follow up.docx

40
BAB II STUDI KASUS 2.1. Identitas Pasien Tanggal kunjungan : 18 Maret 2015 No. Rekam medik : 000385xx Nama Pasien : Ariq Dwi Oktarian Umur : 12 tahun Alamat : Kubang Putiah Perumahan Pemda Kelurahan Anak Aia kasiang Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam, Bukittingggi. Status : BPJS Pekerjaan : Pelajar 2.2. Ilustrasi Kasus Seorang pasien anak laki-laki berumur 12 tahun melalui IGD masuk ke bangsal anak Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi pada tanggal 18 maret 2015 dengan : Anamnesa 1. Keluhan Utama Mual dan muntah. 2. Riwayat Penyakit Sekarang Demam sejak 6 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, terutama malam hari. Sakit kepala (+), mual 1

Upload: sherita-knight

Post on 01-Oct-2015

259 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB IISTUDI KASUS

2.1. Identitas PasienTanggal kunjungan : 18 Maret 2015No. Rekam medik: 000385xxNama Pasien: Ariq Dwi OktarianUmur : 12 tahunAlamat : Kubang Putiah Perumahan Pemda Kelurahan Anak Aia kasiang Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam, Bukittingggi.Status : BPJSPekerjaan : Pelajar

2.2. Ilustrasi KasusSeorang pasien anak laki-laki berumur 12 tahun melalui IGD masuk ke bangsal anak Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi pada tanggal 18 maret 2015 dengan :Anamnesa 1. Keluhan UtamaMual dan muntah.2. Riwayat Penyakit SekarangDemam sejak 6 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, terutama malam hari. Sakit kepala (+), mual (+), muntah (+), Nyeri ulu hati (-), BAB (+), BAK (+).3. Riwayat Penyakit DahuluTidak pernah menderita penyakit berat sebelumnya yang menyebabkan masuk rumah sakit, hanya menderita batuk atau pilek ringan. 4. Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada riwayat penyakit serius.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Sedang Tingkat kesadaran: Compos mentis Nadi : 100x/menit Nafas : 20x/menit Suhu : 37,5o C Berat badan : 25 Kg Mulut: Lidah kotor (+) Thorax: Cor S1-S2 reguler (normal), bisisng paru (-) Abdomen : NTE (nyeri tekan epigastrum) (-), BU (+) N

Pemeriksaan PenunjangTanggal 18 maret 2015Widal test Salmonella Typhii H: (+) 1/320 Salmonella Para Typhii AH, BH, CH: (+) 1/80 Salmonella Typhii O: (+) 1/320 Salmonella Para Typhii AO, BO, CO: (+) 1/160Data PenunjangHasil LaboratoriumNilai Normal

WBC 8000/L4.800-10.800/L

RBC4,05 x 106/L4,7-6,1 x 106/L

HGB11,7 g/dL13-16 g/dL

HCT33,3 %42-52 %

MCV82,2 fL82-92 fL

MCH28,9 pg27-31 pg

MCHC35,1 g/dL32-36 g/dL

PLT306.000/L200.000-400.000

Diagnosa Kerja : Febris hari ke 6 ec demam tifoid.PenatalaksanaanTindakan yang diterima saat di IGD : IVFD RL 16 gtt/i Paracetamol 3x250 mg Kp Cefixime 2x125 mg Antasida syr 3x1 C

Pemberian Obat BersamaNama obat18/319/320/321/322/323/324/325/326/3

RL 16 gtt/i 18 gtt/i Off habis

Paracetamol 4x375mg Kp188 1218 228 1218 228 1218 228 1218 22

Cefixime 2x125 mg188 188 188 188 188 188 188 188

Antacid 3x1 C188 12188 1218Ganti tablet8 12188 12188 12188 12188 12

Domperidon 3x5 mg8 12 188 12 188 12 188 12 18

Kapsul (ambroksol 12.5 mg + CTM 2 mg) 3x112 188 12 188 12 188 12 188 12 188 12 188 12 188 12

