gambaran tingkat kecemasan lansia penderita …eprints.ums.ac.id/84632/9/naskah publikasi.pdf ·...
TRANSCRIPT
i
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN LANSIA PENDERITA
HIPERTENSI DI WILAYAH PUSKESMAS KARTASURA
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I
Pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
ANISA SHOLIHATI DWI KUMALA
J210160060
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
i
HALAMAN PERSETUJUAN
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN LANSIA PENDERITA
HIPERTENSI DI WILAYAH PUSKESMAS KARTASURA
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
ANISA SHOLIHATI DWI KUMALA
J210160060
Telah diperiksa dan disetujui oleh:
Dosen Pembimbing,
(Supratman, S.K.M., M.Kes., Ph.D.)
ii
HALAMAN PENGESAHAN
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN LANSIA PENDERITA
HIPERTENSI DI WILAYAH PUSKESMAS KARTASURA
Oleh:
ANISA SHOLIHATI DWI KUMALA
J210160060
Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada Selasa, 25 Februari 2020
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Supratman, S.K.M., M.Kes., Ph.D (………...…..)
(Ketua Dewan Penguji)
2. Okti Sri Purwanti, S.Kep., Ns., M.Kep., Ns., Sp.Kep.M.B (…………….)
(Anggota 1 Dewan Penguji)
3. Ns. Beti Kristinawati, M.Kep., Sp.Kep.M.B (…………….)
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Dr. Mutalazimah, S.KM., M.Kes.
NIK: 786
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
.
Surakarta, 25 Februari 2020
Penulis,
Anisa Sholihati Dwi Kumala
J210160060
1
GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN LANSIA PENDERITA HIPERTENSI
DI WILAYAH PUSKESMAS KARTASURA
Abstrak
Latar belakang : kecemasan adalah suatu ketidakberdayaan neurotik, rasa tidak
aman, tidak matang, dan kekurangmampuan dalam menghadapi tuntutan realitas
(lingkungan), kesulitan dan tekanan kehidupan sehari-hari(Annisa & Ifdil, 2016).
Kecemasan seseorang dapat dipengaruhi oleh masalah kesehatan yang dialaminya
(Stuart, 2013). Semakin bertambah umur seseorang semakin banyak pula penyakit
yang muncul dan sering diderita khususnya pada lansia atau lanjut usia. Pada usia
lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh, oleh sebab itu para lansia
mudah sekali terkena penyakit seperti hipertensi (Andriana, 2013). Penderita
hipertensi menjadi cemas disebabkan penyakit hipertensi yang cenderung
memerlukan pengobatan yang relatif lama, terdapat risiko komplikasi dan dapat
memperpendek usia (Hawari, 2013). Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran kecemasan pada lansia penderita hipertensi. Metode : Jumlah
sampel pada penelitian ini sebanyak 96 responden. Penelitian ini bersifat kuantitatif
dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini yaitu random sampling. Teknik pengambilan data menggunakan
kuisioner ZSAS (Zung Self-Rating Anxiety Scale). Analisis dalam penelitian ini
menggunakan analisis univariat dengan distribusi frekuensi. Hasil: hasil dari uji
analisis tingkat kecemasan yang di dapatkan meliputi kecemasan ringan sebanyak 10
responden ( 10,4%) kecemasan sedang sebanyak 75 responden (78,1%) dan
kecemasan berat sebanyak 11 responden (11,5%). Saran : Bagi masyarakat luas
khususnya penderita hipertensi agar lebih sadar akan pentingnya memelihara
kesehatan mental.
Kata kunci : Kecemasan, hipertensi
Abstract
Background: anxiety is a neurotic helplessness, insecurity, immature, and inability
to face the demands of reality (environment), difficulties and stresses of daily life
(Annisa & Ifdil, 2016). Someone's anxiety can be influenced by health problems they
experience (Stuart, 2013). As a person ages, the more diseases that arise and often
suffer, especially in the elderly or elderly. In old age various setbacks will occur in
the body's organs, therefore the elderly are easily affected by diseases such as
hypertension (Andriana, 2013). Patients with hypertension become anxious due to
hypertension which tends to require relatively long treatment, there is a risk of
complications and can shorten life (Hawari, 2013). Purpose: This study aims to
determine the description of anxiety in elderly patients with hypertension. Method:
The number of samples in this study were 96 respondents. This research is
quantitative by using descriptive research methods. The sampling technique in this
study is random sampling. The data collection technique uses the zsas questionnaire
2
ZSAS (Zung Self-Rating Anxiety Scale).The analysis in this study uses univariate
analysis with frequency distribution. Results: the results of the analysis of the anxiety
level test were mild anxiety by 10 respondents (10.4%) moderate anxiety by 75
respondents (78.1%) and severe anxiety by 11 respondents (11.5%). Suggestion: For
the wider community, especially hypertension sufferers to be more aware of the
importance of maintaining mental health.
