flu burung

22
FLU BURUNG KONSEP DASAR A. DEFINISI Flu burung adalah penyakit influenza (disebabkan oleh virus influenza tipe A) yang terdapat pada unggas dan umumnya tidak menular pada manusia. Namun beberapa tipe diantaranya ternyata dapat menyerang manusia khususnya virus influenza subtipe H5N1. ( Tamher, Noorkasiani. 2008 : 6) B. ETIOLOGI Dikenal 3 tipe virus influenza, yaitu tipe A, tipe B, tipe C. Virus influenza tipe A terdiri dari beberapa tipe (strain) yaitu H1N1, H3N2, H5N1, H7N7, H9N2, dan lainnya. Saat ini penyebab flu burung adalah Highly Pathogenic Avian Influenza Virus, strain H5N1 bahwa unggas mengeluarkan virus influenza tipe A (H5N1) dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus influenza tipe A merupakan penyebab flu burung. Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui : 1. Binatang : Kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit atau produk unggas yang sakit. 2. Lingkungan : Udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang berasal dari tinja atau sekret unggas yang terserang Flu Burung. 3. Manusia : Sangat terbatas dan tidak efisien (ditemukannya beberapa kasus dalam kelompok / cluster). 4. Makanan : Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir. (Tamher & Noorkasiani. 2008)

Upload: operator-warnet-vast-raha

Post on 25-May-2015

474 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Flu burung

FLU BURUNG

KONSEP DASAR

A.    DEFINISI

Flu burung adalah penyakit influenza (disebabkan oleh virus influenza tipe A)

yang terdapat pada unggas dan umumnya tidak menular pada manusia. Namun

beberapa tipe diantaranya ternyata dapat menyerang manusia khususnya virus

influenza subtipe H5N1. ( Tamher, Noorkasiani. 2008 : 6)

B.     ETIOLOGI

Dikenal 3 tipe virus influenza, yaitu tipe A, tipe B, tipe C. Virus influenza tipe A terdiri dari

beberapa tipe (strain) yaitu H1N1, H3N2, H5N1, H7N7, H9N2, dan lainnya. Saat ini

penyebab flu burung adalah Highly Pathogenic Avian Influenza Virus, strain H5N1

bahwa unggas mengeluarkan virus influenza tipe A (H5N1) dengan jumlah besar dalam

kotorannya. Virus influenza tipe A merupakan penyebab flu burung. 

Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui :

1. Binatang : Kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit atau produk

unggas yang sakit.

2. Lingkungan : Udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang berasal dari

tinja atau sekret unggas yang terserang Flu Burung.

3. Manusia : Sangat terbatas dan tidak efisien (ditemukannya beberapa kasus dalam

kelompok / cluster).

4. Makanan : Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan

sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang

terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir.

(Tamher & Noorkasiani. 2008)

C.     PATOFISIOLOGI

Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika manusia kontak

dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan permukaan atau benda-

benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung virus H5N1.

Orang yang berisiko tinggi tertular flu burung adalah pekerja di peternakan

ayam ,pemotong ayam ,orang yang kontak dengan unggas hidup yang sakit atau

terinfeksi flu burung orang yang menyentuh produk unggas yang terinfeksi flu

burung ,populasi dalam radius 1 km dari lokasi terjadinya kematian unggas akibat flu

burung. berkelanjutan.(Radji,2006)

Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas Pada dasarnya sampai

saat ini, H5N1 tidak mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang

Page 2: Flu burung

terinfeksi, akan sulit virus itu menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan

manusia ke manusia, terbatas, tidak efisien dan tidak. Virus ini kemudian bereplikasi

sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel & terjadi deskuamasi lapisan epitel

saluran napas.Pada tahap infeksi awal, respons imun innate akan menghambat replikasi

virus. Apabila kemudian terjadi re-eksposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen

spesific mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan respons yang

lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan sitokinin termasuk IL-1, IL-6

dan TNF-Alfa yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik & pada gilirannya

menyebabkan gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia dll. Pada keadaan

tertentu seperti kondisi sistem imun yang menurun virus dapat lolos masuk sirkulasi

darah & ke organ tubuh lain. Bila strain/subtipe virus baru yang menginfeksi maka

situasi akan berbeda. Imunitas terhadap virus subtipe baru yang sama sekali belum

terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis yang lebih berat. Sistem imunitas belum

memiliki immunological memory terhadap virus baru. Apalagi bila virus subtipe baru ini

memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas yang sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe

virus yang berbeda akan menyebabkan respons imun & gejala klinis yang mungkin

berbeda. Diketahui bahwa pada infeksi oleh virus influenza A H5N1 terjadi pembentukan

sitokin yang berlebihan (cytokine storm) untuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal

ini yang menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas & berat. Terjadi pneumonia

virus berupa pneumonitis intertitial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi &

edema intraalveolar, mobilisasi sel sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar,

pembentukan membran hyalin dan juga fibroblast. Sel radang akan memproduksi

banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan ARDS

(Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen terganggu, terjadi

hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya terjadi secara

cepat & penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses yang ireversibel.

(Emedicine,2009)

D.    MASA INKUBASI

1.      Pada Unggas : 1 minggu

2.      Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah

timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari

E.    KLASIFIKASI

Penderita Konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit :

Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia

Page 3: Flu burung

Derajat II : Penderita dengan Pneumonia Derajat Sedang dan tanpa Gagal Nafas

Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas

Derajat IV : Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress Syndrome

(ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF)

(MOPH Thailand, 2005)

F.      MANIFESTASI KLINIK

Gejala-gejala yang terdapat pada manusia antara lain:a.    Demam (suhu bdan diatas 38C)b.    Lemasc.    Perdarahan hidung dan gusid.   Sesak napase.    Muntah dan nyeri perut serta diaref.     Batuk dan nyeri tenggorokang.    Radang saluran pernapasan atash.    Pneumoniai.      Infeksi mataj.      Sakit kepalak.    Nyeri otot

(Widoyono. 2008 : 97)

G.    KOMPLIKASI

a.       Bronkhitis

b.      Infeksi sekunder (radang telinga)

c.       Radang paru-paru (pneumonia)

(Tamher, Noorkasiani. 2008 : 4)

H.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan laboratorium

1.      Mengisolasi virus ( usap tenggorok, tonsil ,faring)

2.      Pemeriksaan PCR (merupakan suatu metode diagnosis biologi molekuler yang

mendasarkan pada deteksi fragmen DNA yang spesifik untuk kuman tertentu)

3.      Uji serologi

1.      Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen

konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala

penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula >1/80.

Page 4: Flu burung

2.      Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada

hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya

titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif.

3.      Uji penapisan

a.       Rapid test untuk mendeteksi Influensa A.

b.      ELISA untuk mendeteksi H5N1.

4.      Pemeriksaan Hematologi

Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan

leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.

5.      Pemeriksaan Kimia darah

Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah.

Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan

ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau

abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi

yang ditemukan.

4.      Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu

burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.

Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan

gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.

5.      Pemeriksaan Post Mortem

Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan

untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi),

specimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.

I.       PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat, peningkataan daya tahan

tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotic, perawatan respirasi, anti inflamasi,

imunomodulators.

Untuk penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan di fasilitas kesehatan non

rujukan dan di rumah sakit rujukan flu burung.

1.      Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung diantaranya adalah:

a.       Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai

dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung.

b.      Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring

di bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung dirujuk

ke RS rujukan.

Page 5: Flu burung

2.      Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan

Pasien Suspek H5N1, probabel, dan konfirmasi dirawat di ruang isolasi.

Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang

pemeriksaan.

a.       Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD dan melakukan

kewaspadaan standar.

b.      Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik.

c.       Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap

hari sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang.

d.      Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan.

e.       Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap lima hari.

f.       Penatalaksanaan diruang rawat inap Klinis.

