fanatisme kebablasan.doc
TRANSCRIPT
Fanatisme kebablasan
(By : Ilham Syahrimanda)
“Halyu?,K-pop?,MU?,Justin bieber?,atau drama korea?,atau sinetron handsome-
handsome wolf (GGS) ?he he…Ya,mungkin ada dari kita yang menjadi penggemarnya,atau
bahkan penggemar fanatik.Namun saya tidak akan membahas jenis fanatisme yang satu ini,saya
rasa akan ada momen yang lebih tepat untuk membahasnya.Ok langsung aja deh…cekidot!.
Preambule
Seperti biasanya,malam sabtu merupakan jadual rutinku ke toga mas,salah satu toko
buku terkenal di sudut persimpangan Jogjakarta.Aku sedikit terkejut dengan bedah buku yang
diselenggarakan di toko itu.Mereka mengundang seorang “semi orientalis” penulis buku naked
traveler,namanya Trinity.Tak tanggung-tanggung,puluhan orang mengantre demi mendapatkan
tandatangan sang nyonya buku.Bahkan untuk keluar dari kerumunan itupun aku cukup
kesulitan.Fanatik…ya,sebuah kata yang terlintas dibenakku sembari keluar dari kerumunan itu.
Fanatisme?
Sepertinya beberapa abad terakhir ini penyakit “fanatisme” mulai massif menggerogoti
pemikiran dan tingkahlaku umat manusia.Tidak hanya di Indonesia,tipikal penyakit ini mewabah
secara endemik hingga ke sudut-sudut perkampungan di negara modern sekalipun.Tentunya
menangani penyakit seperti ini tidak sesederhana menyembuhkan penyakit kolera maupun
demam berdarah.Bahkan kebanyakan dari kitapun masih belum sadar bahwasanya fanatisme
merupakan jenis penyakit baru di era globalisasi.Saya berpandangan,perkembangan fanatisme
sangat dipengaruhi oleh beberapa variabel,sebut saja antara lain; jenis ideologi yang dibawa
dan tren.Dua variabel utama ini menurut saya memiliki impact yang sangat besar dalam
membrainwash pondasi pemikiran manusia.Tentunya,perkembangan teknologi dan intensitas
pemberitaan sangat berperan penting sebagai transmitter faham-faham tersebut.Salah satu
jenis fanatisme yang paling jelas terlihat dalam beberapa waktu terakhir ini adalah fanatisme
politik.
Semangat dan respon masyarakat terhadap dinamika politik kian membuncah tatkala
“perang” antara dua kubu besar “Indonesia Hebat VS Koalisi Merah Putih” semakin
memanas.Media tentunya menjadi senjata paling ampuh bagi masing-masing kubu untuk
melancarkan propagandanya serta menyasar simpati rakyat.Hal ini tentunya menjadi pemicu
terciptanya yang saya sebut dengan fanatisme politik tadi.Mazhab politik masyarakat Indonesia
secara umum seolah terbelah menjadi tiga kubu,yakni;pro Indonesia Hebat,Pro Koalisi Merah
Putih,dan pihak “non blok”.Sayangnya,pihak-pihak(rakyat) yang pro Indonesia Hebat maupun
yang Pro Koalisi Merah Putih seperti menelan mentah-mentah semua langkah politik yang
diambil masing-masing kubu tanpa melihatnya dari perspektif yang berbeda.Seolah langkah
politik tersebut merupakan langkah yang benar dan dibutuhkan rakyat.Ini yang saya sebut
dengan fanatik tadi.
Belum lagi fenomena “pendewaan” Jokowi yang kini juga masih mencantol dalam benak
sebagian rakyat Indonesia.Seolah semua arah kebijakan Jokowi adalah benar dan yang
menghalanginya adalah penjahat.Begitupun dengan pandangan sinis masyarakat terhadap
kritik-kritik tajam anggota DPR kepada KPK.Mereka menganggap KPK seperti komisi yang diisi
oleh malaikat suci yang tak pernah salah.sekali lagi…ini fanatik namanya!.
Sebagai intelektual muda yang seharusnya jernih di dalam memandang permasalahan,kita
haruslah menjadi pihak “non blok” sebagaimana istilah saya tadi.Pihak inilah yang mampu
melihat permasalahan dan solusi secara jernih,tidak ikut-ikutan,tidak gampang
terpengaruh,dan tentunya tidak fanatik.Jikalau kita merasa pihak Indonesia Hebat benar,maka
katakan benar.Sebaliknya,jikalau pihak Koalisi Merah Putih benar,maka katakan pula mereka
yang benar.Jangan sampai mahasiswa tergiring oleh opini publik di media dengan slogannya
“Vox Populi Vox Dei” suara rakyat suara tuhan.Ha ha ha…menurut saya ini adalah terminologi
yang sangat lucu dan tidak bisa diterima dengan akal sehat.Pada akhirnya dengan sikap seperti
ini rakyat tidak dirugikan oleh kubu-kubu itu.Iya ga?gitu aja kok repot he he…
Mahasiswa Fanatik
Pemikiran saya mengenai fanatisme politik tadi sebenarnya analog dengan faham yang
ditebarkan oleh dosen-dosen diperkuliahan.Sebagai mahasiswa FEB UGM,saya seringkali
seperti didoktrin oleh faham-faham yang dianut sang dosen.Acap kali faham-faham tersebut
saling berbenturan antara satu dengan yang lainnya.Mahasiswapun memiliki respon yang
berbeda-beda didalam menyikapi hal tersebut.Ada yang menelan mentah-mentah,ada yang
menolak mentah-mentah,ada yang memilah-milah terlebih dahulu,ya…mahasiswa memang
unik.
Namun saya berpandangan bahwasanya tidak ada pemikiran manusia yang kebenarannya
absolut.Tetap saja manusia memiliki kelemahan dan potensi kesalahan dalam merumuskan
konsep-konsep yang didesainnya.Sehingga manusia”kita” harus memberikan ruang untuk
menerima pendapat yang berbeda dari pihak lain sehingga dengannya khazanah keilmuan kita
semakin luas.
Kiranya kita tidak menjadi orang-orang fanatik yang suka “menelan mentah-mentah”.
Quote : “Strong minds discuss ideas,average minds discuss events,weak minds discuss people”
-Socrates-