fistula rektovaginalis didefinisikan dengan adanya saluran yang dibatasi jaringan epitel...
TRANSCRIPT
-
8/22/2019 Fistula Rektovaginalis Didefinisikan Dengan Adanya Saluran Yang Dibatasi Jaringan Epitel Menghubungkan Rektu
1/7
Fistula rektovaginalis didefinisikan dengan adanya saluran yang dibatasi jaringan epitel
menghubungkan rektum dengan vaginal. Fistula ini sangat jarang dan terjadi 5% dari fistula
anorektalis. Pada pasien dengan keganasan ginekologik, terjadinya fistula rektovaginalis
lebih banyak terjadi karena infiltrasi tumor itu sendiri atau radiasi di daerah pelvis.
Tidak ada klasifikasi khusus untuk mendiskripsikan fistula rektovaginalis, biasanya hanya
berdasarkan penyebab, lokasi, dan ukuran dari fistula itu sendiri. Fistula rektovaginalis
sederhana meliputi ukuran fistula yang kecil, melibatkan vagina bagian distal, dan
disebabkan oleh trauma atau infeksi, sedangkan yang komplek ukuran fistula lebih besar,
melibatkan vagina bagian proksimal dan disebabkan karena neoplasma, penyakit infeksi usus
dan terapi radiasi.
Frekuensi fistula rektovaginalis post radiasi kurang dari 5%. Rektum adalah tempat yang
sering mengalami perlukaan dengan peningkatan dosis terapi radiasi setelah 2-5 tahun.
Toleransi rektum terhadap dosis radiasi adalah 45-5- Gy dan insiden terjadinya perlukaan
gastrointestinal terjadi pada dosis lebih dari 50 Gy.
Sebab lain yang dapat meningkatkan komplikasi gastrointestinal adalah diabetes, penyakit
jantung, hipertensi, usia lanjut, merokok sigaret, kemoterapi sebelumnya dan operasi daerah
pelvis sebelumnya, termasuk histerektomi.
Perlukaan usus yang berhubungan dengan radiasi meliputi proktitis dan ulserasi yang dapat
menyebabkan komplikasi akut maupun kronik. Kejadian proktitis berhubungan dengan dosis
radiasi dan volume rektum yang terkena radasi. Daerah yang mengalami perlukaan dapat
menimbulkan terjadinya fistula karena jaringan yang diradiasi mengalami penurunan
kemampuan regenerasi dan tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri. Karena alasan ini,
biasanya tidak dilakukan biopsi pada daerah yang teradiasi, kecuali dengan kecurgaan
keganasan.
Tabel 1. Penyebab fistula rektovaginalis
-
8/22/2019 Fistula Rektovaginalis Didefinisikan Dengan Adanya Saluran Yang Dibatasi Jaringan Epitel Menghubungkan Rektu
2/7
Trauma obstetrik
I nf lammatory bowel disease:Corhns Disease
Operasi daerah pelvis sebelumnya
Infeksi: tuberculosis, limfogranuloma venerum,
skistosomasis, divertikulitis
Kanker: ginekologik, anorektal (anal-rektum)
Terapi radiasi
Gejala
Keluhan flatus dan keluar feses melalui vagina, adalah gejala yang paling banyak dikeluhkan
pasien dengan fistula rektovaginalis. Pada wanita dengan fistula yang sangat kecil, flatus
mungkin merupakan satu-satunya keluhan, tetapi pada wanita yang fesesnya berbentuk cair,
timbul bau dan cairan yang berbau busuk dari vagina dan dapat terjadi vaginitis kronik
sampai berulang dan ekskorisasi pada kult perianal.
Timbulnya dispareuni disebabkan oleh infeksi dan fibrosis. Fistula yang besar dapat
menyebabkan keluarnya feses dalam bentuk padat melalui vagina.
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan dimulai dari anamnesis meliputi riwayat penyakit yang diderita yang mungkin
dapat menyebabkan terjadinya fistula. Harus ditanyakan tentang operasi sebelumnya, terapi
radiasi di daerah pelvis yang pernah dijalani dan penyakit infeksi usus. Riwayat adanya repair
fistula juga harus ditanyakan, karena pada jaringan fibrosis terdapat suplai darah yang buruk,
sehingga mempengaruhi keberhasilan terapi bedah selanjutnya.
