frozen shoulder sn
TRANSCRIPT
SEORANG LAKI-LAKI 34 TAHUN DENGAN FROZEN SHOULDER
SINISTRA POST REDUKSI DISLOKASI CAPUT HUMERI
Oleh :
Sumono Nurhadi Putranto
G0004205
Pembimbing :
DR. Dr. Hj. Noer Rachma, Sp RM
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2010
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESA
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Mojaban, Sukoharjo
Status : Belum Menikah
Masuk rumah Sakit : 16 Januari 2010
Tanggal Periksa : 16 Januari 2010
No CM : 98 93 18
B. Keluhan Utama
Nyeri bahu kiri serta sulit untuk digerakan
C. Riwayat Penyakit Sekarang
+ 1 bulan sebelum pasien kontrol ke Poli klinik Rehabilitasi Medik
RS Dr. Moewardi Surakarta, pasien terjatuh dari sebuah mobil pick up saat
akan meloncat turun dari mobil tersebut. Pada saat meloncat turun, kaki
kanan pasien menjadi tumpuan dan saat itu pasien terjatuh dalam keadaan
tidak sadar. Menurut informasi dari temannya yang melihat, saat itu pasien
tidak sadar kemudian terjatuh dengan bahu kirinya menyentuh tanah
terlebih dahulu.
Kemudian pasien dibawa ke RS Dr. Moewardi, pasien di Rontgen
serta dirawat lukanya. Dari hasil gambaran rontgen didapatkan fraktur
angkle joint dextra serta dislokasi sendi bahu kiri. Pasien menjalani operasi
Pada sendi angkle kanan tersebut. Kemuadian pasien pulang setelah
diperbolehkan oleh dokter.
2
Setelah pulang, pasien berencana hendak mengurutkan bahu
kirinya. Kemudian pasien dibawa oleh keluarganya ke tukang urut, dan
diurutlah bahu kirinya tersebut. Setelah pulang dari tukang urut pasien
merasakan nyeri pada bahu kirinya malah semakin bertambah dan
gerakannya menjadi terbatas. + 3 hari kemudian pasien memeriksakan
kembali ke RS Dr. Moewardi, oleh bagian bedah di minta foto rontgen lagi.
Setelah itu pasien dikonsulkan ke poli RM RS Dr. Moewardi.
BAB dan BAK tidak ada keluhan, riwayat trauma kepala disangkal,
nyeri kepala disangkal, mual serta muntah disangkal.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Jatuh : (+) + 1 hari SMRS
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Riwayat Merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat Olahraga : (+)
3
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang laki-laki belum menikah, tinggal bersama
orangtuanya. Pasien merupakan pekerja serabutan. Makan 3 kali sehari
dengan lauk pauk.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang, Compos Mentis E4V5M6, gizi kesan cukup
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur
Respirasi : 20 x/menit, irama teratur, tipe thoracoabdominal
Suhu : 36,5 0C per aksiler
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), ulkus
decibitus (+) daerah sakrum ukuran 5x6x0,2 cm, pus (+) kering, tepi
tidak rata, hiperemis.
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam
beruban, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor (-),
stomatitis (-), mukosa pucat (+), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-)
4
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, step off (-), JVP (R+2) ,limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (+)
J. Thoraks
a. Retraksi (-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).
c. Paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, gerakan
paradoksal (-)
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar ( vesikuler / vesikuler ),
suara tambahan (-/-)
K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, nyeri tekan (-), bruit
(-) dan lien tidak teraba
5
M. Ekstremitas
Oedem Akral dingin
Disuse atropi (+/+) pada kedua tungkai bawah
N. Status Neurologis
Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas norma
Fungsi Sensorik
- -
- -
Fungsi Motorik dan Reflek :
Kekuatan : 5 3
5 5
Tonus : N N
N N
Reflek fisiologis: +2 +2
+2 +2
Reflek patologis: - -
- -
Nervus Cranialis
N. III : reflek cahaya (+/+) ; pupil isokor (3 mm/3mm)
N. VII : dalam batas normal
N XII : dalam batas normal
- -- -
- -- +
6
Range of Motion (ROM)
NECKROM
Aktif Pasif
Flexi 0 – 700 0 – 700
Extensi 0 – 400 0 – 400
Lateral bend 0 – 600 0 – 600
Rotasi 0 – 900 0 – 900
EKSTREMITAS SUPERIOR
ROM AKTIF ROM PASIF
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Shoulder Fleksi 0-45 0-20 0-45 0-20Ekstensi 0-45 0-20 0-45 0-20
Abduksi 0-90 0-40 0-90 0-40Adduksi 0-30 0-30 0-30 0-30External Rotasi 0-30 0-30 0-30 0-30Internal Rotasi 0-30 0-30 0-45 0-45
Elbow Fleksi 0-135 0-90 0-135 0-135Ekstensi 135-180 90-180 135-180 135-180Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Wrist Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90Ekstensi 0-70 0-70 0-70 0-70Ulnar deviasi 0-30 0-30 0-30 0-30Radius deviasi 0-30 0-30 0-30 0-30
Finger MCP I fleksi 0-45 0-45 0-90 0-90MCP II-IV fleksi
0-45 0-45 0-90 0-90
DIP II-V fleksi 0-45 0-45 0-90 0-90PIP II-V fleksi 0-45 0-45 0-100 0-100MCP I ekstensi 0-10 0-10 0-30 0-30
EKSTREMITASINFERIOR
ROM AKTIF ROM PASIF
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Hip Fleksi 0 0 0-60 0-60Ekstensi 0 0 0-30 0-30Abduksi 0 0 0-45 0-45Adduksi 0 0 0-30 0-30Eksorotasi 0 0 0-30 0-30
7
Endorotasi 0 0 0-30 0-30Knee Fleksi 0-120 0-120 0-120 0-120
Ekstensi 0 0 0 0Ankle Dorsofleksi 0-20 0-20 0-30 0-30
Plantarfleksi 0-30 0-30 0-30 0-30
Manual Muscle Testing (MMT)
NECK Fleksor M. Strenocleidomastoideus : 5
Ekstensor : 5
Ekstremitas Superior Dextra SinistraShoulder Fleksor M Deltoideus anterior 5 3
M Biseps 5 3Ekstensor M Deltoideus anterior 5 3
M Teres mayor 5 3Abduktor M Deltoideus 5 3
M Biceps 5 3Adduktor M Lattissimus dorsi 5 3
M Pectoralis mayor 5 3Internal Rotasi
M Lattissimus dorsi 5 3M Pectoralis mayor 5 3
Eksternal Rotasi
M Teres mayor 5 3M Infra supinatus 5 3
Elbow Fleksor M Biceps 5 3M Brachialis 5 3
Ekstensor M Triceps 5 3Supinator M Supinator 5 3Pronator M Pronator teres 5 3
Wrist Fleksor M Fleksor carpi radialis
5 3
Ekstensor M Ekstensor digitorum
5 3
Abduktor M Ekstensor carpi radialis
5 3
8
Adduktor M ekstensor carpi ulnaris
5 2
Finger Fleksor M Fleksor digitorum 5 3Ekstensor M Ekstensor
digitorum5 3
Ekstremitas inferior Dextra SinistraHip Fleksor M Psoas mayor 5 5
Ekstensor M Gluteus maksimus 5 5Abduktor M Gluteus medius 5 5Adduktor M Adduktor longus 5 5
Knee Fleksor Harmstring muscle 5 5Ekstensor Quadriceps femoris 5 5
Ankle Fleksor M Tibialis 5 5Ekstensor M Soleus 5 5
Status Ambulasi
Dependent
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologi
Foto angkle joint dextra didapatkan kesan : fraktur os calcaneus
Foto shoulder joint sinistra didapatkan kesan : dislokasi shouder joint
sinistra
9
IV. ASSESMENT
1. Frozen shoulder joint sinistra post dislokasi joint
2. Fraktur os calcaneus post ORIF elektif
10
V. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa :
Meloxicam tab 3 x 1
Dexa tab 2 x 1
Non medikamentosa :
Infra Red, TENS, serta fisioterapi
VI. DAFTAR MASALAH
Problem Medis : Frozen shoulder joint sinistra
