for pdf 03

94
GAMBARAN SELF CONCEPT PADA INDIVIDU YANG MENGALAMI LABELLING SKRIPSI Oleh: Fellicia Tabita Gunawan NRP 7103008004 Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya 2012

Upload: bsuck

Post on 24-Jul-2015

135 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: For PDF 03

GAMBARAN SELF CONCEPT PADA INDIVIDU YANG MENGALAMI LABELLING

SKRIPSI

Oleh: Fellicia Tabita Gunawan

NRP 7103008004

Fakultas PsikologiUniversitas Katolik Widya Mandala

Surabaya2012

Page 2: For PDF 03
Page 3: For PDF 03
Page 4: For PDF 03
Page 5: For PDF 03
Page 6: For PDF 03

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk :Allah Tritunggal, Bapa, Putra dan Roh Kudus

danUntuk Semua UmatNya yang Percaya

Bahwa Anak Adalah Titipan TuhanYang Harus Dirawat Dengan Penuh Cinta Kasih

vi

Page 7: For PDF 03

HALAMAN MOTTO

I Will PROM15E TO13ELIEVE

That God Always GiveHis Love In My Life.

Always Keep The Faith.

vii

Page 8: For PDF 03

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas semua karunia dan

kekuatan yang sudah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis bisa

menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Meskipun terdapat

banyak kendala dalam penyusunan skripsi ini, tetapi atas anugrahNya,

penulis tetap bisa menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

Penulis menyadari, tanpa adanya bantuan dan dukungan dari

pihak-pihak lain, skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini, dengan penuh kerendahan hati, penulis

menyampaikan terima kasih sebanyak-banyak kepada semua pihak yang

telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya

kepada :

1. Ibu Yustina Yettie, M. Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

2. Ibu F. Yuni Apsari selaku Sekretaris Dekan Fakultas Psikologi

Widya Mandala Surabaya

3. Ibu Elisabet Widyaning Hapsari, M.Psi selaku pembimbing

penulis, yang telah mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dengan

penuh kesabaran dan pengertian dalam proses penyusunan skripsi

ini.

4. Bapak Jaka Santoso Sudagijono, M. Psi. selaku penasehat

akademik penulis selama penulis kulah. Terima kasih atas

kesediaannya untuk berdiskusi dengan penulis terkait dengan

proses perkuliahan.

5. Mbak Eva, Mbak Lilis, Mbak Wati dan Pak Heru selaku

karyawan TU Fakultas Psikologi Unika Widya Mandala Surabaya

viii

Page 9: For PDF 03

yang dengan sabar membantu penulis menyelesaikan administrasi

selama penulis kuliah. Maaf kalau sering bawel.

6. Informan S dan Informan A beserta significant other LM dan

St selaku informan penulis. Terima kasih atas waktu dan

informasinya yang sangat berharga demi kelangsungan

penyusunan skripsi ini.

7. Ce Caecilia E. Yoewono, Grad. Dip., Psych selaku dosen dan

teman diskusi penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih atas waktu dan pinjaman bukunya yang sangat

bermanfaat bagi penulis.

8. Semua dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universtas

Katolik Widya Mandala Surabaya. Terima kasih atas semua ilmu

yang bermanfaat yang telah diberikan kepada penulis selama

proses perkuliahan.

9. Hangga Diputra S.Psi selaku rekan diskusi penulis. Terima kasih

buat waktunya dan kesediaannya untuk membantu penulis.

10. Papa dan mama. Terima kasih atas dukungannya kepada penulis

selama ini.

11. Erick, adikku tersayang. Terima kasih atas pengorbanan yang

sering dilakukan buat penulis. Tuhan yang akan membalas semua

pengorbananmu.

12. Semua anggota keluarga yang ikut membantu penulis selama ini,

baik dalam doa ataupun dalam hal lainnya.

13. Sahabat-sahabatku, Grace Natalia dan Sri Wulan. Terima

kasih atas semua kesempatan yang indah yang kita lalui bersama,

dari proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini. Terima

kasih atas semua pengorbanan kalian, baik dalam dukungan,

ix

Page 10: For PDF 03

materi, bensin dll buat penulis selama ini. Ingat, biar Tuhan yang

membalas.

14. Teman-teman penulis seperti Stevanus Ferdian, Michael

Hasudungan, Brian Suryo. Terima kasih atas semua waktu yang

pernah kita lalui bersama. Terima kasih buat supportnya kepada

penulis, baik didalam proses perkuliahan maupun dalam

penyusunan skripsi ini.

15. Buat semua pelanggan pulsa saya, baik dari kalangan dosen,

teman-teman, maupun keluarga. Terima kasih sudah membantu

penulis dalam menambah penghasilan penulis selama ini. Maaf

kalau nagihnya agak heboh.

16. Buat teman-teman angkatan 2008. Terima kasih buat

bantuannya kepada penulis selama proses perkuliahan.

17. Si Maxi (alm.) dan Mini ku, terima kasih sudah menjadi media

penulis selama mengerjakan skripsi.

18. My Beloved Idol, Kim Jong Woon / Yesung Super Junior .

Thanks for all you give for me. You’re my inspiration, my passion,

my motivator for all aspects from my life. Thanks for being my

amazing idol.

19. My Big Idol, Super Junior. Thanks for all happiness you give for

me. Thanks for give me a new family like ELF. I hope, I can meet

you someday.

20. For Someone Special for me now, Nyo ku. Thanks for your love

and your care selama penulis mengerjakan skripsi ini. Biar Tuhan

yang membalas kebaikanmu.

21. Teman gerejaku yang ikut memberikan doa dan dukungannya

selama proses penyusunan skripsi ini.

x

Page 11: For PDF 03

22. Semua teman serta sahabat yang tidak dapat disebutkan satu

persatu. Terima kasih atas dukungannya yang telah diberikan

kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak

keterbatasan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Akhirnya, semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi

ilmu pengetahuan dan kehidupan.

Surabaya, Mei 2012

Fellicia Tabita G.

xi

Page 12: For PDF 03

DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………….…….. i

Halaman Pernyataan................................................................................. ii

Halaman Persetujuan………………………………………………....... iii

Lembar Pernyataan................................................................................... iv

Halaman Pengesahan……………………………………………………. v

Halaman Persembahan……………………….………………………..... vi

Halaman Motto.......…………………………………………………….... vii

Ucapan Terima kasih……………………………………………………. viii

Daftar Isi……………………………………………………………….. xii

Daftar Tabel……………………………………………………………... xv

Daftar Lampiran………………………………………………………… xvi

Abstraksi……………………………………………………………….. xvii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang……………………..…………………………………. 1

1.2 Fokus Penelitian………………………..……………………………... 6

1.3 Tujuan Penelitian………………………….......………………………. 6

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………...……………….. 6

1.4.1 Manfaat Teoritis…………….…………………………......…... 6

1.4.2 Manfaat Praktis………………………………………………….. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 8

2.1 Kajian Literatur Seputar Labelling ...............………………………... .. 8

2.2 Kajian Literatur Tentang Konsep Diri……………………………….... 9

2.3 Review Jurnal Yang Berkaitan Dengan Labelling dan Self Concept.....12

2.4 Gambaran Self Concept Pada Individu Yang Mengalami Labelling.....12

xii

Page 13: For PDF 03

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 15

3.1 Pendekatan Dalam Penelitian………………………………………... 15

3.2 Subjek Penelitian…………………………………………………….. 15

3.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian………………………………. .. 15

3.2.2 Cara Mendapatkan Subjek Penelitian………………………….. 16

3.3 Metode Pengumpulan Data..………………………………………..... 16

3.4 Tehnik Analisis Data……………………………………………….. .. 16

3.5 Validitas Penelitian………………………………………………...... 17

3.6 Etika Penelitian………………………………………………...…..... 18

BAB IV HASIL PENELITIAN................................................................. 19

4.1 Persiapan Pengambilan Data……………………………………........ 19

4.1.1 Peneliti……………………………………………………....... 19

4.1.2 Perijinan Penelitian…………………………………………..... 20

4.2 Proses Pengambilan Data……………………………………………. 20

4.2.1 Pelaksanaan Pengambilan Data dengan Informan…………… 21

4.3 Temuan Penelitian……………………………………………………. 28

4.3.1 Anamnesa Informan 1…………………………………………. 28

4.3.2 Anamnesa Informan 2………………………………………… 30

4.4 Hasil Penelitian…………………………………………………....… 32

4.4.1 Pengolahan Data……………………………………...………. 32

4.5 Deskripsi Tema…………………………………………...………..… 38

4.5.1 Deskripsi Tema Informan 1.… ………………………………. 38

4.5.2 Deskripsi Tema Informan 2…………………………………... .44

4.6 Validitas Penelitian…………………………………………………... 50

BAB V PENUTUP………………………………………………………. 51

5.1 Pembahasan………………………………………………………….. 51

xiii

Page 14: For PDF 03

5.1.1 Informan S… ………………………………………………… 51

5.1.2 Informan A …………………………………………………… 53

5.1.3 Alur Dinamika Psikologis……………………………………... 56

5.1.3.1 Alur Dinamika Psikologis Informan S………………… …. 56

5.1.3.2 Alur Dinamika Psikologis Informan A…………………….... 57

5.2 Refleksi……………………………………………………….……… 58

5.2.1 Keterbatasan Penelitian …………………………………….... 58

5.3 Simpulan………………………………………………………….….. 59

5.4 Saran……………………………………………………………..…... 59

5.4.1 Informan S…………………………………………………….. 59

5.4.2 Informan A……………………………………………………. 60

5.4.3 Masyarakat…………………………………………………….. 60

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..... 61

xiv

Page 15: For PDF 03

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal pengambilan data dengan informan 1 ( S )……………... 21

Tabel 2 Jadwal pengambilan data dengan informan 2 ( A )…………….. 24

Tabel 3 Tabel Kategorisasi Informan 1 ( S )……………………………... 32

Tabel 4 Tabel Kategorisasi Informan 2 ( A )……………………………. .35

xv

Page 16: For PDF 03

DAFTAR LAMPIRAN

Verbatim Informan 1…………………………………………………… .66

Verbatim Informan 2…………………………………………………… 122

Verbatim Significant Other 1…………………………………………. . 190

Verbatim Significant Other 2…………………………………………... 201

xvi

Page 17: For PDF 03

Fellicia Tabita. (2012). ”Gambaran Self Concept pada Individu yangMengalami Labelling”. Skripsi Sarjana Strata 1. Fakultas PsikologiUniversitas Katolik Widya Mandala Surabaya

ABSTRAKSI

Labelling adalah menetapkan atau menggambarkan seseorangdalam hal-hal yang berhubungan dengan perilakunya, dimana hal tersebutbisa mempengaruhi self concept individu yang mendapat label tersebut.Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimanagambaran self concept pada individu yang pernah mengalami labelling.

Informan penelitian ini sebanyak 2 orang dengan masing-masing 1orang significant other dengan kriteria berada dalam tahap dewasa awal danpernah mengalami labelling. Pengambilan informan menggunakan metodesnowball, sedangkan pengumpulan data dengan menggunakan metodewawancara.

Hasil penelitian ini adalah adanya faktor penerimaan diri danhubungan informan dengan lingkungan sosialnya, yang membantumembentuk konsep diri informan. Penerimaan diri informan pertamamelihat bagaimana informan menilai dan menerima tingkah lakufeminimnya namun tidak berkeinginan untuk merubah dirinya menjadiperempuan. Sedangkan informan kedua memiliki 2 macam penerimaan diriyaitu yang bersifat positif, berkaitan dengan informan menerima dirinyayang tomboy tetapi tidak berkeinginan untuk menjadi laki-laki.

Hanya pada informan kedua, adanya penerimaan diri yang bersifatnegatif, berkaitan dengan ketidaknyamanannya terhadap salah satu anggotatubuhnya sehingga informan berkeinginan untuk menghilangkan anggotatubuh tersebut. Kemudian baik pada informan pertama maupun kedua,sama-sama memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan keluarga danteman-temannya. Keduanya merasa bahwa diterima oleh lingkungansosialnya meskipun berperilaku tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.

Kata kunci :Labelling, self concept

xvii

Page 18: For PDF 03

Fellicia Tabita. (2012). "The Image of Self Concept in Individuals WhoHave Labelling". Thesis Scholar Strata 1. Faculty of Psychology WidyaMandala Catholic University Surabaya

ABSTRACT

Labelling is set or describing a person in matters relating to theconduct of which it can affect self-concept of individuals that have thatlabel. Therefore, the purpose of this study was to determine how the imageof self-concept in individuals who have experienced labeling.

Informants of this study as much as two people with one personeach with a significant other criteria currently in the early adult stage andhave had labeling. Decision informant snowball method, while datacollection is done by using the interview method.

The results of this study is the factor of self-acceptance andinformant relationship with the social environment, which helped establishthe concept of self-informants. The informant's first self-acceptance is moreto see how informants judge and receive feminimnya behavior but have nodesire to change himself into a woman. Whereas in the second informant,the informant has two kinds of self-acceptance is a positive self-acceptanceis related to how the informant received a tomboy but she did not want to bemen.

Only, the second informant, a negative self-acceptance related tothe inconvenience of one of his limbs so that the informant intends toremove the limb. Then either the first or second informant, both have goodrelationships with family and friends. Both felt that although accepted bythe social environment does not behave according to gender.

