filsafat moral menurut toshihiko izutsu

Download Filsafat Moral Menurut Toshihiko Izutsu

If you can't read please download the document

Upload: shofi-yuddin

Post on 01-Dec-2015

117 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

filsafat

TRANSCRIPT

21

21

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Persoalan etika dan moral tetap menjadi sebuah diskursus yang menarik untuk dikaji secara filosofis terutama pada zaman pra Islam dan Islam. Hal itu disebabkan tidak adanya sebuah sistem peraturan moral dalam diri manusia telah menimbulkan kerusakan (destruktivitas) moral di dalam suatu masyarakat. Karena itu, setiap bentuk perbuatan kejahatan, kemungkaran, dan keburukan itu harus diperbaiki dengan tindakan dan perbuatan yang baik agar setiap keburukan itu hilang diterpa dengan norma-norma moral yang baik.

Bahkan di era sekarang persoalan etika dan moral menjadi sangat penting. Hal itu disebabkan apa, ternyata hampir mayoritas umat Islam yang beragama Islam itu tidak pernah sesungguhnya mengimplmentasikan ajaran-ajaran Islam. Fenomena itu terbukti ketika para pejabat negara dan pejabat daerah yang notabene juga beragama Islam itu, justru sebaliknya melakukan praktek korupsi. Merebaknya praktek korupsi di Indonesia menjadi salah satu indikator, bahwa sesungguhnya umat Islam dan bangsa Indonesia mengalami krisis moral dan krisis etika dan bahkan krisis hati nurani. Kenyataan itulah yang menyebabkan kenapa nilai-nilai moral dan etika perlu juga dikaji lebih mendalam sebagai upaya penyadaran terhadap diri manusia dan umat Islam.

Kesadaran moral merupakan faktor penting untuk selalu menciptakan tindakan manusia yang bermoral, berperilaku susila, agar tindakannya sesuai dengan norma yang berlaku. Kesadaran moral didasarkan atas nilai-nilai yang benar-benar esensial dan fundamental. Perbuatan manusia yang berdasarkan atas kesadaran moral, maka perbuatannya akan selalu direalisasikan sebagaimana yang seharusnya, kapan saja dan di mana saja (Zubair,1987:51). Meskipun, tidak ada orang yang melihat tindakan yang bermoral akan selalu dilakukan. Bukan karena ada paksaan dalam diri atau dalam masyarakat tertentu. Akan tetapi, tindakan bermoral muncul berdasarkan kesadaran moral dalam diri nurani manusia.

Menurut A. Sudiarja SJ, permasalahan moral, dalam kajian ilmu filsafat pada umumnya bisa dibagi dalam tiga wilayah. Pertama, filsafat lebih mempermasalahkan moral sebagai sebuah fenomena yang muncul dalam kesadaran diri manusia, dalam bahasa Indonesia disebut hati nurani atau suara hati. Fenomena ini berkaitan erat dengan berbagai gejala lain seperti kewajiban, tanggung jawab, kebebasan, ukuran kedewasaan untuk membuat keputusan moral. Kedua, filsafat lebih mempersoalkan moral dalam kerangkan nilai-nilai baku, yang diacu sebagai pedoman perilaku dari tindakan manusia. Ketiga, filsafat mencoba menguak makna (meaning) sebuah istilah-istilah yang digunakan dalam pembicaraan tentang moral, apakah yang dimaksud dengan kata-kata baik, buruk, wajib, utama dan sebagainya.

(Wibowo dan Priyono, 2006: 33)

Ada sebuah perbedaan yang cukup mendasar ketika seseorang berbicara tentang etika dan moral. Seseorang seringkali menggunakan istilah etika dan moral secara bergantian dengan maksud yang sama. Hal ini bisa dipahami bahwa keduannya dari dua asal kata yang berbeda.

Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yang berarti ethos dalam bentuk mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, adat istiadat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Sedangkan, kata moral berasal dari bahasa latin mos (jamak: mores) yang memiliki arti kebiasaan (Bertens, 2006:4).

