gambaran pelayanan kesehatan ibu dan anak di …repository.utu.ac.id/46/1/bab i-v.pdf · dari satu...
TRANSCRIPT
GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DI PUSKESMAS JOHAN PAHLAWANKABUPATEN
ACEH BARATTAHUN 2012
SKRIPSI
OLEH:
ANITA
NIM : 06C10104260
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH, ACEH BARAT
2012
GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DI PUSKESMAS JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN
ACEH BARAT TAHUN 2012
SKRIPSI
OLEH:
ANITA
NIM : 06C10104260
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
Meulaboh
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH, ACEH BARAT
2012
PENGARUH PERILAKU IBU TENTANG PENCEGAHAN TERHADAPKEJADIAN DIARE PADA BALITA DI UPTD PUSKESMAS PADANG
PANJANG KECAMATAN KUALA PESISIRKABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
OLEH :
MUTIA ULFANIM. 06C10104208
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH
ACEH BARAT 2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare merupakan defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa
darah dan atau lendir dalam tinja (Mansjoer, 2009). Pada bayi berumur kurang
dari satu bulan, dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari
empat kali sehari, sedangkan untuk bayi diatas satu bulan (balita), bila frekuensi
buang air besar lebih dari tiga kali (Nagiga, 2009). Hingga saat ini penyakit diare
pada balita di Indonesai merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan
yang serius, karena bisa menyebabkan dehidrasi.
Penanganan diare yang tidak cepat dan tepat pada bayi dan balita, akan
menimbulkan kematian yang disebabkan oleh karena kehilangan cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Hasil survey kesehatan menunjukkan angka kesakitan
diare di semua umur tahun 2006 adalah 374/1000 penduduk, tahun 2009 adalah
423/1000 penduduk. Kematian akibat diare pada balita adalah 75,3 per 100.000
balita. Diare merupakan penyebab kematian nomor 4 (13,2%) pada semua umur
dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagi penyebab kematian
nomor 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (Riskesdes,
2010)
Pada tahun 2011, situasi derajat kesehatan Indonesia masih menunjukkan
jumlah kasus diare yang tinggi. Dari 10 penyakit terbanyak yang ditangani dalam
rawatan inap di tempat fasilitas kesehatan, ternyata diare menduduki posisi
penyakit terbanyak pertama yaitu sejumlah 71.889 kasus dengan jumlah angka
kematian akibat diare yaitu 1.289 jiwa.( Depkes RI, 2005).
2
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2010, penyakit diare
masih merupakan termasuk 10 penyakit terbesar dengan persentase 65% (34.745
kasus). Penyakit diare ini lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit ISPA
(21.324 kasus). Kemudian, pada tahun 2011 jumlah penyakit diare mengalami
peningkatan yaitu sejumlah 49.517 kasus dengan persentase keberhasilan
penanganan penyakit oleh tenaga kesehatan hanya 29,2%. Hal ini berarti masih
tersisa 14.459 kasus yang belum sepenuhnya memperoleh pengobatan langsung
dari tenaga medis maupun paramedis.
Sampai saat ini jumlah penderita diare di UPTD Puskesmas Padang Panjang
ialah 330 jiwa dengan rincian yaitu jumlah penderita diare pada usia
dewasa/remaja ialah 110 jiwa dan usia balita (bayi usia 0 – 5 tahun) ialah 220 jiwa
(Data MTBS, 2012). Dari sejumlah 12 puskesmas di Kabupaten Nagan Raya,
Hanya Puskesmas Padang Panjang yang memiliki data jumlah penyakit diare
terbanyak setelah Puskesmas Jeuram dan Puskesmas Suka Makmue (P2PL
Dinkes Kab. Nagan Raya, 2012). Kemudian, dari hasil wawancara peneliti dengan
Kepala Tata Usaha Puskesmas Padang Panjang bahwa belum ada suatu penelitian
yang memberikan informasi bagaimana perilaku ibu terhadap pencegahan diare di
lokasi penelitian ini.
Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menjadi faktor pendorong terjadinya diare yang terdiri dari faktor agen, penjamu,
lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya
kerentanan terhadap diare diantaranya ialah tidak memberikan ASI selama 2
tahun, kurang gizi, penyakit campak dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang
paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja. Kedua
3
hal tersebut akan berinteraksi dengan perilaku. Apabila perilaku manusia tidak
sehat maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi. (Depkes RI, 2005).
Peran ibu dalam mencegah balita mengalami diare menjadi suatu hal
yang sangat penting karena ibu seringkali memiliki peran dan berperan utama
sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan anak.Yaitu dalam
hal memberi makan, memberi perawatan kesehatan dan penyakit, memberi
stimulasi mental. Dengan demikian bila ibu berperilaku baik mengenai diare, ibu
sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan, diharapkan dapat
memberikan pencegahan dan pertolongan pertama pada diare dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan
dalam penelitian ini yaitu apakah berpengaruh perilaku ibu tentang pencegahan
dengan kejadian diare pada balita di UPTD Puskesmas Padang Panjang
Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Penelitian
Secara umum, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh perilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare
pada balita.
1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian
a. Untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh antara pengetahuan ibu
tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita.
4
b. Untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh sikap ibu tentang
pencegahan terhadap kejadian diare pada balita.
c. Untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh tindakan ibu tentang
pencegahan terhadap kejadian diare pada balita.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menjawab
permasalahan penyakit diare pada masyarakat terutama mengenai upaya
pencegahan penyakit diare.