Problem Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : Gangguan gerak (keterbatasan gerak pada
ekastremitas atas)
2. Terapi wicara : Tidak ada
3. Okupasi Terapi : Gangguan dalam melakukan aktivitas fisik sehari-
hari (Activity Daily Living (ADL))
4. Sosiomedik : Memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
5. Ortesa-protesa : memerlukan alat fiksasi bahu
6. Psikologi : Beban pikiran pasien dan keluarga dalam
menghadapi penyakit penderita
Rehabilitasi Medik:
1. Fisioterapi :
a. Stretching exercise sendi yang kaku untuk mencegah kontraktur
b. Strengthening exercise untuk melatih kekuatan otot dan mencegah
atropi otot-otot
c. ROM exercise aktif dan pasif
2. Terapi wicara : tidak ada
11
3. Okupasi terapi : melatih keterampilan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (ADL)
4. Sosiomedik :
a. Menilai situasi kehidupan pasien
b. Mengembalikan peran social pasien
dalam keluarga dan lingkungan
c. Motivasi dan edukasi keluarga
untuk membantu dan merawat penderita dengan selalu berusaha
menjalankan program di RS dan Home program
5. Ortesa-Protesa : fixator bahu
6. Psikologi : Psikoterapi suportif untuk mengurangi kecemasan pasien
dan keluargadalam menghadapi penyakit pasien.
VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP
Impairment : Dislokasi shoulder joint sinstra
Disability : Penurunan fungsi anggota gerak atas
Handicap : Keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari,
menjalankan pekerjaan dan kegiatan sosial.
VIII. PLANNING
Planning diagnostik : -
Planning terapi : kontrol rutin untuk fisioterapi 2 kali dalam seminggu
hingga total 6 kali fisioterapi, kemudian evaluasi.
Planning monitoring : evaluasi hasil medika mentosa dan rehabilitasi medik
12
IX. TUJUAN
1. Perbaikan keadaan umum seingga dapat kembali
melakukan ADL
2. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat
memperburuk keadaan
3. Meminimalkan impairment, disability dan handicap
4. Membantu penderita sehingga mampu mandiri
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari
5. Edukasi perihal home exercise
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
13
TINJAUAN PUSTAKA
FROZEN SHOULDER
Frozen shoulder merupakan penyakit dengan karakteristik nyeri dan
keterbatasan gerak, dan penyebabnya idiopatik yang sering dialami oleh
orang berusia 40-60 tahun dan memiliki riwayat trauma sering kali ringan.
Penyebab frozen shoulder tidak diketahui, diduga penyakit ini merupakan
respon auto immobization terhadap hasil – hasil rusaknya jaringan lokal.
Meskipun penyebab utamanya idiopatik, banyak yang menjadi predisposisi
frozen shoulder, selain dugaan adanya respon auto immobilisasi seperti yang
dijelaskan di atas ada juga faktor predisposisi lainnya yaitu usia, trauma
berulang (repetitive injury), diabetes mellitus, kelumpuhan, pasca operasi
payudara atau dada dan infark miokardia, dari dalam sendi glenohumeral
(tendonitis bicipitalis, infalamasi rotator cuff, fracture) atau kelainan ekstra
articular (cervical spondylisis, angina pectoris).
Pada frozen shoulder terdapat perubahan patologi pada kapsul
artikularis glenohumeral yaitu perubahan pada kapsul sendi bagian anterior
superior mengalami synovitis, kontraktur ligamen coracohumeral, dan
penebalan pada ligamen superior glenohumeral, pada kapsul sendi bagian
anterior inferior mengalami penebalan pada ligamen inferior glenohumeral
dan perlengketan pada ressesus axilaris, sedangkan pada kapsul sendi bagian
posterior terjadi kontraktur, sehingga khas pada kasus ini rotasi internal
14
paling bebas, abduksi terbatas dan rotasi eksternal paling terbatas atau biasa
disebut pola kapsuler.
