fix makalah ra
TRANSCRIPT
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
1/29
DAFTAR ISI
Daftar isi .................................................................................................................................... 1
BAB I : Pendahuluan .................................................................................................... 2
BAB II : Laporan kasus ................................................................................................ 3
BAB III : Pembahasan ..................................................................................................... 4
BAB III : Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 11
BAB IV : Kesimpulan ................................................................................................... 28
Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 29
1
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
2/29
BAB I
PENDAHULUAN
Artritis reumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi
sestemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Manifestasi klinik
klasik AR adalah poliartritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan
dan kaki. Selain lapisan sinovial sendi, AR juga bisa mengenai organ-organ diluar persendian
seperti kulit, jantung, paru-paru, dan mata. Mortalitasnya meningkat akibat adanya komplikasi
kardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal, keganasan, dan adanya komorbiditas. Menegakkan
diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan progresifitas penyakit.Metode terapi yang dianut saat ini adalah pendekatan piramid terbalik (reverse pyramid),
yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat pemburukan penyakit. Bila
tidak mendapatkan terapi yang adekuat, akan terjadi destruksi sendi, deformitas, dan
disabilitas. Morbiditas dan mortalitas AR berdampak terhadap kehidupan sosial dan ekonomi.
Kemajuan yang cukup pesat dalam pengembangan DMARD biologik, memberi harapan baru
dalam penatalaksanaan penderita AR.1
2
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
3/29
BAB II
LAPORAN KASUS
Wanita 40 tahun, perokok, datang berobat kepada anda, seorang GP dengan keluhan
nyeri pangkal jari-jari tangan. Pada anamnesis dan pemeriksaan selanjutnya, sendi yang nyeri
dan bengkak, serta kemerahan, teraba hangat, pada kedua tangan di metacarpophalangeal.
Pasien sedang minum obat-obat tbc dalam 6 bulan ini. Pemeriksaan darah hematologi rutin:
Hb : 12 g% Hitung jenis : 0/2/2/70/20/6
Leukosit : 7500 /mm3
LED : 25 mm/jam
Pada pemeriksaan lebih lanjut, ternayata pagi hari sendi-sendi pangkal jari-jari tangan kiri dan
kanan kaku lebih dari 1 jam. Rupanya keluhan tersebut telah berlangsung sekitar 2 bulan,
Pasien sudah minum obat-obat rematik sendiri. Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan
asam urat 9 mg/dL dan RF (-).
3
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
4/29
BAB III
PEMBAHASAN
Masalah
No Masalah Dasar Masalah Hipotesis
1. Wanita, 40 tahun,
perokok.
Adanya hormon estrogen pada wanita
yang dapat mempengaruhi insiden
penyakit.
Faktor resiko dan
faktor predisposisi
2. Nyeri pangkal jari-
jari tangan
Terdapat sendi yang nyeri dan bengkak,
serta kemerahan, teraba hangat, pada
kedua tangan di metacarpophalangeal.
Osteoathritis, Atritis
Reumatoid, Gout
3. Kekakuan Sendi-sendi pangkal jari-jari tangan kiri
dan kanan kaku lebih dari 1 jam sejak 2
bulan lalu.
Atritis Reumatoid
Hipotesis
1. Osteoathritis
Suatu gangguan sendi yang dapat digerakkan dan bersifat kronis, berjalan
progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai dengan abrasi rawan sendi serta
pembentukan tulang baru pada permukaan sendi. Osteoatritis lebih lazim terjadi pada
wanita daripada pria, terutama pada wanita yang berusia lebih dari 45 tahun.
Gambaran osteoatritis yang paling sering adalah nyeri sendi, terutama saat
bergerak atau menyangga tubuh. Nyeri tumpul ini akan berkurang bila pasien
beristirahat. Dapat terjadi kekakuan sendi setelah sendi tidak digerakkan, tetapi
kekakuan ini akan menghilang setelah sendi digerakkan. Kekakuan biasanya hanya
bertahan selama beberapa menit. Perubahan khas terjadi pada tangan, terbentuknya
Nodus Heberden (pembesaran tulang pada sendi interfalang distal). Selain itu, terjadi
juga perubahan khas pada tulang vertebra.
2. Atritis Reumatoid
Gangguan kronik yang mengenai banyak sistem organ. Gangguan ini
4
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
5/29
diperantarai oleh sistem imun. Atritis reumatoid menyerang perempuan sekitar dua
setengah kali lebih sering daripada laki-laki, dengan insiden puncak antara usia 40
sampai 60 tahun.2
Beberapa gambaran klinis yang lazim mencakup, antara lain adanya gejala-
gejala konstitusional (lelah, anoreksia, demam, berat badan menurun), poliatritis
simetris, kekakuan sendi di pagi hari lebih dari 1 jam, nodul rematoid, dan manifestasi
ekstra-artikular. Terdapat kriteria diagnostik untuk mendiagnosis atritis reumatoid,
dmana diagnosis akan dikatakan positif apabila memenuhi empat dari tujuh kriteia
yang ada.
3. Gout
Gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat
(hiperurisemia). Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan
akibat langsung dari pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat
penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam
urat yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat akibat proses penyakit
lain atau pemakaian obat-obat tertentu. Adapun terdapat empat stadium gout, yaitu
yang pertama adalah hiperurisemia asimptomatik, stadium kedua adalah atritis goutakut, ketiga adalah serangan gout akut, dan keempat adalah stadium gout kronik.
Metode Kerja
A. Anamnesis
- Identitas : Ny. X
- Umur : 40 tahun
- Jenis Kelamin : Wanita
- Pekerjaan : -
- Status : -
-Alamat : -
5
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
6/29
- Keluhan utama : nyeri pangkal jari-jari tangan
Adapun anamnesis tambahan yang dapat ditanyakan pada pasien, yaitu:
Riwayat penyakit sekarang
- Apakah terdapat kekakuan pada pagi hari?
- Apakah kekakuan hilang jika sendi tersebut digerakkan?
- Apakah ada nyeri lain yang dirasakan selain di pergelangan tangan?
Riwayat keluarga
- Apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami gejala serupa?
Riwayat kebiasaan
- Apakah pasien suka makanan yang berlemak?
- Apakah pasien sedang atau pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu?
B. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan pemeriksaan fisik pasien didapatkan hasil yaitu:
- Sendi yang nyeri dan bengkak, serta kemerahan, teraba hangat, pada kedua tangan
di metacarpophalangeal.
