gambaran komunikasi tenaga kesehatan pada …
TRANSCRIPT
GAMBARAN KOMUNIKASI TENAGA KESEHATAN PADA PASIEN
GANGGUAN JIWA YANG SEDANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
JIWA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan
Disusun Oleh:
ADITA KUSFANINGRUM
J210150 110
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
iv
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
Jl. A.Yani, TromolPos 1 Pabelan, Kartasura Telp (0271) 717417
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Adita Kusfaningrum
NIM : J 210 150 110
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul Skripsi :GAMBARAN KOMUNIKASI TENAGA
KESEHATAN PADA PASIEN GANGGUAN JIWA
YANG SEDANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
JIWA
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kelak terbukti ada ketidak
benaran dalam pernyataan saya diatas, maka akan saya pertanggung jawabkan
sepenuhnya.
Surakarta, 14 Mei 2019
Yang menyatakan
(Adita Kusfaningrum)
v
PERNYATAAN TIDAK PUBLIKASI SKRIPSI
Sebagai civitas akademik Universitas Muhammadiyah Surakarta, saya yang
bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Adita Kusfaningrum
NIM : J 210 150 110
Program Studi : S1 Keperawatan
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Judul : Gambaran Komunikasi Tenaga Kesehatan Pada Pasien
Gangguan Jiwa Yang Sedang Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Muhammadiyah
Surakarta untuk menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database) dan merawatnya.
2. Tidak memberikan ijin kepada Perpustakaan UMS mempublikasikan
naskah publikasi maupun skripsi di repository UMS dikarenakan akan
ikut dipublikasikan oleh dosen pembimbing.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan semoga dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Surakarta, 14 Mei 2019
Mengetahui,
Pembimbing Penulis
(Arum Pratiwi, S.Kp.,M.Kes.,PhD.) (Adita Kusfaningrum)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
FAKULTAS ILMU KESESHATAN
Jln. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura
Telp.(0217)717417, Surakarta 57102
vi
MOTTO
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
"Barangsiapa menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahkan
baginya jalan menuju surga"
(HR. Muslim)
"Jangan sengaja pergi agar dicari, jangan sengaja lari agar dikejar. Karena
berjuang tidak sebercanda itu"
(Sujiwo Tejo)
―And for those who fear Allah, he will make their path easy‖
(Qs. At-Talaq: 4)
―Hidup ini seperti bahtera di lautan. Diatas ada ombak kencang yang akan
menghadang. Dari bawah ada batu karang yang besar. Tak ada yang bisa
menguatkan hidup ini, kecuali Allah SWT‖
(Ustadz Abdul Somad)
―Allah tidak membebani umatnya melampaui kesanggupannya‖
(Qs. Al-Baqarah: 286)
―Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut
oleh manusia ialah menundukan diri sendiri‖
(Ibu Kartini)
"Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau
telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras. Dan hanya kepada
Tuhanmulah engkau berharap"
(Qs. Al-Insyirah: 6-8)
vii
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan sepenuh hati teruntuk:
1. Allah SWT yang telah membimbingku untuk selalu bersabar, tabah, dan
tegar menghadapi segala ujian hidupku.
2. Diriku sendiri yang telah mau berusaha meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk menyelesaikan skripsi ini dengan sepenuh hati.
3. Alm. Bapak dan Mama tercinta Kedua orang tuaku tercinta yang telah
memberikan segalanya dan menjadi motivator terbesar dalam hidupku.
4. Semua keluarga besarku yang selalu memberikan dukungan penuh
kepadaku.
5. Sahabat dan teman teman tercinta yang selalu bersamaku, saling
memberikan semangat agar segera menyelesaikan skripsi.
6. Almamaterku tercinta yang memberikan tempat untuk menuntut ilmu yang
sangatlah penting dan bermanfaat.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“GAMBARAN KOMUNIKASI TENAGA KESEHATAN PADA PASIEN
GANGGUAN JIWA YANG SEDANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
JIWA”.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan Program Studi Keperawatan Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Saya menyadari bahwa
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, mulai dari pengajuan judul
sampai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikannya.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Sofyan Anif, M.Si, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
2. Dr. Mutalazimah, S.KM., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
3. Arum Pratiwi, S.Kep.,M.Kes, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta dan pembimbing. Saya mengucapkan terimakasih atas bimbingan,
arahan, motivasi, dan nasihatnya dalam penyelesaian penelitian ini.
4. Bapak/Ibu di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dr. Arif Zainudin telah
banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan.
5. Orang tua dan keluarga saya yang selalu memberi doa restu dan dukungan
sehingga proposal penelitian ini terselesaikan.
6. Teman-teman S1 Keperawatan Reguler Universitas Muhammadiyah
Surakarta yang selalu membantu saya dalam menyusun proposal dan
menyelesaikan penelitian ini.
7. Semua pihak yang ikut membantu yang tidak dapat saya sebut satu persatu.
ix
Akhir kata, saya berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu saya. Semoga penelitian yang saya
lakukan memberikan tambahan ilmu dan pengetahuan terutama bagi bidang
Keperawatan. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sangat peneliti harapkan untuk kesempurnaan penelitian selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, 14 Mei 2019
Adita Kusfaningrum
x
GAMBARAN KOMUNIKASI TENAGA KESEHATAN PADA PASIEN
GANGGUAN JIWA YANG SEDANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
JIWA
Adita Kusfaningrum*
Arum Pratiwi, S.Kp.,M.Kes.,PhD**
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Surakarta
*Mahasiswa Keperawatan FIK UMS
**Dosen Keperawatan FIK UMS
ABSTRAK
Latar Belakang: Komunikasi dalam profesi keperawatan merupakan salah satu
pendukung pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan dalam
mengekspresikan peran dan fungsinya. Kemampuan berkomunikasi yang efektif
dan mudah dipahami pemecahan masalah pasien, mempermudah pemberian
bantuan, baik dalam pelayanan medik maupun psikologi.
Metode: Jenis penelitian ini menggunakan descriptive narative digunakan untuk
menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik rekayasa manusia maupun
bersifat ilmiah, yang memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, keterikatan
antar kegiatan. Penelitian dilakukan RSJD dr. Arif Zainudun Surakarta, pada
bulan Januari 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kesehatan
dokter dan perawat berjumlah 259 orang tenaga kesehatan. Sampel berjumlah 24
tenaga kesehatan, dengan pertimbangan. Teknik sampling menggunakan
proporsional accidental sampling. Instrumen dalam penelitian ini adalah lembar
onservasi yang terdiri dari sikap, body language, nada bicara, bahasa, kontak
mata, ekspresi, teknik komunikasi terapeutik, cuplikan yang dikatakan responden.
Instrumen dibuat berdasarkan teori komunikasi dari Hildegard E. Peplau (1952).
Hasil Penelitian: Tenaga kesehatan perawat maupun dokter di RSJD dr. Arif
Zainudin Surakarta sudah menerapkan dan mengaplikasikan dalam keseharian
teknik-teknik komunikasi terapeutik pada pasien gangguan jiwa. Sikap yang
digunakan adalah sikap asertif dimana tegas dalam melakukan komunikasi, body
language sikap terbuka dan luwes terhadap pasien, selalu tersenyum ketika
berkomunikasi, saat berkomunikasi melakukan kontak mata intens. Perawat
menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi, dengan nada bicara yang
lembut, selain itu tidak membagi komunikasi verbal saja atau nonverbal saja,
namun menggabungkan komunikasi verbal maupun komunikasi nonverbal.
Kata kunci: Komunikasi terapeutik, gangguan jiwa, tenaga kesehatan.
xi
OVERVIEW OF HEALTH PERSONNEL COMMUNICATION IN
PATIENTS OF PSYCHIATRIC DISORDERS THAT ARE INVOLVED
IN THE PSYCHIATRIC HOSPITAL
Adita Kusfaningrum*
Arum Pratiwi, S.Kp.,M.Kes.,PhD**
Nursing Science Study Program at Muhammadiyah
Universitas Surakarta
*Student of Nursing FIK UMS
**Nursing Lecturer FIK UMS
ABSTRAK
Background: Communication in the nursing profession is one of the supporters
of health services carried out by health workers in expressing their roles and
functions. Effective and easy-to-understand communication skills to solve patient
problems, facilitate the provision of assistance, both in medical services and
psychology.
Methods: This type of research uses a descriptive narrative used to describe
existing phenomena, both human engineering and scientific nature, which pay
attention to the characteristics, quality, attachment between activities. The study
was conducted by the RSJD Dr. Arif Zainudun Surakarta, in January 2018. The
population in this study were all health workers, doctors and nurses totaling 259
health workers. A sample of 24 health workers, with consideration ... The
sampling technique uses proportional accidental sampling. The instrument in this
study is an observation sheet consisting of attitudes, body language, tone of voice,
language, eye contact, expression, therapeutic communication techniques, footage
that the respondent said. The instrument was made based on the communication
theory of Hildegard E. Peplau (1952).
Research Results: Nurses and doctors at the RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta
has applied and applied in everyday therapeutic communication techniques in
mental patients. The attitude used is an assertive attitude where firm in
communicating, body language is open and flexible towards the patient, always
smiles when communicating, when communicating makes intense eye contact.
Nurses use Indonesian to communicate, with a soft tone of voice, besides not only
sharing verbal or nonverbal communication, but combining verbal communication
and nonverbal communication.
Keywords: Therapeutic communication, mental disorders, health workers.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ........................................... iv
PERNYATAAN TIDAK PUBLIKASI SKRIPSI ...................................... v
MOTTO ....................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ....................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
ABSTRAK .................................................................................................... x
ABSTRACT ................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 3
C. Manfaat penelitian ......................................................................... 3
D. Tujuan penelitian ........................................................................... 3
E. Keaslian penelitian ........................................................................ 4
BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................ 6
A. Pelayanan Kesehatan ..................................................................... 6
B. Komunikasi .................................................................................... 7
C. Komunikasi Perawat Pasien ........................................................ 11
D. Gangguan jiwa ............................................................................. 18
E. Kerangka Teori ............................................................................ 20
F. Alur Konsep Penelitian ................................................................ 21
G. Pertanyaan Penelitian .................................................................. 21
xiii
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 22
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................... 22
B. Tempat dan Waktu Penelitian...................................................... 22
C. Populasi, Sampel, dan Besarnya sampel ..................................... 22
D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 23
E. Instrumen Penelitian .................................................................... 24
F. Teknik Analisa Data .................................................................... 25
G. Pemeriksaan Keabsahan Data ...................................................... 28
H. Uji Validitas Reabilitas Instrumen .............................................. 29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 32
A. Hasil Penelitian ............................................................................ 32
1. Deskripsi Demografi Responden ............................................. 32
2. Hasil Observasi Komunikasi Responden ..................................... 35
B. Pembahasan ................................................................................. 41
1. Demografi Responden Penelitian ............................................ 41
2. Observasi Responden Penelitian ............................................. 44
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 50
A. Kesimpulan ................................................................................... 50
B. Saran ............................................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ......................................................................... 20
Gambar 2.2 Alur Konsep Penelitian ............................................................ 21
Gambar 3.1 Komponen dalam analisis data (interactive model) ................. 26
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Deskripsi Demografi Ruang Berdasarkan Profesi ....................... 32
Tabel 4.2 Deskripsi Alamat Responden Berdasarkan Profesi ..................... 33
Tabel 4.3 Deskripsi Demografi Jenis Kelamin Berdasarkan Profesi ........... 33
Tabel 4.4 Deskripsi Demografi Usia Berdasarkan Profesi .......................... 34
Tabel 4.5 Deskripsi Demografi Profesi Responden Penelitian .................... 34
Tabel 4.6 Deskripsi Demografi Masa Kerja Berdasarkan Profesi ............... 34
Tabel 4.7 Deskripsi Demografi Pendidikan Terakhir Berdasarkan Profesi . 35
Tabel 4.8 Gambaran Sikap Dalam Komunikasi Teraupetik
Berdasarkan Profesi ..................................................................... 35
Tabel 4.9 Gambaran Body Language Dalam Komunikasi Teraupetik
Berdasarkan Profesi ..................................................................... 36
Tabl 4.10 Gambaran Nada Bicara Dalam Komunikasi Teraupetik
Berdasarkan Profesi ..................................................................... 37
Tabel 4.11 Gambaran Bahasa yang Digunakan dalam Komunikasi
Teraupetik Berdasarkan Profesi................................................... 38
Tabel 4.12 Gambaran Kontak Mata dalam Komunikasi Berdasarkan
Profesi .......................................................................................... 38
Tabel 4.13 Gambaran Ekspresi yang Ditunjukkan dalam Komunikasi
Berdasarkan Profesi ..................................................................... 39
Tabel 4.14 Gambaran Teknik Komunikasi Terapeutik dalam Komunikasi
Berdasarkan Profesi ..................................................................... 40
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Penelitian
Lampiran 2 Data Demografi Responden Penelitian
Lampiran 3 Master Data Gamabaran Komunikasi Terapeutik
Lampiran 4 Lembar permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 5 Surat ijin Penelitian
Lampiran 6 Surat Ijin Permohonan Validitas dan Reabilitas
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan yaitu upaya yang dilakukan baik secara individu
atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan kesehatan,
mecegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan. (Depkes
RI, 2009)
Tenaga kesehatan merupakan seseorang yang menjalankan tugas
dalam bidang kesehatan sesuai dengan keahlian dan kewenangan tenaga
kesehatan yang bersangkutan. Dalam menjalankan tugasnya tenaga kesehatan
wajib untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Tenaga
kesehatan tediri atas dokter, perawat, bidan, ahli gizi, fisoterapi, kesehatan
lingkungan, psikologis, farmasi.(Depkes, 2014)
Kesehatan jiwa menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
cukup besar di Indonesia. Terdapat sekitar 60 juta orang terkena bipolar, 35
juta orang terkena depresi, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
dimensia. Jumlah kasus gangguan jiwa di Indonesia terus meningkat karena
beberapa faktor biologis, psikologis dan sosial. (World Health Organisation,
2016)
Menurut (Riskesdas, 2018), prevalensi ganggunan mental emosional
yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15
tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk
2
Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia
mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.
