farmakologi obat

42
Farmakologi Obat Obat-obat kolinergik dan antikolinesterase Obat otonom yang merangsang sel efektor yang dipersarafi serat dapat dibagi menjadi 3 yaitu 1. Ester kolin dalam golongan ini termasuk asetilkolin, metakolin, karbakol, beta karbakol. Indikasi obat kolinergik adalah iskemik perifer (penyakit Reynauld, trombofleibitis), meteorismus, retensi urin, feokromositoma 2. antikolinesterase, dalam golongan ini termasuk fsostigmin (eserin), prostigmin (neostigmin) dan diisopropilfluorofosfat (DFP). Obat antikolinesterase bekerja dengan menghambat kerja kolinesterase dan mengakibatkan suatu keadaan yang mirip dengan perangsangan saraf kolinergik secara terus menerus. Fisostigmin, prostigmin, piridostigmin menghambat secara reversibel, sebaliknya DFP, gas perang (tabun, sarin) dan insektisida organofosfat (paration, malation, tetraetilpirofosfat dan oktametilpirofosfortetramid (OMPA) menghambat secara irreversibel. Indikasi penggunaan obat ini adalah penyakit mata (glaukoma) biasanya digunakan fisostigmin,penyakit saluran cerna (meningkatkanperistalsis usus) basanya digunakan prostigmin, penyakit miastenia gravis biasanya digunakan prostigmin.

Upload: kharisma-ganda

Post on 14-Aug-2015

46 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Farmakologi Obat

Farmakologi Obat

Obat-obat kolinergik dan antikolinesterase

Obat otonom yang merangsang sel efektor yang dipersarafi serat dapat dibagi menjadi 3 yaitu

1. Ester kolin dalam golongan ini termasuk asetilkolin, metakolin, karbakol, beta karbakol. Indikasi

obat kolinergik adalah iskemik perifer (penyakit Reynauld, trombofleibitis), meteorismus, retensi

urin, feokromositoma

2. antikolinesterase, dalam golongan ini termasuk fsostigmin (eserin), prostigmin (neostigmin) dan

diisopropilfluorofosfat (DFP). Obat antikolinesterase bekerja dengan menghambat kerja

kolinesterase dan mengakibatkan suatu keadaan yang mirip dengan perangsangan saraf

kolinergik secara terus menerus. Fisostigmin, prostigmin, piridostigmin menghambat secara

reversibel, sebaliknya DFP, gas perang (tabun, sarin) dan insektisida organofosfat (paration,

malation, tetraetilpirofosfat dan oktametilpirofosfortetramid (OMPA) menghambat secara

irreversibel. Indikasi penggunaan obat ini adalah penyakit mata (glaukoma) biasanya digunakan

fisostigmin,penyakit saluran cerna (meningkatkanperistalsis usus) basanya digunakan

prostigmin, penyakit miastenia gravis biasanya digunakan prostigmin.

3. Alkaloid termasuk didalamnya muskarin, pilokarpin dan arekolin. Golongan obat ini yang dipakai

hanyalah pilokarpin sebagai obat tetes mata untuk menimbulkan efek miosis. 

Obat Antikolinergik

Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik, parasimpatolitik,

penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik yang digunakan untuk

(1). mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik

(2). Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum

(3). Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.

Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona, oksifenonium

bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk merangsang susunan saraf pusat

(merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya, antiparkinson), mata (midriasis dan

sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem

kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruh terhadap tekanan darah),

Page 2: Farmakologi Obat

saluran cerna (menghambat peristaltik usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan

menghambat sekresi asam lambung)

Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif dan mengurangi efek

sistemik yang tidak menyenangkan.

Beberapa jenis obat antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai

antispasmodik, propantelin bromida dipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen

digunakan untuk penyakit parkinson. 

Obat Adrenergik

Obat ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkannya mirip efek neurotransmitter

norepinefrin dan epinefrin (dikenal juga sebagai obat noradrenergik dan adrenergik atau simpatik

atau simpatomimetik). Kerja obat adrenergik dibagi dalam 6 jenis yaitu:

1. perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darahn kulit dan mukosa, kelenjar liur dan keringat

2. penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka3. perangsangan jantung dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi4. perangsangan SSP seperti peningkatan pernafasan, kewaspadaan, dan pengurangan nafsu

makan5. efek metabolik mislnya peningkatan glikogenolisisdi hati dan otot, lipolisis dan pelepasan

asam lemak bebas dari jaringan lemak6. efek endokrin misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon hipofisis.

Mekanisme kerja obat adrenergik adalah merangsang reseptor alfa () dan beta () pada sel

efektor. Efek obat adrenergik dapat dilihat pada tabel-1 dibawah ini

Penggunaan klinis epinefrin adalah pada

1. Sistem kardiovaskular: terjadinya vasokonstriksi (tekanan darah meningkat), meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung

2. Susunan Saraf Pusat: terjadinya kegelisahan, rasa kuatir, nyeri kepala dan tremor.3. Otot polos : efeknya berbeda tergantung pada jenis reseptor yang terdapat pada organ

tersebut. Pada saluran cerna terjadi relaksasi otot polos saluran cerna, pada uterus terjadi penghambatan tonus dan kontraksi uterus, pada kandung kemih terjadi relaksasi otot detrusor kandung kemih, pada pernafasan menimbulkan relaksasi otot polos bronkus.

4. Proses metabolik: menstimulasi glikogenolisis di sel-sel hati dan otot rangka, lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak

5. lain-lain : menhambat sekresi kelenjar , menurunkan tekanan intraokular, mempercepat pembekuan darah

Page 3: Farmakologi Obat

Efek samping epinefrin adalah perasaan takut, khawatir, gelisah, tegang, tremor, kepala

berdenyut, palpitasi.

Obat-obat yang termasuk golongan adrenergik yaitu

1. Golongan katekolamin : epineprin, norepinefrin, isoproterenol, dopamin, dobutamin dan sebagainya

2. Golongan nonkatekolamin: amfetamin, metamfetamin, fenilpropanolamin, metaproterenol (orsiprenalin), terbutalin, efedrin dan sebagainya.

Obat Antiadrenergik

Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang menghambat perangsangan

adrenergik. Berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi

1. penghambat adrenoseptor (adrenoseptor bloker) yaitu obat yang menduduki adrenoseptor baik alfa

(a) maupun beta (b) sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergik.

2. penghambat saraf adrenergik yaitu obat yang mengurangi respons sel efektor terhadap

perangsangan saraf adrenergik. Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis, penyimpanan,

dan pelepasan neurotransmitter. Obat yang termasuk penghambat saraf adrenergik adalah

guanetidinbetanidin, guanadrel, bretilium, dan reserpin. Semua obat golongan ini umumnya

dipakai sebagai antihipertensi.

3. penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral yaitu obat yang menghambat perangsangan

adrenergik di SSP.

Obat yang termasuk alfa bloker adalah derivat haloalkilamin (dibenamid dan

fenoksibenzamin), derivat imidazolin (tolazolin, fentolamin), prazosin dan alfa bloker lain

misalnya derivat alkaloid ergot dan yohimbin. Indikasi alfabloker adalah hipertensi,

feokromositoma, fenomen Raynaud dan syok.

