fenol

75
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siklodekstrin merupakan oligosakarida nonpereduksi produk modifikasi pati dengan struktur kimia berbentuk cincin dan terbentuk melalui proses siklisasi oleh aktivitas CGTase (Cyclodextrin glycosiltransferase)(Szejtli, 1988; Schmid, 1989; Tankova, 1998). Berdasarkan jumlah glukosa yang menyusunnya, siklodekstrin dibedakan atas α-siklodekstrin (6 unit glukosa), β-siklodekstrin (7 unit glukosa) dan γ-siklodekstrin (8 unit glukosa) (Szejtli, 1988; Tankova, 1998). Siklodekstrin memiliki permukaan luar yang bersifat hidrofilik sedangkan bagian dalam rongganya bersifat nonpolar. Adanya bentuk tersebut mengakibatkan siklodekstrin dapat digunakan sebagai komplek penginklusi dengan senyawa lain. Siklodekstrin memiliki sifat yang unik, sehingga banyak digunakan dalam berbagai industri antara lain pada industri farmasi, kosmetika, makanan, flavour, pertanian dan kimia. Pada industri farmasi digunakan perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi daro obat-obatan. Pada industri pangan dan kosmetika digunakan sebagai antioksidan dan perbaikan tekstur serta stabilitas flavour produk (Pszezola, 1988). Dalam industri pestisida dan insektisida digunakan untuk meningkatkan kelarutan komponen kimia yang sulit larut dalam air (Hashimoto, 1988).

Upload: riski-nuril-syamil-al-kimiya

Post on 10-Dec-2014

53 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: fenol

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Siklodekstrin merupakan oligosakarida nonpereduksi produk

modifikasi pati dengan struktur kimia berbentuk cincin dan terbentuk

melalui proses siklisasi oleh aktivitas CGTase (Cyclodextrin

glycosiltransferase)(Szejtli, 1988; Schmid, 1989; Tankova, 1998).

Berdasarkan jumlah glukosa yang menyusunnya, siklodekstrin

dibedakan atas α-siklodekstrin (6 unit glukosa), β-siklodekstrin

(7 unit glukosa) dan γ-siklodekstrin (8 unit glukosa) (Szejtli, 1988;

Tankova, 1998).

Siklodekstrin memiliki permukaan luar yang bersifat hidrofilik

sedangkan bagian dalam rongganya bersifat nonpolar. Adanya bentuk

tersebut mengakibatkan siklodekstrin dapat digunakan sebagai komplek

penginklusi dengan senyawa lain. Siklodekstrin memiliki sifat yang unik,

sehingga banyak digunakan dalam berbagai industri antara lain pada

industri farmasi, kosmetika, makanan, flavour, pertanian dan kimia. Pada

industri farmasi digunakan perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi daro

obat-obatan. Pada industri pangan dan kosmetika digunakan sebagai

antioksidan dan perbaikan tekstur serta stabilitas flavour produk

(Pszezola, 1988). Dalam industri pestisida dan insektisida digunakan

untuk meningkatkan kelarutan komponen kimia yang sulit larut dalam air

(Hashimoto, 1988).

Page 2: fenol

2

Tapioka merupakan salah satu sumber pati yang potensial. Tapioka

mengandung komponen amilopektin yang relatif tinggi yakni 83%

(Swinkles, 1985), 76,26% (Laga dan Langkong, 2006). Tingginya

komponen amilopektin dalam tapioka tersebut merupakan salah satu

kendala dalam pemanfaatan sebagai substrat untuk produksi

siklodekstrin. Kendala tersebut dapat diatasi dengan pemotongan rantai

cabang amilopektin dengan menggunakan pullulanase dan secara

bersamaan juga ditambahkan CGTase untuk reaksi siklisasi

pembentukan siklodekstrin.

Enzim terimobilisasi adalah suatu enzim yang di ikatkan pada suatu

bahan yang inert. Dengan sistem ini, enzim dapat lebih tahan terhadap

perubahan kondisi seperti pH atau temperatur. Sistem ini juga

membantu enzim berada di tempat tertentu selama

berlangsungnya reaksi sehingga memudahkan proses pemisahan dan

memungkinkan untuk dipakai pada reaksi lebih lanjut. Sistem ini memiliki

keunggulan dalam hal efisiensi sehingga di industri banyak digunakan

dalam reaksi yang dikatalisis oleh enzim (Goel, 1994).

Penggunaan enzim pullulanase dan CGTase pada produksi

siklodekstrin dapat lebih efisien jika enzim tersebut dapat digunakan

secara berulang. Agar dapat digunakan secara berulang, maka enzim

tersebut perlu di imobilisasi. Imobilisasi enzim adalah enzim yang

diikatkan ke dalam bahan yang sifatnya inert, sehingga gerakannya

dibatasi. Immobilisasi enzim bertujuan menciptakan daya katalik enzim

yang berkesinambungan.

Page 3: fenol

3

B. Perumusan Masalah

Siklodekstrin merupakan produk modifikasi dari pati dengan

aktivitas enzim CGTase. Untuk melakukan produksi siklodekstrin

digunakan tapioka sebagai substrat yang merupakan sumber pati yang

potensial. Tapioka mengandung amilopektin yang relatif tinggi yakni

76,26-83% (Laga, 2001 dan Swinkles, 1985) serta viskositas yang cukup

tinggi menyebabkan tapioka jika digunakan sebagai substrat sulit

dikonversi menjadi siklodekstrin (Whistler et al., 1984). Maka dilakukan

pemotongan rantai cabang dengan menggunakan enzim pullulanase dan

enzim CGTase yang mengkatalisis pembentukan siklodekstrin. Enzim

pullulanase dan enzim CGTase yang hanya dapat digunakan satu kali

jika digunakan secara bebas. Karena harga enzim yang relatif mahal

maka dilakukan immobilisasi enzim untuk menekan biaya enzim dalam

pembuatan siklosekstrin dengan cara mengikatkan enzim ke dalam

bahan yang sifatnya innert sehingga pergerakannya dibatasi.

Batu apung dan tongkol jagung dapat digunakan untuk immobilisasi

enzim pullulanase dan enzim CGTase pada pembuatan siklodekstrin.

Batu apung dan tongkol jagung juga sebagai senyawa anorganik dan

organik yang bersifat inert sehingga terimmobilnya enzim maka

pergerakannya dibatasi. Selain itu, batu apung dan tongkol jagung

mudah didapatkan dengan harga yang relatif murah. Jenis tongkol

jagung yang digunakan yaitu jenis jagung pulut (jagung putih).

Page 4: fenol

4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh batu apung dan tongkol jagung sebagai

matriks immobil untuk mengikat enzim pullulanase dan CGTase pada

produksi siklodekstrin.

2. Untuk mengetahui pengaruh kecepatan pengadukan pada aktivitas

enzim immobil dalam menghasilkan siklodeksrin.

3. Untuk mengetahui tingkat produktivitas siklodekstrin immobilisasi

setelah digunakan secara berulang.

Kegunaan pada penelitian ini yaitu untuk memanfaatkan limbah

tongkol jagung dan batu apung dengan melakukan immobilisasi enzim

pullulanase dan CGTase pada pembuatan siklodekstrin agar dapat

digunakan berkesinambungan.

Page 5: fenol

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pati

Pati merupakan salah satu sumber kalori yang sangat penting

karena sebagian karbohidrat dalam makanan terdapat dalam ini. Pati

berwarna putih, berbentuk serbuk bukan kristal yang tidak larut dalam

air. Pati terutama banyak terdapat dalam umbi-umbian seperti ubi kayu,

ubi jalar, kentang dan pada biji-bijian seperti beras dan gandum. Secara

garis besar pati dibedakan atas amilosa dan amilopektin

(Tjokroadikoesoemo, 1986).

Pati dapat dipisahkan menjadi dua fraksi utama yaitu amilosa dan

amilopektin. Berdasarkan kelarutan bila dibubur (triturasi) dengan air

panas: sekitar 20% pati adalah amilosa (larut) dan 80% sisanya ialah

amilopektin (tidak larut). Hidrolisis lengkap amilosa menghasilkan

D-glukosa sedangkan hidrolisis parsial menghasilkan maltosa dan

komponen oligosakarida lainnya. Komponen amilosa adalah polimer

linier dari α-D-glukosa yang dihubungkan satu dengan yang lain oleh

ikatan α-1,4 (Fessenden, 1990).

1. Amilosa

Amilosa adalah komponen berantai lurus dengan ikatan

α 1,4-D-glikosidik. Tiap polimernya terdiri dari 70 hingga 350 unit

D-glukosa (Gaman and Sherrington, 1994). Amilosa bersifat hidrofilik,

karena banyak gugus hidroksi pada molekulnya dimana gugus ini

bersifat polar. Rantai lurus dari amilosa cenderung berbentuk susunan

paralel satu sama lain, saling berikatan melalui ikatan hidrogen. Jika ini

Page 6: fenol

6

terjadi maka afinitas amilosa terhadap air akan menurun karena adanya

ikatan antara molekul. Kumpulan amilosa ini akan meningkat sampai

mencapai suatu titik dimana terjadi pengendapan bila konsentrasinya

tinggi (Warzburg, 1983).

2. Amilopektin

Amilopektin mempunyai molekul yang terdiri dari 100.000 unit

glukosa yang berkaitan membentuk struktur rantai cabang (Gaman and

Sherrington, 1994). Amilosa dan amilopektin mempunyai sifat fisik

berbeda, amilosa lebih mudah mudah larut dalam air dan kurang kental

dibanding amilopektin. Amilosa dengan iodium akan membentuk warna

biru yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan kadar amilosa.

Amilopektin tidak dapat membentuk senyawa kompleks dan dengan

senyawa yodium memberikan warna merah (Kulp, 1975).

Perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin berbeda-beda dalam

setiap jenis pati. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan bahwa pati

pada tanaman terdapat sebagai granula-granula pati. Lapisan luar dari

setiap granula terdiri atas molekul-molekul pati yang tersusun amat rapat

sehingga tidak tertembus air dingin. Sumber pati asal tanaman yang

berbeda mempunyai ciri khas pada bentuk dan pada penyebaran

ukuran-ukuran granula pati itu (Gaman and Sherrington, 1992).

B. Enzim CGTase

CGTase merupakan enzim multifungsional yang mengkatalisis

pembentukan siklodekstrin dari pati. Beberapa spesies bakteri terutama

Paenibacillus macerans (dahulu Bacillus macerans) (Kitahata

Page 7: fenol

7

danTsuyama, 1974). Bacillus circulans (Pongsawadi dan Yagiswa, 1987)

andBacillus megaterium. Klebsiella sp ( Lee et al., 1992) serta

species Bacillus alkalofilik (Nakamura, dan Herikoshi, 1976) diketahui

sebagai penghasil enzim CGTase yang potensial.

CGTase selain dapat mengkatalisis reaksi transglikosilasi

intramolekuler (siklisasi) dan reaksi transglikosilasi intermolekuler

(reaksi pembentukan maltooligosakarida dengan aseptor), CGTase juga

mempunyai aktivitas hidrolisis pada molekul pati dan siklodekstrin

(Tankova, l998).

Aktivitas katalis CGTase membentuk siklodekstrin terjadi secara

simultan dengan pemotongan rantai molekul pati. Akibatnya komponen

substrat tersusun oleh molekul rantai yang lebih pendek seperti

maltooligosakarida. Pada kondisi tersebut siklodekstrin dibentuk dari

komponen maltooligosakarida sehingga perolehan siklodekstrin terus

meningkat walaupun molekul pati dalam substrat telah habis. Aktivitas

CGTase membentuk siklodekstrin pada kondisi tersebut menunjukkan

aktivitas reaksi siiklisasi tetap berlangsung optimal (Laga, 2007).

C. Enzim Pullulanase

Pullulanase adalah enzim pemecah ikatan α-1,6 pada gugus

makromolekul karbohidrat, seperti pati.Ikatan α-1,6 berperan dalam

pembentukan struktur percabangan pada karbohidrat. Bersama dengan

enzim α-amilase, pululunase dapat menghasilkan pemotongan molekul

karbohidrat yang sempurna. Enzim ini dapat diperoleh pada

ekstrak beras dan kacang-kacangan. Beberapa jenis mikroorganisme

Page 8: fenol

8

mesofilik juga dapat menyintesis enzim ini, seperti Klebsiella,

Escherichia coli, Streptococcus, Bacillus, dan Streptomyces. Pululunase

yang dihasilkan oleh bakteri mesofilik ini tidak bersifat tahan suhu tinggi,

sehingga suhu kerjanya tidak boleh melebihi 60 °C. Apabila suhunya

melebihi batas tersebut maka enzim ini akan mengalami denaturasi yang

menyebabkan kerusakan struktur protein secara umum. Walau demikian,

terdapat beberapa jenis enzimpululunase yang bersifat tahan suhu

tinggi. Enzim ini diperoleh dari bakteri Thermus caldaphilus.Penelitian

menunjukkan bahwa enzim pululunase yang diperoleh dari bakteri ini

mampu bertahan hingga suhu 90 °C (Nakamura et al., 1989).

Pullulanase merupakan jenis enzim yang spesifik melakukan

pemotongan rantai cabang pada ikatan α-1.6. Fraksi amilopektin tapioka

selain komponen yang menyebabkan viskositas pasta tinggi, juga

dengan struktur ikatan α-1.6 komponen tersebut sulit dikonversi

CGTase menjadi siklodekstrin. Peranan pullulanase dalam pemotongan

rantai cabang amilopektin membentuk fraksi rantai lurus, sehingga

memudahkan aktifitas CGTase mengkonversi menjadi siklodekstrin

(Laga, 2010).

Menurut Hamilton et al., (2000) untuk mengefektifkan reaksi

siklisasi pembentukan siklodekstrin dari suatu sumber pati yang banyak

mengandung amilopeklin dapat dimodifikasi dengan pemotongan rantai

cabang menggunakan enzim debranching. Enzim debranching adalah

enzim yang spesifik menghidrolisis ikatan a-I,6 D-glikosidik yang terdapat

pada amilopektin, glikogen dan pullulan (Nakamura et at., 1989).

Page 9: fenol

9

Ada dua jenis enzim debranching pati yaitu pullulanase dan

isoamilase, yang terlibat dalam pemutusan struktur amilopektin. Dari

isoamilase yang terisolat dari pembentukan endosperma beras

ditemukan bahwa kedua jenis enzim debranching memiliki spesifitas

glukan yang nyata. Pullulanase menguraikan pullulan bukan glikogen

sedangkan isoamilase dapat menyerang glikogen bukan pullulan

(Shoichiro, 2004).

D. Siklodekstrin

Siklodekstrin merupakan oligosakarida berbentuk siklis yang

tersusun atas beberapa unit glukosa dengan ikatan α-1,4. Senyawa

tersebut dapat dihasilkan dari degradasi pati secara enzimatis dengan

menggunakan siklodekstrin glikosil-transferase (CGTase). Berdasarkan

jumlah unit glukosanya, siklodekstrin dibagi menjadi tiga bentuk yaitu

α-siklodekstrin yang terdiri dari 6 unit glukosa, β-siklodekstrin 7 unit

glukosa dan ɣ-siklodekstrin 8 unit glukosa (Sjetli, 1988; Tankova, 1998).

