filsafat pendidikan.doc

31
FILSAFAT PENDIDIKAN ALIRAN ESENSIALISME DAN PERENIALISME I. Aliran Esensialisme A. Pendahuluan Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Filsafat dan pendidikan memiliki hubungan yang erat, karena pada hakekatnya pendidikan adalah proses pewarisan dari nilai-nilai filsafat. Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya. Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran filosofis tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan persoalan masing-masing filosofis akan menggunakan teknik atau pendekatan yang berbeda, sehingga melahirkan kesimpulan- kesimpulan yang berbeda pula. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh latar belakang pribadi filosofis tersebut, pengaruh zaman, kondisi atau alam pikiran para filosofis. Dari perbedaan itu kemudian lahirlah aliran-aliran atau sistem filsafat. Beberapa aliran atau mazhab dalam filsafat antara lain seperti materialism, idealism, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Filsafat pendidikan merupakan terapan dari 1

Upload: hariyono-kediri

Post on 21-Nov-2015

42 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

FILSAFAT PENDIDIKAN ALIRAN ESENSIALISME DAN PERENIALISME

I. Aliran Esensialisme

A. Pendahuluan

Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.

Filsafat dan pendidikan memiliki hubungan yang erat, karena pada hakekatnya pendidikan adalah proses pewarisan dari nilai-nilai filsafat. Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya.

Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran filosofis tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan persoalan masing-masing filosofis akan menggunakan teknik atau pendekatan yang berbeda, sehingga melahirkan kesimpulan- kesimpulan yang berbeda pula. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh latar belakang pribadi filosofis tersebut, pengaruh zaman, kondisi atau alam pikiran para filosofis. Dari perbedaan itu kemudian lahirlah aliran-aliran atau sistem filsafat. Beberapa aliran atau mazhab dalam filsafat antara lain seperti materialism, idealism, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat sehingga aliran dalam filsafat pendidikan sekurang-kurangnya sebanyak filsafat itu sendiri. Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu Filsafat pendidikan progresif yang diidukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau dan filsafat pendidikan Konservatif, yang didasari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius. Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme,dan sebagainya.

Perenialisme merupakansuatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekel, atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. perenialisme menentang pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.

Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan.

B. Filsafat Pendidikan Esensialisme

Filsafat pendidikan modern pada garis besarnya dibagi kepada empat aliran yaitu aliran progresivisme, esensialisme, perenialisme dan rekonstruksianisme (Imam Barnadib, 1982, Mohammad Noor Syam, 1986). Namun pada tulisan ini hanya penggambaran singkat yakni penggambaran hal-hal yang menjadi ciri utama masing- masing aliran filsafat pendidikan.

Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa Inggiris yakni essential (inti atau pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham. Menurut Brameld bahwa esensialisme ialah aliran yang lahir dari perkawinan dua aliran dalam filsafat yakni idealism dan realism. Aliran ini menginginkan munculnya kembali kejaaan yang pernah diraih, sebelum abad kegelapan atau disebut the dark middle age (zaman ini akal terbelenggu, stagnasi dalam ilmu pengeetahuan, kehidupan diwarnai oleh dogma-dogma gerejani. Zaman renaissance timbul ingin menggantikannya dengan kebebasan dalam berpikir.

Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.

Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing- masing.Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep- konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman

Pemikir-pemikir besar yang telah dianggap sebagai peletak dasar asas-asas filsfat aliran ini terutama yang hidup pada zaman klasik seperti Plato, Aristatoles, dan Democritus.

Dalam bidang pendidikan, fleksibilitasdalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, kurang stabil dan tidak menentu sehingga pendidikan itu kehilangan arah. Pendidikan haruslah bersendirikan atas nilai- nilai yang dapat mendatangkan kestabilan, sehingga untuk memenuhinya haruslah dipilih nilai-nilai yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh waktu yakni nilai-nilai yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakangan ini, dengan perhitungan zaman renaissance sebagai pangkal timbulnya pandangan esensialisme.

Menurut Imam Barnadib bahwa ciri utama esensialisme adalah pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh waktu. Nilai-nilai yang dapat memenuhi hal tersebut adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakangan ini; dengan perhitungan zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan- pandangan esensialistis awal. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas. Esensialisme merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan progresivisme. Esensialisme tidak sependapat dengan pandangan progresivisme yang serba fleksibilitas dalam segala bentuk. Pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat menjadikan pendidikan itu sendiri kehilangan arah. Dalam pemikiran pendidikan esensialisme, pada umumnya didasari atas filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan dari masing-masing ini bersifat eklektif.