Penyakit Crohns harus dipertimbangkan sebagai sebab potensial pada pasien dengan
kecenderungan fistula berulang dan tidak mempunyai faktor risiko lain.
-
8/22/2019 Fistula Rektovaginalis Didefinisikan Dengan Adanya Saluran Yang Dibatasi Jaringan Epitel Menghubungkan Rektu
3/7
Penyebab fistula dapat diperkirakan melalui inspeksi dan palpasi pada vagina. Sebagai
contoh, tanda yang nyata dari infeksi atau abses menunjukkan fistula terjadi karena proses
infeksi. Dan sebaliknya, fistula yang tampak pada inspeksi yang terlihat atau teraba massa di
apeks vagina mengindikasikan adanya tumor pelvik.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditentukan posisi, ukuran, dan hubungannya dengan spingter.
Diagnosis fistula rektovaginalis dapat ditegakkan jika pada pemeriksaan spekulum ditemukan
feses dan lubang pada vagina yang menunjukkan adanya hubungan vagina dengan rektum.
Kolposkopi dapat digunakan untuk mengindentifikasi pembukaan fistula, yang tampak
sebagai daerah mukosa rektum yang berwarna merah gelap dengan kontras dibandingkan
dengan mukosa vagina disekitarnya.
Fistula juga dapat ditentukan dengan pemeriksaan bimanual. Derajat inkontinensia fekal juga
harus ditentukan. Fistula yang berasal dari usus halus harus dipikirkan pada pasien dengan
keluhan feses padat keluar dari vagina. Pada pasien ini, ekskoriasi yang terjadi pada vulva
dan vagina mungkin juga berasal dari enzim pencernaan yang berhubungan dengan kulit.
Kanker persisten atau rekuren juga merupakan penyebab yang mungkin menyebabkan fistula
rektvaginalis. Jika didapatkan kecurigaan keganasan, pada tempat fistula dilakukan biopsi
untuk konfirmasi, sehingga terapi terhadap neoplasmanya lebih terarah. Secara umum,
sebaiknya jika pada tempat fistula ditemukan mukosa yang mengalami inflamasi, ulserasi dan
terdapat massa, dianjurkan untuk dilakukan biopsi. Pada repair fistula letak rendah, lokasi
fistula harus dicatat sehubungan dengan letak muskulus spingter ani eksternus. Muskulus
spingter dan dasar panggul harus dinilai sebelum operasi karena mungkin dapat terjadi defek
yang mengganggu fungsinya.
Pada fistula letak rendah ini, mungkin gangguan kecil pada spingter tidak ditemukan secara
nyata karena fistula sendiri memberikan tekanan yang rendah diatas spingter. Pada kasus
seperti ini, pasien yang menjalani repair fistula, post operasinya mungkin terjadi
-
8/22/2019 Fistula Rektovaginalis Didefinisikan Dengan Adanya Saluran Yang Dibatasi Jaringan Epitel Menghubungkan Rektu
4/7
inkontinensia, karena terjadinya defek pada spingter tidak terdiagnosis. Ultrasonografi
transvaginal atau endoanal, dengan manometer dapat digunakan untuk menilai integritas
spingter secara kompleks.
Tes identifikasi
Tes yang sering digunakan untuk memeriksa ada tidaknya fistula rektovaginalis adalah
methylene blue test, dengan menempatkan tampon pada vagina, sementara itu pada rektum
dimasukkan cairan metilen blue. Warna biru yang membasahi tampon setelah 10-15 menit
mengindikasikan terdapatnya fistula. Jika tes ini negatif, mungkin memang tidak ada fistula,
atau ada fistula tetapi dari struktur lain, misalnya usus halus atau kolon. Tes lain yang dapat
dilakukan adalah menempatkan pasien dalam posisi litotomi atau tredenleburg dan mengisi
vagina dengan air. Kemudian udara dimasukkan kedalam rektum, adanya gelembung udara
menunjukkan keberadaan dan lokasi fistula. Pasien dapat mempunyai lebih dari 1 fistula,
yang dapat mempengaruhi organ pelvik.