Struktur siklodekstrin berbentuk seperti silinder dengan

permukaan luarnya bersifat hidrofilik sedangkan bagian dalam

rongganya bersifat non polar. Adanya bentuk tersebut mengakibatkan

siklodekstrin dapat digunakan sebagai komplek penginklusi suatu

senyawa lain. Siklodekstrin memiliki sifat yang unik, sehingga banyak

digunakan dalam berbagai industri antara lain pada industri farmasi,

kosmetika, makanan, flavor, pertanian dan kimia. Pada industri farmasi

digunakan untuk perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi dari obat-obatan.

Pada industri pangan dan kosmetika digunakan sebagai antioksidan dan

Page 10: fenol

10

perbaikan tekstur serta stabilitas flavor produk. Dalam produksi

pestisida dan insektisida digunakan untuk meningkatkan kelarutan

komponen kimia yang sulit larut dalam air (Hashimoto, 1988).

Produk siklodekstrin yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah

amilosa dalam pati. Peningkatan gula pereduksi sampai jumlah tertentu,

menyebabkan perolehan siklodekstrin menjadi maksimum dan

selanjutnya mengalami pengurangan sampai mendekati nol. Banyaknya

komponen amilopektin dengan rantai cabangnya serta tingginya

viskositas pasta tapioka tersebut jika digunakan sebagai substrat sulit

dikonversi menjadi siklodekstrin (Whistler et al., 1984).

E. Immobilisasi

Enzim terimobilisasi adalah suatu enzim yang di ikatkan pada suatu

bahan yang inert. Dengan sistem ini, enzim dapat lebih tahan terhadap

perubahan kondisi seperti pH atau temperatur. Sistem ini juga membantu

enzim berada di tempat tertentu selama berlangsungnya reaksi sehingga

memudahkan proses pemisahan dan memungkinkan untuk dipakai lagi

di reaksi lain. Sistem ini memiliki keunggulan dalam hal efisiensi

sehingga di industri banyak digunakan dalam reaksi yang dikatalisis oleh

enzim (Anonim, 2011b).

Menurut Anonim Goel (1994), keuntungan Imobilisasi yaitu (1)

dapat digunakan berulang (2) penghentian proses cepat (diambil

dengan filtrasi, laju alir) (3) kestabilan lebih baik dengan adanya ikatan

pada imobilisasi (4) hasil tidak terkontaminasi enzim untuk pangan dan

Page 11: fenol

11

farmasi (5) dapat digunakan untuk tujuan analisis, misalnya menentukan

umur tengah enzim dan perkiraan penurunan aktivitas (6) dapat

digunakan untuk proses kontinyu (7) Pengontrolan lebih baik.

Adsorpsi fisik dari suatu enzim ke dalam suatu padatan merupakan

teknik atau cara yang paling sederhana dalam preparasi immobilisasi

enzim. Metode ini bekerja berdasarkan pada interaksi fisik nonspesifik

antara enzim dengan permukaan dari matriks, yang dapat dilakukan

dengan pencampuran suatu larutan enzim dengan konsentrasi tertentu

dengan suatu padatan dengan daya penggerak adalah sifat hidropobik

dan jembatan garam (Goel, 1994).

Keuntungan utama dari metode adsorpsi ini serupa dengan metode

insolubilisasi enzim, dimana tidak ada reagen yang digunakan dan

memiliki tahapan aktivasi yang sangat sederhana. Metode ini sangat

baikdigunakan karena tidak mempengaruhi aktivitas enzim. Adsorpsidan

desorpsi tergantung dari pertukaran ion. Untuk itu, diperlukan

penggunaan pendukung yang dilapisi dengan polimer kationik sebagai

alas dan mengoptimalkan kondisi-kondisi yang diperlukan untuk

immobilisasi (Goel, 1994).

Metoda ini menjadi yang paling lemah dari metode lainnya. Sebab

adsorpsi bukanlah suatu reaksi kimia, lokasi aktif dari enzim dihentikan

dengan dihalangi oleh matriks yang sangat mengurangi aktivitas dari

enzim. Kerusakan pada enzim juga dapat terjadi karena adanya

beberapa jenis ikatan lemah yang ada di dalam sistem ini. Hal tersebut

sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu, perubahan pH, kekuatan ionik,

ataupun karena adanya substrat. Hal ini dapat menyebabkan perubahan

Page 12: fenol

12

pada immobilisasi enzim tersebut, atau apabila substansi penyerap

merupakan substrat bagi enzim, maka jangka waktu immobilisasi enzim

ini akan menjadi menurun, bergantung pada mobilitas permukaan dari

enzim dan substrat. Metode adsorpsi ini sangat diperlukan untuk

memfasilitasi reaksi kovalen. Kestabilan enzim yang diadsorpsi ke dalam

suatu matriks diketahui terjadi karena adanya ikatan silang (cross-linking)

dari protein yang mengikuti adsorpsi fisiknya (Goel, 1994).

Gambar 1. Sistem Immobilisasi Enzim

F. Matriks Immobil

1. Tongkol Jagung

Jagung merupakan produk pertanian yang ditanam untuk konsumsi

manusia ataupun pakan ternak. Setelah diambil butir jagungnya, akan

menghasilkan banyak limbah tongkol termasuk batang dan daun, batang

berpeluang digunakan sebagai bahan bakar alternatif serta daun, dan

kulitnya untuk pengeringan (Gandhi, 2010).

Page 13: fenol

13

Tongkol jagung memiliki komposisi kimia yaitu selulosa,

hemiselulosa, lignin dan zat-zat lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Tongkol Jagung No. Komposisi Jumlah (%) 1. Selulosa 40 2. Hemiselulosa 36 3. Lignin 16 4. Zat-zat lainnya 8

Sumber: Departemen Perindustrian, Jakarta.

Tongkol memiliki sifat-sifat seperti tidak terjadi reaksi kimia bila

dicampur dengan zat kimia lain (inert), dapat terurai secara alami dan

ringan salah satu bagiannya keras dan bersifat menyerap (absorbent).

2. Batu Apung

Batu apung (pumice) adalah jenis batuan yang berwarna terang,

mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan

biasanya disebut juga sebagai batuan gelas vulkanik silikat. Batuan ini

terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan gunung api yang

mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami transportasi

secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik. Batu

apung mempunyai sifat vesicular yang tinggi, mengandung jumlah sel

yang banyak (berstruktur selular) akibat ekspansi buih gas alam yang

terkandung di dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan

lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi gunung api. Mineral-

mineral yang terdapat dalam batu apung adalah feldspar, kuarsa,

obsidian, kristobalit dan tridimit (Anonim, 2011a).

Page 14: fenol

14

Batu apung ini mempunyai sifat hydraulis. Batu apung berwarna

putih abu-abu, kekuningan sampai merah, tekstur vesikuler dengan

ukuran lubang yang bervariasi baik berhubungan satu sama lain atau

tidak struktur skorious dengan lubang yang terorientasi. Kadang-

kadang lubang tersebut terisi oleh zeolit atau kalsit. Batuan ini tahan

terhadap pembekuan embun (frost), tidak begitu higroskopis (mengisap

air). Mempunyai sifat pengantar panas yang rendah. Kekuatan tekan

antara 30-20 kg/cm2. Komposisi utama mineral silikat amorf (Anonim,

2011a).

Menurut Anonim (2011a) bahwa batu apung memiliki pH 5.

Berwarna terang serta mengandung buih yang terbuat dari gelembung

berdinding gelas. Selain itu batu apung juga memiliki sifat kimia dan

fisika. Batu apung memiliki sifat kimia dimana salah satunya yaitu SiO2

yang sangat banyak. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat-sifat Kimia Batu Apung Komposisi Kadar (%)

SiO2 60,00 – 75,00 Al2O3 12,00 – 15,00 Fe2O3 0,90 – 4,00 Na2O 2,00 – 5,00 K2O 2,00 – 4,00 MgO 1,00 – 2,00 CaO 1,00 – 2,00

Unsur lainnya TiO2, SO3, dan Cl Sumber: Anonim 2011a.

Penambahan suatu bahan aktif pada matriks atau bahan

pendukung (kebanyakan padatan) untuk meningkatkan fungsi dari bahan

aktif tersebut dikenal dengan proses imobilisasi. Dewasa ini penggunaan

padatan anorganik sebagai matriks imobilisasi suatu bahan tertentu telah

banyak dilakukan seperti untuk pembuatan adsorben selektif, katalis

Page 15: fenol

15

imobilisasi enzim dan lain-lain. Proses penambahan bahan aktif terhadap

matriks pendukung ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Adsorpsi

fisik merupakan cara yang paling mudah dilakukan. Silika (SiO2)

mempunyai kandungan yang tinggi. Silika mempunyai kelebihan

tersendiri dibanding dengan bahan lainnya, karena secara kimia memiliki

sifat inert, hidrofobik, dan transparan. Selain itu juga menunjukkan

kekuatan mekanik dan stabilitas thermal yang tinggi dan tidak

mengembang dalam pelarut organik (Bhatia dan Brinker, 2000). Selain

memiliki sifat kimia, batu apung juga memiliki sifat fisika. Selengkapnya

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat Fisika Batu Apung Komposisi Kandungan

Bobot isi ruah 480 – 960 kg/cm3 Peresapan air 16,67% Gravitasi spesifik 0,8 gr/cm3 Hantaran suara Rendah Rasio kuat tekan terhadap beban Tinggi Konduktifitas panas Rendah Ketahanan terhadap api s.d 6 jam

Sumber: Anonim 2011a.

Page 16: fenol

16

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai

bulanMei 2012 di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Pangan,

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, labu

takar, tabung reaksi, hot plate magnetic stirrer, penangas, pipet volume,

mikropipet, gelas ukur, shaker incubator, spoit, spektrofotometer,

timbangan analitik, thermometer, batang pengaduk, sentrifuse, lemari

asam dan kulkas.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkol

jagung, batu apung, enzim pullulanase, enzim CGTase, tapioka, buffer

posphat 0.2 M, etanol 10%, larutan CaCl2 15 ppm, aluminium foil, larutan

H2SO4 pekat, larutan fenol 5%, larutan DNS, larutan natrium karbonat,

PbO dan PB-asetat.

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan, meliputi penelitian

pendahuluan dan penelitian utama.

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan jumlah

pemakian matriks yang digunakan yaitu batu apung dan tongkol jagung.

Page 17: fenol

17

Pengujian dilakukan dengan menambahkan masing-masing matriks

kedalam 100 ml air hingga matriks terendam.

2. Penelitian Utama

Penelitian utama yaitu mengimobilisasi enzim CGTase dan enzim

pullulanase dengan menggunakan matriks batu apung dan tongkol

jagung dalam penggunaaannya pada produksi siklodekstrin.

3. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah

3.1. Imobilisasi Enzim Pada Jenis Matriks (Tongkol Jagung dan

Batu apung)

Penelitian ini dilakukan untuk mengimobilisasi enzim pullulanase

dan CGTase dengan menggunakan batu apung dan tongkol jagung.

Prosedur penelitian dilakukan dengan metode sebagai berikut:

1. Tongkol jagung di potong-potong dengan kisaran ukuran 0,5-1 cm

lalu di cuci bersih kemudian untuk Batu Apung dihancurkan dengan

kisaran ukuran 0,1-0,2 cm lalu di cuci bersih

2. Matriks (tongkol jagung dan batu apung) kemudian

dikeringkandengan menggunakan pengering blower pada suhu 50ºC

selama sehari

3. Ditimbang matriks masing-masing sebanyak 2 gr kemudian masing-

masing disimpan pada tabung reaksi.

4. Ditimbang enzim CGTase sebanyak 100 unit/gram substrat (0,5 g)

dan enzim Pullulanase sebanyak 10 unit/gram substrat (0,375 g),

kemudian disuspensikan dengan larutan buffer fosfat 0,2M pH 6

Page 18: fenol

18

untuk mempertahankan nilai pH tertentu agar tidak banyak berubah

selama reaksi berlangsung.

5. Matriks yang telah ditimbang masing-masing ditambahkan dengan

suspensi enzim kemudian ditambahkan dengan ion kalsium

sebanyak 15 ppm.

6. Matriks yang telah ditambahkan dengan suspensi enzim kemudian

didiamkan selama satu malam.

3.2. Pembuatan Suspensi Tapioka

1. Tapioka dibuat suspensi sebanyak 30 % (b/v)

2. Ditambahkan buffer phospat 0,2 M pH 6

3. Ditambahkan CaCl2 dengan konsentrasi ion Ca2+ 15 ppm untuk

mempertahankan kestabilan enzim selama reaksi berlangsung.

3.3. Proses Produksi siklodekstrin pada Sistem Immo bilisasi Enzim Pullulanase dan CGTase pada pembentukan siklodekstr in

1. Dibuat supensi tapioka kemudian diliquifikasai dengan penambahan

CGTase 20 unit/gram dan pullulanase 2 unit/gram atau sama dengan

penambahan enzim immobil sebanyak 0,2gr sampai suhu 75OC.

2. Sebelum penambahan sisa enzim immobil, suhu medium diturunkan

60ºC, hingga sama dengan suhu reaksi untuk inkubasi.

3. Ditambahkan etanol sebanyak 10% v/v untuk pencegahan reaksi

umpan balik.

4. Suspensi tapioka yang telah dilikuifiksasi dan ditambahkan immobil

enzim serta etanol, kemudian dimasukkan kedalam shaker incubator

dengan kecepatan pengadukan sesuai rancangan penelitian pada

Page 19: fenol

19

suhu 60OC selama 4 jam 20 menit (Penggunaan enzim immobil

pertama).

5. Dilakukan pemisahan antara matriks/enzim immobil dan brot.

6. Dilakukan pengujian pada brot sesuai parameter pengamatan.

7. Dibuat kembali suspensi tapioka kemudian dilikuifikasi dengan

penambahan matriks yang sudah terpisah dengan brotnya sebanyak

0,2 gr sampai suhu 75OC.

8. Sebelum panambahan sisa matriks, suhu diturunkan hingga sama

dengan suhu inkubasi yang diperlukan.

9. Ditambahkan dengan etanol sebanyak 10% v/v kemudian

dimasukkan kedalam shaker dengan kecepatan, waktu dan suhu

yang sama (Penggunaan enzim immobil kedua).

10. Dilakukan pemisahan antara matriks/enzim immobil dan brot,

kemudian lakukan hingga (Penggunaan enzim immobil ketiga).