C. Ontologi Esensialisme

Ontologi filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan dan kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu ditinjau pada peserta didik adalah pemahaman sebagai makhluk spiritual dan mempunyai kehidupan yang bersifat teleologis dan idealistik. Pendidikan bertujuan untuk membimbing peserta didik menjadi makhluk yang berkepribadian, bermoral, serta mencita-citakan segala hal yang serba baik dan bertaraf tinggi.

Pandangan Ontologi Essentialisme

1. Sintesa ide idealisme dan realisme tentang hakikat realita berarti essensialisme mengakui adanya realita obyektif di samping pre-determinasi, supernatural dan transcendal.

2. Aliran ini dipengaruhi penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern baik Fisika maupun Biologi. Karena itu realita menurut analisa ilmiah dapat dihayati dan diterima oleh Essensialisme. Jadi, Semesta ini merupakan satu kesatuan yang mekanis, menurut hukum alam obyektif (Kausalitas). Manusia adalah bagian alam semesta dan terlihat, tunduk pada hukum alam.

3. Penapsiran Spiritual atas sejarah. Teori filsafat Heggel yang mensitesakan science dengan religi dalam kosmologi, berarti sebagai interpretasi sepiritual atas sejarah perkembangan realita semesta. Hukum apakah yang mengatur tiap fase perubahan dan tiap peristiwa sejarah, perubahan- perubahan social, dijawab problem itu secara prinsip: Bahwa sejarah itu adalah pikiran Tuhan pikiran yang di ekspresikan, dinamika abadi yang merubah dunia, yang mana ia secara sepiritual adalah realitas.

4. Faham Makrokosmos dan Mikrokosmos. Makrokosmos adalah keseluruhan alam semesta raya dalam suatu deign dan kesatuan menurut teori kosmologi. Mikrokosmos ialah bagian tunggal, suatu fakta yang terpisah dari keseluruhan itu, baik pada tingkat umum, pribadi manusia, ataupun lembaga.

D. Epistemologi Esensialisme

Aspek epistemologi yang perlu diperhatikan halam pendidikan adalah pengetahuan hendaknya bersifat ideal dan spiritual, yang dapat menuntun kehidupan manusia pada kehidupan yang lebih mulia. Pengetahuan semacam itu tidak semata- mata terikat kepada hal-hal yang bersifat fisik, tetapi mengutamakan yang bersifat spiritual. Sedangkan aspek aksiologi menempatkan nilai pada dataran yang bersifat tetap dan idealistik. Artinya, pendidik hendaknya tidak menjadikan peserta didik terombang-ambing oleh hal-hal yang bersifat relative atau temporer (Imam Barnadib, 2002). Ontologi dari filsafat pendidikan realisme bahwa pendidikan itu seyogyanya mengutamakan perhatian pada peserta didik seperti apa adanya, artinya utuh tanpa reduksi.

Dalam bidang epistemologi, bahwa pengetahuan adalah hasil yang dicapai oleh proses mana subjek dan objek mengadakan pendekatan. Dengan demikian hasilnya adalah perpaduan antara pengamatan, pemikiran, dan keseimpulan dari kemampuan manusia dalam menyerap objeknya. Oleh karena itu, epistemologi dalam filsafat pendidikan realisme adalah proses dan produk dari seberapa jauh pendidik dapat mempelajari secara ilmiah emperis mengenai peserta didiknya. Hasil-hasilnya akan digunakan sebagai dasar untuk menyelenggarakan pendidikan.

Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistemologi Essentialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari realita dirinya sebagai mikrokosmos dalam makrokosmo, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat/kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestaan itu. Dari berdasarkan kualitas itulah dia memproduksi secara tepat pengetahuannya dalam bidang-bidang: Ilmu alam, Biologi, Sosial, Estetika, dan Agama.

1. Kontraversi jasmaniah-rohaniah

Perbedaan Idealisme dengan realisme ialah karena yang pertama menganggap bahwa rohaniah adalah kunci kesadaran tentang realita. Manusia hanya mengetahu melalui ide atau rohaniah. Sebaliknya realis berpendapat bahwa kita hanya mengetahui sesuatu realita di dalam dan melalui jasmani

2. Pengetahuan

a. Idealisme

Kita hanya mengerti rohani kita sendiri. Tetapi pengertian ini memberi kesadaran untuk mengerti realita yang lain (Personalisme)

Menurut Hegel: Substansi mental tercermin pada hukum logika (Mikrokosmos) dab hukum alam (Makrokosmos). Hukum dialegtika berfikir, berlaku pula hukum perkembangan sejarah dan kebudayaan manusia (Teori Dinamis).

