fertil it as

46
FERTILITAS dan REPRODUKSI (Disusun guna memenuhi Tugas Analisis Kependudukan) Disusun Oleh : Fariya Eka P. (102110101064) Fitri Nadia Shofi (102110101087) Sakinatun Nisa’ (102110101095) Hengky T. Pangaribuan (102110101110) Dadang Wahana (102110101155) Qorinatus Zahroh (102110101170) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Upload: qorinatuszahroh

Post on 14-Aug-2015

83 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fertil It As

FERTILITAS dan REPRODUKSI

(Disusun guna memenuhi Tugas Analisis Kependudukan)

Disusun Oleh :

Fariya Eka P. (102110101064)

Fitri Nadia Shofi (102110101087)

Sakinatun Nisa’ (102110101095)

Hengky T. Pangaribuan (102110101110)

Dadang Wahana (102110101155)

Qorinatus Zahroh (102110101170)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2012

Page 2: Fertil It As

FERTILITAS

FERTILITAS DAN REPRODUKSI

Fertilitas adalah istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang

nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain, fertilitas

menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup (live birth) yang artinya terlepasnya

bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan; misalnya

berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan sebagainya. Apabila pada waktu lahir

tidak ada tanda-tanda kehidupan disebut lahir mati (still birth) yang di dalam

demografi tidak dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran. Disamping istilah

fertilitas ada juga istilah fekunditas (fecundity) sebagai petunjuk

kemampuan/potensi fisiologis dan biologis seorang perempuan untuk

menghasilkan/melahirkan anak hidup (Rahardja, 2004).

Seorang perempuan yang secara biologis subur (fecund) tidak selalu

melahirkan anak-anak yang banyak, misalnya perempuan tersebut mengatur

fertilitas dengan abstinensi atau menggunakan alat-alat kontrasepsi. Kemampuan

biologis seorang perempuan untuk melahirkan sangat sulit untuk diukur. Ahli

demografi hanya menggunakan pengukuran terhadap kelahiran hidup (live birth).

KOSEP FERTILITAS

Terdapat beberapa konsep fertilitas yang akan dijelaskan sebagai berikut

(Rahardja, 2004)

1. Lahir hidup (live birth), menurut UN & WHO adalah suatu kelahiran

seorang bayi tanpa memperhitungkan lamanya di dalam kandungan,

dimana si bayi menunjukkan tanda-tanda kehidupan, misalnya: bernafas,

berteriak, jantung berdenyut, denyutan tali pusar/gerakan-gerakan otot.

2. Lahir mati (still birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang

berumur paling sedikit 28 minggu, tanpa menunjukkan tanda-tanda

kehidupan.

3. Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kehamilan

kurang dari 28 minggu.

Page 3: Fertil It As

Ada dua macam abortus antara lain disengaja (induced) dan tidak

disengaja (spontaneous).

Aborsi disengaja (induced abortus) dapat:

a. Berdasarkan alasan medis, misalnya karena panyakit

jantung yang berat sehingga membahayakan jiwa si ibu

b. Tidak berdasarkan alasan medis

4. Masa reproduksi (childbearing age) adalah masa dimana wanita mampu

melahirkan disebut juga usia subur (15-49 tahun).

5. wanita usia subur (WUS) , wanita berusia 15- 49 tahun

6. pasangan usia subur (PUS), pasangan suami istri, dimana isteri berusia 15-

49 tahun.

SUMBER DATA

Terdapat beberapa sumber data yang dipakai dalam fertilitas di Indonesia,

yaitu (Rahardja, 2004):

1. Registrasi

Data yang tersedia: Statistik Kelahiran (Birth Statistic).

Kelemahan-kelemahannya:

a. Ketepatan definisi yang dipakai dan aplikasinya

b. Kelengkapan (completeness) registrasi

c. Ketepatan alokasi waktu

d. Ketepatan pengelompokan kelahiran berdasar karakteristik

ekonomi atau demografi

Untuk negara maju, kelemahan-kelemahan a, b dan d sebagian besar sudah

teratasi. Sedangkan di negara yang sedang berkembang ke 5 macam

kelemahan tersebur masig terasa. Yang paling menonjol adalah kelemahan

b yaitu kelengkapan registrasi. Hal ini disebabkan:

- Penduduk (baik yang mempunyai anak maupun petugas registrasi)

tidak menyadari pentingnya registrasi kelahiran

Page 4: Fertil It As

- Penduduk tidak mengerti bagaimana menjawab pertanyaan-

pertanyaan seperti: tanggal kelahiran anaknya, umur ibunya, dan

sebagainya.

2. Sensus

Data yang tersedia:

a. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin

b. Jumlah anak yang pernah dilahirkan

c. Jumlah anak yang dilahirkan dalam suatu periode lalu (misal: 1

tahun yang lalu)

d. Data penduduk yang berhubungan dengan variabel fertilitas

(misalnya penduduk usia kawin)

Kelemahan-kelemahannya:

a. Keterangan jumlah anak yang dilahirkan sangat tergantung pada

daya ingat dari si ibu. Semakin tua umur ibu semakin besar

kemungkinan melupakan jumlah anak yang dilahirkan. Hal ini

dapat disebabkan anaknya mungkin sudah menikah, meninggal

atau tinggal bersama dengan salah satu keluarganya di tempat lain.

b. Keterangan mengenai banyaknya anak yang lahir setahun yang lalu

tergantung pada ketepatan dalam memperkirakan jangka waktu

satu tahu sebelum sensus

c. Keterangan-keterangan penduduk yang dikaitkan dengan variabel

fertilitas juga menganggung kesalahan pelaporan umur oleh

penduduk, dan biasanya sering terjadi di negara yang sedang

berkembang

3. Survai

Data yang tersedia:

a. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin

b. Jumlah anak yang pernah dilahirkan

c. Jumlah anak yang dilahirkan dalam suatu periode lalu (misal: 1

tahun yang lalu)

Page 5: Fertil It As

d. Data penduduk yang berhubungan dengan variabel fertilitas

(misalnya penduduk usia kawin)

e. Keterangan tambahan mengenai fertilitas yang lebih terperinci,

misal:

- Riwayat kelahiran (Birth History/Pregnancy History) mulai

anak pertama sampai anak terakhir

- Status kehamilan (pregnancy status)

Kelemahan yang ditemui di sensus juga berlaku di survai karena kedua

jenis sumber data tersebut berdasarkan informasi mengenai kejadian

kelahiran (birth even) yang sudah lampau.