Keyword : Labelling, self concept

xviii

Page 19: For PDF 03

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, kekerasan menjadi hal yang banyak dilakukan oleh

masyarakat. Setiap hari, media massa selalu menyiarkan segala macam

bentuk perilaku kekerasan. Termasuk kekerasan yang dialami oleh anak-

anak. Yang mana pelaku kekerasan terhadap anak adalah secara berurut

orang tua 61,4%, tetangga 6,7%, famili 3,8%, dan guru 3%. Anak-anak

mendapatkan perilaku kekerasan paling banyak di rumah (73,1%), tempat

umum (23,2%) dan sisanya di tempat kerja (Kabupaten/Kota Layak Anak,

2010).

Dalam psikologi, kekerasan bisa juga dimaknai sebagai perilaku

bullying. Bullying sendiri adalah perilaku yang dilakukan secara berulang

oleh individu yang dominan (Craig, Kathryn Henderson, Jennifer G.

Murphy, 2000). Beberapa perilaku bullying antara lain bagi laki-laki,

perilaku bullying yang sering diterima adalah dalam bentuk fisik dan verbal

abuse. Sedangkan bagi perempuan, perilaku bullying yang sering diterima

adalah verbal bullying (termasuk hal-hal yang berbau seks) dan penyebaran

rumor (Addressing the Problem of Juvenile Bullying, U.S. Department of

Justice, 2001)

Perilaku bullying pasti memberikan efek tersendiri bagi korbannya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rigby dalam Riauskina,

Djuwita & Sosseto (Widayanti, 2009), efek dari perilaku bullying itu adalah

korban bullying akan mengalami berbagai macam gangguan seperti

kesejahteraan psikologis yang rendah, penyesuaian sosial yang buruk,

gangguan psikologis dan kesehatan yang memburuk. Selain itu, efek negatif

dari perilaku bullying ini adalah bullying dapat menimbulkan perasaan tidak

1

Page 20: For PDF 03

aman, terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau menderita

stress yang dapat berakhir dengan bunuh diri.

Hal ini dibuktikan dari wawancara awal yang dilakukan pada subyek

S yang sering mengalami bullying. Subyek mengatakan bahwa setiap kali ia

dibully oleh orang lain, dia selalu merasa malu.

”ya malu aku.. apalagi kalo ngomongnya itu didepanbanyak orang.. mau taruh dimana mukaku..”

Selain subyek S, peneliti juga melakukan wawancara awal dengan

subyek T yang juga mendapat bullying. Lain dengan subyek S merasa malu

atas perlakuan bullying yang diterimanya, subyek T marah dengan ejekan

tomboy yang diterimanya

”ya marahlah. Aku ini cewek kok dibilang cowok..”

Ejekan yang diterima oleh subyek T diatas adalah kekerasan dalam

bentuk pemberian julukan. Pemberian julukan terhadap seseorang termasuk

ke dalam labelling. Labelling adalah menetapkan atau menggambarkan

seseorang dalam hal-hal yang berhubungan dengan perilakunya. Menurut A

Handbook for The Study of Mental Health, label adalah sebuah definisi

yang ketika diberikan pada seseorang akan menjadi identitas diri orang

tersebut dan menjelaskan tentang tipe bagaimanakah seseorang itu

(Labelling dan Perkembangan Anak, Dampak Labelling Terhadap Anak-

FOTA Salman, 2007).

Beberapa contoh julukan yang sering diterima oleh anak adalah

”bodoh”, ”nakal” atau ”bandel”. Selain itu, ada juga julukan ”si banci” atau

”si tomboi” biasanya ditujukan oleh anak yang dalam kesehariannya

berperilaku tidak sesuai dengan jenis kelaminnya (Yohanes, 1993). Julukan

”banci” ditujukan untuk anak laki-laki yang berperilaku seperti perempuan,

2

Page 21: For PDF 03

dan julukan ”tomboi” ditujukan untuk anak perempuan yang berperilaku

seperti laki-laki.

Perilaku labelling sangat banyak ditemui di lingkungan sekitar kita.

Jika ada seorang anak yang berperilaku tidak sesuai dengan gendernya,

maka lingkungan akan dengan mudah memberikan julukan atau ejekan ke

anak tersebut (Baron & Byrne, 2003: 189). Selain itu, masyarakat akan

menolak anak-anak yang dalam golongan ini karena mereka dianggap

berada di jalur yang tidak sewajarnya dalam norma masyarakat (Let’s Talk

About Sex, Parents and Friends of ExGays and Gays, 2011).

Padahal idealnya, setiap anak seharusnya mendapatkan perlakukan

dengan baik. Agar saat masa dewasanya, seorang anak bisa menjadi

individu yang baik Karena berdasarkan sejarah psikologi perkembangan,

pandangan di masa sekarang adalah masa anak-anak dilihat sebagai suatu

periode kehidupan yang sangat penting dan unik, yang meletakkan suatu

landasan penting bagi tahun-tahun orang dewasa dan sangat berbeda dari

masa anak-anak. (Santrock, 2008: 8) Dengan kata lain, jika masa kecilnya

anak-anak mendapat perlakuan yang baik maka masa dewasanya, anak

tersebut akan tumbuh menjadi pribadi yang baik, sesuai dengan apa yang ia

terima saat masih kecil. Begitu pula sebaliknya, jika dalam masa kecilnya

anak-anak mendapat perlakuan yang buruk, maka saat dewasanya tumbuh

menjadi pribadi yang buruk dan menyimpang.

Menurut ahli, pemberian label / cap atau juga disebut stigma akan

memberi bekas dalam diri anak dan mempengaruhi pembentukan konsep

dirinya (Kompas, 2010). Konsep diri atau self concept adalah gambaran

yang dimiliki orang tentang dirinya (Hurlock, 1999: 58). Self concept

seseorang mengacu pada bagaimana seseorang mengevaluasi dirinya. Orang

dewasa mengevaluasi dirinya dari berbagai aspek di kehidupannya, seperti

di bidang akademik, atletik, penampilan dan lain sebagainya (Santrock,

3

Page 22: For PDF 03

1998: 318). Dikhawatirkan, jika seseorang mengalami labelling, individu

tersebut akan membentuk konsep diri yang sama dengan label yang orang

lain atau lingkungan berikan kepadanya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi self concept seseorang,

salah satunya adalah pengalaman terutama pengalaman interpersonal, yang

memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga (Fitts dalam

Agustiani, 2006: 139). Jika dalam berhubungan dengan orang lain, anak

mendapatkan perasaan yang positif dan berharga, maka anak akan memiliki

self concept yang baik pada saat dewasa. Namun pada anak mendapatkan

perasaan negatif akibat dari labelling yang diterimanya, maka besar

kemungkinan bahwa anak itu akan memiliki self concept yang buruk di

masa dewasanya (Labelling dan Perkembangan Anak, Dampak Labelling

Terhadap Anak-FOTA Salman, 2007).

Namun bisa saja, self concept seseorang bisa menjadi lebih baik

meskipun pada masa kecilnya ia mengalami perlakuan labelling. Seperti

yang dialami oleh subyek A. Meskipun ia sering dibilang tomboy karena

perilakunya yang cenderung maskulin, tetapi pada saat ini, ia mampu

menunjukkan self concept yag baik karena masih ada orang-orang yang mau

mendukungnya untuk berubah.

”Sahabatku juga, ayolah belajar, kamu juga cewek..Gimanapun seliar-liarnya aku, sekasar-kasarnya aku,seperti apapun penilaian orang terhadap aku, intinyamemang secara fisik, aku ya wanita.. Ya udah, itu akumulai belajar...”

Namun lain halnya dengan apa yang dialami oleh subyek A, anak

yang dilabel oleh lingkungan akan menunjukkan perilaku sesuai dengan

label yang diberikan kepadanya, terutama bagi anak remaja yang sudah

memahami makna dari label yang diberikan kepadanya, karena merasa

sudah terlanjur diberi label tersebut. Berbeda dengan anak yang mendapat

4

Page 23: For PDF 03

labelling di usia pra-sekolah, anak tersebut tidak menunjukkan perilaku

yang sesuai dengan label yang diarahkan kepadanya. Hanya saja, anak bisa

merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan dengan label yang

diterimanya (Kompas, 2010). Selain itu, anak yang mendapat label sejak

kecil, akan cenderung lebih memungkinkan untuk menjadi delinquent dan

itu berlangsung di kehidupan dewasanya (Siegel & Welsh, 2011: 184).

Seperti yang terjadi pada para pecandu narkoba. Akibat label deviant

yang diarahkan kepada dirinya, para pecandu narkoba cenderung terpaku

pada pola deviant. Dan akan kembali menggunakan narkoba (Wicaksono,

2010). Hal ini seperti yang diungkapkan Romli Atmasasmita, label atau cap

dapat memperbesar penyimpangan tingkah laku (kejahatan) dan dapat

membentuk karier kriminal seseorang. (Atmasasmita, 1992: 39)

Beberapa contoh diatas menegaskan bahwa self concept mempunyai

pengaruh yang kuat terhadap perilaku seseorang (Fitts dalam Agustiani,

2006: 139). Karena itulah, orang dengan self concept baik, seperti subyek S,

bisa menunjukkan aktualisasi dirinya di bidang akademik. Dan yang

memiliki self concept yang buruk, akhirnya memunculkan perilaku

kekerasan terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Perbedaan gambaran

konsep diri pada subyek S dengan para pecandu narkoba inilah yang

menarik peneliti untuk mengetahui bagaimana gambaran konsep diri pada

individu yang mengalami labelling.

Sedangkan kekhasan dari penelitian ini adalah karena penelitian ini

berfokus pada labelling ”tomboy” dan ”banci”, yang kemudian dikaitkan

dengan konsep diri dari individu yang mengalami labelling tersebut.

Penelitian ini dilakukan karena masih kurangnya penelitian mengenai

perilaku ”tomboy” atau ”banci”.

5

Page 24: For PDF 03

1.2 Fokus Penelitian

Bagaimana gambaran self concept pada individu yang mengalami

labelling?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran

self concept pada individu yang mengalami labeling.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Memberikan masukan baru bagi pengembangan teori-teori

psikologi perkembangan dan sosial khususnya mengenai self

concept dan perilaku labelling.

2. Mengingat masih sedikit teori psikologi yang membahas tentang

labelling yang berkaitan dengan gender, penelitian ini diharapkan

dapat menjadi dasar untuk menyusun suatu teori baru khususnya

dalam psikologi perkembangan dan sosial mengenai self concept

pada individu yang mengalami labelling, dimana teori baru

tersebut dapat dijadikan acuan bagi para psikolog maupun psikiater

saat menangani permasalahan-permasalahan yang berkaitan

dengan labelling.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Untuk subyek : diharapkan hasil dari penelitian ini bisa digunakan

oleh subyek ataupun pada orang-orang yang pernah mengalami

labelling untuk bisa memperbaiki self conceptnya ke arah yang

lebih baik.

6

Page 25: For PDF 03

2. Untuk lingkungan : memberikan masukan dalam mendidik anak,

terutama ketika anak menunjukkan perilaku yang tidak sesuai

dengan harapan, dalam hal ini anak berperilaku tidak sesuai

dengan gendernya.

3. Untuk psikolog : sebagai referensi saat menghadapi kasus-kasus

berkaitan dengan labelling, yaitu bagaimana membentuk konsep

diri klien menjadi lebih baik.

7

Page 26: For PDF 03

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Literatur Seputar Labelling

Labelling adalah menetapkan atau menggambarkan seseorang dalam

hal-hal yang berhubungan dengan perilakunya. Menurut A Handbook for

The Study of Mental Health, label adalah sebuah definisi yang ketika

diberikan pada seseorang akan menjadi identitas diri orang tersebut dan

menjelaskan tentang tipe bagaimanakah seseorang itu (Labelling dan

Perkembangan Anak, Dampak Labelling Terhadap Anak-FOTA Salman,

2007).

Dampak dari labelling, khususnya labelling yang negatif adalah

munculmya perilaku menyimpang. Menurut Peggy Thoits (dalam Herlina,

2007: 1), orang yang diberi label menyimpang dan diperlakukan sebagai

orang yang menyimpang akan menjadi menyimpang (Labelling dan

Perkembangan Anak, Dampak Labelling Terhadap Anak-FOTA Salman,

2007). Selain itu, menurut Romli Atmasasmita, label atau cap dapat

memperbesar penyimpangan tingkah laku (kejahatan) dan dapat membentuk

karier kriminal seseorang. (Atmasasmita, 1992: 39). Sedangkan menurut

Lemert, proses labelling ini bisa membuat seseorang yang awalnya tidak

memiliki kebiasaan menyimpang menjadi terbiasa. Bahkan kebiasaan

tersebut menjadi gaya hidupnya (Maryati & Suryawati, 2007: 122)

Efek dari label yang diterima oleh anak adalah anak akan terisolasi

dari teman sebayanya yang tidak mendapat label, menutup akses untuk

lingkungan yang baik dan membuat anak tersebut lebih menyukai dunia

kriminal (Tannenbaun dalam Mangal, 2007: 464). Individu yang mengalami

label akan cenderung untuk mengulangi dan terus menerus melakukan

8

Page 27: For PDF 03

penyimpangan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk dari kekecewaan atas

label atau cap yang diberikan masyarakat kepadanya (Abdullah, 2008: 6).

2.2 Kajian Literatur Tentang Konsep Diri

Pengertian konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang

tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang

diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya. Konsep diri bukan

merupakan faktor bawaan, tetapi berkembang dari pengalaman yang terus

menerus dan terdiferensiasi. Sedangkan Fisst (1971) mengemukakan bahwa

konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, yang menjadi

acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri :

1. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang

memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga

2. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang

lain.

3. Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi

pribadi yang sebenarnya.

Konsep diri juga memiliki 2 dimensi, yaitu dimensi internal dan

dimensi eksternal. Yang dimaksud dimensi internal adalah bagaimana

seseorang menilai dirinya sendiri berdasarkan dengan dunia didalam

dirinya. Dimensi internal ini dibagi ke dalam 3 bentuk :

1. Diri Identitas : bagian terdasar dari konsep diri, mengacu pada

label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri oleh

individu yang bersangkutan, untuk menggambarkan dirinya dan

membangun identitasnya. Kemudian dengan bertambahnya usia

9

Page 28: For PDF 03

dan interaksi dengan lingkungan, pengetahuan tentang dirinya

sendiri semakin bertambah, sehingga mampu melengkapi

keterangan tentang dirinya dengan hal-hal yang kompleks.

2. Diri Pelaku ( behavioral self ) : persepsi diri tentang

tingkah lakunya, berkaitan dengan apa yang telah dilakukannya.

3. Diri Penerimaan / Penilai ( judging self ) : berfungsi

sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Merupakan

perantara dari identitas diri dengan diri pelaku. Diri penilai ini

menentukan kepuasan yang akan ditampilkan atau seberapa jauh

seseorang menilai dirinya.

Sedangkan dimensi eksternal adalah bagaimana individu menilai

dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya,

serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi eksternal dibagi menjadi 5 bentuk:

1. Diri Fisik ( physical self ) : menyangkut persepsi

seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik, mengenai

penampilan dirinya dan keadaan tubuhnya.

2. Diri Etik-Moral ( moral-ethical self ) : merupakan

persepsi seseorang terhadap dirinya berdasarkan standar

pertimbangan nilai moral dan etika.

3. Diri Pribadi ( personal self ) : merupakan persepsi

seseorang tentang keadaan dirinya. Hal ini dipengaruhi oleh

sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya.

4. Diri Keluarga ( family self ) : menunjukkan perasaan dan

harga dirinya seseorang dalam kedudukannya dalam keluarga.

5. Diri Sosial ( social self ) : penilaian individu terhadap

interaksi dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya.

10

Page 29: For PDF 03

Perkembangan konsep diri akan terus berlangsung sepanjang

kehidupan seseorang. Symonds (1951, dalam Fisst, 1971) menyatakan

bahwa persepsi tentang diri mulai berkembang ketika kemampuan perseptif

seseorang muncul. Ketika individu masih bayi, ia mulai membentuk

pandangan tentang dirinya sebagai seorang individu walaupun masih kabur.

Pada periode awal kehidupan, konsep diri individu sepenuhnya

didasari oleh persepsi tentang diri sendiri. Setelah itu, dengan bertambahnya

usia seseorang, konsep diri tidak lagi berfokus pada diri sendiri tetapi lebih

banyak didasari oleh nilai-nilai yang diperoleh dari orang lain.

Pada tahap remaja dan dewasa awal, akan ada perubahan konsep diri.

Dan ada 3 kesimpulan atas perkembangan tersebut yaitu :

1. Arti penting motivasi untuk membangun dan mempertahankan

konsep diri yang bervariasi sebagai fungsi dari umur

2. Sebagai individiu yang akan memasuki tahap dewasa tengah

dan dewasa akhir, konsep dirinya akan lebih positif.

3. Konsep diri seseorang bisa menjadi lebih jelas dan lebih stabil

saat tahap dewasa tengah dan dewasa akhir walaupun bukti-

bukti yang ada masih kurang kuat dan konsisten

Tahap remaja dan dewasa awal memiliki motivasi tinggi untuk

membangun dan mempertahankan konsep diri. Sehingga hal ini

menyebabkan adanya perubahan pada konsep diri seseorang yang berada di

tahap tersebut. (Rice, Cora & Monisha Pasupathi, Reflecting on Self-

Relevant Experiences: Adult Age Differences. 2010)

Konsep diri juga terbagi menjadi 2 macam, yaitu konsep diri positif

dan konsep diri negatif. Individu dengan konsep diri negatif adalah individu

11

Page 30: For PDF 03

yang cenderung menarik diri dalam berhubungan dengan orang lain, atau

bertindak agresif secara tidak wajar (Pandjaitan&Pamuchtia, 2010).

Sedangkan individu yang memiliki konsep diri positif adalah

individu yang merasa yakin akan kemampuannya, merasa setara dengan

orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang

mempunyai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya

disetujui oleh masyarakat. Dan mampu memperbaiki diri karena sanggup

mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan

berusaha mengubahnya (Rakhmat, 2000: 105).

2.3 Review Jurnal Yang Berkaitan Dengan Labelling dan Self Concept

Beberapa penelitian telah mencoba untuk melihat dampak dari

labelling terhadap self concept seseorang yang dilabel oleh lingkungannya.

Salah satunya penelitian yang melihat bagaimana pengaruh dari labelling

terhadap konsep diri yang dilakukan oleh Jensen (1972) dan Matsueda

(1992) dalam Bernburg (2006). Jensen dan Matsueda mengatakan bahwa

ada efek dari labelling terhadap perkembangan konsep diri yang

menyimpang. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa individu dengan

perilaku menyimpang akan mencari individu lain yang juga berada di posisi

yang tidak menguntungkan di dalam masyarakat, yan mana mereka akan

saling membagi konsep diri yang deviant beserta perilakunya dan

memungkinkan untuk terjadinya perilaku yang tidak biasa. (Bernburg dkk,

2006)

2.4 Gambaran Self Concept Pada Individu Yang Mengalami Labelling

Konsep diri seseorang mengalami banyak perubahan saat individu

masih berada dalam tahap remaja. Akan berakhir pada saat individu masuk

Page 31: For PDF 03

dalam tahap dewasa. Apa yang terjadi pada individu pada saat kecil sampai

dengan remaja akan mempengaruhi konsep dirinya saat dewasa.

Labelling merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi

konsep diri seseorang. Anak yang mendapat suatu label tertentu dari orang

dewasa akan menerima label tersebut dan bahkan tidak dapat merubah hal

tersebut (Adywibowo, 2010).

Seseorang yang mengalami labelling, kemungkinan akan

memunculkan perilaku yang menyimpang (Labelling dan Perkembangan

Anak, Dampak Labelling Terhadap Anak-FOTA Salman, 2007). Label

positif pun akan memunculkan perilaku yang negatif bagi anak yang

mendapat label tersebut. Seperti label ”anak pintar” pada anak yang berada

di kelas akselerasi. Label tersebut bisa membuat siswa tersebut terbebani

dan membuat siswa tersebut merasa gagal ketika tidak bisa memenuhi

tuntutan lingkungan. Hal ini akan memicu munculnya konsep diri negatif

pada siswa tersebut sehingga berpengaruh buruk pada kehidupan sosialnya

(Ari dkk, 2009).

Sedangkan seseorang yang mendapat label negatif, seperti homo atau

gay dari lingkungannya, akan membuat individu tersebut memiliki konsep

diri negatif. Karena individu tersebut selalu merasa memiliki banyak

kekurangan, sehingga membatasinya untuk berinteraksi dengan

lingkungannya. Namun ada juga individu yang bisa memiliki konsep diri

positif walaupun mendapat label yang negatif. Hal ini disebabkan karena

individu tersebut tidak merasa terganggu dengan kondisi dirinya, bahkan

mampu menghargai dirinya sendiri (Konsep Diri Pria Biseksual, Jurnal

Psikologi Volume 3, 2010).

13

Page 32: For PDF 03

Beberapa contoh di atas semakin menguatkan pernyataan bahwa

labelling yang diterima individu akan mempengaruhi konsep diri yang

dimiliki oleh individu tersebut. Bahwa orang yang mendapat labelling,

kemungkinan besar akan mempengaruhi cara pandang individu tersebut

terhadap dirinya sendiri.yang mana cara pandang tersebut akhirnya

mempengaruhi juga gambaran konsep diri individu yang mendapat label.

Hanya saja, pada penelitian tentang konsep diri diatas, baik konsep diri

negatif maupun konsep diri positif, semuanya tidak membahas tentang

labelling pada individu yang bersikap tomboy atau feminim. Sehingga, hal

ini semakin menarik minat peneliti untuk melihat bagaimana self concept

pada individu yang mengalami labelling.

14

Page 33: For PDF 03

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Dalam Penelitian

Penelitian dengan judul “Gambaran Self Concept pada Individu

Yang Mengalami Labelling” ini menggunakan metode kualitatif karena

peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran self concept pada seseorang

yang mengalami labelling. Selain itu, peneliti juga ingin mendeskripsikan

bagaimana proses yang terjadi pada individu yang mengalami labelling

sehingga terbentuk konsep dirinya saat ini. Selain itu, metode kualitatif ini

bisa membantu peneliti untuk menggali lebih dalam setiap jawaban yang

diberikan oleh informan penelitian. Hal tersebut didukung oleh pernyataan

Poerwandari (1998: 36) yang mengatakan bahwa metode kualitatif

merupakan metode yang bertujuan mendeskripsikan dan memahami proses

dinamis suatu fenomena sosial secara mendalam dan detil. Oleh karena itu,

metode ini dipandang sesuai dengan tujuan penelitian ini.

3.2. Subjek Penelitian

3.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek yang akan digunakan pada penelitian ini sebanyak dua orang

yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan sesuai

dengan tujuan penelitian. Adapun kriteria tersebut adalah:

a. Subjek berada dalam tahap dewasa awal

b. Mengalami labelling

15

Page 34: For PDF 03

3.2.2. Cara Mendapatkan Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini didapatkan melalui metode snowball,

dimana subjek diperoleh dengan mengenal informan sebelumnya dan atas

rekomendasi dari pihak-pihat tertentu, seperti teman peneliti.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data diambil dengan menggunakan metode wawancara mendalam

(in-depth interview), karena dengan metode ini peneliti akan mendapatkan

gambaran yang menyeluruh dan mendalam mengenai informasi-informasi

penting dari subjek, sekaligus metode ini berfungsi untuk mengeksplorasi

lebih mendalam mengenai suatu peristiwa (Champion & Black, 1992: 306-

309) dalam prosesnya bentuk wawancara yang digunakan yaitu semi

structured interview, karena teknik ini mempermudah proses pengambilan

data dengan adanya guideline. Guideline pertanyaan penelitian menurut

Willig (2001: 22) bertujuan untuk mengarahkan proses penelitian dan

pertanyaan dalam penelitian berfungsi sebagai trigger agar subjek bercerita

tentang hidupnya.

Adapun guideline interview pada penelitian ini, yaitu :

1. Latar belakang subjek

2. Kapan subyek mengalami labelling

3. Hubungan dengan lingkungan sosial

4. Gambaran self concept subjek

3.4. Teknik Analisis Data

Menurut Hayes (2000: 173-182) prinsip teknik analisis data dalam

penelitian kualitatif disebut sebagai thematic analysis. Thematic analysis

yaitu suatu proses analisis data yang melibatkan pemisahan informasi

16

Page 35: For PDF 03

menjadi tema-tema. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah

inductive thematic analysis yaitu proses pemisahan data yang dilakukan

peneliti tanpa menetapkan tema - tema yang akan menjadi panduan

pemisahan terlebih dahulu.

Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam pelaksanaan analisis

data pada penelitian ini yaitu :

a. Membuat verbatim wawancara dalam bentuk transkrip yang terdiri

dari kolom nomor baris, kolom verbatim, dan kolom ide.

b. Mencari ide dari hasil verbatim.

c. Tahap koding

- Menandai kata, kalimat, atau paragraf dari hasil verbatim

yang sesuai dengan pertanyaan penelitian.

- Menginterpretasi kata kunci dengan menggunakan

gagasan subjektif peneliti.

d. Tahap kategorisasi

Mengelompokkan gagasan yang digunakan untuk menginterpretasi

data dalam kategori berdasarkan kesamaan yang ditemukan.

e. Menganalisa hasil wawancara yang telah di dukung oleh teori yang

telah didapatkan kemudian mendeskripsikan secara singkat.

3.5. Validitas Penelitian

Peneliti menggunakan 3 jenis validitas dalam penelitian ini, yaitu

validitas komunikatif, validitas argumentatif dan validitas ekologis :

a. Validitas Komunikatif

Dilakukan melalui dikonfirmasikannya kembali data dan

analisisnya pada responden penelitian dimana subjek bisa

mengkoreksi temuan penelitian yang dilaporkan oleh peneliti.

17

Page 36: For PDF 03

b. Validitas Argumentatif

Semua poin-poin penelitian dapat dirujuk dengan data verbatim.

c. Validitas Ekologis

Penelitian dilakukan pada kondisi alamiahnya, tanpa ada

eksperimen atau kontrol.

Hal ini dikarenakan ketiga jenis validitas tersebut sesuai dengan

kebutuhan penelitian ini.

3.6. Etika Penelitian

a. Inform consent

Subjek diinformasikan mengenai prosedur penelitian dan hak-

haknya dalam penelitian, sebelum penelitian dimulai.

b. Right to withdraw

Subjek diinformasikan bahwa dirinya memiliki hak untuk

mengundurkan keikutsertaannya dalam selama proses

pengambilan data kapanpun tanpa rasa bersalah

c. Confidentiality

Peneliti menjaga kerahasiaan identitas diri subjek.