1.4.2 Praktis
a. Peneliti
Menambah wawasan peneliti mengenai penyakit diare terutama
mengenai upaya pencegahan diare yang dilakukan oleh ibu terhadap
balitanya.
b. Pemerintah
Dapat dimanfaatkan oleh pemerintah khususnya dalam bidang
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang meliputi upaya
pemberatasan penyakit menular agar dapat menjadi bahan acuan
penentuan langkah kebijakan kesehatan pada masa yang akan datang.
c. Masyarakat
Sebagai bahan bacaan untuk meningkatkan wawasan masyarakat
sehingga diharapkan dapat kesadaran masyarakat mengenai upaya
pencegahan penyakit diare.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian Perilaku
Robert Kwick (1974) dalam buku Notoatmodjo, 2007, menyatakan bahwa
perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati
bahkan dapat dipelajari.Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar).Dilihat dari bentuk respon, maka perilaku
dibedakan menjadi dua.Pertama adalah perilaku tertutup yaitu respon seseorang
terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.Kedua adalah perilaku
terbuka yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka (Notoatmodjo, 2007).
Dalam teori lain disebutkan bahwa, perilaku manusia adalah aktifitas yang
timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung. Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan
(Sunaryo, 2004).
Becker (1979) dalam buku Notoatmodjo, 2007, mengajukan klasifikasi
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan antara lain (Notoatmodjo, 2007) :
a. Perilaku kesehatan, yaitu perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
b. Perilaku sakit, yaitu mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit,
persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala
penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya.
6
c. Perilaku peran sakit, yaitu orang sakit mempunyai peran yang mencakup hak-
hak orang sakit dan kewajiban sebagai orang sakit.
2.1.2 Domain perilaku
Perilaku manusia menurut Benyamin Bloom (1908) dalam buku
Notoatmodjo, 2007, dibagi ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan yakni
kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor)
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Sunaryo (2004) dalam perkembangannya, teori Bloom ini
dimodifikasi untuk pengukuran hasil kognitif, efektif dan psikomotor yaitu :
a. Cognitive domain diukur dari Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan terjadi
melalui pencaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba.
b. Affective domain diukur dari Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulus atau objek.Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial.
c. Phsychomotor domain diukur dari tindakan (Practice) atau keterampilan
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
7
selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang
diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktek (practice)
kesehatan atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior).
2.2 Pengetahuan (Knowledge)
2.2.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Pengetahuan atau kognitif
merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Pengetahuan yang cukup di dalam dominan kognitif mempunyai 6 tingkatan
(Notoadmodjo, 2007) yakni :
a. Tahu (Know)
Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (Recall) terhadap suatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut
secara benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
8
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
2.3 Sikap (Attitude)
2.3.1 Definisi Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek,
baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup tersebut.Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon
terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007).
2.4 Konsep Tindakan (Practice)
2.4.1 Pengertian Tindakan
9
Tindakan berfungsi sebagai penerima objek.Dalam perannya, seseorang
senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui tindakannya.Dengan
tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan
sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi.Selain itu, tindakan dapat
berfungsi sebagai pemberi pelayanan dalam memenuhi kebutuhan.Seseorang
dapat bertindak positif terhadap suatu objek demi pemenuhan kebutuhannya.
Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka ia akan
berperilaku negatif (Notoatmodjo, 2007).
2.5 Ibu dan Balita
2.5.1 Ibu
a. Definisi
Indrawan (2000) menyatakan bahwa, ibu adalah orang tua perempuan
seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial.
Umumnya, ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam
membesarkan anak. Panggilan ibu juga dapat diberikan untuk
perempuan yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang
yang mengisi peranan ini.
Sebutan kata Ibu di Indonesia bisa diartikan sebagai seorang perempuan
yang sudah memiliki anak. Juga bisa disematkan pada perempuan yang
sudah menikah namun belum memiliki anak ataupun pada perempuan
yang belum menikah namun sudah berumur matang. Sebutan ibu
dimaksud sebagai panggilan penghormatan bagi perempuan-perempuan
tersebut di atas.
10
b. Peran
Bila melihat kembali pada sifat kodrati ibu sebagai mahluk yang diberi
kelebihan oleh Tuhan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui
bayinya maka kita akan menyadari bahwa tugas dan kewajiban ibu
tidak akan lepas dari kewajiban merawat dan mengasuh anak-anaknya.
Apalagi dengan adanya sifat keibuan, kelemahlembutan dan kesabaran
serta ketegaran seorang wanita semakin membuktikan bahwa wanita
secara kodrati memang sangat cocok untuk mengurus danmerawat
keluarga.
Menurut Sulistyawati (2009) berpendapat bahwa, seorang bayi dengan
berbagai keterbatasannya sebagai makhluk yang baru dilahirkan ke
dunia, memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi agar ia dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal. Misalnya kebutuhan akan
makanan yang bergizi, pakaian, kasih sayang, perhatian, stimulasi,
kesempatan untuk berkembang dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan
tersebut dapat terpenuhi melalui peran aktif orang-orang yang dekat
dengan bayi, terutama sosok ibu, sebagai orang yang telah mengandung
dan melahirkannya ke dunia.
Ibu sebagai lingkungan utama dan pertama bagi bayi, akan menjadi
sosok yang sangat berarti bagi bayi. Hal ini terlihat, misalnya dalam
aktivitas ibu pada waktu menyusui bayinya.Seorang bayi tidak hanya
dapat terpenuhi kebutuhan makan dan minumnya. Tapi juga dapat
terpenuhi kebutuhannya akan rasa aman, kehangatan, kenyamanan dan
ketenangan, melalui sentuhan lembut, dekapan hangat, senyum dan
tatapan mata yang teduh dari sang ibu terhadap si bayi pada saat bayi
11
menyusu. Hal ini sangat bermanfaat bagi bayi dalam mendukung
tumbuhnya rasa percaya diri, optimisme dan kemandiriannya kelak.Hal
ini sangat penting bagi anak sebagai modal dasar untuk dapat
mengarungi kehidupannya dengan baik di era globalisasi yang penuh
tantangan dan persaingan yang ketat (Priyatno, 2011).
