fluid overload as a biomarker of heart failure and acute kidney injury
DESCRIPTION
aTRANSCRIPT
Kelebihan Beban cairan sebagai Biomarker Gagal Jantung dan Luka Ginjal
Akut
Abstrak
Latar Belakang/Tujuan: Gagal ginjal akut (HF) dan luka ginjal akut (AKI)
adalah hal yang umum. Sindrom-sindrom ini masing-masing terkait dengan
banyak morbiditas, mortalitas (kematian), dan pemanfaatan sumberdaya kesehatan
dan semakin banyak ditemui. Penumpukan cairan dan kelebihan beban adalah
tema umum pada patofisiologi dan perjalanan klinis HF maupun AKI.
Metode: Tinjauan literatur narasi memberikan sebuah gambaran tentang
patofisiologi penumpukan cairan dengan sebuah fokus terhadap HF dan AKI,
bersama-sama dengan pembahasan tentang pentingnya penilaian keseimbangan
cairan dalam sindrom-sindrom ini dan bagaimana hal ini berkorelasi dengan hasil
klinis. Hasil: Dalam HF, penumpukkan cairan, yang diartikan sebagai
keseimbangan cairan kumulatif positif maupun sebagai pendistribusian ulang
cairan akut, menggambarkan sebuah mekanisme inti timbulnya dekompensasi
akut dan terkait dengan memburuknya gejala, perawatan di rumah sakit, dan
kematian. Menentukan keseimbangan cairan dalam HF mungkin kompleks dan
sebagian besar tergantung kepada patofisiologi pokok; akan tetapi, selain
pengukuran keseimbangan cairan sederhana (asupan dikurangi keluaran),
biomarker yang lebih baru (yaitu natriuretik peptida tipe-B) dan teknologi baru
(yaitu kardiografi impedansi) terbukti bermanfaat untuk pendeteksian dan
identifikasi resiko untuk HF dekompensasi akut yang dapat membiarkan
intervensi terdahulu dan diterjemahkan kedalam peningkatan hasil klinis. Data
terkini juga muncul yang menunjukkan pentingnya keseimbangan cairan baik
pada pasien dewasa maupun anak-anak penderita AKI. Secara umum, sebuah
keseimbangan cairan menandakan morbiditas yang lebih tinggi dan peningkatan
resiko untuk hasil klinis yang buruk. Keseimbangan cairan seharusnya diakui
sebagai biomarker yang mungkin dapat dimodifikasi dan faktor penentu hasil
klinis pada pasien-pasien ini. Kesimpulan: Sekarang ini, dampak dari
keseimbangan cairan dalam kesua sindrom ini, terutama pada AKI, mungkin
kurang dipahami. Belum banyak atau tidak data khususnya mengenai
keseimbangan cairan dalam sindrom cardiorenal, dimana penyakit jantung
akut/kronis turut membuat fungsi ginjal memburuk secara akut/kronis yang
mungkin memperburuk homeostasis cairan. Penelitian-penelitian lain diperlukan.
Gagal jantung (HF) dan luka ginjal akut (AKI) adalah dua sindrom yang
umum ditemui dalam praktek klinis. Sindrom-sindrom ini masing-masing terkait
dengan banyak morbiditas, mortalitas, dan pemanfaatan sumberdaya kesehatan
dan keduanya akhir-akhir ini telah diketahui meningkat angka kejadian dan
prevalensinya [1-5]. Lagipula, penyakit jantung dan ginjal ada secara bersama-
sama [6,7]. Data pengamatan dan percobaan klinis telah bertambah hingga
menunjukkan bahwa penyakit jantung akut/kronis dapat secara langsung turut
membuat fungsi ginjal memburuk secara akut/kronis dan sebaliknya – yang
disebut sindrom cardiorenal (CRS). Akhir-akhir ini, sebuah definisi kesepakatan
dan skema klasifikasi untuk CRS telah dikemukakan [8]. CRS dan sub-sub
tipenya dikelompokkan menurut interaksi yang signifikan antara jantung dengan
ginjal, yang memiliki prinsip-prinsip dasar sama dalam memberikan
kecenderungan patofisiologi [9-12]. Penumpukan cairan dan kelebihan beban
adalah tema yang umum dalam patofisiologi dan perjalanan klinis HF dan AKI.
Sebuah keseimbangan cairan positif telah ditunjukkan terkait dengan hasil klinis
yang buruk dalam berbagai lingkup klinis, termasuk operasi colorectum elektif,
luka paru-paru akut, septic shock, dan penyakit kritis serta pada populasi anak dan
dewasa [13-18]. Data baru telah muncul yang menunjukkan keseimbangan cairan
positif pada pasien yang sakit kritis dan menderita AKI yang secara umum
menandakan meningkatnya resiko untuk hasil klinis yang buruk [19, 20]. Tinjauan
ini memberikan sebuah gambaran singkat tentang patofisiologi penumpukkan
cairan dengan sebuah fokus terhadap HF dan AKI, bersama-sama dengan sebuah
pemahaman tentang pentingnya penilaian keseimbangan cairan dalam sindrom-
sindrom ini dan bagaimana hal ini berkorelasi dengan hasil klinis.
