gabungan referat

91
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain “narkoba”, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan serta peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. UNODC memperkirakan sekitar 149 sampai 272 juta orang atau 3,3% sampai 6,1% dari penduduk usia 16-64 tahun di dunia pernah menggunakan narkoba sekali selama hidupnya. Tingkat

Upload: corry-nazara

Post on 09-Aug-2015

171 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: gabungan referat

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain

“narkoba”, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan

Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika,

Psikotropika dan Zat Adiktif.

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya

(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA

(Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat

kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan

melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat

secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan

konsisten.

Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika,

Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan,

namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau

standar pengobatan serta peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat

merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda.

UNODC memperkirakan sekitar 149 sampai 272 juta orang atau 3,3%

sampai 6,1% dari penduduk usia 16-64 tahun di dunia pernah menggunakan

narkoba sekali selama hidupnya. Tingkat prevalensi sebagian besar tetap stabil

dari tahun-tahun sebelumnya, dimana jumlah pengguna narkoba bermasalah

diperkirakan antara 15 sampai 39 juta. Berdasarkan laporan WHO (2004) pada

tahun 2002, penyalahgunaan obat-obat terlarang mengakibatkan 85.000 kematian

di seluruh dunia yang terdiri dari 70.000 (82,35%) laki-laki dan 15.000 (17,65%)

perempuan. Proporsi tertinggi terdapat di Mediterania Timur (35,47%) dan disusul

di Asia Tenggara (27,10%).

Diperkirakan ada sebanyak 9,6 sampai 12,9 juta orang atau 5,9% dari

populasi yang berusia 10-59 tahun di Indonesia pernah mencoba pakai narkoba

minimal satu kali sepanjang hidupnya (ever used) atau dengan bahasa lain ada

Page 2: gabungan referat

sekitar 1 dari 17 orang di Indonesia yang berusia 10-59 tahun pernah pakai

narkoba sepanjang hidupnya dari saat sebelum survei. Dari sejumlah itu, ada

sekitar 3,7 sampai 4,7 juta orang (2,2%) yang masih menggunakan narkoba

dalam satu tahun terakhir dari saat survei atau ada 1 dari 45 orang yang masih

pakai narkoba (current users). Dengan demikian, terjadi peningkatan angka

prevalensi penyalahgunaan narkoba setahun terakhir dari 1,9% (2008) menjadi

2,2% (2011).

Dari 33 provinsi, ada sebanyak 15 provinsi angka prevalensinya turun,

hanya satu provinsi (Jawa Timur) yang relatif stabil, dan sisanya naik. Secara

keseluruhan terjadi kenaikan angka prevalensi sebesar 12% dari tahun 2008 ke

2011. Kenaikan tajam terlihat di provinsi DKI Jakarta mencapai 70%, atau dari

4,1% menjadi 7.0%. Secara absolut terjadi peningkatan jumlah penyalahguna

sebanyak 2 kali lipat dari tahun 2008. Peningkatan tersebut di dorong oleh

meningkatnya jumlah penyalahguna dari kelompok coba pakai dan teratur pakai.

Berdasarkan hasil pengungkapan Badan Narkotika Nasional Republik

Indonesia, di Jawa Tengah jumlah tersangka kasus narkoba yang berperan

sebagai pemakai tahun 2007-2011 sebanyak 2.343 orang.

I.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi toksologi dan intoksikasi.

2. Apakah definisi dan macam-macam narkoba.

3. Apakah definisi intoksikasi narkoba.

4. Bagaimana mekanisme intoksikasi narkoba.

5. Bagaimana gambaran post-mortem pada kasus intoksikasi narkoba.

I.3 Tujuan

I.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui berbagai aspek mengenai intoksikasi narkoba, dari segi

farmakologi dan forensik.

I.3.2 Tujuan Khusus

i. Mengetahui definisi toksologi dan intoksikasi.

ii. Mengetahui definisi dan macam-macam narkoba.

iii. Mengetahui definisi intoksikasi narkoba.

iv. Mengetahui mekanisme intoksikasi narkoba.

Page 3: gabungan referat

v. Mengetahui gambaran post-mortem pada kasus intoksikasi

narkoba.

I.4 Manfaat

I.4.1 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi mengenai intoksikasi narkoba dari segi medis.

I.4.2 Bagi Penulis

Menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai aplikasi tentang ilmu

kedokteran forensik.

Page 4: gabungan referat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Toksikologi

Definisi

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat, serta khasiat racun, gejala-

gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban

meninggal.

Pengertian racun

            Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan

minimal), yang jika masuk atau mengenai tubuh seseorang akan menyebabkan timbulnya

reaksi kimiawi (efek kimia) yang besar yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian.

            Menurut Gradwohl racun adalah substansi yang tanpa kekuatan mekanis, yang bila

mengenai tubuh seorang (atau masuk), akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh, kerugian,

bahkan kematian.

            Sehingga jika dua definisi di atas digabungkan, racun adalah substansi kimia, yang

dalam jumlah relatif kecil, tetapi dengan dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa

kekuatan mekanis, tetapi hanya dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek

yang besar, yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian.

Jalan masuk

Racun dapat masuk ke dalam tubuh seseorang melalui beberapa cara:

1. Melalui mulut (peroral / ingesti).

2. Melalui saluran pernafasan (inhalasi)

3. Melalui suntikan (parenteral, injeksi)

4. Melalui kulit yang sehat / intak atau kulit yang sakit.

5. Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal) (Idris, 1985)

Page 5: gabungan referat

Klasifikasi racun

Racun dapat digolongkan sebagai berikut:

I. Pestisida

   A. Insektisida

1. Organoklorin

a. Derivat Chlorinethane: DDT

b. Derivat Cyclodiene         : Thiodane, Endrim, Dieldrine, Chlordan, Aldrin,

Heptachlor, toxapene.

c. Derivat Hexachlorcyclohexan      : Lindan, myrex.

2. Organofosfat: DFP, TEPP, Parathion, Diazinon, Fenthoin, Malathion.

3. Carbamat: Carbaryl, Aldicarb, Propaxur, Mobam.

   B. Herbisida

1. Chloropheoxy

2. Ikatan Dinitrophenal

3. Ikatan Karbonat: Prepham, Barbave

4. Ikatan Urea

5. Ikatan Triasine: Atrazine

6. Amide: Propanil

7. Bipyridye

   C. Fungisida

1. Caplan

2. Felpet

3. Pentachlorphenal

4. Hexachlorphenal

   D. Rodentisida

1. Warfarin

2. Red Squill

3. Norbomide

4. Sodium Fluoroacetate dan Fluoroacetamide

5. Aepha Naphthyl Thiourea

6. Strychnine

7. Pyriminil

8. Anorganik:

- Zinc Phosfat

Page 6: gabungan referat

-  Thallium Sulfat

- Phosfor

- Barium Carbamat

-  Al. Phosfat

- Arsen Trioxyde

II. Bahan Industri

III. Bahan untuk rumah tangga

IV. Bahan obat-obatan

V. Racun (tanaman dan hewan)

Berdasarkan sumber dan tempat dimana racun-racun tersebut mudah didapat, maka

racun dapat dibagi menjadi lima golongan, yaitu:

1. Racun-racun yang banyak terdapat dalam rumah tangga.

Misalnya: desinfektan, deterjen, insektisida, dan sebagainya.

2. Racun-racun yang banyak digunakan dalam lapangan pertanian, perkebunan.

Misalnya: pestisida, herbisida.

3. Racun-racun yang banyak dipakai dalam dunia kedokteran / pengobatan.

Misalnya: sedatif hipnotis, analgetika, obat penenang, anti depresan, dsb.

4. Racun-racun yang banyak dipakai dalam industri / laboratorium.

Misalnya: asam dan basa kuat, logam berat, dsb.

5. Racun-racun yang terdapat di alam bebas.

Misalnya: opium ganja, racun singkong, racun jamur serta binatang.

Mekanisme kerja racun

1. Racun yang bekerja secara setempat (lokal)

Misalnya:

-     Racun bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat.

-     Racun bersifat iritan: arsen, HgCl2.

-     Racun bersifat anastetik: kokain, asam karbol.

Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya akan menimbulkan sensasi

nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang dapat disebabkan

oleh syok akibat nyerinya tersebut atau karena peradangan sebagai kelanjutan dari

perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan.

Page 7: gabungan referat

2. Racun yang bekerja secara umum (sistemik)

Walaupun kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini biasanya

memiliki akibat / afinitas pada salah satu sistem atau organ tubuh yang lebih besar bila

dibandingkan dengan sistem atau organ tubuh lainnya.

Misalnya:

- Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf pusat.

- Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung.

- Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang.

- CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan.

- Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal.

-  Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama

berpengaruh terhadap hati.

3. Racun yang bekerja secara setempat dan secara umum

Misalnya:

- Asam oksalat

- Asam karbol

Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan menimbulkan depresi pada

susunan syaraf pusat (efek sistemik). Hal ini dimungkinkan karena sebagian dari asam

karbol tersebut akan diserap dan berpengaruh terhadap otak (Nawawi, 1989).

- Arsen

- Garam Pb

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja racun

1. Cara pemberian

Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang maksimal pada tubuh jika cara

pemberiannya tepat. Misalnya jika racun-racun yang berbentuk gas tentu akan

memberikan efek maksimal bila masuknya ke dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun

tersebut masuk ke dalam tubuh secara ingesti tentu tidak akan menimbulkan akibat yang

sama hebatnya walaupun dosis yang masuk ke dalam tubuh sama besarnya.

Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun akan paling cepat bekerja pada

tubuh jika masuk secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c), ingesti,

absorbsi melalui mukosa, dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam

tubuh melalui kulit yang sehat.

Page 8: gabungan referat

2. Keadaan tubuh

a. Umur

Pada umumnya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila

dibandingkan dengan orang dewasa. Tetapi pada beberapa jenis racun seperti

barbiturate dan belladonna, justru anak-anak akan lebih tahan.

b. Kesehatan

Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal, biasanya

akan lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat, walaupun racun

yang masuk ke dalam tubuhnya belum mencapai dosis toksis. Hal ini dapat dimengerti

karena pada orang-orang tersebut, proses detoksikasi tidak berjalan dengan baik,

demikian pula halnya dengan ekskresinya. Pada mereka yang menderita penyakit yang

disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada saluran pencernaan, maka

penyerapan racun pada umumnya jelek, sehingga jika pada penderita tersebut terjadi

kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian

penderita disebabkan oleh racun. Dan sebaliknya pula kita tidak boleh tergesa-gesa

menentukan sebab kematian seseorang karena penyakit tanpa melakukan penelitian

yang teliti, misalnya pada kasus keracunan arsen (tipe gastrointestinal) dimana disini

gejala keracunannya mirip dengan gejala gastroenteritis yang lumrah dijumpai.

c. Kebiasaan

Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat menimbulkan

gejala-gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi. Tetapi perlu

diingat bahwa toleransi itu tidak selamanya menetap. Menurunnya toleransi sering

terjadi misalnya pada pencandu narkotik, yang dalam beberapa waktu tidak

menggunakan narkotik lagi. Menurunnya toleransi inilah yang dapat menerangkan

mengapa pada para pencandu tersebut bisa terjadi kematian, walaupun dosis yang

digunakan sama besarnya.

d. Hipersensitif (alergi – idiosinkrasi)

Banyak preparat seperti vitamin B1, penisilin, streptomisin dan preparat-preparat

yang mengandung yodium menyebabkan kematian, karena sikorban sangat rentan

terhadap preparat-preparat tersebut. Dari segi ilmu kehakiman, keadaan tersebut tidak

boleh dilupakan, kita harus menentukan apakah kematian korban memang benar

disebabkan oleh karena hipersensitif dan harus ditentukan pula apakah pemberian

preparat-preparat mempunyai indikasi. Ada tidaknya indikasi pemberi preparat tersebut

Page 9: gabungan referat

dapat mempengaruhi berat-ringannya hukuman yang akan dikenakan pada pemberi

preparat tersebut.

3. Racunnya sendiri

a. Dosis

Besar-kecilnya dosis racun akan menentukan berat-ringannya akibat yang

ditimbulkan. Dalam hal ini tidak boleh dilupakan akan adanya faktor toleransi, dan

intoleransi individual. Pada intoleransi, gejala keracunan akan tampak walaupun racun

yang masuk ke dalam tubuh belum mencapai level toksik. Keadaan intoleransi tersebut

dapat bersifat bawaan / kongenital atau intoleransi yang didapat setelah seseorang

menderita penyakit yang mengakibatkan gangguan pada organ yang berfungsi

melakukan detoksifikasi dan ekskresi.

b. Konsentrasi

Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal misalnya zat-zat

korosif, konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan

tersebut berbeda dengan racun yang bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini

dosislah yang berperan dalam menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan

oleh racun tersebut.

c. Bentuk dan kombinasi fisik

Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila

dibandingkan dengan yang berbentuk padat. Seseorang yang menelan racun dalam

keadaan lambung kosong, tentu akan lebih cepat keracunan bila dibandingkan dengan

orang yang menelan racun dalam keadaan lambungnya berisi makanan.

d. Adiksi dan sinergisme

Barbiturate, misalnya jika diberikan bersama-sama dengan alkohol, morfin, atau

CO, dapat menyebabkan kematian, walaupun dosis barbiturate yang diberikan jauh di

bawah dosis letal. Dari segi hukum kedokteran kehakiman, kemungkinan-kemungkinan

terjadinya hal seperti itu tidak boleh dilupakan, terutama jika menghadapi kasus dimana

kadar racun yang ditemukan rendah sekali, dan dalam hal demikian harus dicari

kemungkinan adanya racun lain yang mempunyai sifat aditif (sinergitik dengan racun

yang ditemukan), sebelum kita tiba pada kesimpulan bahwa kematian korban

disebabkan karena reaksi anafilaksi yang fatal atau karena adanya intoleransi.

Page 10: gabungan referat

e. Susunan kimia

Ada beberapa zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan

menimbulkan gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal yang

sebaliknya.

f. Antagonisme

Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu

macam racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena reaksi-reaksi tersebut

saling menetralisir satu sama lain. Dalam klinik adanya sifat antagonis ini dimanfaatkan

untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan kaloxone yang dipakai untuk mengatasi

depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada keracunan akut obat-obatan

golongan narkotik.

Pengambilan bahan pemeriksaan toksikologi

1. Darah

Darah jantung diambil secara terpisah dari sebelah kanan dan sebelah kiri masing-

masing sebanyak 60ml. Darah tepi sebanyak 30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis,

bukan darah dari vena porta.

2. Urin

Diambil semua yang ada dalam kandung kemih. Penting karena merupakan tempat

ekskresi sebagian besar racun sehingga dapat untuk tes pendahuluan. Juga penting untuk

pemeriksaan penyaring racun dari golongan narkotika atau stimulan.

3. Bilasan lambung

Pada mayat diambil lambung beserta isinya. Lambung diikat pada perbatasan

dengan usus dua belas jari agar pil/tablet tidak hancur.