J.     PENGOBATAN

1.      Suportif : vitamin, misalnya vitamin C dan B kompleks

2.      Simtomatik : analgesik ,antitusif ,mukolitik

3.      Profilaksis : antibiotik

4.      Pengobatan antivirus dengan Olsetamifir 75mg. Dosis profilaksis adalah 1 x 75 mg

selama 7 hari yang diberikan pada semua kasus suspect.

Dosis terapi adalah 2 x 75mg selama 5 hari yang diberikan pada semua kasus suspect

yang dirawat. Dosis anak tergantung dari berat badannya.

Panggunaan antivirus sangat membantu ,terutama 48jam pertama ,karena virus akan

menghilang sekitar 7 hari setelah masuk kedalam tubuh.

Page 6: Flu burung

BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

A.    PENGERTIAN

BPH merupakan dimana kelenjar prostatnya mengalami pembesaran, memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyambut aliran urin dengan menutupi orifisium uretra.

B.    ETIOLOGI 

      Penyebab BPH tidak dapat dimengerti, berbagai hubungan antara diet, obesitas,

aktivitas sexsual dan suku etnik telah diselidiki, tak satupun memberikan pengetahuan

yang spesifik pada etiologi. Penyebabnya tidak pasti, tetapi bukti-bukti menunjukan

bahwa hormon menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal damn elemen

glandular pada prostat.

1.      Dihydrotestosteron  Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi . 

2.      Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

3.      Interaksi stroma - epitel Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.

4.      Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

C.    PATOFISIOLOGI

Hormon androgen yang memperantarai pertumbuhan prostat pada semua usia

adalah dihirosteron (DHT), DHT dibentuk dalam prostat dari testosteron. Meskipun

produksi androgen menurun pada pria lansia, tetapi prostat menjadi lebih sensitif

terhadap DHT. Pada preia estrogen dipropduksi dalam jumlah kecil dan memperlihatkan

kepekaannya pada kelenjar prostat dan berpengaruh terhadap DHT. Jumlah estrogen

yang meningkat dihubungkan dengan penuaan atau relatif meningkat dihubungkan

dengan jumlah testosteron yang berkontribusi terhadap hiperplasia prostat.

Wilayah prostat, BPH dimulai dengan nodul-nodul kecil dalam transisi wilayah

prostat, disebelah uretra. Nodul-nodul dengan glanular ini dibentuk dari jaringan

hiperplastilk. Jaringan yang berkembang akan menekan jaringan yang disekitarnya, dan

menyebabkan penyempitan uretra. BPH yang menekan atau tidak, dapat menimbulkan

gejala. Gejala-gejala tersebut bergantung pada kekuatan kapsul prostat, jika kapsul

prostat ini kuat, maka kelenjar akan berkembang sedikit dan menimbulkan obstruksi

pada uretra. Penyempitan postrat uretra menyebabkan gejala BPH. Hipertropi otot

mengkonpensasi perningkatan.

Page 7: Flu burung

D.    MANIFESTASI KLINIK

         Keluhan dan Gejala

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai

Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

a. Gejala Obstruktif

1)      Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan

mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli

memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna

mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.

2)  Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena

ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika

sampai berakhirnya miksi.

3)      Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

4)      Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor

memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

5)      Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum

puas.

       b.      Gejala Iritasi

1)      Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

2)      Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi

pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.

3)      Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

                     Pemeriksaan Diagnostik

a.       Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula.

b.      Pemeriksaan urin lengkap dan kultur. c.       PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai

kewaspadaan adanya keganasan. d.      Pemeriksaan UroflowmetriSalah satu gejala dari BPH adalah

melemahnya pancaran urin.