Gagal Jantung
Epidemiologi
HF akut menjadi masalah kesehatan masyarakat yang semakin besar.
Lebih dari 5 juta orang dewasa di AS dan 10 juta orang dewasa di Eropa memiliki
diagnose HF [2,4]. Angka kejadian HF baru meningkat tajam dengan
bertambahnya usia, yang melebihi 8-15 per 1.000 penduduk pada orang-orang
yang berusia ≥ 65 tahun. HF paling umum dikaitkan dengan penyakit jantung
koroner yang sudah ada, hipertensi, dan diabetes mellitus, dan saat ini menyatakan
alasan paling umum atas perawatan di rumah sakit (sekitar 20% dari semua
penerimaan) untuk orang-orang yang berusia ≥ 65 tahun [2]. Lagipula, perawatan
di rumah sakit dan angka masuk kembali rumah sakit karena HF naik terus, yang
turut menimbulkan beban ekonomi yang diperkirakan hamper 35 milyar dollar AS
di Amerika saja [2, 21]. Kematian di rumah sakit akibat HF akut berkisar antara 4
sampai 8% [22-25]; akan tetapi, pada orang-orang yang selamat saat pulang dari
rumah sakit, angka kematiannya adalah 8-15% dalam 3 bulan [22, 26, 27]. Dalam
3 bulan indeks perawatan di rumah sakit, perkiraan angka perawatan ulang di
rumah sakit berkisar antara 30 sampai 38% [10, 24-26]. Secara keseluruhan,
meskipun prognosis untuk orang-orang penderita HF telah membaik dengan
kemajuan-kemajuan dalam terapi, sebaiknya diketahui bahwa angka kematian
yang dapat dikaitian tetap tinggi, dan bahwa angka kematian mutlak akibat HF
terus bertambah [28].
Patofisiologi
Banyak faktor yang berinteraksi dan turut mempengaruhi patofisiologi HF
akut. Penumpukan cairan mungkin merupakan salah satu mekanisme yang paling
penting dalam HF dekompensasi akut (ADHF). Penumpukan cairan secara
langsung turut mengakibatkan memburuknya gejala klinis ADHF yang mencapai
puncaknya saat perawatan di rumah sakit [29]. HF adalah penyakit progresif yang
terjadi dalam respon terhadap ‘kejadian-kejadian pendorong’ akut dan/atau kronis
(yaitu infarksi miokardial, ventrikuler kiri, LV, kelebihan beban tekanan/volume,
familial cardiomyopathy) yang merusak otot-otot jantung. Hal ini diterjemahkan
kedalam hilangnya fungsi cardiac myocites dan/atau gangguan kontraktilitas
miokardial normal [30]. Penurunan pada fungsi pompa LV ini menggambarkan
penyebut umum dalam patofisiologi HF. Akibatnya, sekumpulan mekanisme
kompensasi diaktivasi yang mengatur dan/atau memulihkan fungsi LV menjadi
didalam jangkauan homeostasis normal, tetapi dari waktu ke waktu menjadi
maladaptif. Perubahan-perubahan maladaptif ini turut mengakibatkan
penumpukkan cairan dan gejala klinis. Peningkatan tekanan end-diastolic LV,
pembengkakan LV dan hipoperfusi organ akhir relatif mengaktivasi sistem syaraf
simpatik, renin-angiotensin-aldosteron axis dan merangsang pelepasan arginine
vasopressin nonosmostik. Hal ini secara langsung turut menyebabkan dan/atau
memperburuk penumpukkan cairan yang ada dengan penahanan sodium yang
sangat besar dan terganggunya ekskresi air bebas guna mempertahankan cardiac
output. Kelebihan tekanan/volume diastolik akhir selanjutnya turut
mengakibatkan hipoperfusi dan subendocardial ischemia. Selain itu, peningkatan
pelepasan sitokin inflamasi (yaitu faktor nekrosis tumor) telah diamati pada pasien
HF. Secara bersama-sama, mekanisme kompensasi ini turut mengakibatkan
perubahan bentuk LV, perentangan miokardia, pemuntahan valvula, dan
selanjutnya mengakibatkan gangguan hilir pada fungs LV. Mekanisme-
mekanisme ini juga memberikan kecenderungan terhadap AKI dan dapat
mengakibatkan penyakit ginjal kronis. Penurunan pada angka filtrasi glomerulus
