gambaran retinopati diabetik pada kunjungan pertama penderita diabetes melitus di unit rawat jalan...
DESCRIPTION
retinopati dmTRANSCRIPT
Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 2, Agustus 2007 : Hal. 147 - 155
I S S N . 1 6 9 3 - 2 5 8 7 Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 2, Agustus 2007
148
JOI JOIJ u r n a l O f t a l m o l o g i I n d o n e s i a
Gambaran Retinopati Diabetik
GAMBARAN RETINOPATI DIABETIK PADA KUNJUNGAN PERTAMA PENDERITA DIABETES MELITUS DI UNIT RAWAT JALAN MATARSU DR. SOETOMO SURABAYA
Kitriastuti, MoestidjabBag./SMF Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya
penderita RD ini tidak mendapat perawatan untuk ditandai dengan : (a) mikroaneurisma, (b) eksudat m e n c e g a h k e b u t a a n a k i b a t R D d e n g a n keras, (c) edema retina, (d)
perdarahan retina, 2) RD fotokoagulasi laser, karena beberapa faktor kendala. Preproliferatif (RDPreP) ditandai dengan iskemi P a d a p e n e l i t i a n i n i i n g i n m e n g e t a h u i retina
progresif yaitu (a) cotton wool spots, (b) bagaimana gambaran RD pada kunjungan pertamaintraretinal microvaskular abnormalities (IRMA), (c)
penderita DM di Unit Rawat Jalan Mata RSU. Dr. perubahan vena, (d) perubahan arteri, (e) dark blot Soetomo. hemorrhages, 3) RD Proliferatif (RDP) ditandai
a d a n y a n e o v a s k u l a r i s a s i s e b a g a i t a n d a
ABSTRACT
BAHAN DAN METODEPenelitian ini dilakukan di Unit Rawat Jalan
Mata RSU Dr. Soetomo Surabaya mulai bulan Agustus 2006 sampai jumlah sampel terpenuhi.
patognomonis. Neovaskularisasi dapat berproliferasi pada atau didalam ukuran 1 diameter disk dari nervus optic ( NVD = new vessels at disc), atau sepanjang pembuluh darah utama (NVE=
new
Objective: To know the pattern of diabetic retinopathy (DR) in diabetic patient first entry. Material and Methods: It was descriptive study recruited 200 outpatients of ophthalmology department Dr. Soetomo Hospital between Agustus 2006 until February 2007. Every responden were checked for DR with direct ophthalmoscope and classified in three categories of DR and degree of illness (DI). Result : There were 397 eyes evaluated, 3 were pthysis. 246 eyes (69%) complained about blurred vision. 370 eyes were evaluated on macula area, 14 eyes had cataract, 9 eyes had tractional retinal detactment, 7 eyes had aged macular degeneration. Blurred vision with diabetic maculopathy were found in 59 eyes (15.94%). 390 eyes were evaluated foe the degree of DR, 7 eyes had cataract, 3 eyes were pthysis. Patients consulted from internal department: 9 patient (4.5%) who had first DI were new, 16 patients (8%) had second DI, 3 patients (1.5%) had third DI. 2 patients (1%) who had first DI were not control to ophthalmology department for more than one year. Duration of DM < 5 years were found on 50 eyes,12.82% with non proliferative DR (NPDR), 12 eyes (3.08%) with preproliverative DR (Pre PDR), 24 eyes (6.15%)with proliverative DR (PDR). Duration of 5 - 10 years: 20 eyes (5.13%) were NPDR, 2 eyes (0.51%) were PrePDR,23 eyes (5.9%) were PDR. Duration of 15 years 11 eyes (2.82%) NPDR, 2 eye (0.51%) were Pre PDR, 14 eyes(3.59%) were PDR. Duration of DM with DI for 5 years: 7 patients (3.5%) were first DI, 17 (8.5%) were second DI,2 (1%) were third DI. For 5 - 10 years: 4 patients (2%) had first DI, 9 patients (4.5%) were second DI, 3 (1.5%) had
Fundus fotografi dan AF dilakukan di Klinik Mata vessels elsewhere), atau keduanya.
4
Surabaya. Kriteria inklusi adalah penderita DM Tingkat keterlambatan (TK) dibagi atas : tingkat 0 kunjungan pertama di Unit Rawat Jalan Mata RSU. tidak didapatkan RDNP, atau didapatkan RDNP Dr. Soetomo. Diagnosis pasti DM dilakukan oleh Unit tanpa MD yang memerlukan kontrol rutin dan Rawat Jalan Poli Diabetes Bagian Ilmu Penyakit observasi. RDNP ditandai dengan mikroaneurisma, Dalam RSU. Dr. Soetomo dengan batasan sebagai dengan atau tanpa disertai perdarahan, pelebaran berikut: jika keluhan klasik (poliuria, polidipsia, vena dan arteriol, atau eksudat keras. Tingkat I pada polifagia dan penurunan berat berat badan yang RDNP dengan MD yang memerlukan laser tidak diketahui sebabnya) dengan Gula Darah fotokoagulasi fokal. Makulopati Diabetik adanya Sewaktu (GDS) 200mg/dl dan dengan pemeriksaan eksudat keras pada atau dalam area 1 diameter disk Gula Darah Puasa (GDP) ≥126 mg/dl, atau Tes dari pusat fovea, circinate atau sekelompok eksudat Toleransi Glukosa Oral (TTGO) hasil positif bila kadar dalam makula, adanya mikroaneurisma atau glukosa darah 2 jam pada TTGO 200mg/dl. Bila perdarahan dalam 1 diameter disk dari pusat fovea. keluhan klasik tidak ada maka pemeriksan diulang, Tingkat II pada RDPreP dengan atau tanpa MD, dan bila (GDS) 200mg/dl atau(GDP) ≥126 mg/dl positif RDP yang memerlukan fotokoagulasi panretinamenderita DM.