CT scan dan MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi lokasi fistula, organ pelvik yang
terkena, juga keberadaan tumor. Tanda diagnostik adanya fistula yang dapat ditunjukkan oleh
CT scan adalah ditemukan kontras, udara, dan atau cairan di septum vagina.
Kontras yang sering digunakan adalah watersoluble vaginogram, gastrograffin enema,
barium enema, atau fistulogram, dapat membantu menegakkan diagnosis atau menentukan
lokasi fistula rektovaginalis Batas fistula pada vagina dan rektum harus ditentukan. Untuk
fistula letak rendah (bagian bawah rektum), pemeriksaan visual secara langsung dengan
proktoskopi atau anoskopi dapat membantu mengidentifikasi bagian rektum yang menjadi
fistula.
Pilihan terapi
Pilihan terapi melalui pendekatan transabdominal, transanal, transperineal, atau transvaginal.
Terapi yang dipilih tergantung dari kemampuan ahli bedah, ada tidaknya defek pada spingter,
-
8/22/2019 Fistula Rektovaginalis Didefinisikan Dengan Adanya Saluran Yang Dibatasi Jaringan Epitel Menghubungkan Rektu
5/7
penyebab, perubahan anatomi yang terjadi, dan lokasi fistula. Pendekatan apapun yang akan
ditempuh harus mengingat kondisi jaringan yang akan dikoreksi harus bebas dari inflamasi
dan infeksi. Terapi kanker yang masih berjalan harus dihentikan, mengingat terdapatnya
fistula mungkin akan berkembang menjadi infeksi. Meskipun beberapa fistula dapat menutup
kembali dengan manajemen konservatif, banyak pasien membutuhkan tindakan operatif
dengan tambahan kolostomi atau reseksi lokal saja. Fistula yang disebabkan oleh terapi
radiasi, penyakit Crohns, atau neoplasma jarang menutup sendiri tanpa dilakukan tindakan
operatif.
Fistula yang berhubungan dengan infeksi kronik biasanya dilakukan tindakan operatif
bertingkat. Artinya pada pasien seperti ini dilakukan dahulu kolostomi (diverting colostomy),
kemudian fistula dapat diperbaiki setelah infeksi terlokalisir dan sudah proses inflamasi
sudah menyembuh. Kolostomi dikerjakan dahulu, kemudian setelah daerah dengan fistula
diperbaiki, maka kolostomi dapat disambung kembali. Kerusakan jaringan yang ditimbulkan
oleh tumor dan keadaan umum pasien yang lemah seringkali menjadikan alasan dilakukan
kolostomi permanen.
Jaringan yang mendapat radiasi dengan dosis besar, mungkin tidak dapat menyembuh dengan
sendirinya dan tindakan operatif dapat menyebabkan komplikasi, seperti kebocoran yang
menyambung (anastomotic leak), abses dan perluasan fistula.
Pendekatan transanal, banyak dipilih oleh sebagian besar ahli bedah, sedangkan ahli
kandungan lebih memilih pendekatan transvaginal. Keuntungan pendekatan ini adalah adanya
akses langsung untuk memperbaiki fistula. Paparannya juga lebih sedikit dibanding
pendekatan secara vaginal. Prosedur yang sering dilakukan adalah dengan pembentukan flap.
Pasien ditempatkan dengan posisiprone jackknife.