4. Usus beserta isinya

Bahan ini sangat berguna terutama bila kematian terjadi dalam waktu beberapa jam

setelah menelan racun sehingga dapat diperkirakan saat kematian dan dapat pula

ditemukan pil yang tak dapat hancur oleh lambung (enteric-coated).

Usus diikat tiap 60 cm atau diikat pada batas usus halus dan usus besar dan antara

usus besar dan poros usus. Ikatan tersebut berguna untuk mencegah isi usus oral tidak

tercampur dengan isi usus anal.

Page 11: gabungan referat

5. Hati

Semua hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi anatomi.

Organ ini mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasikan racun-racun sehingga kadar

racun dalam hati sangat tinggi.

6. Ginjal

Kedua ginjal harus diambil. Ginjal penting pada keadaan intoksikasi logam,

pemeriksaan racun secara umum dan pada kasus dimana secara histologik ditemukan Ca-

oksalat atau sulfonamide.

7. Otak

Jaringan lipoid dalam otak mempunyai kemampuan untuk menahan racun, misalnya

CHCl3 tetap ada walaupn jaringan otak telah membusuk. Otak bagian tengah penting pada

intoksikasi CN karena tahan terhadap pembusukan.

8. Empedu

Sebaiknya kandung empedu jangan dibuka agar cairan empedu tidak mengalir ke

hati dan mengacaukan pemeriksaan.

Cara pengambilan sampel bias dari tiga tempat yaitu tempat masuk racun (lambung,

tempat suntikan), darah yang menandakan racun beredar secara sistemik, dan tempat

keluarnya racun (urin, empedu).

Menurut Curry, contoh bahan pemeriksaan yang rutin harus diambil adalah lambung

beserta isinya, darah, seluruh hati dan seluruh urin.

II.2. Intoksikasi

Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi racun bila

diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Berbeda dengan alergi, keracunan memiliki

gejala yang bervariasi dan harus ditindaki dengan cepat dan tepat karena penanganan yang

kurang tepat tidak menutup kemungkinan hanya akan memperparah keracunan yang dialami

penderita.

Page 12: gabungan referat

Etiologi

Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal, berdasarkan wujudnya, zat yang dapat

menyebabkan keracunan antara lain : zat padat (obat-obatan, makanan), zat gas (CO2), dan

zat cair (alkohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, pestisida, bisa/ racun hewan).

Racun-racun tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara, diantaranya :

1.      Melalui kulit

2.      Melalui jalan napas (inhalasi)

3.      Melalui saluran pencernaan (mulut)

4.      Melalui suntikan

5.      Melalui mata (kontaminasi mata)

Diagnosis

Penegakan diagnosis pasti penyebab keracunan cukup sulit dilakukan karena

dibutuhkan sarana laboratorium toksikologi yang cukup handal dan belum ada sarana

laboratorium swasata yang ikut berperan. Sedangkan sarana laboratorium rumah sakit untuk

pemeriksaan ini juga belum memadai dan sarana instansi resmi pemerintah juga sangat

minim jumlahnya.

Untuk membantu penegakan diagnosis maka diperlukan autoanamnesis dan

aloanamnesis yang cukup cermat serta diperlukan bukti-bukti yang diperoleh di tempat

kejadian. Selanjutnya pada pemeriksaan fisik harus ditemukan dugaan tempat masuknya

racun yang dapat melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral, absorpsi kulit, dan mukosa atau

parental. Hal ini penting diketahui karena berpengaruh pada efek kecepatan dan lamanya

durasi (reaksi) keracunan.

Racun yang melalui rute oral biasanya bisa diketahui melalui bau mulut atau muntahan

kecuali racun yang sifat dasarnya tidak berbau dan berwarna seperti arsinikum yang sulit

ditemukan hanya berdasar inspeksi saja. Luka bakar warna keputihan pada mukosa mulut

atau keabuan pada bibir dan dagu menunjukkan akibat bahan kausatif dan korosif, baik yang

bersifat asam kuat maupun basa kuat. Perbedaan pada dampak luka bakarnya yaitu nekrosis

koagulatif akibat paparan asam kuat sedangkan basa kuat menyebabkan nekrosis likuitatif.

Adapun penyebab keracunan dapat dikenali melaui bau racun tersebut atau warna urin

setelah terkontaminasi denga racun tersebut antara lain :

Page 13: gabungan referat

Karakteristik bau racun

Bau Penyebab

- Aseton - Isopropil alkohol, aseton

- Almond - Sinida

- Bawang putih - Arsenik, selenium, talium

- Telur busuk - Hidrogen sulfida, merkaptan

Karakteristik warna urin

Warna urine Penyebab

- Hijau/ biru - Metilin biru

- Kuning-merah - Rifampisin, besi (Fe)

- Coklat tua - Fenol, kresol

- Butiran keputihan - Primidon

- Coklat - Mio/ haemoglobinuria

Gejala Klinis

Penilaian keadaan klinis yang paling awal adalah status kesadaran. Alat ukur yang

paling sering digunakan adalah GCS (Glasgow Coma Scale). Apabila pasien tidak sadar dan

tidak ada keterangan apapun, maka diagnosis keracunan dapat dilakukan pereksklusionam

dan semua penyebab penurunan kesadaran seperti meningoensefalitis, trauma, perdarahan

subaraknoid/intrakranial, subdural/ekstradural hematom, hipoglikemia, diabetik ketoasidosis,

uremia, maupun ensefalopati.

Penemuan klinis seperti ukuran pupil mata, frekuensi napas dan denyut nadi mungkin dapat

membantu penegakan diagnosis pada pasien dengan penurunan kesadaran.

Gambaran klinis yang menunjukkan penyebab keracunan

Gambaran klinis Kemungkinan penyebab

- Pupil pin point, frekuensi napas turun - Opoioid, inhibitor kolinesterase

(organofosfat, carbamate

insektidida), klonidin, fenotiazin

- Dilatasi pupil, laju napas turun - Benzodiazepin

- Dilatasi pupil, takikardia - Antidepresan trisiklik, amfetamin,

ekstasi, kokain, antikolonergik

(benzeksol, benzitropin),

Page 14: gabungan referat

antihistamin

- Sianosis - Obat depresan SSP, bahan

penyebab methaemoglobinemia

- Hipersalivasi - Organofosfat/karbamat, insektisida

- Nistagmus, ataksia, tanda serebral - Antikonvulsan (frenitoin,

karbamazepin), alkohol

- Gejala ekstrapiramidal - Fenotiazin, haloperidol,

metoklopramid

- Seizures - Antidepresan trisiklik,

antikonvulsan, teofilin,

antihistamin, OAINS, fenothiazin,

isoniazid

- Hipertemia - Litium, antidepresan trisiklik,

antihistamin

- Hipertemia dan hipertensi, takikardi,

agitasi

- Amfetamin, ekstasi, kokain

- Hipertemia dan takikardi, asidosis

metabolik

- Salsilat

- Bradikardia - Penghambat beta, digoksin, opioid,

klonidin, antagonis kalsium (kecuali

dihidropiridin), organofosfat

insektisida

- Abdominal cramp, diare, takikardi,

halusinasi

- Withdrawal alkohol, opiat,

benzodiazepin

Pemeriksaan Penunjang

Analisis toksikologi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini selain dapat membantu

penegakan diagnosis juga berguna untuk kepentingan penyidikan polisi pada kasus kejahatan.

Sampel yang dikirim ke laboratorium adalah 50 ml urin, 10 ml serum, bahan muntahan, dan

feses.

1. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun

melalui inhalasi atau adanya dugaan perforasi lambung.

2. Laboratorium klinik

Page 15: gabungan referat

Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama analisis gas darah. Beberapa gangguan gas

darah dapat membantu penegakan diagnosis penyebab keracunan.

Pemeriksaan fungsi hati, ginjal, dan sedimen urin harus pula dilakukan karena selain

berguna untuk mengetahui dampak keracunan juga dapat dijadikan sebagai dasar diagnosis

penyebab keracunan seperti keracunan parasetamol atau makanan yang mengandung asam

jengkol.

3. Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti

terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi, takikardi

supraventrikuler, takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol, dan disosiasi

elektromekanik. Beberapa faktor predisposisi timbulnya aritmia pada keracunan adalah

keracunan obat kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia, gangguan elektrolit

darah, hipovolemia, dan penyakit dasar jantung iskemik.

Penatalaksanaan

1. Stabilisasi

Penatalaksanaan keracunan pada waktu pertama kali berupa tindakan resusitasi

kardiopulmoner yang dilakukan dengan cepat dan tepat berupa pembebasan jalan  napas,

perbaikan fungsi pernapasan, dan perbaikan sistem sirkulasi darah.

2. Dekontaminasi

Dekontaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan

pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan.

3. Dekontaminasi pulmonal

Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari pemaparan inhalasi

zat racun, monitor kemungkinan gawat napas, dan berikan oksigen lembab 100%, dan jika 

perlu beri ventilator.

4. Dekontaminasi mata

Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun yaitu posisi

kepala pasien ditengadahkan dan miring ke posisi mata yang terburuk kondisinya. Buka

kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat

racunnya diperkirakan sudah hilang.

5. Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)

Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji, sepatu, dan

aksesoris lainnnya dan masukkan dalam wadah plastik yang kedap air dan tutup rapat, cuci

Page 16: gabungan referat

bagian kulit yang terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit, selanjutnya

keringkan dengan handuk kering dan lembut.

6. Dekontaminasi gastrointestinal

Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga tindakan pemberian

bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi kambung dengan cara

induksi muntah atau aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan

toksik.

7. Eliminasi

Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang sedang

beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam.

8. Antidotum

Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat

antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial sangat sedikit

jumlahnya.

II.3. Narkoba

Definisi

Narkoba ( singkatan dari narkotika, psikotopika, dan bahan adiktif berbahaya lainnya)

adalah bahan atau zat yang bila dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral atau

diminum, dihirup, maupun disuntikan dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan

dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan

psikologis.

Klasifikasi Narkotika

Penggolongan narkotika menurut undang-undang RI No.22 Tahun 1997 adalah :

berdasarkan pasal 2 ayat (2) UU No.22 Tahun 1997 tentang narkotika, narkotika digolongkan

menjadi 3 yaitu narkotika golongan I, narkotika golongan II, dan narkotika golongan III.

a. Narkotika golongan I

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Beberapa narkotika yang termasuk dalam golongan I

misalnya tanaman Papaver somniferum L, Opium, tanaman koka, heroin, morfin, dan ganja.

b. Narkotika golongan II

Page 17: gabungan referat

Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir

dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Beberapa narkotika yang

termasuk kedalam golongan II, misalnya Alfasetilmetadol, Benzetidin, Betametadol.

c. Narkotika golongan III

narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan. Beberapa narkotika yang termasuk golongan III misalnya

Asetildihidrokodeina, Dokstropropoksifena, Dihidrokodeina, Etilmorfin, dan lain-lain

Klasifikasi Psikotropika

Definisi

Zat atau obat bukan narkotik tetapi berkhasiat psikoaktif berupa perubahan aktifitas

mental atau tingkah laku melalui pengaruhnya pada SSP serta dapat menyebabkan efek

ketergantungan. Psikotropika dibedakan menjadi 4 golongan yaitu :

a. Psikotropika Golongan I

Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak

digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom

ketergantungan, contoh : LSD, MDMA, dan Masealin

b. Psikotropika Golongan II

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan atau

untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom

ketergantungan, contoh : amfetamin

c. Psikotropika Golongan III

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau

untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom

ketergantungan, contoh : kelompok hipnotik sedatif (barbiturat)

Page 18: gabungan referat

d. Psikotropika Golongan IV

Psikotropika yang berkhasiat sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk

tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom

ketergantungan, contoh : Diazepam, Nitrazepam. Pengaruh penggunaan psikotropika

terhadap SSP dapat dikelompokan menjadi :

1. Depresan, contoh : Sedatin, Mogadon, Valium, Mandrax

2. Stimulant, contoh : Amphetamin dan turunannya

3. Halusinogen, contoh : LSD

Zat Psiko-Aktif Lain

Yaitu zat/bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada kerja

otak. Tidak tercantum dalam peraturan perundang-undangan tentang Narkotika dan

Psikotropika. Yang sering disalahgunakan adalah:

a.Alkohol, yang terdapat pada berbagai jenis minuman keras

b.Inhalansia/Solven, yaitu gas atu zat yang mudah menguap yang terdapat pada

berbagai keperluan pabrik, kantor dan rumah tangga

c.Nikotin, yang terdapat pada tembakau

d.Kafein, pada kopi, minuman penambah energi dan obat sakit kepala tertentu

Penggolongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain menurut Organisasi Kesehatan

Sedunia (WHO) di bawah ini didasarkan atas pengaruhnya terhadap tubuhmanusia:

a. Opioida, mengurangi rasa nyeri dan menyebabkan mengantuk atau turunnya

kesadaran. Contoh: opium, morfin, heroin dan petidin

b. Ganja (mariyuana, hasis), menyebabkan perasaan riang, meningkatkan dayakhayal,

dan berubahnya perasaan waktu

c. Kokain dan Daun Koka, tergolong stimulansia (meningkatkan aktivitas otak/fungsi

organ tubuh lain)

d. Golongan Amfetamin (Stimulansia), Amfetamin, ekstasi, sabu (metamfetamin)

e. Alkohol, yang terdapat pada minuman keras

f. Halusinogen, memberikan halunsinasi (khayal). Contoh LSD

g. Sedativa dan Hipnotika, Obat penenang/obat tidur, seperti pil BK, MG

h. PCP (Fensiklidin)

i. Solven dan Inhalansia, Gas atau uap yang dihirup. Contoh tiner dan lem

 j. Nikotin, terdapat pada tembakau (termasuk stimulansia)

Page 19: gabungan referat

k. Kafein, (stimulansia) terdapat dalam kopi, berbagai jenis obat penghilang rasa sakit

atau nyeri, dan minuman kola

II. 4. Opioid

Definisi

Kata opium berasal dari bahasa Yunani untuk sari buah opium. Opiate adalah istilah

yang digunakan untuk obat-obatan yang berasal dari opium. Penggunaan istilah opioid untuk

menunjukkan semua substansi eksogen, alami atau buatan, yang mengikat secara spesifik

reseptor opioid dan menimbulkan beberapa gejala agonis seperti morfin. Opioid dibagi

menjadi opioid agonis, opioid agonis-antagonis dan opioid antagonis.

Struktur Opioid

Bentuk alkaloid dari opium dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni:

1. Phenanthrene : morfin, codein, dan thebaine

2. Benzylisoquinolines : papaverin, noscapine

Klasifikasi

Opioids Opioid Agonis-Antagonis Opioid Antagonis

Morphine

Morphine 6-glucorinide

Meperidine

Sufentanil

Fentanil

Alfentanil

Ramifenttanil

Codeine

Tramadol

Hydromorphine

Methadone

Heroin

Pentazocaine

Butophanol

Nalbuphine

Nalorphine

Dezocine

Naloxone

Naltrexone

Nalmefene

Tabel 1. Contoh Obat Opioid

Mekanisme Kerja

Opioid bekerja pada reseptor opioid di presinaps dan postsinaps di sistem saraf pusat

(SSP) terutama batang otak (gray matter periakuduktus batang otak, amigdala, korpus

Page 20: gabungan referat

striatum, dan hipothalamus) dan medula spinalis (substansia gelatinosa) dan pada jaringan

perifer. Pada jaringan perifer opioid berikatan dengan reseptor opioid endogen (endorfin,

enkefalin, dan dinorfin) kemudian mengaktifkan sistem antinosiseptif.

