fermentasi ndc_kloter d_11.70.0032_vania eka cahyani a..docx

Upload: james-gomez

Post on 14-Oct-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Fermentasi Nata de Coco menggunakan substrat cair yaitu limbah air kelapa dengan penambahan bakteri Acetobacter xylinum. Fermentasi dilakukan selama 2 minggu. Pengujian dilakukan terhadap tinggi lapisan nata, dan sensoris yang meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur.

TRANSCRIPT

FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTSI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh :Vania Eka Cahyani A.11.70.0032Kelompok D2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

15

1. 23

2. HASIL PENGAMATAN

1.1. Lapisan NataHasil pengamatan lapisan nata dapat dilihat pada tabel 1.Tabel 1. Hasil Pengamatan NataKelTinggi MediaAwal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

D12,802,72,5096,4389,28

D21,801,71,6094,4488,88

D31,801,61,4088,8877,77

D41,501,31086,6766,66

D52,502,32092,0080,00

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada kelompok D1, tinggi media awal 2,8 cm, tinggi ketebalan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;2,7; dan 2,5 cm, sedangkan % lapisan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;96,43%; dan 89,28%. Pada kelompok D2, tinggi media awal 1,8 cm, tinggi ketebalan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;1,7; dan 1,6 cm, sedangkan % lapisan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;94,44%; dan 88,88%. Pada kelompok D3, tinggi media awal 1,8 cm, tinggi ketebalan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;1,6; dan 1,4 cm, sedangkan % lapisan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;88,88%; dan 77,77%. Pada kelompok D4, tinggi media awal 1,5 cm, tinggi ketebalan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;1,3; dan 1 cm, sedangkan % lapisan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;86,67%; dan 66,66%. Pada kelompok D5, tinggi media awal 2,5 cm, tinggi ketebalan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;2,3; dan 2 cm, sedangkan % lapisan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;92%; dan 80%.

1.2. Sensori NataHasil pengamatan sensori nata dapat dilihat pada tabel 2.Tabel 2. Hasil Pengamatan Sensori NataKelompok Aroma Warna Tekstur Rasa

D1++++++++++++

D2++++++++++++

D3++++++++++++++

D4+++++++++++++

D5++++++++++++++

Keterangan : Aroma WarnaTekstur Rasa++++: tidak asamputihsangat kenyalsangat manis +++: agak asamputih beningkenyalmanis ++: asamputih agak beningagak kenyalagak manis +: sangat asamkuningtidak kenyaltidak manis

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada Kelompok D1, nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih bening, tekstur kenyal, dan rasa agak manis. Sedangkan pada Kelompok D2, nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih, tekstur kenyal, dan rasa tidak manis. Pada Kelompok D3, nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih, tekstur agak kenyal, dan rasa sangat manis. Sedangkan pada Kelompok D4, nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih, tekstur agak kenyal, dan rasa manis. Pada Kelompok D5, nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih, tekstur agak kenyal, dan rasa sangat manis.