- Sendi-sendi pangkal jari-jari tangan kiri dan kanan kaku lebih dari 1 jam.
Masalah yang didapatkan dari pemeriksaan fisik pasien, yaitu adanya proses inflamasi, atritisyang simetris serta kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam.
Adapun beberapa gambaran atau manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada Atritis
Reumatoid, antara lain:
a. Gejala-gejala konstitusional
misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang
kelelahan dapat demikian hebatnya.
6
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
7/29
b. Poliartritis simetris
(peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk
sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari
tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan
bebas) dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam
dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda
dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang
biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
d. Artritis erosif
merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan
sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
e. Deformitas
kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran
ulna atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari,
deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang
sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang
timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat
terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam
melakukan gerakan ekstensi.
f. Nodula-nodula reumatoid
massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita
rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi
siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian
tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini
biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
g. Manifestasi ekstra-artikular
Atritis rheumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata,
menyebabkan keratokonjungtivitis, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai
perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid
dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan
disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.2,3
C. Pemeriksaan laboratorium
7
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
8/29
Adapun pemeriksaan laboratorium pada pasien ini, yaitu:
Pemeriksaan darah hematologi rutin:
- Hb : 12 g% (12-16 g%)
- Leukosit : 7500 /mm3 (5000-10.000/mm3)
- Hitung jenis : 0/2/2/70/20/6
Basofil : 0 (0 1%)
Eosinofil : 2 (1 3%)
Neutrofil batang : 2 (2 6%)
Neutrofil segmen : 70 (50 70%)
Limfosit : 20 (20 40%)
Monosit : 6 (2 8%)
- LED : 25 mm/jam (< 20 mm/jam)
- Asam urat : 9 mg/dL (2,4-5,7 mg/dL)5
- Faktor reumatoid (-)
Masalah yang didapatkan dari pemeriksaan laboratorium pasien ini adalah:
- LED yang tinggi, menggambarkan adanya suatu inflamasi kronis.
- Hiperurisemia, terjadi pada pasien ini dikarenakan pasien sedang mengkonsumsi obat-
obatan TBC. Kemungkinan peningkatan ini disebabkan karena pasien mengkonsumsipirazinamid, dimana obat tersebut mempunyai efek samping pada peningkatan asam
urat dalam tubuh.
D. Diagnosis
Adapun kriteria diagnosis pada Atritis Reumatoid antara lain:
1. Kriteria diagnostik menurut American Collage of Rheumatology 1987
8
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
9/29
Gejala dan Tanda Definisi
Kaku pagi hari
(morning stiffness)
Kekakuan pada sendi dan sekitarnya yang berlangsung paling sedikit selama 1 jam
sebelum perbaikan maksimal
Artritis pada 3
persendian atau
lebih
Paling sedikit 3 sendi secara bersamaan menunjukkan pembengkakan jaringan lunak
atau efusi
Artritis pada
persendian tangan
Paling sedikit ada satu pembengkakan (seperti yang disebutkan diatas) pada sendi :
pergelangan tangan, MCP atau PIP
Artritis yang
simetrik
Keterlibatan sendi yang sama pada kedua sisi tubuh secara bersamaan
Nodul reumatoid Adanya nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang, permukaan ekstensor, atau daerah
juxtaartikular
Faktor reumatoid
serum positif
Adanya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan metode apapun,
yang memberikan hasil positif < 5% pada kontrol subyek normalPerubahan gambar
radiologis
Terdapat gambaran radiologis yang khas untuk artritis reumatoid pada foto
posteroanterior tangan dan pergelangan tangan
Kriteria diagnostik menurut American Collage of Rheumatology, biasanya digunakan pada
diagnosis dini dari Atritis Reumatoid. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan lainnya,
pasien ini hanya memenuhi 3 kriteria diagnostik di atas, antara lain kekakuan di pagi hari,
atritis pada sendi jari-jari tangan, dan atritis yang simetris.
2. Kriteria diagnostik menurut ACR & European League Againts Rheumatism (EULAR)
2011
Kriteria Skor
Keterlibatan sendi
1 sendi besar
2-10 sendi besar
1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)
4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)
> 10 sendi
0
1
2
35
Serologi
RF negatif dan ACPA negatif
RF positif-rendah atau ACPA positif-rendah
RF positif-tinggi atau ACPA positif-tinggi
0
2
3
Reaktan fase akut
CRP normal dan LED normal
CRP abnormal atau LED abnormal
0
1
Durasi dari gejala
< 6 minggu 0
9
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
10/29
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
11/29
hidrosiklorokuin atau klorokuin fosfat sering digunakan sebagai terapi awal, tetapi pada kasus
yang lebih berat, MTX atau kombinasi terapi mungkin digunakan sebagai terapi lini pertama.
F. Prognosis
Ad Vitam : ad bonam
Ad Functionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
EPIDEMIOLOGI
Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi AR relatif konstan yaitu berkisar antara
0,5-1%. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan Chippewa Indian masing-
masing sebesar 5,3% dan 6,8%. Prevalensi AR di India dan di negara barat kurang lebih sama
yaitu sekitar 0,75%. Sedangkan di China, Indonesia, dan Philipina prevalensinya kurang dari
0,4% baik di daerah urban maupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengahmendapatkan prevalensi AR sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban.
Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malang pada penduduk berusia diatas 40 tahun
mendapatkan prevalensi sebesar 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah kabupaten.
Di klinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, kasus baru AR merupakan
4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan pada periode Januari sampai dengan Juni 2007
didapatkan sebanyak 203 kasus AR dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 2.346 orang
(15,1%). Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian
11
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
12/29
tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan kelima.6
ETIOLOGI
Faktor Genetik
Etiologi AR tidak diketahui secara pasti. Terdapat interaksi uang kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian AR, dengan
angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan dengan gen HLA-DRB1
dengan kejadian AR telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga
berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode
aktivator reseptornuclear factor kappa B (NF-B). Gen ini berperan penting dalam resorpsi
tulang pada AR. Faktor genetik juga berperan penting dalam terapi AR karena aktivitas enzim
seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurin methyltransferase untuk
metabolisme methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik. Pada kembar
monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada
orang kulit putih dengan AR mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai angka
kesesuaian sebesar 80%.