Diatas telah dijelaskan tentang proses produksi siklodekstrin pada

sistem immobilisasi enzim pullulanase dan CGTase pada pembentukan

siklodekstrin, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 20: fenol

20

Gambar 2. Diagram Alir Immobilisasi Enzim pada Matriks dalam Produksi Siklodekstrin

Disiapkan Matriks (Batu apung dihancurkan (0,1-0,2 cm) dan tongkol jagung dipotong kecil-kecil (0,5-1 cm) lalu dicuci bersih kemudian

dikeringkan menggunakan blower)

Ditimbang matriks 2 g

Ditambahkan enzim CGTase 100 unit/gram substrat dan enzim pullulanase 10 unit/gram substrat

Disuspensikan dengan larutan buffer fosfat 0,2M pH 6

Ditambahkan CaCl2 15 ppm

Didiamkan matriks selama satu malam

Enzim Terimobilisasi Diliquifikasi dengan Penambahan Enzim Immobil 0,2 g (T=75OC)

Diturunkan Suhunya (60ºC) sesuai Suhu Inkubasi + Sisa Enzim Immobil dan Etanol

10%v/v

Dishaker(T=60oC, t=260 menit)

Dipisahkan antara matriks dan brot (penggunaan enzim immobil pertama)

Melakukan Analisa Siklodekstrin Pada Brot Melakukan Analisa Siklodekstrin sampai

penggunaan enzim immobil ketiga

Dibuat kembali suspensi tapioka kemudian dilakukan penggunaan

enzim immobil kedua dan penggunaan enzim immobil ketiga

Tapioka dibuat suspensi sebanyak 30% b/v

Disuspensikan dengan Buffer Posphat

0,2M pH 6

Ditambahkan larutan CaCl2 dengan konsentrasi ion Ca2+ =15 ppm

Page 21: fenol

21

D. Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang dilakukan yaitu spilt split plot

(Rancangan Petak-petak Terbagi) dengan tiga faktor percobaan. Apabila

perlakuan tersebut berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata

Terkecil (BNT).

A: Faktor Pertama: Petak Utama (Jenis matriks)

A1 = Tongkol Jagung

A2 = Batu Apung

B: Faktor kedua: Anak Petak (Kecepatan Pengadukan)

B1 = RPM 100

B2 = RPM 150

B3 = RPM 200

C: Faktor ketiga: Anak-anak Petak (Penggunaan Enzim Immobil)

C1 = Penggunaan Enzim Immobil Pertama

C2 = Penggunaan Enzim Immobil Kedua

C3 = Penggunaan Enzim Immobil ketiga

E. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan yang dilakukan yaitu menguji kadar

siklodekstrin dengan megggunakan perbandingan total gula pada

metode fenol, kadar gula pereduksi dengan menggunakan metode DNS,

serta nilai konversi.

1. Kadar Total Gula Metode Fenol (Dubois et al., 1956)

Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan total gula semua

bahan pangan dengan persiapan sampel terlebih dahulu. Gula

Page 22: fenol

22

sederhana, oligosakarida, polisakarida dan turunannya bereaksi

dengan fenol dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna orange-

kekuningan yang stabil.

Kurva standar dibuat dengan menggunakan larutan glukosa

standar yang mengandung 0, 10, 20, 30, 40 dan 60 µ glukosa,

masing-masing dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam

tabung rekasi. Ditambahkan larutan fenol 5% lalu dikocok. Kemudian

ditambahkan secara cepat larutan H2SO4 (asam sulfat) pekat dengan

cara menuangkan secara tegak lurus ke permukaan larutan. Biarkan

selama 10 menit, kocok. Lalu tempatkan dalam penangas air (air

panas) selama 15 menit. Diukur absorbansinya pada 490 nm untuk

heksosa dan asam uronat.

Penetapan sampel dilakukan dengan mengambil sampel yang

telah diencerkan sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung

reaksi. Ditambahkan larutan fenol 5% lalu di kocok. Kemudian

ditambahkan secara cepat larutan H2SO4 (asam sulfat) pekat dengan

cara menuangkan secara tegak lurus ke permukaan larutan. Biarkan

selama 10 menit, kocok. Lalu tempatkan dalam penangas air (air

panas) selama 15 menit. Diukur absorbansinya pada 490 nm untuk

heksosa dan 480 nm untuk pentosa dan asam uronat. Data yang

diperolah di plot pada persamaan kurva standar.

2. Kadar Gula Pereduksi Metode DNS (Miller, 1959)

Metode ini digunakan untuk menetapkan total gula pereduksi

dalam bahan pangan. Dalam suasana alkali, gula pereduksi akan

mereduksi asam 3,5 dinitrosalisilat (DNS) membentuk senyawa yang

Page 23: fenol

23

dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm.

Apabila sampel berada dalam suasana asam maka harus dinetralkan

terlebih dahulu.

Kurva standar dibuat dengan menggunakan larutan glukosa

standar yang mengandung 0, 100, 150, 200, 250, 300, 350 dan 400

ppm glukosa, masing-masing dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan

ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan larutan DNS lalu kocok.

Kemudian ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit lalu

didinginkan pada suhu ruang. Diukur absorbansinya pada 550 nm.

Penetapan sampel dilakukan dengan mengambil sampel yang

telah diencerkan sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung

reaksi. Ditambahkan larutan DNS lalu dikocok. Kemudian ditempatkan

dalam air mendidih selama 5 menit lalu didinginkan pada suhu ruang.

Diukur absorbansinya pada 550 nm. Data yang diperoleh diplot pada

persamaan kurva standar.

Page 24: fenol

24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Siklodekstrin

Hasil analisis siklodekstrin yang diperoleh dari semua kombinasi

perlakuan menunjukkan siklodekstrin yang bervariasi yang berkisar

antara 205,01 g/L - 34,58 g/L. Pengaruh jenis matriks pada perolehan

siklodekstrin (Lampiran 6), jenis matriks batu apung lebih tinggi

(99,88 g/L) untuk menghasilkan siklodekstrin dibandingkan jenis matriks

tongkol jagung (87,06 g/L). Pengaruh kecepatan pengadukan (RPM)

dalam perolehan siklodekstrin (Lampiran 7) menunjukkan bahwa

semakin tinggi kecepatan pengadukannya (100 RPM, 150 RPM dan 200

RPM) maka perolehan siklodekstrin juga semakin meningkat (74,83 g/L,

82,41 g/L dan 123,16 g/L).

Penggunaan ulang enzim immobil dilakukan dengan tiga kali

pemakaian enzim. Siklodekstrin tertinggi (93,49 g/L) diperoleh pada

penggunaan enzim immobil pertama, kemudian tertinggi kedua

(62,05 g/L) pada penggunaan enzim immobil kedua dan siklodekstrin

terendah (33,28 g/L) yang diperoleh pada penggunaan enzim immobil

ketiga.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 9h) diperoleh kadar

siklodekstrin terhadap jenis matriks menunjukkan hasil yang tidak

berbeda nyata sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut, Sedangkan pada

kecepatan pengadukan (RPM) menunjukkan hasil berbeda nyata pada

taraf 5% dan 1%. Setelah dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil)

Page 25: fenol

25

(Lampiran 9i) diperoleh kecepatan pengadukan (RPM) sangat

berpengaruh nyata baik pada taraf 5 % maupun pada taraf 1 % terhadap

perolehan siklodekstrin.

Pengaruh kecepatan pengadukan (RPM) terhadap perolehan

siklodekstrin dapat dilihat pada Lampiran 9d.Data dari grafik (Gambar 3)

menunjukkan bahwa perolehan siklodekstrin mengalami peningkatan

setiap kecepatan pengadukannya. Kecepatan pengadukan (RPM) yang

tertinggi pada RPM 200 yaitu 123,17 g/L, lalu RPM 150 yakni 82,41 g/L

dan yang terendah terdapat pada RPM 100 yaitu 74,83 g/L. Tingginya

perolehan siklodekstrin pada setiap kecepatan pengadukan disebabkan

karena pada 200 RPM, kecepatan pengadukannya semakin tinggi

sehingga mempercepat proses homogen antara enzim dan substrat. Ini

sesuai pendapat Permana dkk., (2001) bahwa kecepatan pengadukan

dapat meningkatkan homogenetis enzim dengan substrat pati sehingga

dapat meningkatkan reaksi enzimatiknya.

Gambar 3. Pengaruh Kecepatan Pengadukan (RPM) terhadap

Perolehan Siklodekstrin.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 9h) diperoleh kadar

siklodekstrin interaksiantara jenis matriks dan kecepatan pengadukan

(RPM) menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%. Setelah

0

20

40

60

80

100

120

140

100 150 200

Sik

lode

kstr

in (g

/L)

Kecepatan Pengadukan (RPM)

Page 26: fenol

26

dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) (Lampiran 9j) diperoleh

interaksi antara jenis matriks dan kecepatan pengadukan (RPM) sangat

berpengaruh nyata baik pada taraf 5 % maupun pada taraf 1 % terhadap

perolehan siklodekstrin.

Interaksi antara jenis matriks dengan kecepatan pengadukan

(RPM) terhadap perolehan siklodekstrin dapat dilihat pada Lampiran 9d.

Data dari grafik (Gambar 4) menunjukkan bahwa perolehan siklodekstrin

terhadap jenis matriks mengalami peningkatan dan penurunan setiap

kecepatan pengadukannya. Kecepatan pengadukan pada tongkol jagung

berkisar antara 73,45 g/L – 95,26 g/L. Berbeda dengan tongkol jagung,

kecepatan pengadukan pada batu apung mengalami peningkatan dan

penurunan. Kecepatan pengadukan (RPM) pada batu apung dengan

RPM 100 yaitu 76,21 g/L lalu pada RPM 150 mengalami penurunan

yakni 72,36 g/L kemudian pada RPM 200 mengalami peningkatan yakni

151,08 g/L. Hal ini disebabkan karena batu apung memiliki kandungan

silika (SiO2) serta kandungan-kandungan lainnya (Tabel 3), apabila

digunakan pada proses immobilisasi enzim, batu apung mengikat enzim

secara ionik sehingga daya ikat untuk mengikat enzim lebih kuat

dibandingkan tongkol jagung yang hanya mengikat secara hidroksil. Hal

ini sesuai pernyataan Bhatia dan Brinker (2000) bahwa silika mempunyai

kelebihan tersendiri dibanding dengan bahan lainnya, karena secara

kimia memiliki sifat inert, hidrofobik, dan transparan. Selain itu juga

menunjukkan kekuatan mekanik dan stabilitas thermal yang tinggi dan

tidak mengembang dalam pelarut organik. Sedangkan kecepatan

pengadukan ini disebabkan karena kecepatan pengadukan yang lebih

Page 27: fenol

27

tinggi yang menyebabkan enzim dan substrat lebih cepat homogen. Hal

ini sesuai dengan pendapat Permana dkk., (2001) bahwa kecepatan

pengadukan dapat meningkatkan homogenetis enzim dengan substrat

pati sehingga dapat meningkatkan reaksi enzimatiknya.

Gambar 4. Interaksi antara Jenis Matriks dengan Kecepatan

Pengadukan (RPM) terhadap Perolehan Siklodekstrin.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 9h) diperoleh kadar

siklodekstrin pada penggunaan ulang enzim immobil menunjukkan hasil

berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%. Setelah dilakukan uji lanjut BNT

(Beda Nyata Terkecil) (Lampiran 9k) diperoleh penggunaan ulang enzim

immobil berbeda nyata antara satu dengan yang lainnya pada taraf 5%

dan 1% perolehan siklodekstrin.

Pengaruh penggunaan enzim immobil dalam perolehan

siklodekstrin dapat dilihat pada Lampiran 9e. Data dari grafik (Gambar 5)

menunjukkan bahwa perolehan siklodekstrin cenderung menurun pada

perlakuan enzim immobil lebih lanjut. Penggunaan ulang enzim immobil

tertinggi (142,41 g/L) pada penggunaan ulang pertama, perolehan

siklodekstrin tertinggi kedua (87,36 g/L) pada penggunaan ulang kedua

0

20

40

60

80

100

120

140

160

100 150 200

Sik

lode

kstr

in (g

/L)

Kecepatan Pengadukan (RPM)

Jenis Matriks

Tongkol Jagung

Batu Apung

Page 28: fenol

28

kemudian perolehan siklodekstrin terendah (50,63 g/L) terdapat pada

penggunaan ulang ketiga. Hal ini disebabkan karena immobilisasi yang

digunakan yaitu secara adsorbsi sehingga enzim pada matriks akan

mudah lepas jika dilakukan secara berulang sehingga enzim yang

diikatkan pada matriks akan berkurang dan menyebabkan perolehan

siklodekstrin semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Goel

(1994), bahwa secara umum, metoda immobilisas sistem adsorbsi ini

menjadi yang paling lemah dari metode lainnya. Sebab adsorpsi

bukanlah suatu reaksi kimia, lokasi aktif dari enzim dihentikan dengan

dihalangi oleh matriks yang sangat mengurangi aktivitas dari enzim.

Gambar 5. Pengaruh Penggunaan Enzim Immobil dalam Perolehan

Siklodekstrin.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 9h) diperoleh kadar

siklodekstrin interaksi antara jenis matriks dan penggunaan enzim

immobil menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%.

Setelah dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) (Lampiran 9l)

diperoleh interaksi antara jenis matriks dan penggunaan enzim immobil

sangat berpengaruh nyata baik pada taraf 5 % maupun pada taraf 1 %

terhadap perolehan siklodekstrin.

020406080

100120140160

Pertama Kedua Ketiga

Sik

lode

kstr

in (g

/L)

Penggunaan Enzim Immobil

Page 29: fenol

29

Interaksi antara jenis matriks dan penggunaan enzim immobil

terhadap perolehan siklodekstrin dapat dilihat pada Lampiran 9e. Data

dari grafik (Gambar 6) menunjukkan bahwa perolehan siklodekstrin

pada interaksi antara jenis matriks dan perlakuan enzim immobil secara

berulang cenderung menurun. Penggunaan enzim immobil pada tongkol

jagung berkisar antara 139,51 g/L – 51,59 g/L. Sedangkan penggunaan

enzim immobil pada batu apung berkisar antara 145,32 g/L – 49,27 g/L.

Hal ini disebabkan karena penggunaan enzim immobil yang dilakukan

secara berulang dan matriks yang digunakan akan menyebabkan

aktivitas enzim pada matriks akan berkurang. Hal ini sesuai pendapat

Goel (1994) yang menyatakan bahwa immobilisasi adsorpsi bukanlah

suatu reaksi kimia, lokasi aktif dari enzim dihentikan dengan dihalangi

oleh matriks yang sangat mengurangi aktivitas dari enzim.

Gambar 6. Interaksi antara Jenis Matriks dan Penggunaan Enzim Immobil terhadap Perolehan Siklodekstrin.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 9h) diperoleh kadar

siklodekstrin interaksi antara kecepatan pengadukan (RPM) dan

penggunaan ulang enzim immobil menunjukkan hasil sangat berbeda

nyata pada taraf 5% dan 1%. Setelah dilakukan uji lanjut BNT (Beda

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Pertama Kedua Ketiga

Sik

lode

kstr

in (

g/L)

Penggunaan Enzim Immobil

Jenis Matriks

Tongkol JagungBatu Apung

Page 30: fenol

30

Nyata Terkecil) (Lampran 9m) diperoleh interaksi antara kecepatan

pengadukan (RPM) dan penggunaan enzim immobil sangat berpengaruh

nyata baik pada taraf 5 % maupun pada taraf 1 % terhadap perolehan

siklodekstrin.