Aktivitas menyusui bayi merupakan salah satu contoh peran ibu yang
sangat berarti bagi bayi yang sekaligus menunjukkan bagaimana peran
seorang ibu tidak dapat digantikan oleh orang lain. Aktivitas menyusui
bayi berbeda dengan aktivitas lain yang dapat digantikan oleh orang
lain seperti menggantikan popok bayi, memandikan bayi, menyuapi
bayi dan sebagainya (Salmah, 2006).
2.5.2 Balita
a. Definisi
Menurut Mochtar (1998) menyatakan bahwa, balita ialah perpanjangan
dari kata bawah lima tahun. Balita merupakan salah satu periode usia
manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita dimulai
dari dua sampai dengan lima tahun atau biasa digunakan perhitungan
bulan yaitu usia 24-60 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia
prasekolah.
Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit,
utamanya penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi pada balita
adalah diare. Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan
tubuh balita yang masih lemah sehingga balita sangat rentan terhadap
penyebaran virus penyebab diare.
12
b. Tingkatan
Menurut Wijono (2011) menyatakan bahwa, balita merupakan salah
satu periode usia manusia setelah bayi dan sebelum anak pra sekolah.
Balita dibedakan dari tingkatan yaitu (1) bayi, ialah anak yang berumur
antara 0 – 12 bulan dimulai dari masa lahir sampai menginjak usia 1
tahun. (2) anak batita, ialah anak yang berumur antara 13 – 36 bulan
atau anak yang berumur lebih dari 1 tahun sampai dengan umur 3
tahun. (3) anak balita, ialah golongan usia anak yang telah berumur
lebih 3 tahun sampai menginjak umur 5 tahun.
2.6 Diare
2.6.1 Definisi
Diare adalah sebuah penyakit dimana penderita mengalami rangsangan
buang air besar yang terus menerus dan tinja atau faeces yang masih memiliki
kandungan air yang berlebihan (Wikipedia, 2011).
Menurut Indiarti (2007) menyatakan bahwa, diare dapat menyerang siapa
saja mulai dari balita sampai usia dewasa. Dikatakan diare ialah apabila kotoran
yang keluar lebih dari 3 kali dengan kotoran cair atau tidak berbentuk.
Diare adalah suatu keadaan dimana tinja menjadi lunak hingga cair dan
terjadi berulang-ulang (lebih dari 3 kali dalam sehari).Diare dapat terjadi pada
siapa saja, baik dewasa maupun anak-anak (Nagiga, 2009).
Menurut Mansjoer (2009),diare merupakan defekasi encer lebih dari tiga
kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja. Tanda-tanda
mengalami diare pada balita antara lainbuang air besar lebih dari 5 kali sehari dan
untuk keadaan yang lebih berat bisa terus menerus, badan terasa lemah dan lesu,
13
tidak mempunyai selera makan, terkadang disertai mual dan muntah-muntah,
demam terjadi jika ada infeksi bakteri atau virus dalam saluran pencernaan, badan
terasa kering dan selalu haus untuk keadaan yang berat.
Menurut Nagiga (2009) mengemukakan bahwa, gejala atau tanda pada
balita yang mengalami diare ialah mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare,
tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama
berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya
timbul lecet karena sering defeksi dan tinja makin lama makin asam sebagai
akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorsi
oleh usus selama diare.
2.6.2 Penyebab
Menurut Indiarti (2007) mengemukakan bahwa, penyebab diare pada
balita sangat beragam, diantaranya ialahluka pada organ pencernaan, infeksi oleh
mikroorganisme, alergi makanan, keracunan makanan, kelebihan vitamin C.
Kemudian menurut Nagiga (2009) mengemukakan bahwa, penyebab diare
secara umum ialah akibat infeksi dari virus, bakteri dan parasit yang berasal dari
makanan atau minuman yang tercemar atau kotor, infeksi akibat dari penyakit lain
yang sedang diderita seperti radang tenggorokan dan infeksi telinga, alergi
terhadap makanan atau obat-obatan tertentu.,akibat dari pemanis buatan.
Menurut Mansjoer (2009) menjelaskan bahwa, pada umumnya diare
terjadi karena infeksi bakteri, virus dan amuba. Bakteri yang menyebabkan diare
berasal dari jenis Salmonella, Enterocoli, Shigella, atau Staphylococcus
enterocolytis.Entamoeba hystolica diduga menjadi penyebab diare dari jenis ini
14
dan paling sering terjadi di Negara beriklim tropis seperti negeri kita. Jenis bakteri
tersebut ialah bakteri gram negatif yang menghasilkan hydrogen sulfide yang
beracun yang dapat menginfeksi manusia melalui makanan, pori-pori dan dari
kotoran yang mengandung bakteri-bakteri tersebut.
Salah mengkonsumsi makanan pun sering menjadi penyebab terjadinya
diare. Seorang anak cenderung alergi terhadap jenis makanan tertentu bila salah
satu atau kedua orang tuanya pengidap alergi terhadap makanan tersebut pula.
Protein susu sapi merupakan bahan makanan terbanyak penyebab diare akibat
reaksi alergi. Makanan lain penyebab timbulnya alergi ialah ikan, telur dan bahan
pewarna atau pengawet (Indiarti, 2007).
Menurut Mansjoer (2009) menyatakan bahwa, diare merupakan gejala dari
luka, penyakit, alergi (fructose, lactose), memakan makanan yang asam pedas,
atau bersantan secara berlebihan dan kelebihan vitamin C dan biasanya disertai
sakit perut dan seringkali mual serta muntah. Ada kondisi lain yang melibatkan
seperti defekasi yang melebihi 200 gram per hari.
Hal itu terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh usus besar.