18

Page 37: For PDF 03

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Persiapan Pengambilan Data

4.1.1 Peneliti

Peneliti melakuan persiapan terlebih dahulu sebelum melakukan

penelitian. Peneliti perlu mempersiapkan diri agar dapat membangun sikap

dan bahasa yang tepat saat mengambil data ke lapangan, sehingga saat

wawancara berlangsung, informan akan merasa lebih nyaman. Persiapan-

persiapan tersebut adalah :

1. Membuat daftar pertanyaan dengan mengacu pada guideline

pertanyaan

2. Menyiapkan peralatan yang mendukung wawancara yaitu alat

perekam berupa Handphone BlackBerry, daftar pertanyaan dan alat

tulis

Setelah menyiapkan daftar pertanyaan, peneliti kemudian mencari

informan yang sesuai dengan kriteria penelititan. Pencarian informan ini

berlangsung dari bulan Desember 2011 hingga awal bulan Januari 2012.

Untuk mendapatkan informan, peneliti meminta rekomendasi dari teman-

teman peneliti. Dan dari teman-teman peneliti, akhirnya peneliti

mendapatkan informan T (perempuan). Kemudian peneliti melakukan

wawancara dengan informan T pada tanggal 12 Januari 2012, kemudian 7

Februari 2012 dan 10 Februari 2012. Peneliti kemudian medapatkan

informan kedua, yaitu informan R (pria). Dan dengan informan R, peneliti

melakukan wawancara pada tanggal 30 Januari 2012.

Dikarekan peneliti menemukan halangan pada informan R, yaitu

ketidaksesuaian jadwal pertemuan untuk wawancara, maka peneliti

mengganti informan R dengan informan S (pria). Peneliti mendapatkan

19

Page 38: For PDF 03

informan S juga berdasarkan informasi dari teman-teman peneliti. Dengan

informan S ini, peneliti melakukan wawancara paa tanggal 9 Februari 2012,

10 Februari 2012 dan 19 Februari 2012.

Peneliti juga melakukan penggantian informan T dengan informan A

(perempuan), dikarekan ada kriteria penelitian yang tidak sesuai dengan

informan T. Peneliti mendapatkan informan A dengan meminta sendiri

informan A untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Peneliti

melakukan wawancara dengan informan A pada tanggal 21 Februari 2012,

22 Februari 2012 dan 27 Februari 2012.

Untuk informan S, wawancara dilakukan dirumah informan, tetapi

saat ayah informan tidak berada dirumah. Sedangkan untuk informan A,

wawancara dilakukan di kampus informan, dengan mengambil salah satu

ruang kelas yang kosong.

4.1.2 Perijinan Penelitian

Setelah mendapatkan informan penelitian, maka kemudian peneliti

membuat surat kesediaan berpartisipasi dalam penelitian dengan meminta

kop surat fakultas Psikologi melalui tata usaha fakultas. Surat tersebut berisi

penjelasan hak-hak informan dalam penelitian seperti kerahasiaan, memiliki

hak untuk mengundurkan diri dari penelitian dan bertanya kesediaan

informan untuk direkam. Surat kesediaan tersebut peneliti berikan kepada

informan pertama sebelum peneliti melakukan wawancara pertama serta

meminta informan untuk menandatangani surat kesediaan tersebut. Hal

yang sama dilakukan untuk informan kedua.

4.2 Proses Pengambilan Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara dengan 2 orang

informan dan 2 orang significant other. Informan dalam penelitian ini

adalah 1 orang laki-laki dan 1 orang perempuan yang keduanya berusia 20

20

Page 39: For PDF 03

tahun ke atas. Sedangkan significant other dari pihak informan laki-laki

adalah ibunya, dan dari pihak informan perempuan adalah teman baiknya.

Kedua informan sama-sama masih menempuh pendidikan S1 di 2

universitas swasta yang berbeda. Serta keduanya masih tinggal bersama

orangtuanya.

4.2.1 Pelaksanaan Pengambilan Data dengan Informan

Tabel 4.1 Jadwal pengambilan data dengan informan 1 ( S )

Nama Hari / Tanggal Waktu Tempat KeteranganS Kamis,

9 Februari 2012 Sekitar1,5 jam

Rumahinforman

Wawancara +Observasi

S Jumat,10 Februari 2012

Sekitar 15menit

Rumahinforman

Wawancara

S Minggu,19 Februari 2012

Sekitar 10menit

Rumahinforman

Wawancara

L(Significantother)

Minggu,19 Februari 2012

Sekitar 12menit

Rumahsignificantother

Wawancara

Pertemuan 1

Peneliti menghubungi informan S untuk membuat janji wawancara

pada tanggal 7 Februari 2012. Dikarekan informan tidak bisa keluar rumah

(tidak bisa naik kendaraan), maka penelitilah yang akhirnya datang ke

rumah informan S. Informan meminta peneliti datang pada pk 16.00, yaitu

setelah informan pulang kuliah dan ayahnya belum pulang ke rumah.

Pada tanggal 9 Februari 2012, peneliti datang ke rumah informan di

kawasan Surabaya Tengah. Saat wawancara, informan memakai T-shirt

putih, celana pendek coklat, dan memakai sandal hitam. Usia informan 21

tahun dan tinggi 166 cm. Proses wawancara dilakukan di ruang tamu.

Suasana saat wawancara cukup tenang, namun kadang sedikit

terganggu oleh suara kucing peliharaan keluarga subyek. Pencahayaan

21

Page 40: For PDF 03

cukup terang sehingga wajah informan cukup jelas. Posisi duduk peneliti

dengan informan adalah bersebelahan. Sehingga untuk proses wawancara,

peneliti harus memiringkan badan agar bisa melihat informan dan

melakukan perekaman dengan baik.

Sebelum wawancara, peneliti menjelaskan kepada informan bahwa

wawancara ini direkam. Selain itu, peneliti juga menjelaskan tentang topik

penelitian peneliti. Dan sebelum proses wawancara dimulai, peneliti

meminta informan untuk merilekskan badan informan sehingga

menyamankan informan saat wawancara berlangsung.

Peneliti memulai proses wawancara dengan menanyakan tentang

latar belakang keluarga informan. Kemudian berlanjut ke perlakuan

labelling yang diterima oleh informan. Serta bagaimana sikap lingkungan

informan dan pertanyaan-pertanyaan seputar konsep diri informan. Semua

pertanyaan dijawab informan dengan suara yang cukup kalem dan lebih

banyak menampilkan ekspresi datar.

Ditengah-tengah proses wawancara, informan meminta ijin kepada

peneliti untuk melakukan wawancara sembari memindahkan data ke laptop

informan. Karena menurut peneliti, hal tersebut tidak mengganggu proses

wawancara, maka peneliti tetap melanjutkan proses wawancara. Peneliti

menutup wawancara sekitar pk 17.30, karena ayah informan akan pulang

dari tempat kerjanya.

Pertemuan 2

Peneliti membuat janji untuk wawancara kedua dengan informan

pada tanggal 9 Februari 2012 malam untuk kembali melakukan wawancara

pada keesokan harinya, tanggal 10 Februari 2012. Informan meminta

peneliti untuk datang pk 17.00, karena informan baru memiliki waktu

kosong di jam tersebut.

22

Page 41: For PDF 03

Keesokan harinya, peneliti mendatangi rumah informan 10 menit

lebih cepat dari waktu yang dijanjikan. Peneliti menunggu informandi ruang

tamu rumah informan karena wawancara akan berlangsung di ruang tamu.

Saat proses wawancara, informan memakai T-shirt hitam, celana pendek

jeans dan sandal hitam.

Pencahayaan cukup terang sehingga wajah informan cukup jelas.

Posisi duduk peneliti dengan informan adalah bersebelahan. Sehingga untuk

proses wawancara, peneliti harus memiringkan badan agar bisa melihat

informan dan melakukan perekaman dengan baik. Peneliti memulai

wawancara dengan bertanya seputar perlakuan labelling yang diterima oleh

informan, serta sikap-sikap informan selama mengalami perlakuan

labelling. Sama seperti pertemuan pertama, informan sering menampakkan

ekspresi datar dan menjawab dengan secukupnya. Peneliti menutup

wawancara sekitar pk. 17.30 dan peneliti memutuskan untuk langsung

pulang karena ayah informan akan segera pulang.

Pertemuan 3

Peneliti membuat janji untuk wawancara ketiga dengan informan

pada tanggal 15 Februari 2012. Informan meminta peneliti untuk bertemu

tanggal 19 February 2012 pk 16.00. Peneliti juga meminta ijin kepada

informan untuk juga mewawancarai significant other dari informan, yaitu

ibu kandung informan.

Pada hari yang dijanjikan, peneliti datang ke rumah informan tepat

pk 16.00. kemudian peneliti dipersilahkan masuk ke ruang tamu informan,

dan segera memulai wawancara dengan informan. Pencahayaan cukup

terang. Posisi duduk peneliti dengan informan adalah bersebelahan.

Sehingga untuk proses wawancara, peneliti harus memiringkan badan agar

bisa melihat informan dan melakukan perekaman dengan baik. Untuk

23

Page 42: For PDF 03

pertemuan kali ini, informan memakai T-shirt biru tua, celana pendek hitam

dan sandal hitam.

Peneliti lebih banyak bertanya tentang kehidupan sosial informan

dan sedikit menyinggung tentang perlakuan labelling yang diterima

informan saat masih sekolah. Informan tetap berekspresi datar seperti pada

pertemuan-pertemuan sebelumnya. Peneliti menutup wawancara sekitar pk

16.15. Dan kemudian informan memanggil ibunya untuk melakuan proses

wawancara dengan peneliti. Ibu informan memakai daster rumahan saat

melakukan wawancara. Peneliti lebih banyak bertanya tentang perilaku

feminim informan serta perkembangan-perkembangan yang dialami

informan sejauh yang diketahui oleh ibu informan. Kadang di sela-sela

wawancara, kucing peliharaan keluarga informan sedikit menggangu ibu

informan, sehingga suara kucing tersebut masuk ke dalam rekaman

wawancara. Karena itu, ibu informan meminta ijin peneliti untuk membawa

kucing ke tempat lain agar tidak mengganggu proses wawancara.

Wawancara ini berakhir sekitar pk 16.30. Setelah mengucapkan terima

kasih kepada informan dan ibunya, peneliti pulang karena peneliti ada

keperluan lain.

Tabel 4.2 Jadwal pengambilan data dengan informan 2 ( A )

Nama Hari /Tanggal

Waktu Tempat Keterangan

A Selasa,21 Februari2012

Sekitar 16menit

Salah satulorong kelas dikampusinforman

Wawancara

A Rabu,22 Februari2012

Sekitar 30menit

Salah satukelas kosongdi kampusinforman

Wawancara +observasi

A Senin,27 Februari2012

Sekitar 20menit

Salah satukelas kosongdi kampus

Wawancara +observasi

24

Page 43: For PDF 03

informanSt( Significantother )

Selasa,28 Februari2012

Sekitar 12menit

Salah satukelas kosongdi kampusinforman

Wawancara

Pertemuan I

Peneliti menghubungi informan A untuk membuat janji wawancara

pada tanggal 18 Februari 2012. Kemudian informan menawarkan untuk

bertemu di kampusnya pada hari Selasa, 21 Februari 2012, sekitar pk 11.00.

Pada tanggal 21 Februari 2012, peneliti datang ke kampus informan

di kawasan Surabaya Tengah. Tapi informan mengundurkan jam

wawancara karena informan masih ada pekerjaan. Informan baru datang pk.

12.30. peneliti bertemu dengan informan dengan di kantin kampusnya,

kemudian kami mencari kelas kosong untuk wawancara. Karena tidak ada

kelas kosong, kami menggunakan salah satu lorong di kampus informan

yang cukup sepi. Saat wawancara, informan memakai T-shirt hitam, celana

panjang jeans, dan memakai sepatu kets. Usia informan saat ini 22 tahun

dan tinggi 160 cm.

Suasana saat wawancara cukup tenang, namun kadang sedikit

terganggu oleh mahasiswa-mahasiswa yang lewat. Pencahayaan kurang

seberapa terang tetapi wajah informan masih cukup terlihat jelas. Posisi

duduk peneliti dengan informan adalah bersebelahan. Sehingga untuk

proses wawancara, peneliti harus memiringkan badan agar bisa melihat

informan dan melakukan perekaman dengan baik.

Sebelum wawancara, peneliti menjelaskan kepada informan bahwa

wawancara ini direkam. Selain itu, peneliti juga menjelaskan tentang topik

penelitian peneliti. Dan sebelum proses wawancara dimulai, peneliti

25

Page 44: For PDF 03

memberikan beberapa joke agar menyamankan informan saat wawancara

berlangsung.

Peneliti memulai proses wawancara dengan menanyakan tentang

latar belakang keluarga informan. Kemudian berlanjut ke perlakuan

labelling yang diterima oleh informan. Semua pertanyaan dijawab informan

dengan suara yang cukup antusias dan banyak menggunakan bahasa tubuh

seperti menggerakkan tangan, mengacak-acak rambut. Wawancara berakhir

sekitar pk 13.00 karena peneliti memiliki aktivitas lain.

Pertemuan 2

Peneliti membuat janji untuk wawancara kedua dengan informan

pada tanggal 21 Februari 2012 malam untuk kembali melakukan wawancara

pada keesokan harinya, tanggal 22 Februari 2012. Dan kami sepakat untuk

bertemu pada pk. 11.00 di kampus informan.