Data fertilitas yang bersifat nasional:

1. Sensus penduduk 1961, BPS

2. SUSENAS (Survey Sosial Ekonomi Nasioanal) Tahap III, 1967, BPS

3. Sensus penduduk 1971, BPS

4. Survey Fertilitas dan Mortalitas Indonesia 1973, LD FEUI

5. SUPAS (Survey Penduduk Antar Sensus) Tahap II dan III, 1976, BPS

6. SUSENAS, 1979, BPS

7. Sensus Penduduk 1980, BPS

PENGUKURAN FERTLITAS

Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran

mortalitas, karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali tapi ia dapat

melahirkan lebih dari seorang bayi. Disamping itu, seorang yang meninggal pada

hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai

resiko kematian lagi. Sebaliknya seorang perempuan yang telah melahirkan

seorang anak tidak berarti resiko melahirkan dari perempuan tersebut menurun.

Kompleksnya pengukuran fertilitas, karena kelahiran melibatkan dua orang

(suami dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja (orang

yang meninggal). Masalah lain yang dijumpai dalam pengukuran fertilitas ialah

tidak semua perempuan mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan

Page 6: Fertil It As

beberapa dari mereka tidak mendapat pasangan untuk berumah tangga dan juga

ada perempuan yang bercerai atau menjanda (Mantra, 2009).

A. Pengukuran Fertilitas

Pengukuran fertilitas ada dua macam yaitu pengukuran fertilitas tahunan

dan pengukuran fertilitas kumulatif. Pengukuran fertilitas tahunan (vital rates)

ialah mengukur jumlah kelahiran pada tahun tertentu dihubungkan dengan jumlah

penduduk yang mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun tersebut.

Sedangkan pengukuran fertilitas kumulatif ialah mengukur jumlah rata-rata anak

yang dilahirkan oleh seorang perempuan hingga mengakhiri batas usia subur.

1. Pengukuran Fertilitas Tahunan

Pengukuran fertilitas tahunan berlaku untuk periode waktu tertentu.

Ukuran fertilitas tahunan meliputi :

a. Tingkat Fertilitas Kasar (Crude Birth Rate)

Tingkat fertilitas kasar adalah banyaknya kelahiran pada suatu tahun

tertentu tiap 1000 penduduk pada pertengahan tahun.

CBR = B

Pmx k

CBR = Crude Birth Rate atau Tingkat Kelahiran Kasar

Pm = Penduduk pertengahan tahun

k = Bilangan konstan yang biasanya 1000

B = Jumlah kelahiran pada tahun tertentu

Contoh:

Pada tahun 1975 jumlah penduduk Indonesia pada pertengahan tahun sebesar

136.000.000 oran, sedangkan jumlah kelahiran pada tahun tersebut sebesar

5.834.400. Maka tingkat fertilitas kasar untuk Indonesia adalah :

CBR = 5.834 .000

136.000.000x 1000

= 42,9

Jadi, pada tahun 1975 terjadi 42,9 kelahiran tiap 1000 penduduk di Indonesia.

Kebaikan :

Page 7: Fertil It As

- perhitungan ini sederhana, karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah

anak yang dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun

Kelemahan :

- Tidak memisahkan penduduk laki-laki dan penduduk perempuan yang masih

kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun keatas. Jadi angka yang dihasilkan

sangat kasar.

b. Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate)

Tingkat fertilitas kasar adalah membandingkan jumlah kelahiran dengan

jumlah penduduk perempuan usia subur (15-49 tahun).

GFR = Jumlah Kelahiran pada Tahuntertentu

Jumlah pendududuk perempuanumur 15−49 pada pertengahantahun x k

GFR = Tingkat Fertilitas Umum

B = Jumlah kelahiran

Pf (15-49) = Jumlah penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada

pertengahan tahun

Contoh :

Pada tahun 1964 jumlah penduduk perempuan usia subur umur 15-49 tahun di

Indonesia sebesar 30.351.000 jiwa, sedangkan jumlah kelahiran pada tahun

tersebut sebesar 2.982.000 bayi. Maka tingkat fertilitas umum untuk Indonesia

sebesar :

GFR = 2.982.000

30.351.000 x 1000

= 98,25

Jadi, terdapat 98,25 kelahiran per 1000 perempuan usia 15-49 tahun di Indonesia

Kebaikan :

- ukuran ini lebih cermat daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang

berumur 15-49 tahun atau sebagai penduduk yang “exposed to risk”

Kelemahan :

-Ukuran ini tidak membedakan resiko melahirkan dari berbagai kelompok umur,

sehingga wanita yang berumur 40 tahun dianggap mempunyai resiko melahirkan

yang sama besarnya dengan wanita yang berumur 25 tahun.

Page 8: Fertil It As

c. Tingkat Fertilitas Menurut Umur (Age Spesific Fertility Rate)

Terdapat variasi kemampuan melahirkan diantara kelompok perempuan

usia reproduksi (15-49), karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas perempuan

pada tiap-tiap kelompok umur (age spesific fertility rate).

ASFRi = BiPfi

x k

Bi = Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i

Pfi = Jumlah perempuan kelompok umur i pada pertengahan tahun

K = angka konstanta = 1000

Contoh :

Tabel 1. Perhitungan tingkat fertilitas menurut umur untuk Jawa Tengah

pada periode tahun 1971-1976

Kelompok

umur

Jumlah perempuan

(Pfi)

Jumlah kelahiran

(Bi)

Tingkat fertilitas menurut

umur (ASFR) per 1000

perempuan

1 2 3 4 =3/2 x 1000

15-19

20-24

25-29

30-34

35-39

40-44

45-49

1.170.505

859.154

777.519

842.807

810.804

683.817

504.942

151.697

208.001

186.138

169.910

103.621

44.927

4.999

129,6

242,1

239,4

201,6

127,8

65,7

9,9

Jumlah ASFR 1.016,1

Jadi, Tingkat fertilitas perempuan tertinggi pada kelompok umur 20-34 tahun dan

terendah pada kelompok umur 45-49 tahun.