BAB IIIFOLLOW UP3.1. Follow Up1. 18 Maret 2015 (hari pertama)Pasien masuk IGD dengan keluhan demam sejak 6 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, sakit kepala (+), mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (-), BAB (+), BAK (+).Diagnosa : Obs febris ec thypoid Terapi yang diberikan di IGD : IVFD RL 16 gtt/i Paracetamol 3x250 mg Kp Cefixime 2x125 mg Antasida syr 3x1 CTerapi yang diberikan di bangsal anak : IVFD RL 16 gtt/i Jam 19.30 suhu tubuh 40,5o C, paracetamol tablet diganti menjadi 4x375 mg. Cefixime 2x125 mg Antasida syr 3x1 Ca. Sore S : Demam naik turun.O : Demam (+), suhu tubuh 37,5oCA : Masalah belum teratasiP : Terapi dilanjutkan.b. MalamS : Demam naik turun, letih.O : Suhu tubuh 40,5o CA : Masalah belum teratasiP : Paracetamol tablet diganti menjadi 4x375 mg, terapi lain dilanjutkan.

2. 19 maret 2015 (hari kedua)a. Pagi S : Demam naik turun, badan letih, mual, muntah, nafsu makan menurun, batuk, pilek, perut sakit, NTE (+).O : Suhu tubuh 37,5oC, , Tes Widal : Salmonell Typhii 1/320.A : Demam Tifoid + Gastritis. Masalah belum teratasiP : Tes RL, terapi ditambah ambroksol + CTM. IVFD RL 16 gtt/i Paracetamol tablet 4x375 mg. Cefixime 2x125 mg Antasida syr 3x1 C Domperidon 3x5 mg Kapsul ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1b. Sore S : Demam naik turun, badan letih, mual, muntah, batuk.O: Demam (+), suhu tubuh 39,9oC, Tes rumpelit: (-)A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.c. Malam S : Demam, badan letih, mual, muntah, batuk.O : Demam (+), suhu tubuh 39oCA : Masalah belum teratasiP : Terapi dilanjutkan

3. 20 maret 2015 (hari ketiga)a. Pagi S : Demam naik turun, mual, batuk.O : Demam (+), suhu tubuh 38,5o C, A : Masalah belum teratasiP : Terapi lanjut, tes RL.b. Sore S : Demam naik turun, mual, batuk.O : Demam (-), suhu tubuh 36,9oC.A : Masalah belum teratasiP : Terapi dilanjutkan.c. Malam S : Demam naik turun, mual, batuk.O : Demam (-), suhu tubuh 36oCA : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.

4. 21 maret 2015 (hari keempat)a. Pagi S : Demam naik turun, mual, batukO : Demam (+), suhu tubuh 39oC.A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan, antacid syrup diganti tablet 3x tablet.Terapi yang diberikan : IVFD RL 16 gtt/i Paracetamol tablet 4x375 mg. Cefixime 2x125 mg Antasida tablet 3x tablet Domperidon 3x5 mg Kapsul ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1b. Sore S : Demam naik turun, mual, batukO : Demam (+), suhu tubuh 38,4oC.A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.

c. Malam S : Demam naik turun, mual, batukO : Demam (-), suhu tubuh 36,7oC.A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.

5. 22 maret 2015 (hari kelima)a. Pagi S : Demam naik turun, batuk sudah mulai berkurang, sedikit mual.O : Demam (-), suhu tubuh 36,5oC.A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.b. Sore S : Demam naik turun, masih sedikit mual, batuk sudah mulai berkurang.O : Demam (-), suhu tubuh 36oC.A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan, infus ditambah menjadi 18 tts/menit. c. Malam S : Demam naik turun, batukO : Demam (+), suhu tubuh 37,5oC.A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.