(GFR) merupakan faktor penting yang memperburuk pada HF dengan semakin
mengurangi kapasitas seorang pasien untuk menangani homeostasis cairan,
mengurangi responsivitas terhadap terapi-terapi kunci (yaitu loop diuretics) dan
turut mengakibatkan penumpukkan cairan. Mekanisme HF yang telah disebutkan
sebelumnya juga dijelaskan secara lebih umum pada pasien HF kronis penderita
dekompensasi akut, dimana penumpukkan cairan mungkin telah terjadi secara
perlahan-lahan. Para pasien ini mungkin berada dalam keseimbangan cairan
positif. Belakangan ini, sebuah sub-tipe tambahan HF akut, yang disebut
kegagalan vaskuler akut, telah dijelaskan [31, 32]. Patofisiologi pokok gagal
vaskuler akut ditandai dengan hipertensi akut, peningkatan resistensi vaskuler
sistemik dan impedansi aorta. Penumpukan cairan di lingkungan ini lebih akut,
dan mungkin merupakan hasil dari pendistribusian ulang cairan dari sirkulasi
perifer (tepi) ke sirkulasi paru-paru, yang muncul sebagai edema paru-paru akut
[31, 32]. Para pasien ini mungkin atau mungkin tidak berada dalam keseimbangan
cairan yang positif. Penumpukan cairan, yang diartikan baik sebagai
keseimbangan cairan positif maupun sebagai redistribusi cairan akut,
menggambarkan sebuah mekanisme pokok dari dekompensasi dalam HF yang
mengakibatkan perawatan di rumah sakit. Penanganan pasien HF memerlukan
pemahaman tentang pentingnya keseimbangan cairan sebagai biomarker dari
tingkat keparahan dan/atau perkembangan penyakit.
Penumpukkan Cairan dalam HF
Penumpukkan cairan dapat dideteksi dan dipantau pada pasien HF dengan
menggunakan sejumlah metode, termasuk temuan-temuan klinis disamping
tempat tidur, biomarker, dan teknologi baru, dimana banyak diantaranya yang
telah terbukti berkorelasi dengan dekompensasi klinis. Sebuah ringkasan tentang
gejala/tanda klinis tentang penumpukkan cairan pada pasien HF ditunjukkan pada
tabel 1. Gejala penumpukkan cairan pada HF dapat meliputi sebuah riwayat
kelelahan, dyspnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, dan kenaikan berat
badan. Akan tetapi, perubahan-perubahan pada berat badan itu sendiri merupakan
sebuah prediktor yang relatif tidak sensitif tentang penumpukkan cairan dan
dekompensasi akut berikutnya. Pada pemeriksaan fisik, setiap bukti mengenai
rale (bunyi pernapasan tidak normal yang ditandai dengan retakan halus),
pembengkakan jugular venous, suara jantung ketiga (S3), pleural effusions,
ascites, peripheral edema, dan penyumbatan vena paru-paru pada sinar-X dada
semuanya menunjukkan pentingnya penumpukan dan/atau redistribusi cairan
secara klinis. Dalam sebuah tinjauan sistematis yang terfokus kepada evaluasi
terhadap para pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan dyspnea, Wang
dkk [33] menemukan lima faktor klinis yang meningkatkan peluang ADHF,
termasuk riwayat HF sebelumnya, gejala paroxysmal nocturnal dyspnea, tanda
bunyi jantung ketiga, sinar X-dada yang menunjukkan kemacetan vena dan bukti
elektrokardiogram tentang atrial fibrillation. Meskipun ciri-ciri klinis ini sangat
menyiratkan penumpukkan cairan, namun pengukuran ‘keseimbangan cairan’
pada pasien penderita ADHF pada waktu presentasi mungkin menantang, dan di
lingkungan rawat jalan, dokumentasi yang akurat tentang asupan dan keluaran
cairan tidak tersedia. Keseimbangan cairan sebagai biomarker (penanda biologis)
tentang tingkat keparahan HF dan/atau respon terhadap terapi mungkin lebih
terpercaya apabila dipantau di lingkungan ‘rawat jalan’.