Page 9: Fertil It As

Kebaikan :

- ukuran lebih cermat dari GFR karena sudah membagi penduduk yang “exposed

to risk” ke dalam berbagai kelompok umur

- dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisa perbedaan fertilitas (current

fertility) menurut berbagai karakteristik wanita

- dengan ASFR dimungkunkan dilakukannya studi fertilitas menurut kohor

- ASFR ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas dan reproduksi

selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR)

Kelemahan :

-ukuran ini membutuhkan data yang terperinci yaitu banyaknya kelahiran untuk

tiap kelompok umur. Sedangkan data tersebut belum tentu ada di setiap provinsi.

- tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk keseluruhan wanita umur 15-49

d. Tingkat Fertilitas Menurut Urutan Kelahiran (Birth Order Spesific

Fertility Rate)

Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk mengukur

tinggi rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan seorang istri untuk

menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yg telah dilahirkannya.

Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah

anak tertentu.

BOSFR = Boi

Pf (15−49) x k

BOSFR = Birth Order Spesific Fertility Rate

Bo = jumlah kelahiran urutan ke I

Pf (15-49) = jumlah perempuan umur 15-49 pertengahan tahun

k = bilangan konstan = 1000

Penjumlahan dari tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran menghasilkan

tingkat fertilitas umum (General Fertility Rate)

GFR = Boi

Pf (15−49) x k

Page 10: Fertil It As

Tingkat fertilitas menurut umur dan menurut urutan kelahiran adalah dua buah

contoh dari tingkat fertilitas khusus. Contoh :

Tabel 2. Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran di Amerika Serikat

pada tahun 1942, 1960, 1967

Urutan Kelahiran

Tingkat Kelahiran per 1000 perempuan umur 15-44

tahun

1942 1960 1967

Pertama

Kedua

Ketiga

Keempat

Kelima

Keenam dan ketujuh

Kedelapan dan urutan

yang lebih tinggi

37,5

22,9

11,9

6,6

4,1

4,6

3,9

31,1

29,2

22,8

14,6

8,3

7,6

4,3

30,8

22,6

13,9

8,3

4,8

4,5

2,7

GFR 91,5 118,0 87,6

e. Tingkat Fertilitas Total (Total Fertility Rate)

Tingkat fertilitas total didefinisikan sebagai jumlah kelahiran hidup laki-

laki dan perempuan tiap 1000 penduduk yang hidup hingga akhir masa

reproduksinya dengan catatan:

1. Tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa

reproduksinya

2. Tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu tertentu

TFR = 5 ASFRi

TFR = Total Fertility Rate

ASFRi = Tingkat fertilitas menurut kelompok umur ke i dari kelompok

berjenjang 5 tahunan

Contoh :

Page 11: Fertil It As

Dari Tabel 1. Perhitungan tingkat fertilitas menurut umur untuk Jawa Tengah

pada periode tahun 1971-1976

TFR = 5 (129,6 + 242,1 + 239,4 + 201,6 + 127,8 + 65,7 + 9,9)

= 5 x 1016,1

= 5080,5 per 1000 wanita usia 15-49 tahun atau 5,0805 untuk tiap wanita

usia 15-49 tahun

Jadi, setiap wanita di Jawa tengah pada periode tahun 1971-1976 rata-rata akan

menpunyai anak sebanyak 5 orang di akhir masa reproduksinya.

Kebaikan :

- merupakan ukuran untuk seluruh wanita usia 15-49 tahun, yang dihitung

berdasarkan angka kelahiran menurut kelompok umur

2. Pengukuran Fertilitas Kumulatif

Pengukuran fertilitas kumulatif mengukur rata-rata jumlah anak laki-laki

dan perempuan yang dilahirkan oleh seorang perempuan pada waktu perempuan

itu memasuki usia subur hingga melampaui batas reproduksinya (15-49 tahun).

Ada tiga macam pengukuran fertilitas kumulatif :

a. Child Woman Ratio (CWR)

Child Woman Ratio adalah hubungan dalam bentuk rasio antara jumlah

anak di bawah 5 tahun dan jumlah penduduk wanita usia reproduksi.

CWR = P 0−4

pf 15−44x k

atau

CWR = P 0−4

pf 15−49x k

P 0-4 = banyaknya penduduk umur 0-4 tahun

pf 15-49 = banyaknya wanita umur 15-49 tahun

pf 15-44 = banyaknya wanita umur 15-44 tahun

k = bilangan konstan, biasanya 1000

Contoh :

Page 12: Fertil It As

Diketahui banyaknya penduduk umur 0-4 tahun = 3.193.185 orang dan banyaknya

wanita umur 15-49 tahun adalah 5.117.015 orang, maka :

CWR = 3.193.1855.117.015

x 1000

= 624

Kebaikan :

-untuk mendapatkan data yang diperlukan tidak usah membuat pertanyaan khusus

-berguna untuk indikasi fertilitas di daerah kecil sebab di negara yang

registrasinya cukup baik pun, statistik kelahiran tidak ditabulasikan utuk daerah

kecil

Kelemahan :

- Langsung dipengaruhi oleh kekurangan pelaporan tentang anak, yang sering

terjadi di negara sedang berkembang. Walaupun kekurangan pelaporan juga

terjadi di kelompok ibunya namun secara relatif kekurangan pelaporan pada anak

jauh lebih besar.

- dipengaruhi oleh tingkat mortalitas, dimana tingkat fertilitas anak, khususnya di

bawah 1 tahun juga lebih besar dari orang tua. Sehingga CWR selalu lebih kecil

daripada tingkat fertilitas yang seharusnya

- tidak memperhitungkan distribusi umur dari penduduk wanita.

b. Jumlah Anak yang Pernah Dilahirkan (Children Ever Born)

Children ever born adalah banyaknya kelahiran sekelompok atau beberapa

kelompok wanita selama reproduksinya disebut juga paritas.