6. 23 maret 2015 (hari keenam)a. Pagi S : Demam naik turun, badan bintik-bintik merah, O : Demam (-), suhu tubuh 37,5oC, patekie (+), rash (+), tekanan darah 110/70 mmHgA : Masalah belum teratasi.P : Domperidon dan paracetamol dihentikan, terapi lain dilanjutkan, cek darah lengkap per 6 jam.Terapi yang diberikan : IVFD RL 16 gtt/i Cefixime 2x125 mg Antasida tablet 3x tablet Kapsul ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1Hasil laboratorium jam 08.17 : Trombosit : 27.000/L Leukosit : 13.900/L Hemoglobin : 13,6 g/dL Hematokrit : 38,9%Diagnosa : observasi DBD derajad IIb. Sore S : Demam (-), badan bintik-bintik merah.O : Patekie (+)A : Masalah belum teratasi.P : Transfusi trombosit 5 kantong, terapi dilanjutkan.Hasil laboratorium jam 14:12 : Trombosit : 36.000/L Leukosit : 14.600/L Hemoglobin : 13,3 g/dL Hematokrit : 37,9%c. Malam S : Demam (-), badan bintik-bintik merah.O : Patekie (+)A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.

Hasil laboratorium jam 22:26: Trombosit : 48.000/L Leukosit : 16.670/L RBC: 4,06 x 106 /L Hemoglobin : 11,6 g/dL Hematokrit : 32,3 %

d. 24 maret 2015 (hari ketujuh)a. Pagi S : Badan bintik-bintik merah, lelah, KU = sedang, demam (-)O : Rash (+), tekanan darah 90/70 mmHg.A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan, cek darah setiap 6 jam.Hasil laboratorium jam 07.20 : Trombosit : 32.000/L Leukosit : 17.320/L RBC: 4,02 x 106 /L Hemoglobin : 12,2 g/dL Hematokrit : 33,4 %b. Sore S : Badan bintik-bintik merah, lelah, demam (-)O : Rash (+)A : Masalah belum teratasi.P : Infus Off, terapi lain dilanjutkan, cek darah per 6 jam.Terapi yang diberikan : Cefixime 2x125 mg Antasida tablet 3x tablet Kapsul ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1

Hasil laboratorium 17.57: Trombosit : 47.000/L Leukosit : 21.910/L RBC: 3,99 x 106 /L Hemoglobin : 11,5 g/dL Hematokrit : 32,1 %c. Malam S : Badan bintik-bintik merah, lelah.O : Rash (+)A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan.

e. 25 maret 2015 (hari kedelapan)a. Pagi S : Badan bintik-bintik merah, lelah.O : Rash (+), tekanan darah 110/70 mmHg.A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan, cek darah setiap 2 jam. Jika trombosit naik atau >100.000/L, infus tidak perlu dipasang lagi. Hasil laboratorium jam 04.08 : Trombosit : 63.000/L Leukosit : 20.980/L RBC: 3,99 x 106 /L Hemoglobin : 11,4 g/dL Hematokrit : 31,9 %Hasil laboratorium jam 07.44 : Trombosit : 80.000/L Leukosit : 18.500/L RBC: 4,10 x 106 /L Hemoglobin : 12 g/dL Hematokrit : 33,6 %b. Sore S : Badan bintik-bintik merah, lelah.O : Rash (+).A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan. Hasil laboratorium jam 18.23 : Trombosit : 111.000/L Leukosit : 16.890/L RBC: 4,07 x 106 /L Hemoglobin : 11,6 g/dL Hematokrit : 32,8 %c. Malam S : Badan bintik-bintik merah.O : Rash (+).A : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan, cek darah lengkap terakhir.

f. 26 maret 2015 (hari kesembilan)a. Pagi S : Badan bintik-bintik merah, KU = sedang, demam (-).O : Rash (+), tekanan darah 110/80 mmHgA : Masalah belum teratasi.P : Terapi dilanjutkan. Jika hasil trombosit pagi ini naik atau normal, pasien sudah diperbolehkan pulang. Hari senin control ke poli anak.Hasil laboratorium jam 07.53 : Trombosit : 156.000/L Leukosit : 11.280/L RBC: 3,91 x 106 /L Hemoglobin : 11,6 g/dL Hematokrit : 32,7 %Dari hasil laboratorium, trombosit pasien naik, sehingga pasien diperbolehkan pulang.Obat yang diberikan ketika pulang : Cefixime 2x125 mg Kapsul ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1

