun Hasanah
NIM. 063111105
vii
ABSTRAK
ALIMATUN HASANAH (NIM. 063111105). Pelaksanaan Metode Cerita untuk
Meningkatkan Kemampuan Sosialisasi Anak Usia Dini di TK Tarbiyatul Athfal
14 Plantaran Kaliwungu Kendal. Skripsi. Semarang: Program Strata 1 Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri
Walisongo, 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; Pelaksanaan Metode Cerita di
TK Tarbiyatul Athfal 14 Plantaran Kaliwungu Kendal dalam Meningkatkan
Kemampuan Sosialisasi Anak Usia Dini.
Penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan dengan metode penelitian
deskriptif. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif
analisis. Pendekatan deskriptif analisis.
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data dilakukan melalui
triangulasi, yaitu dengan triangulasi sumber. Tahapan dari triangulasi yang
dilakukan peneliti, yaitu: peneliti mencari data tentang metode cerita yang
digunakan dalam pembelajaran dan kemampuan sosialisasi Anak Usia Dini di TK
Tarbiyatul Athfal 14 melalui kegiatan observasi. Observasi dilakukan secara
berulang-ulang untuk memperoleh data yang akurat. Data hasil observasi yang
diperoleh kemudian dicek dengan cara melakukan wawancara dengan pendidik.
Teknik analisis data penelitian adalah: 1) reduksi data yaitu dicatat secara jelas
dan rinci, kemudian dirangkum dan dipilih yang pokok dan penting, 2) penyajian
data berupa teks yang bersifat naratif dan tabel, dan 3) penarikan kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data: 1) Penggunaan Metode Cerita
pada awal pembelajaran di TK Tarbiyatul Athfal 14 dapat Meningkatkan
Kemampuan Sosialisasi Anak. Anak terlihat melakukan perilaku sosial, seperti
persaingan positif agar ditunjuk untuk bercerita di depan teman-teman. Peserta
didik berusaha supaya mendapatkan dukungan sosial dari pendidik dan teman
sebaya, dapat menimbulkan kerjasama antara pencerita dengan pendengar, timbul
rasa simpati dan empati, serta terjadi percakapan/konversasi pada saat tanya jawab
antara pendidik sebagai pencerita dan peserta didik sebagai pendengar. 2)
Penggunaan metode cerita pada akhir pembelajaran di TK Tarbiyatul Athfal 14
dapat Meningkatkan Kemampuan Sosialisasi anak. Anak diajarkan untuk dapat
bekerjasama, simpati, empati, dukungan sosial, berperilaku akrab, komunikasi dan
mengungkapkan pendapat. Cerita juga dapat mengajarkan peserta didik untuk
meniru yaitu dengan menirukan tokoh dalam cerita. 3) Jenis cerita yang sering
digunakan oleh pendidik di TK Tarbiyatul Athfal 14 Plantaran Kaliwungu adalah
cerita Fabel. Cerita Fabel lebih sering digunakan karena gambar dalam cerita
membuat peserta didik tertarik untuk memperhatikan cerita. Saran kepada
pendidik untuk lebih varietif dan selektif dalam memilih tema cerita agar lebih
menarik perhatian peserta didik.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah peneliti haturkan ke hadirat Illahi Robbi telah
melimpahkan Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan tugas akhir guna
memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.
Tidak lupa, peneliti haturkan sholawat serta salam kepada junjungan kita,
Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan risalah yang
penuh dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, sehingga dapat
menjadi bekal bagi kita dalam menjalani kehidupan baik di dunia dan di akhirat.
Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya, peneliti sampaikan kepada
semua pihak yang telah memberikan informasi, pengarahan, bimbingan, motivasi,
semangat, dan bantuan apapun yang sangat besar artinya bagi peneliti. Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya peneliti sampaikan terutama kepada:
1. Dr. Suja’i, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
yang telah memberikan izin penelitian dalam rangka penyusunan skripsi ini.
2. Nasirudin, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo yang telah memberikan izin penelitian dalam
rangka penyusunan skripsi ini.
3. H. Mursid, M.Ag selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo.
4. Bapak H. Mursid, M.Ag selaku dosen pembimbing I dan Ibu Hj. Lift Anis
Ma’sumah, M.Ag, selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
5. Drs. Ani Hidayati, M.Pd., selaku wali studi.
6. Dosen, pegawai, dan seluruh civitas akademika di lingkungan Fakultas
Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.
7. Ibu Siti Samsiyah, selaku kepala TK Tarbiyatul Athfal 14 Plantaran
Kaliwungu Kendal yang berkenan memberikan izin kepada penulis untuk
mengadakan penelitian dalam pembuatan skripsi.
ix
8. Teman-teman yang telah membantu baik materiil maupun dorongan
Kepada mereka semua peneliti tidak dapat memberikan apa-apa, hanya
ucapan terima kasih dengan tulus serta iringan doa, semoga Allah SWT membalas
semua amal kebaikan mereka dan melimpahkan Rahmat, Taufiq, Hidayah dan
Inayah-Nya. Pada akhirnya peneliti menyadari dengan sepenuh hati bahwa
penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya.
Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk
mengevaluasi dan memperbaikinya. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi peneliti khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Amiiin...
Semarang, Juni 2011
Peneliti,
Alimatun Hasanah
NIM. 063111105
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .......................................................... iii
MOTTO ...................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN .............................................................................................. v
DEKLARASI ..................................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………....... 1
B. Penegasan Istilah………………………………………………….. 5
C. Rumusan Masalah……………………………………………..….. 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………… 7
E. Kajian Pustaka……………………………………………………. 7
F. Metodologi Penelitian…………………………………………….. 9
BAB II PELAKSANAAN METODE CERITA UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK USIA DINI DI TK
TARBIYATUL ATHFAL 14 PLANTARAN KALIWUNGU KENDAL
A. Metode Cerita................................................................................. 10
1. Pengertian Metode Cerita............................................................... 10
2. Tujuan Penggunaan Metode Cerita................................................ 18
3. Jenis Cerita..................................................................................... 18
4. Kelebihan dan Kekurangan dari Metode Cerita............................. 21
B. Kemampuan Sosialisasi Anak Usia Dini.............................................. 21
1. Pengertian Anak Usia Dini.............................................................. 21
2. Batasan Anak Usia Dini................................................................... 23
xi
3. Perkembangan Anak Usia Dini....................................................... 26
4. Macam-macam Kemampuan Sosialisasi......................................... 32
5. Upaya untuk Meningkatkan Sikap Sosial Anak Melalui Metode
Cerita............................................................................................... 35
BAB III KAJIAN OBJEK PENELITIAN
A. Tinjauan Umum TK Tarbiyatul Athfal 14............................................ 38
1. Sejarah Singkat TK Tarbiyatul Athfal 14....................................... 38
2. Visi, Misi dan Tujuan..................................................................... 39
3. Program Pembelajaran.................................................................... 40
4. Keadaan Pendidik........................................................................... 41
5. Keadaan Peserta Didik................................................................... 42
6. Keadaan Sarana dan Prasarana........................................................ 44
7. Struktur Organisasi.......................................................................... 45
B. Pelaksanaan Metode Cerita untuk Meningkatkan Kemampuan Sosialisasi
Anak Usia Dini di TK Tarbiyatul Athfal 14 Plantaran Kaliwungu Kendal
.............................................................................................................. 46
1. Tujuan............................................................................................. 46
2. Materi................................................................................. ............ 46
3. Pelaksanaan .................................................................................... 48
4. Media ............................................................................................. 58
5. Evaluasi .......................................................................................... 61
BAB IV ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN METODE CERITA
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIALISASI
A. Pelaksanaan Metode Cerita untuk Meningkatkan Kemampuan Sosialisasi
di TK Tarbiyatul Athfal 14 .................................................................. 63
1. Persiapan ......................................................................................... 63
2. Materi dan Penyampaian ................................................................. 65
3. Media (Alat Peraga) ........................................................................ 68
B. Kemampuan Sosialisasi Anak Usia Dini di TK Tarbiyatul Athfal 14
1. Perilaku Meniru ............................................................................. 70
xii
2. Perilaku Bersaing (Persaingan Positif) .......................................... 71
3. Perilaku Kerjasama ........................................................................ 72
4. Simpati ........................................................................................... 72
5. Empati ............................................................................................ 73
6. Dukungan Sosial ............................................................................ 73
7. Perilaku Berbagi ............................................................................. 74
8. Perilaku Akrab ............................................................................... 75
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 76
B. Saran .............................................................................................. 77
C. Penutup .......................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kurikulum TK Tarbiyatul Athfal 14 ................................................ 43
Tabel 2 Tenaga Pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14 Tahun 2010-2011 ......... 44
Tabel 3 Perkembangan peserta didik TK Tarbiyatul Athfal 14 .................... 45
Tabel 4 Jumlah peserta didik tahun 2010-2011 ............................................ 45
Tabel 5 Pelaksanaan Metode Cerita di TK Tarbiyatul Athfal 14 ................. 51
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia. Pendidikan terpenting dan pertama yang harus diberikan
oleh seorang pendidik adalah menanamkan keyakinan pada anak, yang mana
ini diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian anak.1
Pembentukan kepribadian tersebut berlangsung secara berangsur-angsur dan
berkembang sehingga menjadi proses menuju kesempurnaan.2
Dalam mengkomunikasikan ilmu pengetahuan agar berjalan secara
efektif, maka perlu menerapkan berbagai metode mengajar yang sesuai
dengan tujuan, situasi dan kondisi yang ada guna meningkatkan pembelajaran
dengan baik. Hal ini dikarenakan berhasil atau tidaknya suatu proses belajar
mengajar ditentukan oleh adanya metode pembelajaran yang merupakan suatu
bagian yang sangat urgen dalam sistem pembelajaran. Yang dimaksud dengan
metode disini adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Dalam proses pembelajaran, metode sangat diperlukan
oleh guru guna kepentingan proses pengajarannya.3
Masa kanak-kanak merupakan sebuah periode penaburan benih,
pendirian serta pondasi yang dapat disebut sebagai periode pembentukan
watak, kepribadian dan karakter dari seorang manusia. Agar manusia kelak
memiliki kekuatan dan kemampuan untuk berdiri tegar dalam meniti
kehidupan.4
1Umar Hasyim, Cara Mendidik Anak dalam Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 1983), hlm.135.
2Zainuddin, dkk., Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
hlm. 106. 3Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000), hlm. 152. 4Ahmad Rozak Husein, Hak Anak dalam Islam, alih bahasa oleh H. Azwar Butun, judul
Al-Islam wat Tifsul, (Jakarta: Fikahati, 1992), hlm. 13.
1
2
Sebagaimana hadits Nabi:5
قال رسول اهللا صلى اهللا عليه و سلّم ما من مولود إالّ : عن أيب هريرة أنه قال )رواه مسلم(يولَد على الفطرة فأبواه يهودانِه و ينصرانِه و يمجسانِه
“Dari Abi Hurairoh sesungguhnya dia berkata bahwa rasulullah SAW. Bersabda:
Tidaklah ada seorang anak pun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah,
kedua orang tualah yang mempengaruhi anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau
Majusi”. (HR. Muslim).”
Pendidikan terhadap anak dipandang sebagai salah satu aspek yang
memiliki peranan pokok sebagai pembentukan manusia menjadi insan kamil
(manusia sempurna) atau yang memiliki kepribadian utama. Maka dari itu,
hendaklah pendidikan menyentuh aspek yang bersinggungan langsung dengan
ilmu umum agar mereka dapat hidup dan berkembang sesuai dengan cita-cita
pendidikan itu sendiri. Dalam sebuah cerita terdapat ide, tujuan, imajinasi ,
bahasa dan gaya bahasa. Unsur-unsur dalam cerita tersebut berpengaruh dalam
pembentukan pribadi anak. Untuk itulah tumbuh kepentingan dalam
mengambil manfaat dari adanya sebuah cerita.
Metode cerita tampaknya memang merupakan metode yang sederhana
namun dapat menarik interest seseorang lebih-lebih jika diterapkan untuk
pendidikan anak-anak. Oleh karena itu, proses pendidikan pada anak dapat
dilakukan oleh orang tua dan para pendidik melalui suri tauladan dengan
contoh-contoh perilaku maupun dengan cerita-cerita yang dapat mendukung
sikap dan nilai-nilai yang baik.
Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi
perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah
tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai fakta di
lingkungan sebagai stimulan terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor,
kognitif maupun sosialnya. Pada usia dini tersebut anak masih mempunyai
pola pikir sederhana, mereka belajar apa yang mereka lihat dan apa yang
mereka dengar kemudian mereka cenderung mencontoh dari apa yang mereka
5 Imam Abi Husain, Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairy An-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz
XV, (Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, tt), hlm. 645.s
3
lihat dan apa yang mereka dengar. Pengalaman tersebut nantinya akan terekam
kuat dalam otak mereka. Jika lingkungan di sekitarnya baik, maka besar
kemungkinan anak tersebut akan baik, begitu juga sebaliknya.
Awal masa kanak-kanak berlangsung dari usia dua sampai enam tahun.
Orang tua menyebutnya sebagai usia problematis/usia sulit karena
memelihara/mendidik mereka sulit; disebut sebagai usia main karena sebagian
besar hidup anak waktunya dihabiskan untuk main. Masa ini dikatakan usia
pra kelompok karena pada masa ini anak-anak mempelajari dasar-dasar
perilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi yang
diperlukan untuk penyesuaian diri pada waktu masuk kelas satu SD.6 Manusia
akan mengalami proses sosialisasi agar ia dapat hidup dan bertingkah laku
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dimana ia
berada. Syarat penting untuk berlangsungnya proses sosialisasi adalah adanya
interaksi sosial, karena tanpa interaksi sosial, sosialisasi tidak mungkin
berlangsung.7
Perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian sesudah tahun
pertama ditandai oleh beberapa proses-proses yang sangat fundamental.
Tingkah laku sosial interaktif seperti tingkah laku kooperatif, altruistis dan
agresif banyak dipengaruhi oleh latar belakang struktural yang disebut ‘‘role
taking” (pengambilan peran) dan egosentrisme. Dalam buku ‘‘Denken over
jezelf en ander” (berfikir tentang diri dan orang lain) (Gerris, jansen, dan
Badal, 1980) diterangkan bahwa perkembangan sosial dapat dibagi dalam tiga
bagian yaitu kognisi sosial, artinya pengertian akan tingkah laku orang lain:
kecakapan dalam bergaul dengan orang lain seperti sikap altruistis dan
kooperatif: dan nilai-nilai sosial, artinya ‘‘berfikir dan bertindak dalam
kenyataan sosial, berlangsung atas dasar pemilikan nilai-nilai”.8
6 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 2006), hlm. 152. 7 Soerjono Soekanto, Memperkenalkan Sosiologi, (Jakarta: Rajawali Pres, 1982) cet. 4,
hlm. 9. 8 F. J. Monks, dkk., Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya,
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1982), hlm. 107.
4
Dalam filsafat perkembangan dan pertumbuhan, disamping
memperhatikan individualitas anak juga harus memperhatikan masyarakat
dimana ia tumbuh dan dewasa. Lingkungan sosial inilah yang memberi
fasilitas dan area-bermain pada anak untuk pelaksanaan realisasi-diri. Oleh
karena itu, anak tidak mungkin bisa berkembang sendiri tanpa bantuan dari
lingkungan sosialnya (orangtua, millieu, lembaga pendidikan, dll). Setiap
tingkah laku anak merupakan tingkah laku sosial, karena mempunyai relasi
kaitan dengan orang lain baik dengan teman sebaya ataupun dengan orang
dewasa.9
Usia dini merupakan masa peka yang sangat penting bagi pendidikan.
Untuk itu, saat yang paling baik memberikan pendidikan anak adalah pada
usia dini.10 Oleh karena itu, pendidikan hendaknya dilakukan pada saat usia
dini yang dapat dilakukan oleh keluarga, sekolah dan masyarakat. Masa ini
merupakan masa ekspresi kreativitas, seperti bermain boneka, suka
mendengarkan atau bercerita, permainan drama, menyanyi, menggambar dan
lain sebagainya.
Bagi anak usia TK mendengarkan cerita yang menarik yang dekat
dengan lingkungannya merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Guru dapat
memanfaatkan kegiatan bercerita untuk menanamkan kejujuran, keberanian,
keramahan, dan sikap-sikap positif yang lain dalam kehidupan lingkungan
keluarga, sekolah, dan luar sekolah. Kegiatan bercerita juga memberikan
sejumlah pengetahuan sosial, nilai-nilai moral dan keagamaan.
Proses pembelajaran akan berhasil apabila didukung oleh berbagai
faktor dan aspek tertentu, diantaranya adalah metode pembelajaran. Metode
pembelajaran merupakan suatu cara yang terarah dalam proses belajar
mengajar sehingga pengajaran menjadi lebih berkesan dan terarah untuk
9 Dra. Kartini Kartono, Psikologi Anak, (Bandung: Alumni, 1979), hlm.49-51.
10Slamet Suyanto, Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Hikayat
Publishing, 2005), cet.1, hlm. 2
5
mencapai tujuan pembelajaran.11 Penggunaan metode yang tepat dapat
memudahkan pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kondisi riil yang terjadi di TK. Tarbiyatul Athfal 14 Plantaran
Kaliwungu Kendal yaitu dalam penyampaian cerita masih memiliki banyak
kendala. Hal itu disebabkan kurangnya minat dari anak dalam mendengarkan
cerita yang disampaikan oleh guru dan kemampuan guru yang relatif rendah
dalam menyampaikan cerita yang menarik
Dari uraian dan pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan mengangkat judul ‘‘Pelaksanaan Metode
Cerita untuk Meningkatkan Kemampuan Sosialisasi Anak Usia Dini di TK.
Tarbiyatul Athfal 14 Plantaran Kaliwungu.”
B. Penegasan Istilah
Untuk lebih menjelaskan maksud judul penelitian ini, agar tidak terjadi
kesalahpahaman, maka penulis mencantumkan beberapa penegasan istilah.
1. Metode Cerita
Metode adalah cara yang digunakan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan agar tercapai hasil yang baik seperti yang dikehendaki.12
Disamping itu menurut Imam Barnadib dalam bukunya yang berjudul
‘‘filsafat pendidikan sistem dan metode” menegaskan bahwa yang
dimaksud dengan metode adalah suatu sarana untuk menemukan, menguji
dan menyusun data.
Cerita yaitu suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran
dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya
sesuatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan.13
11Moeslichatoen, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Rineka Cipta,
2004), hlm. 9. 12 W.J.S. Poerwodarminto, kamus umum bahasa indonesia, (Jakarta: Balai pustaka,
1976), hlm. 202. 13Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hlm. 160.
6
Jadi metode cerita adalah cara yang digunakan dalam suatu
pembelajaran dengan memberikan suatu ungkapan/tulisan yang berisikan
runtutan peristiwa atau kejadian.
2. Kemampuan Sosialisasi
Kemampuan yaitu kesanggupan; kecakapan; kekuatan: kita
berusaha dengan diri sendiri.14
Sosialisasi yaitu usaha untuk mengubah milik perseorangan
menjadi milik umum (milik negara): tradisi tidak memperlancar proses-
perubahan milik keluarga.; proses belajar seorang anggota masyarakat
untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat di
lingkungannya: tingkat permulaan dari proses manusia itu terjadi di
lingkungan keluarga; upaya memasyarakatkan sesuatu sehingga menjadi
dikenal, dipahami oleh masyarakat; pemasyarakatan.15
3. Anak Usia Dini
Anak dalam perspektif islam merupakan amanah dari Allah
SWT. Dengan demikian, semua orangtua berkewajiban untuk mendidik
anaknya agar dapat menjadi insan yang shaleh, berilmu dan bertaqwa. Hal
ini merupakan suatu wujud pertanggung jawaban dari setiap orangtua anak
kepada khaliknya.16 Dalam tulisan ini, yang dimaksud anak usia dini
adalah anak-anak usia 4-6 tahun di TK.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ada pokok permasalahan yang
menjadi kajian penelitian:
Bagaimana penggunaan metode cerita untuk meningkatkan
kemampuan sosialisasi anak usia dini di TK. Tarbiyatul Athfal 14 Plantaran
Kaliwungu Kendal?
14 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia ed. Ketiga, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), hlm. 707. 15 Ibid, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 1085.
16Jaudah Muhammad Awwad, Manhaj Al-islam Fi Tarbiyah al-Atfal; terjemahan
Shihabuddin, “Mendidik Anak Secara Islam”, (Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm.1
7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pelaksanaan metode cerita di TK. Tarbiyatul
Athfal 14 Plantaran Kaliwungu Kendal?
2. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi
terutama bagi guru sebagai pendidik
E. Kajian Pustaka
Mengkaji tentang Pelaksanaan Metode Cerita untuk Meningkatkan
Kemampuan Sosialisasi bukanlah suatu upaya tanpa landasan yang jelas
terhadap urgensi dari penelitian ini, sebab beberapa hasil penelitian yang telah
dipublikasikan dalam bentuk laporan penelitian, buku maupun dalam media
cetak lainnya menyatakan bahwa metode cerita/kisah adalah salah satu metode
yang dapat merangsang dan menumbuhkan motivasi yang tinggi bagi anak
dan memungkinkan anak mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotor. Untuk itu peran metode cerita/kisah yang disampaikan dapat
memotivasi anak untuk mengubah tingkah laku atau perilakunya dengan
tuntutan dan arahan dari cerita itu sendiri.
Penelitian ini bukan penelitian baru karena sebelumnya sudah ada
beberapa skripsi yang membahas tentang metode cerita. Untuk membedakan
antara penelitian ini dengan penelitian lainnya, sehingga tidak ada duplikasi.
