fiqh 3

13
Rian Riswanda 1146000138 1. Definisi Ushul Fiqh Ditinjau dari sisi kedua kata (yang menyusunnya), yaitu kata ushul dan kata fiqh . Adapun ushul ( ول ص أ), merupakan jama’ dari ashl ( ل ص أ), yaitu apa-apa yang menjadi pondasi bagi yang lainnya. Oleh karena itu, ashl jidar ( ل ص أ دأر ج ل أ) artinya pondasi dinding, dan ashl syajarah ( ل ص أ رة ج ش ل أ) artinya akar pohon. Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan yang baik seperti pohon yang baik, akar nya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit ” (QS Ibrahim : 24). Sementara fiqh , secara bahasa artinya pemahaman , berdasarkan firman Allah ta’ala, “ dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka memahami perkataanku ” (QS Thoha: 27-28). Fiqh secara istilah artinya pengenalan terhadap hukum-hukum syar’i, yang sifatnya amaliyah, dengan dalil-dalilnya yang detai l. Maksud perkataan kami “ pengenalan ” yaitu secara ilmu (yakin) dan zhon (dugaan), karena pengenalan terhadap hukum-hukum fiqh terkadang menyakinkan dan terkadang bersifat dugaan sebagaimana yang terdapat di banyak masalah-masalah fiqh.

Upload: rian-riswanda

Post on 14-Feb-2016

218 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Fiqh 3

TRANSCRIPT

Page 1: Fiqh 3

Rian Riswanda 1146000138

1. Definisi Ushul Fiqh

Ditinjau dari sisi kedua kata (yang menyusunnya), yaitu

kata ushul dan kata fiqh. Adapun ushul (أصول), merupakan jama’ dari ashl (

yaitu apa-apa yang menjadi pondasi bagi yang lainnya. Oleh karena ,(أصل

itu, ashl jidar ( الج''دار أصل ) artinya pondasi dinding, dan ashl syajarah (أصل

(الش''''''''''''''''''''''جرة artinya akar pohon.

“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat

perumpamaan yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan

cabangnya (menjulang) ke langit” (QS Ibrahim : 24).

Sementara fiqh, secara bahasa artinya pemahaman, berdasarkan

firman Allah ta’ala, “dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar

mereka memahami perkataanku” (QS Thoha: 27-28). Fiqh secara istilah

artinya pengenalan terhadap hukum-hukum syar’i, yang sifatnya

amaliyah, dengan dalil-dalilnya yang detail.

Maksud perkataan kami “pengenalan” yaitu secara ilmu (yakin)

dan zhon (dugaan), karena pengenalan terhadap hukum-hukum fiqh

terkadang menyakinkan dan terkadang bersifat dugaan sebagaimana yang

terdapat di banyak masalah-masalah fiqh.

Maksud perkataan kami “hukum-hukum syar’i” yaitu hukum-

hukum yang didatangkan oleh syari’at seperti wajib dan haram, maka tidak

tercakup hukum-hukum akal (logika) seperti mengetahui bahwa keseluruhan

itu lebih besar dari sebagian, dan juga tidak mencakup hukum-hukum

Page 2: Fiqh 3

Rian Riswanda 1146000138

kebiasaan, seperti mengetahui bahwa gerimis biasanya akan turun di malam

yang dingin jika cuacanya cerah.

Maksud perkataan kami “amaliyah” adalah perkara-perkara yang

tidak berkaitan dengan keyakinan (akidah), contoh “amaliyah” tersebut

yaitu sholat dan zakat, maka fiqh tidak mencakup perkara-perkara yang

berkaitan dengan keyakinan seperti mentauhidkan Allah, ataupun mengenal

nama dan sifat-Nya, yang demikian itu tidak dinamakan fiqh secara istilah.

Maksud perkataan kami “dengan dalil-dalilnya yang detail”

adalah dalil-dalil fiqh yang berhubungan dengan masalah-masalah fiqh yang

detail. Berbeda dengan ushul fiqh, karena pembahasan di dalam ushul fiqh

tersebut hanyalah dalil-dalil yang global.

Ditinjau dari sisi nama untuk cabang ilmu tertentu, maka ushul fiqh

tersebut didefinisikan:

“ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang global dan cara

menggunakannya serta menentukan keadaan dari penentu hukum

(mujtahid)”

Maksud perkataan kami “global” adalah kaidah-kaidah umum

seperti perkataan “perintah menuntut kewajiban”, “larangan menuntut

keharaman”, “benar berkonsekuensi terlaksana”. Ushul fiqh tidak membahas

dalil-dalil yang detail, dan dalil-dalil yang detail tersebut tidak disebutkan di

dalamnya melainkan sebagai contoh terhadap suatu kaidah (umum).

Maksud perkataan kami “dan cara menggunakannya” adalah

mengenal cara menentukan hukum dari dalil-dalilnya dengan mempelajari

Page 3: Fiqh 3

Rian Riswanda 1146000138

hukum-hukum lafadz dan penunjukkannya dari umum dan

khusus, mutlak dan muqoyyad, nasikh dan mansukh, dan lain-lain. Dengan

mengenal ushul fiqh maka dapat ditentukan hukum-hukum dari dalil-dalil

fiqh.