Di presinaps, oipoid menurunkan sekresi neurotransmiter inhibisi sehingga mencegah

aktivasi reseptor (asetilkolin, dopamin, norefinefrin, substansi P). Efek biokimia opioid

adalah meningkatkan penghantaran kalium (sehingga terjadi hiperpolarisasi), inkatifasi kanal

kalsium, atau keduanya yang menghambat efek pelepasan neurotransmiter.

Efek utama opioid adalah penurunan transmisi kolinergik pada ujung saraf

memberikan efek analgesia dan efek samping lainnya. Namun opioid tidak berpengaruh pada

stimulasi berulang pada ujung saraf ataupun konduksi rangsang berulang dari saraf perifer

Terdapat tiga jenis reseptor opioid, yakni reseptor mu (MOR), kappa (KOR), dan

delta (DOR). Reseptor opioid merupakan gianine (G) protein-coupled receptor yang

merupakan 80% dari keseluruhan reseptor muskarinik, adrenergik, GABA, dan somatostatin.

Mu1 Mu2 Delta Kappa

Efek Anlagesia

(suprespinal dan

spinal)

Euphoria

Potensi

disalahgunakan

rendah

Miosis

Bradikardi

Hipotermia

Retensi urin

Anlagesia

(spinal)

Depresi

ventilasi

Efek

ketergantungan

Konstipasi

Analgesi

(supraspinal)

Dysphoria,

sedasi

Miosis

Diuresis

Analgesia

(supraspinal dan

spinal)

Depresi ventilasi

Efek

ketergantungan

Konstipasi

Retensi urin

Agonis Endorfin

Morfin

Opioid sintetik

Endorfin

Morfin

Opioid sintetik

Dinorfin Enkefalin

Antogonis Naloxone

Naltrexon

Nalmefene

Naloxone

Naltrexon

Nalmefene

Naloxone

Naltrexon

Nalmefene

Naloxone

Naltrexon

Nalmefene

Tabel 2. Klasifikasi Reseptor Opioid

Page 21: gabungan referat

Efek terhadap reseptor opioid adalah :

1. Menghambat adenil siklase

2. Menurunkan konduksi kanal kalsium

3. Membuka gerbang potasium.

Efek dari ketiga reseptor tersebut menurunkan aktifitas neuron.

Reseptor opioid ini juga memodulasi phosphoinositide-signaling cascade dan

phospholipase. Pencegahan influks kalsium mencegah sekresi substansi P pada

beberapa neuron.

II.5. Morfin

Hasil olahan dari opium atau candu mentah. Merupakan alkaloida utama dari opium

(C17H19NO3). Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam

bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap atau disuntikan.

Merupakan bentuk pertama agonis opioid dan pembanding bagi opioid lainnya. Pada

manusia, morfin menghasilkan analgesi, euforia, sedasi, dan mengurangi kemampuan untuk

berkonsentrasi, nausea, rasa hangat pada tubuh, rasa berat pada ekstrimitas, mulut kering, dan

pruritus, terutama di wilayah kulit sekitar hidung.

Farmakokinetik Morfin

Morfin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian IM, dengan onset antara 15 -30

menit dan efek tertinggi antara 45-90 menit serta durasinya sekitar 4 jam. Morfin biasa

diberikan secara IV selama masa operasi.

Morfin dimetabolisme melalui dua jalur, yaitu hepatik dan ekstra hepatik. Morfin

dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hepatik sedangkan jalur ekstra hepatik lebih

banyak terjadi di ginjal..

Page 22: gabungan referat

Efek Samping Morfin

Efek samping morfin juga terdapat pada agonis opioid lain, walaupun insiden dan

besarnya tidak sama. Efek samping morfin dijelaskan berdasarkan sistem dan gejala yang

ditimbulkannya.

a. Sistem kardiovaskuler

Kelainan pada penggunaan morfin dapat terjadi karena respon dari sistem simpatik.

Morfin akan menurunkan pengaruh sistem simpatik pada jaringan perifer sehingga terjadi

penurunan venous return, cardiac output dan tekanan darah. Morfin juga dapat menyebabkan

bradikardi akibat peningkatan aktivitas vagal sehingga terjadi penurunan tekanan darah.

Morfin menimbulkan efek depresi langsung pada SA node dan memperlambat konduksi

impuls jantung melalui AV node.

b. Pernapasan

Agonis opioid bekerja pada reseptor µ2 yang menekan pusat pernapasan di batang

otak sehingga akan menimbulkan depresi pernafasan. Opioid mendepresi pernapasan dengan

mengurangi reaksi pusat pernapasan terhadap karbon dioksida dan pergeseran kurva respon

karbon dioksida ke kanan. Opioid juga mengganggu pusat pernapasan di pons dan medula

sehingga menyebabkan pernapasan yang pendek dan dalam. Opioid juga menekan aktivitas

silia dari jalan napas sesuai dengan dosis yang diberikan.

c. Penekanan batuk

Opioid menekan batuk melalui gangguan pada pusat batuk yang berbeda dengan pusat

pernapasan. Penekanan batuk terberat terjadi pada opioid yang mengalami subsitusi besar

pada posisi karbon nomor 3 (kodien). Penekanan batuk dihasilkan juga oleh isomer opioid

dektrotatory (dekstromethorphan) yang tidak memiliki efek analgesia.

d. Sistem saraf

Miosis disebabkan oleh eksitasi pada sistem saraf otonom pada komponen nukleus

Edinger-Westphal pada saraf occulomotor. Efek ini dapat dilawan dengan pemberian atropin

dan keadaan hipoksemia arterial yang besar.

e. Sedasi

Pemberian titrasi morfin post operasi menyebabkan sedasi sebelum onset analgesia

terjadi. Titrasi morfin disarankan diberikan dalam waktu singkat setelah pemberian secara

bolus (5-7 menit) untuk menilai efek klinisnya.

f. Sistem biliar

Opioid menyebabkan spasme otot polos biliaris dan menyebabkan peningkatan

tekanan intabiliar yang dihubungkan dengan stress epigastrik atau kolik biliar.

Page 23: gabungan referat

g. Traktus gastrointestinal

Pemberian morfin, meperidine dan fentanyl akan menyebabkan spasme otot polos

saluran pencernaan yang dapat menyebabkan konstipasi, kolik biliar dan perlambatan

pengosongan lambung.

h. Nausea dan vomitting

Opioid akan menimbulkan mual dan muntah karena stimulasi langsung pada wilayah

pemicu kemoreseptor di dasar ventrikel keempat. Efek ini ditimbulkan oleh stimulasi reseptor

dopamin juga karena peningkatan sekresi dan perlambatan pengosongan isi saluran cerna.

i. Sistem genitourinarius

Morfin meningkatkan tonus dan aktivitas peristaltik ureter.

j. Perubahan kulit

Morfin menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit. Kulit wajah, leher dan dada

biasanya menjadi merah dan panas. Hal ini disebabkan oleh pelepasan histamin.

k. Plasenta

Morfin dapat melewati plasenta dan masuk ke dalam aliran darah neonatus.

Karenanya depresi pada neonatus dapat terjadi pada pemberian opioid selama persalinan.

Takaran mematikan

Sebenarnya tidak dapat ditentukan dengan pasti karena tergantung dari kepekaan

korban. Takaran mematikan terkecil yang pernah dilaporkan adalah sebesar 60 mg morfin,

tetapi biasanya diambil patokan sekitar 200 mg bagi orang yang tidak menunjukkan toleransi.

Jika kadar morfin dalam urin sebesar 55mg % berarti orang tersebut sudah menggunakan

morfin/heroin dalam jumlah yang berlebihan. Bila kadar urin sebesar 5-20 mg% atau dalam

darah 0,1-0,5 mg% berarti sudah berada dalam tingkat toksik

II. 6. Heroin

Definisi

Heroin (INN: diacetylmorphine, BAN: diamorphine) adalah semi sintetik opioid yang

di sintesa dari morphin yang merupakan derivat dari opium. Pada kadar yang lebih rendah

dikenal dengan sebutan putaw. Heroin merupakan 3.6-diacetyl ester dari morphine (oleh

karena itu disebut juga diasetilmorphine).

Page 24: gabungan referat

Farmakokinetik

Absorpsi : diabsorpi dengan baik di subkutaneus, intramuskular dan permukaan mukosa

hidung atau mulut.

Distribusi : cepat masuk ke dalam darah dan menuju ke dalam jaringan. Konsentrasi heroin

tinggi di paru-paru, hepar, ginjal dan limpa, sedangkan di dalam otot skelet konsentrasinya

rendah. Konsentrasi di dalam otak relatif rendah dibandingkan organ lainnya akibat sawar

darah otak. Heroin menembus sawar darah otak lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan

morfin atau golongan opioid lainnya.

Metabolisme : didalam otak cepat mengalami hidrolisa menjadi monoasetilmorfin dan

akhirnya menjadi morfin, kemudian mengalami konjugasi dengan asam glukuronik menjadi

morfin 6-glukoronid yang berefek analgesik lebih kuat dibandingkan morfin sendiri.

Ekskresi : terutama diekskresi melalui urine (ginjal). 90% diekskresikan dalam 24 jam

pertama, meskipun masih dapat ditemukan dalam urine 48 jam.

Farmakodinamik

Opioid agonis menimbulkan analgesia akibat berikatan dengan reseptor spesifik yang

berlokasi di otak dan medula spinalis, sehingga mempengaruhi transmisi dan modulasi nyeri.

Terdapat 3 jenis reseptor yang spesifik, yaitu reseptor μ (mu), δ (delta) dan κ (kappa). Di

dalam otak terdapat tiga jenis endogeneus peptide yang aktivitasnya seperti opiat, yaitu

enkephalin yang berikatan dengan reseptor δ, β endorfin dengan reseptor μ dandynorpin

dengan resptor κ. Reseptor μ merupakan reseptor untuk morfin (heroin). Ketiga jenis reseptor

ini berhubungan dengan protein G dan berpasangan dengan adenilsiklase menyebabkan

penurunan formasi siklik AMP sehingga aktivitas pelepasan neurotransmitter terhambat.

Efek

A. Sistem saraf pusat

1. Analgesia

Khasiat analgetik didasarkan atas 3 faktor:

a. Meningkatkan ambang rangsang nyeri.

b. Mempengaruhi emosi, dalam arti bahwa morfin dapat mengubah reaksi yang

timbul menyertai rasa nyeri pada waktu penderita merasakan rasa nyeri. Setelah

pemberian obat penderita masih tetap merasakan (menyadari) adanya nyeri, tetapi

reaksi khawatir takut tidak lagi timbul.

Page 25: gabungan referat

c. Memudahkan timbulnya tidur.

2. Euforia

Pemberian morfin pada penderita yang mengalami nyeri, akan menimbulkan nyaman

terbebas dari rasa cemas.

3. Sedasi

Pemberian morfin dapat menimbulkan efek mengantuk dan lethargi.

4. Pernafasan

Pemberian morfin dapat menimbulkan depresi pernafasan, yang disebabkan oleh inhibisi

langsung pada pusat respirasi di batang otak. Depresi pernafasan biasanya terjadi dalam 7

menit setelah ijeksi intravena atau 30 menit setelah injeksi subkutan atau intramuskular.

Respirasi kembali ke normal dalam 2-3 jam.

5. Pupil

Pemberian morfin secara sistemik dapat menimbulkan miosis. Miosis terjadi akibat stimulasi

pada nukleus Edinger Westphal N. III.

6. Mual dan muntah

Disebabkan oleh stimulasi langsung pada emetic chemoreceptor trigger zone di batang otak.

B. Sistem Syaraf Perifer

1. Saluran cerna

Pada lambung akan menghambat sekresi asam lambung, mortilitas lambung berkurang, tetapi

tonus bagian antrum meninggi. Pada usus besar akan mengurangi gerakan peristaltik,

sehingga dapat menimbulkan konstipasi.

2. Sistem kardiovaskular

Tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap tekanan darah, frekuensi maupun irama

jantung. Perubahan yang tampak hanya bersifat sekunder terhadap berkurangnya aktivitas

badan dan keadaan tidur, Hipotensi disebabkan dilatasi arteri perifer dan vena akibat

mekanisme depresi sentral oleh mekanisme stabilitasi vasomotor dan pelepasan histamin.

3. Kulit

Mengakibatkan pelebaran pembuluh darah kulit, sehingga kulit tampak merah dan terasa

panas. Seringkali terjadi pembentukan keringat, kemungkinan disebabkan oleh bertambahnya

peredaran darah di kulit akibat efek sentral dan pelepasan histamin.

4. Traktus urinarius

Tonus ureter dan vesika urinaria meningkat, tonus otot sphinkter meningkat,sehingga dapat

menimbulkan retensi urine.

Page 26: gabungan referat

Short term Long term

Gelisah

Depresi pernafasan

Fungsi mental berkabut

Mual dan muntah

Menekan nyeri

Abortus spontan

Addiksi

HIV, hepatitis

Kolaps vena

Pengaruh heroin terhadap wanita hamil:

· Menimbulkan komplikasi serius, abortus spontan, lahir

prematur

· Bayi yang lahir dari ibu pecandu narkotik memiliki resiko

tinggi untuk terjadinya SIDS (Sudden Infant Death Syndrome)

· Bayi yang lahir dari ibu pecandu narkotik dapat mengalami

gejala with drawl dalam 24-36 jam setelah lahir. Gejalanya

bayi tambah gelisah, agitasi, sering menguap, bersin dan

menangis, gemetar, muntah, diare dan pada beberapa kasus

terjadi kejang umum.

Tabel 3. Efek jangka pendek dan jangka panjang dari heroin

Gejala dan Tanda pada Pemakaian Heroin

Intoksikasi Akut (Over Dosis)

Dosis toksik, 500 mg untuk bukan pecandu dan 1800 mg untuk pecandu narkotik.

Gejala over dosis biasanya timbul beberapa saat setelah pemberian obat.

Gejala intoksikasi akut (overdosis):

Kesadaran menurun, sopor – koma

Depresi pernafasan, frekuensi pernafasan rendah 2-4 kali semenit, dan pernafasan

mungkin bersifat Cheyene stokes

Pupil kecil (pin poiny pupil), simetris dan reaktif

Tampak sianotik, kulit muka kemerahan secara tidak merata

Tekanan darah pada awalnya baik, tetapi dapat menjadi hipotensi apabila pernafasan

memburuk danterjadi syok

Suhu badan rendah (hipotermia) dan kulit terasa dingin

Bradikardi

Edema paru

Kejang

Page 27: gabungan referat

II.7. Kodein

Kodein merupakan hasil substitusi grup metil pada grup hidroksil di karbon nomor 3

morfin. Jumlah grup metil dibatasi oleh first-pass hepatic metabolism dan jumlah yang

diberikan secara oral. Waktu paruh setelah pemberian oral atau IM antara 3-3,5 jam. Sekitar

10% akan demetilisasi di hati menjadi morfin yang menimbulkan efek analgesia pada

pemberian kodein. Sebagian besar kodein dimetilisasi menjadi norcodeine yang inaktif.