Hormon Sex
Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga
diduga hormon sex berperan dalam perkembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan
bahwa terjadi perbaikan gejala AR selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena: 1. Adanya
aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan
fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit. 2. Adanya perubahan profil
hormon. Placental cortocotropin-releasing hormon secara langsung menstimulasi sekresi
dehidroepiandrosteron (DHEA), yang merupakan androgen utama pada perempuan yang
dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen bersifat imunosupresif terhadap respon imun
selular dan humoral. DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta.
Estrogen dan progesteron menstimulasi respon imun humoral (Th2) dan menghambat respon
imun selular (Th1). Oleh karena pada AR respon Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan
progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan AR. Pemberian
kontrasepsi oral dilaporkan mencegah perkembangan AR atau berhubungan denganpenurunan insiden AR yang lebih berat.
12
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
13/29
Faktor Infeksi
Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit AR. Organisme ini
diduga menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T
sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan antigen infeksi yang
secara nyata terbukti sebagai penyebab penyakit.
ProteinHeat Shock(HSP)
HSP adalah keluarga protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai
respon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. HSP
tertentu manusia dan HSP mikrobakterium tuberkulosis mempunyai 65% untaian yang
homolog. Hipotesisnya adalah antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dansel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan
reaksi imunologis. Dan mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul (molecular
mimicry).
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya AR antara lain jenis
kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita AR, umur lebih tua, paparan
salisilat dan merokok. Konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir sehari, khususnya kopi
decaffeinated mungkin juga beresiko. Makanan tinggi vitamin D, konsumsi teh dan
penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan penurunan resiko. Tiga dari perempat
perempuan dengan AR mengalami perbaikan gejala yang bermakna selama kehamilan dan
biasanya kambuh kembali setelah melahirkan.
PATOGENESIS
Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi dan fibroblas sinovial setelah
adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi.
Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau
sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang ireguler pada jaringan sinovial yang mengalami
inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan sendidan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan
13
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
14/29
dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik.
Peran Sel T
Induksi respon sel T pada AR diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan
share epitope dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptida pada
antigen-presenting cell (APC) sinovium atau sistemik. Molekul tambahan (accessory) yang
diekspresikan oleh APC antara lain ICAM-1 (intracellural adhesion molucle-1) (CD54),
OX40L (CD252), inducible costimulator (ICOS) ligand (CD275), B7-1 (CD80) dan B7-2
(CD86), berpartisipasi dan aktivasi sel T melalui ikatan dengan lymphocyte function-
associated antigen (LFA)-1 (CD11a/CD18), OX40 (CD134).
ICOS (CD278), dan CD28. Fibroblast-like synoviocytes (FLS) yang aktif juga mungkinberpartisipasi dalam presentasi antigen dan mempunyai molekul tambahan seperti FLA-3
(CD58) dan ALCAM (activated leukocyte cell adhesion molecule) (CD166) ang berinteraksi
dengan sel T yang mengekspresikan CD2 dan CD6. Interleukin (IL)-6 dan transforming
growth factor-beta (TGF-) kebanyakan berasal dari APC aktif, signal pada sel Th17
menginduksi pengeluaran IL-17.
IL-17 mempunyai efek independen dan sinergistik dengan sitokin proinflamasi lainnya (TNF-
dan IL-1) pada sinovium, yang menginduksi pelepasan sitokin, produksi metaloproteinase,
ekspresi ligan RANK/RANK (CD265/CD245), dan osteoklastogenesis. Interaksi CD40L
(CD154) dengan CD40 juga mengakibatkan aktivasi monosit/makrofag (Mo/Mac) sinovial,
FLS, dan sel B. Walaupun kebanyakan pada penderita AR didapatkan adanya sel T regulator
CD4+CD25hi pada sinovium, tetapi tidak efektif dalam mengontrol inflamasi dan mungkin di
non-aktifkan oleh TNF- sinovial. IL-10 banyak didapatkan pada cairan sinovial tetapi
efeknya pada regulasi Th17 belum diketahui.
Peran Sel B
Peran sel B dalam imunopatogenesis AR belum diketahui secara pasti, meskipun
sejumlah oeneliti menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari keterlibatan sel B.
keterlibatan sel B dalam patogenesis AR diduga melalui mekanisme sebagai berikut:
1. Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal kostimulator yang penting untuk
clonal expansion dan fungsi efektor dari sel T CD4+.
2. Sel B dalam membran sinovial AR juga memproduksi sitokin proinflamsi seperti TNF-
14
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
15/29
dan kemokin.
3. Membran sinovial AR mengandung banyak sel B yang memproduksi faktor reumatoid
(RF). AR dengan RF positif (seropositif) berhubungan dengan penyakit artikular yang lebih
agresif, mempunyai prevalensi manifestasi ekstraartikular yang lebih tinggi dan angka
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. RF juga bisa mencetuskan stimulus diri sendiri
untuk sel B yang mengakibatkan aktivasi dan presentasi antigen kepada sel Th, yang pada
akhirnya proses ini juga akan memproduksi RF. Selain itu kompleks imun RF juga
memperantai aktivasi komplemen, kemudian secara bersama-sama bergabung dengan reseptor
Fcg, sehingga mencetuskan kaskade inflamasi.
4. Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci dalam patogenesis AR. Bukti terbatu
menunjukan bahwa aktivasi ini sangan tergantung kepada adanya sel B. berdasarkan
mekanisme diatas, mengindikasikan bahwa sel B berperan penting dalam penyakit AR,
sehingga layak dijadikan target dalam terapi AR.
Peranan potensial sel B dalam regulasi respon imun pada AR.
Sel B matur yang terpapar oleh antigen dan stimulasi TLR (Toll-like receptor ligand) akan
berdiferensiasi menjadi short-lived plasma cells atau masuk kedalam reaksi GC (germinal
center) sehingga berubah menjadi sel B memori dan long-lived plasma cells yang dapat
memproduksi autoantibodi. Autoantibodi membentuk kompleks imun yang selanjutnya akan
mengaktivasi sistem imun melalui reseptor Fc dan reseptor komplemen yang terdapat pada sel
target. Antigen yang diproses oleh sel B mature selanjutnya disajikan kepada sel T sehingga
menginduksi diferensiasi sel T efektor untuk memproduksi sitokin proinflamasi, dimana
sitokin ini diketahui secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam destruksi tulang
dan tulang rawan. Sel B mature juga dapat berdiferensiasi menjadi sel B ang memproduksi
IL-10 yang dapat menginduksi respon autorektif sel T.