BAB IVDISKUSI

Pasien Aq, umur 11 tahun masuk ke Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi pada tanggal 18 Maret 2015. Pasien masuk ruangan anak jam 18.00 WIB melalui IGD, dengan keluhan demam sejak 6 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, sakit kepala (+), mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (-), BAB (+), BAK (+). Pasien ini didiagnosa demam thypoid, gastritis , obs DBD derajat II. Pada pemeriksaan lidah pasien, ditemukan bahwa lidah pasien berwarna putih, hal ini menguatkan diagnosa bahwa pasien menderita tifoid, karena ciri khas dari demam tifoid adalah lidah berwarna putih yang disebabkan oleh bakteri salmonella tersebut. Hasil tes laboratorium menunjukkan tes widalnya S. typhii H, O (+ 1/320), trombosit 306.000/L dan leukosit 8000/L. Tujuan dari penanganan demam tifoid disini adalah mencegah, membunuh, menghambat perkembangan bakteri salmonella thypii, serta diharapkannya kesembuhan dari pasien ini.Pada saat masuk IGD pasien mendapatkan terapi cairan elektrolit IVFD RL 16 tts/menit untuk memperbaiki keseimbangan cairan elektrolit dan memperbaiki kondisi umum pasien. Menurut Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis (IDAI 2008), drug of choice untuk demam tifoid adalah kloramfenikol 50-100 mg/kg BB/hari. Namun pada pasien ini, terapi yang diberikan adalah antibiotik cefixime 2x125 mg. Cefixime merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga oral, mempunyai aktifitas antimikroba terhadap kuman gram positif maupun negatif termasuk Enterobacteriacea. Pada pemberian secara oral, hampir 50% segera mencapai konsentrasi bakterisidal dan menembus jaringan dengan baik. Cefixime mempunyai efikasi dan toleransi yang baik untuk pengobatan demam tifoid anak (4). Dosis cefixime untuk anak yaitu 10-15 mg/Kg BB/hari (2). Dosis untuk anak dengan BB 25 Kg adalah 250-375 mg/hari, sehingga dosis yang diberikan ke pasien sudah tepat. Pasien juga mengalami mual dan muntah. Mual dan muntah yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi terapi pada pasien secara keseluruhan dan mempengaruhi respon terapi. Selain itu mual muntah yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit. Untuk itu perlu terapi untuk mengatasi mual dan muntahnya. Terapi yang diberikan adalah domperidon 3x5mg. Dari perhitungan dosis yang ditelah dilakukan, dosis yang diterima sudah tepat dan masuk dalam range dosis terapi yaitu 3 x 5 mg/hari. Pada hari keenam perawatan, pasien sudah tidak merasa mual dan muntah lagi sehingga domperidon dihentikan. Selain itu pasien juga mendapatkan terapi Antasida syr 3 x 1 sendok makan sejak masuk rumah sakit sampai hari perawatan ke-tiga (18-20 maret) untuk mencegah peningkatan asam lambung dan mengurangi efek mual. Dan pada hari perawatan ke-empat (tanggal 21 maret), antasid syr diganti dengan sedaian tablet dengan dosis 3 x tablet sampai hari perawatan ke-sembilan (26 maret).Untuk penanganan demamnya, pasien diberikan paracetamol 3x250 mg bila panas saja. Namun pada pukul 19.30 suhu badan naik menjadi 40,5C, sehingga dosis parecetamol ditingkatkan menjadi 4x375 mg. Untuk pasien ini dengan berat badan 25 kg, penggunaan paracetamol sudah tepat karena dosis paracetamol untuk anak adalah 10-15 mg /Kg BB/kali (2). Pada hari keenam perawatan, paracetamol dihentikan karena pasien sudah tidak demam. Untuk mengobati batuk, pasien diberi kapsul ambroksol 12,5 mg dan CTM 2 mg 3 kali sehari. Ambroksol bekerja sebagai mukolitik yaitu mengencerkan dahak, sedangkan CTM bekerja dengan mengentalkan dahak. Sehingga terdapat DRP dari kombinasi obat ini. Pada hari keenam perawatan, trombosit pasien turun menjadi 27.000/L disertai dengan demam, dan adanya bintik merah pada badan pasien. Dari pemeriksaan tersebut pasien didiagnosa DBD. Tujuan dari penanganan DBD derajat II adalah mengatasi kehilangan cairan plasma akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan pendarahan. Menurut Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis (IDAI, 2008), pasien DBD derajad II tanpa peningkatan hematokrid, jika pasien masih bisa minum, cukup diberi minum sebanyak 1-2 liter/hari atau 1 sensok makan tiap 5 menit. Dan untuk pasien yang tidak bisa minum dan muntah terus menerus serta trombosit turun, maka diberi infuse RL 6-7 mL/Kg BB/jam. Pada kasus ini, pasien masih bisa minum tapi diberi infus RL 18 tetes/menit dan dosis infus seharusnya yang diberikan adalah 30,5 tetes/menit. Hal ini karena sulitnya mengontrol dan memastikan bahwa pasien meminum air putih sesuai yang dianjurkan dan tetesan infus yang kurang dapat dipenuhi dengan minum air putih karena pasien masih bisa minum. Pada pasien DBD, Infus RL diberikan untuk menjaga agar volume cairan di dalam pembuluh darah tetap terjaga dengan baik agar terhindar dari hipovolemia yang dapat menyebabkan syok. Setelah didiagnosa DBD II, dilakukan uji darah lengkap setiap 6 jam dan pemberian transfusi trombosit sebanyak 5 kantong. Transfusi trombosit diberikan jika terjadi perdarahan spontan dan masif (banyak). Di singapura indikasi untuk transfusi trombosit adalah jika trombositnya < 10.000/L pada pasien yang stabil, < 20.000/L dengan perdarahan minor dan 50.000/L dengan perdarahan yang signifikan. Indikasi pasti dan pada situasi apa transfusi trombosit ini diberikan masih bervariasi. Belum ada panduan yang jelas tentang transfusi trombosit. Keputusan pemberian transfusi trombosit selama ini masih tergantung dari pengalaman para klinis dan ketersediaan komponen trombosit. Banyak dokter memberikan tansfusi demi menghindari kepanikan, bukan berdasarkan standar pelayanan medis (5) .Pada hari kedelapan perawatan, infus dilepas pada pagi hari. Jika hasil laboratorium menunjukkan nilai trombosit >100.000/L, maka infus tidak perlu dipasang lagi. Tapi jika hasil laboratorium menunjukkan nilai trombosit 16500-1000