Saya sebagai finite being (Makhluk terbatas) mengetahui hukum dan kebenaran universal sebagai realisasi resonasi jiwa saya dengan Tuhan. (Teori Absolutisme)

b. Realisme

Realisme dalam pengetahuan sangat dipengaruhi oleh Newton dengan ilmu pengetahuan alamnya, cara menafsirkan manusia dalam realisme adalah:

Teori Associationisme: Teori ini sangat dipengaruhi oleh filsafat empirisme John Locke, atau ide-ide dan isi jiwa adalah asosiasi unsure-unsur penginderaan dan pengamatan. Penganut teori ini juga menggunakan metode introspeksi yang dipakai oleh kaum idealis (T.H. Green)

Teori Behaviorisme: Aliran behaviorisme berkesimpulan bahwa perwujudan kehidupan mental tercermin pada tingkah laku.

Teori Connectionisme: Teori Connectionisme menyatakan semua makhluk hidup, termasuk manusia terbentuk tingkah lakunya oleh pola-pola connections between (Hubungan- hubungan antara) stimulus (S) dan Respone (R).

E. Aksiologi Esensialisme

Dalam bidang aksiologi, faktor peserta didik perlu dipandang sebagai agen yang ikut menentukan hakikat nilai (Imam Barnadib, 2002).

Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniaan, serba ilmiah dan materialistis. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat (Zuharini, dkk, 1992). Johann Amos Comenius (1592-1670) sebagai salah satu tokoh esensialisme mengatakan bahwa karena dunia ini dinamis dan bertujuan, kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan. Tugas utama pendidikan ialah membina kesadaran manusia akan semesta dan dunia, untuk mencari kesadaran spiritual, menuju Tuhan (Imam Barnadib, 2002; Mohammad Noor Syam, 19886).

Teori nilai menurut Idealisme bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik hanya bila ia secara aktif berada di dalam dan melaksanakan hukum-hukum itu. Dengan demikian posisi seseorang jelas dapat dimengerti dalam hubungannya dengan nilai-nilai itu. Dalam filsafat, misalnya agama dianggap mengajarkan doktrin yang sama, bahwa perintah-perintah Tuhan mampu memecahkan persoalan-persoalan moral bagi siapapun yang mau menerima dan mengamalkannya. Meskipun Idealisme menjunjung asas otoriter atas nilai-nilai itu, namun ia tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai- nilai itu atas dirinya sendiri yaitu memilih dan melaksanakan.

Pandangan ontologi dan epistemologinya amat mempengaruhi pandangan axiology ini. Bagi aliran ini, nilai-nilai, seperti juga kebenaran berakar dalam dan berasal dari sumber objektif. Watak sumber ini dari mana nilai-nilai berasal, tergantung pada pandangan-pandangan idealisme dan realisme, sebab Essentialisme terbina oleh kedua sayap tersebut.

Teori Nilai

1. Menurut Idealisme

a.Idealisme: Menurut aliran ini bahwa hukum etika adalah kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik hanya jika ia secara active berada di dalam dan melaksanakan hukum- hukum itu.

b. Idealisme Modern: Idealisme lebih di ungkapkan oleh E. Kant: Bahwa manusia yang baik adalah manusia yang bermoral.

c.Teori Sosial Idealisme: Disini E. Kant menekankan akan adanya rasa sosialis, kekluargaan, patriotisme, dan nasionalisme. Yang dimaksud E. Kant adalah adanya kemerdekaan individu agar bisa bersosialisasi dengan manusia lainnya.

d.Teori Estetika: Bahwa yang disebut nilai adalah suatu keindahan (E. Kant).

2. Menurut Realisme

a. Etika Determinisme: Semua unsur semesta, termasuk manusia adalah satu kesatuan dalam satu rantai yang tak berakhir dan dalam kesatuan hukum kausalitas. Seseorang tergantung seluruhnya pada sebab-akibat kodrati itu dan yang menentukan keadaannya sekarang, baik ataupun buruk.

b. Teori Sosial: Teori ini lebih menekankan kepada unsure ekonomi, social, politi dan Negara. Free man (Bertrand Russel). Dan lebih menekankan kepada kehidupan sekarang.

c. Teori Estetika: Menurut paham ini bahwa keindahan itu tidak hanya sesuatu yang bagus, namun ada pula yang buruk.