Keywords: Anxiety, hypertension
1. PENDAHULUAN
Lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh)
tahun ke atas (UU Nomor 13 Tahun 1998). Populasi lansia tumbuh lebih cepat
dibandingkan penduduk usia lebih muda. Persentase lansia di Indonesia semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, terdapat 9,27 persen atau sekitar
24,49 juta lansia dari seluruh penduduk. Angka ini meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya yang hanya terdapat 8,97 persen (sekitar 23,4 juta) lansia di Indonesia.
Kenaikan ini diperkirakan akan terus terjadi untuk beberapa tahun ke depan,
walaupun jumlah serta komposisi penduduk sebenarnya sangat dinamis dan
tergantung pada tiga proses demografi yang tidak dapat diprediksi secara pasti
yaitu kelahiran, kematian, dan migrasi. Perubahan ini juga tentu akan berdampak
pada pergeseran struktur umur penduduk dan akan mempengaruhi berbagai lini
kehidupan negara (BPS, 2018).
Peningkatan jumlah lansia di Indonesia tentunya perlu mendapat perhatian
yang serius dari pemerintah berkaitan dengan pelayanan sosial dan pelayanan
kesehatan terkait dengan proses menua. Lansia membutuhkan perhatian khusus
dalam kesehatan, kemandirian, perawatan, dan penghargaan. Alasan lansia
membutuhkan perhatian khusus dikaren??????akan masalah pada lansia
dimasukkan ke dalam “Empat Besar” penderitaan geriatrik yaitu mempunyai
masalah yang kompleks, tidak ada pengobatan sederhana, penurunan kemandirian,
dan membutuhkan bantuan orang lain dalam perawatan (Jafar et al., 2011).
Perawatan Iansia dibutuhkan persiapan yang baik. Kesehatan jasmani dan
mental, merupakan syarat yang sangat dominan untuk menentukan kesejahteraan
3
di masa Iansia. Lansia tidak akan terlepas dari aspek sosio-psikologi. Sebagai
individu, lansia mengenal dirinya baik kemampuan, ketrampilan, kelebihan,
kekurangan, ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Lansia pun mengerti akan apa
yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukannya. Lansia menggunakan kemampuan
psikologisnya dalam hubungannya dengan individu lain. Memberi dan menerima
dukungan psikologis dan sosial merupakan hal yang selalu ada dalam hubungan
antar manusia. Hubungan antar individu berdasarkan kemampuan ini yang disebut
aspek sosialpsikologis (Prawitasari, 2016).
Lanjut usia sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
yang merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap
individu. Perubahan-perubahan fisologis maupun psikososial, akan berpotensi
pada masalah kesehatan baik fisik maupun psikologis. Salah satu masalah
psikologis yang sering terjadi pada lanjut usia pada kondisi kehidupan sosial
adalah kecemasan (Annisa & Ifdil, 2016). Yusuf (2009) mengemukakan
kecemasan adalah suatu ketidakberdayaan neurotik, rasa tidak aman, tidak matang,
dan kekurangmampuan dalam menghadapi tuntutan realitas (lingkungan),
kesulitan dan tekanan kehidupan sehari-hari. Senada dengan itu, Sarwono (2012)
menjelaskan kecemasan merupakan takut yang tidak jelas objeknya dan tidak jelas
pula alasannya.
Kecemasan sebagai kondisi patologis, yang melibatkan reaksi yang tidak
diinginkan atau tidak wajar dalam perilaku maupun neurovegetatif. (Stolerman &
Price, 2015). Kecemasan dapat dikatakan normal jika tingkat kecemasan tersebut
tidak berlebihan, tetapi jika sudah parah dapat menjadi masalah serius (Huberty,
2012). Kecemasan seseorang dapat dipengaruhi oleh masalah kesehatan yang
dialaminya (Stuart, 2013). Semakin bertambah umur seseorang semakin banyak
pula penyakit yang muncul dan sering diderita khususnya pada lansia atau lanjut
usia. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh, oleh
sebab itu para lansia mudah sekali terkena penyakit seperti hipertensi (Andriana,
2013). Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi
4
dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita tidak mengetahui dirinya
mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya (Purnomo, 2009).