3 segera. Pada RDPreP didapatkan iskemi retina
third DI. For 10-15 years: 3 patients (1.5%) were second DI, 3 (1.5%) were third DI. For 15 years: 2 (1%) had firstDI, 4 patients (2%) had second DI, 2 patients (1%) had third DI. Conclusion : RD is a major cause of preventable blindness which needs more awareness of diabetic patients, medical and government to reduce its handicap.
Keyword : diabetic retinopathy, diabetes mellitus, degree of illness.
Korespondensi: Kitriastuti, c/o: Bag./SMF Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU Dr. Soetomo. Jl. Mayjend. Prof. Dr. Moestopo 6-8 Surabaya 60286
Penderita DM kujungan pertama ini ada yang sudah DM dan yang belum didiagnosis DM tetapi dengan pemeriksaan ophthalmoskopis direk dicurigai adanya retinopati diabetik, bersedia ikut penelitian, secara teknis medis dan media optis bisa dilakukan pemeriksaan ophthalmoskopi dengan midriatikum dan kooperatif, maka akan dipastikan diagnosis DM oleh bagian penyakit Dalam.
Kriteria eksklusi adalah kesulitan pemeriksaan ophthalmoskopis tanpa melebarkan pupil (seperti
progresif dengan cotton wool spots, intraretinal microvaskular abnormalities {IRMA}, perubahan vena, perubahan arteri, dan dark blot hemorrhages. PRD ditandai gambaran seperti RDNP disertai neovaskularisasi, eksudat lunak, dengan disertai atau tanpa perdarahan preretina atau ablasio retina, dengan atau tanpa makulopati. Tingkat III pada PRD yang tidak dapat dilakukan fotokoagulasi yang memerlukan tindakan vitrektomi atau tindakan vitrektomi hasilnya sangat jelek.
PENDAHULUANJumlah penderita dibetes melitus (DM) di dunia
Indonesia pada tahun 2000 : 4 juta, tahun 2010 : 5 juta dan tahun 2020 : 6,5 juta.
1
sinekia, paska ruda paksa mata, tekanan intra okulerBahan dan Instrumen: papan Snellen, lensa coba,
>22 mmHg dengan gonioskopi sudut tertutup),lampu Senter, tonometer Schiotz, tetrakainkekeruhan media yang disebabkan selain retinopatihidroklorid 0,5% tetes mata (Pantocain), Tropikamid
diabetik yang menyulitkan penilaian (seperti :dari tahun ke tahun makin lama makin meningkat,pada tahun 1994 berjumlah 110,4 juta, tahun 1998 :
175,4 juta, tahun 2010 : 279,3 juta. Prevalensi DM di
Indonesia sebesar 1.5 2.3% pada usia diatas 15
Pada penelitian retrospektif di poli mata RSU Dr.Sutomo Surabaya selama satu tahun pada periode Januari
Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 2, Agustus 2007
149 Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 2, Agustus 2007
150
JOI JOIGambaran Retinopati Diabetik Gambaran Retinopati Diabetik
sampai dengan Desember 1993 didapatkan : (1) angka kebutaan akibat retinopati diabetik (RD)
katarak, uveitis posterior, kekeruhan kornea), p e n y a k i t - p e n y a k i t d e g e n e r a s i r e t i n a y a n g mempengaruhi gambaran retinopati
diabetik (miopia degeneratif, retinitis pigmentosa, kelainan retina
1% tetes mata (Mydriatil), penileprin HCl 10% tetesmata (Efrisel), kapas bulat, slit lamp biomokroskop, Lensa kontak 3 cermin, tempar tidur pemeriksaan, ophthalmoskop direk, fundus fotografi atau AF.