Berdasarkan data dari RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta jumlah
pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi. Jumlah
pasien pada tahun 2014 tercatat sebanyak 3139, tahun 2015 sebanyak 2817,
lalu tahun 2016 tercatat sebanyak 2993, kemudian pada tahun 2017 jumlah
pasien tercatat sebanyak 2815 (Rekam Medis RSJD dr. Arid Zainudin
Surakarta, 2018).
Komunikasi dalam profesi keperawatan merupakan salah satu
pendukung pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
dalam mengekspresikan peran dan fungsinya. Kemampuan berkomunikasi
yang efektif dan mudah dipahami pemecahan masalah pasien, mempermudah
pemberian bantuan, baik dalam pelayanan medik maupun psikologi.
Komunikasi terapeutik tenaga paramedis terdapat lima tahapan yang
pertama tahap prainteraksi dimana dibangunnya hubungan saling percaya,
kedua, tahap perkenalan, lalu ketiga tahap orientasi berlanjut pada tahap
menggali informasi lebih lanjut pada pasien, keempat tahap kerja, kelima
tahap terminasi. (Nurgustianty, 2016)
Berdasarkan observasi yang dilakukan, komunikasi pada pasien
gangguan jiwa berbeda dengan komunikasi yang dilakukan pada orang
normal. Dikarenakan keterbatasan kemampuan komunikasi yang dimiliki
pasien. Oleh karena itu penting untuk diteliti ―Gambaran Komunikasi Tenaga
3
Kesehatan Pada Pasien Gangguan Jiwa Yang Sedang Hospitalisasi Di Rumah
Sakit Jiwa‖.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan observasi pada tenaga kesehatan berjumlah 259 orang.
Pada bulan November 2018 di RSJD Dr. Arif Zainudian. Didapatkan hasil
bahwa komunikasi merupakan salah satu pendukung pelayanan kesehatan.
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan dalam penelitian ini adalah ―
Bagaimanakah komunikasi tenaga kesehatan pada pasien gangguan jiwa ? ‖
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Agar mengetahui bagaimana komunikasi tenaga kesehatan dengan
pasien gangguan jiwa di rumah sakit
b. Untuk dijadikan referensi penelitian selanjutnya
2. Bagi Institusi
Agar dapat melakukan evalusi tentang pelayanan kesehatan terhadap
pasien
3. Bagi Mahasiswa
Dengan penelitian ini diharapkan sebagai sumber informasi terkini
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan ntuk mengetahui bagaimana komunikasi tenaga
kesehatan dengan pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit
2. Tujuan Khusus
4
a. Mengidentifikasikan demografi responden perawat dan dokter
b. Mengetahui teknik komunikasi verbal dan non verbal
c. Untuk mengetahui gaya komunikasi non verbal tenaga kesehatan
E. Keaslian Penelitian
1. Andra Widya Kusuma (2016) yang berjudul ―Komunikasi Terapeutik
Pasien Skizofrenia (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik
Anatar Perawat dan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta)‖
hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada komunikasi terapeutik
terdapat lima tahap, yaitu tahap pra interaksi, tahap perkenalan, tahap
orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Dalam melakukan komunikasi
terapeutik dengan pasien, para perawat di RS Jiwa Grahasia memahami
prinsip-prinsip komunikasi terapeutik dengan baik, dengan menggunakan
teknik – teknik tertentu dan memberikan pedoman kesehatan.
2. Sarwedi Dwi Atmaja (2017) yang berjudul ―Upaya Peningkatan
Komunikasi Pada Klien Isolasi Sosial‖ Hasil dari kasus ini adalah
didapatkan bahwa klien sering menyendiri, berbicara sendiri.Berdasarkan
data tersebut penulis mengambil diagnosa isolasi sosial. Rencana tindakan
tindakannya adalah dengan menerapkan strategi pelaksanaan klien.
Strategi pelaksaan klien terdiri dari Selanjutnya rencana tindakan
keperawatan yaitu dengan strategi peaksanaan pasien terdiri dari 3 SP 1
membina hubungan saling percaya, membatu pasien mengenal penyebab
isolasi sosial, membantu klien mengenal manfaat berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. . SP 2 yaitu latih cara
5
berkenalan dengan satu orang yaitu perawat, bantu klien memasukan ke
jadwal harian klien. SP 3 latih klien berkenlan dengan 2 yaitu pasien lain
dan masukan kedalam ke jadwal harian klien. Sp 3 latih klien berkenalan
dengan 4-5 dan masukan kedalam jadwal harian Evaluasi yang dilakukan
penulis didapatkan data bahwa klien mampu membina hubungan saling
percaya, pasien menyebutkan penyebab isolasi sosisal, mampu
menyebutkan keuntungan dan kerugiannya, pasien mau diajarkan cara
berkenalan yaitu dengan perawat, klien mau diajak berkenalan dengan
pasien lain
3. Nur Kasana (2014) yang berjudul ―Hubungan Antara Komunikasi
Terapeutik dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Sectio
Caesarea Di Ruang Ponek RSUD Karanganyar‖ hasil penelitian ini
menunjukan bahwa berdasarkan Hasil uji kendall’s tau didapatkan p
value 0,004 < 0,05. Tingkat hubungan diantara kedua variabel sebesar
30,376 yang berarti kekuatan hubungan berada pada tingkat hubungan
rendah
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan individu
ataupun kelompok untuk mencegah penyakit, menyembuhkan, dan
memulihkan kesehatan orang lain, jadi jika hal ini sudah dilakukan berarti ia
sedang melakukan pelayanan kesehatan (Putra, 2015). Menurut Notoatmojo
(dalam (Setiawan, 2017)) pelayanan kesehatan adalah sebuah sub sistem
pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif
(pencegahan) dan promoted (peningkatan kesehatan) dengan sasaran
masyarakat.
Bentuk pelayanan kesehatan berdasarkan tingkatannya ada tiga yaitu
Pelayanan kesehatan tingkat pertama, diperlukan untuk masyarakat yang sakit
ringan dan masyarakat sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka. Pelayanan
kesehatan tingkat kedua, diperlukan kelompok masyarakat yang memerlukan
fasilitas layanan rawat inap, yang tidak dapat dilayani pada fasilitas kesehatan
tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga, diperlukan kelompok
masyarakat atau pasien yang tidak dapat ditangani oleh faskes tingkat kedua.
Pada pelayanan tingkat ketiga, pelatihan perlu dilakukan. Menurut
(Pratiwi, 2015) Pelatihan ketrampilan yang akan diberikan pada kader
kesehatan jiwa meliputi pengetahuan tentang penyakit jiwa dan cara
melibatkan pasien penyakit jiwa dimasyarakat.
7
Rumah sakit menjadi salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang
penting. Seluruh tugas, beban, masalah dan harapan digantungkan pada rumah
sakit. Rumah sakit yang baik yaitu memiliki kemampuan dalam
menghubungkan seluruh aspek kemanusiaan dengan program pelayanan
kesehatan, salah satuna pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Wulan dan Hartuti, 2011)
Kualitas pelayanan kesehatan adalah hal penting, menurut Heru dan
Arum (2009) Para pengguna jasa di sebuah Rumah Sakit pada dasarnya akan
memilih, institusi mana yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan
kesehatannya. Mereka akan memilih Rumah Sakit mana yang visi dan misi
pelayanan serta sejauh mana aplikasi di lapangan nyata. hal ini merupakan satu
aspek dari bagaimana seseorang berusaha mengaktualisasikan pemenuhan
kebutuhannya (kesehatan).
B. Komunikasi
Secara etimologis kata komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu
communis yang bersumber pada kata communis yang berarti ―sama‖,
communico, communicatio, atau communicare yang berarti ―membuat sama‖
(to make common). Istilah pertama communis paling sering disebut sebagai
asal kata komunikasi, yang merupakan akar darikata-kata latin lainnya yang
mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu
pesan dianut secara sama (Mulyana, 2014). Komunikasi yaitu interaksi
manusia untuk saling mempengaruhi satu sama lain, baik disengaja maupun
8
tidak disengaja dan bebas bersifat verbal maupun nonverbal, (Weaver, dalam
(Cangara, 2012)).
Komunikasi merupakan penyampaian ide, gagasan, pesan dan harapan
yang disampaikan dengan berbagai cara, mengandung arti yang disampaikan
oleh komunikator ke penrima, komunikasi efektif jika pesan dapat diterima,
disetujui, dimengerti oleh penerima (Afnuhazi, 2015). Menurut S.M Siahaan
(dalam Saragih, 2009), komunikasi merupakan penyampaian ide, sikap, pesan,
maupun gagasan dari penyampai untuk memberikan pemahaman. Komunikasi
yaitu penyampaian informasi verbal maupun nonverbal untuk menyamakan
persepsi dari komunikator kepada penerima. Komunikasi merupakan sarana
untuk membentuk hubungan dengan orangan lain untuk mencapai tujuan
tertentu (Suliswati, 2005)
Komunikasi efektif bertujuan untuk menciptakan pemahaman dan
membangun pengertian bersama. Dan dapat menciptakan suatu perubahan
seperti perubahan sikap, setelah penerima pesan menerima pesan yang
disampaikan kemudian sikapnya berubah baik dalam hal postif maupun
negatif. Perubahan pendapat, kemampuan memahami suatu pesan dengan
cermat. Perubahan perilaku, mengubah tingkah laku seseorang dari perilaku
yang kurang baik, butuk menjadi perilaku yang sehat. Perubahan sosial,
membangun dan memelihara hubungan baik dengan orang lain untuk
menjadikan hubungan yang lebih baik lagi. Komunikasi yang efektif secara
tidak langsung meningkatkan hubungan interpesonal.
9
Hambatan dalam komunikasi efektif antara lain hambatan fisik,
mencangkup ruang fisik dan lingkungan. Misalnya: gangguan alat komunikasi,
gangguan kesehatan. Hambatan psikologis, hambatan yang berhubungan
dengan kejiwaan, emosional, tidak adanya kepercayaan, serta perbedaan nila-
nilai harapan yang berbeda. Hambatan biologis, hambatan yang terjadi karena
ketidakmampuan dan ketidaksempurnaan anggota tubuh. Hambatan intelektual
, hambatan yang terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan. Hambatan
kultural, hambatan yang berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan bahasa.
Aspek pada komunikasi efektif meliputi petama, kejelasan komunikasi
harus menggunakan bahasa yang jelas, sehingga penerima mudah memahami
pesan yang disampaikan. Kedua, ketepatan penggunaan bahasa yang benar dan
kebenaran informasi yang disampaikan mempengaruhi keakuratan komunikasi.