Penderita hipertensi menjadi cemas disebabkan penyakit hipertensi yang
cenderung memerlukan pengobatan yang relatif lama, terdapat risiko komplikasi
dan dapat memperpendek usia (Hawari, 2013). Kecemasan memicu aktivasi dari
hipotalamus yang mengendalikan dua sistem neuroendrokrin, yaitu sistem saraf
simpatis memicu peningkatan aktivasi berbagai organ dan otot polos salah satunya
meningkatkan kecepatan denyut jantung serta pelepasam epinefrin dan
noreepinefrin ke aliran darah oleh medula adrenal (Sherwood, 2010). Pada
penelitian Aggelopoulou et al. (2017) Faktor yang berkaitan dengan kualitas hidup
yang buruk dan tingkat kecemasan dan depresi adalah usia semakin tua, tingkat
pendidikan yang rendah, pengangguran, situasi ekonomi miskin dan masalah
kesehtan.
Penelitian Hermawan et al., (2019) menunjukkan bahwa responden yang
tidak memiliki kecemasan 33,3%, responden dengan tingkat kecemasan ringan
26,7%, responden dengan tingkat kecemasan sedang 26,7% dan responden dengan
tingkat kecemasan berat 13,3%. Tidak ada hubungan antara usia dan jenis kelamin
dengan kecemasan pada pasien hipertensi. Ada hubungan antara pendidikan,
pekerjaan, dan pengetahuan dengan pasien hipertensi kecemasan.
Penelitian Sukma (2018) tingkat kecemasan pada penderita dewasa sebagian
besar adalah ringan. Tingkat kecemasan pada penderita Hipertensi terbagi menjadi
dua hasil yaitu ringan dan sedang. Gambaran tingkat kecemasan yang didapatkan
meliputi kecemasan ringan 75,0% dan kecemasan sedang 25%.
Penelitian Nifatantya (2019) Tingkat kecemasan penderita hipertensi
berhubungan terbalik dengan umur. Semakin muda umur penderita hipertensi,
semakin tinggi tingkat kecemasannya. Rata-rata tingkat kecemasan penderita
hipertensi laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, meskipun tidak berbeda
secara signifikan. Dan Secara umum, penderita hipertensi pada penelitian ini
mempunyai tingkat kecemasan yang rendah.
5
Penelitian Laksita (2016) ada hubungan yang signifikan antara lama
hipertensi dengan tingkat kecemasan responden. Semakin lama responden
mengalami hipertensi maka semakin tinggi tingkat kecemasan yang dirasakan
responden dengan jumlah responden dengan lama hipertensi kurang dari 7 tahun
yang tidak cemas sebanyak 20 orang. Jumlah responden dengan lama hipertensi
kurang dari 7 tahun yang cemas sebanyak 2 orang. Jumlah responden dengan lama
hipertensi lebih dari 7 tahun yang tidak cemas sebanyak 2 orang. Jumlah
responden dengan lama hipertensi lebih dari 7 tahun yang cemas sebanyak 14
orang.
Studi pendahuluan di Puskesmas Kartasura dalam hasil wawancara dengan
10 lanjut usia yang ada, mereka mengungkap bahwa penyakit hipertensi yang di
deritanya membuat mereka mengalami kecemasan karena takut akan komplikasi.
Penelitian ini penting dilakukan karena mengingat lansia merupakan tahap akhir
dari suatu kehidupan manusia. Sehingga perlu di kaji lebih dalam mengenai
kesehatan mental lansia khususnya penderita hipertensi.
Kecamatan Kartasura merupakan salah satu Kecamatan dari 12 kecamatan di
Kabupaten Sukoharjo. Populasi lansia berusia lebih dari 60 tahun berdasarkan
Laporan Program Kesehatan Lansia Puskesmas Kartasura adalah 10.261 lansia
yang terdiri dari jenis kelamin laki laki sejumlah 4.830 lansia dan jenis kelamin
perempuan sejumlah 5.431 lansia 9 (Data Kesehatan Lansia Puskesmas Kartasura,
2018). Data yang di peroleh dari Puskesmas Kartasura pada bulan Agustus tahun
2019 didapatkan data 10 penyakit terbesar pada pra lansia dan lansia yang
merupakan peringkat pertama adalah hipertensi yaitu sejumlah 314 lansia
penderita hipertensi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti mengajukan rumusan
masalah yaitu gambaran kecemasan pada lansia penderita hipertensi di Puskesmas
Kartasura.