Keesokan harinya, peneliti mendatangi kampus informan pk 10.00

dan menunggu informan di kantin kampus informan. Tetapi informan

memundurkan jam pertemuan karena informan terlambat bangun. Informan

baru datang ke kampusnya sekitar pk 12.15, dan wawancara dimulai pk

12.30 dengan menggunakan salah satu kelas kosong. Saat proses

wawancara, informan memakai T-shirt tetapi tidak terlihat warnanya karena

tertutup jaket, celana panjang jeans hitam dan sepatu kets.

Pencahayaan cukup terang sehingga wajah informan cukup jelas.

Posisi duduk peneliti dengan informan adalah bersebelahan. Sehingga untuk

proses wawancara, peneliti harus memiringkan badan agar bisa melihat

informan dan melakukan perekaman dengan baik. Peneliti memulai

wawancara dengan bertanya seputar konsep diri informan, serta beberapa

hal berkaitan dengan perlakuan labelling yang diterima informan serta sikap

informan mengenai perilaku labelling tersebut. Sama seperti pertemuan

26

Page 45: For PDF 03

pertama, informan berbicara dengan antusias dan menggunakan gerakan

tubuh. Peneliti menutup wawancara sekitar pk. 13.00.

Pertemuan 3

Peneliti membuat janji untuk wawancara ketiga dengan informan

pada tanggal 26 Februari 2012. Dan kami sepakat untuk bertemu keesokkan

harinya di kampus informan, pk 11.00.

Pada hari yang dijanjikan, peneliti datang ke kampus informan

sekitar pk 11.00, dan menunggu di depan kapel kampus informan. Informan

meminta ijin untuk karena terlambat datang karena masih mengantri

mengurus E-KTP. Informan baru datang sekitar pk. 11.30. Kemudian

peneliti dan informan mencari kelas kosong untuk melakukan wawancara.

Setelah mendapat kelas kosong, peneliti langsung memulai wawancara.

Pencahayaan cukup terang. Posisi duduk peneliti dengan informan adalah

bersebelahan. Sehingga untuk proses wawancara, peneliti harus

memiringkan badan agar bisa melihat informan dan melakukan perekaman

dengan baik. Untuk pertemuan kali ini, informan kembali memakai jaket

warna abu-abu yang tertutup rapat sehingga peneliti tidak dapat melihat

warna T-shirt yang dipakai informan, celana jeans biru dan sepatu kets.

Peneliti bertanya tentang perkembangan konsep diri yang dialami

oleh informan, bagaimana perubahan-perubahan yang dialami oleh

informan. Informan menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti dengan

antusias, namun sesekali tangan informan terlihat membenarkan branya.

Peneliti menutup wawancara sekitar pk 12.00. Kemudian informan

menjelaskan bahwa significant othernya adalah teman satu kampusnya. Dan

meminta peneliti untuk menghubungi sendiri significant other tersebut.

Setelah itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada informan atas

kesediaannya mengikuti beberapa kali wawancara.

27

Page 46: For PDF 03

Wawancara dengan significant other

Peneliti membuat janji dengan significant other St pada tanggal 27

Februari 2012, dan sepakat untuk bertemu pada keesokan harinya pk 11.00

di kampus St. Esoknya, peneliti datang ke kampus St sekitar pk 11.00,

namun St belum datang. St baru datang sekitar pk 11.20. Namun peneliti

tidak bisa langsung melakukan wawancara karena St masih berbincang dulu

dengan temannya. Baru sekitar pk 11.35, peneliti dan St mencari kelas

kosong dan setelah mendapatkan tempat, peneliti segera memulai

wawancara.

Peneliti memulai wawancara dengan bertanya kedekatan antara St

dengan informan A. kemudian bertanya tentang perilaku-perilaku tomboy

dari informan A yang biasa dilihat St serta penilaian-penilaian St terhadap

perilaku tomboy informan A. Suasana selama wawancara sangat kondusif,

posisi duduk peneliti dengan St adalah bersebelahan. St memakai jaket biru-

hitam, T-shirt yang warnanya tidak diketahui oleh peneliti karena tertutup

rapat oleh jaket, celana jeans biru, dan sepatu kets. Peneliti menutup

wawancara sekitar pk 12.00, dan mengucapkan terima kasih atas kesediaan

waktu dari St.

4.3 Temuan Penelitian

4.3.1 Anamnesa Informan 1 ( S )

a. Identitas Informan

Nama : S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Bratang

Pendidikan Terakhir : SMA – saat ini sedang menepuh pendidikan S1

28

Page 47: For PDF 03

b. Anamnesa

Keluarga informan bisa dibilang tipe keluarga patriarki, yang semua

keputusan tertinggi di tangan ayah, dan anggota keluarga yang lain harus

menurutinya. Informan sejak kecil lebih dekat dengan ibunya karena

ayahnya adalah tipe orang yang kaku, sedangkan ibunya lebih luwes kepada

anaknya. Informan sendiri adalah anak kedua dari dua bersaudara.

Kakaknya perempuan dan sudah menikah, dan kini tinggal di lain kota.

Kehidupan keluarga informan termasuk dalam keluarga yang berkecukupan.

Ayah informan bekerja sebagai pegawai salah satu toko besi di kawasan

Surabaya Utara. Sedangkan ibu informan bekerja sebagai wiraswasta.

Ayah informan merupakan orang yang kaku, menurut informan dan

ibunya. Hal ini dikarenakan, ayah informan berasal dari keluarga yang

cukup keras juga. Sehingga, ayah informan juga menerapkan hal yang sama

ke keluarganya yang sekarang. Dan hal ini menyebabkan informan merasa

ayahnya kaku dan kolot. Sedangkan ibu informan, adalah orang yang santai,

sehingga ibunya bisa dekat dengan kedua anaknya.

Karena informan merupakan anak yang paling kecil dan anak laki-

laki satu-satunya, informan cenderung diperlakukan posesif oleh ayahnya.

Perlakuan posesif yang diterima informan antara lain informan tidak

diperbolehkan menyeberang jalan sendirian tanpa dibantu menyeberang

oleh orang lain. Sehingga menyebabkan informan baru bisa menyeberang

sendiri saat SMP. Contoh lain perlakuan posesif dari ayah informan yaitu

saat masih sekolah, informan tidak diperbolehkan pergi dengan teman-

temannya yang menggunakan sepeda motor, dengan alasan takut teman-

teman informan ugal-ugalan waktu membawa sepeda motor.

Menurut informan, dirinya menjadi kurang tegas dalam mengambil

keputusan karena informan lebih sering menerima jadi hasil keputusan

orang lain. Misalnya untuk membeli baju, informan hanya menerima baju-

29

Page 48: For PDF 03

baju yang sudah dipilihkan oleh orang lain, tanpa memperdulikan apakah

informan suka dengan bajunya atau tidak. sehingga perilaku informan ini

terbawa hingga saat ini. Informan lebih suka mengatakan ‘terserah’ ketika

dia dimintai pendapat.

Informan mulai mendapat label banci saat di SD. Kadang ada teman

informan yang memanggil informan ‘banci’ saat ada orangtua informan.

Sehingga orangtua informan memarahinya karena hal tersebut. Selain itu,

ada anggota keluarga informan yang menasehati informan agar lebih

maskulin tetapi di depan banyak orang dan membuat informan malu.

Semakin dewasa, informan mengaku mengurangi sikap

kefeminimannya dengan berdandan lebih laki-laki, cara berjalan juga lebih

gagah, serta belajar membuat keputusan seperti berusaha mengutarakan

pendapat, berani mengatakan tidak. Dan informan mengatakan bahwa

dirinya akan berusaha untuk lebih tegas lagi agar bisa menghilangkan label

‘banci’ tersebut.

4.3.3.1 Temuan Hasil Observasi

Selama proses wawancara, yang berlangsung 3 kali, informan

sering bercerita dengan ekspresi datar dan hanya tertawa sesekali ketika

menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan perilaku labelling yang

dialaminya.

4.3.2 Anamnesa Informan 2 ( A )

a. Identitas Informan

Nama : A

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kupang

Pendidikan Terakhir : SMA – saat ini sedang menepuh pendidikan S1

30

Page 49: For PDF 03

b. Anamnesa

Informan berasal dari keluarga yang mana kedudukan antara ayah

dan ibunya sama-sama seimbang, meskipun dominasi lebih banyak di

tangan ibu informan. Informan sejak kecil lebih dekat dengan ayahnya

karena ibunya termasuk wanita karier. Informan memiliki adik laki-laki

yang masih SMP. Ayahnya bekerja sebagai wiraswasta, sedangkan ibunya

adalah seorang kepala sekolah. Selain itu, informan juag dekat dengan

tantenya karena yang merawat informan ketika bayi adalah tantenya.

Karena ibunya sibuk dan ayahnya sering tugas keluar kota.

Sejak kecil informan sudah tidak menyukai hal-hal yang berbau

perempuan karena menurutnya dapat mengganggu aktivitas informan yang

suka sekali berkeringat dan melakukan kegiatan outdoor. Informan juga

kurang menyukai kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan oleh

perempuan, karena menurutnya kegiatan perempuan itu aneh dan kadang

tanpa tujuan.

Informan semakin trauma untuk pergi dengan perempuan karena

pernah merasa ditipu oleh teman perempuannya. Yang meminta informan

menemani berbelanja namun pada kenyataannya teman informan tersebut

akan bertemu dengan pacarnya. Karena informan mengetahui hal tersebut,

ia memutuskan untuk meninggalkan temannya. Namun ayahnya mengira

informan pergi main-main dan memukul informan saat dirumah. Hal

tersebut menyebabkan informan menjadi kecewa dengan sikap perempuan

dan memilih untuk lebih maskulin.

Informan mulai berubah semenjak ada nasehat dari teman-teman

dekatnya dan juga setelah melihat perubahan sikap dari ibunya. Informan

mengaku bahwa pertama kalinya dia dimandikan oleh ibunya sendiri adalah

saat informan sakit dan harus dirawat dirumah sakit. Karena hal itulah,

31

Page 50: For PDF 03

informan saat ini jauh lebih perhatian dengan perempuan, terutama jika ada

teman perempuan informan yang kurang bisa menjaga diri.

4.3.2.2 Temuan Hasil Observasi

Selama proses wawancara yang berlangsung 3 kali, informan

menunjukkan sikap terbuka dan antusias saat mejawab pertanyaan-

pertanyaan dari peneliti. Informan juga sering melakukan gerakan tubuh

seperti mengacak-acak rambut, melipat tangan, dan menyenderkan tangan

ke sandaran kursi. Namun pada pertemuan ketiga, peneliti mengamati

gerakan tidak sadar yang dilakukan oleh informan yaitu membenarkan

branya sambil bercerita.

4.4 Hasil Penelitian

4.4.1. Pengolahan Data

Tabel Kategorisasi Informan 1 ( S )

Tema Sub Tema Selective CodingLatar belakanginforman

Informan adalah anakkeduaMulai berperilakufeminism sejak SDPergaulan informan yangmembuatnya feminim

Awal mengalamilabelling

Mulai mendapatkanpelabelan banci saat SD

Bentuk labellingyang diterimainforman

Dari keluarga Keluarga informan jugapernah menyebutinforman banciInfroman pernahmendapatkan oerkataankasar dari orangtuanyaberkaitan dengan perilakufeminimnya

Dari teman Infroman sering diejeksaat sedang olahragaPelabelan yang diterima

32

Page 51: For PDF 03

informan berlangsungsampai SMPInforman diolok banci didepan umum

Konsep diri informan Penerimaan diriinforman

Informan merasa sifat-sifatnya lemah seperticewekInforman menilai bahwadirinya lebih berperilakuke arah cewekInforman merasa kurangbisa mengambilkeputusan Informan melihat dirinyamasih bersikap feminimnamun juga sudahbersikap lebih laki Informan merasakefeminimannya dilihatdari cara bertindaknyayang kurang tegasInforman merasa nyamandengan hidupnyameskipun tidak nyamansaat diejekInforman merasa nyamanhidupnya namun tetapberubah menjadi lebihlaki-lakiInforman merasa dirinyatidak perlu berubahmenjadi perempuanInforman merasa bukanbanci meskipun seringdiejek banci

Hubungan denganlingkungan sosial

Ada kedekatan dikeluarga informanInforman masih dihargaikeberadaannya dikeluarganyaInforman tidak melawan

33

Page 52: For PDF 03

ejekan temannya karenamerasa dirinya memangseperti perempuanInforman merasa dirinyatidak seperti laki-laki padaumumnyaTeman informan banyakyang memperdulikannyameskipun informanberprilaku feminimAda kepuasan dari diriinforman dengan kondisihidupnya karena masihbanyak yangmemperdulikannyaTeman-teman informanmasih menerima informanapa adanyaInforman diterima teman-temannya karena dia rajinInforman merasakepintarannya dapatmenutupikefeminimannya

Perubahan yangdilakukan informan

Sikap Informan mulaimelakukan perubahanInforman merasaperubahan itu butuhprosesInforman melakukanusaha-usaha untukmengurangi ejekan yangditerimanyaInforman ingin mengubahsikapnya lebih duluInforman tidak ada targetwaktu untuk berubahInforman sudahmelakukan perubahan disikapnyaInforman merasa

34

Page 53: For PDF 03

perubahannya karenafaktor pertambahan umurdan waktuPerilaku preman informantidak untuk menutupikefeminimannyaInforman memilikibanyak teman pria saatSMA dan lebih maskulinInforman semakinberteman dengan cowoksaat dewasaInforman merasausahanya berhasil