MANIFESTASI KLINIS
Onset
Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, artritis simetris terjadi dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih 15% dari
penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari sampai beberapa
minggu. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai onset fulminant berupa artritis
15
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
16/29
polioartikular, sehingga diagnosis AR lebih mudah ditegakkan. Pada 8-15% penderita, gejala
muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi). Artritis sering kali diikuti oleh
kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau lebih. Beberapa
penderita juga mempunyai gejala konstitusional berupa kelemahan, kelelahan, anoreksia dan
demam ringan.
Manifestasi Artikular
Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada banyak sendi,
walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa sendi saja.
Walaupun tanda kardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan dan teraba hangat) mungkin
ditemukan pada awal penyakit atau selama kekambuhan (flare), namun kemerahan dan
perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik.
Penyebab artritis pada AR adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada membran sinovial
yang membungkus sendi. Pada umumnya sendi yang terkena adalah persendia tangan, kaki
dan vertebra servikal, tetapi persendian besar seperti bahu dan lulut juga bisa terkena.
Sendi yang terlibat pada umumnya simetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak ada
simetris. Sinotivitis adkan menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas
dan kehilangan fungsi. Ankilosis tulang (destruksi sendi disertai kolaps dan pertumbuhan
tulang yang berlebihan) bisa terjadi pada beberapa sendi khususnya pada pergelangan tangan
dan kaki. Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang
proksimal dan metakarpofalangeal. Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah
terlibat.
Tabel 2: Sendi yang terlibat pada artritis reumatoid
Sendi yang terlibat Frekuensi keterlibatan (%)Metacarpophalangeal (MCP) 85
Pergelangan tangan 80
Proximal interphalangeal (PIP) 75
Lutut 75
Metatarsophalangeal (MTP) 75
Pergelangan kaki (tibiotalar + subtalar) 75
Bahu 60
Midfoot (tarsus) 60
Pinggul (Hip) 50
Siku 50
Acromioclavicular 50
Vertebra servikal 40
Temporomandibular 30
Sternoclavicular 30
16
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
17/29
Manifestasi Ekstraartikular
Walaupun artritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi AR merupakan penyakit
sistemik sehingga banyak penderita juga mempunyai manifestasi ekstraartikular. Manifestasi
ekstraartikular pada umumnya didapatkan pada penderita yang mempunyai titer faktor
reumatoid (RF) serum tinggi. Nodul reumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling
sering dijumpai, tetapi biasanya tidak ditemukan di daerah ulna, olekranon, jari tangan,
tendon achilles atau bursa olekranon. Nodul reumatoid hanya ditemukan pada penderita AR
dengan faktor reumatoid positif (sering titernya tinggi) dan mungkin dikelirukan dengan tofus
gout, kista ganglion, tendon xanthoma atau nodul yang berhubungan dengan demam
reumatik, lepra, MCTD, atau multicentricreticulohistiocytosis. Manifestasi paru juga bisa
didapatkan, tetapi beberapa perubahan patologik hanya ditemukan saat otopsi. Beberapa
manifestasi ekstraartikuler seperti vaskulitis danFelly syndrome jarang dijumpai, tetapi sering
memerlukan terapi spesifik.
Tabel 3: Manifestasi ekstraartikuler dari artritis reumatoid
Sistem Organ Manifestasi
Konstitusional Demam, anoreksia, kelelahan (fatigue), kelemahan, limfadenopati
Kulit Nodul reumatoid, accelerated rheumatoid nudulosis, pyoderma gangrenosum, interstisial
granulomatosus dermatitis with arthritis, palisaded neutrophilic dan granulomatosis
dermatitis, rheumatoid neutrophilic dermatitis, dan adult-onset Still disease
Mata Sjgren syndrome (keratokonjungtivitis sicca), scleritis, episcleritis, scleromalacia
Kardiovaskular Perikarditis, efusi perikardial, endokarditis, valvulitis
Paru-paru Pleuritis, efusi pleura, interstisial fibrosis, nodul reumatoid pada paru, Caplans syndrome
(infiltrat nodular pada paru dengan peneumoconiosis)
Hematologi Anemia penyakit kronik, trombositosis, eosinofilia, Felty syndrome (AR dengan
neutropenia dan splenomegali)
Gastrointestinal Sjgren syndrome (xerostomia), amyloidosis, vaskulitis
Neurologi Entrapment neuropathy, myelopathy/myositis
Ginjal Amyloidosis, renal tubular asidosis, interstisial nephritis
Metabolik Osteoporosis
Deformitas
Kerusakan struktur artikular dan periartikular (tendon dan ligamentum) menyebabkan
terjadinya deformitas.
Tabel 4: Bentuk-bentuk deformitas pada AR
Bentuk deformitas Keterangan
Deformitas leher angsa (swan-neck) Hiperekstensi PIP dan fleksi DIP
Deformitas boutonni re Fleksi PIP dan hiperektensi DIPDeviasi ulna Deviasi MCP dan jari-jari tangan kearah ulna
Deformitas kunci piano (piano-key) Dengan penekanan manual akan terjadi pergerakan naik dan
17
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
18/29
turun dari ulnar styloid, yang disebabkan oleh rusaknya sendi
radioulnar
DeformitasZ-thumb Fleksi dan subluksasi sendi MCP I dan hiperekstensi dari
sendi interfalang
Arthritis mutilans Sendi MCP, PIP, tulang carpal dan kapsul sendi mengalami
kerusakan sehingga menjadi instabilitas sendi dan tangantampak mengecil (operetta glass hand)
Hallux valgus MTP I terdesak kearah medial dan jempol kaki mengalami
deviasi kearah luar yang terjadi secara bilateral
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita AR dirangkum dalam Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5. Komplikasi yang Bisa Terjadi pada Penderita Artritis Reumatoid
Komplikasi Keterangan
AnemiaBerkorelasi dengan LED dari aktivitas penyakit; 75 % penderita AR mengalami anemia karena
penyakit kronik dan 25 % penderita tersebut memberikan respon terhadap terapi besi.
Kanker
Mungkin akibat sekunder dari terapi yang diberikan; kejadian limfoma dan leukemia 2-3 kali
lebih sering terjadi pada penderita AR; peningkatan resiko terjadinya berbagai tumor solid;
penurunan resiko terjadinya kanker genitourinaria, diperkirakan karena penggunaan OAINS.