Ketiga, konteks, bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan
fakta yang ada. Keempat, alur penyajian informasi yang disusun dengan
sistematika yang jelas. Sehingga penerima mampu menerima pesan dengan
cepat dan tepat. Kelima, budaya, pada aspek ini tidak hanya menyangkut
bahasa dan informasi melainkan juga tatakrama dan etika. Dalam
berkomunikasi harus disesuaikan dengan adat istiadat setempat, baik
menggunakan bahasa verbal maupun non verbal. Tahapan komunikasi efektif
yaitu pengirim mempunyai gagasan, lalu mengirim pesan kepada penerima,
melalui media peratara dan medium.
Kriteria keberhasilan komunikasi efektif yaitu membutuhkan dua orang
atau lebih yang dapat menentukan tingkat hubungan dengan orang lain,
10
pertukaran informasi, pesan yang disampaikan tidak selalui sama persepsi,
perasaan individu dan subyek komunikasi menjadi hal yang sangat
mempengaruhi komunikasi, proses komunikasi dipengaruhi oleh posisi
seseorang dalam sistem sosiokultural, seseorang akan merespon pesan yang
diterimanya baik secara verbal maupun non verbal, komunikasi dapat melalu
verbal maupun non verbal bisa terjadi secara simultan, komunikasi terjadi
suatu kesinambungan dan timbal balik.
Menutut (Mulyana, 2014), fungsi komunikasi dibagi menjadi empat
yaitu Fungsi komunikasi sosial dimana komunikasi penting untuk membangun
konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup. Fungsi komunikasi ekspresif,
komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan perasaan melalui pesan-
pesan non verbal. Melalui komunikasi ini seseorang dapat memahami keadaan
orang lain. Fungsi komunikasi ritual, komunikasi yang dilakukan secara
kolektif. Biasanya dilakukan oleh sekelompok orang pada kegiatan upacara-
upacara adat. Dalam komunikasi ini seseorang mengucapkan sebuah kata-kata
dan memberikan perilaku secara simbolik. Fungsi komunikasi instrumental,
komunikasi ini memiliki tujuan khusus, menginformasikan, mendorong,
mengubah sikap dan kepercayaan, mengubah perilaku, serta untuk menghibur.
Komunikasi dibagi menjadi dua jenis antara lain, Komunikasi verbal
yaitu komunikasi dalam bentuk percakapan ataupun tertulis. Dalam
menyatakan pesan verbal seseorang harus memiliki ketrampilan menggunakan
kata yang sederhana dan mudah dipahami (Machfoedz, 2009). Komunikasi
11
nonverbal merupakan penyampaian kode nonverbal yaitu proses pemindahan
atau penyampaian pesan tanpa menggunakan kata-kata (Cangara, 2012).
Sikap perawat untuk dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik
yaitu berhadapan, sikap ini menunjukan kesiapan dalam melayani dan
mendengarkan apa yang dikeluhkan pasien. Mempertahankan kontak mata,
kontak mata dengan pasien ini menunjukan sikap menghormati pasien dan
menyatakan ingin tetap berkomunikasi dan dapat dipercaya. Membungkuk
kearah pasien, dengan membungkuk kita menyatakan ingin mendengarkan apa
yang dikatakan pasien. Mempertahankan sikap terbuka, pada saat
berkomunikasi jangan melipat kaki dan menyilangkan tangan. Karena dengan
menunjukan kedua itu tidak menggambarkan sikap keterbukaan pada pasien
untuk berkomunikasi. Tetap relaks, meskipun dalam situasi tidak
menyenangakan tetap harus tenang, dapat menggendalikan suasana tegang,
cemas dan relaksasi dalam berkomunikasi dengan pasien (Egan cit Keliat
dalam (Riyadi, 2013)).
C. Komunikasi Perawat Pasien
Komunikasi terapeutik yaitu komunikasi yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang dilakukan secara sadar, tujuan dan kegiatan difokuskan untuk
kesembuhan pasien (Afnuhazi, 2015). Komunikasi terapeutik yaitu
pengalaman interaktif perawat dengan pasien dalam komunikasi dengan tujuan
untuk memecahkan masalah yang dialami pasie (Machfoedz, 2009).
Komunikasi terapeutik merupakan hubungan timbal balik antara pasien dengan
perawat dalam pelayanan keperawatan, yang merupakan komunikasi
12
profesional perawat (Puwaningsih, Karlina, 2010). Menurut Intan dalam
(Damaiyanti, 2010), Komunikasi terapeutik yaitu segala sesuatu yang
membantu proses penyembuhan. Yang dilakukan secara sadar untuk
kesembuhan pasien.
Teori yang dikembangkan Hildegard E. Peplau adalah Psychodynamyc
Nursing yaitu merupkan kemampuan untuk memahami perilaku seseorang
untuk membantu mengidentifikasi kesulitan yang dirasakan guna
mengaplikasikan prinsip-prinsip kemanusiaan yang berhubungan dengan
masalah-masalah yang muncul dari semua hal atau kejadian yang telah dialami.
Model konsep dan teori Hildegard E. Peplau menjelaskan tentang
kemampuan memahami diri sendiri dan orang lain yang menggunakan dasar
hubungan antar manusia yang mencakup 4 komponen sentral :
1. Pasien
Sistem yang berkembang yang terdiri dari karakteristik biokimia, fisiologis,
interpersonal dan kebutuhan serta selalu berupaya memenuhi kebutuhannya
dan mengintegrasikan belajar pengalaman. Pasien adalah subjek yang
langsung dipengaruhi oleh adanya proses interpersonal.
2. Perawat
Perawat berperan mengatur tujuan dan proses interaksi interpersonal dengan
pasien yang bersifat parsipatif, sedangkan pasien mengendalikan isi yang
menjadi tujuan. Hal ini berarti dalam hubungannya dengan pasien, perawat
menjadi mitra kerja, pendidik, narasumber, pengasuh pengganti, pemimpin
dan konselor sesuai dengan fase proses interpersonal.
13
3. Masalah Kecemasan
Kecemasan disebabkan oleh kesulitan mengintegrasikan pengalaman
interpersonal yang lalu dengan yang sekarang, kecemasan terjadi apabila
komunikasi dengan oranglain mengancam keamanan psikologi dan biologi
individu. Dalam model peplau ansietas merupakan konsep yang berperan
penting karena berkaitan langsung dengan kondisi sakit.
4. Proses interpersonal
Perawat dan pasien menggambarkan metode transpormasi energi atau
ansietas pasien oleh perawat yang terdiri dari 4 fase. Peplau
mengidentifikasi empat tahapan hubungan interpesonal yang saling
berkaitan yaitu orientasi, identifikasi, eksploitasi, resolusoi. Setiap tahap
saling melengkapi dan berhubungan sebagai satu proses untuk penyelesaian
masalah.
Prinsip dasar komunikasi terapeutik Menurut (Afnuhazi, 2015) yaitu
hubungan perawat dengan klien merupakan hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan satu sama lain. Perawat wajib menghargai keunikan pasien.
Komunikasi yang dilakukan dapat menjaga dirinya dan mampu menjaga
perasaan penerima. Dan mampu menciptakan hubungan saling percaya
sebelum memulai menggali informasi mengenai permasalahan yang ada pada
pasien untuk mencari dan memberikan alternatif solusi.
Menurut Purwanto (dalam (Damaiyanti, 2010)), Tujuan komunikasi
terapeutik yaitu pertama, membantu pasien untuk memeperjelas dan
mengurangi beban perasaan pasien dan pikiran dan dapat mengambil
14
keputusan dengan tepat. Kedua, mengurangi keraguan, membantu untuk
mengambil keputusan yang tepat dan mempertahankan kekuatan egonya.
Ketiga, mempengaruhi lingkungan fisik, orang sekitar, dan dirinya sendiri.
Menurut (Suryani, 2015), karakteristik perawat yang dapat
memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik yaitu :
1. Tidak membingungkan dan ekspresif, dalam berkomunikasi dengan pasien,
perawat sebaiknya menggunakan bahasa atau kata-kata yang mudah
dipahami oleh pasien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi
verbal. Karena ketidak sinambungan akan beraktibat pasien mengalami
kebingungan.
2. Kejujuran merupakan modal utama dan sangat penting, karena apabila tidak
kejujuran tidak dibentuk maka mustahil untuk terbinanya hubungan saling
percaya pasien dengan perawat. Sebagai perawat harus dapat menjaga
kejujuran karena apabila melakukan suatu kesalahan atau kejujuran tidak
dapat dilakukan maka pasien kan merasa dirinya dibohongi, pura-pura
patuh, benci dengan perawatnya.
3. Bersikap positif, sikap yang hangat, perhatian, dan menghargai orang lain
merupakan cara yang dapat ditunjukan untuk bersikap positif.
4. Empati bukan simpati, empati dapat memberikan alternatif pemecahan
masalah, karena perawat dapat merasakan apa yang dirasakan pasien, tetapi
tidak sampai ikut larut Dalam masalah tersebut.
5. Mampu melihat permasalahan pasien dari kacamata pasien, perawat
memberikan asuhan keperawatan harus berorientasi pada pasien, melihat
15
masalah yang dihadapi pasien dan memahami bagaimana pasien
memandang masalahnya tersebut. Perawat harus mendengarkan dengan
aktif, berbicara dengan aktif dan kesabaran.
6. Menerima pasien apapun kondisinya, seseorang akan merasa aman dan
nyaman dalam menjalin hubungan jika seseorang mampu menerima dengan
tulus.
7. Sensitif pada perasaan pasien, jika perawat tidak sensitif pada pasien,
perawat dapat menyinggung perasaan pasien, privacy.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu pasien ataupun dirinya sendiri,
apabila seorang perawat larut dalam masala lalunya maka sangat mustahil
untuk dapat membantu pasien, jika dalam dirinya memiliki banyak masalah.
Menurut (Keliat, 2011), Fase dalam komunikasi terapeutik ada empat
yaitu fase pre interaksi, merupakan tahap persiapan, dimana perawat harus
mengekspolasi diri terhadap perasaan-perasaan cemas, takut, ragu dan
kemampuan dirinya. Fase orientasi, fase dimana perawat pertama kali bertemu
dengan pasien. Dengan terbinanya hubungan saling percaya akan membentuk
keterbukaan dalam berkomunikasi. Fase kerja, tahap inti dimana akan banyak
dilakukan komunikasi terapeutik. Perawat pada fase ini betugas melaksanakan
kegiatan sesuai perencanaan. Pada fase ini perawat dan pasien mengatasi
masalah yang dihadapinya. Fase terminasi, fase dimana perawat mengakhiri
interaksinya dengan pasien. Terminasi merupakan tahap yang sulit namun
penting, pada tahap ini merupakan fase dimana dapat merubah perasaan dan
mengevaluasi kemajuan pasien.
16
Menurut (Afnuhazi, 2015), hambatan komunikasi terapetutik antara lain
resisten, usaha yang dilakukan pasien untuk tidak menyadari penyebab cemas
yang dialaminy. Sikap perilaku resisten ditunjukan saat fase kerja. Transferens,
respon tidak sadar dimana pasien mengalami perasaan dan sikap pada perawat
karena berkaitan dengan tokoh dalam masa lalunya. Kontertransferens,
kebutuhan terapeutik mengarah pada respon emosional spesifik yang tidak
tepat dalam isi konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam
intensitas emosi.
Teknik komunikasi terapeutik meliputi mendengar aktif, proses aktif
menerima informasi dan mempelajari respons seseorang terhadap pesan yang
diterima. Pertanyaan terbuka, memberikan pertanyaan yang pasien dapat
mengungkapkan masalahnya. Restating, mengulangi apa yang difikirkan
pasien yang diekspresikan dengan kata-kata sendiri. Refleksi, mengulang
kembali apa yang di pikirkan pasien. Validasi, perawat berusaha menjelaskan
kata-kata atau ide yang tidak jelas dikatakan oleh pasien. Focusing, metode
yang digunakan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga menjadi lebih
spesifik dan dipahami. Sharing persepsi, meminta pasien untuk memastikan
apa yang dipahami perawat sesuai dengan apa yang difikirkan pasien. Diam,
memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengutarakan pikirannya.
Dengan diam pasien dapat berkomunikasi dengan diri sendiri, mengatur pikiran
dan memproses informasi. Identidfikasi tema, Menyatakan masalah yang
sering terjadi. Humor, pengeluaran energi memlalui candaan. Kenyataan hasil
observasi, menjelaskan kesan yang timbul oleh isyarat non verbal pasien.
17
Memberi penghargaan, memberikan pujian atas usaha kerasnya. Namun jangan
sampai klien berusaha terlalu keras dan melakukan segala cara hanya untuk
mendapatkan pujian. Memberi kesempatan kepada kalien untuk memulai
pembicaraan. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan. Memberikan
kesempatan pada klien untuk menguraikan persepsinya.