Maka penulis dengan segala kemampuan dan berusaha menelaah berbagai
hasil karya yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya :
Pertama, Abdul Aziz Abdul Madjid dalam karyanya yang berjudul
‘‘Mendidik dengan Cerita”. Dalam buku ini terdapat muatan pendidikan
melalui cerita dan kisi-kisi agar cerita bisa diminati anak. Melalui cerita yang
mempunyai nilai-nilai agama dan menegaskan bahwa bercerita pada anak
sangat besar peranannya.17
17Abdul Aziz Abdul Madjid, Mendidik Anak Lewat Cerita; Dilengkapi 30 Kisah, terj.
Syarif Hade Masyah dan Mahfud Lukman Hakim, (Jakarta: Mustaqiim, 2003), hlm.3-7
8
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Luthfiyatun Qurrota A’yunin
(3102169), PAI Fakultas Tarbiyah Tahun 2003 IAIN Walisongo Semarang
yang berjudul ‘‘Implementasi Metode Kisah Dalam Pembelajaran Akhlak di
TKIT Az-Zahra Demak Tahun 2007”. Penelitian ini menunjukkan bahwa
memilih metode yang tepat dalam pembelajaran akhlak memang sangatlah
penting, terutama pembelajaran akhlak pada anak usia Prasekolah atau masa
Taman Kanak-kanak. Metode kisah adalah suatu metode yang sangat relevan
diperuntukkan pada anak didik usia prasekolah. Di TKIT Az-Zahra Demak
telah diterapkan ‘‘metode kisah” ini, dan hasilnya benar-benar efisien. Hal ini
ditunjukkan dengan perilaku atau kualitas akhlak anak didik TKIT Az-Zahra
Demak semakin membaik dan hal ini diakui oleh masyarakat sekitar.18
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Yuliatin Soleha (3101194), PAI
Fakultas Tarbiyah Tahun 2001 IAIN Walisongo Semarang dengan judul:
‘‘Belajar Melalui Cerita Menurut Abdul Hamid Al-Hasyimi dan Implikasinya
terhadap Perkembangan Akhlak Anak Usia Dini”. Judul skripsi tersebut
berkesimpulan bahwa, belajar melalui cerita menurut Abdul Hamid Al-
Hasyimi, memiliki implikasi terhadap perkembangan akhlak anak usia dini, di
antaranya:
- Dapat membangun sikap positif.
- Mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.
- Memberi informasi.
- Memahami lingkungan fisik.
- Menanamkan nilai-nilai sosial.
Menurut Abdul Hamid Al-Hasyimi sebuah cerita memiliki peranan
besar agar cepat ditiru (dilaksanakan), berpengaruh kuat dan
berkesinambungan, apabila disampaikan dengan kata-kata yang wajar dan
tidak terikat, sebab cerita merupakan sebuah gambaran kehidupan dengan
18Luthfiyatun Qurrota A’yunin, (3102169), Implementasi Metode Kisah dalam
Pembelajaran Akhlak di TKIT Az-Zahra Demak, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang, 2007).
9
segenap maknanya yang mengandung spiritualitas, dinamika, pemikiran,
emosi dan situasi.19
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Muniroh (3100129), PAI
Fakultas Tarbiyah Tahun 2003 yang berjudul “Penerapan Metode Karyawisata
sebagai Upaya Menumbuhkan Interaksi Sosial di TK. Pertiwi Sedayu,
Kecamatan Sarupan Kabupaten Wonosobo.” Penelitian ini menunjukkan
bahwa pelaksanaan Metode Karyawisata sudah cukup baik dan berjalan
lancar. Manfaat dari pelaksanaan metode Karyawisata dapat dilihat dari
perubahan perilaku anak didik. Interaksi sosial anak didik semakin luas
dibandingkan sebelumnya. Relasi sosial yang mereka jalin juga semakin
bertambah. Demikian juga beberapa keterampilan emosi, bahasa, moral,
bermain, dan sosial yang mereka kuasai semakin berkembang.20
Berbeda dengan yang penulis teliti dimana fokus penelitian ini adalah
penggunaan metode cerita kemudian aplikasinya dalam kemampuan
sosialisasi anak usia dini.
F. Metodologi Penelitian
1. Fokus Penelitian
Fokus yang akan penulis lakukan mengenai Pelaksanaan Metode
Cerita yaitu jenis metode cerita, persiapan dan pelaksanaan, media, dan
evaluasi.
2. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, karena
disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu untuk mendeskripsikan dan
menganalisis tentang bagaimana penggunaan metode cerita untuk
meningkatkan kemampuan sosialisasi anak usia dini. Oleh karena itu
sasaran penelitian ini adalah pola-pola yang berlaku dan mencolok
19Yuliatin Soleha, (3101194), Belajar Melalui Cerita Menurut Abdul Hamid Al-Hasyimi
dan Implikasinya terhadap Perkembangan Akhlak Anak Usia Dini, (Semarang: Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo Semarang, 2007). 20 Muniroh, (3100129), Penerapan Metode Karyawisata sebagai Upaya Menumbuhkan
Interaksi Sosial di TK. Pertiwi Sedayu, Kecamatan Sarupan Kabupaten Wonosobo , (Semarang:
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2006).
10
berdasarkan atas perwujudan dengan segala yang ada pada kehidupan
manusia. Jadi pendekatan ini sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis/lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati dan diarahkan pada latar alamiah
dan individu tersebut secara holistik (menyeluruh).21
3. Teknik dan Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dipergunakan untuk memperoleh data
yang diperlukan, baik yang berhubungan dengan studi literatur maupun
data yang dihasilkan dari data empiris.
Mengenai sumber empirik, penulis menggunakan beberapa teknik
sebagai cara yang ditempuh untuk mengumpulkan data, diantaranya
adalah:
a) Observasi/pengamatan, yaitu metode pengumpulan data dengan
mengulas dan mencatat secara sistematis kejadian atau fenomena yang
sedang diteliti.22 Pengamatan yang dilakukan untuk melihat
pelaksanaan metode cerita dan sikap sosialisasi anak pada saat
aktivitas pengajaran di kelas ketika pembelajaran dengan
menggunakan metode cerita..
b) Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang menggunakan
pedoman berupa pertanyaan yang diajukan langsung kepada obyek
untuk mendapatkan respon secara langsung.23 Dimana interaksi yang
terjadi antara pewawancara dan obyek penelitian ini menggunakan
interview terbuka, sehingga dapat diperoleh data yang lebih luas dan
mendalam. Wawancara disini adalah wawancara yang dilakukan
dengan kepala sekolah dan guru untuk mengetahui gambaran dan
profil yang ada di TK Tarbiyatul Athfal 14 Plantaran Kaliwungu
Kendal
21Moleong, Lexi J., Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, cet. X1V,
2001), hlm.3. 22S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hlm. 158.
23Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasih, cet.
VIII, 1998), hlm. 104.
11
c) Dokumentasi, yaitu metode untuk mencari hal yang dapat dijadikan
sebagai informasi guna melengkapi data-data penulis sebagai sumber
data yang dapat digunakan untuk menguji atau menafsirkan. Metode
ini digunakan untuk mengetahui jumlah siswa, guru dll.
4. Teknik Analisis Data
Berdasarkan pada tujuan penelitian yang akan dicapai, maka mulai
dengan menelaah seluruh data yang sudah tersedia dari berbagai sumber
yaitu pengamatan, wawancara dan dokumentasi dengan mengadakan
reduksi data. Yaitu data-data yang diperoleh di lapangan dirangkum
dengan memilih hal-hal yang pokok serta disusun lebih sistematis
sehingga mudah dikendalikan.
Maka dalam hal ini penulis menggunakan analisis data kualitatif,
dimana data dianalisis dengan metode deskriptif analisis non statistik
dengan cara mendeskripkan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
keseluruhan kegiatan pada proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Oleh karena sasaran penelitian ini adalah pola-pola yang
berlaku dan mencolok berdasarkan atas perwujudan dengan gejala-gejala
yang ada pada kehidupan manusia. Jadi pendekatan ini sebagai prosedur
penelitian/lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dan
diarahkan pada latar alamiah dan individu tersebut secara holistik
(menyeluruh).24 Yang meliputi cara berfikir induktif, yaitu dalam meneliti
dimulai dari fakta empiris.
24Moleong, Lexi J., Op.cit. hlm. 3.
12
BAB II
PELAKSANAAN METODE CERITA UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK USIA DINI
DI TK. TARBIYATUL ATHFAL 14 PLANTARAN KALIWUNGU KENDAL
A. Metode Cerita
1. Pengertian Metode Cerita
Dalam mengkomunikasikan ilmu pengetahuan agar berjalan secara
efektif, maka perlu menerapkan berbagai metode mengajar yang sesuai
dengan tujuan, situasi dan kondisi yang ada guna meningkatkan
pembelajaran dengan baik. Hal ini dikarenakan berhasil atau tidaknya
suatu proses belajar mengajar ditentukan oleh adanya metode
pembelajaran yang merupakan suatu bagian yang sangat urgen dalam
sistem pembelajaran. Yang dimaksud dengan metode disini adalah suatu
cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam proses pembelajaran, metode sangat diperlukan oleh guru guna
kepentingan proses pengajarannya.1
Metode mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pelajaran.2
Banyak sekali metode yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar antara lain adalah metode cerita/kisah. Metode cerita merupakan
salah satu dari metode-metode mengajar lainnya yang diajarkan dalam
kegiatan belajar mengajar.
Metode cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang bisa dibaca
atau hanya didengar oleh orang yang tidak bisa membaca.3 Di dalam cerita
terdapat suatu keindahan dan kenikmatan tersendiri bagi anak-anak
maupun orang dewasa yang mendengar ataupun menyimaknya.
1Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 152. 2Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2002), hlm. 6. 3 Abdul Aziz Abdul Madjid, Mendidik dengan Cerita, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), hlm. 8.
13
Metode cerita adalah metode yang mengisahkan peristiwa-
peristiwa sebuah hidup manusia masa lampau yang menyangkut
ketaatannya atau kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah Tuhan
yang dibawakan oleh Nabi dan Rasul yang hadir di tengah-tengah
mereka.4
Metode kisah atau cerita mengandung arti suatu cara dalam
menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis
tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal, baik yang sebenarnya atau
rekaan saja.5 Metode cerita atau kisah ini merupakan salah satu metode
pendidikan yang masyhur dan terbaik, sebab kisah itu mampu menyentuh
jiwa dan pikiran anak. Metode ini pun memiliki kelebihan salah satunya
dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat siswa. Metode ini juga
mempunyai pengaruh tersendiri bagi jiwa dan akal, dengan
mengemukakan argumentasi yang logis.6 Sebagaimana firman Allah SWT
yang berbunyi
ßøtwΥ �È à)tΡ y7 ø‹n=tã z |¡ ôm r& ÄÈ |Á s)ø9$# !$ yϑÎ/ !$ uΖø‹ ym÷ρr& y7 ø‹s9 Î) #x‹≈yδ tβ#uö� à)ø9 $# βÎ)uρ
|MΨà2 ÏΒ Ï&Î#ö7 s% z Ïϑs9 šÎ=Ï�≈ tó ø9 $# ∩⊂∪
“kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu dan sesungguhnya kamu
sebelum (kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang
belum mengetahui.” (QS. Yusuf: 3)7
… ÄÈÝÁ ø%$$ sù }È |Ás)ø9 $# öΝßγ ‾=yès9 tβρã� ©3x�tF tƒ ∩⊇∠∉∪
“Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka
berfikir.”(QS. Al-A’raf: 176)8
4H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 70. 5Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), hlm. 70. 6A. Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung: Asy-
Syifa’, 1988), hlm. 77. 7Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (semarang: PT. Kumudasmoro
Grafindo, 1994), hlm. 348. 8Ibid., hlm. 251.
14
Moeslichatoen R., dalam bukunya “Metode Pengajaran di Taman
Kanak-kanak” menjelaskan metode bercerita merupakan salah satu
pemberian pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita
secara lisan.9 Cerita yang dibawakan guru harus menarik dan mengundang
perhatian anak dan tidak lepas dari tujuan pendidikan anak TK, serta isi
cerita harus dikaitkan dengan mereka yang penuh suka cita dan dalam
penyampaian cerita diusahakan mampu memberikan perasaan gembira
agar anak dapat memahami isi cerita yang disampaikan oleh guru. Dengan
bercerita guru dapat memanfaatkan cerita untuk menanamkan sifat
kejujuran, keberanian, keramahan, nilai-nilai moral dan keagamaan serta
sikap-sikap positif yang lain zdalam kehidupan baik lingkungan keluarga,
sekolah maupun masyarakat.
Secara bahasa, cerita diartikan sebagai tuturan yang
membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian dan
sebagainya) atau karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau
penderitaan orang, kejadian dan sebagainya (baik yang sungguh terjadi
maupun yang hanya rekaan belaka).10
Kemudian dalam bahasa Arab cerita sama dengan Qishah yang
bentuk jamaknya adalah Qishash.11 Sedangkan dalam bahasa Inggris
adalah story, dan tale yang berarti pula cerita.12 Selain cerita menurut
bahasa, cerita juga memiliki arti secara terminologi atau istilah.
Menurut istilah, Muhaimin mengartikan cerita sebagai: ungkapan
peristiwa-peristiwa bersejarah yang mengandung nilai-nilai pendidikan
moral, rohani dan sosial bagi seluruh umat manusia di segala tempat dan
zaman. Baik yang mengenai kisah yang bersifat kebaikan maupun
9Moeslichatoen, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1999), hlm. 157. 10Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976),
hlm. 202. 11Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 2002) cet. 5, hlm. 1125. 12John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Indonesia-Inggris, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1998) cet. 6, hlm. 115.
15
kedhaliman atau juga ketimpangan jasmani, rohani, materiil dan spiritual
yang dapat melumpuhkan semangat manusia.13
Kisah (cerita) memiliki peranan penting dalam memperkokoh
ingatan anak dan kesadaran berfikir. Kisah (cerita) termasuk salah satu
metode pendidikan islam yang efektif, karena kisah (cerita) yang diberikan
kepada anak didik dapat mempengaruhi perasaannya dengan kuat.14 Dalam
pendidikan islam, kisah (cerita) mempunyai fungsi yang sangat penting
bagi perkembangan jiwa anak. Suatu kisah (cerita) bisa melahirkan sebuah
kebahagiaan perasaan terhadap anak. Jika kisah (cerita) yang diberikan
kepadanya kisah yang baik, maka ia akan berusaha menjadi anak yang
baik.
Kisah (cerita) yang diberikan kepada anak, seharusnya diangkat
dari Al-qur’an dan dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
menyampaikan ajaran islam yang terkandung dibalik cerita tersebut
misalnya aspek aqidah, ibadah maupun akhlak.15 Ketiga aspek ajaran islam
ini bisa diberikan kepada anak usia prasekolah melalui metode kisah
(cerita).
Cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki
keindahan dan kenikmatan tersendiri, selain itu cerita juga bisa dibaca atau
hanya didengar oleh orang yang tidak bisa membaca.16 Akan
menyenangkan bagi anak-anak maupun orang dewasa, jika pengarang,
pencerita, dan penyimaknya sama-sama baik.
Dari pengertian-pengertian tersebut sekurang-kurangnya dapat
disimpulkan bahwa cerita adalah suatu karya sastra yang dimaksudkan
sebagai sarana untuk mengungkapkan sepenggal atau seluruhnya dari
13Muhaimin dan Abdul Mujib, Mendidik dengan Cerita, (Bandung: Trigenda
Karya, 1993), hlm. 260. 14Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Prasekolah: Upaya
Mengefektifkan Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Keluarga, (Solo: Belukar, 2006),
hlm. 32. 15Ibid., hlm. 33.
16Abdul Aziz Abdul Madjid, Op.Cit., hlm. 8.
16
kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi (nyata)
atau hanya rekaan (fiktif) belaka agar bisa diambil pelajaran.
Banyak jenis-jenis cerita, misalnya cerita islami yang dikenal
dengan sebutan kisah. Cerita islami tidak hanya meliputi cerita yang
bersumber dari kisah-kisah dalam Al-qur’an, tetapi juga cerita-cerita
kehidupan sehari-hari dan juga cerita tentang kehidupan binatang yang di
dalamnya memang terkandung nilai-nilai kebijakan atau moral ajaran
islam yang pantas diteladani oleh anak.
Abdurrahman An-Nahlawi mengatakan, kisah mempunyai fungsi
edukatif yang tidak dapat digantikan dengan bentuk penyampaian lain
selain bahasa. Hal ini disebabkan kisah Qur’ani dan Nabawi memiliki
beberapa keistimewaan yang membuatnya mempunyai dampak psikologis
dan edukatif yang sempurna, rapi, dan jauh jangkauannya seiring dengan
perkembangan zaman. Disamping itu, kisah (cerita) edukatif itu mampu
memotivasi manusia untuk mengubah perilakunya, memperbaiki tekadnya
sesuai dengan tuntutan pengarahan dari akhir kisah itu, serta mengambil
pelajaran darinya.17
Cerita yang sarat dengan hikmah-hikmah sangat baik untuk
diceritakan kepada anak. Dengan nuansa islami dan ilustrasi yang menarik,
buku-buku cerita sangat cocok sebagai media komunikasi untuk
menasehati anak-anak tanpa menggurui. Dalam kehidupan sehari-hari
selalu ada kebaikan dan kejahatan. Anak yang sering diberi cerita, akan
tahu bahwa kebaikan selalu menang dan dengan sendirinya anak terdorong
untuk melakukan hal-hal yang baik.
Melalui cerita inilah, seorang guru dapat menyampaikan pesan-
pesan kebijakan dan kebajikan kepada anak-anak. Langsung atau tidak
langsung, pesan bermakna dalam dan kadangkala mengandung arti nilai
falsafah hidup yang begitu tinggi itupun begitu mendalam diterima anak-
anak dan dikenang sepanjang hidupnya.
17Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan
Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 239.
17
Dengan adanya kegiatan bercerita, guru dapat mendidik serta
mengajar anak dengan memberi contoh lebih efektif daripada
menasehatinya. Karena dengan bercerita akan lebih didengar daripada
nasehat murni.
Bercerita dapat dijadikan metode untuk menyampaikan nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat. Dalam cerita atau dongeng dapat
ditanamkan berbagai macam nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai
budaya, dan sebagainya. Kita mungkin masih ingat pada masa kecil dulu,
tidak segan-segannya orang tua selalu mengantarkan tidur anak-anaknya
dengan cerita atau dongeng. Tidaklah mudah untuk dapat menggunakan
metode bercerita. Dalam bercerita seorang guru harus menerapkan
beberapa hal, agar pesan yang terdapat dalam sebuah cerita dapat sampai
kepada anak didik. Beberapa hal yang dapat digunakan untuk memilih
cerita dengan fokus moral, diantaranya:
a. Pilih cerita yang mengandung nilai baik dan buruk yang jelas.
b. Pastikan bahwa nilai baik dan buruk itu berada pada batas jangkauan
kehidupan anak.
c. Hindari cerita yang “memeras” perasaan anak, menakut-nakuti secara
fisik.18
Dalam bercerita seorang guru juga dapat menggunakan alat peraga
untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu berfikir secara
abstrak. Alat peraga yang dapat digunakan antara lain: boneka, tanaman,
benda-benda tiruan, dan lain-lain. Selain itu juga bisa memanfaatkan
kemampuan olah vokal yang dimilikinya untuk membuat cerita itu lebih
hidup, sehingga lebih menarik perhatian anak. Strategi atau cara yang
dapat digunakan ketika guru memilih metode bercerita sebagai salah satu
metode yang digunakan dalam penanaman nilai moral adalah membagi
anak menjadi beberapa kelompok, misalnya dalam satu kelas dibagi ke
dalam 4 (empat) kelompok. Anak-anak yang mengikuti kegiatan bercerita
18Tadzkiroatun Musfiroh, Cerita dan Perkembangan Anak, (Yogyakarta: Novila,
2005), hlm. 27-28.
18
duduk di lantai mengelilingi guru yang duduk di kursi kecil dikelilingi
oleh mereka. Anak-anak yang duduk di lantai akan mendengarkan cerita
yang disampaikan oleh guru. Sedangkan tiga kelompok yang lain duduk di
kursi meja lainnya dengan kegiatan yang berbeda-beda, misalnya ada yang
menggambar dan melipat kertas, sedangkan kelompok yang keempat
membentuk plastisin. Anak-anak yang mengikuti kegiatan bercerita pada
gilirannya akan mengikuti kegiatan menggambar, melipat kertas dan
membentuk plastisin. Melalui cara ini, masing-masing anak akan
mendapatkan kegiatan atau pengalaman belajar yang sama secara
bergantian.
Sekarang sudah banyak buku-buku cerita. Melalui cerita islami
seperti do’a anak muslim, seri 20 kisah teladan perjalanan hidup
Rasulullah yang meliputi judul “Aku adalah Gajah, Kisah Buroq, Aku
sumur Badar dan sebagainya.”19
Kegiatan bercerita memberikan sejumlah manfaat bagi aspek
perkembangan kognitif, afektif maupun psikomotor anak. Memberikan
pengalaman belajar yang unik dan menarik, serta dapat menggetarkan
perasaan, membangkitkan semangat, dan menimbulkan keasyikan
tersendiri. Sehingga memungkinkan pengembangan dimensi perasaan anak
TK.
Dari tema cerita yang disajikan guru dengan cara yang menarik
menjadikan anak larut dalam imajinatif dalam cerita itu. Anak akan
mengidentifikasi tokoh-tokoh dalam cerita yang mempunyai sikap-sikap
yang baik dan menghindari berbuat seperti tokoh-tokoh cerita yang tidak
baik. Misalnya kalau guru bertutur cerita “Bawang Merah dan Bawang
Putih”. Maka anak akan mengidentifikasikan dirinya sebagai Bawang
Putih karena Bawang Putih itu anak yang berbakti kepada orangtua, yang
suka menolong, suka bersahabat, suka bekerja, tidak mendendam, rajin
dan sebagainya. Sebaliknya anak tidak menyukai Bawang Merah karena ia
19Tuti Handayu, Memaknai Cerita Mengasah Jiwa Panduan Menanamkan Nilai
Moral pada Anak Melalui Cerita, (Solo: Era Intermedia, 2001), hlm. 121-122.
