fiqh 3
DESCRIPTION
Fiqh 3TRANSCRIPT
![Page 1: Fiqh 3](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082715/5695cfec1a28ab9b02902699/html5/thumbnails/1.jpg)
Rian Riswanda 1146000138
1. Definisi Ushul Fiqh
Ditinjau dari sisi kedua kata (yang menyusunnya), yaitu
kata ushul dan kata fiqh. Adapun ushul (أصول), merupakan jama’ dari ashl (
yaitu apa-apa yang menjadi pondasi bagi yang lainnya. Oleh karena ,(أصل
itu, ashl jidar ( الج''دار أصل ) artinya pondasi dinding, dan ashl syajarah (أصل
(الش''''''''''''''''''''''جرة artinya akar pohon.
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan
cabangnya (menjulang) ke langit” (QS Ibrahim : 24).
Sementara fiqh, secara bahasa artinya pemahaman, berdasarkan
firman Allah ta’ala, “dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar
mereka memahami perkataanku” (QS Thoha: 27-28). Fiqh secara istilah
artinya pengenalan terhadap hukum-hukum syar’i, yang sifatnya
amaliyah, dengan dalil-dalilnya yang detail.
Maksud perkataan kami “pengenalan” yaitu secara ilmu (yakin)
dan zhon (dugaan), karena pengenalan terhadap hukum-hukum fiqh
terkadang menyakinkan dan terkadang bersifat dugaan sebagaimana yang
terdapat di banyak masalah-masalah fiqh.
Maksud perkataan kami “hukum-hukum syar’i” yaitu hukum-
hukum yang didatangkan oleh syari’at seperti wajib dan haram, maka tidak
tercakup hukum-hukum akal (logika) seperti mengetahui bahwa keseluruhan
itu lebih besar dari sebagian, dan juga tidak mencakup hukum-hukum
![Page 2: Fiqh 3](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082715/5695cfec1a28ab9b02902699/html5/thumbnails/2.jpg)
Rian Riswanda 1146000138
kebiasaan, seperti mengetahui bahwa gerimis biasanya akan turun di malam
yang dingin jika cuacanya cerah.
Maksud perkataan kami “amaliyah” adalah perkara-perkara yang
tidak berkaitan dengan keyakinan (akidah), contoh “amaliyah” tersebut
yaitu sholat dan zakat, maka fiqh tidak mencakup perkara-perkara yang
berkaitan dengan keyakinan seperti mentauhidkan Allah, ataupun mengenal
nama dan sifat-Nya, yang demikian itu tidak dinamakan fiqh secara istilah.
Maksud perkataan kami “dengan dalil-dalilnya yang detail”
adalah dalil-dalil fiqh yang berhubungan dengan masalah-masalah fiqh yang
detail. Berbeda dengan ushul fiqh, karena pembahasan di dalam ushul fiqh
tersebut hanyalah dalil-dalil yang global.
Ditinjau dari sisi nama untuk cabang ilmu tertentu, maka ushul fiqh
tersebut didefinisikan:
“ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang global dan cara
menggunakannya serta menentukan keadaan dari penentu hukum
(mujtahid)”
Maksud perkataan kami “global” adalah kaidah-kaidah umum
seperti perkataan “perintah menuntut kewajiban”, “larangan menuntut
keharaman”, “benar berkonsekuensi terlaksana”. Ushul fiqh tidak membahas
dalil-dalil yang detail, dan dalil-dalil yang detail tersebut tidak disebutkan di
dalamnya melainkan sebagai contoh terhadap suatu kaidah (umum).
Maksud perkataan kami “dan cara menggunakannya” adalah
mengenal cara menentukan hukum dari dalil-dalilnya dengan mempelajari
![Page 3: Fiqh 3](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082715/5695cfec1a28ab9b02902699/html5/thumbnails/3.jpg)
Rian Riswanda 1146000138
hukum-hukum lafadz dan penunjukkannya dari umum dan
khusus, mutlak dan muqoyyad, nasikh dan mansukh, dan lain-lain. Dengan
mengenal ushul fiqh maka dapat ditentukan hukum-hukum dari dalil-dalil
fiqh.
Maksud perkataan kami “keadaan penentu hukum” yaitu
mengenal keadaan mujtahid, dinamakan penentu hukum karena dia dapat
menentukan sendiri hukum-hukum dari dalil-dalilnya sehinggga sampai ke
tingkatan ijtihad. Mengenal mujtahid dan syarat-syarat ijtihad serta
hukumnya dan semisalnya dibahas di dalam ushul fiqh.
2. Perbedaan Fiqh dan Ushul Fiqh
Pembahasan ilmu fiqh berkisar tentang hukum-hukum syar’i yang
langsung berkaitan dengan amaliyah seorang hamba seperti ibadahnya,
muamalahnya, apakah hukumnya wajib, sunnah, makruh, haram, ataukah
mubah berdasarkan dalil-dalil yang rinci.