Kata etika dan moral biasanya diartikan sebagai suatu kebiasaan atau adat istiadat (custom atau mores). Akan tetapi, pada perkembanganya kata ethic berubah artinya menjadi sebuah bidang kajian filsafat atau ilmu pengetahuan tentang moral atau moralitas. Berdasarkan pernyataan itulah moralitas menunjuk kepada perilaku atau perbuatan manusia. Dengan demikian, maka istilah etika bisa dipahami sebagai suatu penyelidikan atau kajian secara sistematis tentang perilaku.

Dalam konteks ini, Lorens Bagus mendefinisikan moralitas (Bagus, 2000:673), adalah sebagai tekad manusia dalam mengikuti keinginan yang terdapat di dalam hati seseorang, hal ini disebutnya sebagai kewajiban mutlak.

Sehingga moralitas dipahaminya sebagai kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa tindakan itu berkaitan dengan benar atau salah, baik atau buruk, jahat dan jelek. Dengan demikian, moralitas mencakup pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia (Poespoprodjo, 1999: 118)

Pemahaman tentang baik dan buruknya tersebut, ternyata masih belum dimengerti oleh masyarakat pra Islam. Sehingga sebelum Islam datang, hidup manusia di tanah Arab. Pada zaman ini disebut dengan zaman kebodohan (jahiliyyah) yakni periode pagan sebelum datangnya Islam, adat istiadat dan pandangan-pandangan aneh yang berkaitan dengan kepercayaan musyrik merajalela di kalangan Arab Nomadik (Izutsu, 1966: 19)

Peradaban masyarakat Jahiliyyah sangat jauh sekali dari pada nilai-nilai etika dan moral manusia serta dari nilai-nilai perikemanusiaan antar sesama pun semakin massif, seperti kemusyrikan, pencurian, pembunuhan, pergundikan, perampokan, pencurian, penyembuhan terhadap berhala, yang kesemuanya itu merupakan tradisi atau kebiasaan dalam masyarakat di Arab (Izutsu, 1968: 95).

Setelah Islam masuk di Arab, dengan kitab suci Al-Quran dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT diberi amanat kitab Al-Quran untuk disampaikan kepada umatnya. Agar nilai-nilai ajaran moral dalam kandungan kitab suci tersebut yang berkaitan pada setiap perintah kebaikan dapat dimplementasikan dalam kehidupan umat Islam.

Kehadiran agama Islam setidaknya memberikan cahaya terang benderang bagi umat Islam, yang lahir pada abad ketujuh di Arab pun mengajarkan nilai-nilai kebaikan terutama dalam memperbaiki perilaku manusia yang buruk tidak sesuai dengan norma kehidupan dan agama Islam. Sampai-sampai Nabi Muhammad SAW pernah mendapat misi dari Allah SWT untuk menyempurnakan akhlaq. Beliau bersabad : Innama buitsu liutammia makarim al akhlaq. Artinya sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq Islam ( Fakhry, 1996:5).

Kesadaran moral manusia untuk menyempurnakan akhlaq dan moral manusia ditimbulkan karena adannya keinginan usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup dengan berbagai tanggung jawabnya, mendorong dirinya untuk menggunakan kemampuan akhlaqnya. Perbuatan manusia itu tidak pernah terlepas dari sifat baik dan buruk, yang harus dilakukan dan ditinggalkan, atau boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan, kesemuanya itu erat kaitannya dengan masalah etika (Syukur: 2004:1)

Untuk itulah Islam hadir membawa misi utama untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq tersebut. Dalam tataran teoretik maupun praktek. Maka Allah SWT menempatkan Nabi Muhammad SAW, tidak hanya sebagai uswah hasanah (QS, Al-Ahzab (33):21), yang agama Islam di dunia.

Seiring dengan perjuangan Nabi Muhammad SAW sebagai abd Allah SWT dalam menegakkan moral. Allah swt memberikan hidayah yang akan menolongnya, yaitu Al-Quran. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan di muka bahwa misi utama kenabian Nabi Muhammad SAW adalah menegakkan moral dunia. Al Quran itulah yang menjadi landasan penegakkann moral tersebut. Keutamaan kebaikan moral dalam Al-Quran adalah sebuah keniscayaan (unvoidable).