Faktor – faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik yaitu
Perkembangan, agar komunikasi dapat efektif seorang perawat harus
memahami pengaruh perkembangan usia, baik bahasa maupun pola pikir.
Persepsi, cara pandang seseorang pada suatu peristiwa atau kejadian yang
dibentuk berdasarkan harapan dan pengalaman individu. Nilai, Standar yang
mempengaruhi perilaku. Nilai tersebut dianggap penting dan dipengaruhi oleh
pemikiran dan ide. Latar belakang sosial budaya, budaya mempengaruhi cara
komunikasi karena mengandung unsur cara berfikir, berbuat, merasakan,
bahasa, pembawan, nilai dan gerak tubuh sesuai daerah atau budaya masing-
masing. Emosi, perasaan subjektig yang dimiliki seseorang ketika menghadapi
sebuah peristiwa. Jenis kelamin, cara berkomunikasi lelaki dan perempuan
berbeda dan satu sama lain mempengaruhi proses komunikasi secara unik.
Pengetahuan, mengelompokan suatu kelompok masyarakat atau individu
berdasarkan cara berfikir, berbuat sebahagi hasil dari unit pengetahuan yang
sudah diberikan. Pengetahuan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
berkomunikasi, seperti mengirim pesan. Pendidikan, seseorang yang memiliki
pendidikan tinggi akan semakin besar keinginannya untuk Meningkatkan
produktivitas kerja dan mengembangkan kemampuannya. Seseorang yang
18
berpendidikan tinggi akan lebih mampu dan bersedia menerima posisi dan
tanggung jawab yang diberikan. Peran dan hubungan, gaya komunikasi
disesuaikan dengan lawan berbicaranya. Cara perawat berkomunikasi dengan
pasien akan berbeda dengan cara berkomunikasinya dengan perawat.
Lingkungan, lingkungan akan mempengaruhi seseorang dalam berkomunikasi,
situasi atau kondisi yang tidak nyaman akan menimbulkan ketidaknyamanan.
Jarak, sangat berpengaruh dalam komunikasi karena jarak akan memberikan
rasa aman dan kontrol.
D. Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa yaitu kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak
normal, baik keadaan fisik, maupun mental. Ketidaknormalan tersebut dibagi
menjadi dua golongan yaitu gangguan jiwa dan sakit jiwa. Ketidaknormalan
tersebut terlihat berbagai macam gejala antara lain ketegangan, rasa putus asa
dan murung, cemas, gelisah, perbuatan-perbuatan yang terpaksa, rasa lemah,
histeria, tidak mampu mencapai tujuan, takut pikiran-pikiran, dan sebagainya
(Yosep dalam (Damaiyanti, 2010)).
Penyebab umum gangguan jiwa, Menurut Yosep (dalam (Damaiyanti,
2010)), Gangguan jiwa dipengaruhi oleh 3 faktor yang saling mempengaruhi
yaitu :
1. Faktor somatik atau organobiologis meliputi neroanatomi, nerofisologis,
nerokimia, tingkat kematangan dan perkembangan organik, Faktor-faktor
pre dan perinatal.
19
2. Faktor psikologik (psikogenetik) atau psikoedukatif meluputi Interaksi ibu-
anak normal terdapat rasa percaya dan aman atau abnormal berdasarkan
kekurangan, distorsi, dan keadaan yang terputus (perasaan tidak percaya dan
kebimbangan), peran ayah, persaingan antara saudara kandung, intelegensi,
hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat,
Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu ataupun
rasa bersalah, konsep diri, pengertian identitas diri sendiri lawan peranan
yang tidak menentu, keterampilan, bakat, dan kreativitas, pola adaptasi dan
pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya, tingkat perkembangan emosi.
3. Faktor sosio-budaya meliputi kestabilan keluarga, pola mengasuh anak,
tingkat ekonomi, perumahan : perkotaan lawan perdesaan
Menurut Sundari (dalam (Damaiyanti, 2010)), gejala-gejala yang
muncul pada seseorang yang mengalami gangguan jiwa yaitu keadaan fisik
yang dirasakan oleh individu atau dapat dilihat oleh orang lain seperti suhu
badan berubah pada seseorang yang mengalami gangguan mental suhu tubuh
akan naik turun meskipun orang tersebut secara fisik sehat tidak terkena
penyakit. Denyut nadi menjadi cepat seseorang mendapat pengalaman tidak
menyenangkan denyut nadi akan menjadi cepat, dapat dilihat dengan cara
memeriksa nadi dipergelangan tangan. Berkeringat banyak, seseorang yang
dipermalukan didepan umum, perasaannya terpukul. Karena menahan amarah,
malu, keringat bercucuran sehingga sibuk menyeka keringat yang keluar.
Nafsu makan berkurang, seseorang yang terkena gangguan mental terkadang
nafsu makan menurun. Gangguan sistem organ tubuh, pada orang normal
20
sistem organ tubuh berjalan normal, sehingga terjadi keseimbangan yang dapat
menyebabkan ketenangan. Namun, jika terjadi gangguan mental, misalnya
kesedihan yang mendalam, tiba-tiba sesak nafas dan batuk tidak berdahak, hal
ini terjadi berlarut-larut pada sistem paru-paru meski tidak ada tanda-tanda
penyakit secara medis.
Keperawatan jiwa yaitu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu keperawatan bentuk
pelayanan holistik yang komprehensif yang ditujukan tidak hanya kepada
pasien yang mengalami gangguan jiwa, tetapi juga pada pasien yang
mengalami resiko maupun sehat ( (Afnuhazi, 2015)).
E. Kerangka Teori
Rumah Sakit
Managemen Rumah
Sakit
Pelayanan
Keperawatan
Managemen Rumah
Sakit
Komunikasi Terapeutik
Dengan Pasien
Verbal Non Verbal
21
Gambar 2.1 Kerangka Teori
F. Alur Konsep Penelitian
Gambar 2.2 Alur Konsep Penelitian
G. Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah gambaran komunikasi tenaga kesehatan pada pasien gangguan
jiwa yang sedang hospitalisasi di RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta ?
Tenaga Kesehatan
Pasien
Komunikasi Verbal
dan Non Verbal
22
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu statistik yang berfungsi
untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti
melalui data sampel atau populasi, tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan (Sugiyono, 2009). Rancangan penelitian menggunakan kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bhasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Maleong, 2011).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan RSJD dr. Arif Zainudun Surakarta.
Waktu penelitian pada bulan Januari 2018.
C. Populasi, Sampel dan Besarnya Sample
Menurut (Sugiyono, 2009) Populasi yaitu wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kesehatan
dokter dan perawat di RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta yang berjumlah 259
orang tenaga kesehatan.
23
Sample adalah bagian atau jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Jika populasi besar maka peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, dikarenakan keterbatasan dana,
waktu, tenaga. Oleh karena itu, peneliti mengambil sample dari populasi
tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan
diberlakukan untuk populasi. Oleh sebab itu, sampel yang diambil dari
populasi harus representative (Sugiyono, 2009). Penentuan jumlah sampel
dalam penelitian ini didapatkan dari 10% - 20% dari populasi yang dianggap
mewakili. Sehingga besarnya jumlah sample pada penelitian ini berjumlah 24
orang dari 259 tenaga kesehatan di RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta.
D. Teknik Pengumpulan Data
Bagian terpenting dari suatu penelitian adalah data, karena dengan
data peneliti dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut. Pada penelitian
ini, data diperoleh dari berbagai sumber dan teknik pengumpulan data yang
bermacam-macam. Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah :
1. Observasi
Observasi akan dilakukan dengan pengamatan data yang rinci, jelas,
lengkap, dan sadar tentang perilaku individu sebenarnya didalam keadaan
tertentu. Observasi penelitian ini akan dilakukan pada situasi sebenernya
yang wajar, tanpa dipersiapkan, dirubah yaitu diruang rawat inap RSJD
Dr. Arif Zainudin Surakarta. Observasi dilakukan pada objek penelitian
sebagai sumber data dalam keadaan sebenarnta atau sebagaimana
keadaan sehari-hari. Melalui observasi, peneliti akan mengamati tentang
24
perilaku dan makna dari perilaku tersebut (Marshall dalam (Sugiyono,
2009)).
2. Dokumentasi
Dokumentasi yang dilakukan pada penelitian ini dengan mecatat data
demografi responden melalui medical record.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian deskriptif narative mempunyai setting yang alami sebagai
sumber langsung data dan peneliti itu adalah instrumen kunci (Bogan dan
Biklen dalam Djam’an Satori, 2011).
Instrumen dalam penelitian ini adalah lembar onservasi yang terdiri
dari sikap, body language, nada bicara, bahasa, kontak mata, ekspresi, teknik
komunikasi terapeutik, cuplikan yang dikatakan responden.Instrumen dibuat
berdasarkan teori komunikasi dari Hildegard E. Peplau 1952. Instrumen ini
akan divalidasi dan dengan cara triagulasi sumber, yaitu dengan cara
mengaplikasikan instrumen oleh 3 orang yang terdiri dari peneliti, dan dua
orang fasilitator. Kemudian hasilnya didiskusikan dengan expert
(pembimbing) untuk merubah kuisoner agar sesuai.
Penelitian ini akan mengobservasi tenaga kesehatan yaitu dokter dan
perawat dalam berkomunikasi dengan pasien, meliputi sikap, body language,
nada bicara, bahasa, kontak mata, ekspresi, teknik komunikasi terapeutik,
cuplikan yang dikatakan responden.
25
F. Teknik Analisis Data
Analisa data yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil observasi dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalan unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan. Analisis data dalam
penelitian kualitatif dilakukan mulai dari sebelum memasuki lapangan,
selama dilapangan, dan setelah dilapangan (Sugiyono, 2009).
Menurut Miles dan Huberman (dalam (Sugiyono, 2009)), Analisa data
pada penelitian kualitatif dilakukan pada saat berlangsungnya pengumpulan
data, dan setelah selesai pengumpulan data. Pada saat observasi, peneliti
sudah melakukan analisis. Selain itu aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh. Peneliti akan menyederhanakan penelitian
kualitatif yaitu hanya observasi dan dilakukan analisis data. Analisa data
dalam penelitian ini menggunakan teknik analysis data.
adapun langkah-langkah analisis data :
1. Periode pengumpulan
2. Reduksi data
3. Kategori data
4. Menentukan tema
5. Display data
6. Kesimpulan
26
Berdasarkan gambar diatas, setelah melakukan pengumpulan data,
maka peneliti melakukan antisipatori sebelum melakukan reduksi data
(menilai data yang penting). Langkah-langkah pengumpulan data
berhubungan satu sama lain. Untuk mendapatkan hasil analisis yang baik
maka peneliti haru menganalisis data sesuai dengan langkah-langkah yang
ada.
Model interaktif dalam analisis data :
Gambar 3.1 Komponen dalam analisis data (interactive model)
Gambar diatas merupakan langkah-langkah analisis data menurut
(Miles, 2009) :
1. Data Reduction
Proses pemilihan, pemusatan perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan,
dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan lapangan. Sehingga
data memberi gambaran yang lebih jelas tentang hasil ibservasi,
wawancara, dan dokumentasi.
Data
Collection
Conclusions:
Drawing/Verifying
Data Display
Data
Reduction
27
2. Data Display
Kumpulan informasi yang tersusun dan kemungkinan adanya
memberikan sebuah penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Conclusion Drawing atau Verification
Peneliti membuat kesimpulan berdasarkan data yang telah diproses
melalui reduksi dan display data. Penarikan kesimpulan bersifat
sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi jika
dikemukaan pada tahap awal didukung oleh bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data makan
kesimpulan yang disampaikan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dengan menggunakan
analisis kualitatif model interaktif yaitu :
1. Mengobservasi komunikasi tenaga medis di RSJD dr. Arif Zainudin
Surakarta.
2. Membaca dan menjabarkan pernyataan dari tenaga medis, mecari
defisini yang cocok, dengan mecatat hal penting yang berkaitan
dengan konsep-kosep kunci yang telah ditetapkan.
3. Mengkategorikan catatan yang diambil dari sumber data.
4. Mengkategorikan kategori yang sudah disusun dan dihubungkan
dengan kategori lainnya sehingga hasilnya dapat diperoleh sususan
yang sistematis.
28
5. Menelaah relevansi data dengan cara mengkaji sususnan
pembicaraan yang sistematik dan relevansinya serta tujuan
penelitian.
