farkol p3

43
ANALGETIK Percobaan 3 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri adalah perasan sensoris dan emosional yang tidak enak dan berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Nyeri dapat diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsanagn mekanis (benturan, tusukan, dan lain-lain), kimiawi (oleh zat- zat kimia). Dan fisika (panas, listrik, dan lain-lain) sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan-rangsangan terebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut dengan mediator nyeri seperti biadikinin dan prostglandin. Reseptor-reseptor nyeri tersebut kemudian mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf perifer dan diteruskan ke otak melalui sum-sum tulang belakang dan thalamus ( Ernest, 1999). Penggunaan obat analgetik mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan anti radang ]. Oleh karena itu obat ini tidak hanya digunakan sebagai anti nyeri melainkan juga pada gangguan demam dan peradangan seperti rematik dan encok. Obat analgetik banyak digunakan pada nyeri kepada, gigi, otot, perut, nyeri haid, nyeri akibat benturan dan kecelakaan (Katzhung, 1998).

Upload: rohmahey

Post on 29-Dec-2015

92 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALGETIK

Percobaan 3

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri adalah perasan sensoris dan emosional yang tidak enak dan

berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Nyeri dapat diakibatkan oleh

berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsanagn mekanis (benturan,

tusukan, dan lain-lain), kimiawi (oleh zat-zat kimia). Dan fisika (panas, listrik,

dan lain-lain) sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan-

rangsangan terebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut dengan

mediator nyeri seperti biadikinin dan prostglandin. Reseptor-reseptor nyeri

tersebut kemudian mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf perifer dan

diteruskan ke otak melalui sum-sum tulang belakang dan thalamus ( Ernest,

1999).

Penggunaan obat analgetik mampu meringankan atau menghilangkan rasa

nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak

menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan anti

radang ]. Oleh karena itu obat ini tidak hanya digunakan sebagai anti nyeri

melainkan juga pada gangguan demam dan peradangan seperti rematik dan encok.

Obat analgetik banyak digunakan pada nyeri kepada, gigi, otot, perut, nyeri haid,

nyeri akibat benturan dan kecelakaan (Katzhung, 1998).

B. Tujuan Percobaan

Mengenal, mempraktekan dan membandingkan daya analgetik, Na-

diklofenak, parasetamol dan asetosal menggunakan metode rangsang kimia.

C. Dasar teori

Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi

atau menghalau rasa njyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan

anastetika umum) (Tjay,2007). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional

yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan keadaan

psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit

(kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi

rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang

toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah

konstan, yakni pada 44-450C (Tjay, 2007).

Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) pada mana nyeri

dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas rangsangan yang

terendah saat orang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah

konstan (Tjay, 2007).

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang

berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang

adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang

otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis kimiawai atau fisis dapat

menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan

zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat

mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri

diujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat

diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan

disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat

banyak sinaps via sumsum tulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah.

Dari thalamus implus kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana

implus dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007).

Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok

besar, yakni :

a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak

bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk

kelompok ini.

b. Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,

seperti pada fractura dan kanker.

(Tjay, 2007).

Secara kimiawi analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok,

yakni :

a. Parasetamol

b. Salisilat : asetosal, salisilamida, dan benorilat

c. Penghambat prostaglandin (NSAIDs) : ibuprofen, dll

d. Derivat-antranilat : mefenaminat, glafenin

e. Derivat-pirazolan :propifenazon, isopropilaminofenazon, dan

f. Metamizol

g. Lainnya : benzidamin (Tantum) (Tjay, 2007).

Sensasi nyeri, tak perduli apa penyebabnya, terdiri dari masukan isyarat

bahaya ditambah reaksi organism ini terhadap stimulus. Sifat analgesic opiate

berhubungan dengan kesanggupannya merubah persepsi nyeri dan reaksi pasien

terhadap nyeri. Penelitian klinik dan percobaan menunjukan bahwa analgesic

narkotika dapat meningkatkan secara efektif ambang rangsang bagi nyeri tetapi

efeknya atas komponen reaktif hanya dapat diduga dari efek subjektif pasien. Bila

ada analgesia efektif, nyeri mungkin masih terlihat atau dapat diterima oleh

pasien, tetapi nyeri yang sangat parah pun tidak lagi merupakan masukan sensorik

destruktif atau yang satu-satunya dirasakan saat itu (Katzung, 1986).

Analgetik narkotik, kini disebut juga opioida (mirip opioat) adalah obat-

obat yang daya kerjanya meniru opioid endogen dengan memperpanjang aktivasi

dari reseptor-reseptor oipoid (biasanya µreseptor) (Tjay, 2007).

Efek utama analgesic opioid dengan afinitas untuk µ terjadi pada susunan

saraf pusat; yang lebih penting meliputi analgesia, euphoria, sedasi, dan depresi

pernapasan. Dengan penggunaan berulang, timbul toleransi tingkat tinggi bagi

semua efek (Katzung, 1986).

II. ALAT DAN BAHAN

Alat – alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Spuit injeksi (0,1 – 1

ml), Jarum sonde / ujung tumpul / membulat, beaker glass (1 – 2 liter), stop

watch, timbangan tikus, neraca analitik, alat – alat gelas.

Semua perhitungan

Hewan coba (tikus)

Kelompok 1 sebagai kontrol

Larutan steril asam asetat 1%

pengamatan

HASIL

Bahan – bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Aquabidest,

Parasetamol 1 % dalam aquabidest, Asetosal 1 % dalam aquabidest, Natrium

diklofenak, Larutan steril asam asetat 1 %, hewan coba (tikus).