3. PEMBAHASANNata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim (cream). Jika nata de coco berarti krim yang berasal dari air atau sari kelapa. Nata adalah sejenis komponen minuman yang merupakan senyawa selulosa (dietary fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang melibatkan jasad renik ( mikrobia ), yang selanjutnya dikenal sebagai bibit nata (Palungkun, 1996). Nata juga merupakan selulosa yang berwarna putih transparan, berbentuk padat, dan bertekstur kenyal dengan kandungan air sekitar 98% (Rahman, 1992). Nata dapat diproduksi dari beberapa bahan yang mengandung gula, protein, dan mineral antara lain seperti dari air kelapa (nata de coco), nata de pina (dari sari buah nanas), sari kedelai (nata de soya), nata de mango (dari sari buah mangga), dan sebagainya.Pembentukan nata terjadi karena proses pengambilan glukosa di larutan gula dalam substrat oleh sel-sel Acetobacter xylinum. Bakteri ini termasuk bakteri yang tidak membahayakan, tetapi menguntungkan karena dapat diolah dan dikembangkan oleh manusia hingga menghasilkan produk yang bermanfaat (Pambayun, 2002). Setelah itu, glukosa tersebut digabungkan dengan asam lemak yang akan membantu pembentukkan precursor (penciri nata) pada membran sel. Precursor tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim akan bekerja sama mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel. Apabila melalui proses terkontrol, bakteri Acetobacter xylinum akan membentuk nata jika ditumbuhkan dalam bahan yang sudah diketahui keberadaan karbon (C) dan nitrogen (N) didalamnya. Dalam kondisi tersebut, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat mempolimerisasi atau menyusun glukosa menjadi ribuan rantai (homopolimer) selulosa atau serat. Dari jutaan jasad renik yang tumbuh didalamnya, akan menghasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak berwarna putih hingga transparan, berbentuk padat, dan selulosa itulah yang disebut dengan nata (Pambayun, 2002).Bakteri yang digunakan untuk membuat nata tergantung pada umur dan jumlah inokulum. Jumlah inokulum yang ditambahkan untuk membuat nata berkisar 1 10 %. Keberadaan inokulum dalam substrat adalah memanfaatkan gula untuk pertumbuhannya sehingga gula harus dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah inokulum. Acetobacter xylinum bila ditumbuhkan pada media yang mengandung gula akan mendegradasi gula tersebut menjadi selulosa yang kemudian diakumulasikan secara ekstraseluler dalam bentuk polikel yang liat selama proses fermentasi berlangsung (Rahayu et al., 1993). Konsentrasi optimum gula yang digunakan untuk substrat adalah 10% (Awang, 1991).Proses pengolahan nata terdiri dari 2 tahap yaitu pembuatan bibit atau starter dan pembuatan nata. Pambuatan bibit dapat dibuat dari limbah air kelapa. Tahap pembuatannya sebagai berikut: Air kelapa yang telah disiapkan dicampur dengan sedikit air dan gula, kemudian diaduk sampai rata. Kemudian dimasukkan dalam toples berbentuk persegi dan diperam selama 2 3 minggu. Setelah diperam akan terbentuk lapisan putih dipermukaan atas. Lapisan putih tersebut merupakan koloni bakteri Acetobacter xylinum (Hayati, 2003).Proses pembuatan nata de coco menggunakan air kelapa sebagai substrat yang akan diinokulasi dengan bakteri Acetobacter xylinum. Air kelapa sebelumnya disaring terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan ampas-ampas kelapa atau kotoran yang masih terdapat pada air kelapa. Setelah penyaringan air kelapa dilakukan, perebusan hingga mendidih. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kontaminan yang dapat mengganggu dan menggagalkan pembuatan nata de coco. Setelah itu, air kelapa didinginkan dan dilakukan penambahan amonium sulfat (0,5%), gula pasir (10%). Kemudian direbus lagi, untuk melarutkan gula dan ammonium sulfat. Setelah itu, dilakukan penambahan asam cuka atau asam asetat glasial hingga pH dari air kelapa mencapai 4-5 (Pambayun, 2002). Dalam praktikum ini menggunakan 1500 ml air kelapa, ditambahkan gula pasir 150 gram, dan ammonium sulfat 7,5 gram.