tahun. Berdasarkan atas prevalensi 1.5% dapatdiperkirakan bahwa jumlah minimal penderita DM di
sebesar 5% dari semua penderita yang datang di polimata RSU Dr. Sutomo Surabaya, dan (2) 78,4%
degeneratif herediter, papil atropi primer) Cara Kerja pada penderita DM kunjungan awal yangKlasifikasi RD : 1) RD Nonproliferatif (RDNP) datang ke poli Mata RSU Dr. Soetomo Surabaya,
1417
Keluhan cc6/6-6/18 cc <6/18->6/60 cc 6/60->3/60 cc<3/60 Totalpenurunan (0->0,5) (0,5->1.0) (1.0 >1.3) (<1,3)visus
Ya 173(70,32%) 19(7,72%) 11(4,47%) 40(16,26%) 243(100%)
Tidak 150(97,40%) 4(2,60%) 0 0 154(100%)
Instalasi Ilmu Penyakit Dalam 61(47,26%) 68(52,71%) 129 (100%)
kepastian diagnosis DM berdasarkan diagnosis dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam baik secara langsung atau tidak langsung. Dilakukan pencatatan terhadap identitas penderita yaitu nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan. Dilakukan anamnesa lama menderita DM, gejala awal penyakit, rujukan / atas kemauan sendiri datang ke poli mata, penurunan tajam penglihatan dan riwayat pengobatan. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan pada masing-masing mata dengan koreksi terbaik, menggunakan papan Snellen dan lensa coba. Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometer Schiotz, bila tekanan intra okuler >22mmHg dilakukan gonioskopi, bila ditemukan derajat 1-0 (klasifikasi Shaffer) dilakukan eksklusi. Melakukan pemeriksaan segmen anterior masing-masing mata dengan lampu celah biomikroskop. Melakukan pemeriksaan segmen posterior dengan melebarkan pupil, masing-masing mata diperiksa dengan ophthalmoskop direk. Foto fundus atau AF dilakukan pada kasus yang meragukan atau belum jelas. Seluruh data dicatat dan dianalisa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik sampel terdiri dari 88 pria dan 112
dari Instalasi Ilmu Penyakit Dalam, 24 (12%) dari spesialis mata, 43 (21,5%) atas permintaan sendiri, 4 (2%) lain-lain. Pengobatan yang digunakan 191 (95,5%) menggunakan obat anti diabetes oral dan 9 (4,5%) menggunakan insulin. Riwayat menderita diabetes melitus 125 (62,5%) kurang dari 5 tahun, 35 (17,5%) 5 sampai kurang dari 10 tahun, 19 (9,5%) 10 sampai kurang dari 15 tahun, 21 (10,5%) lebih atau sama dengan 15 tahun. Dari 200 responden didapatkan 397 mata yang dapat dievaluasi, 3 mata telah ptisis.
Asal rujukan dengan keluhan penurunan visus didapatkan terbanyak dari Instalasi Ilmu Penyakit Dalam sebanyak 129 dari seluruh respoden, 61 mengalami keluhan penurunan visus. Respoden tersebut adalah penderita baru dari Unit Rawat Jalan Ilmu Penyakit Dalam RSU Dr. Soetomo Surabaya. Sesuai dengan perjalanan penyakit dan kenyataan klinis dari RD bahwa kurang lebih separuh yang dikonsultasikan dari IRJ Ilmu Penyakit Dalam ke Bagian Ilmu Penyakit Mata memang ada masalah visus, sedang dari keseluruhan yang telah didiagnosis DM separuhnya tanpa keluhan visus. Rujukan dari spesialis mata ada 24 dari respoden dan 22 mengalami keluhan penurunan visus. Responden yang datang atas permintaan sendiri
Perbedaan klasifikasi retinopati dan cara mengevaluasi membedakan beberapa stadium dari retinopati. Pada penelitian ini digunakan oftalmoskop direk yang penggunaannya telah difahami oleh semua dokter mata dengan gradasi yang sesuai dengan alat tersebut. Diharapkan dengan alat yang tersedia dapat mendeteksi adanya retinopati untuk keperluan skrining, terutama untuk penderita diabetes yang jauh dari pusat kesehatan.
Ada beberapa metode untuk mendeteksi retinopati diabetik yaitu oftalmoskop direk dan indirek serta penggunaan foto fundus. Oftalmoskop direk adalah alat efektif untuk mendeteksi retinopati diabetik. Kekurangan alat ini adalah sangat tergantung pada operator, kurang akurat pada pupil yang tidak dilebarkan dan pada kekeruhan media optik, tidak ada stereoskopis dan tidak dapat direkam. Oftalmoskop indirek memiliki keuntungan dapat melihat lebih luas, stereoskopis, dapat mengatasi kekeruhan media optik. Kerugian alat ini pembesaran rendah dan memerlukan operator yang terlatih. Angiografi Fluoresin memiliki keuntungan dapat merekam perubahan retina dengan baik dan d a p a t m e n d e t e k s i d a e r a h i s k e m i k d a n neovaskularisasi. Kerugiannya membutuhkan waktu cukup lama, harga lebih mahal, membutuhkan alat
(88,37%) datang dengan keluhan penurunan visus. Angka tersebut mencerminkan tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat awam tentang perjalan penyakit diabetes melitus yang dapat mengenai mata. (tabel 1.). Kedatangan mereka ke dokter mata setelah ada keluhan penurunan visus bukan pemeriksaan rutin yang dilakukan secara berkala. Mereka yang mengalami penurunan visus61 dirujuk oleh Instalasi Ilmu Penyakit Dalam, 22 dari spesialis mata, 2 dari lain-lain yang berasal dari dokter umum.