Obat yang termasuk beta bloker adalah isoproterenol, propanolol, asetabutolol, timolol,

atenolol, oksiprenolol dan sebagainya. Obat betabloker digunakan untuk mengurangi denyut

jantung dan kontraktilitas miokard, antihipertensi, bronkodilator, menghambat glikogenolisis di

sel hati dan otot rangka, menhambat lipolisis menghambat sekresi renin. Efek samping

betabloker adalah gagal jantung, bradiaritmia, bronkospasm, ekstremitas dingin, memperberat

gejala penyakit Reynaud dan menyebabkan kambuhnya klaudikasio intermitten.

Page 4: Farmakologi Obat

Obat penghambat saraf adrenergik bekerja dengan cara menghambat sintesis,

penyimpanan, dan pelepasan neurotransmitter. Obat yang termasuk penghambat saraf adrenergik

adalah guanetidinbetanidin, guanadrel, bretilium, dan reserpin. Semua obat golongan ini

umumnya dipakai sebagai antihipertensi.

Obat penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral yaitu klonidin dan metildopa

yang dipakai sebagai obat antihipertensi. 

Obat Anestetik dan Analgesik

A. Obat Anestetik

Istilah anestetik dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit.

Anestetik dibedkan menjadi 2 kelompok yaitu

1. Anestetik lokal yaitu penghilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran2. Anestetik umum yaitu penghilang rasa sakit yang disertai hilangnya kesadaran.

Sejak dahulu sudah dikenal tindakan anestesi yang digunakan untuk mempermudah tindakan

operasi. Orang Mesir dahulu menggunakan narkotik, sedangkan orang cina menggunakan

Canabis indica dan pemukulan kepala dengan tongkat untuk menghilangkan kesadaran. Hal ini

tidak memberikan keuntungan. Tahun 1776 ditemukan anestetik gas pertama yaitu N2O, tetapi

anestetik gas ini kurang efektif sehingga diusahakan mencari zat lain.

Mekanisme kerja obat anestesi umum sampai sekarang belum jelas, meskipun mekanisme kerja

susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer mengalami banyak kemajuan pesat, maka

timbullah berbagai teori. Beberapa teori yang dikemukan adalah

1. teori koloid

zat anestesi akan menggumpalkan sel koloid yang menimbulkan anestesi yang bersifat reversibel

diikuti dengan proses pemulihan. Christiansen (1965) membuktikan bahwa pemberian eter dan

halotan akan menghambat gerakan dan aliran protoplasma dalam amuba

1. teori lipid

Page 5: Farmakologi Obat

Ada hubungan kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anestesi. Makin tinggi

klerutan dalam lemak makin kuat sifat anestestetiknya. Teori ini cocok untk obat anestetik yang

larut dalam lemak

1. teori adsorpsi dan tegangan permukaan

Pengumpulan zat anestesi pada permukaan sel menyebabkan proses metabolisma

dan transmisi neural terganggu sehingga timbul anestesi.

1. teori biokimia

pemberiaan zat anestesi invitro menghambat pengambilan oksigen di otak dengan cara

menghambat sistem fosforilasi oksidatif. Akan tetapi hal ini mungkin hanya menyertai anestesi

bukan penyebab anestesi.

1. teori neurofisiologi

pemberian zat anestesi akan menurunkan transmisi sinaps di ganglion cervicalis superior dan

menghambat formatio retikularis asenden untuk berfungsi mempertahankan kesadaran.

1. teori fisika

zat anestesi dengan air di dalam susunan saraf pusat dapat membentuk mikrokristal sehingga

menggangu fungsi sel otak.

Semua zat anestesi umum menghambat susunan saraf secara bertahap, mula-mula fungsi yang

kompleks akan dihambat dan yang paling akhir adalah medula oblongata yang mengandung

pusat vasomotor dan pusat pernafasan yang vital. Guedel (1920) membagi anestesi umum

dengan eter menjadi 4 stadia:

1. Stadium I (analgesia) yaitu stadia mulai dari saat pemberian zat anestesi hingga hilangnya kesadaran. Pada stadia ini penderita masih bisa mengikuti perintah tetapi rasa sakit sudah hilang

2. Stadium II (delirium/eksitasi) yaitu hilangnya kesadaran hingga permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, seperti tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, gerakan pernafasan yang tak teratur, takikardia, hipertensi hingga terjadinya kematian, sehingga harus segera dilewati

Page 6: Farmakologi Obat

3. Stadium III yaitu stadia sejak mulai teraturnya lagi pernafasan hingga hilangnya pernafasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernafasan spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah. Stadia ini dibagi lagi menjadi 4 tingkat yaitu

a. Tingkat I : pernafasn teratur, spontan, gerakan bola mata tak teratur, miosis, pernafasan dada dan perut seimbang. Belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna

b. Tingkat II : pernafasan teratur tetapi kurang dalam dibandingkan tingkat I, bola mata tak bergerak, pupil melebar, relaksasi otot sedang, refleks laring hilang.

c. Tingkat III: pernafasan perut lebih nyata daripada pernafasan dada karena otot interkostal mulai mengalami paralisis, relaksasi otot lurik sempurna, pupil lebih lebar tetatpi belum maksimal

d. Tingkat IV: pernafasan perut sempurna karena kelumpuhan otot interkostal sempurna, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya menghilang.

4. Stadium IV (Paralisis mediula oblongata) yaitu stadium dimulai dengan melemahnya pernafasan perut dibanding stadoium III tingkat 4, tekanan darah tak terukur, jantung berhenti berdenyut dan akhirnya penderita meninggal.

Sebelum diberikan zat anestesi pada pasien diberikan medikasi preanestesi dengan tujuan

untuk mengurangi kecemasan, memperlancar induksi, merngurangi keadaan gawat anestesi,

mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardia dan muntah sesudah atau selama anestesia.

Untuk tindakan ini dapat digunakan

1.a. analgesia narkotik untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan, mengurangi

rasa sakit dan menghindari takipneu. Misalnya morfin atau derivatnya misalnya oksimorfin dan fentanil

b. barbiturat biasanya diguankan untuk menimbulkan sedasi. Misalnya pentobarbital dan sekobarbital.

c. Antikolinergik untuk menghindari hipersekresi bronkus dan kelenjar liur terutama pada anestesi inhalasi. Obat yang dapat digunakan misalnya sulfas atropin dan skopolamin.

d. Obat penenang digunakan untuk efek sedasi, antiaritmia, antihistamin dan enti emetik. Misalnya prometazin, triflupromazin dan droperidol

Obat-obat anestesi umum yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi

1. kelompok inhalasi (gas) : Nitrous oksida (N2O), siklopropan, eter, enfluran, isofluran, halaotan,

metoksifluran, trikoretilen, etil klorida, fluroksen

2. anestesi parenteral (injeksi) dibagi menjadi beberapa golongan yaitu

Page 7: Farmakologi Obat

a. Barbiturat, bekerja dengan blokade sistem stimulus di formasio retikularis sehingga kesadaran

akan hilang. Efek samping yang dapat terjadi adalah depresi pusat nafas dan menurunnya

kontraktilitas otot jantung. Contoh obatnya adalah natrium tiopental, ketamin

b. Droperidol dan Fentanil digunakan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik dan anestesia

neuroleptik (bila digunakan bersama N2O)

c. Diazepam, obat ini menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan

bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesia sehingga harus dikombinasi dengan obat-obat

analgesia.

d. Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi tetapi tidak

berefek analgesia. Etomidat hanya menimbulkan efek minimal terhadap sistem kardiovaskular

dan pernafasan. Efek anestesinya berlangsung segera, dalam waktu 1 menit pasien sudah tidak

sadar.