Sebelum operasi dilakukan proktoskopi untuk mengirigasi rektum bagian bawah dan
menghilangkan sisa-sisa dari preparasi kolon sebelumnya. Kemudian ditempatkan retraktor
-
8/22/2019 Fistula Rektovaginalis Didefinisikan Dengan Adanya Saluran Yang Dibatasi Jaringan Epitel Menghubungkan Rektu
6/7
ke dalam rektum untuk menampakkan fistula, sementara perineum dan vagina dibersihkan
dengan antiseptik. Untuk lebih menampakkan rektum dapat juga dilakukan 4 jahitan pada
batas anus yang dikaitkan pada kulit perianal. Insisi curvelinier dibuat mulai dari dentate line
sampai kira-kira - melingkari daerah anal kanal. Mukosa daerah ini diinfiltrasi dengan
larutan epinefrin untuk membantu menjaga hemostasis akibat diseksi. Diseksi dapat
dilakukan dengan elektrokauter. Flap harus terdiri dari mukosa, submuka dan muskulus
sirkuler. Flap yang diangkat berukuran 4-5 cm dengan dasarnya paling tidak 2x lebar
apeknya. Diseksi dilakukan pada cephalad direction sampai flap dapat dengan mudah
menutupi fistula tanpa tekanan. Jika fistula telah tertutupi oleh flap, bagian distal flap yang
terdiri dari bagian fistula itu sendiri, dieksisi. Diseksi fistula diperdalam sampai septum
rektovaginal, jaringan dijepit dengan Allis klem untuk membantu membuka daerah yang akan
diseksi sampai daerah luka. Jika diseksi telah sampai ke dinding vagina, m.spingter internus
dimobilisasi dari posisi lateral dan didekatkan sampai menutup vagina. Kemudian flap dijahit
diatas muskulus ini, dengan jahitan interrupted, benang monofilament 3-0 yang bersifat
absorben.
Prosedur transanal flap ini sangat baik untuk pasien dengan fistula yang tidak terjadi
inkontinensia fekal atau gangguan pada muskulus spingter.
Pendekatan transperineal mempunyai risiko kegagalan dan gangguan fungsi yang tinggi
daripada transanal. Fistulotomi saja, yaitu tindakan untuk memperbaiki fistula yang terbentuk
akibat rupture perineum derajat 4, tidak dapat langsung dikerjakan. Fistulotomi
dikombinasikan dengan perineoproktotomi yang diikuti jahitan 1 lapis adalah pendekatan
yang ideal untuk fistula dengan defek spingter. Pada tindakan ini, setelah dilakukan preparasi
kolon, pasien ditempatkan dalam posisi litotomi, fistula diidentifikasi, kemudian kulit,
jaringan lemak, muskulus spingter (jika ada), rektum dan dinding vagina diidentifikasi dan
dipisahkan, sehingga tampak fistula melalui perineal cloaca. Fistula kemudian dieksisi.
-
8/22/2019 Fistula Rektovaginalis Didefinisikan Dengan Adanya Saluran Yang Dibatasi Jaringan Epitel Menghubungkan Rektu
7/7
Mukosa rektum dan vagina diseksi dari muskulus spingter dan septum fistula kemudian
dijahit sendiri-sendiri dengan benang monofilamen absorben. Dinding rektum kemudian di
imbirikasi untuk membantu tekanan di daerah anal kanal, sehingga meningkatkan
kontinensia. Muskulus spingter eksternus dijahit overlapping dengan spingteroplasti tanpa
menimbulkan fistula. Pada saat repair ini sangat penting untuk memobilisasi muskulus dari
posisi lateralnya ke setiap fosa iskiorektal. Setelah operasi pasien dipondokkan 2-3 hari,
dengan diberikan analgetik dan perawatan luka. Dilaporkan keberhasilan dari pendekatan ini
mencapai 85%-100%.
Pada pendekatan transvaginal, untuk tindakan ini, persiapan pasien sama dengan pendekatan
transanal, tetapi posisi pasien litotomi. Fistula diidentifikasi, lapisan submukosa dinding
vagina posterior diinfiltrasi dengan larutan epinefrin untuk menjaga hemostasis dan
mengidentifikasi jaringan yang akan diinsisi. Insisi dilakukan melingkari fistula pada dinding
posterior vagina. Setelah mucosa vagina diangkat, dilakukan eksisi pada saluran fistula
sampai mencapai rektum. Jahitan konsententrik dilakukan pada septum rektovaginal sehingga
tidak terjadi pertemuan antara rektum dan vagina. Setelah itu mukosa vagina ditutup.
Kadang-kadang levatorplasti juga dilakukan pada pendekatan ini. Penutupan levator ani
seringkali dapat menyebabkan streng dinding vagina dan rektum yang dijahit.