III. CARA KERJA

Dihitung dosis konversi, larutan stok, jumlah obat yang harus diambil

Ditimbang bobot badan tikus

Diberi akuabides secara peroral

Diberikan ke hewan uji setelah 5 menit setelah diberi larutan dan suspense uji secara intra peritoneal

Diamati geliatnya tiap 5 menit selama 1 jam

Dicatat

Dibandingkan

IV. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

Hasil percobaan

% Daya Analgetika = 100% - (PK x100%)

Dengan : P= jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi obat analgetika

K = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi larutan kontrol

No. Obat ∑ geliat badan

% DA

1. Kontrol (P.O) 33 -

2. Parasetamol (P.O) 30100% - (

3033 x100%) = 10 %

3. Asetosal (P.O) 4100% - (

433 x100%) = 86,68 %

4. Na. Diklofenak 35100% - (

3533 x100%) = -6,06%

Perhitungan

1. Kontrol

Bobot tikus : 150 gram

1) Aquadest

Volume Pemberian : Bobot tikus

100 gr x

12

x vol. Pemberian P.O

: 150 gr100 gr

x 12

x 5 = 3,75 ml

2) Asam Asetat (10%)

Pengenceran : 10 % = 10

100 =

110

= 0,110

= 0,01 ml asam asetat di add

sampai 10 ml

Volume pemberian : Bobot tikus

100 gr x

12

x vol. Pemberian P.O

: 150 gr100 gr

x 12

x 5 = 3,75 ml

2. Parasetamol

1) Perhitungan dosis

Dik : dosis untuk manusia : 500 mg/kg BB

BB tikus : 110 gr

Berat tablet : 510 mg

Faktor konversi : 0,018

Volume maks. Pemberian p.o : 5 ml

Dosis konversi = 500 x 0,018 = 9 mg/ 200 BB tikus

Berat tablet yang diambil

9

5 x 2 = 0,9 mg/ml 9 ml/ 10 ml

= 9

500 x 510 = 9,18 mg (berat yang diambil)

Volume maksimum pemberian

= 110100

x ½ x 5 = 2,75 ml

2) Pengenceran asam asetat

V1 . M1 = V2 . M2

V1 . 10 = 25 . 1

V1 = 25/10 = 2,5 ml

2,5 ml asam asetat 10% di add sampai 25 ml dengan NaCl

3) Daya analgetik

% Daya analgetik = 100 - ( PK

x 100 )

= 100 - ( 3033

x 100 ) = 100 – 90

= 10 %

3. Asetosal

Dosis Asetosal untuk manusia adalah 500 mg

Dosis konversi = faktor konversi x dosis manusia

= 0.018 x 500

= 9 mg / 200 gr BB tikus

Konversi larutan stok = dosis konversi : (2 x Volume max.)

= 9 : (2 x 5)= 9 : 10

= 0.9 mg/ ml= 9 mg / 10 ml

Konsentrasi serbuk diambil = dosis konversi / dosis manusia x berat tablet

= 9 / 500 x 60.88= 1.1 mg = 0.011 g

Jadi serbuk yang diambil sebanyak 0.011 g kemudian diencerkan dalam labu ukur add sampai 10 ml

Volume yang diberikan = BB tikus / 100 x ½ x volume max

= 150/100 x ½ x 5= 3.75 ml

1. Asam asetat 1 %: diberikan secara intraperitonialDosis untuk manusia = 500 mgKonsentrasi yang di ambil = V1 x M1 = V2 x M1

= V1 x 10%= 10 ml x 1%= V1 = 1 ml

4. Na- DiklofenakDosis natrium diklofenak pada manusia = 50 mg / Kg BB manusiaKekuatan sediaan tablet natrium diklofenak = 50 mg / tabletBerat sediaan tablet natrium diklofenak = 0,2278 gramBB tikus = 140 gram

Perhitungan:

Natrium Diklofenak

Dosis Konversi = factor konversi x dosis manusia

= 0,018 x 50 mg = 0,9 mg / 200 gr BB tikus

Larutan Stok = 0,9 mg2 x 5 ml

= 0,09 mg/ml = 0,9 mg/10 ml

Membuat Larutan Stok = 0,9 mg50 mg

x 0,2278 gram

= 0,0041004 gram

Volume Pemberian = 140 gram100 gram

x 12

x5ml

= 3,5 ml Asan Asetat

Membuat larutan stok :

V1 x M1 = V2 x M2V1 x 10% = 10 x 1%

V1 = 1 ml

Volume pemberian = 140 gram100 gram

x 12

x5 ml

= 3,5 ml

% Daya Analgetik = 100 – ( PK

x100)

natrium diklofenak = 100 – ( 3533

x 100 )

= 100 – 106,06= - 6,06 %

V. PEMBAHASAN

Monografi bahan

Paracetamol

Rumus molekul : C8H9NO2

Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida [103-90-2]

Berat molekul : 151,16

Kandungan : Tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2

dihitung terhadap zat anhidrat.

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit.

Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol ( 95% ) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali hidroksida.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.

Khasiat & Kegunaan : Analgetikum ; Antipiretikum.

(Anonim, 1979).

Asetosal

Rumus Molekul : C9O8H4

Berat molekul :180,15

Pemerian asetosal : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asam.

Kelarutan : agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol (95 %) P; larut dalam kloroform P, dan dalam eter P

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

Khasiat & Kegunaan : Keratolitikum, Antifungi

(Anonim, 1979).

Na Diklofenak

Rumus molekul : C14H10Cl2NNaO2

Berat molekul : 318,13

Sinonim :-asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]- monosodium -sodium [o-(dikloroanilino)fenil]asetat

Pemerian : serbuk hablur, berwarna putih, tidak berasa

Kelarutan : Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol; praktis tidak larut dalam kloroform dan eter; bebas larutdalam alkohol metil. pH larutan 1% b/v dalam air adalahantara 7.0 dan 8.