 E.     PENATALAKSANAAN

Perawatan pada klien dengan BPH difokuskan pada diagnosa dari kerusakan,

memperbaiki atau meminimalkan obstruksi urinaria dan mencegah atau mengobati

komplikasi yang terjadi sekarang ini. Pembedahan dan pengobatan BPH mengalami

perubahan yang cepat dengan berbagai pengobatan yang baru. Saat ini, pengobatan

dan perawatan lebih difokuskan pada beratnya gejala. Beberapa pria di diagnosa

Page 8: Flu burung

dengan BPH selama pemeriksaan fisik secara urin sebelum gejala berkembang.

Beberapa diantaranya menunggu sampai timbul ketidaknyamanan dari dysuria, urgensi,

dan retensi urin hampir tidak dapat diatasi. Sebelum mencari pertolongan.

       1.      Observasi

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun

tergantung keadaan klien

           2.      Farmakologi

Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa

disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis

rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.

           3.      Pembedahan

Indikasi pembedahan pada BPH adalah :

a.       Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.

b.      Klien dengan residual urin > 100 m

c.       Klien dengan penyulit.

d.      Terapi medikamentosa tidak berhasil.

e.       Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.

Page 9: Flu burung

FACIAL PALSY

A. DEFINISI

Facial palsy atau kelumpuhan saraf fasial merupakan gejala kelumpuhan otot – otot wajah yang tampak pada waktu penderita berbicara dan dalam keadaan emosi. (Soepardi,dkk. 2003)

Facial Palsy adalah suatu kelainan, kongenital maupun didapat, yang menyebabkan paralisis seluruh ataupun sebagian pada pergerakan wajah. Aksi gerakan pada wajah dimulai dari otak dan berjalan melalui saraf facialis menuju otot-otot di wajah. Otot-otot ini selanjutnya berkontraksi sebagai respon terhadap stimulus. Di dalam tengkorak kepala, saraf facialis adalah suatu saraf tunggal. Setelah keluar dari tengkorak kepala, bercabang menjadi banyak cabang yang menuju ke berbagai otot pada wajah. Otot-otot ini mengendalikan ekspresi wajah. Aktivitas yang terkoordisnasi dari saraf dan otot-otot menyebabkan pergerakan seperti tersenyum, mengedip, menyimak, dan cakupan penuh dari pergerakan wajah normal. Penyakit ataupun cedera yang menyerang otak, nervus facialis ataupun otot-otot pada wajah dapat menyebabkan facial palsyFacial palsy disebut juga dengan paresis. Paresis menunjukkan suatu kelemahan dalam pergerakan wajah. Palsy biasanya digunakan pada berkurangnya pergerakan sampai hilang sama sekali. (Iwantono, 2008)

Facial palsy adalah paralisis wajah karena keterlibatan perifer saraf kranial yang mengakibatkan kelemahan atau paralisis otot wajah (Brunner & Suddarth, 2002).

B. ETIOLOGI

Ada berbagai macam keadaan yang dapat menyebabkan fasial palsy. Fasial palsy congenital adalah suatu kondisi yang timbul pada saat lahir. Moebius syndrome adalah suatu kelainan congenital. Dalam kebanyakan kasus penyebab pasti dari congenital palsy adalah tidak jelas. Kurangnya saraf yang cukup dan/atau perkembangan otot menyebabkan kasus congenital palsy. Penyebab dari keadaan tersebut belum diketahui. Kelumpuhan yang lainnya dapat disebabkan karena peregangan dari otot-otot atau saraf selama proses kelahiran. Kebanyakan congenital palsies melibatkan satu sisi wajah dengan pengecualian pada Moebius, yang khasnya bilateral. Sejumlah besar kasus fasial palsy berkembang ketika kelemahan atau kelumpuhan total terjadi selanjutnya dalam kehidupan meskipun suatu pergerakan wajah yang normal pada saat lahir.