F. Teori nilai menurut Realisme

Prinsip sederhana Realisme tentang etika ialah melalui asas ontologi bahwa sumber semua pengalaman manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya. Karena itu approach yang paling tetap pada nilai-nilai ialah sebagai mana approach pada pengetahuan, yakni dengan pemahaman obyektif atas peristiwa- peristiwa dalam kehidupan. Fakta, peristiwa itulah yang menimbulkan pertimbangan proporsional dalam ekspresi keinginan, rasa kagum, tidak suka dan penolakan. Kecenderungan approach obyektif ini yang melahirkan penyelidikan ilmiah, khususnya dalam ilmu pengetahuan sosial (Mohammad Noor Syam, 1986).

Teori belajar menurut esesialisme ialah teori korenpondensi sebagai dasar. Yakni kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan dan fakta. Meskipun proses belajar dianggap bidang psikologi, tetap oleh aliran ini belajar juga dianggap sebagai masalah ontologi, epistemologi dan axiologi. Pendirian demikian berdasarkan prinsip bahwa perlu verifikasi kodrat realita yang kita pelajari (ontologi). Juga diperlukan reliabilitas pengetahuan yang dipelajari (epistemologi) dan demikian pula nilai dari realitas dan pengetahuan itu (axiologi). Pada prinsipnya proses belajar adalah melatih daya jiwa yang potensial sudah ada. Proses belajar sebagai proses menyerap apa yang berasal dari luar. Yaitu dari warisan- warisan sosial yang disusun di dalam kurkulum tradisional, dan guru berfungsi sebagai perantara.

Prinsip-prisinsip pendidikan esensialisme yaitu (1) pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul dari dalam diri siswa, (2) inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada peserta didik. Peranan guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan dunia anak. Guru disiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas di atas, sehingga guru lebih berhak untuk membimbing pertumbuhan peserta didiknya. Esensialisme, menurut Imam Barnadib, bahwa guru sebagai penentu bagi pendidikan. Kedudukan guru atau pendidik demikian penting karena mereka mengenal dengan baik tentang tujuan pendidikan serta pengetahuan atau materi-materi lain (Imam Barnadib, 1988). (3) Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah ditentukan. Kurikulum diorganisasi dan direncanakan dengan pasti oleh orang dewasa. Pandangan ini sesuai dengan filsafat realisme bahwa secara luas lingkungan material dan sosial, adalah manusia yang menentukan bagaimana seharusnya ia hiduP.

G. Prinsip-prinsip pendidikan esensialisme

Prinsip-prinsip pendidikan esensialisme adalah sebagai berikut:

1. Sekolah harus mempertahankan motede-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental.

2. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum.

3. Menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai- nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai-nilai ini hendaklah yang sampai kepada manusia melalui sivilisasi dan telah teruji oleh waktu. Tugas pendidikan adalah sebagai perantara atau pembawa nilai- nilai yang ada di dalam gudang di luar ke jiwa peserta didik. Ini berarti bahwa peserta didik itu perlu dilatih agar mempunyai kemampuan penyerapan yang tinggi (Imam Barnadib, 2002).

Tentang kurkulum, idealisme memandang hendaklah berpangkal pada landasan ideal dan organisasi yang kuat. Seperti halnya pandangan Herman Herman Harrell Horne, yang digambarkan oleh Bogoslousky, bahwa kurikulum idealisme dapat digambarkan sebuah rumah yang mempunyai empat bagian yakni:

1. Universum. Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari segala manifestasi hidup manusia. Di antaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal- asul tata surya dan lain-lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.

2. Sivilisasi. Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup bermasyarkat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhannya, dan hidup aman dan sejahtera.

3. Kebudayaan. Karya manusia yang mencakup di antaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.

Kepribadian. Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti ril yang tidak bertentangan dengan kepribadian ideal. Dalam kurikulum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisiologis, emosional, dan inntelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan yang ideal tersebut (Imam Barnadib, 1982).Aliran filsafat essensialisme pertama kali muncul sebagai reaksi atas simbolisme mutlak dan dogmatisme abad pertengahan. Filsafat ini menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama karena kebudayaan lama telah banyak melakukan kebaikan untuk manusia. Esesensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari gerakan Progresisvisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial. Menurut Esesensialisme, nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun, dan di dalamnya telah teruji dalam gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu. Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip Essensialisme adalah :

1). Esensialisme berakar pada ungkapan realisme objektif dan idealisme objektif yang moderen, yaitu alam semesta diatur oleh hukum alam sehingga tugas manusia memahami hukum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri dan pengelolaannya.

2). Sasaran pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan warisan budaya. Pendidikan harus dibangun atas nilai-nilaiyang kukuh, tetap dan stabil

3). Nilai (kebenaran bersifat korespondensi ).berhubungan antara gagasan dengan fakta secara objekjtif.