Komplikasi Kardiak1/3 penderita AR mungkin mengalami efusi perikardial asimptomatik saat diagnosis ditegakkan;
miokarditis bisa terjadi, baik dengan atau tanpa gejala; blok atrioventrikular jarang ditemukan
Penyakit tulang belakangleher (cervical spine
disease)
Tenosinovitis pada ligamentum transversum bisa menyebabkan instabilitas sumbu atlas, hati-
hati bila melakukan intubasi endotrakeal; mungkin ditemukan hilangnya lordosis servikal danberkurangnya lingkup gerak leher, sublukasi C4-C5 dan C5-C6, penyempitan celah sendi pada
foto servikal lateral. Myelopati bisa terjadi yang ditandai oleh kelemahan bertahap pada
ekstremitas atas dan parestesia.
Gangguan mata Episkleritis jarang terjadi
Pembentukan fistula Terbentuknya sinus kutaneus dekat sendi yang terkena, terhubungnya bursa dengan kulit.
Peningkatan infeksi Umumnya merupakan defek dari terapi AR.
Deformitas sendi tangan
Deviasi ulnar pada sendi metakarpofalangeal; deformitas boutonniere (fleksi PIP dan
hiperekstensi DIP); deformitas swan neck (kebalikan dari deformitas boutonniere); hiperekstensi
dari ibu jari; peningkatan risiko ruptur tendon.
Deformitas sendi lainnyaBeberapa kelainan yang bisa ditemukan antara lain : frozen shoulder, kista popliteal, sindrom
terowongan karpal dan tarsal.
Komplikasi pernafasan
Nodul paru bisa bersama-sama dengan kanker dan pembentukan lesi kavitas; Bisa ditemukan
inflamasi pada sendi cricoarytenoid dengan gejala suara serak dan nyeri pada laring; pleuritis
ditemukan pada 20% penderita; fibrosis interstisial bisa ditandai dengan adanya ronkhi pada
pemeriksaan fisik (selengkapnya lihat Tabel 6)
Nodul reumatoid
Ditemukan pada 20-35% penderita AR, biasanya ditemukan pada permukaan ekstensor
ekstremitas atau daerah penekanan lainnya, tetapi bisa juga ditemukan pada daerah sklera, pita
suara, sakrum atau vertebra.
Vaskulitis
Bentuk kelainannya antara lain : arteritis distal, perikarditis, neuropati perifer, lesi kutaneus,
arteritis organ viscera dan arteritis koroner; terjadi peningkatan risiko pada : penderita
perempuan, titer RF yang tinggi, mendapat terapi steroid dan mendapat beberapa macam
DMARD; berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya infark miokard.
Tabel 6. Komplikasi pleuroparenkimal primer dan sekunder dari artritis reumatoid
18
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
19/29
Pleural disease
Pleural effusions, Pleural fibrosi
Interstitial lung disease
Usual interstitial pneumonia, Nonspesific interstitial pneumonia, Organizing pneumonia, Lymphocytic interstitial
pneumonia, Diffuse alveolar damage, Acute eosinophilic pneumonia, Apical fibrobullous disease, Amyloid,
Rheumatoid nodules.
Pulmonary vascular disease
Pulmonary hypertension, Vasculitis, Diffuse alveolar hemorrhage with capiliaritis
Secondary Pulmonary complications
Opportunistic infections
Pulmonary tuberculosis, Atypical mycobacterial infections, Nocardiosis, Aspergillosis, Pneumocystis jeroveci
pneumonia, Cytomegalovirus pneumonitis.
Drug toxicity
Methotrexate, Gold, D-penicillamin, Sulfasalazin.
PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK
Tidak ada tes diagnostik tunggal yang definitif untuk konfirmasi diagnosis AR. The
American College of Rheumatology Subcomittee on Rheumatoid Arthritis (ACRSRA)
merekomendasikan pemeriksaan laboratorium dasar untuk evaluasi antara lain : darah perifer
lengkap (complete blood cell count), faktor reumatoid ( RF), laju endap darah atau C-
reactive protein (CRP). Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal juga direkomendasikan karena
akan membantu dalam pemilihan terapi. Bila hasil pemeriksaan RF dan CRP negatif bisa
dilanjutkan dengan pemeriksaan anti-RA33 untuk membedakan penderita AR yang
mempunyai risiko tinggi mengalami prognosis yang buruk.
Pemeriksaan pencitraan (imaging) yang biasa digunakan untuk menilai penderita AR
antara lain foto polos (plain radiograph) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Pada awal
perjalanan penyakit mungkin hanya akan ditemukan pembengkakan jaringan lunak atau efusi
sendi pada pemeriksaan foto polos, tetapi dengan berlanjutnya penyakit, mungkin akan lebih
banyak ditemukan kelainan. Osteopenia juxtaarticular adalah karakteristik untuk AR dan
chronic inflammatory arthritides lainnya. Hilangnya tulang rawan artikular dan erosi tulang
mungkin timbul setelah beberapa bulan dari aktivitas penyakit. Kurang lebih 70% penderita
AR akan mengalami erosi tulang dalam 2 tahun pertama penyakit, dimana hal ini menandakan
penyakit berjalan secara progresif. Erosi tulang bisa tampak pada semua sendi, tetapi paling
sering ditemukan pada sendi metacarpophalangeal, metatarsophalangeal dan pergelangan
tangan. Foto polos bermanfaat dalam membantu menentukan prognosis, menilai kerusakan
19
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
20/29
sendi secara longitudinal, dan bila diperlukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI mampu
mendeteksi adanya erosi lebih awal bila dibandingkan dengan pemeriksaan radiografi
konvesional dan mampu menampilkan struktur sendi secara rinci, tetapi membutuhkan biaya
yang lebih tinggi. Pemeriksaan penunjang diagnostik untuk AR dirangkum pada Tabel 7 dan
perbandingan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan autoantibodi pada AR tampak pada
Tabel 8.
Tabel 7. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik untuk Artritis Reumatoid
Pemeriksaan Penunjang Penemuan yang Berhubungan
C-reactive protein (CRP)* Umumnya meningkat sampai > 0,7 picogram/mL, bisa digunakan untuk monitor
perjalanan penyakit.