Maksud perkataan kami “keadaan penentu hukum” yaitu

mengenal keadaan mujtahid, dinamakan penentu hukum karena dia dapat

menentukan sendiri hukum-hukum dari dalil-dalilnya sehinggga sampai ke

tingkatan ijtihad. Mengenal mujtahid dan syarat-syarat ijtihad serta

hukumnya dan semisalnya dibahas di dalam ushul fiqh.

2. Perbedaan Fiqh dan Ushul Fiqh

Pembahasan ilmu fiqh berkisar tentang hukum-hukum syar’i yang

langsung berkaitan dengan amaliyah seorang hamba seperti ibadahnya,

muamalahnya, apakah hukumnya wajib, sunnah, makruh, haram, ataukah

mubah berdasarkan dalil-dalil yang rinci.

Sedangkan ushul fiqh berkisar tentang penjelasan metode seorang

mujtahid dalam menyimpulkan hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil yang

bersifat global, apa karakteristik dan konsekuensi dari setiap dalil, mana dalil

yang benar dan kuat dan mana dalil yang lemah, siapa orang yang mampu

berijtihad, dan apa syarat-syaratnya.

Perumpamaan ushul fiqh dibandingkan dengan fiqh seperti posisi

ilmu nahwu terhadap kemampuan bicara dan menulis dalam bahasa Arab,

ilmu nahwu adalah kaidah yang menjaga lisan dan tulisan seseorang dari

Page 4: Fiqh 3

Rian Riswanda 1146000138

kesalahan berbahasa, sebagaimana ilmu ushul fiqh menjaga seorang

ulama/mujtahid dari kesalahan dalam menyimpulkan sebuah hukum fiqh.

3. Sumber Hukum Islam

Kata-kata sumber dalam hukum Islam merupakan terjemah dari

kata mashadir yang berarti wadah ditemukannya dan ditimbanya norma

hukum. Sumber hukum Islam yang utama adalah Al Qur’an dan sunah. Selain

menggunakan kata sumber, juga digunakan kata dalil yang berarti

keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran. Selain itu,

ijtihad, ijma’, dan qiyas juga merupakan sumber hukum karena sebagai alat

bantu untuk sampai kepada hukum-hukum yang dikandung oleh Al Qur’an

dan sunah Rasulullah SAW. Secara sederhana hukum adalah “seperangkat

peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat;

disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku

mengikat, untuk seluruh anggotanya”. 

a) Al-Quran

Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan

secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW

melalui malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri

dengan surat An Nas. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah. Al Qur’an

merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim

berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang

terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT,

yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala

Page 5: Fiqh 3

Rian Riswanda 1146000138

larangnannya. Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi

kehidupan umat manusia.

Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga)

bagian:

1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur

hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang

berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu

Tauhid atau Ilmu Kalam

2. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur hubungan

dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin

dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang

mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih

3. Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap

muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku –

perilaku tercela.

Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok:

1. Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa,

zakat, haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan

hubungan manusia dengan tuhannya.

2. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah)

seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian,

pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.

Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:

Page 6: Fiqh 3

Rian Riswanda 1146000138

1. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam

berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan

2. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan

dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan

lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara

dengan tertib

3. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang

berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah

4. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan

dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan

kriminalitas

5. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu

hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai

kedamaian dan kesejahteraan.

6. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda,

seperti zakat, infaq dan sedekah.

b) As-sunnah

Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW

baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits

merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah

SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-

Page 7: Fiqh 3

Rian Riswanda 1146000138

perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam

haditsnya.

1. Sunnah Qauliyah, yaitu ucapan Nabi yang didengar sahabat beliau dan

disampaikannya kepada kepada orang lain. Namun ucapan Nabi ini

bukan wahyu al Qur`an. Untuk membedakan sunnah dan wahyu al

Qur`an yang sama-sama lahir dari lisan Nabi adalah dengan cara,

antara lain :

a. Bila wahyu al Qur`an selalu mendapat perhatian khusus dari Nabi

dan menyuruh orang lain untuk menghafal dan menuliskannya serta

mengurutkannya sesuai petunjuk Allah. Sedangkan sunnah tidak,

bahkan Nabi melarang menuliskannya karena khawatir tercampur

dengan al Qur`an.

b. Penukilan alQur`an selalu dalam bentuk mutawatir, sedangkan

sunnah pada umumnya diriwayatkan secara perorangan.

c. Penukilan al Qur`an selalu dalam bentuk penukilan lafaz dengan arti

sesuai dengan teks aslinya seperti yang didengar dari Nabi. Sedangkan

sunnah dinukilkan secara ma`nawi ( disampaikan dengan redaksi dan

ibarat yang berbeda walau maksudnya sama ).

d. Bila yang diucapkan Nabi al Qur`an mempunyai daya pesona /

mu`jizat, sedangkan bila sunnah tidak.