6
2. METODE
Jenis penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif sederhana. Populasi
yang ada dalam penelitian ini adalah lansia penderita hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Kartasura. Sampel pada penelitian ini berjumlah 96 responden dengan
menggunakan random sampling. Teknik pengambilan data menggunakan
kuisioner ZSAS teknik analisa menggunakan deskriptif frekuensi dengan program
software computer.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik responden
Berikut ini karakteristik responden lansia dengan hipertensi berdasarkan
karakteristik responden
Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden
Variabel N %
Umur :
60-64
65-69
70-74
75-79
40
41
14
1
41,7
42,7
14,6
1,0
Jenis kelamin :
Perempuan
Laki-laki
28
68
29,2
70,8
Status pekerjaan:
Bekerja
Tidak bekerja
49
47
51,0
41,0
Status perkawinan:
Kawin
Duda
Janda
60
27
9
74,2
19,6
5,2
Lama menderita :
2-8
9-15
16-23
23-29
78
12
4
2
81,2
12,5
4,2
2,1
Jumlah 96 100
7
Karakteristik lansia penderita hipertensi dalam penelitian ini meliputi usia,
jenis kelamin, status pekerjaan, status perkawinan dan lama menderita hipertensi.
Berdasarkan karakteristik responden menurut usia terlihat bahwa responden
paling dominan adalah berumur 65-69 sebanyak 45 responden (46,9%) , berumur
60-64 tahun sebanyak 33 responden (34,4%) , yang berumur 70-74 tahun
sebanyak 10 responden (10,4%) dan yang berumur 75-79 tahun sebanyak 8
responden (8,3%).
Hal ini dikarenakan posyandu Abadi di desa Gonilan yang merupakan
wilayah kerja Puskesmas Kartasura merupakan posyandu yang di khususkan
pada lansia yang aktif sebagai wadah pertemuan tiap bulan untuk peduli pada
kesehatan diri sendiri serta untuk menjalin silaturahmi antar lansia yang berada di
wilayah kerja Puskesmas Kartasura. Menurut WHO seorang usia lanjut adalah
seseorang yang berusia 60 hingga 74 tahun atau lebih dari 60 tahun.
Seiring bertambahnya usia menjadi tua, kondisi fisik dan fungsi tubuh pun
akan menurun. Terjadi beberapa perubahan struktur dan fungsional pada sistem
kardiovaskuler. Pembuluh darah akan kehilangan elastisitas yang mengakibatkan
terjadinya pengapuran dan penyempitan pembuluh darah. Aliran darah keseluruh
tubuh akan berkurang karena menurunnya kemampuan aorta dan arteri.
Konsekuensinya, jantung akan semakin kuat memompa darah dan terjadi
peningkatan tekanan tahanan perifer yaitu tekanan darah sistolik dan diastolik
akan meningkat atau dikenal hipertensi (Brunner & Suddarth, 2006).
Berdasarkan karakteristik responden menurut jenis kelamin terlihat bahwa
responden paling dominan adalah perempuan yaitu sebanyak 68 orang (70,8%)
dan responden laki-laki sebanyak 28 orang (29,2%).
Menurut keterangan ketua posyandu lansia, meskipun banyak peserta
posyandu laki laki tetapi yang aktif datang ke posyandu lansia adalah peserta
wanita, karena cenderung lebih mudah untuk berpartisipasi dalam kegiatan
dibandingkan penduduk laki laki. Secara teori sebenarnya resiko laki-laki
hampir sama dan lebih dulu terkena hipertensi pada usia 55-74 tahun dan setelah
8
usia 74 tahun perempuan lebih beresiko besar untuk terkena hipertensi. Ini di
karenakan penyakit hipertensi merupakan salah satu penyakit yang di sebabkan
karena gaya hidup seseorang yang tidak baik. Misalnya salah satu faktor resiko
yang menyebabkan hipertensi adalah merokok ( Black & Hawks, 2014).
Namun dalam penelitian ini sebagian besar responden dadalah perempuan.
Kondisi ini disebabkan karena jumlah perempuan dewasa lebih tinggi di
bandingkan laki-laki dewasa. Hal ini sejalan dengan (Purwanti, 2014) bahwa di
Indonesia populasi perempuan jauh lebih besar di bandingkan dengan populasi
laki-laki, jumlah perempuan menjadikannya hampir di setiap lini kehidupan di
domisili oleh perempuan.