Sebagai bagian dari proses digestasi atau karena masukkan cairan, makanan
tercampur dengan sejumlah besar air. Oleh karena itu makanan yang dicerna
terdiri dari cairan sebelum mencapai usus besar. Usus besar menyerap air,
meninggalkan material yang lain sebagai kotoran yang setengah padat. Bila usus
besar rusak / radang penyerapan tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran yang
berair (Nagiga, 2009).
Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga
seringkali akibat dari racun bakteria.Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan
makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari
15
infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu (Wikipedia,
2013).
2.6.3 Dampak
Menurut Nagiga (2009) berpendapat bahwa, penyakit diare yang terjadi
tanpa adanya upaya kuratif dan rehabilitatif dapat mengakibatkan gejala
perjalanan penyakit yang lebih serius. Diantaranya ialah seperti disentri, kolera,
atau batulisme dan juga dapat menjadi indikasi sindrom kronis seperti penyakit
Crohn(penyakit peradangan menahun pada dinding usus dengan gejala awal yaitu
diare menahun atau diare dalam waktu lama). Meskipun penderita apendisitis
umumnya tidak mengalami diare tetapi kejadian timbulnya diare pada penderita
apendisitis dapat menjadi gejala umum radang usus buntu.
2.6.4 Upaya Pencegahan
Menurut Indiarti (2007) berpendapat bahwa, upaya pencegahan diare bagi
balita dapat dilakukan dengan cara sebagai berikutyaitu menjamin makanan
terjaga kebersihan, biasakan untuk mensterilkan semua peralatan makan dan
minum balita, semua anggota keluarga harus selalu mencuci tangan sebelum
merawat atau melakukan kontak dengan balita, jika balita masih menyusui jagalah
puting susu dengan selalu membersihkannya dengan kapas yang dicelup air
hangat setiap kali akan menyusui, selalu membersihkan mainan balita secara
berkala.
Dengan menangani diare secara tepat, balita yang menderita diare dapat
dapat segera sembuh dalam waktu 2-3 hari dan tidak terjadi dehidrasi. Pencegahan
diare dapat pula dilakukan dengan memberikan asupan nutrisi yang lengkap bagi
16
balita. Namun adakalanya penyakit diare perlu mendapat perawatan dari medis
diantaranya seperti diare pada balita, diare menengah atau berat pada anak-anak,
diare yang bercampur dengan darah, diare yang terus terjadi lebih dari 2 minggu,
diare yang disertai dengan penyakit umum lainnya seperti sakit perut, demam,
kehilangan berat badan, dan lain-lain (Mansjoer, 2009).
2.6.5 Penanganan
Menurut Indiarti (2007) mengemukakan cara penanganan diare pada balita
ialah :
a. Apabila anak masih menyusui jagalah puting susu dengan selalu
membersihkannya dengan kapas yang dicelupkan air hangat setiap
kali
jika akan menyusui.
b. Jika anak mengalami diare dalam kurun waktu 1 x 24 jam maka cukup
diberikan oralit serta air minum yang cukup.
c. Jika diare yang terjadi disertai disentri maka perlu diberikan obat
antibiotik yang dapat diperoleh di tempat layanan kesehatan.
d. Jika diare yang terjadi terus berlanjut dan semakin lama segera
hubungi dokter karena mungkin membutuhkan obat dengan dosis
lebih tinggi.
Kemudian menurut Pillitteri (2002) menyatakan bahwa, cara penanganan
diare pada balita ialah :
a. Jika masih menyusui maka teruskan saja penyusuan.
b. Pertahankan balita untuk berpuasa selama beberapa jam pertama guna
mengistirahatkan saluran pencernaannya.
17
c. Ganti popok dengan sering dan cuci area tersebut dengan sabun dan
air
d. Segera bawa balita ke rumah sakit jika penurunan berat badannya
mencapai 10%.
e. Cegah balita yang terpapar diare dengan balita yang sehat lainnya.
f. Cuci tangan jika telah selesai mencuci popok untuk mencegah
penularan.
g. Setelah 1 jam, orang tua harus mulai memberikan air atau larutan
rehidrasi oral seperti Pedialyte dalam jumlah sedikit.
h. Jika balita demam berikan obat penurun panas (antipiretik)
Menurut Schwartz (2004) menyatakan bahwa penanganan diare pada
balita ialah :
a. Amati jika adanya darah yang keluar saat diare terjadi maka berikan
antibiotik yang tepat dengan mengunjungi tempat layanan kesehatan.
b. Batasi pemberian makanan yang berlemak serta bersifat asam.
c. Jika balita mengalami alergi dengan laktose susu maka sebaiknya
hentikan pemberian susu tersebut.
d. Jika balita mengalami diare dalam jangka waktu lama maka sebaiknya
periksakan ke tempat layanan kesehatan.
2.7 Kerangka Teoritis
Asumsi peneliti dalam memilih judul penelitian ini ialah berlandaskan
pada isi ulasan tinjauan pustaka dalam bab II, tentang beberapa hal yang
mempengaruhi timbulnya kejadian diare pada balita yang telah dijelaskan oleh
beberapa pakar kesehatan masyarakat yaitu :
18
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis
2.8 Kerangka Konsep Penelitian
Dari uraian landasan teori di atas, maka dapat disusun kerangka konsep
penelitian ini dalam bentuk suatu paradigma penelitian. Paradigma penelitian
merupakan pola fikir yang menunjukkan hubungan antar variabel yang akan
diteliti (Sugiyono, 2005).