Efek samping anestesi umum yang dapat terjadi adalah depresi miokardium dan hipotensi

(anestesi inhalasi), depresi nafas (terutama anestesi inhalasi), gangguan fungsi hati ringan,

gangguan fungsi ginjal, hipotermia dan menggigil pasca operasi, batuk dan spasme laring serta

delirium selama masa pemulihan.

Obat anestetik lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara

lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada setiap bagian saraf.

Pemberian anestetik lokal pada kulit akan menghambat transmisi impuls sensorik, sebaliknya

pemberian anestetik lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis sensorik dan motorik di

daerah yang dipersarafinya. Mekanisme kerja anestetik lokla adalah mencegah konduksi dan

timbulnya impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel. Obat anestetik lokal

dikelompokkan menjadi

1. Kokain

2. Anestetik lokal sintetik seperti prokain, lidokain , butetamid, dibukain,

mepivakain, tetrakain dan sebagainya.

Tehnik pemberian anestetik lokal dapat berupa

1. anestetik permukaan yaitu penyuntikan obat anestetik secara permukaan misalnya pada kulit, selaput lendir mulut, faring dan esofagus

2. anestetik infiltrasi yaitu penyuntikan untuk menimbulkan anestesi pada ujung saraf melalui kontak langsung dengan obat. Cara anestesi infiltrasi yang sering digunakan adalah ring block.

Page 8: Farmakologi Obat

3. anestetik blok yaitu anestesi bertujuan untuk mempengaruhi konduksi saraf otonom maupun somatis dengan anestesi lokal. Hal ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal misalnya saraf oksipital, pleksus brachialis, sampai ke anestesia epidural dan spinal.

4. anestetik spinal yaitu anestesi blok yang lebih luas.

B. Obat Analgesik

Obat analgesik antipiretik serta obat antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan suatu

kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Mekanisme

kerja obat analgesik adalah menghambat ensim siklooksigenase sehingga konversi asam

arakhidonat menjadi PGG2 terganggu dan reaksi inflamasi akan tertekan.

Obat-obat analgesik ini juga mempunyai sifat antipiretik dan antiinflamasi, tetapi ada perbedaan

dari masing-masing obat, contohnya parasetamol bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat

antiinflamasinya lemah sekali.

Efek samping obat-obat analgesik yang paling sering adalah iritasi pada lambung hingga tukak

lambung, gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesa tromboksan A2 (TXA2)

dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan, gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati pada

pemamakaian lama dan reaksi alergi.

Obat-obat yang tergolong analgesik adalah salisilat, paraaminofenol (fenasetin dan asetaminofen

atau parasetamol), pirazolon (antipirin, aminopirin, dipiron), fenilbutazon dan oksifenbutazon.

Obat AINS yang lainnya adalah asam mefenamat dan meklofenamat, diklofenak, fenbufen,

ibuprofen, ketoprofen, nafroksen, indometasin, piroksikam.

Obat Antiepilepsi

Antiepilepsi atau antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan

epilepsi (epileptic seizure). Epilepsi merupakan nama kolektif untuk sekelompok gangguan atau

penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut bangkitan

atau seizure) dan gejala utama berupa penurunan kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan

ini biasanya disertai dengan terjadinya kejang (konvulsi), hiperaktivitas otonom, gangguan

sensorik atau psikis, dan selalu disertai gambaran letupan EEG (electroencephalogram) abnormal

dan eksesif. Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik

atau depolarisasi abnormal dan ksesif, terjadi disuatu fokus dalam otak yang menyebabkan

bangkitan paroksismal. Dalam fokus ini terdapat neuron epilepsi yang sensitif terhadap

Page 9: Farmakologi Obat

rangsangan. Neuron epileptik inilah yang menjadi pencetus bangkitan epilepsi. Epilepsi

dikelompokkan menjadi 2 yaitu

1. Epilepsi fokal atau parsial, yaitu epilepsi yang ditandai oleh terjadinya kejang pada bagian tubuh tertentu misalnya tangan, muka dan sebagainya dan biasanya tanpa disertai dengan penurunan kesadaran.

2. Epilepsi umum yaitu epilepsi yang doitandai oleh terjadinya kejang menyeluruh (kejang umum) disemua bagian tubuh baik yang bersifat tonik, klonik ataupun tonik-klonik dan biasanya disertai dengan terjadinya penurunan kesadaran.

Obat antikonvulsi atau antiepilepsi berdasarkan cara kerjanya dibagi mnejadi 2 yaitu

1. dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi

2. dengan mencegah terjadnya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi.

Obat epilepsi dibagi nejadi 8 kelompok yaitu

1. Golongan Hidantoin, terdiri atas fenitoin, mefenitoin, dan etotoin

Indikasi obat golongan ini adalah epilepsi umum tonik-klonik (grandmal epilepsi) dan bangkitan

parsial atau fokal. Efek samping yang dapat terjadi adalah pada susunan saraf pusat (ataksia,

nistagmus, sukar bicara, tremor dan ngantuk), saluran cerna dan gusi (nyeri ulu hati, anoreksia,

mual dan muntah serta pembesaran gusi), Kulit (ruam morbiliform) dan hepatotoksik (ikterik)

serta anemia megaloblastik.

1. Golongan barbiturat, misalnya fenobarbital dan primidon. Selain sebagai antikonvulsi, obat ini juga digunakan sebagai hipnotik-sedatif.

Fenobarbital digunakan untuk terapi bangkitan tonik-klonik atau berbagai bangkitan parsial atau

fokal. Efek samping fenobarbital relatif kecil berupa ruam kulit. Primidon digunakan untuk

semua bentuk bangkitan atau epilepsi, kecuali epilepsi jenis petit mal. Efek samping yang dapat

terjadi berupa kantuk, ataksia, pusing, sakit kepala, mual, ruam kulit , anoreksia dan impotensi.

1. Golongan Oksazolidindion, misalnya trimetadion. Indikasi obat ini adalah epilepsi jenis petit mal (bangkitan lena). Disamping itu trimetadion juga bersifat hipnotik dan analgesik. Efek samping ringan berupa ngantuk, dan ruam kulit. Disamping itu dapat juga terjadi gangguan fungsi hati, darah dan ginjal.

Page 10: Farmakologi Obat

2. Golongan Suksimid, misalnya etosuksimid, metsuksimid, dan fensuksimid. Efek antikonvulsi suksimid sama dengan trimetadion. Indiasi penggunaan obat ini adalah epilepsi tipe petit mal. Efek samping berupa mual, sakit kepala, kantuk, dan ruam kulit.