4). Bersifat konservatif (pelestarian budaya) dengan merefleksikan humanisme klasik yang berkembang pada zaman renaissance.

Ciri-ciri Filsafat Pendidikan Esesensialisme, yang disarikan oleh William C. Bagley adalah sebagai berikut :

1) Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam jiwa.

2) Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang belum dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spesies manusia.

3) Oleh karena kemampuan untuk mendisiplinkan diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakkan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Di kalangan individu maupun bangsa, kebebasan yang sesungguhnya selalu merupakan sesuatu yang dicapai melalui perjuangan, tidak pernah merupakan pemberian.

4) Esesensialisme menawarkan teori yang kokoh kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah. Apabila terdapat sebuah pertanyaan di masa lampau tentang jenis teori pendidikan yang diperlukan sejumlah kecil masyarakat demokrasi di dunia, maka pertanyaan tersebut tidak ada lagi pada hari ini.

H. Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan

Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia melalui indera merperlukan unsur apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu. Bila orang berhadapan dengan benda- benda, tidak berarti bahwa mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu. Bentuk, ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atau pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi kepada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi membentuk, mengatur dalam ruang dan waktu.

Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri. Pandangan- pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas:

1. Determinisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.

2. Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan.

Pada prinsipnya, proses belajar menurut Essensialisme adalah melatih daya jiwa potensial yang sudah ada dan proses belajar sebagai proses absorbtion (menyerap) apa yang berasal dari luar. Yaitu warisan-warisan sosial yang disusun dalam kurikulum tradisional, dan guru berfungsi sebagai perantara.

Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum

Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan.

Menurut Essensialisme: Kurikulum yang kaya, yang berurutan dan sistematis yang didasarkan pada target yang tidak dapat dikurangi sebagai suatu kesatuan pengetahuan, kecakapan- kacakapan dan sikap yang berlaku di dalam kebudayaaan yang demokratis. Kurikulum dibuat memang sudah didasarkan pada urgensi yang ada di dalam kebudayaan tempat hidup si anak.

Peranan Sekolah menurut Essensialisme

Sekolah berfungsi sebagai pendidik warganegara supaya hidup sesuai dengan prinsip-prinsip dan lembaga-lembaga sosial yang ada di dalam masyarakatnya serta membina kembali tipe dan mengoperkan kebudayaan, warisan sosial, dan membina kemampuan penyesuaian diri individu kepada masyarakatnya dengan menanamkan pengertian tentang fakta-fakta, kecakapan-kecakapan dan ilmu pengetahuan.

Penilaian Kebudayaan menurut Essensialisme

Essensialisme sebagai teori pendidikan dan kebudayaan melihat kenyataan bahwa lembaga-lembaga dan praktik-praktik kebudayaan modern telah gagal dalam banyak hal untuk memenuhi harapan zaman modern. Maka untuk menyelamatkan manusia dan kebudayaannya, harus diusahakan melalui pendidikan.

Teori Pendidikan

a. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adalah berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan. Keterampilan-keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat, membentuk unsur-unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.

b. Metode Pendidikan

1) Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).

2)Umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang diinginkan, dan mereka haru dipaksa belajar. Oleh karena itu pedagogi yang bersifat lemah-lembut harus dijauhi, dan memusatkan diri pada penggunaan metode-metode tradisional yang tepat.

3)Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi dan pemberian tugas; dan penguasan pengetahuan, misalnya melalui penyampaian informasi dan membaca.II. Aliran Perenialisme

A. Filsafat Pendidikan Perenialisme

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.

Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, di mana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan. Setelah perenialisme menjadi terdesak karena perkembangan politik industri yang cukup berat timbulah usaha untuk bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar manusia kini dapat memahami ide dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat sebagai suatu azas yang komprehensif Perenialisme dalam makna filsafat sebagai satu pandangan hidup yang bcrdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil-hasilnya.

Pandangan -pandangan yang telah menjadi dasar pandangan manusia tersebut, telah teruji kemampuan dan kekuatan oleh sejarah . Pandangan -pandangan plato dan aristoteles mewakili peradaban yunani kuno , serta ajaran thomas aquina dari abad pertengahan .kaum prenialis percaya bahwa ajaran dari tokoh-tokoh tersebut memiliki kualitas yang dapat dijadikan tuntutan hidup dan kehidupan manusia pada abad ke dua puluh ini.