Tabel Kategorisasi Informan 2 ( A )

Tema Sub Tema Selective CodingLatar belakanginforman

Informan berasal darikeluarga yangberkecukupan

Awal berperilakutomboy

Informan berperilakutomboy sejak masihkecil

Reaksi lingkungan Orangtua informan tidakmemberikan punishmentatas kelakuan tomboyinformanInforman pernahmendapat nasehat untukberubah dari pihakkeluargaKeluarga informanberusaha membuatinforman memakaipakaian perempuanInforman diolok-olok didepan orang lain olehorangtuanya

Perubahan yangdilakukan informan

Interaksi sosial denganperempuan

Informan merasa sudahlebih dekat dengan

35

Page 54: For PDF 03

wanita dibanding duluInforman mau lebihterbuka dengan wanitakarena temanpertamanya di kampusadalah wanitaInforman mencobabelajar untuk menjadipendengar yang baikInforman mencobauntuk lebih respekdengan perempuanInforman tetap berusahamendengar ceritatemannya meskipuningin menghindarInforman merasa dirinyasudah cukup berhasilterbuka dengan wanitaInforman lebih sukaberdiskusi denganwanita daripada pergijalan-jalan

Motivasi informanuntuk berubah

Teman dan ibunya yangmembuat informanberubah lebih luwesdengan wanita

Konsep diri informan Penerimaan diri positifinforman

Informan merasa untukdisebut wanita, tidakharus memakai atributperempuanInforman merasasebutan tomboy kurangcocok untuknyaInforman senang dengankeadaan dirinya karenainforman tetap punyabanyak teman dengankondisi dirinya sekarangInforman lebih sukadisebut perempuan yang

36

Page 55: For PDF 03

supel dan pandai bergauldaripada tomboyInforman merasabersyukur dengankondisi fisiknya

Penerimaan dirinegatif informan

Informan pernah inginmelakukan operasimenghilangkanpayudaranya

Hubungan denganlingkungan sosial

Informan seringmenasehati orangtuanyaInforman merasaorangtuanya menurutinasehatnya tetapidengan prosesInforman merasakeberadaannya dikeluarga dihargaiInforman memilih untukmembiarkan orangmenilai dirinyaInforman merasaperilakunya tidakdiharapkan olehorangtuanyaInforman susahberinteraksi denganwanitaInforman kurang setujudengan anggapanmasyarakat bahwawanita harus kalemInforman merasa sudahlebih dekat denganwanita dibandingkanduluInforman merasapembicaraan pria lebihringan daripada wanitaInforman merasa teman-temannya merespon baik

37

Page 56: For PDF 03

kedekatannya denganguru

4.5 Deskripsi Tema

4.5.1 Deskripsi Tema Informan 1 ( S )

Dari pengolahan data yang telah dilakukan maka diperoleh tujuh

tema besar untuk menggambarkan self concept informan. Berikut adalah

deskripsi masing-masing tema berdasarkan hasil pengolahan data :

Latar belakang informan

Selain latar belakang bahwa informan adalah anak kedua di

keluarganya, informan juga mengatakan sejak kapan dirinya

berperilaku feminism, yaitu sejak SD. Informan sering berperilaku

layaknya perempuan dan juga tidak memiliki sikap yang tegas

seperti seharusnya laki-laki. Hal ini didukung oleh pernyataan

informan S:

“SD” ( jawaban informan saat ditanya kapaninforman mulai berperilaku feminism )

“Ya misale apa itu, ya kayak apa, perilakunyakayak cewek gitu, terus eee kurang teges gitu lebihtepatnya..”

Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari significant other

informan S, yaitu mamanya :

“…Tapi kalo memang tante liat, anak saya itucenderung lebih suka seperti wanita gitu..”

Informan mengatakan bahwa yang menyebabkan ia berperilaku

feminim adalah pengaruh dari lingkungannya, yang mayoritas

adalah perempuan

Page 57: For PDF 03

“... Pergaulanku dulu pada waktu kecil lebih keseneng kecweknya daripada ke cowoknya..”

”... trus pada waktu kecil juga sering main samakakak cewek gitu, jadinya mungkin nurun juga ...”

Awal mengalami labelling

Informan mengaku mengalami labelling saat masih berada di

bangku SD

” Dulu SD sih sering, tapi seiring berjalan waktu,sudah jarang”

3. Bentuk labelling yang diterima informan

Informan mendapat label banci saat sedang ada di lingkungan

keluarganya, maupun saat di sekolah. Berikut pelabelan yang

diterima informan saat di rumah maupun di sekolah :

a. Dari keluarga

“….pada waktu malem itu, aku..papa saya pernahbilang kalo saya itu kayak banci..”

“Eeee, kakak sepupu..”

“Kalo dulu juga pernah sih, tapi nek sekarang kanuda jarang juga..”

” Ya agak kasar sedikit sih..Tapi mungkin ya itukarena pengaruh dari alcohol bisa.. Terus mmmbilang ya itu apa kamu itu kayak banci, kamu itukok larinya kayak gitu kayak banci gitu..”

b. Dari teman

“Di depan umum” (jawaban informan saat ditanyadimana informan menerima ejekan dari temannya)

39

Page 58: For PDF 03

”... pada waktu lari biasanya kadang-kadang itukayak kurang apa ya apa, masih kurang terlalu,kayak cewek.. ...”

”SMP itu udah, ya masih ada sih omongan gitu,tapi SMA sudah gak pernah..”

”... semakin sedikit sih ee yang ngomongin akukayak cewek itu semakin sedikit lagi daripada SD”

4. Perubahan informan

Untuk membuat dirinya lebih terlihat maskulin, informan

melakukan beberapa perubahan, antara lain melakukan perubahan

di sikapnya:

“Dari penampilan terus baru ke sikap..”

“…Pada waktu SMA itu aku sudah kayakdianggap preman gitu..”

“…mungkin dalam bertindak mungkin saya sudahlebih agak teges dikit ee terus ya sekarang kantemen saya kan sudah jarang ngomongin tentangbanci gitu ke aku..”

“Ya karena aku melakukannya biasa aja kan,gak..gak dibuat kayak sandiwara gitu..”

“…aku berusaha untuk menegaskan..untuk akulebih tegas lagi…..”

“SMA mungkin sudah mulai banyak temencowoknya kok, kayak gitu”

40

Page 59: For PDF 03

Tetapi informan tidak menargetkan kapan dirinya akan berubah,

karena perubahannya akan membutuhkan proses

”... aku berusaha untuk bisa menjadi lebih jantanlagi ya pasti semuanya butuh proses”

”... aku tidak menargetkan, aku hanyamenjalaninya apa adanya dan menjalaninya yasecara biasa. ...”

” Mungkin dengan berjalannya waktu, danbertambahnya umur, mungkin aku semakin lebihdewasa, jadi mungkin bisa dibilang, aku lebihteges lagi”

5. Konsep diri informan

Konsep diri yang dimiliki oleh informan ini dipengaruhi oleh 2 hal

yaitu penerimaan diri dan hubungan informan dengan lingkungan

sosial. Berikut penjelasan dari 2 sub tema tersebut :

a. Penerimaan diri informan

Adanya penerimaan diri informan meskipun informan

mendapat label banci dari lingkungannya.

"...mungkin dari ngomongnya kurang apa, kurangcowok, mungkin lebih teges, mungkin ke lebih apa,kayak lembut gitu..."

"... Dari perilaku itu lebih ke arah ceweknya sih,ya karena kurang teges itu..."

"Iya" (jawaban informan saat dipastikan apakahbenar informan kurang bisa mengambil keputusan)

"...ya bisa dibilang iya karena saya masih belumterlalu teges. Mungkin dalam bersikap, terus

41

Page 60: For PDF 03

dalam..dalam berbicara atau apa, tapi kalomisalnya dibilang kayak lai, ya sudah dibilang iyasih, karena sekarang sudah jarang ngomong kayakgitu... "

"...mungkin feminimku itu lebih ke arah carakumelakukan apa..caraku bertindak gitu, lebih kearah gitu..ya mungkin kurang teges, bisa jugakayak gitu"

"...kadang iya, kalo misalnya aku diejek-ejek gituya aku merasa gak enaklah.. Tapi kalau eeenyaman, mungkin ya emang hidupku seperti ini,mau gimana lagi"

"...mau dirubah lagi ya mungkin agak susah ya,butuh proses..saya masih berusaha untuk menjadilebih laki lagi tapi ya untuk sementara ini sayanyaman-nyaman aja"

"Dulu sih pada waktu SD, tapi lama-lama ta pikir-pikir ya ngapain coba ya, lanjut aja, enjoy aja to"

"Enggak" (jawaban informan saat ditanya apakahinforman merasa dirinya banci)

b. Hubungan dengan lingkungan sosial

Hubungan informan dengan lingkungan sekelilingnya

yang baik juga membantu pembentukan konsep diri

informan.

”... Banyakan mungkin tentang kayak apa..apadiskusi tentang sesuatu gitu mungkin tentangkuliah itu juga bisa.. Biasanya kedekatannyabegitu..”

42

Page 61: For PDF 03

“Yaa orangtua saya masih membiayai saya hidupterus masih apa..masih ngurusi aku masih ngurusisekolahku.. Mungkin masih mengurusi kuliahkujuga.. Ya dan lain-lainnya.. Banyak lagi..”

"...Yo malu sih juga, tapi yo rodo mangkel, tapi yanek misale liat dari diriku sendiri ya emang,emang aku kayak gitu.. Yasudah mau diapakanlagi"

"....kalo misalnya ada masalah gitu apa itu, kayakbingung sendiri, kan kalo biasanya cowok itu kankayak apa ga ngereken gitu.. Tapi kalo sih lebihngereken terus bingung sendiri..."

”... masih banyak yang peduli sama saya.. terusapa itu eee ya kayaknya mereka gak terlalumemikirkan perilakuku yang saat ini itu”

”... banyak orang yang peduli sama aku terus yamasih apa eee sudah jarang banyak yang..orang-orang jarang yang ngomongin tentang banci-banciterus itu.. Mungkin akademikku juga lagi baik..Dan semuanya itu aku rasa aku sudah puasdengan semuanya itu”

“Eeee kehidupan sosialku masih baik-baik aja,tidak ada masalah... Ya mungkin karena apa eeetemen-temenku semua masih eee masih wajarlah,biasa aja.. Ya gak terlalu, ya masih ee masihmenerima yang aku eee apa adanya, menerimaaku apa adanya”

”... mereka masih mau temenan sama aku, terusmasih mau aku ajari juga terus masih seringdiperhatiin juga sih”

43

Page 62: For PDF 03

"...mungkin aku agak rajin, terus habis gitu apayaaaa, ya biasa aja sih anak-anak kayaknya gitu"

"..aku pintar di sekolah, jadinya ya mungkin salahsatu cara untuk menutupi kelemahanku yang kayakbanci itu"

” …guru-guru juga jadi senang sama aku karenaaku anaknya aktif dikelas, terus pinter.. Terusterus apa ya pokoknya lebih daripada ke anak-anak lainnya.. Terus kalo dari temen-temen itu yamungkin karena aku kan anaknya rajin, jadinyasering ngerjakan PR, terus apa, kalo misalnyamereka gak ngerti, mereka tanyanya ke aku …”

4.5.2 Deskripsi Tema Informan 2 ( A )

Dari pengolahan data yang telah dilakukan maka diperoleh lima

tema besar untuk menggambarkan self concept pada informan. Berikut

adalah deskripsi masing-masing tema berdasarkan hasil pengolahan data :

1. Awal perilaku tomboy informan

Informan mengaku mulai berperilaku tomboy sejak dia masih kecil

"...waktu aku kecil, usia setaun lah, memangbanyak, dari foto-foto yang aku liat, banyak yangngasih aku kado rok, segala macam gitu kan.. Ituselalu nangis kalo dipakein..."

2. Reaksi lingkungan

Saat informan berperilaku tomboy, lingkungan terutama

keluarganya memberikan respon, seperti menasehati dan juga

mengolok informan di depan orang lain

"Ya gapapa, biasa aja.. Karena tau, aku ga sukamake itu..."

44

Page 63: For PDF 03

"... Dan adekku minta berubah dalam arti, ehpakaiannya..."

"...Mungkin ke langsung ya tindakan preventiflangsung, misale beli baju, uda milih aku warnaitem, eh dirumah uda jadi pink.."

"... Ya kan sempet malu, didepannya pramuniagayang..yang diolok-olokin, yang pramuniaganyadipaksa buat nyariin aku baju cewek, yangcewek..."

3. Perubahan yang dilakukan informan

Informan melakukan beberapa perubahan, terutama pada sikapnya

dengan perempuan, yaitu informan jauh lebih berusaha

mendekatkan diri dengan teman perempuan.

“Awalnya, karena pertama kali masuk kuliah, akusama sekali gak ada temen, yang ngajak akupertama kali ngobrol ya cewek.. … Cuma dari situbelajarlah.. Mau gak mau, itu dalam keadaan yangterpaksa, …”

” Aku dalam arti coba buat belajar itu, aku cobabelajar jadi pendengar yang baik gitu loh..”

“…aku lebih respek karena itu.. Jadi lebih seringshare tentang pasangan, soal apa, itu kan lebihterbuka.. Aku belajar itu juga sih sama cewek-cewek.. …”

” Dan ngalami itu, kok gini seh, awalnya kok giniseh.. Dan lama kelamaan ngalamin itu kokrasanya males gitu loh.. Pingin banget

45

Page 64: For PDF 03

menghindar.. Cuma ya pingin tetep lagi usaha, diatetep temen gitu kan.. ...”