3. Golongan Karbamazepin, misalnya karbamazepin. Selain mempunyai efek antikonvulsif obat ini juga memperbaiki kewaspadaan dan perasaan. Selain itu juga mempunyai efek analgesia selektif dan digunakan pada pengobatan tabes dorsalis dan neuropati lainnya. Obat ini digunakan untuk mengatasi semua bangkitan epilepsi kecuali epilepsi tipe petit mal dan digunakan secara luas di Amerika Serikat. Efek samping yang dapat terjadi adalah pusing, vertigo, ataksia, penglihatan kabur, mual, muntah dan gangguan darah.

4. Golongan Benzodiazepin, misalnya diazepam, klonazepam, nitrazepam. Selain untuk antikonvulsi obat ini uga dipakai sebagai antiansietas. Diazepam intravena merupakan obat terpilih untuk status epileptikus dan merupakan obat antikonvulsi yang paling banyak dipakai. Obat ini digunakan untuk kejang umum maupun fokal. Efek samping yang dapat terjadi adalah obstruksi saluran nafas oleh lidah akibat relaksasi otot, depresi nafas hingga apneu, hipotensi, henti jantung dan ngantuk. Klonazepam dan nitrazepam digunakan untuk epilepsi tipe mioklonik, akinetik dan spasme. Efek samping berupa ngantuk, ataksia dan gangguan kepribadian.

5. Golongan Asam Valproat. Mekanisme kerja asam valproat didasarkan meningkatnya kadar asam gama aminobutirat (GABA) di otak. Indikasi pemberian obat ini adalah epilepsi petit mal, mioklonik dan tonik-klonik. Efek samping yang terjadi adalah gangguan saluran cerna, berupa mual dan muntah susunan saraf pusat (ngantuk, ataksia, tremor), gangguan fungsi hati, ruam kulit dan alopesia.

6. Antiepilepsi lain misalnya fenasemid dan asetazolamid.

Prinsip pengobatan epilepsi adalah (1) melakukan pengobatan kausal (penyebab) misalnya

pembedahan pada tumor serebri, (2) menghindari faktor pencetus suatu bangkitan, misalnya

alkohol, emosi dan kelelahan fisik maupun mental, (3) penggunaan antikonvulsi. 

Kriteria obat epilepsi yang baik adalah (1) dapat menekan bangkitan, (2) memiliki batas

keamanan yang lebar, (3) satu jenis obat yang dapat menekan semua jenis bangkitan dan

bekerjalangsung pada fokus bangkitan, (4) diberikan peroral dan masa kerja panjang, tidak

menimbulkan gejala putus obat, (5) harganya murah.

Page 11: Farmakologi Obat

Farmakologi Adrenergik

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat ALLAH SWT, karena atas berkat,

rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dimana

dalam makalah ini kami menyajikan materi mengenai obat otonom yakni Obat Adrenergik. Oleh

karena itu materi ini memberi perhatian yang besar terhadap ilmu pengetahuan bagian

farmakologi.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari taraf kesempurnaan. Oleh karena itu

kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 3 oktober  2011

                                                                         Kelompok 1

DAFTAR ISI

Halaman judul

Kata pengantar

Daftar isi

Page 12: Farmakologi Obat

Bab I   PENDAHULUAN

Bab II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

1.      Kesimpulan

2.      Saran

Daftar pustaka

BAB 1

PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup,

lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa tersebut disebut

Page 13: Farmakologi Obat

obat. Karena itu dikatakan farmakologi merupakan seni menimbang ( the art of weighing ).

Tanpa pengetahuan farmakologi yang baik, seorang dokter dapat merupakan sumber bencana

bagi pasien karena tidak ada obat yang aman secara murni. Hanya dengan penggunaan yang

cermat, obat akan bermanfaat tanpa efek samping tidak diinginkan yang terlalu menggangu.

Selain itu, pengetahuan mengenai efek samping obat memampukan dokter mengenal tanda dan

gejala yang disebabkan obat. Hampir tidak ada gejala dari demam, gatal sampai syok anafilaktik,

yang tidak terjadi dengan  obat. Jadi obat selain bermanfaat dalam pengobatan penyakit, juga

merupakan penyebab penyakit. Menurut suatu survey di Amerika Serikat, sekitar 5 % pasien

masuk rumah sakit akibat obat. Rasio fatalitas kasus akibat obat dirumah sakit bervariasi antara 2

– 12%. Efek samping obat meningkat sejalan dengan jumlah obat yang diminum. Melihat fakta

tersebut, pentingnya pengetahuan obat bagi seorang dokter maupun apoteker tidak dapat

diragukan.

Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati,

mendiagnosis penyakit/gangguan atau menimbulkan suatu kondisi tertentu misalnya membuat

seorang infertile, atau melumpuhkan otot rangka selama pembedahan.

Salah satu bagian dalam ilmu farmakologi yaitu obat otonom yakni obat adrenergic atau

simpatomimetika yaitu zat – zat yang dapat menimbulkan ( sebagian ) efek yang sama dengan

stimulasi susunan simpaticus ( SS ) dan melepaskan noradrenalin ( NA ) di ujung – ujung

sarafnya. SS berfungsi meningkatkan penggunaan zat oleh tubuh dan menyiapkannya untuk

proses disimilasi. Organisme disiapkan agar dengan cepat dapat menghasilkan banyak energy,

yaitu siap untuk suatu reaksi “ fight, fright, or flight “ ( berkelahi, merasa takut, atau melarikan

diri ). Oleh karena itu, adrenergika memiliki daya yang bertujuan mencapai keadaan waspada

tersebut.

2.                   Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :

1.                   Dapat menentukan jenis – jenis obat adrenergic

2.                   Proses atau mekanisme kerja obatnya

3.                   Indikasi obat adrenergic

4.                   Kontraindikasi

5.                   Efek samping

Page 14: Farmakologi Obat

BAB 2

PEMBAHASAN

Dikatakan obat adrenergic karena efek yang ditimbulkannya mirip perangsangan saraf

adrenergic, atau mirip efek neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin ( yang disebut juga

noradrenalin dan adrenalin ). Golongan obat ini disebut juga obat simpatik atau simpatomimetik

yaitu zat – zat yang dapat menimbulkan ( sebagian ) efek yang sama dengan stimulasi susunan

simpaticus ( SS ) dan melepaskan noradrenalin ( NA ) di ujung – ujung sarafnya.

Kerja obat adrenergic dapat dikelompokkan dalam 7 jenis yaitu :

1.         Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, serta kelenjar liur

dan keringat.

2.         Penghambatan organ perifer : otot polos usus, bronkus dan pembuluh darah otot rangka

3.         Perangsangan jantung      : dengan akibat peningkatan denyut jantung  dan kekuatan kontraksi

Page 15: Farmakologi Obat

4.         Perangsangan SSP : misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan kewaspadaan, aktivitas

psikomotor, dan pengurangan nafsu makan

5.         Efek metabolic : misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis dan penglepasan

asam lemak bebas dari jaringan lemak

6.         Efek endokrin : misalnya modulasi sekresi insulin, rennin, dan hormone hipofisis

7.         Efek prasinaptik : dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan neurotransmitter NE

atau Ach ( acetyl colin ).