(Sweetman, 2009)

Mekanisme tiap obat

Obat analgesik antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid

(NSAIDs)merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, dan beberapa obat

memilikiperbedaan secara kimia.Namun, obat-obat NSAID mempunyai banyak

persamaan dalam efek terapi dan efek sampingnya. Prototipe obat golongan ini

adalah aspirin,sehingga sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin-like

drugs) (Departemen Farmakologi dan Terapeutik UI, 2007)

Efek terapi dan efek samping dari obat golongan NSAIDs sebagian besar

tergantung dari penghambatan biosintesis prostaglandin. AINS secara selektif

dapat mempengaruhi hipotalamus menyebabkan penurunan suhu tubuh ketika

demam. Mekanismenya kemungkinan menghambat sintesis prostaglandin (PG)

yang menstimulasi SSP. PG dapat meningkatkan aliran darah ke perifer

(vasodilatasi) dan berkeringat sehingga panas banyak keluar dari tubuh. Efek

analgetik timbul karena mempengaruhi baik di hipotalamus atau ditempat cedera.

Respon terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat

aktif seperti brandikinin ,PG dan histamin. PG dan Brandikinin menstimulasi

ujung saraf perifer dengan membawa implus nyeri ke SSP. AINS dapat

menghambat sintesis PG dan brandikinin sehingga menghambat terjadinya

perangsangan reseptor nyeri.Obat-obat yangbanyak digunakan sebagai analgetik

dan antipiretik adalah golongan salisilatdanasetaminofen (parasetamol). Aspirin

adalah penghambat sintesis PG paling efektif dari golongan salisilat. Antipiretik

yang banyak digunakan dan dianjurkanadalah parasetamol, ibuprofen, dan aspirin

(asetosal).

Namun, obat golongan NSAIDs secara umum tidak menghambat

biosintesis leukotrien yang berperan dalam peradangan. Golongan obat NSAIDs

bekerja dengan menghambat enzim siklo-oksigenase, sehingga dapat mengganggu

perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Enzim siklooksigenase terdiri

dari dua iso-enzim yaitu COX-1 dan COX-2. Kedua iso-from itu dikode oleh gen

yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik.

Sebagian besar COX-1 terdapat diberbagai jaringan, antara lain khususnya

ginjal, saluran cerna dan trombosit. Zat ini berperan pada pemeliharaan perfusi

ginjal, homeostatis vaskuler, dan melindungi lambung dengan cara membentuk

bikarbonat dan lendir, serta menghambat produksi asam. COX-2 dalam keadaan

normal tidak terdapat dijaringan tetapi dibentuk oleh sel-sel radang selama proses

peradangan; kadarnya dalam sel meningkat sampai 80 kali. Menurur perkiraan

penghambat COX-2-lah yang menberikan NSAIDs efek antiradangnya

Penghambat COX-2 adalah NSAIDs yang secara selektif menghambat

enzim COX-2 serta prostaglandin PgE2.Penghambat COX-1 menghindari

pembentukan prostasiklin (PgI2) yang berdaya melindungi mukosa lambung dan

ginjal, sehingga demikian bertanggung jawab untuk efek samping iritasi lambung-

usus serta nefrotoksisitas. Atas dasar perbedaan ini telah dikembangkan NSAIDs

selektif, yang terutama menghambat COX-2 dan kurang atau tidak mempengaruhi

COX-1, sehingga PgI2 tetap dibentuk dan irutasi lambung-usus dihindari.

Setiap AINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda,

sebaliknya ada obat AINS yang berbeda subgolongan tetapi mempunyai sifat yang

serupa. Klasifikasinya ialah berdasarkan selektifitasnya terhadap siklooksigenase.

Setiap obat menghambat enzimsiklo-oksigenase dengan cara yang berbeda, seperti

halnya parasetamol, asetosal dan Na-Diklofenak.

Parasetamol dapat menghambat biosintesis prostaglandin apabila

lingkungannya mempunyai kadar peroksida yang rendah seperti di hipotalamus,

sehingga parasetamol mempunyai efek anti-inflamasi yang rendah karena lokasi

peradangan biasanya mengandung banyak peroksida yang dihasilkan oleh

leukosit. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG) yang

lemah. (Mahar Mardjono 1971)

Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer.

Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi

rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang

ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol

menghambat sintesa prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin

(Aris 2009)

Aspirin dapat menghambat biosintesis prostaglandin dengan carameng

asetilasi gugus aktif serin 530 dari enzim siklo-oksigenase COX-1. Thrombosit

sangat rentanterhadap penghambatan enzim siklo-oksigenase karena thrombosit

tidak mampumengadakan regenerasi enzim siklo-oksigenase.

Na-diklofenak memiliki selektivitas penghambatan COX, termasuk kelompok

preferenital COX-2 inhibitor.

Onset dan durasi

Parasetamol memiliki waktu durasi selama Kadar maksimum dalam

plasma di capai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian.Waktu

paruh akhir diklofenak dalam plasma sekitar 1-3 jam, diklofenak diakumulasikan

dicairan sinovial yang menjelaskan efek terapi disendi jauh lebih panjang dari

waktu paruh obat tersebut. Asetosal mulai efek analgeis dan antipiretisnya cepat,

yakni setelah 30 menit dan bertahan 3-6 jam.

Uji daya analgetik

Metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas analgesik antara lain :

1. Menggunakan metoda geliat

Obat Uji dinilai kemampuannya Dalam, menekan atau menghilangkan rasa

Nyeri Yang diinduksi secara (pemberian asam asetat secara intraperitonial)

FUNDS hewan Percobaan mencit (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993).

Termanifestasi Nyeri akibat pemberian perangsang Nyeri asam asetat

intraperitonium Akan menimbulkan Refleks respon geliat (menggeliat) Yang

berupa tarikan kesemek Ke Belakang, penarikan Dilaporkan perut (retraksi) Dan

kejang tetani Artikel Baru membengkokkan Kepala Dan kesemek Belakang.

Menggunakan metoda inisial dikenal sebagai menggeliat Reflex Uji atau Uji

Penyempitan perut (Wuryaningsih, 1996). Frekuensi Gerakan Suami Dalam,

waktu tertentu menyatakan derajat Nyeri Yang dirasakannya (Kelompok Kerja

Phytomedica, 1993). Menggunakan metoda inisial tidak hanya Sederhana Dan

dapat dipercaya tetapi JUGA memberikan evaluasi terhadap Yang cepat jenis

analgesik perifer (Gupta et al., 2003).