2. Sunnah Fi`liyah, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad

SAW yang dilihat atau diketahui oleh sahabat, kemudian disampaikan

Page 8: Fiqh 3

Rian Riswanda 1146000138

kepada orang laindengan ucapannya. Para ulama membagi perbuatan

Nabi ke dalam tiga bentuk :

a. Perbuatan dan tingkah laku Nabi sebagai manusia biasa. Ulama

berbeda pendapat tentang keteladanannya bagi umat, ada yang

berpendapat bahwa perbuatan Nabi bentuk ini mempunyai daya

hukum untuk diikuti dan ada yang berpendapat tidak mempunyai daya

hukum untuk diikuti.

b. PerbuatanNabi yang memiliki petunjuk yang menjelaskan bahwa

perbuatan tersebut khusus untuk Nabi.

c. Perbuatan dan tingkah laku Nabi yang berhubungan dengan

penjelasan hukum.

3. Sunnah Taqririyah, yaitu perbuatan seorang sahabat atau ucapannya

yang dilakukan dihadapan Nabi atau sepengetahuan Nabi, tetapi tidak

ditanggapi atau dicegah oleh Nabi. Keadaan diamnya Nabi dibedakan

pada dua bentuk :

Pertama, Nabi mengetahui perbuata itu pernah dibenci dan dilarang

ileh Nabi. Diamnya Nabi dapat berarti perbuatan itu tidak boleh

dilakukan atau boleh dilakukan ( pencabutan larangan ).

Kedua, Nabi belum pernah melarang perbuatan itusebelumnya dan

tidak diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi menunjukan hukumnya

adalah ibahah ( meniadakan keberatan untuk diperbuat ).

4. Ijma

Page 9: Fiqh 3

Rian Riswanda 1146000138

Secara etimologi, ijma` mengandung dua arti : 1. Ijma` berarti

ketetapan hati untuk melakukan sesuatu atau keputusan berbuat

sesuatu, 2. Ijma` juga berarti sepakat. Menurut istilah syar`i pengertian

ijma` dirumuskan sebagai berikut :

a. Al Ghazali, ijma` yaitu kesepakatan umat Muhammad SAW secara

khusus atas sesuatu urusan agama

b. Al Midi, ijma` yaitu kesepakatan sejumlah ahlul halli wal `Aqd ( para

ahli yang kompeten dalam mengurusi umat ) dari umat Muhammad pada

suatu masa atas hukum suatu kasus. Atau kesepakatan para mukallaf

dari umat Muhammad pada suatu masa atas hukum suatu kasus.

c. Ulama Syi`ah, ijma` yaitu kesepakatan suatu komunitas karena

kesepakatan mereka dalam menetapkan hukum syara`.

d. Al Nazham, ijma` yaitu setiap perkataan yang hujjahnya tidak dapat

dibantah.

e. Abdul Wahab Khallaf, ijma` yaitu consensus semua mujtahid muslim

pada suatu masa setelah Rasul wafat atassuatu hukum syara` mengenai

suatu kasus.

Rukun ( unsur ) ijma`:

1. Terdapat sejumlah orang yang berkualitas mujtahid.

2. Semua mujtahid itu sepakat tentang hukum suatau masalah.

3. Kesepakatan itu tercapai setelah terlebih dahulu masing-masing

mujtahid mengemukakan pendapatnya sebagi hasil dari usaha ijtihadnya.

Page 10: Fiqh 3

Rian Riswanda 1146000138

5. Qiyas

Secara etimologi qiyasberarti , artinya mengukur,

membandingkan sesuatu dengan yang semisalnya. Secara terminologi

( istilah hukum ) qiyas didefinisikan :

1. Al Ghazali, mendefinisikan qiyas “ menanggungkan ( menghubungkan )

sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal

menetapkan hukum pada keduanya atau meniadakan hukum dari

keduanya disebabkan ada hal yang sama antara keduanya dalam

penetapan atau peniadaan hukum “.

2. Ibnu Subki “ qiyas adalah menghubungkan sesuatu yang diketahui

kepada sesuatu yang diketahui karena kesamaannya dalam `illat

hukumnya menurut pihak yang menghubungkan ( mujtahid ) “.

3. Abu Hasan al Bashri “ qiyas adalah menghasilkan ( menetapkan )

hukum ashal padafuru` karena keduanya sama dalam hal `illat hukum

menurut mijtahid “.

4. Abu Zahrah “ menghubungkan suatu perkara yang tidak ada nash

kepada perkara lain yang ada nash hukumnya karena keduanya

berserikat dalam `illat hukum “.

5. Al Midi “ ibarat dari kesamaan antara furu` dengan ashal dalam `illat

yang diistimbathkan dari hukum ashal “.

Rukun ( unsur qiyas ) :

1. Hal yang telah ditetapkan hukumnya oleh pembuat hukum ( ashal atau

maqis `alaih atau musyabbah bihi ).

Page 11: Fiqh 3

Rian Riswanda 1146000138

2. Hal yang belum ditemukan hukumnya secara jelas dalam nash syara`

( maqis atau furu` atau musyabbah ).

3. Hukum ashal, yaitu hukum yang disebutkan sendiri oleh syari`.

4. `Illat hukum yang terdapat pada ashal dan terlihat pula oleh mujtahid

pada furu`.