Beberapa penanda, khususnya natrioretic peptide atrial (yaitu ANP) dan
tipe B (yaitu BNP, NT-proBNP) [34], telah ditunjukkan memiliki manfaat untuk
diagnosis HF, pengelompokkan resiko, pendeteksian awal terhadap dekompensasi
akut dan untuk mengarahkan dan/atau menyesuaikan terapi untuk HF menurut
pengukuran serial [35]. Kadar natriuretic peptide plasma berkorelasi positif
dengan volume dan tekanan diastolik akhir LV, berbanding terbalik dengan fungsi
sistolik LV, dan berkorelasi erat dengan hasil klinis. Dalam sebuah tinjauan
sistematis terhadap 19 penelitian terhadap pasien HF dengan menggunakan BNP
untuk memperkirakan resiko kejadian atau kematian akibat HF, Doust dkk [36]
menemukan bahwa setiap kenaikan sebesar 100 pg/ml pada BNP terkait dengan
penaikan sebesar 35% pada resiko kematian relatif. Pengujian titik perawatan
untuk BNP (dan NT-proBNP) sekarang tersedia secara luas untuk digunakan di
lingkungan rawat inap dan rawat jalan. Biomarkers ini menunjukkan janji yang
signifikan untuk memperbaiki hasil apabila dibandingkan dengan penyesuaian
terapi HF menurut evaluasi klinis samping tempat tidur saja [37]. Dalam sebuah
percobaan klinis acak kecil terhadap 69 pasien yang mengalami gangguan fungsi
sistolik LV, terapi HF yang diarahkan dengan pengukuran BNP serial, jika
dibandingkan dengan algoritma klinis yang diterapkan dengan tepat, terkait
dengan berkurangnya angka kejadian dan kematian akibat HF secara signifikan
[37]. Meskipun data dari percobaan-percobaan yang lebih besar selanjutnya telah
bercampur, beberapa diantaranya telah menunjukkan penanganan HF yang
diarahkan oleh BNP terkait dengan penilaian dokter yang lebih sering, titrasi obat-
obatan HF yang lebih sering, dan berkurangnya perawatan di rumah sakit untuk
HF, khususnya untuk para pasien yang berusia <75 tahun [38-40]. Yang terakhir,
dalam sebuah kelompok yang terdiri atas 182 pasien yang secara berurutan
diterima di rumah sakit karena ADHF, Bettencourt dkk [41] mengelompokkan
pasien kedalam tiga kelompok berdasarkan perubahan relatif pada nilai-nilai NT-
proBNP sejak masuk hingga pulang dari rumah sakit (penurunan sebesar ≥ 30%;
tidak ada perubahan yang signifikan; kenaikan sebesar ≥30%). Dengan analisis
multivariate, bukti klinis tentang kelebihan beban cairan dan perubahan pada NT-
proBNP merupakan satu-satunya faktor yang secara bebas terkait dengan
kematian atau perawatan kembali di rumah sakit dalam waktu 6 bulan.
Pengukuran BNP semakin memainkan peran adjuvant yang penting untuk
diagnose, identifikasi resiko dan pemantauan terapi pada pasien HF; akan tetapi,
nilai BNP mungkin akan bersifat khusus konteks dan memerlukan individualisasi
(penyesuaian sesuai kebutuhan) karena keragaman antar pasien yang relatif lebar.
Penelitian-penelitian lain diantisipasi untuk memperluas pemahaman kita tentang
peran BNP dalam HF.
Belakangan ini, teknologi baru, seperti peralatan yang dapat ditanam dan
kardiografi impedansi noninvasif (ICG), telah dikembangkan untuk lebih baik
memantau status cairan, redistribusi cairan dan untuk mendeteksi penumpukkan
cairan permulaan awal pada pasien HF, dan untuk mengarahkan terapi dan
mengurangi perawatan di rumah sakit. Dalam sebuah penelitian pendahuluan
prospektif terhadap 32 pasien HF kronis, Adamson dkk., [42] menanam sebuah
pacemaker single-lead pada ventrikel kanan (RV) sebagai pemantau
hemodinamika terus menerus (IHM) untuk mengkorelasikan apakah perubahan-
perubahan pada hemodinamika RV dapat mengarahkan terapi HF dan
memprediksikan kemerosotan klinis. Peningkatan-peningkatan pada tekanan RV
yang diukur dengan alat IHM memprediksikan episode-episode ADHF sekitar 4
hari sebelum kejadian [42]. Lebih khusus lahi, dalam 36 kejadian kelebihan beban
volume, tekanan sistolik RV meningkat sebesar 25% (p < 0,05), dan denyut
jantung naik sebesar 11% (p < 0,05) jika dibandingkan dengan basal. Pada 33
pasien NYHA golongan III dan IV, Yu dkk [43] menanam sebuah alat pacemaker
yang mampu mengukur impedansi intrathoracic sebagai pengganti untuk
penumpukan cairan paru-paru. Pasien yang dipantau secara serial, dan dalam
status cairan selama perawatan di rumah sakit dan tekanan baji arteri paru-paru
(PAWP) diukur. Pada 10 pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit
karena kelebihan beban cairan, impedansi intrathoracic ditunjukkan berkurang
sebesar 12% pada rata-rata 18 hari sebelum dekompensasi akut jelas dan
perawatan di rumah sakit. Perubahan dalam impedansi ini berbanding terbalik
dengan PAWP dan keseimbangan cairan [43]. Dalam sebuah studi observasi
prospektif terhadap 212 pasien HF yang stabil kronis, Packer dkk., [44]
melakukan evaluasi klinis serial dan ICG yang dibutakan sebagai pengganti
penumpukan cairan paru-paru, setiap 2 minggu selama 26 minggu, dan diikuti
untuk mengetahui kejadian ADHF, perawatan di rumah sakit karena HF atau
kematian. Mereka menemukan bahwa tiga parameter ICG (yaitu indeks
kecepatan, waktu pengeluaran LV, indeks isi cairan dada) yang digabungkan
kedalam sebuah nilai gabungan adalah sebuah prediktor yang kuat tentang sebuah
kejadian yang terjadi pada 14 hari berikutnya (p < 0,001). ‘Keseimbangan cairan’
dan/atau redistribusi, seperti yang diukur dan ditentukan oleh alat-alat ini,
menunjukkan potensi diagnostik dan terapetik serial dan/atau pemantauan dinamis
pada HF.