2. Menggunakan metoda Listrik

Menggunakan metoda inisial menggunakan Aliran Listrik sebagai

penginduksi Nyeri (Vohora Dan Dandiya, 1992). Sebagai respon terhadap Nyeri,

HEWAN Akan menunjukkan Gerakan atau cicitan. Arus Listrik dapat

ditingkatkan Sesuai Artikel Baru kekuatan analgesik Yang diberikan.

Menggunakan metoda inisial dapat dilakukan terhadap Kera, Anjing, kucing,

kelinci, tikus Dan mencit (Manihuruk, 2000).

3. Menggunakan metoda Panas

Tiga menggunakan metoda Yang Bisa digunakan untuk memberikan

rangsangan panas :

a. Pencelupan ekor hewan percobaan dalam penangas airpanas yang

dipertahankan FUNDS suhu 60 ± 1oC.

b. Penggunaan panas radiasi terhadap ekor hewan percobaan melalui

kawat Ni panas (5,5 ± 0,05 Amps) (Vohora Dan Dandiya, 1992).

c. Hot plate menggunakan metoda inisial cocok untuk evaluasi

analgesik sentral (Gupta et al., 2003). FUNDS menggunakan

metoda inisial hewan percaobaan diletakkan Dalam, beaker glass di

Atas plat pana (56 ± 1oC) sebagai stimulus Nyeri. Pada Hewan

Percobaan Akan memberikan respon terhadap Nyeri Artikel Baru

menggunakan atau menjilat kesemek DEPAN. Peningkatan waktu

reaksi yaitu waktu pemberian stimulus antara nyeri dan terjadinya

respon dapat dijadikan parameter untuk evaluasi aktivitas

analgesik (Adeyemi, 2001).

4. Menggunakan metoda Mekanik

Menggunakan metoda inisial menggunakan tekanan sebagai penginduksi

Nyeri. Tekanan diberikan FUNDS ekor atau kesemek HEWAN Percobaan.

Pengamatan dilakukan terhadap tekanan Number Yang diperlukan untuk

menimbulkan Nyeri sebelum Dan sesudah diberi Obat. Menggunakan metoda

inisial dapat dilakukan terhadap Anjing, tikus, mencit Dan (Manihuruk, 2000).

Mekanisme terjadinya nyeri

Nyeri sebenarnya adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk

melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan di tubuh.

Dari nyeri ini tubuh akan melakukan tindakan yang diperlukan selanjutnya. 

Mekanisme terjadinya nyeri adalah sebagai berikut rangsangan(mekanik, termal

atau Kimia) diterima oleh reseptor nyeri yang ada di hampir setiap jaringan

tubuh,  Rangsangan ini di ubah kedalam bentuk impuls yang di hantarkan ke pusat

nyeri di korteks otak. Setelah di proses dipusat nyeri, impuls di kembalikan ke

perifer dalam bentuk persepsi nyeri (rasa nyeri yang kita alami) (Wibowo, 2001).

Rangsangan yang diterima oleh reseptor nyeri dapat berasal dari berbagai

faktor dan dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Rangsangan Mekanik : Nyeri yang di sebabkan karena pengaruh

mekanik seperti tekanan, tusukan jarum, irisan pisau dan lain-lain.

2. Rangsangan Termal : Nyeri yang disebabkan karena pengaruh suhu,

Rata-rata manusia akan merasakan nyeri jika menerima panas diatas 45

C, dimana mulai pada suhu tersebut jaringan akan mengalami

kerusakan

3. Rangsangan Kimia : Jaringan yang mengalami kerusakan akan

membebaskan zat yang di sebut mediator yang dapat berikatan dengan

reseptor nyeri antaralain: bradikinin, serotonin, histamin, asetilkolin dan

prostaglandin. Bradikinin merupakan zat yang paling berperan dalam

menimbulkan nyeri karena kerusakan jaringan. Zat kimia lain yang

berperan dalam menimbulkan nyeri adalah asam, enzim proteolitik, Zat

P dan ion K+ (ion K positif ) (Katzhung, 2010).

Proses Terjadinya Nyeri

Reseptor nyeri dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf telanjang yang

ditemukan hampir pada setiap jaringan tubuh. Impuls nyeri dihantarkan ke Sistem

Saraf Pusat (SSP) melalui dua sistem Serabut. Sistem pertama terdiri dari serabut

Aδ bermielin halus bergaris tengah 2-5 µm, dengan kecepatan hantaran 6-30

m/detik. Sistem kedua terdiri dari serabut C tak bermielin dengan diameter 0.4-1.2

µm, dengan kecepatan hantaran 0,5-2 m/detik (Katzhung, 2010).

Serabut Aδ berperan dalam menghantarkan "Nyeri cepat" dan

menghasilkan persepsi nyeri yang jelas, tajam dan terlokalisasi, sedangkan serabut

C menghantarkan "nyeri Lambat" dan menghasilkan persepsi samar-samar, rasa

pegal dan perasaan tidak enak (Katzhung, 2010).

Pusat nyeri terletak di talamus, kedua jenis serabut nyeri berakhir pada

neuron traktus spinotalamus lateral dan impuls nyeri berjalan ke atas melalui

traktus ini ke nukleus posteromidal ventral dan posterolateral dari talamus. Dari

sini impuls diteruskan ke gyrus post sentral dari korteks otak (Katzhung, 2010).

Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria antara lain :

a.. Klasifikasi nyeri berdasarkan waktu, dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri

kronis

- Nyeri Akut adalah Nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan terjadinya singkat

contoh nyeri trauma

- Nyeri Kronis adalah nyeri yang terjadi atau dialami sudah lama contoh kanker

b.Klasifikasi nyeri berdasarkan Tempat terjadinya nyeri

- Nyeri Somatik adalah Nyeri yang dirasakan hanya pada tempat terjadinya

kerusakan atau gangguan, bersifat tajam, mudah dilihat dan mudah ditangani,

contoh Nyeri karena tertusuk

- Nyeri Visceral adalah nyeri yang terkait kerusakan organ dalam, contoh nyeri

karena trauma di hati atau paru-paru.  