Interaksi antara kecepatan pengadukan (RPM) dan penggunaan

enzim immobil terhadap perolehan siklodekstrin dapat dilihat pada

Lampiran 9f. Data dari grafik (Gambar 7) menunjukkan bahwa perolehan

siklodekstrin pada interaksi antara kecepatan pengadukan (RPM) dan

penggunaan ulang enzim immobil cenderung menurun. Penggunaan

enzim immobil pada RPM 100 berkisar antara 110,11 g/L – 54,65 g/L.

Penggunaan enzim immobil pada RPM 150 berkisar antara 137,38 g/L –

42,4 g/L. Serta penggunaan enzim immobil pada RPM 200 berkisar

antara 179,76 g/L – 54,84 g/L. Diketahui bahwa meningkatnya kecepatan

pengadukan akan meningkatkan reaksi kerja substrat dengan enzim

sehingga perolehan siklodekstrin meningkat. Akan tetapi jika kecepatan

pengadukan tertalu tinggi akan menyebabkan enzim yang terikat pada

matriks akan lepas sehingga menyebabkan perolehan siklodekstrin

menurun. Hal ini sesuai pendapat Permana dkk., (2001) bahwa kondisi

kecepatan pengadukan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

pengurangan aktivitas enzim, karena struktur protein enzim dapat

mengalami perubahan sehingga aktivitas enzim menurun.

Page 31: fenol

31

Gambar 7. Interaksi antara Kecepatan Pengadukan (RPM) dan

Penggunaan Enzim Immobil terhadap Perolehan Siklodekstrin.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 9h) diperoleh kadar

siklodekstrin antara jenis matriks, kecepatan pengadukan (RPM) dan

penggunaan ulang enzim immobil menunjukkan hasil berbeda nyata

pada taraf 5% dan 1%. Setelah dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata

Terkecil) (Lampiran 9n) diperoleh interaksi antara jenis matriks,

kecepatan pengadukan (RPM) dan penggunaan enzim immobil sangat

berbeda nyata baik pada taraf 5 % maupun pada taraf 1 % terhadap

perolehan siklodekstrin.

Interaksi antara jenis matriks, kecepatan pengadukan (RPM) dan

penggunaan enzim immobil terhadap perolehan siklodekstrin dapat

dilihat pada Lampiran 9g. Data dari grafik (Gambar 8) menunjukkan

bahwa perolehan siklodekstrin pada interaksi antara jenis matriks,

kecepatan pengadukan (RPM) dan penggunaan ulang enzim immobil

cenderung menurun. Penggunaan enzim immobil pada tongkol jagung

RPM 100 berkisar antara 116,4 g/L – 50,08 g/L. Penggunaan enzim

immobil pada tongkol jagung RPM 150 berkisar antara 147,63 g/L –

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

Pertama Kedua Ketiga

Sik

lode

kstr

in (

g/L)

Penggunaan Enzim Immobil

Kecepatan Pengadukan

(RPM)

100

150

200

Page 32: fenol

32

50,22 g/L. Serta penggunaan enzim immobil pada tongkol jagung RPM

200 berkisar antara 154,4 g/L – 55,66 g/L. Sedangkan pada batu apung

juga mengalami penurunan setiap penggunaan enzim immobil lebih

lanjut. Penggunaan enzim immobil pada batu apung RPM 100 berkisar

antara 103,82 g/L – 59,22 g/L. Penggunaan enzim immobil pada batu

apung RPM 150 berkisar antara 127,12 g/L – 34,58 g/L. Serta

penggunaan enzim immobil pada batu apung RPM 200 berkisar antara

205,01 g/L – 54,01 g/L. Cenderungnya menurun perolehan siklodekstrin

disebabkan karena gula pereduksi yang terbentuk pada setiap perlakuan

menunjukkan bahwa aktifitas CGTase tidak optimal baik pada reaksi

siklisasi, maupun pada reaksi non siklisasi (hidrolisis, coupling dan

disproporsionasi). Menurut Tankova (l998) CGTase selain dapat

mengkatalisis reaksi transglikosilasi intramolekuler (siklisasi) dan reaksi

transglikosilasi intermolekuler (reaksi pembentukan maltooligosakarida

dengan aseptor), CGTase juga mempunyai aktivitas hidrolisis pada

molekul pati dan siklodekstrin.

Gambar 8. Interaksi antara Jenis Matriks, Kecepatan Pengadukan (RPM)

dan Penggunaan Enzim Immobil terhadap Perolehan Siklodekstrin.

0

50

100

150

200

250

Pertama Kedua Ketiga

Sik

lode

kstr

in (g

/L)

Penggunaan Enzim Immobil

Jenis Matriks dan Kec. Pengadukan

Tongkol Jagung; RPM 100Tongkol Jagung; RPM 150Tongkol Jagung; RPM 200Batu Apung; RPM 100Batu Apung; RPM 150

Page 33: fenol

33

B. Gula Pereduksi

Hasil analisis kadar gula pereduksi yang diperoleh dari semua

kombinasi perlakuan menunjukkan kadar gula pereduksi bervariasi. Yang

berkisar antara 8,83 g/L - 0,54g/L. Pengaruh jenis matriks pada

pembentukan gula pereduksi (Lampiran 6), jenis matriks batu apung

lebih tinggi (2,67 g/L) untuk menghasilkan gula pereduksi dibandingkan

jenis matriks tongkol jagung (2,55 g/L). Pengaruh kecepatan pengadukan

(RPM) pada pembentukan gula pereduksi (Lampiran 7) menunjukkan

bahwa pada setiap perlakuan kecepatan pengadukan (100 RPM, 150

RPM dan 200 RPM) cenderung menurun pada pembentukan gula

pereduksi yaitu 3,09 g/L, 2,96 g/L dan 1,77 g/L (perhitungan gula reduksi

tersebut tanpa perbandingan dengan total gula / substrat).

Penggunaan ulang enzim immobil dilakukan dengan tiga kali

pemakaian enzim. Gula pereduksi tertinggi (5,23 g/L) diperoleh pada

penggunaan enzim immobil pertama, kemudiantertinggi kedua (1,71 g/L)

pada penggunaan enzim immobil kedua dan gula pereduksi terendah

(0,88 g/L) yang diperoleh pada penggunaan enzim immobil ketiga.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 10h) pembentukan gula

pereduksi terhadap jenis matriks, kecepatan pengadukan (RPM) dan

interaksi antara jenis matriks dan kecepatan pengadukan

(RPM) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata sehingga tidak

perlu dilakukan uji lanjut, Sedangkan pada penggunaan ulang

enzim menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%. Setelah

Page 34: fenol

34

dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) (Lampiran 10i) diperoleh

penggunaan enzim immobil memiliki pengaruh yang nyata baik pada

taraf 5 % maupun pada taraf 1 % pada pembentukan gula pereduksi.

Pengaruh penggunaan enzim immobil dalam pembentukan gula

pereduksi dapat dilihat pada Lampiran 10e. Data dari grafi (Gambar 9)

menunjukkan bahwa pembentukan gula pereduksi cenderung menurun

pada perlakuan enzim immobil lebih lanjut. Penggunaan ulang enzim

immobil tertinggi (5,23 g/L) pada penggunaan ulang pertama,

pembentukan gula pereduksi tertinggi kedua (1,71 g/L) pada

penggunaan ulang kedua kemudian pembentukan gula pereduksi

terendah (0,88 g/L) terdapat pada penggunaan ulang ketiga. Hal ini

disebabkan karena immobilisasi yang digunakan yaitu secara adsorbsi

sehingga enzim pada matriks akan mudah lepas jika dilakukan secara

berulang sehingga enzim yang diikatkan pada matriks akan berkurang

dan menyebabkan perolehan siklodekstrin semakin menurun. Hal ini

sesuai dengan pendapat Goel (1994), bahwa secara umum, metoda

immobilisas sistem adsorbsi ini menjadi yang paling lemah dari metode

lainnya. Sebab adsorpsi bukanlah suatu reaksi kimia, lokasi aktif dari

enzim dihentikan dengan dihalangi oleh matriks yang sangat mengurangi

aktivitas dari enzim.

Page 35: fenol

35

Gambar 9. Pengaruh Penggunaan Enzim Immobil dalam Pembentukan

Gula Pereduksi.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 10h) diperoleh pembentukan

gula pereduksi interaksi antara jenis matriks dengan penggunaan ulang

enzim immobil menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf 5%. Setelah

dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) (Lampiran 10j) (BNT 5%)

diperoleh interaksi antara jenis matriks dan penggunaan ulang enzim

immobil memiliki pengaruh yang nyata pada pembentukan gula

pereduksi.

Interaksi antara jenis matriks dan penggunaan enzim immobil pada

perolehan gula pereduksi dapat dilihat pada Lampiran 10e. Data dari

grafik (Gambar 10) menunjukkan bahwa pembentukan gula pereduksi

terhadap jenis matriks mengalami penurunan setiap penggunaan ulang

enzim immobil. Penggunaan enzim immobil pada tongkol jagung berkisar

antara 4,66 g/L - 1,17 g/L. Sedangkan penggunaan enzim immobil pada

batu apung berkisar antara 5,81 g/L - 0,59 g/L. Ini disebabkan karena

penggunaan enzim immobil dilakukan dengan tiga kali ulangan kemudian

enzim pada matriks juga akan berkurang sehingga menyebabkan gula

pereduksi semakin menurun. Hal ini sesuai pendapat Goel (1994) yang

0

1

2

3

4

5

6

Pertama Kedua Ketiga

Gul

a P

ered

uksi

(g/L

)

Penggunaan Enzim Immobil

Page 36: fenol

36

menyatakan bahwa immobilisasi adsorpsi bukanlah suatu reaksi kimia,

lokasi aktif dari enzim dihentikan dengan dihalangi oleh matriks yang

sangat mengurangi aktivitas dari enzim.

Gambar 10. Interaksi antara Jenis Matriks dan Penggunaan Enzim

Immobil pada Perolehan Gula Pereduksi.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 10h) diperoleh pembentukan

gula pereduksi interaksi antara kecepatan pengadukan (RPM) dengan

penggunaan ulang enzim immobil menunjukkan hasil berbeda nyata

pada taraf 5% dan 1%. Setelah dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata

Terkecil) (Lampiran 10k) diperoleh interaksi antara kecepatan

pengadukan (RPM) dan penggunaan ulang enzim immobil memiliki

pengaruh yang nyata baik pada taraf 5 % maupun pada taraf 1 % pada

pembentukan gula pereduksi.

Interaksi antara kecepatan pengadukan (RPM) dan penggunaan

enzim immobil pada pembentukan gula pereduksi dapat dilihat pada

Lampiran 10f. Data dari grafik (Gambar 11) menunjukkan bahwa

pembentukan gula pereduksi pada interaksi antara kecepatan

0

1

2

3

4

5

6

7

Pertama Kedua Ketiga

Gul

a P

ered

uksi

(g/L

)

Penggunaan Enzim Immobil

Jenis Matriks

Tongkol Jagung

Batu Apung

Page 37: fenol

37

pengadukan (RPM) penggunaan ulang enzim immobil cenderung

menurun. Penggunaan ulang enzim immobil pada RPM 100 berkisar

antara 5,93 g/L -1,19 g/L. Penggunaan ulang enzim immobil pada RPM

150 berkisar antara 6,67 g/L - 0,78 g/L. Serta penggunaan ulang enzim

immobil pada RPM 200 berkisar antara 3,1 g/L - 0,67 g/L. Diketahui

bahwa meningkatnya kecepatan pengadukan akan meningkatkan reaksi

kerja substrat dengan enzim sehingga pembentukan gula pereduksi

meningkat. Akan tetapi jika kecepatan pengadukan tertalu tinggi akan

menyebabkan enzim yang terikat pada matriks akan lepas sehingga gula

pereduksi menurun. Hal ini sesuai pendapat Permana dkk., (2001)

bahwa kondisi kecepatan pengadukan yang terlalu tinggi dapat

menyebabkan pengurangan aktivitas enzim, karena struktur protein

enzim dapat mengalami perubahan sehingga aktivitas enzim menurun.

Gambar 11. Interaksi antara Kecepatan Pengadukan (RPM) dan Penggunaan Enzim Immobil pada Pembentukan Gula Pereduksi.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 10h) diperoleh pembentukan

gula pereduksi pada interaksi antara jenis matriks, kecepatan

pengadukan (RPM) dan penggunaan ulang enzim immobil menunjukkan

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Pertama Kedua Ketiga

Gul

a P

ered

uksi

(g/L

)

Penggunaan Enzim Immobil

Kecepatan Pengadukan

(RPM)

100150200

Page 38: fenol

38

hasil berbeda nyata pada taraf 5%. Setelah dilakukan uji lanjut BNT

(Beda Nyata Terkecil) (Lampiran 10l) (BNT 5%) diperoleh interaksi

antara jenis matriks, kecepatan pengadukan (RPM) dan penggunaan

ulang enzim immobil memiliki pengaruh yang nyata pada pembentukan

gula pereduksi.

Interaksi antara jenis matriks, kecepatan pengadukan (RPM) dan

penggunaan enzim immobil pada pembentukan gula pereduksi dapat

dilihat pada Lampiran 10g. Data dari grafik (Gambar 12) menunjukkan

bahwa pembentukan gula pereduksi pada interaksi antara jenis matriks,

kecepatan pengadukan (RPM) penggunaan ulang enzim immobil

cenderung menurun. Penggunaan ulang enzim immobil pada tongkol

jagung RPM 100 berkisar antara 5.4 g/L – 1,74 g/L. Penggunaan ulang

enzim immobil pada tongkol jagung RPM 150 berkisar antara 4,51 g/L –

1,02 g/L. Serta penggunaan ulang enzim immobil pada tongkol jagung

RPM 200 berkisar antara 4,06 g/L – 0,74 g/L. Sedangkan pada batu

apung juga mengalami penurunan setiap penggunaan enzim immobil

lebih lanjut. Penggunaan ulang enzim immobil pada batu apung RPM

100 berkisar antara 6,46 g/L - 0,64 g/L. Penggunaan ulang enzim

immobil pada batu apung RPM 150 berkisar antara 8,83 g/L - 0,54 g/L.

Serta penggunaan ulang enzim immobil pada batu apung RPM 200

berkisar antara 2,14 g/L - 0,59 g/L. Hal ini disebabkan karena gula

pereduksi yang terbentuk pada setiap perlakuan menunjukkan bahwa

aktifitas CGTase tidak optimal baik pada reaksi siklisasi (pembentukan

siklodekstrin), maupun pada reaksi non-siklisasi (hidrolisis, coupling dan

disproporsionasi). Menurut Tankova (l998) CGTase selain dapat

Page 39: fenol

39

mengkatalisis reaksi transglikosilasi intramolekuler (siklisasi) dan reaksi

transglikosilasi intermolekuler (reaksi pembentukan maltooligosakarida

dengan aseptor), CGTase juga mempunyai aktivitas hidrolisis pada

molekul pati dan siklodekstrin.

Gambar 12. Interaksi antara Jenis Matriks, Kecepatan Pengadukan (RPM) dan Penggunaan Enzim Immobil pada Pembentukan Gula Pereduksi.