6. Menglengkap data dengan cara mengkaji isi data baik berupa hasil
observasi, maupun dokumentasi dilapangan.
7. Hasil kajian data kemudian dijadikan jawaban setelah dianalisis
8. Menyusun laporan, setelah menjabarkan jawaban secara rinci
kemudian menyunnya dalam bentuk laporan.
G. Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan yang
didasarkan pada sejumlah kriteria tertentu. Terdapat empat kriteria yaitu
kredibitas, keteralihan, kebergantungan, kepastian (Maleong, 2011). Teknik
keabsahan data pada penelitian ini menggunakan triangulasi. Triangulasi
yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang
lain diluar data untuk kperluan pengecekan atau perbandingan pada data
tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis triagulasi sumber.
Triangulasi sumber digunakan untuk menguji kredibilitas data yang
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber yaitu dari tenaga kesehatan di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta. Dari
teknik tersebut tentunya akan menghasilkan sebuah kesimpulan terkait
komunikasi tenaga kesehatan pada pasien jiwa yang sedang hospitalisai di
RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta.
29
H. Uji Validitas Reabilitas Instrumen
Instrumen ini diaplikasikan oleh lima orang peneliti, dan kami
melakukan fokus grup discussion pada hari, Senin, 11 Maret 2019 di
Puerpustakan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tujuan kami
mengadakan fokus dicussion grup adalah guna untuk menyempurnakan
isntrumen observarsi yang sudah ada.
Instrumen diperbaiki melalui fokus grup discussion, masing masing
peneliti membawa masukan-masukan dari instrumen yang diujicobakan,
masing—masing peneliti mengujicobakan instrumen observasi. Dari peneliti
yang melakukan percobaan bertemu untuk melakukan fokus grup
diskcussion. Dari fokus diskusi tersebut disimpulkan beberapa hal.
Pertama dari komponen sikap, didapatkan hasil peneliti kesulitan dalam
menentukan sikap, seperti apa sikap itu, alangkah lebih baiknya jika
menambahkan keterangan sikap atau perilaku Agar tidak susah dalam
mendeskripsikan atau menguraikannya. Oleh karena itu pada komponen sikap
ditambahkan tiga pilihan yaitu asertif, submisif, agresif.
Asertif yaitu cara menyampaikan sebuah gagasan secara terbuka. Sikap
ini dicirikan dengan berani, positif dan penuh keyakinan dengan segala
sesuatu yang dilakukan dan dikatakan. Submisif merukapan sikap yang selalu
mengiyakan segala permintaan orang lain atau selalu mensetujui pendapat
orang lain tanpa mengungkapkan pendapat dari dirinya sendiri. Adapun ciri-
ciri dari sikap ini adalah ragu-ragu dalam berbicara ataupun dalam melakukan
sesuatu hal, dan menempatkan dirinya dalam posisi subordinat karena
30
kekhawatiran memperoleh hal-hal yang tidak mengenakan. Agersif yaitu
sikap berperilaku dosmatis sering mengadili orang lain dan terkadang
menyerang orang lain secara personal. Seseorang yang memiliki sikap agresif
cenderung bertindak negatif dan merasa bermusuhan dengan orang,
memaksakan pendapat, merasa superior dalam berkomunikasi.
Kedua dari komponen bahasa, didapatkan hasil untuk menambahkan
keterangan bahasa apa saja yang digunakan. Karena temuan peneliti saat
melakukan observasi perawat dan pasien tidak hanya menggunakan satu
bahasa, oleh karena itu sabaiknya ditambahkan keterangan bahasa yang
digunakan. Dan juga diuraikan apakah bahasa yang digunakan tenaga kehatan
dapat dipahami dengan mudah oleh pasien.
Ketiga dari komponen kontak mata, peneliti akan lebih lama dalam
mengklasifikasikan bentuk kontak mata, jadi pada komponen ini
diklarifikasikan kontak mata: intens (mempertahankan kontak mata), Kurang
Intens, Tidak melakukan kontak mata.
Keempat dari komponen teknik komunikasi terapeutik, dimana pada
komponen ini ditemukan kesulitan dalam pengisian teknik apa saja yang
digunakan, responden terkadang lupa bahwa dalam berkomunikasi memiliki
teknik‖ yang harus diperhatikan. Terkadan peneliti juga lupa bahwa apa saja
yang telah terucap oleh responden termasuk ke dalam salah satu teknik
komunikasi terapeutik. Banyak sekali teknik komunikasi terapeutik yang
dapat di aplikasikan kepada pasien dengan gangguan jiwa. Sehingga pada
31
komponen ini ditambah kolom jenis-jenis komunikasi agar mempermudah
peneliti dalam melakukan observasi.
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
mengetahui bagaimana komunikasi terapeutik tenaga kesehatan pada pasien
gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta.
Sesudah dilaksanakan pengumpulan data dan proses analisis data maka hasil
penelitian ditampilkan sebagai berikut:
1. Deskripsi Demografi Responden
Deskripsi demografi responden meliputi: ruang, alamat, jenis kelamin,
usia, profesi, masa kerja dan pendidikan terakhir.
Tabel 4.1 : Deskripsi Demografi Ruang Berdasarkan Profesi
Ruang Perawat Dokter Total
N % N % N %
Abimanyu 2 12,50 1 12,50 3 12,50
Arjuna 2 12,50 1 12,50 3 12,50
Drupadi 2 12,50 1 12,50 3 12,50
Gatutkaca 2 12,50 1 12,50 3 12,50
Kresna 2 12,50 1 12,50 3 12,50
Larasati 2 12,50 1 12,50 3 12,50
Sadewa 2 12,50 1 12,50 3 12,50
Sena 2 12,50 1 12,50 3 12,50
Jumlah 16 66,67 8 33,33 24 100,00
Tabel 4.1 di atas menunjukkan ruang yang diobservasi penulis terdapat 8
ruangan, yaitu Abimanyu, Arjuna, Drupadi, Gatutkaca, Kresna, Larasati,
Sadewa dan Sena.
33
Tabel 4.2 Deskripsi Alamat Responden Berdasarkan Profesi
Alamat Perawat Dokter Total
N % N % N %
Boyolali 3 18,75 1 12.50 4 16,67
Grobogan 1 6,25 - - 1 4,17
Karanganyar 2 12,50 2 25,00 4 16,67
Sragen 2 12,50 1 12,50 3 12,50
Sukoharjo 2 12,50 1 12,50 3 12,50
Surakarta 6 37,50 3 37,59 9 37,50
Jumlah 16 66,67 8 33,33 24 100,00
Tabel 4.2 di atas menunjukkan domisili responden penelitian yang
diobservasi penulis terdapat 6 orang perawat dan 3 orang dokter berdomisili
di Surakarta, terdapat 3 orang perawat dan 1 orang dokter berdomisili di
Boyolali, 2 orang perawat berdomisili di Karanganyar, Sragen, Sukoharjo,
dan hanya 1 orang perawat yang berdomisili di Grobogan, sedangkan 2 orang
dokter berdomisili di Karanganyar, dan 1 orang dokter berdomisili di Sragen
dan Sukoharjo.
Tabel 4.3 Deskripsi Demografi Jenis Kelamin Berdasarkan Profesi
Jenis
Kelamin
Perawat Dokter Total
N % N %
Pria 9 56,25 4 50,00 13 54,17
Wanita 7 43,75 4 50,00 11 45,83
Jumlah 16 66,67 8 33,33 24 100,00
Tabel 4.3 di atas menunjukkan berdasarkan jenis kelamin terdapat 9 orang
perawat dan 4 orang dokter pria, sedangkan pada wanita terdapat 7 orang
perawat dan 4 orang dokter.
34
Tabel 4.4 Deskripsi Demografi Usia Berdasarkan Profesi
Usia
Responden
Perawat Dokter Total
N % N %
23-30 Tahun 7 43,75 - - 7 29,16
31-40 Tahun 3 18,75 - - 3 12,50
41-50 Tahun 4 25,00 6 75,00 10 41,67
> 50 Tahun 2 12,50 2 25,00 4 16,67
Jumlah 16 66,67 8 33,33 24 100,00
Tabel 4.4 di atas menunjukkan berdasarkan usia perawat rata-rata pada
umur 23-30 tahun dan dokter pada usia 41-40 tahun.
Tabel 4.5 Deskripsi Demografi Profesi Responden Penelitian
Profesi Responden Distribusi Frekuensi
Frekuensi Persentase
Perawat 16 66,67
Dokter 8 33,33
Jumlah 24 100,00
Tabel 4.5 di atas menunjukkan profesi responden yang diobservasi penulis
terdapat 16 orang perawat atau sebesar 66,67% dan 8 orang dokter atau
sebesar 33,33%.
Tabel 4.6 Deskripsi Demografi Masa Kerja Berdasarkan Profesi
Masa Kerja
Responden
Perawat Dokter Total
N % N % N %
1 – 3 Tahun 6 37,50 - - 6 25,00
4 – 6 Tahun 3 18,75 - - 3 13,50
> 6 Tahun 7 43,75 8 100,00 15 62,50
Jumlah 16 66,67 8 33,33 24 100,00
Tabel 4.6 di atas menunjukkan berdasarkan masa kerja terdapat 6 orang
perawat memiliki masa kerja 1-3 tahun dan 3 orang perawat memiliki masa
kerja 4-6 tahun, terdapat 7 orang perawat dan 8 orang dokter memiliki masa
kerja > 6 tahun.
35
Tabel 4.7 Deskripsi Demografi Pendidikan Terakhir Berdasarkan Profesi
Pendidikan Terakhir
Responden
Perawat Dokter Total
N % N % N %
D3 Keperawatan 6 37,50 - - 6 25,00
S1 Keperawatan 3 18,75 - - 3 12,50
S.Kep., Ns. 7 43,75 - - 7 29,17
S1 Kedokteran - - 6 75,00 6 25,00
dr. Spesialis - - 2 25,00 2 8,33
Jumlah 16 66,67 8 33,33 24 100,00
Tabel 4.7 di atas menunjukkan pendidikan terakhir responden penelitian
yang diobservasi penulis terdapat 6 orang perawat memiliki pendidikan akhir
D3 keperawatan, terdapat 3 orang perawat memiliki pendidikan akhir S1
Keperawatan dan 7 orang perawat memiliki pendidikan akhir S.Kep., Ns.,
sedangkan pendidikan terakhir responden dokter terdapat 6 orang dokter yang
memiliki pendidikan akhir S1 kedokteran dan 2 orang dokter merupakan dr.
spesialis.
2. Hasil Observasi Komunikasi Responden
Gambaran komunikasi responden meliputi komponen sikap, body
language, nada bicara, bahasa, kontak mata, ekspresi, teknik komunikasi
terapeutik.
Tabel 4.8 Gambaran Sikap Dalam Komunikasi Teraupetik Berdasarkan
Profesi
Sikap Perawat Dokter Total
N % N % N %
Agresif 2 12,50 - - 2 8,33
Asertif 10
62,50
8 100,0
0
18
75,00
Submisif 4 25,00 - - 4 16,67
Jumlah 16 66,67 8 33,33 24 100,00
36
Tabel 4.8 di atas menunjukkan gambaran komunikasi terapeutik responden
penelitian dilihat dari komponen sikap, yaitu terdapat 2 orang perawat
menunjukkan sikap agresif, 4 orang perawat menunjukkan sikap submisif, 10
orang perawat memiliki sikap asertif, sedangkan semua dokter yaitu 8 dokter
menunjukkan sikap submisif. Hal ini menunjukkan sebagian besar yaitu
sebesar 18 responden atau sebesar 75% responden penelitian menunjukkan
sikap asertif.
Tabel 4.9 Gambaran Body Language Dalam Komunikasi Teraupetik
Berdasarkan Profesi
Body Language Perawat Dokter Total
N % N % N %
Luwes 1 6,25 1 12,50 2 6,33
Luwes, Terbuka 4 25,5
0
5 62,50 9
37,50
Luwes, Sentuhan 3 18,7
5
1 12,50 4
16,67
Tegas, Terbuka 3 18,7
5
- - 3
12,50
Tegas, Lemah lembut 2 12,5
0
- - 2
8,33
Sikap Terbuka 3 18,7
5
1 12,50 4
16,67
Jumlah 16 66,6
7
8 33,33 24 100,0
0
Tabel 4.9 di atas menunjukkan gambaran komunikasi terapeutik responden
penelitian dilihat dari komponen body language, yaitu terdapat 10 orang
perawat yang menunjukkan body language terbuka, terdapat 8 orang perawat
yang menunjukkan body language luwes, hanya terdapat 2 perawat yang
menunjukkan body language lemah lembut, sedangkan komunikasi terapeutik
dokter yang menunjukkan body language luwes terdapat 7 orang dokter, 6
37
orang dokter menunjukkan body language terbuka dan hanya 1 orang dokter
yang menunjukkan body language sentuhan. Hal ini menunjukkan sebagian
besar yaitu sebesar 17 responden atau sebesar 70,83% responden penelitian
menunjukkan body language sikap terbuka.