- Nyeri Reperred : nyeri yang dirasakan jauh dari lokasi nyeri, contoh nyeri

angina.  

c..Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Persepsi Nyeri

- Nyeri Nosiseptis adalah Nyeri yang kerusakan jaringannya jelas  

- Nyeri neuropatik adalah nyeri yang kerusakan jaringan tidak jelas. contohnya

Nyeri yang diakitbatkan oleh kelainan pada susunan saraf (Jeanne, 2005).

Cara kerja dan fungsi perlakuan

Percobaan menggunakan metode witkins yang ditujukan untuk melihat

respon tikus terhadap asam asetat yang dapat menimbulkan respon menggeliat

dari tikus ketika menahan nyeri pada perut. Langkah pertama yang dilakukan

adalah pemberian secara peroral obat-obat analgetik pada tikus II, tikus III, dan

tikus IV, dan juga aquabidest pada tikus I sebagai control. Setelah 5 menit semua

mencit disuntik secara interaperitonial dengan larutan induksi asam asetat 1%

pemberian dilakukan secara Interaperitonial karena untuk mencegah penguraian

asam asetat saat melewati jaringan fisiologik pada organ tertentu. Dan larutan

asam asetat dikhawatirkan dapat merusak jaringan tubuh jika diberikan melalui

rute lain, misalnya per oral, karena sifat kerongkongan cenderung bersifat tidak

tahan terhadap pengaruh asam.

Larutan asam asetat diberikan setelah 5 menit karena diketahui bahwa obat

yang telah diberikan sebelumnya sudah mengalami fase absorbsi untuk

meredakan rasa nyeri. Selama beberapa menit kemudian. Setelah diberikan larutan

asam asetat 1% tikus akan menggeliat dengan ditandai perut kejang dan kaki

ditarik kebelakang. Jumlah geliat tikus dihitung setiap 5 menit selama 60 menit

setelah itu kemudian hitung daya analgetiknya. Pengamatan yang dilakukan agak

rumit karena praktikan sulit membedakan antara geliatan yang diakibatkan oleh

rasa nyeri dari obat atau karena tikus merasa kesakitan akibat penyuntikan

interaperitonial perut tikus.

Hasil vs literatur

Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa yang menimbulkan banyak

geliatnya adalah hewan coba berupa tikus dengan diberi Na- Diklofenak, lalu

tikus yang diberi parasetamol dan yang terakhir adalah tikus yang diberi asetosal

dengan jumlah geliat badan secara urut 35, 30, dan 4. Hasil tersebut dapat

dihitung presentase daya analgetiknya. Untuk parasetamol menghasilkan 10%,

untuk asetosal menghasilkan 86,68 % dan untuk Na- Diklofenak -6,06%.

Pada praktikum kali ini obat-obat analgetik yang diperbandingkan adalah

obat-obat analgetik golongan non narkotik/ perifer yaitu, Asetosal, Parasetamol

dan Natrium Diklofenak. Kelompok kontrol yang digunakan pada percobaan ini

adalah aquadest ,sehingga hewan percobaan hanya diberikan aquadest pada awal

percobaan dan penginduksi asam asetat pada 5 menit setelah pemberian aquadest

tanpa pemberian sedian analgesik. Asam asetat merupakan asam lemah yang tidak

terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asam asetat terhadap hewan

percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat

adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin meyebabkan sensitisasi

reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin

dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti

bradikinin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata.

Akibat dari adanya rasa nyeri inilah hewan percobaan akan menggeliatkan kaki

belakangnya saat efek dari penginduksi ini bekerja. Pemberian sediaan asam

asetat pada peritonial atau selaput gastro intestinal hewan memungkinkan sediaan

lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh dan cepat memberikan efek.

Dari hasil pengamatan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pada mencit

yang diberi asetosal memiliki daya analgetik kuat dari golongan analgetik non-

narkotika ini. Karena pada tabel hasil pengamatan menunjukan jumlah geliat yang

ditunjukan mencit sedikit dari pada mencit lain yang diberikan parasetamol dan

natrium diklofenak. Karena disini asetosal menghambat biosintesis prostaglandin

yang menstimulasi SSP, sehingga dapat menghambat terjadinya perangsangan

reseptor nyeri. Prostaglandin akan dilepaskan oleh sel yang mengalami kerusakan.

Pembentukan prostaglandin dihambat dengan menghambat enzim siklooksigenase

yang bertugas mengubah asam arachidonat menjadi endoperoksida (PGG2/PGH).

PGH akan memproduksi prostaglandin, sehingga secara tidak langsung obat

analgesik menghambat pembentukan prostaglandin. Prostaglandin berperan pada

nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi dan menyebabkan

sensitivitas reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi.

Asetosal merupakan sediaan yang efektif terhadap nyeri dengan intensitas

rendah sampai sedang misalnya pada sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri

lainyang berasal dari inegumen, sediaan ini juga efektif terhadap nyeri yang

berkaitandengan inflamasi. Efek analgetikanya jauh lebih lemah daripada efek

analgetika opiat tetapi sediaan ini tidak menimbulkan ketagihan efek samping

sentral yang merugikan. Asetosal bekerja dengan mengubah persepsi modalitas

sensorik nyeri, tanpa mempengaruhi sensorik lain. Pemberian asetosal dalam

kelompok ini juga akan menunjukkan efek analgesik setelah diberi penginduksi

asam asetat. Sedangkan pada kelompok mencit yang diberi parasetamol, terlihat

jumlah geliat yang ditunjukan mencit cukup sedikit dibandingkan dengan kontrol.