C. Nilai Konversi

Hasil analisis nilai konversi yang diperoleh dari semua kombinasi

perlakuan menunjukkan nilai konversi bervariasi yang berkisar antara

68,34% - 11,54%. Pengaruh jenis matriks pada perolehan nilai konversi

(Lampiran 6), jenis matriks batu apung lebih tinggi (33,46%)

menghasilkan nilai konversi dibandingkan jenis matriks tongkol jagung

(29,75%). Pengaruh kecepatan pengadukan (RPM) dalam perolehan

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Pertama Kedua Ketiga

Gul

a P

ered

uksi

(g/L

)

Penggunaan Enzim Immobil

Jenis Matriks dan Kec. Pengadukan

Tongkol Jagung; RPM 100

Tongkol Jagung; RPM 150

Tongkol Jagung; RPM 200

Batu Apung; RPM 100

Batu Apung; RPM 150

Batu Apung; RPM 200

Page 40: fenol

40

nilai konversi (Lampiran 7) menunjukkan bahwa semakin tinggi

kecepatan pengadukannya (100 RPM, 150 RPM dan 200 RPM) maka

nilai konversi juga semakin meningkat (26,29%, 27,47, dan 41,05%).

Penggunaan ulang enzim immobil dilakukan dengan tiga kali

pemakaian enzim. Nilai konversi tertinggi (48,57%) diperoleh pada

penggunaan enzim immobil pertama, kemudian tertinggi kedua (29,37%)

pada penggunaan enzim immobil kedua dan nilai konversi terendah

(16,88%) yang diperoleh pada penggunaan enzim immobil ketiga.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 11h) diperoleh nilai konversi

terhadap ulangan menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf 5%. Hal

ini tidak dilakukan uji lanjut karena tidak termasuk dalam perlakuan.

Adapun nilai konversi terhadap jenis matriks menunjukkan hasil berbeda

nyata pada taraf 5%. Setelah dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata

Terkecil) (Lampiran 11i) diperoleh jenis matriks memiliki pengaruh yang

nyata pada taraf 5% pada nilai konversi.

Pengaruh jenis matriks dalam perolehan nilai konversi dapat dilihat

pada lampiran dapat dilihat pada Lampiran 11b. Data dari grafik (Gambar

13) menunjukkan bahwa perolehan nilai konversi setiap jenis matriks

mengalami peningkatan. Perolehan nilai konversi pada tongkol jagung

yaitu 29,75% sedangkan perolehan nilai konversi pada batu apung yaitu

33,46%. Tingginya perolehan nilai konversi pada batu apung disebabkan

karena batu apung memiliki kandungan silika (SiO2) serta kandungan-

kandungan lainnya (Tabel 3), apabila digunakan pada proses

immobilisasi enzim, batu apung mengikat enzim secara ionik sehingga

daya ikat untuk mengikat enzim lebih kuat dibandingkan tongkol jagung

Page 41: fenol

41

yang hanya mengikat secara hidroksil. Hal ini sesuai pernyataan Bhatia

dan Brinker (2000) bahwa silika mempunyai kelebihan tersendiri

dibanding dengan bahan lainnya, karena secara kimia memiliki sifat inert,

hidrofobik, dan transparan. Selain itu juga menunjukkan kekuatan

mekanik dan stabilitas thermal yang tinggi dan tidak mengembang dalam

pelarut organik.

Gambar 13. Pengaruh Jenis Matriks dalam Perolehan Nilai Konversi.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 11h) diperoleh nilai konversi

terhadap kecepatan pengadukan (RPM) menunjukkan hasil berbeda

nyata pada taraf 5% dan 1%. Setelah dilakukan uji lanjut BNT (Beda

Nyata Terkecil) (Lampiran 11j) diperoleh kecepatan pengadukan (RPM)

memiliki pengaruh yang nyata baik pada taraf 5 % maupun pada taraf

1 % pada nilai konversi.

Pengaruh kecepatan pengadukan (RPM) dalam perolehan nilai

konversi dapat dilihat pada Lampiran 11d. Data dari grafik (Gambar 14)

menunjukkan bahwa perolehan nilai konversi mengalami peningkatan

setiap kecepatan pengadukannya. Kecepatan pengadukan (RPM) yang

27

28

29

30

31

32

33

34

Tongkol Jagung Batu Apung

Nila

i Kon

vers

i (%

)

Jenis Matriks

Page 42: fenol

42

tertinggi pada RPM 200 yaitu 41,05%, lalu RPM 150 yakni 27,47% dan

yang terendah terdapat pada RPM 100 yaitu 26,29%. Hal ini disebabkan

karena pada RPM 200, kecepatan pengadukannya semakin tinggi

sehingga mempercepat proses homogen antara enzim dan substrat.

Permana dkk., (2001) menyatakan bahwa kecepatan pengadukan dapat

meningkatkan homogenetis enzim dengan substrat pati sehingga dapat

meningkatkan reaksi enzimatiknya.

Gambar 14. Pengaruh Kecepatan Pengadukan (RPM) dalam Perolehan

Nilai Konversi.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 11h) diperoleh nilai konversi

pada interaksi antara jenis matriks dan kecepatan pengadukan (RPM)

menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%. Setelah

dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) (Lampiran 11k) diperoleh

jenis matriks dan kecepatan pengadukan (RPM) memiliki pengaruh yang

nyata baik pada taraf 5 % maupun pada taraf 1 % pada nilai konversi.

Interaksi antara jenis matriks dengan kecepatan pengadukan

(RPM) pada perolehan nilai konversi dapat dilihat pada Lampiran 11d.

Data dari grafik (Gambar 15) menunjukkan bahwa perolehan nilai

konversi terhadap jenis matriks mengalami peningkatan dan penurunan

0

5

10

15

20

25

30

35

4045

100 150 200

Nila

i Kon

vers

i (%

)

Kecepatan Pengadukan (RPM)

Page 43: fenol

43

setiap kecepatan pengadukan. Kecepatan pengadukan pada tongkol

jagung berkisar antara 26,86% – 31,75%. Berbeda dengan tongkol

jagung, kecepatan pengadukan pada batu apung mengalami

peningkatan dan penurunan. Kecepatan pengadukan pada batu apung

dengan RPM 100 yaitu 25,9% lalu pada RPM 150 mengalami

penurunan yakni 24,12% kemudian mengalami peningkatan pada RPM

200 yakni 50,36%. Hal ini disebabkan karena batu apung memiliki

kandungan silika (SiO2) serta kandungan-kandungan lainnya (Tabel 3),

apabila digunakan pada proses immobilisasi enzim, batu apung mengikat

enzim secara ionik sehingga daya ikat untuk mengikat enzim lebih kuat

dibandingkan tongkol jagung yang hanya mengikat secara hidroksil. Hal

ini sesuai pernyataan Bhatia dan Brinker (2000) bahwa silika mempunyai

kelebihan tersendiri dibanding dengan bahan lainnya, karena secara

kimia memiliki sifat inert, hidrofobik, dan transparan. Selain itu juga

menunjukkan kekuatan mekanik dan stabilitas thermal yang tinggi dan

tidak mengembang dalam pelarut organik. Sedangkan kecepatan

pengadukan ini disebabkan karena kecepatan pengadukan yang lebih

tinggi yang menyebabkan enzim dan substrat lebih cepat homogen.

Permana dkk., (2001) menyatakan bahwa kecepatan pengadukan dapat

meningkatkan homogenetis enzim dengan substrat pati sehingga dapat

meningkatkan reaksi enzimatiknya.

Page 44: fenol

44

Gambar 15. Interaksi antara Jenis Matriks dengan Kecepatan

Pengadukan (RPM) pada Perolehan Nilai Konversi.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 11h) diperoleh nilai konversi

pada penggunaan ulang enzim immobil menunjukkan hasil berbeda

nyata pada taraf 5% dan 1%. Setelah dilakukan uji lanjut BNT (Beda

Nyata Terkecil) (Lampiran 11l) diperoleh penggunaan ulang enzim

immobil memiliki pengaruh yang nyata baik pada taraf 5 % maupun pada

taraf 1 % pada nilai konversi.

Pengaruh penggunaan enzim immobil dalam perolehan nilai

konversi dapat dilihat pada Lampiran 11e. Data dari grafik (Gambar 16)

menunjukkan bahwa nilai konversi cenderung menurun pada perlakuan

enzim immobil lebih lanjut. Penggunaan ulang enzim immobil tertinggi

(48,57%) pada penggunaan ulang pertama, perolehan nilai konversi

tertinggi kedua (29,37%) pada penggunaan ulang kedua kemudian

perolehan nilai konversi terendah (16,88%) terdapat pada penggunaan

ulang ketiga. Hal ini disebabkan karena immobilisasi yang digunakan

yaitu secara adsorbsi sehingga enzim pada matriks akan mudah lepas

jika dilakukan secara berulang sehingga enzim yang diikatkan pada

matriks akan berkurang dan menyebabkan perolehan nilai konversi

0

10

20

30

40

50

60

100 150 200

Nila

i Kon

vers

i (%

)

Kecepatan Pengadukan (RPM)

Jenis Matriks

Tongkol JagungBatu Apung

Page 45: fenol

45

semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Goel (1994), bahwa

secara umum, metoda immobilisas sistem adsorbsi ini menjadi yang

paling lemah dari metode lainnya. Sebab adsorpsi bukanlah suatu reaksi

kimia, lokasi aktif dari enzim dihentikan dengan dihalangi oleh matriks

yang sangat mengurangi aktivitas dari enzim.

Gambar 16. Pengaruh Penggunaan Enzim Immobil dalam Perolehan

Nilai Konversi.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 11h) diperoleh nilai konversi

pada interaksi antara jenis matriks dan penggunaan ulang enzim immobil

menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%.

Setelahdilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) (Lampiran 11m)

diperoleh interaksi antara jenis matriks dengan penggunaan ulang enzim

immobil memiliki pengaruh yang nyata baik pada taraf 5 % maupun pada

taraf 1 % pada nilai konversi.

Interaksi antara jenis matriks dan penggunaan enzim immobil

terhadap perolehan nilai konversi dapat dilihat pada Lampiran 11e. Data

dari grafik (Gambar 17) menunjukkan bahwa perolehan nilai konversi

pada interaksi antara jenis matriks dan perlakuan enzim immobil secara

0

10

20

30

40

50

60

Pertama Kedua Ketiga

Nila

i Kon

vers

i (%

)

Penggunaan Enzim Immobil

Page 46: fenol

46

berulang cenderung menurun. Penggunaan ulang enzim immobil pada

tongkol jagung berkisar antara 48,7% – 17,33%. Sedangkan

penggunaan ulang enzim immobil pada batu apung berkisar antara

48,44% – 16,43%. Hal ini disebabkan karena penggunaan enzim immobil

yang berulang dan matriks yang digunakan akan menyebabkan aktivitas

enzim pada matriks akan berkurang. Hal ini sesuai pendapat Goel (1994)

yang menyatakan bahwa immobilisasi adsorpsi bukanlah suatu reaksi

kimia, lokasi aktif dari enzim dihentikan dengan dihalangi oleh matriks

yang sangat mengurangi aktivitas dari enzim.

Gambar 17. Interaksi antara Jenis Matriks dan Penggunaan Enzim

Immobil terhadap Perolehan Nilai Konversi.

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 11h) diperoleh nilai konversi

antara kecepatan pengadukan (RPM) dan penggunaan ulang enzim

immobil menunjukkan hasil sangat berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%.

Setelah dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) (Lampiran 11n)

diperoleh kecepatan pengadukan (RPM) dengan penggunaan ulang

enzim immobil memiliki pengaruh yang nyata baik pada taraf 5 %

maupun pada taraf 1 % pada nilai konversi.

0

10

20

30

40

50

60

Pertama Kedua Ketiga

Nila

i Kon

vers

i (%

)

Penggunaan Enzim Immobil

Jenis Matriks

Tongkol JagungBatu Apung

Page 47: fenol

47

Interaksi antara kecepatan pengadukan (RPM) dan penggunaan

enzim immobil pada Perolehan Nilai Konversi dapat dilihat pada

Lampiran 11f. Data dari grafik (Gambar 18) menunjukkan bahwa

perolehan nilai konversi pada interaksi antara kecepatan pengadukan

(RPM) dan penggunaan ulang enzim immobil cenderung menurun.

Penggunaan ulang enzim immobil pada RPM 100 berkisar antara 40% –

18,22%. Penggunaan ulang enzim immobil pada RPM 150 berkisar

antara 45,79% – 14,14% serta penggunaan ulang enzim immobil pada

RPM 200 berkisar antara 59,92% – 18,28%. Diketahui bahwa

meningkatnya kecepatan pengadukan akan meningkatkan reaksi kerja

substrat dan enzim sehingga perolehan nilai konversi meningkat. Akan

tetapi jika kecepatan pengadukan tertalu tinggi akan menyebabkan

enzim yang terikat pada matriks akan lepas sehingga perolehan nilai

konversi menurun. Hal ini sesuai pendapat Permana dkk., (2001) bahwa

kondisi kecepatan pengadukan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

pengurangan aktivitas enzim, karena struktur protein enzim dapat

mengalami perubahan sehingga aktivitas enzim menurun.

Gambar 18. Interaksi antara Kecepatan Pengadukan (RPM) dan

Penggunaan Enzim Immobil pada Perolehan Nilai Konversi.

0

10

20

30

40

50

60

70

Pertama Kedua Ketiga

Nila

i Kon

vers

i (%

)

Penggunaan Enzim Immobil

Kecepatan Pengadukan

(RPM)

100150200

Page 48: fenol

48

Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 11h) diperoleh nilai konversi

antara jenis matriks, kecepatan pengadukan (RPM) dan penggunaan

ulang enzim immobil menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf 5%

dan 1%. Setelah dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil)

(Lampiran 11o) diperoleh jenis matriks, kecepatan pengadukan (RPM)

dengan penggunaan ulang enzim immobil memiliki pengaruh yang nyata

baik pada taraf 5 % maupun pada taraf 1 % pada nilai konversi.

Interaksi antara jenis matriks, kecepatan pengadukan (RPM) dan

penggunaan enzim immobil pada perolehan nilai konversi dapat dilihat

pada Lampiran 11g. Data dari grafik (Gambar 19) menunjukkan bahwa

perolehan nilai konversi pada interaksi antara jenis matriks, kecepatan

pengadukan (RPM) dan penggunaan ulang enzim immobil cenderung

menurun. Penggunaan ulang enzim immobil pada tongkol jagung RPM

100 berkisar antara 45,38% – 16,7%. Penggunaan ulang enzim immobil

pada tongkol jagung RPM 150 berkisar antara 49,21% – 16,74%. Serta

penggunaan ulang enzim immobil pada tongkol jagung RPM 200

berkisar antara 51,5% – 18,51%. Sedangkan pada batu apung juga

mengalami penurunan setiap penggunaan ulang enzim immobil lebih

lanjut. Penggunaan ulang enzim immobil pada batu apung RPM 100

berkisar antara 34,61% – 19,74%. Penggunaan ulang enzim immobil

pada batu apung RPM 150 berkisar antara 42,37% – 11,54%. Serta

penggunaan ulang enzim immobil pada batu apung RPM 200 berkisar

antara 68,34% – 18%. Cenderungnya menurun perolehan nilai konversi

disebabkan karena nilai konversi yang terbentuk pada setiap perlakuan

menunjukkan bahwa aktifitas CGTase tidak optimal baik pada reaksi

Page 49: fenol

49

siklisasi (pembentukan siklodekstrin), maupun pada reaksi non-siklisasi

(hidrolisis, coupling dan disproporsionasi). Menurut Tankova (l998)

CGTase selain dapat mengkatalisis reaksi transglikosilasi intramolekuler

(siklisasi) dan reaksi transglikosilasi intermolekuler (reaksi pembentukan

maltooligosakarida dengan aseptor), CGTase juga mempunyai aktivitas

hidrolisis pada molekul pati dan siklodekstrin.