19
anak yang suka menjelek-jelekkan anak lain, suka curang, pemalas, mau
menang sendiri dan sebagainya.20
Bermacam nilai sosial, moral dan agama dapat ditanamkan melalui
kegiatan cerita. Nilai-nilai sosial yang dapat ditanamkan kepada anak
misalnya bagaimana seharusnya sikap seseorang dalam hidup bersama
dengan orang lain, seperti saling menolong, saling menghormati dan lain-
lain.
Metode cerita adalah merupakan salah satu metode yang
digunakan pendidik di TK. Metode cerita merupakan salah satu pemberian
pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita kepada
anak secara lisan.
Metode cerita diartikan sebagai teknik yang dilakukan dengan cara
bercerita yaitu mengungkapkan peristiwa-peristiwa bersejarah yang
mengandung nilai pendidikan moral, rohani, dan sosial bagi seluruh umat
manusia di segala tempat dan zaman, baik yang mengenai kisah yang
bersifat kebaikan maupun kedzaliman atau juga ketimpangan jasmani,
rohani, materi dan spiritual yang dapat melumpuhkan semangat manusia.21
Menurut Armai Arief, metode cerita adalah suatu cara dalam
menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis
tentang bagaimana terjadinya suatu hal baik yang sebenarnya atau rekaan
saja.22
Dalam Bahasa Inggris, cerita diartikan sebagai “Story atau Tale, is
a story from ancient times about people and event, that may not be true.”
Yang artinya, cerita kuno tentang orang-orang dan suatu kejadian yang
terjadi atau tidak mungkin terjadi. Sedangkan Tale is an imaginative story,
especially one that is full of action ang adventure.23 Artinya cerita
imajinasi yang khusus tentang aksi dan petualangan.
20Moeslichatoen, Op.Cit., hlm. 169.
21Muhaimin, Op.Cit., hlm. 260.
22Armai Arief, Op.Cit., hlm. 160.
23A. S. Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English,
(Oxford: University Press, 1989), hlm. 734.
20
Sedangkan dalam English Language Dictionaries, cerita diartikan
sebagai the general term for narrative or recital in fiction, a story is
usually co sidereal the presentation of struggle; cerita atau kisah adalah
istilah umum untuk periwayatan atau pengisahan dari suatu kejadian,
dalam karya fiksi. Cerita biasanya dianggap sebagai pertunjukan suatu
perjuangan.24
2. Tujuan Penggunaan Metode Cerita
Bercerita bagi anak usia dini bertujuan agar anak mampu
mendengarkan dengan berkonsentrasi dan mengekspresikan perasaannya
terhadap apa yang diceritakan. Adapun tujuan diberikannya metode
bercerita menurut Depdiknas yaitu:
a. Melatih daya tangkap anak
b. Melatih daya fikir anak
c. Melatih daya konsentrasi anak
d. Membantu perkembangan fantasi atau imajinasi anak
e. Menciptakan suasana menyenangkan dan akrab di dalam kelas.
3. Jenis Cerita
Ada beberapa jenis cerita anak, yaitu cerita-cerita rakyat, fantasi
(khayal), cerita realistis, cerita sains, biografi, dan cerita keagamaan.
a. Cerita Rakyat
Cerita rakyat meliputi dongeng, legenda, mite, dan sage.
Keempat cerita rakyat tersebut memiliki beberapa perbedaan
menyangkut permasalahan cerita, tokoh cerita, serta anggapan pemilik
terhadap keberadaan cerita rakyat tersebut.
1) Dongeng meliputi fabel dan lelucon. Fabel yaitu dongeng yang
menggambarkan watak dan budi pekerti manusia yang pelakunya
diperankan binatang, misalnya dongeng Kancil dengan siput,
dongeng Bangau dengan kura-kura, dongeng Kancil mencuri
24Ibid., hlm. 1326.
21
timun, dan lain-lain. Dongeng lelucon, yaitu dongeng yang
mengisahkan kebodohan seseorang yang disampaikan dengan
penuh lelucon, misalnya Joko Bodo, Si Kabayan, Pak Dogot, dan
lain-lain.
2) Legenda, yaitu cerita yang dianggap benar-benar terjadi tetapi tidak
sakral oleh pemilik cerita. Menurut Hooykaas, legenda sebenarnya
didasarkan pada sejarah, misalnya cerita tentang seseorang yang
mengembangkan agama. Biasanya cerita ini menceritakan sesuatu
hal yang ajaib, yakni kejadian yang menandakan kesaktian.
Legenda juga berhubungan dengan sejarah kejadian atau keanehan
alam, seperti: kisah suatu negeri, munculnya suatu pulau,
lenyapnya sebuah kota, dan sebagainya. Barangkali, kejadian yang
sebenarnya tidak demikian, tetapi oleh sang pengarang dibuatlah
sebaik-baiknya. Isi ceritanya tentang asal-usul nama tempat, nama
gunung, nama sungai, nama danau, dan lain-lain, misalnya asal
mula Candi Prambanan, asal mulanya kota Surabaya, asal mula
Gunung Tangkuban Perahu, dan lain-lain.
3) Saga/sage, yaitu dongeng yang didalamnya mengandung unsur
sejarah, misalnya Ken Arok dan Ken Dedes, Damarwulan, Joko
Tingkir, dan lain-lain.
4) Mite, yaitu dongeng yang menceritakan tentang dewa-dewi atau
makhluk lain yang mempunyai sifat kedewaan, misalnya Nyi Rara
Kidul, Dewi Sri, Gerhana Bulan, dan lain-lain.25
b. Cerita Realistis
Sebagaimana namanya, cerita realistis berarti yang terjadi dalam
dunia atau kehidupan nyata. Cerita ini ditandai dengan munculnya
tokoh-tokoh manusia dengan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari
dengan penyampaian pesan-pesan moral. Jenis cerita ini paling banyak
mendominasi cerita yang berkembang saat ini, apalagi dengan
menjamurnya buku cerita anak.
25Tadkiroatun Musfiroh, Op.cit., hlm. 68.
22
c. Cerita Sains (ilmiah)
Cerita sains ini bersifat ilmiah. Akhir-akhir ini cerita sains
berkembang pesat. Munculnya cerita sains ini dipengaruhi oleh
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Cerita di ruang
angkasa dan cerita robot merupakan contoh jenis cerita sains.
d. Cerita Khayal atau Fantasi
Cerita khayal (pesan disampaikan dengan cerita rekaan) ini
bersifat khayalan belaka atau cerita yang tidak terjadi dalam dunia atau
kehidupan nyata. Biasanya cerita fantasi ini ditandai dengan unsur
sulap, atau munculnya makhluk dari dunia lain yang berwujud dewa-
dewi.
e. Biografi
Biografi merupakan cerita yang berisi tentang riwayat hidup
seorang tokoh, misalnya riwayat pangeran Diponegoro, riwayat RA
Kartini, riwayat Thomas Alfa Edison, riwayat Einstein, dan seagainya.
Cerita seperti ini dapat memacu anak untuk melakukan kebaikan,
semangat berprestasi, dan semangat pantang menyerah. Pesan-pesan
kepahlawanan juga dapat dimunculkan dalam cerita ini.
f. Cerita Keagamaan
Dengan berkembangnya kesadaran beragama di kalangan
masyarakat, cerita keagamaan di kalangan anak-anak juga banyak
merebak, baik dalam bentuk buku-buku cerita maupun aktivitas
bercerita di sekolah. Dalam perkembangan lainnya, cerita keagamaan
juga banyak dikemas dalam bentuk cerita bergambar yang lebih
menarik untuk berbagai usia. Cerita keagamaan bisa diambil dari cerita
para Nabi, cerita sahabat Nabi, dan sebagainya. Pesan spiritual dan
pesan moral sangat dominan dalam cerita jenis ini.26
26Tadzkiroatun Musfiroh, Op.Cit., hlm. 68-72.
23
4. Kelebihan dan Kekurangan dari Metode Cerita
a. Kelebihan/manfaat Metode Cerita
1) Dapat membangkitkan minat anak
2) Menumbuhkan sikap perilaku yang positif pada anak
3) Menanamkan nilai-nilai moral
4) Melatih pendengaran
5) Mengendalikan emosi
6) Memperkaya kosa kata
7) Mengembangkan daya fakir
8) Menumbuhkan rasa cinta tanah air.27
b. Kekurangan/kelemahan Metode Cerita
1) Guru tidak dapat mengetahui secara pasti sampai dimana para
siswa telah mengerti (memahami) keterangan-keterangan dari
guru.
2) Dalam diri siswa kemungkinan besar akan terbentuk konsep-
konsep yang lain dari pada kata-kata yang dimaksudkan guru.
Kesukaran utama bagi siswa terletak dalam memahami dan
menafsirkan istilah-istilah.
3) Siswa cenderung bersifat pasif, kurang dapat mengemukakan
pendapat-pendapat sehingga inisiatif dan daya kreasinya tertahan.
4) Para siswa sukar mengkonsentrasikan perhatian mereka tarhadap
keterangan-keterangan guru, terutama pada siang atau sore hari.28
B. Kemampuan Sosialisasi Anak Usia Dini
1. Pengertian Anak Usia Dini
Setiap orang tua pasti mendambakan dan menanti-nantikan
kehadiran anak, selain sebagai suatu kebanggaan, juga diharapkan dapat
menjadi penerus keturunan bagi mereka. Tangisan bayi yang baru lahir
27H. Mansyur, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Dirjen Bimbaga, 1998), hlm.
146. 28Ibid., hlm. 147.
24
akan disambut dengan penuh gembira dan harapan dari kedua
orangtuanya.29
Anak adalah keturunan yang kedua setelah ibu bapak atau manusia
yang masih kecil. Masa dini adalah berkisar antara usia 3 sampai 6
tahun.30 Masa dini juga bisa dikatakan suatu masa pada anak yang belum
memasuki usia sekolah dasar. Pakar psikologi berbeda pendapat dalam
menetapkan batas usia anak usia dini, diantaranya:
Soemiarti Patmonodewo mengatakan anak usia dini adalah mereka
yang berusia 3 sampai 6 tahun. Mereka biasanya mengikuti program
prasekolah atau kindergarten. Masa ini umumnya anak usia prasekolah
yang mengikuti program penitipan anak antara 3 bulan sampai 5 tahun,
kelompok bermain 3 tahun, sedangkan usia 4 sampai 6 tahun anak
mengikuti program taman kanak-kanak.31
Jalaluddin membagi masa usia dini pada dua masa yaitu masa
antara 0 sampai 2 tahun, masa ini merupakan masa vital bagi anak dan
masa 3 sampai 6 tahun, masa ini merupakan masa estetik bagi anak. Masa
estetik adalah suatu masa yang akan dapat dididik secara langsung yaitu
melalui pembiasaan kepada hal-hal yang baik.32
Anak usia dini (0 sampai 6 tahun) adalah seseorang yang belum
baligh dan belum mempunyai beban taklif, yaitu belum dibebankan untuk
melaksanakan hukum-hukum syara’ baik yang terkait dengan ibadah,
mu’amalah, akhlaq, dan lain-lain. Namun tidak berarti pendidikan baru
diberikan kepada anak pada saat usia baligh. Rasulullah SAW telah
menuntun kita untuk memulai pendidikan sejak dini, Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:
29Zainuddin, Anak dan Lingkungan Menurut Pandangan Islam, (Jakarta: Andes
Utama Prima, 1994) cet.1, hlm. 1. 30Hadi Subrata, Meningkatkan Intelegensi Anak Balita, (Jakarta: Gunung Mulia,
1988) cet 1., hlm. 69. 31Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Usia Prasekolah, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2000) cet.1, hlm. 19. 32Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001)
cet.1, hlm. 131.
25
حدلالاىل اطلب العلم من املهدArtinya: Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat
33
Masa anak-anak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh
ketergantungan, yakni kira-kira usia 2 tahun sampai saat anak matang
secara seksual yakni kira-kira usia 13 tahun untuk wanita dan 14 tahun
untuk pria. Selama periode ini (kira-kira 11 tahun yang signifikan, baik
secara fisik maupun psikologis). Sejumlah ahli membagi masa anak-anak
menjadi dua, yaitu masa anak-anak awal dan masa anak-anak akhir. Masa
anak-anak awal berlangsung dari usia 2 tahun sampai 6 tahun, dan masa
anak-anak akhir dari usia 6 tahun sampai anak matang secara seksual.34
2. Batasan Anak Usia Dini
Dalam undang-undang perlindungan anak UU PA Bab 1 pasal 1
ayat 1 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah “seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.” Sedangkan menurut UU no. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dalam Bab 1 pasal 1 ayat 14, yang dimaksud
anak usia dini adalah mereka yang berusia antara 0 sampai 6 tahun.
Batasan tersebut diatas jelas menegaskan bahwa anak usia dini adalah
bagian dari usia anak.35
Sementara itu ada kategori lain menurut para ahli tufts University
misalnya, merinci 4 kategori yaitu: bayi (usia 0-2) tahun, usia dini (usia 2-
6) tahun, kanak-kanak (usia 6-13) tahun, dan remaja (usia 13-16) tahun.
Dua kelompok pertama pada kategori ini mencakup pengertian pembelajar
usia dini seperti yang digariskan dalam UU no. 20 tahun 2003. Sementara
itu, Scott dan Ytreberg menyebut batasan usia 5 sampai 11 tahun sebagai
33
http://WWW.cahboyz.co.cc/2010/07/kewajiban-menuntut-ilmu.html/tgl 23
Mei 2011, jam 11.00 34Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 108. 35Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional RI Nomor 20 Tahun 2003,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 4.
26
pembelajar muda (young learner). Slattery dan Willis mengajukan 2
kelompok kategorisasi: Pembelajar sangat muda (< 7) tahun dan
pembelajar muda (> 7) tahun. Meskipun tidak menyebut secara eksplisit,
kategorisasi terakhir ini mencakup pembelajar kanak-kanak namun
mengesampingkan pembelajar remaja. Apabila interpretasi ini benar, maka
pembelajar muda dalam kategori ini meliputi mereka yang memiliki usia
antara 7-13 tahun. Batasan ini mendekati batasan yang disebut oleh Scott
dan Ytreberg. Sedangkan menurut ahli dalam pendidikan, anak usia dini
adalah mereka yang berusia 0-8 tahun.36
Berdasarkan beberapa batasan pengertian di atas, maka yang
dimaksud anak usia dini adalah anak yang belum memasuki usia sekolah
dasar, berumur antara usia 3 sampai 6 tahun yang dididik langsung oleh
kedua orangtuanya di lembaga pendidikan informal (keluarga) serta
dididik oleh guru di lembaga pendidikan formal (TKA/TPA).37
Batasan yang digunakan oleh The National Association for The
Education of Young Children (NAEYC), dan para ahli pada umumnya,
yaitu:
a) Early Childhood (anak masa awal), adalah anak sejak lahir sampai
dengan usia 8 tahun. Batasan ini digunakan untuk anak yang belum
mencapai usia sekolah (preschool).
b) Early Childhood Setting (tatanan anak masa awal), menunjukkan
pelayanan untuk anak sejak lahir sampai dengan usia 8 tahun suatu
pusat penyelenggaraan, rumah, atau institusi seperti Kinderganten,
Sekolah Dasar dan program rekreasi yang menggunakan sebagian
waktu atau penuh.
c) Early Childhood Education (pendidikan awal masa anak) terdiri
pelayanan yang diberikan dalam tatanan awal masa anak.38
36
http://guruenglish.wordpress.com/2008/12/21/usia-dini-dan-pendidikan-
anak-usia-dini/tgl 17 Desember 2010 jam 13.49. 37Hadi Subrata, Op.Cit., hlm. 43.
38Soemoarti patmonodewo, Op.Cit., hlm. 43.
27
Pendidikan anak usia dini adalah upaya “mencerdaskan kehidupan
bangsa” bagi mereka yang berusia antara 0-6 tahun, yaitu “upaya
pembinaan yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih
tinggi”.39 Bentuk penyelenggaraan pendidikan anak usia dini dapat
dilakukan melalui berbagai cara. Menurut pasal 28, pendidikan anak usia
dini dapat diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar baik melalui
jalur pendidikan formal, yang dapat berbentuk Taman Kanak-kanak (TK),
Raudhatul Athfal, atau yang sederajat: non formal, yang dapat berbentuk
Kelompok Bermain (KB) atau Taman Penitipan Anak (TPA): dan jalur
pendidikan informal yang berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan masyarakat.40 Dalam pembelajaran bilingual pada
pendidikan anak usia dini dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai
modul pendidikan seperti yang dimaksud dalam pasal 28 tersebut di atas.
Namun demikian, sesuai dengan batasan tentang pengertian usia dini yang
digunakan dalam tulisan ini seperti yang dikemukakan di bagian
sebelumnya, pendidikan setingkat sekolah dasar dapat juga digunakan
sebagai modul pembelajaran bilingual.
Berdasarkan pada batasan usia sebagaimana telah disebutkan di
atas, anak usia dini dapat dikelompokkan menjadi: (1) masa Bayi, yaitu
usia lahir sampai 12 bulan; (2) masa Toddler (batita) yaitu usia 1 sampai
dengan 3 tahun; (3) dan masa prasekolah yaitu usia 3 sampai dengan 5
tahun.41 Sedangkan menurut pakar tahapan ini ditambah dengan satu
tahapan lagi yaitu (4) masa kelas awal Sekolah Dasar yaitu antara usia 6
sampai dengan 8 tahun.
PAUD merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang menitik beratkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan
39Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional RI Nomor 20 Tahun 2003, Bab 1
Pasal 1 Ayat 14, Log.Cit 40Ibid., hlm. 19.
41Soemiarti Patmonodewo, Op.Cit., hlm. 44.
28
perkembangan fisik dan kecerdasan: daya fikir, daya cipta, emosi,
spiritual, berbahasa/komunikasi, dan sosial.
Oleh masyarakat, PAUD diidentikkan pendidikan TK. Tentu
pendapat ini kurang tepat mengingat pendidikan TK hanya dialami anak
satu atau dua tahun. Itu pun jika anak sempat merasakan pendidikan TK.
Mengingat batasan PAUD adalah usia anak sejak lahir hingga enam tahun,
PAUD lebih banyak dilaksanakan di lingkungan keluarga. Dengan
demikian, keluargalah yang paling bertanggung jawab pada PAUD.
3. Perkembangan Anak Usia Dini
Para ahli pendidikan sepakat bahwa setiap periode perkembangan
memiliki tugas perkembangan masing-masing. Pendidikan prasekolah bagi
anak seharusnya dirancang sesuai dengan tugas perkembangan anak,
supaya anak mampu mencapai tugas-tugas perkembangan mereka secara
optimal.42
Perkembangan atau development berarti serangkaian perubahan
progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan
pengalaman.43 Dalam kamus Psikologi ada tiga arti perkembangan yaitu:
pertama, perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam
organisme, mulai lahir sampai mati. Kedua, perubahan dalam bentuk dan
dalam integrasi dari jasmaniah. Ketiga, kedewasaan atau kemunculan
pola-pola dari tingkah laku yang tidak dipelajari.44
Dari ketiga arti di atas dapat dipahami bahwa perkembangan
adalah perubahan. Perubahan pada diri manusia terdiri dari dua perubahan
yaitu perubahan secara kualitatif akibat dari perubahan psikis dan
perubahan kuantitatif akibat dari perubahan fisik. Perubahan kualitatif
disebut perkembangan.45 Namun perubahan kualitatif yang dimaksud
42Theo RIyanto dan Martin Handoko, Pendidikan pada Usia Dini: Tuntutan
Psikologi dan Pedagogis bagi Pendidik dan Orangtua, (Jakarta: PT Grasindo, 2004),
hlm. Vi. 43Abdul Mudjib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002) cet.III, hlm. 91. 44Kartini Kartono, Kamus Psikologi, (Jakarta: Rajawali Press, 1989), hlm. 134.
45 Abdul Mudjib dan Jusuf Mudzakr, Log.Cit
29
adalah perubahan kualitatif dari segi fungsional manusia. Perkembangan
tidak ditentukan dari segi material sebagaimana pada pertumbuhan, tetapi
dilihat dari segi fungsi-fungsi.
Perubahan kualitatif dari segi fungsi disebabkan oleh adanya
proses pertumbuhan material yang memungkinkan adanya fungsi dan
disebabkan oleh adanya perubahan tingkah laku pengalaman atau belajar.
Jadi dapat diartikan bahwa perkembangan adalah perubahan kualitatif dari
segi fungsi kepribadian akibat dari pertumbuhan dan pengalamn atau
belajar46
Dalam proses perkembangan terjadi perubahan kualitatif dari segi
fungsi. Perubahan-perubahan tersebut meliputi beberapa aspek baik fisik
maupun psikis. Adapun Aspek fisik yang berkembang yaitu
perkembangan fungsi motorik pada bagian-bagian tubuh, fungsi sensorik
pada alat-alat indera, fungsi neurotik pada sistem saraf, fungsi seksual
pada bagian-bagian tubuh yang erotis, fungsi pernafasan pada alat
pernafasan, fungsi pencernaan makanan pada alat pencernaan.
Adapun aspek psikis yang berkembang pada manusia khususnya
anak usia prasekolah adalah perkembangan kognitif, perkembangan emosi
dan perkembangan sosial anak, perkembangan moral dan perkembangan
keberagamaan.47
a. Perkembangan Pikiran
Perkembangan pikiran selalu setingkat dan sejalan dengan
perkembangan sosial, bahasa adalah alat untuk berfikir. Karena itu
sering dikatakan bahwa berfikir adalah berbicara yang tidak diucapkan
dan bercakap adalah berfikir yang tidak diucapkan.
Pada masa ini anak baru berada dalam tingkat berfikir konkret.