Rata-rata Jumlah Anak yg Dilahirkan = CEBpfi

CEB = banyak anak yang dilahirkan hidup oleh kelompok umur i

pfi = banyaknya wanita pada kelompok umur i

Contoh :

Umur WanitaCEB

Anak yang dilahirkan

Rata-rata

CEB/Wanita

1 2 3 4=3/2

Page 13: Fertil It As

15-19

20-24

25-29

40-44

45-49

2.143.735

3.681.930

4.702.153

3.001.199

2.200.035

1.231.556

6.106.510

14.344.629

14.972.479

10.777.259

0,574

1,691

3,051

4,989

4,899

Kebaikan :

-mudah didapatkan informasinya

-tidak ada referensi waktu

Kelemahan :

-angka paritas menurut kelompok umur akan mengalami kesalahan karena

kesalahan pelaporan umur penduduk terutama di negara berkembang

-ada kecenderungan semakin tua semakin besar kemungkinannya melupakan

jumlah anak yang dilahirkan

-fertilitas wanita yang telah meninggal dianggap sama dengan wanita yang masih

hidup

B. Pengukuran Reproduksi

1. Gross Reproduction Rate (GRR)

Gross Reproduction Rate adalah jumlah kelahiran bayi perenpuan oleh

1000 perempuan sepanjang masa reproduksinya dengan catatan tidak ada seorang

perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya, seperti

tingkat fertilitas total.

GRR = 5 ASFRfi

ASFRfi = Tingkat fertilitas menurut umur ke-i dari kelompok berjenjang 5

tahunan

Contoh :

Page 14: Fertil It As

Tabel 3. Perkiraan GRR tahun 1964-1965 untuk Indonesia

Golongan umur Jumlah perempuanJumlah kelahiran

bayi perempuan

ASFRfi per 1000

perempuan

1 2 3 4=3/2 x 1000

15-19

20-24

25-29

30-34

35-39

40-44

45-49

3.755

3.675

4.430

3.779

3.303

2.644

1.944

199

365

366

267

163

61

14

52,99

99,32

82,62

70,65

49,35

23,07

7,20

ASFRfi 385,20

GRR = 5 x 385,20

= 1926,0

Jadi, dalam satu generasi sejumlah 1926 perempuan akan menggantikan 1000

perempuan

2. Net Reproduction Rate (NRR)

Net Reproduction Rate ialah jumlah kelahiran bayi perempuan oleh sebuah

kohor hipotesis dari 1000 perempuan dengan memperhitungkan kemungkinan

meninggalnya perempuan-perempuan itu sebelum mengakhiri masa

reproduksinya.

NRR = ASFR fi x nLx❑

Page 15: Fertil It As

Contoh :

Tabel 4. Perhitungan Net Reproduction Rate

Golongan

Umur

ASFRfi per

1000nLx

nLxlo ASFRfi x

nLxlo

15-19

20-24

25-29

30-34

35-39

40-44

45-49

52,99

99,32

82,62

70,65

49,35

23,07

7,20

379.868

370.775

359.285

346.825

334.528

321.670

307.228

3,79868

3,70775

3,59285

3,46825

3,34528

3,21670

3,07228

201,29

386,25

296,84

245,03

165,09

74,21

22,12

Jumlah 1390,83

Jadi, dari 1000 perempuan selama periode masa reproduksinya rata-rata

mempunyai 1391 anak perempuan.

TREND FERTILITAS DI INDONESIA

1971 1980 1985 1990 1991 1994 1998 199901234567

65

43 3 2.85 2.65 2.59

Trend Fertilitas di Indonesia

Series 1

Berdasarkan data TFR yang ada di lampiran, pada tahun 1971 TFR

terendah dicapai oleh propinsi Jawa Timur (4,72) dan tertinggi dicapai oleh

propinsi Sumatra Utara, Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah,

Maluku, dan Papua (7).

Page 16: Fertil It As

Pada tahun 1999, TFR terendah dicapai oleh Propinsi DKI Jakarta, DI

Yogyakarta, dan Bali. Sedangkan TFR tertinggi dicapai oleh Nusa Tenggara

Timur.

Perubahan fertilitas selain dipengaruhi oleh factor-faktor social, ekonomi,

dan budaya, juga dipengaruhi oleh determinan yang berbeda anatara propinsi satu

lainnya yang menyebabkan bervariasinya angka kelahiran total (TFR).

DETERMINAN FERTLITAS

Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya fertilitas dapat dibagi

menjadi dua yaitu faktor demografi dan faktor non-demografi. Faktor demografi

diantaranya adalah: struktru umur, struktur perkawinan, umur kawin pertama,

paritas, disrupsi perkawinan, da proporsi yang kawin. Sedangkan faktor non-

demografi antara lain: keadaan ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, tingkat

perbaikan perempuan, urbanisasi dan industrialisasi. Variabel-variabel dapat

berpengaruh secara langsung terhadap fertilitas, ada juga yang tidak berpengaruh

secara langsug (Mantra, 2009).

Davis dan Blake (1956) dalam tulisannya berjudul “The Social structure

and fertility: an analytic framework” menyatakan bahwa faktor sosial

mempengaruhi fertilitas melalui variabel antara

Dalam tulisan tersebut Davis dan Blake juga menyatakan bahwa proses

reproduksi seorang perempuan di usia subur melalui tiga tahap yang dijelaskan

selanjutnya di teori fertilitas yaitu: hubungan kelamin, konsepsi, kehamilan dan

kelahiran

TEORI FERTILITAS

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang fertilitas, diantaranya

adalah sebagai berikut (Mundiharno, Tanpa Tahun).

Faktor sosial Variabel antara Fertilitas

Page 17: Fertil It As

Teori Sosiologi tentang Fertilitas

A. Davis dan Blake: Variabel Antara

Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin sosiologi.

Sebelum disiplin lain membahas secara sistematis tentang fertilitas, kajian

sosiologis tentang fertilitas sudah lebih dahulu dimulai. Sudah amat lama

kependudukan menjadi salah satu sub-bidang sosiologi. Sebagian besar analisa

kependudukan (selain demografi formal) sesungguhnya merupakan analisis

sosiologis. Davis and Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970) telah

mengembangkan berbagai kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas yang pada

hakekatnya bersifat sosiologis.

Dalam tulisannya yang berjudul “The Social structure and fertility: an

analytic framework (1956)” Kingsley Davis dan Judith Blake melakukan analisis

sosiologis tentang fertilitas. Davis and Blake mengemukakan faktor-faktor yang

mempengaruhi fertilitas melalui apa yang disebut sebagai “variabel antara”

(intermediate variables).

Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang

mempengaruhi fertilitas akan melalui “variabel antara”. Ada 11 variabel antara

yang mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga

tahap proses reproduksi sebagai berikut:

Intermediate variables of fertility

Davis and Blake

I. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin (intercouse

variables):

A. Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan kelamin:

1. Umur mulai hubungan kelamin

2. Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan hubungan

kelamin

3. Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa hubangan kelamin:

a. Bila kehidupan suami istri cerai atau pisah

b. Bila kehidupan suami istri nerakhir karena suami meninggal dunia

B. Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin

Page 18: Fertil It As

4. Abstinensi sukarela

5. Berpantang karena terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah sementara)

6. Frekuensi hubungan seksual

II. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi (conception variables):

7. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak

disengaja

8. Menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi:

a. Menggunakan cara-cara mekanik dan bahan-bahan kimia

b. Menggunakan cara-cara lain

9. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

disengaja (sterilisasi, subinsisi, obat-obatan dan sebagainya)

III. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran (gestation

variables)

10. Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak disengaja

11. Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja

Menurut Davis dan Blake, setiap variabel diatas terdapat pada semua

masyarakat. Sebab masing-masing variabel memiliki pengaruh (nilai) positip dan

negatipnya sendirisendiri terhadap fertilitas. Misalnya, jika pengguguran tidak

dipraktekan maka variabel nomor 11 tersebut bernilai positip terhadap fertilitas.

Artinya, fertilitas dapat meningkat karena tidak ada pengguguran. Dengan

demikian ketidak-adaan variabel tersebut juga menimbulkan pengaruh terhadap

fertilitas, hanya pengaruhnya bersifat positip. Karena di suatu masyarakat masing-

masing variabel bernilai negatip atau positip maka angka kelahiran yang

sebenarnya tergantung kepada neraca netto dari nilai semua variabel. Lebih lanjut

dalam artikelnya Davis dan Blake menguraikan tetang pengaruh pola-pola

institusional terhadap fertilitas melalui 11 variabel antara yang telah dikemukakan

dimuka.

B. Ronald Freedman: Variabel Antara dan Norma Sosial

Page 19: Fertil It As

Menurut Freedman variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap

fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu

masyarakat. Pada akhirnya perilaku fertilitas seseorang dipengaruhi norma-norma

yang ada yaitu norma tentang besarnya keluarga dan norma tentang variabel

antara itu sendiri. Selanjutnya norma-norma tentang besarnya keluarga dan

variabel antara di pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan struktur sosial ekonomi

yang ada di masyarakat.

Menurut Freedman intermediate variables yang dikemukakan Davis-Blake

menjadi variabel antara yang menghubungkan antara “norma-norma fertilitas”

yang sudah mapan diterima masyarakat dengan jumlah anak yang dimiliki

(outcome). Ia mengemukakan bahwa “norma fertilitas” yang sudah mapan

diterima oleh masyarakat dapat sesuai dengan fertilitas yang dinginkan seseorang.

Selain itu, norma sosial dianggap sebagai faktor yang dominan. Dalam artikelnya

yang berjudul “Theories of fertility decline: a reappraisal” (1979).

Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas yang cenderung terus

menurun di beberapa negara pada dasarnya bukan semata-mata akibat variabel-

variabel pembangunan makro seperti urbanisasi dan industrialisasi sebagaimana

dikemukakan oleh model transisi demografi klasik tetapi berubahnya motivasi

fertilitas akibat bertambahnya penduduk yang melek huruf serta berkembangnya

jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi. Menurut Freedman, tingginya

tingkat modernisasi tipe Barat bukan merupakan syarat yang penting terjadinya

penurunan fertilitas. Pernyataan yang paling ekstrim dari suatu teori sosiologi

tentang fertilitas sudah dikemukakan oleh Judith Blake. Ia berpendapat bahwa

“masalah ekonomi adalah masalah sekunder bukan masalah normatif”; jika kaum

miskin mempunyai anak lebih banyak daripada kaum kaya, hal ini disebabkan

karena kaum miskin lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma pro-natalis

daripada kaum kaya.

Page 20: Fertil It As

Teori Ekonomi tentang Fertilitas

Pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat

terhadap fertilitas bukanlah suatu hal yang baru. Dasar pemikiran utama dari teori

‘transisi demografis’ yang sudah terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan

diadakannya pembangunan sosial-ekonomi, maka fertilitas lebih merupakan suatu

proses ekonomis dari pada proses biologis.

Berbagai metode pengendalian fertilitas seperti penundaan perkawinan,

senggama terputus dan kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan suami isteri

yang tidak menginginkan mempunyai keluarga besar, dengan anggapan bahwa

mempunyai banyak anak berarti memikul beban ekonomis dan menghambat

peningkatan kesejahteraan sosial dan material. Bahkan sejak awal pertengahan

abad ini, sudah diterima secara umum bahwa hal inilah yang menyebabkan

penurunan fertilitas di Eropa Barat dan Utara dalam abad 19.

A. Leibenstein

Leibenstein dapat dikatakan sebagai peletak dasar dari apa yang dikenal

dengan “teori ekonomi tentang fertilitas”. Menurut Leibenstein anak dilihat dari

Page 21: Fertil It As

dua aspek yaitu aspek kegunaannya (utility) dan aspek biaya (cost). Kegunaannya

adalah memberikan kepuasaan, dapat memberikan balas jasa ekonomi atau

membantu dalam kegiatan berproduksi serta merupakan sumber yang dapat

menghidupi orang tua di masa depan. Sedangkan pengeluaran untuk

membesarkan anak adalah biaya dari mempunyai anak tersebut. Biaya memiliki

tambahan seoarang anak dapat dibedakan atas biaya langsung dan biaya tidak

langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya yang dikeluarkan dalam

memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan sandang dan pangan anak sampai

ia dapat berdiri sendiri. Yang dimaksud biaya tidak langsung adalah kesempatan

yang hilang karena adanya tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang ibu tidak

dapat bekerja lagi karena harus merawat anak, kehilangan penghasilan selama

masa hamil, atau berkurangnya mobilitas orang tua yang mempunyai tanggungan

keluarga besar (Leibenstein, 1958).

Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka aspirasi

orang tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik.

Ini berarti biayanya naik.