Belajar menurut perennialisme adalah latihan mental dan disiplin jiwa. Dengan demikian pandangan tentang belajar hendaklah berdasarkan atas faham bahwa manusia pada hakekatnya adalah rasionalistis. Maka, belajar tidak lain adalah mengembangkan metode berpikir logis, deduktif dan induktif sekaligus.

Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang. Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi sseorang untukk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arsah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan. Menurut perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan.

Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami faktor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya. Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain- lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu. Sekolah, sebagai tempat utama dalam pendidikan, mempersiapkan anak didik ke arah kematangan akal dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam nidang akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.

Pandangan menenai kenyataan

Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama adalah janinan bahwa reality is universal that is every where and at every moment the same (2:299) realita itu bersifat universal bahwa realita itu ada dimana saja dan sama di setiap waktu.

Pandangan mengenai nilai

Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritua, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya.Sedangkan perbuatannya merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan.

Pandangan mengenai pengetahuan

Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialinme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada kesesuaiannya antara piker (kepercayaan) dengan benda-benda. Sedang yang dimagsud benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip keabadian.

Pandangan tentang pendidikan

Teori atau konsep pendidikan perenialaisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan Filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya.

Pandangan mengenai belajar

Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah mental disiplin sebagai teori dasar penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berfikir (mental dicipline) Dlah salah satu kewajiban dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan.

B. Sejarah Aliran Perenialisme

Pendukung filsafat perenialisme adalah Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler. Hutchins (1963) mengembangkan sutu kurikulum berdasarkan penelitian terhadap Great Books (buku besar bersejarah) dan pembahasaan buku-buku klasik . Perenialis mengunaksn prinsip-prinsip yang dikemukakan plato , Aristoteles , dan Thomas Aquino. Pandangan -pandangan plato dan Aristoteles mewakili peradaban yunani kuno serta ajaran Thomas Aquino dari abad pertengahan. Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philoshopia perenis. Pendidri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudisn didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.

Perenialisme memendang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertemngahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukankah nostalgias (rindu atas hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan- kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa lampau itu merupakan konsep bagi perenialisme dimana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.

Asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat , kebudayaan yang mempunyai dua sayap , yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman pada gereja khatolik , khususnya menurut dan intreprestasi Thomas Aquinas , dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.

C. Pandangan perenialisme tentang pendidikan

Kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.

Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:

1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal (Plato)

2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles)

3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)

Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh. Jadi epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode dedduksi, yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita khusus.

Menurut perenialisme penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama mampu mempunyai penman sedemikian, karena telah memiliki evidensi diri sendiri. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu diselesaikan dan berusaha untuk men gadakan penyelesaian masalahnya. Dengan demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.[3]

Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang- bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau. Dengan mengetahui rulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:

1.Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan oleh orang-orang besar.

2.Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karyakarya tokoi1 terse but untuk diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.

Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan pemikiran karya- karya buahpikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli tersebut dalam bidangnya masing-masing dan dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi diri mereka sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat perenialisme tersebut.

D. Tokoh-Tokoh Perenialisme

Plato. Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan

Aristoteles. Ia menganggap penting pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral

Thomas Aquinas. Thomas berpendapat pendidikan adalah menuntun kemampuan- kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu. Seorang guru bertugad untuk menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata

E. Konsep Dasar Perenialisme

1. Hakikat pendidikan

Tentang pendidikan kaum perenialisme memandang education as cultur regression: pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaaan manusia sekarang seperti dal;am masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti ,absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang sebagai kebudayaan ideal tersebut.sejalan dengan hal diats, penganut perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat universal dan abadi.

Filsafat pendidikan perenialisme mempunyai empat prinsipdalam pembelajaran secara umum yang mesti dimiliki manusia, yaitu:

1. Kebenaran yang bersifat universaldan tidak tergantung pada tempat, waktu ,dan oramg.

2. Pendidikan yang baik melibatkan pencarian pemahaman atas kebenaran.

3. Kebenaran dapat ditemukan dalam karya-karya agung.

2. Tujuan Pendidikan

Membantu anak menyingkap dan menanamkan kebenaran -kebenaran hakiki. Oleh karena itu kebenaran-kebenaran itu universal dan konstan, maka kebenaran- kebenaran itu hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Kebenaran- kebenaran hakiki dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui:

1) Latihan intelektual secara cermat untuk melatih pikiran.

2) Latihan karakter sebagai cara mengembangkan manusia secara sepiritual.

Pendidikan menurut tokoh-tokoh aliran perenialisme berikut ini:

1) Menurut plato pendidikan adalah membina atau memimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakanya dalam aspek kehidupan.

2) Menurut Arithoteles pendidikan adalah membentuk kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral.