Berdasarkan karakteristik responden menurut status pekerjaan terlihat bahwa
distribusi responden menurut pekerjaan paling dominan adalah bekerja sebanyak
49 orang ( 51%) dan yang tidak bekerja sebanyak 47 orang (41%).
Hasil wawancara terhadap responden mengungkapkan bahwa adanya
tuntutan ekonomi yang menyebabkan stress dan kecemasan. Hal ini sejalan
dengan penelitian (Perry & Potter, 2010) dalam keadaan stress dan cemas akan
terjadi stimulasi simpatis yang meningkatkan frekwensi denyut jantung, curah
jantung dan resistensi vaskular. Efek simpatis ini meningkatkan tekanan darah.
Stres atau cemas dapat meningkatkan tekanan darah sebesar 30 mmHg.
Berdasarkan karakteristik responden menurut status perkawinan terlihat
bahwa dari 96 responden paling dominan adalah dengan status perkawinan kawin
sebanyak 60 responden (74,2 %), dengan status perkawinan janda sebanyak 27
responden (19,6%) dan dengan status perkawinan duda sebanyak 9 (5,2%).
Keadaan tersebut dapat di pahami karena pasangan hidup memiliki fungsi
sebagai supporting dalam berbagai hal, misalnya emosi, problem solving,
keungan maupun pengasuhan. Setelah di lakukan uji frekuensi di dapatkan
responden mayoritas berstatus kawin. Hal itu sependapat dengan penelitian
(Anggraeni,2013) dukungan pasangan merupakan segala bentuk perilaku dan
9
sikap positif yang di berikan kepada individu yang sakit atau mengalami masalah
kesehatan, sehingga bisa memberi kenyamanan fisik maupun psikologis.
Berdasarkan karakteristik responden menurut lama menderita terlihat bahwa
dari 96 responden berdasarkan dsitribusi lama menderita paling dominan yaitu 2-
8 tahun sebanyak 78 responden ( 81,2%), lama menderita 9-15 tahun sebanyak
12 responden (12,5 %) , lama menderita 16-23 tahun sebanyak 4 responden
(4,2%) dan lama menderita 23-29 tahun sebanyak 2 responden (2,1%).
Berdasarkan hasil penelitian, responden mengungkapkan bahwa responden
takut akan kematian jika terlalu lama menderita hipertensi Hal ini sejalan
dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh ( Cheung, et.al ,2005) bahwa lama
hipertensi memang mempunyai hubungan dengan tingkat kecemasan responden.
Responden yang menyadari adanya gejala hipertensi, memiliki perasaan khawatir
dan takut, sehingga menimbulkan kecemasan. Lama proses pengobatan penyakit
hipertensi yang tidak kunjung sembuh, juga semakin menambah tingkat
kecemasan.
Tabel 2. Distribusi frekuensi tingkat kecemasan
Tingkat Kecemasan Frekuensi Presentase
Tidak cemas
Kecemas ringan
Kecemasan sedang
38
49
9
39,6
51,0
9,4
Jumlah 96 100.0
Berdasarkan hasil uji frekuensi tingkat kecemasan pada lansia penderita
hipertensi menunjukan yang paling dominan adalah kecemasan ringan sebanyak
49 responden ( 51%), sebanyak 38 responden (39,6%) yang masuk dalam
kategori tidak cemas, dan sebanyak 9 responden (9,4%) dalam kategori
kecemasan sedang.
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar lansia memiliki tingkat
kecemasan ringan. Berdasarkan hasil analisis karakteristik usia terlihat bahwa
responden paling banyak mengalami kecemasan ringan sebanyak 49 dalam
10
rentang usia 60-79 tahun. Menurut pengurus kegiatan posyandu Abadi di Desa
Gonilan, lansia penderita hipertensi di Desa Gonilan sudah terpapar cukup
informasi mengenai hipertensi dan penanganannya sehingga lansia penderita
hipertensi memiliki rasa waspada dan pandangan perseptual yang meningkat. Hal
ini sejalan dengan (Kati et al, 2018 ) pandangan perseptual adalah bagaimana
pandangan seseorang tentang lingkungan sekitarnya. Mereka menjadi lebih peka
dalam menganalisa lingkungan sekitarnya. Selain itu, dapat memotivasi diri
untuk belajar dan membuat mereka menjadi dewasa dan kreatif. Hal ini memiliki
dampak yang baik terhadap keberlangsungan terapi klien tersebut. Rasa waspada
dan pandangan perseptual yang meningkat membuat klien menjadi lebih taat
untuk rutin minum obat dan menjalani hidup sehat serta menjauhi hal-hal yang
dapat memperburuk kondisi tubuh.