Laju Endap Darah (LED)* Sering meningkat > 30 mm/jam, bisa digunakan untuk monitor perjalanan penyakit
Hemoglobin/hematokrit* Sedikit menurun, Hb rata-rata sekitar 10 g/dL, anemia normokromik, mungkin juga
normositik atau mikrositik
Jumlah leukosit* Mungkin meningkat
Jumlah trombosit* Biasanya meningkat
Fungsi hati* Normal atau fosfatase alkali sedikit meningkat
Faktor reumatoid (RF)* Hasilnya negatif pada 30% penderita AR stadium dini. Jika pemeriksaan awal negatif
dapat diulang setelah 6-12 bulan dari onset penyakit. Bisa memberikan hasil positif
pada beberapa penyakit seperti SLE, skleroderma, sindrom Sjogrens, penyakit
keganasan, sarkoidosis, infeksi (virus, parasit, atau bakteri). Tidak akurat untuk
penilaian perburukan penyakit.
Foto polos sendi* Mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau erosi dekat celah sendi pada
stadium dini penyakit. Foto pergelangan kaki penting untuk data dasar, sebagai
pembanding dalam penelitian selanjutnya.
MRI Mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal dibandingkan dengan foto polos,
tampilan struktur sendi lebih rinci.
Anticyclic citrullinated peptide
anibody (anti-CCP)
Berkorelasi dengan perburukan penyakit, sensitivitasnya meningkat bila dikombinasi
dengan pemeriksaan RF. Lebih spesifik dibandingkan dengan RF. Tidak semua
laboratorium mempunyai fasilitas pemeriksaan anti-CCP
Anti-RA33 Merupakan pemeriksaan lanjutan bila RF dan anti-CCP negatif.
Antinuclear antibody (ANA) Tidak terlalu bermakna untuk penilaian AR
Konsentrasi komplemen Normal atau meningkat
Imunoglobulin (Ig) Ig -1 dan -2 mungkin meningkat
Pemeriksaan cairan sendi Diperlukan bila diagnosis meragukan. Pada AR tidak ditemukan kristal, kultur negatif
dan kadar glukosa rendah.Fungsi ginjal Tidak ada hubungan langsung dengan AR, diperlukan untuk memonitor efek samping
terapi
Urinalisis Hematuria mikroskopik atau proteinuria bisa ditemukan pada kebanyakan penyakit
jaringan ikat
Tabel 8. Sensivisitas dan Spesifisitas Pemeriksaan Autoantibodi pada Artritis
Reumatoid
AutoantibodiSensitivitas
(%)
Spesifisitas
(%)
PPV*
(%)
RF titer > 20 U/ml 55 89 84
20
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
21/29
RF titer tinggi (> 50 U/ml) 45 96 92
Anti-CCP 41 98 96
Anti-RA33 28 90 74
KRITERIA DIAGNOSTIK
Pada penelitian klinisd, AR didiagnosis secara resmi dengan menggunakan tujuh
kriteria dari American College of Rheumatology seperti tampak pada Tabel 9. Pada penderita
AR stadium awal (early) mungkin sulit menegakkan diagnosis definitif dengan menggunakan
kriteria ini. Pada kunjungan awal, penderita harus ditanyakan tentang derajat nyeri, durasi dari
kekakuan dan kelemahan serta keterbatasan fungsional. Pemeriksaan sendi dilakukan secara
teliti untuk mengamati adanya ciri-ciri seperti yang disebutkan diatas. Liao dkk melakukan
modifikasi terhadapap kriteria ACR dengan memasukkan pemeriksaan anti-CCP dan
membuang kriteria nodul reumatoid dan perubahan radiologis, sehingga jumlah kriteria
menjadi enam. Diagnosis AR ditegakkan bila terpenuhi 3 dari 6 kriteria. Kriteria diagnosis ini
ternyata memperbaiki sensitivitas dari kriteria ACR (74% : 51%), tetapi spesifisitasnya lebih
rendah dari kriteria ACR (81% : 91%).
Tabel 9. Kriteria Diagnosis Artritis Reumatoid Menurut ACR (Tahun 1987)
Gejala dan Tanda Definisi
Persentase penderita AR jika gejala
atau tanda* :
Ada Tidak ada
Kaku pagi hari (morning
stiffness)
Kekakuan pada sendi dan sekitarnya yang
berlangsung paling sedikit selama 1 jam sebelum
perbaikan maksimal
39 14
Artritis pada 3 persendian
atau lebih
Paling sedikit 3 sendi secara bersamaan
menunjukkan pembengkakan jaringan lunak atau
efusi
32 13
Artritis pada persendiantangan
Paling sedikit ada satu pembengkakan (sepertiyang disebutkan diatas) pada sendi : pergelangan
tangan, MCP atau PIP
33 12
Artritis yang simetrik Keterlibatan sendi yang sama pada kedua sisi
tubuh secara bersamaan
29 17
Nodul reumatoid Adanya nodul subkutan pada daerah tonjolan
tulang, permukaan ekstensor, atau daerah
juxtaartikular
50 25
Faktor reumatoid serum
positif
Adanya titer abnormal faktor reumatoid serum
yang diperiksa dengan metode apapun, yang
memberikan hasil positif < 5% pada kontrol
subyek normal
74 13
Perubahan gambar Terdapat gambaran radiologis yang khas untuk 79 21
21
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
22/29
radiologis artritis reumatoid pada foto posteroanterior tangan
dan pergelangan tangan
Kemudian, terdapat klasifikasi yang direvisi pada tahun 2010 oleh ACR dan
European League Against Rheumatism (EULAR), yaitu
Kriteria Skor
Keterlibatan sendi
1 sendi besar
2-10 sendi besar
1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)
4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar)
> 10 sendi
0
1
2
3
5
Serologi
RF negatif dan ACPA negatif
RF positif-rendah atau ACPA positif-rendah
RF positif-tinggi atau ACPA positif-tinggi
0
2
3
Reaktan fase akut
CRP normal dan LED normal
CRP abnormal atau LED abnormal
0
1
Durasi dari gejala
< 6 minggu
> 6 minggu
0
1
Keterangan : RF=Faktor reumatoid, ACPA=Anti-Citrullinated Protein Antibody; LED= Laju
Endap Darah, CRP= C-Reactive Protein
Kriteria klasifikasi untuk AR berdasarkan kriteria ACR dan EULAR tahun 2010 dapat
dikatakan seorang pasien yang menderita RA apabila penjumlahan skor didapatkan > 6-10.