Gambar 19. Interaksi antara Jenis Matriks, Kecepatan Pengadukan

(RPM) dan Penggunaan Enzim Immobil pada Perolehan Nilai Konversi.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Pertama Kedua Ketiga

Nila

i Kon

vers

i (%

)

Penggunaan Enzim Immobil

Jenis Matriks dan Kec. Pengadukan

Tongkol Jagung; RPM 100

Tongkol Jagung; RPM 150

Tongkol Jagung; RPM 200

Batu Apung; RPM 100

Batu Apung; RPM 150

Batu Apung; RPM 200

Page 50: fenol

50

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

1. Jenis matriks batu apung lebih tinggi untuk menghasilkan

siklodekstrin dibandingkan jenis matriks tongkol jagung, siklodekstrin

yang dihasilkan batu apung yaitu 99,88 g/L (nilai konversi 33,29%)

sedangkan tongkol jagung yaitu 87,06 g/L (nilai konversi 29,02%).

2. Kecepatan pengadukan (RPM) dalam produksi siklodekstrin

menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan pengadukannya (100

RPM, 150 RPM dan 200 RPM) maka perolehan siklodekstrin juga

semakin meningkat (74,83 g/L, 82,41 g/L dan 123,16 g/L).

3. Produktivitas siklodekstrin setelah digunakan secara berulang

semakin lama mengalami penurunan, dimana penggunaan enzim

immobil pertama yaitu 142,41 g/L (nilai konversi 47,47%), lalu

menurun pada penggunaan enzim immobil kedua yaitu 87,36 g/L

(nilai konversi 29,12%) kemudian turun lagi pada penggunaan enzim

immobil ketiga yaitu 50,63 g/L (nilai konversi 16,88%).

B. Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan analisa

keterikatan enzim pada setiap penggunaan enzim immobil yang

dilakukan secara berulang agar diketahui enzim yang lepas pada

matriks.

Page 51: fenol

51

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011a. Batu Apung (Pumice Stone). http://www.senyawa.com/2011/01/batu-apung.html. Akses Tanggal 12 Desember 2011. Makassar.

Anonim, 2011b. Enzim Terimobilisasi.

http://id.wikipedia.org/wiki/Enzim_terimobilisasi. Akses Tanggal, 22 Desember 2011. Makassar.

Bhatia, R.B., and C.J. Brinker, 2000. Sintesis Bahan Hibrida Amino-SilikaDari

Abu Sekam Padi Melalui Proses Sol-Gel. Jurnal Sains Kimia Vol. 8, No.1, 2005. Departemen Kimia FMIPA Universitas Diponegoro, Semarang.

Dubois, M., K.A. Gilles, J. K. Hamilton, P.A. Rebers and F.Smith. 1956. Colorimetric method for determination of sugars and related substances. Anal. Chem. 28: 350-356.

Fessenden, Ralph J., and Joan S. Fessenden 1990. Organixc Chemistri Third Edition. Penerjemah Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Ph.D. dalam kimia organik, jilid 2, edisi ketiga. Penerbit Erlangga, jakarta.

Gaman, P. M., and K. B. Sherrington, 1992. The Science of Food, An

Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology Second Edition. Penerjemah: Murdjiati Gardjito, Sri Naruki, Agnes Murdiati dan Sardjono dalam Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Gandhi Aquino. 2010. Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat

Terhadap Karakteristik Briket Arang Tongkol Jagung. Profesional,Vol. 8, No. 1, Mei 2010, ISSN 1693-3745.

Goel, M. K. 1994. Immobilized Enzymes. http://www.rpi.edu/dept/chem-

eng/Biotech-Environ/IMMOB/goel2nd.htm. Hashimoto H. 1988. Application of Cyclodextrin, p 235-237. The amylase

research society of Japan (ed). Handbook of amylases and related enzymes. Pergoman Press. Oxford.

Hamilton L.M .. C.T: Kelly dan W.M. Fogarty. 2000. Review: Cyclodextrin and

their literation with amylolytic enzymes. J. Enzymes and Mirobial Technol. 26: 561-567.

Kitahata, S., Tsuyama, N., Okada, S. 1974. Purification :Md Some Properties

Of Cyclodextrin Glycosyl Transferase From A Strain of Bacillus Species. Agric. Biot Chem,38:387-393.

Page 52: fenol

52

Kitahata, S. 1988. Cyclomaltodextrin Glucanotransferase. Di dalam The Amylase Research Society of Japan (eds). 1988. Handbook of Amylases and Related Enzymes. P. 154-163. Oxford : Pergamon Press.

Kulp K., 1975. Carbohidrates. dalam G. Reed (ed), Enzimes in Food

Processing Academy Press, New York. Laga A. 2001. Produksi Siklodekstrin Menggunakan Tapioka Terlikuifikasi

Dengan Aseptor Minimal. Disertasi Program Pascasarjana IPB Bogor.

Laga A. Dan J. Langkong. 2006. Study ofEnzymatic Dextrin Production By

Using Tapioca. Procedding of Research and Studies II. Research Grant II. Technological and Profesional Skill Development Sector Project. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas. ISBN 979-99182-6-X., 38-51.

Laga A. 2007. Pembentukan Siklodekstrin dengan Perubahan Suhu Awal

dan Penambahan Etanol. Vol. 13 No. 1 (1-9). Laga A. 2010. Pengaruh Konsentrasi Gum Xanthan Dan Karagenan Dalam

Pembentukan Matriks Untuk Immobilisasi Pullulanase Dan Cgtase Dalam Pembentukan Siklodekstrin. Jurnal Agri Techno Vol. 3 No. 1 (1-11).

Lee. 1.H, Choi, K-JL Choi, J-Y, Lee, Y-S, Kwon, I-B, and Yu, J-H. 1992,

Enzymatic production of cyclodextrin glucanotransferase of Klebsiella oxytoca 19-1. Enzyme Microb. Technol. 14,1017-1020.

Miller, G.L. 1959. Dinitrosalysilic Assay. Anal Chem. 31:426-428 Nakamura, N., Horikoshi, K. 1976. Characterization and some cultural

conditions of cyclodextrin glycocyl transferase-producing alkalophilic Bacillus species Agric.Biul.Chem.. 40:753-757.

Nakamura N., N. Sashihara, H. Nagayama, dan K. Horikoshi. 1989.

Caracterization of Pullulanase and α-amylase Activities of a Thermus sp AMD33. Die Starke. 41: 112-117.

Nagrady, N., Pocsi, 1., and Szentirrn31, A. 1995. Cyclodextrin glycosyl

transferase may be the only strach-degrading enzyme in Bacillus macerans. Biotechnol. AppL Biochem 21 :233-234.

Permana, Iman M., Y. Wahyuni. Y. Mulyana. 2001. Pengujian Kondisi

Likuifikasi dalam Produksi Sirup Glukosa dari Pati Sagu (Metroxylon sp.). Jurnal Bionatura, Vol. 3, No. 2, Edisi 1, Juli 2001 : 57 – 67.

Page 53: fenol

53

Pongsawadi, P., Yagiswa, M. 1987. Screening anti identification of cyclodextrin glucanotransferase producing bacteria. 1 Fennent. Technol. 65:463-467.

Pszezola, D.E. 1988. Production and Potential Food Applications of

Cyclodextrin. Journal Food Technol., (1): 96-100. Sjetli J. 1988. Cyclodextrin Technology. Kluwer Academic Publishers.

Dordrecht. Swinkels J.J.M. 1985. Source of Starch, its chemistry and physics. Di dalam

GMA van Beynum and J.A Roels (eds). Starch conversion tchnology. Marcel Dekker. Inc New York.

Tankova, A. 1998. Bacterial Cyclodextrin Glucanotransferase. Journal Enzim

and Microbial Techno., 22:678-686. Tjokroadikoesoemo, P. Soebiyanto., 1986. HFS dan industri ubi kayu

lainnya. Gramedia Pustaka utama, jakarta. Whistler RL, JN Beniiler; EF Paschall. 1984. Starch: Chemistry and

Technology (2nd edition). AcadenlicPress. Inc. New York.

Page 54: fenol

54

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Kurva Standar Total Gula. Konsentrasi (PPM) Absorbansi

5 0,098 10 0,326 15 0,651 20 0,824 30 1,29 80 2,888

Lampiran 2. Gambar Kurva Standar Total Gula.

Gambar 20. Kurva Standar Total Gula.

y = 0.047x - 0.126R² = 0.994

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

0 5 10 15 20 25 30 35

Ab

sorb

an

si

Konsentrasi (mg/ml)

Series1

Linear (Series1)

Page 55: fenol

55

Lampiran 3. Tabel Kurva Standar Gula Pereduksi. Konsentrasi (PPM) Absorbansi

100 0,172 150 0,282 200 0,414 250 0,485 300 0,598 350 0,691 400 0,700

Lampiran 4. Gambar Kurva Standar Gula Pereduksi.

Gambar 21. Kurva Standar Gula Pereduksi.

y = 0.001x + 0.015R² = 0.973

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0 100 200 300 400 500

Abs

orba

bsi

Konsentrasi

Series1

Linear (Series1)

Page 56: fenol

56

Lampiran 5. Tabel Nilai Rata-Rata Hasil Perolehan Siklodekstrin, Gula Pereduksi, Nilai Konversi dan Total Gula.

Jenis Matriks

Kecepatan Pengadukan

P.Enzim Immobil

Siklodekstrin (g/L)

Gula Pereduksi

(g/L)

Nilai Konversi

(%)

Total Gula (g/L)

Tongkol Jagung

Rpm 100

I 116,4 5,4 45,38 121,8

II 53,86 3,28 17,96 57,14

III 50,08 1,74 16,7 51,82

Rata-rata 73,45 3,47 26,68 76,92

Rpm 150

I 147,63 4,51 49,21 152,14

II 79,52 1,6 26,51 81,12

III 50,22 1,02 16,74 51,24

Rata-rata 92,46 2,38 30,82 94,88

Rpm 200

I 154,5 4,06 51,5 158,56

II 75,61 1,66 25,2 77,27

III 55,66 0,74 18,56 56,4

Rata-rata 95,25 2,16 31,75 97,41

Rata-rata matriks tongkol jagung 87,06 2,67 29,75 89,73

Batu Apung

Rpm 100

I 103,82 6,46 34,61 110,28

II 65,59 1,02 23,37 66,61

III 59,22 0,64 19,74 59,86

Rata-rata 76,21 2,71 25,90 78,92

Rpm 150

I 127,12 8,83 42,37 135,95

II 55,37 1,29 18,46 56,66

III 34,58 0,54 11,54 35,12

Rata-rata 72,36 3,55 24,12 75,91

Rpm 200

I 205,01 2,14 68,34 207,15

II 194,21 1,42 64,74 195,63

III 54,01 0,59 18 54,6

Rata-rata 151,08 1,38 50,36 152,46

Rata-rata matriks batu apung 99,88 2,55 33,46 102,43

Rata-rata jenis matriks 93,47 2,61 31,6 96,08

Page 57: fenol

57

Lampiran 6. Tabel Nilai Rata-Rata Penggunaan Jenis Matriks dari Hasil Perolehan Siklodekstrin, Gula Pereduksi, Dan Nilai Konversi Siklodekstrin.

Jenis Matriks Rata-rata

Siklodekstrin (g/L) Gula Pereduksi (g/L) Nilai Konversi (%)

Tongkol Jagung 87,06 2,67 29,75

Batu Apung 99,88 2,55 33,46 Lampiran 7. Tabel Nilai Rata-Rata Kecepatan Pengadukan (RPM) dari Hasil

Perolehan Siklodekstrin, Gula Pereduksi, Dan Nilai Konversi Siklodekstrin.

Kecepatan Pengadukan

(RPM)

Rata-rata

Siklodekstrin (g/L) Gula Pereduksi (g/L) Nilai Konversi (%)

100 74,83 3,09 26,29

150 82,41 2,96 27,47

200 123,16 1,77 41,05 Lampiran 8. Tabel Nilai Rata-Rata Penggunaan Enzim Immobil dari Hasil Perolehan

Siklodekstrin, Gula Pereduksi, Dan Nilai Konversi Siklodekstrin.

Penggunaan Enzim Immobil

Rata-rata Siklodekstrin

(g/L) Gula Pereduksi (g/L) Nilai Konversi (%)

Penggunaan ke-1 93,49 5,23 48,57

Penggunaan ke-2 62,05 1,71 29,37

Penggunaan ke-3 33,28 0,88 16,88

Page 58: fenol

58

Lampiran 9a. Tabel Hasil Analisa Kadar Siklodekstrin. Perlakuan Ulangan

Total Perlakuan

Rata-rata (g/L)

Total Gula (g/L)

Jenis Matriks

Kec. Pengadukan

P. Enzim Immobil I II

Tongkol Jagung

100

I 104,11 128,7 232,81 116,4 121,8 II 55,26 52,46 107,72 53,86 57,14 III 48,36 51,81 100,17 50,08 51,82

Total 207,74 232,96 440,7 220,35 230,76 Rata-rata rpm 100 73,45 76,92

150

I 164,6 130,66 295,27 147,63 152,14 II 80,99 78,05 159,04 79,52 81,12 III 45,1 55,35 100,45 50,22 51,24

Total 290,69 264,06 554,75 277,38 284,5 Rata-rata rpm 150 92,46 94,84

200

I 157,06 151,94 309 154,5 158,56 II 81,91 69,32 151,22 75,61 77,27 III 63,83 47,49 111,32 55,66 56,4

Total 302,8 268,75 571,54 285,77 292,23 Rata-rata rpm 200 95,25 97,41

Total 801,23 765,77 1567 783,50 807,5 Rata-rata matriks tongkol jagung 87,06 89,73

Batu Apung

100

I 106,26 101,39 207,65 103,82 110,28 II 67,71 63,47 131,18 65,59 66,61 III 67,92 50,52 118,44 59,22 59,86

Total 241,89 215,39 457,28 228,64 236,76 Rata-rata rpm 100 76,21 78,92

150

I 123,19 131,06 254,24 127,12 135,95 II 50,19 60,55 110,74 55,37 56,66 III 34,98 34,19 69,17 34,58 35,12

Total 208,35 225,8 434,14 217,07 281,73 Rata-rata rpm 150 72,36 75,91

200

I 222,19 187,84 410,03 205,01 207,15 II 203,63 184,79 388,42 194,21 195,63 III 52,62 55,39 108,02 54,01 54,6

Total 478,45 428,02 906,47 453,23 457,38 Rata-rata rpm 200 151,08 152,46

Total 928,69 869,21 1797,9 898,95 921,88 Rata-rata matriks batu apung 99,88 102,43

Total 1729,92 1634,98 3364,9 1682,44 1729,37 Rata-rata 96,11 90,83 186,94 93,47 96,08

Page 59: fenol

59

Lampiran 9b. Tebel Petak Utama (Jenis Matriks) Hasil Perolehan Siklodekstrin. Petak Utama Ulangan

Total Rata-rata Jenis Matriks I II

Tongkol Jagung 801,23 765,77 1567 87,06

Batu Apung 928,69 869,21 1797,9 99,88

Total 1729,92 1634,98 3364,9 186,94

Lampiran 9c. Tabel Anak Petak (Kecepatan Pengadukan (RPM)) Hasil Perolehan

Siklodektrin. Anak Petak Ulangan

Total Rata-rata Jenis Matriks (A) RPM (B) I II

Tongkol Jagung

100 207,74 232,96 440,7 220,35 150 290,69 264,06 554,75 277,38 200 302,8 268,75 571,55 285,74

Batu Apung 100 241,89 215,39 457,28 228,64 150 208,35 225,8 434,15 217,07 200 478,45 428,02 906,47 453,23

Total K 1729,92 1634,98 3364,9 1682,44

Lampiran 9d. Tabel Anak Petak (Interaksi Jenis Matriks (A) dan Kecepatan

Pengadukan (RPM) (B)) Hasil Perolehan Siklodekstrin.