Dalam sebuah percobaan klinis kecil terhadap pasien yang sakit kritis dan
menderita pulmonary edema (odem paru-paru), yang diartikan sebagai air paru-
paru ekstravaskuler tinggi (>7 ml/kg) yang diukur dengan kateterisasi arteri paru-
paru, sebuah keseimbangan cairan positif yang lebih dari 1 l dalam 36 jam
diketahui terkait dengan angka kematian yang lebih tinggi, durasi ventilasi
mekanik yang lebih panjang dan lebih lamanya waktu tinggal di ICU dan rumah
sakit [45]. Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang menunjukkan bahwa
pengukuran keseimbangan cairan memiliki relevansi klinis dan bahwa
mengadopsi sebuah strategi cairan untuk mencapai sebuah keseimbangan cairan
netral atau negatif dalam populasi inidapat meningkatkan hasil klinis tanpa
membahayakan profil hemodinamika pasien atau menimbulkan disfungsi organ
lain seperti AKI. Hal ini selanjutnya dipertegas pada penelitian-penelitian yang
lebih besar terhadap para pasien yang sakit kritis dan mengalami luka paru-paru
akut [14, 17].
Luka Ginjal Akut
Epidemiologi
AKI juga merupakan sebuah permasalahan klinis umum dan biasanya
menandakan peningkatan yang besar pada morbiditas, mortalitas, dan
pemanfaatan sumberdaya kesehatan [46-51]. Banyak penelitian epidemiologi
yang telah memberikan berbagai macam perkiraan angka kejadian tentang AKI;
akan tetapi, kesimpulan-kesimpulan telah seringkali dibatasi karena kekurangan
definisi terstandar sebelumnya dan populasi terpilih yang sedang diteliti [52-54].
Beberapa penelitian kelompok multicenter besar terkini telah menggunakan
kriteria RIFLE untuk AKI (singkatan dari Risk (resiko), Injury (luka), Failure
(kegagalan), Loss (kehilangan), End-Stage Kidney Disease (penyakit ginjal
stadium akhir), sebuah definisi dan skema klasifikasi kesepakatan baru, dan telah
melaporkan kejadian AKI pada sebanyak 36-67% dari semua pasien yang dirawat
di perawatan intensif [47, 55-59]. Penelitian-penelitian tambahan juga telah
menemukan bahwa kejadian AKI terus meningkat [1, 3, 5]. Beban AKI yang
besar dan terus meningkat ini mungkin sebagian dikaitkan dengan sebuah
pergeseran dalam demografi (yaitu populasi yang lebih tua, modifiksi resiko
dengan penyakit komorbid secara bersama-sama), presentasi dengan tingkat
keparahan yang lebih besar (yaitu sindrom disfungsi multiorgan), dan
perkembangan AKI dalam kaitannya dengan intervensi yang baru dan lebih
komplek (yaitu bedah jantung, transplantasi organ) [60]. AKI mengakibatkan
gangguan homeostasis cairan dan elektrolit dan umumnya terkait dengan dan/atau
menimbulkan penumpukkan dan kelebihan beban cairan.