Gambar 1. Penyaringan dan Pemasakan Air Kelapa Gambar 2. Amonium Sulfat, Gula Pasir, dan Asam Asetat Gasial yang ditambahkanGula pasir berperan sebagai sumber karbon karena mengandung sukrosa (karbohidrat sederhana) dan harganya ekonomis/murah. Selain itu, gula dapat pula berfungsi sebagai pemberi rasa manis dan juga pengawet. Amonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen yang berperan untuk mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Pada praktikum ini, urea tidak digunakan karena asam asetat glacial juga memiliki peran untuk menghambat pertumbuhan Acetobacter aceti yang dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter xylinum. Urea sebenarnya juga dapat digunakan agar pH awal medium tercapai, pH optimum untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum berkisar 4 5. Pada kondisi yang sesuai yaitu 4,5 , 2,5 asam ketoglukonat diubah menjadi selulosa (Atlas, 1984). Sedangkan penambahan asam cuka atau asam asetat glasial dilakukan agar substrat memiliki lingkungan asam. Hal ini dikarenakan bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana asam (pH 4,3). Pada kondisi basa, Acetobacter xylinum tidak dapat tumbuh.Penambahan Acetobacter xylinum dilakukan secara aseptis. Dalam percobaan ini, Acetobacter xylinum yang ditambahkan adalah 10% dari air kelapa yang digunakan. Hal ini sudah sesuai dengan teori Pato & Dwiloka (1994), dimana jumlah strater yang ditambahkan untuk pembuatan nata berkisar antara 4-10%. Apabila jumlah starter yang ditambahkan terlalu banyak atau terlalu sedikit, maka nata de coco yang diperoleh tidak dapat terbentuk dengan karakteristik yang baik atau bahkan tidak dapat membentuk lapisan nata. Gambar 3. Proses Pengkulturan Acetobacter xylinumMedium yang telah siap ini kemudian ditutup dengan kertas coklat atau kertas payung dan diperam selama 2 minggu pada suhu ruang untuk proses pengamatan terbentuknya nata. Perlakuan pada suhu ruang dimaksudkan untuk menciptakan temperatur yang optimal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, dimana suhu rata-rata yang diperlukan sebesar 28C, bila di atas ataupun di bawah suhu ini pertumbuhan bakteri menjadi terhambat (Pambayun, 2002). Penutupan medium dengan kertas coklat atau kertas payung bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak langsung udara dengan permukaan nata, melindungi nnata dari kontaminasi lingkungan sekitar, dan oksigen yang berlebih karena dapat menghambat pembentukan nata oleh peran bakteri. Namun oksigen masih dapat masuk karena bakteri Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerobik yang membutuhkan Oksigen. Namun O2 yang masuk ke dalam substrat tidak boleh terlalu kencang dan tidak boleh bersentuhan langsung dengan permukaan nata. Proses inkubasi berlangsung selama 2 minggu, dan selama proses inkubasi toples tidak boleh mengalami goyangan karena prosesnya akan gagal. Pada hari ke-7, lapisan yang terbentuk diukur dan setelah itu diinkubasi kembali hingga 14 hari. Gambar 4. Proses Pemeraman Nata de Coco Dalam satu waktu generasi, bakteri akan melewati beberapa fase pertumbuhan sebagai berikut :a. Fase adaptasi. Setelah dipindahkan ke dalam substrat, bakteri akan menyesuaikan diri terlebih dahulu, tidak langsung melakukan perbanyakan sel. Fase adaptasi ini berlangsung 0 24 jam atau kurang lebih 1 hari setelah inokulasi.b. Fase pertumbuhan awal. Bakteri akan memulai aktivitas pembelahan diri dengan kecepatan rendah.c. Fase pertumbuhan eksponensial. Bakteri nata mengeluarkan enzim ekstraselluler polimerasi sebanyak banyaknya untuk menyusun polimer glukosa jadi selulosa. Fase ini berlangsung dalam waktu 1 5 hari.d. Fase pertumbuhan lambat. Pertumbuhan diperlambat karena beberapa faktor antara lain terdapat metabolit bersifat toksin, ketersediaan nutrien mulai berkurang, dan umur sel sudah tua. Namun pada fase ini jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak daripada jumlah sel yang mati.e.Fase pertumbuhan tetap. Jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati.f. Fase menuju kematian. Pada fase ini, bakteri mulai mengalami kematian.g. Fase kematian. Bakteri sudah mati dan tidak dapat lagi digunakan sebagai bibit untuk fermentasi nata selanjutnya, karena biasanya nata yang dihasilkan sampai fase ini akan muncul jamur. Fase ini dicapai pada saat 15 hari.