Keluhan penurunan visus dibanding dengan hasil pemeriksaan visus yang didapat (tabel 2) pada yang mengalami keluhan dengan koreksi 6/6-6/18 didapatkan 173 mata dan yang tidak mengeluh 150 mata. Pada kelompok dengan koreksi <6/18->6/60 yang mengeluh ada 19 mata dan yang tidak 4 mata. Kelompok koreksi 6/60->3/60 yang mengeluh ada 11 mata (dan kelompok 3/60 43 mata. Pengelompokan visus ini berdasarkan survei penglihatan dimana dibagi 3 derajat kebutaan : gangguan penglihatan sedang visus <6/18->6/60, gangguan penglihatan berat 6/60->3/60 dan kebutaan 3/60. kebutaan adalah salah satu komplikasi yang paling ditakuti dari penyakit diabetes tapi yang paling dapat dicegah. Diabetes adalah penyebab kebutaan tersering pada
wanita, rata-rata usia 53,89±9,36 tahun dengan usia ternyata terjadi penurunan visus 38 kasus dari 43 intravena dan operator yang terlatih.6
Dari 43 usia 30-69 tahun, di Amerika terdapat 5000 kasustermuda 31 tahun dan tertua 74 tahun (tabel 5.1). Status pekerjaan pegawai negeri sipil 40 (20%), swasta 58 (29%), ibu rumah tangga 71 (35,5%), pensiunan pegawai negeri sipil 19 (9,5%), lain-lain
(88,37%). Tujuan dari rujukan spesialis mata ini agarpenderita mendapat perawatan untuk retinopati diabetik. Peneliti yang lain memberikan pedoman untuk merujuk secepatnya bila didapatkan moderat
responden yang datang atas permintaan sendiri ke Unit Rawat Jalan Mata hanya 5 yang tidak mengalami penurunan visus, sedangkan 38
kebutaan baru pertahun dan kebutaan 25 kali lebihsering terjadi pada penderita diabetes dibanding mereka yang tidak menderita diabetes.
7
12 (6%). Pendidikan SD 56 (28%), SMP 45 (22,5%), SMA 65 (32,5%), D1-D3 19 (9,5%), S1 15 (7,5%). Asal pasien 153 (76,5%) dari Surabaya dan 47 (23,5%) berasal dari luar Surabaya.
Asal rujukan responden adalah 129 (64,5%)
Tabel 1. Asal rujukan dengan keluhan penurunan visus
atau RDNP berat, atau bila didapatkan penurunankoreksi visus, atau bila fundus tidak dapat dievaluasi. Bila didapatkan retinopati yang membahayakan penglihatan (RDP atau edema makula) perlu segera dirujuk untuk mendapat perawatan yang lebih lanjut.
Tabel 2. Keluhan penurunan visus responden dengan hasil pemeriksaan visus koreksi terbaik
Asal RujukanKeluhan penurunan visus
Ya Tidak Total
T otal 323(81,36%) 23(5,79%) 1 1(2,77%) 40(10,07%) 397(100%)
Tabel 3. Keluhan penurunan visus responden dengan kejadian makulopati diabetik
Kejadian makulopati diabetik
spesialis Mata 22(91,66%) 2(8,33%) 24(100%) Keluhan penurunan visus Y a T idak T otal
Atas permintaan sendiri 38(88,37%) 5(11,63%) 43(100%) Ya 59 (27,31%) 157(72,69%) 216(100%)Lain-lain 2(50%) 2(50%) 4(100%) Tidak 8 (5,20%) 146(94,80%) 154(100%)
Total 123(61,5%) 77(38,5%) 200(100%) Total 67 (18,10%) 303(81,89%) 370(100%)
Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 2, Agustus 2007
151 Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 2, Agustus 2007
152
JOI JOIGambaran Retinopati Diabetik Gambaran Retinopati Diabetik
visus (-) MD (-) MD(+) penurunan 0 I II III Total
40 35 15 90 visus
7 5 5 17 Ada 76 (61,78%) 8 (6,50%) 27(21,95%) 12 (9,76%) 123 (100%)
4 30 37 71 Tidak ada 66 (85,72%) 5 (6,49%) 6 (7,79%) 0 77 (100%)
51 70 57 178 total 142 (71%) 13 (6,5%) 33 (16,5%) 12 (6%) 200 (100%)
Pada penelitian ini didapatkan kelainan makulopati diabetik (MD) yang akan dibahas pada
berasal dari edema makula.Retinopati diabetik didapatkan pada 178 mata
tidak berdasarkan AF sebagai diagnosis pasti karena Tingkat keterlambatan perawatan retinopati kendala biaya. diabetik pada pasien baru didapatkan tingkat I:12
tabel selanjutnya, retinopati diabetik, AMD (age dengan penurunan visus atau tidak, penurunan visus
Tingkat keterlambatan pada perawatan (6%) dari seluruh pasien baru, tingkat II:33 (16,5%),
macular degeneration) dan katarak. Peneliti yang lain mendapatkan penurunan visus pada beberapa tingkat. Visus >20/40 wanita didapat 89,6% (n=2516)
dibagi menjadi ada dan tidak makulopati diabetik (tabel 4). Kejadian RDNP dengan penurunan visus dan makulopati diabetik terdapat pada 15 mata (16%
retinopati diabetik dibagi tiga yaitu tingkat pertama tingkat III:11(5,%%). Dari pasien lama didapatkan RDNP dengan MD dan Pre RDP dengan atau tanpa tingkat keterlambatan I:1 (0,5%). Tidak didapatkan MD, tingkat kedua pada RDP dengan atau tanpa MD, tingkat keterlambatan II dan III dari pasien lama.