Adrenergic dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik kerjanya di sel – sel efektor

dari organ – ujung, yakni reseptor-alfa dan reseptor-beta. Perbedaan antara kedua jenis reseptor

didasarkan atas kepekaannya bagi adrenalin, noradrenalin ( NA ), dan isoprenalin. Reseptor-alfa

lebih peka bagi NA, sedangkan reseptor-beta lebih sensitive bagi isoprenalin.

Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan menurut efek fisiologisnya yaitu dalam   alfa-1

dan alfa-2 serta beta-1 dan beta-2.Pada umumnya stimulasi dari masing-masing reseptor itu

menghasilkan efek-efek sebagai berikut :

           Alfa-1 : menimbulkan vasokonstriksi dari otot polos dan menstimulasi sel-sel kelenjar dengan

bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat.

           Alfa-2 : menghambat pelepasan NA pada saraf-saraf adrenegis dengan turunnya tekanan darah.

Mungkin pelepasan ACh di saraf kolinergis dalam usus pun terhambat sehingga antara lain

menurunnya peristaltic.

           Beta-1 : memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung ( efek inotrop dan kronotop ).

           Beta-2 : bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.

Lokasi reseptor ini umumnya adalah sebagai berikut :

           alfa-1 dan beta-1 : postsinaptis artinya lewat sinaps di organ efektor

           alfa-2 dan beta-2 : presinaptis dan ekstrasi-naptis yaitu dimuka sinaps atau diluarnya antara lain

dikulit otak,rahim,dan pelat-pelat darah. Reseptor-a1 juga terdapat presinaptis.

Contoh Obat Adrenergik antara lain :

Page 16: Farmakologi Obat

     Epinefrin

     Norepinefrin

     Isoproterenol

     Dopamin

     Dobutamin

     Amfetamin

     Metamfenamin

     Efedrin

     Metoksamin

     Fenilefrin

     Mefentermin

     Metaraminol

     Fenilpropanolamin

     Hidroksiamfetamin

     Etilnorepineprin

    EPINEFRIN

Epinefrin merupakan prototype obat kelompok adrenergic. Zat ini dihasilkan juga oleh

anak-ginjal dan berperan pada metabolisme hidrat-arang dan lemak. Adrenalin memiliki semua

khasiat adrenergis alfa dan beta, tetapi efek betanya relative lebih kuat ( stimulasi jantung dan

bronchodilatasi ).

a.                   Mekanisme Kerja

    Farmakodinamika

Pada umumnya pemberian epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi saraf adrenergic.

Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitter pada saraf adrenergic adalah NE. Efek yang

paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh darah dan otot polos lain.

       Jantung, epinefrin mengaktivasi reseptor β1 di otot jantung, sel pacu jantung dan jaringan

konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif epinefrin pada jantung.

Page 17: Farmakologi Obat

Epinefrin mempercepat depolarisasi fase 4, yakni depolarisasi lambat sewaktu diastole, dari

nodus sino-atrial ( SA ) dan sel otomatik lainnya, dengan demikian mempercepat firing rate pacu

jantung dan merangsang pembentukan focus ektopik dalam ventrikel. Dalam nodus SA,

epinefrin juga menyebabkan perpindahan pacu jantung ke sel yang mempunyai firing rate lebih

cepat.

Epinefrin mempercepat konduksi sepanjang jaringan konduksi, mulai dari atrium ke nodus

atrioventrikular ( AV ). Epinefrin juga mengurangi blok AV yang terjadi akibat penyakit, obat

atau aktivitas vagal. Selain itu epinefrin memperpendek periode refrakter nodus AV dan berbagai

bagian jantung lainnya. Epinefrin memperkuat kontraksi dan mempercepat relaksasi. Dalam

mempercepat denyut jantung dalam kisaran fisiologis, epinefrin memperpendek waktu sistolik

tanpa mengurangi waktu diastolic. Akibatnya curah jantung bertambah tetapi kerja jantung dan

pemakaian oksigen sangat bertambah sehingga efisiensi jantung ( kerja dibandingkan dengan

pemakaian oksigen ) berkurang. Dosis epinefrin yang berlebih disamping menyebabkan tekanan

darah naik sangat tinggi juga menimbulkan kontraksi ventrikel premature diikuti takikardia

ventrikel dan akhirnya fibrilasi ventrikel.

       Pembuluh darah, efek vascular epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler,

tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan ginjal

mengalami konstriksi karena dalam organ – organ tersebut  reseptor α dominan. Pembuluh darah

otot rangka mengalami dilatasi oleh epinefrin dosis rendah, akibat aktivasi reseptor β2 yang

mempunyai afinitas lebih besar pada epinefrin dibandingkan dengan reseptor α. Epinefrin dosis

tinggi bereaksi dengan kedua jenis reseptor tersebut. Dominasi reseptor α di pembuluh darah

menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang berakibat peningkatan tekanan darah. Pada

waktu kadar epinefrin menurun, efek terhadap reseptor α yang kurang sensitive lebih dulu

menghilang. Efek epinefrin terhadap reseptor β2 masih ada pada kadar yang rendah ini. Dan

menyebabkan hipotensi sekunder pada pemberian epinefrin secara sistemik. Jika sebelum

epinefrin telah diberikan suatu penghambat reseptor α, maka pemberian epinefrin hanya

menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Gejala ini disebut epinefrin reversal

yaitu suatu kenaikan tekanan darah yang tidak begitu jelas mungkin timbul sebelum penurunan

tekanan darah ini, kenaikan yang selintas ini akibat stimulsai jantung oleh epinefrin.

Page 18: Farmakologi Obat

Pada manusia pemberian epinefrin dalam dosis terapi yang menimbulkan kenaikan tekanan

darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi menimbulkan peningkatan aliran darah

otak.

Epinefrin dalam dosis yang tidak banyak mempengaruhi tekanan darah, meningkatkan resistensi

pembuluh darah ginjal dan mengurangi aliran darah ginjal sebanyak 40%. Ekskresi Na, K dan Cl

berkurang volume urin mungkin bertambah, berkurang atau tidak berubah. Tekanan darah arteri

maupun vena paru meningkat oleh epinefrin meskipun terjadi konstriksi pembuluh darah paru,

redistribusi darah yang berasal dari sirkulasi sistemik akibat konstriksi vena – vena besar juga

berperan penting dalam menimbulkan kenaikan tekanan darah paru. Dosis epinefrin yang

berlebih dapat menimbulkan kematian karena adema paru.

       Pernapasan, epinefrin mempengaruhi pernapasan terutama dengan cara merelaksasi otot

bronkus melalui reseptor β2. efek bronkodilatasi ini jelas sekali bila sudah ada kontraksi otot

polos bronkus karena asma bronchial, histamine, ester kolin, pilokarpin, bradikinin, zat penyebab

anafilaksis yang bereaksi lambat dan lain – lain. Disini epinefrin bekerja sebagai antagonis

fisiologik. Pada asma, epinefrin juga menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel – sel

mast melalui reseptor β2, serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor

α1.