Jenis Matriks (A)

Kec. Pengadukan (RPM) (B) Total A

Rata-rata

Kec. Pengadukan (RPM)

100 150 200 100 150 200 Tongkol Jagung 440,7 554,75 571,55 1567 73,45 92,46 95,26

Batu Apung 457,28 434,15 906,47 1797,9 76,21 72,36 151,08

Total B 897,98 988,9 1478,02 3364,9 149,66 164,82 246,34

Rerata Total B 74,83 82,41 123,17

Lampiran 9e. Tabel Anak-Anak Petak (Penggunaan Enzim Immobil) Hasil

Perolehan Siklodekstrin. Anak-anak Petak

Total A

Rata-rata

Jenis Matriks (A)

Penggunaan Enzim Immobil (C)

Penggunaan Enzim Immobil (C)

I II III I II III Tongkol Jagung

837,07 417,99 311,94 1566,99 139,51 69,66 51,99

Batu Apung 871,92 630,34 295,63 1797,89 145,32 105,06 49,27

Total C 1708,99 1048,33 607,56 3364,9 284,83 174,72 100,86

Rerata Total C 142,41 87,36 50,43

Page 60: fenol

60

Lampiran 9f. Tabel Anak-anak Petak (Interaksi Kecepatan Pengadukan (RPM) (B) dan Penggunaan Enzim Immobil (C)) Hasil Perolehan Siklodekstrin.

RPM (B)

Penggunaan Enzim Immobil (C) Total B

Rata-rata

Penggunaan Enzim Immobil (C)

I II III I II III

100 440,46 238,91 218,61 897,97 110,11 59,37 54,65

150 549,51 269,78 169,61 988,90 137,38 67,45 42,4

200 719,029 539,644 219,338 1478,01 179,76 134,91 54,84

Total C 1708,99 1048,33 607,56 3364,9 427,25 261,73 151,89

Lampiran 9g. Tabel Anak-anak Petak (Interaksi Jenis Matriks (A), Kecepatan

Pengadukan (RPM) (B), dan Penggunaan Enzim Immobil (C)) Hasil Perolehan Siklodekstrin.

Jenis Matriks

(A)

RPM (B)

Penggunaan Enzim

Immobil (C) Total

Rata-rata Penggunaan Enzim Immobil

(C)

I II III I II III

Tongkol Jagung

100 232,81 107,72 100,17 440,7 116,4 53,86 50,08

150 295,27 159,04 100,45 554,76 147,63 79,52 50,22

200 309 151,22 111,32 571,54 154,4 75,61 55,66

Batu Apung

100 207,65 131,18 118,44 457,27 103,82 65,59 59,22

150 254,24 110,74 69,17 434,15 127,12 55,37 34,58

200 410,03 388,42 108,02 906,47 205,01 194,21 54,01

Total 1709 1048,32 607,57 3364,9 854,38 524,16 303,77

Page 61: fenol

61

Lampiran 9h. Tabel Analisis Sidik Ragam pada perolehan Siklodekstrin.

Sumber Keragaman DB JK KT F Hitung F5% F1%

Petak Utama

Kelompok 1 250,752 250,752 16,020tn 161 4052 Jenis Matriks (A) 1 1481,341 1481,341 94,637tn 161 4052 Galat A 1 15,653 15,653

Anak Petak

RPM (B) 2 16221,241 8110,621 43,683** 6,94 18 AB 2 9101,214 4550,607 24,509** 6,94 18 Galat B 4 742,686 185,67

Anak-anak Petak

P.Enzim Immobil(C) 2 51216,388 25608,194 258,388** 3,89 6,93 AC 2 2399,910 1199,955 12,108** 3,89 6,93 BC 4 7723,143 1930,786 19,482** 3,26 5,41 ABC 4 5267,119 1316,780 13,286** 3,26 5,41 Galat C 12 1189,288 99,107

Total 35 95608,735

Ket: tn Tidak Berbeda Nyata

** Sangat Berbeda Nyata pada Taraf 5% dan 1% Lampiran 9i. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak Petak (Kecepatan

Pengadukan (RPM)) Hasil Siklodekstrin. Kec. Pengadukan

(RPM) Rerata

Siklodekstrin (g/L) BNT 5% = 37,83 BNT 1% = 62,73

100 448,99 a A

150 494,45 b AB

200 739,01 c C Lampiran 9j. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak Petak (Interaksi

Jenis Matriks dan Kecepatan Pengadukan (RPM)) Hasil Siklodekstrin.

Jenis Matriks

Kec. Pengadukan (RPM)

Rerata Siklodekstrin (g/L)

BNT 5% = 37,83

BNT 1% = 62,73

Tongkol Jagung

100 220,35 ab AB 150 277,38 d ABCD 200 285,78 de DE

Batu Apung 100 228,64 abc ABC 150 217,08 a A 200 453,24 f F

Page 62: fenol

62

Lampiran 9k. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak-anak Petak (Penggunaan Enzim Immobil)Hasil Siklodekstrin.

Penggunaan Enzim Immobil

Rerata Siklodekstrin (g/L)

BNT 5% = 21,69

BNT 1% = 30,41

Pertama 284,83 C C

Kedua 174,72 B B

Ketiga 101,26 A A Lampiran 9l. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak-anak Petak (Interaksi

Jenis Matriks dan Penggunaan Enzim Immobil) Hasil Siklodekstrin. Jenis

Matriks Penggunaan

Enzim Immobil Rerata

Siklodekstrin (g/L) BNT 5% =

21,69 BNT 1% =

30,41

Tongkol Jagung

Pertama 279,02 E E

Kedua 139,33 C C

Ketiga 103,98 Ab AB

Batu Apung Pertama 290,64 Ef E

Kedua 210,11 D D

Ketiga 98,54 A A Lampiran 9m. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak-anak Petak

(Interaksi Kecepatan Pengadukan (RPM) dan Penggunaan Enzim Immobil) Hasil Siklodekstrin.

Kec. Pengadukan

(RPM)

Penggunaan Enzim Immobil

Rerata Siklodekstrin

(g/L)

BNT 5% = 21,69

BNT 1% = 30,41

100 Pertama 220,23 f F Kedua 119,45 bcd BCD Ketiga 109,31 b AB

150 Pertama 274,76 gh GH Kedua 134,89 de BCD Ketiga 84,81 a A

200 Pertama 359,52 i I Kedua 269,82 g G Ketiga 109,67 bc ABC

Page 63: fenol

63

Lampiran 9n. Tabel Uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak-anak Petak (Interaksi Jenis Matriks, Kecepatan Pengadukan (RPM) dan Penggunaan Enzim Immobil) Hasil Siklodekstrin.

Jenis Matriks

Kec. Pengadukan

(RPM)

Penggunaan Enzim Immobil

Rerata Siklodekstrin

(g/L)

BNT 5% = 21,69

BNT 1% = 30,41

Tongkol Jagung

100 Pertama 116,41 lm LM Kedua 53,86 abcd ABCD Ketiga 50,09 ab AB

150 Pertama 147,64 no NO Kedua 7h9,52 hijk BCDEFGHIJK Ketiga 50,26 abc ABC

200 Pertama 154,50 op NOP Kedua 75,61 efghij BCDEFGHIJ Ketiga 55,66 abcdefg ABCDEFG

Batu Apung

100 Pertama 103,83 l JKL Kedua 65,59 bcdefghi BCDEFGHI Ketiga 59,22 bcdefgh ABCDEFGH

150 Pertama 127,12 mn LMN Kedua 55,37 abcdef ABCDEF Ketiga 34,59 a A

200 Pertama 205,15 qr QR Kedua 194,21 q Q Ketiga 54,01 abcde ABCDE

Page 64: fenol

64

Lampiran 10a. Tabel Hasil Analisa Gula Pereduksi (g/L). Perlakuan Ulangan

Total Perlakuan

Rata-rata (g/L) Jenis Matriks

Kec. Pengadukan

P. Enzim

Immobil I II

Tongkol Jagung

100 I 6,23 4,56 10,79 5,4 II 3,11 3,45 6,56 3,28 III 2,3 1,17 3,47 1,74

Total 11,64 9,19 20,83 10,41 Rata-rata rpm 100 3,47

150 I 4,7 4,31 9,01 4,51 II 1,8 1,41 3,21 1,6 III 0,71 1,33 2,03 1,02

Total 7,2 7,05 14,25 7,12 Rata-rata rpm 100 2,38

200 I 5,25 2,87 8,12 4,06 II 1,72 1,61 3,32 1,66 III 0,73 0,75 1,49 0,74

Total 7,7 5,23 12,93 6,46 Rata-rata rpm 200 2,16

Total 26,54 21,46 48 24 Rata-rata matriks tongkol jagung 2,67

Batu Apung

100 I 5,08 7,84 12,92 6,46 II 0,79 1,26 2,05 1,02 III 0,12 1,17 1,28 0,64

Total 5,98 10,27 16,25 8,12 Rata-rata rpm 100 2,71

150 I 10,64 7,02 17,66 8,83 II 1,37 1,21 2,58 1,29 III 0,71 0,37 1,08 0,54

Total 12,71 8,6 21,31 10,66 Rata-rata rpm 100 3,55

200 I 2,33 1,96 4,28 2,14 II 0,96 1,89 2,84 1,42 III 0,66 0,51 1,18 0,59

Total 3,95 4,36 8,3 4,15 Rata-rata rpm 200 1,38

Total 22,64 23,22 45,87 22,93 Rata-rata matriks batu apung 2,55

Total 49,19 44,68 93,87 46,93 Rata-rata 2,73 2,48 5,21 2,61

Page 65: fenol

65

Lampiran 10b. Tebel Petak Utama (Jenis Matriks) Hasil Analisa Gula Pereduksi. Petak Utama Ulangan

Total Rata-rata Jenis Matriks I II Tongkol Jagung 26,54 21,46 48 2,67

Batu Apung 22,64 23,22 45,86 2,55

Total 49,18 44,68 93,86 5,22

Lampiran 10c. Tabel Anak Petak (Kecepatan Pengadukan (RPM)) Hasil Analisa

Gula Pereduksi.

Anak Petak Ulangan Total Rata-rata

Jenis Matriks (A) RPM (B) I II

Tongkol Jagung 100 11,642 9,19 20,83 10,41 150 7,20 7,05 14,25 7,12 200 7,70 5,23 12,93 6,46

Batu Apung 100 5,98 10,27 16,25 8,12 150 12,71 8,6 21,31 10,66 200 3,95 4,36 8,30 4,15

Total K 49,19 44,68 93,87 46,93 Lampiran 10d. Tabel Anak Petak (Interaksi Jenis Matriks (A) dan Kecepatan

Pengadukan (RPM) (B)) Hasil Analisa Gula Pereduksi.

Jenis Matriks (A) Kec. Pengadukan

(RPM) (B) Total A

Rata-rata Kec. Pengadukan (RPM)

100 150 200 100 150 200 Tongkol Jagung 20,83 14,25 12,93 48,00 3,47 2,38 2,16 Batu Apung 16,25 21,31 8,30 45,87 2,71 3,55 1,38 Total B 37,08 35,56 21,23 93,87 6,18 5,93 3,54

Lampiran 10e. Tabel Anak-Anak Petak (Penggunaan Enzim Immobil) Hasil Analisa

Gula Pereduksi. Anak-anak Petak

Total A

Rata-rata

Jenis Matriks (A) Penggunaan Enzim

Immobil (C) Penggunaan Enzim

Immobil (C) I II III I II III

Tongkol Jagung 27,92 13,09 6,99 48,00 4,66 2,18 1,17 Batu Apung 34,86 7,47 3,53 45,87 5,81 1,24 0,59 Total C 62,78 20,56 10,52 93,87 10,47 3,42 1,76

Rerata Total C 5,23 1,71 0,88

Page 66: fenol

66

Lampiran 10f. Tabel Anak-anak Petak (Interaksi Kecepatan Pengadukan (RPM) (B) dan Penggunaan Enzim Immobil (C)) Hasil Analisa Gula Pereduksi.

RPM (B) Penggunaan Enzim

Immobil (C) Total B Rata-rata

Penggunaan Enzim Immobil (C) I II III I II III

100 23,71 8,61 4,76 37,08 5,93 2,15 1,19 150 26,67 5,79 3,11 35,56 6,67 1,45 0,78 200 12,4 6,17 2,66 21,23 3,1 1,54 0,67

Total C 62,78 20,56 10,52 93,87 15,7 5,14 2,64

Lampiran 10g. Tabel Anak-anak Petak (Interaksi Jenis Matriks (A), Kecepatan

Pengadukan (RPM) (B), dan Penggunaan Enzim Immobil (C)) Hasil Analisa Gula Pereduksi.

Jenis Matriks

(A)

RPM (B)

Penggunaan Enzim Immobil (C) Total

Rata-rata Penggunaan Enzim Immobil

(C) I II III I II III

Tongkol Jagung

100 10,79 6,56 3,47 20,83 5,4 3,28 1,74 150 9,01 3,21 2,03 14,25 4,51 1,6 1,02 200 8,12 3,32 1,49 12,93 4,06 1,66 0,74

Batu Apung

100 12,92 2,05 1,28 16,25 6,46 1,02 0,64 150 17,66 2,58 1,08 21,31 8,83 1,29 0,54 200 4,28 2,84 1,18 8,30 2,14 1,42 0,59

Total 62,78 20,56 10,52 93,87 31,4 10,27 5,27 Lampiran 10h. Tabel Analisis Sidik Ragam Hasil Gula Pereduksi.