Patofisiologi
Beberapa mekanisme turut mengakibatkan penumpukan keseimbangan
cairan positif pada AKI, khususnya pada konteks sakit kritis. Sesudah sebuah
‘kejadian pendorong’, yang dalam penyakit kritis seringkali bersifat multifaktor
(yaitu sepsis, nephrotoxins, hipertensi intra-abdominal), AKI timbul dan ditandai
dengan penurunan GFR secara cepat dan terus menerus. Hal ini secara klinis
muncul dengan kenaikan pada kreatinin serum dan/atau penurunan output urin
secara progresif. Hal ini mengganggu homeostasis cairan dan elektrolit dan
mengurangi kapasitas untuk sekresi air bebas dan solute. Penahanan cairan dan
solute dapat semakin diperburuk oleh peningkatan aktivasi sistem syaraf simpatik,
renin-angiotensin-aldosteron dan perangsangan pelepasan arginin vasopressin
nonosmotik. Pada penyakit kritis, shock dan inflamasi sistemik turut
mengakibatkan berkurangnya sirkulasi yang efektif, berkurangnya gradient
tekanan onkotik (yaitu hipoalbuminemia) dan perubahan-perubahan pada
permeabilitas kapiler yang turut mengakibatkan asupan cairan wajib yang tinggi
(yaitu resusitasi aktif, obat-obatan intavena) dan kebocoran yang besar dari
kompartemen vaskuler. Data terkini juga menunjukkan bahwa Aki dapat turut
mengakibatkan inflamasi sistemik, dan mengakibatkan disfungsi organ yang jauh
[61, 62]. Dalam sebuah model ischemia percobaan /luka reperfusi (IRI) AKI,
Rabb dkk [62] menunjukkan penurunan yang signifikan pada pelepasan reseptor
saluran sodium paru-paru, Na-K-ATPase dan aquaporin pada AKI pada saat
dibandingkan dengan kontrol. Pada model IRI yang serupa, Kramer dkk [61]
menemukan bahwa AKI terkait dengan peningkatan permeabilitas vaskuler paru-
paru dalam 24 jam sejak luka yang berkorelasi dengan perubahan pada fungsi
ginjal. Kedua penelitian tersebut memiliki implikasi penting untuk bagaimana
AKI (dan terapi cairan dalam AKI) dapat mendorong atau memperburuk luka
paru-paru akut dan turut mengakibatkan penumpukan air paru-paru
ekstravaskuler. Dalam sebuah penelitian kelompok kecil terhadap pasien sakit
kritis sepsis yang menderita AKI, Van Biesen dkk [63] menunjukkan bahwa pada
pasien penderita hemodinamika optimal yang tampak, mengembalikan volume
intravaskuler dan angka penggunaan diuretik tinggi, terapi cairan lebih lanjut
gagal memperbaiki fungsi ginjal tetapi mengakibatkan penumpukkan cairan yang
tidak perlu dan gangguan pertukaran gas. Penumpukan cairan dan kelebihan
beban juga dapat mempengaruhi fungsi ginjal dan memperburuk AKI. Sebagai
contoh, kelebihan beban cairan dapat turut menimbulkan atau memperburuk
hipertensi intra-abdominal, khususnya pasien trauma sakit kritis atau pasien yang
mengalami luka bakar, yang mengakibatkan penurunan lebih lanjut pada aliran
darah ginjal, aliran keluar vena, tekanan perfusi ginjal dan output urine [64].
Ventilasi mekanik dan tekanan ekspirasi akhir positif, dengan meningkatkan
tekanan intrathoracic, dapat mengubah fungsi ginjal dan turut mengakibatkan
penumpukkan cairan melalui perangsangan sekumpulan respon hemodinamika,
syaraf dan hormone yang beraksi terhadap ginjal untuk mengurangi perfusi ginjal,
mengurangi GFR dan menghambat fungsi ekskresi [65, 66]. Demikian halnya,
ventilasi mekanik yang terluka (yaitu barotraumas, biotrauma, volutrauma,
atelectrauma) telah ditunjukkan menimbulkan apoptosis sel tubular renal dan AKI
[67]. Yang terakhir, sebuah keseimbangan cairan positif pada mereka yang
beresiko dapat menimbulkan penurunan akut pada fungsi jantung dan
memperburuk HF [68].
Penumpukkan Cairan pada AKI
Beberapa studi klinis terhadap anak-anak yang sakit kritis dan menderita
AKI telah terus menerus mengidentifikasi kelebihan beban cairan sebagai faktor
bebas penting yang terkait dengan kematian [69-72] (tabel 2). Lagipula, tingkat
keparahan kelebihan beban cairan telah ditunjukkan berkorelasi dengan hasil
klinis yang lebih buruk. Goldstein dkk [71] mengevalusi 21 anak-anak penderita
AKI dan menemukan sebuah persentase kelebihan beban cairan (%FO) yang lebih
tinggi pada waktu inisiasi RRT yang terus menerus, terlepas dari tingkat
keparahan sakit, yang terkait secara bebas dengan survival yang lebih pendek.