Kodein adalah obat antitussif oral yang efektif dengan dosis 15 mg. Bila diberikan

sebanyak 60 mg maka kodein akan memiliki efek analgesia yang setara dengan 650 mg

aspirin dan 120 mg kodein IM setara dengan 10 mg morfin. Kodein menimbulkan sedasi

minimal, nausea, vomitting dan konstipasi. Namun kodein tidak memiliki efek depresi

pernapasan.

II. 8. Ganja

Definisi

Ganja (Cannabis sativa) adalah tumbuhan budidaya penghasil serat, namun lebih

dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-

canabinol)

Mekanisme kerja

Ketika seseorang merokok ganja, THC dengan sangat cepat masuk aliran darah

melalui paru dimana membawa zat-zat kimia ke seluruh organ tubuh termasuk otak. Otak

Page 28: gabungan referat

memiliki canna binoid receptor pada sel-sel saraf. Cannabinoid receptor paling banyak

terdapat pada bagian otak yang berhubungan dengan fungsi koordinasi gerak tubuh

(Cerrebelum), fungsi daya tangkap dan ingatan (hipokampus), fungsi-fungsi kognitif lebih

tinggi (Cerebral korteks terutama cingulated, frontal danparietal), fungsi reward (Nucleus

accumbens), dan fungsi kontrol gerakan (Basal gangglia).

Efek

1. Efek psikologis dan kesehatan : euforia, relaksasi, perubahan persepsi, intensifikasi dari

pengalaman panca indra yang luar biasa

2. Efek kognitif : berkurangnya memori jangka pendek dan kehilangan hubungan,

keterampilan dan reaksi motoriknya juga mengalami kemunduran.

Gejala dan tanda

Ansietas selama 10-30 menit

Timbul rasa tertekan dan takut mati

Delusi

Ilusi

Gelisah

Bersikap hiperaktif

Halusinasi penglihatan

Halusinasi pendengaran

Euforia

Tertawa terbahak-bahak tanpa sebab

Merasa ringan pada seluruh tungkai badan

Merasa curiga

Intoksikasi ganja

Efek kardiovaskuler dirasakan tekanan darah meningkat, jantung berdebar. Keracunan

secara cepat pada pengguna ganja sangat rendah dan tidak ditemukan kasus yang fatal dari

keracunan akibat penyalahgunaan ganja. Hal ini dipengaruhi oleh cara penggunaan dengan

merokok dan ditelan yang mengakibatkan lambatnya reaksi dalam tubuh, disamping juga

ditentukan oleh kandungan THC dari ganja yang dikonsumsi

II. 9. Petidin

Page 29: gabungan referat

Farmakodinamik 

Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor µ. Seperti

halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas

dan efek sentral lainnya. Waktuparuh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah

dibanding morfin,tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan

klinis3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadapnyeri

neuropatik.b. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :

1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.

2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkannormeperidin, asam

meperidinat dan asam normeperidinat.Normeperidin adalah metabolit yang masih

aktif memiliki sifatkonvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya

sudahberkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.

3) Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut,kekaburan pandangan dan

takikardia.

4)Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan.

5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pascabedah yang tidak ada

hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.

6) Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.

Farmakokinetik 

Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik.Akan tetapi

kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM.Kadar puncak dalam plasma

biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi.

Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2

jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kuranglebih 60% meperidin

dalam plasma terikat protein. Metabolismemeperidin terutama dalam hati. Pada manusia

meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian

mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin.

Page 30: gabungan referat

Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalambentuk derivat N-

demitilasi.Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak,dan

tekanan intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi

dapat masuk ke fetus dan menimbulkan depresirespirasi pada kelahiran.

Indikasi

Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan

klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yanglebih pendek daripada morfin.

Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat

preanestetik.e. Dosis dan sediaanSediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ;

suntikan 10 mg/ml,25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50

mg/ml.Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosisuntuk bayi dan

anak ; 1-1,8 mg/kg BB.

Efek samping

Meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat, euforia,

mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah,gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop

dan sedasi.

II. 10. Metadon

Metadon adalah di-4,4-difenil-6-dimetil-amino-3-heptanon.

Struktur kimianya adalah L-Metadon merupakan analgesic yang 8-50x lebih kuat dari

pada D-metadon.Efek depresi napas D-metadon lemah dan berbahaya adiksinya juga kecil,

tapi isomer ini berefek antitusif*.Derivate yang serupa dengan metadon tidak lebih baik

Page 31: gabungan referat

daripadametadon sendiri, malah dekstromoramid lebih banyak menimbulkan efek samping

danmenyebabkan depresi napas lebih berat dari pada morfin jika diberikan dalam dosis

ekuianalgetik.

Farmakodinamik

- SUSUNAN SARAF PUSAT

Efek analgetik 7,5-10 mg metadon sama kuat dengan efek 10mg morfin.Dalam dosis

tunggal, metadon tidak menimbulkan hypnosis sekuat morfin. Setelahpemberian metadon

berulang kali timbul efek sedasi yang jelas, mungkin karenaadanya kumulasi. Dosis

ekuianalgetik menimbulkan depresi napas yang sama kuatseperti morfin dan dapat bertahan

lebih dari 24r jam setelah dosis tunggal. Seperti morfin, metadon berefek antitusif,

menimbulkan hiperglikemia, hiportemia dan penglepasan ADH

- OTOT POLOS

Seperti meperidin, metadon menimbulkan relaksasi sediaan usus danmenghambat

efek spasmogenik asetilkolin atau histamine. Efek konstipasimetadon lebih lemah dari pada

morfin. Seperti morfin dan meperidin, metadonmenimbulkan spasme saluran empedu pada

manusia dan hewan coba. Ureter mengalami relaksasi, mungkin karena telah terjadi

antidiuresis. Uterus manusia atermetidak banyak dipengaruhi metadon.Miosis yang

ditimbulkan metadon lebih lama daripada miosis oleh morfin.Pada pecandu metadon timbul

toleransi efek miosis yang cukup kuat.

- SISTEM KARDIOVASKULAR

Metadon menyebabkan vasodilatasi perifer sehingga dapat menimbulkanhipotensi

ortostatik. Pemberian metadon tidak mengubah gambaran EKG tetapikadang-kadang timbul

sinus bradikardi.

Obat ini merendahkan kepekaan tubuh terhadap CO2 sehingga timbul retensi CO2

yang dapat menimbulkan dilatasi pembuluh darah cerebral dan kenaikan tekanan cairan otak.

Farmakokinetik

Setelah suntikan metadon subkutan ditemukan kadar dalam plasma yang tinggiselama

10 menit pertama. Sekitar 90% metadon terikat protein plasma. Metadondiabsorbs secara

baik oleh usus dan dapat ditemukan didalam plasma setelah 30 menitpemberian oral; kadar

puncak dicapai setelah 4 jam. Metadon cepat keluar dari darah dan menumpuk dalam paru,

Page 32: gabungan referat

hati,ginjal dan limpa; hanya sebagian kecil yang masuk otak. Kadar maksimal metadon dalam

otak dicapai dalam 1-2 jam setelah pemberianparenteral dan kadar ini sejajar dengan

intensitas dan nama anagelsia. Metadonmengalami pengikatan erat pada protein jaringan.

Biotrasformasi metadon terutamaberlangsung di hati. Salah satu reaksi penting ialah dengan

cara N-denitelasi. Sebagian besar metadon yang diberikan akan ditemukan dalam urin dan

tinja sebagai hasil biotrasformasi yaitu pirolidin dan pirolin. Kurang dari 10% mengalami

eksresi dalambentuk asli. Sebagian besar di ekresi bersama empedu. Masa paruhnya 1-1 ½

hari.

Sediaan dan Posologi

Metadon dapat diberikan secara oral maupun suntikan, tetapi suntikan subkutan

menimbulkan iritasi total. Metadon tersedia dalam bentuk tablet 5 dan 10 mg serta sediaan

suntikan dalam ampul atau vial dengan kadar 10 mg/ml. Dosis analgetik metadon oral untuk

dewasa berkisar antara 2,5-10 mg.

Efek samping

Metadon menyebabkan efek samping berupa perasaan ringan, pusing, kantuk,fungsi

mental terganggu, berkeringat, pruritus, mual dan muntah. Seperti pada morfindan meperidin,

efek samping ini lebih sering timbul pada pemberian oral daripadapemberian parenteral dan

lebih sering timbul pada penderita berobat jalan. Efek samping yang jarang timbul adalah

delirium, halusinasi selintas dan urtikariahemoragik. Bahaya utama pada takar lajak metadon

ialah berkurangnya ventilasipulmonal. Kepekaan seseorang terhadap metadon dipengaruhi

oleh factor yangmempengaruhi kepekaan terhadap morfin. Terapi intoksikasi akut metadon

samadengan terapi intoksikasi akut morfin.

Toleransi dan kemungkinan adiksi

Toleransi metadon dapat timbul terhadap efek analgesik, mual, anoreksia,miotik,

sedasi, depresi napas dan efek kardiovaskular, tetapi tidak timbul terhadap efek konstifasi.

Toleransi ini timbul lebih lambat dari pada toleransi terhadap morfin.Timbulnya

ketergantungan fisik setelah pemberian metadon secara kronik dapat dibuktikan dengan cara

menghentikan obat atau dengan memberikan nalorfin.Kemungkinan timbulnya adiksi ini

lebih kecil dari pada bahaya adiksi morfin.

Indikasi

Page 33: gabungan referat

- Analgesia

Jenis nyeri yang dapat dipengaruhi metadon sama dengan jenis nyeri yangdapat

dipengaruhi morfin. Dosis ekuianalgetik metadon kira-kira sama dengan morfin, tetapi ada

yang berpendapat bahwa metadon sedikit lebih kkuat dari padamorfin. Efek analgetik mulai

timbul 10-20 menit setelah pemberian varenteral atau30-60 menit setelah pemberian oral

metadon. Masa kerja metadon dosis tunggalkira-kira sama dengan masa kerja morfin. Pada

pemberian berulang terjadikomulasi, sehingga dapat diberikan dosis lebih kecil atau interval

dosis dapat lebih lama.

Obat ini menyebabkan depresi napas pada janin sehingga tidak dianjurkansebagi

analgesik pada persalinan. Metadon digunakan sebagai pengganti morfinatau opioid lain

(misalnya heroin) untuk mencegah atau mengatasi gejala-gejalaputus obat yang ditimbulkan

oleh obat-obat tersebut. Gejala putus obat yangditimbulkan oleh metdon tidak sekuat dari

yang ditimbulkan oleh morfin atauheroin tetapi berlangsung lebih lama, dan timbulnya lebih

lambat.

- Antitusif 

Metadon merupakan antitusif yang baik. Efek antitusif 1,5-2 mg per oralsesuai

dengan 15-20 mg kodein, tetapi kemungkinan timbulnya adiksi padametadon jauh lebih besar

dari pada kodein.

Oleh karenanya dewasa inipenggunaannya sebagai antitusif tidak dianjurkan atau

telah banyak ditinggalkan.

II. 11. Metamfetamin

Methampethamine adalah obat psikostimulant dari golongan phenethylaminedan

amfetamine. Obat ini meningkatkan kewaspadaan, konsentrasi, dan stamina, dan jika

digunakan dengan dosis yang lebih tinggi lagi dapat mengakibatkan euforia,meningkatkan

percaya diri, dan libido. Menurut UU No.5 Tahun 1997,methampethamine termasuk dalam

obat psikotropika golongan II yaitu obat psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan

dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai

potensi kuat mengakibatkansindrom ketergantungan´. Methemphetamine bekerja pada sistem

saraf pusat dengan mengaktifkan pelepasan neurotransmitter dopamin, norepinefrin, dan

serotonin.

Farmakodinamik 

Page 34: gabungan referat

Metamfetamin merupakan obat simpatomimetik yang berarti ³meniru´transmiter

endogen di sistem saraf simpatis dengan berinteraksi dengan reseptornya. Neurotransmiter

yang dimaksud adalah katekolamine, norephineprine, dopamine, dan epineprine.

Metamfetamin merupakan stimulan sistem saraf yang memiliki efek yangdapat

mempengaruhi frekuensi nadi, suhu tubuh, tekanan darah, nafsu makan, konsentrasi, suasana

hati dan emosi serta berhubungan dengan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitar. Efek

akut dari senyawa tersebut antara lain dapat meningkatkan tekanan darah dan frekuensi nadi,

vasokontriksi pembuluh darah, bronkodilatasi, hiperglikemia, peningkatan kewaspadaan,

konsentrasi dan penurunan nafsu makan.Metamfetamin juga merupakan neurotoksin yang

poten dan dapatmenyebabkan degenerasi dopaminergik. Metamfetamin dosis tinggi dapat

menimbulkan penurunan beberapa penanda dopamin dan serotonin di otak. Hasil penetilian

menyatakan bahwa berkurangnya produksi dopamin atau penurunan pengeluarannya

merupakan efek dari metamfetamin. Ketika dopamin menurun,senyawa oksigen reaktif

seperti hidrogen peroksida pun diproduksi.

Farmakokinetik 

Konsentrasi puncak penyerapan metamfetamin dicapai pada 3,13-6,3 jam pasca

dikonsumsi. Metabolisme puncak dicapai pada 10 sampai 24 jam.Metamfetamin dapat

melewati sawar darah otak dan plasenta karena memilikilipofilisitas yang

tinggi.Metamfetamin dimetabolisme di hati dan diekresikan olehginjal. Waktu paruh dari

metamfetamin bervariasi dengan waktu rata-rata adalah 9sampai 12 jam. Adapun efek

metamfetamin terhadap tubuh antara lain :

1. Efek fisik

 Efek yang dapat terjadi berupa anoreksia, hiperaktivitas, dilatasi pupil,kemerahan

pada kulit, mulut kering, nyeri kepala, takikardi, bradikardi,takipnue, hipertensi, hipotensi,

diare, dan pada pengunaan yang lama dan ataudosis yang lebih tinggi dapat mengakibatkan

kejang, serangan jantung, stroke,dan kematian.

2. Efek psikologis

Dapat berupa euforia, cemas, peningkatan libido, peningkatan

kewaspadaan,konsentrasi, kepercayaan diri, sensitif, agresif, halusinasi, obsesif, dan

pada penggunaan yang lama dan atau dosis yang lebih tinggi dapat mengakibatkan psikosis

amfetamin.

3. Efek dalam jangka panjang

Page 35: gabungan referat

Penggunaan methemphetamine dengan jangka waktu panjang sangat

erathubungannya dengan munculnya depresi, keinginan bunuh diri, dan perilakukasar.