Al Quran yang telah menjadi sumber perintah dan larangan, tidak bisa dilepaskan dari Allah swt. Al Quran adalah kalam Allah SWT, yang merupakan mujizat yang luar biasa hebatnya, diturunkan kepada Nabi Muhammad ini mengandung nilai-nilai moral dari Allah swt.

Al Quran, dalam konteks moralitas ini telah menjadi petunjuk bagi umat Islam yang melibatkan kehidupan keagamaan dan sosial muslim. Al Quran merupakan landasan religius bagi seluruh aspek kehidupan umat Islam. Oleh karena itu, Al Quran bisa dikatakan merupakan inspirasi kehidupan yang membentuk dan mengarahkan perbuatan manusia kepada kebenaran dan kebaikan. Dengan bersandarkan pada Al Quran, umat Islam harus mampu mengeluarkan spirit ajaran moralitas dalam Al Quran yang lebih baik dengan keutamaan pada kebaijkan kepada umat Islam. Al Quran yang melibatkan seluruh kehidupan moral, keagamaan dan sosial muslim, tidak hanya berisi teori-teori etika dalam arti baku, sekalipun ia membentuk moral Al Quran. Pembahasan tentang bagaimana cara mengeluarkan etos ini) dengan menggunakan akal) menjadi sangat penting dalam studi moralitas dalam Al Quran.

Kajian moralitas di dalam Al Quran merupakan sesuatu hal yang signifikan sekali dalam membentuk pandangan baru tentang nilai-nilai moral, kebajikan dan kebaikan. Sehingga dengan perspektif yang baru umat Islam dapat memahami, mencerna, dan mengeluarkan spirit moral dalam Al Quran.

Setidaknya ada perbedaan konsep kajian moralitas dalam Al Quran dari beberapa tokoh pemikir Islam seperti Fazlur Rahman, Al Ghazali dan Ismail Raji al-Faruqi. Mereka mempunyai perbedaan pemikiran yang cukup mendasar mengenai konsep moral dalam Al Quran.

Fazlur Rahman, dalam memahami moralitas Al Quran ini lebih menekankan pada pendekatan tematik. Ia menyatakan tujuan bahwa moralitas dalam Al Quran merupakan the basic elan of the Quran dalam membentuk tata sosial masyarakat Islam yang bermoral, melalui perwujudan yang tampil dalam keimanan.

Keimanan yang dimaksudkan oleh Fazlur Rahman ini harus terartikulasikan dalam ibadah yang sangat ditekankan Al Quran yaitu shalat, puasa, zakat, haji dan jihad. Oleh karena itu, sangat ironis ketika seseorang yang telah menjalankan shalat puasa, zakat, dan haji, masih berperilaku tidak bermoral di tenga-tengah kehidupan sosial.

Pandangan tersebut, dengan Al Ghazali yang memahami moralitas adalah setiap tindakan manusia merupakan perwujudan atas tindakan Allah SWT. Karena itu, tindakan manusia untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan di dunia ini serta setiap amal baik lahiriah mesti harus berdasarkan yang di wahyukan dalam kitab suci Al Quran (Abdullah,2002:7)

Melalui ajaran tauhid itulah agama Islam menegaskan bahwa eksistensi manusia adalah khalifah fi al-ardh harus melahirkan tindakan dan perbuatan yang baik dengan penuh keutamaan-keutamaan ajaran tauhid. Dengan demikian, aktualisasi fungsi khalifah fi al ardh ialah ia harus menata niat, tindakan, dan tujuan yang dikehendaki agar sejalan dengan kehendak dan pola-pola illahi. Perbuatan yang menyimpang dari norma-norma yang dikehendaki Allah swt berarti menyimpang dari prinsip tauhid.

Kesadaran tauhid inilah yang merupakan inti dari sistem etika Islam. Ia merupakan esensi dari moralitas Al Quran dan esensi ajaran tauhid yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Kesadaran seperti itu pula inti ajaran agama Islam. Islam yang berarti tunduk, pasrah, dan menyerahkan diri kepada Allah SWT, seharusnya menyatakan diri sebagai muslim, untuk tunduk dam berserah diri kepada Allah swt, seharusnya membuka kesadaran setiap orang, yang telah dengan sadar menyatakan diri sebagai muslim, untuk tunduk dan berserah diri kepada aturan-aturan atau norma-norma yang diciptakan Allah Swt.