Sedangkan ushul fiqh berkisar tentang penjelasan metode seorang
mujtahid dalam menyimpulkan hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil yang
bersifat global, apa karakteristik dan konsekuensi dari setiap dalil, mana dalil
yang benar dan kuat dan mana dalil yang lemah, siapa orang yang mampu
berijtihad, dan apa syarat-syaratnya.
Perumpamaan ushul fiqh dibandingkan dengan fiqh seperti posisi
ilmu nahwu terhadap kemampuan bicara dan menulis dalam bahasa Arab,
ilmu nahwu adalah kaidah yang menjaga lisan dan tulisan seseorang dari
![Page 4: Fiqh 3](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082715/5695cfec1a28ab9b02902699/html5/thumbnails/4.jpg)
Rian Riswanda 1146000138
kesalahan berbahasa, sebagaimana ilmu ushul fiqh menjaga seorang
ulama/mujtahid dari kesalahan dalam menyimpulkan sebuah hukum fiqh.
3. Sumber Hukum Islam
Kata-kata sumber dalam hukum Islam merupakan terjemah dari
kata mashadir yang berarti wadah ditemukannya dan ditimbanya norma
hukum. Sumber hukum Islam yang utama adalah Al Qur’an dan sunah. Selain
menggunakan kata sumber, juga digunakan kata dalil yang berarti
keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran. Selain itu,
ijtihad, ijma’, dan qiyas juga merupakan sumber hukum karena sebagai alat
bantu untuk sampai kepada hukum-hukum yang dikandung oleh Al Qur’an
dan sunah Rasulullah SAW. Secara sederhana hukum adalah “seperangkat
peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat;
disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku
mengikat, untuk seluruh anggotanya”.
a) Al-Quran
Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan
secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri
dengan surat An Nas. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah. Al Qur’an
merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim
berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang
terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT,
yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala
![Page 5: Fiqh 3](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082715/5695cfec1a28ab9b02902699/html5/thumbnails/5.jpg)
Rian Riswanda 1146000138
larangnannya. Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi
kehidupan umat manusia.
Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga)
bagian:
1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur
hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang
berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu
Tauhid atau Ilmu Kalam
2. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur hubungan
dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin
dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih
3. Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap
muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku –
perilaku tercela.
Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok:
1. Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa,
zakat, haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan
hubungan manusia dengan tuhannya.
2. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah)
seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian,
pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.
Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:
![Page 6: Fiqh 3](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082715/5695cfec1a28ab9b02902699/html5/thumbnails/6.jpg)
Rian Riswanda 1146000138
1. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam
berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
2. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan
dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan
lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara
dengan tertib
3. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang
berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah
4. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan
dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan
kriminalitas
5. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu
hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai
kedamaian dan kesejahteraan.
6. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda,
seperti zakat, infaq dan sedekah.
b) As-sunnah
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW
baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits
merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah
SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-
![Page 7: Fiqh 3](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082715/5695cfec1a28ab9b02902699/html5/thumbnails/7.jpg)
Rian Riswanda 1146000138
perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam
haditsnya.
1. Sunnah Qauliyah, yaitu ucapan Nabi yang didengar sahabat beliau dan
disampaikannya kepada kepada orang lain. Namun ucapan Nabi ini
bukan wahyu al Qur`an. Untuk membedakan sunnah dan wahyu al
Qur`an yang sama-sama lahir dari lisan Nabi adalah dengan cara,
antara lain :
a. Bila wahyu al Qur`an selalu mendapat perhatian khusus dari Nabi
dan menyuruh orang lain untuk menghafal dan menuliskannya serta
mengurutkannya sesuai petunjuk Allah. Sedangkan sunnah tidak,
bahkan Nabi melarang menuliskannya karena khawatir tercampur
dengan al Qur`an.
b. Penukilan alQur`an selalu dalam bentuk mutawatir, sedangkan
sunnah pada umumnya diriwayatkan secara perorangan.
c. Penukilan al Qur`an selalu dalam bentuk penukilan lafaz dengan arti
sesuai dengan teks aslinya seperti yang didengar dari Nabi. Sedangkan
sunnah dinukilkan secara ma`nawi ( disampaikan dengan redaksi dan
ibarat yang berbeda walau maksudnya sama ).
d. Bila yang diucapkan Nabi al Qur`an mempunyai daya pesona /
mu`jizat, sedangkan bila sunnah tidak.
2. Sunnah Fi`liyah, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW yang dilihat atau diketahui oleh sahabat, kemudian disampaikan
![Page 8: Fiqh 3](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082715/5695cfec1a28ab9b02902699/html5/thumbnails/8.jpg)
Rian Riswanda 1146000138
kepada orang laindengan ucapannya. Para ulama membagi perbuatan
Nabi ke dalam tiga bentuk :
a. Perbuatan dan tingkah laku Nabi sebagai manusia biasa. Ulama
berbeda pendapat tentang keteladanannya bagi umat, ada yang
berpendapat bahwa perbuatan Nabi bentuk ini mempunyai daya
hukum untuk diikuti dan ada yang berpendapat tidak mempunyai daya
hukum untuk diikuti.
b. PerbuatanNabi yang memiliki petunjuk yang menjelaskan bahwa
perbuatan tersebut khusus untuk Nabi.
c. Perbuatan dan tingkah laku Nabi yang berhubungan dengan
penjelasan hukum.