dan pria 86,7% (n=2913), visus 20/40-
20/63 wanita dari 90 mata dengan RDNP). Pada tahap ini sudah tingkat ketiga pada RDP yang tidak dapat dilakukan Pasien lama disini adalah mereka yang tidak kontrol
6,22% dan pria 7,9%, visus 20/80-20/160 wanita2.3% dan pria 3,7%, visus 20/200 lebih buruk wanita1,4% dan pria 1,7%. Penurunan visus pada penelitian mereka pada kelompok usia yang lebih muda didapatkan 1,4% mengalami gangguan visus sedang (koreksi visus mata terbaik 20/80 sampai20/160) dan 3,6% buta (koreksi visus mata terbaik20/200 atau lebih buruk). Gangguan visus pada kelompok ini berhubungan dengan usia saat pemeriksaan, lamanya menderita diabetes, adanya retinopati proliferatif dan didapatkan katarak senilis. Pada kelompok usia yang lebih tua 3% mengalami gangguan visus sedang dan 1,6% buta. Gangguan visus pada kelompok ini berhubungan dengan usia saat pemeriksaan, lamanya menderita diabetes, adanya katarak senilis, adanya edema makula dan
diperlukan perawatan retina menggunakan laser fotokoagulasi, diharapkan dapat menurunkan insiden penurunan visus yang berat dalam 5 tahun mendatang. Kejadian RDPreP dengan penurunan visus dan makulopati diabetik terdapat 5 mata (29,4% dari 17 mata dengan RDPreP). Penelitian yang lain berpendapat pada mata dengan makulopati diabetik dan PrePDR dalam 5 tahun akan terjadi penurunan visus yang berat sehingga membutuhkan vitrektomi sebanyak 10,3% tanpa terapi laser fotokoagulasi sebelumnya dan 5,6% yang sudah mendapat terapi. Kejadian RDP dengan penurunan visus dan makulopati diabetik terdapat 37 mata (52,1% dari 71 mata dengan RDP). Terapi dengan laser fotokoagulasi pada kelompok ini menurut penelitian dapat menurunkan resiko
fotokoagulasi. Pada responden yang berasal dari ke Unit Rawat Jalan Mata lebih dari 1 thn. Pada Instalasi Ilmu Penyakit Dalam terdapat 9 dari 129 pasien lama tidak didapatkan tingkat keterlambatan pada tingkat I, 16 pada tingkat II, dan 3 pada tingkat II dan III kemungkinan karena kepatuhan penderita III. Pada responden yang berasal dari spesialis mata untuk kontrol cukup baik (tabel 5).2 dari 24 pada tingkat I, 8 pada tingkat II, dan 8 pada Keluhan penurunan visus dengan tingkat tingkat III. Responden yang berasal dari lain-lain 2 keterlambatan didapatkan yang mengeluh visus mengalami tingkat keterlambatan II. Penelitian yang menurun 8 TK I, 27 TK II, 12 TK III. Tidak mengeluh lain tentang pemeriksaan dan rujukan yang penurunan visus 5 TK I, 6 TK II (tabel 6.). Dari tabel ini dilakukan dokter umum untuk retinopati diabetik didapatkan bila ada keluhan penurunan visus maka mendapatkan hasil 91,4% mereka merujuk penderita didapatkan gangguan RD dengan berbagai derajat. diabetes melitus pada spesialis mata setiap tahun. Sebaliknya bila tidak ada keluhan penurunan visus Tiga puluh delapan persen mereka memperkirakan bukan berarti tidak ada kelainan di mata.51-75% dari penderita diabetes melitus tetap kontrol Kewaspadaan dan kontrol teratur ke dokter Mata ke spesialis mata. Tiga puluh satu persen dari dokter sangat diperlukan untuk penderita DM karena bila umum menyatakan bahwa mereka mendapat datang dengan keluhan biasanya keadaan stadium balasan konsul dari spesialis mata.
10 RD sudah lanjut.
proliferatif diabetik retinopati. 8 kebutaan sampai 61%. Efek samping dari terapi ini
Tabel 3. menampilkan keluhan penurunan visus dengan terjadinya makulopati diabetik terdapat 59
yang tersering adalah rasa tidak nyaman selama PanRetinal Photocoagulation, penglihatan kabur
Tabel 5. Asal rujukan dengan tingkat keterlambatan perawatan retinopati diabetik pada pasien baru dan lama
Asal Tingkat keterlambatan (TK) Total
mata dari 370 mata, sedangkan mereka yang mengalami penurunan visus tetapi tidak terjadi
sementara, penurunan adaptasi gelap danpenurunan penglihatan pada jangka panjang akibat
rujukan 0 I II III
Baru Lama Baru Lama Baru Lama Baru Lama
makulopati diabetik terdapat 157 mata. Pada makulopati diabetik yang berulang. 5,9
IPD 99 2(1,55%) 9 0 16 0 3 0 129
evaluasi makula terdapat 14 mata yang tidak dapat Kejadian penurunan visus pada responden (76,74%) (6,97%) (12,40%) (2,32%) (100%)dievaluasi karena katarak, 9 mata tidak dapatdievaluasi karena tractional retinal detachment dan 7 mata dengan AMD.