Penyebab dari acquired palsy termasuk trauma pada nervus facialis dan otot-otot, peradangan atau infeksi tertentu seperti Lyme disease, dan tumor di dan sekitar daerah kepala dan leher.Dari beberapa penyebab tersebut, penyebab yang paling sering dari facial palsy adalah:1. Bell’s palsy Bell's palsy disebabkan oleh pembengkakan n. facialis sesisi, akibatnya pasokan darah ke saraf tersebut terhenti, menyebabkan kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls/rangsangnya terganggu dan perintah otak untuk menggerakkan

Page 10: Flu burung

otot-otot wajah tidak dapat diteruskan.

2. Herpes zoster oticus (Ramsay Hunt Syndrome) Virus tersebut dapat dormant (tidur) selama beberapa tahun, dan akan aktif jika yang bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Reaktivasi virus herpes zoster yang menyerang saraf kranialis dapat menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

3. Otitis media Bakteri akut maupun kronik dari infeksi telinga tengah dapat menyerang kanal fasialis. Seperti halnya virus, bakteri tersebut dapat menyebabkan respon inflamasi dan terjadi kompresi pada saraf fasial.

4. Lyme disease Bakteri dapat masuk ke dalam tubuh yang dianggap sebagai benda asing dalam tubuh sehingga terjadi respon inflamasi dan menyebabkan kompresi pada saraf fasial

5. Neoplasma dan trauma Tumor yang menyerang otak dan trauma pada tengkorak dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dari saraf fasial sehingga penghantaran impuls dari otak ke otot – otot wajah tidak dapat disampaikan dan terjadi kelumpuhan dari otot wajah.

C. MANIFESTASI KLINIS Kelemahan pada otot-otot ekspresi wajah dan ptosis. Wajah seperti terjatuh dan tertarik ke sisi lainnya saat tersenyum. Kelopak mata tidak dapat menutup sempurna dan dapat menyebabkan keruasakan pada konjungtiva dan kornea.

D. PATOFISIOLOGI Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear,nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.

E. DIAGNOSIS Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya kelumpuhan.

Page 11: Flu burung

Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat kerusakan fasialis sbb:

1)      Uji kepekaan saraf (nerve excitability test) Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan it fasialis ireversibel.

2)      Uji konduksi saraf (nerve conduction test) Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran listrik pada n. fasialis kiri dan kanan.

3)      Elektromiografi Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah.

4)      Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah Gilroy dan Meyer (1979) menganjurkan pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asin dan rasa pahit (pil kina).

5)      Uji Schirmer Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter;berkurang atau mengeringnya air mate menunjukkan lesi n. fasialis setinggi ggl. Genikulatum.

 F. PENATALAKSANAAN 1. Istirahat terutama pada keadaan akut

2. Medikamentosa

3. Fisioterapi

4. Operasi

G. KOMPLIKASI Kira-kira 30% pasien Bell’s palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik. Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme nervus fasialis yang kronik dan kelemahan sarag parasimpatik yang menyebabkan lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi infeksi pada kornea.

H. PROGNOSIS Penyembuhan spontan terlihat beberapa hari setelah onset penyakit dan pada anak 90% akan mengalami penyembuhan tanpa gejala sisa.Jika dengan prednison dan fisioterapi selama 3 minggu belum mengalami penyembuhan, besar kemungkinan akan terjadi gejala sisa berupa kontraktur otot-otot wajah, sinkinesis, tik-fasialis dan sindrom air mata buaya.

Page 12: Flu burung

SPINA BIFIDA

A.DEFENISI Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra) yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh (http : //WWW.medicastore.com)

B.ETIOLOGI Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui,tetapi di duga akibat:         Genetik         Kekurangan asam folat pada masa kehamilan 

C.KLASIFIKASI         Spina bifida okultaMerupaka spina bifida yang paling ringan satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaput otak ( meningitis ) tidak menonjol. Gejalanya:  Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)  Lekukan pada daerah sacrum .         Spina bifida apertaBentuk cacat tabung saraf tempat kantong selaput otak menonjol    melalui lobang. Kulit diatas pembengkakan biasanya tipis, tekanan pada kantong menyebabkan fontanella menonjol. Spina Bifida Aperta dapat terjadi 2 keadaan :  Meningokelketika kantung berisi cairan cerebro-tulang belakang (cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang) dan meninges (jaringan yang meliputi sumsum tulang belakang), tidak ada keterlibatan saraf. meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan dari cairan dibawah kulit.  MyelomeningokelMyelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan merah.