Tabel 4.10 Gambaran Nada Bicara Dalam Komunikasi Teraupetik
Berdasarkan Profesi
Nada Bicara Perawat Dokter Total
N % N % N %
Intonasi Tepat 1 6,25 - - 1 4,17
Intonasi Tepat, Rendah 1 6,25 - - 1 4,17
Jelas 1 6,25 2 25,00 3 12,50
Jelas, Lemah Lembut 1 6,25 1 12,50 2 8,33
Lemah Lembut 3 18,7
5
1 12,50 4
16,67
Lemah Lembut, Rendah 2 12,5
0
- - 2
8,33
Lemah Lembut, Tegas 2 12,5
0
2 25,00 4
16,67
Rendah 5 31,2
5
2 25,00 7
29,17
Jumlah 16 66,6
7
8 33,33 24 100,0
0
Tabel 4.10 di atas menunjukkan gambaran komunikasi terapeutik
responden penelitian dilihat dari komponen nada bicara, yaitu terdapat 8
orang perawat yang menunjukkan nada bicara lemah lembut dan rendah,
terdapat 2 orang perawat yang menunjukkan nada bicara intonasi tepat, jelas,
dan tegas, sedangkan komunikasi terapeutik dokter yang menunjukkan nada
bicara lemah lembut terdapat 4 orang dokter, 3 orang dokter menunjukkan
nada bicara jelas dan terdapat 2 orang dokter yang menunjukkan nada bicara
rendah. Hal ini menunjukkan sebagian besar yaitu sebesar 13 responden atau
38
sebesar 54,17% responden penelitian menunjukkan nada bicara yang lemah
lembut
Tabel 4.11 Gambaran Bahasa yang Digunakan dalam Komunikasi Teraupetik
Berdasarkan Profesi
Bahasa yang Digunakan Perawat Dokter Total
N % N % N %
Indonesia 11 68,7
5
- - 11
45,83
Indonesia dan Jawa 5 31,2
5
8 100,0
0
13
54,17
Jumlah 16 66,6
7
8 33,33 24 100,0
0
Tabel 4.11 di atas menunjukkan gambaran komunikasi terapeutik
responden penelitian dilihat dari komponen bahasa yang digunakan, yaitu
terdapat 11 orang perawat yang menggunakan bahasa Indonesia, terdapat 5
orang perawat yang menggunakan bahasa Indonesia dan Jawa, sedangkan
semua dokter menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi terapeutik.
Hal ini menunjukkan sebagian besar yaitu sebesar 13 responden atau sebesar
54,17% responden penelitian menggunakan bahasa Indonesia dan Jawa dalam
komunikasi terapeutik.
Tabel 4.12 Gambaran Kontak Mata dalam Komunikasi Berdasarkan Profesi
Kontak Mata Perawat Dokter Total
N % N % N %
Intens 14 87,5
0
8 100,0
0
22
91,67
Kurang Intens 2 12,5
0
- - 2
8,33
Jumlah 16 66,6
7
8 33,33 24 100,0
0
39
Tabel 4.12 di atas menunjukkan gambaran komunikasi terapeutik dilihat
dari komponen kontak mata yang ditunjukkan, yaitu terdapat 14 orang
perawat yang menunjukkan kontak mata intens, hanya terdapat 2 orang
perawat yang menunjukkan kontak mata kurang intens, sedangkan semua
dokter atau 8 orang dokter menunjukkan komunikasi terapeutik kontak mata
intens. Hal ini menunjukkan sebagian besar yaitu sebesar 22 responden atau
sebesar 91,67% responden penelitian menunjukkan kontak mata yang intens.
Tabel 4.13 Gambaran Ekspresi yang Ditunjukkan dalam Komunikasi
Berdasarkan Profesi
Ekspresi Perawat Dokter Total
N % N % N %
Ramah 1 6,25 1 12,50 1 4,17
Ramah, Ceria dan Ikhlas 1 6,25 - - 1 4,17
Ramah, Serius - - 1 12,50 1 4,17
Tersenyum 11 68,75 5 62,50 16 66,67
Tersenyum, Ceria 1 6,25 - - - -
Tersenyum, Ikhlas 1 6,25 1 12,50 2 8,33
Tersenyum, Ramah 1 6,25 - - - -
Jumlah 16 66,67 8 33,33 24 100,00
Tabel 4.13 di atas menunjukkan gambaran komunikasi terapeutik dilihat
dari komponen ekspresi yang ditunjukkan, yaitu terdapat 14 orang perawat
yang menunjukkan ekspresi tersenyum, hanya terdapat 1 orang perawat yang
menunjukkan ekspresi serius, sedangkan komunikasi terapeutik dokter yang
menunjukkan ekspresi tersenyum terdapat 6 orang dokter dan hanya 1 orang
dokter yang menunjukkan ekspresi serius. Hal ini menunjukkan sebagian
besar yaitu sebesar 16 responden atau sebesar 66,67% responden penelitian
menunjukkan ekspresi tersenyum dalam komunikasi terapeutik.
40
Tabel 4.14 Gambaran Teknik Komunikasi Terapeutik dalam Komunikasi
Berdasarkan Profesi
Teknik Terapeutik Perawat Dokter Total
N % N % N %
Reflection 10 62,50 8 100,00 18 75,00
Clarification 16 100,00 8 100,00 24 100,00
Restarting 12 75,00 4 50,00 16 66,67
Listening 10 62,50 8 100,00 18 75,00
Open Question 16 100,00 8 100,00 24 100,00
Facilitative Question - 0,00 5 62,50 5 20,83
Focusing 16 100,00 8 100,00 24 100,00
Silence 13 81,25 8 100,00 21 87,50
Informing 14 87,50 8 100,00 22 96,67
Summering 3 18,75 8 100,00 11 45,83
Refarming 1 6,25 8 100,00 9 37,50
Exploration 4 25,00 8 100,00 12 50,00
Sharing Perception - 0,00 8 100,00 8 33,33
Identification Problem - 0,00 8 100,00 8 33,33
Humor 7 43,75 6 75,00 13 54,17
Reinforcement 11 68,75 8 100,00 19 79,17
Tabel 4.14 di atas menunjukkan gambaran komunikasi terapeutik dilihat
dari komponen teknik komunikasi yang digunakan, yaitu semua perawat
menggunakan teknik komunikasi terapeutik clarification, open question,
focusing, dan perawat tidak menggunakan teknik komunikasi terapeutik
facilitative question, sharing perception, identification problem. Pada dokter
yang menggunakan teknik komunikasi terapeutik pada Reflection,
Clarification, Listening, Open Question, Focusing, Silence, Informing,
Exploration, Sharing Perception, Identification Problem, Reinforcement.dan
terdapat 4 dokter yang ridak menggunakan teknik komunikasi terapeutik
restarting.
41
B. Pembahasan
1. Demografi Responden Penelitian
a. Ruang Rawat Inap
Ruang rawat inap sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.1 di atas
menunjukkan ruang yang diobservasi penulis, dimana terdapat 8
ruangan, yaitu Abimanyu, Arjuna, Drupadi, Gatutkaca, Kresna,
Larasati, Sadewa dan Sena. Hasil observasi penulis menunjukkan
masing-masing ruang telah diobservasi 2 orang perawat dan 1 dokter.
Penelitian menunjukkan distribusi frekuensi tertinggi terdapat pada
ruang rawat inap khusus untuk pasien laki-laki yaitu Abimanyu, Arjuna,
Gatutkaca, Kresna, Sadewa dan Sena.
b. Domisili
Domisili responden sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.2 di atas
menunjukkan domisili responden penelitian yang diobservasi penulis
terdapat 6 orang perawat dan 3 orang dokter berdomisili di Surakarta,
terdapat 3 orang perawat dan 1 orang dokter berdomisili di Boyolali, 2
orang perawat berdomisili di Karanganyar, Sragen, Sukoharjo, dan
hanya 1 orang perawat yang berdomisili di Grobogan, sedangkan 2
orang dokter berdomisili di Karanganyar, dan 1 orang dokter
berdomisili di Sragen dan Sukoharjo.
Penelitian menunjukkan distribusi frekuensi tertinggi terdapat pada kota
Surakarta, yaitu terdapat 6 orang perawat dan 3 orang dokter yang
berdomisili di kota Surakarta, hal ini disebabkan oleh karena RSJD dr.
42
Arid Zainudin merupakan rumah sakit jiwa daerah yang menjadi
wewenang Pemerintah Kota Surakarta, sehingga distribusi frekuensi
tertinggi terdapat pada domisili kota Surakarta.
c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.3 di atas
menunjukkan berdasarkan jenis kelamin terdapat 9 orang perawat dan 4
orang dokter pria, sedangkan pada wanita terdapat 7 orang perawat dan
4 orang dokter.
Penelitian menunjukkan distribusi frekuensi tertinggi menurut jenis
kelamin responden penelitian adalah laki-laki, hal ini didukung dengan
data dari RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta (Per 31 April, 2019),
dimana tenaga kesehatan didominasi oleh laki-laki.
d. Usia
Usia responden sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.4 di atas
menunjukkan berdasarkan usia terdapat 7 orang perawat berusia 23-30
tahun dan 3 orang perawat berusia 31-40 tahun, terdapat 4 orang
perawat dan 6 orang dokter berusia 41-50 tahun, terdapat 2 orang
perawat dan dokter bersia > 50 tahun.
Penelitian menunjukkan distribusi frekuensi tertinggi usia perawat
terletak pada rentang usia 23-30 tahun, sedangkan pada dokter terletak
pada rentang usia 41-50, hal ini didukung dengan data dari RSJD dr.
Arif Zainudin Surakarta dimana tenaga kesehatan perawat didominasi
43
pada rentang usia < 40 tahun, sedangkan untuk dokter didominasi pada
rentang usia 41-50 tahun.
e. Profesi
Profesi tenaga menunjukkan profesi responden yang diobservasi penulis
terdapat 16 orang perawat dan 8 orang dokter
f. Masa Kerja
Masa kerja responden penelitian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel
4.6 di atas menunjukkan terdapat 6 orang perawat memiliki masa kerja
1-3 tahun dan 3 orang perawat memiliki masa kerja 4-6 tahun, terdapat
7 orang perawat dan 8 orang dokter memiliki masa kerja > 6 tahun.
Penelitian menunjukkan distribusi frekuensi tertinggi masa kerja
perawat maupun dokter > 6 tahun, hal ini didukung dengan data dari
RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta dimana tenaga kesehatan perawat
maupun dokter didominasi telah bekerja > 6 tahun
g. Pendidikan Terakhir
Pendidikan terakhir responden penelitian sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel 4.7 di atas menunjukkan 6 orang perawat memiliki
pendidikan akhir D3 keperawatan, terdapat 3 orang perawat memiliki
pendidikan akhir S1 Keperawatan dan 7 orang perawat memiliki
pendidikan akhir S.Kep., Ns., sedangkan pendidikan terakhir responden
dokter terdapat 6 orang dokter yang memiliki pendidikan akhir S1
kedokteran dan 2 orang dokter merupakan dr. spesialis.
44
Penelitian menunjukkan distribusi frekuensi tertinggi pendidikan
terakhir perawat maupun dokter sudah memenuhi kualifikasi tenaga
kesehatan yaitu untuk perawat S.Kep. Ns dan dr untuk tenaga kesehatan
dokter, hal ini didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan, tentang
jabatan tenaga kesehatan seiring bertambahnya masa kerja tenaga
kesehatan dituntut untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
2. Observasi Responden Penelitian
Hasil observasi terhadap responden penelitian diperoleh tujuh komponen
komunikasi terapeutik, yang terdiri dari sikap, body language, nada bicara,
bahasa, kontak mata, ekspresi dan teknik komunikasi terapeutik.
a. Sikap
Penelitian ini menunjukkan sesuai yang ada dilapangan sikap perawat
yaitu lebih dominan pada asertif dimna perawat mampu
menekspresikan perasaan dengan percaya diri tanpa rasa takut, tegas,
dan mempu menghargai hak-hak orang lain, dan leluasa dalam
berkomunikasi.