Methemphetamine juga mempunyai resiko ketergantungan, selain itu juga merupakan zat

neurotoksik yang diyakini meningkatkan resiko penyakit parkinson. Penyalahgunaan

methemphetamine diyakini bertanggungjawabuntuk mengakibatkan terjadinya penurunan

kognitif yang menetap, sepertiingatan, dan gangguan konsentrasi.

4. Efek putus obat

Efek yang terjadi akibat putus obat pada penggunaan methamphetamine dapat berupa

lemah, depresi, peningkatan nafsu makan. Gejala dapat tetap munculdalam beberapa hari

pada penggunaan jangka pendek, dan dapat tetap munculhingga beberapa minggu ataupun

bulan pada pemakaian jangka panjang.Tingkat beratnya efek putus obat yang timbul

tergantung dari lamanya pemakaian dan jumlah methamphetamine yang digunakan.

II. 12. MDMA (Ecstasy)

MDMA (N-metil-3,4-metilendioksi amfetamin atau 3,4-metilendioksimetamfetamin)

yang popular dikenal sebagai ecstasy merupakan senyawa feniletilamin yang memiliki efek

stimulant terhadap SSP.

MDMA bekerja dengan cara meningkatkan penglepasan total neurotransmitter

monoamine (serotonin, noradrenalin dan dalam jumlah kecil dopamine) dari ujung akson.

MDMA tidak bekerja secara langsung melepaskan serotonin, namun dengan berikatan dan

kemudian menghambat transporter yang terlibat dalam ambilan kembali (uptake).

Efek akut berupa perasaan bertenaga, gangguan dalam orientasi waktu, perasaan

mendaptkan pengalaman yang menyenangkan, dengan meningkatkan persepsi. Efek negative

yang ditimbulkan adalah takikardia, mulut kering, rahang mencengkram dan nyeri otot. Pada

dosis yang lebih tinggi akan terjadi halusinasi visual, agitasi, hipertermia dan serangan panic.

Dosis oral yang umum digunakan adalah satu hingga dua tablet 100 mg dan efeknya dapat

bertahan 3-6 jam.

II. 13. Amfetamin

Merupakan salah satu amin simpatomimetik yang paling kuat dalam merangsang SSP,

di samping mempunyai kerja perifer pada reseptor alfa dan beta melalui pelepasan NE

endogen. Amfetamin merangsang pusat napas di medulla oblongata dan mengurangi depresi

sentral yang ditimbulkan oleh berbagai obat. Efek ini disebabkan oleh perangsangan pada

korteks dan system aktivasi reticular.

Page 36: gabungan referat

Pada manusia efek psikis dosis 10-30 mg dapat berupa peningkatan kewaspadaan,

hilangnya rasa ngantuk, dan berkurangnya rasa lelah, perbaikan mood, bertambahnya

inisiatif, percaya diri dan daya konsentrasi, seringkali euphoria dan peningkatan aktivitas

motorik dan aktivitas bicara. Penggunaan lama dan dosis besar hamper selalu diikuti oleh

depresi mental dan kelelahan fisik.

Mekanisme kerja amfetamin di SSP semuanya atau hampir semuanya melalui

penglepasan amin biogenic dari ujung saraf yang bersangkutan di otak. Dosis yang lebih

tinggi melepaskan dopamine, terutama di neostratium, dan menimbulkan aktivitas lokomotor

serta perilaku yang stereotype. Dosis yang lebih tinggi lagi melepaskan serotonin (5-HT) dan

dopamine di mesolimbik, di samping bekerja langsung sebagai serotonin-agonis, dan

menimbulkan gangguan persepsi serta perilaku psikotik.

II. 14. ALKOHOL

Alkohol banyak terdapat dalam minuman dan sering menimbulkan keracunan

Sumber : minuman seperti whisky, wines, vodka ,dll

Farmakokinetik

Alcohol diabsorpsi dalam jumlah sedikit melalui mukosa mulut dan lambung.

Sebgaian besar (80%) diabsorpsi di usus halus dan sisanya diabsorpsi di kolon. Kecepatan

absorpsi bergantung pada takaran dan konsentrasi alcohol dalam minuman yang diminum,

serta vaskularisasi, motilitas, dan pengisian lambung dan usus halus. Bila konsentrasi

optimal alcohol diminum dan masuk ke dalam lambung kosong, kadar puncak dalam darah

tercapai 30-90 menit sesudahnya, alcohol mudah berdifusi dan distribusinya dalam jaringan

sesuai dengan kadar air jaringan tersebut, semakin hidrofil jaringan semakin tinggi kadarnya.

Biasanya dalam 12 jam sudah tercapai keseimbangan kadar alcohol dalam darah, usus dan

jaringan lunak, konsentrasi dalam otak sedikit lebih besar daripada dalam darah. 90%

alcohol yang akan dikonsumsi akan dimetabolisme oleh tubuh terutama dalam hati oleh

enzim alcohol dehidrogenase (ADH) dan koenzim nikotinamidadenindinukleotida (NAD)

menjadi asetaldehida dan kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah

menjadi asam asetat. Asam asetat dioksidasi menjadi CO2 dan H2O.

Farmakodinamik

Page 37: gabungan referat

Konsumsi etanol akut mempengaruhi SSP, jantung dan otot polos.Kepustakaan

mengenai alkoholisme hanya mengandung data yang terbatas mengenai hubungan dosis-

respons yang tepat antara konsumsi alkohol kronis dan kerusakan sistem organ vital.Alkohol

dalam dosis besar menciptakan efek metabolik bertingkat, menyebabkan kerusakanpada hati

dan sistem pencernaan. Minum alkohol akan meningkatkan sekresi lambung danpankreas dan

merubah sawar mukosa, dengan demikian akan meningkatkan risiko terjadinyagastritis dan

pankreatitis. Perdarahan gastrointestinal akut sering disebabkan oleh gastritis karena alkohol.

Efek akut pada lambung terutama berkaitan dengan efek toksik etanol pada mukosa

membran dan kaitannya dengan peningkatan produksi asam lambung secara relatif kecil.

Etanol diketahui sebagai faktor yang kuat (termasuk obat AINS, stress dan steroid) yangdapat

meningkatkan resiko erosi mukosa gaster dan pembentukan ulkus. Suatu studi

telahmenunjukkan peranan radikal bebas sebagai etiologi pembentukan ulkus yang diinduksi

etanol.Adanya HCl dan etanol dapat menyebabkan lesi ulseratif dan meningkatkan

peroksidase lipid dimukosa gaster dengan deplesi yang nyata pada antioksidan endogen.

HCl/etanol telah terbuktidapat menyebabkan jejas dengan jalan menyerang protein di mukosa

gaster dan kemudianmenyebabkan reduksi level protein.

Tanda dan gejala keracunan

Pada kadar yang rendah, 10-20 mg%, sudah menimbulkan gangguan berupa

penurunan keapika keterampilan tangan dan perubahan tulisan tangan. Pada kadar 30-40 mg

% telah timbul penciutan lapang pandangan, penurunan ketajaman penglihatan, dan

pemanjangan waktu reaksi. Sedangkan pada kadar kurang lebih 80 mg% telah terjadi

gangguan penglihatan 3 dimensi, kedalaman pandangan dan gangguan pendengaran. Selain

itu, tampak pula gangguan pada kehidupan psikisnya yaitu penurunan kemampuan

memusatkan pikiran, konsentrasi, asosiasi dan analisa.

Alcohol dengan kadar dalam darah 200 mg%, menimbulkan banyak bicara, ramai,

reflex menurun, inkoordinasi otot-otot kecil, kadang-kadang nistagmus dan sering terdapat

pelebaran pembuluh darah kulit. Dalam kadar 250-300 mg% menimbulkan gejala penglihatan

kabur, tak dapat mengenali warna, konjungtiva merah, dilatasi pupil, diplopia, sukar

memusatkan pandangan dan nistagmus.

Dalam kadar 400-500 mg%, aktivitas motorik hilang sama sekali, timbul stupor atau

koma, pernafasan perlahan dan dangkal, suhu tubuh menurun.

II. 15. Hipnotik Sedatif

Page 38: gabungan referat

Obat-obatan hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu

mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate

yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat

memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta mempertahankan tidur.

Obat-obatan sedatif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:

1. Benzodiazepin

2. Barbiturat

3. Golongan obat nonbarbiturat - nonbenzodiazepin

A. Benzodiazepin

Definisi

Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakalogi sekaligus, yaitu

anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan amnesia

retrograde.

Struktur Kimia Benzodiazepin

Benzodiazepine disusun sebuah ring benzene bergabung menjadi sebuah diazepine

ring yang berisi tujuh molekul.

Gambar 3. Struktur Kimia Benzodiazepin

Mekanisme Kerja

Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid

(GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan

reseptor GABA melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap

neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post

sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. Hal

ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi

dan relaksasi otot skeletal.

Page 39: gabungan referat

Efek sedatif timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan

60% dari resptor GABA di otak (korteks serebral, korteks serebelum, thalamus). Sementara

efek ansiolotik timbul dari aktifasi GABA sub unit aplha-2 (Hipokampus dan amigdala)..

Efek Samping

Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada penggunaan lama

benzodiazepine. Namun penggunaannya sebaiknya hati-hati pada pasien dengan penyakit

paru kronis. Gangguan koordinasi motorik, penurunan fungsi kognitif dan amnesia retrograde

dapat terjadi apabila digunakan bersama dengan obat penekan CNS.

Contoh Preparat Benzodiazepin

A. 1. Diazepam

Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut lemak dan memiliki durasi kerja

yang lebih panjang dibanding midazolam.

Farmakokinetik

Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam

(15-30 menit pada anak-anak). Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam

sirkulasi fetus.

Metabolisme

Diazepam mengalami oksidasi N-demethylation oleh enzim mikrosom hati menjadi

desmethyldiazepam dan oxazepam serta sebagian kecil temazepam. Desmethyldiazepam

memiliki potensi yang lebih rendah serta dimetabolisme lebih lambat dibanding oxazepam

sehingga menimbulkan keadaan mengantuk pada pasien 6-8 jam setelah pemberian.

Metabolit ini mengalami resirkulasi enterohepatik sehingga memperpanjang sedasi.

Desmethyldiazepam diekskresikan melalui urin setelah dioksidasi dan dikonjugasikan dengan

asam glukoronat.

Page 40: gabungan referat

Waktu Paruh

Waktu paruh diazepam orang sehat antara 21-37 jam dan akan semakin panjang pada

pasien tua, obese dan gangguan fungsi hepar serta digunakan bersama obat penghambat

enzim sitokrom P-450. Dibandingkan lorazepam, diazepam memiliki waktu paruh yang lebih

panjang namun durasi kerjanya lebih pendek karena ikatan dengan reseptor GABAA lebih

cepat terpisah.

Efek pada Sistem Organ

Diazepam hampir tidak menimbulkan efek depresi napas. Namun, pada penggunaan

bersama dengan obat penekan CNS lain atau pada pasien dengan penyakit paru obstruktif

akan meningkatkan resiko terjadinya depresi napas.

Diazepam pada dosis 0,5-1 mg/kg IV yang diberikan sebagai induksi anestesi tidak

menyebabkan masalah pada tekanan darah, cardiac output dan resistensi perifer. Namun

pemberian diazepam 0,125-0,5 mg/kg IV yang diikuti dengan injeksi fentanyl 50 µg/kg IV

akan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler dan penurunan tekanan darah sistemik.

Pada otot skeletal, diazepam menurunkan tonus otot. Efek ini didapat dengan

menurunkan impuls dari saraf gamma di spinal. Keracunan diazepam didapatkan bila

konsentrasi plasmanya > 1000ng/ml.

Penggunaan Klinis

Penggunaan diazepam sebagai sedasi pada anestesi telah digantikan oleh midazolam.

Sehingga diazepam lebih banyak digunakan untuk mengatasi kejang. Efek anti kejang

didapatkan dengan menghambat neuritransmitter GABA. Dibanding barbiturat yang

mencegah kejang dengan depresi non selektif CNS, diazepam secara selektif menghambat

aktivitas di sistem limbik, terutama di hippokampus.

B. Barbiturat

Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan

sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturat telah

banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital, yang

memiliki anti konvulsi yang masih banyak digunakan.

Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat (2,4,4-

trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam

malonat.

Page 41: gabungan referat

Farmakodinamik

Barbiturat mempunyai efek utama depresi pada susunan saraf pusat. Efek depresi

terkuat terjadi terhadap korteks serebri, daerah hipotalamus, dan diensefalon. Semua tingkat

depresi dapat dicapai dari sedasi hingga koma dan dapat berakhir dengan kematian.

Farmakokinetik

Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus

kedalam darah. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan

protein plasma sesuai dengan kelarutan dalam lemak; tiopental yang terbesar.

Barbiturat kerja singkat diabsorpsi dengan cepat dalam waktu 15-20 menitkarena

mudah larut, cepat didistribusi, dan dieksresi melalui urin secara bertingkat. Barbiturat kerja

lama diabsorpsi lebih lambat (45-60 menit) dan sebagian dieksresi melalui urin dalam bentuk

tidak berubah.

Inaktivasi barbiturat dalam badan terjadi melalui penghancuran dalam jaringan

terutama dalam hati, ekskresi melalui ginjal, dan kombinasi keduanya. Barbiturat kerja lama

sebagian besar tidak dimetabolisme sehingga akan dikeluarkan dalam bentuk urin (65-80%).

Barbiturat kerja singkat hampir seluruhnya dimetabolisme.

Pengaruh Barbiturat

1. Pengaruh Pada Sistem Saraf Pusat

Barbiturat berkerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama

kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinap. Penghambatan hanya

terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak

semuanya melalui GABA sebagai mediator.

Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi

transmisi sinaptik. Kapasitas berbiturat membantu kerja GABA sebagian menyerupai

kerja benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi dapat bersifat sebagai agonis

GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP

yang berat.

2. Pengaruh pada Susunan Saraf Perifer

Barbiturat secara selektif menekan transmisi ganglion otonom dan mereduksi

eksitasi nikotinik oleh esterkolin. Efek ini terlihat dengan turunya tekanan darah setelah

pemberian oksibarbital IV dan pada intoksikasi berat.

Page 42: gabungan referat

3. Pengaruh pada Pernapasan

Barbiturat menyebabkan depresi nafas yang sebanding dengan besarnya dosis.

Pernafasan dapat terganggu karena : (1) pengaruh langsung barbiturat terhadap pusat

nafas; (2) hiperefleksi N.vagus, yang bisa menyebabkan batuk, bersin, cegukan, dan

laringospasme pada anastesi IV. Pada intoksikasi barbiturat, kepekaan sel pengatur nafas

pada medulla oblongata terhadap CO2 berkurang sehingga ventilasi paru berkurang.

Keadaan ini menyebabkan pengeluaran CO2 dan pemasukan O2 berkurang, sehingga

terjadilah hipoksia.