(Pambayun,2002) Faktor faktor yang berpengaruh dalam pembuatan nata adalah suhu, pH, dan kandungan gula dalam substrat. pH dalam pembuatan nata adalah 4, sedangkan pH opimal untuk mediumnya adalah 4 5. Bila fermentasi pada substrat berhasil, maka akan terbentuk lapisan putih yang mengambang di permukaan substrat (Rahman, 1992). Lapisan putih mengambang disebabkan karena gelembung-gelembung gas CO2 yang dihasilkan selama fermentasi memiliki kecenderungan melekat pada selulosa, sehingga dapat menyebabkan lapisan putih tersebut terangkat ke cairan (Gunsalus & Staines, 1962). Agar nata yang dihasilkan memiliki ketebalan yang optimum dan baik, lama fermentasi berkisar antara 10 14 hari, sedangkan suhu yang optimal untuk pembuatan nata adalah 28 32oC (Rahayu et al., 1993). Proses pembentukan nata ini diawali dengan pertumbuhan dan pembiakan sel bakteri Acetobacter xylinum di dalam medium. Bakteri ini akan memanfaatkan sumber carbon dan sumber nitrogen yang berasal dari gula dan urea untuk pertumbuhannya. Dari sumber karbon ini, sel-sel bakteri akan mengikat glukosa dalam medium yang kemudian akan digabungkan dengan asam lemak sehingga terbentuk precursor (penciri nata) pada membran sel. Precursor inilah yang akan dikeluarkan dalam bentuk ekskresi yang bersama-sama dengan enzim ekstraseluler yang dikeluarkan oleh bakteri akan mempolimerisasikan glukosa menjadi sellulosa di luar sel. Dengan banyaknya jumlah inokulum yang ada, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut dengan nata (Pambayun, 2002). Gambar 5. Nata de coco yang sudah terbentukSetelah melalui proses inkubasi selama 2 minggu, akan terbentuk lapisan di permukaan air kelapa, dimana sebelum nata dicuci dilakukan pengukuran pada lapisan. Nata dicuci dibawah air mengalir. Proses pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan asam saat dilakukan proses pemasakan (Pambayun, 2002). Proses terakhir adalah pemasakan nata. Nata dipotong-potong berbentuk dadu kecil-kecil. Kemudian nata dimasukkan ke dalam panci berisi air gula dan dimasak hingga mendidih. Selama pemasakan ini, nata dimasak dengan menggunakan air gula agar nata yang dihasilkan memiliki citarasa manis. Lalu nata yang sudah jadi dianalisa sensorinya meliputi warna, aroma, dan tekstur. Gambar 6. Pemotongan Nata de coco dan Pemasakan dengan air gulaBerdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa pada kelompok D1, tinggi media awal 2,8 cm, tinggi ketebalan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;2,7; dan 2,5 cm, sedangkan % lapisan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;96,43%; dan 89,28%. Pada kelompok D2, tinggi media awal 1,8 cm, tinggi ketebalan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;1,7; dan 1,6 cm, sedangkan % lapisan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;94,44%; dan 88,88%. Pada kelompok D3, tinggi media awal 1,8 cm, tinggi ketebalan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;1,6; dan 1,4 cm, sedangkan % lapisan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;88,88%; dan 77,77%. Pada kelompok D4, tinggi media awal 1,5 cm, tinggi ketebalan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;1,3; dan 1 cm, sedangkan % lapisan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;86,67%; dan 66,66%. Pada kelompok D5, tinggi media awal 2,5 cm, tinggi ketebalan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;2,3; dan 2 cm, sedangkan % lapisan nata pada hari ke 0,7, dan 14 berturut-turut adalah 0;92%; dan 80%.Dapat dilihat bahwa meskipun menggunakan jumlah starter yang sama (10%), hasil yang diperoleh dapat berbeda. Persentase tertinggi lapisan pada minggu pertama (hari ke-7) maupun minggu kedua (hari ke-14), adalah pada nata kelompok D1. Namun pada semua kelompok mengalami penurunan tinggi nata sehingga dapat disimpulkan nata tidak terbentuk sempurna. Kegagalan dalam percobaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, khususnya faktor-faktor yang diperlukan dalam pembuatan nata seperti substrat dan sumber nutrien yang digunakan, suhu, pH, jumlah inokulum, dan lamanya fermentasi. Selain itu, dapat pula disebabkan karena proses pembuatan yang kurang sempurna khususnya penginokulasian yang kurang aseptis dan terjadinya goncangan selama penginkubasian (Rahayu et al, 1993). Saat terjadi goncangan, nata yang terbentuk di permukaan cairan akan turun ke bawah. Bila wadah mengalami goncangan, maka dapat terlihat bahwa setelah proses inkubasi akan terbentuk pula lapisan di bagian bawah. Sehingga dapat diperkirakan, lapisan di bagian bawah ini adalah lapisan nata yang turun karena mengalami gangguan. Keberadaan mikrobia yang tidak diinginkan juga dapat mengurangi konsentrasi glukosa sehingga nata yang dihasilkan pun kurang maksimal dan dapat berpotensi mengalami kegagalan (Tranggono & Sutardi, 1990).