       Proses Metabolik, epinefrin menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka melalui

reseptor β2, glikogen diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian glukosa-6-fosfat. Hati

mempunyai glukosa-6-fosfatase tetapi otot rangka tidak, sehingga hati melepas glukosa

sedangkan otot rangka melepas asam laktat. Epinefrin juga menyebabkan penghambatan sekresi

insulin akibat dominasi aktivasi reseptor α2 yang menghambat, terhadap aktivasi reseptor β2  yang

menstimulasi sekresi insulin. Sekresi glucagon ditingkatkan melalui reseptor β pada sel α

pancreas. Selain itu epinefrin mengurangi ambilan glukosa oleh jaringan perifer, sebagian akibat

efeknya pada sekresi insulin, tapi juga akibat efek langsung pada otot rangka. Akibatnya terjadi

peningkatan kadar glukosa dan laktat dalam darah dan penurunan kadar glikogen dalam hati dan

otot rangka.

Epinefrin melalui aktivasi reseptor β meningkatkan aktivasi lipase trigliserida dalam jaringan

lemak, sehingga mempercepat pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

Akibatnya kadar asam lemak bebas dalam darah meningkat. Efek kalorigenik epinefrin terlihat

sebagai peningkatan pemakaian oksigen sebanyak 20 sampai 30% pada pemberian dosis terapi.

Page 19: Farmakologi Obat

Efek ini terutama disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak, yang menyediakan lebih

banyak substrat untuk oksidasi.

Efek utamanya terhadap organ dan proses – proses tubuh penting dapat diikhtisarkan sebagai

berikut :

       Jantung : daya kontraksi diperkuat ( inotrop positif ), frekuensi ditingkatkan ( chronotrop

positif ), sering kali ritmenya di ubah.

       Pembuluh : vasokontriksi dengan naiknya tekanan darah.

       Pernapasan : bronchodilatasi kuat terutama bila ada konstriksi seperti pada asma atau akibat

obat.

       Metabolisme ditingkatkan dengan naiknya konsumsi O2 dengan ca 25%, berdasarkan

stimulasi pembakaran glikogen ( glycogenolysis ) dan lipolysis. Sekresi insulin di hambat, kadar

glukosa dan asam lemak darah ditingkatkan.

    Farmakokinetik

      Absorbsi, pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar

dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada

penyuntikan SK, absorbsi lambat karena vasokontriksi local, dapat dipercepat dengan memijat

tempat suntikan. Absorbsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pemberian local

secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi,

terutama bila digunakan dosis besar.

      Biotransformasi dan ekskresi, epinefrin stabil dalam darah. Degradasi epinefrin terutama terjadi

dalam hati terutama yang banyak mengandung enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan lain juga

dapat merusak  zat ini. Sebagian besar epinefrin mengalami biotransformasi, mula – mula oleh

COMT dan MAO, kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan atau konyugasi, menjadi metanefrin,

asam 3-metoksi-4-hidroksimandelat, 3-metoksi-4-hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk

konyugasi glukuronat dan sulfat. Metabolit – metabolit ini bersama epinefrin yang tidak diubah

dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal, jumlah epinefrin yang utuh dalam urin hanya

sedikit. Pada pasien feokromositoma, urin mengandung epinefrin dan NE utuh dalam jumlah

besar bersama metabolitnya.

    

Page 20: Farmakologi Obat

b.    Indikasi

Terutama sebagai analepticum, yakni obat stimulan jantung yang aktif sekali pada keadaan

darurat, seperti kolaps, shock anafilaktis, atau jantung berhenti. Obat ini sangat efektif pada

serangan asma akut, tetapi harus sebagai injeksi karena per oral diuraikan oleh getah lambung.

c.    Kontraindikasi

Epinefrin dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat β-bloker nonselektif, karena kerjanya

yang tidak terimbangi pada reseptor α1 pembuluh darah dapat menyebabkan hipertensi yang berat

dan perdarahan otak.

d.   Efek samping

Pemberian epinefrin dapat menimbulkan gejala seperti gelisah, nyeri kepala berdenyut, tremor,

dan palpitasi. Gejala – gejala ini mereda dengan cepat setelah istrahat. Pasien hipertiroid dan

hipertensi lebih peka terhadap efek – efek tersebut maupun terhadap efek pada system

kardiovaskular. Pada pasien psikoneuretik epinefrin memperberat gejala – gejalanya.

NOREPINEFRIN

Norepinefrin adalah derivate tanpa gugus-metil pada atom-N. neurohormon ini khususnya

berkhasiat langsung terhadap reseptor α dengan efek fasokontriksi dan naiknya tensi. Efek

betanya hanya ringan kecuali kerja jantungnya ( β1 ). Bentuk-dekstronya, seperti epinefrin, tidak

digunakan karena ca 50 kali kurang aktif. Karena efek sampingnya bersifat lebih ringan dan

lebih jarang terjadi, maka norepinefrin lebih disukai penggunaannya pada shok dan sebagainya.

Atau sebagai obat tambahan pada injeksi anastetika local.

a.                   Mekanisme Kerja

    Farmakodinamika

NE bekerja terutama pada reseptor α, tetapi efeknya masih sedikit lebih lemah bila

dibandingkan dengan epinefrin. NE mempunyai efek β1 pada jantung yang sebanding dengan

epinefrin, tetapi hampir tidak memperlihatkan efek β2.

Page 21: Farmakologi Obat

Infus NE pada manusia menimbulkan peningkatan tekanan diastolic, tekanan sistolik, dan

biasnya juga tekanan nadi. Resistensi perifer meningkat sehingga aliran darah melalui ginjal, hati

dan juga otot rangka juga berkurang. Filtrasi glomerulus menurun hanya bila aliran darah ginjal

sangat berkurang. Reflex vagal memperlambat denyut jantung, mengatasi efek langsung  NE

yang mempercepatnya. Perpanjangan waktu pengisian jantung akibat perlambatan denyut

jantung ini, disertai venokonstriksi dan peningkatan kerja jantung akibat efek langsung NE pada

pembuluh darah dan jantung, mengakibatkan peningkatan curah sekuncup. Tetapi curah jantung

tidak berubah atau bahkan berkurang. Aliran darah koroner meningkat, mungkin karena dilatasi

pembuluh darah koroner tidak lewat persarafan otonom tetapi dilepasnya mediator lain, antara

lain adenosin, akibat peningkatan kerja jantung dan karena peningkatan tekanan darah. Berlainan

dengan epinefrin, NE dalam dosis kecil tidak menimbulkan vasodilatasi maupun penurunan

tekanan darah, karena NE boleh dikatakan tidak mempunyai efek terhadap reseptor β2 pada

pembuluh darah

otot rangka. Efek metabolic NE mirip epinefrin tetapi hanya timbul pada dosis yang lebih

besar.

b.                   Indikasi

Pengobatan pada pasien shock atau sebagai obat tambahan pada injeksi pada anastetika

local.

c.                   Kontraindikasi

Obat ini dikontraindikasikan pada anesthesia dengan obat – obat yang menyebabkan

sensitisasi jantung karena dapat timbul aritmia. Juga dikontraindikasikan pada wanita hamil

karena menimbulkan kontraksi uterus hamil.

d.                  Efek Samping

Efek samping NE serupa dengan  efek samping epinefrin, tetapi NE menimbulkan

peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi. Efek samping yang paling umum berupa rasa

kuatir, sukar bernafas, denyut jantung yang lambat tetapi kuat, dan nyeri kepala selintas. Dosis

berlebih atau dosis biasa pada pasien yang hiper-reaktif ( misalnya pasien hipertiroid )

menyebabkan hipertensi berat dengan nyeri kepala yang hebat, fotofobia, nyeri dada, pucat,

berkeringat banyak, dan muntah.