4. Pengaruh pada Sistem Kardiovaskular

Barbiturat dosis hipnotik tidak memberikan efek yang nyata pada system

kardiovaskular. Frekuensi nadi dan tensi sedikit menurun akibat sedasi yang ditimbulkan

oleh berbiturat. Efek kardiovaskular pada intoksikasi barbiturat sebagian besar

disebabkan oleh hipoksia sekunder akibat depresi nafas. Selain itu pada dosis tinggi dapat

menyebabkan depresi pusat vasomotor diikuti vasodilatasi perifer sehingga terjadi

hipotensi.

5. Pengaruh pada Saluran Cerna

Oksibarbiturat cenderung menurunkan tonus otot usus dan kontraksinya. Pusat

kerjanya sebagian diperifer dan sebagian dipusat bergantung pada dosis. Dosis hipnotik

tidak memperpanjang waktu pengosongan lambung dan gejala muntah, diare dapat

dihilangkan oleh dosis sedasi barbiturat.

6. Pengaruh pada Hati

Barbiturat menaikan kadar enzim, protein dan lemak pada retikuloendoplasmik

hati. Induksi enzim ini menaikan kecepatan metabolisme beberapa obat dan zat endogen

termasuk hormone stroid, garam empedu, vitamin K dan D.

7. Pengaruh pada Ginjal

Barbiturat tidak berefek buruk pada ginjal yang sehat. Oliguri dan anuria dapat

terjadi pada keracunan akut barbiturat terutama akibat hipotensi yang nyata.

Indikasi

Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun secara nyata karena

efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak digantikan oleh golongan

benzodiazepine. Penggunaan pada anastesi masih banyak obat golongan barbiturat yang

digunakan, umumnya tiopental dan fenobarbital.

Page 43: gabungan referat

Topental Fenobarbital

Di gunakan untuk induksi pada anestesi

umum.

Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi,

jahit luka).

Sedasi pada analgesik regional

Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia,

epilepsi, dan tetanus

Untuk menghilangkan ansietas

Sebagai antikonvulsi (pada epilepsi)

Untuk sedatif dan hipnotik

Kontra Indikasi

Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat, penyakit hati atau

ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson, dan penderita psikoneurotik tertentu.

Interaksi Obat

Reaksi obat, Kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lain misal etanol akan

meningkatkan efek depresinya; Antihistamin, isoniasid, metilfenidat, dan penghambat MAO

juga dapat menaikkan efek depresi barbiturat..

Intoksikasi

Keracunan barbiturat terjadi bila jumlah yang masuk lebih dari 10-20 kali takaran

hipnotik. Biasanya takaran mematikan untuk orang dewasa adalah 50-70 grain , tetapi dapat

pula dengan takaran 125, 200, atau 300 grain (1 gram=4,8 grain).

Gejala simtomatik keracunan barbiturat ditunjukan terutama terhadap SSP dan

kardiovaskular. Pada keracunan berat, reflek dalam mungkin tetap ada selama beberapa

waktu setelah penderita koma. Gejala babinzki sering kali positif. Pupil mata mungkin

kontraksi dan bereaksi terhadap cahaya, tapi pada tahap akhir keracunan mungkin dapat

terjadi dilatasi. Gejala intoksikasi akut yang bahaya ialah depresi pernafasan berat, tekanan

darah turun rendah sekali, oligiuria dan anuria.

II. 16. Nonbarbiturat – Nonbenzodiazepin

A. Ketamin

Ketamin adalah derivat phencyclidine yang menyebabkan “disosiative anesthesia”

yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Disosiative

Page 44: gabungan referat

anesthesia ini menyerupai kedaan kataleptik dimana mata pasien terbuka dan diikuti

nistagmus yang lambat.

Struktur Kimia Ketamin

Ketamin larut di dalam air karena memiliki struktur phenecyclidine. Terdapat karbon

asimetris menimbulkan dua isomer ketamine (S(+)-ketamine dan R(-)-ketamin). Kebanyakan

ketamin yang beredar dalam bentuk S(+)-Ketamine. Ketamine S(+) memiliki efek analgesia

yang lebih, lebih cepat dimetablisme, dan masa recovery lebih singkat, salivasi lebih sedikit,

dan menimbulkan efek emergensi lebih sedikit. Isomer ketamin menimbulkan rasa lelah dan

gangguan kognitif daripada ketamin. Baik isomer ketamin maupun ketamin menghambat

ambilan katekolamin ke ujung saraf bebas ganglion post-sinaps. Zat pengawetnya adalah

zethonium chloride.

Mekanisme Kerja Ketamin

Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D Aspartat

(NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada resetor lain termasuk reseptor opioid, reseptor

muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitif voltase. Tidak

seperti propofol dan etomidate, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA.

Reseptor NMDA (famili glutamate reseptor) adalah ligand gated ion channel yang

unik dimana pengaktifannya memerlukan neurotransmiter eksitatori, glutamat dengan glisin

sebagai coagonis obligatnya. Ketamin menghambat aktifasi reseptor NMDA oleh glutamat,

menurunkan pelepasan glutamat dari post sinaps, efek potensiasi dari neurotransmiter

penghambat, gama aminobutyric acid. Interaksi dengan phencyclidine menyebabkan efek

stereoselektif dimana isomer S(+) memiliki afinitas terbesar.

Farmakokinetik

Memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi. pK ketamin

adalah 7,5 pada pH yang fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post

injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuskular. Ketamin tidak

Page 45: gabungan referat

terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan

misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsetrasi di plasma. Ketamin

dapat melewati sawar darah di otak. Ketamin diredistribusi dari otak dan jaringan lain yang

memiliki konsentrasi tinggi ketamin ke jaringan lain yang memiliki konsetrasi ketamin yang

lebih rendah. Waktu paruhnya sekitar 2-3 jam.

Metabolisme

Ketamin dimetabolisme secara ekstensif oleh enzim microsomal hati. Bagian

terpenting dari metabolisme ini adalah demetilasi ketamin oleh sitokrom p-450 sehingga

terbentuk norketamin. Norketamin sering terhidroxilasi kemudian berkonjugasi sehingga

lebih larut dalam air dan metabolisme dengan glukoronidase diekskresikan di ginjal.

Penggunaan yang sering menstimulasi enzim yang memetabolismenya sehingga sering terjadi

toleransi terhadap efek analgesia ketamin.

II. 17. Kafein

Sifat Kimia Kafein

Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine bersama sama

senyawa tefilin dan teobromin, berlaku sebagai perangsang sistem saraf pusat. Pada keadaan asal,

kafein ialah serbuk putih yang pahit (Phytomedical Technologies, 2006) dengan rumus kimianya

C6 H10 O2, dan struktur kimianya 1,3,7- trimetilxantin

Sumber Kafein

Kafein ialah senyawa kimia yang dijumpai secara alami di didalam makanan contohnya

biji kopi, teh, biji kelapa, buah kola (cola nitide) guarana, dan mate. Teh adalah sumber kafein

yang lain, dan mengandung setengah dari kafein yang dikandung kopi. Beberapa tipe teh yaitu

teh hitam mengandung lebih banyak kafein dibandingkan jenis teh yang lain. Teh mengandung

sedikit jumlah teobromine dan sedikit lebih tinggi theophyline dari kopi.

Kafein juga merupakan bahan yang dipakai untuk ramuan minuman non alkohol seperti

cola, yang semula dibuat dari kacang kola. Soft drinks khususnya terdiri dari 10-50 miligram

kafein. Coklat terbuat dari kokoa mengandung sedikit kafein seperti terlihat pada tabel 2.1. Efek

stimulan yang lemah dari coklat dapat merupakan kombinasi dari theobromine dan theophyline

sebagai kafein

Page 46: gabungan referat

Kandungan Kafein dalam

Makanan/Minuman Produk

Kandungan Kafein

Secangkir kopi 85 mg

Secangkir the 35 mg

Sebotol Coca cola 35 mg

Minuman Energi (kratingdaeng,

M 150, Galin Burgar, dll)

50 mg

Farmakodinamik Kafein

Kafein mempunyai efek relaksasi otot polos , terutama otot polos bronchus, merangsang

susunan saraf pusat, otot jantung, dan meningkatkan diuresis.

a. Jantung, kadar rendah kafein dalam plasma akan menurunkan denyut jantung,

sebaliknya kadar kafein dan teofilin yang lebih tinggi menyebabkan tachicardi, bahkan

pada individu yang sensitif mungkin menyebabkan aritmia yang berdampak kepada

kontraksi ventrikel yang premature.

b. Pembuluh darah, kafein menyebabkan dilatasi pembuluh darah termasuk pembuluh

darah koroner dan pulmonal, karena efek langsung pada otot pembuluh darah

c. Sirkulasi Otak, Resistensi pembuluh darah otak naik disertai pengurangan aliran darah

dan PO 2 di otak, ini diduga merupakan refleksi adanya blokade adenosine oleh Xantin

Efek jangka Pendek Kafein

Mencapai jaringan dalam waktu 5 (lima) menit dan tahap puncak mencapai darah dalam

waktu 50 menit, frekuensi pernafasan ; urin, asam lemak dalam darah ; asam lambung bertambah

disertai peningkatan tekanan darah. Kafein juga dapat merangsang otak (7,5-150 mg) dapat

meningkatkan aktifitas neural dalam otak serta mengurangi keletihan), dan dapat memperlambat

waktu tidur

Efek Jangka panjang Kafein

Pemakaian lebih dari 650mg dapat menyebabkan insomnia kronik, gelisah, dan ulkus.

Efek lain dapat meningkatkan denyut jantung dan berisiko terhadap penumpukan kolesterol,

menyebabkan kecacatan pada anak yang dilahirkan

Farmakologi Kafein

Kafein adalah stimulan dari sistem saraf pusat dan metabolisme, digunakan secara baik

untuk pengobatan dalam mengurangi keletihan fisik dan juga dapat meningkatkan tingkat

Page 47: gabungan referat

kewaspadaan sehingga rasa ngantuk dapat ditekan. Kafein juga merangsang sistem saraf pusat

dengan cara menaikkan tingkat kewaspadaan, sehingga fikiran lebih jelas dan terfokus dan

koordinasi badan menjadi lebih baik (Ware, 1995).

Metabolisme Kafein

Diserap sepenuhnya oleh tubuh melalui usus kecil dalam waktu 45 menit setelah

penyerapan dan disebarkan ke seluruh jaringan tubuh. Pada orang dewasa yang sehat jangka

waktu penyerapannya adalah 3-4 jam, sedangkan pada wanita yang memakai kontrasepsi oral

waktu penyerapan adalah 5-10 jam. Pada bayi dan anak memiliki jangka waktu penyerapan lebih

panjang (30 jam).

Kafein diuraikan dalam hati oleh sistem enzym sitokhrom P 450 oksidasi kepada 3

dimethilxanthin metabolik, yaitu :

a. Paraxanthine (84%),mempunyai efek meningkatkan lipolysis, mendorong pengeluaran

gliserol dan asam lemak bebas didalam plasma darah

b. Theobromine (12%) melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan volume urin.

Theobromine merupakan alkaloida utama didalam kokoa (coklat)

c. Theophyline (4%), melonggarkan otot saluran pernafasan, digunakan pada pengobatan

asma.

Masing masing dari hasil metabolisme ini akan dimetabolisme lebih lanjut dan akan dikeluarkan

melalui urin

II.18. Intoksikasi Narkoba

A. Intoksikasi Narkotika Golongan I

Reaksi toksisitas beragam tergantung cara pemberian, efek toleransi, lama kerja, masa

paruh obat yang akhirnya menentukan tingkat toksisitas.

Gambaran klinis intoksikasi dari narkotika golongan I yaitu :

• Heroin

Heroin termasuk ke dalam golongan obat depresan. Obat jenis ini menekan atau

memperlambat fungsi sistem saraf pusat sehingga dapat mengurangi aktivitas

fungsional tubuh. Pada keadaan intoksikasi dapat menyebabkan depresi nafas, denyut

jantung dan nadi lambat, edema paru akut, kematian.

• Kokain

Page 48: gabungan referat

Tergolong ke dalam obat stimulan yaitu jenis zat yang dapat merangsang sistem saraf

pusat dan meningkatkan fungsi tubuh. Pada keadaan kelebihan dosis timbul eksitasi,

kesadaran yang berkabut, pernafasan yang tidak teratur, tremor, pupil melebar, nadi

bertambah cepat, suhu badan naik, rasa cemas, dan ketakutan, serta kematian biasanya

disebabkan pernafasan berhenti.

• Ganja

Termasuk ke dalam jenis obat halusinogen yang merupakan obat-obatan alamiah

ataupun sintetik yang memiliki kemampuan untuk memproduksi zat yang dapat

mengubah rangsangan indera yang jelas serta merubah perasaan dan pikiran sehingga

menimbulkan kesan palsu atau halusinasi. Pemakaian ganja yang kronis mempengaruhi

berbagai organ tubuh, menyebabkan peradangan pada paru-paru sehingga fungsi paru

terganggu.

B. Intoksikasi Narkotika Golongan II

Reaksi toksisitas beragam tergantung cara pemberian, efek toleransi, lama kerja, masa

paruh obat yang akhirnya menentukan tingkat toksisitas.

Gambaran klinis intoksikasi dari narkotika golongan II yaitu :

• Morfin

Termasuk ke dalam kelompok obat depresan yang dapat menekan atau memperlambat

fungsi sistem saraf pusat. Efek intoksikasi menyebabkan penurunan kesadaran, depresi

napas dan pupil kecil (pin point).

• Petidin

Tergolong nakotika sintesis dan turunan dari opiat. Petidin adalah obat yang digunakan

untuk pengobatan rasa sakit tingkat menengah hingga kuat. Petidin adalah obat yang

aman untuk digunakan karena memiliki resiko ketergantungan yang rendah. Keadaan

intoksikasi berupa pernafasan terhambat yang dapat menyebabkan kematian.

C. Intoksikasi Narkotika Golongan III

Reaksi toksisitas beragam tergantung cara pemberian, efek toleransi, lama kerja, masa

paruh obat yang akhirnya menentukan tingkat toksisitas.

Gambaran klinis dari intoksikasi narkotika golongan III yaitu :

• Kodein

Page 49: gabungan referat

Kodein termasuk turunan dari candu, namun efek kodein lebih lemah daripada heroin

dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungan rendah. Obstipasi dan mual dapat

terjadi terutama pada dosis lebih tinggi.

D. Intoksikasi Psikotropika Golongan I

Reaksi toksisitas beragam tergantung cara pemberian, efek toleransi, lama kerja, masa

paruh obat yang akhirnya menentukan tingkat toksisitas.

Gambaran klinis intoksikasi dari psikotropika golongan I yaitu :

• Ekstasi

Obat-obat ekstasi mempunyai efek kerja seratonergik dan dopaminergik pada sistem

saraf pusat. Efek intoksikasi dapat menyebabkan tachyaritmia, hiperpireksia, gerakan

klonis dan konvulsi. Efek buruk yang penting adalah gagal hati dan ginjal akut serta

kerusakan pada saraf-saraf yang melepaskan serotonin.

• Shabu

Shabu adalah nama julukan terhadap zat metamfetamin yang mempunyai sifat

stimulansia yang lebih kuat dibanding turunan amfetamin yang lain. Shabu dapat

menimbulkan gangguan serius pada kejiwaan dan mental, pembuluh darah rusak,

rusaknya ujung saraf dan otot, tekanan darah sistolik dan diastolik meningkat dan

terjadi radang hati.