Sesuai dengan yang dilakukan dewi (2014), menunjukan sikap perawat
dalam kategori baik lebih banyak. Hasil penelitian ini didukung dengan
hasil penelitian Nugrahaningsih (2016) bahwa mayoritas responden
menilai bahwa sikap perawat di RSUD Salatiga termasuk baik. Asertif
merupakan suatu tingkah laku yang mengandung ketegasan yang timbul
antara ketegasan emosi dan keadaan efektif (Iriani & Niken, 2009)
45
Submisif yaitu seseorang yang memiliki ciri terlalu mudah mengalah
atau lemah, mudah tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri
sendiri,sukar mengadakan komunikasi dengan orang lain, dan tidak
bebas mengemukakan masalah atau hal yang telah dikemukakan (Dunia
Psikologi, 2009).
Agresif yaitu perilaku yang memusatkan perhatiannya pada dirinya
sendiri tidak peduli pada hak dan kebebasan orang lain dan egois.
Bertujuan mendapatkan apa yang diinginkan tanpa sdr melukai
perasaan orang lain (Iriani & Niken, 2009).
b. Body Language
Hasil observasi body language menunjukkan sebagian besar yaitu
sebesar 17 responden atau sebesar 70,83% responden penelitian
menunjukkan body language sikap terbuka. Body languge adalah
komunikasi non verbal, merupakan proses pertukaran pikiran dan
gagasan dimana pesan yang disampaikan berupa isyarat dan gerakan
tubuh. Body language yang digunakan dalam observasi ini terdapat
beberapa gerakan body language seperti luwes, terbuka, sentuhan,
lemah lembut, tegas. Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi
frekuensi tertinggi terdapat pada gerakan body language terbuka, yaitu
sebanyak 17 atau 70,83% responden, dimana 10 perawat dan 7 dokter.
Komunikasi nonverbal merupakan penyampaian kode nonverbal yaitu
proses pemindahan atau penyampaian pesan tanpa menggunakan kata-
kata (Cangara, 2012).
46
c. Nada Bicara
Hasil observasi nada bicara yang digunakan responden penelitian dalam
komunikasi terapeutik yang ditunjukkan pada Tabel 4.10 di atas
menunjukkan terdapat 8 orang perawat yang menunjukkan nada bicara
lemah lembut dan rendah, terdapat 2 orang perawat yang menunjukkan
nada bicara intonasi tepat, jelas, dan tegas, sedangkan komunikasi
terapeutik dokter yang menunjukkan nada bicara lemah lembut terdapat
4 orang dokter, 3 orang dokter menunjukkan nada bicara jelas dan
terdapat 2 orang dokter yang menunjukkan nada bicara rendah.
Penelitian ini menunjukkan sebagian besar yaitu sebesar 12 responden
atau sebesar 50% responden penelitian menunjukkan nada bicara yang
lemah lembut. Nada bicara adalah intonasi suara, tinggi rendahnya nada
pada suatu kalimat yang memberikan penekanan pada kata-kata tertentu
dalam kalimat. Nada bicara yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi indikator intonasi tepat, lemah lembut, jelas, tegas, rendah.
Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi frekuensi tertinggi terdapat
pada indikator nada bicara lemah lembut, yaitu sebanyak 13 atau
54,17% responden, dimana 10 perawat dan 3 dokter.
d. Bahasa
Hasil observasi bahasa yang digunakan responden penelitian dalam
komunikasi terapeutik yang ditunjukkan pada Tabel 4.11 di atas
menunjukkan terdapat 11 orang perawat yang menggunakan bahasa
Indonesia, terdapat 5 orang perawat yang menggunakan bahasa
47
Indonesia dan Jawa, sedangkan semua dokter menggunakan bahasa
Indonesia dalam komunikasi terapeutik.
Penelitian ini menunjukkan sebagian menggunakan bahasa Indonesia
dan Jawa dalam komunikasi terapeutik. Bahasa adalah kemampuan
yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya
menggunakan kata, bahasa yang sama akan mempermudah lawan
berbicara untuk mengerti apa yang dimaksud komunikator. Bahasa
yang digunakan dalam observasi ini adalah bahasa Indonesia, Jawa,
Bahasa Indonesia – Jawa. Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi
frekuensi tertinggi terdapat pada bahasa Indonesia, Jawa yaitu sebesar
13 responden atau sebesar 54,17% responden, dimana terdapat 5
perawat dan 8 dokter.
Berdasarkan penelitian Herfianto Lutfi (2015). Bahasa Indonesia adalah
bahasa formal umunya untuk menciptakan komunikasi efektif,
sedangakan bahasa daerah sesekali digunakan pada pasien tertentu
dengan tujuan membuat pasien tetap nyaman dan memudahkan perawat
beradaptasi dengan pasiennya.
e. Kontak Mata
Hasil observasi kontak mata yang digunakan responden penelitian
dalam komunikasi terapeutik terdapat 14 orang perawat yang
menunjukkan kontak mata intens, hanya terdapat 2 orang perawat yang
menunjukkan kontak mata kurang intens, sedangkan semua dokter atau
8 orang dokter menunjukkan komunikasi terapeutik kontak mata intens.
48
Penelitian ini menunjukkan sebagian besar yaitu sebesar 22 atau
91,67% responden penelitian menunjukkan kontak mata yang intens.
Kontak mata adalah dua orang melihat mata satu sama lain pada saat
yang sama, kontak mata memberikan pengaruh besar pada rasa percaya.
Kontak mata yang digunakan dalam observasi ini adalah intens, kurang
intens, dan tidak melakukan kontak mata.
f. Ekspresi
Hasil observasi ekspresi yang digunakan responden penelitian dalam
komunikasi menunjukan bahwa perawat menunjukan ekspresi
tersenyum dan beberapa terlihat serius.
Penelitian ini menunjukkan sebagian besar yaitu sebesar 16 atau
66,67% responden penelitian menunjukkan ekspresi tersenyum dalam
komunikasi terapeutik. Ekspresi adalah pengungkapan atau suatu proses
dalam mengutarakan maksud, perasaan, gagasan. Ekspresi yang
digunakan dalam observasi ini meliputi indikator ceria, ikhlas, ramah,
serius, tersenyum. Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi frekuensi
tertinggi pada ekspresi tersenyum terdapat 16 atau 66,67%, dimana
terdapat 11 perawat dan 5 dokter.
g. Teknik Komunikasi Terapeutik
Berdasarkan hasil observasi di lapangan didapatkan perawat di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta dr. Arif Zainudin sudah diaplikasikan dan
diterapkan dalam keseharian komunikasi dengan pasien gangguan jiwa.
Teknik komunikasi terapeutik yang digunakan paling banyak dalam
49
observasi ini adalah Reflection, Clarification, Restarting, Listening,
Open Question, Facilitative Question, Focusing, Silence, Informing,
Exploration, Sharing Perception, Identification Problem, Humor dan
Reinforcement.
Hasil penelitan Vanda, dkk (2017) pada pasien rawat inap di ruang
eunike RSU GMIM Kalooran didapatkan hasil 80% komunikasi
terapeutik perawat yang baik. (Akhmawardani, 2013) menyatakan
bahwa diruang rawat inap RSI NU Demak hasil yang diperoleh
sebagian besar komunikasi perawat paling tinggi. Komunikasi
terapeutik pada akhirnya menentukan perawat untuk menetapkan
hubungan kerja dengan klien dan keluarga (Potter & Perry, 2009)
50
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan pada tenaga kesehatan
RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta ditarik kesimpulan :
Perawat di rumah sakit jiwa surakarta sudah menerapkan dan
mengaplikasikan dalam keseharian teknik-teknik komunikasi terapeutik pada
pasien gangguan jiwa di ruang rawat daerah surakarta. Body languge perawat
memunculkan sikap terbuka dan luwes terhadap pasien, dan selalu tersenyum
ketika berkomunikasi dengan pasien. Melakukan kontak mata intens dengan
pasien saat berkomunikasi.
Perawat menggunakan bahasa indonesia untuik berkomunikasi, namun
kadangkala dengan pasien tertentu untuk mempermudah pengakraban dengan
pasien yang ada dibangsal. Dan menggunakan nada biacara yang lembut.
Sikap perawat menunjukan sikap asertif dimana perawat tegas dalam
melakukan komunikasi.
Perawat tidak membagi komunikasi verbal saja atau nonverbal saja. Dalam
setiap melakukan komunikasi perawat selalu menggabungkan komunikasi
verbal maupun komunikasi non vebal ketika berkomunikasi dengan pasien.
Sikap tersebut mencerminkan keinginan yang sama dari perawat untuk
merawat pasiennya dan pasien untuk mendapatakan kesembuhan.
51
B. Saran
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, maka saran yang disampaikan
penulis antara lain:
1. Bagi Responden
a. Bagi tenaga kesehatan unruk meningkatkan teknik komunikasi
terapeutik..
b. Bagi tenaga kesehatan lebih terus meningkatkan kualitas komunikasi
tenaga kesehatan agar menjadi berkembang lebih baik.
2. Bagi RSJD dr Arif Zainudin Surakarta
a. Meningkatkan sarana dan prasarana untuk meningkatkan kinerja
tenaga medis.
b. Selalu memberikan pelatihan tentang komunikasi kepada tenaga
kesehatan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Meningkatkan observasi tidak hanya 7 indikator komunikasi terapeutik
saja.
b. Menambahkan metode wawancara untuk menyempurnakan data
penelitian.
52
DAFTAR PUSTAKA
Aan Komariah, Djam’an Satori, (2011). Metode Penelitian Kualitatif, Bandung,
Alfabeta
Admin. (2009). Pengertian Perilaku Asertif. Blog Dunia Psikologi
Afnuhazi, N. (2015). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. In
Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Cangara, H. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Kedua. Jakarta: Raja
grafindo persada.
Damaiyanti, M. (2010). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.
Bandung: Refika Aditama.
Iriani, I., & Niken. (2009). Rumah Optima. Retrieved from Perilaku Asersif:
http://rumah-optima.com/
Keliat, d. (2011). Keperaatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: Salemba
Medika.
Machfoedz, M. (2009). Komunikasi Pemasaran Modern. Yogyakarta: Cakra Ilmu.
Maleong, L. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Miles, M. (2009). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI-Press.
Mulyana, D. (2014). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Revisi). Bandung: Rosda.
Potter, P., & Perry, G. (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep,proses dan praktek edisi 4. Jakarta: EGC.
Puwaningsih, Karlina, W. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Rikerdas. (2018). Data Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Riyadi, e. (2013). Standard Operating Prosedure dalam Praktek Klinik
Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saragih, S. (2009). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi
Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan
Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Sekolah Pasca
Sarjana UPI Bandung.
53
Setiawan, D. (2017). Setiawan Dimas. Retrieved from Definisi Pelayanan
Kesehatan: https://www.setiawandimas.com/2012/08/definisi-pelayanan-
kesehatan.html
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suryani. (2015). Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik,Edisi 2. Jakarta: EGC.
Akhmawardani, L. (2013). Cross Sectional. HUBUNGAN KOMUNIIKASI
TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI
RUANG RAWAT INAP RSI NU DEMAK Luvi, 2005, 1–2.
Depkes. (2014). Undang-Undang No. 36 tentang Tenaga Kesehatan. UU RI No.
36 Tahun 2014, (1), 2. Retrieved from
http://gajiroum.kemkes.go.id/gajiroum/data/UU_NO_36_2014.pdf
Depkes RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008.Jakarta:Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. https://doi.org/10.1037/0022-3514.51.6.1173
Nurgustianty, D. (2016). Pola Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien
Skizofrenia dalam Proses Penyembuhan di Klinik Jiwa Utama Grha Atma
Bandung. 17.
Pratiwi, A. (2015). PENYAKIT JIWA DI KOMUNITAS ArumPratiwi,. Warta,
18, 1410–9344.
Putra, D. N. (2015). Studi Tentang Pelayanan Kesehatan Preventif di Puskesmas
Sei Merdeka Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara. EJournal
Ilmu Pemerintahan, 3(4), 1581–1592.
Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas Tentang Prevalensi Diabetes Mellitus
di Indonesia 2018. Hasil Utama Riskesdas Tentang Prevalensi Diabetes
Melitus Di Indonesia 2018, 8. https://doi.org/1 Desember 2013
World Health Organisation. (2016). Summary for Policymakers. Climate Change
2013 - The Physical Science Basis, 1–30.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Vanda, Lucyana Walansendow.(2017). Hubungan Antara Sikap Dan Teknik
Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap Di
Ruang Eunike Rsu Gmim Kalooran Amurang. e-journal Keperawatan (e-Kp)
Volume 5 Nomor 1, Mei 2017
Wulan & Hastuti, M. (2011). Pengantar Etika Keperawatan. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
49
KUESIONER A
Data Demografi Responden
Ruang :
No. Responden : (diisi oleh peneliti)
Hari/Tanggal :
Alamat :
Jenis Kelamin : Pria Wanita
Usia : tahun
Profesi : Perawat Dokter Lainnya
Sebutkan......................
Lama masa kerja : 1-3 tahun > 6 tahun
4-6 tahun Lainnya
Sebutkan..................................
Pendidikan terakhir : D3 Keperawatan
S1 Keperawatan
S.Kep Ns
S1 Kedokteran
Dokter Spesialis
Residen
50
KUESIONER B
Lembar Observasi Komunikasi Responden
Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Isilah kolom kosong sesuai dengan hasil observasi
2. Setiap kolom berisi tentang deskripsi hasil observasi
No Komponen Uraian Perilaku
1 Sikap a. Asertif
b. Submisif
c. Agresif
2 Body Language
3 Nada Bicara
4 Bahasa a. Indonesia
b. Jawa
c. Lainnya...................
Uraian :
5 Kontak Mata a. Intens
b. Kurang Intens
c. Tidak Melakukan Kontak
Mata
6 Ekspresi
51
7 Teknik Komunikasi
Terapeutik
a. Reflection
b. Clarification
c. Restarting
d. Listening
e. Open question
f. Facilitative question
g. Focusing
h. Silence
i. Informing
j. Summerizing
k. Refarming
l. Eksplorasi
m. Sharing perception
n. Mengidentifikasi tema
o. Humor
p. Reinforcement
q. Lainnya ...............................
.............................................
.............................................
.............................................
8 Cuplikan yang dikatakan
responden
Keterangan :
1. Sikap adalah posisi yang diambil dan dihayati seseorang terhadap suatu
objek, masalah dan lembaga
2. Body languge adalah komunikasi non verbal, merupakan proses
pertukaran pikiran dan gagasan dimana pesan yang disampaikan berupa
isyarat dan gerakan tubuh.
52
3. Nada bicara adalah intonasi suara, tinggi rendahnya nada pada suatu
kalimat yang memberikan penekanan pada kata-kata tertentu dalam
kalimat.
4. Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi
dengan manusia lainnya menggukan kata. Bahasa yang sama akan
mempermudah lawan berbicara untuk mengerti apa yang dimaksud
komunikator.
5. Kontak mata adalah dua orang melihat mata satu sama lain pada saat yang
sama. Kontak mata memberikan pengaruh besar pada rasa peracaya.
6. Ekspresi adalah pengungkapan atau suatu proses dalam mengutarakan
maksud, perasaan, gagasan.
7. Teknik komunikasi terapeutik adalah cara yang digunakan oleh seseorang
untuk melakukan komunikasi terapeutik agar tujuan dari komunikasi
tersebut tercapai.
53
PEDOMAN OBSERVASI
Dalam observasi yang dilakukan adalah mengamati bagaimana komunikasi tenaga
kesehatan pada pasien yang sedang hospitalisasi dirumah sakit baik komunikasi
verbal maupun non verbal.
A. Tujuan
Untuk memperoleh data bagaimana pelaksanaan komunikasi tenaga
kesehatan pada pasien yang sedang hospitalisasi
B. Aspek yang diamati
1. Lokasi RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta
2. Ruangan Rumah Sakit
3. Jumlah tenaga kesehatan perawat dan dokter
4. Penerapan komunikasi pada pasien
5. Penggunaan komunikasi verbal
6. Penggunaan komunikasi non verbal
54
Lampiran 2.
DATA DEMOGRAFI RESPONDEN PENELITIAN
No Ruang Alamat Jenis Kelamin Usia Profesi Lama Masa
Kerja Pendidikan Terakhir
1 Arjuna Boyolali Pria 48 Perawat 5 S.Kep. Ns
2 Arjuna Karanganyar Pria 23 Perawat 2 D3 Keperawatan
3 Larasati Sukoharjo Wanita 44 Perawat 20 S.Kep. Ns
4 Drupadi Surakarta Wanita 24 Perawat 3 D3 Keperawatan
5 Abimanyu Surakarta Pria 40 Perawat 8 D3 Keperawatan
6 Gatutkaca Sukoharjo Pria 46 Perawat 6 S.Kep. Ns
7 Sadewa Boyolali Pria 47 Perawat 30 D3 Keperawatan
8 Gatutkaca Surakarta Wanita 56 Perawat 36 S1 Keperawatan
9 Larasati Grobogan Wanita 23 Perawat 2 D3 Keperawatan
10 Drupadi Boyolali Wanita 24 Perawat 3 S.Kep. Ns
11 Kresna Sragen Wanita 27 Perawat 4 D3 Keperawatan
12 Kresna Surakarta Wanita 39 Perawat 12 S1 Keperawatan
13 Abimanyu Surakarta Pria 43 Perawat 24 S.Kep. Ns
14 Sena Sragen Pria 25 Perawat 3 S1 Keperawatan
15 Sena Karanganyar Pria 28 Perawat 3 S.Kep. Ns
16 Sadewa Surakarta Pria 38 Perawat 10 S.Kep. Ns
17 Arjuna Surakarta Pria 46 Dokter 22 Dr. Umum
18 Larasati Karanganyar Wanita 40 Dokter 16 Dr. Umum
19 Drupadi Sragen Wanita 49 Dokter 24 Dr. Umum
20 Abimanyu Boyolali Pria 45 Dokter 20 Dr. Umum
21 Gatutkaca Sukoharjo Wanita 47 Dokter 17 Dr. Umum
22 Kresna Surakarta Pria 51 Dokter 26 Dr. Umum
55
23 Sadewa Karanganyar Pria 52 Dokter 28 S1 Kedokteran, Spesialis
24 Sena Surakarta Wanita 48 Dokter 24 S1 Kedokteran, Spesialis
Lampiran 3.
MASTER DATA GAMBARAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
No Sikap Body
Language Nada Bicara Bahasa
Kontak
Mata Ekspresi Teknik Komunikasi Terapeutik
1 Asertif Luwes,
Sentuhan,
Terbuka
Lemah lembut Indonesia
dan Jawa
Intens Tersenyum
dan Ikhlas
Clarification, Open Question, Focusing, Silence,
Informing, Humor, Reinforcement
2 Agresif Tegas, Sikap
Terbuka
Lemah lembut,
jelas
Indonesia Intens Tersenyum
ramah
Reflection, Clarification, Open Question, Focusing,
Informing, Reinforcement
3 Submisif Luwes,
Sentuhan,
Terbuka
Tegas, lemah
lembut
Indonesia
dan Jawa
Intens Tersenyum Clarification, Open Question, Focusing, Silence,
Informing, Reinforcement
4 Agresif Terbuka,
Luwes
Lemah lembut,
rendah
Indonesia Intens Tersenyum Reflection, Clarification, Restarting, Open Question,
Focusing, Silence, Informing
5 Asertif Sikap
terbuka,
sentuhan
Rendah Indonesia
dan Jawa
Intens Tersenyum Reflection, Clarification, Restarting, Open Question,
Focusing, Silence, Informing, Humor, Reinforcement
6 Asertif Luwes, Sikap
terbuka
Lemah lembut,
rendah
Indonesia Intens Ramah,
Ceria dan
Ikhlas
Reflection, Clarification, Restarting, Listening, Open
Question, Focusing, Silence, Informing, Humor,
Reinforcement
7 Asertif Luwes, Lemah lembut Indonesia Intens Tersenyum, Reflection, Clarification, Restarting, Listening, Open
56
sentuhan,
terbuka
ceria Question, Focusing, Silence, Informing, Summerizing,
Humor, Reinforcement
8 Submisif Luwes, Sikap
terbuka
Intonasi tepat,
rendah
Indonesia Intens Tersenyum Reflection, Clarification, Restarting, Listening, Open
Question, Focusing, Silence, informing, eksplorasi,
humor, reinforcement
9 Asertif Sikap
terbuka,
luwes
Rendah Indonesia Intens Tersenyum
ceria
Reflection, Clarification, Restarting, Listening, Open
Question, Focusing, Silence, Informing, Summerizing,
Refarming, Eksplorasi, Humor, Reinforcement
10 Asertif Tegas, Sikap
Terbuka
Rendah Indonesia Intens Senyum Reflection, Clarification, Open Question, Focusing,
Exploration, Reinforcement
11 Asertif Sikap terbuka Rendah Indonesia Intens Tersenyum Reflection, Clarification, Restarting, Listening, Open
Question, Focusing, Silence, Informing, Humor,
Reinforcement
12 Asertif Luwes Jelas Indonesia Intens Tersenyum Clarification, Restarting, Listening, Open Question,
Focusing, Summerizing , Humor
13 Asertif Sikap
terbuka,
luwes
Intonasi tepat Indonesia
dan Jawa
Kurang
Intens
Serius ,
Ramah
Clarification, Restarting, Listening, Open Question,
Focussing, Silence, Informing
14 Submisif Sikap terbuka Lemah lembut Indonesia
dan Jawa
Intens Tersenyum Clarification, Restarting, Listening, Open Question,
Focusing, Silence, Informing, Eksplorasi, Humor
15 Submisif Sikap terbuka Rendah Indonesia
dan Jawa
Intens Tersenyum Reflection, Clarification, Restarting, Listening, Open
Question, Focusing, Silence, Informing, Eksplorasi,
Humor, Reinforcement
16 Asertif Tegas, Sikap
Terbuka
Tegas, lemah
lembut
Indonesia
dan Jawa
Kurang
Intens
Ramah Reflection, Clarification, Restarting, Listening, Open
Question, Focusing, Silence, Informing
57
No Sikap Body
Language
Nada
Bicara
Bahasa Kontak
Mata
Ekspresi Teknik Komunikasi Terapeutik
17 Asertif Luwes,
Sikap
terbuka
Tegas,
Lembut
Indonesia
dan Jawa
Intens Serius,
Ramah
Reflection, Clarification, Listening, Open Question,
Focusing, Silence, Informing, Exploration, Sharing
Perception, Identification Problem, Reinforcement
18 Asertif Luwes,
Sikap
terbuka
Lemah
Lembut
Indonesia
dan Jawa
Intens Ramah Reflection, Clarification, Restarting, Listening, Open
Question, Facilitative Question, Focusing, Silence,
Informing, Exploration, Sharing Perception, Identification
Problem, Reinforcement
19 Asertif Luwes,
Sikap
terbuka
Jelas,
Lemah
Lembut
Indonesia
dan Jawa
Intens Tersenyum Reflection, Clarification, Listening, Open Question,
Facilitative Question, Focusing, Silence, Informing,
Exploration, Sharing Perception, Identification Problem,
Reinforcement
20 Asertif Luwes,
Sentuhan
lembut
Rendah Indonesia
dan Jawa
Intens Tersenyum Reflection, Clarification, Listening, Open Question,
Focusing, Silence, Informing, Exploration, Sharing
Perception, Identification Problem, Reinforcement
21 Asertif Sikap
Terbuka
Rendah Indonesia
dan Jawa
Intens Tersenyum Reflection, Clarification, Restarting, Listening, Open
Question, Focusing, Silence, Informing, Exploration, Sharing
Perception, Identification Problem, Humor, Reinforcement
22 Asertif Luwes Tegas,
lemah
lembut
Indonesia
dan Jawa
Intens Tersenyum Reflection, Clarification, Restarting, Listening, Open
Question, Facilitative Question, Focusing, Silence,
Informing, Exploration, Sharing Perception, Identification
Problem, Reinforcement
23 Asertif Luwes,
Sikap
terbuka
Jelas Indonesia
dan Jawa
Intens Tersenyum Reflection, Clarification, Restarting, Listening, Open
Question, Facilitative Question, Focusing, Silence,
Informing, Exploration, Sharing Perception, Identification
Problem, Humor, Reinforcement
24 Asertif Luwes, Jelas Indonesia Intens Tersenyum, Reflection, Clarification, Restarting, Listening, Open
58
Sikap
terbuka
dan Jawa Ikhlas Question, Facilitative Question, Focusing, Silence,
Informing, Exploration, Sharing Perception, Identification
Problem, Humor, Reinforcement