Formula yang digunakan untuk menghitung persentase kelebihan beban cairan
adalah:
%FO = [(total cairan yang masuk – total cairan yang keluar)/ berat badan saat
masuk × 100]
Temuan ini telah lebih lanjut dipertegas dalam penelitian-penelitian lain
(sebuah penelitian retrospektif single-center dan sebuah penelitian observasi
retrospektif multicenter) terhadap anak-anak yang sakit kritis dan menderita
sindrom disfungsi multiorgan dan AKI [69, 72]. Dalam sebuah tinjauan
retrospektif lainnya, Gillespie dkk [70] menunjukkan %FO > 10% pada inisiasi
CRRT secara independen terkait dengan kematian (rasio bahaya/resiko, HR, 3,02,
CI 95% 1,5-6,1, p = 0,002). Dalam sebuah surveilans terkini terhadap 51 anak
yang menerima transplantasi sel batang yang perjalanannya diperburuk oleh
masuknya dirinya ke ICU dan AKI, 88% memiliki CRRT yang diinisiasi untuk
penanganan kelebihan beban cairan (rata-rata %FO pada inisiasi adalah 12,4%)
[73]. Data ini telah menyajikan sebuah argumen yang kuat mendukung manfaat
survival untuk inisiasi CRRT awal bagi pencegahan penumpukan cairan dan
kelebihan beban pada anak-anak yang sakit kritis pada saat penanganan resusitasi
cairan awal telah dilakukan.
Dalam sebuah analisis sekunder tentang penelitian Kejadian Sepsis pada
Pasien yang sakit akut, Payen dkk [20] telah menguji pengaruh dari keseimbangan
cairan terhadap survival pasien yang sakit kritis dan menderita AKI. Pada
penelitian ini, para pasien dibandingkan dengan apakah mereka menderita AKI,
yang ditetapkan oleh skor Penilaian Kegagalan Organ Ginjal Berurutan ginjal
sebesar ≥ 2 atau dengan urine output < 500 ml/hari. Dari 3.147 pasien yang
terdaftar, 1.120 (36%) menderita AKI dengan 75% yang terjadi dalam 2 hari sejak
masuk ICU. Angka kematian dalam 60 hari lebih tinggi bagi mereka yang
menderita AKI (36 vs. 16%, p < 0,01). Pada pasien penderita AKI permulaan
awal maupun akhir, rata-rata keseimbangan cairan harian hingga 7 hari di ICU
secara signifikan positif dibandingkan dengan pasien non-AKI (p < 0,05 untuk
setiap hari). Demikian halnya, rata-rata keseimbangan cairan harian secara
signifikan lebih positif untuk mereka yang menderita oliguria (620 vs. 270 ml, p <
0,01) dan mereka yang menerima RRT (600 vs. 390 ml, p < 0,001). Rata-rata
keseimbangan cairan harian secara signifikan lebih tinggi bagi non-survivor
dibandingkan dengan survivor (1.000 vs. 150 ml, p < 0,001). Dengan analisis
multivariable, sebuah keseimbangan cairan positif (per l/24 jam) menunjukkan
hubungan yang independen dengan angka kematian 60 hari (HR 1,21; CI 95%,
1,13-1,28; p < 0,001). Meskipun tidak ada data yang tersedia mengenai
keseimbangan cairan menurut waktu terapi penggantian ginjal (RRT), mereka
yang menerima RRT lebih awal (< 2 hari setelah masuk ICU) memiliki kematian
60-hari yang lebih rendah (44,8 vs. 64,6%, p < 0,01), meskipun oliguria dan
tingkat keparahan penyakit lebih besar. Penelitian ini memiliki keterbatasan;
terutama hal ini bukan merupakan sebuah percobaan acak, dan dengan demikian
hubungan yang diamati cenderung bias dari kesalahan pemilihan, pengacau dan
acak.
Dalam sebuah analisis lebih lanjut terhadap 610 pasien yang sakit kritis
dan menderita AKI yang terdaftar dalam database PICARD [48], Bouchard dkk.
[19] mengevaluasi hubungan antara kelebihan beban cairan dengan kematian dan
pemulihan ginjal. Data lengkap mengenai asupan cairan, output dan
keseimbangan dari 3 hari sebelum pendaftaran hingga kepulangan dari rumah
sakit tersedia pada 542 (88,9%) kelompok. Keseimbangan cairan kumulatif
distandarisasi untuk berat badan saat masuk rumah sakit dan ditentukan seperti
yang dijelaskan oleh Goldstein dkk. [71]. Kelebihan beban cairan diartikan
sebagai pencapaian sebuah prosentase penumpukan cairan > 10% pada berat
badan basal. Keterpaparan yang menarik adalah jumlah pasien yang
diklasifikasikan sebagai kelebihan beban cairan pada diagnose AKI, pada inisiasi
RRT bersama-sama dengan durasi (yaitu jumlah hari) kelebihan beban cairan.