Perubahan patologi tersebut merupakan respon terhadap rusaknya
jaringan lokal berupa inflamasi pada membran synovial.dan kapsul sendi
glenohumeral yang membuat formasi adhesive sehingga menyebabkan
perlengketan pada kapsul sendi dan terjadi peningkatan viskositas cairan
sinovial sendi glenohumeral dengan kapasitas volume hanya sebesar 5-10ml,
yang pada sendi normal bisa mencapai 20-30ml, dan selanjutnya kapsul sendi
glenohumeral menjadi mengkerut, pada pemeriksaan gerak pasif ditemukan
keterbatasan gerak pola kapsular dan firm end feel dan inilah yang disebut
frozen shoulder.
Histologis frozen shoulder yang terjadi pada sendi glenohumeral
seperti telah dijelaskan di atas adalah kehilangan ekstensibilitas dan termasuk
abnormal cross-bridging diantara serabut collagen yang baru disintesa dengan
serabut collagen yang telah ada dan menurunkan jarak antar serabut yang
akhirnya mengakubatkan penurunan kandungan air dan asam hyaluronik
secara nyata. Pada pasca immobilisasi perlekatan jaringan fibrous
menyebabkan perlekatan atau adhesi intra artikular dalam sendi sinovial dan
mengakibatkan nyeri serta penurunan mobilitas.
Reserve scapulohumeral rhytm yang terjadi pada penderita frozen
shoulder menyebabkan kompensasi skapulothorakal, kompensasi tersebut
menyebabkan overstretch karena penurunan lingkup gerak sendi
skapulothoracik, hal tersebut juga membuat sendi acromioclavicular menjadi
hipermobile. Keterbatasan gerak yang ditimbulkan oleh frozen shoulder dapat
15
mengakibatkan hipomobile pada facet sendi intervertebral lower cervical dan
upper thoracal.
Pada tahap kronis frozen shoulder dapat menyebabkan antero position
head posture karena hipomobile dari struktur cervico thoracal. Hipomobile
facet lower cervical dan upper thoracal juga dapat menyebabkan kontraktur
pada ligamen supraspinosus, ligamentum nuchae dan spasme pada otot–otot
cervicothoracal , spasme tersebut bila berkelanjutan dapat menyebabkan nyeri
pada otot–otot cervicothoracal.
Nyeri yang ditimbulkan oleh frozen shoulder dan spasme cervico
thoracal akibat frozen shoulder dapat menyebabkan terbentuknya “vicious
circle of reflexes” yang mengakibatkan medulla spinalis membangkitkan
aktifitas efferent sistem simpatis sehingga dapat menyebabkan spasme pada
pembuluh darah kapiler akan kekurangan cairan sehingga jaringan otot dan
kulit menjadi kurang nutrisi. Pengaruh refleks sistem simpatik pada otot pada
tahap awal menunjukkan adanya peningkatan suhu, aliran darah, gangguan
metabolisme energi phospat tinggi dan pengurangan konsumsi oksigen pada
tahap akhir penyakit nonspesifik dan abnormalitas histology dapat terjadi.
Hal tersebut jika tidak ditangani dengan baik akan membuat otot-otot
bahu menjadi lemah dan dystrophy. Karena stabilitas glenohumeral sebagian
besar oleh sistem muskulotendinogen , maka gangguan pada otot-otot bahu
tersebut akan menyebabkan nyeri, menurunnya mobilitas, sehingga
mengakibatkan keterbatasan LGS bahu.
16
TERAPI
Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS) merupakan suatu cara
penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan
kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri.
Pemberian TENS dapat menurunkan nyeri, baik dengan cara
peningkatan vaskularisasi pada jaringan yang rusak tersebut , maupun melalui
normalisasi saraf pada level spinal maupun supra spinal, sehingga dengan
berkurangnya nyeri pada bahu didapatkan gerakan yang lebih ringan. Efek
TENS terhadap pengurangan nyeri juga dapat mengurangi spasme dan
meningkatkan sirkulasi, sehingga memutuskan lingkaran “viscous circle of
reflex” yang pada akhirnya dapat meningkatkan LGS.
TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter
besar dan kecil melalui kulit yang selanjutnya akan memberikan informasi
sensoris ke saraf pusat. TENS menghilangkan nyeri dikaitkan melalui sistem
reseptor nosiseptif dan mekanoreseptor. Sistem reseptor nosiseptif bukan
akhiran saraf bebas, melainkan fleksus saraf halus tak bermyelin yang
mengelilingi jaringan dan pembuluh darah. Pengurangan nyeri yang
ditimbulkan oleh TENS dapat juga meningkatkan kekuatan otot karena
menormalkan aktivitas α motor neuron sehingga otot dapat berkontraksi
secara maksimal, dan berkurangnya “refleks exitability” dari beberapa otot
antagonis gelang bahu sehingga otot agonis dapat melakukan gerakan, dan
karena stabilitas terbesar pada sendi bahu oleh otot, maka hal tersebut
meningkatkan mobilitas sendi bahu.
17
Selain itu dapat digunakan juga modalitas terapi berupa Ultrasound
yang secara klinis sering diaplikasikan untuk tujuan terapeutik pada kasus-
kasus tertentu termasuk kasus muskuloskeletal. Terapi ultrasound
menggunakan energi gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000Hz
yang tidak mampu ditangkap oleh telinga atau pendengaran. Dengan
pemberian modalitas ultra sonic dapat terjadi iritan jaringan yang
menyebabkan reaksi fisiologis seperti kerusakan jaringan, hal ini
disebabkan oleh efek mekanik dan thermal ultra sonik.
Pengaruh mekanik tersebut juga dengan terstimulasinya saraf
polimedal dan akan dihantarkan ke ganglion dorsalis sehingga memicu
produksi “P subtance” untuk selanjutnya terjadi inflamasi sekunder atau
dikenal “neurogeic inflammation”. Namun dengan terangsangnya “P”
substance tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih
terpacu sehingga mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan yang
mengalami kerusakan. Pengaruh nyeri terjadi secara tidak langsung yaitu
dengan adanya pengaruh gosokan membantu “venous dan lymphatic”,
peningkatan kelenturan jaringan lemak sehingga menurunnya nyeri regang
dan proses percepatan regenerasi jaringan.
18
1. Manajemen
- Disesuaikan dengan stadiumnya
- Managemen komprehensif untuk
meminimalkan ketidakmampuan dan meningkatkan kualitas hidup pasien
a. Fisioterapi
Tujuan: 1. Mengurangi Spasme otot
2. Pencegahan kontraktur
Cara : Positioning and Turning
Exercise Pasif dan Aktif
b. Psikologi
Tujuan: Memelihara status mental pasien dan keluarga, berupa emosi,
fungsi intelektual, dan fungsi persepsi
c. Okupasi Terapi
Tujuan: Melatih keterampilan pasien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari
d. Orthetik Prostetik
Tujuan: Memfasilitasi ambulasi
e. Pekerja Sosial Medik
Tujuan: 1. Menilai situasi kehidupan pasien
2. Perantara dalam hubungan pasien/keluarga dan tim
dokter
2. Pencegahan
Monitor gerakan sendi bahu secara hati-hati agar dislokasi tidak
tambah parah
Latihan streaching secara rutin dan hat-hati
Monitoring keadaan kulit secara teratur
Monitoring status mobilitas
Minimalkan terjadinya tekanan (Friction, Shear)
19
DAFTAR PUSTAKA
Thomson, Ann M., Tidy’s physiotherapy, 12th ed, Butterworth-Heinemann, 1991.
hal: 71
Donatelli, Robert ; Wooden, Micheal J, Orthopaedic Physical therapy, Churchil
Livingstone Inc, 1989. hal: 160
Kapita selekta kedokteran jilid 2. 2000. Dislokasi. Jakarta, Media Aesculapius. Hal
349.
20