Artinya fikirannya masih erat hubungannya dengan benda atau
46Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991) cet.1,
hlm 5. 47Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, (Jakarta: Gunung
Mulia, t, th), hlm. 49.
30
keadaan-keadaan nyata. 48 Ia akan menolak memakan sesuatu makanan
apabila ia pernah mengalami sakit perut sesudah makan makanan
sejenis itu. Dengan demikian dapat dijelaskan betapa pentingnya
orangtua/guru melatih anak untuk menggunakan bahasa dengan teratur.
Dalam kehidupan sehari-hari istilah pikiran sering dianggap
identik dengan istilah penalaran, kecerdasan, dan intelegensi. Tetapi
bisa pula diartikan bahwa pikiran adalah hasil kegiatan berfikir.
Kegiatan berfikir menggunakan sarana atau alat yang disebut akal atau
otak.49 Dengan demikian yang dimaksud dengan perkembangan pikiran
adalah hal-ihwal kemampuan berfikir manusia pada masa kanak-kanak.
b. Perkembangan Daya Ingat
Ingatan adalah suatu daya jiwa yang dapat menerima,
menyimpan dan memproduksi kembali pengertian-pengertian atau
tanggapan-tanggapan. Ingatan dipengaruhi oleh sifat perorangan,
keadaan di luar jiwa (misalnya alam sekitar, keadaan jasmani) dan
keadaan jiwa (misalnya kemauan, perasaan) serta umur.50
Daya ingatan anak akan bersifat tetap jika anak telah mencapai
umur 4 tahun. Selanjutnya daya ingatan anak akan mencapai intensitas
terbesarnya jika anak berumur 8 sampai 12 tahun.
Sebelum berumur setengah tahun (0;6), pada umumnya anak
belum mengenal benda disekitarnya secara hakiki. Misalnya seorang
ibu menyodorkan sendok makan kepadanya, anak mengenal keadaan
itu, tetapi jika sendok itu ditaruh atau diletakkan di atas meja, maka
anak sudah tidak mengenal benda itu lagi. Baru setelah berumur lebih
dari satu tahun, secara perlahan-lahan anak mulai mengenal
lingkungannya.51
c. Perkembangan Bahasa
48Agoes Soejanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm.
72. 49Abdul Rahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahib, Psikologi: Suatu Pengantar
dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004) cet.1, hlm. 63-64. 50Agus Suyanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Aksara Baru, 1979), hlm. 49.
51Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, Op.Cit., hlm. 58.
31
Pada akhir tahun pertama kelahiran anak dan menjelang tahun
kedua, ada perkembangan anak yang menonjol yakni mulai
menunjukkan kemampuannya untuk dapat berjalan sendiri dan
kemampuan berbahasa atau berbicara. Penggunaan bahasa berikutnya
secara berangsur, anak akan mengikuti bakat serta ritme perkembangan
yang dialami.52
Perkembangan bahasa merupakan salah satu perubahan psikis
yang harus diperhatikan oleh orang tua sebagai pendidik untuk anak-
anaknya. Pada masa ini sebaiknya orang tua membiasakan kepada
anaknya untuk senantiasa mengucapkan kata-kata yang baik, sehingga
anak dapat terbiasa untuk mengucapkannya hingga usia dewasa.
d. Perkembangan Perasaan
Pada umumnya perbuatan kita sehari-hari disertai dengan
perasaan-perasaan tertentu, yaitu perasaan senang atau tidak senang.
Perasaan biasanya disifatkan sebagai suatu keadaan (state) dari individu
pada suatu waktu misalnya orang merasa sedih, senang, terharu dan
sebagainya.53
Bagi anak-anak, perkembangan perasaan itu sangat cepat dan
besar sekali sehinggga umumnya anak-anak akan lebih emosional
dibandingkan dengan orang dewasa. Pandangan mereka akan mudah
merasa senang, periang, sedih dan susah atau justru kesenangan orang
lain pun belum mereka hayati dengan baik.
e. Perkembangan Fantasi
Fantasi adalah imajinasi untuk membentuk tanggapan-
tanggapan lama yang telah ada, dan tanggapan-tanggapan yang baru itu
tidak harus sama atau sesuai dengan benda-benda yang ada.54 Pada
masa usia prasekolah berkembangan rasa fantasi pada anak, karena
pada masa ini disebut juga masa fantasi. Mereka menyenangi kreasi
52 Ibid, hlm. 59.
53Abdul Rahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab, Op.Cit., hlm. 152.
54Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin
Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 27.
32
yang bersifat fantasi baik dalam mendengar dan membuat cerita
ataupun menciptakan sesuatu secara sederhana.
Periode ini merupakan periode yang penting bagi perkembangan
kognitif anak. Imajinasi memberi kesempatan pada anak untuk
mencoba ide dan mengembangkan cara menyelesaikan masalah. Anak
mulai tertarik untuk mengetahui segala sesuatu dan bertanya secara
terus menerus.
f. Perkembangan Sosial
Pada masa antara 3 sampai 5 tahun, sikap sosial yang positif
bagi anak akan muncul dan mulai berkembang. Perkembangan sikap
sosial didukung oleh perkembangan emosi dan proses berfikir yang
semakin meningkat. Perkembangan merupakan faktor yang penting
bagi anak-anak untuk mencapai sukses dalam melaksanakan tugas
perkembangannya.55
Pada usia ini, anak berkembang dari kemelitan egosentris
(egocentric curiosity) ke kapasitas untuk bergaul dengan sebayanya.
Mereka cenderung ke sifat egosentris, dimana cenderung memikirkan
kepentingan diri sendiri dari pada orang lain.
g. Perkembangan Emosi
Utami Munandar mengemukakan bahwa anak kecil atau usia
prasekolah cenderung melampiaskan emosi dalam perilakunya. Anak
masih bersifat egosentris (terpusat pada diri sendiri) yang tampak dalam
perilakunya yang sering kurang terkendali. Perkembangan emosi
ditandai dengan munculnya sikap egosentris pada diri setiap anak.
Perkembangan emosi ini muncul disebabkan oleh kesadaran
anak bahwa dirinya mempunyai kemauan dan kehendak sendiri yang
dapat berbeda dengan orang lain. Kesadaran itu merupakan awal dari
usaha untuk mewujudkan diri sebagai suatu individu dengan
menunjukkan bahwa dirinya tidak sama dengan orang lain.
55Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Op.Cit., hlm 131.
33
Masa ini merupakan masa kritis pertama yang sangat
memerlukan kesabaran dan kebijaksanaan. Orangtua sebaiknya sebagai
pendidik tidak memaksakan kehendak kepada anak, akan tetapi anak
harus ditumbuhkan kebiasaan melakukan sesuatu yang baik.
h. Perkembangan Moral
Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap
moralitas terhadap kelompok sosialnya (orangtua, saudara dan teman
sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain (orangtua,
saudara dan teman sebaya) anak belajar memahami tentang kegiatan
atau perilaku mana yang baik/boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak
boleh/tidak disetujui.56
i. Perkembangan Keagamaan
Anak dilahirkan dalam keadaan lemah, baik fisik maupun
psikis. Walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki
kemampuan bawaan (hereditas). Potensi bawaan ini memerlukan
pengembangan melalui bimbingan dan arahan. Salah satu potensi
bawaan yang dibawa manusia adalah potensi beragama. Potensi
beragama berperan penting di dalam mengarahkan potensi tersebut.
Perkembangan beragama pada anak-anak melalui tiga tingkatan,
salah satunya adalah perkembangan beragama usia 3-6 tahun atau
prasekolah. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak
dipengaruhi oleh kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama
pun anak masih menggunakan konsep fantasi.57
Menurut Milton dan Hurlock menyatakan “masa kanak-kanak
meramalkan masa dewasa, sebagaimana pagi hari meramalkan hari
baru.”
56Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 175. 57Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) cet.VI,
hlm. 66.
34
Kebanyakan psikolog anak mengatakan bahwa tahun-tahun
prasekolah dari usia sekitar 2-5 tahun adalah paling penting dari seluruh
tahap-tahap perkembangan dan suatu analisis fungsional tahapan
tersebut jelas menunjukkan kesimpulan yang sama. Karena pada fase
ini merupakan periode diletakkannya dasar struktur perilaku kompleks
yang dibangun sepanjang kehidupan anak.
Sedangkan menurut Jean Piaget seorang ahli perkembangan
anak menyatakan tentang tahap perkembagan kognitif anak, pada usia
2-4 tahun anak berada pada tahap Preoperational Phrase. Pada tahap
ini, anak sangat self-centered dan egosentris; ia hanya memahami
kehidupan dari perspektifnya. Maka tidak heran bila mereka sering
tidak memahami pendapat orang lain, termasuk orangtuanya sendiri.
4. Macam-macam Kemampuan Sosial
Awal masa kanak-kanak sering disebut sebagi masa pra
kelompok dasar. Untuk sosialisasi pada awal kanak-kanak (usia dini)
dapat dilihat dari meningkatnya hubungan sosial antara anak-anak
dengan teman sebayanya dari tahun ke tahun. Menurut Hurlock, bahwa
anak usia 2 dan 3 tahun telah menunjukkan minat yang nyata untuk
melihat anak-anak lain dan berusaha mengadakan kontak sosial dengan
mereka.58
Yusuf LN mengemukakan bahwa perkembangan sosial
merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial sebagai
proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral, dan tradisi serta meleburkan diri menjadi satu
kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama.59 Sedangkan
menurut Suenn Robinson Ambron dalam buku karya Yusuf LN,
mengartikan sosialisasi sebagai proses belajar yang membimbing anak
58Elizabeth B. Hurlock, Op.Cit., hlm. 17.
59Syamsu Yusuf LN, Op.Cit., hlm. 122.
35
kearah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.60
Menurut Soemiarti Padmonodewo, anak prasekolah memiliki
ciri sosial sendiri. Ciri sosial anak prasekolah adalah sebagai berikut:
Anak prasekolah biasanya memiliki satu atau dua orang teman,
namun pertemanan itu tidak berlangsung lama; Kelompok bermainnya
cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisasi secara baik; Anak yang
lebih muda biasanya bermain dengan anak yang lebih besar; Pola
bermain anak prasekolah sangat bervariasi fungsinya sesuai dengan
kelas sosial dan gender; Perselisihan terjadi tapi tidak lama kemudian
sudah berbaikan kembali; Telah menyadari peran jenis kelamin dan sex
typing.61
Hurlock memaparkan pola perilaku sosial anak sebagai berikut:
a. Meniru
Anak meniru sikap dan perilaku orang yang sangat ia
kagumi agar sama dengan kelompok.
b. Persaingan
Keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang lain
sudah tampak pada usia 4 tahun. Ini dimulai di rumah dan
kemudian berkembang dalam bermain dengan anak diluar rumah.
c. Kerjasama
Pada akhir tahun ketiga bermain kooperatif kelompok mulai
berkembang dan meningkat baik dalam frekuensi maupun lamanya
berlangsung.
d. Simpati
Simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan dan
emosi orang lain. Maka hal ini hanya kadang-kadang timbul
sebelum usia 3 tahun.
60Syamsu Yusuf LN, Op.Cit., hlm. 123.
61 Soemiarti Padmonodewo, Op.Cit., hlm 35.
36
e. Empati
Empati membutuhkan pengertian tentang perasaan dan
emosi orang lain tetapi disamping itu juga membutuhkan
kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain,
seperti halnya bermain.
f. Dukungan Sosial
Menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak, dukungan
sosial dari teman-taman menjadi lebih penting dari pada
persetujuan orang dewasa.
g. Membagi
Anak mengetahui bahwa salah satu cara untuk memperoleh
persetujuan sosial adalah dengan membagi miliknya terutama
mainan untuk anak lain, hal tersebut karena adanya pengalaman
bersama orang lain.
h. Perilaku Akrab
Anak berangsur-angsur memberikan kasih sayang kepada
orang lain diluar rumah.62
Sikap anak-anak terhadap orang lain dan pengalaman sosial
dan seberapa baik mereka dapat bergaul dengan orang lain,
sebagian besar akan tergantung pada pengalaman belajar selama
bertahun-tahun awal kehidupan yang merupakan masa
pembentukan. Apakah mereka akan belajar menyesuaikan diri
dengan tuntutan sosial dan menjadi pribadi yang dapat
bermasyarakat tergantung pada empat faktor.
Pertama, kesempatan yang penuh untuk sosialisasi adalah
penting karena anak-anak tidak dapat belajar hidup bermasyarakat
dengan orang lain jika sebagian besar waktu mereka dipergunakan
seorang diri. Kedua, dalam keadaan bersama-sama anak-anak tidak
hanya harus mampu berkomunikasi dalam kata-kata yang dapat
dimengerti orang lain, tetapi juga harus mampu berbicara tentang
62Elizabeth B. Hurlock, Op.Cit., hlm. 118.
37
topik yang dapat difahami dan menarik bagi orang lain. Ketiga,
anak akan belajar sosialisasi hanya apabila mereka mempunyai
motivasi untuk melakukannya. Motivasi sebagian besar bergantung
pada tingkat kepuasan yang dapat diberikan oleh aktivitas sosial
kepada anak. Keempat, metode belajar yang efektif dengan
bimbingan adalah penting.63
5. Upaya untuk Meningkatkan Sikap Sosial Anak Melalui Metode
Cerita
Menurut Sujiono dan Nurani, setiap anak akan melalui proses
yang panjang dalam perkembangan sosial. Berikut ini adalah proses
sosialisasi pada setiap individu mulai dari kecil sampai dewasa:
a. Proses Imitasi
Prroses ini berupa peniruan terhadap tingkah laku atau sikap
serta cara pandang orang dewasa (model) dalam aktifitas anak yang
dilihat pada saat belajar bergaul dengan orang-orang terdekatnya
(orang tua).
b. Proses Identifikasi
Prose ini berupa proses terjadinya pengaruh sosial pada
seseorang yang didasarkan pada orang tersebut untuk menjadi seperti
individu yang dikaguminya.
c. Proses Internalisasi
Proses ini berupa proses penanaman serta penyerapan nilai-
nilai.
Sebagai makhluk sosial, individu mengalami sosialisasi
sepanjang kehidupannya sejak ia dilahirkan sampai meninggal dunia.
Menurut Burger dan Lukman, sosialisasi dibedakan menjadi dua tahap:
a) Sosialisasi Primer, sebagai sosialisasi yang pertama dijalani individu
semasa kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat. Dalam
tahap ini proses sosialisasi primer membentuk kepribadian anak ke
63Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak; Edisi Keenam, (Jakarta: Erlangga,
1978), hlm. 251-252.
38
dalam dunia umum dan keluarga yang berperan sebagai agen
sosialisasinya.
b) Sosialisasi Sekunder, didefinisikan sebagai proses berikutnya yang
memperkenalkan individu yang telah disosialisasikan ke dalam
sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya.64
Menurut Talcot Parson proses sosialisasi pada masa kanak-kanak
awal terjadi dalam beberapa fase. Fase-fase tersebut dalam proses
sosialisasi dijlaskan sebagai berikut:
Fase pertama, yaitu Fase Laten. Dalam fase ini sosialisasi yang
berlangsung belum terlihat nyata. Pengenalan anak terhadap diri sendiri
tidak jelas dan anak belum merupakan kesatuan individu yang berdiri
sendiri dan dapat melakukan kontak sosial dengan lingkungannya. Fase
kedua, yaitu Fase adaptasi. Dalam fase ini anak mulai mengadakan
penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya. Fase ketiga, yaitu Fase-
fase pencapaian tujuan. Tingkah laku anak yang sudah mencapai fase ini
dalam proses sosialisasinya tidak lagi hanya sekedar penyesuaian diri,
tetapi lebih terarah untuk maksud dan tujuan tertentu. Fase keempat, yaitu
Fase Integrasi. Dalam fase ini tidak lagi hanya sekedar penyesuaian
(adaptasi) atau pun untuk mendapatkan penghargaan dari orang tuanya
(tujuan), namun sudah menjadi bagian dari dirinya sendiri yang memang
ingin dilakukannya (integrasi dalam dirinya sendiri).
Menstimulasi perkembangan sosial anak dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Salah satunya adalah memberikan pengertian tentang
konsekuensi dari setiap perilaku sosial. Perilaku sosial yang positif seperti
kemampuan bersahabat, kemampuan memahami perbedaan, kemampuan
melakukan aktivitas yang dipuji secara sosial, dan kemampuan mengatasi
konflik perlu ditanamkan sejak dini. Guru atau orangtua dapat
mentransmisikan nilai-nilai sosial kepada anak melalui kegiatan yang
menyentuh kognisi dan afeksi anak. Menurut Musfiroh, Transmisi yang
64Ihromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1999), hlm. 32.
39
paling menyentuh adalah dengan mengajak anak berbicara dengan
perumpamaan yang teridentifikasi oleh anak.65 Kegiatan yang dimaksud
adalah bercerita.
Aspek perkembangan sosial yang perlu dikembangkan melalui
kegiatan bercerita adalah:
a) Kecakapan bersahabat yang meliputi asosiasi, konversasi
(percakapan), dan persahabatan.
b) Kecakapan berbuat baik meliputi kecakapan merawat, bersikap
lembut, kecakapan menolong, dermawan, melindungi,
mengembangkan kepekaan dan kepedulian.
c) Kecakapan berteman dan berbalas kasih yang meliputi kemampuan
menerima perbedaan bangsa, suku, agama, dan usia.66
Cerita atau dongeng merupakan media informasi dan komunikasi
yang digemari anak-anak, melatih kemampuan mereka dalam memusatkan
perhatian dalam beberapa waktu terhadap objek tertentu. Anak-anak
memperoleh banyak hal dari cerita atau dongeng. Dalam proses
perkembangannya, cerita atau dongeng senantiasa mengaktifkan tidak
hanya aspek-aspek intelektualnya saja, tetapi juga aspek kepekaan,
kehalusan budi, emosi, seni, fantasi, dan imajinasi.
65Tadzkiroatun Musfiroh, Memilih, Menyusun dan Menyajikan Cerita untuk
Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 57. 66Ibid., hlm. 57-58.
40
BAB III
KAJIAN OBJEK PENELITIAN
A. Tinjauan Umum TK Tarbiyatul Athfal 14
1. Sejarah Singkat TK Tarbiyatul Athfal 14
Taman Kanak-Kanak Tarbiyatul Athfal merupakan pendidikan
Anak Usia Dini yang dikelola oleh yayasan muslimat NU dan pengurus
muslimat yang berdiri berdasarkan hasil keputusan bersama antara
masyarakat sekitar dan pengurus tertanggal 1 Juni 2008 di Plantaran.
Taman Kanak-Kanak Tarbiyatul Athfal didirikan pada tahun 2008.
Awal mula didirikannya TK Tarbiyatul Athfal karena adanya keresahan
masyarakat sekitar dengan berdirinya TK yang cenderung mengarahkan
masyarakat untuk mengikuti ajaran kristian. Selain itu, lokasi TK yang
bernuansa Islam juga sangat jauh dari lingkungan sekitar. Karena itu
tokoh-tokoh masyarakat Islam tergerak hatinya untuk mendirikan TK yang
berlandaskan ajaran Islam. Awal dibukanya TK Tarbiyatul Athfal,
kegiatan belajar mengajar berada di gedung TPQ Miftahul Athfal dengan
meminjam dua ruangan yaitu ruang kantor dan satu ruang kelas, serta
halaman parkir untuk tempat bermain di luar kelas. Semua itu disebabkan
karena TK Tarbiyatul Athfal belum memiliki gedung sendiri.
Pada tahun Pertama, TK tarbiyatul Athfal telah membuka dua kelas
yakni kelas A dan kelas B dengan jumlah anak didik 20 orang. Terbagi
dalam 9 anak kelas A dan 11 anak kelas B dengan guru pengajar 2 orang
dan 1 kepala sekolah.
Tahun 2011 merupakan peresmian gedung TK Tarbiyatul Athfal
dan MDA Miftahul Athfal yang dibangun dari dana bantuan pemerintah
melalui program PNPM dan dari dana swadaya masyarakat. Gedung TK
Tarbiyatul Athfal yang baru dibangun, berada satu lokasi dengan gedung
MDA Miftahul Athfal.1
1Siti Samsiyah, Arsip TK Tarbiyatul Athfal 14 th. 2008/2009.
41
Pada tahun ajaran kedua yaitu tahun 2010 semakin banyak
orangtua yang mendaftarkan anaknya untuk masuk kesekolah tersebut,
sehingga masing-masing kelas A dan B bertambah dengan jumlah peserta
didiknya 42 orang yang terbagi dalam 17 anak kelas A dan 25 anak kelas
B. Begitu juga dengan guru pengajar yang bertambah 1 orang.
Lokasi TK Tarbiyatul Athfal sendiri berada di Desa Plantaran
Dukuh Tangkisan Rt: 01 Rw: VII Kec. Kaliwungu Selatan Kab. Kendal.
Sebelah Utara TK Tarbiyatul Athfal yaitu merupakan kebun pisang milik
warga, sebelah Timur yaitu merupakan halaman dan jalan perbatasan
antara dukuh Tangkisan dengan Patukangan, sebelah Selatan yaitu
merupakan jalan desa, dan sebelah Barat yaitu merupakan rumah
penduduk.
Pelaksanaan pembelajarannya dilaksanakan 6x dalam seminggu,
yaitu dari hari senin sampai sabtu. Lama kegiatannya adalah 2 jam dimulai
dari pukul 07.30 dan berakhir pada pukul 09.30.2
2. Visi, Misi dan Tujuan
1. Visi TK
Menjadi Lembaga Pendidikan yang tangguh untuk
mewujudkan generasi yang berilmu dan bertaqwa.
2. Misi TK
1) Memberikan layanan pendidikan dengan menitik beratkan pada
kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan
kecerdasan Spiritual (SQ).
2) Menciptakan suasana belajar berbasis bermain, eksploratif, kreatif
dan menyenangkan.
3) Memberikan pendidikan yang baik dan berkualitas dalam rangka
mengemban amanat Allah SWT.