B. Gary S. Becker

Pengembangan lebih lanjut tentang ekonomi fertiitas dilakukan oleh Gary

S. Becker dengan artikelnya yang cukup terkenal yaitu “An Economic Analysis of

Fertility”. Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat dianggap

sebagai barang konsumsi (a consumption good, consumer’s durable) yang

memberikan suatu kepuasan (utility) tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang

tua, anak merupakan sumber pendapatan dan kepuasan (satisfaction). Secara

ekonomi fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya memiliki anak dan

selera. Meningkatnya pendapatan (income) dapat meningkatkan permintaan

terhadap anak. Karya Becker kemudian berkembang terus antara lain dengan

terbitanya buku A Treatise on the Family.

Perkembangan selanjutnya analisis ekonomi fertilitas tersebut kemudian

membentuk teori baru yang disebut sebagai ekonomi rumah tangga (household

economics). Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan akan

Page 22: Fertil It As

anak berkurang bila pendapatan meningkat; yakni apa yang menyebabkan harga

pelayanan anak berkaitan dengan pelayanan komoditi lainnya meningkat jika

pendapatan meningkat? New household economics berpendapat bahwa (a) orang

tua mulai lebih menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah

yang hanya sedikit sehingga “harga beli” meningkat; (b) bila pendapatan dan

pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang

digunakan untuk merawat anak. Jadi anak menjadi lebih mahal.

Topik-topik yang dibahas dalam ekonomi fertilitas antara berkaitan

dengan pilihan-pilihan ekonomi seseorang dalam menentukan fertilitas (jumlah

dan kualitas anak). Pertimbangan ekonomi dalam menentukan fertilitas terkait

dengan income, biaya (langsung maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan

sebagainya.

Bagan 2. Model Analisis Ekonomi tentang Fertilitas: Robinson

C. Bulato

Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulato menulis

tentang konsep demand for children and supply of children. Konsep demand for

children dan supply of children dikemukakan dalam kaitan menganalisis

economic determinan factors dari fertilitas.

Pendapatan keluarga

Selera terhadap anak

Biaya langsung per anak

Potensi permintaan terhadap anak

Biaya tidak langsung dan opportunity cost per anak

Kompetensi cara penggunaan sumberdaya untuk mencapai manfaat yg sebanding

Keterbatasan “suplai” fisiologis thd kesuburan

FERTILITAS

Page 23: Fertil It As

Bulatao mengartikan konsep demand for children sebagai jumlah anak

yang dinginkan. Termasuk dalam pengertian jumlah adalah jenis kelamin anak,

kualitas, waktu memliki anak dan sebagainya. Konsep demand for children diukur

melalui pertanyaan survey tentang “jumlah keluarga yang ideal atau diharapkan

atau diinginkan”. Pertanyaannya, apakah konsep demand for children berlaku di

negara berkembang. Apakah pasangan di negara berkembang dapat

memformulasikan jumlah anak yang dinginkan? Menurut Bulato, jika pasangan

tidak dapat memformulasikan jumlah anak yang dinginkan secara tegas maka

digunakan konsep latent demand dimana jumlah anak yang dinginkan akan

disebut oleh pasangan ketika mereka ditanya.

Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand for children

dalam kaitan membuat latent demand menjadi efektif. Menurut Bulatao, demand

for children dipengaruhi (determined) oleh berbagai faktor seperti biaya anak,

pendapatan keluarga dan selera. Dalam artikel tersebut Bulato membahas masing-

masing faktor tersebut (biaya anak, pendapatan, selera) secara lebih detail.

Termasuk didalamnya dibahas apakah anak bagi keluarga di negara berkembang

merupakan “net supplier “ atau tidak. Sedang supply of children diartikan sebagai

banyaknya anak yang bertahan hidup dari suatu pasangan jika mereka tidak

berpisah/cerai pada suatu batas tertentu. Supply tergantung pada banyaknya

kelahiran dan kesempatan untuk bertahan hidup. Supply of children berkaitan

dengan konsep kelahiran alami (natural fertility). Menurut Bongart dan Menken

fertilitas alami dapat diidentifikasi melalui lima hal utama, yaitu:

a. Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum infecundibality)

b. Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception)

c. Kematian dalam kandungan (intraurine mortality)

d. Sterilisasi permanen (permanent sterility)

e. Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span)

D. Richard A. Easterlin.

Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh Richard A.

Easterlin. Menurut Easterlin permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh

Page 24: Fertil It As

karakteristik latar belakang individu seperti agama, pendidikan, tempat tinggal,

jenis/tipe keluarga dan sebagainya.

Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas yang

dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas. Easterlin juga mengemukakan perlunya

menambah seperangkat determinan ketiga (disamping dua determinan lainnya:

permintaan anak dan biaya regulasi fertilitas) yaitu mengenai pembentukan

kemampuan potensial dari anak. Hal ini pada gilirannya tergantung pada fertilitas

alami (natural fertility) dan kemungkinan seorang bayi dapat tetap hidup hingga

dewasa.

Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis,

dan sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Apabila

pendapatan meningkat maka terjadilah perubahan “suplai” anak karena perbaikan

gizi, kesehatan dan faktor-faktor biologis lainnya. Demikian pula perubahan

permintaan disebabkan oleh perubahan pendapatan, harga dan “selera”. Pada

suatu saat tertentu, kemampuan suplai dalam suatu masyarakat bisa melebihi

permintaan atau sebaliknya.

Easterlin berpendapat bahwa bagi negaranegara berpendapatan rendah

permintaan mungkin bisa sangat tinggi tetapi suplainya rendah, karena terdapat

pengekangan biologis terhadap kesuburan. Hal ini menimbulkan suatu permintaan

“berlebihan” (excess demand) dan juga menimbulkan sejumlah besar orang yang

benar-benar tidak menjalankan praktek-praktek pembatasan keluarga. Di pihak

lain, pada tingkat pendapatan yang tinggi, permintaan adalah rendah sedangkan

kemampuan suplainya tinggi, maka akan menimbulkan suplai “berlebihan” (over

supply) dan meluasnya praktek keluarga berencana.