Sumber Keragaman DB JK KT F Hitung F5% F1%

Petak Utama

Ulangan 1 0,526 0,526 0,568tn 161 4052 Jenis Matriks (A) 1 0,091 0,091 0,098tn 161 4052 galat A 1 0,926 0,926

Anak Petak

RPM (B) 2 12,746 6,373 3,934tn 6,94 18 AB 2 7,601 3,801 2,346tn 6,94 18 galat B 4 6,479 1,620

Anak-anak Petak

P. Enzim Immobil (C) 2 128,167 64,083 85,977** 3,89 6,93 AC 2 7,556 3,778 5,069* 3,89 6,93 BC 4 17,395 4,349 5,834** 3,26 5,41 ABC 4 14,966 3,742 5,020* 3,26 5,41 galat C 12 8,944 0,75

Total 35 205,398

Ket: tn Tidak Berbeda Nyata

* Berbeda Nyata pada Taraf 5% ** Sangat Berbeda Nyata pada Taraf 5% dan 1%

Page 67: fenol

67

Lampiran 10i. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak-anak Petak (Penggunaan Enzim Immobil) Hasil Analisa Gula Pereduksi.

Penggunaan Enzim Immobil

Rerata Gula Pereduksi (g/L) BNT 5% = 1,89 BNT 1% = 2,65

Pertama 5,23 c C

Kedua 1,71 ab AB

Ketiga 0,88 a A

Lampiran 10j. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak-anak Petak

(Interaksi Jenis Matriks dan Penggunaan Enzim Immobil) Hasil Analisa Gula Pereduksi.

Jenis Matriks Penggunaan Enzim Immobil

Rerata Gula Pereduksi (g/L) BNT 5% = 2,65

Tongkol Jagung

Pertama 3,95 f Kedua 2,19 cd Ketiga 1,77 ab

Batu Apung Pertama 3,89 de Kedua 2,13 abc Ketiga 1,71 a

Lampiran 10k. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak-anak Petak

(Interaksi Kecepatan Pengadukan (RPM) dan Penggunaan Enzim Immobil) Hasil Analisa Gula Pereduksi.

Kec. Pengadukan

(RPM)

Penggunaan Enzim

Immobil

Rerata Gula Pereduksi (g/L)

BNT 5% = 1,89

BNT 1% = 2,65

100 Pertama 11,86 h H Kedua 4,31 def DEF Ketiga 1,59 abc ABC

150 Pertama 13,34 hi HI Kedua 2,89 abcd ABCD Ketiga 1,55 ab AB

200 Pertama 6,2 g FG Kedua 3,08 abcde ABCDE Ketiga 1,33 a A

Page 68: fenol

68

Lampiran 10l. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak-anak Petak (Interkasi Jenis Matriks, Kecepatan Pengadukan (RPM) dan Penggunaan Enzim Immobil) Hasil Analisa Gula Pereduksi.

Jenis Matriks Kec.

Pengadukan (RPM)

Penggunaan Enzim

Immobil

Rerata Gula Pereduksi

(g/L) BNT 5% = 1,89

Tongkol Jagung

100 Pertama 5,4 mnop Kedua 3,28 hijklm Ketiga 1,74 abcdefghijk

150 Pertama 4,51 mno Kedua 1,6 abcdefghi Ketiga 1,02 abcde

200 Pertama 4,06 lmn Kedua 1,66 abcdefghij Ketiga 0,74 abcd

Batu Apung

100 Pertama 6,46 pq Kedua 1,02 abcdef Ketiga 0,64 abc

150 Pertama 8,83 R Kedua 1,29 abcdefg Ketiga 0,54 A

200 Pertama 2,14 abcdefghijkl Kedua 1,42 abcdefgh Ketiga 0,59 ab

Page 69: fenol

69

Lampiran 11a. Tabel Hasil Analisa Nilai Konversi (%). Perlakuan Ulangan

Total Perlakuan

Rata-rata (%) Jenis Matriks

Kec. Pengadukan

P. Enzim

Immobil I II

Tongkol Jagung

100 I 47,86 42,9 90,76 45,38 II 18,42 17,49 35,91 17,96 III 16,12 17,27 33,39 16,7

Total 82,4 77,66 160,06 80,03 Rata-rata rpm 100 26,68

150 I 54,87 43,56 98,42 49,21 II 26,99 26,02 53,01 26,51 III 15,03 18,45 33,48 16,74

Total 96,89 88,03 184,91 92,46 Rata-rata rpm 150 30,82

200 I 52,35 50,65 103 51,5 II 27,3 23,1 50,4 25,2 III 21,28 15,83 37,11 18,56

Total 100,93 89,58 190,51 95,26 Rata-rata rpm 200 31,75

Total 280,22 255,26 535,48 267,74 Rata-rata matriks tongkol jagung 29,75

Batu Apung

100 I 35,42 33,79 69,21 34,61 II 25,57 21,16 46,73 23,37 III 22,64 16,84 39,48 19,74

Total 83,63 71,79 155,42 77,71 Rata-rata rpm 100 25,90

150 I 41,06 43,68 84,74 42,37 II 16,73 20,18 36,91 18,46 III 11,67 11,4 23,07 11,54

Total 69,46 75,26 144,72 72,36 Rata-rata rpm 150 24,12

200 I 74,06 62,61 136,67 68,34 II 67,88 61,59 129,47 64,74 III 17,54 18,46 36 18

Total 159,48 142,66 302,14 151,07 Rata-rata rpm 200 50,36

Total 312,57 289,71 602,28 301,14 Rata-rata matriks batu apung 33,46

Total 592,79 544,97 1137,8 568,88 Rata-rata 32,93 30,28 63,21 31,6

Page 70: fenol

70

Lampiran 11b. Tebel Petak Utama (Jenis Matriks) Hasil Hasil Nilai Konversi Siklodekstrin.

Petak Utama Ulangan Total Rata-rata

Jenis Matriks I II Tongkol Jagung 280,22 255,26 535,48 29,75 Batu Apung 312,57 289,71 602,28 33,46 Total 592,79 544,97 1137,8 63,21

Lampiran 11c. Tabel Anak Petak (Kecepatan Pengadukan (RPM)) Hasil Nilai

Konversi Siklodekstrin.

Anak Petak Ulangan Total Rata-rata

Jenis Matriks (A) RPM (B) I II

Tongkol Jagung 100 82,4 77,66 160,06 80,03 150 96,89 88,03 184,92 92,46 200 100,93 89,58 190,51 95,26

Batu Apung 100 83,63 71,79 155,42 77,71 150 69,46 75,26 144,72 72,36 200 159,48 142,66 302,14 151,07

Total K 592,79 544,98 1137,8 568,89 Lampiran 11d. Tabel Anak Petak (Interaksi Jenis Matriks (A) dan Kecepatan

Pengadukan (RPM) (B)) Hasil Nilai Konversi Siklodekstrin.

Jenis Matriks (A)

Kec. Pengadukan (RPM) (B) Total A

Rata-rata

Kec. Pengadukan (RPM)

100 150 200 100 150 200 Tongkol Jagung

160,06 184,92 190,51 535,49 26,86 30,82 31,75

Batu Apung 155,42 144,72 302,14 602,28 25,9 24,12 50,36 Total B 315,48 329,64 492,65 1137,8 52,76 54,94 82,11

Rerata total B 26,38 27,47 41,05 Lampiran 11e. Tabel Anak-Anak Petak (Penggunaan Enzim Immobil) Hasil Nilai

Konversi Siklodekstrin. Anak-anak Petak

Total A

Rata-rata

Jenis Matriks (A) Penggunaan Enzim

Immobil (C) Penggunaan Enzim Immobil

(C) I II III I II III

Tongkol Jagung 292,18 139,32 103,98 535,48 48,7 23,22 17,33

Batu Apung 290,62 213,11 98,55 602,28 48,44 35,52 16,43 Total C 582,80 352,43 202,53 1137,8 97,14 58,74 33,76

48,57 29,37 16,88

Page 71: fenol

71

Lampiran 11f. Tabel Anak-anak Petak (Interaksi Kecepatan Pengadukan (RPM) (B) dan Penggunaan Enzim Immobil (C)) Hasil Nilai Konversi Siklodekstrin.

RPM (B)

Penggunaan Enzim Immobil (C) Total B

Rata-rata

Penggunaan Enzim Immobil (C)

I II III I II III

100 159,97 82,64 72,87 315,48 40 20,67 18,22

150 183,16 89,92 56,55 329,63 45,79 22,49 14,14

200 239,67 179,87 73,11 492,65 59,92 44,97 18,28 Total C 582,80 352,43 202,53 1137,8 145,71 88,13 50,64

Lampiran 11g. Tabel Anak-anak Petak (Interaksi Jenis Matriks (A), Kecepatan

Pengadukan (RPM) (B), dan Penggunaan Enzim Immobil (C)) Hasil Nilai Konversi Siklodekstrin.

Jenis Matriks

(A)

RPM (B)

Penggunaan Enzim

Immobil (C) Total

Rata-rata

Penggunaan Enzim Immobil (C)

I II III I II III

Tongkol Jagung

100 90,76 35,91 33,39 160,06 45,38 17,96 16,7

150 98,42 53,01 33,48 184,91 49,21 26,51 16,74 200 103 50,4 37,11 190,51 51,5 25,2 18,52

Batu Apung

100 69,21 46,73 39,48 155,42 34,61 23,37 19,74

150 84,74 36,91 23,07 144,72 42,37 18,46 11,54

200 136,67 129,47 36 302,14 68,34 64,74 18 Total 582,8 352,43 202,53 1137,8 291,41 176,24 101,24

Lampiran 11h. Tabel Analisis Sidik Ragam Hasil Nilai Konversi Siklodekstrin. Sumber Keragaman DB JK KT F Hitung F5% F1%

Petak Utama

Kelompok 1 63,268 63,268 168,580* 161 4052 Jenis Matriks (A) 1 123,698 123,698 329,598* 161 4052 Galat A 1 0,375 0,375 Anak Petak RPM (B) 2 1615,990 807,995 63,649** 6,94 18 AB 2 1051,204 525,602 41,404** 6,94 18 Galat B 4 50,778 12,694 Anak-anak Petak P. Enzim Immobil (C) 2 6115,253 3057,627 311,507** 3,89 6,93

AC 2 332,697 166,349 16,947** 3,89 6,93 BC 4 735,761 183,940 18,740** 3,26 5,41 ABC 4 632,159 158,040 16,101** 3,26 5,41 Galat C 12 117,787 9,816 Total 35 10838,970

Ket: * Berbeda Nyata pada Taraf 5% ** Sangat Berbeda Nyata pada Taraf 5% dan 1%

Page 72: fenol

72

Lampiran 11i. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Petak Utama (Jenis Matriks) Hasil Nilai Konversi Siklodekstrin.

Jenis Matriks Rerata Nilai Konversi (%) BNT 5% = 7,33 Tongkol Jagung 29,75 a

Batu Apung 33,46 ab Lampiran 11j. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak Petak (Kecepatan

Pengadukan (RPM)) Hasil Nilai Konversi Siklodekstrin. Kec. Pengadukan

(RPM) Rerata Nilai Konversi (%) BNT 5% = 9,89 BNT 1% = 16,40

100 157,74 a A

150 164,82 ab AB

200 246,33 c C Lampiran 11k. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak Petak (Interaksi

Jenis Matriks dan Kecepatan Pengadukan (RPM)) Hasil Nilai Konversi Siklodekstrin.

Jenis Matriks Kec. Pengadukan (RPM)

Rerata Nilai Konversi (%)

BNT 5% = 9,89

BNT 1% = 16,40

Tongkol Jagung

100 80,03 abc ABC 150 92,46 d BCD 200 95,26 de CDE

Batu Apung 100 77,71 ab AB 150 72,36 a A 200 151,07 f F

Lampiran 11l. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak-anak Petak

(Penggunaan Enzim Immobil) Hasil Nilai Konversi Siklodekstrin. Penggunaan Enzim

Immobil Rerata Nilai Konversi (%) BNT 5% = 6,83 BNT 1% = 9,57

Pertama 97,13 C C

Kedua 58,74 B B

Ketiga 33,76 A A Lampiran 11m. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak-anak Petak

(Interaksi Jenis Matriks dan Penggunaan Enzim Immobil) Hasil Nilai Konversi Siklodekstrin.

Jenis Matriks Penggunaan Enzim Immobil

Rerata Nilai Konversi (%)

BNT 5% = 6,83

BNT 1% = 9,57

Tongkol Jagung

Pertama 97,39 Ef EF Kedua 46,44 C C Ketiga 34,66 Ab AB

Batu Apung Pertama 96,84 E E Kedua 71,04 D D Ketiga 32,85 A A

Page 73: fenol

73

Lampiran 11n. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak-anak Petak (Interaksi Kecepatan Pengadukan (RPM) dan Penggunaan Enzim Immobil) Hasil Nilai Konversi Siklodekstrin.

Kec. Pengadukan

(RPM)

Penggunaan Enzim Immobil

Rerata Nilai Konversi (%)

BNT 5% = 6,83 BNT 1% = 9,57

100 Pertama 79,99 f F Kedua 41,32 bcd BCD Ketiga 36,44 b AB

150 Pertama 91,58 gh GH Kedua 44,96 de BCDE Ketiga 28,28 a A

200 Pertama 119,84 i I Kedua 89,94 g G Ketiga 36,56 bc ABC

Lampiran 11o. Tabel Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) Anak-anak Petak

(Interaksi Jenis Matriks, Kecepatan Pengadukan (RPM) dan Penggunaan Enzim Immobil) Hasil Nilai Konversi Siklodekstrin.

Jenis Matriks

Kec. Pengadukan

(RPM)

Penggunaan Enzim

Immobil

Rerata Nilai Konversi

(%)

BNT 5% = 6,83

BNT 1% = 9,57

Tongkol Jagung

100 Pertama 45,38 mn MN Kedua 17,96 abcd ABCD Ketiga 16,70 ab AB

150 Pertama 49,21 no MNO Kedua 26,51 hijk DEFGHIJK Ketiga 16,74 abc ABC

200 Pertama 51,50 nop MNOP Kedua 25,20 fghij BCDEFGHIJ Ketiga 18,56 bcdefg ABCDEFG

Batu Apung

100 Pertama 34,61 l JKL Kedua 23,37 bcdefghi BCDEFGHI Ketiga 19,74 bcdefgh ABCDEFGH

150 Pertama 42,37 m LM Kedua 18,46 bcdef ABCDEF Ketiga 11,54 a A

200 Pertama 68,34 r QR Kedua 64,74 q Q Ketiga 18 abcde ABCDE

Page 74: fenol

74

LAMPIRAN GAMBAR

Lampiran 12a. Penimbangan Matriks dan Penimbangan Enzim

Lampiran 12b. Immobilisasi Enzim pada Matriks Tongkol Jagung dan Batu Apung

Lampiran 12c. Penimbangan Tapioka dan Mensuspensikan dengan buffer posphat

0,2 M pH 6

Page 75: fenol

75

Lampiran 12d. Penambahan Larutan CaCl2 dan Meliquifikasi Suspensi Larutan Tapioka 0,2 g (T=75ºC)

Lampiran 12e. Proses Pengadukan dengan Perlakuan Kecepatan Pengadukan (RPM) pada Suhu 60ºC selama 260 menit.

Lampiran 12f. Penyaringan antara Brot dan Enzim Immobil