4) Mendidik dan menanamkan budi pekerti serta suri tauladan yang
baik, serta melatih kreativitas anak.
2Arsip Tk Tarbiyatul Athfal 14 th 2008/2009.
42
5) Mengokohkan pondasi kepribadian anak sebagai tahapan bagi
perkembangan dan pembentukan perilaku anak dalam tumbuh
kembangnya sebagai pribadi dan warga masyarakat.
3. Tujuan TK
1) Meletakkan dasar dan menanamkan nilai-nilai agama islam dalam
jiwa anak sejak dini, agar dikemudian hari menjadi manusia yang
bertaqwa, berbudi luhur dan cerdas.
2) Mengembangkan aktivitas dan kreativitas anak melalui berbagai
kegiatan edukatif, agar anak memiliki keterampilan, kemampuan
dan pengalaman yang bermanfaat bagi pertumbuhan kepribadian
dan pengembangan kehidupan di masa mendatang.
3) Menyiapkan anak untuk mengikuti pendidikan selanjutnya dengan
kualitas yang baik secara intelektual dan agamis.3
3. Program Pembelajaran
Program pembelajaran di TK Tarbiyatul Athfal 14 meliputi dua
bidang pengembangan kemampuan, yaitu: bidang pembentukan
kemampuan pembiasaan (pengembangan diri) dan bidang pengembangan
kemampuan dasar. Program pengembangan diri meliputi aspek
perkembangan moral, dan nilai-nilai agama, serta pengembangan sosial,
emosional dan kemandirian. Program kemampuan dasar merupakan
kegiatan yang dipersiapkan oleh pendidik untuk meningkatkan
kemampuan dan kreativitas anak sesuai dengan tahap perkembangannya,
yaitu: bahasa, kognitif, fisik-motorik, dan seni. Seluruh kegiatan
terintegrasi dalam pengembangan agama Islam. Berikut ini adalah tabel
kurikulum TK Tarbiyatul Athfal 14:
3Arsip TK Tarbiyatul Athfal 14 tahun 2008/2009, Ibid.
43
Tabel 3.1
Kurikulum TK Tarbiyatul Athfal 144
No Keterampilan Dasar Kegiatan Pembelajaran
1. Keterampilan
Fisik/motorik
Memasukan dan mengeluarkan benda
dari wadah, membuat garis tegak, miring
dan melengkung.
2. Kognitif Mengenal benda-benda dari sekitarnya,
memahami konsep sederhana dalam
kehidupan sehari-hari (meniru,
mengumpulkan benda sejenis,
menunjukkan rasa ingin tau yang besar).
3. Kemampuan
Bahasa
Menggunakan bahasa isyarat (seperti
menganggukan kepala, gerakan tubuh,
tangan dan mata), mengerti perintah
sederhana, mampu menguasai
perbendaharan kata dan mengucapkannya
dengan baik.
4. Perkembangan Seni Tepuk tangan mengikuti irama musik,
bernyanyi bebas sesuai dengan irama
musik, menggambar bebas dan mewarnai.
5. Perkembangan
Akhlak dan Sosial
Emosi
Terbiasa menolong, mudah bergaul,
mengerti miliknya sendiri, dapat
mengetahui identitas diri, menunjukkan
rasa percaya diri, dapat menjaga diri
sendiri serta hidup sehat.
6. Perkembangan
Moral dan Nilai-
nilai Agama
Meniru gerakan do’a/sholat yang
sederhana, megikuti aturan serta mampu
belajar berperilaku baik dan sopan,
menyayangi dan memelihara semua
ciptaan Tuhan.
4. Keadaan Pendidik
Dalam pelaksanaan pembelajaran di TK Tarbiyatul Athfal 14,
dipandu oleh 4 orang pendidik. Berdasarkan data yang ada, masing-
masing pendidik sama-sama berasal dari lingkungan akademik
sebagaimana yang terdapat dalam tabel berikut ini:
4Arsip TK Tarbiyatul Athfal 14 tahun 2008/2009, Ibid.
44
Tabel 3.2
Tenaga Pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14 Tahun 2010-20115
NO Nama L/P Jabatan Pendidikan
Terakhir
Alamat
1 Siti Samsiyah, S.Ag P Kepala
Sekolah
IAIN
Walisongo
Bumen Asri
Plantaran
2 Rahayu Kurniasih,
S.Fil.I
P Guru IAIN
Walisongo
Bumen Asri
Plantaran
3 Indah Qurotul ‘Aini
P Guru UNNES Tangkisan
Plantaran
4 Misronah, SE P Guru Unnisula Gentansari
Plantaran
5. Keadaan peserta didik
TK Tarbiyatul Athfal 14 Ds. Tangkisan-Plantaran Kec. Kaliwungu
Kab. Kendal dari awal berdiri hingga sekarang senantiasa mengalami
peningkatan jumlah peserta didiknya. Hal ini disebabkan karena TK
Tarbiyatul Athfal 14 senantiasa berusaha meningkatkan kualitas anak
didiknya. TK Tarbiyatul Athfal 14 bertekad untuk memberikan pelayanan
maksimal melalui tenaga pendidik yang profesional dalam mendidik anak
didiknya dengan penuh kesabaran, murah senyum, ramah, lugas,
berwibawa, menguasai materi dan memiliki kesiapan dalam
menyampaikan materi serta didukung dengan kurikulum yang
dipersiapkan dengan baik. Selain itu TK Tarbiyatul Athfal 14 juga
dilengkapi sarana dan prasarana yang sangat menunjang kegiatan belajar
5Arsip TK Tarbiyatul Athfal 14 th 2010/2011.
45
mengajar, sehingga menjadi tempat proses belajar mengajar yang baik,
kondusif dan menyenangkan bagi anak didiknya.6
Berdasarkan dokumentasi data peserta didik yang masuk di TK
Tarbiyatul Athfal 14 yang mulai dari awal tahun pertama didirikan sampai
sekarang adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3
Perkembangan peserta didik TK Tarbiyatul Athfal 147
NO Tahun Pelajaran Jumlah peserta didik
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 2010-1011 22 19 41
2 2009-2010 21 21 42
3 2008-2009 12 8 20
Dari uraian jumlah peserta didik yang masuk pada tahun ajaran
2008/2009 sampai tahun ajaran 2010/2011 jumlahnya cenderung naik
turun.
Kondisi peserta didik TK Tarbiyatul Athfal 14 terbagi menjadi
dua kelas yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.4
Jumlah peserta didik tahun 2010-20118
Kelas Jumlah Peserta Didik
Laki-laki Perempuan Jumlah
A 8 9 17
B 14 10 24
Jumlah 22 19 41
Latar belakang anak didik sangat beragam, ada yang berasal
dari keluarga petani, buruh pabrik, pedagang dan penjual jasa (ojek/
6Wawancara dengan Siti Samsiyah, kepala TK Tarbiyatul Athfal 14, 16 Februari 2011
7Arsip TK Tarbiyatul Athfal 14 tahun 2010/2011, Op.Cit..
8Op.Cit.
46
sopir). Namun latar belakang dari keluarga buruh pabrik yang paling
sangat dominan, karena secara geografis TK Tarbiyatul Athfal 14
berada di lingkungan yang dekat dengan pabrik-pabrik.
6. Keadaan Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pendidikan di TK
Tarbiyatul Athfal 14 merupakan salah satu aspek yang mempunyai peran
yang sangat penting untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Dalam perkembangannya, TK Tarbiyatul Athfal 14 mempunyai beberapa
sarana dan prasarana yang selalu diusahakan dengan baik.
TK Tarbiyatul Athfal 14 sendiri berada satu lokasi dengan gedung
MDA Miftahul Athfal yang memiliki 7 ruang. Ke 7 ruang tersebut terbagi
atas satu ruang kepala sekolah dan tata usaha untuk TK dan MDA, 5 ruang
kelas yang terbagi atas 2 ruang kelas untuk TK dan 3 ruang kelas untuk
MDA. Untuk tempat penyimpanan alat-alat bermain sendiri berada di
ruang kelas masing-masing, sedangkan alat peraga pembelajaran berada di
ruang kepala sekolah TK. Sedangkan untuk taman baca berada di tengah-
tengah ruang kepala sekolah TK dan MDA. Selain itu ada halaman yang
cukup luas untuk arena bermain.
TK Tarbiyatul Athfal 14 juga dilengkapi dengan sarana dan
prasarana anak seperti ayunan, perosotan, bola dunia, jungkat-jungkit,
tangga melengkung dan mangkok putar.9
9Wawancara dengan Siti Samsiyah (kepala sekolah TK Tarbiyatul Athfal 14), 24 Februari
2011
47
7. Struktur Organisasi
Susunan Pengurus TK Tarbiyatul Atfal 1410
Ketua
10Arsip TK Tarbiyatul Athfal 14 tahun 2010/2011, Op.Cit.
Penanggung
Jawab Penasehat Pelindung
BENDAHARA 1. Ambar Astuti
2. Zahrotuddiniyah
SEKRETARIS I
Sigit Purnomo
SEKRETARIS II
Misronah, SE
Seksi Pendidikan
1. Siti Samsiyah,
S.Ag
2. Rahayu
Kurniasih, S.Fil.I
3. Indah Qurrotul
Aini
Seksi Usaha / Dana
1. Bayu Adi P
2. Wawan
3. Kamim
Seksi Sarpras
1. Surahman
2. M. Jayuli
3. Mufidin
4. Ngadiyo Jabir
Seksi Humas
1. Agus Wahyudi
2. Istirochah
3. Azizah
4. Siswanto
48
B. Pelaksanaan Metode Cerita untuk Meningkatkan Kemampuan
Sosialisasi Anak Usia Dini di TK Tarbiyatul Athfal 14 Plantaran
Kaliwungu Kendal
Setiap Taman Kanak-Kanak selalu berusaha untuk mengembangkan
aspek-aspek perkembangan yang dimiliki anak usia dini sebagai peserta didik
agar dapat berkembang secara optimal. Salah satu aspek yang dikembangkan
di TK Tarbiyatul Athfal 14 adalah kemampuan sosialisasi anak usia dini. Agar
dapat memperoleh informasi tentang Pelaksanaan Metode Cerita sebagai salah
satu metode pembelajaran di TK Tarbiyatul Athfal 14, maka peneliti
melakukan pengamatan dan wawancara dengan bu Indah selaku guru pengajar
disana. Beliau mengungkapkan bahwa metode cerita digunakan sebagai salah
satu metode pembelajaran di TK Tarbiyatul Athfal 14. Menurut bu Indah,
dengan menggunakan metode cerita beberapa aspek perkembangan yang
dimiliki peserta didik dapat dikembangkan termasuk kemampuan sosialisasi
anak.
1. Tujuan
Tujuan pelaksanaan pembelajaran dengan metode cerita adalah
untuk membiasakan peserta didik senang membaca melalui cerita.
2. Materi
Dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode cerita di TK
Tarbiyatul Athfal 14, pendidik disana memilih beberapa materi. Materi-
materi tersebut berasal dari beberapa buku pegangan. Diantara buku
pegangan yang digunakan pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14 dalam
pembelajaran dengan metode cerita yaitu LKS dan majalah yang
didalamnya terdapat kisah ataupun cerita tentang Nabi dan Rasul.
Namun buku pegangan tersebut tidak ada yang paten. Untuk itu
pendidik diberikan kebebasan mencari sendiri referensi yang dianggap
relevan dengan materi dan mempunyai unsur pendidikan yang sesuai
dengan usia anak. Diantara materi yang diajarkan adalah:
49
a) Kisah Nabi dan Rasul
Kisah Nabi dan Rasul disini maksudnya adalah kisah-kisah
tentang para Nabi dan Rasul yang membawa syiar islam. Yang berisi
tentang keteladanan mereka. Diantaranya adalah:
1. Kisah Nabi Ibrahim, yang berisi tentang perintah Allah untuk
menyembelih Ismail.
2. Kisah Nabi Muhammad, yang berisi tentang perang Badar.
3. Kisah Nabi Ibrahim, yang berisi tentang mu’jizatnya dan
kedzaliman raja Namrut dan rakyatnya yang menyembah berhala.
4. Kisah Nabi Zakaria, yang berisi tentang telaga Zam-zam.
5. Kisah Nabi Adam, yang berisi tentang kejadiannya sebagai
manusia pertama.
6. Kisah Nabi Yunus, yang berisi tentang ikan paus.
7. Kisah Nabi Muhammad, yang berisi tentang kelahirannya dan
pasukan gajah raja Abrahah yang menyerang ka’bah.
b) Kisah tokoh teladan
1. Kisah sahabat Nabi
2. Kisah tentang asal mula daerah
3. Kisah Walisongo
4. Kisah pahlawan-pahlawan Nasional
5. Kisah-kisah fiksi lainnya.
c) Kisah teladan makhluk hidup
1. Kisah semut dan kupu-kupu yang baik hati
2. Kisah kucing yang rakus
3. Kisah kura-kura dan dua bangau
4. Kisah ayam dan bebek (sang juara).
d) Kisah-kisah imajinasi lainnya.11
11Wawancara dengan Bu Indah, Pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14, tgl 24 Maret 2011.
50
3. Pelaksanaan
Dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode cerita di TK
Tarbiyatul Athfal 14, pendidik disana mengawali dengan persiapan.
Diantaranya adalah:
a. Persiapan pribadi
Pendidik di TK Tarbiaytul Athfal 14 mempersiapkan
pribadinya untuk menjalankan aktifitasnya mendidik anak didiknya,
seperti mempersiapkan kondisi tubuh yang prima mulai dari badan
secara keseluruhan dan suara. Persiapan ini tidak hanya dilakukan saat
melaksanakan pembelajaran dengan metode cerita, tetapi dilaksanakan
pada semua pembelajaran sehari-hari di TK Tarbiyatul Athfal 14.
Selain persiapan fisik, pendidik juga mempersiapkan materi-
materi cerita sebelum pembelajaran. Dari materi cerita tersebut, hanya
cerita-cerita yang memiliki nilai-nilai pendidikan dan sesuai dengan
perkembangan peserta didik saja yang dipilih dan digunakan. Akan
tetapi sebelum masuk kedalam kelas, terlebih dahulu pendidik
membaca dan memahami isi cerita agar pesan yang terkandung dalam
cerita dapat diserap/dipahami dengan baik oleh peserta didik.
b. Persiapan teknis
Persiapan teknis yang dilakukan pendidik TK Tarbiyatul Athfal
14 diantaranya:
1. Administrasi
Administrasi yang dipersiapkan oleh pendidik TK Tarbiyatul
Athfal 14 antara lain:
a) SKH
b) Absen kelas
c) Daftar perkembangan anak didik.
Para pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14 melakukan program
perencanaan persiapan mengajar, dengan melihat jadwal mengajar
dan kurikulum yang digunakan.
51
Dalam pelaksanaan metode cerita terlebih dahulu pendidik
menentukan tema yang akan diberikan kepada peserta didik, yang
sebelumnya pendidik telah menyiapkan rencana pembelajaran
dalam satuan kegiatan harian. Kegiatan harian tersebut dimulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Dalam menyusun satuan
kegiatan harian maupun mingguan, pendidik TK Tarbiyatul Athfal
14 desa Tangkisan-Plantaran kec. Kaliwungu Selatan Kab. Kendal
mengacu pada standar kompetensi dalam kurikulum 2004
Departemen Pendidikan Nasional.
2. Alat tulis
Alat tulis yang digunakan dalam pembelajaran antara lain:
a) Buku tulis
b) Kapur tulis dan warna
c) Pensil
d) Spidol
e) Pulpen
f) Penggaris panjang.
Tabel 3.5
Pelaksanaan Metode Cerita di TK Tarbiyatul Athfal 1412
No Penggunaan
Cerita
Proses Cerita Kemampuan Sosialisasi
1. Awal
Pembelajaran
a. Peserta didik diberi
kesempatan untuk
menceritakan
pengalaman pribadi di
luar lingkungan
sekolah.
b. Anak yang bercerita
berdiri dan teman-
• Persaingan
• Kerjasama
• Simpati
• Empati
• Dukungan
Sosial
• Perilaku
Akrab
12Hasil Observasi tgl 25 Maret 2011
52
teman yang
mendengarkan duduk
di tempat duduk
masing-masing.
c. Teman-teman yang
menjadi pendengar
diperbolehkan untuk
bertanya.
d. Setelah anak selesai
bercerita, teman-teman
yang lain bertepuk
tangan.
e. Cerita dilakukan secara
bergiliran oleh 3-4
anak.
• Percakapan/
konversasi
2. Akhir
Pembelajaran
a. Pendidik bercerita
kepada peserta didik
dengan berbagai alat
peraga seperti buku,
boneka, gambar dan
audio visual (video
player).
b. Tema yang
dimunculkan
bermacam-macam.
c. Pendidik menyiapkan
peserta didik sebelum
bercerita dengan cara
melakukan gerak dan
lagu bersama-sama.
d. Pendidik berdiri di
• Meniru
• Kerjasama
• Simpati dan
Empati
• Dukungan
sosial
• Perilaku
akrab
• Percakapan/
konversasi
• Tema yang disajikan
juga dapat membantu
meningkatkan
beberapa aspek
perkembangan,
53
depan dan peserta
didik duduk di tempat
duduk masing-masing.
termasuk
kemampuan
sosialisasi anak.
Metode cerita yang digunakan untuk meningkatkan
kemampuan sosialisasi di TK Tarbiyatul Athfal 14 Kaliwungu Selatan,
akan dijelaskan seperti berikut. Metode cerita digunakan oleh pendidik
sebagai salah satu metode dalam kegiatan pembelajaran yang
dilakukan pada awal pembelajaran dan akhir pembelajaran. Pada awal
pembelajaran peserta didik diberi kesempatan untuk menceritakan
pengalamannya masing-masing seperti; pengalaman setelah pulang
sekolah, sebelum tidur, makanan yang dimakan, belanja atau
pengalaman sebelum berangkat sekolah dan pengalaman pada saat
liburan sekolah. Peserta didik diajarkan untuk membuka cerita dengan
percakapan seperti berikut ini;
“ Teman-teman!” kata anak yang akan bercerita untuk mendapat
dukungan sosial dari teman-teman yang lain.
“ Iya…” jawab teman-teman yang lain secara bersamaan sebagai tanda
dukungan sosial kepada teman yang akan bercerita.
“ Aku punya cerita” kata anak sebelum mulai bercerita.
“ Cerita apa?” Tanya teman-teman yang lain.
Setelah terjadi percakapan pembuka dalam memulai kegiatan bercerita
tersebut barulah anak menceritakan pengalaman pribadinya. Teman-
teman yang lain yang menjadi pendengar diperbolehkan bertanya
tentang pengalaman tersebut, kapan terjadinya dan ada pula yang
berkata bahwa pengalaman temannya itu sama dengan dirinya. Setelah
anak selesai bercerita, maka teman-teman yang lain diminta untuk
bertepuk tangan. Hal tersebut mengajarkan anak untuk menunjukkan
rasa simpati kepada teman yang bercerita. Biasanya kegiatan cerita
tentang pengalaman pribadi tersebut dilakukan secara bergiliran sekitar
3 sampai 4 anak. Anak-anak terlihat berebut (mengacungkan jari atau
54
maju ke depan dan menghampiri guru) untuk menceritakan
pengalamannya masing-masing. Hal tersebut bisa mengajarkan anak
untuk melakukan persaingan secara positif dan mengajarkan anak
untuk mendapatkan dorongan sosial dari guru.
Pembelajaran di TK Tarbiyatul Athfal 14 untuk
mengembangkan perilaku meniru yaitu dengan mengajak peserta didik
melakukan gerakan-gerakan senam sederhana/bernyanyi sambil
menari sesuai irama lagu dan syair lagu. Metode cerita juga dapat
digunakan dalam mengajarkan perilaku meniru atau mencontoh
perilaku yang baik dari tokoh cerita dan tidak diperbolehkan meniru
perilaku yang tidak baik. Apabila ada anak yang berperilaku tidak baik
seperti memukul, menendang/mendorong teman maka pendidik akan
mengingatkan mereka bahwa apabila berperilaku seperti itu maka anak
akan diumpamakan seperti tokoh dalam cerita. Contoh lain bahwa
cerita dapat digunakan sebagai metode untuk mengajarkan perilaku
meniru yaitu pada cerita fabel. Sebelum pendidik bercerita, pendidik
bertanya kepada anak mengenai tokoh dalam cerita yang akan
diceritakan. Misalnya pendidik bercerita tentang kucing, maka
pendidik bertanya “Anak-anak pernah melihat kucing? Bagaimana
bunyi suara kucing itu ya?”. Dengan pertanyaan tersebut maka peserta
didik akan berusaha untuk menirukan suara kucing yaitu dengan
berkata “Meong”.
Pembelajaran yang dilakukan untuk mengembangkan perilaku
bersaing (persaingan positif) yaitu dengan memberikan penghargaan
bagi anak yang tertib dan berhasil menyelesaikan tugas yang diberikan
dengan baik. Pendidik juga akan memberikan pujian di depan teman-
teman apabila ada anak yang tertib dan berhasil mengerjakan tugas
yang diberikan, sehingga peserta didik akan termotivasi untuk
mengerjakan tugas yang diberikan dengan baik. Kegiatan bercerita
juga menjadi salah satu metode untuk mengembangkan perilaku
bersaing (persaingan positif). Sebagai contohnya yaitu ketika anak
55
diberi kesempatan untuk bercerita tentang pengalaman mereka
bersama orang tua atau anggota keluarga yang lain pada saat di luar
lingkungan sekolah atau pada saat liburan di depan teman-temannya.