D.MANIFESTASI KLINIS Gejala bervariasi tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun nakar saraf yang terkena.Gejalanya dapat berupa :         Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir.         Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.         Kelumpuhan / kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.         Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).          Lekukan pada daerah sakrum.

G.PATOFISIOLOGI Spina bifida disebabkan oleh kegagalan dari tabung saraf untuk menutup selama bulan pertama embrio pembangunan (sering sebelum ibu tahu dia hamil). Biasanya penutupan tabung saraf terjadi pada sekitar 28 hari setelah pembuahan. Namun, jika sesuatu yang mengganggu dan tabung gagal untuk menutup dengan baik, cacat tabung saraf akan terjadi. Obat seperti beberapa Antikonvulsan, diabetes, setelah seorang kerabat dengan spina bifida, obesitas, dan peningkatan suhu tubuh dari demam atau sumber-sumber eksternal seperti bak air panas dan selimut listrik dapat meningkatkan

Page 13: Flu burung

kemungkinan seorang wanita akan mengandung bayi dengan spina bifida. Namun, sebagian besar wanita yang melahirkan bayi dengan spina bifida tidak punya faktor risiko tersebut, sehingga meskipun banyak penelitian, masih belum diketahui apa yang menyebabkan mayoritas kasus. Beragam spina bifida prevalensi dalam populasi manusia yang berbeda dan bukti luas dari strain tikus dengan spina bifida menunjukkan dasar genetik untuk kondisi. Seperti manusia lainnya penyakit seperti kanker, hipertensi dan aterosklerosis (penyakit arteri koroner), spina bifida kemungkinan hasil dari interaksi dari beberapa gen dan faktor lingkungan. Penelitian telah menunjukkan bahwa kekurangan asam folat (folat) adalah faktor dalam patogenesis cacat tabung saraf, termasuk spina bifida.

I.PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut Triple Screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma down dan kelainan bawaan lainnya. 85 % wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida akan memiliki kadar serum alfa feytoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban)Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :         Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.         USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra.CT-Scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan.

J.PENATALAKSANAAN         Penatalaksanaan Medis

Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrocefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan pada kulit diperlukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai sistem tubuh.

Berikut ini adalah obat-obat yang dapat diberikan :  Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran kemih (seleksi tergantung hasil kultur dan sensitifitas).  .Antikolinergik digunakan untuk meningkatkan tonus kandung kemih.  . Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usus dan pengeluaran feces.(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002, halaman 469)

K.PENCEGAHAN         Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi

asam folat.         Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus ditangani sebelum

wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.         Pada wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak

0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.

L.FAKTOR RESIKO         Umur (bayi baru lahir)         Kekurangan asam folat 

M.KOMPLIKASI

Page 14: Flu burung

Komplikasi lain dari spina bifida yang berkaitan yang berkaitan dengan kelahiran antara lain adalah :

         Paralisis Cerebri         Retardasi Mental         Atrofi Otot         Osteoporosis         Fraktur (akibat penurunan massa otot).

Page 15: Flu burung

VARICOCELE

A.Pengertian

varicocele, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul menderita varikokel.

B. Etiologi dan anatomi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.

Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus.

C. Patogenesis

Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara, antara lain:

1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia karena kekurangan oksigen.

2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.

3. Peningkatan suhu testis.

Page 16: Flu burung

4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas.

D. Gambaran klinis dan diagnosis

Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri.

Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan manuver valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan papasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah kranial testis.

Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat:

1. Derajat kecil: adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan manuver valsava

2. Derajat sedang: adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver valsava

3. Derajat besar: adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa melakukan manuver valsava.

E. Terapi

Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk mendapatkan suatu terapi.