• LSD

LSD (Lysergic Acid Diethylamide) termasuk sebagai golongan halusinogen yaitu zat

yang dapat mengubah persepsi, pikiran dan perasaan seseorang serta menimbulkan

halusinasi. Resiko akan ketergantungan psikis bisa kuat sedangkan ketergantungan fisik

biasanya ringan sekali. Dalam dosis tinggi dapat mengakibatkan perasaan ketakutan,

kebingungan dan panic yang biasanya disebut bad trip atau flip.

E. Intoksikasi Psikotropika Golongan II

Reaksi toksisitas beragam tergantung cara pemberian, efek toleransi, lama kerja, masa

paruh obat yang akhirnya menentukan tingkat toksisitas.

Gambaran klinis intoksikasi dari psikotropika golongan II yaitu :

• Amfetamin

Amfetamin adalah stimulansia susunan saraf pusat. Overdosis dapat menimbulkan

kekacauan pikiran, delirium dan aritmia jantung. Zat ini juga meningkatkan tekanan

darah dan denyut jantung yang dapat mengakibatkan stroke maupun serangan jantung.

Page 50: gabungan referat

• Metilfenidat atau ritalin

Metilfenidat merupakan salah satu derivate dari amfetamin yaitu senyawa sintetik yang

tergolong perangsang susunan saraf pusat. Efek intoksikasinya berupa takikardia atau

bradikardia, dilatasi pupil, agitasi atau retardasi psikomotor, kelemahan otot, depresi

pernafasan, aritmia jantung, konvulsi, diskinesia, koma.

F. Intoksikasi Psikotropika Golongan III

Reaksi toksisitas beragam tergantung cara pemberian, efek toleransi, lama kerja, masa

paruh obat yang akhirnya menentukan tingkat toksisitas.

Gambaran klinis intoksikasi dari psikotropika golongan III yaitu :

• Pentobarbital

Pentobarbital termasuk kedalam turunan barbiturat yang bersifat depresiva. Obat

depresiva merupakan obat yang bekerja mengurangi kegiatan dari sistem saraf pusat

sehingga dipergunakan untuk menenangkan saraf atau membuat seseorang mudah tidur.

Dalam keadaan intoksikasi obat tersebut dapat menimbulkan depresi sentra dengan

penghambatan pernafasan berbahaya, koma dan kematian.

• Flunitrazepam

Flunitrazepam merupakan turunan benzodiazepine dan digolongkan ke dalam zat

sedative dan hipnotika. Efek intoksikasi dapat menyebabkan peurunan kesadaran

hingga koma.

G. Intoksikasi Psikotropika Golongan IV

Reaksi toksisitas beragam tergantung cara pemberian, efek toleransi, lama kerja, masa

paruh obat yang akhirnya menentukan tingkat toksisitas.

Gambaran klinis intoksikasi dari psikotropika golongan IV yaitu :

• Diazepam, bromazepam, klonazepam, nitrazepam

Turunan benzodiazepine dan digolongkan ke dalam zat sedative dan hipnotika. Efek

intoksikasi dapat menyebabkan peurunan kesadaran hingga koma.

• Fenobarbital

Fenobarbital termasuk kedalam turunan barbiturat yang bersifat depresiva. Intoksikasi

obat tersebut dapat menimbulkan depresi sentra dengan penghambatan pernafasan,

koma dan kematian.

• Klordiazepoxide

Page 51: gabungan referat

Klordiazepoxide digunakan untuk meringankan kecemasan dan mengendalikan agitasi.

Intoksikasi zat tersebut dapat menyebabkan kesulitan bernapas atau menelan, ruam kulit

parah, kulit atau mata menguning, detak jantung tidak teratur.

H. Intoksikasi Bahan Adiktif

Zat suatu benda yang termasuk dalam kategori bahan adiktif adalah:

• Alkohol

Alkohol dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yaitu merangsang dan kemudian

menekan fungsi otak serta menyebabkan vasodilatasi. Jika digunakan sebagai campuran

dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat atau zat itu dalam

tubuh manusia. Overdosis dapat langsung mematikan dan pada pemakaian secara

teratur dan banyak dapat mengakibatkan terganggunya fungsi hati dan akhirnya sel-

selnya mengeras.

• Inhalansia dan solvent (pelarut)

Zat yang digolongkan inhalansia dan solvent adalah gas atau zat pelarut yang mudah

menguap. Zat ini banyak terdapat pada alat-alat keperluan rumah tangga, seperti

perekat, hair spray, deodorant spray, pelumas mesin, bahan pembersih dan thinner. Zat

tersebut dapat menyebabkan luka-luka atau peradangan disekitar mulut dan hidung,

juga bisa menyebabkan rusaknya berbagai organ tubuh misalnya otak, ginjal, paru-paru,

jantung dan sumsum tulang dengan mengganggu pembentukan sel darah merah.

• Kafein

Kafein atau 1,3,7 trimetilsantin adalah alkaloida yang terdapat dalam tanaman Coffea

arabica, Coffea canephora dan Coffea liberica. Selain kopi minuman lain juga banyak

yang mengandung kafein seperti daun teh (teh hitam dan teh hijau), kakao dan coklat.

Kafein merangsang otot jantung sehingga kadang-kadang menyebabkan aritmia

jantung, vasokonstriksi pembuluh darah otak, meningkatkan tekanan darah,

meningkatkan peredaran darah perifer, mempunyai sifat diuretik, iritasi pada lambung.

• Nikotin

Nikotin terdapat pada tanaman tembakau, kadarnya dalam tembakau berkisar 1-4%.

Nikotin dapat menimbulkan tremor tangan dan kenaikan berbagai hormon dan

neurohormon dopamine di dalam plasma, di samping itu nikotin dapat menyebabkan

mual dan muntah.

II.19. Tanda Postmortem Pada Pengguna Narkoba

Page 52: gabungan referat

A. Tanda Postmortem Pada Pengguna Narkotika

a. Keracunan Heroin

Pada korban hidup yang menunjukkan gejala keracunan narkotika, perlu

dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urine. Apabila hasil pemeriksaan

laboratoriummenunjukkan adanya narkotika, maka kita wajib melaporkannya kepada

pihak yang berwewenang (Pasal 48 UU Narkotika,1976).

Pada pemeriksaan jenasah :

Bekas-bekas suntikan

Tersering terdapat pada lipat siku, lengan atas, punggung tangan dan tungkai.

Tempat yang jarang namun harus tetap kita perhatikan adalah pada leher, di bawah

lidah atau pada daerah perineum. Pada adiksi kronik akan ditemukan bekas-bekas

suntikan yang lama, berupa jaringan parut berbentuk tiitik-titik sepanjang pembuluh

balik, keadaan ini disebut sebagai intravenous (mainline) tracks.

Pembesaran kelenjar getah bening regional

Terutama di daerah ketiak disertai dengan adanya bekas suntikan, menandakan

bahwa korban tersebut seorang pecandu yang kronis. Kelainan ini merupakan

fenomena drainase, sekunder akibat penyuntikan yang berulang pada vena atau

jaringan disekitarnya, dengan memakai alat-alat suntikan yang tidak steril. Pada

pemeriksaan mikroskopik kelainan ini menunjukkan hipertrofi dan hiperplasi

limfositik.

Lepuh kulit (skin-blister)

Biasanya pada kulit daerah telapak tangan dan kaki. Kelainan ini biasanya terdapat

pada kasus kematian karena suntikan morfin/ heroin dalam jumlah besar. Keadaan

ini juga mungkin didapatkan pada kasus keracunan CO atau barbiturat.

Kelainan lain

Biasanya merupakan tanda asfiksia saeperti keluarnya busa halus dari lubang

hidung dan mulut, yang mulanya berwarna putih yang kemudian kemerahan (karena

adanya autolysis). Kelainan ini dianggap sebagai tanda edema paru. Sianosis pada

ujung-ujung jari dan bibir, perdarahan petekial pada konjungtiva dan pada

pemakaian narkotika dengan cara sniffing kadang dijumpai perforasi septum nasi.

Kelainan paru akut

Kelainan digolongkan berdasarkan jarak waktu antara suntikan terakhir dan saat

kematian. Perubahan awal (3 jam pertama) didapatkan edema dan kongesti saja.

Makroskopik terlihat paru membesar, lebih berat, bagian posterior lebih padat

Page 53: gabungan referat

hingga tidak teraba krepitasi, bagian anterior sering memperlihatkan emfisema akut.

Mikroskopik terlihat kongesti dan edema disertai sebukan sel mononuclear di dalam

dan pada dinding alveoli. Pada jangka waktu 3-12 jam didapatkan narcotic lungs.

Menurut Siegel, kelainan ini khas dan dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis.

Makroskopik paru sangat mengembang, lebih berat, trakea berisi busa halus sampai

ke cabang-cabangnya, penampang dan permukaan baru memperlihatkan berbagai

gambaran lobuler yang paling menonjol. Mikroskopik terlihat edema, kongesti, dan

sebukan makrofag yang tetap menonjol, perdarahan alveolar, intrabronkial dan

subpleural serta sebukan sel polimorfonuklear. Dalam bronkiolus tampak benda-

benda asing, deskuamasi sel-sel epitel serta mukus.

Perubahan lanjut terjadi lebih dari 24 jam. Paru menunjukkan gambaran pneumonia

lobularis difus, penampangnya tampak berwarna coklat kemerahan, padat seperti

daging dan menunjukkan gambaran granuler. Kelainan paru kronik berupa

granulomatosis vaskuler paru sebagai manifestasi reaksi jaringan terhadap talk

(magnesium-silikat) yang digunakan sebagai bahan pencampur. Mungkin pula

perubahan tersebut terjadi sebagai akibat bahan yang tidak larut pada penggunaan

parenteral, sama seperti mekanisme terjadinya granuloma subkutan. Letak

granuloma tersebut dapat intravaskuler, perivaskuler, atau pada dinding alveoli tapi

biasanya pada arteriol.

Kelainan paru kronik

Berupa granulomatosis vaskular paru sebagai manifestasi reaksi jaringan terhadap

talk yang digunakan sebagai bahan pencampur, mungkin pula akibat bahan yang

tidak larut pada penggunaan parenteral. Letak granuloma tersebut dapat

intravaskular, perivaskular atau pada dinding alveoli, tetapi biasanya pada arteriol.

Pada mikroskopis tampak gambaran kristal.

Kelainan hati

Dapat berupa akumulasi sel radang, terutama limfosit, sedikit sel PMN dan

beberapa narcotic cells. Kelainan hati ini menurut Siegel terdapat pada 80% kasus,

dan derajat kelainannya tergantung dari lamanya penggunaan narkotika. Pada

pemeriksaan mikroskopik juga ditemukan fibrosis ringan dan proliferasi sel-sel

duktus biliaris.

Kelainan pada hati tersebut dibagi menjadi :

a. Hepatitis kronik agresif, dengan cirri khas berupa pembentukan septa

Page 54: gabungan referat

b. Hepatitis kronik persisten, dengan infiltrasi sel radang terutama di daerah portal

(lebih dari 40% kasus)

c. Hepatitis kronik reaktif

d. Perlemakan hati

e. Hepatitis virus akut (pada 5,9% kasus)

Kelainan kelenjar getah bening

Terutama pada kelenjar getah bening di daerah porta hepatis, sekitar duktus

koledokus dan di sekitar kaput pancreas. Kelainan ini juga berbanding lurus dengan

derajat adiksi seseorang. Makroskopis tampak kelenjar membesar dan mikroskopik

terlihat hiperplasi dan hipertrofi limfosit.

Kelainan lain

Limpa membesar dan mikroskopik terlihat hiperplasi nodul dan sentrum

germinativum yang menonjol. Jantung mungkin menunjukkan peradangan

(endokarditis dan miokarditis). Pada otak mungkin ditemukan perubahan kistik pada

ganglia basal. Dapat juga ditemukan kelainan yang biasa merupakan akibat

pemakaian alat yang tidak steril.

b. Keracunan Morfin

Gambaran post-mortem tidak begitu khas kecuali jika telah terjadi gejala

asfiksia yang menonjol. Tanda-tanda yang khas sukar didapat, namun masih ada

beberapa petunjuk yang dapat dipakai sebagai acuan membuat kesimpulan sebab

kematian.

Needle marks

Lokasi di fossa ante cubiti, lengan atas, dan punggung tangan dan kaki. Tempat lain

adalah leher, dibawah lidah, perineal, dan pada perempuan disekitar papilla mamae.

Needle marks yang masih baru sering disertai tanda-tanda perdarahan sub kutan,

perivenous, yaitu kalau dipencet akan keluar cairan serum atau darah. Pada kasus

ketagihan, banyak terdapat bekas suntikan yang lama berupa jaringan parut titik-

titik sepanjang lintasan vena dan disebut “intravenous mainline tracks”. Kadang-

kadang untuk menyamarkan needle marks itu ditutup dengan gambaran tatoase.

Juga dapat ditemukan abses, granuloma atau ulkus, yang mana cara ini sering

didapatkan pada korban yang melakukannya dengan cara suntikan subkutan.

Dengan demikian efek toksikologinya diperlama, artinya efek kenikmatannya

menjadi lebih tahan lama. Pada mereka inilah sering diketemukan adanya tanda-

Page 55: gabungan referat

tanda abses dan lain sebagainya. Jika tidak ada bekas suntikan mungkin sekali

korban menggunakan cara lain, misalnya dengan menghirup bau morfin, atau

merokok dengan campuran heroin. Oleh karena itu pada pemeriksaan toksikologi,

pelu diambil sediaan usap ingus (“nasal swab”) sebagai bahan BBB.

Hipertrofi kelenjar getah bening regional

Pada korban yang sring menyuntik lengannya maka sering terdapat hipertrofi

hipertrofi kelenjar getah bening di regio aksiler. Hal ini merupakan “Drain

phenomenon”. Biasanya karena jarum suntiknya tidak steril. Dengan pemeriksaan

PA tampak hipertrofi dan hyperplasia limfositik.

Gelembung-gelembung pada kulit

Sering terdapat pada telapak tangan/kaki, dan hal ini sering dilakukan untuk

suntikan dalam jumlah besar (overdosis). Harus dibedakan dengan intoksikasi gas

CO dan barbiturate.

Tanda mati lemas

Keluarnya busa putih dan halus dari lubang hidung dan mulut yang makin lama

tampak kemerahan karena adanya proses autolisis. Tanda ini dianggap sebagai tanda

terjadinya edema pulmonum. Juga terdapat tanda sianosis pada muka, kuku, ujung-

ujung jari, dan bibir. Juga ada tanda perdarahan (bintik-bintik perdarahan) pada

kelopak mata. Bahkan pada keracunan dengan membau, dapat ditemukan perforasi

pada septum nasi.

II.20. Tanda Postmortem Pada Pengguna Psikotropika

a. Keracunan Barbiturat

Diagnosis keracunan barbiturat dapat sukar ditegakkan, orang dengan mental

tidak stabil dan bersifat destruktif mudah sekali menggunakan obat-obat depresi SSP.