12-16480-750

10-12480-500

8-10360-375

6-8240-250

4-6240

2-4180

6-24 bulan120

3-6 bulan60

2-3 bulan setelah imunisasi60

Mekanisme Kerja: Bekerja langsung pada pusat pengaturan panas di hipotalamus dan menghambat sintesa prostaglandin di sistem saraf pusat.Efek Samping: Ruam, pembengkakan, kesulitan bernapas, gejala alergi, tekanan darah rendah atau hipotensi, trombosit dan sel darah putih menurun, kerusakan pada hati dan ginjal ketika mengalami overdosis.Interaksi: Pada dosis tunggal dapat memperkuat anti koagulansia.Farmakologi: Antipiretik (penurun demam), selain itu parasetamol tergolong analgetik perifer sehingga parasetamol dapat digunakan sebagai penghilang rasa nyeri.efek analgetiknya diperkuat oleh kofein dengan kira-kira 50% dan codein. Obat ini tidak memiliki aktifitas sebagi antiinflamasi (antiradang) dan tidak menyebabkan gangguan saluran cerna.Farmakodinamik: Efek analgetik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang, keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek antiinflamasi sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.Farmakokinetika: Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25 % parasetamol terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugsi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu obat juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan hemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresikan melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjungasi.