Karena Mekanismenya kemungkinan menghambat sintesis prostaglandin (PG)

yangmenstimulasi SSP. Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik di

hipotalamusatau ditempat cedera. Respon terhadap cedera umumnya berupa

inflamasi, udem,serta pelepasan zat aktif seperti brandikinin, PG dan histamin. PG

dan Brandikinin menstimulasi ujung saraf perifer dengan membawa implus nyeri

ke SSP. Parasetamol dapat menghambat sintesis PG dan brandikinin sehingga

menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Karena mempunyai

mekanisme kerja menghambat berbagai reaksi in-vitro.

Untuk natrium deklofenak menghasilkan presentase daya analgetik

dibawah 1% yaitu -6,06%. Hal ini mengakibatkan bahwa pada praktikum kali ini

bahwa diklofenak adalah yang paling sedikit efeknya. Dikarenakan seharusnya

pada praktikum kali ini daya analgesic yang paling kuat dimiliki oleh Natrium

Diklofenak, lalu asetosal dan yan terakhir parasetamol, hal ini dapat dilihat dari

plasma yang terikat. Natrium diklofenak mengadsorpi obat melalui saluran cerna

berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan

mengalami efek metabolisme lintas pertama (first pass effect) sebesar 40 – 50 %

(Anonim, 2011).

Untuk asetosal, setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar keseluruh

jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga ditemukan dalam cairan synovial,

cairan spinal, cairan peritoneal, liur dan air susu. Obat ini mudah menembus sawar

darah otak dan sawr uri. Kira-kira 80% samapai 90% salisilat plama terikat

(Anonim, 2011)

Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.

Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa

paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh. Dalam

plasma, 25% parasetamol terikat protein plasma (Anonim, 2011)

Golongan obat analgetik

Obat analgetik atau bahasa simpelnya adalah obat penghilang atau

setidaknya mengurangi rasa nyeri pada tubuh. Obat ini terbagi pada dua kategori

besar, yakni obat analgetik narkotik dan obat analgetik non-narkotik (Katzung,

2010).

Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetik dibagi dalam dua kelompok

besar yaitu :

1. Analgetik perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak

bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral

2. Analgetik narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,

seperti pada fractura dan kanker

(Sujatno,2008).

Penggunaan analgetik perifer mampu meringankan atau menghilangkan

rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran; juga tidak

menimbulkan ketagihan. Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali

digunakan, karena terjadi efek polensiasi (Tjay, 2002).

A. Analgetika Perifer (non-narkotik)

Obat-obat ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak

mempengaruhi sistem saraf pusat, tidak menurunkan kesadaran atau

mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer juga memiliki kerja

antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka disebut

juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap pusat

pengatur kalor di hipotalamus yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (dikulit)

dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai dengan keluarnya banyak

keringat (Katzung, 1998).

Efek-efek samping yang biasanya muncul adalah gangguan-gangguan

lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal dan juga reaksi-reaksi

alergi kulit. Efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau pada

dosis besar, maka sebaiknya janganlah menggunakan analgetika ini secara terus

menerus (Katzung, 1998).

Golongan obat AINS bekerja diperifer dengan cara menghambat pelepasan

mediator sehingga aktifitas enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa

prostaglandin tidak terjadi.

Beberapa golongan analgetik non-narkotik antara lain sebagai berikut.

1. Turunan Anilin dan Para-aminofenol. Contoh : asetaminofen (analgetik

dan antipiretik)

2. Turunan 5-pirazolon. Contoh : metamizol (analgetik dan antipiretik)

3. Turunan Asam Salisilat. Contoh : asetosal (analgetik, antipiretik,

antiradang)

4. Turunan 5-pirazolidindion. Contoh : fenilbutazon (analgetik dan

antiradang)

5. Turunan Asam N-arilantranilat. Contoh : asam mefenamat (analgetik dan

antiradang)

6. Turunan Asam Arilasetat. Contoh : ibuprofen dan diklofenak (analgetik,

antipiretik, antiradang)

7. Turunan Oksikam. Contoh : piroksikam (analgetik, antipiretik, antiradang

B. Analgetika Narkotik

Merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau

morfin. Meskipun memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik lain. Golongan

obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang

hebat. Meskipun terbilang ampuh, jenis ini menimbulkan ketergantungan pada si

pemakai (Anonim, 1995).

Analgetik opioid bekerja di sentral dengan cara menempati reseptor di

kornu dorsalis medulla spinalis sehingga terjadi penghambatan pelepasan

transmitter dan perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi

Berdasarkan struktur kimianya, analgetik narkotik dibagi menjadi 4

kelompok :

1. Turunan morfin

Contoh : morfin, kodein, dan heroin. Kodein memiliki efek analgetik yang

lebih rendah daripada morfin, namun mempunyai efek antibatuk yang

kuat, dan tidak menyebabkan kecanduan. Sedangkan heroin memiliki efek

analgetik dan euphoria yang lebih tinggi daripada morfin, sehingga sering

disalahgunakan. Heroin meyebabkan kecanduan dan digolongkan ke

dalam obat terlarang.

2. Turunan Meperidin

Contoh : petidin dan loperamid. Petidin mempunyai efek analgetik antara

morfin dan kodein, sering digunakan untuk pengobatan kecanduan morfin

karena mempunyai efek analgetik seperti morfin namun tidak

menyebabkan ketergantungan. Sedangkan loperamid mempunyai efek

langsung terhadap otot longitudinal dan sirkular usus, sehingga digunakan

sebagai konstipan pada kasus diare akut dan kronis.

3. Turunan Metadon

Contoh : metadon. Metadon mempunyai aktivitas analgetik 2 kali morfin

dan 10 kali petidin. Seperti petidin, metadon sering digunakan untuk

pengobatan kecanduan morfin karena mempunyai efek analgetik seperti

morfin namun tidak menyebabkan ketergantungan.

4. Turunan lain - lain

Contoh : tramadol. Tramadol merupakan analgetik kuat dengan aktivitas

0,1 – 0,2 kali morfin. Meskipun efeknya melalui reseptor opiat, tramadol

tidak menyebabkan depresi pernapasan.