Berdasarkan hasil analisis karakteristik jenis kelamin terlihat bahwa
responden paling banyak mengalami kecemasan ringan dengan jenis kelamin
perempuan sebanyak 34 responden . Menurut keterangan pengurus kegiatan
posyandu, meskipun banyak peserta posyandu laki laki tetapi yang aktif datang
ke posyandu lansia adalah peserta wanita, karena cenderung lebih mudah untuk
berpartisipasi dalam kegiatan dibandingkan penduduk laki laki. Secara teori
sebenarnya resiko laki-laki hampir sama dan lebih dulu terkena hipertensi pada
usia 55-74 tahun dan setelah usia 74 tahun perempuan lebih beresiko besar untuk
terkena hipertensi. Ini di karenakan penyakit hipertensi merupakan salah satu
penyakit yang di sebabkan karena gaya hidup seseorang yang tidak baik.
Misalnya salah satu faktor resiko yang menyebabkan hipertensi adalah merokok (
Black & Hawks, 2014).
Namun dalam penelitian ini sebagian besar responden adalah perempuan.
Kondisi ini disebabkan karena jumlah perempuan dewasa lebih tinggi di
bandingkan laki-laki dewasa. Hal ini sejalan dengan penelitian (Purwanti, 2014)
bahwa di Indonesia populasi perempuan jauh lebih besar di bandingkan dengan
populasi laki-laki, jumlah perempuan menjadikannya hampir di setiap lini
11
kehidupan di domisili oleh perempuan.. Diperkuat dengan penelitian (Nifatantya,
2019) dari segi karakteristik kepribadian, perempuan cenderung mudah cemas
dan lebih terpengaruh pada krisis atau masalah kecil , sedangkan laki-laki
memiliki karakter lebih tegar, jarang emosional dan sangat logis.
Berdasarkan hasil analisis karakteristik status pekerjaan terlihat bahwa
responden mengalami kecemasan ringan dengan status tidak bekerja sedikit
lebih tinggi di bandingkan dengan yang berstatus bekerja yaitu sebanyak 26
responden, sedangkan yang berstatus bekerja sebanyak 23 responden. Perbedaan
kecemasan yang tidak signifikan di dukung oleh penjelasan berikut, seseorang
yang bekerja memiliki tugas, tanggung jawab serta kewajiban yang lebih banyak
dan lebih berat di bandingkan yang tidak bekerja (Nifatantya, 2019). Maka dapat
di asumsikan bahwa penderita hipertensi yang sudah bekerja memiliki tingkat
kecemasan karena memiliki tugas-tugas yang wajib di kerjakan dan menuntut
tanggung jawab dari orang tersebut. Penjelasan lain menyatakan bahwa bekerja
di lakukan untuk memenuhi kebutuhan materi dan finansial (Nifatantya, 2019).
Maka dari penjelasan tersebut muncul asusmsi yang berlawanan bahwa penderita
hipertensi yang belum bekerja kesulitan untuk memenuhi kebutuhan finansial
nya (misal untuk berobat), sehingga tingkat kecemasan cenderung lebih tinggi.
Berdasarkan kedua asumsi tersebut dapat di simpulkan bahwa kecemasan dapat
menyerang lansia yang berstatus bekerja maupun tidak bekerja.
Berdasarkan hasil analisis karakteristik status perkawinan responden dengan
berstatus kawin yang masuk dalam kategori kecemasan ringan sebanyak 26
responden, berstatus janda/duda sebanyak 23 responden. Jika dilihat rata-rata
status kecemasan subjek yang berstatus kawin sedikit lebih tinggi di bandingkan
yang berstatus tidak kawin (duda/janda). Berdasarkan hal tersebut dapat di
simpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara lansia penderita
hipertensi yang berstatus kawin dan berstatus tidak kawin.
Penjelasan berikut ini sejalan dengan kesimpulan di atas, di antaranya
seseorang yang tidak mempunyai pasangan akan merasa sendiri dan kesepian
12
sedangkan seseorang yang memiliki pasangan dapat mencari dan berbagi dengan
pasangan nya ketika menghadapi masalah (Nifatantya, 2019). Dari penjelasan
tersebut dapat di asumsikan bahwa lansia penderita hipertensi yang tidak
mempunyai pasangan memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi karena tidak ada
tempat berbagi dalam menghadapi masalah, dalam hal ini penyakit hipertensi.