Keluhan penurunan visus tanpa makulopati
tidak selalu karena MD, faktor penyebab yangmengganggu visus seperti kekeruhan kornea, l e n s a , v i t r e u s d a n k a d a r g u l a d a r a h j u g a berpengaruh. Fluktuasi kadar gula darah akan
Mata 6
(25%)
Sendiri 11
0 2(8,33%) 0 8 0 8 0 24
(33,33%) (33,33%) (100%)
23 1 1 7 0 0 0 43
diabetik dapat disebabkan kelainan refraksi yang mempengaruhi indek refraksi media optis yang dilalui
(25,58%) (53,48%) (2,32%) (2,32%) (16,30%) (100%)
tidak dikoreksi, usia penderita dan AMD. Preferred obyek, dalam hal ini media optik yang jernih tidak Lain 2 0 0 0 2 0 0 0 4
Practice Patterns Committee, Retina Panel. 2003 menyatakan bahwa 40% dari penurunan visus
menjamin ketajaman visus sentral yang optimal. Kekurangan pada penelitian ini adalah diagnosis MD
(50%)
Total 118
(50%) (100%)
25 12 1 33 0 11 0 200
Tabel 4. Kejadian penurunan visus, kejadian RD dan ditemukannya makulopati diabetik
Penurunan Visus (+)
(59%) (12,5%) (6%) (0,5%) (16,5%) (5,5%) (100%)
Tabel 6. Keluhan penurunan visus dengan tingkat keterlambatan
Kejadian RD Penurunan Total (mata) Keluhan T ingkat keterlambatan (TK)
Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 2, Agustus 2007
153 Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 2, Agustus 2007
154
JOI JOIGambaran Retinopati Diabetik Gambaran Retinopati Diabetik
RDNP
RDPreP
RDP
Total
Lama kejadian diabetes melitus dengan tingkat keterlambatan perawatan retinopati diabetik didapatkan <5 thn terdapat 7 tingkat keterlambatan I,17 tingkat keterlambatan II, dan 2 tingkat keterlambatan III. Lama menderita diabetes melitus5 - < 10 thn: tingkat keterlambatan I terdapat 4, tingkat k e t e r l a m b a t a n I I t e r d a p a t 9 , d a n t i n g k a t
kecuali saat visus menurun. Ketiga, DM mengenai banyak pada usia produktif sehingga bila tidak dicegah maka komplikasi akan menurunkan produktifitas tenaga tersebut. Keempat, penyakit lain tidak terdeteksi yang memperkuat RD seperti hipertensi dan hiperlipidemia. Sampai saat ini terapi laser fotokoagulasi masih merupakan pengobatan
Diabetes adalah penyebab utama kasus baru kebutaan di Amerika pada usia 20-74 tahun. Pada semua orang dengan diabetes beresiko terjadi retinopati diabetik dan menjadi buta, faktor yang mempengaruhi adalah lama menderita diabetes (lebih dari 10 tahun) dan derajat kontrol metabolik (hiperglikemia persisten). Dapat diperkirakan
dan pada 20 tahun lebih insiden lebih rendah. Gambaran retinopati diabetik didapat 15% saat awal menderita, 55% setelah menderita 10 tahun dan 70% setelah menderita diatas 15 tahun. Penelitian yang lain mendapatkan prevalensi RDNP setelah menderita11-13 tahun adalah 23%, setelah14-16 tahun 43%, lebih dari 16 tahun 60%. Kejadian RDP setelah 11
keterlambatan III terdapat 5. Pada 10 - < 15 thntingkat keterlambatan II dan III masing-masing terdapat 3. Pada 15 thn tingkat keterlambatan I dan III masing-masing terdapat 2, tingkat keterlambatan
utama dan syarat dari terapi ini membutuhkan media refraksi yang jernih sehingga deteksi dini akan mempermudah terapi dan diharapkan mendapat hasil yang optimal. Bila hasil optimal maka
mereka yang menderita diabetes lama dengan kontrol tahun atau lebih adalah 3%.
4,5
gula darah yang kurang baik meningkatkan resiko Tabel 9. angka kejadian retinopati diabetik terjadinya RDP. Penderita dengan RDP 25-50% akan dengan usia responden didapatkan kelompok usia menjadi buta dalam 5 tahun apabila tidak diterapi.
1230-34 tahun 0,51% RDNP, kelompok 35-39 tahun
II terdapat 4 (tabel 7.). Evaluasi segmen posterior diharapkan akan menurunkan angka kebutaan Penelitan baik secara cohort atau cross- 0,51% RDNP dan 1,28% RDP, kelompok 40-44 tahundengan melebarkan pupil perlu dilakukan padasemua penderita diabetes melitus tipe II pada saat mereka dinyatakan menderita penyakit tersebut.
1Hal ini karena pada tipe II kejadian awal
mulai menderita penyakit tidak dapat ditentukan secara pasti.
U p a y a p e n c e g a h a n a g a r t i d a k t e r j a d i
keterlambatan diperlukan usaha informasi aktif ( p r o m o t i f ) d a r i t e n a g a m e d i s ( I n t e r n i s / Oftalmologis/primary eye care/dokter umum/ perawat/bidan) karena pertama, penderita tidak sadar bahwa dirinya menderita DM sehingga durasi DM tidak dapat diketahui secara pasti. Kedua, gangguan pada mata tidak memberikan keluhan
akibat RD.Kontrol gula darah mempunyai efek yang
menguntungkan untuk menurunkan progresifitas dan insiden komplikasi mikrovaskular pada penderita DM tipe I dan II. Komplikasi mikrovaskular membutuhkan waktu tahunan untuk muncul sehingga bila sudah diketemukan komplikasi ini maka penderita telah menderita DM lama. Kontrol gula darah yang baik juga menurunkan progresifitas dari nefropati diabetik dan neuropati. Terkontrolnya kadar gula darah tidak menghilangkan resiko RD dan kompliksai DM yang lain tapi memperlambat progresifitas.