3) Menurut thomas Aquinas pendidikan adalah menuntun kemampauan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif.

3. Hakekat Guru

Tugas utama pendidikan adalah guru, dimana tugas pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran(pengetahuan) kepada anak didik . Faktor keberhasilan anak dalam akalnya adalah guru, berikut pandangan aliran perenialisme mengenai guru.

1) Guru mempunyai peran yang dominan dalam penyelengaraan kegiatan belajar- mengajar di dalam kelas.

2) Guru hendaknya adalah orang yang menguasai cabang ilmu, yang bertugas membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa dalam menyimpulkan kebenaran, yang tepat ,tanpa cela , dan dipandang sebagai orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan kehlianya tidak diragukan.

4. Hakekat Murid

Murid dalam aliran perenialisme merupakan mahkluk yang di bimbing oleh prinsip- prinsip pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia biologis. Hakikat pendidikan upaya proses transformasi pengetahuan dan nilai pada subyek didik. Mencangkup totalitas aspek kemanusiaan , kesadaran, dan sikap dan tindakan kritis, terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya. Pendidikan bertujuan mencapai tujuan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasianaol, perasaan dan indera, karena itu pendidikan harus mencanggkup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya.

F. Pandangan dan Sikap tentang Aliran Perenialisme

1. Pandangan Secara Ontologi

Ontologi perenialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda individual, esensi, aksiden dan substansi. Secara ontologis, perenialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya. Benda individual di sini adalah benda sebagaimana yang tampak di hadapan manusia dan yang ditangkap dengan panca indra seperti batu, lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna, dan aktivitas tertentu. Esensi dari suatu kualitas menjadikan suatu benda itu lebih intrinsik daripada fisiknya, seperti manusia yang ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir. Sedangkan aksiden adalah keadaan- keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensial.

Dengan demikian, segala yang ada di alam semesta ini, seperti manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, merupakan hal yang logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada tidak hanya merupakan kombinasi antara zat atau benda, tapi juga merupakan unsur potensialitas dengan bentuk yang merupakan unsur aktualitas.

Sejalan dengan apa yang dikatakan Poedjawijatna, bahwa esensi dari kenyataan itu adalah menuju ke arah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari potensialitasnya. Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia itu setiap waktu adalah potensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas. Dengan peningkatan suasana hidup spiritual ini, manusia dapat makin mendekatkan diri menuju tujuan (teleologis) untuk mendekatkan diri pada supernatural (Tuhan) yang merupakan pencipta dan tujuan akhir.

2. Pandangan Secara Epistemologi

Perenialisme berpangkal pada tiga istilah yang menjadi asas di dalam epistemologi yaitu truth, self evidence, dan reasoning. Bagi perenialisme truth adalah prasyarat asas tahu untuk mengerti atau memahami arti realita semesta raya. Sedangkan , self evidence adalah suatu bukti yang ada pada diri (realita, eksistensi) itu sendiri, jadi bukti itu tidak pada materi atau realita yang lain. Dan pengertian kita tentang kebenaran hanya mungkin di atas hukum berpikir (reasoning), sebab pengertian logis misalnya berasal dari hukum- hukum berpikir.

Dalam pandangan Perenialisme ada hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat, seraya menyadari adanya perbedaan antara kedua bidang tersebut. Hubungan filsafat dan pengetahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa-empiris dan analisa ontologis keduanya dianggap Perenialisme dapat komplementatif. Dan meskipun ilmu dan filsafat berkembang ke tingkat yang makin sempurna, namun tetap diakui bahwa fisafat lebih tinggi kedudukannya daripada ilmu pengetahuan.

Perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian an tara pikir dengan benda-benda. Benda-benda disini maksudnya adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-prinsip keabadian. lni berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah perhatian mengenai esensi dari sesuatu. Kepercayaan terhadap kebenaran itu akan terlindung apabila segala sesuatu dapat diketahui dan nyata. Jelaslah bahwa pengetahuan itu inerupakan hal yang sangat penting karena ia merupakan pengolahan akal pikiran yang konsekuen.

3. Pandangan Secara Aksiologi

Masalah nilai merupakan hal yang utama dalam Perenialisme, karena ia berdasarkan pada asas-asas supernatural yaitu menerima universal yang abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi, hakikat manusia itu yang pertama-tama adalah jiwanya. Oleh karena itu, hakikat manusia itu juga menentukan hakikat perbuatannya, dan persoalan nilai adalah persoalan spiritual. Dalam aksiologi, prinsip pikiran demikian bertahan dan tetap berlaku. Secara etika, tindakan itulah yang bersesuaian dengan sifat rasional manusia, karena manusia itu secara alamiah condong pada kebaikan.

Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki tiga potensi: nafsu, kemauan, dan pikiran. Maka pendidikan hendaknya berorientasi pada ketiga potensi tersebut dan pada masyarakat, agar kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Dengan demikian, hendaknya pendidikan disesuaikan dengan keadaan manusia yang mempunyai nafsu, kemauan, dan pikiran. Dengan memperhatikan hal ini, maka pendidikan yang berorientasi pada potensi dan masyarakat akan dapat terpenuhi.

Jadi manusia sebagai subyek dalam bertingkah laku, telah memiliki potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping adapula kecenderungan-kecenderunngan dan dorongan- dorongan kearah yang tidak baik. Tindakan yang baik adalah yang bersesuaian dengan sifat rasional (pikiran) manusia. Kodrat wujud manusia yang pertama-tama adaJah lercermm dari jlwa dan pikirannya yang disebut dengan kekuataJl potensial yang membimbing tindakan manusia menuju pada Tuhan at au menjauhi Tuhan, dengan kata lain melakukan kebaikan atau kejahatan, Kebaikan tertinggi adalah mendekatkan diri pada Tuhan sesudah tingkatan ini baru kehidupan berpikir rasional.

G. Prinsip-Prinsip Pendidikan Perenialisme

Di bidang pendidikan, Perenialisme sangat dipengaruhi oleh: Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilai- nilai adalah manifestasi daripada hukum universal. Maka tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar dan mempraktekan asas-asas normatif itu dalam semua aspek kehidupan. Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu : nafsu, kemauan, dan pikiran.

Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah kebahagiaan. Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi, dan intelek harus dikembangkan secara seimbang.

Seperti halnya Plato dan Aristoteles, tujuan pendidikan yang diinginkan oleh Thomas Aquinas adalah sebagai Usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas aktif dan nyata. Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar memberi bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.

H. Kesimpulan

Berdasarkan uraian tentang Aliran Filsafat Esensialisme dapat disimpulkan sebagai berikut :

Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa Inggiris yakni essential (inti atau pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham.

1.Ontologi Esensialisme:

Ontologi filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan dan kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual.

2.Epistemologi Esensialisme:

Aspek epistemologi yang perlu diperhatikan halam pendidikan adalah pengetahuan hendaknya bersifat ideal dan spiritual, yang dapat menuntun kehidupan manusia pada kehidupan yang lebih mulia.

3.Aksiologi Esensialisme:

Sedangkan dalam bidang aksiologi, faktor peserta didik perlu dipandang sebagai agen yang ikut menentukan hakikat nilai.

Perenialisme merupakansuatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekel, atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. perenialisme menentang pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.

Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan tidak ada satupun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta kesetabilan dalam perilaku pendidik.

Dari pembahasan di atas maka dapat kami simpulkan bahwa aliran Perenialisme adalah merupakan aliran dalam filsafat pendidikan yang memandang bahwa kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar pendidikan sekarang.

Dan pandangan aliran ini tentang pendidikan adalah belajar untuk berpikir. Oleh sebab itu, peserta didik harus dibiasakan untuk berlatih berpikir sejak dini.

Perenialisme juga memiliki formula mengenai jenjang pendidikan beserta kurikulum, yaitu pendidikan dasar dan (sekolah) menengah, pendidikan tinggi dan adult education.

DAFTAR PUSTAKA

Afid Burhanudin, Filsafat Esensialisme Dalam Pendidikan, 2013, http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/filsafat-esensialisme-dalam-pendidikan/ , diakses pada tanggal 25 September 2014.

Afid Burhanudin, Pendidikan Filsafat Perenialisme Dalam Pembelajaran, 2013, http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/22/pendidikan-filsafat-perenialisme-dalam-pembelajaran/ , diakses pada tanggal 25 September 2014.

Amsal Bakhtiar, 2013, Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali Press.

Fattah Hanurawan, Ahmad Sanawi dan Moh. Noer Syam, 2006, Filsafat Pendidikan, Malang, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Jalaludin dan Abdulah Idi, 2011, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, 2009, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.Marsability, 2012, Perenialisme, http://marsability.blogspot.com/2012/08/ perenialisme.html, diakses pada tanggal 28 September 2014.

Setyomulyono, 2013, Aliran Perenialisme dan Rekonstruksionisme, http://setyomulyono.blogspot.com/2013/06/makalah-filsafat-pendidikan-aliran_9.html , diakses pada tanggal 28 September 2014. 19