“…berhasil gak berhasil, lumayanlah.. Kalo untukjalan bareng ya, kalo aku coba untuk terbuka samawanita itu iya, sangat ada, sangat ada hasilnya,dalam arti terbukti gitu loh.. Sudah adaperkembangan.. …”

”... Ya aku seneng kalo diajak share, kalo aku bisakasih solusi.. Cuman kalo ikut yang jalan-jalannya, untuk yang mereka ngobrolin apa,berkumpul dengan wanita-wanita, kayaknya akukurang seneng, gak sreg aja gitu loh..”

4. Motivasi informan untuk berubah

Informan mengaku ada sesuatu yang mendorong dirinya untuk

berubah, yaitu ketika ibunya mulai lebih perhatian dengannya,

serta teman-temannya yang menasehatinya untuk berubah

“…sahabat-sahabat aku, temen-temen aku ynagmengeluhkan sikap aku ke pasangan mereka, danakhirnya pasangan mereka menganggap akusombong, … ibuku itu ya.. Dulu aku gak begitudeket sama dia, sampe ada suatu hal, aku pinginbanget ngelindungi dia, aku pingin bangetmengayomi dia, …”

“… pastinya setelah aku sakit ya..aku sakit ituorangtuaku berubah, terutama ibu aku.. …”

5. Konsep diri informan

Konsep diri yang dimiliki oleh informan ini dipengaruhi oleh 2 hal

yaitu penerimaan diri informan dan hubungan informan dengan

lingkunganj sosialnya. Berikut penjelasan dari 2 sub tema tersebut:

46

Page 65: For PDF 03

a. Penerimaan diri informan

Adanya penerimaan diri informan meskipun informan

mendapat label banci dari lingkungannya. Penerimaan diri

informan sendiri terbagi menjadi penerimaan diri yang

positif dan negatif. Adapun penerimaan diri yang positif

dari informan dibuktikan dengan beberapa kutipan

wawancara dibawah ini :

”... Aku nyaman dengan kaos, dengan apa, gaharus dibilang tomboy.. Bahkan ada yang bilang,kamu pake rok po’o dikit, biar keliatan cewek..Emang ga ada cewek yang pake clana, ya kan..Mungkin celometan kayak gitu yang akujelasin.. ...”

” Sering.. jadi tiap kali orang ketemu aku.. Cumanaku selalu yakinin ke mereka, aku tomboy, cumaaku, dari hati ya, pinginnya cuma sebatas ingindibilang aku ini cewek, tapi aku supel danbebas.. ... buat aku, itu penilaian orang tentangaku, ya aku cuma terima..”

”... Kalo dari diri aku sendiri, aku melihatmungkin dari penampilan memang seperti laki-laki, karena memang kita nyamannya begini gituloh.. ...”

”... Aku kadang sempet berkaca sendiri, aku mikirkenapa orang-orang kok masih menilai aku,mencap seperti itu ya.. Padahal aku kalo secarapotongan, banyak kok cewek-cewek lain yangpunya potongan mungkin lebih pendek dari aku,lebih cepak dari aku, atau mungkin daripenampilannya lebih gak karuan daripada aku,

47

Page 66: For PDF 03

cuman mereka gak dikasih cap itu, gak taukenapa.. tapi kenapa dengan aku, misalnya kayakgitu.. ...”

” Kalo dibilang puas, bukan puas ya, mungkinlebih ke senenglah, seneng kayak gini, dalamartian dengan aku yang memang apa adanyaseperti ini, aku bisa temuin banyak temen, temuinbanyak orang memang.. Dan aku gak kenal pun,dengan kesupelanku, aku bisa akrab denganmereka, bisa main di tempat mereka, bisa nginepdi tempat mereka.. Meskipun itu mereka diluarkota, kayak gitu..”

” Aku itu gak mau dibilang tomboy ya cuma akulebih seneng lebih suka gitu ya kalo dibilang yawanita yang supel yang rame, yang seru, gituaja.. ...”

”... orang mencap seseorang tomboy karenamemang dari mungkin dari rambut yang pendek,dari yang selalu pake celana, pake sepatu kets..Terus selalu pake baju yang kayak cowok.. Lah ituaku liat, gak memungkiri ya itu aku, maksudnyaaku mengenakan itu, aku mengenakan baju yangseperti laki-laki, bajuku yang kayak laki-laki, carajalan atau cara ngomong yang cepals ceplosmungkin, segala macem yang kayak laki-laki itu..Yaa dialamatkn ke aku sih gapapa cuma kalo dariaku sendiri, aku bersikap begini ya dari kecil, akunyaman dengan itu, aku pingin, seneng dibilangaku ini cewek yang supel..Itu aja.. Cewek yangsupel, yang rame, yang seru, yang nyantai, yangpandai bergaul, itu aja..”

48

Page 67: For PDF 03

”... Kalo ditujukan ke aku, mungkin ya itu bisa,karena memang style ku seperti itu gitu kan.. Yaudah..”

“…Meskipun gak cantik, gak seksi, ya tetepmensyukuri apa yang aku punya.. …”

Sedangkan penerimaan diri informan yang bersifat negatif

dilihat dari kutipan wawancara dibawah ini :

”... kalo boleh aku share, aku pingin bangetoperasi menghilangkan payudara.. ...”

b. Hubungan informan dengan lingkungannya

Hubungan informan dengan lingkungan sekelilingnya yang

baik juga membantu pembentukan konsep diri informan

”... bukan beban ya, cuman memang kalo itu akuserahin ke orang.. ...”

” Kalo aku ngeliat dari respeknya mbaknya sih, yadia menganggap aku sama ya, maksudnya bukanwanita yang diharapkan sama orangtua ya.. Yanglembut, yang berpakaian selayaknya wanita.. ...”

“Interaksiku bagus ya, cuman ya itu, aku lebihsusah interaksi dengan wanita.. ... ”

” Ya kurang nyaman..kurang nyaman..” (jawabaninforman saat ditanya mengenai kenyamanannyaberinteraksi dengan wanita)

”... aku lebih…lebih ke kurang setuju aja.. Kalocewek, mungkin, seharusnya kan ya seharusnyacewek itu yang lembut yang apa ya istilahnya..gak

49

Page 68: For PDF 03

terlalu banyak tingkah.. cuman kan ga hanyawanita yang tomboy, wanita yang sebenarnya punkading ga harus lembut ya kan, mereka mungkingak terlalu punya yang begitu kalem, tapi merekabersikap seperti apa adanya mereka aja gituloh..Kalo wanita, yawes ini wanita.. ...”

”... Kalo konsep diriku, perkembangan itu ada,salah satunya bagaimana aku belajar untuk lebihdekat dengan yang namanya wanita. Karena kalodulu, aku cenderung menjauhi, kalo emang wanitaitu gak ada perlu sama aku, gak perlu nanya atauapa, ya aku tetep diem gitu loh..Tanpa ada respek,istilah aku kurang interest sama dia.. Tapi kalosekarang, aku belajar buat deket, buat basa-basi,buat bertanya, meskipun gak penting ya aku tetepbelajar itu.”

”... Enggak.. Karena mungkin lebih dalem ya..Karena biasanya perbincangan wanita ituseringan-ringannya, pasti dalem, ya kan..kalo laki-laki mungkin ya mereka ngobrol ya skedarngobrol, kalo curhat itu jarang banget kebawakalo cowok..”

” Eee responnya mereka ya baik, karena saatdisuruh apapun, mereka selalu ngelimpahinnya diaku..kayak lomba apa, A aja, A aja..”

4.6 Validitas Penelitian

Untuk melakukan validitas penelitian, peneliti menggunakan

validitas komunikatif, yaitu bentuk validitas dimana informan penelitian

dipersilahkan untuk membaca hasil interpretasi peneliti.

50

Page 69: For PDF 03

Validitas penelitian kedua informan masing-masing dilakukan pada

tanggal 20 Mei 2012 (informan S) dan 21 Mei 2012 (informan A), serta

pada signitficant other masing-masing informan yaitu tanggal 20 Mei 2012

(significant other 1) dan 19 Mei 2012 (significant other 2). Saat melakukan

validasi hasil penelitian pada kedua informan dan significant other, peneliti

memberikan hasil transkrip data pada informan. Peneliti juga menjelaskan

hal-hal yang ditanyakan oleh informan. Setelah membaca beberapa saat,

informan mengatakan kalau isinya sudah sesuai dengan yang dimaksudkan

informan, lalu informan menandatangani surat keabsahan.

Page 70: For PDF 03

BAB V

PENUTUP

5.1. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan 5 tema

besar yang menggambarkan self concept pada individu yang mengalami

labelling, baik pada informan 1 maupun informan 2, Berikut penjelasan

masing-masing tema besar dari kedua informan :

5.1.1. Informan S

1. Latar belakang informan

Informan berasal dari keluarga kalangan menengah, dengan

orangtua yang masih utuh. Informan sejak kecil memang lebih

dekat dengan ibunya. Informan S mulai bersikap feminim saat

masih kecil, tepatnya saat masih di bangku SD. Informan juga

sering bergaul dengan saudara dan teman-teman perempuan, yang

menyebabkan informan pun akhirnya bertingkah laku lemah

lembut seperti perempuan.

2. Awal mengalami labelling

Informan mendapat pelabelan dengan diejek ‘banci’ oleh keluarga

ataupun dari teman-temannya saat SD sebagai akibat dari tingkah

lakunya yang seperti perempuan. Apa yang dilakukan oleh

lingkungan informan sesuai dengan definisi dari labelling menurut

A Handbook for The Study of Mental Health, yaitu label adalah

sebuah definisi yang ketika diberikan pada seseorang akan menjadi

identitas diri orang tersebut dan menjelaskan tentang tipe

bagaimanakah seseorang itu (Labelling dan Perkembangan Anak,

Dampak Labelling Terhadap Anak-FOTA Salman, 2007).

51

Page 71: For PDF 03

Lingkungan melabel informan ”banci” karena menurut pandangan

mereka, informan berperilaku seperti perempuan.

3. Bentuk labeling yang diterima informan

Informan mendapat labelling dari lingkungan keluarga dan dari

teman-teman sekolahnya. Keluarga informan pernah ada yang

berkata kasar kepada informan berkaitan dengan perilaku

feminimnya. Sedangkan saat di sekolah, informan sering diejek

saat pelajaran olahraga. Selain itu, informan pernah diejek banci di

depan umum oleh temannya. Pelabelan yang diterima informan

dari lingkungan sekolahnya berlangsung sampai SMP.

4. Perubahan yang dilakukan informan

Informan melakukan beberapa perubahan agar dirinya tidak lagi

diejek banci. Perubahan-perubahan yang dilakukan informan

antara lain mengubah sikapnya, memiliki lebih banyak teman pria

saat SMA dan berpenampilan lebih maskulin. Namun informan

tidak menargetkan kapan dirinya akan berubah total, karena

menurutnya perubahan itu adalah suatu proses.

5. Konsep diri informan

Konsep diri yang dimiliki informan terbentuk karena adanya 2 hal,

yaitu penerimaan diri informan serta hubungan informan dengan

lingkungan sosialnya. Informan melakukan penerimaan diri

dengan cara melakukan penilaian tentang bagaimana dirinya

bersikap dan tetap berkeinginan untuk menjadi maskulin tanpa

harus merubah diri menjadi perempuan atau banci seperti label

yang diberikan oleh lingkungannya.

Sedangkan hubungan informan dengan lingkungan sosialnya ikut

membantu informan membentuk konsep dirinya. Hal ini

dibuktikan dengan informan merasa dirinya tetap dihargai

52

Page 72: For PDF 03

keberadaan oleh keluarga dan teman-temannya. Keluarga informan

masih mau membiayai hidup informan meskipun ayah informan

tidak menyukai sikap feminimnya. Teman-teman informan juga

masih menerima informan apa adanya meskipun informan

berperilaku feminim. Guru-guru informan juga menyukai informan

karena informan termasuk murid yang pintar di sekolah..

5.1.2. Informan A

1. Awal perilaku tomboy

Informan A berasal dari keluarga yang berkecukupan dengan

orangtua yang masih utuh. Informan sejak kecil dekat dengan

ayahnya. Informan mulai berperilaku tomboy sejak masih kecil.

Informan mengaku bahwa dirinya sangat suka sekali naik pohon,

bahkan kalau ingin berfoto bersama informan, informan harus naik

pohon terlebih dahulu.

2. Reaksi lingkungan

Lingkungan informan terutama dari pihak keluarga pernah

mengolok-olok informan di depan pramuniaga saat sedang

membeli pakaian di toko. Pihak keluarga informan juga berusaha

untuk membuat informan memakai perempuan, seperti

membelikan baju berwarna pink. Adik informan pun juga pernah

menasehati informan untuk merubah cara berpakaian informan

agar lebih feminim. Namun, pihak keluarga informan tidak

memberikan punishment saat informan tidak memakai baju-baju

perempuan dan tetap berperilaku seperti laki-laki.

3. Perubahan yang dilakukan informan

Ada perubahan yang dilakukan oleh informan, terutama yang

berkaitan dengan caranya berinterkasi dengan perempuan.

Menurutnya, informan sudah mencoba untuk lebih respek dengan

53

Page 73: For PDF 03

teman perempuannya. Informan juga berusaha untuk menjadi

pendengar yang baik bagi teman perempuannya.