Toshihiko Izutsu sebagai seorang sarjana ahli Islam, bahkan juga bisa dikatakan filosof, juga membicarakan tentang moralitas di dalam Al Quran. Akan tetapi, ia lebih menggunakan istilah-istilah etik yang terdapat dalam Al Quran dengan analisis semantik.

Melalui analisis semantik dalam memahami istilah-istilah etik Al Quran. Toshihiko Izutsu telah menghasilkan sebuah produk baru dari interpretasi tentang moralitas di dalam Al Quran. Dari hasil penafsirannya ia mencoba membedakan moral menjadi dua. Pertama, moralitas negatif, yang terdiri dari jahl, kufur, takabbur, (sombong), fisq, fujur, zulm, mutadi, musrif, fasad, munkar, sayyiah, fahisyah. Kedua, moralitas positif, yang terdiri dari hilm, iman, salih, birr, khayr, hasan, maruf, tayyib.

Moralitas negatif ini dipahami menjadi suatu bentuk keburukan, misalnya manusia dikatakan buruk apabila ia tidak percaya kepada Allah atau yang disebut dengan kufur. Sedangkan, moralitas positif dipahami sebagai bentuk kebaikan, yang bersumber pada Iman. Iman itu menciptakan semua kebaikan dan tidak ada kebaikan akan wahyunya dan Allah swt.

Dasar-dasar filosofis yang memunculkan pemikiran moralitas Al-Quran dari Toshihiko Izutsu itu terletak keinginanya untuk mencoba mengkorelasikan antaran hubungan manusia dan Tuhan. Dalam konteks moralitas Al-Quran, Izutsu lebih banyak berbicara pada pola relasi manusia dan Tuhan. Manusia sebagai hamba Allah sesungguhnya harus mampu menjalankan amanah dan dasar-dasar dari ajaran Islam yang syarat dengan nilai-nilai kebaikan. Tuhan menjadi pusat bagi manusia untuk meminta petunjuknya. Dalam hal ini sebagai upaya membangun kesadaran atas nilai-nilai moral dan kebaikan di dalam kehidupan umat manusia.

Pada tataran moralitas, Toshihiko Izutsu, lebih banyak mengupas relasi manusia dan Tuhan yang bersandarkan pada kitab suci Al Quran, di mana dalam hal ini manusia sebagai pelaku sejarah, yang diberikan petunjuk melalui kitab Suci Al-Quran seharusnya mampu melahirkan sikap dan perilaku untuk mematuhi perintah Tuhan. Tuhan menjadi pusat bagi manusia dalam menjalankan moralitasnya di dalam kehidupan manusia. Relasi Manusia dan Tuhan, terletak pada hubungan manusia sebagai hambanya, sedangkan, Tuhan adalah sebagai pencipta. Selain itu, kitab suci Al-Quran yang diturunkan oleh Tuhan itu merupakan kitab yang suci. Sehingga dapat dipahami bahwa dasar filosofis, bahwa kitab suci itu adalah mediator saja sebagai penghubung antara manusia dan Tuhan. Lebih dari itu, secara epistemologis, dasar filosofis moralitas Al-Quran itu juga bermuara pada keimanan, dengan memiliki keimanan dan ketaqwaan itu akan tercipta hubungan manusia dan Tuhan, yang di mana melalui keimanan itu akan terlahir bentuk kesadaran dari perilakuan manusia yang baik, seperti jujur, tidak sombong, bersikap amanah, bersikap baik, dan menjauhi segala bentuk kemungkaran.

Karena itu, dalam konteks moralitas Al-Qur;an, ini penulis tegaskan bahwa Toshihiko Izutsu tidak banyak berbicara pada hubungan moralitas antara manusia dengan manusia, akan tetapi, lebih menekankan pada relasi hubungan manusia dan Tuhan. Hal itu bisa dibuktikan melalui karyanya yang berjudul God and Man in The Koran: Semantic of The Koranic Welstanchauung(1964).