Pendidik akan menunjuk anak yang terlihat mengacungkan jari untuk
maju ke depan dan bererita kepada guru dan teman-temannya. Semua
anak diajak untuk menyimak cerita yang disampaikan temannya dan
diperbolehkan untuk bertanya kepada teman yang bercerita. Apabila
anak sudah selesai bercerita, maka teman-temannya diajak bertepuk
tangan sebagai salah satu wujud penghargaan kepada anak yang sudah
bercerita, sehingga peserta didik yang lain termotivasi untuk bercerita
kepada teman-teman dan gurunya di depan kelas. Kegiatan cerita
tersebut juga dapat mengajarkan kepada anak dalam melakukan
percakapan dengan orang lain.
Pembelajaran untuk mengembangkan perilaku kerjasama
dengan orang lain yaitu dengan mengajak peserta didik untuk bekerja
dan bermain secara bersama-sama. Selain itu, peserta didik diajak
untuk membantu membereskan mainan/alat-alat belajar yang sudah
selesai digunakan. Metode cerita juga dapat digunakan untuk
mengembangkan perilaku kerjasama, misalnya pendidik mengajak
peserta didik membuat sebuah lingkaran sebelum pendidik memulai
kegiatan atau dengan selalu mengingatkan peserta didik untuk tetap
menyimak cerita yang diberikan. Selain itu, cerita yang dimunculkan
juga bisa digunakan sebagai cara untuk mengajarkan kerjasama yaitu
dengan memunculkan tema kerjasama.
Pembelajaran yang dilaksanakan di TK Tarbiyatul Athfal 14
untuk mengembangkan sikap simpati yaitu dengan mengajarkan anak
bertepuk tangan apabila ada teman yang berhasil menyelesaikan cerita.
Selain rasa simpati, pendidik juga mengajarkan sikap empati. Apabila
ada anak yang mendorong temannya sehingga temannya tersebut
menangis, maka pendidik akan mengajak peserta didik untuk meminta
maaf dan mengajak peserta didik yang lain untuk menghibur teman
56
yang menangis agar temannya tersebut tidak menangis lagi. Tentunya
cerita juga dapat digunakan untuk mengajarkan sikap empati, sebagai
contohnya cerita lisan bergambar yang dilakukan oleh bu Indah
sebagai pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14 pada saat kegiatan cerita
kepada peserta didik TK Tarbiyatul Athfal 14. Beliau bercerita tentang
“semut dan kupu-kupu”. Bu Indah melakukan kegiatan cerita dengan
memperlihatkan gambar tokoh yaitu semut dan kupu-kupu. Cerita
tersebut menggambarkan tentang semut yang sombong karena merasa
dirinya hebat dibandingkan dengan kepompong yang hanya bisa
bergerak ke kanan dan ke kiri saja di dalam daun. Pada saat hujan
turun dengan sangat lebat dan banjir, sementara si semut tidak bisa
kemana-mana selama tiga hari di atas pohon pisang. Si semut berteriak
minta tolong karena kelaparan supaya bisa keluar dari banjir,
kemudian datang seekor kupu-kupu mendekati semut dan
membawanya terbang. Saat si semut sadar bahwa yang menolongnya
adalah kepompong yang di ejek, kemudian semut meminta maaf dan
berterima kasih pada kupu-kupu. Berdasarkan cerita tersebut, peserta
didik tidak hanya belajar tentang perilaku menolong tetapi juga
perilaku memaafkan atau meminta maaf dan tidak sombong.
Pembelajaran yang dilaksanakan untuk mengembangkan sikap
berbagi yaitu dengan mengajarkan peserta didik untuk menyedekahkan
sesuatu yang dimilikinya, misalnya mainan, makanan dan lain-lain.
Sebagai contoh peserta didik diajarkan untuk menyisihkan sebagian
uang yang dimilikinya untuk diinfaqkan kepada orang-orang yang
membutuhkan seperti anak-anak yang berada di panti asuhan. Hal kecil
yang diajarkan oleh pendidik kepada peserta didik dalam
mengembangkan sikap berbagi yaitu ketika peserta didik diberi waktu
untuk bermain. Mereka diajarkan untuk tidak berebut mainan tetapi
mereka diajarkan untuk dapat menggunakan mainan secara bersama-
sama.
57
a. Tema cerita kisah semut dan kupu-kupu
Pembelajaran dimulai ketika anak-anak masuk kedalam kelas.
Pendidik masuk ke dalam kelas dengan mengucapkan salam,
kemudian anak-anak menjawab salam secara bersama-sama. Setelah
anak-anak dikondisikan untuk duduk ditempatnya masing-masing
dengan rapi dan tenang, kemudian pendidik berdiri di depan.
Sebelum pendidik bercerita, terlebih dahulu anak-anak disuruh
menyanyikan yel-yel “aku anak TK” dengan tujuan agar anak-anak
bisa duduk tenang memperhatikan pendidik bercerita. Pendidik mulai
bercerita dengan tema ‘kisah semut dan kupu-kupu. Kisah tersebut
mengandung pesan saling tolong menolong. Kisah semut dan kupu-
kupu diceritakan pada peserta didik agar mereka senang menolong
seperti cerita semut dan kupu-kupu tersebut.
Pendidik bercerita ‘kisah semut dan kupu-kupu’ dengan
menggunakan media teks yang berupa buku cerita. Di dalam buku
cerita tersebut juga dilengkapi dengan gambar tokoh-tokoh dalam
cerita yaitu semut dan kupu-kupu. Ketika pendidik bercerita, peserta
didik mendengarkan dengan seksama dan sesekali ada anak yang
mengajukan pertanyaan meskipun cerita belum selesai. Ketika terjadi
hal demikian, pendidik mengarahkan anak agar mendengarkan dulu
cerita sampai selesai setelah itu anak boleh bertanya.
Kegiatan bercerita sudah selesai kemudian pendidik
mengadakan evaluasi yang berupa pertanyaan-pertanyaan post test.
Biasanya pendidik hanya memberi pertanyaan 2 saja yaitu:
1) Apa judul cerita yang diceritakan pendidik?
2) Siapakah yang menolong semut?
b. Tema cerita kisah Nabi Ibrahim
Sebelum penddidik bercerita, terlebih dahulu menetapkan
rancangan pembelajaran dengan menyusun atau menentukan tema
yaitu “mu’jizat Nabi Ibrahim” dengan tujuan untuk mengajarkan
peserta didik bersikap sabar apabila mendapat cobaan.
58
Kegiatan bercerita dimulai dari pendidik dengan mengucapkan
salam dan peserta didik menjawab salam secara bersama-sama,
sebelumnya pendidik telah mengatur tempat duduk anak. Pendidik
mengawali wawasan anak tentang 25 nabi yaitu dengan menanyakan
“siapa saja Nabi-nabi yang mendapatkan mu’jizat dari Allah”, dan
peserta didik menyebutkan dengan suara yang gaduh. Setelah itu
pendidik mengajak anak untuk bersikap tenang lalu mengatakan salah
satu Nabi yang mendapatkan mu’jizat yaitu “Nabi Ibrahim yang tidak
hangus ketika dibakar” sambil menyalakan laptop.
Setelah peserta didik tenang, pendidik mulai menyuruh mereka
untuk menonton kisah “Nabi Ibrahim” dengan media Audio Visual
yang di dalamnya terdapat gambar patung-patung yang disembah.
Pendidik menceritakan kegigihan Ibrahim menyuruh rakyatnya untuk
tidak menyembah patung (berhala) dan kembali menyembah Allah
SWT.
Peserta didik menonton kisah “Nabi Ibrahim” sambil duduk di
atas lantai. Di tengah menonton anak-anak mulai gaduh bahkan tidak
memperhatikan dan setelah pendidik mengetahuinya, pendidik pun
memanggil namanya dan apabila mereka tidak mau tenang maka tidak
akan dilanjutkan lagi nontonnya sehingga mereka mulai bersikap
tenang dan memperhatikan kembali. Di dalam kegiatan cerita tersebut
pendidik mampu menimbulkan suasana emosional pada anak ketika
menonton kisah “Nabi Ibrahim” yang di hukum karena telah
menghancurkan Tuhan (berhala) dengan dibakar. Perasaan emosional
anak diungkapkan dengan ucapan yang spontan “kejam sekali, lalu
bagaimana bu?” kata-kata tersebut menunjukkan bahwa pendidik
mampu membangkitkan rasa emosional peserta didik sehingga mereka
merasa kasihan terhadap Nabi Ibrahim yang dihukum oleh raja Namrut
karena telah menghancurkan Tuhan (berhala) mereka dalam kisah.
Selesai menonton, pendidik lalu memberikan pesan-pesan yang
terkandung dalam kisah tersebut yaitu harus senantiasa bersujud
59
kepada Allah dan jangan putus asa dalam menghadapi cobaan.. Serta
jangan sampai menyekutukan atau menyembah selain Allah. Setelah
itu barulah pendidik membuka pertanyaan dan ada anak yang bertanya.
Setelah pertanyaan peserta didik dijawab oleh pendidik, kemudian
pendidik mengadakan evaluasi dengan memberi pertanyaan kepada
mereka yaitu “apa judul cerita/kisah yang ditonton tadi?” anak
menjawab tetapi dengan dibantu pendidik dengan nama Ibrahim.
Selesai mengevaluasi kegiatan bercerita, pendidik menutup kegiatan
tersebut dengan salam dan mereka menjawab salam secara bersama-
sama.
Dari contoh-contoh cerita/kisah diatas yang disampaikan
pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14 merupakan salah satu metode yang
digunakan untuk membantu perkembangan sosial dan emosional
peserta didik. Dengan cerita/kisah-kisah tersebut peserta didik
diharapkan dapat bersosialisasi dan tumbuh berkembang dengan baik,
mempunyai akhlak yang baik serta dapat menjalin hubungan sosial
dengan teman sebaya ataupun dengan orang yang lebih tua.
Dalam pembelajaran tentang penanaman nilai-nilai keagamaan,
metode ini digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan moral, akhlak
ataupun sosial. Menyampaikan nilai-nilai tersebut melalui cerita/kisah
biasanya akan lebih didengarkan dari pada nasehat murni.
Penyampaian materi keagamaan dengan menggunakan metode
cerita dapat berupa materi tentang akhlak yang biasanya dicontohkan
dari cerita islami atau kisah para Nabi dan para sahabat Rasulullah
SAW.13
4. Media
Penggunaan metode cerita di TK Tarbiyatul Athfal 14 sangat
bervariasi. Guru sebagai pendidik menggunakan berbagai macam cara atau
media untuk menyampaikan cerita kepada peserta didik yang membuat
mereka menjadi antusias dalam mendengarkan cerita.
13Hasil observasi tgl 12 April 2011
60
Media yang digunakan pendidik dalam pembelajaran dengan
metode cerita antara lain:
a) Buku cerita
Buku cerita menjadi media yang dominan karena
didalamnya terdapat gambar-gambar, seperti gambar semut dan
kupu-kupu saat pendidik menjelaskan materi “kupu-kupu yang
baik hati”; gambar paus, saat pendidik menjelaskan materi “kisah
Nabi Nuh”. Penggunaan media ini dikuatkan karena mudahnya
pendidik dalam mendapatkannya serta mudah untuk
menjalankannya.
b) Boneka tangan
Media boneka digunakan sebagai pelengkap dari media
buku cerita. Jumlahnya pun relatif sedikit Media ini digunakan
seperti pada penyampaian cerita pasukan gajah raja Abrahah dan
lain sebagainya. Media ini dirasakan pendidik agak sulit
mendapatkannya. Disamping itu harganya yang tidak murah juga
menjadi faktor bagi pendidik untuk menjadikannya sebagai media.
c) Audio visual
Media audio visual digunakan untuk memberikan suasana
yang baru. Media ini digunakan pada saat peserta didik mulai
bosan dengan materi cerita yang selalu menggunakan media buku
cerita. Media ini digunakan untuk menyampaikan nilai-nilai
keagamaan, seperti pada cerita/kisah para Nabi dan sahabat-
sahabat Rasulullsh SAW. Media ini jarang digunakan karena
kurangnya peralatan yang ada. Disamping itu kondisi tempat yang
tidak kondusif juga menjadi faktor enggannya pendidik untuk
menjadikannya sebagai media.
d) Papan tulis
Papan tulis (black board) digunakan dalam menyampaikan
materi. Fungsi media ini sebagai pendamping dari media buku
61
cerita. Seperti pada saat penyampaian cerita “semut dan kupu-
kupu”.14
Kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode cerita
yang dilakukan di TK Tarbiyatul Athfal 14 sangat menarik perhatian
peserta didik. Pada awalnya peserta didik tidak begitu antusias untuk
melihat dan mendengarkan cerita dari pendidik. Setelah melihat dan
mendengarkan cerita, mereka menjadi lebih menyukai kegiatan
bercerita, dan terkadang sebelum waktunya bercerita sudah meminta
pendidik untuk bercerita.
Isi dari sebuah cerita tidak akan tersampaikan pesannya apabila
pendidik tidak dapat menguasai materi cerita dan keadaan di dalam
kelas. Keadaan peserta didik di dalam kelas menjadi prioritas utama
bagi pendidik agar kegiatan bercerita dapat berjalan dengan lancar.
Sebelum melakukan kegiatan cerita, pendidik harus menyiapkan
peserta didik agar mau mengikuti kegiatan cerita yang akan
disampaikan pendidik. Peneliti melihat bahwa dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengikuti kegiatan cerita, pendidik sering
menggunakan gerak dan lagu seperti yel-yel “aku anak TK”. Setelah
peserta didik siap untuk menyimak cerita tidak semua pendidik
bercerita, hanya satu pendidik saja yang bercerita, sementara pendidik
satunya duduk bersama peserta didik mendengarkan cerita sambil
membantu pendidik yang bercerita agar peserta didik tetap
memperhatikan cerita yang disampaikan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, pendidik di
TK Tarbiyatul Athfal 14 terlihat sangat menguasai setiap materi cerita
yang disampaikan dan terkadang mereka melakukan improvisasi agar
cerita lebih menarik perhatian peserta didik. Pendidik juga terlihat
melakukan pembukaan dan penutupan cerita dengan baik. Pembukaan
dalam setiap cerita dilakukan pendidik dengan cara yang berbeda-beda
disesuaikan dengan tema atau tokoh dalam cerita, sehingga dapat
14Wawancara dengan bu Indah, Pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14 tgl 14 April 2011.
62
menarik perhatian peserta didik. Sebagai contohnya pada saat pendidik
akan memulai cerita fabel, maka pendidik menanyakan tentang tokoh
dalam cerita kepada peserta didik dan mengajak mereka untuk
menirukan tokoh dalam cerita tersebut. Seperti menirukan burung yang
mempunyai sayap untuk terbang dengan merentangkan kedua tangan
ke kanan dan ke kiri, sehingga menyerupai burung yang terbang.
Melalui kegiatan pembukaan tersebut, maka peserta didik lebih
antusias dan penasaran dengan cerita yang akan disampaikan oleh
pendidik. Pada saat kegiatan cerita berlangsung tidak jarang peserta
didik bertanya tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan cerita.
Selama pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, pendidik di TK
Tarbiyatul Athfal 14 selalu menjawab pertanyaan setiap anak. Mereka
mengatakan bahwasanya hal tersebut dilakukan agar peserta didik
tidak kecewa karena merasa diabaikan.
Apabila peserta didik sudah terlihat bosan dalam
mendengarkan cerita dan terlihat gaduh, maka pendidik akan
memotong cerita dan mengalihkan cerita dengan melakukan kegiatan
gerak dan lagu atau dengan tepuk, misalnya dengan tepuk diam.
Melalui kegiatan tersebut biasanya peserta didik mau memperhatikan
kembali cerita yang disampaikan pendidik. Hal lain yang dilakukan
pendidik untuk membuat peserta didik agar tetap memperhatikan cerita
yaitu dengan memanggil anak yang terlihat kurang memperhatikan dan
menanyakan sesuatu berdasarkan isi cerita yang sedang diberikan,
kepada anak yang bersangkutan dengan nada yang tidak terlihat
membentak tetapi dengan nada lembut. Berdasarkan pengamatan, hal
tersebut biasanya berhasil dan anak mulai memperhatikan kembali
cerita yang disampaikan pendidik.
Penutupan untuk cerita juga menjadi hal yang sangat penting
dalam keberhasilan penyampaian sebuah cerita. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, pendidik di TK Tarbiyatul
Athfal 14 mampu melakukan penutupan cerita dengan baik. Mereka
63
mampu melakukan penutupan dengan memberi penjelasan secara
operasional seperti dengan menyimpulkan isi cerita secara bersama-
sama dengan peserta didik (bertanya tentang isi cerita dan memberikan
penjelasan pada setiap jawaban anak) dan menggunakan
perumpamaan, sehingga pesan yang terkadung dalam cerita dapat
tersampaikan. Hal tersebut dapat menguatkan cerita yang disampaikan
kepada peserta didik, sehingga peserta didik mengerti maksud dari
cerita.
5. Evaluasi
Setelah tahap persiapan sampai pelaksanaan metode cerita
dilalui, pendidik di TK Tarbiyatul Athfal 14 mengadakan evaluasi.
Tahap evaluasi (penilaian) dilakukan dengan cara tanya jawab antara
pendidik dengan peserta didik untuk mengetahui sejauh mana mereka
mengetahui dan memahami maksud isi cerita yang disampaikan.
Selain itu pendidik juga melakukan pengamatan terhadap perilaku
peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehari-hari di
lingkungan sekolah. Cara itu lebih efektif dilakukan oleh pendidik
karena selain mampu mengetahui kemampuan anak dalam memahami
maksud cerita yang disampaikan, juga melatih peserta didik untuk
lebih mengembangkan seluruh aspek yang dimiliki.
Evaluasi yang dilakukan di TK Tarbiyatul Athfal 14
Kaliwungu Kendal tidak hanya pada ranah kognitif, akan tetapi
mengarah juga pada ranah afektif dan psikomotorik yaitu melalui sikap
dan perhatian mereka sebelum maupun setelah mengikuti kegiatan
cerita. Dalam kegiatan pembelajaran lainnya, pendidik juga melakukan
evaluasi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam pengamatan peneliti, pendidik di TK Tarbiyatul Athfal
14 Kaliwungu Kendal telah melakukan evaluasi dengan baik dan
sudah sesuai dengan perkembangan peserta didik. Selain melakukan
evaluasi secara berkala, pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14 Kaliwungu
Kendal melakukan evaluasi pada saat pembelajaran berlangsung
64
melalui pre test dan post test. Tes ini berbentuk lisan dan praktek.
Melakukan pre test dan post test pada saat pelajaran selesai juga
merupakan salah satu bentuk dalam memahami tingkat kecerdasan
peserta didik.15
15Wawancara dengan ibu Indah, Pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14, tgl 19 April 2011
BAB IV
ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN METODE CERITA UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIALISASI
A. Pelaksanaan Metode Cerita untuk Meningkatkan Kemampuan Sosialisasi
di TK Tarbiyatul Athfal 14
1. Persiapan
Dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode cerita di TK
Tarbiyatul Athfal 14, pendidik disana melakukan beberapa persiapan.
Diantaranya yaitu persiapan pribadi dan persiapan teknis. Hal ini penting,
karena tanpa persiapan pembelajaran dengan metode cerita ataupun
metode-metode lainnya tidak dapat berjalan sesuai dengan yang
diinginkan.
Persiapan teknis yang dilakukan pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14
seperti keadministrasian (administrasi program tahunan, program
semester, satuan kurikulum mingguan, satuan kurikulum harian, absen
kelas, daftar perkembangan peserta didik) merupakan keharusan jika
dihadapkan pada target pencapaian tujuan pembelajaran dengan metode
cerita ini. Apa jadinya jika pelaksanaan pembelajaran dengan metode
cerita ini tidak ada perencanaan seperti SKM (satuan kurikulum
mingguan) dan sebagainya, semuanya akan kacau balau.
Pemberian cerita tidak secara eksplisit tertera dalam SKM di TK
Tarbiyatul Athfal 14. Namun pada kenyataannya, cerita yang disampaikan
pada peserta didik sudah didasarkan pada SKM yang ada dan dari SKM
tersebut setidaknya harus memenuhi beberapa kompetensi dasar,
diantaranya pengembangan bahasa, pengembangan kognitif,
pengembangan fisik/motorik, dan pengembangan seni.
Bagaimanapun juga, peranan persiapan sangat diperlukan dalam
rangka stabilitas dan efektifitas proses pembelajaran khususnya dalam segi
administrasi. Dengan adanya persiapan administrasi, rangkaian
pembelajaran berikutnya akan berjalan dengan lancar, paling tidak sesuai
65
66
dengan aturan dan koridor yang telah ada. Selain persiapan administrasi,
pendidik juga melakukan persiapan pribadi yaitu dengan mempersiapkan
kondisi fisik dan mempersiapkan materi cerita. Persiapan materi cerita
yang dilakukan pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14 adalah dengan cara
membaca, menghafal dan memahami pesan-pesan yang terkandung dalam
cerita. Dengan menguasai alur cerita, pendidik dapat melakukan
improfisasi dalam menyampaikan materi cerita kepada peserta didik jika
peserta didik terlihat tidak semangat dalam mendengarkan cerita. Sebaik
apapun materi pelajaran dan pengalaman dari seorang pendidik, rangkaian
pembelajaran tidak akan berhasil jika tidak adanya persiapan yang matang
dari pendidik sendiri sebelum memasuki kelas dan proses pembelajaran
menjadi tidak stabil dan efektif.
Kaitannya dengan persiapan buku pegangan, pendidik memilih
buku pegangan seperti buku cerita Nabi, buku kisah Islami yang sesuai
dengan perkembangan Anak Usia Dini dan referensi pendukung yang
terdapat di TK Tarbiyatul Athfal 14.
Hal tersebut sangat bagus untuk menunjang dalam kegiatan cerita.
Karena tanpa adanya buku pegangan, kegiatan cerita tidak akan terlaksana
dengan baik. Akan tetapi pendidik juga harus lebih teliti dalam memilih
tema cerita yang sesuai dengan usia maupun perkembangan Anak Usia
Dini dan yang memiliki nilai pendidikan sesuai dengan usia mereka.