Penjelasan lain menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai pasangan
memiliki tanggungjawab yang lebih terhadap pasangan dan keluarganya.
Sedangkan orang yang tidak mempunyai pasangan cenderung bebas dari
tanggung jawab orang lain. Dari kedua pernyataan tersebut dapat di simpulkan
bahwa penderita hipertensi baik yang mempunyai pasangan maupun tidak
mempunyai pasangan mempunyai potensi kecemasan yang sebanding.
Berdasarkan hasil analisis karakteristik lama menderita terlihat bahwa
responden dalam kategori kecemasan ringan berdasarkan lama menderita paling
dominan adalah selama 2-8. Hal ini dapat di asumsikan bahwa lansia dengan
hipertensi berpotensi mengalami kecemasan di bandingkan yang sudah lama
menderita hipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan
oleh ( Cheung, et.al ,2005) bahwa lama hipertensi memang mempunyai
hubungan dengan tingkat kecemasan responden. Responden yang menyadari
adanya gejala hipertensi, memiliki perasaan khawatir dan waspada, sehingga
menimbulkan kecemasan. Lama proses pengobatan penyakit hipertensi yang
tidak kunjung sembuh, juga semakin menambah tingkat kecemasan.
Lansia dengan kategori tidak cemas juga di temukan pada penelitian ini.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap lansia penderita hipertensi, responden
rutin melakukan pendekatan religius dengan cara berdzikir, berdo’a meminta
kesehatan dan berserah di kepada Tuhan Yang Maha Esa. Responden juga
mengungkapkan bahwa pasrah dengan apa yang akan terjadi di karenakan usia
yang semakin tua. Hal ini sejalan dengan penelitian (Ihdaniyati, 2016) klien
dengan melakukan pendekatan religious dapat merasakan ketenangan batin
13
sehingga mampu mengendalikan kecemasannya dan melakukan mekanisme
koping yang adaptif.
Lansia dengan kecemasan sedang juga di temukan pada penelitian ini.
Menurut penelitian terhadap responden, sebagian kecil lansia penderita hipertensi
mengalami mudah gelisah. Responden juga takut akan kematian akibat tekanan
darah yang tidak stabil. Hal ini sejalan dengan penelitian (Kati et al, 2018) pasien
dengan kecemasan sedang hanya fokus pada urusan yang akan dilakukan dengan
segera termasuk mempersempit pandangan perseptual sehingga apa yang dilihat,
didengar, dan dirasakan menjadi lebih sempit. Pasien akan fokus pada sumber
kecemasan yang dihadapi mulai membuat perencanaan tetapi dia masih dapat
melakukan hal lain jika menginginkan untuk melakukan hal lain tersebut. Hal ini
berada di antara kecemasan ringan dan berat. Pasien sendiri, orang terdekat, dan
tenaga medis harus mulai waspada pada tingkatan ini.
Pernyataan di atas di perkuat dengan pernyataan penelitian (Arik & Yavuk,
2014) kondisi kesehatan yang mengganggu dalam kehidupan lansia secara
psikologis biasanya dianggap sebagai suatu ancaman yang dapat membahayakan
kehidupan lansia. Salah satu masalah kesehatan yang mengakibatkan kecemasan
adalah hipertensi (Padila, 2013). Hipertensi terkenal dengan sebutan “ the silent
killer/deseases” karena dapat membunuh seseorang tanpa disertai gejala-gejala
terlebih dahulu sebagai peringatan terhadap korban. Hipertensi juga sebagai
penyebab masalah baru seperti stroke, gagal jantung dan pastinya akan berakibat
pada kematian .
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini karakteristik di Puskesmas Kartasura
adalah lansia dan menurut jenis kelamin paling banyak adalah perempuan.
Karakteristik responden menurut status pekerjaan paling banyak masih bekerja.
Karakteristik responden menurut status perkawinan yaitu mayoritas responden
14
masih memiliki pasangan hidup/berstatus menikah.Tingkat kecemasan pada lansia
penderita hipertensi sebagian besar adalah sedang dengan jumlah responden
sebanyak 96 di wilayah kerja Puskesmas Kartasura.