Dengan demikian, gagasan moralitas Toshihiko Izutsu ini jelas berbeda dengan yang diusung oleh Fazlur Rahman, Al Ghazali, dan Ismail Raji Al Faruqi. Konsep gagasan tentang moral yang ditawarkan Izutsu dengan merujuk pada ayat-ayat Al Quran melalui pendekatan semantik dalam menghasilkan setiap penafsiran tentang etika dan moral ini lah yang peneliti kaji lebih komprehensif. Karena itu, setiap hasil dari penafsiran Toshihiko Izutsu setidaknya menimbulkan suatu pemahaman baru tentang persepsi moralitas di dalam Al Quran yang memberikan spirit pengetahuan peneliti untuk mengkaji pandangannya.

Toshihiko Izutsu dalam menganalisis istilah-istilah etik Quran merupakan wacana baru. Inilah sisi menarik yang perlu disingkap. Apalagi, selama ini belum ada suatu penelitian (research) yang mencoba menjelaskan tentang persepsi moralitas dalam Al Quran menurut Toshihiko Izutsu. Sehingga kajian moral ini sangat menarik dan menggugah kesadaran peneliti untuk menguak dan menyelidikinya secara filosofis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut :

Apa itu yang dimaksud dengan moralitas Al Quran menurut Toshihiko Izutsu ?Bagaimana pandangan filosofis moralitas Al Quran menurut Toshihiko Izutsu ?

Keaslian Penelitian

Ada sedikit literatur yang membahas buku mengenai moralitas Al Quran, dari buku yang penulis itu temukan, ada yang buku yang berjudul Moralitas Al-Quran dan dan Tantangan Modernitas, buku ini hanya membahas pemikiran dari Fazlur Rahman, Al Ghazali, dan Ismail Rajial Faruqi, yang mencoba menelaah secara filosofis, yang mana pemikiran Fazlur Rahman, mengacu pada the basic elan of the Quraan sebagai sumber moral, sedangkan, Al Ghazali, berupaya menekankan pada etika Islam. Sementara itu, Ismail RajiAl Faruqi, itu menenkankan pada moralitas Al Quran yang bersumber pada konsep Tauhid.

Buku dengan judul Moralitas Islamyang ditulis Abul Ala Maududi ini hanya mencoba menjelaskan aspek moralitas dalam ajaran Islam secara universal, baik itu ditinjau dari pada moralitas zuhud, melainkan juga, moralitas Islam ini lebih mengacu pada sumber nilai-nilai moral yang ada pada Islam, bukan hanya pada Al Quran, ia lebih banyak berbicara pada tataran moralitas Islam.

Itu semua berbeda dari rencana penelitian tesis ini. Penulis berani mengatakan bahwa penelitian dengan tema Moralitas Al Quran Menurut Toshihiko Izutsu belum pernah dilakukan. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan. Fokus penelitia atau objek materialnya adalah pemikiran Toshihiko Izutsu, dengan mengambil objek formal adalah moral.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Membaca persoalan etika dan moralitas masyarakat pra Islam hingga Islam, ternyata sampai saat ini masih banyak umat Islam yang melakukan dan pelanggaran moral dalam diri manusia. Sehingga moralitas Al Quran harus selalu dijadikan landasan dasar berperilaku antar sesama umat. Dengan demikian, umat Islam harus bisa dicetak menjadi muslim yang lebih bermoral.

Atas dasar itulah, penulisan tesis ini memiliki beberapa tujuan.

1. Untuk menjelaskan dan menelusuri setiap ide-ide pokok moral yang berkaitan dengan istilah-istilah etik dalam Al Quran dari pemikiran Toshihiko Izutsu.

2. Untuk mampu menangkap pesan pesan dan persepsi istilah etik dalam ayat-ayat Al Quran dari pemikiran Toshihiko Izutsu. Sehingga bisa dijadikan pandangan filosofis moralitas di dalam Al Quran yang baru dari hasil interpretasi terhadap Al Quran.

Sedangkan, hasil kegunaan penelitian ini adalah.