Sehingga dalam kegiatan bercerita, pesan yang terkandung di dalamnya
dapat diterima dan diserap dengan baik oleh peserta didik.
Alat peraga juga sebagai salah satu hal terpenting dalam kegiatan
cerita. Semua itu telah dipersiapkan oleh pendidik di TK Tarbiyatul Athfal
14 sebelum kegiatan cerita dimulai dengan menyesuaikan dari tema cerita
yang telah dipilih. Alat peraga yang digunakan oleh pendidik TK
Tarbiyatul Athfal 14 seperti buku cerita, boneka tangan, papan tulis (black
board) dan video player sudah cukup bagus namun masih perlu
pengembangan yang lebih variatif lagi.
67
Secara umum persiapan yang dilakukan pendidik dalam rangka
meningkatkan kemampuan peserta didik sudah cukup bagus dan sesuai
dengan perkembangan anak.
2. Materi dan Penyampaian
a) Materi
Berdasarkan data dalam bab terdahulu, pelaksanaan pembelajaran
dengan metode cerita di TK Tarbiyatul Athfal 14 digunakan dalam
beberapa materi. Diantaranya kisah tentang para Nabi dan para Rasul yang
membawa syiar Islam, berisi tentang keteladanan mereka; kisah teladan
makhluk hidup dan kisah-kisah imajinasi lainnya.
Materi-materi tersebut dituangkan kedalam beberapa judul, seperti:
1) Kisah Semut dan Kupu-kupu
2) Kisah Nabi Ibrahim dan Raja Namrut
3) Kisah Ayam dan bebek (sang juara)
Dari materi cerita tersebut, pendidik harus bisa memilih cerita
sesuai dengan tema yang tercantum dalam SKM. Cerita yang akan
disampaikan pun juga harus memiliki nilai-nilai pendidikan yang sesuai
dengan perkembangan dan mampu meningkatkan kemampuan sosialisasi
mereka.
Materi-materi yang diberikan di TK Tarbiyatul Athfal 14 menurut
pengamatan peneliti sudah cukup baik untuk kriteria Anak Usia Dini.
Karena jika dilihat dari usia anak TK, metode cerita sangat disukai. Selain
terdapat gambar, tema yang ada juga sangat variatif dan beragam. Tidak
hanya cerita fabel yang disampaikan, namun juga cerita-cerita Islami
seperti kisah para Nabi, sahabat-sahabat Nabi dan kisah teladan lainnya.
Akan tetapi pendidik harus lebih selektif dalam memilih cerita yang sesuai
dan mudah dipahami oleh peserta didik. Melalui cerita tersebut
kemampuan yang dimiliki peserta didik dapat berkembang dengan baik,
seperti kemampuan sosialisasi. Karena dengan bercerita guru dapat
memanfaatkan untuk menanamkan sifat kejujuran, keberanian, keramahan,
68
nilai-nilai moral dan keagamaan serta sikap-sikap positif yang diperlukan
dalam kehidupan baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Disamping itu, sebagai TK yang bervisi Islami, materi-materi di
TK Tarbiyatul Athfal 14 sudah memenuhi kualifikasi materi Islami.
Karena peserta didik TK Tarbiyatul Athfal 14 adalah cikal bakal generasi
muda muslim, mereka harus diberikan cerita yang mengandung muatan-
muatan agama sesuai dengan Al-Qur’an dan hadist Nabi SAW. yang
dikenal dengan istilah “kisah Qur’ani dan kisah Nabawi”. Kedua sumber
tersebut memiliki substansi cerita yang falid dan tidak diragukan lagi
kebenarannya. Dalam pendidikan Islam, dampak edukatif cerita sulit
digantikan oleh bentuk-bentuk bahasa lainnya. Dimana cerita/kisah Al-
Qur’an dan Nabawi atau cerita-cerita Islami yang lain dapat memberikan
dampak psikologis dan edukatif yang sangat baik, konstan, dan cenderung
mendalam sampai kapanpun.
Secara umum, materi-materi diatas sudah memenuhi syarat materi
sebagaimana terkonsep dalam program pembelajaran, kerangka dasar
kurikulum pendidikan Anak Usia Dini yang meliputi dua bidang
pengembangan kemampuan yaitu: 1)Bidang pengembangan kemampuan
kebiasaan (pengembangan diri) yang meliputi aspek perkembangan moral,
nilai-nilai agama, perkembangan sosial, emosional dan kemandirian.
2)Bidang pengembangan kemampuan dasar yang merupakan kegiatan
yang dipersiapkan oleh pendidik untuk meningkatkan kemampuan dan
kreativitas anak sesuai dengan tahap perkembangannya yaitu: berbahasa,
kognitif, fisik-motorik, dan seni. Semua kegiatan tersebut terintegrasi
dalam pengembangan agama Islam.
Semua materi diatas sudah mengakomodir dari SKM yang telah
dipersiapkan oleh pendidik disana. Dengan tidak melencengnya materi
dari SKM, menjadikan bukti bahwa materi-materi yang dipilih oleh
pendidik sudah sangat bagus. Karena bagaimanapun juga, materi
pembelajaran di tingkat TK khususnya dan pada pembelajaran tingkat di
69
atasnya, harus berpegang pada perencanaan , baik yang tertuang dalam
Silabus, Prota, Promes, SKM maupun RPP.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa materi-materi yang
digunakan di TK Tarbiyatul Athfal 14 sudah baik dan sesuai dengan teori
yang ada.
b) Penyampaian
Setelah semuanya terkonsep dalam persiapan, materi-materi
tersebut disampaikan dengan penuh seksama oleh pendidik di TK
Tarbiyatul Athfal 14. Berbagai tahapan yang dilakukan oleh pendidik
mulai dari apersepsi, penyampaian hingga evaluasi telah dilakukan. Semua
itu tergantung dari materi cerita dan situasi serta kondisi yang dialami
peserta didik.
Misalnya dalam penyampaian metode cerita pada tema cerita kisah
Semut dan Kupu-kupu. Peserta didik diupayakan dengan seksama dalam
mengikuti cerita dan dibiasakan untuk interaktif dengan pendidik. Semua
itu dimulai saat penguasaan kelas yang dilakukan oleh pendidik.
Pembelajaran dimulai ketika peserta didik masuk ke dalam kelas dan
diikuti pendidik dengan mengucapkan salam, kemudian peserta didik
menjawab salam secara bersama-sama. Setelah mereka dikondisikan oleh
pendidik untuk duduk di tempat duduk masing-masing, kemudian
pendidik berdiri di depan peserta didik dengan membawa buku cerita.
Setting lain yang disesuaikan oleh pendidik yaitu pada tema kisah
Nabi dan Rasul. Untuk kegiatan cerita ini pendidik mengatur posisi peserta
didik untuk duduk berdampingan di atas lantai sambil mengatur postur
tubuh, yaitu anak yang lebih kecil duduk di depan dan yang lainnya
menyesuaikan. Sedangkan pendidik duduk di depan agak ke samping.
Seorang pendidik harus bisa menguasai keadaan kelas dan kondisi
dari peserta didik, agar cerita yang disampaikan dapat dipahami dan
berjalan dengan baik serta membuat peserta didik (pendengar) merasa
nyaman sebelum cerita dimulai dan cerita yang disampaikan dapat terlihat
dengan jelas oleh peserta didik (pendengar). Langkah tersebut sangat
70
penting untuk mengoptimalkan penguasaan kelas yang dilakukan oleh
pendidik dalam menyampaikan cerita dari awal sampai akhir. Dengan
memperhatikan pengaturan tempat dan suasana tersebut, membantu
peserta didik untuk meningkatkan kemampuan/potensi yang dimiliki.
Dalam menyampaikan materi cerita, Pendidik senantiasa
menggunakan variasi-variasi atau cara-cara yang menarik agar peserta
didik antusias dalam mendengarkan dan memperhatikan cerita yang
disampaikan pendidik. Apabila peserta didik merasa bosan dalam
mendengarkan cerita yang disampaikan, pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14
menghentikan cerita dengan melakukan gerak dan lagu sehingga mampu
membuat peserta didik kembali fokus untuk mendengarkan kembali isi
cerita. Jika ditengah-tengah cerita ada salah satu anak yang gaduh,
pendidik langsung menghentikan cerita dan memanggil nama anak dengan
nada yang lembut dan menyuruh anak tersebut supaya memperhatikan
kembali isi cerita.
3. Media (Alat Peraga)
Penggunaan metode cerita di TK Tarbiyatul Athfal 14 sangat
bervariasi. Guru sebagai pendidik menggunakan berbagai macam cara atau
media dalam menyampaikan cerita kepada peserta didik yang dapat
membuat mereka menjadi antusias untuk mendengarkan cerita.
Media yang digunakan pendidik dalam pembelajaran dengan
metode cerita antara lain: Buku Cerita, Boneka Tangan, Papan Tulis, dan
Video Player. Semua media tersebut digunakan pendidik sebagai
penunjang/pelengkap dari metode cerita dan penggunaan media sangat
efektif untuk membuat peserta didik tertarik dan antusias mendengarkan
cerita.
Dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode cerita, media
menjadi salah satu hal penting dalam proses pembelajaran. Dengan media,
pesan-pesan yang terkandung dalam cerita mampu diserap dengan baik
oleh peserta didik dan akan selalu diingat sepanjang hidupnya.
71
Penggunaan media dalam pembelajaran cerita di TK Tarbiyatul
Athfal 14 sudah cukup baik, namun pendidik harus lebih variatif dalam
memanfaatkan media (alat peraga) yang tersedia dan tidak hanya satu
media saja yang digunakan. Media yang digunakan juga disesuaikan
dengan materi cerita yang dipilih serta situasi dan kondisi dari peserta
didik itu sendiri.
Dalam pelaksanaannya, media sudah digunakan dengan baik dan
efisien. Akan tetapi pendidik harus memperhatikan kualitas dan kuantitas
serta hal-hal yang menjadi pelengkap dari media-media yang ada. Seperti
contoh dalam penggunaan media video player (audio visual), peralatan
yang dibutuhkan masih belum lengkap karena di TK Tarbiyatul Athfal 14
hanya menyediakan kaset cerita, sedangkan televisi dan VCD player
belum ada. Untuk memanfaatkan kaset yang ada, pendidik seringkali
meminjam/membawa laptop sendiri untuk menggunakannya dalam
pembelajaran metode cerita.
Dengan demikian secara umum dapat disimpulkan bahwa media
(alat peraga) yang digunakan pendidik TK Tarbiyatul Athfal belum sesuai
dengan yang ada.
4. Evaluasi
Bentuk evaluasi disini diartikan dalam dua hal yaitu evaluasi dari
cerita itu sendiri dan evaluasi rangkaian proses cerita.
Evaluasi yang dilakukan pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14 yaitu
dengan melakukan observasi dan tanya jawab pada saat kegiatan bercerita
berlangsung dari awal sampai akhir. Pendidik mencatat dan mengamati
perilaku-perilaku yang dimunculkan oleh peserta didik. Pengamatan dan
tanya jawab dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik
memahami cerita yang disampaikan oleh pendidik.
Dalam pengamatan peneliti, pendidik di TK Tarbiyatul Athfal 14
Kaliwungu Kendal telah melakukan evaluasi dengan baik dan sudah sesuai
dengan perkembangan peserta didik. Selain melakukan evaluasi secara
berkala, pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14 Kaliwungu Kendal melakukan
72
evaluasi pada saat pembelajaran berlangsung melalui pre test dan post test.
Tes ini berbentuk lisan dan praktek. Melakukan pre test dan post test pada
saat pelajaran selesai juga merupakan salah satu bentuk dalam memahami
tingkat kecerdasan peserta didik.
Dari evaluasi yang dilakukan oleh pendidik secara keseluruhan
sudah cukup bagus karena dalam pembelajaran metode cerita, pendidik
melibatkan peserta didik secara langsung dalam kegiatan bercerita maupun
kegiatan lainnya.
B. Kemampuan Sosialisasi Anak Usia Dini di TK Tarbiyatul Athfal 14
1. Perilaku Meniru
Pembelajaran di TK Tarbiyatul Athfal 14 untuk mengembangkan
perilaku meniru yaitu dengan mengajak peserta didik melakukan gerakan-
gerakan senam sederhana/bernyanyi sambil menari sesuai irama lagu dan
syair lagu. Metode cerita juga dapat digunakan dalam mengajarkan
perilaku meniru atau mencontoh perilaku yang baik dari tokoh cerita dan
tidak diperbolehkan meniru perilaku yang tidak baik. Apabila ada anak
yang berperilaku tidak baik seperti memukul, menendang/mendorong
teman maka pendidik akan mengingatkan mereka bahwa apabila
berperilaku seperti itu maka anak akan diumpamakan seperti tokoh dalam
cerita. Contoh lain bahwa cerita dapat digunakan sebagai metode untuk
mengajarkan perilaku meniru yaitu pada cerita fabel. Sebelum pendidik
bercerita, pendidik bertanya kepada anak mengenai tokoh dalam cerita
yang akan diceritakan. Misalnya pendidik bercerita tentang kucing, maka
pendidik bertanya “Anak-anak pernah melihat kucing? Bagaimana bunyi
suara kucing itu ya?”. Dengan pertanyaan tersebut maka peserta didik
akan berusaha untuk menirukan suara kucing yaitu dengan berkata
“Meong”.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, penyampaian
yang dilakukan pendidik untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi
peserta didik kaitannya dengan perilaku meniru sudah sangat berhasil.
73
Pendidik terlihat memberikan arahan dan penjelasan kepada peserta didik
terhadap perilaku yang dimunculkan dalam tokoh cerita dengan
melakukan perumpamaan jika peserta didik melakukan kesalahan.
2. Perilaku Bersaing (Persaingan Positif)
Pembelajaran yang dilakukan untuk mengembangkan perilaku
bersaing (persaingan positif) yaitu dengan memberikan penghargaan bagi
anak yang tertib dan berhasil menyelesaikan tugas yang diberikan dengan
baik. Pendidik juga akan memberikan pujian di depan teman-teman
apabila ada anak yang tertib dan berhasil mengerjakan tugas yang
diberikan, sehingga peserta didik akan termotivasi untuk mengerjakan
tugas yang diberikan dengan baik. Kegiatan bercerita juga menjadi salah
satu metode untuk mengembangkan perilaku bersaing (persaingan positif).
Sebagai contohnya yaitu ketika anak diberi kesempatan untuk bercerita
tentang pengalaman mereka bersama orang tua atau anggota keluarga
yang lain pada saat di luar lingkungan sekolah atau pada saat liburan di
depan teman-temannya. Pendidik akan menunjuk anak yang terlihat
mengacungkan jari untuk maju ke depan dan bercerita kepada guru dan
teman-temannya. Semua anak diajak untuk menyimak cerita yang
disampaikan temannya dan diperbolehkan untuk bertanya kepada teman
yang bercerita. Apabila anak sudah selesai bercerita, maka teman-
temannya diajak bertepuk tangan sebagai salah satu wujud penghargaan
kepada anak yang sudah bercerita, sehingga peserta didik yang lain
termotivasi untuk bercerita kepada teman-teman dan gurunya di depan
kelas. Kegiatan cerita tersebut juga dapat mengajarkan kepada anak dalam
melakukan percakapan dengan orang lain.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, kegiatan belajar
mengajar untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi peserta didik
kaitannya dengan perilaku bersaing (persaingan positif) sudah cukup
berhasil, namun pendidik harus lebih selektif dalam menunjuk peserta
didik yang akan bercerita tentang pengalaman pribadi agar anak yang
pendiam dan pemalu menjadi aktif dan berani.
74
3. Perilaku Kerjasama
Pembelajaran untuk mengembangkan perilaku kerjasama yaitu
dengan mengajak peserta didik untuk bekerja dan bermain secara bersama-
sama. Selain itu, peserta didik diajak untuk membantu membereskan
mainan/alat-alat belajar yang sudah selesai digunakan. Metode cerita juga
dapat digunakan untuk mengembangkan perilaku kerjasama, misalnya
pendidik mengajak peserta didik membuat sebuah lingkaran sebelum
pendidik memulai kegiatan atau dengan selalu mengingatkan peserta didik
untuk tetap menyimak cerita yang disampaikan. Selain itu, cerita yang
dimunculkan juga bisa digunakan sebagai cara untuk mengajarkan
kerjasama yaitu dengan memunculkan tema kerjasama.
Berdasarkan pengamatan peneliti, kegiatan yang dilakukan
pendidik untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi peserta didik
kaitannya dengan perillaku kerjasama sudah sangat baik. Semua itu
terbukti dengan perilaku yang ditunjukkan peserta didik baik dalam
kegiatan pembelajaran dengan Metode Cerita ataupun tidak.
4. Simpati
Pembelajaran yang dilaksanakan di TK Tarbiyatul Athfal 14 untuk
mengembangkan sikap simpati yaitu dengan mengajarkan anak bertepuk
tangan apabila ada teman yang berhasil menyelesaikan cerita.
Dari pengamatan peneliti menunjukkan bahwa kegiatan yang
dilakukan pendidik untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi peserta
didik untuk mengajarkan sikap simpati sudah bagus. Terbukti ketika
peserta didik diminta untuk bercerita tentang pengalaman pribadi masing-
masing. Pada saat kegiatan bercerita selesai, peserta didik terlihat bertepuk
tangan sebagai wujud rasa simpati mereka terhadap teman yang sudah
bercerita.
5. Empati
Pembelajaran untuk mengembangkan perilaku kerjasama yaitu
mengajarkan sikap empati. Apabila ada anak yang mendorong temannya
sehingga temannya tersebut menangis, maka pendidik akan mengajak
75
peserta didik untuk meminta maaf dan mengajak peserta didik yang lain
untuk menghibur teman yang menangis agar temannya tersebut tidak
menangis lagi. Tentunya cerita juga dapat digunakan untuk mengajarkan
sikap empati, sebagai contohnya cerita lisan bergambar yang dilakukan
oleh bu Indah sebagai pendidik TK Tarbiyatul Athfal 14 pada saat
kegiatan cerita kepada peserta didik TK Tarbiyatul Athfal 14.
Dari pengamatan peneliti menunjukkan bahwa metode cerita yang
disampaikan pendidik untuk mengajarkan sikap empati sangat berhasil.
Karena pada saat penyampaian cerita, pendidik mampu menimbulkan
suasana emosional anak sehingga mereka seakan-akan ikut merasakan apa
yang dialami tokoh dalam cerita.
6. Dukungan Sosial
Metode cerita yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan
sosialisasi di TK Tarbiyatul Athfal 14 Plantaran Kaliwungu Kendal
kaitannya dengan dukungan sosial yaitu pada saat awal pembelajaran.
Peserta didik diberi kesempatan untuk menceritakan pengalaman pribadi
masing-masing seperti; pengalaman setelah pulang sekolah, sebelum tidur,
makanan yang dimakan, belanja atau pengalaman sebelum berangkat
sekolah dan pengalaman pada saat liburan sekolah. Peserta didik diajarkan
untuk membuka cerita dengan percakapan seperti berikut ini;
“ Teman-teman!” kata anak yang akan bercerita untuk mendapat dukungan
sosial dari teman-teman yang lain.
“ Iya…” jawab teman-teman yang lain secara bersamaan sebagai tanda
dukungan sosial kepada teman yang akan bercerita.
“ Aku punya cerita” kata anak sebelum mulai bercerita.
“ Cerita apa?” Tanya teman-teman yang lain.
Setelah terjadi percakapan pembuka dalam memulai kegiatan
bercerita tersebut barulah anak menceritakan pengalaman pribadinya. dan
mereka terlihat berebut (mengacungkan jari atau maju ke depan dan
menghampiri guru) untuk mendapatkan dorongan sosial dari pendidik.
76
Berdasarkan pengamatan peneliti, Kegiatan yang dilakukan
pendidik untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi kaitannya dengan
dukungan sosial sudah baik dan berhasil. Terbukti dari percakapan diatas
menunjukkan adanya interaksi sosial antara peserta didik dengan pendidik
dan peserta didik dengan teman sebaya sebagai wujud untuk mendapatkan
dukungan sosial dari mereka.
7. Perilaku Berbagi
Pembelajaran yang dilaksanakan untuk mengembangkan sikap
berbagi yaitu dengan mengajarkan peserta didik untuk menyedekahkan
sesuatu yang dimilikinya, misalnya mainan, makanan dan lain-lain.
Sebagai contoh peserta didik diajarkan untuk menyisihkan sebagian uang
yang dimilikinya untuk diinfaqkan kepada orang-orang yang
membutuhkan seperti anak-anak yang berada di panti asuhan. Hal kecil
yang diajarkan oleh pendidik kepada peserta didik dalam mengembangkan
sikap berbagi yaitu ketika peserta didik diberi waktu untuk bermain.
Mereka diajarkan untuk tidak berebut mainan tetapi mereka diajarkan
untuk dapat menggunakan mainan secara bersama-sama.
Dari hasil pengamatan, kegiatan yang dilakukan pendidik untuk
meningkatkan kemampuan sosialisasi peserta didik kaitannya dengan
perilaku berbagi sudah cukup berhasil. pendidik memberikan penjelasan
kepada peserta didik bahwasanya kita tidak dapat hidup tanpa bantuan
orang lain, Peserta didik terlihat tidak berebut mainan pada saat
menggunakannya. dengan teman-teman mereka selalu menggunakan
pendidik senantiasa mengajak peserta didik untuk Anak mengetahui
bahwa salah satu cara untuk memperoleh persetujuan sosial adalah dengan
membagi miliknya terutama mainan untuk anak lain, hal tersebut karena
adanya pengalaman bersama orang lain.
8. Perilaku Akrab
Pembelajaran yang dilaksanakan di TK Tarbiyatul Athfal 14 untuk
mengembangkan perilaku akrab yaitu dengan melibatkan peserta didik
secara langsung di setiap kegiatan pembelajaran.