DIAGNOSIS BANDING
AR harus dibedakan dengan sejumlah penyakit lainnya seperti artropati reaktif yang
berhubungan dengan infeksi, spondiloartropati seronegatif dan penyakit jaringan ikat lainnya
seperti lupus eritematosus sistemik (LES), yang mungkin mempunyai gejala menyerupai AR.
Adanya kelainan endokrin juga harus disingkirkan. Artritis gout jarang bersama-sama dengan
AR, bila dicurigai ada artritis gout maka pemeriksaan cairan sendi perlu dilakukan.
PROGNOSIS
22
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
23/29
Prediktor prognosis buruk pada stadium dini AR antara lain : skor fungsional yang
rendah, status sosialekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, ada riwayat keluarga
menderita AR, melibatkan banyak sendi, nilai CRP atau LED tinggi saat permulaan penyakit,
RF atau anti-CCP positif, ada perubahan radiologis pada awal penyakit, ada nodul
reumatoid/manifestasi ekstraartikular lainnya. Sebanyak 30% penderita AR dengan
manifestasi penyakit berat tidak berhasil memenuhi kriteria ACR 20 walaupun sudah
mendapat berbagai macam terapi. Sedangkan penderita dengan penyakit yang lebih ringan
memberikan respon yang baik dengan terapi. Penelitian yang dilakukan oleh Lindqvist dkk
pada penderita AR yang mulai tahun 1980-an, memperlihatkan tidak adanya peningkatan
angka mortalitas pada 8 tahun pertama sampai 13 tahun setelah diagnosis. Rasio keseluruhan
penyebab kematian pada penderita AR dibandingkan dengan populasi umum adalah 1,6.
Tetapi hasil ini mungkin akan menurun setelah penggunaan jangka panjang DMARD terbaru.
KRITERIA PERBAIKAN
American College of Rheumatology (ACR) membuat kriteria perbaikan untuk AR,
tetapi kriteria ini lebih banyak dipakai untuk menilai outcome dalam uji klinik sehari-hari.
Kriteria perbaikan ACR 20% (ACR20) didefinisikan sebagai perbaikan 20% jumlah nyeritekan dan bengkak sendi disertai perbaikan 20% terhadap 3 dari 5 parameter yaitu : patients
global assessment, physicians global assessment, penilaian nyeri oleh pasien, penilaian
disabilitas oleh pasien dan nilai reaktan fase akut. Kriteria ini juga diperluas menjadi kriteria
perbaikan 50% dan 70% (ACR50 dan ACR70)
Kriteria remisi
Menurut kriteria ACR, AR dikatakan mengalami remisi bila memenuhi 5 atau lebih dari
kriteria dibawah ini dan berlangsung paling sedikit selama 2 bulan berturut-turut :
1. Kaku pagi hari berlangsung tidak lebih dari 15 menit
2. Tidak ada kelelahan
3. Tidak ada nyeri sendi (melalui anamnesis)
4. Tidak ada nyeri tekan atau nyeri gerak pada sendi
23
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
24/29
5. Tidak ada pembengkakan jaringan lunak atau sarung tendon
6. LED < 30 mm/jam untuk perempuan atau < 20 mm/jam untuk laki-laki (dengan
metode Westergren)
TERAPI
Destruksi sendi pada AR dimulai dalam beberapa minggu sejak timbulnya gejala,
terapi sedini mungkin akan menurunkan angka perburukan penyakit. Oleh karena itu sangat
penting untuk melakukan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin. ACRSRA
merekomendasikan bahwa penderita dengan kecurigaan AR harus dirujuk dalam 3 bulan
sejak timbulnya gejala untuk konfirmasi diagnosis dan inisiasi terapi DMARDs (Disease-
modifying antirheumatic drugs). Modalitas terapi untuk AR meliputi terapi non farmakologik
dan farmakologik.
Tujuan terapi pada penderita AR adalah :
1. Mengurangi nyeri
2. Mempertahankan status fungsional
3. Mengurangi inflamasi
4. Mengendalikan keterlibatan sistemik
5. Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular
6. Mengendalikan progresivitas penyakit
7. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi
TERAPI NON FARMAKOLOGIK
Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa,
suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang baik.
Pemberian suplemen minyak ikan (cod liver oil) bisa digunakan sebagai NSAID-sparing
24
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
25/29
agents pada penderita AR. Memberikan edukasi dan pendekatan multidisiplin dalam
perawatan penderita, bisa memberikan manfaat jangka panjang. Penggunaan terapi herbal,
acupuncture dansplintingbelum didapatkan bukti yang meyakinkan.
Pembedahan harus dipertimbangkan bila : 1. Terdapat nyeri berat yang berhubungan
dengan kerusakan sendi yang ekstensif, 2. Keterbatasan gerak yang bermakna atau
keterbatasan fungsi yang berat, 3. Ada ruptur tendon.
TERAPI FARMAKOLOGIK
Farmakoterapi untuk penderita AR pada umumnya meliputi obat anti-inflamasi non
steroid (OAINS) untuk mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular
dan DMARD. Analgetik lain juga mungkin digunakan seperti acetaminophen, opiat,
diproqualone dan lidokain topikal. Pada dekade terdahulu, terapi farmakologik untuk AR
menggunakan pendekatan piramid yaitu : pemberian terapi untuk mengurangi gejala dimulai
saat diagnosis ditegakkan dan perubahan dosis atau penambahan terapi hanya diberikan bila
terjadi perburukan gejala. Tetapi saat ini pendekatan piramid terbalik (reverse pyramid) lebih
disukai, yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit.
Perubahan pendekatan ini merupakan hasil yang didapat dari beberapa penelitian yaitu : 1.
Kerusakan sendi sudah terjadi dari awal; 2. DMARD memberikan manfaat yang bermakna
bila diberikan sedini mungkin; 3. Manfaat DMARD bertambah bila diberikan secara
kombinasi; 4. Sejumlah DMARD yang baru sudah tersedia dan terbukti memberikan efek
menguntungkan.
Penderita dengan penyakit ringan dan hasil pemeriksaan radiologis normal, bisa
dimulai dengan terapi hidrosiklorokuin/klorokuin fosfat, sulfasalazin atau minosiklin,
meskipun methotrexate (MTX) juga menjadi pilihan. Penderita dengan penyakit yang lebih
berat atau ada perubahan radiologis harus dimulai dengan terapi MTX. Jika gejala tidak bisa
dikendalikan secara adekuat, maka pemberian leflunomide, azathiporine atau terapi kombinasi
(MTX ditambah satu DMARD yang terbaru) bisa dipertimbangkan. Kategopri obat secara
individual akan dibahas dibawah ini.