Berdasarkan uraian pemikiran pola fikir tersebut maka dapat disusun
variabel yang dibagi dalam bentuk variabel independen (bebas) dan variabel
dependen (terikat) seperti skema berikut ini :
Variabel Independen Variabel Dependen
Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
2.9 Hipotesis
Pengetahuan
Kejadian DiareSikap
Tindakan
Notoatmodjo, 2007
- Agen- Penjamu- Lingkungan- perilaku
Kejadian Diare
19
Hipotesis merupakan pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya
(Sabri, 2006). Hipotesis variabel independen yang akan diuji terhadap variabel
dependen adalah sebagai berikut :
Ada atau tidak pengaruh antara pengetahuan ibu tentang pencegahan diare
terhadap kejadian diare pada balita.
1. Ada pengaruh antara pengetahuan ibu tentang pencegahan diare terhadap
kejadian diare pada balita.
2. Ada pengaruh antara sikap ibu tentang pencegahan diare terhadap kejadian
diare pada balita.
3. Ada pengaruh antara tindakan ibu tentang pencegahan diare terhadap
kejadian diare pada balita.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 JenisPenelitian
Jenis penelitian ini ialah penelitian survey analitik (analytical survey
research) yaitu suatu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan
atau situasi, yang dalam penelitian ini lebih difokuskan pada bagaimana pengaruh
perilaku ibu tentang pencegahan diare pada balita dengan kejadian diare. Menurut
Notoatmodjo (2007), survey analitik adalah survey atau penelitian yang mencoba
menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Padang
Panjang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12 – 25 September 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Dalam penelitian ini objek yang merupakan populasi ialah seluruh
responden yang bertempat tinggal di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Padang
Panjang dimana terdiri dari 12 desa dengan karakteristik populasi berupa ibu yang
memiliki balita (usia 0 – 5 tahun) sejumlah 137 jiwa dengan ada atau tidaknya
menderita diare pada balitanya.
21
3.3.2 Sampel
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan sebagai perwakilan dari
populasi dapat ditentukan berdasarkan jumlah ibu yang bertempat tinggal di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Padang Panjang. Oleh sebab itu, jenis sampling
yang digunakan ialah Probability Sampling dengan teknik pengambilan sampel
yang digunakan random sampling (sampel acak). Teknik random sampel yang
digunakan ialah pengambilan sampel secara acak sistematis (Systematic
Sampling). Sebelum penentuan pengambilan sampel acak sistematis ini, terlebih
dahulu menentukan jumlah sampel dengan menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007) yaitu :
n = ( )n = ( . . ); n = 57,8 ≈ 58 jiwa
Ket :
N = Besar Populasi, n = Besar Sampel, d = Tingkat kepercayaan / ketepatan
yang diinginkan 0,1 (Notoatmodjo, 2007).
3.4 Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan menurut sifat data adalah data kuantitatif
(Riduwan, 2002) seperti misalnya umur dan data kualitatif yaitu status pekerjaan
dan tingkat pendidikan serta perilaku ibu baik dalam domain kognitif, afektif dan
psikomotorik. Menurut cara memperoleh data, data yang dikumpulkan yaitu data
primer dan data sekunder.
22
3.4.1 Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden yang
meliputi :
1. Karakteristik responden yaitu umur, status pekerjaan dan tingkat
pendidikan.
2. Variabel penelitian yaitu perilaku responden dan kejadian diare pada
balita.
3.4.2 Data sekunder
Data sekunder ialah data yang dikumpulkan yang bersumber dari dokumen,
bahan bacaan serta hasil penelitian yang didokumentasikan baik pada instansi
tempat penelitian maupun perpustakaan-perpustakaan umum.
Pengumpulan data ini menggunakan alat ukur kuesioner dan chek list.
Kuesioner yang digunakan adalah jenis kuesioner tertutup atau berstruktur dimana
kuesioner tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal
memilih atau menjawab pada jawaban yang sudah ada. Checklist yang digunakan
ialah chek list tertutup dengan pilihan setuju atau tidak setuju pada lembar
pernyataan sikap dan pilihan diare atau tidak diare pada lembar pernyataan status
kejadian diare pada balita. Jumlah soal dengan menggunakan alat ukur angket dan
chek list pada variabel perilaku ialah 20 soal yang terdiri dari 10 pertanyaan
pengetahuan tentang pencegahan diare, 5 pernyataan sikap tentang pencegahan
diare dan 5 pertanyaan tindakan tentang pencegahan diare serta lembar hasil
pemeriksaan kejadian diare pada balita. Pilihan jawaban pertanyaan pada alat ukur
kuesioner ialah dengan pilihan ganda a, b dan c.
23
3.5 Defenisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel
Tabel 3.1 : Defenisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel
No. Variabel Dependen1. Variabel : Kejadian Diare
Defenisi
Cara ukurAlatukurHasilukur
Skala Ukur
: Suatu keadaan pada balita dengan status menderitapenyakit diare atau tidak menderita diare sesuaidengan pemeriksaan tenaga medis
: Observasi: LembarChek list: 1. Diare2. Tidak Diare
: OrdinalVariabel Independen
1. Variabel : PengetahuanDefenisi
Cara ukurAlatukurHasilukur
Skala Ukur
: Wawasan yang dimiliki olehibu tentang pencegahan diare pada balita
: Wawancara: Kuesioner: 1. Kurang2. Baik
: Ordinal2. Variabel : Sikap
Defenisi
Cara ukurAlatukurHasilukur
Skala Ukur
: Persepsi ibu mengenai upaya pencegahan diare padabalita
: Wawancara: Kuesioner: 1. Negatif2. Positif
: Ordinal3. Variabel : Tindakan
Defenisi
Cara ukurAlatukur
HasilukurSkala Ukur
: Aktifitas ibu dalam melakukan upaya pencegahandiare pada balita
: Wawancara: Kuesioner: 1. Ada pencegahan2. Tidak ada pencegahan
: Ordinal
24
3.6 Aspek Pengukuran
3.6.1 Perilaku
3.6.1.1 Pengetahuan
Sebelum menentukan kategori baik dan kurang pada angket variable
pengetahuan terlebih dahulu ditentukan kriteria yang dijadikan patokan penilaian
pengetahuan menurut Arikunto (2006), yaitu :
1. Skor jawabanyang benar adalah 1
2. Skor jawabanyang salah adalah 0
Untuk penilaian skor kategori baik atau kurang tentang pengetahuan
mengenai pencegahan diare ialah dengan menggunakan rumus median
sebagai nilai tengah pengamatan kategori. Maka dengan menggunakan rumus
diperoleh hasil :
Median = = = 5,5 ≈ 6
Kesimpulan : a. Nilai tingkat kategori pengetahuan yang baik ialah > 6
b. Nilai tingkat kategori pengetahuan yang kurang ialah ≤ 6
3.6.1.2 Sikap
Untuk skor penilaian sikap merujuk pada ketentuan penilaian sikap
menurut Hidayat (2008) yaitudengan menyatakan bentuk pernyataan positif atau
pernyataan negatif. Sebelum menyatakan bentuk pernyataan sikap dalam
penelitian ini peneliti menggunakan ketentuan nilai menurut skala likert dengan
menggunakan empat kategori penilaian yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju
dan sangat tidak setuju.