Gambar 7. Nata yang siap diuji organoleptiknyaBerdasarkan hasil pengamatan pada pengujian nata secara sensoris, dapat diketahui bahwa pada Kelompok D1, nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih bening, tekstur kenyal, dan rasa agak manis. Sedangkan pada Kelompok D2, nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih, tekstur kenyal, dan rasa tidak manis. Pada Kelompok D3, nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih, tekstur agak kenyal, dan rasa sangat manis. Sedangkan pada Kelompok D4, nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih, tekstur agak kenyal, dan rasa manis. Pada Kelompok D5, nata de coco yang dihasilkan memiliki aroma tidak asam, warna putih, tekstur agak kenyal, dan rasa sangat manis. Perbedaan pada setiap kelompok dapat dipengaruhi oleh prosedur pembuatan nata. Aroma atau tingkat keasamannya menjadi salah pengujian yang dilakukan. Aroma asam dapat dipengaruhi oleh proses pencucian yang dilakukan oleh tiap kelompok. Apabila pencucian kurang bersih, maka aroma asam masih ada dan tertinggal, sehingga nata mengalami pemasakan. Pada umumnya, semakin tebal nata maka teksturnya semakin kenyal karena mengandung selulosa yang lebih tinggi. Tingkat kekenyalan nata dipengaruhi oleh jumlah serat yang dimiliki, dimana dalam hal ini adalah selulosa-nya (Herman, 1979). Hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan teori, bahwa pada hari ke 14, kelompok D1 memiliki ketebalan nata yang lebih tinggi dari kelompok lainnya sehingga teksturnya pun lebih kenyal.Hal hal yang perlu menjadi perhatikan dalam fermentasi nata adalah : Suhu pada saat pemeraman diusahakan stabil kurang lebih 28oC pH yang paling disenangi oleh bakteri adalah berkisar antara 4,3 4,5. pH diukur dengan pH meter saat menambahkan asetat glacial Semua peralatan yang digunakan harus steril Dalam proses fermentasi, toples tempat nata tidak boleh mengalami pergerakan Sisa media nata yang sudah dipanen bisa digunakan lagi sebagai starter untuk membuat nata selanjutnya dengan proses yang sama (Hayati, 2003)Dalam Penelitian Dinamika Populasi Acetobacter Selama Proses Fermentasi Nata de Coco yang ditulis oleh Seumahu et al (2005), dikatakan pada proses fermentasi nata pada umumnya, pada awal fermentasi A xylinum biasanya ditambahkan sebagai inokulum. Berdasarkan penelitian ini, A.xylinum dapat bersimbiosis dengan Acetobacter sp. lain keberadaannya terdeteksi selama berjalannya proses fermentasi. Namun, keberadaannya bisa jadi menguntungkan atau merugikan bagi proses fermentasi tersebut. Salah satu syarat keberhasilan fermentasi nata de coco adalah keberadaan isolat inokulum harus stabil selama proses fermentasi. Selama proses fermentasi fluktuasi populasi inokulum akan berpengaruh terhadap banyaknya serat selulosa yang dihasilkan.Selain untuk makanan, menurut jurnal, Selain untuk produk pangan, nata de Coco dapat digunakan sebagai sumber selulosa untuk industri tekstil, pembuatan kertas, obat obatan dan kosmetika. Selulosa dan turunannya juga dapat digunakan untuk ultrafiltrasi, membran mikrofiltrasi, dan reverse osmosis (RO). Namun, untuk melakukan aplikasi tersebut, tentu saja ada proses lebih lanjut dari Nata De Coco. Salah satunya adalah dengan menggunakan graft copolymerization. Hal ini dikemukakan oleh Puspitasari dan Radiman (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Study of Graft Copolymerization of Acrylic Acid onto Nata De Coco and its Application as Microfiltration Membrane.Pada penelitian Meliawati (2008) yang berjudul Kajian Bahan Pembawa untuk Meningkatkan Kualitas Inokulum Pasta Nata de Coco, mengatakan bahwa inokulum yang sering digunakan dalam pembuatan nata de coco adalah A. xylinum dan Acetobacter sp. Untuk menunjang daya tahan kedua bakteri tersebut, dilakukan penelitian terhadap pengaruh medium / substrat yang digunakan untuk pertumbuhan kedua bakteri tersebut terhadap dua jenis bioselulosa (basah dan kering), agar nantinya penggunaannya sebagai inokulum untuk nata de coco dapat efisien. CMC dan bubur selulosa merupakan bahan pembawa terbaik berbentuk pasta dan bukan cairan, yang dapat digunakan untuk menyimpan bakteri dengan kondisi stabil dan mampu memproduksi bioselulosa. Pengaruh bahan pembawa bubur selulosa dengan bakteri A. xylinum terhadap produksi bioselulosa basah tidak berbeda nyata, demikian juga terhadap bioselulosa kering yang menggunakan bahan pembawa CMC dan bubur selulosa.Dalam penelitian Pengaruh Penambahan Variasi Massa Pati (Soluble Starch) pada Pembuatan Nata de Coco dalam Medium Fermentasi Bakteri Acetobacter xylinum oleh Effendi (2009), menyebutkan bahwa penambahan pati pada medium fermentasi nata de coco dapat meningkatkan yield yang dihasilkan. Dimana lapisan nata yang diberi pati lebih tinggi daripada yang tidak ditambahkan pati. Ketebalan terbaik nata yang dihasilkan diperoleh dari nata dengan penambahan pati sebanyak 2,5%. Sedangkan untuk uji organoleptik atau uji sensori terbaik yang dapat diterima juga diperoleh dari nata dengan penambahan pati 2,5%.Selain itu, dalam penelitian Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose oleh Halib et al (2012), menyatakan bahwa selulosa murni berpotensi menjadi sumber dalam pembuatan Nata de Coco skala industri, terutama industri lokal. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa selulosa yang diekstrak dari Nata De Coco memiliki spesifikasi yang sama sebagai selulosa murni, dimana kelarutan Nata de Coco dalam larutan cupriethylenediamine telah membuktikan kemurnian selulosa. Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini terdapat pengujian menggunakan Thermogravimetri meggunakan atmosfer nitrogen bukan oksigen, untuk mempercepat peningkatan panas. Sehingga dapat mengetahui kehilangan berat maksimum nata de coco berada pada temperature 330-3700C.