11
sectional menunjukkan bahwa lamanya menderita diabetes melitus merupakan prediktor yang terbaik untuk retinopati diabetik. Angka kejadian retinopati diabetik dengan lama menderita diabetes melitus ditampilkan pada tabel 8. Pada responden dengan riwayat diabetes melitus < 5 thn didapatkan 50 mata menderita RDNP, 12 mata menderita RDPreP, 24 mata menderita RDP. Pada responden yang menderita 5 - < 10 thn didapatkan 20 mata menderita RDNP, 2 mata menderita RDPreP dan 23 mata menderita RDP. Pada responden dengan lama menderita 10 - <15thn didapatkan 9 mata menderita RDNP, 1 mata menderita RDPreP, 10 mata menderita RDP. Pada mereka yang menderita 15 thn didapatkan 11
3,07% RDNP, 0,51% Pre RDP, 2,05% RDP, kelompok 45-49 tahun 4,62% RDNP, 1,28% RDPreP,5,9% RDP, kelompok 50-54 tahun 4,62% RDNP,1,02% RDPreP, 4,37% RDP, kelompok 55-59 tahun4,36% RDNP, 0,27% RDPreP, 1,79% RDP, kelompok60-64 tahun 2,05% RDNP, 0,27% RDPreP, 1,53% RDP, kelompok 64-69 tahun 1,79% RDNP, 0,27% RDPreP, 1,02% RDP, kelompok 70-74 tahun 1,28% RDNP, 0,27% RDPreP, 0,51% RDP. Usia adalah faktor penentu kedua setelah lama menderita diabetes akan terjadinya retinopati diabetik. Faktor yang perlu diperhatikan adalah usia saat pasien didiagnosis dan usia kronologis pasien. Pasien yang didiagnosis sebelum growth spurt year maka retinopati belum didapatkan.
Tabel 7. Lama kejadian diabetes melitus dengan tingkat keterlambatan perawatan retinopati diabetik
mata menderita RDNP, 2 mata menderita RDPrePdan 14 mata menderita RDP. Insiden terjadinya
Retinopati sebelum masa pubertas jarang didapatkan. Pada penelitian yang lain didapatkan background
Lama kejadian diabetes
melitus
Tingkat keterlambatan (TK) Total
0 I II IIIretinopati diabetik puncaknya terjadi pada 5-<10 tahunsedang pada penelitian yang lain pada 10-14 tahun,
retinopathy dan edema makula muncul lebih awal pada penderita yang didiagnosis diabetes setelah
<5 thn 99(79,2%) 7(5,6%) 17(13,6%) 2(1,6%) 125(100%)5 - <10thn 17(48,57%) 4(11,43%) 9(25,72%) 5(14,28%) 35(100%)10 - <15 thn 13(68,42%) 0 3(15,79%) 3(15,79%) 19(100%)>15thn 13(61,91%) 2(9,52%) 4(19,05%) 2(9,52%) 21(100%)
Total 142(71%) 13(6,5%) 33(16,5%) 12(6%) 200(100%)
Tabel 9. Angka kejadian retinopati dengan usia responden
Usia (tahun) Angka kejadian retinopati Total (mata)
Normal RDNP RDPreP RDP (mata)(mata) (mata) (mata)
Tabel 8. Angka kejadian retinopati dengan lama menderita diabetes melitus
Angka kejadian lama menderita diabetes melitus
30-34 2 (50%) 2 (50%) 0 0 4 (100%)35-39 9 (56,25%) 2 (12,5%) 0 5 (31,25%) 16 (100%)40-44 18 (45%) 12 (30%) 2 (5%) 8 (20%) 40 (100%)
retinopati (mata) <5 thn 5 -<10thn 10 -<15thn >15thn Total (mata)
69 (17,69%) 37 (9,49%) 40 (10,26%) 390(100%)
45-49 28 (37,84%) 18 (24,32%) 5 (6,76%) 23 (31,08%) 74 (100%) 50-54 26 (40%) 18 (27,70%) 4 (6,15%) 17 (26,15%) 65 (100%)
Normal 158 (74,53%) 24 (11,32%) 17 (8,02%) 13 (6,13%) 212 (100%) RDNP 50 (55,55%) 20 (22,22%) 9 (10%) 11 (12,23%) 90 (100%) RDPreP 12 (70,60%) 2 (11,76%) 1 (5,88%) 2 (11,76%) 17 (100%) RDP 24 (33,80%) 23 (32,39%) 10 (14,08%) 14 (19,73%) 71(100%) Total 244
(62,56%)
55-59 49 (66,22%) 17 (22,97%) 1 (1,35%) 7 (9,46%) 74 (100%)60-64 29 (65,91%) 8 (18,18%) 1 (2,27%) 6 (13,64%) 44 (100%)65-69 22 (64,71%) 7 (20,59%) 1 (2,94%) 4 (11,76%) 34 (100%)70-74 22 (73,34%) 5 (16,67%) 1 (3,33%) 2 (6,66%) 30 (100%)
Total 205 (52,56%) 89 (22,82%) 15 (3,85%) 72 (18,46%) 390(100%)(mata)
Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 2, Agustus 2007
155
JOIGambaran Retinopati Diabetik
usia 40 tahun dibanding yang lebih muda. Penderita penderita untuk mendapat perawatan mata pada yang menderita diabetes 5-14 tahun memiliki awal diketahui menderita dan kontrol yang prevalensi retinopati 58% dengan usia 30-49 tahun, diperlukan. Penderita diabetes sendiri perlu peduli49% pada usia 50-69% dan 34% diatas 70 tahun. terhadap penyakit yang dideritanya dengan Penelitian yang lain didapatkan prevelensi retinopati mengikuti petunjuk dokter dan paramedis yang usia 55-64 tahun adalah 49% dan diatas 65 tahun merawat, diet, kontrol, meningkatkan pengetahuan adalah 36%. Penurunan prevalensi mungkin disebabkan yang berhubungan dengan diabetes secara angka mortalitas yang meningkat tiga kali pada berkesinambungan.penderita diabetes dengan retinopati.