1. Kriteria penilaian dalam bentuk pernyataan positif ialah :
25
a. Sangat Setuju (SS) diberikan skor 4
b. Setuju (S) diberikan skor 3
c. Tidak Setuju diberikan skor 2
d. Sangat Tidak Setuju diberikan skor 1
Kemudian dengan menggunakan rumus median maka dapat ditentukan
nilai tengah observasi pada lembar chek list sikap mengenai nilai sikap positif dan
negatif. Rumus median adalah sebagai berikut :
Median = = = 10,5 ≈ 11
Kesimpulan : Nilai Sikap Positif jika nilai yang diperoleh ialah > 11
Nilai Sikap Negatif jika nilai yang diperoleh ialah ≤ 11
3.6.1.3 Tindakan
Untuk penilaian skor kategori ada pencegahan atau tidak ada pencegahan
diare pada ibu ialah jika ibu ada melaksanakan tindakan pencegahan diare
diberikan skor 1 dan ibu yang tidak melaksanakan tindakan pencegahan diare
diberikan skor 0. Dengan menggunakan rumus median sebagai nilai tengah
pengamatan kategori. Maka diperoleh hasil :
Median = = = 3
Kesimpulan : Nilai Tindakan ibu yang ada pencegahan diare ialah > 3
Nilai Tindakan ibu yang tidak ada pencegahan diare ialah ≤ 3
26
3.6.2 Kejadian Diare Pada Balita
Kemudian untuk hasil pengukuran hanya dilakukan dengan
melakukan pengamatan secara langsung pada hasil diagnosa tenaga medis di
tempat penelitian. Dengan itu maka dapat ditentukan nilai untuk hasil
diagnosa status kejadian diare pada balita sebagai berikut :
1. Nilai 1 untuk kategori Tidak Diare, yaitu jika balita tidak menderita
diare.
2. Nilai 0 untuk kategori Diare, yaitu jika balita menderita diare.
3.7 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data dapat diakumulasikan dalam analisis data univariat
dan bivariat.
3.7.1 Analisis Univariat
Analisa univariat digunakan untuk melihat distribusi, frekuensi dari setiap
variabel yang diteliti baik variabel bebas maupun variabel terikat.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan
hubungan variabel bebas dengan variabel terikat melalui uji statistik chi-square (
χ2 ) untuk memperoleh hubungan yang bermakna pada variabel penelitian dengan
menggunakan rumus:
χ 2 = E
E 2)0(
27
Keterangan : χ2 = Chi-Square
O = Nilai Pengamatan
E = Nilai Yang Diharapkan
Adapun ketentuan yang dipakai adalah:
1. Ho, ditolak apabila χ2 hitung > dari χ2 tabel, artinya tidak ada pengaruh antara
variabel yang diteliti dengan perilaku ibu tentang pencegahan dengan kejadian
diare pada balita di UPTD Puskesmas Padang Panjang Kecamatan Kuala
Pesisir Kabupaten Nagan Raya
2. Ho, diterima apabila χ2 hitung < dari χ2 tabel, artinya ada pengaruh antara
variabel yang diteliti dengan perilaku ibu tentang pencegahan dengan kejadian
diare pada balita di UPTD Puskesmas Padang Panjang Kecamatan Kuala
Pesisir Kabupaten Nagan Raya
3. Derajat Kepercayaan = 95% ( 0,05)
4. Derajat Kebebasan (DK) = (K-1) (B-1)
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
4.1.1. Keadaan Geografis
Puskesmas Padang Panyang terletak di desa Padang Panjang kecamatan
Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya, dengan luas wilayah 15 KM x 7KM 2 ) atau
10.500 Hektar. Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas padang Panyang
adalah :
1. Sebelah utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Padang
Rubek
2. Sebelah selatan berbatas dengan wilayah kerja Puskesmas Simpang Jaya
3. Sebelah timur berbatas dengan wilayah kerja Puskesmas Ujong Patihah
4. Sebelah barat berbatas dengan lauatan Hindia
Secara geografis wilayah kerja puskesmas padang panjang merupakan
daerah tropis dan daerah pesisir.
4.1.2. Keadaan penduduk
Jumlah penduduk dalam wilayah kerja puskesmas padang panjang
kecamatan kuala pesisir kabupaten nagan raya sebanyak 11.059 jiwa terdiri dari
4.379 KK dan 12 Desa.
4.1.3. Visi dan Misi puskesmas Padang Panyang kecamatan Kuala Pesisir
4.1.3.1.Visi
Tercapainya kecamatan kuala pesisir sehat menuju terwujud masyarakat
yang sehat mandiri unuk hidup sehat
29
4.1.3.2.Misi
1. Mengerakkan pembangunan berwawasan kesehatan dengan
menggalakkan revitalisasi posyandu
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat
diwilayah kerja Pusekesmas Padang Panjang.
3. Meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkuan pelayanan
kesehatan diselenggarakan di puskesmas Padang Panjang.
4. Meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta
lingkungan dalam upaya mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
pemulihan kesehatan perorangan, keluarga, da masyarakat dalam
wilayah puskesmas Padang Panjang
5. Meningkatkan disiplin apatarur Pemerintah
6. Melaksanakan pelayanan kesehatan bernuansa Islami (senyum, Salam,
Sapa, Sopan, Santun).
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Univariat
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan dari tanggal 12 – 25
September 2013, mengenai pengaruh perilaku ibu tentang pencegahan terhadap
kejadian diare pada balita di UPTD puskesmas Padang panjang kecamatan Kuala
Pesisir kabupaten Nagan Raya, maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :
30
Tabel 4.1 :Data Distribusi pengetahuan pengaruh prilaku ibu tentangpencegahan terhadap kejadian diare pada balita di UPTDPuskesmas Padang Panjang Kecamatan Kuala PesisirKabupaten Nagan Raya tahun 2013.
No Pengetahuan Frekuensi %1 Kurang 25 43,12 Baik 33 56,9
58 100
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 orang responden tingkat
pengetahuan yang tidak baik adalah 25(43,1%) dan tingkat pengetahuan yang baik
adalah 33 (56,9%).
Tabel 4.2 : Data Distribusi sikap pengaruh prilaku ibu tentang pencegahanterhadap kejadian diare pada balita di UPTD PuskesmasPadang Panjang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten NaganRaya tahun 2013.
No Sikap Frekuensi %1 Negatif 25 43,12 Positif 33 56,9
58 100
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 orang responden didapatkan
sikap yang negatif adalah 25 (43,1%) dan sikap yang positif adalah 33 (56,9%).
31
Tabel 4.3 : Data Distribusi tindakan pengaruh perilaku ibu tentangpencegahan terhadap kejadian diare pada balita di UPTDPuskesmas Padang Panjang Kecamatan Kuala PesisirKabupaten Nagan Raya tahun 2013.
No Tindakan Frekuensi %1 Tidak ada pencegahan 22 37,92 Ada pencegahan 36 62,1
58 100
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 orang responden diperoleh
tindakan yang tidak ada pencegahan adalah 22 (37,9%) dan tindakan yag ada
pencegahan sebanyak 36 (62,1%).
Tabel 4.4 : Data Distribusi kejadian diare.
No Kejadian Diare Frekuensi %1 Diare 31 53,42 Tidak diare 27 46,6
58 100
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 58 orang responden diperoleh
yang terkena diare sebanyak 31 (53,4%) dan tidak ada diare sebanyak 27
(46,6%).
32
4.2.2 Analisa Bivariat
Tabel 4.5 :Pengetahuan pengaruh perilaku ibu tentang pencegahanterhadap diare pada balita di UPTD Puskesmas Padang PanjangKecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya tahun 2013.
NoPengetahuan
Kejadian Diare TotalDiare Tidak Diare
N % N % N %1 Baik 13 41,9 18 58,1 31 1002 Kurang 18 66,7 9 33,3 27 100
Total 31 53,4 27 46,6 58 100Df = 1, p 0,105 > 0,05
Dari tabel 4.5 dapat kita simpulkan bahwa 31 reponden di UPTD puskesmas
Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya yang memiliki
tingkat pengetahuan baik terdapat 13 responden (41,9%) yang ada kejadian Diare
dan 18 responden (58,1%) yang tidak ada kejadian diare. Selanjutnya dari 27
reponden di UPTD puskesmas Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir
kabupaten Nagan Raya yang memiliki tingkat pengetahuan kurang terdapat 18
responden (66,7%) yang ada kejadian diare dan 9 responden (33,3%) yang tidak
ada kejadian diare.
Hasil analisi statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) pengaruh pengetahuan perilaku ibu tentang
pencegahan terhadap kejadian diare pada balita menunjukkan nilai p 0,105 >
0,05, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tidak ada pengaruh perilaku
ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita.
33
Tabel 4.6 :Pengaruh Sikap dengan perilaku ibu tentang pencegahanterhadap kejadian diare pada balita di UPTD PuskesmasPadang Panjang Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten NaganRaya tahun 2013.
NoSikap
Kejadian Diare TotalDiare Tidak Diare
N % N % N %1 Postif 13 39,4 20 60,6 33 1002 Negatif 18 72,0 7 28,0 25 100
Total 31 53,4 27 46,6 58 100Df = 1, p 0,028 < 0,05
Dari tabel 4.6 dapat kita simpulkan bahwa 33 reponden di UPTD puskesmas
Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya yang memiliki
sikap positif terdapat 13 responden (39,4%) yang ada kejadian Diare dan 20
responden (60,6%) yang tidak ada kejadian diare. Selanjutnya dari 25 reponden di
UPTD puskesmas Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan
Raya yang memiliki sikap negatif terdapat 18 responden 72,0%) yang ada
kejadian diare dan 7 responden (28,0%) yang yang tidak ada kejadian diare.
Hasil analisi statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) pengaruh sikap perilaku ibu tentang pencegahan
terhadap kejadian diare pada balita menunjukkan nilai p 0,028 < 0,05, dapat
disimpulkan bahwa sikap ada pengaruh perilaku ibu tentang pencegahan terhadap
kejadian diare pada balita.
34
Tabel 4.7 :Tindakan prilaku pengaruh ibu tentang pencegahan terhadapkejadian diare pada balita di UPTD Puskesmas Padang PanjangKecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya tahun 2013.