Hasil yang didapat diuji dengan melihat jumlah geliat yang terjadi,

kemudian didapat hasil yang berbeda dari yang seharusnya. Data praktikum kali

ini dianggap menyimpang karena seharusnya hasil yang didapat sedikit

menyimpang dari literatur. Penyimpangan ini dapat terjadi karena beberapa faktor,

antara lain faktor penyuntikan yang salah atau kurang tepat sehingga volume obat

yang disuntikan tidak tepat. Dapat juga dikarenakan faktor fisiologis dari mencit,

mengingat hewan percobaan ini telah mengalami beberapa kali percobaan

sehingga dapat terjadi kemungkinan hewan percobaan yang stress dan juga

kelelahan karena mengingat mencit sebelumnya telah dipuasakan terlebih dahulu.

Penyimpangan pengambilan data juga dapat terjadi karena pengamatan praktikan

yang kurang seksama sehingga ada data geliat mencit yang mungkin terlewat

tidak diamati. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi hasil dan perhitungan yang

dibuat.

VI. KESIMPULAN

1. Analgetika adalah zat yang mengurangi atau menhalau rasa nyeri

tanpa menhilangkan kesadaran.

2. Analgetika dibagi menjadi 2 golongan, yaitu Analgetik perifer

(non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat

narkotik dan tidak bekerja sentral dan Analgetik narkotik, khusus

digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura

dan kanker

3. Hasil praktikum menunjukkan bahwa daya analgetik parasetamol

dibandingkan daya analgetik asetosal lebih tinggi sedangkan

dibandingkan Na- Diklofenak lebih rendah

4. Daya analgesic yang paling kuat dimiliki oleh Natrium Diklofenak,

lalu asetosal dan yan terakhir parasetamol

DAFTAR PUSTAKA

Adeyemi. 2001. Efek analgesik dan anti-inflamasi yang berair Ekstrak Daun

Persea americana Mill. (Lauraceae). Italia: J. Fitoterapia, 73, Elsevier,

Indena, hal. 375-377.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta,

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : DEPKES RI

Ernest. 1999, Dinamika Obat , Bandung: ITB

Grupta, M, UK Mazumder, RS Kumar Dan TS Kumar. 2003. Studi Propertis

Anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik Mehanol Ekstrak daun

Caesalpinia bonducella dalam Model Hewan Eksperimen , Iran J.

Farmakologi ddan therapeutik. Calcutta, India : Razi Lembaga Penelitian

Obat.

Jeanne. E. Utami M.F.S, Wijoyo,Y, 2005. Efek Analgetik dan antiinflamasi B

Karoten Pada Mencit. Yogyakarta : UGM Press

Kathzung, G Betram. 1998, Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta:

EGC

Katzung, B. G., 1998, farmakologi dasar dan klinik edisi vi, EGC, Jakarta,

Katzung, B. G., 2010, farmakologi dasar dan klinik edisi x, EGC, Jakarta,

Katzung, Betram G. 1986. Farmakologi dasar dan Klinik. Salemba Medika.

Jakarta.

Kelompok Kerja Phyto Medica . 1993. Penapisan Farmakologi, Pengujian

Fitikimia Dan Pengujian Klinis . Jakarta. Yayasan Phytomedica. Hal 3-6.

Mahar Mardjono dan Priguna shidarta. 1971. Buku peladjaran neurologi dasar. Jakarta dian rakjat.Manihuruk,E. Skripsi : Aktivitas Analgesik Daun Dewa (Gynura procumbens

(Lour) Merr Dan Gynura pseudochina (L) DC). FUNDS Mencit Artikel

Baru menggunakan Metode Geliat. Jatinangor : Jurusan Farmasi, FMIPA,

Universitas Padjajaran, hal 18.

Sujatno, H. R. M., 1998, Tinjauan Farmakologi Obat Analgesik Narkotik dan

Analgesik Non Narkotik serta Kombinasinya untuk Rasa Nyeri. Majalah

Kedokteran Indonesia, Vol 8 nomor 3.

Sweetman, S.C. (2009). Martindale 36 The Complete Drug Reference. London:

The Pharmaceutical Press.

Tjay Tan Hoan dan K. Rahardjo. 2007. Obat-obat Penting. PT Gramedia. Jakarta.

Tjay, Tan Hoan, Rahardja Kirana, 2002, Obat-obat Penting Khasiat dan

Penggunaannya Edisi 5, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Vohora, SB dan PC Dandiya. 1992. Herbal Obat Analgesik. Italia : J.Fitoterapia,

Castilla (3), Elseviar, Indena. p. 202

Wibowo, Sanekto, Abdul Gafir, 2001, Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta :

Jakarta Medika

Wuryaningsih, LE, MA Rarome, T. Windono.1996. Uji Ekstrak Etanol Analgesik

Kering Rimpang Kencur Asal Purwodadi FUNDS Mencit Artikel Baru

menggunakan Metode Geliat (Menggeliat Uji Refleks), 3. Warta

Tumbuhan Obat Indinesia. Hal. 24-25.

LAMPIRAN

TUGAS

1. Ada berapa macam analgetika ?, jelaskan beserta contohnya

Jawab:

Analgetik dibagi menjadi 2:

1) Analgetik Opioid

Analgetik Opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat

seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan

atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fraktura atau kanker. Semua

analgetik opioid menimbulkan adiksi atau kecanduan, contoh : Morfin,

metadon, kodein, lidokain

2) Analgetik perifer / analgetik non narkotik

Analgetik perifer merupakan kelompok obat yang tidak bersifat narkotik

dan tidak bekerja sentral. Penggunaan obat ini cenderung mampu

menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa terpengaruh pada sistem

susunan saraf atau bahkan hingga menurunkan tingkat kesadaran. Obat ini

juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna contoh : asetosal,

parasetamol, ibuprofen, asam mefenamat.