2. CEFIXIMEIndikasi : Infeksi bakteri gram positif dan gram negatifKontra Indikasi : Hipersensitivitas terhadap sefalosforin porfiliaEfek Samping: Diare dan kolitis yang disebabkan oleh antibiotik (keduanya karena penggunaan dosis tinggi) mual dan muntah, rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam. Dosis: Dewasa dan anak-anak di atas 10 tahun 200 - 400 mg/hari sebagai dosis tunggal atau di bagi dua dosis. Bayi di atas 6 bulan 8 mg/kg/hari sebagai dosis tunggal atau di bagi dua dosis. Bayi 6 bulan - 1 tahun 75 mg/hari. Anak 1 - 4 tahun 100mg/hari, anak 5 - 10 tahun 200 mg/hari.Farmakologi: Obat ini stabil terhadap berbagai jenis betalatamase dan mempunyai spektrum antibakteri menyerupai spektrum sefotaksim. cefiksim tidak aktif terhadap S.aureus, enterokokus, pneumokokus yang resisten terhadap penisilin, pseudomonas, L monocytogenes, acinetobakter dan B fragllis. Cefiksim digunakan untuk terapi otitis media akut, infeksi saluran kemih oleh kuman yang sensitif, dan gonore.Farmakokinetika: Absorbsi cefiksim secara oral berjalan lambat dan tidak lengkap, biovaibilitas absolut sekitar 40%-50%. Dalam bentuk suspensi obat ini diserap lebih baik daripada bentuk tablet. Kadar tinggi terdapat pada empedu dan urine. Cefiksim dieksresi terutama diginjal, obat ini tidak di metabolisme, waktu paruh eliminasi dalam serum antara 3-4 jam.Farmakodinamik: Mekanisme kerjanya yaitu menghambat sintesis dinding sel. Cefixime memiliki afinitas tinggi terhadap penicillin-binding-protein 1 (1a, 1b, dan 1c) dan 3, dengan tempat aktivitas yang bervariasi tergantung jenis organismenya. Cefixim stabil terhadap -laktamase yang dihasilkan oleh beberapa organisme, dan mempunyai aktifitas yang baik terhadap organism penghasil -laktamase.