Agar gagasan moralitas Al Quran yang diusung oleh Toshihiko Izutsu dapat memberikan pengetahuan baru tentang persepsi moralitasnya. Sehingga dapat diimplementasikan dalam setiap kehidupan umat Islam yang berlandaskan pada Al Quran.Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi khazanah akademik di bidang kajian etika sebagai cabang ilmu filsafat.

E. Tinjauan Pustaka

Sejauh penyelidikan peneliti, dari sekian banyak karya-karya Toshihiko Izutsu, baik yangg berbentuk buku maupun esai yang dimuat dalam jurnal-jurnal. Setidaknya ada beberapa karya yang dibuat dan relevan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Pertama, penelitian yang dilakukan Istifadah dengan judul Toshihiko Izutsu dan Wacana Tafsir Al Quran Kontemporer. Penelitian ini mengulas dan menjelaskan konsep metodologi semantik yang digunakan Toshihiko Izutsu dan Pemikirannya dalam studi Al Quran serta kelebihan dan kekurangan metode semantik yang ditawarkan. Sehingga mampu melakukan pembacaan secara kritis, dengan menginterpretasikan makna Al Quran.

Kedua, penelitian yang dilakukan Abdul Kodir Zailani dengan judul Konsep Wahyu Menurut Toshihiko Izutsu dalam God and Man in the Koran: a Semantic of the Koranic Weltanschauung. Penelitian ini menjelaskan bagaimana kerja analisis semantik dalam hal ini wahyu merupakan suatu hubungan komunikasi antara manusia dan Allah serta bagaimana relevansi wahyu dalam perspektif Al Quran.

Ketiga, penelitian yang dilakukan Muhammad Rafiq, dengan judul Kekufuran Orang Yang Tidak Memutuskan Perkara Hukum Islam: Studi Dari Perspektif Toshihiko Izutsu. Penelitian ini membahas suatu pandangan bagaimana jika ada orang yang kufur, memutuskan hubungan terhadap orang lain, dalam hukum Islam. Sebab apa, konsep kufur antara tokoh tersebut memiliki perbedaan perspektif dalam memahami tentang makna (meaning) kekufuran.

Dari beberapa tinjauan pustaka diatas, belum ada satu karya pun atau penelitian yang membahas persepsi moralitas di dalam Al Quran menurur Toshihiko Izutsu dari hasil analisis semantik yang digunakan dalam mengungkap setiap makna-makna etik dalam Al Quran.

Bagi peneliti, di sinilah urgensi menghadirkan pemikiran Toshihiko Izutsu mengenai persepsi moralitas di dalam Al Quran. Pemikiran Toshihiko Izutsu setidak-tidaknya dapat memberikan kontribusi dan wacana baru tentang kajian etika dan moral. Sehingga penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan dan kontribusi dalam kajian akademik di bidang ilmu filsafat.

F. Landasan Teori

Kajian tentang persepsi moralitas ini tidak bisa dilepaskan dengan etika. Pada dasarnya, Menurut Franz Magnis Suseno, kata moral selalu mengacu pada baik dan buruknya manusia sebagai manusia, jadi bukan pada baik buruknya, akan tetapi, dalam kehidupan umat manusia. Norma-norma moral adalah tolak-tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Mereka dengan norma-norma moral kita betul-betul dinilai. Itulah sebab penilaiaan moral selalu berbobot dan berkualitas. Umat Islam tidak dilihat dari salah satu segi, melainkan manusia. Apakah seseorang disebut kufur atau tidak ? atau apakah seseorang disebut jahl atau tidak ? Sementara itu, teori etika dan agama, dalam konteks kajian moralitas yang berkaitan dengan agama ini pada dasarnya, bisa dilakukan dengan interperatasi bagaimana secara umum, agama mana pun baik, itu Islam, mengajarkan kepada kebaikan, kebaikan itu sendiri bersumber dari wahyu yang berupa Al Quran. Karena itu, Magnis Suseno mengatakan bahwa moralitas manusia adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik. Akal budi itu ciptaan Allah dan tentu diberikan kepada kita untuk kita pergunakan dalam dimensi kehidupan manusia. (Franz Magnis Suseno, 1987:17).