4. Motivasi informan untuk berubah

Informan memiliki motivasi untuk berubah ketika teman-temannya

menyarankan informan untuk menjadi lebih peduli ke teman

perempuan. Selain itu, ibu informan juga memiliki andil dalam

memotivasi informan untuk berubah. Karena informan merasa

ibunya menjadi lebih perhatian sejak informan jatuh sakit.

Sehingga informan menjadi lebih peduli dengan ibunya dan

berusaha untuk melindungi ibunya.

Adanya motivasi sebagai salah satu faktor perubahan konsep diri

informan sesuai dengan salah satu kesimpulan yang diungkapkan

oleh Cora Rice dan Monisha Pasupathi, bahwa pada tahap dewasa

awal, individu akan ada perubahan konsep diri, yang salah satu

penyebabnya adalah faktor motivasi.( Rice, Cora & Monisha

Pasupathi, Reflecting on Self-Relevant Experiences: Adult Age

Differences. 2010)

5. Konsep diri informan

Konsep diri yang dimiliki informan terbentuk karena adanya 2 hal,

yaitu penerimaan diri informan serta hubungan informan dengan

lingkungan sosialnya.

Penerimaan diri informan A terbagi menjadi 2 bagian, yaitu

penerimaan diri positif dan penerimaan diri negatif. Penerimaan

diri positif yang dimiliki oleh informan lebih menyoroti bagaimana

informan merasa nyaman dengan ketomboyannya, karena

informan memiliki banyak teman dengan sifat tomboynya.

Meskipun sebenarnya informan merasa bahwa sebutan tomboy itu

tidak cocok untuk dirinya karena informan merasa bahwa dia

54

Page 74: For PDF 03

adalah perempuan yang pandai bergaul dan supel. Bukan tomboy

seperti yang orang lain alamatkan kepadanya selama ini.

Sedangkan penerimaan diri negatif informan ini berkaitan dengan

salah satu anggota tubuhnya. Informan merasa tidak nyaman

dengan anggota tubuhnya sehingga memiliki keinginan untuk

menghilangkan anggota tubuhnya tersebut.

Sedangkan hubungan informan dengan lingkungan sosialnya ikut

membantu informan membentuk konsep dirinya. Hal ini

dibuktikan dengan informan merasa dirinya tetap dihargai

keberadaan oleh keluarga dan teman-temannya terutama dengan

teman perempuan. Keluarga informan sering mengajak informan

untuk ikut ambil bagian dalam diskusi keluarga. Informan juga

menilai bahwa dirinya saat ini sudah lebih mampu atau setidaknya

berusaha untuk berinteraksi dengan perempuan dibandingkan dulu.

Adanya kemampuannya dalam bidang olahraga yang

menyebabkan informan A mendapat kepercayaan dari teman-

temannya saat ada perlombaan olahraga. Hal-hal tersebut membuat

informan merasa bahwa tetap berharga walaupun bersikap tomboy.

55

Page 75: For PDF 03

5.1.3 Alur Dinamika Psikologis

5.1.3.1 Alur Dinamika Psikologis Informan S

Berperilakufeminim

Mendapat labeldari lingkungan

Darikeluarga

Dariteman

Mendapatperkataankasar karenabersikapfeminim

Mengejekinformansebagai“banci”

Konsep diri informan

Merasabahwadirinyatidakbertindaksepertilayaknya laki-laki

Merasabahwadirinyabukanbancimeskipunseringdiejekbanci

Masihmemilikibanyaktemankarenapintar

Melakukanperubahan disikap

Berusaha untukbersikap lebihmaskulin

56

Page 76: For PDF 03

5.1.3.2 Alur Dinamika Psikologis Informan A

Bersikaptomboy

Mendapat labeldari keluarga

Sering dimintauntuk bersikapfeminim

Konsep diri informan

Merasabahwadirinyaadalahperempuan yangsupelbukantomboy

Ketidaksukaan padasalahsatuanggota tubuh

Punyabakat dibidangolahragasehinggaseringdipercayauntukmewakilisekolahdalamlomba-lomba

Merasakesusahanuntukberinteraksidenganwanita

Berniatuntukmenghilangkansalah satuanggotatubuhnya

Melakukanperubahanterhadapinteraksidenganperempuan

Motivasidari ibu danteman-teman

Belajar untukberinteraksidengan wanita

57

Page 77: For PDF 03

5.2. Refleksi

Pada penelitian yang berlangsung selama kurang lebih delapan

bulan, peneliti mendapatkan banyak hal-hal baru khususnya mengenai

perilaku labelling yang berkaitan dengan gender. Ada beberapa

pembelajaran yang diperoleh peneliti selama melakukan penelitian ini

diantaranya

a. Perilaku tomboy atau feminim seseorang timbul sejak individu

masih kecil dengan bentukan dari lingkungan.

b. Dukungan dari lingkungan baik dari keluarga dan teman-teman

sangat penting untuk membantu individu yang berperilaku tidak

sesuai dengan gendernya agar bisa berubah.

c. Peneliti juga menemukan bahwa orangtua punya andil yang cukup

besar dalam membentuk perilaku anak. Dalam penelitian ini,

orangtua kedua informan sama-sama menentang sikap tomboy atau

feminim dari anaknya. Akan tetapi secara tidak langsung, orangtua

kedua informan sendiri yang membentuk perilaku tomboy atau

feminim dari anaknya. Jika di informan S, orangtuanya

membiarkan S untuk sering bergaul dengan perempuan, sehingga

muncul perilaku feminim dari S. Sedangkan di informan A, ibu

informan tidak mendekatkan diri kepada informan A, sehingga

informan lebih dekat dengan ayahnya dan muncullah perilaku

tomboy pada diri informan A.

5.2.1. Keterbatasan Penelitian

Selain pembelajaran, dalam penelitian ini peneliti juga menyadari

masih terdapat keterbatasan, diantaranya :

a. Kemampuan penggalian data peneliti yang kurang, sehingga

pengambilan data harus dilakukan secara berkali-kali

58

Page 78: For PDF 03

b. Peneliti juga melakukan kesalahan saat mencari informan. Hal

ini dikarenakan peneliti kurang menjelaskan kepada informan

awal peneliti tentang tujuan penelitian. Sehingga peneliti harus

mengganti informan dan membuang banyak waktu dalam

proses wawancara.

5.3 Simpulan

Baik dari informan S ataupun informan A, keduanya memiliki

konsep diri yang baik, berkaitan dengan bagaimana kedua informan mampu

menerima dirinya meskipun mendapat label dan bagaimana hubungan

kedua informan dengan lingkungan sosialnya. Kedua informan juga

melakukan perubahan. Pada informan S, informan lebih memilih untuk

mengubah total sikap. Sedangkan proses perubahan informan A lebih ke

arah perubahan hubungan sosialnya dengan perempuan. Jika dulu informan

kaku dengan perempuan, maka saat ini informan menjadi lebih terbuka

dengan perempuan.

Informan A juga memiliki penerimaan diri yang negatif berkaitan

dengan fisiknya sebagai perempuan. Informan A merasa tidak nyaman

dengan payudaranya sehingga berkeinginan untuk menghilangkan

payudaranya.

5.4 Saran

5.4.1. Informan S

Informan S dapat membuat sebuah planning atau rencana untuk

berubah. Hal ini bertujuan agar informan bisa sesegera mungkin

berubah menjadi lebih maskulin, terutama di caranya bersikap.

59

Page 79: For PDF 03

5.4.2. Informan A

Informan A dapat mengunjungi psikolog untuk membantunya

menemukan alasan mengapa informan tidak nyaman dengan salah

satu anggota fisiknya. Sehingga setelah penyebabnya ditemukan,

informan bisa lebih nyaman dengan salah satu anggota tubuhnya

tersebut.

5.4.3 Masyarakat

Bagi masyarakat, terutaman bagi orang-orang disekitar anak yang

berperilaku tidak sesuai dengan gendernya, maka diharapkan

lingkungan memberikan dukungan, tidak mengucilkan dan tidak

melakukan tindakan labeling negative ke anak tersebut. Agar anak

tersebut memiliki keinginan untuk berubah karena merasa

diperhatikan oleh lingkungannya.

60

Page 80: For PDF 03

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mulat Wigati. (2008). Sosiologi SMP/MTs Kls VIII (KTSP).

Jakarta: Grasindo.

Adywibowo, Inge Pudjiastuti. (2010). Memperkuat Kepercayaan Diri Anak

Melalui Percakapan Refensial. Jurnal Pendidikan Penabur. No 15.

37-49.

Agustiani, Hendriati. (2006). Psikologi Perkembangan: Pendekatan

Ekologi Kaitannya Dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada

Remaja. Bandung: PT. Refika Aditama.

Ary, Wima, Tri Rejeki Andayani & Dian Ratna Sawitri. (2009). Hubungan

Konsep Diri Dengan Penyesuaian Sosial Siswa Kelas Akselerasi DI

SMP NEGERI 2 dan SMP PL DOMENICO SAVIO Semarang.

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.

Atmasasmita, Romli. (1992). Teori dan Kapita Selekta Kriminologi.

Bandung: Eresco.

Bahaya Memberi Label Pada Anak. Diambil pada tanggal 18 April 2012

dari http://lcoaceh.org/index.php?

option=com_content&view=article&id=64:bahaya-memberi-label-

pada-anak&catid=3:artikel&Itemid=55

61

Page 81: For PDF 03

Baron, Robert A. & Donn Byrne. (2003). Psikologi Sosial Edisi 10 Jilid 1.

Alih bahasa : Dra. Ratna Djuwita, Dipl. Psychl. Jakarta : Penerbit

Erlangga.

Bernburg, Jon Gunnar, Marvin D. Krohn & Craig J. Rivera. (2006). Official

Labeling, Criminal Embeddedness, and Subsequent Delinquency: A

Longitudinal Test of Labeling Theory. Journal of Research in Crime

and Delinquency. 43 No 1. 67-88.

Black, A. James & Champion, J. Dean. (1992). Metode dan Masalah

Penelitian Sosial. Bandung: PT. Cresco.

Cohen, Richard. (2011). Lets Talk About Sex. Parents and Friends of

ExGays and Gays.

Craig, Wendy M., Kathryn, Henderson & Jennifer G. Murphy. (2000).

Prospective Teachers’ Attitudes Toward Bullying and Victimization.

School Psychology International. 21(1), 5–21.

Ericson, Nels. (2001). Addressing the Problem of Juvenile Bullying. U.S

Department of Justice, 27, 1-2.

Fenomena Bullying Di Sekolah Dasar Negeri Di Semarang. Diambil pada

tanggal 26 September 2011 dari

http://eprints.undip.ac.id/10123/1/FENOMENA_BULLYING__DI_

SEKOLAH_DASAR_NEGERI_DI_SEMARANG.pdf

62

Page 82: For PDF 03

Hayes, Nicky. (2004). Doing Psychological Research: Gathering and

Analyzing Data. New York: McGrawHill.

Herlina. (2007). Labelling dan Perkembangan Anak. Dampak Labelling

Terhadap Anak-FOTA Salman. Universitas Pendidikan Indonesia.

Hurlock, Elizabeth, B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayanti &

Soedjarno. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mangal, S. K. (2007). Educating Exceptional Children: An Introduction to

Special Education. New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited

Maryati, Kun & Juju Suryawati. (2007). SOSIOLOGI : Jilid 1. Jakarta:

Erlangga.

Pandjaitan, Yunda & Nurmala K. Pamuchtia. (2010). Konsep Diri Anak

Jalanan: Kasus Anak Jalanan di Kota Bogor Provinsi Jawa Barat.

Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 4, No

21. 255-272.

Pasupathi, Monisha & Rice, Cora. (2010). Reflecting on Self-Relevant

Experiences: Adult Age Differences. Developmental Psychology. 46,

No. 2, 479–490.

Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Masyarakat dan

Lembaga Pendidikan. Diambil tanggal 16 September 2011 dari

63

Page 83: For PDF 03

http://hukum.kompasiana.com/2010/12/13/pencegahan-kekerasan-

terhadap-anak-di-lingkungan-masyarakat-dan-lembaga-pendidikan/

Penyimpangan Sosial. Diambil pada tanggal 20 April 2012 dari

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/penyimpangan-sosial-4/

Poerwandari, K. (1998). Pendekatan Kualitiatif Dalam Penelitian

Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan

Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia.

Rakhmat, D. (2000). Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya.

Santrock, John W. (1998). Adolescence. New York: McGrawHill.

Santrock, John W. (2002). Life Span Development. Jakarta: Penrbit

Erlangga

Siegel, Larry J & Brandon C. (2011). Juvenile Delinquency: Theory,

Practice, and Law Eleventh Edition. USA: Wadsworth Cengage

Learning.

Verbal Abuse. Diambil pada tanggal 22 September 2011 dari

http://www.fica.org/ficalist/fica/live/v_abuse

Vitasandy, Tutut Dian & Anita Zulkaida. (2010). Konsep Diri Pria

Biseksual. Jurnal Psikologi. Vol 3 No 2. 188-194.

64

Page 84: For PDF 03

Willig, Cala. (2001). Introducing Qualitative Research in Psychology:

Adventure in Theory & Method. Buckingham: Open University.

65

Page 85: For PDF 03
Page 86: For PDF 03
Page 87: For PDF 03
Page 88: For PDF 03
Page 89: For PDF 03
Page 90: For PDF 03
Page 91: For PDF 03
Page 92: For PDF 03
Page 93: For PDF 03
Page 94: For PDF 03