    ISOPROTERENOL

Page 22: Farmakologi Obat

Obat ini juga dikenal sebagai isopropilnorepinefrin, isopropilarterenol dan isoprenalin,

merupakan amin simpatomimetik yang kerjanya paling kuat pada semua reseptor β, dan hampir

tidak bekerja pada reseptor α.

a.                   Mekanisme Kerja

    Farmakodinamika

Isoproterenol tersedia dalam bentuk campuran resemik. Infus isoproterenol pada manusia

menurunkan resistensi perifer, terutama pada otot rangka, tetapi juga pada ginjal dan

mesenterium, sehingga tekanan diastolic menurun. Curah jantung meningkat karena efek

inotropik dan kronotropik positif langsung dari obat.pada dosis isoproterenol yang biasa

diberikan pada manusia, peningkatan curah jantung umumnya cukup besar untuk

mempertahankan atau meningkatkan tekanan sistolik, tetapi tekanan rata – rata menurun. Efek

isoproterenol terhadap jantung menimbulkan palpitasi, takikardia, sinus dan aritmia yang lebih

serius.

Isoproterenol melalui aktivasi reseptor β2, menimbulkan relaksasi hampir semua jenis otot

polos. Efek ini jelas terlihat bila tonus otot tinggi, dan paling jelas pada otot polos bronkus dan

saluran cerna. Isoproterenol mencegah atau mengurangi bronkokonstriksi. Pada asma, selain

menimbulkan bronkodilatasi, isoprotorenol juga menghambat penglepasan histamine dan

mediator – mediator inflamasi lainnya.akibat reaksi antigen-antibodi, efek ini juga dimiliki oleh

β2-agonis yang selektif. Efek hiperglikemik isoproterenol lebih lemah dibandingkan dengan

epinefrin, antara lain karena obat ini menyebabkan sekresi insulin melalui aktivasi reseptor β2

pada sel – sel beta pancreas tanpa diimbangi dengan efek terhadap reseptor α yang menghambat

sekresi insulin. Isoproterenol lebih kuat dari epinefrin dalam menimbulkan efek penglepasan

asam lemak bebas dan efek kalorigenik.

b.                   Indikasi

Digunakan pada kejang bronchi ( asma ) dan sebagai stimulant sirkulasi darah.

c.                   Kontraindikasi

Pasien dengan penyakit arteri koroner menyebabkan aritmia dan serangan angina.

d.                  Efek samping

Efek samping yang umum berupa palpitasi, takikardi, nyeri kepala dan muka merah.

Kadang – kadang terjadi aritmia dan serangan angina, terutama pada pasien dengan penyakit

Page 23: Farmakologi Obat

arteri koroner. Inhalasi isoproterenol dosis berlebih dapat menimbulkan aritmia ventrikel yang

fatal.

    DOPAMIN

a.                   Mekanisme Kerja

    Farmakodinamik

Precursor NE ini mempunyai kerja langsung pada reseptor dopaminergik dan adrenergic,

dan juga melepaskan NE endogen. Pada kadar rendah, dopamin bekerja pada reseptor

dopaminergik D1 pembuluh darah, terutama di ginjal, mesenterium dan pembuluh darah koroner.

Stimulasi reseptor D1 menyebabkan vasodilatasi melalui aktivasi adenilsiklase. Infus dopamin

dosis rendah akan meningkatkan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus dan ekskresi Na+ .

Pada dosis yang sedikit lebih tinggi, dopamin meningkatkan kontraktilitas miokard melalui

aktivasi adrenoseptor β1. Dopamin juga melepaskan NE endogen yang menambah efeknya pada

jantung. Pada dosis rendah sampai sedang, resistensi perifer total tidak berubah. Hal ini karena

dopamin mengurangi resistensi arterial di ginjal dan mesenterium dengan hanya sedikit

peningkatan di tempat – tempat lain.dengan demikian dopamin meningkatkan tekanan sistolik

dan tekanan sistolik dan tekanan nadi tanda mengubah tekanan diastolic ( atau sedikit

meningkat ). Akibatnya dopamin terutama berguna untuk keadaan curah jantung rendah disertai

dengan gangguan fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik dan gagal jantung yang berat. Pada

kadar yang tinggi dopamin menyebabkan vasokontriksi akibat aktivasi reseptor α1 pembuluh

darah. Karena itu bila dopamin di gunakan untuk syok yang mengancam jiwa, tekanan darah dan

fungsi ginjal harus dimonitor. Reseptor dopamin juga terdapat dalam otak, tetapi dopamin yang

di berikan IV, tidak menimbulkan efek sentral karena obat ini sukar melewati sawar darah-otak.

Fenoldopam merupakan agonis reseptor D1 perifer dan mengikat reseptor α2 dengan

afinitas sedang, afinitas terhadap reseptor D2, α1 dan β tidak berarti. Obat ini merupakan

vasodilator kerja cepat untuk mengontrol hipertensi berat ( misalnya hipertensi maligna dengan

kerusakan organ ) di rumah sakit untuk jangka pendek, tidak lebih dari 48 jam. Fenoldopam

mendilatasi berbagai pembuluh darah, termasuk arteri koroner, arteriol aferen dan eferen ginjal

dan arteri mesenteric. Masa paruh eliminasi fenoldopam intravena, setelah penghentian 2-jam

Page 24: Farmakologi Obat

infuse ialah 10 menit. Efek samping akibat vasodilatasi berupa sakit kepala, muka merah, pusing,

takikardia atau bradikardia.

Dopeksamin merupakan analog dopamin dengan aktivitas intrinsic pada reseptor D1, D2

dan β2, juga menghambat ambilan katekolamin. Obat ini agaknya memperlihatkan efek

hemodinamik yang menguntungkan pada pasien gagal jantung berat, sepsis dan syok. Pada

pasien dengan curah jantung rendah, infus dopeksamin meningkatkan curah sekuncup dan

menurunkan resistensi vascular sistemik.

b.                   Indikasi

Pengobatan pada pasien syok dan hipovolemia.

c.                   Kontraindikasi

Dopamin harus dihindarkan pada pasien yang sedang diobati dengan penghambat MAO.

d.                  Efek Samping

Dosis belebih dapat menimbulkan efek adrenergic yang berlebihan. Selama infuse

dopamine dapat terjadi mual, muntah, takikardia, aritmia, nyeri dada, nyeri kepala, hipertensi dan

peningkatan tekanan diastolic.