Jika orang yang bermoral kuat dengan memiliki hawa nafsu yang kuat dan rendah, umat Islam yang mengendalikan diri tidak akan bermoral kuat. Orang yang bermoral kuat pun tak akan berpengendalian diri. Bukanlah orang berpengendalian diri untuk memiliki hawa nafsu rendah secara terus-menerus. Namun, orang yang bermoral kuat tentu saja harus mempunyai hawa nafsu semacam itu karena jika nafsunnya baik, sifat mencegah dia untuk mengikutinya buruk (Aristoteles, 1998:171).

Karena itu, masyarakar pra Islam dan Islam, yang masih mempunyai hawa nafsu untuk melakukan perampokan, pergundikan dan memakan harta anak yatim. Itu perlu di tata moral dan perbuatannya, yakni dengan menekankan pada keutamaan-keutamaan moral yang digagas oleh Aristoteles tersebut.

Dalam penerapan setiap etika dan moralitas di dalam diri umat Islam harus juga berdasarkan pada Al Qur;an, sebagaiamana teori yang digunakan oleh Franz Magnis Suseno bahwa setiap pemeluk agama itu memiliki nilai-nilai moral dalam ajarannya yang dperlu diterapkan dalam kehidupan umat manusia.

G. Metode Penelitian

1. Tahap Pengumpulan Data

Berdasarkan masalah yang ada, metode penelitian ini memusatkan perhatian pada kepustakaan (library research). Dengan begitu, objek formal yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah moralitas. Sedangkan, objek material dalam penelitian adalah pemikiran Toshihiko Izutsu.

Pada tahap pengumpulan data, peneliti berusaha mencari dulu data-data atau referensi yang pertama kali itu adalah berkaitan dengan masalah moralitas Al Quran dan etika dulu sebagai bahan bacaan untuk memperkuat teori tentang moralitas, yang kedua baru mencari data-data dan buku-buku tentang Toshihiko Izutsu serta yang berkaitan dengan tulisan-tulisan mengenai pemikiran Toshihiko.

Adapun penelitian ini bersifat kualitatif, maka setiap tahap pengumpulan data peneliti, sekaligus melakukan analisis untuk memahami makna dan menangkap inti yang terkandung dalam kategori data. (Kaelan, 2005: 159). Adapun pengumpulan data dilakukan dengan dua cara: 1), dengan tahap membaca pada tingkat semantik, yakni peneliti mengumpulkan data dengan membaca lebih terinci, dan terurai serta menangkap esensi dari data tersebut (Kaelan, 2005:15). 2), dengan mencatat data pada kartu data secara paraphrase, mencatat dan menangkap keseluruhan inti sari data dari pemikiran Toshihiko Izutsu kemudian mencatat pada data kartu, dengan menggunakan kalimat yang disusun peneliti sendiri. 3), dengan mencatat data secara quotasi, yakni dengan mencatat data dari sumber data secara langsung dan secara persis mencatatnya sesuai dengan bahasa peneliti. 4). Mencatat data secara sinoptik, yakni dengan mencatat data dari sumber data dengan membuat ikhtisar atau summary (Kaelan, 2005:161).

Buku kepustakaan yang digunakan dapat dibagi menjadi dua klasifikasi sumber data primer dan sumber data sekunder (Kaelan, 2005:148).

a). Sumber data primer yakni berupa karya-karya Toshihiko Izutsu itu sendiri antara lain, 1). Ethico Religious Concept in The Koran, 2), God and Man in The Koran: Semantic of the Koranic Welstanchauung, 3), The Concept of Belief in Islamic Theology : A Semantic Analysis of Iman and Islam.

b). Sumber data sekunder yakni terdiri dari data-data buku yang berkaitan dengan pemikiran Toshihiko Izutsu, tulisan atau karya tulis lainnya yang terdapat dalam jurnal, majalah koran, atau yang berkaitan dengan bahan penunjang dalam pembahasan. Sumber sekunder ini biasanya dilakukan untuk mencari terhadap komentar-komentar dari pemikiran Toshihiko Izutsu.

2. Tahap Pengolahan Data

Sebagaimana telah dijelaskan pada tahap pengumpulan data, untuk tahap pengolahan data ini peneliti, berusaha mengolah seluruh data-data atau referensi baik, yang primer dan sekunder, untuk dibaca terlebih dahulu dan dicari pikiran-pikiran utama, sehingga bisa dilakukan analisi lebih lanjut.