NoTindakan
Kejadian Diare TotalDiare Tidak Diare
N % N % N %1 Ada pencegahan 16 72,7 6 27,3 22 1002 Tidak ada pencegahan 15 41,7 21 58,3 36 100
Total 31 65,5 27 46,6 58 100Df = 1, p 0,042 < 0,05
Dari tabel 4.7 dapat kita simpulkan bahwa 22 reponden di UPTD puskesmas
Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya yang tindakan
pencegahan terdapat 16 responden (72,7%) yang ada kejadian Diare dan 6
responden (27,3%) yang tidak ada kejadian diare. Selanjutnya dari 36 reponden di
UPTD puskesmas Padang panjang kecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan
Raya yang tindakan tidak ada pencegahan terdapat 15 responden (41,7%) yang
ada kejadian diare dan 21 responden (58,3%) yang tidak ada kejadian diare.
Hasil analisi statistik dengan mengggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) pengaruh tindakan dengan perilaku ibu tentang
pencegahan terhadap kejadian diare pada balita menunjukkan nilai p 0,042 < 0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa tindakan ada pengaruh perilaku ibu tentang
pencegahan terhadap kejadian diare pada balita.
35
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengaruh Pengetahuan perilaku ibu tentang pencegahan terhadapkejadian diare pada balita di UPTD Puskesmas Padang PanjangKecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya tahun 2013.
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, hal ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran , rasa dan raba.
Sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga,
merupakan domain untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Tingkat pengetahuan sangat mempengaruhi
perilaku ibu dalam pencegahan kejadian diare, karena tanpa pengetahuan yang
baik ibu tidak tahu bagaimana cara dalam pencegahan kejadian diare.
Dari 58 responden di UPTD puskesmas Padang Panjang kecamatan Kuala
Pesisir kabupaten Nagan Raya, responden tingkat pengetahuan yang tidak baik
adalah 25 (43,1%) dan tingkat pengetahuan yang baik adalah 33 (56,9%).
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat mengggunakan uji chi-
square pada derajat kemaknaan 95% (α = 0,05) pengaruh pengetahuan perilaku
ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita menunjukkan nilai p
0,105 > 0,05, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh pengetahuan ibu
tentang pencegahan diare terhadap kejadian diare pada balita.
36
4.3.2 Pengaruh sikap perilaku ibu tentang pencegahan terhadap kejadiandiare pada balita di UPTD puskesmas Padang panjang kecamatanKuala Pesisir kabupaten Nagan Raya tahun 2013
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek,
baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup tersebut.Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon
terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007).
Dari 58 responden di UPTD puskesmas Padang Panjang kecamatan Kuala
Pesisir kabupaten Nagan Raya, responden yang sikap negatif adalah 25 (43,1%)
dan sikap yang positif adalah 33 (56,9%).
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat mengggunakan uji
chi-square pada derajat kemaknaan 95% (α = 0,05) pengaruh sikap perilaku ibu
tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita menunjukkan nilai p 0,028
< 0,05, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh sikap ibu tentang pencegahan
diare terhadap kejadian diare pada balita.
4.3.3 Pengaruh Tindakan perilaku ibu tentang pencegahan terhadapkejadian diare pada balita di UPTD puskesmas Padang panjangkecamatan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya tahun 2013
Tindakan berfungsi sebagai penerima objek. Dalam perannya, seseorang
senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui tindakannya.Dengan
tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan
sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi. Seseorang dapat bertindak
positif terhadap suatu objek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila
37
objek tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif
(Notoatmodjo, 2007).
Dari 58 responden di UPTD puskesmas Padang Panjang kecamatan Kuala
Pesisir kabupaten Nagan Raya, tindakan yang tidak ada pencegahan adalah 36
(62,1%) dan tindakan yag ada pencegahan sebanyak 22 (37,9%).
Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat mengggunakan uji chi-
square pada derajat kemaknaan 95% (α = 0,05) pengaruh tindakan perilaku ibu
tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita menunjukkan nilai p 0,042
< 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh tindakan ibu tentang
pencegahan diare terhadap kejadian diare pada balita.
38
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat menggunakan uji chi-
square pada derajat kemaknaan 95% (α = 0,05) pengetahuan perilaku ibu
tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita menunjukkan nilai p
0,105 > 0,05, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh pengetahuan ibu
tentang pencegahan diare terhadap kejadian diare pada balita.
2. Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat menggunakan uji chi-
square pada derajat kemaknaan 95% (α = 0,05) pengetahuan sikap perilaku
ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita menunjukkan
nilai p 0,028 < 0,05, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh sikap ibu
tentang pencegahan diare terhadap kejadian diare pada balita.
3. Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa bivariat menggunakan uji chi-
square pada derajat kemaknaan 95% (α = 0,05) pengaruh tindakan perilaku
ibu tentang pencegahan terhadap kejadian diare pada balita menunjukkan
nilai p 0,042 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh tindakan
ibu tentang pencegahan diare terhadap kejadian diare pada balita.
5.2 Saran
1. Diharapkan kepada masyarakat khususnya ibu-ibu untuk meningkatkan
pengetahuan tentang penyakit diare.
39
2. Diharapkan kepada pihak puskesmas untuk lebih memperhatikan tingkat
pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat khususnya ibu-ibu yang
memliki balita dengan memberikan penyuluhan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktek, Rineka Cipta.Jakarta
Budiarto, E. 2002. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.EGC. Jakarta
Hidayat A.A, 2007. Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisa Data.Salemba Medika.Jakarta..
----------------, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Salemba Medika.Jakarta
Notoatmodjo, S, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta Jakarta
-----------------, 2007, Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Rineka CiptaJakarta
Riskesdas. Hasil survey Subdit diare. 2010
Smeltzer, 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Wawan, 2010. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan PerilakuManusia. Nuha Medika.Yogyakarta
UU RI. No. 36 Tahun 2009. Tentang Kesehatan