77
Berdasarkan hasil pengamatan, kegiatan yang dilakukan pendidik
untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi peserta didik kaitannya
dengan perilaku akrab sudah baik dan menyeluruh. Dalam setiap kegiatan
pembelajaran, pendidik berinteraksi langsung dengan peserta didik dan
melakukan kontak sosial dengan mereka.
Dari kemampuan sosialisasi peserta didik diatas dapat disimpulkan
bahwa setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan pendidik di TK
Tarbiyatul Athfal 14 sepenuhnya melibatkan peserta didik dalam setiap
kegiatan, baik itu kegiatan dengan metode cerita ataupun tidak dan
kegiatan tersebut telah berhasil dalam meningkatkan potensi/kemampuan
sosialisasi peserta didik
78
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian, maka dapat disimpulkan dari Pelaksanaan
Metode Cerita untuk Meningkatkan Kemampuan Sosialisasi Anak Usia Dini
di TK Tarbiyatul Athfal 14 yaitu:
Pelaksanaan Metode Cerita pada awal pembelajaran di TK Tarbiyatul
Athfal 14 dapat meningkatkan kemampuan sosialisasi peserta didik. Peserta
didik terlihat melakukan perilaku sosial, seperti persaingan positif agar
ditunjuk untuk bercerita dan berusaha mendapatkan dukungan sosial dari
pendidik dan teman sebayanya, dapat menimbulkan kerjasama antara
pencerita dan pendengar (pendidik dan peserta didik), timbul rasa simpati dan
empati, terjadi percakapan atau konversasi pada saat tanya jawab antara
pendengar dan yang bercerita; Pelaksanaan Metode Cerita pada akhir
pembelajaran di TK Tarbiyatul Athfal 14 dapat meningkatkan kemampuan
Sosialisasi Anak. Melalui cerita, pendidik dapat mengajarkan berbagai hal.
Peserta didik diajarkan untuk dapat bekerja sama, simpati, empati, dukungan
sosial, berperilaku akrab, komunikasi dan mengungkapkan pendapat. Cerita
juga dapat mengajarkan peserta didik untuk meniru, yaitu dengan menirukan
tokoh dalam cerita; Jenis cerita yang digunakan dalam pembelajaran di TK
Tarbiatul Athfal 14 adalah cerita Fabel, cerita dengan alat peraga boneka,
cerita dengan gambar di black board dan dengan video player. Namun jenis-
jenis cerita yang sering digunakan oleh pendidik adalah cerita Fabel, karena
dalam cerita tersebut mampu menarik perhatian peserta didik dan cerita Fabel
itu sendiri memiliki tema yang beragam.
B. Kritik dan Saran
Setelah mengadakan penelitian pelaksanaan metode cerita untuk
meningkatkan kemampuan sosialisasi Anak Usia Dini di TK Tarbiyatul Athfal
14 Plantaran Kaliwungu Kendal, maka peneliti mencoba memberikan saran-
79
saran yang dapat dijadikan masukan bagi pendidik, maupun pihak-pihak yang
berkompeten:
1. Kepada pendidik di TK Tarbiyatul Athfal 14, dalam menggunakan cerita
pada pembelajaran untuk lebih variatif dan lebih meningkatkan
kemampuannya dalam bercerita agar peserta didik selalu tertarik dan
antusias dengan cerita.
2. Pendidik perlu memilih cerita-cerita dengan tema yang lebih menarik dan
mengkaji jenis cerita selain Fabel yang menarik untuk dapat digunakan
dalam pembelajaran guna mengembangkan berbagai aspek perkembangan
anak.
3. Kepada pendidik untuk memberikan cerita yang sesuai dengan pedoman
supaya dalam menyampaikan cerita lebih mudah dan terarah, serta dapat
memperoleh manfaat cerita sesuai dengan tujuan dari awal cerita.
4. Pendidik perlu melakukan pendekatan kepada peserta didik yang tidak
mau bercerita tentang pengalaman pribadinya, agar mereka terlatih untuk
tampil di depan teman-teman yang lain dan mampu melakukan
komunikasi.
C. Penutup
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,
karena dengan rahmat, taufiq, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwasanya dalam penulisan skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan
dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini sehingga menjadi lebih sempurna
dan bermanfaat.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
bagi penulis pada khususnya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Madjid, Abdul Aziz. (2003). Mendidik Anak Lewat Cerita; Dilengkapi 30
Cerita, terj. Syarif Hade Masyah dan Mahfud Lukman Hakim. Jakarta :
Mustaqiim.
Abdul Madjid, Abdul Aziz. (2001). Mendidik dengan Cerita. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ahmadi, Abu. (1991). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta, cet.1.
Munawir, Ahmad Warson. (2002). Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka
Progresif, cet. 5.
An-Nahlawi, Abdurrahman. (1995). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan
Masyarakat. Jakarta: Gema Insani.
An-Naisaburi, Imam Abi Husain, Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairy, Shahih Muslim,
Juz XV, Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, tt.
Arief, Armai. (2002). Pengantar dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta : Ciputat
Pers.
Arifin. (1996). Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.
Azmi, Muhammad. (2006). Pembinaan Akhlak Anak Usia Prasekolah: Upaya
Mengefektifkan Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Keluarga. Solo:
Belukar.
Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia ed.
Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Djamarah, Syaiful Bahri. (2000). guru dan anak didik dalam interaksi edukatif.
Jakarta: Rineka Cipta.
Gunarsa, Singgih D. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: Gunung Mulia.
Handayu, Tuti. (2001). Memaknai Cerita Mengasah Jiwa Panduan Menanamkan
Nilai Moral pada Anak Melalui Cerita. Solo: Era Intermedia.
Hasyim, Umar. (1983). Cara Mendidik Anak dalam Islam. Surabaya : Bina Ilmu.
Hornby, A. S. (1989). Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English.
Oxford: University Press.
Hurlock, Elizabeth B. (1978). Perkembangan Anak; Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.
Hurlock, Elizabeth B. (1996). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Husein, Ahmad Rozak. (1992). Hak Anak dalam Islam, alih bahasa oleh H. Azwar
Butun, judul Al-Islam wat Tifsul. Jakarta: Fikahati.
http://WWW.cahboyz.co.cc/2010/07/kewajiban-menuntut-ilmu.html/tgl 23 Mei
2011, jam 11.00.
http://guruenglish.wordpress.com/2008/12/21/usia-dini-dan-pendidikan-anak-
usia-dini/tgl 17 Desember 2010, 13.49.
Ihromi. (1999). Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Jalaluddin. (2002). Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet.VI.
Jalaluddin. (2001). Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet.1.
Kartono, Kartini. (1989). Kamus Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.
Kartono, Kartini. (1979). Psikologi Anak. Bandung: Alumni.
Lexi J, Moleong. (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, cet
X1V.
Mansyur. (1998). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Dirjen Bimbaga.
Margono, S. (2000). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
M. Echols, John dan Hasan Sadily. (1998). Kamus Indonesia-Inggris. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, cet. 6.
Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta : Rineka
Cipta.
Monks, F. J. dkk. (1982). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai
Bagiannya.Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mudjib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. (2002). Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, cet.III.
Muhadjir, Noeng. (1998). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasih, cet. VIII.
Muhammad Awwad, Jaudah. (1995). Manhaj Al-islam Fi Tarbiyah al-Atfal;
terjemahan Shihabuddin, “Mendidik Anak Secara Islam”. Jakarta : Gema
Insani.
Muhaimin dan Abdul Mujib. (1993). Mendidik dengan Cerita. Bandung: Trigenda
Karya.
Muniroh. (2006). Penerapan Metode Karyawisata sebagai Upaya Menumbuhkan
Interaksi Sosial di TK. Pertiwi Sedayu, Kecamatan Sarupan Kabupaten
Wonosobo. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Musfiroh, Tadzkiroatun. (2005). Cerita dan Perkembangan Anak. Yogyakarta:
Novila.
Musfiroh, Tadzkiroatun. (2008). Memilih. Menyusun dan Menyajikan Cerita untuk
Anak Usia Dini. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Patmonodewo, Soemiarti. (2000). Pendidikan Anak Usia Prasekolah. Jakarta:
Rineka Cipta, cet.1.
Poerwodarminto, W.J.S. (1976). kamus umum bahasa indonesia. Jakarta : Balai
pustaka
Qurrota A’yunin, Luthfiyatun. (2007). Implementasi Metode Kisah dalam
Pembelajaran Akhlak di TKIT Az-Zahra Demak. Semarang : Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Riyanto, Theo dan Martin Handoko. (2004). Pendidikan pada Usia Dini: Tuntutan
Psikologi dan Pedagogis bagi Pendidik dan Orangtua. Jakarta: PT
Grasindo.
Sabri, M. Alisuf. (2006). Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya.
Saleh, Abdul Rahman dan Muhbib Abdul Wahib. (2004). Psikologi: Suatu
Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Prenada Media, cet.1.
Soenarjo, (1994). Al-Qur’an dan Terjemahannya. semarang: PT. Kumudasmoro
Grafindo.
Soekanto, Soerjono. (1982) . Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta: Rajawali Pres, cet.
4.
Soemanto, Wasty. (1998). Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemmpin
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Soleha, Yuliatin. (2007). Belajar Melalui Cerita Menurut Abdul Hamid Al-Hasyimi
dan Implikasinya terhadap Perkembangan Akhlak Anak Usia Dini.
Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Subrata, Hadi.( 1988). Meningkatkan Intelegensi Anak Balita. Jakarta: Gunung
Mulia, cet 1.
Sudjana, Nana. (2002). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Suyanto, Agus. (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suyanto, Agus. (1979). Psikologi Umum. Jakarta: Aksara Baru.
Suyanto, Slamet. (2005). Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Hikayat Publishing, cet.1.
Ulwan, A. Nasih. (1988). Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Bandung: Asy-
Syifa’.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional RI Nomor 20 Tahun 2003. (2008).
Jakarta: Sinar Grafika.
Yusuf LN, Syamsu. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Zainuddin. (1994). Anak dan Lingkungan Menurut Pandangan Islam. Jakarta: Andes
Utama Prima, cet.1.
Zainuddin, dkk. (1991). Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali. Jakarta: Bumi
Aksara.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Alimatun Hasanah
Nomor Induk Mahasiswa : 063111105
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
TTL : Kendal, 9 September 1987
Alamat Asal : Tangkisan RT 01/VII Kaliwungu Kendal
Pendidikan Formal :
1. SDN 2 PLantaran lulus tahun 2000
2. MTs Futuhiyyah 2 lulus tahun 2003
3. MAN Kendal lulus tahun 2006
4. IAIN Walisongo Semarang Fak. Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama
Islam angkatan 2006
Yang menyatakan,
Alimatun Hasanah
LAMPIRAN 1
Contoh SKH (Satuan Kegiatan Harian) TK Tarbiyatul Athfal 14
Kelompok : A
Semester/Minggu : II/10
Tema/Sub Tema : Alat Komunikasi/Guna Alat Komunikasi
Hari, Tanggal : Rabu, 9 Maret 2011
Waktu : 07.30-09.30
Indikator:
a. Berdo’a sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan (pembiasaan)
b. Menunjukkan jumlah yang sama, tidak sama, lebih banyak dan lebih sedikit
dari kumpulan benda
c. Membaca beberapa kata berdasarkan gambar, tulisan dan benda yang
dikenal/dilihatnya
d. Mendengarkan dan menceritakan kembali cerita secara runtut
e. Mewarnai bentuk gambar sederhana dengan jari
f. Menggunakan konsep waktu (hari ini, nanti, sekarang, besok, kemarin)
g. Memiliki kemampuan mendengar yang baik
h. Mentaati peraturan yang berlaku
I. Kegiatan Awal
1. Berbaris, berdo’a dan mengucapkan salam
2. Membaca Asma’ul Husna
3. Area Kognitif
4. Memberi tanda (=) pada benda yang jumlahnya sama, dan tanda (≠) bila tidak
sama
II. Kegiatan Inti
1. Area Bahasa
a. Pintar membaca tulisan berdasarkan gambar
b. Mendengarkan dan menceritakan kembali cerita “Kupu-kupu yang baik
hati”
2. Area Seni
Mewarnai gambar “TV, perangko dan amplop”
3. Area Kognitif
Dapat menggunakan konsep waktu. Misalnya: hari ini Rabu, besok:
Kamis, dll.
4. Area Fisik/Motorik
Memiliki kemampuan mendengar yang baik
III. Istirahat
1. Merapikan tempat duduk
2. Bermain bebas.
IV. Kegiatan Akhir
1. Area Sikap/Perilaku
Dapat mentaati peraturan yang berlaku, misalnya: tidak bermain saat
kegiatan belajar.
2. Do’a, salam, pulang.
Alat / Sumber Belajar
Alat/sumber belajar yang digunakan pada hari itu disesuaikan dengan
kegiatan yang diprogramkan guru.
Penilaian Perkembangan Anak
Penilaian dilaksanakan dengan observasi, percakapan, penugasan,
hasil karya, dan unjuk kerja serta percakapan antara pendidik dengan peserta
didik di sudut-sudut kegiatan secara individu. Pendidik harus menilai dan
mencatat kegiatan yang dilakukan peserta didik di sudut-sudut kegiatan
sesuai dengan kegiatan yang disukai mereka.
LAMPIRAN 2
Kisi-kisi Pedoman Wawancara dengan Kepala Sekolah dan Pendidik
Variabel Indikator Nomor Urut
Pelaksanaan Metode Cerita 1. Metode Pembelajaran yang
Digunakan
2. Minat Anak terhadap Cerita
3. Materi Cerita
4. Keterampilan Bercerita
5. Alat Peraga
1 – 3
4 – 5
6 – 10
11 – 13
14
Jenis-jenis Cerita 1. Cerita Lisan
2. Cerita Tulis
3. Cerita Panggung
4. Cerita dengan Alat Peraga
5. Cerita dengan Membawa
Buku
6. Cerita dengan Bahasa Isyarat
7. Cerita Melalui Alat Pandang
Gerak (Audio Visual)
1
2
3
4
5
6
7
LAMPIRAN 3
Hasil Wawancara Pelaksanaan Metode Cerita untuk Meningkatkan
Kemampuan Sosialisasi dengan Pendidik
A. Pelaksanaan Metode Cerita
1. Apa sajakah metode pembelajaran yang digunakan di TK Tarbiyatul Athfal
14 Plantaran Kaliwungu Kendal?
Jawab : Metode Pembiasaan, Metode Keteladanan, Metode Cerita, dan
Metode Bermain.
2. Apakah Metode Cerita/Dongeng merupakan salah satu metode pembelajaran
di TK Tarbiyatul Athfal 14?
Jawab : Iya. Seperti yang sudah saya katakana tadi, bahwa Metode Cerita
juga digunakan untuk pembelajaran.
3. Apakah Metode Cerita/Dongeng digunakan setiap hari dalam pembelajaran?
Kapan pelaksanaannya? Apakah di awal, di tengah/di akhir pembelajaran?
Jawab :
� Iya, hampir setiap hari kami menggunakannya.
� Pada awal dan akhir pembelajaran. Setelah melakukan kegiatan awal
seperti gerak, lagu, dan do’a. Biasanya anak diminta untuk bercerita
didepan teman-temannya tentang penglaman pribadi.
4. Apakah peserta didik menyukai pembelajaran dengan menggunakan metode
Cerita/dongeng? Bagaimana antusias mereka ketika pembelajaran dengan
Cerita akan dimulai?
Jawab :
� Iya, anak-anak sangat menyukainya.
� Anak-anak sangat tertarik dan biasanya sangat menurut.
5. Siapakah tokoh dalam Cerita yang sering menjadi idola peserta didik?
Apakah tokoh protagonis atau antagonis?
Jawab : Emm….. protagonis. Tapi kadang-kadang ada juga anak yang suka
tokoh Antagonis. Biasanya mereka menirukan tokoh yang jahat itu
seperti apa, hanya untuk pengetahuan saja bukan untuk meniru
perilaku atau perbuatannya.
6. Apakah sebelum pembelajaran dengan Metode Cerita dimulai, pedidik telah
mempersiapkan materi cerita? Apakah materi Cerita tersebut sesuai dengan
SKH (Satuan Kegiatan Harian)?
Jawab :
� Iya, kita persiapkan sehari sebelum Cerita.
� Belum tentu. Kalau tema SKH itu yang sesuai biasanya untuk
kegiatan intinya.
7. Apakah sebelum bercerita pendidik telah mengkaji terlebih dahulu cerita
yang akan diberikan kepada pesereta didik? Bagaiman pendidik mengkaji
cerita tersebut? Apakah pendidik membuat catatan ringkas mengenai alur
Cerita tersebut?
Jawab :
� Iya, kita membaca terlebih dahulu Ceritanya untuk memahami isi
cerita dan pesan apa saja yang terkandung dalam Cerita tersebut.
� Belum tentu, tergantung alat peraga yang digunakan. Kalau yang
digunakaan pada saat itu buku cerita yang tipis, ya tidak perlu
8. Apa Persiapan yang dilakukan pendidik sebelum kegiatan Cerita dimulai?
Jawab : Biasanya mempersiapkan peserta didik, dengan gerak dan lagu.
9. Bagaimana pendidik merancang pembukaan untuk memulai cerita yang akan
disampaikan kepada peserta didik sehingga mereka tertarik untuk
memperhatikan?
Jawab : Biasanya dengan menanyakan tokoh dalam cerita, apakah mereka
mengetahui tentang tokoh yang ada dalam cerita. Seperti “Anak-
anak, siapa yang tahu tentang ini ya?
10. Bagaimana pendidik menutup Cerita sehingga Cerita yang disampaikan
memberikan kesan yang mendalam bagi peserta didik?
Jawab : Emm….dengan membuat kesimpulan. Tapi kadang-kadang kita
mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan isi Cerita.
11. Apakah pendidik memiliki cara atau trik untuk memberi penguatan agar
pesan yang terkandung dalam Cerita dapat tersampaikan kepada peserta didik
dengan baik?
Jawab : Emm…tentu. Pada saat bercerita kita bertanya seputar cerita supaya
anak mengetahui ceritanya.
12. Bagaimana pendidik menanggapi pertanyaan peserta didik apabila Cerita
yang disampaikan belum selesai dibacakan? Apakah langsung ditanggapi
atau diberi pengertian untuk menunggu sampai Cerita selesai dibacakan?
Jawab :
� Ya dijawab, satu persatu.
� Iya. Biasanya Cerita dipotong dulu untuk menjawab pertanyaan
peserta didik supaya mereka tidak merasa diabaikan, kan tidak boleh
anak diabaikan.
13. Bagaimana cara pendidik menenangkan peserta didik bila mereka mulai
bosan dan jenuh?
Jawab : Emm…..biasanya cerita dipotong atau dihentikan dulu sambil
mengajak anak bernyanyi atau dengan tepuk diam, supaya mereka
memperhatikan lagi.
14. Apakah pendidik menggunakan alat peraga dalam setiap kegiatan Cerita
yang dilakukan? Apa alasannya?
Jawab : Ya. Seperti dengan boneka tangan, buku cerita bergambar atau
gambar yang saya buat sendiri di papan tulis karena itu akan lebih
menarik.
B. Jenis-jenis Cerita
1. Apakah pendidik melakukan kegiatan Cerita secara lisan? Apakah melalui
Cerita lisan yang digunakan, pendidik dapat mengembangkan kemampuan
sosialisasi anak? Kemampuan sosialisasi apa saja yang dikembangkan?
Jawab :
� Ya. Menurut saya bisa, karena itu untuk melatih anak yang tadinya
tidak berani menjadi berani. Kadang karena tertarik dengan ceritanya,
anak jadi bertanya.
� Mungkin percakapan atau komunikasinya, bahasa juga. Cerita juga
bisa untuk motorik halusnya, karena terkadang anak suka menirukan
gaya binatang yang ada dalam cerita.
2. Apakah pendidik melakukan kegiatan cerita tulis (menulis cerita sendiri)
untuk peserta didik?
Jawab : Tidak pernah
3. Apakah pendidik melakukan kegiatan cerita panggung yang melibatkan
anak? Apakah kegiatan tersebut dapat meningkatkan kemampuan sosialisasi
mereka?
Jawab :
� Emm…belum pernah.
� Bisa, karena terjadi percakapan antar peserta didik.
4. Apakah pendidik melakukan kegiatan Cerita tanpa alat peraga atau dengan
menggunakan alat peraga seperti boneka? Apa alasannya? Apa kemampuan
sosialisasi yang dapat dikembangkan melalui kegiatan cerita tersebut?
Jawab :
� Ya kadang-kadang menggunakan alat peraga, tapi kadang juga tidak.
� Kalau menggunakan alat peraga itu lebih menarik.
� Menurut saya bisa, karena pada saat bercerita itu guru melakukan
tanya jawab kepada anak.
5. Apakah pendidik melakukan kegiatan cerita dengan membaca buku? Apakah
pernah pendidik menggunakan buku cerita yang tebal? Apa yang dilakukan
pendidik? Meringkasnya atau bagaimana?
Jawab :
� Ya. Seringnya kita menggunakan buku fable, cerita binatang.
� Pernah.
� Biasanya cerita bersambung dan disampaikan pada pertemuan
berikutnya.
6. Apakah pendidik melakukan kegiatan cerita dengan bahasa isyarat? Apa
alasannya?
Jawab : Belum pernah. Kayaknya susah ya.
7. Apakah pendidik melakukan kegiatan cerita melalui alat pandang gerak
(Audio Visual) Apa alasannya?
Jawab :
� Iya, tapi kadang-kadang.
� Lebih menarik.
LAMPIRAN 4
Dokumentasi Gambar Pelaksanaan Metode Cerita untuk Meningkatkan Kemampuan
Sosialisasi
Metode Cerita dengan Alat Peraga Metode Cerita dengan Alat Peraga
Audio Visual Buku (Fabel)
Metode Cerita dengan Alat Peraga Perilaku Meniru
Papan Tulis
Perilaku Akrab dengan Guru/Orang Dewasa Perilaku Kerjasama dengan Teman