OAINS
OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan.
25
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
26/29
Oleh karena obat-obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak boleh diberikan
secara tunggal. Penderita AR mempunyai resiko dua kali lebih sering mengalami komplikasi
serius akibat penggunaan OAINS dibandingkan dengan penderita osteoartritis, oleh karena itu
perlu pemantauan secara ketat terhadap gejala efek samping gastrointestinal.
GLUKOKORTIKOID
Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednison kurang dari 10 mg per hari cukup
efektif untuk meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi. Dosis steroid harus
diberikan dalam dosis minimal karena resiko tinggi mengalami efek samping seperti
osteoporosis, katarak, gejala Cushingoid, dan gangguan akadar gula darah. ACR
merekomendasikan bahwa penderita yang mendapat terapi glukokortikoid harus diertai
dengan pemberian kalsium 1500 mg dan vitamin D400 boo IU per hari. Bila artritis hanya
mengenai satu sendi dan mengakibatkan disabilitasyang bermakna, maka injeksi steroid
cukup aman dan efektif, walaupun efeknya bersifat sementara. Adanya artritis infeksi harus
disingkirkan sebelum melakukan injeksi. Gejala mungkin akan kambuh kembali bila steroid
dihentikan, terutama bila menggunakan steroid dosis tinggi, sehingga kebanyakan
Rheumatologist menghentikan steroid secra perlahan dalam satu bulan atau lebih, untuk
menghindari rebound effect. Steroid sistemik sering digunakan sebagai bridging therapy
selama periode inisiasi DMARD sampai timbulnya efek terapi dari DMARD tersebut, tetapi
DMARD terbaru saat ini mempunyai mula kerja relatif cepat.
DMARD
Pemberian DMARD harus dipertimbangkan untuk semua penderita AR. Pemilihan
jenis DMARD harus mempertimbangkan kepatuhan, beratnya penyakit, pengalaman dokter
dan adanya penyakit penyerta. DMARD yang paling umum digunakan adalah MTX,
hidrosiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomide, infliximab, dan etanercept.
Sulfasalazin atau hidrosiklorokuin atau klorokuin fosfat sering digunakan sebagai terapi awal,
tetapi pada kasus yang lebih berat, MTX atau kombinasi terapi mungkin digunakan sebagai
terapi lini pertama. Banyak bukti menunjukkan bahwa kombinasi DMARD lebih efektif
dibandingkan dengan terapi tunggal. Perempuan pasangan usia subur (childbearing) harus
menggunakan alat kontrasepsi yang adekuat bila sedang dalam terapi DMARD, oleh karena
DMARD membahayakan fetus.
Leflunomide bekerhja secara kompetitif inhibitor terhadap enzim intraselular yang
26
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
27/29
diperlukan untuk sintesis pirimidin dalam limfosit yang teraktivasi. Leflunomide
memperlambat perburukan kerusakan sendi yang diukur secara radiologis dan juga mencegah
erosi sendi yang baru pada 80% penderita dalam periode 2 tahun. Antagonis TNF
menurunkan konsentrasi TNF-, yang konsentrasinya ditemukan meningkat pada cairan sendi
penderita AR. Etanercept adalah suatu soluble TNF-receptor fusion protein, dimana efek
jangka panjangnya sebanding dengan MTX, tetapi lebih cepat dalam memperbaiki gejala,
sering dalam 2 minggu terapi. Antagonis TNF yang lain adalah infliximab yang merupakan
chimeric IgG1 anti-TNF- antibody. Penderita AR dengan respons buruk terhadap MTX,
mempunyai respons yang lebih baik dengan pemberian infliximab dibandingkan plasebo.
Adalimumabuga merupakan rekombinan human IgG1 antibody, yang mempunyai efek aditif
bila dikombinasi dengan MTX. Pemberian antagonis TNF berhubungan dengan peningkatan
risiko terjadinya infeksi, khususnya reaktivasi tuberkulosis.
Anakinra adalah rekombinan antagonis reseptor interleukin-1. Beberapa uji klinis
tersamar ganda mendapatkan bahwa anakinra lebih efektif bila dibandingkan dengan plasebo,
baik diberikan secara tunggal maupun dikombinasi dengan MTX. Efek sampingnya antara
lain iritasi kulit pada tempat suntikan, peningkatan risiko infeksi dan leukopenia. Rituximab
merupakan antibodi terhadap reseptor permukaan sel B (anti-CD20) menunjukkan efek cukup
baik. Antibodi terhadap reseptor interleukin-6 juga sedang dalam evaluasi.6
BAB V
KESIMPULAN
27
-
7/29/2019 Fix Makalah Ra
28/29
Pada diskusi kali ini, berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium, pasien didiagnosis menderita Atritis Reumatoid, dimana diagnosis ditegakkan
berdasarkan kriteria diagnostik dan keluhan serta gejala yang di alami pasien memenuhi
kriteria tersebut. Penatalaksanaan asimptomatik dan simptomatik dilakukan pada pasien ini.
Adapun tujuan utama dari penatalaksanaan yang dilakukan yaitu untuk menghilangkan nyeri
dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah atau memperbaiki deformitas
yang terjadi pada sendi dari pasien ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Medscape. Rheumatoid Athritis. (Updated December 25, 2011). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/211353-overview. Accesed on: 23 Maret
28
http://emedicine.medscape.com/article/211353-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/211353-overview -
7/29/2019 Fix Makalah Ra
29/29
2012.
2. Price SA, Wilson LM. Atritis Reumatoid. In: Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006; p. 1385-7.
3. Natadijaja Hendarto. Penuntun Kuliah Anamnesis dan Pemeriksaan Jasmani.
Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USAKTI; 2003. p. 7-9.
4. Mansjoer A, Wardhani WI. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2, Jakarta:
Penerbit Media Aesculapius FK UI; 2000. p. 144-6.
5. Sacher RA, Richard A. McPherson. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Jasmani
dan Laboratorium. Jakarta: EGC; 2004. p.36-7.
6. Suarjana I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Artritis Reumatoid. Jilid 3. Ed 5.
Jakarta: Interna Publishing. 2009. 2495-510.