    DOBUTAMIN

a.                   Mekanisme Kerja

    Farmakodinamika

Struktur senyawa dobutamin mirip dopamin, tetapi dengan substitusi aromatic yang besar

pada gugus amino. Dobutamin merupakan campuran resemik dari kedua isomer / dan d. Isomer /

adalah α1-agonis yang poten sedangkan isomer d  α1-bloker yang poten. Sifat agonis isomer /

dominan, sehingga terjadi vasokontriksi yang lemah melalui aktivasi reseptor α1. Isomer d 10

kali  lebih poten sebagai agonis reseptor β daripada isomer / dan lebih selektif untuk reseptor β1

daripada β2.  

Dobutamin menimbulkan efek inotropik  yang lebih kuat daripada efek kronotropik

dibandingkan isoproterenol. Hal ini disebabkan karena resistensi perifer yang relative tidak

berubah ( akibat vasokontriksi melalui reseptor α1 diimbangi oleh vasodilatasi melalui reseptor β2

), sehingga tidak menimbulkan reflex takikardi, atau karena reseptor α1 di jantung menambah

Page 25: Farmakologi Obat

efek inotropik obat ini. Pada dosis yang menimbulkan efek inotropik yang sebanding, efek

dobutamin dalam meningkatkan automatisitas nodus SA kurang dibanding isoproterenol, tetapi

peningkatan konduksi AV dan intraventrikular oleh ke-2 obat ini sebanding. Dengan demikian,

infuse dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas jantung dan curah jantung, hanya sedikit

meningkatkan denyut jantung, sedangkan resistensi perifer relative tidak berubah.

    Farmakokinetik

Norepinefrin, isoproterenol dopamine dan dobutamin sebagai katekolamin tidak efektif

pada pemberian oral. NE tidak diabsorpsi dengan baik pada pemberian SK. Isoproterenol

diabsorpsi dengan baik pada pemberian parenteral atau sebagai aerosol atau sublingual sehingga

tidak dianjurkan. Obat ini merupakan substrat yang baik untuk COMT tetapi bukan substrat yang

baik unuk MAO, sehingga kerjanya sedikit lebih panjang daripada epinefrin. Isoproterenol

diambil oleh ujung saraf adrenergic tetapi tidak sebaik epinefrin dan NE. Nonkatekolamin yang

digunakan dalam klinik pada umumnya efektif pada pemberian oral dan kerjanya lama, karena

obat – obat ini resisten terhadap COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan

hati sehingga efektif per oral.

b.                   Indikasi

Pengobatan pada jantung

c.                   Kontraindikasi

Pasien dengan fibrilasi atrium sebaiknya dihindarkan karena obat ini mempercepat

konduksi AV.

d.                  Efek samping

Tekanan darah dan denyut jantung dapat sangat meningkat selama pemberian dobutamin.

           

Page 26: Farmakologi Obat

BAB 3

PENUTUP

A.       Kesimpulan

Salah satu bagian dari obat otonom yaitu obat adrenergic yakni obat dengan zat – zat yang

dapat menimbulkan ( sebagian ) efek yang sama dengan stimulasi susunan simpaticus ( SS ) dan

melepaskan noradrenalin ( NA ) di ujung – ujung sarafnya. SS berfungsi meningkatkan

penggunaan zat oleh tubuh dan menyiapkannya untuk proses disimilasi. Contoh Obat Adrenergik

antara lain : Epinefrin, Norepinefrin, Isoproterenol, Dopamin, Dobutamin, Amfetamin,

Metamfenamin, Efedrin, Metoksamin, Fenilefrin, Mefentermin, Metaraminol,

Fenilpropanolamin, Hidroksiamfetamin dan Etilnorepineprin. Semua contoh obat adrenergic

tersebut memiliki mekanisme kerja dalam tubuh, indikasi,kontraindikasi, serta efek samping

yang berbeda – beda namun di khususkan untuk memacu adrenalin. Sehingga pemakaiannya

harus diperhatikan agar tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan dalam tubuh dengan tetap

memperhatikan kontraindikasi pada pasien yang bersangkutan agar pemakaiannya maksimal.

B.                      Saran

Sebaiknya pada pembuatan makalah ini diperlukan pemahaman yang lebih mendalam

mengingat isi dari makalah ini mengandung banyak istilah asing yang sulit dipahami maka

diperlukan kamus kedokteran ataupun kamus keperawatan yang menunjang demi tercapainya

hasil yang maksimal dari pembuatan makalah ini.

Page 27: Farmakologi Obat

DAFTAR PUSTAKA

Hoffman BB. Adrenoceptor-activating & other sympathomimetic drugs. In : katzung BG, editor.

Basic & Clinical pharmacology. 9th ed. Ch 10. New York : McGraw-Hill : 2004.p.122-41.

Westfall TC, Westfall DP. Adrenergic agonists and antagonists. In : Brunton LL, Lazo JS, Parker

KL, editor. Goodman & Gilman’s the pharmacological Basis of Theraupetics. 11 th ed. Ch 10.

New York : McGraw-Hill : 2006.p.237-63.

Westerveld Gj et al. Anti-oxidant actions of oxymethazoline and xylomethazoline. Eur J

phermacol 1995; 291 : 27-31. Geref in NTvG 1997, Nr 41 p 1999.

LAMPIRAN

  ARTI DAN KETERANGAN ISTILAH :

         Anafilaksis ; reaksi alergi systemic yang terjadi mendadak, paling sering setelah penyuntikan

serum/penisilin, dapat berakibat kematian.

         Afinitas ; daya ikat

         Depolarisasi ; proses netralisasi keadaan polar.

         Diastole ; relaksasi/masa relaksasi jantung, khususnya kedua bilik jantung pada saat darah

mengalir kedalamnya.

         Dilatasi ; mengenai suatu pembuluh/struktur berongga

         Fibrilasi ; kerutan serat/berkas otot sendiri-sendiri secara spontan dengan kekerapan tinggi.

         Inotropik ; sifat mempengaruhi daya kerut otot.

Page 28: Farmakologi Obat

         Inflamasi ; reaksi tubuh terhadap mikroorganisme, bahan asing, ruda-paksa, ditandai dengan

panas, bengkak kemerahan, nyeri dan gangguan fungsi seperti radang katar, radang selaput

lendir.

         Nodus ; simpul, gumpalan kecil jaringan yang berbentuk simpul, pembengkakan atau

penonjolan normal atau abnormal.

FEK SAMPING β-BLOKER Kebanyakan efek samping β-bloker hambatan reseptor β,efek samping yang tidak

berhubungan dengan reseptor β-bloker jarang terjadi.Sediaan

1.     Propraanolol : tablet 10 dan 40 mg2.     Metoprolol : tablet 50 dan 100 mg3.     Karvedilol : tablet 6,25 mg dan 25 mg4.     Betaksolol : tetes mata 0,5 %5.     Timolol : tetes mata 0,5 %6.     Bisoprol : tablet 2,5mg dan 5 mg7.     Asebutulol : kapsul 200 mg dan tablet 400 mg8.     Pindolol : tablet 5 mg dan 10 mg9.     Karteolol : tablet 5 mg10.                        Sotalol : tablet 80 mg11.                        Nadolol : tablet 40 dan 80 mg12.                        Atenolol : tablet 50 dan 100 mg