Pada penderita yang segera meninggal atau yang ditemukan setelah meninggal,

pemeriksaan pada tempat kejadian perlu dilakukan. Ditemukannya botol obat yang

kosong, sisa-sisa tablet/ kapsul pada tempat kejadian, sisa-sisa tablet/kapsul dengan

warna khas dalam mulut atau dalam lambung akan sangat membantu diagnosis.

Diagnosis banding dari hasil pemeriksaan toksikologik jenis zat yang terdapat

dalam tubuh korban. Untuk ini diperlukan tersedianya pemeriksaan kromatografi yang

dengan cepat dapat menentukan jenis dan jumlah obat depresi SSP dalam tubuh.

Pada barbiturat tak terjadi deposit masif dalam organ tertentu, meskipun dalam

hati kadarnya lebih banyak dari darah.

Page 56: gabungan referat

Interpretasi kadar barbiturat :

Kadar dalam serum kurang lebih sama dengan kadar dalam darah. Kadar dalam hati 4

kali lebih tinggi dibandingkan dengan kadar dalam darah. Bila kadar lebih dari 4 kali

berarti penelanan dalam waktu kurang dari 5 jam sebelum orang tersebut mati.

Kadar barbiturat dalam darah pada saat mulai koma :

▫ Golongan kerja singkat 0,8 mg/100 ml darah

▫ Golongan kerja sedang 2-3 mg/100 ml darah

▫ Golongan kerja lama 5-8 mg/100 ml darah

Kesadaran setelah overdosis dapat diperkirakan dengan cara :

Lama koma = ½ x (kadar ditemukan - kadar koma) x 24 jam

Sebab pada takaran toksik, kadar barbiturat dalam darah turun 2 mg/ 100 ml

darah dalam waktu 24 jam. Keadaan ini bila tidak terdapat komplikasi pernapasan

maupun infeksi.

Pada autopsi, diagnosis kematian akibat kematian keracunan barbiturat akut

kadang-kadang tidak dapat ditentukan, oleh karena tertutupi oleh sebab kematian lain

seperti perdarahan subarachnoid spontan, rupture aneurisma aorta. Bila ditemukan

kadar barbiturat dalam darah dengan jumlah banyak, maka diagnosis kematian

keracunan barbiturate baru dapat ditegakkan.

Gambaran pasca mati pada keracunan barbiturat biasanya tidak khas. Pada

pemeriksaan luar hanya tampak gambaran asfiksia, berupa sianosis, keluarnya busa

halus dari mulut, tardieu spot, dapat ditemukan vesikel atau bula pada kulit daerah yang

tidak tertekan.

Pada pembedahan jenazah, mukosa saluran cerna dan seluruh organ dalam

menunjukkan tanda-tanda pembendungan. Esofagus menebal, berwarna merah coklat

gelap dan kongestif.

Penemuan lain yang dapat membantu adalah adanya perubahan warna dari

mukosa esofagus dan lambung dengan lender yang berwarna merah muda pada

keracunan seconal, kuning pada nembutal, hijau kebiruan pada amytal. Dapat juga

ditemukan sisa-sisa tablet dan kapsul dalam lambung.

Karena barbiturat ada yang bersifat iritatif (garam Na dari golongan kerja

singkat dan sangat singkat), mukosa lambung dapat menunjukkan tanda-tanda korosif

dengan atau tanpa perdarahan.

Page 57: gabungan referat

Paru-paru dapat menunjukkan tanda-tanda edema paru dan kongesti hebat,

daerah basal paru dapat mengalami aerasi yang progresif yang menimbulkan atelektasis.

Pada pleura dapat ditemukan bercak perdarahan. Dalam saluran nafas terdapat cairan

yang berbusa bercampur sedikit darah.

Otak menunjukkan tanda-tanda pembendungan, selain itu terdapat lesi di

korteks dan bangsal ganglia otak berupa infiltrasi sel-sel bulat perivaskular, degenerasi

neuron terutama di thalamus dan putamen, small ring hemorrhages, nekrosis globus

palidus yang simetris dan bilateral.

Pemeriksaan mikroskopik hepar dan ginjal dapat memperlihatkan tanda

degenerasi.

b. Keracunan Metamphetamin

Jantung para pengguna metamphetamine relative lebih berat dari berat normal,

dengan adanya darah dengan fibrosis dan contraction band necrosis. Pada pembuluh

darah terjadi percepatan penyakit arteri koroner dan kerusakan mikrovaskular.

Peningkatan temperature tubuh karena penggunaan metamphetamin, menyebabkan

terjadinya peningkatan produksi heat shock protein, suatu protein yang dihasilkan sel

sebagai respons terhadap adanya stressor seperti iskemia dan kerusakan sel. Hal ini

menjelaskan mengapa pada para pengguna metamphetamine jarang ditemukan infark

jantung yang sering ditemukan pada para pengguna kokain.

Pada penelitian melalui sejumlah autopsy, ditemukan pada kasus kematian

terkait metamphetamine terjadi edema paru sebanyak 70% kasus, pneumonia pada 8%

kasus dan pada 5% kasus ditemukan emfisema. Bila tablet metamphetamine digerus

dan dilarutkan untuk disuntikkan secara intravena, maka zat pengikat yang tidak larut

dalam air akan terperangkap dalam pembuluh darah mikro paru. Jika penyuntikan

berlanjut, maka akan terjadi thrombosis pada pembuluh darah kecil paru dan terbentuk

granuloma benda asing. Benda asing yang masuk ke ruang perivaskular akan

membentuk granuloma dan fibrosis yang lebih luas. Pada foto rontgen paru akan dapat

ditemukan nodul bilateral yang sering disalah artikan sebagai pulmonary amyloid atau

AIDS.

Pada otak manusia, lesi makroskopik umumnya tidak ditemukan pada kematian

terkait metamphetamine. Penelitian Magnetic resonance imaging (MRI) pada pengguna

metamphetamine menunjukkan rendahnya kadar N-acetylaspartate ( suatu penanda

neuronal) pada basal ganglia dan substansi putih (white matter) pada lobus frontalis

Page 58: gabungan referat

otak, bila disbanding dengan orang yang tidak menggunakan metamphetamine.

Penurunan penanda neuronal ini berbanding terbalik dengan logaritma lama waktu

pemakaian metamphetamine pada seseorang. Temuan ini mengindikasikan adanya

kerusakan otak yang telah berlangsung dalam waktu yang lama.

Stroke yang terjadi pada kasus terkait metamphetamine berbeda dengan stroke

yang timbul akibat hipertensi. Pada hipertensi stroke umumnya merusak ganglia basalis

dan hipotalamus, namun pada kasus terkait metamphetamine, kerusakan terjadi hanya

pada lobus frontalis, walau kadang melibatkan ganglia basalis. Perdarahan lebih sering

terjadi intraserebral, atau ekstraserebral dan subarachnoid. Perdarahan subarachnoid

yang berdiri sendiri jarang ditemukan .

Penyalahgunaan kronis dari metamphetamine menyebabkan gangguan hati.

Penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan terjadinya fatty liver pada 15,4%

kasus, dan sirosis pada hampir 9% kasus. Penelitian lain juga mengungkapkan

penyalahgunaan kronis menyebabkan terjadinya haemoragik pancreatitis baik pada

manusia maupun hewan coba.

c. Keracunan Amfetamin

Pengaruh amfetamin terhadap pengguna bergantung pada jenis amfetamin,

jumlah yang digunakan, dan cara menggunakannya. Dosis kecil semua jenis amfetamin

akan meningkatkan tekanan darah, mempercepat denyut nadi, melebarkan bronkus,

meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan euforia, menghilangkan kantuk, mudah

terpacu, menghilangkan rasa lelah dan rasa lapar, meningkatkan aktivitas motorik,

banyak bicara, dan merasa kuat.

Dosis sedang amfetamin (20-50 mg) akan menstimulasi pernafasan,

menimbulkan tromor ringan, gelisah, meningkatkan aktivitas montorik, insomnia,

agitasi, mencegah lelah, menekan nafsu makan, menghilangkan kantuk, dan

mengurangi tidur.

Penggunaan amfetamin berjangka waktu lama dengan dosis tinggi dapat

menimbulkan perilaku stereotipikal, yaitu perbuatan yang diulang terus-menerus tanpa

mempunyai tujuan, tiba-tiba agresif, melakukan tindakan kekerasan, waham curiga, dan

anoneksia yang berat.

lntoksikasi amfetamin ditandai dengan:

a.Pamakaian amfetamin yang belum lama terjadi

b. Takikandia atau bradikardia

c.Perubahan perilaku maladaptif yang bermakna secara klinis

Page 59: gabungan referat

d. Dilatasi pupil

e.Peninggian atau penurunan tekanan darah

f. Berkeringat atau menggigil

g. Mual atau muntah

h. Tanda-tanda penurunan berat badan

i. Agitasi atau retardasi psikomotor

j. Kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada, atau aritmia jantung

k. Konvulsi, kejang, diskinesia, distonia, atau koma

Gejala putus amfetamin ditandai dengan:

a.Penghentian (atau penurunan) amfetamin yang telah lama atau berat

b. Depresi

c.Keleiahan

d. Mimpi yang gamblang dan tidak menyenangkan

e.Insomnia atau hipersomnia

f. Peningkatan nafsu makan

g. Retardasi atau agitasi psikomotor

II.21. Tanda Postmortem Pada Pengguna Bahan Adiktif

a. Keracunan Alkohol

Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan

petunjuk awal. Petunjuk ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkohol darah,

baik melalui pemeriksaan udara pernapasan atau urin, maupun langsung dari darah

vena.

Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, Mungkin ditemukan

gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda

perbendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap. Mukosa lambung

menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi tapi kadangkadang

tidak ada kelainan.

Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan

histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah otak dan selaput

otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian parenkim organ dan inflamasi mukosa

saluran cerna.

Pada kasus keracunan kronik yang, meninggal, jantung dapat memperlihatkan

fibrosis interstisial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel radang kronik pada beberapa

Page 60: gabungan referat

tempat, gambaran seran lintang otot jatunng menghilang, hialinisasi, edema dan

vakuolisasi serabut otot jantung. Schneider melaporkan miopati alhokolik akut dengan

miohemoglobinuri yang disebabkan oleh nekrosis tubuli ginjal dan kerusakan

miokardium.

Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti hanya

dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah. Kadar alkohol

dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua. Pada korban yang

meninggal, sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati, atau

organ lain, atau cairan tubuh lain seperti cairan serebrospinalis. Penentuan kadar

alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan kadar alkohol dalam darah hanya

menunjukkan bahwa orang tersebut telah minum alkohol. Pada mayat, alkohol dapat

berdifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya termasuk ke dalam jantung, sehingga

untuk pemeriksaan toksikologik, diambil dari pembuluh darah vena perifer (vena kubiti

atau vena femoralis). Salah satu cara pemeriksaan semikuantitatif kadar alkohol dalam

darah atau urin yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway),

sebagai berikut:

Letakkan 2 ml reagen Anti eke dalam ruang tengah. Reagen Antie dibuat dengan

melarutkan 3,70 gm Kalium dikromat ke dalam 150 ml air. Kemudian tambahkan

280 ml asam sulfat, dan terus diaduk, lalu encerkan dengan 500 ml akuades.

Sebarkan 1 ml darah atau urin yang akan diperiksa dalam ruang sebelah luar dan

masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi

berlawanan.

Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati supaya darah/urin bercampur dengan

larutan kalium karbonat.

Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup

dan amati perubahan warna pada reagen Antie.

Hasil: warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna kuning

kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80 mg%. Warna hijau kekuningan

sekitar 300 mg%.

Kadar alkohol darah yang diperoleh pada pemeriksaan belum menunjukkan

kadar alkohol darah pada saat kejadian. Hal ini akibat dari pengambilan darah dilakukan

beberapa saat setelah kejadian, sehingga perhitungan kadar alkohol darah saat kejadian

harus dilakukan meskipun kecepatan eliminasi kira-kira 14-15 mg%, namun dalam

perhitungan harus juga dipertimbangkan kemungkinan kesalahan pengukuran dan

Page 61: gabungan referat

kesalah perkiraan kecepatan eliminasi. Gruner (1975) menganjurkan angka 10 mg% per

jam digunakan dalam perhitungan.

BAB III

PENUTUP

III.1 KESIMPULAN

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat, serta khasiat racun, gejala-

gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban

meninggal. racun adalah substansi kimia, yang dalam jumlah relatif kecil, tetapi dengan

dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan mekanis, tetapi hanya dengan

kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek yang besar, yang dapat menyebabkan

sakit, bahkan kematian. Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain

“narkoba”, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan

Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika

Page 62: gabungan referat

dan Zat Adiktif. Menurut UU No. 22 Tahun 1997, narkotika dibagi menjadi tiga golongan

sedangkan psikotropika dibagi menjadi 4 golongan.

Gambaran postmortem intoksikasi heroin antara lain terdapat bekas suntikan di lipat

siku, lengan atas, punggung tangan dan tungkai, pembesaran kelenjar getah bening regional,

kelainan hati dapat berupa akumulasi sel radang, terutama limfosit, sedikit sel PMN dan

beberapa narcotic cells, terdapat pula kelainan pada paru.

Gambaran postmortem intoksikasi morfin tidak begitu khas kecuali jika telah terjadi

gejala asfiksia yang menonjol. Tanda-tanda yang khas sukar didapat, namun masih ada

beberapa petunjuk yang dapat dipakai sebagai acuan membuat kesimpulan sebab kematian,

diantaranya needle marks di fossa ante cubiti, lengan atas, dan punggung tangan dan kaki,

hipertrofi kelenjar getah bening regional.

Gambaran postmortem intoksikasi barbiturat biasanya tidak khas. Pada pemeriksaan

luar hanya tampak gambaran asfiksia, berupa sianosis, keluarnya busa halus dari mulut,

tardieu spot, dapat ditemukan vesikel atau bula pada kulit daerah yang tidak tertekan.

Gambaran postmortem intoksikasi metamphetamin jantung para pengguna

metamphetamine relative lebih berat dari berat normal, dengan adanya darah dengan fibrosis

dan contraction band necrosis. Pada pembuluh darah terjadi percepatan penyakit arteri

koroner dan kerusakan mikrovaskular.

Gambaran postmortem pada intoksikasi alkohol, yaitu seluruh organ menunjukkan

tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna merah gelap, mukosa lambung

menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi , organ-organ termasuk

otak dan darah berbau alkohol. Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan.

Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah.

III.2 SARAN

III.2.1 Bagi Masyarakat

Belajar untuk mengenali tanda-tanda bahaya penggunaan narkoba termasuk

tanda-tanda keracunan narkoba. Serta meningkatkan peran serta dalam mengatasi

bebasnya penggunaan narkoba.

III.2.2 Bagi Penulis Lain

Melakukan penelitian lebih lanjut tentang keracunan narkoba dan mencari tahu

gambaran-gambaran postmortem dengan lebih terperinci dan terdifferensiasi.

Page 63: gabungan referat