3. DOMPERIDONIndikasi: Untuk pengobatan dyspepsia fungsional, mual dan muntah akutEfek Samping: Peningkatan prolaktin serum sehingga menyebabkan galakthorrea dan ginekomastia, mulut kering, sakit kepala, diare, rasa cemas dan gatal.Dosis: Dewasa 10-20 mg 3x sehari jika perlu, 10-20 mg sekali sebelum tidur malam tegantung respon klinik, pengobatan jangan melebihi 12 minggu.Kontra Indikasi: Penderita hipersensitif terhadap domperidon. Penderita dengan prolaktinomia tumor hipofise yang mengeluarkan prolaktin.Interaksi: Domperidon mengurangi efek hipoprolaktenimia dari bromokriptin. Pemberian obat anti kolonergik muskarinik dengan analgetik opioid secara bersamaan dapat mengantagonisir efek domperidon. Pemberian antasida secara bersamaan dapat menurunkan biovaibilitas domperidon.Farmakologi: Domperidon merupakan antagonis dopamin yang mempunyai kerja antiemetik. Efek antiemetik dapat disebabkan oleh kombinasi efek periferal (gastropropinetik) dengan antagonis terhadap reseptor dopamin di kemoreseptor trigger zone yang terletak di luar saluran otak di area post trema. Pemberian domperidon menambahkan lamannya kontraksi antral dan duodenum, meningkatkan pengosongan lambung dalam bentuk cairan dan setengah padat pada orang sehat, serta bentuk padat pada penderita yang pengosongan lambungnya terhambat, dan menambah tekanan pada sfringter esofagus bagian bawah pada orang sehat.Farmakokinetika : Bioavailabilitas per oral 13-17 %, rendahnya bioavailabilitas sistemik ini disebabkan oleh metabolisme lintas pertama di hati dan metabolisme pada dinding usus. Pengaruh metabolisme pada dinding usus jelas terlihat pada adanya peningkatan bioavailabilitas dari 13 % ke 23 % jika donperidon tablet diberikan 90 menit sebelum makan dibandingkan jika diberikan dalam keadaan perut kosong. Konsentrasi puncak dicapai dalam waktu 30-110 menit. Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak lebih lama jika obat diminum sesudah makan. 91-93 % terikat pada protein plasma, volume distribusi 5,71 L/kg. Metabolisme terutama dihati. Waktu paroh eliminasi 7-9 jam. Sekitar 30% dari dosis oral dieksresi lewat urine dalam waktu 24 jam. Hampir seluruhnya di eksresi sebagai metabolit. Sisanya dieksresi dalam feses dalam beberapa hari, sekitar 10% sebagai bentuk yang tidak berubah. Farmakodinamika: Domperidon memperlama kontraksi antro-duodenal, mempercepat pengosongan lambung dan meningkatkan tekanan springter esophagus bagian bawah. Donperidon tidak memberikan efek pada sekresi lambung. 4. AMBROKSOL HCLIndikasi: Sebagai sekretolitik pada gangguan pada penyakit saluran pernapasan akut dan kronik yang disertai dengan sekresi brongkus yang abnormal, terutama pada bronkitis kronik eksaserbasi, asthamic bronchitis dan bronnchial ashma.Dosis: Ambroksol tablet : dewasa dan anak di atas 12 tahun 1 tablet 2-3 kali sehari, anak 6-12 tahun : tablet 2-3 kali sehari. Ambroksol sirup : 1 sendok takar (5 ml) 2-3 kali sehari, Anak 6-12 tahun = 2,5 ml ( sendok takar ) 3 kali sehari. Di bawah 2 tahun = 2,5 ml ( sendok takar ) 2 kali sehari.Farmakokinetika: Cepat diabsorbsi setelah pemberian per oral, bioavaibilitas oral kira-kira 70-80%. Waktu paruh distribusi 1-3 jam. Di metabolisme dalam bentuk metabolit dibromoantranilic acid. Di ekskresi melalui ginjal, 5-6% diekresikan melalui urin dalam bentuk tidak berubah.Farmakodinamika: Mekanisme kerja obat ambroksol adalah dengan menstimulasi sel serous dari tonsil pada mucus membrane saluran bronkus, sehingga meningkatkan sekresi mucus didalamnya dan merubah kekentalan komponen serous dan mucus dari sputum menjadi lebih encer dengan menurunkan viskositasnya.Efek Samping: Gangguan ringan saluran pencernaan, reaksi alergi. Reaksi intoleran setelah pemberian ambroksol pernah dilaporkan tetapi jarang.Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap ambroksolInteraksi Obat:Pemberian bersamaan dengan antibiotik (amoksisilin,cefuroxime, eritromisin, doksisiklin) menyebabkan peningkatan penerimaan antibiotik ke dalam jaringan paru-paru.

5. ANTASIDAIndikasi: Pengobatan hiperasiditas, hiperfosfatemia, pengobatan jangka pendek konstipasi dan gejalagejala hiperasiditas, terapi penggantian magnesium. Magnesium hidroksida juga digunakan sebagai bahan tambahan makanan dan suplemen magnesium pada kondisi defisiensi magnesium.Dosis: Dewasa oral 600 1200 mg antara waktu makan dan sebelum tidur. Hiperfosfatemia: anak 50-150 mg/kgBB/24 jam dalam dosis terbagi tiap 4-6. Kontra Indikasi : Hipersensivitas terhadap garam almunium atau bahan-bahan lain dalam formulasi.Efek Samping: Sakit kepala, pusing, mual, diare, sakit otot dan sendi, konstipasi.

Farmakokinetika :Farmakodinamika:Farmakologi:

6. CTMIndikasi : Rhenitis alergi, mengurangi gejala-gejala alergi misalnya rhinorrhea, bersin, iritasi atau gatal-gatal, lakrimasi, merah yang disebabkan oleh pelepasan histamine. Kontra Indikasi : Dapat memperburuk asma bronchial, retensi urin, glaukoma Efek Samping : Efek samping yang sering terjadi adalah sedatif atau rasa kantuk, gangguan saluran cerna, mulut kering, dan kesukaran miksi.Dosis : Dewasa 3-4 kali sehari 0,5 1 tablet, anak-anak 6-12 tahun 0,5 dosis dewasa, anak-anak 1-6 tahun 0,25 dosis dewasa.Farmakokinetika: Diserap dengan baik setelah pemberian oral, tetapi hanya 25-45% untuk tablet konvensional atau 35-60% untuk larutan dari dosis tunggal yang mencapai sirkulasi sistemik sebagai obat tidak berubah. Konsentrasi plasma puncak umumnya terjadi dalam waktu 2-6 jam setelah pemberian tablet oral konvensional atau larutan oral. Efek antihistamin dapat bertahan selama 24 jam. Ikatan protein plasma sekitar 69-72 %. Dieksresikan melalui urinFarmakodinamik: Mekanisme kerja CTM adalah sebagai antagonis reseptor H1. CTM akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu CTM dapat merangsang maupun menghambat susunan syaraf pusat.

Lampiran 2. Analisa Potensi DRPNOJENIS PERMASALAHANANALISA MASALAHCheck list

1.Terapi obat yang tidak diperlukanTerdapat terapi tanpa indikasi medisTidak ada permasalahan

Pasien mendapatkan terapi tambahan yang tidak diperlukanTidak ada permasalahan

Pasien masih memungkinkan menjalani terapi non farmakologiTidak ada permasalahan

Terdapat duplikasi terapiTidak ada permasalahan

Pasien mendapat penanganan terhadap efek samping yg seharusnya dapat dicegahTidak ada permasalahan

Komentar/ Rekomendasi

2.Kesalahan obatBentuk sediaan tidak tepatTidak ada permasalahan

Terdapat kontra indikasiTidak ada permasalahan

Kondisi pasien tidak dapat disembuhkan oleh obatTidak ada permasalahan

Obat tidak diindikasikan untuk kondisi pasienTidak ada permasalahan

Terdapat obat lain yang lebih efektifTidak ada permasalahan

Komentar/ Rekomendasi

3.Dosis tidak tepatDosis terlalu rendahAda permasalahan

Dosis terlalu tinggiTidak ada permasalahan

Frekuensi penggunaan tidak tepatTidak Ada permasalahan

Durasi penggunaan tidak tepatTidak ada permasalahan

Penyimpanan tidak tepatTidak ada permasalahan

Administrasi obat tidak tepatTidak ada permasalahan

Terdapat interaksi obatTidak ada permasalahan

Komentar/ Rekomendasi

Menurut buku ajar infeksi dan peiatri tropis (IDAI 2008), kebutuhan cairan untuk BB >18 kg, jumlah cairan yang dibutuhkan yaitu 88 ml/kgBB/hari. Sehingga dosis infus yang seharusnya diberikan yaitu 30,5 tetes/menit. Namun pada pasien ini hanya mendapatkan 18 tetes/menit

4.Reaksi yang tidak diinginkanObat tidak aman untuk pasienTidak ada permasalahan

Terjadi reaksi alergiTidak ada permasalahan

Terjadi interaksi obatTidak ada permasalahan

Dosis obat dinaikkan atau diturunkan terlalu cepatTidak ada permasalahan

Muncul efek yang tidak diinginkanTidak ada permasalahan

Administrasi obat tidak tepatTidak ada permasalahan

Komentar/ Rekomendasi

5.Ketidaksesuaian kepatuhan pasienObat tidak tersediaTidak ada permasalahan

Pasien tidak mampu menyediakan obatTidak ada permasalahan

Pasien tidak bisa menelan atau menggunakan obatTidak ada permasalahan

Pasien tidak mengerti instruksi penggunaan obatTidak ada permasalahan

Pasien tidak patuh atau memilih untuk tidak menggunakan obatTidak ada permasalahan

Komentar/ Rekomendasi

6.Pasien membutuhkan terapi tambahanTerdapat kondisi yang tidak diterapiTidak ada pemasalahan

Pasien membutuhkan obat lain yang sinergisTidak ada permasalahan

Pasien membutuhkan terapi profilaksisTidak ada permasalahan

Komentar/ Rekomendasi

17