4
Beberapa saran yang dapat diberikan pada institusi pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan Republik Indonesia yaitu perlu dilakukan
DAFTAR PUSTAKA1. Preferred Practice Patterns Committee, Retina Panel.
2003 Diabetic Retinopathy. San Francisco : AmericanAcademy of Ophthalmology; November 2003.
pendataan kebutaan dikarenakan data yang ada 2. H e n d r o m a r t o n o , 2 0 0 4 . D i a b e t e s M e l l i t u s .sudah perlu diperbaharui. Kewaspadaan terhadap Symposium Recent Advances in Metabolicmeningkatnya penderita diabetes melitus yang akan Syndrome. Surabaya 14-15 Februari 2004.semakin meningkat dengan perubahan gaya hidup,kondisi sosial ekonomi dan meningkatnya usia harapan hidup. Hal ini berkaitan dengan usaha tahun Indonesia sehat 2010. Rumah sakit pemerintah dalam hal ini RSU Dr Soetomo sebagai pusat rujukan Indonesia Timur perlu mempersiapkan sarana dan prasarana
3. Gatut Suhendro, 1994. Retinopati Diabetik di RSUD Dr.Soetomo Surabaya. In (Gatut Suhendro). Disertasi. Universitas Airlangga, Surabaya 20 September 1999.
4. Soegondo S, Rudianto A, Manaf A, et al, 2006.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DiabetesMelitus Tipe 2 di Indonesia 2006. PB PERKENI
5. Benson WE, Brown GC, Tasman W. 1988. Diabetes
dalam perawatan penderita diabetes beserta and Its Ocular Complications. 1 st edition, Philadelphiakomplikasinya. Kerjasama dengan negara lain diperlukan :W.B. Saunders Company, pp. 1-153.dalam peningkatan sumberdaya manusia dan peralatan 6. Mitchell P, Wang JJ, 1997. Management of Diabeticuntuk perawatan tersebut secara paripurna.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam diharapkan melakukan deteksi dini dengan mengadakan skrining secara aktif pada penderita baru dan lama untuk pencegahan komplikasi. Hal ini telah dilakukan dengan merujuk semua penderita diabetes melitus
Retinopathy Clinical Practical Guidelines. NationalHealth and Medical Research Council. Canberra.
7. Yeo KT, et.al, 1995. Mass Screening for Diabetic Retinopathy in The Prevention of Blindness. Asia- Pasific Journal of Ophthalmology vol 7 no 4 pp2-8.
8. Sirlan F, Suwento R, 1998. Hasil Survei KesehatanIndera Penglihatan dan Pendengaran 1993-1996.
baru untuk pemeriksaan mata. Bagian Ilmu Penyakit Departemen Kesehatan RI. Ditjen PembinaanMata perlu melakukan kerjasama dengan Ilmu Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina UpayaPenyakit Dalam dalam skrining kebutaan yang Kesehatan Puskesmas Jakarta.disebabkan oleh retinopati diabetik. Pendidikankesehatan pada penderita diabetes perlu digiatkan untuk memberikan kesadaran untuk memeriksakan diri sebelum terlambat.
Instansi pemerintah propinsi dan kota dalam hal ini dinas kesehatan propinsi dan kota diharapkan dapat
9. Klein R, et al. 1984. Visual Impairment in diabetes.Ophthalmology 91:1-9
10. Akduman L, Olk RJ, 1998. The Early Treatment Diabetic Retinopathy Study. In (Kertes PJ, Conway MD, eds) Clinical Trials in Ophthalmology a Summary and Practical Guide. Maryland : Lippincott Williams & Wilkins, pp15-35.
melakukan kampenye secara berkala tentang diabetes 11. Ozerov I, Monderer R. 2001. Diabetic Retinopathy :kepada masyarakat untuk memberikan pendidikan Examination and Referral Practices of Primary Caresecara masal. Skrining diperlukan untuk dilakukan Providers. Einstein Quart.J.Biol.Med. 18:164-70.berkala untuk menjaring penderita secara aktif.
Kewaspadaan perlu ditingkatkan pada para tenaga medis dilapangan seperti dokter spesialis, dokter umum, perawat yang merawat penderita dengan diabetes untuk memperhatikan komplikasi
yang dapat terjadi pada penderita dan merujuk
Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 2, Agustus 2007
155
JOIGambaran Retinopati Diabetik
12. Ferris FL, Davis MD, Aiello LM. 2006. Treatment of Diabetic Reti
nopathy. New England Journal of Medicine. vol 341 no 9 page 667-678.
13. Mazze RS, Sinnock P, Deeb L, et al, 1985. An Epidemiological Model for Diabetes Mellitus in the United States: Five Major Complications. Diabetes Research and Clinical Practice no 1(1985): 185-191