Hasil primer yang dievaluasi adalah mortalitas 60-hari dan pemulihan fungsi
ginjal yang dikelompokkan menurut kelebihan beban cairan. Pasien yang
diklasifikasikan sebagai kelebihan beban cairan memiliki tingkat keparahan sakit
dan intensitas pengobatan yang lebih tinggi (yaitu ventilasi mekanik), memiliki
lebih mungkin terjadi pasca operasi dan memiliki kreatinin serum dan output urin
yang lebih rendah para waktu pendaftaran. Angka kematian kasar pada hari ke-60
secara signifikan lebih tinggi untuk pasien AKI yang memiliki kelebihan beban
cairan (48 vs. 35%, p = 0,006). Selisih kematian yang disesuaikan untuk kelebihan
beban cairan pada waktu diagnosis AKI adalah 3,1 (CI 95%, 1,2 – 8,3). Pada
pasien yang menerima RRT, rata-rata penumpukan cairan secara signifikan lebih
rendah pada survivor dibandingkan dengan non-survivor (8,8 vs. 14,2%, p = 0,01)
dan selisih yang disesuaikan untuk kematian karena kelebihan beban cairan pada
inisiasi RRT adalah 2,1 (CI 95%, 1,3-3-4). Lagipula, terdapat bukti mengenai
kenaikan mendekati linear pada angka kematian apabila dikelompokkan menurut
penumpukan cairan kumulatif pada lamanya perawatan di rumah sakit bersama-
sama dengan angka kematian yang lebih tinggi bagi pasien yang memiliki durasi
lebih tinggi yang diklasifikasikan sebagai kelebihan beban cairan (p < 0,0001).
Kelebihan beban cairan pada waktu diagnosis AKI atau pada inisiasi RRT tidak
secara independen terkait dengan pemulihan ginjal. Penelitian ini juga telah
mengakui keterbatasan-keterbatasannya, yang meliputi analisis post-hoc sekunder
tentang data yang dikumpulkan secara prospektif dan mungkin cenderung bias
karena pemilihan dan pengacauan sisa. Selain itu, rumus untuk penghitungan
prosentase kelebihan beban cairan pada pasien dewasa dengan menggunakan berat
badan ‘saat masuk’ tidak terbukti divalidasi secara prospektif dan mungkin
memberi kecenderungan kesalahan pengklasifikasian. Yang terakhir, penelitian ini
tidak dapat membandingkan hubungan antara keseimbangan cairan dengan hasil
pada kontrol non-AKI yang sakit kritis. Akan tetapi, data dari kedua penelitian
observasi ini, bersama-sama dengan penelitian sebelumnya pada orang dewasa
yang sakit kritis dan pasien anak-anak, memberikan bukti yang mendesak bahwa
perhatian terhadap keseimbangan cairan dan pencegahan kelebihan beban volume,
khususnya pada AKI, mungkin merupakan sebuah faktor penentu survival yang
penting dan belum disadari.
Kesimpulan
HF dan AKI akut adalah hal yang umum dan semakin banyak ditemui
dalam praktek klinis. Penumpukan cairan dan kelebihan beban merupakan tema
yang umum dalam patofisiologi dan perjalanan klinis mereka. Keseimbangan
cairan menggambarkan sebuah ‘biomarker’ atau parameter yang penting untuk
mengukur secara serial pada pasien ini yang dapat memberikan informasi
diagnostik, terapi, dan prognosis. Penentuan keseimbangan cairan pada HF
mungkin bersifat kompleks dan sebagian besar tergantung kepada patofisiologi
pokok; akan tetapi, selain pengukuran keseimbangan cairan sederhana (asupan
dikurangi keluaran), biomarker yang lebih baru (yaitu BNP) dan teknologi baru
(yaitu IGC) terbukti bermanfaat untuk pendeteksian awal dan pengidentifikasian
resiko untuk ADHF yang mungkin membiarkan intervensi awal dan
diterjemahkan kedalam peningkatan hasil klinis. Beberapa studi observasi pada
anak dan orang dewasa terfokus kepada Aki sekarang telah menunjukkan data
yang mendukung pentingnya keseimbangan cairan sebagai biomarker yang dapat
dimodifikasi dan faktor penentu hasil klinis. Sekarang ini, dampak dari
keseimbangan cairan pada kedua sindrom ini, khususnya AKI, kurang dipahami.
Ada beberapa atau tidak ada data yang secara khusus tentang keseimbangan cairan
pada CRS, dimana penyakit jantung akut/kronis dapat secara langsung turut
memperburuk fungsi ginjal akit/kronis dan mungkin memperburuk homeostasis
cairan.
Ucapan Terimakasih
Dr. Bagshaw didukung oleh Penghargaan Peneliti Klinis dari Yayasan Alberta
Heritage untuk Beasiswa Klinis Penelitian Medis. Dr. Cruz didukung oleh
beasiswa dari Himpunan Nefrologi Internasional.