4. KESIMPULAN

Nata juga merupakan selulosa yang berwarna putih transparan, berbentuk padat, dan bertekstur kenyal dengan kandungan air sekitar 98% Gula pasir berperan sebagai sumber energi dan sumber karbon. Amonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen. Asam asetat glasial digunakan untuk membuat media dalam kondisi asam karena bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada kondisi asam (pH 4-5). Penggunaan Acetobacter xylinum dapat mengubah gula menjadi selulosa dalam bentuk polikel yang liat secara spesifik. Penambahan Acetobacter xylinum yang baik berkisar antara 4 10%. Acetobacter xylinum merupakan bakteri aerobik sehingga wadah harus memiliki ventilasi yang cukup baik dimana dalam hal ini penutupnya berupa kertas coklat atau kertas payung. Nata tidak boleh mengalami goncangan selama fermentasi karena lapisannya akan turun. Seharusnya, semakin tebal nata maka semakin kenyal tekstur Nata. Kekenyalan nata dipengaruhi oleh banyak sedikitnya serat, dimana dalam hal ini adalah selulosa. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan nata antara lain jenis substrat dan inokulum, suhu, pH, dan oksigen. Kegagalan pembuatan nata disebabkan karena substrat dan jumlah inokulum yang kurang sesuai, pH dan suhu yang terlalu ekstrim, keterbatasan oksigen serta proses yang kurang aseptis.

Semarang, 15 Juni 2014Praktikan, Asisten Dosen,

Vania Eka Cahyani A.Chrysentia Archinitta11.70.0032

5. DAFTAR PUSTAKA

Atlas, R. M. ( 1984 ). Microbiology Fundamental And Applications. Mc Milland Publishing Company. New York.Awang, S. A. ( 1991 ). Kelapa: Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta.Effendi, Nurul Huda. (2009). Pengaruh Penambahan Variasi Massa Pati (Soluble Starch) pada Pembuatan Nata de Coco dalam Medium Fermentasi Bakteri Acetobacter xylinum. Universitas Sumatera Utara. MedanGunsalus, I. C. & R. Y. Stainer. (1962). The Bacteri A. Treatise on Structure & Function. Academic Press.New York.Halib, Nadia, Mohd Cairul Iqbal Mohd Amin, & Ishak Ahmad. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211Hayati, M. ( 2003 ). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.Herman, A.H. (1979). Pengolahan Air Kelapa. Buletin Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia 4(1) Halaman 9 17.Melliawati, Ruth. (2008). Kajian Bahan Pembawa untuk Meningkatkan Kualitas Inokulum Pasta Nata de Coco. Biodiversitas Vol. 9 No 4 (2008): 255-258.Palungkun, R. ( 1996 ). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.Pambayun, R. ( 2002 ). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.Pato, U. & Dwiloka, B. (1994). Proses & Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (4) : 70-77.Puspitasari, Tita & Cynthia Linaya Radiman. (2006). Study of Graft Copolymerization of Acrylic Acid Onto Nata De Coco And Its Application As Microfiltration Membrane. National Nuclear Agency.Rahayu, E.S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.Rahman, A . (1992). Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta.Rahman, A. ( 1992 ). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.Seumahu, Cecilia. A; Antonius Suwanto & Maggy T. Suhartono. (2005). Dinamika Populasi Acetobacter Selama Proses Fermentasi Nata de Coco.Tranggono & Sutardi. (1990). Biokimia & Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan & Gizi UGM. Yogyakarta.

6. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Kelompok D1Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D2Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D3Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D4Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D5Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

5.2. JurnalJurnal 1

Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211 Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco fromLocal Food Industries as a Source of Cellulose(Sifat Fizikokimia dan Pencirian Nata de Coco daripada Industri Makanan Tempatan Sebagai Sumber Selulosa) NADIA HALIB, MOHD CAIRUL IQBAL MOHD AMIN* & ISHAK AHMADABSTRACTNata de coco, a dessert originally from the Philippines is produced by fermentation of coconut water with a culture of Acetobacter xylinum, a gram negative bacterium. Acetobacter xylinum metabolizes glucose in coconut juice and converts it into bacterial cellulose that has unique properties including high purity, crystallinity and mechanical strength. Because the main component of nata de coco is bacterial cellulose, nata de coco was purified, extracted and characterized to determine whether pure cellulose could be isolated from it. The FTIR spectra of bacterial cellulose from nata de coco showed distinguish peaks of 3440 cm-1, 2926 cm-1, 1300 cm-1, 1440 cm-1, 1163 cm-1 and 1040 cm-1, which correspond to O-H stretching, C-H stretching, C-H bending, CH2 bending, C-O-C stretching and C-O stretching, respectively, and represent the fingerprints of pure cellulose component. Moreover, the FTIR curve showed a pattern similar to other bacterial cellulose spectra reported by report. Thermal analysis showed a DTG peak at 342C, which falls in the range of cellulose degradation peaks (330C - 370C). On the other hand, the TGA curve showed 1 step of degradation, and this finding confirmed the purity of nata de coco. Bacterial cellulose powder produced from nata de coco was found to be soluble only in cupriethylenediamine, a well known solvent for cellulose; thus, it was confirmed that nata de coco is a good source of bacterial cellulose. The purity of bacterial cellulose produced from nata de coco renders it suitable for research that uses pure cellulose. Keywords: Acetobacter xylinum; bacterial cellulose; FTIR; nata de coco

Jurnal 2

Jurnal 3STUDY OF GRAFT COPOLYMERIZATION OF ACRYLIC ACIDONTO NATA DE COCO AND ITS APPLICATION ASMICROFILTRATION MEMBRANETita Puspitasari1, Cynthia Linaya Radiman21National Nuclear Energy Agency, Centre for the Application of Isotopes and Radiation Technology,P.O. BOX 7010 JKSKL, Jakarta 120702Inorganic and Physical Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132ABSTRACTSTUDY OF GRAFT COPOLYMERIZATION OF ACRYLIC ACID ONTONATA DE COCO AND ITS APPLICATION AS MICROFILTRATION MEMBRANE.Chemical and physical modifications of membrane can be carried out by radiation inducedgraft copolymerization. The aim of this research is to prepare graft copolymers of acrylic acidonto nata de coco (NDC-g-AAc) by radiation and to study the performance of graftedcopolymer as microfiltration membrane. Using a total dose of 30 kGy, the highest degree ofgrafting obtained were 209% and 142% for r (weight ratio of monomers to nata de coco) equalto 61.3 and 35.7 respectively. The increasing degree of grafting resulted in decreasing flux dueto high hydrogen bonding between grafted acrylic groups and water. It was found that thedegree of swelling of NDC-g-AAc membrane with r = 35.7 was higher than that of r = 63.1.The changes of chemical structure of membrane were characterized by FTIR spectroscopywhich showed a new band at 1720 cm-1 attributed to the carbonyl group of acrylic acid.Keywords: Graft copolymerization, nata de coco, microbial cellulose, acrylic acid,microfiltration membrane