3. Sunnah Taqririyah, yaitu perbuatan seorang sahabat atau ucapannya
yang dilakukan dihadapan Nabi atau sepengetahuan Nabi, tetapi tidak
ditanggapi atau dicegah oleh Nabi. Keadaan diamnya Nabi dibedakan
pada dua bentuk :
Pertama, Nabi mengetahui perbuata itu pernah dibenci dan dilarang
ileh Nabi. Diamnya Nabi dapat berarti perbuatan itu tidak boleh
dilakukan atau boleh dilakukan ( pencabutan larangan ).
Kedua, Nabi belum pernah melarang perbuatan itusebelumnya dan
tidak diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi menunjukan hukumnya
adalah ibahah ( meniadakan keberatan untuk diperbuat ).
4. Ijma
![Page 9: Fiqh 3](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082715/5695cfec1a28ab9b02902699/html5/thumbnails/9.jpg)
Rian Riswanda 1146000138
Secara etimologi, ijma` mengandung dua arti : 1. Ijma` berarti
ketetapan hati untuk melakukan sesuatu atau keputusan berbuat
sesuatu, 2. Ijma` juga berarti sepakat. Menurut istilah syar`i pengertian
ijma` dirumuskan sebagai berikut :
a. Al Ghazali, ijma` yaitu kesepakatan umat Muhammad SAW secara
khusus atas sesuatu urusan agama
b. Al Midi, ijma` yaitu kesepakatan sejumlah ahlul halli wal `Aqd ( para
ahli yang kompeten dalam mengurusi umat ) dari umat Muhammad pada
suatu masa atas hukum suatu kasus. Atau kesepakatan para mukallaf
dari umat Muhammad pada suatu masa atas hukum suatu kasus.
c. Ulama Syi`ah, ijma` yaitu kesepakatan suatu komunitas karena
kesepakatan mereka dalam menetapkan hukum syara`.
d. Al Nazham, ijma` yaitu setiap perkataan yang hujjahnya tidak dapat
dibantah.
e. Abdul Wahab Khallaf, ijma` yaitu consensus semua mujtahid muslim
pada suatu masa setelah Rasul wafat atassuatu hukum syara` mengenai
suatu kasus.
Rukun ( unsur ) ijma`:
1. Terdapat sejumlah orang yang berkualitas mujtahid.
2. Semua mujtahid itu sepakat tentang hukum suatau masalah.
3. Kesepakatan itu tercapai setelah terlebih dahulu masing-masing
mujtahid mengemukakan pendapatnya sebagi hasil dari usaha ijtihadnya.
![Page 10: Fiqh 3](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082715/5695cfec1a28ab9b02902699/html5/thumbnails/10.jpg)
Rian Riswanda 1146000138
5. Qiyas
Secara etimologi qiyasberarti , artinya mengukur,
membandingkan sesuatu dengan yang semisalnya. Secara terminologi
( istilah hukum ) qiyas didefinisikan :
1. Al Ghazali, mendefinisikan qiyas “ menanggungkan ( menghubungkan )
sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal
menetapkan hukum pada keduanya atau meniadakan hukum dari
keduanya disebabkan ada hal yang sama antara keduanya dalam
penetapan atau peniadaan hukum “.
2. Ibnu Subki “ qiyas adalah menghubungkan sesuatu yang diketahui
kepada sesuatu yang diketahui karena kesamaannya dalam `illat
hukumnya menurut pihak yang menghubungkan ( mujtahid ) “.
3. Abu Hasan al Bashri “ qiyas adalah menghasilkan ( menetapkan )
hukum ashal padafuru` karena keduanya sama dalam hal `illat hukum
menurut mijtahid “.
4. Abu Zahrah “ menghubungkan suatu perkara yang tidak ada nash
kepada perkara lain yang ada nash hukumnya karena keduanya
berserikat dalam `illat hukum “.
5. Al Midi “ ibarat dari kesamaan antara furu` dengan ashal dalam `illat
yang diistimbathkan dari hukum ashal “.
Rukun ( unsur qiyas ) :
1. Hal yang telah ditetapkan hukumnya oleh pembuat hukum ( ashal atau
maqis `alaih atau musyabbah bihi ).
![Page 11: Fiqh 3](https://reader036.vdocuments.net/reader036/viewer/2022082715/5695cfec1a28ab9b02902699/html5/thumbnails/11.jpg)
Rian Riswanda 1146000138
2. Hal yang belum ditemukan hukumnya secara jelas dalam nash syara`
( maqis atau furu` atau musyabbah ).
3. Hukum ashal, yaitu hukum yang disebutkan sendiri oleh syari`.
4. `Illat hukum yang terdapat pada ashal dan terlihat pula oleh mujtahid
pada furu`.