2. Ada berapa cara mekanisme kerja analgetia? Jelaskan dan berikan

contohnya

Jawab: Mekanisme kerja obat analgetik merupakan sebuah mekanisme

fisiologis tubuh terhadap zat-zat tertentu. Obat analgetik bekerja di dua

tempat utama, yaitu di perifer dan sentral. Golongan obat AINS bekerja

diperifer dengan cara menghambat pelepasan mediator sehingga aktifitas

enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa prostaglandin tidak terjadi.

Sedangkan analgetik opioid bekerja di sentral dengan cara menempati

reseptor di kornu dorsalis medulla spinalis sehingga terjadi penghambatan

pelepasan transmitter dan perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi.

3. Bagaimana mekanisme kerja dari parasetamol dan aseton? Mengapa

memberikan hasil yang berbeda ?

Jawab:

Asetosal  bekerja dengan cara menghambat sintesis

prostaglandin. Prostaglandin sendiri adalah suatu senyawa dalam tubuh yang

merupakan mediator nyeri dan radang/inflamasi. Ia terbentuk dari asam

arakidonat pada sel-sel tubuh dengan bantuan enzim cyclooxygenase

(COX). Dengan penghambatan pada enzim COX, maka prostaglandin tidak

terbentuk, dan nyeri atau radang pun reda.

Prostaglandin juga merupakan senyawa yang mengganggu pengaturan suhu tubuh

oleh hipotalamus sehingga menyebabkan demam. Hipotalamus sendiri merupakan

bagian dari otak depan kita yang berfungsi sebagai semacam “termostat

tubuh”, di mana di sana terdapat reseptor suhu yang disebut termoreseptor.

Termoreseptor ini menjaga tubuh agar memiliki suhu normal, yaitu 36,5 – 37,5

derajat Celcius.

Pada keadaan tubuh sakit karena infeksi atau cedera sehingga timbul radang,

dilepaskanlah prostaglandin tadi sebagai hasil metabolisme asam arakidonat.

Prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus, di mana

hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal).

Adanya peningkatan titik patokan ini disebabkan karena termostat tadi

menganggap bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya

terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk

menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di

atas normal karena memang “setting” hipotalamus yang mengalami gangguan

oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam. Karena itu, untuk bisa

mengembalikan setting termostat menuju normal lagi, perlu menghilangkan

prostaglandin tadi dengan obat-obat yang bisa menghambat sintesis prostaglandin.

Parasetamol adalah derivate p-aminofenol yang mempunyai sifat

antipiretik/analgesik. Sifat antipiretik di sebabkan oleh gugus aminobenzen dan

mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Sifat analgesik parasetamol dapat

menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Sifat antiinflamasinya sangat

lemah hingga tidak digunakan sebagai anti rematik. Pada penggunaan per oral

parasetamol di serap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam

plasma di capai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian.

Parsetamol dieksekresikan melalui ginjal, kurang dari 5 % tanpa mengalami

perubahan dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.

Mendapatkan hasil yang beda karena sasaran yang dihambat oleh kedua obat

tersebut berbeda. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklo-

oksigenase perifer inilah yang menyebabkan parasetamol hanya menghilangkan

atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang.

4. Bagaimana proses terjadinya rasa nyeri ?

Jawab :

Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat

kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian

ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C

ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik

tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri

setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat.

Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik,

suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena

trauma/inflamasi. Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf

untuk mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi

potensial aksi yang dijalarkan ke sistem saraf pusat

5. Cari dan jelaskan cara uji daya analgetika yang lain (3 contoh)

Jawab:

1. Metode geliat

Obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa

nyeri yang diinduksi secara (pemberian asam asetat secara intraperitonial) pada

hewan percobaan mencit. Manifestasi nyeri akibat pemberian perangsang nyeri

asam asetat intraperitonium akan menimbulkan refleks respon geliat (writhing)

yang berupa tarikan kaki ke belakang, penarikan kembali abdomen (retraksi) dan

kejang tetani dengan membengkokkan kepala dan kaki belakang. Metode ini

dikenal sebagai Writhing Reflex Test atau Abdominal Constriction Test.

Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang

dirasakannya). Metode ini tidak hanya sederhana dan dapat dipercaya tetapi juga

memberikan evaluasi yang cepat terhadap jenis analgesik perifer

2. Metode Listrik

Metode ini menggunakan aliran listrik sebagai penginduksi nyeri. Sebagai

respon terhadap nyeri, hewan akan menunjukkan gerakan atau cicitan. Arus listrik

dapat ditingkatkan sesuai dengan kekuatan analgesik yang diberikan. Metode ini

dapat dilakukan terhadap kera, anjing, kucing, kelinci, tikus dan mencit.

3. Metode Panas

Tiga metode yang bisa digunakan untuk memberikan rangsangan panas:

a. Pencelupan ekor hewan percobaan dalam penangas air panas yang

dipertahankan pada suhu 60 ± 1oC.

b. Penggunaan panas radiasi terhadap ekor hewan percobaan melalui kawat

Ni panas (5,5 ± 0,05 Amps).

c. Metode hot plate

Metode ini cocok untuk evaluasi analgesik sentral. Pada metode ini hewan

percaobaan diletakkan dalam beaker glass di atas plat panas (56 ± 1oC) sebagai

stimulus nyeri. Hewan percobaan akan memberikan respon terhadap nyeri dengan

menggunakan atau menjilat kaki depan. Peningkatan waktu reaksi yaitu waktu

antara pemberian stimulus nyeri dan terjadinya respon dapat dijadikan parameter

untuk evaluasi aktivitas analgesik

4. Metode Mekanik

Metode ini menggunakan tekanan sebagai penginduksi nyeri. Tekanan

diberikan pada ekor atau kaki hewan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap

jumlah tekanan yang diperlukan untuk menimbulkan nyeri sebelum dan sesudah

diberi obat. Metode ini dapat dilakukan terhadap anjing, tikus, dan mencit