Jurnal 4B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033XVolume 9, Nomor 4 Oktober 2008Halaman: 255-258 Alamat korespondensi:Jl. Raya Bogor Km.46 Cibinong 16911Tel. +62-21-8754587; Fax. +62-21-8754588e-mail: [email protected], [email protected] Bahan Pembawa untuk Meningkatkan Kualitas InokulumPasta Nata de CocoThe evaluation of carrier material for increasing qualities of gel inoculum for nata de cocoRUTH MELLIAWATIPusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong-Bogor 16911Diterima: 13 Juli 2008. Disetujui: 28 September 2008.ABSTRACTProducion of nata de coco is growing fast, in line with increasing product of biocellulose demand. It is requrire a pure inoculum to reach the best biocellulose product. The aim of this reseach is to evaluate the most appropriate carrier material of gel inoculum for nata de coco. The four carrier material are Carboxy Methyl Cellulose (CMC), Agar, Sagu starch and biocellulose pap and its inoculated by Acetobacter sp. RMG-2 and Acetobacter xylium. After inoculation, then put in the plastic bag (50 g/bag) and stored in 4C. The texture of gel, population of cell and biocellulose production were observer in 7 days. The result shown that all matterial were suitable to used as carrier for gel inoculum. Both CMC and biocellulose pap have good texture as standard qualities. Population of Ac. xylium was 1.28x109 cfu/mL (in CMC carrier), 1.6x106 cfu/mL (in biocellulose pap carrier) after 15 weeks. The weight of biocellulose production was 500 g/L and 740 g/L media respectively. While the population of Acetobacter sp. RMG-2 on CMC carrier was 1.79x108 cfu/mL and 7.75x107 cfu/mL on cellulose carrier with the weight of biocellulose production 630 g/L and 775 g/L media respectively. Thus, the carrier material (CMC and Biocellulose pap) are able to keep bacteria without loss their capability to produce cellulose. 2008 Jurusan Biologi FMIPA UNS SurakartaKey words: Acetobacter sp. RMG-2, Acetobacter xylinum, carrier material, gel inoculum, nata de coco.

Jurnal 5Jurnal Mikrobiologi Indonesia, September 2005, him. 75-78ISSN0853-358XVol. 10, No. 2Dinamika Populasi Acetobacter Selama Proses FermentasiNata de CocoPqpulation Dynamics ofAcetobacter DuringNata de Coco FermentationCECILlA A. SEUMAHU'j, ANTONIUS SUWANT02' & MAGGY T. SUHARTON03'Program Pascasnrjana Bioteknologi, Instilul Pertnnian Bogor, Knmpus Darmngn, Bogor 16680'Deportemen BioIogi, FMIPA, Instilul Pertaninn Bogor, Jnlnn Rayn Pnjnjaran, Bogor I6144IDepartemen Teknologi Pnngpn dnn Gizi, InslitnlPertnninn Bogor, Knmpus Dnrmngn, Bogor 16680One of the important problems in traditional nara de coco (nala) fermentation is production inconsistency due tostrain composition. This research was aimed to examine population dynamics of Acefobacler community duringfermentation processes. We also examined genetic diversity of Acelobocfer xylinum strains employing pulsedfield gel electrophoresis. Samples were collected everyday for six days from fermentation media derived from "good"and "bad" natn fermentation. We compared the levels of bacterial community diversity through amplified ribosomal DNA restriction analysis (ARDRA). DNA was extracted directly from fermentation media. The amplicons were cloned into pGEM-T Easy vector, and restriction enzymes HneIII and RsnI were used to generate ARDRA profiles. 16s-rRNA gene from single colony was amplified employing specific Acefobacler primers. Phylotype profiles demonstrated unique Acerobocter community profiles for different condition of nafa quality. The dynamics of Acelobocfer population involved in noln fermentation are crucial factor for determining traditional nala quality.Key words: nata de coco, bacterial community dynamics, ARDRA, Acetobacterxylinum

5.3. Laporan SementaraLAPORAN SEMENTARAPRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASIFERMENTASI NATA DE COCO

1. HASIL PENGAMATANTabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de cocoKelTinggi MediaAwal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

D12,802,72,5096,4389,28

D21,801,71,6094,4488,88

D31,801,61,4088,8877,77

D41,501,31086,6766,66

D52,502,32092,0080,00

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensoris Nata de cocoKelompok Aroma Warna Tekstur Rasa

D1++++++++++++

D2++++++++++++

D3++++++++++++++

D4+++++++++++++

D5++++++++++++++

Keterangan : Aroma WarnaTekstur Rasa++++: tidak asamputihsangat kenyalsangat manis +++: agak asamputih beningkenyalmanis ++: asamputih agak beningagak kenyalagak manis +: sangat asamkuningtidak kenyaltidak manis

Semarang, 11 Juni 2014Praktikan,Asisten Dosen: Chrysentia Archinitta L.M

Vania Eka Cahyani A.

11.70.0032PERHITUNGANRumus :

Kelompok D1Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D2Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D3Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D4Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D5Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14