E. John C. Caldwell

John C. Caldwell juga melakukan analisis fertilitas dengan pendekatan

ekonomisosiologis. Tesis fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku fertilitas

dalam masyarakat pra-tradisional dan pasca-transisional itu dilihat dari segi

ekonomi bersifat rasional dalam kaitannya dengan tujuan ekonomi yang telah

Page 25: Fertil It As

ditetapkan dalam masyarakat, dan dalam arti luas dipengaruhi juga oleh faktor-

faktor biologis dan psikologis.

Teori Caldwell menekankan pada pentingnya peranan keluarga dalam arus

kekayaan netto (net wealth flows) antar generasi dan juga perbedaan yang tajam

pada regim demografis pra-transisi dan pasca-transisi. Caldwell mengatakan

bahwa “sifat hubungan ekonomi dalam keluarga” menentukan kestabilan atau

ketidak-stabilan penduduk. Jadi pendekatannya lebih menekankan pada

dikenakannya tingkah laku fertilitas terhadap individu (atau keluarga inti) oleh

suatu kelompok keluarga yang lebih besar (bahkan yang tidak sedaerah) dari pada

oleh “norma-norma” yang sudah diterima masyarakat.

Seperti diamati oleh Caldwell, didalam keluarga selalu terdapat tingkat

eksploitasi yang besar oleh suatu kelompok (atau generasi) terhadap kelompok

atau generasi lainnya, sehingga jarang dilakukan usaha pemaksimalan manfaat

individu.

ISSU KONTEMPORER DALAM FERTILITAS

Grafik 2. Perbandingan Angka Kelahiran Indonesia dengan Malaysia, Amerika Serikat dan Koea Selatan

Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar

dan distribusi yang tidak merata. Hal itu dibarengi dengan masalah lain yang lebih

spesifik, yaitu angka fertilitas dan angka mortalitas yang relatif tinggi. Kondisi ini

dianggap tidak menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi. Hal itu diperkuat

dengan kenyataan bahwa kualitas penduduk masih rendah sehingga penduduk

Page 26: Fertil It As

lebih diposisikan sebagai beban daripada modal pembangunan. Logika seperti itu

secara makro digunakan sebagai landasan kebijakan untuk mengendalikan laju

pertumbuhan penduduk Secara mikro hal itu juga digunakan untuk memberikan

justifikasi mengenai pentingnya suatu keluarga melakukan pengaturan

pembatasan jumlah anak.

Pada awalnya masalah fertilitas lebih dipandang sebagai masalah

kependudukan, dan treatment terhadapnya dilakukan dalam rangka untuk

mencapai sasaran kuantitatif. Hal ini sangat jelas dari target atau sasaran di awal

program keluarga berencana dilaksanakan di Indonesia yaitu menurunkan angka

kelahiran total (TFR) menjadi separuhnya sebelum tahun 2000. Oleh karena itu,

tidaklah aneh apabila program keluarga berencana di Indonesia lebih diwarnai

oleh target-target kuantitatif. Dari sisi ini tidak dapat diragukan lagi

keberhasilannya.

Pemerintah berupaya menurunkan angka kesuburan demi mencegah

lonjakan jumlah penduduk. Angka fertilitas di Indonesia saat ini 2,6. Artinya,

rata-rata perempuan memiliki lebih dari dua anak.

Menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) Sugiri Syarief (dalam Anna, 2011), target angka fertilitas Indonesia

2,0. Artinya, setiap ibu paling banyak memiliki dua anak. Idealnya, angka

fertilitas dikurangi 0,1 setiap tahun dengan program intervensi. Tahun 2015,

Sugiri berharap angka fertilitas 2,1.

Indikasi keberhasilan tersebut sangat jelas, misalnya terjadinya penurunan

TFR yang signifikan selama periode 1967 – 1970 sampai dengan 1994 – 1997.

Selama periode tersebut TFR mengalami penurunan dari 5,605 menjadi 2,788

(SDKI 1997). Atau dengan kata lain selama periode tersebut TFR menurun hingga

lima puluh persen. Bahkan pada tahun 1998 angka TFR tersebut masih

menunjukkan penurunan, yaitu menjadi 2,6 (Hendry, 2009).

Penurunan fertilitas tersebut terkait dengan (keberhasilan) pembangunan

sosial dan ekonomi, yang juga sering diklaim sebagai salah satu bentuk

keberhasilan kependudukan, khususnya di bidang Keluarga Berencana di

Indonesia.

Page 27: Fertil It As

Namun kritik tajam yang sering dikemukakan berkaitan dengan program

keluarga berencana adalah masih rendahnya kualitas pelayanan KB (termasuk

kesehatan), khususnya dalam level operasional di lapangan. Kritik terhadap

kualitas pelayanan (salah satunya tercermin dalam hal cara pemerintah

mempopulerkan alat kontrasepsi, misalnya melalui berbagai jenis safari) sejak

awal sudah muncul, tetapi hal itu dapat diredam sehingga tidak meluas melalui

berbagai cara.

Menurut Sugiri (dalam Anna, 2009), anggaran yang dibutuhkan BKKBN

belum cukup, hanya Rp 2,4 triliun. Dengan anggaran itu, pihaknya kesulitan

memberikan bantuan operasional kepada seluruh tenaga pelayanan kesehatan di

daerah. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2007 didapatkan, ada

9,1% calon akseptor KB yang belum terlayani, meningkat dari angka 8,9% dari

survei sebelumnya.

Sugiri mengatakan, program revitalisasi KB yang dimulai 2007

menampakkan hasilnya meski dengan keterbatasan anggaran. Target akseptor KB

dalam tiga tahun terakhir terpenuhi, yakni 6,8 juta orang pada 2008, 7,1 juta orang

tahun 2009, dan 7,2 juta orang pada 2010. Sebelum revitalisasi KB dilakukan,

pencapaian target akseptor KB hanya 90%.

Terdapat beberapa dampak akibat penurunan angka fertilitas dalam suatu

negara, diataranya adalah sebagai berikut:

1. Perubahan struktur penduduk

Terdapat dua struktur penduduk yang dipengaruhi kelahiran, kematian dan

migrasi, yaitu struktur umur muda apabila kelompok penduduk yang berumur di

bawah 15 tahun jumlahnya lebih dari 40%, sedang besarnya kelompok penduduk

usia 65 tahun kurang dari 10%. Struktur umur tua apabila kelompok penduduk

yang berumur di bawah 15 tahun kurang dari 40%, sedang besarnya kelompok

penduduk usia 65 tahun lebih dari 10% (Mantra, 2009).