DAFTAR PUSTAKA
Andriana, K. M. (2013). Hubungan antara perilaku olahraga, stress, pola makan
dengan tingkat hipertensi pada lanjut usia di posyandu lansia kelurahan gebang
putih kecamatan sukolilo kota surabaya. Jurnal Promkes, 1(2 Desember), 111–
117. https://doi.org/10.1109/ISSSTA.2008.47
Annisa, D. F., & Ifdil, I. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia
(Lansia). Konselor. https://doi.org/10.24036/02016526480-0-00
Aggelopoulou, Z., Fotos, V. N., Chatziefstratiou, A. A., Giakoumidakis, K.,
Elefsiniotis, I. Brokalaki, H. (2017).The level of anxiety, depression and quality
of life among patients with heart failure in Greece
Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2013. Jakarta
Black, M. Joyce&Hawks J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Buku 2.
Singapore: Elsevier
Cheung, THY Au, SY Chan, et al. (2005). The relationship between hypertension and
anxiety or depression in Hong Kong Chinese. Exp Clin Cardiol, Vol. (1):21-24.
Depkes RI. (2008).Jumlah Penduduk Lansia Meningkat. http://www.depkes.go.id.
Data Kesehatan Lansia Puskesmas Kartasura, (2018).
Hawari, Dadang. (2013). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru.
Huberty TJ. (2012). Anxiety and depresioon in children and adolescents. New York:
Springer
Hamilton M. (1959). The Assessment of Anxiety States by Rating. Brit. J. Med.
Psychol. 32(2):50-55
Jafar, Nuurhidayat, Wiarsih,W, & Permatasari,H. 2011. “Pengalaman Lanjut Usia
Mendapatkan Dukungan Keluarga.” Jurnal Keperawatan Indonesia 14(3):
157–64.
Kaldie. Hubungan kecemasan dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah
kerja Puskesmas Poris Plawad Kota Tangerang 2014. Universitas Esa Unggul.
2014. [cited 2017 Nov 22]. Available from: http://digilib.
esaunggul.ac.id/public/UEUUndergraduate-2398Cover%20Skripsi.pd
Kemenkes (2016). Informasi Kesehatan Republik Indonesia. Pusat Data Dan
15
Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Kemenkes RI, (2017). Analisis Lansia di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi.
Kati, R. K., Opod, H., & Pali, C. (2018). Gambaran Emosi dan Tingkat Kecemasan
pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Bahu. Jurnal E-Biomedik,
6(1).https://doi.org/10.35790/ebm.6.1.2018.18679
Laksita, I.D. & Pratiwi, A. (2016). Hubungan Lama Menderita Hipertensi Dengan
Tingkat Kecemasan Pada Lansia Di Desa Praon Nusukan Surakarta. Skripsi
thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Maryam, S. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika
Nifatantya, B. Y. (2009). Tingkat Kecemasan Penderita Hipertensi. Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Prawitasari, Jobans E. 2016. “Aspek Sosio-Psikologis Lansia Di Indonesia.” Buletin
Psikologi 2(1): 27–34.
Purnomo, H., (2009), Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Yang Paling
Mematikan, Buana Pustaka, Yogyakarta
Ratnasari S, Suleeman J. 2017. Perbedaan regulasi emosi perempuan dan laki - laki
di perguruan tinggi. Jurnal psikologi sosial, 15, 35-46
Sarwono, S.W. (2012). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers
Sriwati. 2008. Hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan perawat
dalam melakukan tindakan sitostika di Rumah Sakit Roemi Semarang. Tesis,
Semarang: Universitas DIponegoro
Stolerman, I. P., & Price, L. H. (Eds.). (2015). Anxiety. In Encyclopedia of
Psychopharmacology (p. 168). https://doi.org/10.1007/978-3-642-36172-
2_200760
Stuart, L. (2013). Principles and practice of psychiatric nursing (10th Ed.). St. Louis:
Mosby Elsevier.
Sherwood, L. (2010). Human Physiology: From Cell to Systems. 7th Ed. Canada:
Yolanda Cassio
Suparto, (2010). Faktor Risiko yang Paling Berperan terhadap Hipertensi pada
Masyarakat di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar Tahun 2010.
Tesis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Sukma, C. R. (2018). Gambaran Kecemasan Pada Penderita Hipertensi Di
Puskesmas Kartasura. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi Kelima. Jakarta: EGC.
16
Taylor J. (1953). A personality scale of manifest anxiety. J. Abn. & Soc. Psychol.
48(9):285-290.
Yogiantoro, M. (2014). Pendekatan Klinis Hipertensi: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi Keenam Jilid II, Interna Publishing, Jakarta
Yusuf, S. (2009). Mental Hygine: Terapi Psikopiritual untuk Hidup Sehat
Berkualitas. Bandung: Maes.