Dalam pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap, 1), Reduksi data, yaitu data dalam penelitian kualitatif kepustakaan berupa data-data verbal, dalam suatu uraiaan panjang dan lebar melalui karya-karya Toshihiko Izutzu. Kemudian data yang berupa data verbal kemudian diseleksi dan direduksi tanpa mengubah esensi maknanya, serta ditentukan maknanya sesuai dengan ciri-ciri objek formal filosofis yakni yang berkaitan dengan moralitas. 2) Klasifikasi Data, yaitu setelah dilakukan reduksi data kemudian dilakukan klasifikasi data. Klasifikasi data dilakukan dengan mengelompokkan berdasarkan objek formal penelitian yakni yang berkaitan dengan moralitas. 3) Display Data, pada tahap display data kemudian mengorganisasikan data-data penelitian tersebut sesuai dengan peta penelitian. Display data dapat juga dilakukan dengan membuat networks atau skematisasi yang berkaitan dengan konteks data tersebut. Dengan melakukan pemetaan antara moralitas secara umum dan moralitas yang dimaksudkan oleh Toshihiko Izutsu dapat memudahkan peneliti dalam mengkaji lebih kritis dan filosofis.

3. Tahap Analisis data

Metode penelitian ini menggunakan, metode deskriptif-historis mengenai tokoh (Kaelan, 2005:251). Yang dimaksud di sini adalah melakukan penelitian kajian tokoh terhadap pemikiran Toshihiko Izutsu dan karya-karyanya di masa lampu, dengan menyelidiki pandangan Toshihiko Izutsu mengenai moralitas Al Quran. Deskripsi ini dilakukan dengan menjelaskan secara umum pemikiran Toshihiko Izutsu.

Selain itu, juga menggunakan metode rekonstruksi-biografi, metode ini diterapkan untuk mendeskripsikan riwayat hidup serta sejarah perkembangan pemikiran Toshihiko Izutsu. Sehingga dengan mengetahui biografi, peneliti bisa mendeskripiskan pola-pola pemikiran Toshihiko Izutsu (Kaelan, 2005:251)

Selanjutnya, menggunakan metode interpretasi, cara ini dilakukan untuk menyelami pemikiran Toshihiko Izutsu, untuk menangkap arti dan nuansa yang dimaksudkan tokoh secara khas. Melainkan juga, untuk mengetahui esensi pemikiran Toshihiko Izutsu secara filosofis dan objektif.

Sementara itu, metode analitika bahasa, metode ini digunakan untuk mengoperasionalkan dalam upaya untuk melakukan analisis yaitu dari persepsi pemikiran Toshihiko Izutsu yang sifatnya terminologis, yang kurang jelas maknanya kemudian diuraikan menjadi semakin jelas (Kaelan, 2005:253).

Daftar Pustaka

Aristoteles, The Nicomachean Ethic, Oxford University Press, 1998

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta: 2000

Bertens, K, Etika, Gramedia, Jakarta: 2000

Fakhry, Majid, Ethical Theory in Islam, E.J.Brill, Leiden: 1991

Izutsu, Toshihiko, Ethico Concept in The Koran, Montreal McGill University: 1966.

______________, God and Man in The Koran: Semantic of the Koranic Welstanchauung, McGill University: 1964

_____________, The Concept of Belief in Islamic Theology : A Semantic Analysis of Iman and Islam.McGill University: 1968

Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, Paradigma, Yogyakarta: 2005

Poespoprodjo, W, Filsafat Moral ; Kesusilaan Dalam Teori dan Praktek, Pustaka Grafika, Bandung : 1999

Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar : Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta: 1987

Syukur, Suparman, Etika Religius, Pustaka Pelajar,Yogyakarta: 2004

Wibowo, I dan Priyono, B Herry (ed), Sesudah Filsafat: Esai-Esai Untuk Franz Magnis Suseno,Kanisius, Yogyakarta: 2006

Zubair, Ahmad Charis, Kuliah Etika,Rajawali Press, Jakarta: 1967

.