Jika angka fertlitas menurun akan menghasilkan struktur penduduk tua

dimana jumlah penduduk di bawah 15 tahun sedikit. Hal ini digambarkan oleh

piramida penduduk tua negara Brazil sebagai barikut:

Page 28: Fertil It As

2. Penurunan angka pengangguran

Dampak penurunan fertilitas terhadap angkatan kerja dan struktur usia

baru terasa dlm jangka panjang walaupun fertilitas menurut drastis. Jumlah

angkatan kerja dipengaruhi oleh jumlah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

(TPAK) dan jumlah penduduk usia kerja atau struktur umur penduduk.

Penurunan tingkat kelahiran karena keberhasilan program KB sejak 1970

akan mulai terasa hasilnya pada dasa warsa 1980-1990 sehingga diharapkan

tingkat pertumbuhan penduduk usia kerja mulai menurun (Mantra, 2009). Jika

peningkatan tingkat pertumbuhan penduduk usia kerja tidak sebanding dengan

kesempatan kerja yang ada, maka akan menyebabkan peningkatan jumlah

pengangguran di Indonesia.

3. Mengurangi beban pemerintah dalam penyediaan kebutuhan masyarakat

Jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban pemerintah

dalam hal

penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas kesehatan ketimbang aspek

intelektual (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pesawaran, 2004).

Dengan semakin berkurangnya jumlah atau kepadatan penduduk maka beban

pemerintah dalam menyediakan kebutuhan-kebutuhan juga semakin ringan.

4. Meningkatkan tingkat kesejahteraan

Fertilitas meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin

meningkat tinggi akibatnya bagi suatu negara berkembang akan menunjukan

Page 29: Fertil It As

korelasi negatif dengan tingkat kesejahteraan penduduknya (Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pesawaran, 2004). Jumlah kelahiran yang

tinggi yang tidak sebanding dengan sumber daya yang ada akan mempunyai risiko

lebih besar terjadinya kemiskinan. Kemiskinan merupakan parameter tingkat

kesejahteraan penduduk dalam suatu negara. Semakin besar jumlah kemiskinan

maka tingkat kesejahteraan penduduk semakin kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Mundiharno. Tanpa tahun. Beberapa Teori Fertilitas. [serial online]

http://www.sumber-artikel.com/BEBERAPA-TEORI-FERTILITAS.html

[12 Februari 2012]

BPS. 2009. Angka Fertilitas Total menurut Provinsi 1971, 1980, 1985, 1990,

1991, 1994, 1998, dan 1999 [serial online] http://www.bps.go.id [14

Februari 2012]

Rahardja, Pratama ed. 2004. Dasar-dasar Demografi, Jakarta, FEUI

Mantra, Ida Bagoes. 2009. Demografi Umum. Yogjakarta: Pustaka Pelajar Offsets

Anna, Lusia Kus. 2011. Indonesia Berjuang Turunkan Fertilitas. [serial online]

http://health.kompas.com/read/2011/05/05/06434083/Indonesia.Berjuang.T

urunkan.Fertilitas [28 Februari 2012]

Hendry. 2009. Masalah Kependudukan Ditinjau dari Sisi Fertilitas, Pengaturan

Kelahiran, Kesehatan Reproduksi. [serial online]

http://mangkutak.wordpress.com/2009/01/21/masalah-kependudukan-

ditinjau-dari-sisi-fertilitas-pengaturan-kelahiran-kesehatan-reproduksi/ [28

Februari 2012]

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pesawaran. 2004. Masalah Akibat

Angka Kelahiran. [serial online]

http://disdukcapil.pesawarankab.go.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=3:masalah-akibat-angka-kelahiran-

&catid=3:newsflash [28 Februari 2012]

LAMPIRAN

Page 30: Fertil It As

Provinsi 1971 1980 1985 1990 1991 1994 1998 1999

Nanggroe Aceh

Darussalam 6 5 4,79 4 3,76 3,3 2,78 2,69

Sumatera Utara 7 6 5 4 4,17 3,88 3,08 3

Sumatera Barat 6,18 6 5 4 3,6 3,19 2,94 2,87

R i a u 5,94 5 5 4 n.a 3,1 2,85 2,77

J a m b i 6,39 6 4,62 4 n.a 2,97 2,87 2,8

Sumatera Selatan 6 6 4,78 4 3,43 2,87 2,78 2,71

B e n g k u l u 7 6 5 4 n.a 3,45 2,83 2,77

L a m p u n g 6 5,75 5 4 3,2 3,45 2,74 2,66

DKI Jakarta 5 3,99 3,25 2 2,14 1,9 2 2

Jawa Barat 6 5 4 3 3 3,17 2,61 2,55

Jawa Tengah 5,33 4,37 3,82 3 2,85 2,77 2,41 2,37

DI Yogyakarta 5 3 2,93 2 2,04 1,79 2 2

Jawa Timur 4,72 4 3,2 2 2 2,22 2,02 2,02

B a l i 6 4 3,09 2 2 2,14 2 2

Nusa Tenggara Barat 7 6,49 6 5 3,82 3,64 3,12 3,05

Nusa Tenggara Timur 6 5,54 5,12 5 n.a 3,87 3,15 3,06

Kalimantan Barat 6 5,52 4,98 4 3,94 3,34 2,92 2,81

Kalimantan Tengah 7 5,87 5 4 n.a 2,31 2,86 2,81

Kalimantan Selatan 5 5 3,74 3 2,7 2,33 2,58 2,53

Kalimantan Timur 5 5 4,16 3 n.a 3,21 2,6 2,55

Sulawesi Utara 6,79 5 4 3 2,25 2,62 2,38 2,36

Sulawesi Tengah 6,53 5,9 5 4 n.a 3,08 2,78 2,72

Sulawesi Selatan 6 5 4 4 3,01 2,92 2,7 2,65

Sulawesi Tenggara 6 5,82 5,66 5 n.a 3,5 3 2,87

M a l u k u 7 6 5,61 5 n.a 3,7 2,92 2,82

Papua 7 5 5 5 n.a 3,15 3,03 2,96

INDONESIA 6 5 4 3 3 2,85 2,65 2,59